artikel teori
TRANSCRIPT
PRE EKLAMSIA Posted on October 30, 2012by samoke2012
PRE-EKLAMSI KEHAMILAN
Dr. Suparyanto, M.Kes
PRE-EKLAMSI KEHAMILAN
1. Definisi pre eklamsi
1.1 Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan
proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan
setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat
perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis (Mitayani,
2009).
1.2 Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
proteinuria, dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi dalam triwulan ke tiga pada kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa. (Rukiyah, 2010).
1.3 Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana
hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya
memiliki tekanan darah normal. (Bobak , 2004)
1.4 Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinnuria dan
atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
pada penyakit trofoblas. (Sujiyatini, 2009)
1.5 Pre eklamsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi yang tidak dapat
diprediksi dan progresif serta berpotensi mengakibatkan disfungsi dan
gagal multi organ yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan berdampak
negative pada lingkungan janin. (Boyle M, 2007)
2. Etiologi
Penyebab pre eklamsia saat ini tak bisa diketahui dengan pasti,
walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah
sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang
dihubungkan dengan kejadian. Itulah sebab pre eklamsia disebut juga
“disease of theory” (Rukiyah, 2010).
Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan hal – hal
berikut : (1) sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida,
kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa; (2) sebab
bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab
dapat terjadinya perbaiakan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam uterus; (4) sebab jarangnya terjadi eklamsia pada kehamilan-
kehamilan berikutnya; dan (5) sebab timbulnya hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma. (Hanifa W, 2006).
Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor,
melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsia dan eklamsia.
Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklamsia
adalah:
1) Peran prostasiklin dan trombiksan
Pada preeklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskular, sehingga
terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada kehamilan
normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis, yang kemudian
akan digant trombin dan plasmin,trombin akan mengkonsumsi anti
trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga
terjadi vasospasme dan kerusakan endotel (Rukiyah, 2010).
2) Peran faktor imunologis
Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbu lagi
pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat ditererangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya. Beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada
penderita PE-E, beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun
dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktifasi sistem
komplemen pada PE-E diikuti proteinuria (Rukiyah, 2010).
3) Faktor genetik
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E
antara lain : (1) preeklamsia hanya terjadi pada manusia; (2) terdapatnya
kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu
yang menderita PE-E; (3) kescenderungan meningkatnya frekuensi PE-E
pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar
mereka; (4) peran renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS) (Rukiyah,
2010).
Yang jelas preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian pada
ibu hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu
hamil ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter
kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan
tersebut.
Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
menunjang terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Faktor-faktor tersebut
antara lain,gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim.
Faktor resiko terjadinya preeklamsia, preeklamsia umumnya terjadi pada
kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan
pada wanita diatas usia 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat
tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami
preeklamsia sebelumnya, riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara
perempuan, kegemukan,mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat
kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis (Rukiyah
2010).
Sedangkan menurut Angsar (2008) teori – teorinya sebagai berikut:
1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah
dari cabang – cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus
miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi
arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri
basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi
trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan
vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran
darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak
dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan
janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada
pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis
menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi
dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
2) Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel
a.Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta
mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas,
yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl
hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga akan
merusak nukleus dan protein sel endotel
b.Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini
disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
a) Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksi
prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
b) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu
suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal kadar prostasiklin
lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar
tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
c) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis) .
d) Peningkatan permeabilitas kapiler.
e) Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin.
Kadar NO menurun sedangkan endotelin meningkat.
f) Peningkatan faktor koagulasi
3) Teori intoleransi imunologik ibu dan janin
Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human
Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas
janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan
mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada
plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan
HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam
desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada pre eklamsia.
4) Teori Adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih
tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi
akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia
terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi
dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.
5) Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype
ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa
ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan
mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami pre eklamsia.
6) Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre
eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang
dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi
trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
7) Teori Stimulasi Inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Berbeda dengan proses apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre
eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris
trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini
mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan
mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar
pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre
eklamsia pada ibu.
3. Patofisiologi
Menurut Bobak (2004) adaptasi fisiologi normal pada kehamilan meliputi
peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi
vaskular sistemik (systemic vascular resistance [SVR]), peningkatan
curah jantung dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada pre eklamsia,
volume plasma yang beredar menurun, sehingga hemokonsentrasi dan
peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ
maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin uteroplasenta.
Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan
menghancurkan sel – sel darh merah, sehingga kapasitas oksigen
maternal menurun. Vasopasme merupakan sebagian mekanisme dasar
tanda dan gejala yang menyertai pre eklamsia. Vasopasme merupakan
akibat peningkatan sensitivitas terhadap tekanan peredaran darah,
seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidak seimbangan abtara
prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2. Selain kerusakan
endotelil vasospasme arterial turut menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut
menurunkan volume intra vaskular, mempredisposisi pasien yang
mengalami pre eklamsia mudah menderita edema paru.
Hubungan sistem imun dengan pre eklamsia menunjukkan bahwa faktor-
faktor imunologi memainkan peran penting dalam perkembangan pre
eklamsia. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa
membangkitkan respons imunologis lanjut. Teori ini di dukung oleh
peningkatan insiden pre eklamsia-eklamsia pada ibu baru (pertama kali
terpapar jaringan janin) dan pada ibu hamil dari pasangan yang baru
(materi genetik yang berbeda).
Menurut Mochtar (2007) Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh
darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal
ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus,
lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh
satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami
spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi
kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intertisial belum
diketahui penyebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.
Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi
perubahan glomerolus.
Menurut Rukiyah (2010) Vaskonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-
E. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan
menimbulkan hipertensi . adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan
hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel
setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriol disertai
perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel 1989 yang
dikutip oleh Rukiyah (2010) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi
arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi utero
plasenta yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta.
Hipoksi/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak,
sedangkan prose hiperoksidase itu sendiri memerlukan peningkatan
konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan menggangu
metabolisme di dalam sel peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase
lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh.
Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan
antara peroksidase terganggu diman peroksidase dan oksidan lebih
dominan maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif. Pada
PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi
sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil
normal serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril
yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak
beredar dalam aliran darh melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak
ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel
endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel – sel
endotel akan mengakibatkan antara lain: adhesi dan agresi trombosit,
gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya
enzim lisosom, tromboksan dan serotinin sebagai akibat rusaknya
trombosit, produksi prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia
plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
Menurut Zweifel (1922) yang dikutip oleh Manuaba (2008)
mengemukakan bahwa gejala gestosis tidak dapat diterangkan dengan
satu faktor atau teori tetapi merupakan multifakor (teori yang
menggambarkan berbagai manifestasi klinis yang kompleks yang oleh
Zweifel disebut diseases of theory. Berbagai teori yang mencoba
menerangkan gambaran klinis adalah genetic, teori imunologik, teori
iskemia region uteroplasenter, teori kerusakan endotel pembuluh darah,
teori radikal bebas adan kerusakan endotel, teori trombosit, dan teori
diet yang diterangkan untuk kepentingan sehari-hari adalah teori diet
dan teori yang diakui POGI. Menurut teori diet ibu hamil, kebutuhan
kalsium ibu hamil cukup tinggi untuk pembentukan tulang dan organ lain
janin, yaitu 2-2,5 g/hari. Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium ibu
hamil akan dikuras untuk memenuhi kebutuhan sehingga terjadi
pengeluaran kalsium dari jaringan otot. Minyak ikan mengandung
banyak asam lemak tak jenuh sehingga dapat menghindari dan
menghambat pembentukan trombokson dan mengurangi aktivitas
trombosit. Oleh karena itu, minyak ikan dapat menurunkan kejadian pre
eklamasia / eklamasia. Diduga bahwa minyak ikan mengandung kalsium.
