aryans yah

12
TUGAS INDIVIDU NAMA : Aryansyah NIM : 092103021 PRODI : D3 TUGAS : IRIGASI 1 NAMA PENGARANG : ROBERT J. KODOATIE dan ROESTAM SJARIEF NAMA PENERBIT : ANDI YOGYAKARTA JUDUL BUKU : TATA RUANG AIR BAB 10

Upload: ary-civil

Post on 01-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aryans Yah

TUGAS INDIVIDU

NAMA : Aryansyah

NIM : 092103021

PRODI : D3

TUGAS : IRIGASI 1

NAMA PENGARANG : ROBERT J. KODOATIE dan ROESTAM

SJARIEF

NAMA PENERBIT : ANDI YOGYAKARTA

JUDUL BUKU : TATA RUANG AIR

BAB 10

BAB 10

HARMONISASI DAN INTEGRASI

Page 2: Aryans Yah

10.1 Harmoni Dan Integrasi Penataan Ruang Dan Pengelolaan Sumber Daya Air

Seperti telah disebutkan , secara global air mengalir dari daerah lebih tinggi ke daerah lebih rendah melalui sistem gravitasi dalam siklus hidrologi. Perjalanan air dalam siklus ini melalui ruang udara, ruang darat (termasuk di dalam bumi) dan ruang laut.

Harmoni berarti : balans, keseimbangan, proporsi,simetri, kepaduan,kesamaan,keselarasan,keserasian, kesesuaian,keteraturan , konsistensi dan ketertiban. Integrasi juga berarti inkorporasi,konsolidasi,merger,peleburan,pembauran,penggabungan,penyatuan, unifikasi.

Harmoni juga berarti : Keselarasan, keserasian, kecocokan, kesesuaian, kerukunan, dan integrasi berarti penggabungan.

Hal – hal substansi spesifik mengharuskan adanya harmonisasi dan integrasi penataan ruang dan pengelolaan sumber daya air. Dibandingkan sumber daya alam yang lain, air mempunyai ciri khas dan unik yang menyebabkan air menjadi spesial untuk dikelola.

Dalam ruang darat gerakan dinamis air dari gunung ke laut secara alami melalui proses gravitasi akan melewati beberapa daerah, kawasan atau wilayah dengan berbagai kondisi baik geografis,geologis, topografis,tata guna lahan dll.

10.2 Harmoni Air Permukaan Dan Air Tanah

Page 3: Aryans Yah

Salah satu tujuan utama dari keharmonisan pengelolaan sumber day air dan penataan ruang dan aspek-aspek penting lainnya pada prinsipnya adalah upaya memperkecil daerah CDEF. Dengan kata lain adalah melakukan upaya memperbesar daerah BCFG untuk air permukaaan dan daerah ABGH untuk air tanah .

Daerah CDEF adalah kelebihan air yang menjadi run-off dan umumnyanlangsung mengalir ke laut.

Daerah ABGH adalah tinggi air tanah dalam CAT (tinggi akuifer bebas+ tinggi akuifer tertekan )

Daerah BCFG adalah tinggi aliran mantap di permukaan.

Semakin kecil daerah CDEF semakin besar daerah BCFG dan daerah ABGH berartiakan mengurangi run-off sekaigus menambah resapan air kedalam tanah atau mengurangi bencana banjir di musim penghujan sekaligus meningkatkan ketersediaan air yang berarti memperkecil bencana kekeringan dimusim kemarau.

Walau secara kuantitas curah hujan yang terjadi sepanjang tahun cukup besar, namun sebagian besar run-off terus mengalir dan terbuang percuma ke laut. Akibatnya musim hujan terjadi banjir yang signifikan di beberapa daerah sebagai dampak dari perubahan tata guna lahan tersebut.

Kondisi saat ini adalah potensi air permukaan dan air tanah di banyak daerah cenderung turun terutama di kota-kota besar karena perubahan tata guna lahan yang cepat( sebagai penyebab utama).

10.3 Harmoni Batas Administrasi dan Batas Teknis

Page 4: Aryans Yah

Dalam penataan ruang, batas administrasi dipakai sebagai dassar untuk membedakan wilayah administrasi dengan hirarki: nasional, prov, kab/kota, kecamatan, desa/kelurahan, rukun warga (RW), dan rukun tetangga (RT), umumnya dengan mudah masyarakat mengetahui batas administrasi tersebut.

