ardin brow

123
Log In Sign Up MAKALAH DASAR DASAR MIPA "Mahalnya Biaya Masuk Perguruan Tinggi" Disusun Oleh : Melvika Anggraini (RSAC311010) Uploaded by Melvika Anggraini top 4% 1,610 BAB IIPEMBAHASAN1.1.Kondisi Biaya Masuk Perguruan Tinggi di Indonesia Berikut saya tampilkan biaya masuk lewat jalur resmi Snmptn di Institut PertanianBogor ( IPB ): NFORMASI BIAYA PENDIDIKAN TAHUN PERTAMA TAHUN AKADEMIK 2012/2013 SNMPTN Jalur Undangan (Seluruh Nilai x Rp. 1000,-) PenghasilanKotor BulananOrangtua/Wali(P)Biaya Registrasi Mahasiswa Baru TA 2012/2013 SPP / TahunTotal BiayaBPMB AIAsramaPOMBPIFBPMP BPMKKategori KategoriKamar Deposit I II I II

Upload: atibaus

Post on 23-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

safsdf

TRANSCRIPT

Page 1: Ardin Brow

Log In Sign Up

MAKALAH DASAR DASAR MIPA "Mahalnya Biaya Masuk Perguruan Tinggi" Disusun Oleh : Melvika Anggraini (RSAC311010)

Uploaded byMelvika Anggraini

top 4% 1,610

  BAB IIPEMBAHASAN1.1.Kondisi Biaya Masuk Perguruan Tinggi di IndonesiaBerikut saya tampilkan biaya masuk lewat jalur resmi Snmptn di Institut PertanianBogor ( IPB ):NFORMASI BIAYA PENDIDIKAN TAHUN PERTAMA TAHUN AKADEMIK 2012/2013 SNMPTN Jalur Undangan(Seluruh Nilai x Rp. 1000,-) PenghasilanKotor BulananOrangtua/Wali(P)Biaya Registrasi Mahasiswa Baru TA 2012/2013 SPP / TahunTotal BiayaBPMB AIAsramaPOMBPIFBPMP BPMKKategori KategoriKamar Deposit I II I IIP<=500 800 500 1,200 100 0 0 0 0 1,130 3.730 3.730500 < P <=1.000800 500 1,200 100 350 3,000 1,500 1,000 1,130 8.080 6.5801.000 < P <=2.500800 500 1,200 100 400 6,000 3,500 1,600 1,130 11.730 9.2302.500 < P <=5.000800 500 1,200 100 450 10,000 6,500 2,400 1,130 16.580 13.0805.000 < P <=7.500800 500 1,200 100 500 15,000 10,500 3,400 1,130 22.630 18.1307.500 < P <=10.000800 500 1,200 100 550 21,000 15,500 4,600 1,130 29.880 24.38010.000 < P <=15.000800 500 1,200 100 650 25,500 20,000 5,800 1,130 35.680 30.180P > 15.000 800 500 1,200 100 750 30,000 24,500 7,000 1,130 41.480 35.980Ket:1. BPMB : Biaya Perlengkapan

Page 2: Ardin Brow

Mahasiswa Baru2. AI : Biaya Akses Layanan Internet3. POM : Iuran Perhimpunan Orangtua Mahasiswa4. BPIF : Biaya Pengembangan Institusi dan Fasilitas ( Kategori I dan II)5. BPMP : Biaya Peningkatan Mutu Pendidikan6. BPMK : Biaya Penyelenggaraan Mata Kuliah TPB

Page 3: Ardin Brow
Page 4: Ardin Brow
Page 5: Ardin Brow
Page 6: Ardin Brow
Page 7: Ardin Brow

  7. SPP : Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan8. Kategori I : Biaya berlaku untuk Program Studi Teknologi Pangan, Statistika, Ilmu Komputer, Agribisnis, danIlmu Gizi9. Kategori II : Biaya berlaku untuk Program Studi selain yang disebutkan pada Kategori IDari tampilan diatas dapat kita lihat bahwa biaya yang dikeluarkan melalui jalur resmi pemerintah saja sangat besar. Ternyata mahalnya biaya masuk perguruan tinggi karena banyaknya biaya embel – embel yang harus di tambah, biaya pembangunan, biayaoperasional dan biaya biaya lainnya.Institut Teknologi Bandung  

Page 8: Ardin Brow

memperkirakan pembiayaan sekitar Rp 27 juta/mahasiswa/tahun atau sebesar Rp 108 juta apabilamahasiswa mampu menyelesaikan pendidikan dalam 4 tahun. Jumlah tersebut sudahtermasuk BPPM (Biaya Penyelenggaraan Pendidikan yang dibayar diMuka) sebesar Rp 55 juta dan Rp 80 juta khusus SBM (Sekolah Bisnis danManajemen).( www.Kompasiana.com).Selain jalur resmi Snmptn, banyak jalur mandiri universitas yang biayanya tentu lebihmahal. Universitas Indonesia sedari awal memang tidak membuka jalur mandiri. Tetapimenyelenggarakan SIMAK UI yang tahun ini akan dimulai 3- 24 Juni 2011. UImengklaim biaya pendidikannya lebih berazaskan keadilan. Komponen biaya pendidikanS1 Reguler terdiri dari Biaya Operasional Pendidikan sebesar RP 100 ribu hinggamaksimal Rp 5 juta (Prodi IPS) dan Rp 7,5 juta (Prodi IPA). Biaya lainnya yaitu UangPangkal yang besarannya nol rupiah, Rp 5 juta, Rp 10 juta hingga Rp 25 juta (tergantungfakultasnya, termasuk disini fakultas kedokteran). Bagi mahasiswa yang tidak mampudapat mengajukan permohonan cicilan atau pengurangan uang pangkal.(www.Kompasiana.com).Pembanding lain adalah UNPAD yang menyelenggarakanSMUP UNPAD dan mensyaratkan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan sebesar Rp 2 jutaditambah Dana Pengembangan yang jumlahnya bervariasi antara Rp 12 juta (sastradaerah, sastra Perancis), Rp 57 juta (Ekonomi Akutansi berbahasa Inggris) hingga Rp 177 juta (Kedokteran).( www.Kompasiana.com ).Bagaimana dengan Universitas Gajah Mada(UGM)? UGM menyelenggarakan Penelusuran Bakat Swadana (PBS). UGM mematok Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) terendah Rp 10 juta (Filsafat), Rp 50 juta ( Ekonomi Akutansi /Ekonomi Manajemen) hingga Rp 100 juta(Kedokteran).   ( www.Kompasiana.com).  Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa, selain biaya iuran kuliah, adasemacam biaya “sumbangan” yang cukup besar yang harus dibayarkan calon mahasiswadan biaya “sumbangan” terbesar, selain kedokteran, terdapat pada program JurusanManajemen (Ekonomi/Akutansi). Program Jurusan Manajemen ini yang notabene banyak 

Page 9: Ardin Brow
Page 10: Ardin Brow

   peminatnya, tampaknya merupakan pundi-pundi emas bagi PTN tersebut di atas. Ketikaidealisme PTN telah berubah haluan menjadi bisnis semata, lalu apakah yangmembedakan antara PTN dengan PTS? Patutkah kita menyimpulkan bahwa Jalur Undangan merupakan Jalur Mandiri yang berganti “kulit” hanya untuk menghindariketetapan Kemendiknas yang melarang jalur berbasis uang tersebut diadakan sebelumSNMPTN?Apabila pemerintah kita mau jauh-jauh datang ke India untuk studi banding (ataumungkin sudah?), tentu mereka akan mengetahui bahwa PTN di India memang ditujukanke masyarakat India dari kalangan ekonomi lemah yang ingin menimba ilmu. Sebaliknya,PTS, dengan segala fasilitas dan kemudahannya, ditujukan bagi masyarakat India darikalangan ekonomi mampu.

Page 11: Ardin Brow

Fasilitas dan kemudahan tersebut tentu diiringi dengan biayayang tidak sedikit pula. Hebatnya, mereka yang mampu merasa enggan untuk kuliah diPTN sehingga tidak berebut kursi dengan mereka yang tidak mampu secara ekonomi.Tapi apakah PTN di India lebih baik dari PTS? Tentu tidak! PTN disini merupakan perguruan tinggi yang bersubsidi. Titik.PTN di Indonesia pun tidak seharusnya menggarap pangsa pasar untuk programS1.Stated-Owned Universitiesdi Amerika umumnya tidak menggarap program- programundergraduate(S1) karena PTN tersebut telah terfokus ke arah penelitian( research -based university) sehingga hanya menggarap utnuk program pascasarjana (S2)dan doktorat (S3) saja. PTN Amerika tidak lagi memikirkan untuk berkompetisi denganPTN dan PTS lokal, tetapi sudah berorientasi menujuworld class university. Sedangkan, program S1 dan sederajat umumnya dikelola oleh PTS dan terkadang dikenal dengannama college. Beberapacollegebisa berada di bawah naungan satu PTN. Bagaimanadengan PTN di Indonesia? Tidak hanya menggarap program S1 tetapi juga program D3.Bahkan calon mahasiswa yang fanatik PTN tidak masalah diterima di D3 dan berharapuntuk lanjut S1 (ekstensi) setelah lulus D3 di PTN tersebut. Toh mereka hanya perlumenambah 1 tahun saja. Lalu kapan PTN-PTN Indonesia bisa segera fokus menjadi perguruan tinggi kelas dunia?Tentulah kondisi pendidikan tinggi yang carut marut di Indonesia ini akanmenghancurkan mental mereka-mereka yang berharap dapat mengenyam pendidikan berkualitas di PTN-PTN top dan orang tua-orang tua calon mahasiswa saat ini akan jauhlebih realistis (tidak PTN-minded seperti tempo dulu) dan pada akhirnya akan memilihPTS-PTS yang juga tidak kalah kualitasnya. Biaya masuk perguruan tinggi negeri bisamencapai angka di atas Rp 100 juta, sementara setiap semester dapat mencapai Rp 70

Page 12: Ardin Brow
Page 13: Ardin Brow

   juta.Tingginya biaya tersebut semakin memperkecil akses masuk kePT.(www.kompas.com,12/05/2008). Demikian benang merah persoalan menyangkut biaya masuk perguruan tinggi negeri yang didapatkan Kompas dalam pencarian selamasepekan terakhir, mulai dari Jakarta (DKI Jakarta), Semarang (Jawa Tengah), Bandung(Jawa Barat), Surakarta (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), hingga Makassar (Sulawesi Selatan). Besar biaya masuk perguruan tinggi negeri (PTN) tersebut bergantung pada program S-1 yang diambil serta bidang ilmu yang dipilih. Programtersebut beragam dan berbeda antara satu PTN dan PTN lain. Bahkan, ada PTN yangmembuka program internasional. Pada program ini, mahasiswa membayar biaya berlipat-lipat dibandingkan program reguler pada setiap semesternya. Bagi para calon mahasiswayang gagal masuk melalui program S-1 reguler lewat seleksi nasional masuk PTN(SNMPTN), hampir semua PTN yang dihubungi memiliki program non-SNMPTN. Biayamasuk program non-SNMPTN ini lebih tinggi dibandingkan jalur SNMPTN. Programnon-SNMPTN ini pun berbeda antara satu PTN dan PTN lain-ada yang memiliki lebihdari lima program. Semua angka tersebut bisa kita bandingkan dengan biaya kuliah di National University of Singapore yang biayanya (tuition fee) berkisar 9.540 dollar Singapura hingga 27.350 dollar Singapura atau di Malaysia, Universitas KebangsaanMalaysia, yang memasang biaya 1.167 ringgit Malaysia hingga 1.500 ringgit Malaysia.Untuk kelas internasional dari sejumlah program seleksi penerimaan mahasiswa baru,yang termahal adalah jalur internasional. Universitas Indonesia pada tahun inimenerapkan jalur tersebut. Rektor Universitas Indonesia Prof Gumilar Rusliwa Somantrimenjelaskan, selain program S-1 reguler, pihaknya membuka kelas internasional untuk Fakultas Kedokteran, Teknik, Ekonomi, Psikologi, dan Ilmu Komputer bekerjasamadengan Universitas Queensland, Australia, untuk program double degree dan penggunaantenaga pengajar asing.Biaya kuliah per semester tiga kali lipat program S-1 reguler.Untuk Kedokteran, uang pangkal (biaya masuk) Rp 70 juta, dengan biaya per semester Rp 35 juta. Fakultas Teknik uang per semester Rp 20 juta, uang pangkal Rp 15 juta,sedangkan Ekonomi uang pangkal Rp 26 juta dan Rp 25 juta per semester.Sementara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, jalur non-SNMPTN at adadua, yaitu penelusuran bibit unggul sekolah (PBUS) dan penelusuran minat dankemampuan (PMDK). Mereka yang gagal di PMDK bisa menggunakan program PBUSdengan u dikenal jalur untuk orag kaya syarat sama, nilai rapor SMA semester I-V rata-rata 7,0 dan tak ada nilai di bawah 5,0. Sumbangan pembinaan pendidikan dari program- program itu sama, yaitu Rp 660.000 per semester. Namun, bagi PBUS masih ditambah

Page 14: Ardin Brow
Page 15: Ardin Brow

   biaya pengembangan institusi (BPI), untuk Fakultas Kedokteran Rp 100 juta, tetapi hanyaRp 2,5 juta bagi yang lewat PMDK. Untuk jurusan lain, BPI rata-rata di bawah Rp 10 juta. Sementara itu, di Institut Teknologi 10 Nopember Budi Santosa, ada 5 kategoriPMDK, di antaranya PMDK beasiswa. Mereka yang lolos PMDK beasiswa bebas uanggedung dan SPP. Mereka adalah pelajar dengan nilai akademis menonjol. Sementara diUniversitas Airlangga ada empat jalur PMDK (umum, prestasi, alih jenjang, dandiploma). Dari wilayah timur Indonesia, Universitas Hasanuddin membuka tiga jalur non-SNMPTN, yaitu jalur nonsubsidi (JNS), jalur penelusuran potensi belajar, dan jalur  prestasi olahraga, seni, dan keilmuan. Yang termahal adalah JNS. Pada jalur inimahasiswa membayar rata-rata uang kuliah Rp 20 juta setahun, sedangkan dari jalur SNMPTN rata-rata hanya Rp 1,5 juta setahun. Kepala Humas Unhas Dahlan Abubakar mengatakan, dana tersebut untuk subsidi silang.(Kompas,./2008/05/12).1.2.Penyebab Mahalnya Biaya Masuk Perguruan Tinggi Ada beberapa alasan mahalnya biaya masuk perguruan tinggi yang berhasil saya temukanalasan itu antara lain :1. Perguruaan tinggi yang dulunya berstatus badan hukum milik negara (BHMN), berubah menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Keadaan ini hampir sama cumamembedakan tata kelola keuangan saja. Pada status BLU , uang di perguruan tinggiseparuh disetor ke pemerintah masuk kas negara dan separuh masuk ke kas PerguruanTinggi yang bersangkutan. Dengan BLU ini tetap biaya mahal sehingga keluhan berbagai kalangan lantaran sudah memberatkan mahasiswa karena biayanya sangattinggi. Beragam nama pun muncul, mulai dari jalur umum, jalur khusus, jalur prestasi, jalur alih jenjang, dan sejumlah nama lainnya karena perubahan status ini, yangtentunya biaya masuknya lebih mahal.2. Mahalnya biaya masuk dan kuliah di PTN dipandang beberapa pengelola perguruantinggi sebagai upaya “subsidi silang” antara mahasiswa kaya dan miskin. Salah satuPTN yang dulu masuk BHMN menyebut biaya operasional per tahun sekitar Rp 1triliun, sedangkan dana dari pemerintah hanya sekitar Rp 300 miliar. Kekurangannya,antara lain, ditutupi dari mahasiswa yang menempuh “jalur khusus” ini. 

Page 16: Ardin Brow

Job Board About Press Blog Stories Terms Privacy Copyright   We're Hiring!   Help Center

Academia © 2015

Kamis, 05 Januari 2012

makalah penyebab banyaknya lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan

MAKALAH

Page 17: Ardin Brow

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB BANYAKNYA LULUSAN SLTA YANG TIDAK MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI

ADMINISTRASI NIAGA

Disusun oleh:

Nama : Anggun Novitasari

NIM : 0610 3060 0504

Page 18: Ardin Brow

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

2011

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL………………………………………………...i

LEMBAR PENGESAHAN……...…………………………………ii

DAFTAR ISI………………………………………………………..iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………..…………...……………………………..1

1.2 Rumusan Masalah………………………..…………...……………………….3

1.3 Tujuan…………………………………………..…………...………………...3

1.4 Manfaat………………………………………………..…………...……….....4

1.5 Metode………………………………………………………..…………...…..4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lulusan SLTA

Page 19: Ardin Brow

2.1.1 Definisi Lulusan SLTA………...……….…….………………………..5

2.1.2 Klasifikasi Lulusan SLTA…………………….……………………….6

2.1.3 Kriteria Lulusan SLTA…………………………….…………………..7

2.2 Pendidikan.

2.2.1 Definisi Pendidikan………………..……………………..…………...7

2.2.2 Tujuan Pendidikan………………………...…………………….…….8

2.2.3 Klasifikasi Pendidikan…………………………..…………….............9

2.3 Perguruan Tinggi

2.3.1 Definisi Perguruan Tinggi………..………….……………………….10

2.3.2 Klasifikasi Perguruan Tinggi………….…………..…………………11

2.3.3 Tujuan Perguruan Tinggi…………………….…………..…………..12

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Faktor penyebab lulusan SLTA tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

3.1.1 Faktor Internal penyebab lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

3.1.1.1 Kurangnya minat belajar siswa terhadap dunia

pendidikan dalam perguruan tinggi………….…….….……..15

3.1.1.2 Kurangnya harapan dari diri sendiri untuk

Page 20: Ardin Brow

Menjadi lebih maju dan untuk memperoleh

pekerjaan yang lebih baik……….……………...……..……..16

3.1.2 Faktor eksternal penyebab lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

3.1.2.1 Kondisi ekonomi orang tua yang kurang

atau bahkan tidak memadai …………………………………18

1.1.2.2 Kurangnya motivasi dari orang tua untuk

meningkatkan pendidikan anaknya…...........………………..20

3.1.2.3 Tidak terpenuhinya persyaratan yang

ditetapkan perguruan tinggi yang diinginkan…………………………………..…...…………...21

3.1.2.4 Tingginya biaya-biaya di pendidikan tinggi

dan kurangnya peran pemerintah untuk

memberikan subsidi………….....……………………………22

3.1.2.5 Lingkungan masyarakat yang kurang mendukung..............................................................................23

BAB IV PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Page 21: Ardin Brow
Page 22: Ardin Brow

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah Perguruan

tinggi. Akan tetapi, dengan melihat kondisi nyata saat ini tentang perguruan tinggi, tidak banyak orang

yang menginginkan hal tersebut. Hal ini disebabkan karena menurunnya minat belajar mereka dan

kurangnya harapan untuk menjadi orang yang lebih maju melalui perguruan tinggi. Selain itu, mereka

berpikir bahwa sedikitnya pilihan untuk menentukan pendidikan yang sesuai dengan keinginan dan

kondisi ekonomi orang tua yang kurang memadai.

Dengan demikian, mereka selalu beranggapan bahwa masih banyaknya orang menjadi

pengangguran setelah menjalani perguruan tinggi. Lalu, kemana mereka setelah lulus SMA atau SMK?

Akankah mereka menjadi pengangguran (nganggur), nikah atau kerja. Pada umumnya, pelajar yang

telah tamat SMK banyak yang memiliki skill atau keterampilan untuk menjadi tenaga kerja, namun

belum sepenuhnya mencukupi karena banyak orang yang memiliki keterampilan yang lebih tinggi

setelah mengikuti pendidikan di perguruan tinggi.

Oleh karena itu, dengan adanya perguruan tinggi dapat meningkatkan minat belajar siswa

setelah lulus SMA/SMK yang dilatarbelakangi dengan harapannya dan harapan orang tua mereka agar

anaknya menjadi orang yang sukses.

Banyaknya pilihan dalam perguruan tinggi yang sesuai dengan jurusan yang mereka inginkan

dan mereka juga dapat menentukan perguruan tinggi yang menjadi idaman mereka berdasarkan kondisi

Page 23: Ardin Brow

sosial-ekonomi kedua orang tua mereka yang cenderung lebih banyak berada di Strata menengah dan

rendah, tanpa harus dikhawatirkan karena jika terdapat kemauan atau minat yang besar akan ada

beasiswa yang dapat membantu mengurangi beban/biaya perkuliahan mereka. Karena hampir disetiap

perguruan tinggi terdapat beasiswa.

