antihipertensi makalah

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi meyajikan satu problem unik dalam terapi. Hipertensi lazimnya merupakan penyakit seumur hidup penyebab beragam gejala sehingga mencapai tahap lanjut. Untuk mendapatkan pengobatan efektif, harus digunakan setiap hari obat yang mungkin mahal dan sering menyebabkan efek samping. Oleh karena itu, para dokter harus menetapkan dengan pasti bahwa hipertensi adalah menetap, memerlukan pengobatan dan harus mengeluarkan penyebab hipertensi sekunder yang dapat dirawat dengan prosedur pembedahan definitif. Hipertensi menetap, terutama pada orang-orang dengan peningkatan tekanan darah ringan, harus ditetapkan dengan terjadinya peningkatan tekanan darah pada paling sedikit pada tiga kali kunjungan yang berbeda. Pemantauan tekanan darah pada pasien rawat jalan diduga merupakan predictor terbaik terhadap terjadinya risiko dan oleh karenanya, dibutuhkan untuk terapi pada hipertensi ringan. 1

Upload: henny-jayanti

Post on 18-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

anti hipertensi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangHipertensi meyajikan satu problem unik dalam terapi. Hipertensi lazimnya merupakan penyakit seumur hidup penyebab beragam gejala sehingga mencapai tahap lanjut. Untuk mendapatkan pengobatan efektif, harus digunakan setiap hari obat yang mungkin mahal dan sering menyebabkan efek samping. Oleh karena itu, para dokter harus menetapkan dengan pasti bahwa hipertensi adalah menetap, memerlukan pengobatan dan harus mengeluarkan penyebab hipertensi sekunder yang dapat dirawat dengan prosedur pembedahan definitif.Hipertensi menetap, terutama pada orang-orang dengan peningkatan tekanan darah ringan, harus ditetapkan dengan terjadinya peningkatan tekanan darah pada paling sedikit pada tiga kali kunjungan yang berbeda. Pemantauan tekanan darah pada pasien rawat jalan diduga merupakan predictor terbaik terhadap terjadinya risiko dan oleh karenanya, dibutuhkan untuk terapi pada hipertensi ringan.Sekali ditetapkan hipertensi, pertanyaan apakah diperlukan pengobatan atau tidak dan obat mana yang digunakan haruslah dipertimbangkan. Tingkat tekanan darah, umur dan jenis kelamin pasien, tingkat keparahan kerusakan organ (jika ada) karena tekanan darah yang tinggi dan kemungkinan adanya faktor-faktor risiko kardiovaskular, semua harus dipertimbangkan.Sekali keputusan diambil untuk melakukan pengobatan, regimenterapeutik harus dikembangkan dan pasien diberitahu tentang sifat-sifat alami hipertensi dan pentingnya pengobatan. Pemilihan obat didasarkan pada tingkat tekanan darah, kerusakan organ dan tingkat keparahannya serta adanya penyakit-penyakit lain. Tekanan darah tinggi parah dengan komplikasi yang mengancam hidup membutuhkan pengobatan lebih cepat dengan obat yang lebih kuat. Sebagian besar pasien dengan hipertensi esensial telah menderita tekanan darah tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dan terapi paling baik dilakukan secara bertahap.Kesuksesan pengobatan hipertensi menuntut kepatuhan terhadap instruksi diet dan penggunaan obat yang dianjurkan. Pendidikan mengenai sifat alami hipertensi dan pentingnya perawatan serta pengetahuan tentang efek-efek samping potensial obat sangat perlu diberikan. Kunjungan tindak lanjut (follow-up) harus cukup sering untuk meyakinkan pasien bahwa dokter berfikir penyakit hipertensi adalah penyakit serius.Pada setiap kunjungan tindak lanjut, harus ditekankan tentang pentingnya pengobatan dan pertanyaan terutama mengenai dosis dan efek samping obat harus ditanamkan. Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien adalah penyederhanaan aturan pemberian dosis dan juga meminta pasien untuk memantau tekanan darahnya di rumah.