Batas administrasi berbeda dengan batas teknis hidrologi. Batas hidrologi ditentukan berdasarkan air mengalir secara gravitasi di suatu lokasi dengan melihat perbedaan tofografi yang pada prinsipnya dibagi dalam daerah aliran sungai (DAS) untuk air permukaan. Sedangkan untuk aliran air tanah batas aliranya ditentukan berdasarkan cekungan air tanah (CAT) yang dibagi lagi menjadi akuifer tertekan (confined aquifer) dan akuifer bebas (unconfined aquifer). Uraian tentang wilayah sungai (WS) untuk kumpulan beberapa DAS, DAS dan CAT sudah dijelaskan di awal Bab 5. Di samping itu perlu dipahami daerah bukan CAT (Non-CAT) yang dikaitkan dengan Sumber Daya Air karena berpengaruh kepada ketiga aspek PSDA dan kawasan lindung serta kawasan budidaya dalam pola ruang seperti telah diuraikan dalam Sub-Bab 5. 10.2.

Untuk pengelolaan sumber daya air dan penataan ruang yang harmoni pada prinsipnya harus mengombinasi batas-batas administrasi dan teknis yang jelas dengan salah satu caranya adalah meng-overlay peta-peta batas administrasi dan teknis menjadi satu kesatuan peta kombinasi yang sinergis. Dengan peta tersebut maka tindakan-tindakan untuk mengharmonikan pengelolaan sumber daya air dan penataan ruang dapat dilakukan.

Namun untuk batas administrasi di lapangan mudah ditentukan, karena untuk kepemilikan lahan maka setiap orang akan tahu batas-batas kepemilikannya dengan pembagian wilayah administrasi berherarki mulai dari: provinsi,

Page 5: Aryans Yah

kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa, rukun warga (RW), rukun tetangga (RT) sampai kepemilikan pribadi.

Dengan acuan ketentuan yang dibuat dalam pola pengelolaan Sumber Daya Air maka tramformasi batas teknis ke batas administrasi akan memberikan kemudahan dalam upaya harmonisasi dan integrasiantara pengelolaan sumber daya air dengan penataan ruang dan aspek-aspek lainnya seperti kehutanan, wilayah pesisir (coastal cell) dan lainnya.

10.4 Harmoni Dan Keterkaitan Antar Aspek Berdasarkan Perundang-undangan

Sumber Daya Air dalam Tata Ruang menyangkut berbagai aspek dalam 3 dimmensi (ruang) dan waktu. Banyak sekali peraturan perundangan yang terkait baik secara langsung maupun tak langsung untuk pengelolaan sumber daya air dalam penataan ruang, diantaranya:

1. UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.

2. UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

3. UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

4. UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir & Pulau Kecil.

5. UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup.

Page 6: Aryans Yah

6. UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

7. UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.

8. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

9. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

10. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pem Pusat

& Pem daerah.

11. UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.12. UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi SDAlam

Hayati dan Ekosistemnya.13. UU Lainnya.14. PP No. 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber

Daya Air.15. PP No. 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah.16. PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pem. Daerah Provinsi dan Pem Daerah Kabupaten/kota.

17. PP No. 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi.18. PP No. 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem

Penyediaan Air Minum.19. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tentang

Sungai.20. RPP Tentang Rawa.21. RPP Tentang Bendungan.

10.5 harmoni infrastruktur keairan dengan infrastruktur lainnya

Page 7: Aryans Yah

Sistem infrastruktur dapat di defunisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar , peralatan-peralatan,instalasi-instalasi yang di bangun dan di butuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000). Definisi teknik juga memberikan spesifikasi apa yang dilakukan sisem infrastruktur dan menyatakan bahwa infrastruktur adalah aset fisik yang di rancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting.

Sumber Daya Air tidak termasuk komponen infrastruktur, namun bagian-bagian dari pengelolaansumber daya air bisa dikategorikan sebagai infrastruktur keairan baik yang bersifat alami maupun yang bersifat artifisial.

Infrastruktur keairan merupakan bagian dari infrastruktur yang saling tergantung dan terkait. Secara lebih spesifik Sumber Daya Air dapat dipandang sebagai bagian dan sekaligus diluar infrastruktur.

Secara lebih spesifik dan mengacu pada definisi-definisi tersebut, infrastruktur keairan merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi air, pengantar air (conveyance), penyediaan dan pengisian (supplay) air, pengairan, drainase, penahan (detention), penyimpanan (reservoir atau retention). Bangunan-bangunan air dan fasilitas air untuk publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988).