Mengingat sulitnya mendapatkan pekerjaan ditengah persaingan masyarakat luas. Perguruan

tinggi itu sangatlah penting agar memiliki kemampuan dan keterampilan yang cukup sebagai bekal

untuk menjadi tenaga kerja. Lebih bermutunya sebuah pekerjaan apabila mengikuti pendidikan di

perguruan tinggi terlebih dahulu, karena di dalam perguruan tinggi tidak hanya mementingkan teori

melainkan juga praktik. Setelah itu, akan lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan dengan posisi

yang lebih baik dan layak.

Oleh karena hal tersebut; bab ini penting untuk dibahas agar tidak ada lagi alasan untuk tidak

melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi terhadap pelajar yang telah lulus SLTA. Secara nasional

hanya 30-40 persen yang melanjutkan ke perguruan tinggi sedangkan sisanya menjadi tenaga kerja yang

tidak memadai karena tidak berbekal skill atau keterampilan. Pada saat ini, Indonesia menghadapi

masalah yang sangat serius dalam kualitas SDM, yang disebabkan kualitas pendidikan di Indonesia masih

sangat memprihatinkan. Itulah sebabnya pendidikan memegang peranan yang sangat penting, mulai

dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

Page 24: Ardin Brow

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah apakah faktor penyebab banyaknya

lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi ?. Secara rinci ruang lingkup

masalah yang akan dibahas adalah:

a. Apakah faktor internal penyebab banyaknya lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan ke

perguruan tinggi ?

b. Apakah faktor eksternal penyeab banyaknya lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan ke

perguruan tinggi ?

1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui penyebab atau alasan pelajar lulusan

SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Masalah yang akan dibahas secara rinci

adalah:

a. Memaparkan faktor internal penyebab lulusan SLTA tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.

b. Memaparkan faktor eksternal penyebab lulusan SLTA yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.

Page 25: Ardin Brow

1.4 Manfaat

Makalah ini ditulis agar bermanfaat bagi beberapa pihak, antara lain sebagai berikut;

1. Bagi penulis, penulis mengkaji makalah ini untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan melihat

perkembangan yang terjadi saat ini terhadap siswa lulusan SLTA.

2. Bagi pembaca, agar mengetahui sebagian besar penyebab dari lulusan SLTA yang tidak melanjutkan

pendidikan ke perguruan tinggi.

3. Bagi lulusan SLTA, makalah ini dapat bermanfaat sebagai masukan tanpa melihat sisi negatifnya dan

semoga lulusan SLTA dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

1.5 Metode

Metode yang digunakan penulis adalah metode studi pustaka. Metode studi pustaka ini

dilakukkan dengan cara membaca beberapa referensi untuk mendapatkan data yang berhubungan

dengan penyebab dari lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Page 26: Ardin Brow

Bab II

Tinjauan Pustaka

Pada tahun 1998, Tuti Budirahayu pernah membahas tentang rencana siswa SMU untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dihubungkan dengan aspirasinnya dan orang tua,

pada pendidikan dan pekerjaan, keyakinan akan arti fungsionnal dan pendidikan pada siswa SMU dan

orang tuanya dalam aspirasinya terhadap aspirasinya terhadap pekerjaan dan pendidikan lanjutan

setelah SMU. Penulis membahas tentang analisis faktor penyebab banyaknya lulusan SLTA yang tidak

melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Selain itu juga pada tahun 2010, Antonius Surbakti, Jhon T Ritonga, Sya’ad Afifuddin, dan

Wahyu Aryo P pernah membahas tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan siswa

SMA terhadap jasa perguruan tinggi. Sedangkan penulis dalam makalah ini membahas tentang analisis

faktor penyebab banyaknya lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Penulis menganggap makalah ini penting untuk dibahas karena melihat perkembangan pendidikan yang

terjadi saat ini tidak baik, melihat banyaknya anak-anak yang tidak dapat melanjutkan pendidikan

mereka hingga ke jenjang yang lebih tinggi.

2.1 Lulusan SLTA

Page 27: Ardin Brow

2.1.1 Definisi lulusan SLTA

SLTA adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal, sekolah menengah atas di

tempuh dalam waktu 3 tahun, pada akhir tahun ketiga siswa diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (UAN)

yang memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan SLTA dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi

atau langsung bekerja. (Wikipedia,2006:1)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa lulusan SLTA adalah pelajar yang telah

mengikuti ujian akhir nasional dan ujian akhir sekolah dan telah dinyatakan lulus pada tahap tersebut

berdasarkan ketetapan pemerintah pada suatu daerah dan telah menerima ijazah sebagai bukti bahwa

berakhirnya pendidikan pada jenjang tersebut.

2.1.2 Klasifikasi lulusan SLTA

Pendidikan menengah di Indonesia terdiri dari pendidikan menengah ke atas (SMA) dan

pendidikan menengah kejuruan (SMK). Antara SMA dan SMK terdapat perbedaan yang sangat menonjol.

SMA lebih menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan cenderung teoritis sebagai bekal untuk

melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi sedangkan SMK lebih menitikberatkan pada

penguasaan ketrampilan praktis sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja. Walaupun lulusan SMK

dipersiapkan untuk terjun ke lapangan kerja, terbuka kesempatan bagi siswa untuk melanjutkan

studinya pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah bentuk satuan pendidikan menengah yang

orientasinya memberi bekal siswa untuk memasuki lapangan kerja tingkat menengah dan

melanjutkan ke jenjang pendidikan sesuai dengan kekhususannya (kejuruannya).

Page 28: Ardin Brow

Pendidikan menengah diselenggarakan melalui bentuk-bentuk satuan pendidikan

menengah umum, kejuruan, keagamaan (MAN), kedinasan dan luar biasa. Meskipun masing-masing

satuan pendidikan tersebut memiliki tujuan yang berbeda, namun lulusannya dapat melanjutkan

pada jenjang pendidikan tinggi. Hal ini berarti bahwa lulusan SMK dapat pula melanjutkan studinya

sampai pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi.

2. 1.3 Kriteria lulusan SLTA

Kriteria lulusan SLTA yaitu pelajar yang telah dinyatakan secara resmi menurut hukum yang

berlaku dan telah menerima surat tanda kelulusan (STK), Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU)/ ijazah

serta telah menerima rapor dari sekolah yang bersangkutan. Selain itu, bagi pelajar yang telah lulus SLTA

sudah dinyatakan siap untuk menentukan jalan atau pilihan hidup sesuai keinginan masing-masing

individu misalnya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi

2.2 Pendidikan.

2.2.1 Definisi Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. ( Wikipedia, 2011:1).

Akan tetapi, pendidikan juga dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang dalam membimbing

dan memimpin anak menuju ke pertumbuhan dan perkembangan secara optimal agar dapat berdiri

sendiri dan bertanggung jawab.( Indrayanto,2011:1)

Page 29: Ardin Brow

Pendidikan yaitu usaha sadar, terencana, sistematis, berlangsung terus-menerus, dan menuju

kedewasaan. (Hartoto,2009:1)

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dinyatakan sangat penting oleh pemerintah, hal

tersebut tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 dan berhak untuk diikuti oleh setiap warga negara sesuai

ketentuan yang berlaku pada suatu negara sebagai penerus bangsa. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan

terencana (bertahap) dalam meningkatkan potensi diri peserta didik dalam segala aspeknya menuju

terbentuknva kepribadian dan ahlak mulia dengan menggunakan media dan metode pembelajaran yang

tepat guna melaksanakan tugas hidupnya sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang

setinggi-tingginya.

2.2.2 Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah menambah ilmu pengetahuan baik ilmu alam maupun ilmu sosial,

mengembangkan bakat yang dimiliki, serta dengan adanya pendidikan maka dapat mewujudkan cita-

cita. Sedangkan menurut negara, pendidikan dapat memajukan kehidupan bangsa karena salah satu

pengaruh terhadap perkembangan suatu negara yaitu melalui pendidikan.

Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan

indah untuk kehidupan. (Nur,2010:1)

Oleh karena itu, tujuan pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu memberikan arah kepada

segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan

pendidikan. Tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara komponen-komponen pendidikan

lainya. Tujuan pendidikan bersifat normatif, yaitu mengandung unsur-unsur norma bersifat memaksa,

tetapi tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh

Page 30: Ardin Brow

masyarakat sebagai nilai hidup yang baik.Sehubungan dengan fungsi tujuan yang demikian penting itu,

maka menjadi keharusan bagi pendidik untuk memahaminya. Kekurang pahaman pendidik terhadap

tujuan pendidikan dapat mengakibatkan kesalahan didalam melaksanakan pendidikan.

2.2.3 Klasifikasi Pendidikan

Klasifikasi pendidikan terbagi menjadi dua yaitu pendidikan formal dan informal. Pendidikan

formal yaitu pendidikan menurut peraturan pemerintah (SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi).

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada

umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar,

pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. (Wikipedia,2011:1)

Sedangkan pendidikan informal yaitu pendidikan yang diikuti sebagai tambahan dalam

meningkatkan ilmu pengetahuan misalnya dari suatu lembaga atau kursus.

2.3 Perguruan Tinggi

2.3.1 Definisi Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik

perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik pergutuan tinnggi disebut dosen.

Menurut jenisnya perguruan tinggi dibagi menjadi dua yaitu perguruan tinggi negeri dan perguruan

tinggi swasta. Perguruan tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya

dilakukan oleh negara, sedangkan perguruan tinggi swasta adalah perguruan tinggi yang pengelolaan

dan regulasinya dilakukan oleh swasta. ( Supriona, 2011:1).

Page 31: Ardin Brow

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup

program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. (Wikipedia,

2011:1).

Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan terakhir setelah TK, SD, SMP, SMA hingga saat ini

terdiri dari gelar diploma, sarjana, dan doktor. Kuliah hanya menambah pengetahuan dan keterampilan

kita dalam bekerja nanti. Jurusan kuliah adalah pilihan cabang ilmu yang dipilih calon mahasiswa

berdasarkan minat atau bakatnya. (Yuse,2009:1)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perguruan tinggi merupakan salah

satu tahapan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi atau sering kali disebut sebagai pendidikan

tinggi. Perguruan tinggi sangat menentukan dalam persoalan mencari pekerjaan.

Peserta didik dalam perguruan tinggi disebut mahasiswa, dan sedangkan tenaga pendidik

perguruan tinggi disebut dosen.

(Wikipedia,2011:1)

Di perguruan tinggi terdapat berbagai jenis jurusan yang dapat ditentukan menurut pilihan yang

diminati, misalnya kedokteran, keguruan, ataupun teknik dan lain-lain.

Adapun pengertian perguruan tinggi idaman yaitu perguruan tinggi yang mempunyai mutu/

kualitas yang tetap dipertahankan dan terus ditingkatkan dengan biaya yang bisa terjangkau oleh semua

lapisan mayarakat dengan suasana kuliah yang nyaman dan tentram, sanggup mengadakan terobosan

terhadap perkembangan dimasyarakat dan berguna bagi masyarakat nusa dan bangsa baik secara

kelembagaan maupun secara output mahasiswanya, sehingga menjadi favorit dan dicintai masyarakat.

Page 32: Ardin Brow

(Banun, 2010:2)

2.3.2 Klasifikasi Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.

Akademi merupakan perguruan tinngi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu

cabang atau sebagian ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu.

Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam

sejumlah bidang pengetahuan khusus.

Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik

dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu.

Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan

pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.

Universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang

menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.

Perguruan tinggi tergolong dalam beberapa kelompok yaitu perguruan tinggi negeri, perguruan

tinggi swasta, dan perguruan tinggi ikatan dinas. Perguruan tinggi terbagi dalam berbagai pilihan yaitu

pendidikan Sarjana (S-1 sampai S-3) dan pendidikan Diploma (D-1 sampai D-4). Perguruan tinggi negeri

yaitu pendidikan tinggi yang peraturannya berdasarkan pemerintahan misalnya universitas-universitas

negeri, Perguruan tinggi swasta yaitu pendidikan tinggi yang dibangun secara pribadi atau dari suatu

lembaga misalnya PGRI dan Muhammadiyah, sedangkan perguruan tinggi ikatan dinas yaitu pendidikan

Page 33: Ardin Brow

tinggi yang berdasarkan pemerintahan namun sudah mendapatkan kepastian untuk dapat bekerja

secara langsung setelah mengikuti pendidikan tersebut misalnya STAN, STIS, dan AMG dan lain-lain.

2.2.3 Tujuan Perguruan Tinggi

Tujuan pendidikan umum di perguruan tinggi adalah sebagai usaha membantu perkembangan

kepribadian mahasiswa agar mampu berperan sebagai anggota masyarakat dan bangsa serta agama dan

untuk menumbuhkan kepekaan mahasiswa terhadap masalah-masalah dan kenyataan-kenyataan sosial

yang timbul di dalam masyarakat Indonesia. (Lukman,2010:1)

Pendidikan umum yang diselenggarakan oleh universtias dan institut kemudian dikenal dengan

mata kuliah dasar umum atau MKDU yang terdiri dari beberapa mata kuliah seperti agama dan

kewarganegaraan. Secara khusus mata kuliah dasar umum bertujuan untuk menghasilkan warga negara

sarjana yang berjiwa pancasila sehingga segala keputusan serta tindakannya mencerminkan pengamalan

nilai-nilai pancasila dan memiliki integritas kepribadian yang tinggi, yang mendahulukan kepentingan

nasional dan kemanusiaan sebagai sarjana Indonesia, taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, bersikap

dan bertindak sesuai dengan ajaran agamanya dan memiliki toleransi terhadap pemeluk agama lain dan

memiliki wawasan komprehensif dan pendekatan integral didalam menyikapi permasalahan kehidupan

baik sosial, politik maupun pertahanan keamanan.

Tujuan Perguruan tinggi yaitu agar dapat mewujudkan cita-cita atau harapan, baik secara pribadi

maupun harapan dari orang tua demi kesuksesan anaknya. Dengan adanya perguruan tinggi, maka

Page 34: Ardin Brow

dapat mempermudah jalan untuk menggapai cita-cita karena mengikuti perguruan tinggi merupakan

salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dan ditetapkan oleh banyak perusahaan yang ada untuk

memperoleh sebuah pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan bidangnya masing-masing.

Dengan adanya perguruan tinggi, maka pelajar dapat meningkatkan ilmu pengetahuan,

mengembangkan dan memperdalam bakat atau keterampilan yang dimiliki karena dalam perguruan

tinggi ilmu yang akan dibahas yaitu hanya menjurus pada bidang yang kita inginkan untuk dapat

memperoleh pekerjaan dengan baik. Perguruan tinggi berfungsi sebagai pendidikan terakhir sebelum

masuk dalam dunia kerja.

Pendidikan tinggi diharapkan dapat menghasilkan sarjana-sarjana yang mempunyai

seperangkatpengetahuan yang terdiri atas Kemampuan akademis yaitu kemampuan untuk

berkomunikasi secara ilmiah, baik lisan maupun tulisan, menguasai peralatan analisis, maupun berpikir

logis, kritis, sitematis, dan analitis, memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan

merumuskan masalah yang dihadapi, Kemampuan professional yaitu kemampuan dalam bidang profesi

tenaga ahli yang bersangkutan. Dengan kemampuan ini, para tenaga ahli diharapkan memiliki

pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi dalam bidang profesinya dan Kemampuan personal adalah

kemampuan kepribadian. Dengan kemampuan ini para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan

sehingga mampu menunjukkan sikap, dan tingkah laku, dan tindakan yang mencerminkan kepribadian

Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai keagamaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan, serta

memiliki pandangan yang luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat

Indonesia.

Bab III

Pembahasan

Page 35: Ardin Brow

3.1 Faktor penyebab lulusan SLTA tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

3.1.1 Faktor Internal penyebab lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

3.1.1.1 Kurangnya minat belajar siswa terhadap dunia pendidikan dalam perguruan tinggi.

Minat para siswa saat ini semakin menurun terkait hubungannya dengan keadaan ekonomi

mereka dan akhirnya lebih memutuskan untuk langsung mencari pekerjaan. Selain itu, ada beberapa

siswa yang telah merasa bosan dengan menuntut ilmu dan berpikir bahwa masih banyaknya orang yang

menjadi pengangguran setelah lulus dari perguruan tinggi. Siswa yang melanjutkan studi ke perguruan

tinggi hanya sedikit, namun yang berminat untuk terjun ke dunia kerja banyak. Apalagi pada Sekolah

Menengah Kejuruan adalah bentuk satuan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk

menyiapkan siswa memasuki lapangan kerja tingkat menengah, sehingga tidak mengherankan bila

selesai dari SMK banyak siswa yang lebih berminat untuk bekerja daripada melanjutkan studi ke

perguruan tinggi. Padahal kenyataannya kalau hanya lulusan SMK biasanya hanya menjadi pekerja

kasar. Para siswa seharusnya memiliki pandangan bahwa kuliah itu perlu untuk menggapai masa depan

yang lebih baik. Apalagi saat ini persaingan hidup semakin berat, maka dari itu pendidikan harus

dikembangkan dengan benar. Kuliah dapat menambah intelektualitas kita, begitu juga saat kita mencari

pekerjaan mudah dan pengalaman kita juga bertambah.

Dari pernyatan diatas dapat disimpulkan bahwa keinginan siswa untuk bekerja menjadi faktor

penghambat dalam melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Akan tetapi minat tersebut harus disertai

dengan dukungan dari orang-orang sekitar terutama orang tua.

Page 36: Ardin Brow

3.1.1.2 Kurangnya harapan dari diri sendiri untuk menjadi lebih maju dan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih

baik.

Dalam hal ini minat melanjutkan studi ke perguruan tinggi bila dilandasi oleh kemauan dari dalam

yang kuat untuk maju akan memberikan hasil yang lebih optimal. Saat ini banyak para pelajar yang

mengharapkan kesenangannya saja tanpa memikirkan pendidikan, mereka hanya menghabiskan

waktunya untuk bersenang-senang tanpa memikirkan orang tuanya yang berniat yang menjadikan

anaknya lebih maju dan memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang tuanya.

Namun ada siswa yang melanjutkan studi bukan karena keinginannya sendiri tapi kemauan orang lain.

Usia remaja dimana interaksi sosial dan pengaruh dari teman sebaya semakin menjadi penting.

Beberapa keputusan siswa banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Sebagian pelajar yang memiliki

keterbatasan ekonomi hanya mengharapkan untuk dapat secepatnya memiliki uang dengan langsung

mencari pekerjaan setelah tamat dari SLTA, mereka tidak memiliki harapan yang lebih untuk

memperdalam ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu agar mendapatkan pekerjaan yang mapan

dan adanya keinginan menyandang gelar sarjana. Padahal di usia yang masih muda, lulusan SMA akan

mengalami kesulitan bila harus langsung masuk ke dunia kerja karena dalam dunia kerja atau industri

sekarang ini kita diharuskan untuk berpendidikan tinggi, kalau hanya lulusan SMK/SMA kita mau jadi

apa?. Dunia pendidikan itu selalu berkembang jadi kita harus bisa mengikuti. Kalau hanya lulusan SMK

atau sederajat biasanya hanya menjadi pekerja kasar. Oleh karena itu untuk mendapatkan bekal dan

keahlian yang cukup, tamatan SLTA harus melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi.

3.1.2 Faktor eksternal penyebab lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Page 37: Ardin Brow

3.1.2.1 Kondisi ekonomi orang tua yang kurang atau bahkan tidak memadai.

Hambatan yang paling utama bagi siswa yang berminat melanjutkan studi ke perguruan tinggi

adalah status sosial ekonomi orang tua yang rendah. Padahal, setiap orang tua memiliki harapan agar

dapat menyekolahkan anaknya sampai ke pendidikan tinggi tapi mereka memiliki keterbatasan dalam

biaya.

Kemauan merupakan dorongan keinginan pada setiap manusia untuk membentuk dan

merealisasikan diri dalam arti mengembangkan segenap bakat dan kemampuannya serta meningkatkan

taraf kehidupannya. Kemauan berkaitan erat dengan suatu tujuan atau cita-cita tertentu yang ingin

dicapai dan kemauan selalu berkaitan erat dengan kemampuan. Oleh karena itu sulit untuk memisahkan

pembicaraan antara kemauan dan kemampuan, seperti halnya beberapa siswa dimana siswa

mempunyai kemauan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi tetapi tidak disertai dengan

kemampuan finansial orang tuanya.

Siswa umumnya mempunyai kemauan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Adanya

kemauan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi dikarenakan adanya cita-cita tertentu yang ingin

dicapai oleh siswa. Keinginan untuk memperdalam ilmu pengetahuan tertentu turut mendorong

kemauan siswa untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Dengan memperdalam pengetahuan

tersebut mereka berharap dapat memperoleh pekerjaan yang lebih mapan seperti yang dicita-citakan.

