ase

39
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.K Umur : 55 Tahun Jenis kelamin : Laki Alamat : Mataram Agama : Islam Status : Menikah Suku : Samawa Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani RM : 56-32-16 MRS tanggal : 10 Juli 2015 Tanggal Pemeriksaan : 10 Juli 2015 II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Muntah Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien merupakan rujukan dari Rumah Sakit Umum KSB dengan diagnosis CKD. Pasien datang dengan keluhan muntah- muntah sejak 3 hari yang lau. Muntah berupa makanan dan tidak disertai darah. Muntah mencapai 4 kali dalam sehari. Selain muntah pasien juga mengeluhkan adanya mual dan keringat dingin. Rasa mual dirasakan oleh pasien secara terus menerus. Pasien juga mengeluhkan adanya panas di daerah perut, selain

Upload: krishna-wijaya

Post on 31-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ASDFA

TRANSCRIPT

Page 1: ASE

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.K

Umur : 55 Tahun

Jenis kelamin : Laki

Alamat : Mataram

Agama : Islam

Status : Menikah

Suku : Samawa

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

RM : 56-32-16

MRS tanggal : 10 Juli 2015

Tanggal Pemeriksaan : 10 Juli 2015

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Muntah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien merupakan rujukan dari Rumah Sakit Umum KSB dengan diagnosis CKD.

Pasien datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 3 hari yang lau. Muntah berupa

makanan dan tidak disertai darah. Muntah mencapai 4 kali dalam sehari. Selain muntah

pasien juga mengeluhkan adanya mual dan keringat dingin. Rasa mual dirasakan oleh

pasien secara terus menerus. Pasien juga mengeluhkan adanya panas di daerah perut, selain

itu pasien juga mengatakan sempat sulit untuk buang air kecil dan BAK kembali normal

saat pasien berubah posisi. 2 hari yang lalu pasien sempat diberikan obat injeksi oleh

dokter Ranitidin, keluhan mual dan muntah membaik namun malam harinya pasien merasa

mual dan muntah. Keluhan batuk dan demam disangkal oleh pasien.

Buang air kecil dengan frekuensi 3-5 kali/hari, berwarna kuning, dengan jumlah ± 1

gelas belimbing setiap kali BAK, riwayat BAK berwarna merah pernah diderita oleh

pasien, BAK merah sebanyak 1 botol air mineral tanggung. Buang air besar dengan

Page 2: ASE

frekuensi 1 kali setiap 2 hari, konsistensi lunak, warna kuning-kecoklatan, riwayat BAB

hitam atau berdarah disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menderita kencing manis namun sudah terkontrol, riwayat penyakit tekanan

darah tinggi, penyakit jantung, penyakit ginjal, minum obat selama 6 bulan, dan sakit

kuning disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien mengaku saudara pasien mengidap kencing manis dan batu ginjal. Riwayat,

tekanan darah tinggi, sesak napas, penyakit jantung, batuk lama dan minum obat selama 6

bulan, serta sakit kuning disangkal.

Riwayat Alergi :

Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, riwayat alergi minuman, dan obat-

obatan disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan :

Pasien sempat diberikan ranitidine di rumah sakit umum KSB.

Riwayat Pribadi dan Sosial :

Pasien adalah seorang petani. Pasien merupakan perokok, 1 hari bisa sampai

menghabiskan 2 bungkus rokok dan merokok sudah lebih dari 10 tahun

Page 3: ASE

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

o Keadaan umum : SLemah

o Kesadaran : Compos Mentis

o GCS : Compos Mentis/ E4V5M6

o Tanda Vital

Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Nadi : 88 x/menit, reguler, kuat angkat

Frekuensi Nafas : 24 x/menit, regular

Suhu : 36,0 oC, suhu aksiler

o Status Gizi

Berat badan : 65 kg

Tinggi badan : 160 cm

BMI : 23,4 (overweight)

Status Lokalis :

o Kepala :

Ekspresi wajah : normal

Bentuk dan ukuran : normal

Rambut : berwarna putih

Edema : (-)

Malar rash : (-)

Parese N VII : (-)

Hiperpigmentasi : (-)

Nyeri tekan kepala : (-)

o Mata :

Simetris

Alis normal

Exopthalmus : (-/-)

Retraksi kelopak mata : (-/-)

Page 4: ASE

Lid Lag : (-/-)

Ptosis : (-/-)

Nystagmus : (-/-)

Strabismus : (-/-)

Edema palpebra : (-/-)

Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-)

Sclera : ikterus (-/-), hiperemia (-/-), pterygium (-/-).

