arahan pengembangan ruang terbuka hijau sebagai …

41
ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI MITIGASI PULAU PANAS PERKOTAAN DI KOTA PALU DIRECTION OF GREEN OPEN SPACE DEVELOPMENT AS MITIGATION FOR URBAN HEAT ISLAND IN PALU CITY CECEP ARDIAN KHAERUDDIN HALAMAN JUDUL SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

23 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU

SEBAGAI MITIGASI PULAU PANAS PERKOTAAN

DI KOTA PALU

DIRECTION OF GREEN OPEN SPACE DEVELOPMENT

AS MITIGATION FOR URBAN HEAT ISLAND

IN PALU CITY

CECEP ARDIAN KHAERUDDIN

HALAMAN JUDUL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU

SEBAGAI MITIGASI PULAU PANAS PERKOTAAN

DI KOTA PALU

HALAMAN PENGAJUAN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi / Konsentrasi

Perencanaan Pengembangan Wilayah / Manajemen Perencanaan

Disusun dan diajukan oleh

CECEP ARDIAN KHAERUDDIN

Kepada

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 3: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

HALAMAN PERSETUJUAN

TESIS

ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU

SEBAGAI MITIGASI PULAU PANAS PERKOTAAN

DI KOTA PALU

Disusun dan diajukan oleh

CECEP ARDIAN KHAERUDDIN

Nomor Pokok P0204215311

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis

Pada tanggal 04 Agustus 2017 sehingga dinyatakan lulus

dan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Megister Sains

Menyetujui

Komisi Penasihat,

Prof. Ir. Sumbangan Baja, M.Phil., Ph.D

Dr. Ir. Roland A. Barkey

Ketua Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir, M.Eng Prof. Dr. Muhammad Ali, S.E., M.S

Page 4: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Cecep Ardian Khaeruddin

Nomor Mahasiswa : P0204215311

Program Studi : Perencanaan Pengembangan Wilayah

Konsentrasi : Manajemen Perencanaan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar - benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, 04 Agustus 2017 Yang menyatakan,

Cecep Ardian Khaeruddin

Page 5: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

Subhanahu wa Ta’ala atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga tesis ini

dapat diselesaikan. Topik yang dipilih mengenai Ruang Terbuka Hijau

dengan judul Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Sebagai

Mitigasi Pulau Panas Perkotaan Di Kota Palu, merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan

Pengembangan Wilayah, Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Dalam penyusunan Karya Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan tulus

menyampaikan terima kasih kepada Prof. Ir. Sumbangan Baja, M.Phil.,

Ph.D dan Dr. lr. Roland A. Barkey, selaku ketua dan anggota komisi

penasihat atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan mulai

dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini. Selain itu penulis sampaikan

terima kasih kepada Dr. Ir. Daniel Useng, M.Eng.Sc, Dr. M. Abduh Ibnu

Hajar, S.Pi., MP dan Dr. A. Nixia Tenriawaru, SP., M.Si. selaku penguji luar

komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan

tesis ini, Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas

kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis serta ucapan terima

kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tuaku, istri tercinta, anak-

anakku, serta seluruh keluarga atas do’a, dukungan dan pengorbanan

selama penulis melaksanakan studi.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan

pada tesis ini, namun tidak mengurangi harapan penulis agar karya ilmiah

ini tetap bermanfaat bagi berbagai pihak. Akhir kata penulis mengucapkan

Alhamduliillahi robbil ‘alamin.

Makassar, Agustus 2017

Cecep Ardian Khaeruddin

Page 6: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

ABSTRAK

CECEP ARDIAN KHAERUDDIN. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka

Hijau Sebagai Mitigasi Pulau Panas Perkotaan Di Kota Palu (dibimbing oleh

Sumbangan Baja dan Roland A. Barkey)

Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis perubahan suhu

permukaan di Kota Palu pada tahun 2001 dan 2015, 2) menganalisis

hubungan antara kelas penutupan lahan dan indeks vegetasi dengan suhu

permukaan, dan 3) menganalisis hubungan antara RTH dan suhu

permukaan berdasarkan sebaran RTH di Kota Palu, 4) memberikan arahan

pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Palu.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kuantitatif. Data diolah

dan dianalisis melalui interpretasi citra, analisis korelasi dan analisis

overlay.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata suhu permukaan

antara tahun 2001 dan tahun 2015 meningkat sebesar 2,79°C. Terdapat

korelasi antara nilai indeks vegetasi dengan nilai suhu permukaan yang

signifikan, berlawanan arah, dan sangat kuat pada tahun 2001 maupun

2015. Persamaan regresi pada tahun 2015 yaitu Y = 36,27 – 0,12X dapat

digunakan sebagai acuan bagi pengelolaan wilayah perkotaan dalam

pengembangan RTH di Kota Palu. Potensi lokasi arahan pengembangan

RTH pada alternatif pertama maupun kedua akan menurunkan suhu

permukaan di Kota Palu masing-masing menjadi 33,99 oC dan 31,58 oC.

Kata Kunci : RTH, suhu permukaan, analisis korelasi

Page 7: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

ABSTRACT

CECEP ARDIAN KHAERUDDIN. Direction Of Green Open Space

Development As Mitigation For Urban Heat Island In Palu City (supervised

by Sumbangan Baja dan Roland A. Barkey)

This research aimed 1) to analyze the surface temperature change

in Palu City between 2001 and 2015, 2) to analyze the correlation between

the land cover and the vegetation index and the surface temperature, 3) to

analyze the correlation between GOS and the surface temperature based

on GOS distribution in Palu city, and 4) to provide the direction of

development of GOS in Palu City.

The method used in this research was descriptive quantitative. The

data were processed and analyzed using the image interpretation,

correlation analysis and overlay analysis.

The research results indicated that the mean surface temperature

between 2001 and 2015 had increased by 2,79°C. There was a significant

correlation between the value of vegetation index and the value of surface

temperature, opposite direction, and very strong in 2001 and 2015. The

regression equation in 2015 was Y = 36,27 – 0,12X which could be used as

the reference for the management of urban areas in GOS development in

Palu City. The potential location of direction of GOS development on the

first and second alternatives would reduce the surface temperature in Palu

City to 33.99oC and 31.58oC respectively.