Kemauan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi terkait pula dengan gelar kesarjanaan yang ingin

disandang oleh siswa. Dengan demikian, kemauan siswa menjadi faktor pendorong untuk melanjutkan

studi ke perguruan tinggi. Tapi berbanding terbalik dengan kenyataannya, banyak orang tua murid

mengharapkan dapat menyekolahkan anaknya sampai meraih gelar sarjana. Mereka sadar bahwa

dengan pendidikan yang tinggi akan dapat menjadi alat untuk mencapai kemajuan ke arah kehidupan

yang lebih baik. Namun dengan ekonomi yang tidak mendukung, mengakibatkan orang tua hanya dapat

Page 38: Ardin Brow

menyekolahkan anaknya hanya sampai tingkat SLTA saja dan setelah itu mengharuskan anaknya untuk

langsung bekerja. Dengan keadaan ekonomi orang tua yang rendahlah yang membuat siswa putus asa.

3.1.2.2 Kurangnya motivasi dari orang tua untuk meningkatkan pendidikan anaknya.

Selain minat dan harapan dari pelajar lulusan SLTA, dukungan keluarga terutama orang tua juga

menjadi faktor pendorong bagi siswa dalam melanjutkan studi keperguruan tinggi. Dengan adanya

dorongan dari orang tua tersebut dapat memantapkan minat siswa dalam melanjutkan studi ke

perguruan tinggi. Dari dorongan itu pula akan menambah semangat dalam kegiatan belajar. Namun

kenyataannya, cara orang tua dalam memberikan motivasi terhadap anaknya sangatlah kurang.

Motivasi mempunyai peranan penting dalam proses belajar guna memelihara dan meningkatkan

semangat belajar siswa. Seorang siswa yang mempunyai intelegensi yang cukup tinggi, bisa gagal karena

kurang adanya motivasi dalam belajarnya karena bagi siswa motivasi belajar dapat menumbuhkan

semangat belajar sehingga siswa terdorong untuk melakukan perbuatan belajarnya. Siswa melakukan

aktivitas belajar dengan senang karena didorong motivasi. Itulah sebabnya kuliah dibutuhkan dukungan

dari orang tua karena orang tualah yang membiayai.

3.1.2.3 Tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan perguruan tinggi yang diinginkan.

Page 39: Ardin Brow

Memasuki perguruan tinggi memiliki kesulitan tersendiri karena banyaknya program studi yang

ditawarkan. Namun, siswa pasti memiliki faktor-faktor tertentu yang memudahkannya dalam memilih

program studi.

Sebagian lulusan SLTA tidak dapat melanjutkan pendidikan karena syarat yang ditetapkan oleh

perguruan tinggi tidak dapat terpenuhi dan membuat para pelajar tersebut menjadi putus asa. Hal

tersebut disebabkan karena terlalu banyaknya peraturan yang ditetapkan oleh perguruan tinggi,

misalnya tinggi badan, nilai yang harus tinggi, termasuk juga dengan biaya-biaya pemasukan yang tinggi

salah satunya uang pembangunan. Jika salah satu ketetapan tidak dapat terpenuhi maka pelajar lulusan

SLTA tersebut dinyatakan gagal untuk mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi yang mereka inginkan.

Alumni SLTA yang akan memilih program studi hendaknya mengenali diri sehingga program studi

yang dipilih sesuai, serta mencari informasi tentang perguruan tinggi dengan mempertimbangkan faktor

internal dan eksternal dan mengecek info yang didapat agar persyaratan yang ditetapkan oleh

perguruan tinggi yang diinginkan dapat terpenuhi.

3.1.2.4 Tingginya biaya-biaya di pendidikan tinggi dan kurangnya peran pemerintah untuk memberikan subsidi.

Untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan dengan

kondisi ekonomi orang tua yang rendah menghalangi keinginan siswa untuk kuliah. Misalnya saja dalam

biaya pembangunan sebagai persyaratan awal untuk melanjutkan pendidikan di peguruan tinggi.

Seperti yang kita ketahui biaya-biaya pembangunan dalam perguruan tinggi saat ini sangatlah mahal,

apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka pelajar tersebut tetap dinyatakan gagal untuk masuk

ke perguruan tinggi. Maka dari itu pemerintah harus mengalokasikan dana dalam bentuk subsidi untuk

membantu lulusan SLTA yang kekurangan dana untuk melanjutkan pendidikan tinggi.

Page 40: Ardin Brow

Selain itu juga setiap pelajar yang telah mengikuti ujian semester di perguruan tinggi diwajibkan

untuk membayar uang semester, biaya yang dikenakan pun tidak sedikit, lantas bagaimana dengan

orang yang memiliki kendala dalam hal biaya, apakah mereka akan menghentikan pendidikannya.

Belum lagi ditambah dengan biaya-biaya praktek, biaya akomodasi, dan biaya transportasi yang harus

dipenuhi juga.

3.1.2.5 Lingkungan Masyarakat yang Kurang Mendukung

Lingkungan dapat menjadi pengaruh perkembangan mental dan pilaku anak. Tidak bisa

dielakkan lingkungan menjadi salah satu bagian yang membentuk perkembangan psikologi anak.

Dengan adanya interaksi dengan lingkungan yang beraneka ragam, anak dapat terpengaruh oleh

hal yang negatif dan yang positif. Orang tua tidak bisa selalu mengawasi pergaulan anak di

lingkungan masyarakat setiap detiknya. Orang tua hanya bisa menjadi motivator di dalam

keluarga. Namun orang tua bisa mengurangi masuknya hal yang negatif kepada perkembangan

anak, dengan cara memberikan contoh yang positif kepada anak dan memberikan nasehat yang

positif.

Pada saat ini, banyak pelajar yang suka berkumpul dengan teman sebaya (Nongkrong) yang

tujuannya tidak jelas sambil mabuk-mabukan. Banyak anak-anak yang menganggur (putus sekolah) dan

mereka lebih suka pekerjaan yang gajinya sedikit, mereka tidak berusaha untuk meningkatkan taraf

hidup. Lingkungan masyarakat sekitar yang kurang mendukung adalah faktor dapat mempengaruhi dan

menghambat kemajuan siswa untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Hal ini disebabkan karena

lingkungan terdekat yang sangat mempengaruhi minat para remaja untuk melanjutkan pendidikannya

Page 41: Ardin Brow

ke perguruan tinggi adalah lingkungan keluarga lalu kemudian beralih ke lingkungan masyarakat yang

jangkauannya lebih luas. Namun tidak banyak juga para remaja yang telah memiliki keinginan untuk

melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, namun tidak bisa terwujud karena alasan ekonomi yang

tidak mencukupi. Ada pula faktor lain yang menyebabkan hal itu tidak dapat terwujud, yaitu daya fikir

para remaja. Kemampuan seseorang antara yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Jadi, ada

seseorang yang tidak memiliki kemampuan berfikir yang tinggi untuk dapat mengikuti pendidikan di

perguruan tinggi. Sehingga orang tersebut tidak bisa mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Jika kita

dihadapkan pada persoalan atau permasalahan seperti ini, para remaja tidak dapat disalahkan

sepenuhnya. Karena faktor penyebabnya bukan berasal dari remaja tersebut, akan tetapi dari kondisi

kehidupan dan kenyataan yang sudah seharusnya mereka terima.

Bab IV

Penutup

4.1 Kesimpulan

Pendidikan di perguruan tinggi merupakan sesuatu yang penting dan formal. Akan tetapi,

dengan melihat kondisi saat ini banyak orang yang menginginkan hal tersebut tetapi tidak didukung

dengan berbagai faktor terutama dalam hal biaya. Selain itu, minat para pelajar saat ini sangatlah

Page 42: Ardin Brow

minim. Minat belajar tersebut menurun karena kurangnya harapan dari dalam diri mereka untuk

menjadi lebih maju dan tidak adanya kemauan untuk mendapatkan pekerjaan dengan posisi yang layak

serta kurangnya dukungan dari orang tua. Mereka selalu berpikir bahwa hanya sedikitnya pilihan untuk

menentukan perguruan tinggi yang sesuai dengan keinginannya. Para pelajar tersebut juga beranggapan

bahwa akan masih banyaknya pengangguran walaupun telah menjalani pendidikan di perguruan tinggi.

Itulah sebabnya, banyak lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan lebih

memilih untuk langsung bekerja walaupun hanya dengan gaji yang sedikit demi membantu

perekonomian keluarganya. Padahal pelajar yang telah tamat dari SMK, telah banyak yang memiliki skill

atau keterampilan untuk menjadi tenaga kerja, Namun hal tersebut belum sepenuhnya mencukupi jika

dibandingkan dengan mengukuti pendidikan tinggi atau kuliah.

4.2 Saran

Bagi para lulusan SLTA jangan mudah berputus asa, walaupun dengan keadaan ekonomi yang

kurang atau tidak memadai, masih banyak beasiswa yang akan diberikan kepada masyarakat yang tidak

mampu yang diberikan oleh pemerintah atau dari perguruan tinggi yang sesuai dengan apa yang kita

inginkan. Hal itu dapat diraih apabila ada niat dan usaha yang sungguh-sungguh untuk meraih nilai yang

baik sehingga bisa mendapatkan beasiswa.

Bagi para orang tua, sebaiknya selalu memberikan motivasi kepada anak-anaknya agar anaknya

memiliki keinginan untuk tetap melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi karena dukungan

dan semangat orang tualah yang menjadi faktor pendorong paling utama agar anaknya memiliki

semangat dalam menuntut ilmu pengetahuan.

Page 43: Ardin Brow

Bagi pemerintah, sebaiknya lebih memperhatikan dunia pendidikan saat ini sehingga

masyarakat dapat merasakan pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi dengan memberikan

subsidi terhadap masyarakat yang memiliki ekonomi rendah dan sedikit mengurangi beban mereka.

Daftar Pustaka

Ahira,Anne.2011. Pengertian Pendidikan

http://www.anneahira.com/artikel-pendidikan/pengertian-pendidikan.htm

diakses pada tanggal 2 Juli 2011

Banun, Muliardy.2010. Definisi Perguruan Tinggi Idaman

banun_online.com/kemana_setelah_lulus_sma_definisi_perguruan_tinggi_idaman. diakses pada tanggal 10 Juni 201

Hartoto.2009. Pengertian Pendidikan

http://fatamorghana.wordpress.com diakses pada tanggal 4 Juli 2011

Indrayanto.2011. Pengertian Pendidikan

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2043347-pengertian-pendidikan/#ixzz1R6PQ7gQ2 diakses pada tanggal 1 Juli 2011

Lukman, Iwayan.2010. Tujuan pendidikan umum di perguruan tinggi

http://windysukmawan.blogspot.com/2009/12/tugas-materi-ilmu-sosial-dasr.html diakses pada tanggal 5 Juli 2011

Page 44: Ardin Brow

Nur, Anan.2010. Hirarki Tujuan Pendidikan Indonesia

www.bnsp-indonesia.org diakses pada tanggal 2 Juli 2011

Supriona.2011. Perguruan Tinggi Swasta diakses pada tanggal 2 Juli 2011

Surbaktil,Antonuis.dkk.2010. Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi permintaan siswa SMA Terhadap Jasa Perguruan Tinggi. Http://Jurnalmepaekonomi.blogspot.com/2010/05/analisi_faktor_faktor_yang_4559.html diakses pada tanggal 1 Juli 2011

Wikipedia.2011. Pendidikan tinggi

http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan diakses pada tanggal 26 Juni 2011

Wikipedia.2011. Pendidikan formal

http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan diakses pada tanggal 26 Juni 2011

Yuse.2009. Definisi Perguruan Tinggi pada tanggal 2 Juli 2011

pengaruh ekonomi terhadap prestasi belajar di desa karangkerta BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangHingga saat ini tingkat pendidikan di Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara berkembang di asia tenggara. Masih banyak anak-anak baik di kota maupun suku pedalaman yang

Page 45: Ardin Brow

belum mengenal pendidikan. Pola hidup mereka sangat terbelakang dan berpikir pendidikan itu tidak penting, yang terpenting menurut mereka adalah bisa bekerja dan bisa membantu keluarganya.Dan salah satu dampak pendidikan di Indonesia ini adalah karena perekonomian di negara kita. Semakin perekonomian itu baik maka pendidikan di suatu negara itu akan baik pula. Rata-rata pendidikan di Indonesia itu masih di bilang sangat mahal, jadi hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengenyam bangku pendidikan. Secara umum pendidikan merupakan salah satu dari berbagai investasi manusia yang sangat memberi andil dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan pendidikan maka seorang individu akan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga menjadi manusia yang memiliki sumber daya yang berkualitas sesuai harapan. Dengan kualitas sumber daya manusia yang baik diharapkan manusia dapat membuka cakrawala berpikir, memperluas wawasan serta menguasai pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang nantinya dapat memberikan kontribusi yang besar dalam memajukan pembangunan nasional.Dalam mengoptimalkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi maka faktor ekonomi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kelanjutan pendidikan. Harus diakui bahwa banyak anak yang mengalami putus sekolah karena disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak mencukupi.Di tengah krisis ekonomi yang seperti sekarang ini, beban orangtua menjadi sangat besar sehingga kebutuhan keluarga terkadang sulit terpenuhi. Di samping itu, beban yang banyak dirasakan oleh setiap orangtua adalah tingginya biaya pendidikan. Setiap tahun biaya pendidikan semakin meningkat, sehingga orangtua terutama orangtua yang berpenghasilan rendah/merasa terbebani. Kondisi seperti ini akan berpengaruh bagi kelangsungan masa depan anak, sementara di sisi lain, anak dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan.Sementara itu, hal yang sangat memberatkan pada orangtua yang berpenghasilan rendah adalah tingginya biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orangtua dalam hal ini merupakan kendala yang sangat besar. Oleh karena itu, kendala ekonomi keluarga ini akan menjadi pusat perhatian yang cukup serius baik oleh orangtua sendiri terutama oleh pemerintah yang selama ini telah menghapuskan sumbangan biaya pendidikan (SPP), namun pada sisi lain para murid yang kurang mampu biaya pendidikan sama dengan orangtua yang ekonominya cukup memadai. Biaya pendidikan yang dimaksudkan dikelolah oleh Komite Sekolah yang juga merupakan wakil dari orangtua, namun sesungguhnya tidak mencerminkan sebagai wakil orangtua terutama dirasakan oleh yang orangtuanya berpenghasilan rendah. Untuk memecahkan persoalan ini penulis akan membahas lebih dalam tentang ekonomi keluarga ini berpengaruh terhadap kelanjutan pendidikan anak di sekolah dasar, sementara pendidikan merupakan salah satu kebutuhan bagi setiap keluarga untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rumah tangga.

B. Rumusan MasalahSeperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka kami mengambil rumusan masalah sebagai berikut :1. Apa definisi ekonomi dan pendidikan2. Mengapa ekonomi dapat mempengaruhi pendidikan3. Dampak rendahnya pendidikan

Page 46: Ardin Brow

C. Tujuan PenulisanTujuan penulisan makalah yang berjudul “Dampak Ekonomi Terhadap Pendidikan” adalah sebagai berikut :1. Mengetahui apa itu pengertian ekonomi dan pendidikan2. Mengetahui apa yang menjadi masalah krisis ekonomi di Indonesia3. Mengetahui dampak dari ekonomi4. Memberi pengetahuan baru kepada masyarakat umum apa itu ekonomi terhadap pendidikan dan dampak apa saja yang bisa ditimbulkan.5. Sebagai acuan agar kita bisa lebih maju dan berkembang

D. Metode Pengumpulan DataDalam penyusuan makalah ini, perlu sekali pengumpulan data serta sejumlah informasi aktual yang sesuai dengan permasalahan yang akan di bahas. Sehubungan dengan masalah tersebut, kami penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yang pertama browsing di internet, kedua dengan membaca media cetak dan pengetahuan dari kami penulis yang kami miliki.

E. Sistematika PenulisanMakalah “Dampak Ekonomi Terhadap Pendidikan” di susun dengan urutan sebagai berikut :Bab I PendahuluanPada bagian ini dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.Bab II PembahasanPada bab ini ditemukan pembahasan yang terdiri dari definisi ekonomi dan pendidikan, apa masalah ekonomi dan dampak ekonomi itu sendiri terhadap pendidikan.Bab III PenutupBab terakhir ini memuat kesimpulan dan solusi terhadap masalah ekonomi di Indonesia agar bisa meningkatkan pendidikan.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Definisi Ekonomi dan PendidikanIlmu Ekonomi diartikan sebagai Ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa dengan menentukan pilihan-pilihan sumber daya yang langka untuk mencapai kesejahteraan manusia. Sedangkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta

Page 47: Ardin Brow

didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

B. Dampak Krisis Ekonomi di Indonesia Terhadap Biaya Anggaran PendidikanBelahan negara manapun termasuk Indonesia kena tamparan keras dan telak krisis keuangan global yang diakibatkan oleh krisis keuangan Amerika Serikat sehingga kondisi demikian menyebabkan keuangan dalam negeri pertiwi ini menjadi labil atau mengalami defisit anggaran. Kondisinya cukup keruh dan sangat mengkhawatirkan. Ketika kondisinya menjadi sedemikian, ini pun membuat masyarakat menjadi harap-harap cemas, apakah krisis keuangan sebagaimana tahun 1997 lalu akan terulang kembali, apakah pemerintah bisa mengatasi hal tersebut sesegera mungkin.Dalam konteks demikian, pemeritah meminta kepada seluruh masyarakat agar tidak panik menghadapi kenyataan krisis tersebut sebab akan segera dipulihkan. Namun terlepas krisis tersebut akan segera selesai atau terus berlanjut beberapa waktu ke depan, ada satu persoalan cukup mendasar yang bisa diamati lebih serius akibat dampak krisis global tersebut. Tanggal 16 Agustus 2008 lalu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menetapkan alokasi anggaran pendidikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2009 sebesar 20%. Bila dinominalkan sekitar Rp. 224 triliun.Para pengamat ekonomi justru agak pesimis, pemerintah akan mampu merealisasikan anggaran 20% sedemikian sebab keuangan negara berada dalam ancaman resiko sangat tinggi. Sebab anggaran negara bisa jebol atau akan membengkak sangat besar ketika harus dipaksakan untuk sesuai target 20%. Akan tetapi, optimisme untuk tetap sesuai dengan persentase 20% juga meninggi bila mencermati harga minyak dunia yang juga turun tajam, mencapai US$ 65/barel. Sehingga posisi demikian terkadang pula melahirkan pertimbangan-pertimbangan cukup dilematis antara “bisa” atau “tidak bisa” untuk sampai target 20%. SBY menyampaikan bahwa harga minyak dunia mengalami naik turun sehingga sangat sulit untuk memprediksi harga minyak dunia saat ini akan tetap pada posisi stabil atau tidak ke depannya. Mencermati krisis tersebut yang cukup membahayakan keuangan negara, maka pemerintah jangan sampai mengambil kebijakan yang bersifat jangka pendek (short-term) dengan satu tujuan supaya dunia pendidikan bisa ditingkatkan persentase anggarannya.Salah mengambil kebijakan, maka ongkos yang harus dibayar pun sangat besar. Sehingga diakui maupun tidak, pertimbangan mengambil langkah-langkah penanggulangan dan penyelamatan keuangan negara harus didasarkan pada kepentingan jangka panjang (long-term). Tidak menjadi persoalan ketika pemerintah di bawah kendali SBY melanggar janji politiknya untuk harus sesuai target anggaran pendidikan 20% selama menggunakan pertimbangan rasional.resiko besarnya adalah citra politik pemerintah harus anjlok di depan masyarakat di negeri ini dari Sabang sampai Merauke. Sehingga para guru atau sejumlah elemen masyarakat yang sangat gembira atas rencana dinaikkannya anggaran pendidikan 20% menjadi kecewa dan gigi jari. Mereka pun akan menstempel pemerintah sebagai penyelenggara negara yang tidak konsisten. Akan tetapi itu adalah pilihan politik yang harus diambil apabila pilihan-pilihan lainnya tidak ada.Ketika pemerintahan SBY gagal mewujudkan anggaran pendidikan 20%, maka itu harus diterima secara terbuka. Ini ibarat buah simalakama yang harus ditelan kendatipun tidak enak rasanya. Bukan berarti pula, SBY tidak memiliki kehendak dan kemauan politik sangat tinggi supaya anggaran pendidikan

Page 48: Ardin Brow

memiliki persentase sangat besar. Hal tersebut terjadi karena pertimbangan-pertimbangan lain yang lebih mendesak bagi penyelamatan bangsa dan negara ini.

