arsitektur dan peninggalan sejarah di surakarta indonesia tempo doeloe

11
INDONESIA TEMPO DOELOE Introduction to Architecture : Hulswit (arsitek pertama di Indonesia) by ADMIN Published October 2, 2011 Gedung Algemeene tampak menonjol di tengah. Foto diposting oleh Bude Dicky Winter di STD di link berikut : Gedung ini karya H.P Berlage tapi dibangun dan disupervisi oleh M.J Hulswitt Arsitek Belanda Marius J. Hulswit tiba di Indoneisa tahun 1890. Proyek pertamanya adalah supervisi pembangunan gedung Algemeene di jalan Jembatan Merah (Willemskade) karya H.P Berlage. Pada waktu yang sama dia meneruskan proyek Katedral di Lapangan Banteng Jakarta (Waterloo Plein) yang ditinggalkan Djikmans kembali ke Belanda tahun 1894 karena kekurangan dana. Dua proyek ini, Algemeene di Surabaya dan Katedral di Batavia selesai pada waktu bersamaan tahun 1901. Dua proyek ini menyimpan fakta menarik karena dua design yang sama sekali berbeda jatuh di tangan orang yang sama. Katedral di Jakarta bergaya Neo-Gothic kental yang jarang ada (wilayah Asia pada waktu itu banyak dipengaruhi gaya arsitektur Inggris) dan Algemeene Surabaya membawa cikal bakal modernisme awal (khususnya

Upload: dwi-rezqika

Post on 03-Jan-2016

102 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

cjbdjbfdkjggddfdgdhjgkjdfhdgchjd

TRANSCRIPT

Page 1: Arsitektur Dan Peninggalan Sejarah Di Surakarta Indonesia Tempo Doeloe

INDONESIA TEMPO DOELOE

Introduction to Architecture : Hulswit (arsitek pertama di Indonesia)by ADMINPublished October 2, 2011Gedung Algemeene tampak menonjol di tengah. Foto diposting oleh Bude Dicky Winter di STD di link berikut : Gedung ini karya H.P Berlage tapi dibangun dan disupervisi oleh M.J HulswittArsitek Belanda Marius J. Hulswit tiba di Indoneisa tahun 1890. Proyek pertamanya adalah supervisi pembangunan gedung Algemeene di jalan Jembatan Merah (Willemskade) karya H.P Berlage. Pada waktu yang sama dia meneruskan proyek Katedral di Lapangan Banteng Jakarta (Waterloo Plein) yang ditinggalkan Djikmans kembali ke Belanda tahun 1894 karena kekurangan dana. Dua proyek ini, Algemeene di Surabaya dan Katedral di Batavia selesai pada waktu bersamaan tahun 1901.

Dua proyek ini menyimpan fakta menarik karena dua design yang sama sekali berbeda jatuh di tangan orang yang sama. Katedral di Jakarta bergaya Neo-Gothic kental yang jarang ada (wilayah Asia pada waktu itu banyak dipengaruhi gaya arsitektur Inggris) dan Algemeene Surabaya membawa cikal bakal modernisme awal (khususnya di detail). Designer Katedral, Djikmans adalah seorang paderi Katolik. Fakta ini menimbulkan pertanyaan yang menggelitik, seberapa jauh signature Berlage tampil di gedung Algemeene Surabaya ?

Foto udara Waterloo Plein / Lapangan Banteng di Jakarta tahun 1923, perhatikan katedral karya Hulswitt di depan benteng Prins Hendriks (lokasi Mesjid Istiqlal sekarang) Foto dari buku the Importance of Java seen from the air (1928)

Pertanyaan ini timbul jika kita melihat proyek berikut Hulswit di Surabaya, gedung Escompto (1928) di Kembang Jepun yang memiliki tampilan sekilas mirip dengan Algemeene dan catatan arsitektur tentang Berlage yang tidak terlibat lebih jauh setelah menyerahkan desain gedung Algemeene. (Berlage sendiri baru ke Indonesia tahun 1923).

