asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

45
MAKALAH HUKUM PEMDA PEMDES “PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH” O L E H Nama : Muhammad Fahri NIM : D1A 212 318

Upload: muhammad-fahri

Post on 17-Nov-2014

9.710 views

Category:

Law


5 download

DESCRIPTION

pemda dan pemdes

TRANSCRIPT

Page 1: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

MAKALAH HUKUM PEMDA PEMDES“PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH”

O

L

E

H

Nama : Muhammad Fahri

NIM : D1A 212 318

UNIVERSITAS MATARAM

FAKULTAS HUKUM

2013

Page 2: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah segala puji syukur penulis ucapkan atas Rahmat, Taufik,

dan Karunia Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah

Hukum PEMDA PEMDES ini dengan penuh rasa tanggung jawab. Shalawat

salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad

SAW, yang telah membawa umat manusia dari alam kegelapan menuju alam yang

terang menderang.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dosen pembimbing

mata kuliah Hukum PEMDA PEMDES yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menyelesaikan makalah Hukum PEMDA PEMDES ini, dan

ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut

membantu hingga terselesaikannya makalah ini dengan baik.

Mudah-mudahan para pembaca dapat mengambil hikmah atau manfaat

dari makalah Hukum PEMDA PEMDES ini dan dapat menambah wawasan para

pembaca

Penulis sadar bahwa dalam makalah Hukum PEMDA PEMDES ini masih

terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik

dan saran anda, untuk sempurnya penulisan-penulisan selanjutnya.

Demikian semoga makalah Hukum PEMDA PEMDES ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Mataram, 10 Oktober 2013

ii

Page 3: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

Daftar Isi

Cover.........................................................................................................................i

Kata Pengantar.........................................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1. Latar Belakang..........................................................................................1

2. Rumusan Masalah.....................................................................................2

3. Tujuan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

Pemerintahan Daerah...........................................................................................3

Otonomi Daerah...................................................................................................4

Asas – Asas Penyelenggaraan Daerah.................................................................5

1. Asas Dekosentrasi..................................................................................5

2. Asas Desentralisasi................................................................................7

3. Asas Medebewind (Tugas Pembantuan).............................................10

Hubungan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah....................12

Pengawasan Pemerintahan Pusat terhadap Jalannya Pemerintahan Daerah......14

Penerapan Asas-asas Pemerintahan di Daerah...................................................15

BAB III PENUTUP...............................................................................................25

Kesimpulan........................................................................................................25

Saran...................................................................................................................25

Daftar Pustaka........................................................................................................26

iii

Page 4: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Di dalam Pencantuman tentang Pemerintahan Daerah yang di atur dalam

perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dilatarbelakangi oleh kehendak untuk menampung semangat otonomi daerah

dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Hal itu dilakukan

setelah belajar dari praktik ketatanegaraan pada era sebelumnya yang cenderung

memgunakan system pemerintahan yang sentralistik, adanya penyeragaman

system pemerintahan seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

Pemerintahan Desa, serta mengabaikan kepentingan daerah. Akibatnya kebijakan

yang cenderung sentralistis tersebut menjadikan Pemerintah Pusat sangat dominan

dalam mengatur dan mengendalikan daerah sehingga daerah diperlakukan sebagai

objek, bukan sebagai subjek yang mengatur dan mengurus daerannya sendiri

sesuai dengan potensi dan kondisi objektif yang dimiliki oleh daerah tersebut.

Di dalam perubahan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menjadi dasar hukum pelaksanaan otonom daerah yang

dalam era reformasi menjadi salah satu dari agenda nasional sebagai penerapan

ketentuan berasama.

Melalui permaparan makalah ini diharapkan memicu pemikiran-pemikiran

kita mengenai hubungan dan kewenangan antara Pemerintahan Pusat dan

Pemerintahan Daerah dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

1

Page 5: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Pemerintahan Daerah

2. Apa pengertian otonomi Daerah?

3. Apa Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah?

- Asas Dekosentrasi

- Asas Desentralisasi

- Asas Tugas Pembantuan

4. Bagaimana hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah?

5. Bagaimana Pengawasan Pemerintahan Pusat terhadap Jalannya

Pemerintahan Daerah?

6. Bagaimana penerapan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan didaerah?

7. Bagaimana Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah?

8. Apa permasalahan atau kendala dalam penerapan asas- asas tersebut?

3. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Pemerintahan Daerah

2. Mengetahui pengertian otonomi Daerah?

3. Mengetahui Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah?

- Asas Dekosentrasi

- Asas Desentralisasi

- Asas Tugas Pembantuan

4. Menganalisa hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah?

5. Mengetahui Pengawasan Pemerintahan Pusat terhadap Jalannya

Pemerintahan Daerah?

6. Bagaimana penerapan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan didaerah?

7. Bagaimana Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah?

2

Page 6: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

BAB II

PEMBAHASAN

Pemerintahan Daerah

Penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia meliputi pemerintah pusat

dan pemerintah daerah. Pemerintahan pusat di jalankan oleh presiden, seperti

yang di atur dalam pasal 4 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi ”presiden republik

Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD”. Dalam

menjalankan pemerintahan, presiden di Bantu oleh wakil presiden, menteri-

menteri, dan kepala lembaga pemerintahan nondepartemen. Kesemua tingkatan

tersebut kemudian di sebut pemerintah pusat atau pemerintah.

Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang

pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2, adalah sebagai berikut :

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”

Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan 

diatas,maka yang dimaksud pemerintahan daerah disini adalah penyelenggaraan

daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dan

unsur penyelenggara pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota

dan perangkat daerah.

Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah  Kepala Daerah dibantu oleh

Perangkat Daerah yang terdiri dari:

- Unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi,

diwadahi dalam Sekretariat;

- Unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk Inspektorat;

- Unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk Badan;

3

Page 7: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

- Unsur pendukung tugas Kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan

kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam Lembaga Teknis

Daerah; serta

- Unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam Dinas Daerah.

Otonomi Daerah

Pengertian “otonomi” secara bahasa adalah “berdiri sendiri” atau “dengan

pemerintahan sendiri”. Sedangkan “daerah” adalah suatu “wilayah” atau

“lingkungan pemerintah”. Dengan demikian pengertian secara istilah “otonomi

daerah” adalah “wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur

dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri sesuai

dengan peraturan yang berlaku”

Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan pada suatu

wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah

masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan

keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan

tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.

Otonomi daerah sesungguhnya bukanlah hal yang baru di Indonesia. Sampai

saat ini Indonesia sudah beberapa kali merubah peraturan perundang – undangan

tentang pemerintahan daerah yang menandakan bagaimana otonomi daerah di

Indonesia berjalan secara dinamis. Semenjak awal kemerdekaan samapi sekarang

telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

kebijakan Otonomi Daerah. UU 1/1945 menganut sistem otonomi daerah rumah

tangga formil. UU 22/1948 memberikan hak otonomi dan medebewind yang

seluas-luasnya kepada Daerah. Selanjutnya UU 1/1957 menganut sistem otonomi

ril yang seluas-luasnya. Kemudian UU 5/1974 menganut prinsip otonomi daerah

yang nyata dan bertanggung. UU 22/1999 menganut prinsip otonomi daerah yang

luas, nyata dan bertanggungjawab. Sedangkan saat ini di bawah UU 32/2004

dianut prinsip otonomi seluas – luasnya, nyata dan bertanggung jawab.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pun banyak dikatakan sebagai

otonomi daerah setengah hati, masih banyak kekurangan yang mewarnai

4

Page 8: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

pelaksanaan otonomi daerah seperti kurangnya koordinasi pusat dan daerah serta

masalah – masalah lain yang kemudian berdampak terhadap masyarakat itu

sendiri. Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan

pemerintahan antara Pemerintah dengan daerah otonom.

Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa

selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi

kewenangan Pemerintah. Keinginan untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang

baik melalui otonomi daerah memang bukanlah hal yang mudah, masih banyak

hal yang perlu diperhatikan untuk dapat menciptakan otonomi daerah yang

maksimal demi menciptakan pemerintahan khususnya pemerintahan daerah yang

lebih baik. Inilah yang kemudian menjadi dasar pemikiran penulis untuk

mengidentifikasi permasalahan yang ada mengenai otonomi daerah sehingga

nantinya menjadi bahan pemikiran bersama guna mewujudkan suatu

pemerintahan yang baik sesuai dengan asas – asas umum pemerintahan yang baik.

Asas – Asas Penyelenggaraan Daerah

1. Asas Dekosentrasi

Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang Pemerintahan oleh

Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada

instansi vertikal di wilayah tertentu.1

Dari pengertian dekonsentrasi diatas ada juga beberapa pendapat lainnya

yaitu sbb:

Amran muslim mengemukakan dekonsentrasi adalah pelimpahan

kewenangan dari pemerintahan pusat kepada pejabat – pejabat bawahan

dalam lingkungan administrasi sentral, yang menjalankan pemerintahan

atas nama pemerintahan pusat, seperti Gubenur, Walikota, Bupati,

Camat.

Bagir Manan menyatakan bahwa dekonsentrasi sama sekali tidak

mengandung arti bahwa dekonsentrasi adalah sesuatu yang kurang perlu

1 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

5

Page 9: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

atau tidak penting. Dekonsentrasi adalah mekanisme untuk

menyelenggarakan urusan pusat didaerah

Ciri –ciri dari asas ini adalah sebgai berikut:

a. Bentuk pemencaran adalah pelimpahan

b. Pemencaran terjadi kepada pejabat sendiri (perseorangan)

c. Yang dipencar ( bukan urusan pemerintah) tetapi wewenang untuk

melaksanakan sesuatu.

d. Yang dilimpahkan tidak menjadi urusan rumah tangga sendiri.

Pengaturan dan penyelenggaraan asas dekonsentrasi serta yang berkaitan dengan

pembentukan daerah administrasi atau wilayah pemerintah administrasi yang

harus diperhatikan, antara lain:

1. Kehadiran wilayah pemerintahan administratif jangan sampai menggeser

satuan pemerintahan otonom yang merupakan salah satu sendi sistem

ketatanegaraan menurut UUD 1945.

2. Kehadiran wilayah pemerintahan administratif jangan sampai

menimbulkan dualisme penyelenggaraan pemerintahan tingkat daerah.

