asal muasal kerajaan sunda
DESCRIPTION
sejarahTRANSCRIPT
KERAJAAN KALINGGA
I. Masa Berdiri dan Lokasi
Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak
Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini
belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan
Kabupaten Jepara sekarang. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya
diketahui dari sumber-sumber Tiongkok.
Pada abad ke-5 muncul Kerajaan Ho-ling (atau Kalingga) yang diperkirakan terletak di utara
Jawa Tengah. Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari prasasti dan catatan dari
negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya
dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu dan
Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut
menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.
Berita keberadaan Ho-ling juga dapat diperoleh dari :
Catatan dari zaman Dinasti Tang
Cerita Cina pada zaman Dinasti Tang (618 M - 906 M) memberikan tentang keterangan Ho-
ling sebagai berikut.
Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La
(Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak
Pulau Sumatera. Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya
terbuat dari gading. Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari
bunga kelapa. Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading
gajah. Catatan dari berita Cina ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Ho-ling
diperintah oleh Ratu Hsi-mo (Shima). Ia adalah seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana.
Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan tentram.
Catatan I-Tsing
Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M) menyebutkan bahwa pada abad ke-7 tanah Jawa telah
menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha Hinayana. Di Ho-ling ada pendeta Cina
bernama Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha ke dalam Bahasa
Tionghoa. Ia bekerjasama dengan pendeta Jawa bernama Janabadra. Kitab terjemahan itu
antara lain memuat cerita tentang Nirwana, tetapi cerita ini berbeda dengan cerita Nirwana
dalam agama Buddha Hinayana.
Kisah lokal
Terdapat kisah yang berkembang di Jawa Tengah utara mengenai seorang Maharani
legendaris yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran dengan keras tanpa
pandang bulu. Kisah legenda ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya
agar selalu berlaku jujur dan menindak keras kejahatan.
Carita Parahyangan
Berdasarkan naskah Carita Parahyangan yang berasal dari abad ke-16, putri Maharani Shima,
Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama Mandiminyak, yang
kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Maharani Shima memiliki cucu yang
bernama Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa.
Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja
Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).
Setelah Maharani Shima meninggal pada tahun 732 M, Ratu Sanjaya menggantikan
buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram,
dan kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan
Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri
Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai
Panangkaran.
II. Nama-nama Raja beserta Masa Kekuasaannya
a. Pada tahun 674, kerajaan Kalingga dipimpin oleh Ratu Shima yang terkenal akan
peraturan kejamnya terhadap pencurian, dimana hal tersebut memaksa orang-orang
Kalingga menjadi jujur dan selalu memihak pada kebenaran.
b. Setelah Maharani Shima meninggal pada tahun 732 M, Ratu Sanjaya menggantikan
buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi
Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram
Kuno.
III. Peninggalan – peninggalan
a. Candi
1. Candi Angin
Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa
Tengah.
2. Candi Bubrah
Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara,
Jawa Tengah.
b. Prasasti
1. Prasasti Tukmas
Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di
lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di
Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan
Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti
bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa
Sanskerta. Prasasti menyebutkan tentang
mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang
mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada
prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan
bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-
dewa Hindu.
2. Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten
Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan
berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi
prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya
bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula.
3. Prasasti Upit (disimpan di Kantor/Dinas Purbakala Jateng di Prambanan Klaten)
Kampung Ngupit merupakan daerah perdikan, yang dianugerahkan oleh Ratu Shima.
Ngupit terletak di Desa Kahuman/Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen, Kabupaten
Klaten. Prasasti tersebut semula dijadikan alas/bancik padasan tempat untuk wudlu' di
Masjid Sogaten, Desa Ngawen. Dan sejak tahun 1992 sudah disimpan di Kantor
Purbakala Jawa tengah di Prambanan.
