arbit rase

32
LATAR BELAKANG MASALAH Dengan adanya perkembangan ekonomi dan bisnis serta para pelaku bisnis dimana era globalisasi saat ini telah membawa bangsa Indonesia dalam free market dan free competition. Untuk memperlancar dan menyehatkannya, maka bangsa- bangsa dunia menyusun multi national agreement dengan tujuan mewujudkan ekonomi yang mampu mendukung perkembangan perdagangan internasional yang bebas. Secara konvensional perkembangan kegiatan ekonomi dan bisnis seperti dalam perdagangan , perbankkan , proyek pertambangan, minyak dan gas, energy, infrastruktur, dan sebagainya yang tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa (dispute) antar pihak yang terlibat. Sengketa-sengketa ini dapat berimbas pada pembangunan ekonomi yang tidak efisien, penurunan produktivitas, kemandulan dunia bisnis dan biaya produksi yang meningkat. 1

Upload: suppa-situmorang

Post on 27-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ini adalah tugas hukum arbitrase saya di S-2 UPN

TRANSCRIPT

Page 1: Arbit Rase

LATAR BELAKANG MASALAH

Dengan adanya perkembangan ekonomi dan bisnis serta para pelaku

bisnis dimana era globalisasi saat ini telah membawa bangsa Indonesia

dalam free market dan free competition.

Untuk memperlancar dan menyehatkannya, maka bangsa-bangsa dunia

menyusun multi national agreement dengan tujuan mewujudkan

ekonomi yang mampu mendukung perkembangan perdagangan

internasional yang bebas.

Secara konvensional perkembangan kegiatan ekonomi dan bisnis

seperti dalam perdagangan , perbankkan , proyek pertambangan, minyak

dan gas, energy, infrastruktur, dan sebagainya yang tidak mungkin

dihindari terjadinya sengketa (dispute) antar pihak yang terlibat.

Sengketa-sengketa ini dapat berimbas pada pembangunan ekonomi

yang tidak efisien, penurunan produktivitas, kemandulan dunia bisnis dan

biaya produksi yang meningkat.

Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai perkembangan

ekonomi yang pesat dengan dilatar belakangi dengan kekayaan sumber

daya alam yang dimiliki oleh Indonesaia seperti minyak bumi, emas, batu

bara, dan juga iklim yang sesuatu untuk usaha perkebunan, serta tersedia

banyaknya angkatan kerja.

Pada kurun waktu yang sama pemerintah Indonesia merencanakan

untuk mengembangkan penanaman modal asing dibidang swasta dengan

1

Page 2: Arbit Rase

menerbitkan kebijak-bijakan pengurangan atau pembatasan permodalan

asing .

Sehubungan dengan hal tersebut diatas banyak sekali pelaku bisnis

swasta maupun asing mengalami permasalahan sengketa –sengketa yang

secara lajimnya diproese melalui litigasi yang merupakan sarana akhir

untuk mencapai alternatif penyelesaian sengketa.

Menghadapi liberalisasi perdagangan perlu adanya sistim

penyelesaian sengketa yang efisien, efektif, dan cepat sehingga dengan

kebutuhan tersebut diatas lembaga yang dapat diterima didunia bisnis

untuk menyelesaikan sengketa dengan cepat dengan biaya murah ,

penyelesaian secara litigasi, dalam praktek terdapat alternatif penyelesaian

sengketa melalui arbitrase.

Sebagai tindak lanjut adanya sengketa yang bersifat lintas batas

Negara dan meningkatnya kebutuhan akan arbitrase maka atas

perkembangan dunia usaha dan hukum pada umumnya pemerintah

Indonesia mengundangkan pada tanggal 12 Agustus 1999 Undang-

Undang No, 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian

sengketa.