1.2 TujuanMahasiswa dapat mengetahui :1. Tentang hipertensi2. Penggolongan dan jenis-jenis obat antihipertensi3. Mekanisme kerja obat hipertensi

BAB IITEORI

1 2 2.1 Pengertian HipertensiHipertensi adalah suatu kondisi medis yang ditandai peningkatan tekanan darah secara kronis. Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian paling sering di dunia. Hampir satu miliar orang di dunia berisiko terkena kegagalan jantung, serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan kebutaan akibat hipertensi. Hipertensi terjadi ketika volume darah meningkat dan/atau saluran darah menyempit, sehingga membuat jantung memompa lebih keras untuk menyuplai oksigen dan nutrisi kepada setiap sel di dalam tubuh. Tekanan darah diukur berdasarkan tekanannya terhadap dinding pembuluh darah (yang besarannya dinyatakan dalam mmHg). Jika tekanan darah melebihi tingkat yang normal, maka resiko kerusakan bisa terjadi pada organ organ vital di dalam tubuh seperti jantung, ginjal, otak, dan mata. Hal ini meningkatkan resiko kejadian yang bisa berakibat fatal seperti serangan jantung dan stroke.(1)Hipertensi dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan sering kali berbeda-beda pada tiap individu. Penanganan hipertensi sendiri lebih ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Dengan pengobatan atau pengontrolan tekanan darah, maka berbagai komplikasi yang dapat dipicu oleh hipertensi dapat dicegah.

2.2 Klasifikasi HipertensiBerdasarkan rekomendasi Seventh Report of the Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII). Klasifikasi tekanan darah dimaksudkan setiap tekanan yang terukur (tekanan rata-rata) pada dua kali atau lebih pengukuran, dalam posisi duduk.Keadaan prehipertensi tidak dimasukkan ke dalam kategori penyakit, namun perlu diingat bahwa keadaan tersebut berisiko tinggi untuk berkembang ke tahap hipertensi. Dengan demikian, bila ditemukan pasien dengan prehipertensi, maka perlu segera dicari faktor risikonya dan sedapat-dapatnya faktor risiko tersebut dimodifikasi. Klasifikasi menurut JNC VII tidak menggolongkan derajat hipertensi berdasarkan faktor risiko atau kerusakan organ target, namun JNC VII lebih menekankan bahwa setiap pasien dengan hipertensi (baik derajat 1 maupun 2) perlu diterapi, disamping modifikasi gaya hidup.(1)Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Pada pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor resiko dan sebaiknya diberikan perawatan.(8-10)

2.3 Mekanisme Pengaturan Tekanan DarahTekanan darah arteri merupakan hasil dari cardiac output dan resistensi vaskular sistemik. Peningkatan tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara, antara lain: (11-13) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, atau banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.(11)Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut diperankan oleh perubahan fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara, antara lain jika tekanan darah meningkat, maka ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal. Ginjal juga dapat meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) dapat menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.(12,13)Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar). Sistem ini juga meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung, mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak), serta mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh. Sistem saraf simpatis juga memicu pelepasan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah, dan selanjutnya akan mencetuskan peningkatan tekanan darah.(13,14)

2.4 Etiologi HipertensiHipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis: (1,11)a. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak/ belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain.Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab. Beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.Jika penyebab hipertensi diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.(15,16)Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder: (15,16)a. Penyakit Ginjal1. Stenosis arteri renalis2. Pielonefritis3. Glomerulonefritis4. Tumor-tumor ginjal5. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)6. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)7. Terapi penyinaran yang mengenai ginjalb. Kelainan Hormonal1. Hiperaldosteronisme2. Sindroma Cushing3. Feokromositoma4. Hiperplasia adrenal congenital5. Hipertiroid6. Hiperparatiroid7. Kontrasepsic. Obat-obatan1. Kortikosteroid2. Obat-obat adrenergic3. Siklosporin4. Eritropoietin5. Kokain6. Penyalahgunaan alcohol7. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)d. Penyebab Lainnya1. Tumor otak2. Koartasio aorta3. Vaskulitis4. Penyakit kolagen5. Preeklamsi pada kehamilan6. Porfiria intermiten akut7. Keracunan timbal akut.