Sumber :
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kalingga
2. http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-kalingga.html
3. http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-kalingga-kerajaan-hindu-budha-pertama-
di-jawa-tengah.html
KERAJAAN SUNDA
I. Masa Berdiri dan Lokasi
Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang pernah ada antara tahun 932 dan 1579 Masehi di
bagian Barat pulau Jawa (Provinsi Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah
sekarang). Kerajaan ini bahkan pernah menguasai wilayah bagian selatan Pulau Sumatera.
Kerajaan ini bercorak Hindu dan Buddha, kemudian sekitar abad ke-14 diketahui kerajaan ini
telah beribukota di Pakuan Pajajaran serta memiliki dua kawasan pelabuhan utama di Kalapa
dan Banten.
Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan Tarumanagara.
Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa
Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya selama tiga tahun, 666-669 M), menikah
dengan Déwi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, dia memiliki dua anak, yang
keduanya perempuan. Déwi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan Tarusbawa dari
Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapunta Hyang Sri Jayanasa,
yang selanjutnya mendirikan Kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal,
kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan
penguasa Galuh, Wretikandayun (612-702) memberontak, melepaskan diri dari
Tarumanagara, serta mendirikan Kerajaan Galuh yang mandiri.
Tarusbawa juga menginginkan melanjutkan kerajaan Tarumanagara, dan selanjutnya
memindahkan kekuasaannya ke Sunda, di hulu sungai Cipakancilan dimana di daerah
tersebut sungai Ciliwung dan sungai Cisadane berdekatan dan berjajar, dekat Bogor saat ini.
Sedangkan Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. Dia dinobatkan sebagai raja Sunda
pada hari Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka (kira-kira 18 Mei 669 M).
Sunda dan Galuh ini berbatasan, dengan batas kerajaanya yaitu sungai Citarum (Sunda di
sebelah barat, Galuh di sebelah timur).
II. Nama-nama Raja beserta Masa Kekuasaannya
Menurut Prasasti Sanghyang Tapak yang berangka tahun 1030 (952 Saka), diketahui bahwa
kerajaan Sunda dipimpin oleh Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti
Samarawijaya Sakalabuwana Mandala Swaranindita Haro Gowardhana
Wikramottunggadewa.
Prasasti lain yang menyebut raja Sunda adalah Prasasti Batutulis yang ditemukan di Bogor.
Berdasarkan Prasasti Batutulis berangka tahun 1533 (1455 Saka), disebutkan nama Sri
Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata, sebagai raja yang
bertahta di Pakuan Pajajaran. Prasasti ini terletak di Jalan Batutulis, Kelurahan Batutulis,
Kecamata
Naskah kuno Fragmen Carita Parahyangan (koleksi Perpustakaan Nasional Kropak 406)
menyebutkan silsilah raja-raja Sunda mulai dari Tarusbawa, penerus raja terakhir
Tarumanagara, dengan penerusnya mulai dari Maharaja Harisdarma, Rahyang Tamperan,
Rahyang Banga, Rahyangta Wuwus, Prebu Sanghyang, Sang Lumahing Rana, Sang
Lumahing Tasik Panjang, Sang Winduraja, sampai akhirnya kepada Rakean Darmasiksa.
Naskah kuno Carita Parahyangan (koleksi Perpustakaan Nasional) menyebutkan silsilah raja
setelah masa Tarumanagara. Yang pertama disebutkan adalah Tohaan di Sunda (Tarusbawa).
Berikutnya disebutkan nama-nama raja penerusnya seperti Sanjaya, Prabu Maharaja Lingga
Buana, raja Sunda yang gugur dikhianati di Bubat (Jawa Timur) yang merupakan ayahnya
Rahiyang Niskala Wastu Kancana, sampai Surawisesa.
Sedangkan nama-nama raja penerus Surawisesa yang berperang dengan Kesultanan Banten
dan Kesultanan Cirebon dapat ditemukan dalam sejarah Banten.