Landasan hukum arbitrase di Indonesia bertitik tolak dari Pasal 377

Herzien Inlandsch Reglement ( HIR ) atau Pasal 705 Rechtsreglement

Buitengewesten (RBg) yang berbunyi:

“jika orang Indonesia dan timur asing menghendaki perselisihan

mereka diputuskan oleh juru pisah, maka mereka wajib menuruti

perkara peraturan pengadilan perkara yang berlaku bagi bangsa

Eropa”.

2

Page 3: Arbit Rase

P E R U M U S A N

Arbiter dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 Tentang

Susunan Kekuasaan dan jalannya pengadilan Mahkamah Agung di

Indonesia Pasal 15, diistilahkan dengan “wasit”, Arbiter dalam

Arbitration Act 1950 Negara Inggris, selain menggunakan istilah

Arbitrator juga dipakai istilah Umpire yang pengertiannya sama

dengan Scheidsman dalam bahasa Balanda. Istilah dalam pengertian

ini lebih ditujukan kepada majelis arbitrase atau arbiter tunggal.

Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum, arbitrase

didefinisikan sebagai berikut:

“seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang

bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau

lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai

sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui

lembaga arbitrase”

Dalam Black Law Dictionary , arbitrase diartikan sebagai berikut:

“Aperson cbosen decide a controversy: an arbitrator,

referee, Aperson bound to decide according to the rules of law

and equality, as distinguished from and arbitrator, so that it be

according to the judgment of a sound man. See arbitrator”.

3

Page 4: Arbit Rase

Arbitrase adalah sebagai salah pranata penyelesaian

sengketa(disputes) perdata (private) diluar pengadilan ( non

litigation ) dengan dibantu oleh seorang atau beberapa orang

pihak ketiga (arbiter ) yang bersifat netral yang diberi

kewenangan untuk membantu para pihak menyelesaikan

sengketa yang sedang mereka hadapi.

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini didasarkan pada

perjanjian atau klausula arbitrase (arbitration clause) yang dibuat

secara tertulis oleh para pihak, baik sebelum maupun setelah timbulnya

sengketa.

R. Subekti memberikan pengertian arbitrase sbb:

“Arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh

seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa

para pihak akan tunduk pada atau mentaati keputusan yang

diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau

tunjuk tersebut”.

Frank Alkoury dan Eduar Elkoury

Definisinya arbitrase sbb:

“Suatu proses yang mudah dan simple yang dipilih oleh para pihak

secara suka rela yang ingin agar perkaranya diputus oleh jurusita

yang netral sesuai dengan pilihan mereka, dimana putusan

mereka didasarkan pada dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para

4

Page 5: Arbit Rase

pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut

secara final dan mengikat”.

Bahwa arbitrase adalah

1. Salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan

(Non litigation).

2. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase didasarkan pada

kesepakatan para pihak yang dibuat secara tertulis, baik

sebelum maupun setelah timbulnya sengketa.

3. Dalam proses penyelesaiannya. Para pihak dibantu oleh

seorang pihak ketiga yang netral yang disebut dengan istilah

arbiter.

4. Arbiter atau wasit dapat dipilih langsung para pihak dapat

juga ditunjuk oleh pengadilan negeri atau suatu lembaga

arbitrase.

5. Keputusan yang diberikan arbiter atau wasitnya bersifat

final dan binding.

JENIS-JENIS ARBITRASE

Arbitrase mengacu pada konfensi-konfensi internasional

berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UNCITRAL

ARBITRATION RULES. Antara lain:

1. Arbitrase Ad Hoc ( Volunter )

Adalah suatu badan arbitrase yang dapat dibentuk baik setelah

maupun sebelum timbulnya sengketa dan akan berakhir pada saat

selesainya sengketa tersebut.

5

Page 6: Arbit Rase

Pembentukan Arbitrase Ad Hoc ini didasarkan pada kesepakatan para

pihak yang bersengketa.