Keywords: GOS, surface temperature, correlation analysis

Page 8: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PENGAJUAN.........................................................................ii

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .......................................................... iv

PRAKATA............................................................................................... v

ABSTRAK............................................................................................... vi

ABSTRACT ........................................................................................... vii

DAFTAR ISI .......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 4

E. Batasan Penelitian ...................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 6

A. Pulau Panas Perkotaan ................................................................. 6

B. Ruang Terbuka Hijau .................................................................... 8

C. Peran Vegetasi ............................................................................ 10

D. Deteksi Pulau Panas Perkotaan dengan Penginderaan Jauh ..... 12

E. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perekaman Suhu Pada Sensor Satelit .............................................................................. 15

F. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) ......................... 18

G. Pengertian Lahan, Penutupan lahan dan Penggunaan Lahan . 19

Page 9: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

ix

H. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya ...................................................................... 22

I. Pengujian Hasil Klasifikasi Citra ................................................ 23

J. Kerangka Pikir Penelitian ............................................................ 25

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 27

A. Rancangan Penelitian ................................................................. 27

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 30

C. Bahan dan Alat ............................................................................ 31

D. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 31

E. Pengumpulan Data ...................................................................... 32

1. Pengumpulan Data Primer .................................................... 32

2. Pengumpulan Data Sekunder ............................................... 32

F. Analisis Data ............................................................................... 33

1. Pra Pengolahan Citra ............................................................ 33

2. Estimasi Suhu Permukaan .................................................... 35

3. Klasifikasi Penutupan Lahan ................................................. 37

4. Indeks Vegetasi .................................................................... 40

5. Analisis Korelasi .................................................................... 41

6. Arahan Pengembangan RTH Di Kota Palu ........................... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 45

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................ 45

1. Administrasi dan Letak Geografis Kawasan ......................... 45

2. Kondisi Klimatologi ................................................................ 46

3. Kondisi Fisiografi ................................................................... 50

4. Kependudukan ...................................................................... 52

5. Perekonomian ....................................................................... 54

6. Rencana Tata Ruang Wilayah .............................................. 55

B. Analisis Suhu Permukaan Di Kota Palu ...................................... 57

1. Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2001 .............................. 58

Page 10: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

x

2. Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2015 .............................. 60

3. Perubahan Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2001 dan Tahun 2015 ........................................................................... 62

4. Wilayah Dengan Urban Heat Island (UHI) / Pulau Panas Perkotaan ............................................................................. 65

C. Hubungan Penutupan Lahan dan Indeks Vegetasi dengan Distribusi Suhu Permukaan ......................................................... 69

1. Analisis Penutupan Lahan .................................................... 69

2. Analisis Indeks Vegetasi ....................................................... 78

3. Hubungan Penutupan Lahan dan Suhu Permukaan ............. 87

4. Hubungan Indeks Vegetasi dan Suhu Permukaan ............... 90

5. Hubungan Penutupan Lahan dan Indeks Vegetasi ............... 91

D. Hubungan RTH dan Suhu Permukaan ........................................ 91

1. Identifikasi Ruang Terbuka Hijau di Kota Palu ...................... 91

2. Analisis Korelasi Antara Ruang Terbuka Hijau Dan Suhu Permukaan............................................................................ 94

E. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau ............................ 97

1. Area Rekomendasi Pengembangan Ruang Terbuka Hijau ...................................................................................... 98

2. Zonasi Pengembangan Ruang Terbuka Hijau ...................... 99

3. Wilayah Prioritas dalam Zona Pengembangan Ruang Terbuka Hijau...................................................................... 101

4. Potensi Lokasi, Jenis dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau .... 103

5. Implementasi Kebijakan Pengembangan RTH di Kota Palu ..................................................................................... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 118

A. Kesimpulan ............................................................................... 118

B. Saran ......................................................................................... 119

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 120

LAMPIRAN ......................................................................................... 125

Page 11: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Fenomena UHI secara spasial dalam bentuk isoterm tertinggi di tengah gambar seperti sebuah pulau panas. ........ 7

Gambar 2. Tipologi Ruang Terbuka Hijau .................................................. 8

Gambar 3. Faktor Yang Mengontrol Suhu Terekam Pada Sensor Satelit .................................................................................... 16

Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian ....................................................... 26

Gambar 5. Peta Daerah Penelitian .......................................................... 30

Gambar 6. Bagan Alir Kegiatan Penelitian ............................................... 44

Gambar 7. Peta Administrasi Kota Palu ................................................... 46

Gambar 8. Rata-rata curah hujan bulanan di Kota Palu antara tahun 2001–2015 ............................................................................ 47

Gambar 9. Suhu Maksimum, Rata-rata, dan Minimum Tahunan Kota Palu Kurun Waktu 2001-2015 ............................................... 48

Gambar 10. Kelas Topografi (a) dan Lereng (b) di Kota Palu .................. 51

Gambar 11. Laju Pertumbuhan Ekonomi Palu, 2011-2015 (%) ............... 55

Gambar 12. Peta Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2001 ..................... 59

Gambar 13. Peta Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2015 ..................... 61

Gambar 14. Perubahan Distribusi Suhu Permukaan Kota Palu Antara Tahun 2001 dan 2015 ........................................................... 63

Gambar 15. Peta Perubahan Suhu Permukaan Antara Tahun 2001 dan 2015 ............................................................................... 64

Gambar 16. Wilayah Yang Terdampak UHI (a) 2001 dan (b) 2015 ......... 67

Gambar 17. Grafik Penutupan Lahan Tahun 2001 .................................. 71

Gambar 18. Grafik Penutupan Lahan Tahun 2015 .................................. 72

Gambar 19. Peta Penutupan Lahan (a) tahun 2001 dan (b) tahun 2015 ...................................................................................... 73

Gambar 20. Luas Penutupan Lahan Kota Palu Pada Tahun 2001 dan 2015 ...................................................................................... 74

Gambar 21. Dinamika Perubahan Penutupan Lahan Kota Palu

Page 12: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

xii

Antara Tahun 2001 dan Tahun 2015 .................................... 74

Gambar 22. Tren Perubahan Penutupan Lahan Menjadi Lahan Terbangun Antara Tahun 2001 dan Tahun 2015 .................. 76

Gambar 23. Kontribusi Perubahan Lahan Pada Setiap Penutupan Lahan Antara Tahun 2001 da Tahun 2015 ........................... 77

Gambar 24. Peta Indeks Vegetasi tahun 2001 ........................................ 80

Gambar 25. Peta Indeks Vegetasi tahun 2015 ........................................ 82

Gambar 26. Luas Indeks Vegetasi Kota Palu Pada Tahun 2001 dan 2015 ...................................................................................... 83

Gambar 27. Dinamika Perubahan Indeks Vegetasi Kota Palu Tahun Antara Tahun 2001 dan 2015 ............................................... 83

Gambar 28. Lokasi Perubahan Kelas Indeks Vegetasi 0,0-0,5 ................ 84

Gambar 29. Kontribusi Perubahan Indeks Vegetasi Pada Setiap Kelas Indeks Vegetasi Antara Tahun 2001 dan 2015 ........... 86

Gambar 30. Suhu Permukaan Pada Tiap Penutupan Lahan ................. 87

Gambar 31. Peta Penutupan Lahan Tahun 2015 dengan Profil Garis Transek ................................................................................. 88

Gambar 32. Profil Garis Transek pada Penutupan Lahan Tahun 2015 .............................................................................................. 89

Gambar 33. Persamaan Linier Indeks Vegetasi dan Suhu Permukaan Tahun (a) 2001 dan tahun (b) 2015 ................... 91

Gambar 34. Persamaan Linier RTH dan Suhu Permukaan Tahun 2001 Berdasarkan Grid 500x500m ....................................... 96

Gambar 35. Persamaan Linier RTH dan Suhu Permukaan Tahun 2015 Berdasarkan Grid 500x500m ....................................... 96

Gambar 36. Zonasi Pengembangan RTH .............................................. 101

Gambar 37. Peta Arahan Pengembangan RTH di Kecamatan (a) Tawaeli dan (b) Palu Utara ................................................. 108