Page 2: Arsitektur Dan Peninggalan Sejarah Di Surakarta Indonesia Tempo Doeloe

Jalan Kembang Jepun, tampak Gedung Escompto setelah gedung berwarna-warni di sebelah kiri. foto diposting oleh Adi Hartono di STD.

 

Facade Escompto lebih dekat. Foto diposting oleh admin STD

Menurut Cor Passchier (informasi artikel ini diambil dari esay beliau yg berjudul The quest for the ultimate architecture Indonesia in the late colonial period (2008) , Hulswit merupakan arsitek professional pertama di Indonesia. Sebelum Hulswitt gedung didesain di Belanda dan desain dikirim ke Indonesia untuk dibangun oleh arsitek amatir, superintendant, insinyur sipil atau kadang insinyur militer. Dengan ini kita dapat menarik garis imajinasi dalam kronologi arsitektur Indonesia di tahun 1900 (kurang lebih sama dgn pembabakan umum arsitektur dunia). Setelah tahun 1900 gedung-gedung yang dibangun membawa nama arsiteknya (ingat ITB baru dibuka  tahun 1917).

Hulswit pada masa ini masih bekerja sendiri, sebelum bergabung dengan biro arsitek Hulswitt,Fermont and Ed.Cuypers yang mendapat banyak proyek besar di Surabaya. Di Belanda Hulswit telah bekerja di atelier Piere Cuypers (paman Edward Cuypers) dan terlibat dalam merealisasi the Rijksmuseum in  Amsterdam.

Seorang arsitek mendesain sebuah bangunan berdasarkan dari desain-desain yang telah ada sebelumnya. Arsitek professional tidak memiliki kebebasan untuk mendesain gedung yang diluar repertoar pemilik gedung /penyandang dana. Arsitek juga melibatkan konsekuensi fungsi gedung dimata konsumen akhir dari gedung itu. Sebuah gedung Bank atau Asuransi yang didesain dengan selera ketika penduduk setempatnya / pemilik gedung masih belum di “halaman buku” yang sama dengan sang arsitek, tidak akan terealisasikan.  Berbeda dengan Djikmans yang mendesain Katedral yang masih lumrah tipikal sebuah gereja, sebuah

Page 3: Arsitektur Dan Peninggalan Sejarah Di Surakarta Indonesia Tempo Doeloe

gedung Bank atau asuransi bisa “kehilangan” atau “menarik” nasabahnya juga tergantung  pada image bangunan yang tampil.

 Dengan asumsi ini, kita bisa menelusuri bangunan-bangunan lain selain Algemeene dan Escompto yang memiliki detail mirip. Berikut adalah gedung-gedung yang masih bisa ditelusuri dari foto-foto  lama.

Gedung kantor Geowehry di Jalan Rajawali tahun 1913 ketika hampir selesai dibangun. Perhatikan simetri gedung, permainan atapnya dan bukaan jendela balustrade (balkon selasar)dengan lengkungan setengah lingkaran. Kesan sekilas gedung ini mirip dengan kesan Algemeene tapi dengan detail yang berbeda (lebih polos). Foto di posting oleh Kharizh Chalifatirachman.

 

Gedung yg sama dari KITLV tahun 1915. Gedung ini masih ada dan menjadi bagian depan dari hotel Ibis Surabaya.

 

Gedung ANIEM lama di Gemblongan juga memiliki karakter mirip dengan Algemeene. Foto ini dari KITLV tahun 1915

 Escompto adalah karya Hulswit sendiri setelah gaya Algemeene menjadi selera gedung berukuran sedang waktu itu. Facade gedung memiliki balustrade berjendela. Sisi atas jendela melengkung.  Atap memiliki simetri dengan bagian tengah menonjol. Jeruji logam yang membentuk nama perusahaan berdiri di  atas atapnya. Perhatikan juga foto gedung yang belakangan muncul di sebelah Algemeene (persis di sebelah lokasi gedung Keresidenan).