10.6 Harmoni Pengelolaan Pantai Dengan Aspek Lain

Pengelolaan daerah pantai diharapkan memenuhi aspek sosial, ekonomi, lingkungan, hukum dan kelembagaan. Dallam aspek sosial, pengelolaan harus memperhatikan wilayah pesisir dan lautan dapat menghidupi stakeholders penduduk sekitar, menciptakan lapangan kerja yang jumlahnya cukup signifikan.

Page 8: Aryans Yah

Dalam aspek ekonomi. Proses alokasi pengelolaan pantai dan wilayah pesisir yang dipandu oleh mekanisme pasar ditandai oleh hambatan moral dan kepentingan pribadi ataupun gelombang.

Dalam aspek lingkungan, pengelolaan pantai dan wilayah pesisisr harus memperhatikan ekosistem yang dapat terancam kelangsungan hidupnya. Sedangkan dalam aspek hukum dan kelembagaan mengacu pada undang-undang No.27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir Dan pulau-pulau kecil (Nugroho dan Dahuri, 2004).

Pengelolaan pantai perlu dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan. Ini berarti perlu adanya perencanaan atau pembangunan kawasan pesisir yang mengkoordinasi dan mengarahkan berbagai aktivitas yang ada di wilayah pesisir tersebut untuk dapat dimanfaatkan baik pada saat ini maupun masa yang akan datang.

Prinsip-prinsip keterpaduan dapat diartikan sebagai berikut (Dirjen Pesisisr dan Pulau-pulau Kecil, 2001; Yuwono, 1999).

a. Keterpaduan perencanaan sektor secara horizontalb. Keterpaduan perencanaan secara vertikalc. Keterpaduan antara ekosistem darat dan lautd. Keterpaduan antara ilmu pengetahuan dan manajemene. Keterpaduan antara kepentingan ekonomi, lingkungan

dan masyarakat.

10.7 Pengelolaan Banjir

Pengelolaan banjir terpadu adalah proses keterpaduan pengelolaan banjir melalui pendekatan pengelolaan tanah dan sumber daya air, daerah pantai pesisir, dan pengelolaan daerah bencana pada suatu DAS dengan tujuan memaksimumkan keuntungan daerah bantaran banjir dan meminimumkan kehilangan nyawa dan kerusakan harta benda banjir (Green dkk.,

Page 9: Aryans Yah

2004). Pengelolaan banjir terpadu merupakan penanganan integral yang mengarahkan semua stakeholders dari pengelolaan banjir sub-sektor ke sektor silang (Kodoatie dan Sjarief, 2006).

Secara lebih spesifik pengelolaan bencana banjir terpadu dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mempromosikan koordinasi pengembangan dan pengelolaan banjir dan pengelolaan aspek lainnya yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam rangka tujuan untuk mengoptimalkan resultan kepentingan ekonomi dan kesejahteraan sosial khususnya dalam kenyamanan dan keamanan terhadap kejadian bencana banjir dalam sikap yang cocok/tepat tanpa mengganggu kestabilan dari ekosistem-ekosistem penting. Proses ini juga mengimplementasikan suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari. Dengan observasi sistematis dan analisis banjir, untuk meningkatkan tindakan-tindakan (measures) yang terorganisir dan sistematis terkait dengan preventif (pencegahan), mitigasi (pengurangan), persiapan, respon darurat dan pemulihan (Kodoatie dan Sjarief,2006).

Dalam pengelolaan banjir harus memperhatikan domain pengairan, kehutanan dan tata ruang provinsi dan kabupaten dalam pengelolaan tanah dan air, peran serta masyarakat.

Pengelolaan banjir tidak dapat dilaksanakan secara terpisah-pisah, tetapi pengelolaan banjir harus dilaksanakan secara sistem menyeluruh dan terpadu antara hulu dan hilir. Adanya perubahan tata guna lahan, urbanisasi dan penebangan hutan yang pengaruhnya sangat besar terhadap kuantitas banjir.

Untuk pengelolaan banjir pada prinsipnya ada 2 metode pengendalian banjir yaitu metode struktur dan metode non-struktur.

Pada masa lalu metode struktur lebih diutamakan dibandingkan dengan metode non-struktur. Namun saat ini banyak negara maju mengubah pola pengendalian banjr dengan

Page 10: Aryans Yah

lebih dulu mengutamakan metode non-struktur lalu baru metode struktur.