artikel jurnal

8
 PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Yusmala Hayati  Pendidikan Ma tematika ,FKIP Universitas La mpung (Unila) Abstrak Mencoba memahami dunia pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ( ABK) seba gai upay a perl uasa n dan pemerataan pela yanan pendidi kan di Indonesi a. Istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah sebagai pengganti istilah lama anak cacat atau penyandang cacat. Sebenarnya istilah Anak Bekebutuhan Khusus adalah untuk menunjuk mereka yang memiliki kelainan fisik emosional mental intelektual dan!atau sosial. "emerintah memahami pada kondisi yang memiliki keku ranga n dan kele biha n kemampu an khus usnya dalam bidang pendidi kan. Itulah Anak Berkebutuhan Khusus . Me nurut pa sal #$ %% &o. ' ta hun ' te ntang Sisdiknas ba h*a jeni s  pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah "endidikan Khusus. "asal ' (#) %% &o. ' tah un ' memberikan batas an bah*a "endidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik emosionalmental sosial dan!a tau memi lik i pot ensi kec erd asan dan bak at ist ime*a. +ek nis lay ana n  pendidikan jenis pendidikan khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau  peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. ,adi pendidikan khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menenga h. %ntuk jen ja ng pend idi kan ting gi secara kh usus be lum te rs edia .Bag ai mana st ra te gi pe mbe la ja ra n da la m pe rkemba ngan an ak   berkebutuhan khu sus- ari jurnal yang akan di bahas maka pada makalah ini akan dipa parkan baga ima na dal am pemb elaj ara nke lebi han dan keku rangan sert a temuan dan hasil penelitian yang berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus. 1

Upload: rudi-andrianto

Post on 02-Nov-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Artikel Jurnal

TRANSCRIPT

PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Yusmala HayatiPendidikan Matematika ,FKIP Universitas Lampung (Unila)

AbstrakMencoba memahami dunia pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ( ABK) sebagai upaya perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan di Indonesia. Istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah sebagai pengganti istilah lama anak cacat atau penyandang cacat. Sebenarnya istilah Anak Bekebutuhan Khusus adalah untuk menunjuk mereka yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial. Pemerintah memahami pada kondisi yang memiliki kekurangan dan kelebihan kemampuan khususnya dalam bidang pendidikan. Itulah Anak Berkebutuhan Khusus .

Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis pendidikan khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi pendidikan khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia.Bagaimana strategi pembelajaran dalam perkembangan anak berkebutuhan khusus? Dari jurnal yang akan di bahas maka pada makalah ini akan dipaparkan bagaimana dalam pembelajaran,kelebihan dan kekurangan serta temuan dan hasil penelitian yang berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus.

Kata kunci : pembelajaran,menyelidiki dan membandingkan efektifitas keluarga

PENDAHULUANAnak Bekebutuhan Khusus pada awalnya dikenal sebagai Anak Luar Biasa (ALB) sehingga pendidikannya juga dikenal sebagai Pendidikan Luar Biasa (PLB), dimana UU No. 2 tahun 1989 pasal 8 ayat 1 menegaskan bahwa Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa .Pada masa itu lembaga pendidikannya juga dikenal sebagai Sekolah Luar Biasa (SLB).

Perkembangan selanjutnya dalam bidang pendidikan pasal 5 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2003 mengganti istilah Pendidikan Luar Biasa menjadi Pendidikan Khusus dengan menjamin bahwa Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus . Selain itu ayat 4 juga menjamin bahwa Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus . Jadi kelainan ditinjau dari kekurangan dan kelebihannya.

Selanjutnya lembaga pendidikan bagi ABK dapat kita pahami atas dasar UU No. 20 tahun 2003 Pasal 15 yakni Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Sedangkan pasal 32 ayat 1 UU No. 20 Th 2003 menegaskan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa .

Oleh karena itu sebagai lembaga pendidikan jalur pendidikan formal jenjang PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, maka lembaga pendidikan dalam koridor pendidikan khusus untuk semua jenjang harus berpedoman pada UU No. 20 Tahun 2003. Dari segi lembaga dan jenjang Pendidikan Khusus meliputi Jenjang PAUD adalah TKLB, Jenjang Pendidikan Dasar adalah SDLB dan SMPLB, sedang untuk jenjang Pendidikan Menengah adalah SMALB.