Tahun-tahun masa pemerintaha para raja Sunda secara lebh terperinci dapat ditemukan pada
naskah Pangéran Wangsakerta (waktu berkuasa dalam tahun Masehi):
1. Tarusbawa (menantu Linggawarman, 669 - 723)
2. Harisdarma, atawa Sanjaya (menantu Tarusbawa, 723 - 732)
3. Tamperan Barmawijaya (732 - 739)
4. Rakeyan Banga (739 - 766)
5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 - 783)
6. Prabu Gilingwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 - 795)
7. Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Gilingwesi, 795 - 819)
8. Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 - 891)
9. Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 - 895)
10. Windusakti Prabu Déwageng (895 - 913)
11. Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913 - 916)
12. Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 - 942)
13. Atmayadarma Hariwangsa (942 - 954)
14. Limbur Kancana (putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 - 964)
15. Munding Ganawirya (964 - 973)
16. Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989)
17. Brajawisésa (989 - 1012)
18. Déwa Sanghyang (1012 - 1019)
19. Sanghyang Ageng (1019 - 1030)
20. Sri Jayabupati (Detya Maharaja, 1030 - 1042)
21. Darmaraja (Sang Mokténg Winduraja, 1042 - 1065)
22. Langlangbumi (Sang Mokténg Kerta, 1065 - 1155)
23. Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155 - 1157)
24. Darmakusuma (Sang Mokténg Winduraja, 1157 - 1175)
25. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 - 1297)
26. Ragasuci (Sang Mokténg Taman, 1297 - 1303)
27. Citraganda (Sang Mokténg Tanjung, 1303 - 1311)
28. Prabu Linggadéwata (1311-1333)
29. Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)
30. Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)
31. Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357)
32. Prabu Bunisora (1357-1371)
33. Prabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475)
34. Prabu Susuktunggal (1475-1482)
35. Jayadéwata (Sri Baduga Maharaja, 1482-1521)
36. Prabu Surawisésa (1521-1535)
37. Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)
38. Prabu Sakti (1543-1551)
39. Prabu Nilakéndra (1551-1567)
40. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579)
III. Peninggalan-peninggalan
Padrão Sunda Kalapa (1522), sebuah pilar batu
untuk memperingati perjanjian Sunda-Portugis,
Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
Prasasti Kawali di Kabuyutan Astana Gedé,
Kawali, Ciamis.
IV. Penyebab Berakhir / Keruntuhan
Sapeninggal Jayadéwata, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya, Prabu Surawisésa
(1521-1535), kemudian Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543), Prabu Sakti (1543-1551),
Prabu Nilakéndra (1551-1567), serta Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-
1579). Prabu Suryakancana ini merupakan pemimpin kerajaan Sunda-Galuh yang terakhir,
sebab setelah beberapa kali diserang oleh pasukan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten,
mengakibatkan kekuasaan Prabu Surya Kancana dan Kerajaan Pajajaran runtuh.
Sumber :
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sunda
2. https://www.facebook.com/permalink.php?
id=127353874007838&story_fbid=379878438755379
3. http://sejarah-kerajaan-di-indonesia.blogspot.co.id/2013/07/sejarah-kerajaan-sunda.html
Kerajaan Kahuripan
Kahuripan, begitulah nama kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Airlangga pada
tahun 1009. Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan Kerajaan Medang yang runtuh
tahun 1006.
Raja Kerajaan Medang terakhir bernama Dharmawangsa Teguh tewas terbunuh dalam
sebuah pesta. Ia wafat setelah diserang oleh Raja Wurawari dari Lwaram (sekutu
Sriwijaya) yang menyerang Watan (Wotan), ibu kota Kerajaan Medang. Hampir semua
keluarga Dharmawangsa tak ada yang tersisa. Namun ada satu keponakannya yang
berhasil lolos. Namanya Airlangga.
Airlangga adalah putera pasangan Mahendradatta (saudari Dharmawangsa Teguh) dan
Udayana raja Bali. Bersama pengawalnya, Narotama, Airlangga mengungsi ke hutan dan
pegunungan. Di sana ia hidup sebagai pertapa.