2. Arbitrase Institusional

Pasal 1 ayat 2 Konvensi New York 1958, arbitrase institusional disebut

dengan istilah Permanent Arbitral Body yaitu :

“Suatu arbitrase yang dibentuk oleh suatu organisasi

tertentu yang bersifat tetap atau permanen”.

Arbitrase Instutisional dibagi menjadi tiga kelompok :

1. Arbitrase institusional nasional

“penyelesaian suatu sengketa melalui badan arbitrase

yang dialakukan didalam satu atau Negara dimana unsur-

unsur yang terdapat didalamnya memiliki nasionalitas

yang sama “.

Arbitrase bersifat nasional apabila:

- Unsur-unsur yang terdapat didalam perjanjian

arbitrasenya hanya bersifat nasional.

- Arbitrase tersebut hanya berskala nasional bila dilihat

dari kawasaan atau teritorialnya.

Contoh arbitrase institusional nasional :

a. Badan Arbitrase Nasional Indonesia yang

didirikan oleh Kamar Dagang dan Industry

Indonesia ( Kadin ).

b. The Netherlands Arbitration Institute, pusat

Arbitrase Nasional Negara Belanda.

6

Page 7: Arbit Rase

c. The Japanese Commercial Arbitration

Association sebagai pusat arbitrase nasional

Jepang dalam lingkungan Kadin Jepang.

2. Arbitrase Institusioanl Internasional :

“Penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase yang

dapat dilakukan diluar ataupun didalam suatu Negara

salah satu pihak yang bersengketa dimana unsur-unsur

yang terdapat didalamnya memiliki nasionalitas yang

berbeda satu sama lain”.

3. Arbitrase Institusional Regional :

“Lembaga arbitrase yang lingkup keberadaan dan

yurisdiksinya berwawasan regional .”

Manfaat arbitrase :

1. Dijamin kerahasian sengketa para pihak.

2. Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal

proseduril dan administrative .

3. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut

keyakinanannya mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta

latar belakang yang cukup mengenai masalah yang

disengketakan, jujur dan adil.

4. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk

menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat

penyelenggaraan arbitrase.

a. Putusan arbiter merupakan putusan final yang mengikat

para pihak dan dengan melalui tata cara sederhana

ataupun dapat dilaksanakan

7

Page 8: Arbit Rase

Manfaat lainnya

Arbitrase hemat waktu, hemat biaya, sangat relative tergantung

dari peraturan prosedur arbitrase yang digunakan dan sifat yang

koperatif.

Perjanjian Arbitrase pasal 1 angka 3 UU No. 30/1999

“Suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tergantung

dalam suatu perjanjian yang tertulis yang dibuat para pihak

sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian tersendiri yang

dibuat para pihak setelah timbul sengketa”.

Bentuk-bentuk klausula arbitrase dan persetujuan arbitrase diatur

dalam peraturan yang lama RV, Pasal 615 ayat 3 dan pasal 618 :

1. Klausula arbitrase sesuai dengan prinsip Pactum de

Compromittende pasal 7 UU no,30/1999.

Klausula yang berbentuk tersebut diatas tidak terpisahkan dari

perjanjian pokok, lebih memberikan kepastian hukum dan

menghindarkan para pihak dari mengenai keberadaan klausula

arbitrase.

2. Akta kompromi:

Diatur dalam pasal 9 UU no. 30/1999

“Menyatakan bahwa persetujuan arbitrase tentang sengketa

yang timbul haruslah dibuat dalam bentuk tertulis dan ditanda

tangani kedua belah pihak atau persetujuan tersebut dibuat

dihadapan notaris dalam hal para pihak tidak mampu

menandatangani dalam bentuk akta kompromis.”

8

Page 9: Arbit Rase

AZAS SEPARABILITY

Perjanjian arbitrase walaupun dapat merupakan bagian suatu

perjanjian (Klausula arbitrase) namum kedudukannya dari segi daya

lakunya terpisah dari perjanjian yang bersangkutan dan dari

terjadinya berbagai peristiwa tertentu.