C. Dampak yang Ditimbulkan oleh Rendahnya Ekonomi Keluarga.Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Hal ini bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh terhadap produktivitas masyarakat. Pendidikan menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan di lingkungan kerja. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila negara yang memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pendidikan sebagai hak asasi individu anak bangsa telah diakui dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 10 yang menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Sedangkan ayat (3) menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam Undang-undang. Oleh sebab itu, seluruh komponen bangsa baik orangtua, masyarakat, maupun pemerintah bertanggungjawab mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan (UU RI No. 2 tahun 2003:37).Jika anak hidup dalam keluarga miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu sehingga belajar anak juga terganggu. Dampak lain yang dibutuhkan oleh rendahnya ekonomi keluarga adalah anak selalu dirundung kesedihan sehingga anak merasa minder dengan teman lain, hal ini akan ikut mengganggu aktivitas belajar anak (Slameto, 1991:66).Kemapanan ekonomi ini sangat membantu siswa untuk melengkapi sarana dan prasarana belajarnya sehingga proses belajarnya dapat berjalan secara efektif dan efisien. Di samping itu, persoalan ekonomi juga dapat membantu sekolah untuk melengkapi sarana dan prasarana belajar mengajar di sekolah melalui BP-3 maupun SPP siswa.Persoalan ekonomi merupakan salah satu persoalan sangat penting dalam proses pendidikan formal. Oleh karena itu, bilamana ekonomi seseorang mengalami kesuraman niscaya proses pendidikannya akan terhambat. Bahkan mungkin terjadi proses pendidikannya akan terhenti disebabkan ketidakmampuan ekonomi keluarga membiayai pendidikannya. Sementara biaya pendidikan dewasa ini, kian hari kian meningkat seiring dengan semakin meningkatnya berbagai kebutuhan, termasuk kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan, ditambah semakin meningkatnya biaya kebtuhan pokok sehari-hari. Di sisi lain, daya beli masyarakat menjadi tidak terjangkau atau semakin menurun.Oleh karena itu tidak diragukan bahwa betatapun sulitnya perekonomian, masalah pendidikan bagi anak tetap mendapatkan perhatian dari masing-masing orangtua. Karena mayoritas orangtua murid termasuk orang-orang yang tahu dan mengerti tentang pendidikan, terutama pendidikan terhadap anak. Oleh karena itu mereka di samping bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, juga dituntut menyediakan biaya terhadap pendidikan anak-anaknya. Walaupun diantara mereka terdapat keluarga yang berekonomi pas-pasan (rendah). Dukungan orangtua terhadap anaknya untuk melanjutkan pendidikan seperti yang tampak pada sekolah dasar Perumnas Antang. Di sekolah dasar Perumnas Antang ternyata muridnya ada yang memiliki latar belakang keluarga yang berekonomi lemah, seperti orangtuanya bekerja buruh bangunan dan tukang becak. Pekerjaan tersebut tidak berarti tidak memperoleh penghasilan, namun hasil yang diperoleh tidak memenuhi keperluan hidup rumah tangga

Page 49: Ardin Brow

mereka, akibatnya pendidikan anak-anak mereka terbengkalai dan bahkan ada yang berhenti. Hal ini terjadi disebabkan oleh semakin tingginya biaya pendidikan dewasa ini, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga pada Peguruan Tinggi.Pendapatan orangtua mereka memang tidak sama perkapitanya, akan tetapi rata-rata penghasilan orangtua mereka minimum Rp. 300.000,-/bulan, bahkan ada yang lebih rendah. Dengan demikian, rata-rata penghasilan orangtua mereka dalam setiap bulannya dapat dikatakan sebagai penghasilan yang sangat sederhana namun ada pula penghasilan orang tua yang sangat rendah sehingga mereka tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rendahnya ekonomi keluarga berdampak pada pemenuhan perlengkapan belajar siswa, misalnya pembelian buku paket, dan kelengkapan lainnya baik di sekolah maupu di lingkungan keluarga siswa. Di samping itu, rendahnya ekonomi keluarga dapat pula berdampak pada kelanjutan pendidikan anak bahkan ada yang sampai putus sekolah dan menjadi anak jalanan. Dedi Supriadi (2004:13) mengemukakan bahwa biaya pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan.

D. Peranan Ekonomi Keluarga dalam Relevansinya dengan PendidikanUpaya perluasan dan persebaran kesempatan bagi anak-anak untuk memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan dasar menempati prioritas tertinggi dalam perkembangan pendidikan nasional. Hal ini sangat beralasan sebab Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah mengamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pengajaran, pemerintah berupaya untuk memperluas kesempatan pendidikan, baik pendidikan dasar, kejuruan, profesional, melalui jalur sekolah dan jalur luar sekolah (Nanang Fattah, 2002:89). Dipandang dari segi ekonomi dan sosial, maka sistem pendidikan suatu negara adalah alat yang penting untuk melestarikan norma dan meningkatkan keterampilan masyarakat secara berkelanjutan dan mepersiapkan masyarakat tadi bagi kebutuhan pembagunan yang sedang berlangsung (Jusuf Enoch, 1991:167).Dalam setiap langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Hampir tidak ada suatu upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan di sekolah tidak akan berjalan. Dalam upaya mengatasi problem ekonomi, orang harus melakukan pendekatan yang realistis terhadap kehidupan manusia di muka bumi ini. Benar bahwa seseorang mempunyai berbagai kebutuhan ekonomi selama masa hidupnya. Maka tidak perlu membesar-besarkan bahwa hal itu sebagai problem besar dalam kehidupan. Seseorang tidak harus hidup senang sendirian. Oleh karena itu merupakan kesalahan besar baginya dan tidak sesuai kehidupan kita, nilai etik dan moral kita, kebudayaan dan masyarakat, serta landasan ekonomi kita. Namun problema kehidupan yang sulit untuk disembunyikan adalah pendanaan pendidikan. Kebutuhan hidup berupa barang-barang elektronik mungkin saja tertahan untuk dihadirkan di dalam rumah tangga, tetapi biaya pendidikan bagi anak merupakan problema yang sulit disembunyikan. Lanjut tidaknya sang anak dalam menempuh pendidikan baik di sekolah dasar maupun pada jenjang tingkat yang lebih tinggi ditentukan oleh kemampuan ekonomi orangtua. Karena itu, dapat dipastikan bahwa kondisi ekonomi keluarga sangat terkait dan bahkan tidak terpisahkan bagi proses pendidikan anak. Slameto (1991:65) menuturkan bahwa “Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak”.Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain juga membutuhkan fasilitas belajar berupa ruang belajar, meja,

Page 50: Ardin Brow

kursi, penerangan, alat tulis-menulis, buku-buku dan lain-lain, fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai ekonomi yang cukup, tetapi jika keadaan ekonomi keluarga memperihatinkan maka anak akan merasa tersisihkan atau terisolasi oleh teman-temamnya yang berekonomi cukup atau kaya, sehingga belajar anak akan terganggu. Bahkan mungkin karena kondisi ekonomi orangtuanya berada di bawah standar rata-rata, maka anakpun tidak akan memperhatikan kondisi belajarnya sebab ia akan ikut bekerja dan mencari nafkah sebagai pembantu orangtuanya walaupun sebenarnya anak belum saatnya untuk bekerja hal ini akan juga menggangu belajar anak. Namun tidak dapat disangkal pula bahwa kemungkinan adanya anak yang serba kekurangan dan selalu menderita akibat ekonomi keluarga yang lemah, tetapi justru keadaan yang begitu mereka menjadikannya cambuk untuk belajar lebih giat dan akhirnya sukses besar. Sebaliknya, terkadang pula keluarga yang kaya raya orangtua mempunyai kecenderungan untuk memanjakan anak. Anak hanya bersenang-senang dan berfoyah-foyah akibatnya anak kurang dapat memusatkan perhatiannya kepada belajar. Hal tersebut dapat pula menggangu belajar anak bahkan dapat pula menyebabkan anak gagal dalam pendidikan disebabkan kurang perhatiannya orangtua terhadap pendidikan anak-anaknya.Oleh karena itu, relevansi antara pendidikan dan ekonomi keluarga sangat erat dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Cita-cita masa depan seseorang tidak akan tercapai tanpa pendidikan, sedangkan pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dana, sedang dana sangat sulit tercapai tanpa pendidikan. Dengan demikian, antara pendidikan dan kondisi ekonomi keluarga merupaka suatu lingkaran yang tak berujung serta tak terpisahkan dan saling berkait satu sama lain.

E. Pengaruh Faktor Ekonomi Keluarga Terhadap Pendidikan Anak Sekolah DasarDalam rangka mencapai prestasi belajar anak khususnya di sekolah dasar sudah barang tentu harus ditunjang oleh berbagai sarana dan media belajar terutama dalam rumah tangga. Namun demikian, pemenuhan kebutuhan belajar anak harus ditunjang oleh kecukupan dan kemantapan ekonomi keluarga. Ekonomi keluarga sangat termasuk salah satu faktor keberhasilan dan kegagalan pendidikan bagi anak.Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (1991:83) bahwa “Faktor biaya merupakan faktor faktor yang sangat penting karena belajar dan kelangsungannya sangat memerlukan biaya”. Misalnya untuk membeli alat-alat, uang sekolah dan biaya lainnya. Maka keluarga yang miskin akan merasa berat untuk mengeluarkan biaya yang bermacam-macam itu, karena keuangan dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan anak sehari-hari. Lebih-lebih keluarga untuk dengan banyak anak, maka hal ini akan merasa lebih sulit lagi. Keluarga yang miskin juga tidak dapat menyediakan tempat untuk belajar yang memadai, di mana tempat belajar itu merupakan salah satu sarana terlaksananya belajar secara efisien dan efektif.

Pembentukan pribadi dan sebagainya. Upaya apapun yang dilakukan oleh para pengelola sekolah dalam rangka menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien jika tidak ditunjang oleh ekonomi keluarga pihak siswa (orangtua siswa), niscaya upaya itu akan sia-sia. Misalnya, lengkapnya media belajar dan sarana mengajar yang dimiliki oleh sebuah sekolah, akan tetapi sarana belajar siswa di rumah kurang memadai, maka mungkin hanya proses mengajar saja yang efektif dan efisien, tetapi proses belajar terutama belajar mandiri di rumah tidak seperti apa yang diharapkan. Paradigma ini menunjukkan bahwa masalah ekonomi dapat mempengaruhi proses belajar mengajar siswa baik di sekolah maupun di rumah.

Page 51: Ardin Brow

BAB IIIPROFIL DAN MASALAH-MASALAH DI DESA KARANGKERTAA. Profil Wilayah1. Geologi dan Geografi LokasiLetak dan luas wilayah Topografi dan keadaan tanahnya Pemanfaatan tanah untuk mata pencaharian Perhubungan• Letak desa :Batas utara : desa tukdanaBatas selatan :Desa kerticalaBatas timur : desa cangkoBatas barat :Desa sukamulya• Luas wilayah : 2, 62 km2 o Topografi : Dataran rendah, dekat dengan pantai • Ketinggian :5-15 m dari permukaan laut• Curah hujan :Kurang lebih 1.610 mm• Suhu udara :27oc-32oc Pemanfaatan tanah untuk : Pertanian :- Sawah : 180,4 Ha- Perumahan : 75 Ha- Kuburan : 1,1 Ha- Kebun : 3 Ha- Kolam : 1,0 Ha- Lain-lainnya : 1,9 Ha- Jumlah : 262,4 Ha- Luas panen : 180 Ha- Hasil per Ha (kwt/Ha) : 82,6

Page 52: Ardin Brow

- Produksi (ton) : 1486,8- Perladangan : 9,122 Ha • Panjang jalan :- Aspal : 1,0 km- Kerikil : 2,0 km- Tanah : 3,0 km- Tidak dirinci : 0,5 km- Jumlah : 6,5 km• Jembatan :- Beton : 2 km- Besi : 1 km- Bambu kayu : 1 km- Jumlah 4 km• Kendaraan bermotor :- Roda empat : 17- Angkutan barang : 12- Sepeda motor : 321- Jumlah : 350• Keterangan tambahan :- Jumlah kendaraan tidak bermotor :• Becak : 27• Sepeda : 573• Jumlah : 600- Sarana komunikasi :• Telepon : 4• Radio : 175• TV : 771• Wartel : 2• Jumlah : 9021. Tata pemerintahan 1) Perangkat desa Kepala desa : 1 orangJuru tulis : 1 orangKepala Utusan : 5 orangStaff Umum : 4 orangPenjaga : 2 orangHansip : 6 orang2) Pembinaan RT/RWJumlah RT : 6 orangJumlah RW : 3 orangJumlah Pengurus RT : 6 orangJumlah Pengurus RW : 3 orangAnggota BPD : 9 orangAnggota LPM : 9 orang

Page 53: Ardin Brow

1. Demografi lokasi misalnya tentang penduduk dan mata pencahariannya Jumlah penduduk : 3412 jiwa Kepadatan : 1302,3 Km2Laki-laki : 1696 jiwaPerempuan : 1716 jiwaJenis pekerjaan :Pertanian : 1105Pertambangan dan penggalian : 3Industri : 10Konstruksi : 17Perdagangan,hotel, dan restoran : 261Angkutan : 35Lembaga keuangan : 1Jasa-jasa : 122Lain-lainya : 174Jumlah : 27281. Potensial lokasi, seperti tingkat ekonomi dan sumber daya manusia 1) Jumlah organisasi Olahraga : 4, anggota : 54Karang taruna : 1, anggota : 15Lain-lain : 2, anggota : 232) Tahap pra sejahtera :Alasan ekonomi : 545Bukan ekonomi : 33) Tahap 1 :Alasan ekonomi : 210Bukan ekonomi : 3Jumlah 761Penerima kartu sehat :1. Kesehatan lingkungan 1) Tempat pelayanan kesehatan Posyandu : 4Pos KB : 1Jumlah : 51. Keadaan sosiologi dan kebudayaan dilokasi (termasuk kependidikan dan kesehatan) 1) Jumlah penduduk menurut tingkat kependidikan - tidak/belum sekolah : -- tidak tamat SD/sederajat : 1404 orang- SD : 952 orang- SLTP : 356 orang- SLTA : 260 orang- Perguruan Tinggi : 10 orangJumlah : 3412 orang1. Kehidupan beragama 1) Sarana peribadatan : - Masjid : 2 buah

Page 54: Ardin Brow

- Langgar : 6 buahJumlah : 8 buah2) Jumlah penganut agama:- Islam : 3407 orang- Katolik: 5 orangJumlah : 3412 orang1. Industri rumah tangga Jumlah industry : 10 Tenaga kerja : 221. Hal-hal yang berkaitan dengan masalah pembangunan di lokasi • Nikah : 36Talak : 1Cerai : 1Rujuk : 1Jumlah : 39• Pencurian (ringan) : 2Perkelahian : 1• Jumlah bangunan :Permanen : 372Semi permanen : 332Tidak permanen : 285Jumlah : 989• Rumah tangga pengguna listrik PLN :Dengan meteran : 942Tanpa meteran : 110Jumlah : 1052

B. PermasalahanNo. Permasalahan Lokasi Sumber (P/M/D)1. Bidang ekonomi : • Tingginya persentase kredit simpan pinjam untuk modal bagi usaha kecil dan menengah (lebih dari 10% yang dikenakan bagi warga untuk kredit simpan pinjam)• Kurangnya minat para warga untuk membuat home industri dan mengolah sumber daya alam yang ada di sekitarnya• Kurangnya lapangan pekerjaan bagi penduduk usia produktif• Kurangnya kreatifitas penduduk untuk mengolah bahan baku• Penduduk mayoritas tidak menjadi anggota koperasi• Rata-rata penduduk kurang produktif, hanya mengandalkan hasil panen dan serabutan• Kurangnya pengetahuan mengenai budi daya tanaman selain persawahan RT 03, RT 04. RT 05, RT 06 RT 04, RT 05, RT 06Semua RTRT 03, RT 04, RT 05, RT 06RT 03, RT 04, RT 05, RT 06

Page 55: Ardin Brow

RT 03, RT 04, RT 05, RT 06Semua RT M dan P M dan PMM dan PM dan PMM, D dan P2. Bidang pendidikan : • Kurangnya minat belajar siswa• Banyaknya siswa SMP yang tidak meneruskan sekolahnya ke tingkat SMA• Kurang lengkapnya fasilitas sekolah seperti perpustakaan, lab bahasa, lab computer• Kurangnya sosialisasi paket c bagi siswa SMP yang tidak bisa meneruskan sekolahnhya ke tingkat SMA• Kurangnya pemberian motivasi kepada anak-anak mengenai bakat-bakat dibidang olahraga• Masih terdapat punguntan biaya sekolah di SMP Semua RT Di SMPN 1 Tukdana dan semua RT M M dan DM dan DMMM3. Bidang kesehatan : • Tidak jelasnya kegiatan posyandu• Sosialisasi bidang kesehatan kurang• Masih banyak penduduk yang tidak memiliki kamar mandi bersih• Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan lingkungan sekitar Semua RT M MM, D dan PM, D dan P

C. Prioritas Pemilahan PermasalahanNo Permasalahan Alasan Pemilihan1 Pendidikan : kurangnya minat belajar siswa.. Jika minat belajar siswa kurang, akan terjadi kekurangan SDM yang berkualitas dan dapat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan desa. Selain itu siswa (anak – anak dan remaja) merupakan generasi perubahan, dan siswa lebih cepat menerima dan mengadaptasi perubahan dibandingkan generasi tua.2 Ekonomi : kurangnya kreatifitas dalam kewirausahaan. Minimnya home industri di Desa Karangkerta disebabkan karena kurangnya kreatifitas dari masyarakat untuk mengolah sumber daya alam yang ada di sekitar lingkungannya.3 Tingginya tingkat apatisme masyarakat terhadap lingkungan sekitar dan perubahan. Fakta yang kami temukan di lapangan seperti di RT 01 dan RT 02 mayoritas warga merupakan petani yang berkecukupan

Page 56: Ardin Brow

namun sarana dan prasarana di RT setempat tidak memadai dibandingkan RT yang lain.4 Kurangnya pengetahuan mengenai budi daya tanaman selain persawahan Program ini berkaitan dengan program DPL Ibu Dr. Denny Sobardini. program ini merupakan program integrative terpadu bersama-sama dengan mahasiswa.5 Kurangnya pemberian motivasi kepada anak-anak mengenai bakat-bakat dibidang olahraga Program ini ditujukan untuk meningkatkan motivasi anak-anak dalam bidang olahraga terutama olahraga sepak bola, sepak takraw, dan bulu tangkis.

BAB IVPENUTUP

A. KesimpulanDampak dari krisis global dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sangat berdampak tidak baik terhadap pendidikan. Yaitu dengan semakin beratnya anggaran pendidikan pada per tanggal 16 agustus 2008 sebesar 20% atau bila di uangkan sebesar Rp. 224 triliun. Tapi dengan anggaran sebesar itu rakyat indonesia masih belum bisa menikmati biaya pendidikan tesebut. Dan siapa yang harus disalahkan, dan ujung-ujungnya rakyat indonesia yang harus menanggungnya dengan semakin mahalnya biaya pendidikan. Hanya beberapa persen saja rakyat indonesia yang tegolong mampu untuk membayar biaya pendidikan. Sedangkan yang lainnya tergolong perekonomian rendah yang tidak bisa merasakan pendidikan yang seharusnya itu di tanggung pemerintah.Disini tugas pemerintah sangat berat, disamping perekonomian indonesia yang sedang dilanda krisis tetapi juga harus membasmi KKN yang membuat pendidikan di Indonesia tambah mahal. Tidak seperti negara lain yang pendidikan itu sangat di utamakan dan di gratiskan. karena dengan pendidikan akan membentuk calon-calon pemimpin bangsa.

B. Solusi Pendidikan Agar Lebih Maju1. Dengan meningkatkan dan memperbanyak lapangan pekerjaan, karena dengan meningkatnya lapangan pekerjaan berarti secara tak langsung akan menguatkan ekonomi dalam keluarga. Dengan kuatnya perekonomian keluarga maka akan mempunyai daya beli, salah satunya bisa menyekolahkan anak-anaknya kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.2. Tugas pemerintah adalah dengan banyak menarik investor asing masuk, dengan begitu akan semakin banyak devisa yang masuk dan bisa memperbaiki krisis ekonomi dan global yang terjadi. Dengan cara apa, yaitu dengan menciptakan suasana aman di dalam negeri dan membuat percaya agar para investor asing merasa aman dengan menanamkan sahamnya di indonesia.