Gambar 38. Peta Arahan Pengembangan RTH di Kecamatan (a) Ulujadi dan (b) Tatanga ...................................................... 109

Gambar 39. Peta Arahan Pengembangan RTH di Kecamatan (a) Palu Barat dan (b) Palu Timur............................................. 110

Gambar 40. Peta Arahan Pengembangan RTH di Kecamatan (a) Mantikulore dan (b) Palu Selatan ........................................ 111

Page 13: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Citra Landsat 7 dan Citra Landsat 8 ...................... 14

Tabel 2. Emisivitas Dari Permukaan Benda Yang Berbeda Pada Panjang Gelombang 8 – 14 μm ................................................ 17

Tabel 3. Skema Klasifikasi Penutupan Lahan Menurut Anderson ........... 21

Tabel 4. Matrik Kesalahan Klasifikasi ...................................................... 24

Tabel 5. Matriks Hubungan Antara Tujuan, Variabel, Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Keluaran .......................................... 28

Tabel 6. Kombinasi Band Pada Citra Landsat ......................................... 34

Tabel 7. Algoritma Berdasarkan Data NDVI ............................................ 36

Tabel 8. Rata-rata Suhu Udara, Kelembapan, Penyinaran Matahari, Jumlah dan Curah Hujan Bulanan di Kota Palu, 2015. ............. 49

Tabel 9. Kelas Lereng di Kota Palu .......................................................... 50

Tabel 10. Jumlah, Sebaran, dan Kepadatan Penduduk Tahun 2001....... 53

Tabel 11. Jumlah, Sebaran, dan Kepadatan Penduduk Tahun 2015....... 53

Tabel 12. Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2001 .................................. 58

Tabel 13. Statistik Nilai Suhu Permukaan tahun 2001 ............................. 59

Tabel 14. Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2015 .................................. 60

Tabel 15. Statistik Nilai Suhu Permukaan tahun 2015 ............................. 61

Tabel 16. Statistik Nilai Ekstraksi Suhu Permukaan Tahun 2001 dan Tahun 2015 ............................................................................... 62

Tabel 17. Perubahan Suhu Permukaan Tahun 2001 dan 2015 ............... 63

Tabel 18. Statistik Nilai Perubahan Suhu Permukaan Antara Tahun 2001 dan tahun 2015 (oC) ......................................................... 65

Tabel 19. Luas Area Dengan Suhu ≥ 31˚C per Kecamatan Di Kota Palu Tahun 2001 dan 2015 ....................................................... 67

Tabel 20. Intensitas UHI Berdasarkan Perhitungan Suhu Permukaan (LST) di Kota Palu ..................................................................... 69

Tabel 21. Deskripsi masing-masing kelas tutupan lahan ......................... 70

Page 14: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

xiv

Tabel 22. Penutupan Lahan Tahun 2001 ................................................. 71

Tabel 23. Penutupan Lahan Tahun 2015 ................................................. 72

Tabel 24. Matriks Transisi Perubahan Penutupan Lahan Antara Tahun 2001 dan 2015 .......................................................................... 78

Tabel 25. Distribusi Kelas Indeks Vegetasi Tahun 2001 .......................... 80

Tabel 26. Statistik Nilai Indeks Vegetasi Tahun 2001 .............................. 81

Tabel 27. Distribusi Kelas Indeks Vegetasi Tahun 2015 .......................... 81

Tabel 28. Statistik Nilai Indeks Vegetasi Tahun 2015 .............................. 82

Tabel 29. Suhu Masing-Masing Penutupan Lahan .................................. 87

Tabel 30. Luas RTH di Kota Palu Berdasarkan Data RTRWK ................. 92

Tabel 31. Luas RTH di Kota Palu Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit .. 93

Tabel 32. Persamaan Linear RTH dan Suhu Permukaan di Kota Palu .... 95

Tabel 33. Area Rekomendasi Pengembangan Ruang Terbuka Hijau...... 99

Tabel 34. Penentuan Wilayah Prioritas .................................................. 102

Tabel 35. Luas Area Pengembangan RTH ............................................ 105

Tabel 36. Suhu Maksimum Kota Palu Setelah Pengembangan RTH .... 106

Page 15: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

xv

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

Lampiran 1. Monogram Kelas Penutupan Lahan ................................... 125

Lampiran 2. Uji akurasi Penutupan Lahan 2001 ................................... 128

Lampiran 3. Uji akurasi Penutupan Lahan 2015 .................................... 129

Lampiran 4. Hubungan Penutupan lahan dengan Suhu Permukaan Tahun 2001 ....................................................................... 130

Lampiran 5. Hubungan Penutupan lahan dengan Suhu Permukaan Tahun 2015 ....................................................................... 131

Lampiran 6. Hubungan Penutupan Lahan dengan Indeks Vegetasi Tahun 2001 ....................................................................... 132

Lampiran 7. Hubungan Penutupan Lahan dengan Indeks Vegetasi Tahun 2015 ....................................................................... 133

Lampiran 8. Hubungan Indeks Vegetasi dengan Suhu Permukaan Tahun 2001 ....................................................................... 134

Lampiran 9. Hubungan Indeks Vegetasi dengan Suhu Permukaan Tahun 2015 ....................................................................... 134

Lampiran 10. Hubungan RTH dengan Suhu Permukaan Tahun 2001 ... 135

Lampiran 11. Hubungan RTH dengan Suhu Permukaan Tahun 2015 ... 136

Lampiran 12. Nilai Indeks Vegetasi dan Suhu Permukaan Pada RTH terdampak UHI ......................................................... 138

Page 16: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota Palu merupakan salah satu daerah di Indonesia yang sedang

berkembang. Data BPS tahun 2016 mencatat Jumlah penduduk di Kota

Palu pada tahun 2010 sebanyak 338 ribu jiwa dan kemudian naik menjadi

368 ribu jiwa pada tahun 2015 dengan laju pertumbuhan penduduk per

tahun sebesar 1,72 % per tahun. Seiring berkembangnya pertumbuhan

penduduk maka akan memicu aktifitas perekonomian perkotaan.

Pertumbuhan ekonomi di Kota Palu dalam kurun waktu empat tahun

terakhir memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan rata-rata

pertumbuhan ekonomi pertahun sebesar 8,63%.

Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan perkembangan

wilayah perkotaan akan berdampak kepada peningkatan kebutuhan lahan.

Namun, karena persediaan lahan yang terbatas maka akan terjadi alih

fungsi lahan. Proses expansi lahan terbangun yang terjadi sering

mengorbankan lahan-lahan yang memiliki fungsi ekologis (jasa-jasa

lingkungan) yang berakibat kepada permasalahan lingkungan (Joga &

ismaun, 2011). Dalam hal ini permasalahan yang kerap terjadi yaitu

menurunnya kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau (RTH) yang

berakibat pada terjadinya fenomena pulau panas perkotaan atau lebih

dikenal sebagai urban heat island (UHI) yang merupakan suatu fenomena

lebih tingginya suhu di daerah kota dibandingkan suhu pada daerah

Page 17: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

2

sekitarnya yang diakibatkan oleh aktivitas manusia (US EPA, 2012).