MACAM-MACAM KLAUSULA ARBITRASE

1. Klausula Arbitrase Umum (general):

“Apabila didalam klausula arbitrase tersebut secara jelas dan nyata

dikatakan bahwa semua sengketa yang timbul dalam pelaksanaan

suatu perjanjian akan diselesaikan melalui lembaga arbitrase.”

Contoh yang bersifat umum :

- Klausula arbitrase Korea

- Klausula arbitrase Bani

2. Klausula arbitrase yang bersifat khusus adalah:

“yang didalamnya ditentukan secara spesifik atau jelas tentang

apa-apa yang menjadi obyek sengketa arbitrase sengketa.”

Contohnya yang bersifat khusus:

- Klausula arbitrase UNCITRAL.Artinya suatu klausula

arbitrase yang obyek sengketanya terbatas, yaitu

sesuai dengan kesepakatan sepihak

Pasal 10 perjanjian arbitrase tidak menjadi batal karena:

a. Meninggal salah satu pihak

b. Bangkrutnya salah satu pihak

9

Page 10: Arbit Rase

c. Novasi

d. Insolvensi salah satu pihak

e. Pewarisan

f. Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok

g. Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialih tugaskan pada

pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan

perjanjian arbitrase tersebut.

h. Berakhirnya atau batalnya penjanjian pokok.

KOMPETENSI ABSOLUT

Diatur dalam Undang-Undang NO 30/1999 kewenangan arbiter secara

mutlak Pasal 3 :

“Menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk

mengadili sengketa pada pihak yang telah terikat dalam perjanjian

arbitrase”.

Pasal 11:

“ Menegaskan adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan

hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda

pendapat yang termuat dalam perjanjian ke pengadilan negeri”.

KELEMAHAN DAN KEUNGGULAN LEMBAGA ARBITRASE

A. Kelebihan dan keuntungannya lembaga arbitrase :

1. Kewenangan yang diberikaan kepada arbiter untuk

memutus sengketa berdasarkan keadilanan dan kepatutan

(Ex aequo et bono) artinya arbiter dalam memeriksa dan

memutus sengketa tidak hanya berpatokan pada aspek

10

Page 11: Arbit Rase

hukum semata tetapi juga harus memperhatikan kehendak

keinginan dari masing-masing pihak.

2. Diatur dalam pasal 31 ayat 1 UU no.30/1999 yang

menyatakan para pihak dalam suatu perjanjian yang tegas

dan tertulis, bebas untuk menentukan acara arbitrase yang

digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak

bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini.

B. Kelemahannya lembaga arbitrase

“Berkepekara melalui lembaga arbitrase justru rumit dan

berbelit-belit sehingga menghabiskan waktu yang panjang

dan juga biaya yang relative mahal.”

Faktor-faktor penyebab tidak efektifnya penyelesaiannya

sengketa ,melalui arbitrase ini:

1. Adanya perbedaan kepentingan sehingga sangat sulit

mempertemukan kehendak para pihak sehingga proses

negosiasi sering mengalami dead lock.

2. Dengan diberikannya kebabasan yang begitu besar bagi para

pihak dengan sendirinya mengurangi kewenangan arbiter

atau majelis arbitrase sehingga penyelesaian sengketa

bertele-tele dan tidak efisien.

3. Dengan diratifikasinya konvensi New York 1958

tentang pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing

di Indonesia secara yuridis Indonesia terikat konvensi

tersebut. Sehingga sering tidak sejalan dengan realitas yang

ada, dengan kata lain bisa efektif apabila ada kemauan yang

11

Page 12: Arbit Rase

baik dari aparat penegak hukum (pemerintah) untuk

menegakkan hukum (Law enforcement).

4. Keterkaitan lembaga pengadilan dalam proses arbitrase

menjadikan penyelesaiannya panjang dan lama. Sehingga

jelas merugikan para pihak yang sering terombang-ambing

dikarenakan tidak diberikan kepastian atas permohonan

putusan arbitrase tersebut.