Fungsi kalsium dalam otot jantung menimbulkan peningkatan kontraksi
sehingga dapat mempertahankan dan meningkatkan volume sekuncup
jantung dan tekanan darah dapat dipertahankan. Kalsium pada otot
pembuluh darah mengendalikan dan mengurangi kontraksi-kontraksi
sehingga tekanan darah dapat dikendalikan bersama dengan
vasokontriktor lainnya. Kekurangan kalsium yang terlalu lama
menyebabkan dikeluarkannya kalsium dari jaringan otot sehingga
menimbulkan manifestasi sebagai berikut : keluar dari otot jantung
menimbulkan melemahnya kontraksi otot jantung dan menurunkan
volume sekuncup sehingga aliran darah akan menurun; keluar dari otot
pembuluh darah akan menimbulkan kontraksi, meningkatkan tekanan
darah tinggi.
Dengan demikian ibu hamil memerlukan 2 – 2,5 g kalsium untuk
mempertahankan konsentrasi dalam darah menjadi konstan, sehingga
tidak akan menimbulkan peningkatan tekanan darah. Dalam praktik
sehari-hari, bidan sudah dapat memberi kalsium pada ibu hamil yang
merupakan otot polos dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Ikatan antara myosin dan aktin menjadi dasar terjadinya kontraksi
dengan peranan kalsium.
2) Bila terjadi penurunan konsentrasi kalsium akan terjadi reaksi yang
berlawanan sehingga kontraksi meurun dan akibat terdapat penurunan
volume sekuncup jantung dan seterusnya mengakibatkan iskemia region.
Penurunan kalsium dapat terjadi karena masukan yang kurang,
kemampuan resorbi menurun kalsium mengalami keterasingan
(terisolasi)
Hal ini menyebabkan mata rantai peranan terputus. Pemberian kalsium
2.2,5 g pada ibu hamil akan menurunkan kejadian pre eklampsia /
eklampsia yang bermakna terutama melalui kerja pada miosis kinase
rantai ringan. Dalam standar pendidikan obstetric dan ginekologi, POGI
tersurat teori yang dianut “iskemia region uteroplasenter” dengan teori
lainnya. Kejadian pre eklampsia/ eklampsia yaitu antara antepartus,
intrapartus dan pasca partus.
4. Klasifikasi
1) Pre-eklamsia ringan
Adalah timbulnya hipertensi disertai protein urin dan atau edema setelah
umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini
dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit
trofoblas (Rukiyah, 2010). Gejala klinis pre eklamsi ringan meliputi :
a) Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15
mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20
minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg,
diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
b) Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau
tangan
c) Proteinuria secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau
secara kualitatif positif 2.
d) Tidak disertai gangguan fungsi organ
2) Pre-eklamsia berat
Adalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atu lebih disertai protein urin dan atau edema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah, 2010).
Gejala dan tanda pre eklamsia berat :
a) Tekanan darah sistolik >160 dan diastolik >110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria > 3gr/liter/24 jam atau positif 3 atau positif 4
c) Pemeriksaan kuatitatif bisa disertai dengan :
d) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
e) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di
epigastrium.
f) Terdapat edema paru dan sianosis.
g) Gangguan perkembangan intra uterin
h) Trombosit < 100.000/mm3
5. Gejala pre eklamsia
Biasanya gejala pre eklmsia timbul dalam urutan : pertambahan berat
badan yang lebih, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya protein urin.