PEMBAHASAN.Untuk menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif di Indonesia, tentu memerlukan strategi khusus. Pendidikan inklusi mempunyai pengertian yang beragam. Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) menyatakan bahwa: pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, Sapon-Shevin (ONeil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, sehingga sumber belajar menjadi memadai dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dan membandingkan efektivitas keluarga, anak, dan intervensi berdasarkan keluarga-anak pada tingkat gejala ADHD pada siswa kelas tiga.Selanjutnya secara teknis operasional pendidikan khusus diatur dengan Permendiknas No. 01 tahun 2008 tentang Standar Operasional Pendidikan Khusus yang secara sederhana dapat dipahami sbb :1. Pengelompokan siswa adalah bagian A untuk siswa Tunanetra, bagian B untuk siswa Tunarungu, bagian C untuk siswa Tuangrahiata ringan, Bagian C1 untuk siswa Tunagrahita sedang, Bagian D untuk siswa Tunadaksa, bagian D1 untuk siswa Tunadaksa sedang dan bagian E untuk anak Tunalaras.2. Pengelolaan kelas diatur untuk jenjang TKLB dan SDLB maksimum 5 anak per kelas, dan untuk SMPLB dan SMALB 8 anak perkelas.3. Kurikulum yang diterapkan adalah KTSP dalam bentuk kurikulum jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB masing-masing untuk bagian A, B, C, C1, D, D1 dan E4. Pembelajaran bersifat indifidual.5. Pembagian tugas untuk jenjang TKLB dan SDLB adalah guru kelas, sedang untuk SMPLB dan SMALB sebagai guru matapelajaran.6. Persyaratan untuk menjadi guru pada TKLB dan SDLB diharuskan berijazah S1 (sarjana) Pendidikan Khusus (PK) atau Pendidikan Luar Biasa (PLB), sedang untuk guru SMPLB dan SMALB dapat S1 PK / PLB atau S1 matapelajaran yang diajarkan di SMPLB dan SMALB.

Pada saat Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 masih berlaku, pembinaan SLB berada di Pemerintah Provinsi. Kewenangan penyelenggaraan SLB berada di Dinas Pendidikan Provinsi. Atas kondisi ini ( pada saat itu) Pemerintah Kabupaten belum menempatkan pembinaan SLB sebagai tanggungjawabnya. Pembinaan dititipkan pada Pengaswas TK/SD. Bagi SDLB tak masalah, tetapi bagi SMPLB dan SMALB adakalanya menemui situasi yang kurang menguntungkan. Hal ini berlangsung hingga lahir PP No. 38 Tahun 2007.

Perkembangan selanjutnya pembinaan umum kelembagaan mengacu pada UU No. 32 tahun 1999 dan PP No. 38 Tahun 2007 dimana pada hakekatnya adalah sama dengan pembinaan terhadap pendidikan jenjang PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah pada umumnya. Hal yang membedakan adalah pembinaan teknis pendidikannya. Atas dasar ketentuan ini selanjutnya SECARA NORMATIF tanggungjawab pembinaan berada di pundak PEMERINTAH KABUPATEN melalui dinas terkaitnya. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat sifatnya memvasilitasi.Oleh karena itu demi terselenggaranya pembinaan teknis, idealnya setiap Kabupaten memiliki minimal seorang Pengawas Pendidikan Khusus, sehingga diharapkan pembinaan teknis edukatif tidak terlewatkan.

Kelebihan dan kekurangan Kelebihan pendidikan terpisah yang dirasakan oleh sebagai menyediakan lingkungan belajar bebas aman dengan profesional yang terlatih untuk memahami kebutuhan mereka lebih baik. Selain sekolah-sekolah khusus yang dilengkapi untuk kebutuhan anak-anak dengan kebutuhan khusus. Ada mengajar kelompok kecil, dan keterampilan sosial dan penyesuaian, harga diri dan rasa aman emosional dapat dicapai dalam struktur terpisah dilindungi. Kekurangan pendidikan terpisah untuk anak-anak kebutuhan khusus anak-anak dengan kebutuhan khusus bisa merasa dikecualikan dan merasa bahwa mereka tidak dapat mengatasi dengan anak-anak dari kemampuan yang normal di kelas umum. Lingkungan buatan yang diciptakan dan rekan-rekan normal mereka tidak bisa mempengaruhi siswa terpisah. Antusiasme yang ditunjukkan dalam mendukung segregasi, menempatkan kelompok responden tegas dalam kategori konservatif berkaitan dengan isu inklusi dan pemisahan. Mereka telah memilih untuk kompensasi anak berkebutuhan khusus dalam pengaturan terpisah daripada pengaturan inklusif yang lebih demokratis di kelas umum. Namun, ada pemahaman yang menggembirakan di grup ini yang segregasi adalah menciptakan ruang buatan mana anak-anak sedang dikeluarkan dari masyarakat sekolah umum.