5. Tidak adanya otoritas yang diberikan kepada

lembaga arbitrase untuk mengeksekusi putusannya

sendiri juga merupakan polemic dalam dunia

arbitrase sebab sekalipun proses penyelesaian

sengketanya berjalan lancar kalau pelaksanaan

putusan sendiri tidak dapat dieksekusi menjadi sia-

sia.

MACAM-MACAM PRINSIP UMUM PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI

LEMBAGA ARBITRASE:

1. Prinsipnya cepat dan hemat biaya diatur dalam Undang-

Undang kekuasaan kehakiman No.14/1970. Tercantum

dalam Pasal 4 ayat 2 al :

“yang juga menghendaki agar pelaksanaan penegakan

hukum di Indonesia berpedoman pada azas cepat, tepat,

sederhana, dan biaya ringan serta tidak bertele-tele dan

berbelit-belit.”

Pasal 48 ayat (1) UU no 30/1999 menyebutkan:

12

Page 13: Arbit Rase

“pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu

paling lama 180 hari sejak arbiter atau mejelis arbiter

terbentuk .

Faktor yang mendukung terciptanya proses peradilan

cepat dan hemat al :

- Diberikannya kebebasan kepada para pihak untuk

menentukan sendiri proses beracaranya, sehingga

prosedur yang singkat dan cepat akan mendukung

penyelesaian secara efisien serta hemat biaya.

- Pada umumnya pihak-pihak arbitrase adalah subyek

hukum yang memiliki itikat baik untuk sama-sama

menyelesaikan sengketa.

- Berperkara diluar pengadilan akan menyelesaikan

sengketa secara cepat singkat dan tepat hal ini

dikarenakan terpotongnya jalur birokrasi yang

bertele-tele yang biasanya terjadi pada lembaga

pengadilan.

- Keputusan arbitrase tersebut tertutup upaya hukum

baik banding maupun kasasi menjadi final dan

binding.

- Pasal 60 Undang-Undang arbitrase bersifat final dan

mempunyai kekuatan hukum tetap yang mengikat

para pihak.

- Pasal 61 undang-undang arbitrase:

Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan

arbitrase secara suka rela, putusan dilaksanakan

13

Page 14: Arbit Rase

berdasarkan perintah ketua pengadilan negeri atas

permohonan salah satu pihak yang bersengketa.

- Pasal 62 ayat (2) undang-undang arbitrase:

Ketua pengadilan negeri untuk penolakan eksekusi

putusan secara liminitatif al :

a. Arbiter memutus melebihi kewenangan yang

diberikan kepadanya.

b. Putusan arbiter bertentangan dengan kesusilaan.

c. Putusan arbitrase bertentangan dengan

kepentingan umum .

d. Putusan tidak memenuhi syarat-syarat.

2. Prinsip pengambilan keputusan berdasarkan keadilan dan

kepatutan artinya :

“Pemberian putusan yang didasarkan pada hukum semata

akan menghasilkan pihak-pihak yang kalah dan menang

(win-lose)”

Undang-Undang no. 30 tahun 1999 pasal 56 yaitu :

- Arbiter atau mejelis arbitrase mengambil putusan

berdasarkan ketentuan hukum, atau berdasarkan

keadilan dan kepatutan”.

- Para pihak dapat menentukan pilihan hukum yang

akan berlaku terhadap penyelesaian sengketa yang

mungkin atau telah timbul antara para pihak

14

Page 15: Arbit Rase

3. Prinsip sidang tertutup untuk umum ( Disclosure )

Diatur dalam Pasal 27 UU No.30 tahun 1999 yang

berbunyi:

“ Semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau mejelis

arbitrase dilakukan secara tertutup”

“SIFAT PUTUSAN ARBITRASE ADALAH FINAL DAN MENGIKAT SERTA

PROSES PEMERIKSAANNYA YANG TERTUTUP UNTUK UMUM

(DISCLOUSURE)”

Adapun contoh-contoh dari lembaga arbitrase ini antar lain:

1. Court Of Arbitration of the International Chambar of

Commerce ( ICC ). Merupakan pusat arbitrase internasional yang

didirikan di Paris pada tahun1919.