Pada pre eklamsia ringan tidak di temui gejala – gejala subyektif, namun
menurut rukiyah (2010) mengatakan :
1) Pre eklamsia Ringan
a) Kenaikan tekanan darh sistol 30 mmHg atau lebih
b) Kenaikan tekanan diastole15 mmHg atau lebih dari tekanan darah
sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih
c) Protein urin secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau
secara kualitatif positif 2
d) Edema pada pretebia, dinding abdomen, lumbosakral, dan wajah
2) Pre eklamsia Berat
a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
b) Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
c) Peningkatan kadar enzim hati/ikterus
d) Trombosit < 100.000/mm3
e) Oligouria < 400 ml/24 jam
f) Protein urin > 3 gr/liter
g) Nyeri epigastrium
h) Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
i) Perdarahan retina
j) Edema pulmonum
6. Perubahan Pada Organ-Organ
Menurut Winkjasastro Hanifa (2006) pada penderita preeklamasi dapat
terjadi perubahan pada organ-organ, antara lain :
1) Perubahan anatomi patologik
a.Plasenta
Pada pre eklamsia terdapat spasme arteriol spiralis desidua dengan
akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal
sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium,
menebalnya dinding pembuluh darah dalam vili karena fibrosis dan
konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik dipercepat prosesnya pada
pre eklamsia dan hipertensi. Pada pre eklamsia yang jelas ialah atrofi
sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama
perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteri spiralis mengalami
konstriksi dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing
arteriopathi.
b.Ginjal
Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada simpai ginjal dan
pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan – perdarahan kecil.
Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968)
menunjukkan pada pre eklamsia bahwa kelainan berupa: 1) kelainan
glomerulus; 2) hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus; 3) kelainan pada
tubulus-tubulus henle; 4) spasme pembuluh darah ke glomerulus.
Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan
sebagai berikut: a) sel-sel diantara kapiler bertambah; b) tampak dengan
mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus
seolah-olah terbelah, tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop
elektron disebabkan oleh bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel
kapiler membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d)
penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan dalam kapsul
bowman. Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah
dengan pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi. Epitel tubulus-
tubulus henle berdeskuamasi hebat, tampak jelas fragmen inti sel
terpecah-pecah. Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali.
Pada tempat lain tampak regenerasi. Perubahan – perubahan tersebutlah
tampaknya yang menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada
hubungannya dengan retensi garam dan air.
c.Hati
Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak
tempat – tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada pemerikaan
mikroskopik dapat ditemukan pedarahan dan nekrosis pada tepi lobules,
disertai thrombosis pada pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena
porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal, namun perubahan
tersebut dapat ditemukan ditemukan ditempat-tempat lain. Dalam pada
itu, rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan luas
perubahan hati.
d.Otak
Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia
pada korteks serebri, pada keadaan lanjut ditemukan perdarahan.
e. Retina
Kelainan yang sering ditemukan pada retina ialah spasmus pada arteriola
– arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus. Vena tampak lekuk
pada persimpanagan dengan arteriola. Dapat terlihat edema pada diskus
optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat terjadi tetapi komplikasi ini
prognosisnya baik karena retina akan melekat lagi beberapa minggu post
partum. Perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre eklamsia,
biasanya kelainan tersebut menunjukkan adanya hipertensi menahun.
f.Paru-Paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edemma dan perubahan karena
bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang ditemukan
abses paru – paru.
g.Jantung
Pada sebagian besar penderita yang mati karena eklamsi jantung
biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering
ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan
pendarahan. Sheehan (1958) menggambarkan pendarahan
subendokardial disebelah kiri septum interventrikulare pada kira-kira
dua pertiga penderita eklampsia yang meninggal dalam 2 hari pertama
setelah timbulnya penyakit.
h.Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa pendarahan dan
nekrosis dalam berbagai tingkat.
2) Perubahan fisiologi patologik
a.Perubahan pada plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darh ke plasenta mengakibatkan disfungsi plasenta.
Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada
hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin sampai
kematiannya karena kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan
kepekaan terhadap perangsangan sering didapatkan pada pre eklamsia
dan eklamsia sehingga mudah terjadi partus prematurus.
b.Perubahan pada ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal
menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus mengurang.
Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan
proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi air garam dan air.
Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui benar, tetapi disangka
akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerulus
dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamila normal
penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus.
Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arterioles ginjal
menyebabkan fltrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang
menyebabkan retensi garm dan dengan demikian juga retensi air.
Peranan kelenjar adrenal dalam retensi garam dan air belum diketahui
benar. Fungsi ginjal pada pre eklampsia tampaknya agak menurun bila
dilihat dari clearance asam uric. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai
50% dari normal, sehingga menyebabkan dieresis turun; pada keadaan
lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.
c.Perubahan pada retina
Pada pre eklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau
enyeluruh pada satu atau beberapa arteri; jarang terlihat perdarahan
atau eksudat. Retinopatia arteriosklerotika menunjukkan penyakit
vaskuler yang menahun. Keadaan tersebut tak tampak pada pre
eklampsia, kecuali bila terjadi atas dasar hipertensi menahun atau
penyakit ginjal. Spasmus arteri retina yang nyata menunjukkan adanya
pre eklampsia berat; walaupun demikian, vasopasmus ringan tidak selalu
menunjukkan pre eklampsia ringan. Pada pre eklampsia jarang terjadi
ablasio retina. Keadaan ini disertai dengan buta sekonyong-konyong.
Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan
indikasi untuk pengakhiran kehamilan segera. Biasanya setelah
persalinan berakhir. Retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan.
Gangguan penglihatan secara tetap jarang ditemukan. Skotoma, diplopia
dan ambliopia pada penderita pre eklampsia merupakan gejala yang
menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau
dalam retina.
d.Perubahan pada Paru – paru
Kematian ibu pada pre-eklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan decompensasi cordis. Bisa pula karena
terjadinja aspirasi pnemonia,atau abses paru.
e.Perubahan pada otak
Mc Call melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada
hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi lagi pada eklampsia.
Walaupun demikian, aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada
pre eklampsia tetap dalam batas normal. Pemakaian oksigen oleh otak
hanya menurun pada eklampsia.
f. Metabolisme air dan Elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyertai pre eklampsia dan eklampsia tidak
hanya diketahui sebabnya. Terjadi disini pergeseran cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini, yang diikuti oleh
kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum dan sering bertambah
edema, menyebabkan volume darah mengurang, viskositet darah
meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran
darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh mengurang, dengan akibat
hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang,
sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran tentang
perbaikan keadaan penyakit dan tentang berhasilnya pengobatan. Jumlah
air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita pre eklampsia
daripada wanita hail biasa atau penderita hipertensi menahun. Penderita
pre eklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan
garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus
menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolid, kristaloid dan protein dalam serum tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada pre eklampsia. Konsentrasi kalium, natrium,
kalsium dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal. Gula
darah, ikarbonas dan pH pun normal. Pada eklampsia, kejang-kejang
dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara; asidum
laktikum dan asam organic lain naik dan bikarbonas natrikus, sehingga
menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejangan, zat organic
dioksida sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam
karbonik menjadi bikarbonas natrikus. Dengan demikian cadangan alkali
dapat pulih kembali. Oleh beberapa penulis kadar asam urat dalam darah
dipakai sebagai parameter untuk menentukan proses pre eklampsia
menjadi baik atau tidak. Pada keadaan normal asam urat melewati
glemorulus dengan sempurna untuk diserap kembali dengan sempurna
oleh tubulus kontorti proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh tubulus
kontorti distalis. Tampaknya perubahan pada glomerulus dengan
sempurna untuk diserap kembali dengan sempurna oleh tubulus kontorti
proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh tubulus kontorti distalis.
Tampaknya perubahan pada glomerulus menyebabkan filtrasi asam urat
mengurang, sehingga kadarnya dalam darah meningkat. Akan tetapi,
kadar asam urat yang tinggi tidak selalu ditemukan. Selanjutnya,
pemakaian diuretika golongan tiazid menyebabkan kadar asam urat
meningkat. Kadar keratin dan ureum pada pre eklampsia tidak
meningkat, kecuali bila terjadi oliguria atau anuria. Protein serumtotal,
perbandingan albumin globulin dan tekanan osmotic plasma menurun
pada pre eklampsia, kecuali pada penyakit yang berat dengan
hemokonsentrasi. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen
meningkat dengan nyata. Kadar tersebut lebih meningkat lagi pada pre
eklampsia. Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang
ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.