Pupil : Rp +/+, isokor Ø 3mm/3mm, bentuk dbn

Kornea : normal

Lensa : keruh (-/-)

Pergerakan bola mata : normal ke segala arah

o Telinga :

Bentuk : normal, simetris

Lubang telinga : normal, sekret (-/-)

Nyeri tekan tragus (-/-)

Pendengaran : kesan normal

o Hidung :

Simetris

Deviasi septum : (-/-)

Perdarahan : (-/-)

Sekret : (-/-)

Penciuman : kesan normal

o Mulut :

Simetris

Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)

Gusi : hiperemis (-), perdarahan (-)

Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan di pinggir

(-), lidah kotor (-).

Page 5: ASE

Gigi : caries (-), gigi tanggal (-)

Mukosa pucat (-)

o Leher :

Kaku kuduk (-)

Scrofuloderma (-), pembesaran KGB (-)

Trakea : ditengah

JVP : 5 + 2 (tidak meningkat)

Otot sternocleidomastoideus aktif, hipertrofi (+)

Pembesaran nodul thyroid (-)

o Thorax :

Inspeksi :

1) Bentuk dada normal. Ukuran dada simetris kiri dan kanan.

2) Pergerakan dinding dada: simetris kiri dan kanan

3) Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-), spider naevi (-), ictus cordis tidak

tampak

4) Penggunaan otot bantu napas: otot sternocleidomastoideus aktif (-), hipertrofi otot

sternocleidomastoideus (-), otot bantu napas abdomen aktif (-).

5) Tulang iga dan sela iga: simetris, pelebaran sela iga kanan dan kiri (-)

6) Fossa supraklavikula dan infraklavikula: simetris; Fossa jugularis: trakea ditengah

7) Tipe pernapasan torako abdominal dengan frekuensi napas 24 kali/menit, reguler.

Palpasi

1) Posisi mediastinum: trakea ditengah, ictus cordis teraba di ICS V di midklavikula

sinistra, thrill (-).

2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-).

3) Pergerakan dinding dada: simetris.

4) Vocal fremitus

Depan :

Normal Normal

Page 6: ASE

Normal Normal

Normal Normal

Belakang :

Normal Normal

Normal Normal

Normal Normal

Perkusi

Depan :

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Belakang :

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

1) Batas paru-jantung :

Dextra → ICS IV linea parasternalis dekstra

Sinistra → ICS V di linea midclavikularis sinistra

2) Batas paru-hepar :

- Inspirasi → ICS VI

- Ekspirasi → ICS V

Auskultasi

1) Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

2) Pulmo :

- Suara napas :

Depan

Ekskursi : 1 ICS

Page 7: ASE

Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler

Belakang

Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler

- Rhonki :

Depan

- -

- -

- -

Belakang

- -

- -

- -

- Wheezing :

Depan

- -

- -

- -

Belakang

- -

- -

- -

Page 8: ASE

o Abdomen :

Inspeksi :

- Kulit : sikatriks (-), striae (-), vena yang berdilatasi (-), ruam (-), luka bekas operasi

(-), hematome (-)

- Umbilikus : inflamasi (-), hernia (-)

- Kontur Abdomen : distensi (-), darm contour (-), darm steifung (-), massa (-)

- Peristalsis (-), pulsasi aorta (-)

- Tampak sebuah benjolan pada regio inguinalis dekstra, berbentuk benjolan, hilang

timbul, tidak nyeri.