Page 4: Arsitektur Dan Peninggalan Sejarah Di Surakarta Indonesia Tempo Doeloe

Perhatikan Gedung Nederland Indies Handelsbank berikut :

Gedung Nederland Indie Handelsbank di sebelah kanan dibangun tahun 1926 dengan selera yg kurang lebih sama dengan Algemeene.

Gedung-gedung dengan ciri Algemeene ini sepertinya menjadi salah satu selera arsitektur di Surabaya antara tahun 1900 sampai tahun 1930. Setelah tahun 1920 an mulai ada gerakan membangun gedung dengan ukuran lebih besar dengan desain lebih sederhana.

 Kembali ke Hulswit dengan karyanya yang pertama di Surabaya, gedung Algemeene. Desain Berlage rupanya diadopsi Hulswit untuk proyek berikutnya. Gedung Algemeene ini boleh dibilang menjadi tren acuan gedung-gedung perkantoran sedang yang muncul belakangan. Satu-satunya ciri khas yang tidak diambil Hulswit dari Berlage adalah detailnya :hiasan mural dan sculptures yang hanya ada di gedung Algemeene

ART DECO

Selain memiliki beberapa museum, di Bandung kita juga bisa menikmati suasana kota tua di beberapa sudutnya dengan banyaknya gedung–gedung tua yang berarsitektur unik. Arsitektur gedung-gedung tua di kota Bandung didominasi oleh gaya arsitektur yang dikenal dengan istilah art deco. Tak heran, pada tahun 2001, Bandung menjadi peringkat 9 dari 10 World Cities of Art Deco. Karena banyaknya bangunan bergaya art deco ini pula kemudian kemudian Bandung dijuluki Paris van Java.Masa kejayaan arsitektur art deco di Bandung terjadi sekitar tahun 1920-an. Ketika itu pemerintah Hindia Belanda berencana memindahkan Ibukota dari Batavia ke Bandung. Untuk tujuan tersebut, secara bertahap didirikanlah gedung–gedung baru untuk perkantoran pemerintah Hindia

Page 5: Arsitektur Dan Peninggalan Sejarah Di Surakarta Indonesia Tempo Doeloe

Belanda di Bandung. Gedung – gedung tersebut dibangun dengan gaya arsitektur yang sedang populer saat itu yaitu langgam art deco.Langgam art deco berkembang setelah berakhirnya Perang Dunia I hingga meletusnya Perang Dunia II. Saat itu masyarakat dunia sibuk menata kembali lingkungannya yang rusak akibat perang. Para seniman dan arsitek saat itu seakan diberi kesempatan untuk mencari inovasi baru untuk membangun kembali lingkungannya yang porak-poranda, hingga kemudian lahirlah gaya seni yang saat ini dikenal dengan langgam art deco.Menikmati kemegahan bangunan tua di Bandung dapat kita mulai dari Jalan Asia–Afrika. Di jalan yang bersejarah ini banyak berjejer bangunan kuno yang megah baik yang berarsitektur art deco maupun langgam arsitektur klasik lainnya. Grand Hotel Preanger, Hotel Savoy Homann, Gedung Merdeka, Toko De Vries dan Kantor Pos Bandung merupakan beberapa diantaranya.Grand Hotel Preanger pada awalnya merupakan sebuah toko hingga kemudian mengalami beberapa kali renovasi dan berubah fungsi menjadi hotel. Hotel bergaya art deco geometric ini didesain ulang oleh C.P. Wolff Schoemaker pada tahun 1929 dibantu oleh seorang muridnya sebagai juru gambar yang tak lain adalah Ir. Soekarno, yang kemudian menjadi presiden pertama Indonesia.