3. Kehadiran wilayah administratif jangan sampai menimbulkan

kesimpangsiuran wewenang, tugas, dan tanggung jawab dengan satuan

pemerintahan otonom yang akan mempengaruhi fungsi pelayanan

terhadap masyarakat.

Oleh karena itu tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada

kepala daerah otonom menurut asas desentralisasi ini merupakan salah satu

yang membedakan antara asas desentralisasi dengan asas dekonsentrasi.

Menurut asas dekonsentrasi maka segala urusan yang dilimpahkan oleh

pemerintah pusat kepada pejabatnya didaerah tetap menjadi tanggung jawab

daeri pemerintah pusat yang meliputi :

- Kebijaksanaan

- Perencanaan

- Pembiyaan

- Perangkat pelaksanaan.

6

Page 10: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

Keuntungan dari Asas Dekosentrasi

- Mengurangi keluhan-keluhan daerah

- Membantu pemerintah dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan

melalui aliran informasi yang intensif yang disampaikan dari daerah ke

pusat

- Memungkinkan terjadinya kontak secara langsung antara Pemerintah

dengan yang diperintah/rakyat

Latar belakang diadakannya sistem dekosentrasi adalah bahwa tidak semua

urusan Pemerintahan Pusat dapat diserahkan kepada Pemerintahan Daerah

menurut asas Desentralisasi2

2. Asas Desentralisasi

Asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.3

Ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi antara

lain bertujuan meringankan beban pekerjaan Pemerintah Pusat. Dengan

desentralisasi tugas dan pekerjaan dialihkan kepada Daerah. Pemerintah Pusat

dengan demikian dapat memusatkan perhatian pada hal-hal yang

bersangkutan dengan kepentingan nasional atau Negara secara keseluruhan.

Menurut Smith desentralisasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 

a. Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan

tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom.

b. Fungsi yang diserahkan dapat dirinci, atau merupakan fungsi yang

tersisa (residual functions).

c. Penerima wewenang adalah daerah otonom.

2 Kansil Drs. 2008. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafida hlm 43 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

7

Page 11: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

d. Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan

melaksanakan kebijakan, wewenang mengatur dan mengurus

kepentingan yang bersifat local.

e. Wewenang mengatur adalah wewenang untuk menetapkan norma

hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak.

f. Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma

hukum yang bersifat individual dan konkrit.

Adapun Tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijaksanaan yaitu:

tujuan politik dan tujuan administratif.

a. Tujuan politik akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagai

medium pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat lokal dan

secara agregat akan berkontribusi pada pendidikan politik secara

nasional untuk mencapai terwujudnya civil society.

b. Tujuan administratif akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagi

unit pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi untuk menyediakan

pelayanan masyarakat secara efektif, efisien, dan ekonomis yang

dalam hal ini terkait dalam pelayanan publik.

Sejalan dengan pendapat tersebut, ide desentralisasi yang terwujud dalam

konsep otonomi daerah sangat terkait dengan konsep pemberdayaan

masyarakat. Oleh karena itu dalam desentralisasi terdapat 3 (tiga) dimensi

utama, yaitu:

1. Dimensi ekonomi, rakyat memperoleh kesempatan dan kebebasan

untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga mereka secara

relatif melepaskan ketergantungannya terhadap bentuk-bentuk

intervensi pemerintah, termasuk didalamnya mengembangkan

paradigma pembangunan yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan.

Dalam konteks ini, eksploitasi sumber daya dilakukan untuk

kepentingan masyarakat luas, dilakukan oleh masyarakat lokal;

2. Dimensi politik, yakni berdayanya masyarakat secara politik, yaitu

ketergantungan organisasi-organisasi rakyat dari pemerintah;

8

Page 12: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

3. Dimensi psikologis, yakni perasaan individu yang terakumulasi

menjadi perasaan kolektif (bersama) bahwa kebebasan menentukan

nasib sendiri menjadi sebuah keniscayaan demokrasi.  Tidak ada

perasaan bahwa “orang pusat” lebih hebat dari “orang daerah” dan

sebaliknya.

Di dalam desentralisasi pemencaran berarti pelimpahan,penyerahan kerja

lain yang menganduk gerak jauh dari tempat asal( pusat). Kemudian yang

membedakan antra desentralisasi dengan dekonsentrasi adalah bahwa

desentralisasi terdapat :

a. Bentuk pemencaran adalah pelimpahan;

b. Pemencaran terjadi kepada daerah ( bukan perorangan)

c. Yang dipemencarkan adalah urusan pemerintah;

d. Urusan pemerrintah yang dipancarkan menjadi urusan rumah

tangga daerah sendiri.