Auskultasi :

- Bising usus (+) 7 kali/menit, metalic sound (-), borborigmy (-)

Perkusi :

- Timpani di semua regio abdomen, organomegali (-), redup berpindah (-)

Palpasi :

- Massa (-), nyeri tekan (-), Hepar, ginjal, dan lien tidak teraba. Defans muscular (-)

o Ekstremitas :

Ekstremitas Atas

Akral hangat : +/+

Deformitas : -/-

Edema : -/-

Sianosis : -/-

Petekie : -/-

Clubbing finger : -/-

Koilonikia : -/-

Sendi : dbn

CRT : < 2 detik

Ekstremitas Bawah

Akral hangat : +/+

Deformitas : -/-

Edema : -/-

Sianosis : -/-

Petekie : -/-

Koilonikia : -/-

Sendi : dbn

Ulkus : -/-

Atrophy disuse : -/-

Page 9: ASE

IV. RESUME

Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit KSB dengan diagnosis CKD. Pasien datang

dengan keluhan muntah-muntah sejak 3 hari yang lau. Muntah berupa makanan dan tidak

disertai darah. Muntah mencapai 4 kali dalam sehari. Selain muntah pasien juga mengeluhkan

adanya mual dan keringat dingin. Pasien juga mengeluhkan adanya panas di daerah perut,

selain itu pasien juga mengatakan sempat sulit untuk buang air kecil dan BAK kembali normal

saat pasien berubah posisi. riwayat BAK berwarna merah pernah diderita oleh pasien, BAK

merah sebanyak 1 botol air mineral tanggung

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, tekanan darah 150/90 mmhg,

nadi 88 x/menit, laju pernapasan 24 x/menit, pada pemeriksaan fisik regio thoraks didapatkan

bentuk dan ukuran dinding dada normal. Terdapat nyeri tekan pada bagian supra pubik, dan

tidak ditemukannya edema pada bagian ekstrimitas

Page 10: ASE

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Kimia Klinik

Parameter 20/5/2015 Normal

HGB 10,4 13,0 – 18,0 g/dL

RBC 4,03 4,5-5,5 x 10^6/µL

HCT 29,1 40,0-50,0 [%]

WBC 19,09 4,0 – 11,0 [10^3/ µL]

MCV 72,2 82,0 – 92,0 [fL]

MCH 25,8 27,0-31,0 [pg]

MCHC 35,7 32,0-37,0 [g/dL]

PLT 1024 150-400 [10^3/ µL]

GDS 100 <160

Kreatinin 16,5 0,9-1,3

Ureum 176 10-50

SGOT 11 <40

SGPT 8 <41

Page 11: ASE

VI. DIAGNOSIS

Gangguan Ginjal Akut Post Renal

Infeksi Saluran Kencing

VII. PLANNING

DIAGNOSTIK

1. EKG

2. Lab lengkap

3. Ro thoraks

4. USG Abdomen

TERAPI

Rumah Sakit

a. NS drip mielon 1 Fls 10 tpm

b. Aspilet tab 1x80 mg

c. Injeksi Ceftriaxone 1 amp g/ 24 jam

d. Prosogan 1 ampul / 24 jam

e. Ondancentron injeksi 4 mg/12 jam

f. Ranitidin injeksi 1 ampul/12 jam

g. Lasix 1 amp

h. Lansoprazol 1 amp

VIII. PROGNOSIS

Gangguan Ginjal Akut Post Renal : Dubia Ad Bonam

Infeksi Saluran Kencing : Dubia Ad Bonam

Page 12: ASE

TINJAUAN PUSTAKA

Page 13: ASE

II. 1 Definisi

Gagal ginjal akut adalah sindrom yang terdiri dari penurunan kemampuan filtrasi ginjal

(jam sampai hari), retensi produk buangan dari nitrogen, gangguan elektrolit dan asam basa.

Komplikasi gagal ginjal akut menyebabkan 5% pasien masuk RS dan 30% masuk di ICU.

Terjadi oliguri (pengeluaran urin < 400mL/d) namun jarang terjadi sebagai manifestasi klinis.