Peningkatan suhu tersebut akan memicu menurunnya kualitas lingkungan

terutama air dan udara yang akan berdampak terhadap kesehatan manusia

(Liu & Zhang, 2011).

Kota Palu merupakan kota yang berada pada daerah lembah dan

Teluk Palu dengan bentang ruang yang di kelilingi pegunungan di sebelah

Barat dan Timur, serta di sisi Utara yang merupakan daerah teluk. Secara

geografis kota ini dekat dengan garis khatulistiwa. Keadaan ini

menyebabkan Kota Palu sebagai daerah bayang bayang hujan dan

memiliki curah hujan yang rendah. Data BPS mencatat Kota Palu memiliki

karakteristik iklim yang spesifik, dikarenakan Kota Palu tidak dapat

digolongkan sebagai daerah musim atau disebut sebagai Non Zona Musim.

Pada tahun 2015, suhu udara maksimum yang tercatat pada Stasiun Udara

Mutiara Palu adalah 36,5°C terjadi pada bulan Oktober 2015, sedangkan

suhu udara minimum terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar 23,0°C. Rata-rata

suhu udara tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan Desember yaitu

sebesar 29°C.

Berdasarkan kondisi fisik maupun geografisnya, Kota Palu

mengalami fenomena UHI seperti kota-kota besar lainnya. Penelitian yang

dilakukan oleh Ahmad (2012) melalui pengukuran in situ menunjukkan

bahwa telah terjadi alih fungsi lahan dari lahan RTH menjadi lahan

terbangun yang berdampak terhadap suhu udara yang meningkat di pusat

permukiman Kota Palu. Nilai suhu maksimum di wilayah ini sebesar 35,7°C.

Page 18: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

3

Sedangkan wilayah sekitarnya yang masih didominasi oleh lahan

bervegetasi memiliki suhu udara maksimum sebesar 33,2°C.

Keberadaan vegetasi dalam hal ini RTH dinilai sangat penting dalam

mengatasi masalah lingkungan. Sebagaimana dalam Permen PU No 5

tahun 2008, bahwa fungsi ekologis maupun tambahan RTH diantaranya

sebagai pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara

alami dapat berlangsung lancar serta dapat meningkatkan kenyamanan,

memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro.

Berdasarkan uraian di atas, semua informasi mengenai keberadaan

vegetasi, perubahan tutupan lahan maupun fenomena UHI melalui

pengukuran suhu permukaan dapat dilakukan dengan memanfaatkan

teknologi penginderaan jauh. Penggunaan teknologi ini cukup tepat untuk

mendapatkan data mengenai permukaan bumi yang kompleks dengan

cakupan wilayah yang luas sebagai alternatif dari pengukuran in situ.

Keuntungan lainnya yaitu tersedianya data multi temporal yang

memungkinkan untuk mengetahui informasi pada kondisi dan waktu yang

berbeda beda. Informasi tersebut penting dianalisis untuk digunakan

sebagai dasar dalam arahan pengembangan RTH di Kota Palu.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang penelitian tersebut, penelitian ini difokuskan

untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perubahan suhu permukaan di Kota Palu pada tahun

2001 dan 2015?

Page 19: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

4

2. Bagaimana hubungan kelas penutupan lahan dan indeks vegetasi

dengan suhu permukaan?

3. Bagaimana hubungan RTH dan suhu permukaan berdasarkan

sebaran RTH di Kota Palu?

4. Bagaimana seharusnya arahan pengembangan ruang terbuka

hijau di Kota Palu?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sehubungan

dengan rumusan masalah penelitian adalah:

1. Menganalisis perubahan suhu permukaan di Kota Palu pada tahun

2001 dan 2015.

2. Menganalisis hubungan antara kelas penutupan lahan dan indeks

vegetasi dengan suhu permukaan.

3. Menganalisis hubungan antara RTH dan suhu permukaan

berdasarkan sebaran RTH di Kota Palu.

4. Memberikan arahan pengembangan ruang terbuka hijau di Kota

Palu.

D. Manfaat Penelitian

1. Menjadi bahan rujukan dan referensi bagi Pemerintah Provinsi Kota

Palu dalam melakukan perencanaan pengembangan ruang terbuka

hijau berdasarkan distribusi suhu permukaan.

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain tentang arahan

pengembangan ruang terbuka hijau.

Page 20: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

5

E. Batasan Penelitian

Ruang lingkup wilayah penelitian adalah Kota Palu Provinsi Sulawesi

Tengah, dengan fokus penelitian terkait arahan RTH berdasarkan

perubahan penutupan lahan dan distribusi suhu permukaan. Faktor yang

berpengaruh terhadap suhu seperti elevasi, jarak dengan tubuh air dan

pengaruh angin tidak diperhitungkan. Penelitian ini menggunakan data time

series citra landsat Kota Palu pada tahun 2001 dan tahun 2015. Citra

landsat pada tahun yang sama terdiri dari dua path/row berbeda yang

diasumsikan merupakan satu waktu pengambilan data.

Page 21: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pulau Panas Perkotaan

Pulau panas perkotaan atau biasa disebut Urban Heat Island (UHI)

adalah suatu fenomena lebih tingginya suhu di daerah kota (urban)

dibandingkan suhu pada daerah sekitarnya yang diakibatkan oleh aktivitas

manusia (US EPA, 2012). Fenomena UHI secara umum tidak hanya

mengacu pada suhu udara, tetapi juga bisa mengacu pada suhu

permukaan. UHI mempunyai implikasi penting bagi kenyamanan manusia,

polusi udara, manajemen energi, dan perencanaan kota. UHI di kota yang

beriklim panas sangat tidak menguntungkan karena akan menyebabkan

kebutuhan energi yang tinggi yang digunakan untuk mendinginkan suhu,

meningkatkan ketidaknyamanan manusia, dan meningkatkan konsentrasi

polusi udara (Voogt, 2002).

Sebagai daerah yang terus berkembang, akan terjadi perubahan

pada lanskap perkotaan. Bangunan, jalan dan infrastruktur lainnya

menggantikan lahan terbuka dan vegetasi. Permukaan yang semula dapat

ditembus oleh air dan lembab menjadi kedap air dan kering. Perkembangan

ini menyebabkan pembentukan fenomena pulau panas perkotaan.

Permukaan pulau panas terkuat cenderung terjadi pada siang hari ketika

matahari bersinar, oleh karena itu fenomena pulau panas biasanya terbesar

terjadi saat musim panas (US EPA, 2012).

Page 22: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

7

Dinamakan pulau panas karena apabila fenomena UHI digambarkan

secara spasial akan berbentuk pola isoterm seperti sebuah pulau dengan

suhu tertinggi di pulau tersebut dibandingkan areal sekitarnya. Pola ini akan

membentuk gradien suhu yang membentuk mulai dari daerah pinggiran

sampai memuncak di pusat kota (Gambar 1). Perbedaan suhu antara pusat

kota dan area di sekelilingnya dapat mencapai 12 °C pada kota-kota

metropolitan. Di dalam wilayah terbangun, pola ini dipengaruhi secara lokal

oleh adanya ruang terbuka hijau seperti taman kota, badan air, dan banyak

sedikitnya ruang terbangun. Pola spasial isoterm biasanya mengikuti

daerah terbangun. Pola topografi (pesisir atau lokasi lembah) juga dapat

menambah kompleksitas kepada karakteristik spasial UHI (Voogt, 2002).