Page 57: Ardin Brow

3. Membasmi budaya KKN di indonesia, karena pendidikan yang seharusnya gratis tapi pendidikan bagai komoditas perdagangan. Karena dengan anggaran sebegitu besarnya seharusnya rakyat Indonesia seharusnya sudah bisa merasakan pendidikan. Bukan hanya orang kaya saja yang bisa merasakan bangku pendidikan.4. Dan yang paling penting adalah memperkuat perekonomian di Indonesia. Karena dengan kuatnya perekonomian Indonesia maka akan semakin besar anggaran pendidikan yang akan dikeluarkan. Karena dengan pendidikan akan mencetak calon-calon pemimpin bangsa yang nantinya akan meneruskan perjuangan bangsa ini agar bisa bersaing dengan negara lain.5. Upaya yang Dilakukan untuk Meningkatkan Ekonomi Keluarga.Masalah ekonomi merupakan suatu persoalan yang sangat kompleks dan senantiasa menjadi perbincangan di setiap kalangan masyarakat maupun pemerintah. Di satu pihak, ia merupakan suatu upaya yang berhasrat untuk secara langsung meningtkatkan kemakmuran ekonomi rakyat, tapi di pihak lain ia juga memiliki tanggungjawab untuk membangun sistem perekonomian sebagai bagian integral dan upaya peningkatan kemakmuran ekonomi rakyat tersebut. Ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor penentu berhasil tidaknya studi seseorang anak, karena persediaan sarana dan prasarana belajar dapat terpenuhi apabila tingkat perekonomian keluarga cukup memadai. Semakin tinggi taraf ekonomi keluarga seorang anak akan semakin mudah baginya melengkapi segala kebutuhan belajarnya baik di rumah maupun di sekolah, terutama biaya pendidikan karena semakin tinggi pendidikan semakin yang ditempuh seseorang akan semain tinggi pula biaya yang dibutuhkan.Berbagai cara yang ditempuh dalam rangka meningkatkan perekonomian keluarga. Antara lain adalah berusaha atau bekerja baik pekerjaannya itu dengan cara berniaga, pegawai swasta ataupun pegawai negeri. Namun yang terpenting adalah usaha yang dilakukan oleh setiap keluarga adalah penghasilan yang mereka peroleh dalam memenuhi kebutuhan pokok dan keperluan pembiayaan pendidikan anak mereka adalah penghasilan yang halal.Pendanaan pendidikan, walaupun mendapat bantuan dari pemerintah tetapi hal itu jauh dari yang cukup sehingga untuk menjadikan anak sebagai manusia yang berkualitas maka pendidikannya harus dijamin dan didanai. Dalam setiap upaya pencapaian tujuan pendidikan baik tujuann yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, baik secara kolektif maupun individual biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Oleh karena itu, pembiayaan pendidikan ini di samping sebagian merupakan tanggungjawab negara, juga menjadi tanggugjawab pihak keluarga. Jadi, peningkatan taraf ekonomi keluarga dengan sendirinya harus diupayakan atau ditingkatkan sehingga keluarga mampu membiayai pendidikan anak (Anwar. M.I., 1991:24).Usaha-usaha yang dilakukan dalam kerangka meningkatkan taraf perekonomian keluarga antara lain bekerja mencari nafkah, baik pekerjaan itu sebagai pekerja swasta ataupun negeri, berniaga dan sebagainya yang penting pekerjaan atau usaha yang dilakukan adalah halal.

C. Kritik dan SaranDemikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi kita bersama. Ibarat ”tak ada gading yang tak retak”, tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan makalah selanjutnya. Terimakasih.

Page 58: Ardin Brow

DAFTAR PUSTAKA1. A.I. Anwar. 1991. Biaya Pendidikan dan Metode Penetapan Biaya Pendidikan. Mimbar Pendidikan, No. 1 Tahun X, 1991. 28-33.2. Abu Ahmad, Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Pendidikan.3. Enoch, Jusuf. 1992. Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan. Edisi I, Cet. I. Bumi Aksara: Jakarta.4. Fattah. Nanang. 2002. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Rosdakarya: Jakarta.5. Suara Pembaruan, 11 November 20086. http://mohyamin.wordpress.com7. http://stellar-mindsyst.blogspot.com8. http://www.scribd.com9. http://stellar-mindsyst.blogspot.com 10. http://kknmkarangkerta.wordpress.com/2010/06/16/

DAMPAK PERBEDAAN STATUS SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI INDONESIA

DAMPAK PERBEDAAN STATUS SOSIAL EKONOMI

MASYARAKAT DI INDONESIA

A. Latar BelakangSetiap manusia dihadapan Tuhan adalah sama. Pernyataan tersebut merupakan hal

yang secara universal diakui oleh manusia. Namun dalam masyarakat, dipandang ada yang berbeda karena status yang dimiliki.

Perjalanan proses pembangunan tak selamanya mampu memberikan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Pembangunan yang dilakukan di masyarakat akan menimbulkan dampak sosial dan budaya bagi masyarakat. Pendapat ini berlandaskan pada asumsi pembangunan itu adalah proses perubahan (sosial dan budaya). Selain itu masyarakat tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur pokok pembangunan itu sendiri, seperti teknologi dan birokrasi.

Dalam lingkungan masyarakat dapat dilihat bahwa ada pembeda-bedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama, pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan, cakep jelek, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan

Page 59: Ardin Brow

yang lain. Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan memunculkan stratifikasi sosial (pengkelas-kelasan) atau diferensiasi sosial (pembeda-bedaan).

Manusia merupakan sekumpulan individu yang membentuk sistem sosial tertentu dan secara bersama-sama, memiliki tujuan bersama yang hendak dicapai, dan hidup dalam satu wilayah tertentu (dengan batas tertentu)serta memiliki pemerintahan untuk mengatur tujuan-tujuan kelompoknya atau individu dalam organisasinya. Dalam masyarakat itu kemudian semakin lama terbentuk suatu struktur yang jelas yaitu terbentuknya kebiasan-kebiasan, cara (usage), nilai/norma, dan adat istiadat. Struktur sosial yang terbentuk ini kemudian lama-kelamaan menyebabkan adanya spesilisasi dalam masyarakat yang mengarah terciptanya status sosial yang berbeda antar individu.

Perbedaan status sosial di masyarakat tentunya akan diikuti pula oleh perbedaan peran yang dimiliki sesuai dengan status sosial yang melekat pada diri seseorang. Perbedaan-perbedaan inilah yang menimbulkan setiap individu dalam suatu masyarakat menimbulkan adanya pelapisan sosial atau yang lebih dikenal dengan stratifikasi sosial .

Esensi dari stratifikasi sosial adalah setiap individu memiliki beberapa posisi sosial dan masing-masing orang memerankan beberapa peran, sehingga hal ini memungkinkan untuk mengklasifikasikan individu-individu kedalam kategori status-peran,dimana perangkingan didasarkan atas posisi relative dari peran-peran yang mereka mainkan secara keseluruhan.

Pada zaman kuno, sebagaimana yang dikemukaan oleh Aritoteles, mengatakan bahwa di dalam tiap Negara terdapat tiga unsur yaitu, mereka yang kaya sekali, mereka yang miskin, dan mereka yang ada ditengah-tengahnya. Hal itu menunjukkan pada zaman dahulu orang telah mengenal dan mengakui adanya sistem pelapisan dalan masyarakat sebagai akibat adanya sesuatu yang mereka anggap berharga, sehingga ada yang mempunyai kedudukan diatas dan pula di bawah.

Pada umumnya mereka yang menduduki lapisan atas tidak hanya memeiliki satu macam saja dari sesuatu yang dihargai oleh masyarakat, akan tetapi kedudukan yang tinggi tersebut bersifat kumulatif. Artinya mereka yang mempunyai uang banyak, misalnya, akan mudah mendapatkan tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, bahkan mungkin kehormatan tertentu.

Cara yang paling mudah untuk mengerti pengertian konsep sratifikasi sosial atau perbedaan status sosial adalah dengan berfikir membanding-bandingkan kemampuan, baik kemampuan kecerdasan, jabatan, maupun ekonomi, dan apa yang dimiliki anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lainnya.

Dalam lingkup masyarakat yang ada di Indonesia, status sosial sering menjadi momok bagi masyarakat. Dimana jabatan serta kekayaan sebagai acuan untuk mencapai sebuah keinginan bagi orang yang memilikinya, dalam arti bahwa yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, permasalahan pokok adalah

Page 60: Ardin Brow

1. Apa faktor penyebab terjadinya perbedaan status sosial ?

2. Bagaimana dampak perbedaan status sosial ekonomi di masyarakat?C. Kontribusi Keilmuan

1. Tujuaan PenelitianAdapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dan dampak dari perbedaan status sosial ekonomi masyarakat di Indonesia.

2. Kegunaan Penelitiana. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait

dengan masalah penelitian ini.

b. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti.

D. Kerangka TeoriDalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa Perbedaan ialah

selisi atau sesuatu yang membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya.[1] Sedangkan Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosial nya rendah.[2]

Sedangkan istilah sosial pada departemen sosial menunjukan pada kegiatan-kegiatan di lapangan sosial artinya kegiatan-kegiatan sosial yang ditunjukan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan, misalnya tuna karya, tuna susila, dan lain-lain yang ruang lingkupnya adalah pekerjaan kesetaran sosial .

Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya, (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial tinggi yang akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosial nya rendah.

Kelas sosial adalah stratifikasi sosial menurut ekonomi (menurut Barger). Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu meliputi juga sisi pendidikan dan pekerjaan karena pendidikan dan pekerjaan seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan/perekonomian individu.

Selanjutnya golongan masyarakat dapat diartikan sebagai penggolong anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama atau dianggap sejenis, dalam kamus sosiologi dinyatakan sebagai kategori orang-orang tertentu dalam suatu masyarakat yang didasarkan pada cirri-ciri mental tertentu.[3]

Dalam bahasa sosiologi, golongan masyarakat dikenal deang sosial stratification berasal dari stratum (jamaknya, strata yang berarti lapisan). Pitirm A. Sorikin,[4] menyatakan bahwa sosial stratification bersingkat (hirarkis) perwujudan adalah kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas lebih rendah. Selanjutnya menurut Sorokin dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban dan tanggung jawab nilai-niali sosial dan pengaruhnya diantara anggoat-anggoat masyarakat atau keluarga.[5]

Page 61: Ardin Brow

Max Weber berkeras bahwa “kelas sosial ” itu adalah potensial bukannya selalu aktual bahwa orang-orang dalam situasi bersama dalam suatu struktur sosial tidak mesti melihat situasinya dengan jalan yang sama, tetapi menafsirkannya dalam berbagai cara yang tarsedia bagi mereka atau yang telah di isyaratkan oleh lingkungan budayah dalam mana mereka hidup. Suatu pluralisme yang “sama” dan dicapai kesimpulan-kesimpulan yang berada mengenai keadilan atau ketidakadilan, ketakterelaan takdir seseorang dalam masyarakat, dan mengenai sistem sosial menyeluruh atau kemungkinan-kemungkinan adanya sesuatu alternatif bagi system itu lagi.

Bentuk-bentuk kongkrit lapisan masyaratak itu banyak akan tetapi secara prinsip bentuk-bentuk tersebut dapat di klasifikasikan kedalam macam tiga kelas, yaitu yang ekonomis, politis, dan yang didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat, umumnya, ketiga bentuk pokok tadi mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainnya, dimana terjadi saling pengaruh-mempengaruhi. Misalnya, mereka yang termasuk dalam suatu lapisan atas dasar ukuran politisi, biasanya juga merupakan orang-orang menduduki suatu lapisan tertentu atas dasar ekonomis, demikian juga mereka yang kaya, biasanya menempati jabatan-jabatan yang senatiasa penting. Akan tetapi, tidak semua demikiannya. Hal itu semuanya tergantung pada system nilai yang berlaku serta berkembang dalam masyarakat bersangkutan.

E. Metode PenelitianBerdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian ini, maka untuk memperoleh jawaban atas pokok masalah digunakan metode penelitian sosial, yang ditujukan untuk menemukan argumentasi sosial melalui analisa terhadap pokok masalah.

1. Teknik Pengumpulan DataUntuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian yang bersifat kepustakaan (Library Research), yakni pengumpulan data dengan cara mengkaji sumber-sumber yang tersedia sesuai dan berkaitan dengan permasalahan yang diangkat.

2. Teknik Pengolahan dan Analisis DataSetelah data penulis peroleh, maka data tersebut diolah secara kualitatif, kemudian diaplikasikan sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Status Sosial Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam

masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosial nya rendah.[6]

Sratifikasi sosial adalah dimensi vertikal dari struktur sosial masyarakat, dalam artian malihat perbedaan masyarakat berdasarakn pelapisan yang ada, apakah berlapis-lapis secara vertikal dan apakah pelapisan tersebut terbuka atau tertutup.[7] Soerjono soekanto mengatakan

Page 62: Ardin Brow

sosial sratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Sratifikasi sosial merupakan konsep sosiologi,dalam artian kita tidak akan menemukan masyarakat seperti kue lapis; tetapi pelapisan adalah suatu konsep untuk menyatakan bahwa masyarakat dapat dibedakan secara vertikal menjadi kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah berdasarkan kriteria tertentu. [8]

Lebih lanjut Soerjono mengemukakan, di dalam setiap masyarakat dimana pun selalu dan pasti mempunyai sesuatu yang dihargai. Sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat bisa berupa kekayaan, ilmu pengetahuan, status haji, darah biru, atau keturunan dari keluarga tertentu yang terhormat, atau apapun yang bernilai ekonomis. Di berbagai masyarakat sesuatu yang dihargai tidaklah selalu sama. Di lingkungan masyarakat pedesaan, tanah sewa dan hewan ternak,sering kali dianggap jauh lebih berharga daripada gelar akademis, misalnya. Sementara itu dilingkungan masyarkat kota yang modern, yang sering kali terjadi sebaliknya.[9]

Menurut Karl Max, kelas sosial utama terdiri atas golongan proletariat, golongan kapitalis (borjuis) dan golongan menegah (borjuis rendah). Pendapat diatas merupakan suatu penggambaran bahwa stratifikasi sosial sebagai gejala yang universal, artinya dalam setiap masyarakat bagaimana pun juga keberadaannya pasti didapatkan pelapisan sosial tersebut. Apa yang dikemukakan oleh Karl Marx adalah salah satu bukti adanya sratifikasi sosial dalam masyarakat sederhana sekalipun. Kriteria jenis kekayaan dan juga profesi pekerjaan merupakan cerita yang sederhana, sekaligus menyatakan bahwa dalam masyarakat kita tidak akan menemukan masyarakat tanpa kelas. Perkembangan masyarakat selanjutnya menuju masyarakat yang semakian modern dan kompleks,stratifikasi sosial yang terjadi dalam masyarakat akan semakin banyak.[10]

Pitirim A. Sorokin mengemukaan bahwa sistim pelapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup dengan teratur.[11] Mereka yang memiliki barang atau sesuatu yang lebih berharga dalam jumlah yang banyak akan menduduki lapisan atas dan sebaliknya mereka yang memiliki dalm jumlah yang relatif sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali akan dipandang mempunyai kedudukan yang rendah.

Lebih lanjut Sorokin mengemukaan, stratifikasi sosial adalah pembendaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hirarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas-kalas tinggi dan kelas yang lebih rendah.selanjutnya disebutkan bahwa dasar dan inti dari lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah adanya ketidakseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.[12]

B. Faktor Penyebab Terjadinya Perbedaan Status Sosial

Terjadinya stratifikasi sosial dalam masyarakat dikarenakan sesuatu yang dihargai dalam masyarakat jumlahnya terbatas, akibat dari hal tersebut adalah distribusi di dalam masyarakat tidaklah merata. Mereka yang memperoleh banyak menduduki kelas atas dan mereka yang tidak memperoleh menduduki kelas bawah.

Page 63: Ardin Brow

Barang sesuatu yang dihargai tersebut menurut Paul B Horton dan yang dikutip oleh Anshari adalah:

1. Kekayaan dan penghasilan.

Kekayaan dan penghasilan merupaka dua hal yang berkaitan erat; dimana penghasilan banyak kekayaan juga meningkat. Faktor ekonomi ini akan menjadi salah satu ukuran dari stratifikasi sosial yang ada. Mereka yang kaya dan memiliki penghasilan yang besar akan menduduki kelas atas; sedangkan mereka yang miskin dan tidak berpenghasilan berada pada kelas bawah.

2. Pekerjaan

Pekerjaan disamping sebagai sarana dalam menghasilkan pendapatan juga merupakan status yang mengandung didalamnya prestise (penghargaan). Jenis pekerjaan akan menentukan penghasilan seseorang dan juga penghargaan masyarakat akan seseorang yang memiliki pekerjaan.

Seperti Karl Mark yang membedakan kelas borjuis sebagai orang yang memiliki modal atau capital dan proletariat sebagai orang yang hanya memiliki tenaga saja atau sebagai buruh.[13]

3. Pendidikan

Pendidikan secara bertingkat ada dalam masyarakat, misalnya dibedakan menjadi pendidikan dasar, pendidikan menengah serta pendidikan tinggi. Penjenjanggan ini sekaligus menyatakan bahwa pendidikan adalah dimensi vertikal dari stratifikasi sosial .

Mereka yang lulus dari pendidikan tinggi biasanya diberikan gelar sesuai dengan keahliannya tersebut seperti gelar SE dan SH dibelakang nama yang menunjukkan bahwa mereka yang mencantumkan SE dan SH adalah mereka yang lulus dari pendidikan tinggi dengan keahlian bidang ekonomi untuk SE (kepanjangan dari sarjana ekonomi), dan gelar SH bagi mereka yang tamat dari pendidika tinggi dari fakultas Hukum, SH (sajarna Hukum). Mereka yang tamat dari jurusan sosiologi menggunakan gelar S.Sos kepanjangan dari sajarna sosiologi. Gelar ini pada jenjang S1. Mereka yang menamatkan diri dari pendidikan menengah dan pendidikan dasar mereka belum mendapat gelarkarena belum mempunyai keahlian tertentu. S2 dan Doktor untuk jenjang S3. Mereka yang memiliki gelar baik S1, S2 maupun S3 akan memiliki jenjang stratifikasi sosial atas dibandingkan dengan mereka yang tamat pendidika menengah (SMP dan SMA) maupun yang tamat SD dan bahkan tidak tamat SD dan tidak sekolah.

Sosiolog lain yaitu Soerjono Soekanto mengatakan bahwa kriteria yang memjadikan masyarakat berlapis-lapis adalah: ukuran kekayaan, ukuran menandakan adanya kuantitas atau jumlah dari sesuatu hal. Jika ukuran kekayaan berarti ada jumlah tertentu tentang kekayaan yang dapat dijadikan sebagai suatu tolak ukur. Dari sinilah didapatkan ukuran kekayaan yang tinggi atau banyak, ukuran sedang cukup dan ukuran sedikit atau miskin. Kekayaan sebagai

Page 64: Ardin Brow

ukuran dalam bentuk stratifikasi sosial walau ada kuantitas tepai pada dasarnya adalah relative untuk suatu masyarakat.[14]

4. Ukuran Kekuasaan

Ukuran kekusaan yang didefenisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku seseorang maupun kelompok agar berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang memiliki kekuasaan menjadi tolak ukur dari strartifikasi sosial yang ada dalam masyarakat. Ukuran kekuasaan akan terkait dengan besar kecilnya dan luas sempitnya pengaruh yang dimiliki seseorang dalam masyarakat. Semakin luas tinggi pengaruh yang dimiliki oleh seseorang semakin tinggi stratifikasi yang dimilikinya dan semakin rendah dan sempit dan bahkan tidak memiliki pengaruh keberadaan sesorang dalam masyarakat semakin rendah stratifikasi sosial nya. Kekuasaan yang dimiliki seseorang bukanlah sesuatu yang bersifat formal saja seperti pejabat pemerintah setempat maupun pejabat pemerintah yang lain.

Kekuasaan tersebut berupa kepatuhan dan ketaatan bagi seseorang untuk mengikuti apa yang menjadi sasaran atau perntahnya. Seorang Kyai memberikan saran kepada seseoran untuk menghentikan minum miras atau merokok dan yang bersangkutan langsung menghentikan tndakannya, maka kyai tersebut memeiliki kekeuasaan yang tinggi atau kuat; demikian halnya orang lain jika apa yang mereka kehendaki dan orang melakukannya, maka orang tersebut memiliki kekuasaan yang tinggi atau kuat.