2. The International Center For Settlement of Investment

Disputes ( ICSID ). Arbitrase ini adalah badan arbitrase bersifat

internasional yang mengatur sengketa investasi berskala

internasional.

3. United Nation Commession on International Trade law

( UNCITRAL ).

15

Page 16: Arbit Rase

P E M B A H A S A N

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA VS PT. CEMEN MEXICO

Sengketa antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT. Cemen

Mexico, berawal dari ketiadaan kesepakatan di antara mereka mengenai

realisasi put option dari PT. Semen Gresik kepada PT. Cemen Mexico

hingga batas waktu yang ditentukan, yaitu sampai pada 14 Desember

2001. Put Option tersebut timbul dari pembelian 14 % saham PT. Semen

Gresik milik Pemerintah Indonesia oleh PT. Comen Mexico dengan hak

Opsi.

Tidak terlaksananya Put Option tersebut hingga batas waktu yang

ditentukan, menurut PT. Cemen Mexico merupakan suatu pelanggaran

terhadap perjanjian jual beli bersyarat ( Conditional Sale And Purchase

Agreement/ CSPA ) yang mereka sepakati dengan Pemerintah Indonesia

selaku pemegang saham mayoritas pada PT. Semen Gresik.Perjanjian jual

beli bersyarat tersebut ditanda tangani pada tanggal 17 September 1998.

Kegagalan pelaksanaan Put Option ini disebabkan beberapa faktor,

antara lain susahnya mempertemukan kesepakatan antar Pemerintah

Indonesia dan PT. Cemen Mexico khususnya mengenai harga saham yang

ditawarkan, perbedaan penafsiran tentang CSPA, adanya permintaan

Spin-off dari PT. Semen Padang dan PT. Semen Tonasa, gejolak dari

masyarakat tempat perusahaan beroperasi, Conflict Of Interest di

antara para pihak, penyelesaian utang-utang perusahaan, berlarut-

larutnya penyelesaian laporan keuangan PT. Semen Gresik karena belum

16

Page 17: Arbit Rase

selesainya laporan keuangan PT. Semen Padang dan PT. Semen Tonasa,

penyelesaian para Stake Holders serta tekanan politik.

Selain itu, untuk PT. Semen Padang masalah lainnya berkenan dengan

Corporate Guarantee yang dikeluarkan oleh PT. Semen Gresik atau

utang PT. Semen Padang kepada kreditornya,. Paling tidak rencana PT.

Semen Padang atas Spin-off tersebut perlu berkonsultasi dengan

kreditornya PT. Semen Padang. Hal penting lainnya adalah bagaimana

mendapatkan persetujuan pemegang saham minoritas PT. Semen Gresik

di pasar modal, yang tentu keberatan dengan rencana Spin-off PT.

Semen Padang tersebut. Hal ini dikarenakan Spin-off dapat menurunkan

nilai saham PT. Semen Gresik. Dalam kelanjutannya persoalan Spin-off

PT. Semen Padang ini kemudian mereda.

Adanya permintaan Spin-off dari PT. Semen Padang dan PT. Semen

Tonasa dari PT. Semen Gresik didasarkan pada pertimbangan bahwa

dengan Spin-off ini PT. Semen Padang dan PT. Semen Tonasa akan lebig

bisa mandiri. Keadaan ini diharapkan dapat mendorong perkembangan

perusahaan yang bersangkutan sehingga dapat membantu pertumbuhan

ekonomi daerah setempat yang pada akhirnya dapat memberikan

kesejahteraan bagi rakyatnya.