7. Frekuensi
Ada yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan, dan 12% pada kehamilan primigravida. Menurut beberapa
penulis lain frekuensi dilaporkan sekitar 3-10%. Lebih banyak dijumpai
pada primigravida daripada multigravida, terutama primigravida usia
muda. Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia adalah
molahidatidosa, diabetes melitus, kehamilan ganda, hidrops fetalis,
obesitas, dan umur yang lebih dari 35 tahun (Mochtar, 2007).
Menurut Winkjosastro Hanifa (2006) Frekuensi pre eklamsia pada tiap
negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya;
jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriterium
dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam kepustakaan frekuensi
dilaporkan berkisar antara 3-10%. Pada primigravida frekuensi pre
eklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multi gravida, hidrops
fetalis, umur > 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi
untuk terjadinya pre eklamsia.
8. Faktor resiko pre eklamsia
Menurut Chapman Vicky (2006), factor resiko pre eklamsia :
1) Pre eklamsia 10 kali lebih sering terjadi pada primigravida
2) Kehamialn ganda memiliki resiko lebih dari 2 kali lipat
3) Obesitas (yang dengan indeks masa tubuh > 29) meningkatkan
resiko 4 kali lipat.
4) Riwayat hipertensi
5) Diabetes
6) Pre eklamsia sebelumnya (20% resiko kekambuhan)
Menurut Bobak (2004), factor resiko pre eklamsia :
1) Primi gravid, multi para (Mitayani, 2009)
2) Usia < 20 atau > 35 tahun
3) Obesitas
4) Diabetes militus
5) Hipertensi sebelumnya
6) Kehamilan mola
7) Kehamilan ganda
8) Polihidramnion
9) Pre eklamsia pada kehamilan sebelumnya
9. Diagnosis
Menurut Mitayani (2009), diagnosis di tegakkan berdasarkan :
1. Wawancara
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
a) Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil
b) Kemungkinan ibu mempunyai riwayat pre eklamsia pada kehamilan
terdahulu
c) Biasanya mudah terjadi pada ibu yang obesitas
d) Ibu mungkin pernah menderita ginjal kronis
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Ibu merasakan sakit kepala di daerah frontal
b) Terasa sakit di ulu hati/nyeri eoigastrium
c) Gangguan virus : pandangan mata kabur, skotoma dan diplopia
d) Mual dan muntah, tidaka da nafsu makan
e) Gangguan serebral lain misalnya : terhuyung – uyung, refleks tinggi
dan tidak tenang
f) Edema pada ekstremitas
g) Tengkuk terasa berat
h) Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu
3) Riwayat kesehatan keluargaKemungkiann mempunyai riwayat pre
eklamsia dan eklamsia dalam keluarga
4) Riwayat perkawinan. Biasanya terjadi pada wanita yang menikah di
bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun
b.Pemeriksaan Fisik
1) Tekanan darah
Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg, tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg (kenaikan tekanan darh sistol 30 mmHg atau lebih kenaikan
tekanan diastole15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil
pada kehamilan 20 minggu atau lebih)
2) Keadaan umum
Lemah
3) Kepala
Sakit kepala, wajah edema
4) Mata
Konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina
5) Pencernaan abdomen
Nyeri daerah epigastrium, anoreksi, mual dan muntah
6) Ekstremitas
Edema pada kaki dan tangan juga jari
7) Sistem pernafasan
Hiperrefleksia, klonus pada kaki
8) Genitourinaria
Oliguria, protein uria
9) Pemeriksaan janin
Bunyi jantung ajnin tidak teratur, gerakan janin melemah
c.Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darh lengkap denagn
hapusan darah, penurunan hemoglobin, hematokrit meningkat, trombosit
menurun
2) Urinalisis: Ditemukan protein dalam urin
3) Pemeriksaan fungsi hati
4) Bilirubin meningkat, LDH meningkat, aspartat Aminomtransferase >
60 UL, SGPT dan SGOT meningkat, total protein serum menurun.
5) Tes kimia darah: Asam urat meningkat
d.Radiologi
1) Ultrasonografi: Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intrauterin.