5. Ukuran Kehormatan

Kehormatan yang diperoleh oleh sesorang bukanlah dari dirinya, melainkan penilaian yang datang dari orang lain. Apakah seseorang dihormati atau tidak oleh orang lain sangat tergantung pada orang lain, bukan bersumber pada dirinya.

Penghormatan bagi seseorang bukan muncul sesaat, melainkan melalui proses waktu dan evaluasi penghormatan dengan demikian bersifat obyektif bukan bersifat subyektif. Penghargaan bagi sessorang dalm wujud penghormatan dapat bersumber pada kepribadian seseorang tersebut karena kejujuran, ketaqwaan beragama, berani karena benar rendah hati maupun perilaku yang di tunjuk dalam setiap harinya seperti suka menolong, memberikan nasehat kepada kepada yang membutuhkan dan sebagainya yang setiap saat dievalusi oleh anggota masyarakat yang lain. Penghormatan tersebut diwujudkan orang lain akan memberikan hormat lebih dahulu atau mengulurkan tangan berjabat tangan menempatkan duduk dalam suatu pesta atau pertemuan di depan sendirin atau di tempat yang pas dengan kehormatannya.

6. Ukuran Ilmu Pengetahuan

Ukuran Ilmu Pengetahuan akan meliputi dua ukuran yaitu: Pertama, ukuran formal yaitu ijasah sebagai ukurannya semakin tingi gelar atau ijasah yang dimiliki semakin tinggi strata sosial nya dan semakin rendah yang dimiliki, maka semakin rendah pula strata sosial nya. Kedua, ukuran non-formal adalah profesional atau keahlian yang mereka miliki melalui ketrampilan yang dia lakukan. Mereka memperoleh keahlian tersebut tidak melalui jalur

Page 65: Ardin Brow

pendidikan formal. Pakar pengobatan alternatif mereka memperoleh keahliannya bukan belajar difakultas kedokteran, melainkan diperoleh dari luar pendidikan formal yang ada.[15]

Dalam teori sosiologi, unsur-unsur terjadinya sistem pelapisan sosial dalam masyarakat adalah:

1. Kedudukan (Status)Kedudukan (status) sering kali juga dibedakan dengan kedudukan sosial (sosial

status). Kedudukan adalahsebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial ,sehungan dengan orang lain dalam kelompok tersebutatau tempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi.[16]

2. Peran (Rore)Selain kedudukan dan peran disamping unsur pokok dalam sistem berlapis-lapis dalam

masyarakat, juga mempunyai arti yang sangat penting bagi sistem sosial masyarakat. Status menunjukkan tempat atau posisi seseorang dalam masyarakat, sedangkan peran menunjukan aspek dinamis dari status, hal ini merupakan suatu tingkah laku yang diharapkan dari seorang individu tertentu yang menduduki status tertentu.

Sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestasinya,hak-hak dan kewajibannya. Dengan demikian kedudukan sosial tidaklah semata-mata merupakan kumpulan kedudukan-kedudukan seseorang dalam kelompokn yang berbeda, tapi kedudukan sosial tersebut mempengaruhikedudukan orang tadi dalam kelompok sosial yang berbeda.

Oleh karena kedudukan sering diartikan sebagai tempat seseorang dalam suatu pola atau kelompok sosial , maka seseorang juga mempunyai beberapa kedudukan sekaligus. Hal ini disebabkan seseorang yang biasanya ikut dalam berbagai kelompok sosial .

Kedudukan, apabila dipisahkan dari individu yang memilikinya, hanyalah merupakan kumpulan hak dan kewajiban. Namun, karena hak dan kewajiban itu hanya dapat terlaksanakan melalui perantara individu, maka sulit untuk memisahkannya secara tegas.

Dalam masyarakat sering kali kedudukan dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a) Ascribed Status

Status ini diartikan sebagai kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan seseorang. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran. Misalnya, kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula, seorang anak dari kasta brahmana juga akan memperoleh kedudukan yang demikian. Kebanyakan ascribed status dijumpai pada masyarakat dengan sistem pelapisan sosial yang tertutup, seperti sistem pelapisan perdasarkan perbedaan ras. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa dalam masyrakat dengan sistem pelapisan sosial terbuka tidak ditemui adanya ascribed status. Kita lihat misalnya kedudukan laki-laki dalam suatu keluarga akan berbeda dengan kedudukan isteri dan anak-anaknya, karena pada umumnya laki-laki (ayah) akan menjadi kepala keluarga.

Page 66: Ardin Brow

b) Achieved Status

Yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang sengaja dilakukan, bukan diperoleh karena kelahiran.Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan dari masing-masing orang dalam mengejar dan mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang bisa menjadi dokter, hakim, guru, dan sebagainya, asalkan memnuh persyaratan yang telah ditentukan. Dengan demikian tergantung pada masing-masing orang apakah sanggup dan mampuh memenuhi persyaratan yang telah ditentukan atau tidak.[17]

Disamping kedua kedudukan tersebut di atas, sering kali dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu assigned-status,kedudukan yang diberikan. Assigned-status, artinya suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang karena telah berjasa kepada masyarakat.

Di atas telah dijelaskan bahwa seseorang dalam masyarakat dapat memiliki beberapa kedudukan sekaligus, akan tetapi biasanya salah satu kedudukan yang selalu menonjol itulah yang merupakan kedudukan yang utama. Dengan melihat kedudukan yang menonjol tersebut, yang bersangkutan dapat digolongkan ke dalam strata atau lapisan tertentu dalam masyarakat.

C. Dampak Perbedaan Status Sosial Ekonomi Masyakat

Sebagian pakar menyakini bahwa pelapisan masyarakat sesungguhnya mulai ada sejak masyarakat mengenal kehidupan bersama. Terjadinya stratifikasi sosial atau sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sistem pelapisan yang terjadi dengan sendirinya artinya tanpa disengaja,dan sistem pelapisan yang terjadi karena dengan sengaja disusun untuk mencapai suatu tujuan tertentu.[18]

Lapisan-lapisan dalam masyarakat yang terjadi dengan sendirinya atau tidak disengaja misalnya, lapisan yang didasarkan pada umur, jenis kelamin, kepandaian, sifat, keaslian keanggotaan kerabat kepala masyarakat, mungkin pada batas-batas tertentu berdasarkan harta. Sedangkan sistem lapisan dalam masyarakat yang sengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi formal seperti pemerintahan, perusahaan, partai politik, angkatan bersenjata dan sebagainya. Kekuasaan dan wewenang itu merupakan sesuatu unsur khusus dalam sistem pelapisan masyarakat yang mempunyai sifat lain daripada uang, tanah, dan benda ekonomis lainya. Hal ini disebabkan uang, tanah, dan jenisnya dapat dibagi secara bebas dalam masyarakat tanpa merusak keutuhan masyarakat.[19]

Namun demikian, apabila suatu masyarakat hendak hidup teratur dan keutuhan masyarakat tetap terjaga maka kekuasaan dan wewenang harus pula dibagi-bagikan secara taratur, sehingga setiap orang akan jelas dimana kekuasaan dan wewenangnya dalam organisasi, baik secara horizontal maupun vertikal. Secara teoritis diakui bahwa manusia dapat dianggap sederajat, akan tetapi dalam kenyataan kehidupan dalam kelompok-kelompok sosial tidak demikian halnya. Dengan demikian pembedaan ke dalam lapisan-lapisan merupakan gejala universal serta merupakan bagian dari sistem sosial setiap masyarakat.[20]

Page 67: Ardin Brow

Status sosial adalah merupakan kedudukan, peranan, dan tanggung jawab seseorang dalam masyarakatnya. Status itu dikategorikan dalam dua bagian status karena seseorang mewarisi dari keturunannya (ascribed status), dan status sosial yang digenggam sebab prestasi yang diperoleh (achieved status). Kelompok ascribed status bertali temali dengan keturunan, kelahiran dan warisan yang mereka peroleh dari orang tua atau kakek buyut, dan tidak dibutuhkan jerih lelah untuk masuk dalam kategori ini. Dalam masyarakat sederhana, karakteristik ascribed status dipandang sebagai suksesi yang tidak pernah diperdebatkan. Sebaliknya, orang yang dikelompokkan dalam kategori achieved status adalah orang yang harus berjerih lelah, untuk menghasilkan sesuatu yang diakui oleh masyarakat luas. Tidak dikenal paham suksesi, yang berlaku adalah usaha dan prestasi.[21]

Fenomena dan realitas sosial serupa mencolok dalam masyarakat maju, di mana kontestasi merupakan syarat menuju puncak prestasi. Kedua model status sosial itu terpatri dalam benak masyarakat, diakui, diupayakan - kendati pun dicemooh - tetapi telah berlangsung berabad-abad dalam peradaban manusia. Untuk memahami eksistensi dua status sosial itu, kita mudah mencari, apakah kontribusi mereka bagi masyarakat dan lingkungan sosial pada zamannya.

Status sosial atau yang sering disebut stratifikasi sosial menunjukkan adanya suatu ketidakseimbangan yang sistematis dari kesejahteraan, kekuasaan dan prestise (gengsi) yang merupakan akibat dari adanya posisi sosial (rangking sosial) seseorang di masyarakat. Sedangkan ketidakseimbangan dapat didefinisikan sebagai perbedaan derajat dalam kesejahteraan, kekuasaan dan hal-hal lain yang terdapat dalam masyarakat. [22]

Adanya perbedaan status sosial dalam hal ini menyangkut perbedaan perekonomian, dapat menimbulkan adanya kecemburuan sosial, kesejahteraan yang tidak merata, bahkan bisa menyebabkan perbuatan yang melanggar hukum. Perbedaan status sosial ekonomi secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat terutama yang berada pada lapisan bawah.

Adanya perbedaan status sosial ekonomi dapat menimbulkan konflik sosial tersendiri bagi masyarakat. Konflik sosial berarti pertentangan antara kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat yang diikat atas dasar suku, ras, jenis kelamin, kelompok, status ekonomi, status sosial , bahasa, agama, dan keyakinan politik, dalam suatu interaksi sosial yang bersifat dinamis. Baik dalam masyarakat homogen maupun dalam masyarakat majemuk. Konflik sosial dapat terjadi karena adanya perbedaan yang disebabkan adanya ketidak-adilan dalam akses pada sumberdaya ekonomi dan politik. Adanya ketidak-adilan akses pada sumberdaya ekonomi dan politik memperparah berbagai prasangka yang sudah ada di antara kelompok-kelompok sosial. Konflik sosial merupakan hal yang sering terjadi mustahil dihilangkan sama sekali. Yang harus dicegah adalah konflik yang menjurus pada pengrusakan dan penghilangan salah satu pihak atau para pihak yang berkonflik. Oleh karena itu konflik harus dikendalikan, dikelola, dan diselesaikan melalui hukum yang berarti melalui jalan damai.[23]

KESIMPULAN

Page 68: Ardin Brow

Deferensiasi status sosial sebagai gejala yang universal dalam kehidupan masyarakat dan membedakan masyarakat secara horizontal, tentu akan membawa dampak dan pengaruh pada kehidupan bersama. Perbedaan secara horizontal ini tetap akan membawa konsekuensi bagi kelompok-kelompok sosial yang ada. Perbedaan status sosial dapat terjadi dengan sendirinya sebagai bagian dari proses pertumbuhan masyarakat.

Perbedaan status sosial ekonomi mempunyai dampak tersendiri bagi masyarakat. Adanya perbedaan status sosial dalam hal ini menyangkut perbedaan perekonomian, dapat menimbulkan adanya kecemburuan sosial, kesejahteraan yang tidak merata, bahkan bisa menyebabkan perbuatan yang melanggar hukum. Perbedaan status sosial ekonomi secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat terutama yang berada pada lapisan bawah yang mengalami perekonimian lemah.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. II., Jakarta: Balai Pustaka

Effendi, Macam-Macam Status Sosial dan Stratifikasi Sosial, dalam http://organisasi.org/jenis-jenis-macam-macam-status-sosial-stratifikasi-sosial-dalam-masyarakat-sosiologi

Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkup Peradilan Agama, DIRJEN BIPH, Jakarta 2004

Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993)

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993)

Effendi, Macam-Macam Status Sosial dan Stratifikasi Sosial, dalam http://organisasi.org/jenis-jenis-macam-macam-status-sosial-stratifikasi-sosial-dalam-masyarakat-sosiologi

Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan (Cet: I, Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 2004)

Anshari, Status Sosial dan Pengaruhnya, dalam http://bumiputra.com/status-sosial&pengaruhnya

Soerjono Soekanto, Sosiologi Perkembangan (Cet: II., Jakarta: Pustaka Setia, 1992)

[1] Amri Maulana, Perbedaan Status Sosial Dalam Masyarakat, dalam http://multiply.com/perbedaan-status-soasial-masyarakat/09/ref/

Wardani Sofyan, Pengertian Dan Peran Status Sosial, dalam http://jendela.blogspot. om/pengertian-peran-status-sosial/ref.html

Alwis, Korelasi Status Sosial, dalam http://id.shvoong.com/humanities/1969964-korelasi-status-sosial/

Halifah dalam http://images.halifah29.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/ Sf6wFQoKCHYAADPUXtE1/sosiologi.odt?nmid=239124045.

Page 69: Ardin Brow

Wawan, Penyebab Konflik Sosial, dalam http://wawan-satu.blogspot.com/ 2010/01/penyebab-konflik-sosial .html

[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. II., Jakarta: Balai Pustaka, h. 899

[2] Effendi, Macam-Macam Status Sosial dan Stratifikasi Sosial, dalam http://organisasi.org/jenis-jenis-macam-macam-status-sosial-stratifikasi-sosial-dalam-masyarakat-sosiologi (Download tanggal 23/11/2009)

[3] Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkup Peradilan Agama, DIRJEN BIPH, Jakarta 2004, h. 131

[4] Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 88

[5] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 63

[6] Effendi, Macam-Macam Status Sosial dan Stratifikasi Sosial, dalam http://organisasi.org/jenis-jenis-macam-macam-status-sosial-stratifikasi-sosial-dalam-masyarakat-sosiologi (Download tanggal 19/04/2010)

[7] Ibid

[8] Ibid

[9] Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan (Cet: I, Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 2004)., h. 132

[10] Dwi Narwoko, op cit., h. 135

[11] Ibid

[12] Ibid

[13] Anshari, Status Sosial dan Pengaruhnya, dalam http://bumiputra.com/status-sosial&pengaruhnya (Dowload tanggal 17/04/2010)

[14] Soerjono Soekanto, Sosiologi Perkembangan (Cet: II., Jakarta: Pustaka Setia, 1992), h. 38

[15] Anshari, op cit

Page 70: Ardin Brow

[16] Amri Maulana, Perbedaan Status Sosial Dalam Masyarakat, dalam http://multiply.com/perbedaan-status-soasial-masyarakat/09/ref/ (Download Tanggal 19/04/2010)

[17] Ibid

[18] Wardani Sofyan, Pengertian Dan Peran Status Sosial, dalam http://jendela.blogspot. om/pengertian-peran-status-sosial/ref.html (Download Tanggal 15//04/2010)

[19] Dwi Narwoko, op cit., h. 152

[20] Ibid

[21] Alwis, Korelasi Status Sosial, dalam http://id.shvoong.com/humanities/1969964-korelasi-status-sosial/ (Download tanggal 19/04/2010)

[22] Halifah dalam http://images.halifah29.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/ Sf6wFQoKCHYAADPUXtE1/sosiologi.odt?nmid=239124045. (Download tanggal 20/04/2010)

[23] Wawan, Penyebab Konflik Sosial, dalam http://wawan-satu.blogspot.com/ 2010/01/penyebab-konflik-sosial .html (Download tanggal 19/04/2010)

SOSIAL EKONOMI

E. PembahasanSosial ekonomi orang tua merupakan suatu keadaan sosial ekonomi yangmenyangkut tentang kedudukan dan prestasi seseorang atau keluarga dalam masyarakatserta usaha untuk menciptakan barang dan jasa demi terpenuhinya kebutuhan baikjasmani dan rohani. Keadaan sosial keluarga berkaitan erat denan interaksi sosial yangterjadi di antara anggota keluarga dan interaksi keluarga dengan masyarakatlingkungannya. Keadaan sosial orang tua tidak terlepas dari keadaan ekonomi. Sebabuntuk terpenuhinya kebutuhan keluarga diperlukan keadaan ekonomi yang memadai.Jika orang tua memiliki penghasilan tinggi maka kebutuhan keluarga lebih mudahterpenuhi namun jika orang tua memiliki penghasilan rendah kebutuhan keluarga jugalebih sulit terpenuhi khususnya pendidikan anak. Selanjutnya anak akan lebihtermotivasi untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.Dari data yang diperoleh dimana t hitung lebih besar dari t tabel yakni

Page 71: Ardin Brow

3,62>1,980. Ini menggambarkan bahwa hipotesis (Ha) dapat diterima yakni “terdapatpengaruh sosial ekonomi orang tua terhadap minat anak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi ((studi kasus kelas XI semester genap di SMA Sinar Husni MedanHelvetia Kabupaten Deli Serdang tahun pelajaran 2010/2011)”.Dari hasil angket, diketahui bahwa keadaan sosial ekonomi orang tuamempengaruhi minat anak dalam melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Untukitu orang tua harus senantiasa meningkatkan keadaan ekonomi keluarga dan lebihmemberikan motivasi dan perhatian terhadap pendidikan anak. Ini dilakukan agar anakmemiliki minat belajar sehingga termotivasi untuk melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi. Sebab banyak anak yang memiliki minat melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi namun terkendala pada masalah ekonomi keluarga. Sedangkan adaanak yang memiliki keadaan ekonomi keluarga yang memadai namun tidak ada minatuntuk kuliah dikarenakan ada faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor lingkunganyang kurang baik. Selain itu keadaan keluarga yang harmonis juga berpengaruh misaljika seorang anak memiliki keluarga yang utuh atau tidak bercerai tentu anak akan lebihbanyak mendapat bimbingan dan perhatian, terutama perhatian orangtua terhadapkegiatan dan perkembangan belajar anak.Jurnal CITIZENSHIP Volume 00 Nomor 00 2013 51Dari hasil wawancara, maka dapat diketahui bahwa orang tua senantiasaberupaya mencukupi kebutuhan keluarga. Walaupun kebutuhan pendidikan anak kianbertambah, orang tua menyadari jika sarana dan prasarana pendidikan anak terpenuhimaka anak juga dapat mengembangkan kreativitas dalam belajar sehingga anaktermotivasi melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Orang tua juga berharapanaknya dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Orang tua menginginkananaknya menjadi orang yang sukses dalam pendidikan dan karirnya, sehingga dimasayang akan datang dapat memperbaiki kualitas hidupnya menjadi lebih baik darisebelumnya.F. PenutupBerdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka pada bab

Page 72: Ardin Brow

ini penulis mengemukakan kesimpulan pengaruh merupakan daya yang timbul darisesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk perbuatan seseorang dalam hal belajarMinat anak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dapat dipengaruhi olehbimbingan orang tua serta status sosial ekonomi orang tua juga mempengaruhi minatanak utuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi.Berdasarkan hasil perhitungan pada analisa korelasi antara variabel X (keadaansosial ekonomi orang tua) dan variabel Y (minat anak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi) diperoleh korelasi sebesar 0,403 yang memiliki interprestasi nilaikorelasi pada tingkat hubungan yang cukup atau sedang di SMA Sinar Husni MedanHelvetia Kabupaten Deli Serdang.Besarnya pengaruh sosial ekonomi orang tua terhadap minat anak melanjutkanpendidikan ke perguruan tinggi di SMA Sinar Husni Kabupaten Deli Serdang adalahsebesar 3,62 (t hitung) dan harga t tabel adalah 1,980 pada taraf signifikan 5%.Pengaruh berjalan tidaknya pendidikan seeorang anak tidak terlepas darikeadaan ekonomi keluarga itu karena mengingat biaya pendidikan yang melambungtinggi, kemungkinan besar masyarakat yang ekonominya rendah akan merasa beratuntuk menyekolahkan anak-anak mereka khususnya ke tingkat perguruan tinggi.Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, tetapi pada kenyataannyapendidikan banyak yang dinikmati oleh orang yang ekonominya mampu. Tetapi bagianak yang ekonomi orang tuanya rendah mempunyai kemuan tetapi tidak mampu untukmenggapai pendidikan yang dicita-citakan.Jurnal CITIZENSHIP Volume 00 Nomor 00 2013 52Keadaan sosial ekonomi orang tua sangat berpengaruh terhadap minat anakmelanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Disamping itu ada harus ada bimbingandan perhatian dari orang tua untuk meningkatkan minat anak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi. Sebuah keluarga dengan taraf ekonomi rendah maka anaknya akanmemperoleh kesempatan yang lebih kecil mengecap pendidikan yang lebih tinggidibandingkan dengan sebuah keluarga dengan taraf ekonominya rendah.DAFTAR PUSTAKADarajat, Zakiah. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi AksaraDjaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Page 73: Ardin Brow

Hasbullah. 2003. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.Martin, A dan Bhaskara. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Milenium. Surabaya:Karina.Mudyahardjo, Redja. 2002. Pengantar Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.Nasution, S. 2010. Sosiologi Pendidikan. Jakarta:Bumi AksaraFakultas Ilmu Sosial. Pedoman Penulisan Skripsi PPKn. 2007. Medan: UNIMED.Sardiman. 2003. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV Rajawali.Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: RinekaCipta.Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada.Syahrum. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung: Cipta Pustaka Media.Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem PendidikanNasional.