Sehingganya dalam hal ini inisiatif pemerintahan diserahkan kepada

daerah otonom, yang meliputi :

1.    Kebijaksanaan;

2.    Perencanaan;

3.    Pelaksanaan;

4.    Pembiayaan;

5.    Perangkat pelaksanaan.4

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, tampak bahwa tujuan yang akan

diwujudkan dengan dianutnya konsep desentralisasi adalah agar tidak

terjadi penumpukan kekuasaan (concentration of power) pada satu pihak

saja, yakni Pemerintah Pusat. Dan dengan desentralisasi diharapkan terjadi

distribusi kekuasaan (distribution of power) maupun transfer kekuasaan

(transfer of power) dan terciptannya pelayanan masyarakat (public

4 Kansil Drs. 2008. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafida hlm 3

9

Page 13: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

services) yang efektif, efisien dan ekonomis serta terwujudnya

pemerintahan yang demokratis (democratic government) sebagai model

pemerintahan modern serta menghindari lahirnya pemerintahan sentralistik

yang sebenarnya sudah tidak populer. Pemerintahan sentralistik menjadi

tidak popular karena tidak mampu memahami dan menterjemahkan secara

cepat dan tepat nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di daerah, serta

kurangnya pemahaman terhadap sentiment lokal. Salah satu alasan karena

warga masyarakat merasa lebih aman dan tentram dengan badan

pemerintah lokal yang lebih mengetahui keinginan, aspirasi dan

kepentingan masyarakat daerah, serta lebih baik secara fisik dan juga

secara psikologis.

3. Asas Medebewind (Tugas Pembantuan)

Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah

dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau kota dan/atau

desa, serta dari pemerintah kabupaten, atau kota kepada desa untuk

melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan

mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.5

Tugas pembantuan (medebewind) pada hakikatnya adalah pelaksanaan

kewenangan pemerintah pusat/pemerintah daerah atasannya, maka sumber

pembiayaannya berasal dari level pemerintahan yang menugaskan. Untuk itu,

sumber biayanya bisa berasal dari APBN atau APBD pemerintah daerah yang

menugaskannya. Kewenangan yang diberikan kepada daerah adalah

kewenangan yang bersifat mengurus, sedangkan kewenangan mengaturnya

tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat/pemerintah atasannya.

Hubungan Otonomi dan Tugas Pembantuan

• Tidak ada perbedaan pokok antara otonomi dan tugas pembantuan

• Tugas pembantuan terkandung unsur otonomi (walaupun terbatas

pada cara melaksanakannya)

5 PP. No. 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

10

Page 14: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

• Tugas pembantuan sama halnya dengan otonomi, mengandung

unsur “penyerahan” (overdragen) bukan “penugasan” (opdragen).

• Otonomi adalah penyerahan penuh, sedangkan tugas

pembantuan adalah penyerahan tidak penuh

Daerah otonom dapat diserahi untuk menjalankan tugas-tugas atau

asas medebewind, tugas pembantuan atau medebewind dalam hal ini

tugas pembantuan dalam pemerintahan, ialah tugas untuk ikut

melaksanakan peraturan-peraturan perundangan m bukan saja yang

ditetapkan oleh pemerintah pusat, tetapi juga yang ditetapkan oleh

pemerintah daerah atau pemerintah local yang mengurus rumah tangganya

sendiri tingkat atasnya.

Menurut Mr. Tresna, sebenarnya asas medebewind itu termasuk itu

termasuk dalam asas desentralisasi dan menurutnya desentralisasi itu

mempunyai dua wajah yaitu :

1. Otonomi

2. Medebewind atau disebut Zelfbestuur.

Dengan pengertian otonomi adalah bebas bertindak, dan bukan

diperintah dari atas, melainkan semata-mata atas kehendak dan inisiatif

sendiri, guna kepentingan daerah itu sendiri.

Sedangkan pengertian medebewind atau tudas pembantuan adalah

disebut sebagai wajah kedua dari desentralisasi adalah bahwa

penyelenggaraan kepentingan atau urusan tersebut sebenarnya oleh

pemerintah pusat tetapi daerah otonom diikutsertakan. Pemberian urusan

tugas pembantuan yang dimaksudkan disertai dengan pembiayaanya hal

tersebut tercantum dalam pasal 12 Undang-undang No.5 Tahun 1974.

11

Page 15: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

Dasar pertimbangan perlunya asas tugas pembantuan :

Keterbatasan kemampuan pemerintah Pusat atau Daerah yang lebih tinggi

dalam hal yang berhubungan dengan perangkat atau sumber daya menusia

maupun biaya

Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang lebih baik dalam

penyelenggaraan pemerintahan

Sifat urusan yang dilaksanakan

Hubungan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah6

a. Prinsip pelaksanaan Otonomi daerah

Untuk memahami bagaimana hubungan antara pemerintah pusat dan

pemrintah daerah, Sebaiknya kita mempelajari Garis-Garis Besar Haluan

Negara, mengenai aparatur pemerintah.Didalam GBHN tahun 1987 misalnya,

ditegaskan prinsip-prinsip pokok pelaksanan otonomi daerah sebagai berikut.

Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan terbesar diseluruh

pelosok negara dan dalam rangka membina kesatuan bangsa, maka hubungan

yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah dikembangkan atas dasar

keutuhan negara kesatuan dan diarah kan pada pelaksanaan otonomi daerah

secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab yang dapat menjamin

perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-sama

dengan dekonsentrasi.

Prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan otonomi daerah itu

mengandung intisari yang dapat dipakai sebagai pedoman pelaksanaan

otonomi daerah.

b. Prinsip Otonomi Nyata dan Bertanggung Jawab

Prinsip otonomi yang berarti pemberian otonomi kepada daerah

hendaknya berdasarkan pertimbangan, perhitungan tindakan, dan

6 Kansil Drs. 2008. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafida hlm 8-9

12

Page 16: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

kebijaksanaan yang benar-benar dapat menjamin bahwa daerah yang

bersangkutan nyata-nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri.

Prinsip otonomi yang bertanggung jawab berarti bahwa pemberian otonomi

daerah itu benar-benar sesuai dengan tujuannya, yaitu:

1) Lancar dan teraturnya pembangunan diseluruh wilayah negara;

2) Sesuai atau tidaknya pembangunan dengan pengarahan yang telah

diberikan;

3) Sesuai dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa;

4) Terjaminnya keserasian hubunganantara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah; dan

5) Terjaminnya pembangunan dan perkembangan daerah.

c. Tujuan Pemberian Otonomi

Tujuan pemberian otonomi kepada daerah kepada pembangunan, yaitu

pembangunan dalam arti luas, yang meliputi semua segi kehidupan dan

penghidupan. Dengan demikian, otonomi daerahlebih condong merupakan

kewajiban daripada hak. Hal ini berarti bahwa daerah berkewajiban

melancarkan jalannya pembangunan dengan sungguh-sungguh dan penuh

rasa tanggung jawab sebagai sarana untuk mencapai cita-cita bangsa, yaitu

masyarakat yang adil dan makmur, baik materiil maupun spiritual.

d. Pengarahan-Pengarahan

Pengarahan-pengarahan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan

otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab ialah bahwa:

1. otonomi daerah harus sesuai dengan pembinaan politik dan kesatuan

bangsa;

2. keserasian hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

atas dasar keutuhan negara kesatuan harus terjamin; serta

3. perkembangan dan pembangunan daerah harus terjamin.

13

Page 17: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

e. Pemberian Otonomi kepada Daerah Dilakukan Bersama-sama dengan

Dekonsentrasi

Asas dekonsentrasi dan asas desntralisasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan di daerah sama pentingnya. Apakah suatu urusan pemerintahan

di daerah akan tetap diselenggarakan oleh perangkat Pemerintah Pusat(atas

dasar dekonsentrasi) atau diserahkan kepada daerah sehingga menjadi urusan

otonomi pada daya guna dan hasil guna penyelenggaraan urusan

pemerintahan itu.

Karena negara kita adalah negara kesatuan, penyelenggaraan pemerintahan

di daerah dan pelaksanaan usaha-usaha serta kegiatan-kegiatan apa pun dalam

rangka kenegaraan harus tetap dalam ikatan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Pengawasan Pemerintahan Pusat terhadap Jalannya Pemerintahan Daerah7

Fungsi pengawasan itu penting sekali untuk menjamin terlaksananya kebijakan

pemerintahan dan rencana pembangunan pada umumnya.

Dalam organisasi pemerintahan, pengawasan adalah suatu untuk menjamin:

a. Keserasian antara penyelenggaraan tugas pemerintahan oleh Pemerintah

Daerah dan Pemerintahan Pusat

b. Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil

guna

Pengawasan Pemerintahan Pusat terhadap Pemerintahan Daerah meliputi

a. Pengawasan umum

b. Pengawasan preventif, dan

c. Pengawasan represif

Pengawasan umum adalah pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintahan

Pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan tugas dan wewenang yang telah

diberikan oleh Pemerintahan Pusat kepada Pemerintahan Daerah.

Pengawasan umum meliputi:

7 Kansil Drs. 2008. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafida hlm 12-14

14

Page 18: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

a. Bidang Pemerintahan

b. Bidang Kepegawaian

c. Bidang Keuangan dan Peralatan

d. Bidang Pembangunan

e. Bidang Perumahan daerah

f. Bidang Yayasan dan lain-lain yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri

Pengawasan umum itu dimaksudkan agar penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah dapat berjalan sebagai mana mestinya. Yang melakukan pengawasan

umum adalah Menteri Dalam Negeri dan Kepala Wilayah.

Pengawasan preventif mengharuskan setiap peraturan daerah dan

keputusan kepala daerah mengenai pokok tertentu berlaku sesudah

mendapatkan pengesahan dari:

a. Menteri Dalam Negeri, bagi peraturan daerah dan Keputusan Kepala

Daerah Tingkat I

b. Gubernur kepala daerah, bagi peraturan daerah dan Keputusan Kepala

Daerah Tingkat II

Pengawasan reprensif menyangkut penangguhan atau pembatalan

peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum atau

peraturan perundangan yang tingkatnya lebih tinggi. Pengawasan Repsesif

dapat dilakukan oleh pejabat yang berwenang terhadap semua peraturan

daerah dan keputusan kepala daerah.

Penerapan Asas-asas Pemerintahan di Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

yang bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, telah menetapkan

beberapa asas penyelenggaraan Negara yang bersih tersebut. Asas umum

penyelenggaraan Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

meliputi:

1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam Negara hukum yang

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan

keadilan.

15

Page 19: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

2. Asas tertib penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan

keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian

penyelenggaraan Negara.

3. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak

masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak

diskriminatif.

4. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan

antara hak dan kewajiban penyelenggara Negara.

5. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang

berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

6. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan

dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara Negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Asas-asas dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 selain menerapkan asas-

asas diatas juga menambahkan tiga asas lagi yaitu kepentingan umum, asas

efektif, dan asas efisien. Selain itu juga terdapat asas desentralisasi, dekonsentrasi,

dan medebewind atau tugas pembantuan.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah terdapat asas-asas yang

digunakan untuk menjalankan pemerintahan tersebut antara lain:

Asas desentralisasi yaitu penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sehingga menjadi urusan rumah

tangga daerah itu.

Asas dekonsentrasi yaitu asas yang menyatakan pelimpahan wewenang dari

pemerintah pusat kepada pejabat-pejabatnya di daerah.

Asas medebewind atau tugas pembantuan yaitu asas yang menyatakan turut

serta dalam pelaksanaan urusan pemerintah yang ditugaskan kepada

pemerintah daerah dengan kewajiban mempertanggungjawabkannya kepada

yang member tugas.

Ketiga asas yang telah diterapkan kepada pemerintahan daerah seharusnya

memberikan dampak positif dengan tujuan untuk membentuk suatu pemerintahan

16

Page 20: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

yang baik (good governance). Namun, dalam implementasinya asas ini masih

banyak mengalami penyimpangan. Dimensi tersebut sekaligus menunjukkan

konsepsi dan arah kebijakani yang diinginkan policy maker. Dimensi pertama

sebagaimana tercermin dalam UU No 32/2004 menitik-beratkan pada apa yang

sering disebut sebagai desentralisasi administratif (administrative

decentralization).

Desentralisasi administratif ini dimaksudkan untuk mendistribusikan

kewenangan, tanggungjawab dan sumber daya keuangan sebagai upaya

menyediakan pelayanan umum kepada berbagai level pemerintah. Delegasi

tanggung-jawab ini meliputi kegiatan perencanaan, pendanaan dan pengelolaan

berbagai pelayanan umum dari pemerintah pusat dan lembaga pelaksananya

kepada berbagai unit pemerintah di berbagai level (regional authorities).

Pelaksanaan desentralisasi administratif didasarkan pada sebuah argumentasi

bahwa pengelolaan oleh unit-unit pelayanan publik akan lebih efektif jika

diserahkan kepada unit yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Asumsinya, semakin dekat hubungan antara pemerintah (region) dengan

masyarakat, semakin bisa dipahami kebutuhan masyarakat akan suatu pelayanan.

Dengan kata lain, desentralisasi administratif dimaksudkan untuk menciptakan

efisiensi dan efektifitas pelayanan umum.

Dimensi ini sebagaimana telah disebutkan diatas dalam konsep asas

penyelenggaraan pemerintahan yang baik di Indonesia sangat menekankan pada

kewenangan pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya yang dimiliki

secara otonom untuk memenuhi permintaan layanan (services demand) dari

masyarakat

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah

Pengawasan terhadap pemerintahan daerah terdiri atas pengawasan hirarki

dan pengawasan fungional. Pengawasan hirarki berarti pengawasan terhadap

pemerintah daerah yang dilakukan oleh otoritas yang lebih tinggi. Pengawasan

fungsional adalah pengawasan terhadap pemerintah daerah, yang dilakukan secara

17

Page 21: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

fungsional baik oleh departemen sektoral maupun oleh pemerintahan yang

menyelenggarakan pemerintahan umum (departemen dalam negeri)

Menurut Bagir Manan sebagaiman dikutip oleh Hanif Nurcholis,

menjelaskan bahwa hubungan antara pemeritah pusat dengan pemerintah daerah

sesuai dengan UUD 1945 adalah hubungan yang desentralistik.

Artinya bahwa hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah

hubungan antara dua badan hukum yang diatur dalam undang-undang

terdesentralisasi, tidak semata-mata hubungan antara atasan dan bawahan.

Dengan demikian pengawasan terhadap pemerintahan daerah dalam system

pemerintahan Indonesia lebih ditujukan untuk memperkuat otonomi daerah,

bukan untuk ”mengekang” dan ”membatasi”.

Sedangkan Pengendalian berasal dari kata kendali, sehingga pengendalian

mengandung arti mengarahkan,memperbaiki, kegiatan, yang salah arah dan

meluruskannya menujuh arah yang benar. Produk langsung kegiatan pengawasan

adalah untuk mengetahui, sedangkan kegiatan pengendalian adalah langsung

memberikan arah kepada obyek yang dikendalikan. Menurut Siagian :

pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh

kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang

dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan

sebelumnya”.

Soekarno.K, mendefinisikan : pengawasan adalah suatu proses yang

menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan

sejalan dengan rencana”.

Pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin

agar semua pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan. Menurut definisi tersebut tidak disajikan tujuan proses pengamatan,

melainkan tujuan akhir dari pengawasan itu sendiri, yaitu untuk mencapai hasil

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Artinya pengawasan dilakukan atas

pelaksanaan rencana kegiatan.

Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, menurut PP Nomor

79 Tahun 2005, terdiri atas pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan di

18

Page 22: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

daerah, pengawasan terhadap produk hukum daerah, serta pengawasan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah DPRD.

Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah pengawasan

terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi; dan

kabupaten/kota; dan pelaksanaan urusan pemerintahan desa. Pengawasan terhadap

produk hukum daerah adalah pengawasan terhadap peraturan daerah dan

peraturan kepala daerah, yang dilakukan oleh menteri. Sedangkan pengawasan

DPRD tidak dijelaskan secara tegas dalam PP 79 Tahun 2005, hanya disebutkan

DPRD sesuai dengan fungsinya dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan

urusan Pemerintahan Daerah di dalam wilayah kerjanya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Dari berbagai definisi/pengertian pengawasan, baik yang dikemukakan

para sarjana, maupun yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, pada

dasar saling melengkapi. Karena hakekat dari pengawasan adalah untuk menjamin

agar suatu kegiatan dan pekerjaan terlaksana, atau terselenggara sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan. Namun dalam penelitian ini pendekatan pengertian

pengawasan yang dipakai adalah pengertian yuridis formal sebagaimana yang

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pengawasan diorientasikan untuk

menjamin agar pemerintahan daerah berjalan secara efisien dan efektif dalam

koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku guna mencapai tujuan

penyelenggaraan pemerintahan daerah, yakni untuk mewujudkan kesejahteraan

masyarakat.

Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah selain dilakukan secara

internal oleh lembaga pengawasan internal, juga dilakukan secara ekternal oleh

lembaga pengawasan eksternal seperti Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

Pengawasan oleh lembaga pengawasan eksternal dilakukan terhadap pengelolaan

dan tanggung jawab terhadap keuangan negara, sementara pengawasan oleh

lembaga pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan terhadap

administrasi umum pemerintahan dan pengawasan terhadap urusan pemerintahan.

19

Page 23: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

Pengawasan ditinjau dari ”jenisnya”, terdiri atas ”pengawasan preventif”,

dan ”pengawasan represif”. Arti harafiah pengawasan preventif adalah

pengawasan yang bersifat mencegah. Mencegah artinya menjaga jangan sampai

suatu kegiatan itu terjerumus pada kesalahan. Pengawasan preventif adalah

pengawasan yang bersifat mencegah agar pemerintah daerah tidak mengambil

kebijakan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Dalam pengertian yang lebih operasional, yang dimaksud dengan pengawasan

preventif adalah pengawasan terhadap pemerintahan daerah agar pemerintah tidak

menetapkan kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan umum dan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, atau peraturan perundang-

undangan lainnya.

Pengawasan ”represif”, yaitu pengawasan yang berupa penangguhan atau

pembatalan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan daerah baik berupa

peraturan daerah, peraturan kepala daerah, keputusan DPRD, maupun keputusan

pimpinan DPRD dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pengawasan represif berupa penangguhan atau pembatalan terhadap kebijakan

daerah yang dinilai bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi, dan atau peraturan perundang-undangan

lainnya. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat luas yang mencakup

hal-hal yang berkaitan dengan kepatutan atau kebiasaan yang berlaku disuatu

tempat seperti norma agama, adat istiadat, budaya dan susila, serta hal-hal yang

membebani dan menimbulkan biaya ekonomi tinggi.8

Pengawasan ditinjau dari ”ruang lingkupnya” terdiri dari ”pengawasan

intern”, dan ”pengawasan ekstern”. Pengawasan ”intern” adalah pengawasan

yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri.

Pengawasan intern lebih dikenal dengan pengawasan fungsional. Pengawasan

fungsional adalah pengawasan terhadap pemerintah daerah yang dilakukan secara

fungsional oleh lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan

8 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah (edisi revisi), Grasindo, Jakarta, 2007, hal. 313

20

Page 24: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

fungsional, yang kedudukannya merupakan bagian dari lembaga yang diawasi,

Inspektorat Jendral, Inspektorat Propinsi, Kabupaten/Kota.

Pengawasan intern dilakukan oleh pejabat yang mempunyai hubungan atau kaitan

erat dari segi pekerjaan (hirarki) disebut dengan pengawasan dalam organisasi itu

sendiri (control intern). Pengawasan dalam bentuk internal dapat diimplikasikan

secara luas, dimana tidak hanya dilakukan dalam hubungan dinas secara langsung

dari segi organisasi atau suatu instansi, tetapi juga diartikan sebagai pengawasan

umum tingkat eksekutif.

Pengawasan internal dapat dibedakan dalam

a. Pengawasan dalam arti sempit; dan

b. Pengawasan intern dalam arti luas.

Pengawasan intern dalam arti sempit, menuurut H. Bohari diartikan

sebagai pengawasan yang dilakukan oleh pengawas dimana pejabat yang diawasi

itu dengan aparat pengawas sama-sama bernaung dalam pimpinan seorang

Menteri/Ketua Lembaga Negara.

Lembaga yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan intern pada

tingkat pusat adalah Inspektorat Jendral Departemen. Menurut Permendagri

Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam

Negeri, Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri mempunyai tugas

melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Departemen. Untuk

melaksanakan tugas tersebut, Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan fungsional;

2. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

3. Pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal.

Sedangkan Pengawasan ”intern dalam arti luas” pada hakekatnya sama

dengan pengawasan dalam arti sempit. Perbedaannya hanya terletak pada tidak

adanya korelasi langsung antara pengawas dengan pejabat yang diawasi, artinya

pengawas yang melakukan pengawasan tidak bernaungan dalam satu

departemen/lembaga negara, tetapi masih dalam satu kelompok eksekutif.