Hotel Savoy Homman pada awalnya bernama hotel Homann, yang dimiliki oleh keluarga Homann. Pada tahun 1940 hotel bergaya art deco jenis streamline moderne ini didesain ulang oleh Albert Aalbers yang kemudian namanya ditambah menjadi Hotel Savoy Homann. Beberapa tokoh dunia pernah menginap di hotel ini, salah satunya adalah Charlie Chaplin. Pada waktu diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika tahun 1955, hotel ini bersama dengan hotel Grand Preanger menjadi tempat menginap para pemimpin dunia.Di sebelah utara Hotel Savoy Homann terdapat Gedung de Vries. Gedung ini disebut-sebut sebagai pusat perbelanjaan pertama di Bandung. Tahun 1909 dan 1920 dilakukan pemugaran toko de Vries oleh biro arsitek Edward Cuypers Hulswitt dengan gaya klasik indis.

Page 6: Arsitektur Dan Peninggalan Sejarah Di Surakarta Indonesia Tempo Doeloe

Terakhir pada tahun 2010 toko ini kembali dipugar hingga tampilannya seperti tampak saat ini.Gedung Merdeka pertama kali dibangun pada tahun 1895 dengan nama Societeit Concordia. Pada tahun 1926 bangunan ini direnovasi seluruhnya oleh Wolff Schoemacher, Aalbers dan Van Gallen. Pada tahun 1954 gedung ini di pugar kembali untuk keperluan Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan pada tahun 1955.Masih di jalan Asia–Afrika, terdapat Kantor Pos Besar Bandung. Kantor pos ini selesai dibangun pada tahun 1928 hasil rancangan arsitek J. Van Gendt dengan gaya art deco geometric. Dahulu jalan tempat kantor pos ini berada bernama Postweg (Jalan Raya Pos). Jalan Raya Pos merupakan jalan sepanjang 1000 km yang dibangun pada masa Gubernur Jendral Daendels yang membentang dari Anyer hingga Panarukan dan melewati kota Bandung.Di jalan Braga, kita bisa melihat jajaran toko-toko kuno bergaya art deco. Di jalan ini juga terdapat Gedung DENIS Bank (sekarang Bank Jabar) yang di bangun pada tahun 1936 oleh arsitek Albert Aalbers bergaya art deco jenis streamline moderne. Berdekatan dengan DENIS Bank terdapat gedung bekas bioskop Majestic hasil karya arsitek C.P. Wolff Schoemaker yang telah berdiri sejak tahun 1925. Kini gedung bekas bioskop tersebut bernama New Majestic dan difungsikan untuk kegiatan seni budaya.Masih di Jalan Braga, kita juga bisa menikmati keindahan Gedung Bank Indonesia yang dahulu bernama Javasche Bank. Gedung ini selesai dibangun pada tahun 1918 oleh arsitek Hulswit, Fermont dan Edward Cuyfers dengan gaya Neo Klasik.Di Bandung utara, kita juga bisa menikmati keindahan arsitektur art deco, salah satunya adalah Villa Isola yang terdapat di dalam komplek kampus Universitas Pendidikan Indonesia. Villa ini di bangun tahun 1933 oleh arsitek C.P. Wolff Schoemaker.Belum lengkap rasanya jika kita berkunjung ke Bandung tanpa mengunjungi gedung yang menjadi ikon kota Bandung, yaitu Gedung Sate. Gedung bergaya Indo–Eropa ini mulai di bangun pada tahun 1920 hasil rancangan Ir. J. Gerber. Adanya ornamen mirip tusuk sate di puncak gedung ini menjadikan gedung ini dikenal dengan sebutan

Page 7: Arsitektur Dan Peninggalan Sejarah Di Surakarta Indonesia Tempo Doeloe

Gedung Sate. Konon jumlah 6 bulatan dalam tusuk sate tersebut menandakan pembangunan gedung ini menghabiskan dana sebanyak 6 juta Gulden. Saat ini Gedung Sate difungsikan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat.

GAYA / LANGGAMASAL MULA / SEJARAHTOKOHCONTOH BANGUNAN

IR. J. GERBERC.P. WOLFF SCHOEMAKERHULSWIT, FERMONT DAN EDWARD CUYFERSC.P. WOLFF SCHOEMAKERJ. VAN GENDTEDWARD CUYPERS HULSWITT