MASALAH PUTUS SEKOLAH DAN PENGANGGURAN - Tinjauan Sosiologi Pendidikan

MASALAH PUTUS SEKOLAH DAN PENGANGGURAN

- Tinjauan Sosiologi Pendidikan -

Oleh: St Wardah Hanafie Das & Abdul Halik

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat global telah dilanda syndrome kronis dan akut dalam personal manusia dalam

berbagai aspek, baik ideologi, moral, cultural, paradigm, dan sebagainya. Noam Chomsky menilai

Page 74: Ardin Brow

globalisasi yang tidak memprioritaskan hak-hak rakyat (masyarakat) sangat mungkin merosot

terjerembab ke dalam bentuk tirani, yang dapat bersifat oligarkis dan oligopolistik. Globalisasi semacam

itu didasarkan atas konsentrasi kekuasaan gabungan Negara dan swasta yang secara umum tidak

bertanggungjawab pada publik.1[1] Penomena ini berdampak besar bagi order social di dalam

membangun peradaban, karena ranah kapitalis dan neoliberalis yang jadi ‘urat nadi’ dinamika sosial.

Tuntutan kontemporer menegaskan eksistensi manusia didasari oleh daya saing yang tinggi.

Tumbuhnya daya saing tinggi tentunya di backup oleh pendidikan. Senada dengan hal tersebut, Druker

yang meramalkan bahwa masyarakat modern mendatang adalah masyarakat knowledge society, dan

siapa yang akan menempati posisi penting adalah educated person.2[2] Manusia terdidiklah yang dapat

memainkan peranan penting dalam dunia global kontemporer.

Sebagai tuntutan atas menguatnya ledakan informasi dan pengetahuan masyarakat modern,

lembaga pendidikan di masa global dalam penyelenggaraan fungsinya harus mampu mengajarkan

bagaimana dapat memperoleh informasi dan mengolah informasi kepada peserta didik, baik mereka

yang berasal dari keluarga yang berkecukupan maupun yang papa.3[3] Dengan demikian, pemerataan

dan akses pendidikan perlu ditingkatkan sehingga fungsi dan peran pendidikan secara filosofis dapat

berjalan dengan baik.

Dalam konteks epistemologi pendidikan Islam di Indonesia, masih lebih besar penekanan

vertikalnya ketimbang horisontalnya, sehingga pembahasan materi cenderung melangit, ideal,

bermetafisika penuh, dan fokus pada dogmatisme kebenaran yang terkadang membuat agama dan ilmu

pengetahuan tidak terasa fungsinya karena tidak terlalu praksis emansipatoris.4[4] Epistemologi

pendidikan Islam telah banyak terkondisikan dan mengadopsi epistemologi pendidikan Barat modern

1[1] Lihat penjelasan lebih lanjut Mohammad Amien Rais, Agenda-Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia! (Cet. III, Yogyakarta: PPSK Press, 2008), h. 22.

2[2] Mastuhu, Pendidikan Indonesia Menyongsong “Indonesia Baru” Pasca Orde Baru, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan GEMA Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta, Edisi 1, Jakarta, h. 8.

3[3] Muchtar Buchori, Transformasi Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 27.

4[4] Muhammad Karim, Pendidikan Kritis Transformatif, (Cet. I, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), h. 71.

Page 75: Ardin Brow

yang tentunya tidak sesuai dengan nilai-nilai dasar dan semangat Islam karena penuh dengan status quo

dan penindasan.

Olehnya itu, pendidikan Islam diharapkan dapat menjadi elan vital dalam memajukan harkat dan

martabat masyarakat melalui kesadaran akan pendidikan. Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan

akan menjadi ‘embrio’ bagi eksistensi kehidupan. Namun, kini masih banyak masyarakat justru tidak

dapat mengenyam pendidikan dan ada yang sudah mengenyam pendidikan (atau putus sekolah) tapi

tidak mendapat tempat yang layak di dalam masyarakat (menganggur).

Dalam makalah ini akan dikaji tinjauan sosiologis pendidikan mengenai putus sekolah dan

pengangguran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan prolog tersebut di atas, maka dalam makalah ini akan dikemukakan

permasalahan yang menjadi kajian sentral, yaitu:

1. Apa yang menjadi penyebab putus sekolah dan pengangguran?

2. Bagaimana tinjauan sosiologi pendidikan terhadap putus sekolah dan pengangguran?

II. PEMBAHASAN

A. Penyebab Putus Sekolah dan Pengangguran

1. Penyebab Putus Sekolah

Putus sekolah dan pengangguran menjadi masalah krusial dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Putus sekolah dapat terjadi akibat dari berbagai persoalan dalam aspek politik, ekonomi,

hukum, budaya, dan sebagainya. Putus sekolah masuk ke dalam seluruh ranah masyarakat khususnya di

Indonesia telah menjadi phenomena tersendiri, dan memiliki motif yang beragam.

Page 76: Ardin Brow

Menurut Sekjen Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, kasus putus sekolah yang

paling menonjol tahun ini terjadi di tingkat SMP, yaitu 48 %. Adapun di tingkat SD tercatat 23 %.

Sedangkan prosentase jumlah putus sekolah di tingkat SMA adalah 29 %. Kalau digabungkan kelompok

usia pubertas, yaitu anak SMP dan SMA, jumlahnya mencapai 77 %. Dengan kata lain, jumlah anak usia

remaja yang putus sekolah tahun ini tak kurang dari 8 juta orang.5[5] Angka statistik tersebut

menunjukkan tingkat putus sekolah pada jenjang pendidikan menengah ke bawah masih sangat tinggi,

sehingga pendidikan di Indonesia belum merata pada setiap jenjang.

Angka anak yang putus sekolah umur 8–15 tahun merupakan proporsi anak putus sekolah pada

tingkat pendidikan tertentu pada suatu waktu terhadap jumlah peserta didik pada tingkat pendidikan

tertentu pada waktu tertentu pula. Peserta didik yang putus sekolah adalah peserta didik yang tidak

melanjutkan lagi sekolahnya sebelum menamatkan tingkat pendidikan yang sedang ia duduki.6[6]

Peserta didik yang putus sekolah boleh jadi berhenti atau tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang

lebih tinggi.

Putus sekolah sering terjadi, baik di masyarakat perkotaan maupun di pedesaan, pada

masyarakat terdidik maupun yang kurang terdidik. Hal ini mendeskripsikan putus sekolah dapat terjadi

karena faktor yang bervarian. Secara makro, penyebab putus sekolah disebabkan karena faktor

ekonomi, keluarga, teman sebaya, masalah pribadi.7[7] Penyebab terjadinya putus sekolah secara umum

adalah karena terjadinya resesi ekonomi baik dalam skala makro (bangsa) maupun dalam skala mikro

(keluarga), persepsi, asumsi, dan kondisi keluarga terhadap pendidikan, pergaulan teman sebaya

khususnya pada dampak negatif, dan kondisi anak (baik fisik maupun psikis).

5[5] Robert Manurung, 12 Juta Anak Indonesia Putus Sekolah, diposting dalam http://ayomerdeka.wordpress.com/09/05/2009

6[6] Jonny Purba (Penyunting), Pengelolaan Lingkungan Sosial, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 134

7[7] John W. Santrock, Adolescence: Perkembangan Remaja, Terjemahan, Edisi 6, (Surabaya: Erlangga, t.th.), h. 264

Page 77: Ardin Brow

Kemudian menurut Ny Y. Singgih D. Gunarsa, bahwa faktor penyebab putus sekolah adalah

bersumber pada anak itu sendiri dan bersumber di luar anak, yaitu faktor keluarga dan sekolah.8[8]

Pandangan ini senada dengan pendapat John W. Santrock, namun Y. Singgih juga menekankan pada

pihak sekolah, seperti sistem pendidikan, layanan pendidikan, biaya pendidikan, akses pendidikan, dan

sebagainya. Sekolah dapat menjadi penyebab terjadinya putus sekolah bagi anak apabila kurang respek

dengan sistem pembelajaran yang memenjarakan, biaya pendidikan tinggi, akses pendidikan terbatas

atau tidak terjangkau.

Apresiasi Wahono menilai orang tua khususnya di Indonesia rata-rata sadar akan pentingnya

pendidikan sehingga faktor ekonomi yang menjadi alasan mendasar. Penyebab anak putus sekolah ada

kaitan erat antara beban ekonomi masyarakat dan kegiatan pendidikan, yakni karena kesulitan finansial,

ujung-ujungnya adalah demi membantu ekonomi orang tua, anak-anak terpaksa terbengkalai

pendidikannya, dan bahkan mereka putus sekolah.9[9] Keluarga yang belum beruntung secara ekonomi

menjadikan anak sebagai penopang dalam pemenuhan ekonomi keluarga, sehingga anak terpaksa

membantu keluarganya mencari nafkah dan akhirnya putus sekolah.

Tingginya angka putus sekolah membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Anak yang putus sekolah membawa keresahan sosial, ekonomi, moral, dan

masa depan. Menurut H. Sahilun A. Nasir menyatakan bahwa akibat anak putus sekolah membawa

dampak terjadinya degradasi moral, budi pekerti, patriotisme, dan ketidakpuasan para anak, maka pada

akhirnya akan mengakibatkan kerugian besar bangsa, masyarakat, dan Negara.10[10] Pada dasarnya,

anak yang putus sekolah menjadi beban Negara dalam berbagai aspek, seperti ekonomi, degradasi

kultural, moral, intelektual, spiritual, sosial, dan sebagainya.

8[8] Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Membimbing, (Cet. 9, Jakarta: PT. Gunung Mulia, 2000), h. 113.

9[9] Wahono, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. 3, Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 109.

10[10] H. Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem Remaja, (Cet. I, Jakarta: Kalam Mulia, 1999), h. 5.

Page 78: Ardin Brow

2. Penyebab Pengangguran

Pengangguran menjadi wacana urgen dikaji, baik dalam skala lokal maupun global. Karena

pengangguran membawa dampak yang sangat besar bagi kelangsungan hidup masyarakat dan bangsa.

Rakyat yang menganggur mengakibatkan keresahan di dalam masyarakat seperti beban social,

psikologis, ekonomi, dan sebagainya. Seseorang dapat hidup dengan eksis apabila dapat hidup dengan

layak, aman, adil, dan sejahtera. Seseorang yang menganggur sangat sulit menempuh hidup yang layak,

aman, merasakan dan bersikap adil, serta sejahtera.

Konteks pengangguran di Indonesia, menurut hasil survey angkatan kerja nasional BPS (Badan

Pusat Statistik) Februari 2007 tercatat pengangguran 10,5 juta jiwa (9,75%), dan sedangkan

pengangguran intelektual sebanyak 740.206 jiwa (7,02%).11[11] kemudian keterangan yang lain

menunjukkan pengangguran pada tahun 2009 sudah mencapai 10 juta jiwa (12 %). Angkat tersebut

sangat tinggi sehingga sangat rawan dalam konteks kehidupan sosial, dan tingginya angka pengangguran

menunjukkan stabilitas sosial dan ekonomi semakin terancam.

Pengangguran merupakan suatu keadaan yang menakutkan, karena energi sekelompok orang,

yang tidak dapat disalurkan lewat pekerjaan atau kegiatan yang produktif, kemudian mencari jalan

penyaluran yang merugikan masyarakat atau malahan membahayakan orang lain.12[12] Hal tersebut

menjadi bagian yang sangat penting mencari jalan keluar dari lingkaran pengangguran. Semakin tinggi

jumlah penganggur maka semakin berdampak besar pada pembangunan order social, seperti keresahan

sosial, konflik, kemiskinan, dan sebagainya.

Dalam konteks sosiologis, pengangguran dapat terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu:

1. Pengangguran Struktural (menganggur karena terjadi resesi ekonomi atau PHK).

2. Pengangguran sementara (menganggur karena pindahnya dari pekerjaan satu ke pekerjaan lain)

3. Pengangguran tidak tetap (menganggur karena selesai kontrak dan menunggu kontrak lain)

11[11] “Pengangguran Intelektual di Indonesia Meningkat”, Media Indonesia, Kolom 4-5, Edisi Jum’at, 15 Pebruari 2008, h. 8.

12[12] Ignas Kleden, Masyarakat dan Negara: Sebuah Persoalan, (Yogyakarta: Penerbit Agromedia Pustaka, 2004), h. 37

Page 79: Ardin Brow

4. Pengangguran teknologi (menganggur karena pergantian tenaga mekanik)

5. Pengangguran residu (menganggur karena tidak mau bekerja).13[13]

Pengangguran dapat menimpa masyarakat apabila terjadi resesi ekonomi secara global dan

nasional sehingga menjamur PHK karena sector ekonomi rill tidak mampu membiayai tenaga kerja.

Pengangguran juga dapat terjadi apabila job kerja dimutasi dari tempat yang satu ke tempat yang lain,

kontrak kerja selesai atau pekerjaan yang tidak kontiniu. Akselerasi teknologi mutakhir dapat

menimbulkan pengangguran karena pekerjaan digantikan system mekanik yang dapat menggantikan

tenaga manusia. Kemudian pengangguran terjadi akibat dari semangat kerja atau sikap malas yang

menggerogoti seseorang.

Permasalahan pengangguran menjadi masalah besar, maka dibutuhkan penanganan dan

penyelesaian yang serius. Menurut Minsky, pengangguran tidak dapat diatasi tanpa campur tangan

pemerintah, dalam hal ini pasar tidak akan dengan sendirinya menyelesaikan persoalan pengangguran

serta derivasi masalah yang ditimbulkannya, seperti kemiskinan dan ketimpangan.14[14] Olehnya itu,

pemerintah dan tentunya masyarakat harus sinergis dalam membangun sumber daya manusia yang

berdaya saing tinggi. Pemerintah membuka akses pendidikan yang seluas-luasnya, menciptakan

lapangan kerja dan memberikan jaminan kerja kepada masyarakat. Kemudian masyarakat harus

menumbuhkan kesadaran yang tinggi terhadap pendidikan, meningkatkan etos kerja dan semangat

entrepreneurship.

B. Tinjauan Sosiologi Pendidikan terhadap putus sekolah dan pengangguran

Pendidikan merupakan esensi dasar dari kehidupan manusia. Manusia dapat hidup dengan baik

apabila didukung oleh landasan pendidikan yang benar, terutama dalam era kompetitif sekarang ini.

Karena pendidikan berfungsi sebagai alat yang strategis dalam pengembangan Sumber Daya Manusia

13[13] Simon Danes dan P. Hardono Hadi, Masalah-masalah moral sosial aktual dalam perspektif iman Kristen, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), h. 117

14[14] A. Prasetyantoko, Bencana Finansial: Stabilitas Sebagai Barang Publik, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2008), h. 103

Page 80: Ardin Brow

(SDM).15[15] Pendidikan menjadi motor penggerak kelangsungan hidup layak, baik dalam konteks

politik, sosial, ekonomi, maupun budaya.

Problem dalam pendidikan yang ada di Indonesia adalah; bentuk pendidikan yang bersifat

Parsial, Pragmatis, dalam banyak hal justru bersifat paradox.16[16] Parsial, karena pendidikan yang ada

hanya sebatas mengembangkan intelektual dan ketrampilan dan melupakan pendidikan akhlak dan

moral. Hal tersebut menjadikan hasil dari pendidikan yang semacam ini menumbuhkan banyak orang-

orang yang trampil dan cerdas secara intelektual namun miskin dalam peringai dan tingkah laku,

sehingga banyak orang-orang pintar namun rusak moral dan ahlaknya. Pendidikan yang demikian adalah

agen untuk melayani kepentingan dan kebutuhan hidup yang ada dalam masyarakat. Karena

masyarakatnya industri maka yang laku adalah fakultas ekonomi, karena masyarakatnya butuh informasi

dan tehnologi maka yang laris adalah fakultas tehnik informatika dan lain sebagainya.

Bersifat Praktis dan pragmatis,17[17] hal tersebut tercermin dalam orientasi pendidikan yang

ada, yaitu lapangan kerja; dalam banyak hal sekolah didirikan dengan konsep siap pakai, siap kerja, siap

latih. Mengukur hasil pendidikan dengan ukuran yang sederhana, berapa lama kuliah dapat diselesaikan,

IPK yang dapat dicapai. Kesuksesan sebuah lembaga pendidikan dilihat dari seberapa cepat peserta

didiknya diterima di lapangan kerja, dan seberapa besar gaji yang dapat diperolehnya. Hal demikian

bertolak belakang dengan konsep pendidikan dalam Islam. dimana dimensi terpenting dari hidup

manusia yang menjadi orientasinya, bagaimana pendidikan dapat memberikan pengaruh dalam jiwa

peserta didik untuk mengembangkan manusia menjadi semakin bertaqwa, beriman, berbudi luhur,

berpengetahuan luas, trampil dan lain sebagainya. Pendidikan yang ada di Indonesia tidak menyentuh

aspek substansi atau yang hakiki dan inti tersebut, melainkan hanya pada kisaran kulit dan kepentingan

15[15] M. Dawam Rahardjo (Ed.), Keluar dari Kemelut Pendidikan-Menjawab Tantangan Kualitas Sumber Daya Manusia Abad 21, ( Jakarta : Intermasa, 1997 ), h. 27.

16[16] Imam Suprayogo, Pendidikan Berpradigma Al-Qur’an, Pergulatan Membangun Tradisi dan Aksi Pendidikan Islam, (Cet. I, Malang: UIN Malang, 2004), h. 12

17[17] Ibid, h. 14

Page 81: Ardin Brow

sesaat. Hal tersebut terjadi karena pandangan yang keliru dalam memahami hakekat, peranan dan

tujuan hidup manusia di dunia.18[18]

Bersifat paradox, pendidikan sesungguhnya adalah proses peniruan, pembiasaan, penghargaan.

Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Dalam pendidikan yang ada di Indonesia sulit sekali menemukan

seorang Pendidik yang ideal, yang menjadi sumber inspirasi bagi anak didiknya. Seperti apa yang

dikatakan oleh Muhammad Samir Al Munir menyatakan bahwa:

“kami meletakan belahan hati dan jiwa kami di hadapan anda agar mereka mendengarkan apa kata anda. Mata mereka terikat kepada anda. Yang baik menurut mereka adalah apa yang anda perbuat dan yang buruk menurut mereka adalah apa yang anda tinggalkan. Karena itu, dalam memperbaiki mereka, yang pertama kali harus anda perbaiki adalah diri anda sendiri. Anda jaga diri anda agar senantiasa berada di dalam kebaikan…di hadapan anda ada saudara-saudara dan anak-anak kami. Mereka mendapat hidayah dengan ilmu anda. Mereka menuai buah dari benih yang anda tanam, karena itu jadilah teladan yang baik bagi mereka”19[19]

Konsep pendidikan dalam tinjauan Islam yang diharapkan adalah bagaimana peserta didik dapat

cerdas intelektual, emosional, spiritual, social, dan teknikal. Integrasi ini akan menjadi cerminan muslim

yang dapat hidup eksis, dinamis, inovatif-kreatif, dan menjadi rahmatan lil alamin. Proses pendidikan

yang dilaksanakan harus memiliki visi misi yang jelas, pelayanan yang tepat, dikelola secara profesional,

dan berorientasi pada peserta didik dan tuntutan zaman.

Berbagai persepsi berkembang bahwa pendidikan konteks ke-Indonesia-an cenderung untuk

mengeksploitasi anak agar mampu bersaing dengan yang lainnya demi memperoleh pekerjaan yang

ujung-ujungnya adalah “kesejahteraan di bidang ekonomi”20[20], mendapatkan pekerjaan yang layak,

menjadi orang yang kaya. Karena ukuran untuk mendapatkan pekerjaan adalah kepemilikan Izajah,

sementara Izajah isinya adalah deretan angka yang diperoleh alumnus ketika menjawab soal ujian, maka

18[18] Wan Mohd Nor Wan Daud, “Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas” terjemahan dari Bhs Enggris “The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas” terbitan ISTAC 1998, (Cet.I, Bandung: Mizan, 2003), h. 163

19[19] Mahmud Samir Al-Munir, al-mu’alim arrabbany, terjemahan Uqinu Attaqi dengan judul “Guru Teladan dibawah Bimbangan Allah”, (Cet. I, Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 15 - 16

20[20] Imam Suprayogo, op.cit., h. 13

Page 82: Ardin Brow

jelaslah yang menjadi goal terbesar dalam pendidikan kita adalah otak. Orang tua akan malu apabila nilai

matematika anaknya tiga, atau dua.