21

Page 25: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

Aparat yang melakukan pengawasan dalam arti luas seperti Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal

Pembangunan (Irjenbang).

Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001

tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata

Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, BPKP mempunyai tugas

melaksanakan tugas Pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan

pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dalam melaksanakan tugas, BPKP menyelenggarakan fungsi :

1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan

keuangan dan pembangunan;

2. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan

dan pembangunan;

3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas bpkp;

4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan

pengawasan keuangan dan pembangunan;

5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang

perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana,

kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan

rumah tangga.

Sedangkan “pengawasan ekstern”, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh

satuan unit pengawasan yang berada diluar organisasi yang diawasi, dan tidak

mempunyai hubungan kedinasan. Pengawasan ekstern ini menurut UUD Negara

Republik Indonesia 1945 adalah Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

Pengawasan ekstern selain dilakukan oleh BPK, juga dilakukan oleh Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR/D), dan masyarakat.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan badan pengawas tertinggi dalam

hal keuangan Negara, sebagaimana diatur dalam Bab VIIIA Pasal 23E s/d Pasal

23F UUD Negara Republik Indonesia 1945. Kedudukan Badan Pemeriksaan

Keuangan diatur lebih lanjut dengan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksaan Keuangan. Menurut ketentuan Pasal 2 UU Nomor 15 Tahun 2006,

22

Page 26: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

BPK merupakan satu lembaga Negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga Negara

lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan

Umum (BLU), dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara.

BPK sesuai fungsinya memeriksa, menguji, dan menilai penggunaan

keuangan APBD, apakah APBD digunakan sesuai dengan tujuan

penganggarannya atau tidak. BPK melakukan pengawasan penggunaan APBD

dalam tahun berjalan. Hasil pemeriksaan BPK dilaporkan kepada DPR untuk

pengelolaan keuangan negara, dan kepada DPRD untuk pengelolaan keuangan

daerah. Dilihat dari tugas dan fungsinya, maka antara BPK dan BPKP hampir

tidak ada perbedaannya, yakni sama-sama melakukan pengawasan terhadap

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan tugas yang demikian

maka terkesan bahwa tugas dan fungsi BPK sama dengan tugas dan fungsi

Sementara pengawasan DPRD dikenal dengan pengawasan politik, yakni

pengawasan terhadap pemerintah/daerah sesuai dengan tugas, wewenang, dan

haknya. Pengawasan DPR dilakukan melalui dengar pendapat, kunjungan kerja,

pembentukan panitia khusus, dan pembentukan panitia kerja sebagaimana diatur

dalam tata tertib dan peraturan perundang-undangan. DPR melaksanakan

pengawaasan terhadap pelaksanaan kebijakan daerah; pelaksanaan kerjasama

internasional daerah. DPRD melakukan pengawasan melalui pemandangan umum

fraksi-fraksi dalam rapat paripurna; rapat pembahasan dalam sidang komisi; rapat

pembahasan dalam panitia-panitia yang dibentuk berdasarkan tata tertib DPRD;

rapat dengar pendapat pemerintah daerah dan pihak-pihak lain yang diperlukan;

kunjungan kerja.

Sedangkan pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dikenal dengan

“pengawasan masyarakat” (Wasmas). Pengawasan Masyarakat diperlukan dalam

mewujudkan peran serta masyarakat guna menciptakan penyelenggaraan

pemerintahan yang efektif, efisien, bersih dan bebas dari, korupsi, kolusi serta

nepotisme. Keikutsertaan masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan

23

Page 27: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

pemerintahan/pemerintahan daerah dilakukan melalui pengaduan atas dugaan

terjadinya penyimpang atau penyalahgunaan kewenangan pemerintahan.

Pengawasan masyarakat tersebut diatur dalam Permendagri Nomor 25 Tahun

2007 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan

Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.

24

Page 28: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

daerah dan asas penyelenggaraan pemerintahan daerah lainnya.

Didalam uu no 32 tahun 2004 yang dimaksud dari desentralisasi penyerahan

wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Sedangkan Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan

oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada

instansi vertikal di wilayah tertentu. Serta ugas pembantuan adalah penugasan

dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada

kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa

untuk melaksanakan tugas tertentu.

Saran

Dengan adanya penerapan dari asas ini Daerah diharapkan mampu meningkatkan

daya saling dengan dengan memperhatikan prinsip dasar demokrasi, pemerataan,

keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

25

Page 29: Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan

Daftar Pustaka

http://dianputriwan.wordpress.com/2012/10/31/makalah-asas-asas-pemerintahan-

daerah/

http://mohamad-ilmu.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-asas-asas-

pemerintahan.html

http://makalahdaze.blogspot.com/

http://dianchocho.blogspot.com/2013/04/pengertian-fungsi-dan-asas-

pemerintahan.html

Kansil Drs. 2008. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafida.

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah (edisi

revisi), Grasindo, Jakarta, 2007.

26