Sumber: (Voogt, 2002)

Gambar 1. Fenomena UHI secara spasial dalam bentuk isoterm tertinggi di

tengah gambar seperti sebuah pulau panas.

Page 23: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

8

B. Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, ruang terbuka

hijau adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok yang

penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang

tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Selanjutnya

ketentuan tentang penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau diatur

dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008

tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di

Kawasan Perkotaan. Tipologi RTH berdasarkan Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 adalah sebagaimana Gambar 2

berikut :

Gambar 2. Tipologi Ruang Terbuka Hijau

Vegetasi pada RTH dapat memberikan kesejukan pada daerah yang

mengalami pemanasan akibat pantulan panas matahari yang berasal dari

gedung-gedung, aspal, baja dan material buatan lainnya. Vegetasi pada

RTH dapat menciptakan iklim mikro sebagai efek dari proses fotosintesis

Page 24: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

9

dan respirasi tanaman. Pepohonan memiliki mekanisme dalam

pengendalian lingkungan termal yang dapat diuraikan sebagai berikut

(Wonoraharjo dalam Khalil (2016)):

1. Pohon berpengaruh positif terhadap temperatur udara

berdasarkan mekanisme pembayangan (canopy effect), dimana

pohon memayungi daerah di bawahnya dari sinar matahari

langsung sehingga tidak menjadi panas dan berpengaruh pada

udara.

2. Pohon berpengaruh positif terhadap proses pendinginan

(penurunan temperatur udara sore hari) berdasarkan mekanisme

evapotranspirasi, dimana pelepasan air dari permukaan daun

pada sore hari mendinginkan permukaan daun dan

mempengaruhi temperatur udara disekitarnya.

3. Pohon berpengaruh negatif terhadap proses pemanasan

(naiknya temperatur udara pagi hari) berdasarkan mekanisme

‘selimut’ di mana tajuk pohon menghalangi pertukaran panas

dengan daerah sekitarnya sehingga lingkungan di bawahnya

cepat menjadi panas.

Pada kawasan perkotaan, efek pendinginan terbesar terdapat pada

pepohonan yang terletak di taman kota dan hutan kota yang merupakan

bagian dari ruang terbuka hijau kota. Keberadaan RTH pada wilayah

perkotaan diperlukan untuk mengembalikan kondisi lingkungan perkotaan

yang telah tercemar sehingga mampu memperbaiki keseimbangan

Page 25: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

10

ekosistem kota. Hilangnya RTH merupakan pemicu munculnya heat island

dan hilangnya pengendali emisi (gas buang) kota. Antara lain berdampak

pada menurunnya kualitas lingkungan hidup, perubahan sifat-sifat radioaktif

termal, aerodinamik dan hidrologi, terjadi perubahan iklim setempat, sampai

perubahan ekosistem alami (Setyowati, 2008).

C. Peran Vegetasi

Vegetasi sangat bermanfaat untuk merekayasa masalah lingkungan

di perkotaan. Elemen-elemen iklim utama yang sangat mempengaruhi

kehidupan adalah cahaya matahari, suhu udara, angin dan kelembapan.

Interaksi dari keempat elemen iklim ini dapat memberikan kenyamanan,

kepanasan, kedinginan atau suasana yang biasa saja. Pepohonan, semak-

belukar dan rerumputan dapat mengubah suhu kota. Daun-daun dapat

mengintersepsi, refleksi, mengabsorpsi dan mentransmisikan sinar

matahari. Efektivitasnya tergantung kepada spesiesnya, misalnya rindang,

berdaun, bercabang dan beranting banyak (Irwan, 2008).

Tutupan vegetasi mampu menurunkan suhu melalui proses

evaporasi dan transpirasi (evapotranspirasi) serta peneduhan (shading).

Pada peristiwa evaporasi, akar tanaman menyerap air dari tanah kemudian

air tersebut dibawa ke daun. Selanjutnya pada proses transpirasi terjadi

konversi air menjadi gas. Evapotranspirasi dapat mendinginkan udara

disekitarnya karena terdapat penyerapan panas saat terjadi evaporasi.

Kemampuan pohon menurunkan suhu udara dalam peristiwa

evapotranspirasi berbeda-beda sesuai dengan kerimbunan pohon tersebut,

Page 26: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

11

makin banyak daun di pohon tersebut maka suhu yang diturunkan semakin

besar (Block et al., 2012).

Menurut penelitian Purnomohadi dalam Khalil (2016) suhu dibawah

pohon teduh dapat lebih rendah 2o – 4oC dibandingkan suhu sekitarnya.

Pepohonan yang ditempatkan sepanjang jaringan jalan dapat menurunkan

suhu udara sebesar 4oC. Pohon dapat menahan, memantulkan, menyerap

dan memancarkan radiasi sinar matahari. Daun-daun dan cabang pohon

juga dapat mengurangi intensitas radiasi matahari untuk mencapai daerah

yang berada dibawah kanopi pohon atau efek pembayangan dari kanopi.

Pembayangan turut mengurangi suhu permukaan dibawah kanopi pohon.

Permukaan yang dingin dapat turut mengurangi suhu bangunan dan

lingkungan sekitarnya.

Vegetasi memiliki nilai albedo yang rendah sehingga vegetasi

memiliki karakteristik sebagai penyerap radiasi matahari baik secara

langsung maupun pantulan radiasi matahari dari bangunan disekitarnya.

Vegetasi berdaun lebar memiliki albedo 0,15-0,18 sementara rumput

memiliki nilai albedo 0,15. Panas yang diserap oleh tumbuhan akan

digunakan untuk proses evapotranspirasi. Pada saat malam hari vegetasi

seperti pohon akan menyerap panas dari radiasi gelombang panjang yang

dilepaskan oleh bangunan di sekitarnya (Akbari, 2008).

Page 27: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

12

D. Deteksi Pulau Panas Perkotaan dengan Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh

informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data

yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek,

daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand et al., 2004).

Secara umum pengukuran UHI dapat dilakukan dari pengamatan

langsung dilapangan pada suhu udaranya dan dengan memanfaatkan

penginderaan jauh pada suhu permukaan/surface temperature. Suhu

permukaan memiliki pengaruh tidak langsung tetapi signifikan terhadap

suhu udara (US EPA, 2012). Teknologi penginderaan jauh memungkinkan

mendeteksi fenomena UHI di suatu wilayah secara cepat. Pengukuran suhu

permukaan berdasarkan perhitungan data citra satelit memiliki banyak

keunggulan antara lain cakupan global dan periodisitas (pengelompokkan

unsur berdasarkan kemiripan sifat) yang konsisten, serta dapat mengatasi

kelemahan pengamatan permukaan tanah yang berkaitan dengan distribusi

tapak dan biaya. Konsep deteksi UHI adalah mengintegrasikan

heterogenitas permukaan perkotaan, yang menunjukkan hubungan antara

suhu udara dan fraksi (bagian) perkotaan (Hu & Brunsell, 2014).