Karena itu pendidikan harus mampu menyiapkan sumber daya manusia agar tidak sekedar

menjadi manusia penerima arus informasi global, namun harus memberikan bekal kepada manusia agar

dapat mengolah, meyesuaikan dan mengembangkan apa yang diterima melalui arus informasi itu,

dengan demikian visi pendidikan adalah menciptakan manusia yang kreatif dan produktif.21[21] Visi

pendidikan inilah yang perlu digalakkan secara kontiniu dan apabila secara konsisten visi tersebut

dijalankan maka luaran pendidikan dapat fungsional di masyarakat.

Permasalahan penting adalah adanya putus sekolah dan pengangguran, dan hal tersebut

membutuhkan solusi cepat dan tepat. Menurut H. Abu Ahmadi bahwa mengatasi pengangguran dapat

dilakukan dengan cara keseimbangan pembangunan ekonomi dan pendidikan.22[22] Pembangunan

ekonomi menjadi prioritas sehingga seluruh masyarakat menjangkau pendidikan, mulai usia dini (PAUD),

dasar (SD), menengah (SMP dan SMA) sampai pedidikan tinggi. Masyarakat yang berpendidikan tinggi

akan melahirkan luaran yang kreatif dan dapat menopang tumbuhnya ekonomi, ekonomi yang baik akan

dapat membuka pasar kerja yang luas, dan hal inilah dapat meminimalisir putus sekolah dan

pengangguran.

Pendidikan secara formal, adalah sekolah cukup berperan dalam mencerdaskan generasi

bangsa. Kualitas pendidikan bangsa terlihat dalam kualitas sekolah dalam menjalankan proses

pendidikan. Dengan demikian fungsi sosial sekolah, adalah:

1. Sekolah selalu memandang peranan dalam beberapa fungsi di dalam menyiapkan individu untuk mencari nafkah dan ikut serta dalam struktur pekerjaan yang berkembang.

2. Sekolah menolong memperkenalkan anak kepada kebudayaan masyarakatnya dan meluaskan partisipasinya dari batas lokal ke batas nasional, dan pentingnya kemajuan teknologi.

3. Sekolah menciptakan individualitas4. Sekolah berhubungan dengan pekerjaan-pekerjaan lain, menyelesaikan mensinyalir elit-elit yang

akan membawa tanggungjawab yang terberat baik lokal maupun nasional.

21[21] Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Grasindo, 2001), h. 83

22[22] H. Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Cet. II, Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 143

Page 83: Ardin Brow

5. Sekolah direncanakan untuk mengabdikan dan memperbaiki sistem pendidikan itu sendiri untuk melindungi hal-hal yang telah ada dan memperkenalkan sistim intelektual baru.23[23]

Sekolah menyiapkan peserta didik untuk hidup eksis dalam dunia kerja dan fungsional dalam

masyarakat, mengembangkan kebudayaan dan partisipasi social, menciptakan individu yang berdaya

saing tinggi, melahirkan manusia yang berani dan mau bertanggungjawab, dan memiliki kepekaan dan

kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan dan sains.

Apabila sekolah sebagai satuan pendidikan dapat berperan dengan maksimal dalam kehidupan

masyarakat, maka masyarakat dapat tercerdaskan dan terangkat harkat dan martabatnya. Namun, kini

masih banyak masyarakat yang putus sekolah yang tentunya menjadi hambatan dalam ‘pengikisan’

pengangguran dan pembangunan ekonomi. Hal tersebut di antara dampak negatif yang ditimbulkan bagi

anak yang putus sekolah adalah:

1. Menambah jumlah pengangguran.2. Kerugian bagi masa depan anak, orang tua dan masyarakat, serta bangsa3. Menjadi beban orang tua, dan4. Menambah kemungkinan terjadinya kenakalan anak dan tidak kejahatan dalam kehidupan sosial

masyarakat.24[24]

Dampak negatif bagi terjadinya putus sekolah adalah membuka ‘krang’ pengangguran, putus

sekolah menutup masa depan yang cerah, orang tua, masyarakat, dan bangsa, putus sekolah menjadi

beban semua pihak, baik ekonomi, social, moral, spiritual, intelektual, dan sebagainya.

Secara empiris telah terjadi kekurang-sepadanan antara supply (persediaan) dan demand

(permintaan) keluaran pendidikan. Dalam arti lain, adanya kekurangcocokan kebutuhan dan penyediaan

tenaga kerja, dimana friksi profil lulusan merupakan akibat langsung dari perencanaan pendidikan yang

tidak berorentasi pada realitas yang terjadi dalam masyarakat. Pendidikan dilaksanakan sebagai bagian

parsial, terpisah dari konstelasi masyarakat yang terus berubah. Pendidikan diposisikan sebagai mesin

ilmu pengetahuan dan teknologi, cenderung lepas dari konteks kebutuhan masyarakat secara utuh.

23[23] Ibid., h. 145.

24[24] Reynold Bean, Membantu Anak agar Berhasil di Sekolah, (Cet. I, Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1995), h. 99.

Page 84: Ardin Brow

Phenomena dalam budaya kapitalis yang menuntut masyarakat hidup kompetitif, siapa yang

unggul dialah yang eksis, dan yang tidak unggul justru ‘tertindas’. Kebudayaan kapitalis secara alamiah

mengarah pada pengutukan secara moral orang yang gagal menghasilkan kekayaan atau kemakmuran.25

[25] Tuntutan hidup harus keratif dan inovatif, etos kerja yang tinggi, visioner, dan seterusnya harus

selalu dikembangkan karena akibat dari globalisasi, budaya kapitalisme merasuk ke dalam ‘urat nadi’

kehidupan masyarakat Indonesia.

Di sisi lain, upaya ideologis yang berjuang untuk menunjukkan kehormatan orang miskin

mengurangi perhatian terhadap dasar struktural kemiskinan yang lebih penting, seperti rendahnya upah

minimum, rendahnya tingkat pengorganisasian serikat buruh, dan merosotnya jumlah pekerjaan tanpa

keterampilan di industri berat.26[26] Melihat korporasi berperan besar dalam konstelasi ekonomi, maka

pihak tenaga kerja sering dirugikan karena biasanya terjadi benturan kepentingan, yaitu industri

berkepentingan untung, dan pihak tenaga kerja berkepentingan kelayakan kemanusiaan.

Hal-hal tersebut dapat dilihat dari berbagai friksi, antara lain friksi tingkat pendidikan, friksi

kompetensi, dan friksi substansi.

1. Friksi tingkat pendidikan ditandai oleh kekurangsesuaian antara kebutuhan, terhadap lulusan

suatu tingkat pendidikan tertentu, dengan persediaannya. Friksi ini menyebabkan

ketidakseimbangan dalam bursa kerja dan menyebabkan menumpuknya lulusan program

pendidikan pada tingkat tertentu, namun justru kekurangan pada segmen yang lainnya.

Mengenai hal itu dapat dilihat dimana kebutuhan tenaga kerja dengan kualifikasi tamat SD,

tamat SLTP, dan tamat SLKTP sejauh ini masih mengalami kekurangan. Khusus untuk SLKTP,

kenyataan itu sangat ironis, mengingat hampir dua dasa warsa terakhir lembaga pendidikan

yang menghasilkan lulusan dengan kualifikasi ini, SMEP, ST, SKKP dan sejenisnya, malah telah

ditutup. Kenyataan tersebut sama sekali tidak menapik keberhasilan pembangunan pendidikan,

25[25] Michael B. Katz, The Undeserving Poor: From the War on Poverty to the War on Welfare, (New York: Pantheon Books, 1989), h. 9.

26[26] Rhoda E. Howard, Human Raights and the Search for Community, diterjemahkan oleh Nugraha Katjasungkana dengan judul “HAM – Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya”, (Cet. I, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2000), h. 265.

Page 85: Ardin Brow

sehingga tingkat pendidikan masyarakat lebih meningkat. Namun, masalahnya terletak pada

perencanaan pendidikan yang tidak melihat pendidikan sebagai wacana yang dipenuhi oleh

disparitas, baik pada tataran input, proses, maupun output.

2. Friksi kompetensi sebagai akibat lemahnya perencanaan penetapan bidang keilmuan. Polarisasi

yang tajam antara program pendidikan eksak dan non-eksak menyebabkan lulusan dengan

kompetensi tertentu lebih banyak menganggur ketimbang pada program kompetensi lainnya.

Penjurusan yang kaku serta sikap arogansi keilmuan telah membawa lulusan suatu lembaga

pendidikan terpojok pada satu sisi yang "gelap" tanpa memiliki pilihan yang lain.

3. Friksi substansi sebagai akibat terjadinya konsep pendidikan yang sasarannya kurang link and

match dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Materi yang disajikan di sekolah masih

belum menyentuh secara utuh dengan tuntutan dunia luar.

Untuk kepentingan itu, maka disarankan berbagai pemikiran untuk pemecahan masalah

pengangguran terdidik antara lain sebagai berikut:

1. Melaksanakan reorientasi lembaga pendidikan, reorientasi itu menyangkut, a) reorentasi

pendekatan, b) reorentasi program, dan c) reorentasi kelembagaan.

Reorientasi pendekatan, khususnya dalam memodifikasi pendekatan dari kuantitatif menjadi

kuantitatif-kualitatif. Dalam arti pendekatan pemerataan harus diimbangi secara proporsional dengan

perhatian terhadap mutu proses dan hasil pendidikan. Dengan demikian, secara bertahap mutu lulusan

dapat lebih diterima dunia kerja dan secara absolut mampu mengimbangi laju dinamika dunia kerja.

Konsekwensi dari pada itu, pendidikan harus dilihat sebagai upaya rasional. Dalam arti lain

pendidikan harus dilihat sebagai proses investasi bukan lagi proses konsumtif. Sehingga pesan-pesan

dan kepentingan yang berada di luar kepentingan pendidikan harus mulai dihapus. Dan campur tangan,

dari pihak manapun, yang kurang proporsional dengan upaya peningkatan kualitas program pendidikan

sebaiknya dihindari.

Pendidik harus dihargai sebagai perkerjaan profesional yang memiliki hak untuk memanfaatkan

"bargaining position" nya secara bermartabat. Karena dengan kesadaran profesional seperti itu,

Page 86: Ardin Brow

Pendidik secara lebih aktif dapat memberikan kontribusinya terhadap perbaikan kualitas proses

pembelajaran.

Reorentasi program, memberdayakan program "link and match" melalui "cooperative

education" dan "dual system" dalam kurikulum. Untuk itu perlu peningkatan kemampuan dalam

pembobotan kurikulum, mutu tenaga pengajar, dan kepedulian dunia kerja. Lembaga pendidikan

merupakan sub sistem dari sistem sosial pembangunan, oleh itu keberadaan dan eksistensinya tidak

lepas dari sub sistem lainnya. Dengan demikian sharing ide maupun aktivitas lainnya yang bernuansa

sinergi dengan komponen lain hendaknya harus merupakan bagian tak terpisahkan dari program

perbaikan sinambung (countinues improvement) program pembelajaran. Pengabaian dari fakta tersebut

hanya menciptakan "menara gading" yang tidak memiliki manfaat yang berarti bagi perbaikan

kesejahteraan masyarakat secara umum, khususnya bagi penciptaan kesiapan lulusan untuk berkiprah

dalam dunia kerja.

Reorentasi kelembagaan, perlu mengkaji ulang keberadaan lembaga pendidikan yang memiliki

tingkat kejenuhan untuk lulusannya di lapangan kerja. Konversi IKIP ke dalam Universitas merupakan

langkah kongkrit yang perlu terus dilaksanakan secara konsisten, konversi itu berimplikasi pada

menurunnya jumlah penawaran tenaga pengajar yang secara langsung akan menyebabkan

meningkatnya penghargaan dan harkat hidup tenaga pendidik. Kebijaksanaan konversi ini pun dapat

dilakukan untuk lembaga pendidikan lainnya terutama pada bidang keilmuan yang sudah jenuh.

2. Investasi sosial (peningkatan anggaran pendidikan) sebagai perangsang investasi individual.

Untuk mengatasi kebocoran devisa akibat larinya dana pendidikan masyarakat berpenghasilan

tinggi ke luar negeri, perlu diupayakan pendirian sekolah unggulan baik yang dibiayai oleh

swasta maupun pemerintah. Untuk itu perlu seperangkat kebijakan guna lebih memperlancar

program tersebut, di antaranya: (a) regulasi pengelolaan pendidikan, dan (b) meningkatkan

investasi pemerintah lewat peningkatan anggaran pendidikan.

3. sebagai salah satu alternatif untuk memperluas kesempatan kerja bagi tenaga kerja terdidik

perlu diperluas kesempatan berkembangnya sektor informal. Daya serap sektor ini cukup besar

dan memiliki kemampuan yang tak terbatas. Pelita IV 56% TK terserap di sektor ini sementara

Page 87: Ardin Brow

sektor formal terutama bidang jasa memiliki kemampuan serap yang sangat terbatas. Berbagai

kebijaksanaan untuk memberi peluang berkembang sektor informal harus terus diupayakan

dengan tidak mengurangi usaha penanganan ekses negatif dari berkembangnya sektor ini.

Banyak alternatif kebijakan yang dapat dikembangkan untuk mengoperasionalkan ide gerakan

untuk menghadapi persoalan ketenagakerjaan tersebut di atas. Beberapa di antara adalah sebagai

beriikut:

1. Perluasan kesempatan berusaha yang sebanyak-banyaknya didukung oleh berbagai fasilitas kredit

UMKM, perpajakan, serta bimbingan produksi dan pemasaran di bidang-bidang pertanian dan

perkebunan, nelayan, inudstri kecil dan menengah, serta perdagangan.

2. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan dengan pola gotong royong disertai dukungan regulasi

sistim administrasi keuangan yang menunjang, tertuama untuk mendukung peningkatan kemampuan

transportasi darat, baik dengan mobil maupun kereta api.

3. Penerapan jadwal kerja industri dan perkantoran secara bergiliran, 2, 3, atau 4 shift guna membagi

kesempatan kerja secara merata dengan tetap menjaga dan meningkatkan produktifitas kerja dan

usaha.

4. Pengerahan dan penempatan tenaga kerja Indonesia terlatih keluar negeri secara terkendali dan besar-

besaran.

5. Peningkatan penyelenggaraan pelatihan kerja dan pendidikan/pelatihan kembali (remedial education

and remedial training) untuk para sarjana, dan penyelenggaraan program sarjana masuk desa.

Pemerintah telah berupaya menekan angka putus sekolah dan pengangguran, namun

aksentuasinya lebih pada aspek ekonomi. Tetapi, apabila ditinjau dari pendidikan, maka putus sekolah

dan pengangguran diakibatkan oleh kesadaran etis dan social masyarakat dalam mengikuti pendidikan

khususnya pendidikan formal. Pemerintah membangun image sekolah yang alumninya siap kerja justru

melahirkan ketidak proforsionalan lembaga pendidikan. Revitalisasi pendidikan menengah kejuruan

(SMK) dan politeknik serta peningkatan relevansi kurikulum dan program belajar mengajar yang lebih

Page 88: Ardin Brow

sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.27[27] SMK inilah menjadi salah satu tawaran pemerintah

kepada masyarakat untuk mengurangi pengangguran dan kebangkrutan ekonomi masyarakat.

27[27] Jimly Asshiddiqie, Dampak Krisis Global, Problem, dan Tantangan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Keluar Negeri, makalah disampaikan dalam Lokakarya Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dalam rangka Evaluasi atas Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Jakarta, 15 Desember 2008, h. 3

Page 89: Ardin Brow

III. PENUTUP/KESIMPULAN

A. Penyebab terjadinya putus sekolah di masyarakat adalah masalah ekonomi, kondisi anak, sekolah, dan

keluarga. Kemudian penyebab terjadinya pengangguran karena terjadi resesi ekonomi, rendahnya SDM,

akselerasi teknologi, dan sebagainya.

B. Pendidikan sangat penting dalam membangun order social yang berkeadaban. Peradaban dapat tumbuh

apabila masyarakat hidup dengan aman, adil, dan sejahtera. Keamanan, keadilan, dan kesejahteraan

dalam terwujud di dalam masyarakat apabila terdidik dan bekerja. Masalah putus sekolah dan

pengangguran menjadi ‘embrio’ keresahan sosial dan Negara. Putus sekolah dan pengangguran

kebanyakan disebabkan oleh factor ekonomi, dan pembangunan ekonomi dapat dilakukan dengan

dukungan SDM unggul, dan penciptaan SDM unggul dapat dilakukan dengan pendidikan, khususnya

pendidikan di sekolah.

Page 90: Ardin Brow

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H. Abu, Sosiologi Pendidikan, (Cet. II, Jakarta: Rineka Cipta, 2007)

Asshiddiqie, Jimly, Dampak Krisis Global, Problem, dan Tantangan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Keluar Negeri, makalah disampaikan dalam Lokakarya Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dalam rangka Evaluasi atas Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Jakarta, 15 Desember 2008.

Bean, Reynold, Membantu Anak agar Berhasil di Sekolah, (Cet. I, Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1995)

Buchori, Muchtar, Transformasi Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995)

Danes, Simon, dan P. Hardono Hadi, Masalah-masalah moral sosial aktual dalam perspektif iman Kristen, (Yogyakarta: Kanisius, 2000)

Daud, Wan Mohd Nor Wan, “Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas” terjemahan dari Bhs Enggris “The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas” terbitan ISTAC 1998, (Cet.I, Bandung: Mizan, 2003)

Gunarsa, Ny. Y. Singgih D., Psikologi Membimbing, (Cet. 9, Jakarta: PT. Gunung Mulia, 2000)

Howard, Rhoda E., Human Raights and the Search for Community, diterjemahkan oleh Nugraha Katjasungkana dengan judul “HAM–Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya”, (Cet. I, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2000)

Karim, Muhammad, Pendidikan Kritis Transformatif, (Cet. I, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009)

Katz, Michael B., The Undeserving Poor: From the War on Poverty to the War on Welfare, (New York: Pantheon Books, 1989)

Kleden, Ignas, Masyarakat dan Negara: Sebuah Persoalan, (Yogyakarta: Penerbit Agromedia Pustaka, 2004)

Manurung, Robert., 12 Juta Anak Indonesia Putus Sekolah, diposting dalam http://ayomerdeka.wordpress.com/09/05/2009

Mastuhu, Pendidikan Indonesia Menyongsong “Indonesia Baru” Pasca Orde Baru, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan GEMA Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta, Edisi 1, Jakarta

Munir, Mahmud Samir Al-, al-mu’alim arrabbany, terjemahan Uqinu Attaqi dengan judul “Guru Teladan di bawah Bimbangan Allah”, (Cet. I, Jakarta: Gema Insani, 2003)

Nasir, H. Sahilun A., Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem Remaja, (Cet. I, Jakarta: Kalam Mulia, 1999)

Page 91: Ardin Brow

Nata, Abuddin, Paradigma Pendidikan Islam Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Grasindo, 2001)

“Pengangguran Intelektual di Indonesia Meningkat”, Media Indonesia, Kolom 4-5, Edisi Jum’at, 15 Pebruari 2008

Prasetyantoko, A., Bencana Finansial: Stabilitas Sebagai Barang Publik, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2008)

Purba, Jonny, (Penyunting), Pengelolaan Lingkungan Sosial, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005)

Rahardjo, M. Dawam, (Ed.), Keluar dari Kemelut Pendidikan-Menjawab Tantangan Kualitas Sumber Daya Manusia Abad 21, ( Jakarta : Intermasa, 1997 )

Rais, Mohammad Amien, Agenda-Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia! (Cet. III, Yogyakarta: PPSK Press, 2008)

Santrock, John W., Adolescence: Perkembangan Remaja, Terjemahan, Edisi 6, (Surabaya: Erlangga, t.th.)

Suprayogo, Imam, Pendidikan Berpradigma Al-Qur’an, Pergulatan Membangun Tradisi dan Aksi Pendidikan Islam, (Cet I, Malang: UIN Malang, 2004)

Wahono, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. 3, Jakarta: Rineka Cipta, 1995)

Page 92: Ardin Brow