Pernafasan intra uterus lambat, aktivitas janin lambat dan volume cairan
ketuban sedikit
2) Kardio toco grafi: Diketahui denyut jantung janin lemah
10. Penatalaksanaan
Menurut Winkjasastro Hanif (2006), Pengobatan hanya dapat dilakukan
secara simtomatis karena etiologi pre eklamsia dan faktor – faktor apa
dalam kehamilan yang menyebabkannya belum diketahui, tujuan
penanganan ialah :
1) Mencegah terjadinya pre eklamsia berat dan eklamsia
2) Melahirkan janin hidup
3) Melahirkan janin dengan trauma sekecil – kecilnya
Menurut Cuningham (2005), Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap
kehamilan dengan penyulit preeklamsia adalah :
1) Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan
janinya.
2) Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.
3) Pemulihan sempurna kesehatan ibu
Pada kasus preeklasmia tertentu, terutama pada wanita menjelang atau
sudah aterm, tiga tujuan tersebut dapat terpenuhi oleh induksi
persalinan. Dengan demikian, informasi terpenting yang perlu dimiliki
oleh ahli obstetri agar penanganan kehamilan berhasil dan terutama
kehamilan dengan penyulit hipertensi, adalah kepastian usia janin
Penanganan Preeklamsia ringan menurut Rukiyah (2010), dapat
dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang timbul yakni :
1.Pre Eklamsia Ringan
a) Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan
cara : ibu dianjurkan banyak istirahat (berbaring,tidur/miring), diet :
cukup protein, rendah karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa
ringan : tablet phenobarbital 3×30 mg atau diazepam 3×2 mg/oral
selama 7 hari (atas instruksi dokter); roborantia; kunjungan ulang selama
1 minggu; pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hematokrit,
trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
b) Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan
berdasarkan kriteria : setelah duan minggu pengobatan rawat jalan tidak
menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan
berat badan ibu 1kg atau lebih/minggu selama 2 kali berturut-turut (2
minggu); timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda
preeklamsia berat.
Bila setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka
preeklamsia ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam
perawatan dirumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan
kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari
lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan
rawat jalan.
Perawatan obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010) adalah :
a) Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) : bila desakan darah
mencapai normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu sampai
aterm; bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensi
selama perawtan maka kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan
37 minggu atau lebih.
b) Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu
sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan
persalinan pada tanggal taksiran persalinan
c) Cara persalinan: Persalinan dapat dilakukan secara spontan bila
perlu memperpendek kala II.
2.Pre eklamsia Berat
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
1). Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi
ditambah pengobatan medicinal; 2) Perawatan konservatif yaitu
kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.
1) Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada
setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni
pemeriksaan non stress test (NST) dan ultrasonografi (USG) dengan
indikasi salah satu atau lebih yakni :
a) Ibu: Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tanda – tanda
impending eklamsia, kegagalan terapi konserfatif yaitu setelah 6 jam
pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan tekanan darah atau
setelah 24 jam perawatan medicinal, ada gejala – gejala status quo (tidak
ada perbaikan)
b) Janin: Hasil fetal assasemen jelek (NST dan USG) adanya tanda
IUGR
c) Hasil laboratorium: Adanya HELLP syndrome
2) Pengobatan medisinal pasien PEB dilakukan di RS dan atas instruksi
dokter yaitu segera masuk RS, tirah baring miring ke satu sisi. Tanda
vital diperiksa setiap 30 menit, reflek patela setiap jam, infus dextrose
5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60 – 125 cc/jam)
500cc berikan antasida : diet cukup protein, rendah karbohidrat lemak
dan garam, pemberian obat anti kejang MgSO4 diuretikum tidak
diberikan kecuali bila ada tanda – tanda edema paru, payah
jantungkongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40
mg/IM.