Lillesand (2004) mengemukakan bahwa penginderaan jauh termal

menjelaskan secara ringkas kemungkinan untuk memperoleh,

menggambarkan dan menginterpretasikan keadaan panas dipermukaan

bumi. Pendefinisian energi termal sering mengacu kepada energi yang

dipancarkan dari permukaan bumi. Lillesand (2004) juga menjelaskan

Page 28: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

13

bahwa radiasi matahari memberikan energi maksimumnya pada kisaran

spektral tampak (0,3-0,7 μm). Sedangkan untuk permukaan bumi dengan

suhu permukaan sebesar 300oK (26,85oC) memberikan nilai pancaran

puncak maksimum pada panjang gelombang 9,7 μm yang merupakan

kisaran radiasi infrared. Maka, penginderaan jauh termal banyak dilakukan

pada daerah spektrum antara 8-14 μm.

Secara teknis, deteksi UHI berdasarkan suhu permukaan dapat

dilakukan dengan memanfaatkan termal band pada citra Landsat. Analisis

ini merupakan rangkaian konversi nilai-nilai digital number (DN) pada band

termal citra Landsat menjadi nilai suhu permukaan, sehingga menghasilkan

output berupa peta distribusi/sebaran suhu permukaan (Senanayake et al.,

2013). Hal ini sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Ndossi &

Avdan (2016) yang melakukan perbandingan data dengan data suhu

stasiun meteorologi setempat menggunakan algoritma Planck

menghasilkan simpangan data sebesar 3,58 °C pada landsat 7 ETM+ dan

2,07 °C pada landsat 8 TIRS.

Citra Landsat 7 memiliki sensor ETM+ (Enhanced Thematic Mapper

Plus) dengan delapan kanal spektral (band). Kombinasi band yang dipakai

untuk klasifikasi penutupan lahan pada citra Landsat 7 adalah 5-4-3 dalam

format Red-Green-Blue (RGB) false color. Landsat-8 merupakan satelit

yang baru diluncurkan pada tanggal 11 Februari 2013 dengan nama The

Landsat Data Continuity Mission (LDCM). Landsat-8 memiliki sebelas band

(sembilan band spektral ditambah dengan dua band termal). Karena

Page 29: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

14

memiliki band tambahan, kombinasi band pada RGB false color berbeda

dengan Landsat 7, yaitu dengan menggunakan band 6-5-4 (USGS, 2013).

Karakteristik dari citra Landsat 7 dan Landsat 8 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Citra Landsat 7 dan Citra Landsat 8

Nama Band

Landsat 7 Landsat 8

Kegunaan Band

Panjang Gelombang

(µm) Band

Panjang Gelombang

(µm)

Coastal/ Aerosol

- - 1 0,43 – 0,45 Penelitian coastal dan aerosol

Blue (B) 1 0,45 – 0,52 2 0,45 – 0,51

Pemetaan batimetri, membedakan tanah dari vegetasi dan vegetasi daun lebar dari konifer

Green (G) 2 0,52 – 0,60 3 0,53 – 0,59

Pengamatan puncak pantulan vegetasi untuk membedakan kesehatan tanaman

Red (R) 3 0,63 – 0,69 4 0,64 – 0,67 Membedakan jenis vegetasi.

Near-Infrared (NIR)

4 0,77 – 0,90 5 0,85 – 0,88

Peka terhadap biomasa vegetasi dan identifikasi garis perairan

Shortwave Infrared-1 (SWIR-1)

5 1,55 – 1,75 6 1,57 – 165

Kandungan air pada tanaman, kondisi kelembaban tanah

Shortwave Infrared-2 (SWIR-2)

7 2,09 – 2,35 7 2,11 – 2,29

Kandungan air pada tanaman, kondisi kelembaban tanah

Panchromatic (PAN)

8 0,52 – 0,90 8 0,50 – 0,68 Meningkatkan resolusi spasial

Page 30: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

15

Nama Band

Landsat 7 Landsat 8

Kegunaan Band

Panjang Gelombang

(µm) Band

Panjang Gelombang

(µm)

Cirrus - - 9 1,36 – 1,38 Deteksi awan cirrus

Thermal (T) 6 10,40 – 12,50 10 10,60 – 11,19 Pemetaan termal

dan perkiraan kelembaban tanah 11 11,50 – 12,51

Sumber : (USGS, 2015)

E. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perekaman Suhu Pada

Sensor Satelit

Untuk mendapatkan suhu permukaan bumi, sistem termal pada

penginderaan jauh merekam setiap radiasi yang dipancarkan oleh objek-

objek yang ada di permukaan bumi. Suhu yang terekam pada citra satelit

tersebut merupakan suhu radian (Trad). Suhu radian dipengaruhi oleh dua

faktor yakni suhu kinetik (Tkin) dan emisivitas (ε). Sehingga pengukuran

emisivitas menjadi penting agar didapat suhu radian yang tepat (Lillesand

et al., 2004)

Selanjutnya Prakash (2000), menjelaskan beberapa faktor yang

mempengaruhi suhu kinetik pada setiap objek antara lain neraca energi

(heat budget) dan sifat termal suatu benda (thermal properties) seperti pada

Gambar 3.

Page 31: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

16

Suhu Radian

Suhu Kinetik Emisivitas

Neraca Energi

(heat budget)

Pemanasan Oleh

Matahari

Radiasi

Downwelling

Sumber Panas

Lainnya

Elevasi Matahari

Tutupan Awan

Kondisi Atmosfer

Ketinggian

Topografi

Sifat Termal

(Thermal Properties)

Konduktivitas

Termal

Specific Heat

Kapasitas Termal

Kebauran Termal

Termal Inersia

Gelombang

Panjang Radiasi

Upwelling

Gambar 3. Faktor Yang Mengontrol Suhu Terekam Pada Sensor Satelit

Emisivitas adalah rasio energi yang diradiasikan oleh material

tertentu dengan energi yang dirasiokan oleh benda hitam (black body) pada

suhu yang sama. Benda hitam itu sendiri secara teori merupakan objek

yang mampu menyerap dan memancarkan energi yang diterimanya di

semua panjang gelombang. Ini adalah ukuran dari kemampuan suatu

benda untuk meradiasikan energi yang diserapnya. Emisivitas dinotasikan

dengan epsilon (ε) dengan nilai bervariasi antara 0 dan 1. Benda hitam

sempurna memiliki nilai emisivitas sama dengan 1, sementara suatu benda

yang sesungguhnya memiliki nilai emisivitas kurang dari 1 (Prakash, 2000).