Gagal ginjal akut sering asimtomatik dan sering didapat dengan tanda peningkatan konsentrasi

ureum dan kreatinin. Diagnosis dan penatalaksanaan gagal ginjal terbagi 3 yaitu 1. Gangguan

pada prerenal tanpa gangguan renal (55%);2. Penyakit yang mengakibatkan gangguan pada

parenkim renal.(40%) dan;3. Penyakit dengan obstruksi saluran kemih(5%). Kebanyakan gagal

ginjal reversible karena dapat kembali kefungsi normal setelah penyakit mendasar diterapi (2,3).

Gagal ginjal akut berat yang memerlukan dialysis, mempunyai mortalitas tinggi melebihi

50%. Nilai ini akan meningkat apabila disertai kegagalan multi organ. Walaupun terdapat

perbaikan yang nyata pada terapi penunjang, angka mortalitas belum berkurang karena usia

pasien dan pasien dengan penyakit kronik lainnya(3,4,5).

Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi

peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar kreatinin awal

<2,5 mg% atau meningkat >20% bila kreatinin awal >2,5 mg%. The Acutr Dialysis Quality

Initiations Group membuat RIFLE system yang mengklasifikasikan GGA ke dalam tiga kategori

menurut beratnya ( Risk Injury Failure ) serta dua kategori akibat klinik ( Loss and End-stage

renal disease). Pada beberapa penyakit GGA tertentu diperlukan alat diagnostik yang canggih

misalnya immunohistochemistry(IHC) dan electronmicroscopic examination(EM) pada scrup

thypus di parenkim renal (3,6).

Page 14: ASE

II.2 Etiologi dan Klasifikasi Gagal Ginjal

Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-renal

(gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal (uropati obstruksi akut).

Penyebab pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan oleh (1,7,8):

1. Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka bakar, diare, asupan

kurang, pemakaian diuretic yang berlebihan. Kurang lebih sekitar 3% neonatus masuk di

ICU akibat gagal ginjal prerenal.

2. Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium, tamponade

jantung, dan emboli paru.

3. Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septic, anafilaksis dan cedera, dan pemberian obat

antihipertensi.

4. Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan, penggunaan

obat anestesi, obat penghambat prostaglandin, sindrom hepato-renal, obstruksi pembuluh

darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis arteri ginjal,embolisme, trombosis, dan

vaskulitis.

5. Pada wanita hamil disebabkan oleh sindrom HELLP, perlengketan plasenta dan

perdarahan psotpartum yang biasanya terjadi pada trimester 3.

Penyebab gagal ginjal pada renal (gagal ginjal intrinsik) dibagi antara lain (1):

1. Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna, emboli kolesterol,

vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia hemolitik, krisis ginjal,

scleroderma, dan toksemia kehamilan.

Page 15: ASE

2. Penyakit pada glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis, proliferatif

difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis infektif, sindrom

Goodpasture, dan vaskulitis.

3. Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida, sefalosporin,

siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat kemoterapi, zat warna kontras

radiografik, logam berat, hidrokarbon, anaestetik), rabdomiolisis dengan mioglobulinuria,

hemolisis dengan hemoglobulinuria, hiperkalsemia, protein mieloma, nefropati rantai

ringan,

4. Penyakit interstisial pada nefritis interstisial alergi (antibiotika, diuretic, allopurinol,

rifampin, fenitoin, simetidin, NSAID), infeksi (stafilokokus, bakteri gram negatif,

leptospirosis, bruselosis, virus, jamur, basil tahan asam) dan penyakit infiltratif

(leukemia, limfoma, sarkoidosis).

Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu terjadinya :

1. sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal, striktura bilateral

pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral, nekrosis papiler lateral, dan bola jamur

bilateral.

2. Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura ureter, kanker

kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih “neurogenik”.