Berdirinya Kahuripan
Pada tahun 1009, berbagai utusan rakyat menjumpai Airlangga. Ia diminta untuk
mendirikan kembali Kerjaan Medang. Perimintaan itu dilaksanakan. Airlangga kemudian
membangun ibukota baru yang disebut Watan Mas. Kota itu terletak di sekitar Gunung
Penanggungan (daerah Mojokerto-Pasuruan, Jawa Timur).
Kerajaan kian berkembang setelah kekuatan Sriwijaya runtuh. Kerajaan-kerajaan daerah
di sekitar Jawa Timur berhasil ditaklukan. Namun pada tahun 1032 Airlangga kehilangan
kota Watan Mas karena diserang oleh seorang raja wanita. Airlangga kemudian
membangun ibu kota baru bernama Kahuripan (di daerah Sidoarjo sekarang).
Musuh wanita dapat dikalahkan. Pun Raja Wurawari (sekutu Sriwijaya yang menewaskan
Raja Dharmawangsa) dapat dihancurkan. Saat itu wilayah kerajaan mencakup hampir
seluruh Jawa Timur.
Nama Kahuripan kemudian l dipakai sebagai nama kerajaan yang dipimpin
Airlangga.Pusat kerajaan Airlangga kemudian dipindah lagi ke Daha, berdasarkan
Prasasti Pamwatan, 1042 dan Serat Calon Arang.
Pada akhir pemerintahannya, Airlangga mulai memikirkan ahli waris penerus kerajaan.
Seharusnya, yang berhak pertamakali naik tahta adalah putrinya, Sanggramawijaya
Tunggadewi. Namun sang putri tidak menginginkan tahta kerajaan. Ia memilih hidup
sebagai pertapa.
Selain Sanggramawijaya Tunggadewi, ia memiliki dua putra: Sri Samarawijaya dan
Mapanji Garasakan. Akhirnya, pada November 1042, Airlangga membagi kerajaan itu
menjadi dua: Kadiri dan Janggala.
Kadiri beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya. Janggala beribu kota di
Kahuripan, diserahkan kepada Mapanji Garasakan.
Setelah membagi dua kerajaannya, Airlangga kembali ke hutan pegunungan. Ia menjalani
kehidupan pertapa hingga akhir hayatnya pada tahun 1049.
Sumber :
1. http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Archive/Sejarah-Indonesia/Zaman-Pra-Kolonial/
Tahun-1000-1099/Tahun-1019-Kerajaan-Kahuripan
2.
3.
KERAJAAN TARUMANEGARA
I. Masa Berdiri dan Lokasi
II. Nama-nama Raja beserta Masa Kekuasaannya
III. Peninggalan – peninggalan
IV. Penyebab Berakhir / Keruntuhan
KERAJAAN SRIWIJAYA
I. Masa Berdiri dan Lokasi
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan
banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta
membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat
dan kemungkinan Jawa Tengah. Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari
abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya
tahun 671. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad
ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.
II. Nama-nama Raja beserta Masa Kekuasaannya
Tahun Nama Raja Ibukota Bukti671 Dapunta Hyang atau
Sri JayanasaSrivijayaShih-li-fo-shih
Catatan perjalanan I Tsing pada tahun 671-685, Penaklukan Malayu, penaklukan Jawa Prasasti Kedukan Bukit (683), Talang Tuo (684), Kota Kapur (686), Karang Brahi dan Palas Pasemah
Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah bercita-cita agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan bercorak maritim.