PT. Semen Gresik keberatan atas rencana pemisahan ( Spin-off )

tersebut karena menyangkut pemilikan saham kedua perusahaan pada

PT. Semen Gresik, di mana 25,49% sahamnya dipegang PT. Cemen

Mexico. Oleh sebab itu, Spin-off PT. Semen Padang ini akan menurunkan

harga saham PT. Semen Gresik di Pasar Modal. Dikatakan demikian,

karena hal ini dengan sendirinya akan menurunkan produk PT. Semen

17

Page 18: Arbit Rase

Gresik secara keseluruhan bersama-sama dengan PT. Semen Padang dan

PT. Semen Tonasa.

Implikasi lain yang mungkin ditimbulkan sebagai akibat rencana

Spin-off ini adalah menurunnya harga saham PT. Semen Gresik di pasar

modal sebagai imbas dari berkurangnya pendapatan PT. Semen Gresik

dan berkurangnya asset perusahaan yang bersangkutan. Persoalan lain

yang juga krusial adalah masalah dana untuk mengambil alih saham

(Spin-off) tersebut oleh Pemerintah daerah. Hal ini tentunya bukanlah

sesuatu yang mudah.

PT. Cemen Mexico sebelum membawa sengketa ke ICSID telah

menawarkan beberapa solusi, antara lain PT. Cemen Mexico akan

membeli saham Pemerintah Indonesia di PT. Semen Gresik agar mereka

menjadi pemegang saham mayoritas pada perusahaan tersebut, atau

sebaliknya Pemerintah Indonesia membeli saham PT. Cemen Mexico di

PT. Semen Gresik. Solusi lain yang ditawarkan oleh PT. Cemen Mexico

adalah mengakuisisi 51% saham Pemerintah Indonesia di PT. Semen

Gresik, atau Pemerintah Indonesia mengambil alih 25% saham PT.

Cemen Mexico, atau PT. Cemen Mexico menambah modal ke PT. Semen

Gresik.

Kegagalan Pemerintah Indonesia dalam merealisasikan CSPA ini

menurut PT. Cemen Mexico adalah suatu bukti bahwa pemerintah tidak

berhasil melindungi kepentingan investornya. Padahal, menurut PT.

Cemen Mexico, berdasarkan pada perjanjian jual beli bersyarat

sebelumnya, pemerintah harus melepaskan kepemilikan sahamnya

18

Page 19: Arbit Rase

sehingga PT. Cemen Mexico menjadi pemilik mayoritas saham PT. Semen

Gresik.

Kebuntuan penyelesaian Put Option ini, kemudian menjadikan PT.

Cemen Mexico membawa sengketa ini ke ICSID pada 10 Desember 2003,

yang kemudian diterima dan terdaftar di ICSID pada 27 Januari 2004.

Tindakan PT. Cemen Mexico membawa sengketa ini ke ICSID didasarkan

pada salah satu klausula yang terutang dalam CSPA, yang menyatakan

bahwa apabila dalam pelaksanaan perjanjian jual beli bersyarat (put-

option) timbul sengketa, akan diselesaikan melalui arbitrase.

Dalam proses penyelesaian sengketa ini oleh ICSID, Pemerintah

Indonesia dan PT. Cemen Mexico kemudian sepakat untuk

menyelesaikannya secara bersama-sama di luar sidang (Settlement out

of court). Hal ini ditandai dengan pembatalan sidang ICSID oleh PT.

Cemen Mexico, yang seyogianya diselenggarakan pada 11 Januari 2005.