Page 32: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

17

Variasi emisivitas tergantung pada tipe objek di permukaan

(Lillesand et al., 2004). Beberapa contoh nilai emisivitas pada berbagai

objek disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Emisivitas Dari Permukaan Benda Yang Berbeda Pada Panjang

Gelombang 8 – 14 μm

Permukaan Benda Emisivitas Pada Panjang Gelombang

8 – 14 μm

Serbuk karbon 0,98 – 0,99

Air 0,98

Es 0,97 – 0,98

Daun tanaman yang sehat 0,96 – 0,99

Daun tanaman yang sakit 0,88 – 0,94

Aspal 0,96

Pasir 0,93

Kayu 0,87

Logam yang di poles 0,02 – 0,21

Sumber : (Lillesand et al., 2004)

Terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mendapatkan

nilai emisivitas permukaan lahan pada citra satelit. Zhang et al. (2006)

melakukan tiga metode yaitu berdasarkan klasifikasi citra, data NDVI, dan

berdasarkan rasio antara tanah dan lahan bervegetasi. Nilai emisivitas dari

klasifikasi citra merupakan metode termudah karena hanya berdasarkan

informasi kelas penutupan lahan dan memberi nilai emisivitas sesuai kelas

penutupan lahan tersebut.

Metode berdasarkan data NDVI akan memberikan nilai emisivitas

sesuai nilai rentang yang terbagi menjadi beberapa kelas. Ketika nilai NDVI

Page 33: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

18

berkisar antara 0.157 – 0.727 maka nilai emisivitas (𝜀) dihitung

menggunakan persamaan :

𝜀 = 1.0094 + 0.47. ln(𝑁𝐷𝑉𝐼)

Untuk nilai NDVI diluar rentang (0.157-0.727) akan terbagi menjadi

ke dalam lima bagian dengan memberikan nilai emisivitas tertentu.

Sedangkan metode berdasarkan rasio antara tanah dan lahan

bervegetasi dapat menggunakan persamaan Sobrino et al. (2004) dengan

menggunakan persamaan :

𝜀 = 0.004. 𝑃𝑣 + 0.986

𝑃𝑣 = [𝑁𝐷𝑉𝐼− 𝑁𝐷𝑉𝐼𝑚𝑖𝑛

𝑁𝐷𝑉𝐼𝑚𝑎𝑥−𝑁𝐷𝑉𝐼𝑚𝑖𝑛]

2

Persamaan tersebut juga berdasarkan nilai NDVI, tetapi lebih

ditekankan pada proporsi antara tanah dan lahan bervegetasi dengan

menggunakan rentang nilai 0.2 - 0.5.

F. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan salah

satu jenis indeks vegetasi yang secara umum digunakan untuk

menggambarkan tingkat kehijauan suatu vegetasi. Nilai indeks vegetasi ini

peka terhadap keberadaan vegetasi yang ada di permukaan bumi dan juga

mempunyai hubungan yang kuat dengan variabel iklim seperti curah hujan

(Schmidt & Karnieli, 2000).

Perhitungan NDVI didasarkan pada perbandingan antara

pengurangan nilai gelombang inframerah dekat dengan gelombang cahaya

Page 34: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

19

merah tampak dan penjumlahan gelombang inframerah dekat dengan

gelombang cahaya merah tampak yang diperoleh dari citra satelit. Nilai

NDVI berkisar antara -1 sampai 1. Nilai ini menggambarkan bahwa semakin

tinggi nilainya berarti kondisi tanaman yang dipantau dari citra satelit lebih

memperlihatkan kenampakan tanaman yang subur dan rapat seperti hutan,

sedangkan semakin rendah nilainya berarti menunjukkan wilayah yang

tidak bervegetasi. Nilai lahan kosong maupun lahan terbangun umumnya

mempunyai nilai positif yang mendekati nol. Oleh sebab itu, NDVI sering

digunakan sebagai parameter untuk pemantauan kehijauan tanaman.

Beberapa studi melakukan perhitungan NDVI dengan terlebih dahulu

melakukan koreksi reflektansi terhadap band inframerah dekat maupun

band merah. NDVI yang terkoreksi reflektasi akan memiliki kualitas yang

lebih baik terutama pada wilayah tubuh air dan lahan kosong (Parente,

2013).

Indeks vegetasi (NDVI) dapat juga digunakan dalam klasifikasi

penutupan lahan dengan cara memanfaatkan rentang nilai yang dimiliki.

Nilai-nilai tersebut dilakukan pengkelasan ulang sesuai wilayah kajian. Nilai

tersebut tidak konstan, dimana akan mengalami beberapa perubahan pada

lokasi dan kondisi yang berbeda tergantung kondisi atmosfer maupun curah

hujan setempat (Srivanit, 2012).

G. Pengertian Lahan, Penutupan lahan dan Penggunaan Lahan

Lahan menurut FAO dalam Briassoulis (2000) adalah tempat di

permukaan bumi yang sifat-sifatnya saling berkaitan satu sama lain,

Page 35: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

20

memiliki atribut mulai dari biosfer atmosfer, batuan induk, bentuk-bentuk

lahan, tanah dan ekologinya, hidrologi, tumbuh-tumbuhan, hewan dan hasil

dari aktivitas manusia pada masa lalu dan sekarang dimana variabel

tersebut berpengaruh nyata pada penggunaan oleh manusia saat ini dan

akan datang.

Lahan merupakan suatu sistem yang komplek sehingga

membutuhkan penataan yang baik. Pengelolaan lahan harus dibedakan

antara lahan sebagai sumber daya dan lahan sebagai lingkungan. Lahan

sebagai sumber daya yang dimaksud adalah lahan yang didayagunakan,

sedangkan lahan sebagai lingkungan adalah lahan sebagai sarana untuk

tempat beraktivitas sehingga lahan memiliki daya dukung serta ambang

batas untuk digunakan sebagai tempat beraktivitas (Baja, 2012).

Definisi mengenai penggunaan lahan (land use) dan penutupan

lahan (land cover) pada hakekatnya berbeda walaupun sama-sama

menggambarkan keadaan fisik permukaan bumi. Penggunaan lahan

berkaitan dengan aktivitas manusia yang secara langsung berhubungan

dengan lahan, dimana terjadi penggunaan dan pemanfaatan lahan dan

sumber daya yang ada serta menyebabkan dampak pada lahan.

Sementara penutupan lahan berhubungan dengan vegetasi (alam dan

ditanam) atau konstruksi oleh manusia (bangunan, dan lain-lain) yang

menutupi permukaan tanah (Baja, 2012).

Dalam hal sistem klasifikasi penutupan lahan/penggunaan lahan,

Anderson et al. (1976) mengemukakan tingkat klasifikasi penutupan lahan

Page 36: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

21

dalam beberapa level klasifikasi penutupan lahan berdasarkan tingkatan

skala dan tipe data yang digunakan seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Skema Klasifikasi Penutupan Lahan Menurut Anderson

Level I Level II

1. Perkotaan / lahan terbangun

1. Hunian 2. Penggunaan umum 3. Kompleks industri dan komersial 4. Lahan sedang dibangun

2. Lahan pertanian

1. Lahan pertanian dan peternakan 2. Lahan kebun buah, persemaian dan lahan

holtikultura hias 3. Lahan pertanian lainnya

3. Lahan peternakan 1. Lahan peternakan rumput 2. Lahan peternakan semak dan belukar

4. Lahan hutan 1. Lahan hutan menggugurkan daunnya 2. Lahan hutan selalu hijau 3. Lahan hutan campur

4. Perairan

1. Sungai dan saluran 2. Danau 3. Reservoir 4. Tanggul dan muara

5. Lahan basah 1. Lahan basah berhutan 2. Lahan basah tidak berhutan

6. Lahan kosong

1. Pantai 2. Area berpasir lain selain pantai 3. Bidang tambang 4. Lahan gundul

7. Salju / es tahunan 1. Padang salju tahunan 2. Gletser

Sumber : (Anderson et al., 1976)

Sedangkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 7645:2010,

klasifikasi penutupan lahan terbagi kedalam skala 1:1.000.000, 1:250.000,

dan 1:50.000/1:25.000. Standar ini disusun berdasarkan sistem klasifkasi

penutup lahan United Nations Food and Agriculture Organization (UNFAO)

dan ISO 19144-1. Dalam sistem klasifikasi penutup lahan UNFAO, makin

detail kelas yang disusun, makin banyak kelas yang digunakan. Secara

umum Kelas penutup lahan pada SNI dibagi menjadi dua bagian besar,

yaitu daerah bervegetasi dan daerah tak bervegetasi. Semua kelas penutup

Page 37: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

22

lahan dalam kategori daerah bervegetasi diturunkan dari pendekatan

konseptual struktur fisiognomi yang konsisten dari bentuk tumbuhan,

bentuk tutupan, tinggi tumbuhan, dan distribusi spasialnya. Sedangkan

dalam kategori daerah tak bervegetasi, pendetailan kelas mengacu pada

aspek permukaan tutupan, distribusi atau kepadatan, dan ketinggian atau

kedalaman objek.

H. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang

Mempengaruhinya

Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses

perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang

dapat bersifat permanen maupun sementara, dan merupakan konsekuensi

logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial

ekonomi masyarakat yang sedang berkembang, baik untuk tujuan

komersial maupun industri. Menurut Dwiprabowo et al. (2012) bahwa isu

yang berhubungan dengan perubahan penggunaan lahan dan penutupan

lahan (Land Use Land Use Change, LULC) telah menarik perhatian dari

berbagai bidang penelitian. Industrialisasi, perpindahan penduduk ke kota

dan pertambahan penduduk telah dipertimbangkan sebagai tenaga yang

paling berkontribusi dalam perubahan penggunaan lahan dalam skala

global (Long dalam Dwiprabowo et al. (2012) ).

Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan

tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama

adanya industri/perusahaan yang makin meningkat jumlahnya dan kedua

Page 38: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

23

berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih

baik. Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan untuk menganalisis

faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan. Menurut

Verburg et al. (2004), perubahan penggunaan lahan merupakan hasil dari

berbagai interaksi. Setiap prosesnya berjalan melalui ruang dan waktu yang

dipicu oleh satu atau lebih variabel. Faktor-faktor pendorong termasuk

demografi (tekanan penduduk), ekonomi, teknologi, budaya, biofisik,

maupun kelembagaan, mempengaruhi perubahan penggunaan lahan

dengan cara yang berbeda beda.

I. Pengujian Hasil Klasifikasi Citra

Secara umum pengujian hasil klasifikasi citra terdiri dari tahap

verifikasi dan validasi. Verifikasi dilakukan melalui tahapan pengecekan

lapangan (ground truth) untuk mengecek kebenaran antara data

penginderaan jauh dengan kenyataan dilapangan. Verifikasi juga dapat

dilakukan dengan menggunakan citra resolusi tinggi. Validasi yang sering

digunakan untuk menguji hasil klasifikasi penutupan lahan berbasis

penginderaan jauh ini adalah overall accuracy dan kappa accuracy

(Lillesand et al., 2004).

Nilai overall accuracy hanya mempertimbangkan commision

(diagonal) yaitu hasil klasifikasi yang sama jenis penutupan lahannya

dengan hasil verifikasi lapangan (referensi), sedangkan kappa accuracy

mempertimbangankan commision dan omission (klasifikasi yang benar dan

Page 39: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

24

yang salah). Hal ini mengakibatkan nilai kappa accuracy memiliki nilai yang

lebih rendah dibandingkan overall accuracy.

Overall accuracy maupun kappa accuracy dapat ditentukan dengan

cara membuat matriks kesalahan (biasanya dapat disebut error matrix,

confusion matrix atau cotingency table) seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik Kesalahan Klasifikasi

Kelas penutupan

Lahan

Referensi

P1+ P1+ P1+ … Pr+ Jumlah

Ha

sil

Kla

sifik

asi P+i Xii X+i

P+i Xii X+i P+i Xii X+i … Xii X+i P+r Xii X+i

Total Kolom Xi+ Xi+ Xi+ Xi+ Xi+ N

Keterangan : Klasifikasi benar (commision) : Klasifikasi salah

Nilai kappa biasanya kurang atau sama dengan 1. Nilai 1 merupakan

akurasi yang sempurna, sedangkan kurang dari 1 kurang dari sempurna.

Nilai ini dapat disajikan dalam satuan persen (%). Setiap peneliti memiliki

standar akurasi yang berbeda-beda. Monserud & Leemans (1992)

membagi kappa accuracy diantaranya nilai dibawah 0,4 merupakan akurasi

yang rendah/sangat rendah, 0,4 – 0,55 merupakan akurasi sedang, 0,55 –

0,7 merupakan akurasi baik, 0,7 – 0,85 merupakan akurasi sangat baik, dan

nilai lebih dari 0,85 merupakan akurasi istimewa. Sedangkan menurut

Lillesand et al. (2004) tingkat ketelitian hasil klasifikasi yang diharapkan

tidak kurang dari 0,8 (80%).

Selanjutnya Lillesand et al. (2004) menjelaskan dalam melakukan

penarikan titik sampel dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya

Page 40: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

25

teknik sampling acak sederhana (simple random sampling) maupun

sampling acak dengan stratifikasi (stratified random sampling). Teknik

sampling acak sederhana memungkinkan setiap individu yang menjadi

anggota populasi memiliki peluang yang sama dan bebas dipilih sebagai

anggota sampel. Sedangkan pada sampling acak dengan stratifikasi,

pemilihannya didasarkan pada masing-masing kelas tutupan lahan yang

merupakan strata, sehingga sampel pada setiap kelas tutupan lahan akan

dapat terwakili.

J. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian didasarkan kepada fenomena alih fungsi

lahan menjadi lahan terbangun yang dapat menyebabkan menurunnya

luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Konversi RTH menjadi lahan

terbangun menimbulkan permasalahan UHI yang mempengaruhi terhadap

peningkatan suhu.

Teknologi penginderaan jauh dalam hal ini analisis citra landsat

digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai indeks vegetasi,

perubahan penutupan lahan, distribusi RTH maupun distribusi suhu

permukaan. Hasil analisis tersebut kemudian dikorelasikan untuk dapat

digunakan sebagai dasar dalam menyusun arahan pengembangan RTH di

Kota Palu.

Page 41: ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI …

26

Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian

Perubahan Kondisi Fisik - Penutupan lahan - Indeks Vegetasi

Perubahan Distribusi Suhu

Arahan Pengembangan RTH di Kota Palu

Pengumpulan Data

Laju Pertumbuhan Penduduk Meningkat

Alih Fungsi Lahan

Hubungan

Menurunnya Luas RTH

Fenomena UHI

Distribusi RTH