702 Sri Indrawarman Shih-li-t-'o-pa-mo
Sriwijaya Shih-li-fo-shih
Utusan ke Tiongkok 702-716, 724
728 Rudra VikramanLieou-t'eng-wei-kong
Sriwijaya Shih-li-fo-shih
Utusan ke Tiongkok 728-742
775 Sri Maharaja Sriwijaya Prasasti Ligor B tahun 775 di Nakhon Si Thammarat, selatan Thailand dan menaklukkan Kamboja
Pada masa pemerintahan Raja Dharmasetu, Kerajaan Sriwijaya berkembang sampai ke Semenanjung Malaya. Bahkan, disana Kerajaan Sriwijaya membangun sebuah pangkalan di daerah Ligor. Selain itu, Kerajaan Sriwijaya juga mampu menjalin hubungan dengan China dan India. Setiap kapal yang berlayar dari India dan China selalu singgah di Bandar-bandar Sriwijaya.
Pindah ke Jawa (Jawa Tengah atau Yogyakarta)
Wangsa Sailendra mengantikan Wangsa Sanjaya
778 DharanindraRakai Panangkaran
Jawa Prasasti Kelurak 782 di sebelah utara kompleks Candi PrambananPrasasti Kalasan tahun 778 di Candi Kalasan
782 Samaragrawira atau Rakai Warak
Jawa Prasasti Nalanda dan prasasti Mantyasih tahun 907
792 Samaratungga atau Rakai Garung
Jawa Prasasti Karang Tengah tahun 824825 menyelesaikan pembangunan candi Borobudur
840 Kebangkitan Wangsa Sanjaya, Rakai Pikatan856 Balaputradewa Suwarnadwipa Kehilangan kekuasaan di Jawa, dan
kembali ke Suwarnadwipa Prasasti Nalanda tahun 860, India
Tahun Nama Raja Ibukota BuktiBerita tentang raja Balaputradewa diketahui dari keterangan Prasasi Nalanda. Balaputradewa memerintah sekitar abad ke-9, pada masa pemerintahannya, kerajaan Sriwijaya berkembang pesat menjadi kerajaan yang besar dan menjadi pusat agama Buddha di Asia Tenggara. Ia menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di India seperti Nalanda dan Cola. Balaputradewa adalah keturunan dari dinas Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga dengan Dewi Tara dari Sriwijaya.
960 Sri Udayaditya WarmadewaSe-li-hou-ta-hia-li-tan
SriwijayaSan-fo-ts'i
Utusan ke Tiongkok 960, & 962
988 Sri Cudamani Warmadewa Se-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa
Sriwijaya Malayagiri (Suwarnadwipa) San-fo-ts'i
Pada masa pemerintahan Raja Sri Sudamaniwarmadewa, Kerajaan Sriwijaya pernah mendapat serangan dai Raja Darmawangsa dari Jawa Timur. Namun, serangan tersebut berhasil digagalkan oleh tentara Sriwijaya.
990 Jawa menyerang Sriwijaya, Catatan Atiśa, Utusan ke Tiongkok 988-992-1003, pembangunan candi untuk kaisar Cina yang diberi nama cheng tien wan shou1008 Sri Mara-
VijayottunggawarmanSe-li-ma-la-pi
San-fo-ts'i Kataha
Prasasti Leiden & utusan ke Tiongkok 1008
1025 Sangrama-Vijayottunggawarman
Sriwijaya Kadaram Diserang oleh Rajendra Chola I dan menjadi tawananPrasasti Tanjore bertarikh 1030 pada candi Rajaraja, Tanjore, India
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mengalami serangan dari Kerajaan Chola. Di bawah pimpinan Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrana Wijayattunggawarman akhirnya ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman kemudian dibebaskan kembali.