Tabel 1. Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialysis Quality Initiations Group

Kriteria laju filtrasi glomerulus Kriteria jumlah urine

Page 16: ASE

RiskInjuryFailure

Loss

ESRD

Peningkatan serum kreatinin 1,5 kaliPeningkatan serum kreatinin 2 kaliPeningkatan serum kreatinin 3 kali ataukreatinin 355 μmol/lGagal ginjal akut persisten, kerusakan totalfungsi ginjal selama lebih dari 4 mingguGagal ginjal terminal lebih dari 3 bulan

< 0,5 ml/kg/jam selama 6 jam

< 0,5 ml/kg/jam selama 12 jam< 0,5 ml/kg/jam selama 24 jamatau anuria selama 12 jam

II.3 Patofisiolgi

Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula

Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan

tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul(1).

Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif konstan

yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan

dalam autoregulasi ini adalah (9):

Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen

Timbal balik tubuloglomerular

Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi

autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada

keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor

kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin

serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme

tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada

keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju

filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek

Page 17: ASE

miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang

terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1(9,10).

Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta

berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu

dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan

reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana

belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal(9).

Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal menjadi

normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat seperti ACEI,

NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2

mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi

hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa

pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal

seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal polikistik,

dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut

prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis(9,11).

Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis

tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular Pada kelainan vaskuler

terjadi (1,9):

1) peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan sensitifitas

terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi.

Page 18: ASE

2) terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular ginjal,

yang mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan

nitric oxide yang bearasal dari endotelial NO-sintase.

3) peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18, yang

selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari

sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan

menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersama-

sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.

Gambar 1. Patofisiologi gagal ginjal akut di renal.

Pada kelainan tubular terjadi (1,12):

1) Peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sitosolik phospholipase A2 serta

kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan sitoskeleton. Keadaan ini akan

mengakibatkan penurunan basolateral Na+/K+-ATP ase yang selanjutnya menyebabkan

penurunan reabsorbsi natrium di tubulus proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke

maculadensa. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomeruler.

Page 19: ASE

2) Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases dan metalloproteinase serta

defisiensi heat shock protein akan menyebabkan nekrosis dan apoptosis sel.

3) obstruksi tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler akan

membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalam hal ini pada thick assending limb

diproduksi Tamm-Horsfall protein (THP) yang disekresikan ke dalam tubulus dalam bentuk

monomer yang kemudian berubah menjadi polimer yang akan membentuk materi berupa gel

dengan adanya natrium yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel polimerik THP

bersama sel epitel tubulus yang terlepas baik sel yang sehat, nekrotik maupun yang apoptopik,

mikrofili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan membentuk silinder-silinder yang

menyebabkan obstruksi tubulus ginjal.

4) kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intratubuler masuk ke

dalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama yang akan

menyebabkan penurunan GFR.

Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA

post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi

karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin).

Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu,

nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada

kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post-

renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi

pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi(12).

Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah ginjal

dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada

Page 20: ASE

fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat

pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam

mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan

penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah

24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini

mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan

fibrosis interstisial ginjal(12,13).

Gambar 2. Batu pada ginjal

II.4 Gejala Klinis

Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume urine

berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila produksi urin < 50

ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan konsentrasi terganggu, dalam keadaan

ini disebut high output renal failure. Gejala lain yang timbul adalah uremia dimana BUN di atas

40 mmol/l, edema paru terjadi pada penderita yang mendapat terapi cairan, asidosis metabolik

dengan manifestasi takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor penyebabnya(1,14).

II. 5 Diagnosis

Page 21: ASE

Diagnosis ditegakkan untuk dapat membedakan GGA pre-renal, renal, dan post-renal.

Diawali dengan menanyakan riwayat penyakit untuk mengetahui saat mulainya GGA serta

faktor-faktor pencetus yang terjadi, tanyakan pula riwayat penyakit dahulu. Pemeriksaan fisik

yang harus diperhatikan adalah status volume pasien, pemeriksaan kardiovaskuler, pelvis, dan

rectum, dan pemasangan kateter untuk memonitor jumlah urine yang keluar selama pemberian

terapi cairan. Pemeriksaan laboratorium harus mencakup elektrolit serum, BUN, kreatinin serum,

kalsium, fosfor, dan asam urat(1).