3) Antihapertensi diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg
(diastol lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg sasaran pengobatan
adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg bukan kurang 90 mmHg
karena akan menurunkan perfusi plasenta dosis antihipertensi sama
dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
4) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya diberikan
obat–obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu) catapres injeksi.
Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau pres
disesuaikan dengan tekanan darah.
5) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat di berikan tablet
anti hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam maksimal 4 – 5
kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama
mulai diberikan secara oral.
6) Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda – tanda
menjurus payah jantung diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
7) Lain – lain : Konsul penyakit dalam/jantung, mata, obat – obat anti
piretik diberikan bila suhu rectal 38,5ºC dapat dibantu dengan
pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM,
antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicilin 1 gr/ 6 jam/
IV/hari, anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi
uterus dapat diberikan petidin HCL 50 – 75 mg sekali saja, selambat
lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
11. Pencegahan
Pada umumnya timbulnya eklamsia dapat dicegah atau frekuensinya
dapat dikurangi. Usaha – usaha untuk menurunkan frekuensi eklamsia
adalah :
1) Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan
mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil
muda.
2) Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklamsia dan
megobatinya segera bila ditemukan
3) Mengakhiri kehamilan sedapat dapatnya pada kehamilan 37 minggu
ke atas apabila dirawat tanda – tanda pre eklamsia tidak juga dapat
hilang. (Rukiyah, 2010)
12. Komplikasi
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dibawah
ini yang bisa terjadi pada pre eklamsia dan eklamsia (Rukiyah, 2010) :
1) Solusio Plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada pre eklamsia
2) Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada pre eklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan
untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3) Hemolisis
Penderita dengan PEB kadang – kadang menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenel dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi sel darh merah.
Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsy penderita
eklamsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4) Perdarahan Otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklamsia.
5) Kelainan Mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung sampai
seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang – kadang terjadi pada retina.
Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.
6) Edema Paru – Paru
Paru – paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang ditemukan
abses paru – paru.
7) Nekrosis Hati
Nekrosis periportal hati pada pre eklamsia/eklamsia merupakan akibat
vasopasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklamsia,
tetapi juga dapat terjadi pada penyakit lain. Kerusakan sel – sel hati
dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim–enzimnya.
8) Sindroma HELLP (Haemolisys elevated liver enzymes dan low
palatelet)
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoselular (peningkatan enzim hati [SGOT,SGPT], gejala subyektif
[cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]). Hemolisis akibat
kerusakan membrane eritrosit oleh radiakl bebas asam lemak jenuh dan
tak jenuh. Trombositopenia (,150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit did
inding vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.
9) Kelainan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang
lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria samapi gagal ginjal.
10) Komplikasi Lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang – kejang
pneumoni aspirasi dan DIC (disseminated intravascular coagulation)
11) Pada Janin
Menurut Rukiyah (2010), komplikasi pre eklamsia pada janin adalah :
Janin yang dikandung ibu hamil pre eklamsia akan hidup dalam rahim
dengan nutrisi dan oksigen dibawah normal. Keadaan ini bisa terjadi
karena pembuluh darh yang menyalurkan darah ke plasenta menyempit,
karena buruknya nutrisi pertumbuhan janin akan terhambat sehingga
akan terjadi bayi dengan berat lahir rendah. Bisa juga janin dilahirkan
kurang bulan (prematuritas), komplikasi lanjut dari prematuritas adalh
keterlambatan belajar, epilepsy, serebral palsy, dan masalah pada
pendengaran dan penglihatan, bayi saat dilahirkan asfiksia, dsb.
http://samoke2012.wordpress.com/2012/10/30/pre-eklamsia/