1183 Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa
Dharmasraya Dibawah Dinasti Mauli, Kerajaan Melayu, Prasasti Grahi tahun 1183 di selatan Thailand
III. Peninggalan – peninggalan
Candi Muara Takus Prasasti kedukan bukit
Arca Prasasti Kota Kapur Candi Borobudur
IV. Penyebab Berakhir / Keruntuhan
Kemunduran yang berakhirnya Kerajaan Sriwijaya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:Kerajaan Sriwijaya pun akhirnya runtuh di tangan Kerajaan Majapahit pada abad ke-13.Tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, raja dari dinasti Chola di Koromandel, India selatan, mengirim ekspedisi laut untuk menyerang Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Tanjore bertarikh 1030, Kerajaan Chola telah menaklukan daerah-daerah koloni Sriwijaya, seperti wilayah Nikobar dan sekaligus berhasil menawan raja Sriwijaya yang berkuasa waktu itu Sangrama-Vijayottunggawarman. Selama beberapa dekade berikutnya, seluruh imperium Sriwijaya telah berada dalam pengaruh dinasti Chola. Meskipun demikian Rajendra Chola I tetap memberikan peluang kepada raja-raja yang ditaklukannya untuk tetap berkuasa selama tetap tunduk kepadanya. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya berita utusan San-fo-ts'i ke Cina tahun 1028.Dari dua serangan tersebut membuat luluh lantah armada perang Sriwijaya dan membuat perdagangan di wilayah Asia-tenggara jatuh pada Raja Chola. Namun Kerajaan Sriwijaya masih berdiri. Melemahnya kekuatan militer Sriwijaya, membuat beberapa daerah taklukannya melepaskan diri sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.Melemahnya Sriwijaya juga diakibatkan oleh faktor ekonomi. Para pedagang yang melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang karena daerha-daerah strategis yang dulu merupakan daerah taklukan Sriwijaya jatuh ke tangan raja-raja sekitarnya. Munculnya kerajaan-kerajaan yang kuat seperti Dharmasraya yang sampai menguasai Sriwijaya seutuhnya serta Kerajaan Singhasari yang tercatat melakukan sebuah ekspedisi yang bernama ekspedisi Pamalayu.Faktor lain kemunduran Sriwijaya adalah faktor alam. Karena adanya pengendapan lumpur di Sungai Musi dan beberapa anak sungai lainnya, sehingga kapal-kapal dagang yang tiba di Palembang semakin berkurang. Akibatnya, Kota Palembang semakin menjauh dari laut dan menjadi tidak strategis. Akibat kapal dagang yang datang semakin berkurang, pajak berkurang dan memperlemah ekonomi dan posisi Sriwijaya.
Sumber :1. https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya 2. http://informasiana.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-terlengkap/3. http://www.zonasiswa.com/2014/05/sejarah-kerajaan-sriwijaya.html
KERAJAAN KAHURIPAN
I. Masa Berdiri dan Lokasi
Kahuripan adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Airlangga pada tahun
1009. Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan Kerajaan Medang yang runtuh tahun 1006.
Airlangga adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah tahun 1009-1042, dengan
gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga
Anantawikramottunggadewa. Ia lahir tahun 990. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang
putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang. Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan
Bedahulu dari Wangsa Warmadewa. Airlangga memiliki dua orang adik, yaitu Marakata
(menjadi raja Bali sepeninggal ayah mereka) dan Anak Wungsu (naik takhta sepeninggal
Marakata). Ia dibesarkan di istana Watugaluh (Kerajaan Medang) di bawah pemerintahan
raja Dharmawangsa. Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan
mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan
serangan ke Sriwijaya.
II. Nama-nama Raja beserta Masa Kekuasaannya
III. Peninggalan – peninggalan
IV. Penyebab Berakhir / Keruntuhan
Sumber :
4. http://sejarahdinusantara.blogspot.co.id/2012/06/
sejarah-dari-kerajaan-kahuripan.html
5. http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/
kerajaan-kahuripan.html
6. https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kahuripan
Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036
Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat
Surabaya sekarang.
Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha.
Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis
Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan
Arca Airlangga
perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan
Wurawari.
Candi Belahan
Pembelahan Kerajaan
Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta. Menurut Serat Calon Arang
ia kemudian bergelar Resi Erlangga Jatiningrat, sedangkan menurut Babad Tanah Jawi ia
bergelar Resi Gentayu. Namun yang paling dapat dipercaya adalah prasasti Gandhakuti
(1042) yang menyebut gelar kependetaan Airlangga adalah Resi Aji Paduka Mpungku
Sang Pinaka Catraning Bhuwana.