Pemeriksaan penunjang lain yang penting adalah pemeriksan USG ginjal untuk

menentukan ukuran ginjal dan untuk mengenali batu dan hidronefrosis, bila perlu lakukan biopsy

ginjal sebelum terapi akut dilakukan pada pasien dengan GGA yang etiologinya tidak diketahui.

Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan vena) dilakukan jika diduga penyebabnya

adalah penyumbatan pembuluh darah. Pemeriksaan lainnya yang bisa membantu adalah CT scan

dan MRI. Jika pemeriksaan tersebut tidak dapat menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut,

maka dilakukan biopsi (pengambilan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis) misalnya pada

nekrosis tubular akut. Perlu diingat pada Angiografi,dengan menggunakan medium kontras dapat

menimbulkan komplikasi klinis yang ditandai dengan peningkatan absolute konsentrasi kreatinin

serum setidaknya 0,5 mg/dl (44,2 μmol/l) atau dengan peningkatan relative setidaknya 25 % dari

nilai dasar(1,16,17).

II. 6 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,

mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi,

serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan.

Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi, perbaikan faktor prerenal dan post renal, evaluasi

Page 22: ASE

pengobatan yang telah doberikan pada pasien, mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah

ke ginjal, mengevaluasi jumlah urin, mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan nutrisi

yang kuat, atasi infeksi, perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi dialisis sebelum

timbul komplikasi, dan pemberian obat sesuai dengan GFR.

Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan berat badan

pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan kelebihan volume,

keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan diuretika Furosemid sampai

dengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan dengan tingkat fungsi ginjal, obat-obat yang

mengandung magnesium (laksatif dan anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa diberikan

untuk mencegah atau mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada GGA,

penderita dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein,natrium dan

kalium(2,15).

Terapi khusus GGA

Dialisis diindikasikan pada GGA untuk mengobati gejala uremia, kelebihan volume,

asidemia, hiperkalemia, perikarditis uremia, dan hipoinatremia. Indikasi dilakukannya dialisa

adalah(2,15):

1. Oligouria : produksi urine < 2000 ml in 12 h

2. Anuria : produksi urine < 50 ml in 12 h

3. Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L

4. Asidemia : pH < 7,0

5. Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L

6. Ensefalopati uremikum

7. Neuropati/miopati uremikum

Page 23: ASE

8. Perikarditis uremikum

9. Natrium abnormalitas plasma : Konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120 mmol/L

10. Hipertermia

11. Keracunan obat

Kebutuhan gizi pada gagal ginjal akut (18):

1. Energy 20–30 kcal/kgBW/d

2. Carbohydrates 3–5 (max. 7) g/kgBW/d

3. Fat 0.8–1.2 (max. 1.5) g/kgBW/d

4. Protein (essential dan non-essential amino acids)

5. Terapi konservatif 0.6–0.8 (max. 1.0) g/kgBW/d

6. Extracorporeal therapy 1.0–1.5 g/kgBW/d

7. CCRT, in hypercatabolism Up to maximum 1.7g/kgBW/d

GGA post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi misalnya

tindakan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan sumbatan yang dapat

disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostate(4).

Tabel 2. Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut

Komplikasi Pengobatan

Kelebihan volume intravaskuler

Hiponatremia

Hiperkalemia

Asidosis metabolic

Hiperfosfatemia

Hipokalsemia Nutrisi

Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari)Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysisBatasi asupan air (< 1 L/hari), hindari infuse larutan hipotonik.Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari), hindari diuretic hemat kaliumNatrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat serum > 15 mmol/L, pH >7.2 )Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari)Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium karbonat)Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-20 ml larutan 10% )Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) jika

Page 24: ASE

tidak dalam kondisi katabolicKarbohidrat 100 g/hariNutrisi enteral atau parenteral, jika perjalanan klinik lama atau katabolik

Indikasi hemodialisa pada gagal ginjal akut (1):

1. GGT ( klirens kreatinin < 5 ml/m)

2. GGA berkepanjangan ( > 5 hari)

3. GGA dg. : a. keadaan umum yang buruk

b. K serum > 6 mEq/L

c. BUN > 200 mg%

d. pH darah < 7,1

e. Fluid overload

4. Intoksikasi obat yg gagal dg terapi konservatif

II.7 Komplikasi

Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik,

hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada

oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat menimbulkan keadaan

gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi melalui ginjal terganggu,

perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi,

atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang berlebih, keadaan ini berbahaya karena

bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat

darah menurun akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion

gap. Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA.