KENDALA YANG DIHADAPI1. Kendala senantiasa kita temui dan kita hadapi dalam perjalanannya hingga sekarang, walaupun kita sadar bahwa pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada hakekatnya sama dengan pelayanan pendidikan pada umumnya. Akan tetapi2. inilah kenyataannya.3. Kendala dari sisi anak, belum semua anak dapat mengikuti program pendidikan khusus karena berbagai sebab.4. Kendala dari sisi tenaga guru, entah karena apa, dari dahulu hingga sekarang jumlah tenaga guru belum mencukupi.5. Masih minimnya publikasi dan sosialisasi, sehingga adakalanya masyarakat kurang mengetahui keberadaan TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB di daerahnya, serta minimnya dukungan stikholder yang ada.6. Kendala dari sisi pembinaan ( menurut hemat penulis) ada beberapa sebab antara lain : Belum tercipta kesamaan persepsi di jajaran pendidikan khusus ( SDLB, SMPLB, dan SMALB) sehingga ada yang belum bisa menerima kenyataan bahwa aturan normatif nya pembinaan adalah PP No. 38 Tahun 2007. Ada sebagian sekolah (khususnya swasta) yang masih berbeda persepsi dengan pembina di tingkat kabupaten. Demikian pula di jajaran pembina pendidikan kabupaten, masih ada sebagian pembina tingkat Pemerintah Kabupaten yang belum berkenan menempatkan pendidikan khusus sebagai bagian dari tanggungjawabnya. Hal ini berdampak pada terbatasnya pembinaan dalam segala aspeknya. Mudahan ini kerliru ! Apabila telah tercipta kesepaham di tingkat Pembina Kabupaten, belum semua Kabupaten memiliki seorang pengawas Pendidikan Khusus sebagai pembina teknisnya. Belum tercipta kesamaan persepsi bentuk pembinaan terhadap pendidikan khusus antara jajaran Pembina tingkat Provinsi, Tingkat kabupaten dasn kalangan sekolah sendiri. Ini sebuah kenyataan.

Temuan/Hasil Penelitian Hingga saat ini,temuan atau hasil penelitian yang berkaitan dengan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ( ABK) sebagai upaya perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan di Indonesia masih sedikit dilakukan peneliti. Secara teoritis, inklusi adalah filsafat yang menekankan pentingnya menyatukan siswa yang beragam, keluarga, pendidik dan anggota masyarakat, dalam rangka menciptakan sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga sosial lainnya yang didasarkan pada rasa hormat, penerimaan dan milik. Pendidikan inklusif mengakui bahwa semua siswa peserta didik yang mendapatkan keuntungan dari menantang, bermakna, kurikulum yang sesuai. Ini berarti teknik instruksi dibedakan yang membahas student' s kekuatan dan kebutuhan yang unik. Inklusi berusaha untuk membangun kolaboratif, mendukung, dan memelihara masyarakat peserta didik yang didasarkan pada memberikan semua peserta didik layanan dan akomodasi yang mereka butuhkan untuk berhasil, serta menghormati dan belajar dari satu sama perbedaan individu other's (Salend, 2005: 6).

PENUTUPSebagai simpulan akhir adalah sbb :Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah mereka yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial, baik dalam tingkat keterbatasan maupun kelebihan.Pendidikan bagi ABK tergolong dalam jenis pendidikan khusus, jalur pendidikan formal, jenjang PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah. Bentuk kelembagaan pendidikan khusus wujudnya adalah TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB bagian A, A, C, C1, D,D1 dan E. Pembelajaran diberikan secara indifidual yang dikelompokan atas dasar kelas sesuai bagian ketunaannya. Tenaga guru Pendidikan khusus terdiri dari guru khusus berijasah S1 PK/PLB dan S1 Matapelajaran. Keterbatasan kemampuan sosialisasi keberadaan pendidikan khusus. Pembinaan secara normatif menerapkan pembinaan berdasar UU No. 20 Tahun 2003, PP No. 38 Tahun 2007 dan Permendiknas No. 01 Tahun 2008. Belum tercipta kesamaan persepsi terhadap bentuk pembinaan pendidikan khusus antara pembina tingkat provinsi, tingkat kabupaten maupun kalangan sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

https://search.yahoo.com/yhs/search?p=artikel+anak+berkebutuhan+khusus&ei=UTF-8&hspart=mozill

Barkley, R.A., Cook, E.H., & Jr. Diamond, A. (2002). International consensus statement on ADHD. Clinical Child and Family Psychology Review, 5, 89-111.

Andersson, Birgitta och Thorsson, Lena (2007), Drfr inkludering samt Att arbeta srskilt std ngra perspektiv, retrieved from http://iloapp.appelklyftig.com/blo g/21? ShowFile&doc= 1276540493. pdf, accessed 010311.

pendidikan khusus. Pembinaan secara normatif menerapkan pembinaan berdasar UU No. 20 Tahun 2003, PP No. 38 Tahun 2007 dan Permendiknas No. 01 Tahun 2008. 3