Menurut cerita rakyat, putri mahkota Airlangga menolak menjadi raja dan memilih
hidup sebagai pertapa bernama Dewi Kili Suci. Nama asli putri tersebut dalam prasasti
Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang (1035) adalah Sanggramawijaya Tunggadewi.
Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian bingung memilih pengganti karena
kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Mengingat dirinya juga putra raja Bali,
maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang
bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat tersebut namun mengalami
kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra keduanya yang bernama
Marakata sebagai raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan adik yang lain yaitu Anak
Wungsu.
Airlangga terpaksa membagi dua wilayah kerajaannya. Mpu Bharada ditugasi
menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat
dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II.
Kerajaan barat disebut Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah oleh Sri
Samarawijaya. Kerajaan timur bernama Janggala berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan,
diperintah oleh Mapanji Garasakan. Dalam prasasti Pamwatan, 20 November 1042,
Airlangga masih bergelar Maharaja, sedangkan dalam prasasti Gandhakuti, 24 November
1042, ia sudah bergelar Resi Aji Paduka Mpungku. Dengan demikian, peristiwa
pembelahan kerajaan diperkirakan terjadi di antara kedua tanggal tersebut.
Arca Dewi Kilisuci
Akhir Pemerintahan Airlangga
Setelah membagi kerajaan menjadi 2 Airlangga Kemudian menjadi pertapa, dan
meninggal tahun 1049. Airlangga semasa hidupnya dianggap titisan Wisnu, dengan
lancana kerajaan Garudamukha. Sehingga sebuah arca indah yang disimpan di musium
Mojokerto mewujudkannya sebagai Wisnu yang menaiki garuda. Prasasti Sumengka
(1059) peninggalan Kerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji Paduka Mpungku
dimakamkan di tirtha atau pemandian.
Kolam pemandian yang paling sesuai dengan berita prasasti Sumengka adalah Candi
Belahan di lereng Gunung Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu
disertai dua dewi. Berdasarkan prasasti Pucangan (1041) diketahui Airlangga adalah
penganut Hindu Wisnu yang taat. Maka, ketiga patung tersebut dapat diperkirakan
sebagai lambang Airlangga dengan dua istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu
Mapanji Garasakan.
Pada Candi Belahan ditemukan angka tahun 1049. Tidak diketahui dengan pasti
apakah tahun itu adalah tahun kematian Airlangga, ataukah tahun pembangunan candi
pemandian tersebut. Kisah Airlangga digambarkan dalam Candi Belahan di lereng
Gunung Penanggungan. Dalam perkembangannya Kahuripan mempunyai peranan
penting pada jaman Kerajaan Janggala dan Majapahit
Kahuripan sebagai Ibu Kota Jenggala
Pada akhir pemerintahannya, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan
perebutan takhta antara kedua putranya. Calon raja yang sebenarnya, yaitu
Sanggramawijaya Tunggadewi, memilih menjadi pertapa dari pada naik takhta. Pada
akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu
bagian barat bernama Kadiri beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya,
serta bagian timur bernama Jenggala beribu kota di Kahuripan, diserahkan kepada
Mahapanji Gasarakan. Setelah turun takhta, Airlangga menjalani hidup sebagai pertapa
sampai meninggal sekitar tahun 1049.
Karya Sastra Kahuripan
Di bawah pemerintahan Airlangga, seni sastra berkembang. Tahun 1035, Mpu Kanwa
menggubah kitab Arjuna Wiwaha, yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut
menceritakan Arjuna, inkarnasi Wisnu yang tak lain adalah kiasan Airlangga sendiri.
Kisah Airlangga digambarkan dalam Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan.