Komplikasi sistemik seperti (19):

Page 25: ASE

1. Jantung

Edema paru, aritmia dan efusi pericardium.

2. Gangguan elektrolit

Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis

3. Neurologi:

Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma,

4. Gangguan kesadaran dan kejang.

5. Gastrointestinal:

Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum.

6. Perdarahan gastrointestinal

7. Hematologi

Anemia, dan diastesis hemoragik

8. Infeksi

Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial.

9. Hambatan penyembuhan luka

II. 8 Prognosis

Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu

diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang menyertai,

perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa. Penyebab

kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%),

jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi,

septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya

sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan(1,2).

Page 26: ASE

Daftar Pustaka

1. Annonymous. Renal failure 2009 : (online), (http://wikipedia .com , diakses 20 januari 2010).

2. Stein,Jay H. Kelainan ginjal dan elektrolit. panduan klinik ilmu penyakit dalam.edisi ke-3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.

3. Dennis L. Kasper, Eugene Braunwald, Anthony Fauci. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th Edition. USA : McGraw-Hill, 2004.

4. Markum,M.H.S. Gagal Ginjal Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editors. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.

5. Nissenson. Epidemiology and pathogenesis of acute renal failure in the ICU. Kidney International 1998; 53; 7-10.

6. Dong-Min Kim, 1 Dae Woong Kang, 1 Jong O Kim. Acute Renal Failure due to Acute Tubular Necrosis caused by Direct Invasion of Orientia tsutsugamushi. J. Clin. Microbiol 2007; 1128.

7. Stapleton FB, Jones DP, Green RS. Acute renal failure in neonates: Incidence, etiology and outcome. Pediatr Nephrol 1987; 1; 314-320.

8. Altıntepe, Gezginç, Tonbul. Etiology and prognosis in 36 acute renal failure cases related to pregnancy in central anatolia. Eur J Gen Med 2005; 2(3): 110-113.

9. Boediwarsono.Gagal ginjal akut. segi praktis pengobatan penyakit dalam.Surabaya : Penerbit PT Bina Indra Karya 1985.

10. Takaoka, Kuro, Matsumura. Role of endothelin in the pathogenesis of acute renal failure. Drug News Perspect 2000, 13(3): 141.

11. Yagil, Myers, Jamison. Course and pathogenesis of postischemic acute renal failure in the rat. Am J Physiol Renal Physiol 1988; 255.

12. Jacob. Acute renal failure. Indian J Anaesth 2003; 47(5):367-372.

13. Schrier, Wang, Poole, Amit Mitra. Acute renal failure: definitions, diagnosis, pathogenesis, and therapy. The Journal of Clinical Investigation 2004;114.

14. Sukahatya. Gagal ginjal akut 2006 : (online), (http://www.medicastore.com, diakses 20 januari 2010.

Page 27: ASE

15. Rahardjo, J.Pudji. Kegawatan pada Gagal Ginjal. Penatalaksanaan Kedaruratan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat infomasi dan Penerbitan FKUI 2000.

16. Schlegel. Computed radionuclide urogram for assesing acute renal failure. AJR 1980; 134.

17. Esson, Robert W. Schrier. Diagnosis and treatment of acute tubular necrosis. Annals of Internal Medicine 2002;137.

18. Cano, Fiaccadori E, P, Tesinsky. ESPEN guidelines on enteral nutrition: adult renal failure. Clinical Nutrition 2006; 25:295–310.

19. Aspelin P, Aubry P, Fransson sg. Efek nefrotoksik pada pasien risiko tinggi yang menjalani angiografi. NEJM 2006; 348 (6): 491.