Adapun tuntutan ganti kerugian yang dituntut oleh PT. Cemen Mexico

terhadap Pemerintah Indonesia (PT Semen Gresik) dalam tuntutannya di

ICSID adalah sebesar US$ 400 juta. Dalam perjalanannya, yaitu pada 12

Januari 2005 tuntutan PT. Cemen Mexico terhadap PT. Semen Gresik ini

kemudian ditunda. Pemerintah dalam upayanya menyelesaikan sengketa

ini menawarkan beberapa opsi. Salah satu opsi yang ditawarkan

Pemerintah, yaitu pemerintah membeli seluruh saham PT. Cemen Mexico

di PT. Semen Gresik atau sebaliknya PT. Cemen Mexico membeli saham

pemerintah di PT. Semen Gresik.

Selain opsi yang ditawarkan pemerintah tersebut di atas, pemerintah

juga dengan menggunakan Right og First Refusal nya memutuskan

19

Page 20: Arbit Rase

untuk membeli saham PT. Cemen Mexico di PT. Semen Gresik tersebut.

Rencana pemerintah ini kemudian ditolak oleh PT. Cemen Mexico melalui

suratnya tertanggal 14 Juni 2006. Adapun alasan penolakan PT. Cemen

Mexico atau tawaran pemerintah adalah PT. Cemen Mexico telah

mencapai persetujuan penjualan saham dengan Rajawali Group. Saham

yang diperjualbelikan itu mencapai 24,9% atau setara dengan nilai

US$337 juta.

KESIMPULAN

1. Menurut Undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang

Arbitrase (UU Arbitrase), pasal 1 ayat (1) :

“ Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa

perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada

perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak

yang bersengketa.”

2. Kenyataannya eksekusi putusan abitrase tidak semudah

membalik telapak tangan. Pasal 61 UU Abitrase mengatur

kalau eksekusi dilakukan berdasarkan perintah Ketua

Pengadilan negeri apabila ada pihak yang tidak melaksanakan

putusan arbitrase secara sukarela. Selanjutanya, berdasarkan

Pasal 62 UU Arbitrase, Ketua Pengadilan Negeri memeriksa

terlebih dahulu dokumen, ruang lingkup, dan kompentensi dari

arbitrase yang dipilih.

20

Page 21: Arbit Rase

Artinya, Pengadilan Negeri tidak diperkenankan untuk

memeriksa pokok perkaranya lagi. Tugasnya hanya

mengijinkan atau menolak eksekusi. Kalau menolak, alasannya

hanya yang secara limitative ditentukan dalam Pasal 62 ayat

(2) diantaranya apabila putusan arbitrase melanggar

kesusilaan dan ketertiban umum. Terhadap penolakan eksekusi

karena alasan sebagaimana diatur Pasal 62 ayat (2) tidak ada

upaya hukum apapun.

Untuk putusan arbitrase internasional, eksekusi hanya

dapat dilaksanakan oleh Pengadialan Negeri Jakarta Pusat

setelah putusan tersebut dideponir (didaftarkan) di

Panitera.

3. Dengan banyaknya kasus dalam skala internasional masalah

utama yang sering dipersoalkan adalah menangani eksekusi

putusan arbitrase asing internasional di Indonesia,pengadilan

Indonesia sering kali “dicap” enggan untuk melasksanakan

atau menolak pelaksanaan putusan arbitrase asing dengan

alasan bahwa putusan yang bersangkutan bertentangan dengan

kepentingan umum ( Public Policy ).

4. Permasalahan yang sering muncul dalam ruang lingkup

nasional dan beberapa kasus-kasus pihak pebisnis swasta

nasional , asing dan pemerintah, dikarenakan sering adanya

komplin karena mengingat kemampuan arbiter dalam

menjalankan praktek arbitrase oleh para pihak yang

bersengketa kurangnya trampil, pengetahuannya, sehingga

21

Page 22: Arbit Rase

akan berakibat penundaan atau tidak dilaksanakannya

keputusan arbitrase.

5. Terkait kondisi tersebut maka arbitrase yang merupakan salah

satu alternative penyelesaian sengketa diluar pengadilan

tidaklah memberkan kemudahan dan keuntungan bagi para

pihak.

22