Salah satu karya Sastra peninggalan kerajaan Kahuripan adalah Kakawin Arjuna
Wiwaha karangan Empu Kanwa Arjunawiwaha merupakan salah satu kakawin yang
diwujudkan pada jaman Kahuripan dibawah raja besarnya Airlangga. Sang pengarang,
yakni Mpu Kanwa, mendapat kehormatan untuk menggubahnya dengan mencuplik dari
seri Mahabharata sub-bagian “wanaparwa”.
Cerita ini bertitik tolak dari tokoh Arjuna yang merupakan kekasih para Dewa di
Kahyangan. Karena dialah yang nantinya mampu menyelamatkan Kahyangan beserta
para penghuninya para Dewa dari ancaman mara bahaya. Relief cerita ini dipahatkan pada
candi Tegowangi, kecamatan Pare, kabupaten Kediri, jawa Timur.
Candi Tegawangi
Menurut data sejarah yang ada, dipercaya kuat Arjunawiwaha merupakan sebuah
kakawin tertua dari “periode” Jawa Timur setelah peta politik berpindah dari Jawa
Tengah. Hal ini jaman-jaman pendahulu Airlangga seperti Dharmawangsa hingga ke raja
besar pendiri “periode” Jawa Timur yakni Mpu Sindhok tidak meninggalkan sebuah
kakawinpun yang dapat kita lihat sampai saaat ini. Kakawin Arjunawiwaha mengandung
suatu kaitan sejarah dimasa lalu. Lihatlah bagian awal dan akhirnya :
Awal :
-Ambek sang paramarthapandita huwus limpad sakeng sunyata tan sangkeng wisaya
prayojana nira lwir sanggraheng lokita siddha ning yasawirya don ira sukha ning rat
kiningkin nira santosaheletan kelir sira sakeng sang hyang jagatkarana.
-Usnisangkwi lebu ni paduka nira sang mangkana lwir nira menggeh manggala ning
miket kawijayan sang Parta ring kahyangan
Terjemahannya :
-Batin yang bijak sungguh-sungguh telah tembus sampai ketingkat (kesempurnaan)
tertinggi. Dari keadaan sunyata (kosong) bukan dari kawasan panca Indra, timbulah
tekadnya untuk mengabadikan diri (membuka diri ) pada urusa-urusan duniwai.
-Semoga amal baktinya yang penuh pahala serta tindakannya yang bersifat ksatriya,
mencapau tujuannya. Daulat terhadap dirinya sendiri dan penuh santosa (ketentraman
batin) ia menerima keadaan ini, yakni tetap terpisah oleh tabir dari Sebab Abadi dunia ini
Akhir :
Sampun keketan ing katharjunawiwaha pangarana nikeSaksat tambay ira mpu Kanwa
tumatametu-metu kakawinBhrantapan teher angharep samarakarya mangiring ing hajiSri
Airlangghya namo ‘stu sang panikelan tanah anganumata
Terjemahannya
-Kuletakkan puncak kepalaku pada debu sandal raja yang menampakkan diri dengan cara
ini (keutamannya). Ia merupakan sumber berkat yang tak pernah kering untuk
menuangkan kemenangan Partha (Arjuna) dikediaman para dewa di Kahyangan.
Gambaran ini sesuai sekali dengan kenyataan bahwa Airlangga yang selanjutnya berhasil
menegakkan kembali kerajaan Kahurian setelah wafatnya raja Dharmawangsa atas
serangan dari kerajaan lain (Wengker) , yang tidak berhak atas kedaulatannya. Airlangga
melakukan perlawanan dengan tinggal di hutan-hutan bersama para resi dan tokoh-tokoh
suci agama selama bertahun-tahun guna mempersiapkan usaha merebut kembali kerajaan
Kahuripan yang bagaimanapun juga dia masih tergolong kerabat raja Dharmawangsa
walau berasal dari keluarga di Bali. Akhirnya dia berhasil mengusir raja penjajah beserta
sekutunya sehingga kedamaian berhasil ditegakkan kembali.
ShareThis Copy and Paste
- See more at: http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-
kahuripan.html#sthash.83vHe9pM.dpuf