2.5 Faktor Risiko dan Patogenesis Terjadinya HipertensiPatogenesis terjadinya hipertensi esensial (primer) meliputi banyak faktor yang beragam. Faktor-faktor tersebut antara lain, perfusi jaringan yang adekuat, mediator humoral, vaskular, volume darah sirkulasi, viskositas, cardiac output, elastisitas pembuluh, dan stimulasi saraf. Selain itu, juga terdapat faktor lain, seperti genetik (ras), diet, dan usia. (17)Hipertensi dapat berkembang dengan disertai berbagai kerusakan organ target, misalnya aorta dan arteri, jantung, ginjal, retina, dan susunan saraf pusat. Progresivitas peningkatan tekanan darah dapat berlangsung hingga puluhan tahun. Hipertensi stadium awal dapat merupakan bentuk awal hipertensi, yang dihasilkan oleh penurunan resistensi perifer dan peningkatan stimulasi kardiak oleh hiperaktivitas adrenergik dan homeostasis kalsium. Bila hipertensi berlangsung kronis, maka resistensi vaskular akan meningkat. Reaktivitas vaskular merupakan faktor penting yang menentukan perubahan derajat hipertensi. Reaktivitas vaskular secara langsung dipengaruhi senyawa vasoaktif, reaktivitas otot polos, dan perubahan struktur dinding pembuluh darah.(17)Hipertensi memiliki keterkaitan dengan faktor genetik yang beragam. Meskipun seseorang memiliki gen yang memberikan kecenderungan hipertensi, keterlibatan faktor lingkungan sangat besar. Sedikit sekali studi yang mengatakan bahwa hipertensi pada seseorang dapat muncul hanya dengan satu gen saja tanpa adanya intervensi faktor lingkungan. Beberapa kelainan genetik yang dapat menyebabkan hipertensi antara lain, aldosteronisme, defisiensi 17-- dan 11-hidroksilase, sindroma Liddle, serta kelainan gen yang berkenaan dengan sintesis angiotensinogen.(17)Sistem renin-angiotensin-aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi. Produksi renin dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan pada proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang memiliki efek vasokonstriksi. Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron yang selanjutnya akan meningkatkan retensi natrium dan air. Sistem ini juga meningkatkan vasopresin yang bersifat sebagai antidiuretik.(16,17)2.6 Gejala KlinisPada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.(1)Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: (1,2)1. sakit kepala2. kelelahan3. mual4. muntah5. sesak nafas6. gelisah7. pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

2.7 DiagnosisEvaluasi penderita, hipertensi mencakup tiga komponen utama, yaitu mengidentifikasi penyebab, menilai ada tidaknya kerusakan organ target, dan mengidentifikasi adanya faktor risiko yang turut menentukan prognosis dan keberhasilan pengobatan. Data yang diperlukan untuk mengevaluasi pasien hipertensi dapat diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.(18)Dari anamnesis dapat diperoleh informasi mengenai faktor risiko terjadinya hipertensi, riwayat hipertensi dalam keluarga, serta berbagai gejala yang sering menyertai pasien dengan hipertensi. Dari pemeriksaan fisik, pemeriksaan yang paling menentukan untuk menegakkan diagnosis adalah pengukuran tekanan darah. Pengukuran dilakukan dengan 3 kali pembacaan selang 2 menit menggunakan manometer raksa. Tekanan darah dapat dilakukan pada posisi berdiri atau duduk, menggunakan stetoskop Bell, dan pasien harus dalam keadaan rileks setidaknya 5 menit sebelum diperiksa. Pemeriksaan fisik lainnya disesuaikan dengan ada tidaknya kelainan penyerta, misalnya pada organ target.(17,19)Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan imaging masih kontroversial, melihat adanya fakta bahwa 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Sehingga tidak disarankan melakukan semua pemeriksaan penujang, kecuali tedapat tanda yang mengarah kepada etiologi tertentu. Pemeriksaan laboratorium pada hipertensi (terutama hipertensi sekunder) misalnya hitung sel darah, serum elektrolit, serum kreatinin, glukosa darah, asam urat, dan urinalisis. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui profil lipid, seperti LDL-C, HDL-C, Trigliserida. Teknik imaging yang dapat dilakukan, misalnya ekokardiografi untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung dan pembuluh darah besar, arteriografi dan pielografi untuk mengetahui hipertensi renal.(17,19)

2.8 PenatalaksanaanPengelolaan pasien dengan hipertensi bertujuan mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas pasien. Meskipun etiologi hipertensi belum dapat dibuktikan, pengobatan hipertensi pada seorang penderita sudah dapat dimulai. JNC VII merekomendasikan tata laksana hipertensi berdasarkan deajat hipertensi, adanya kerusakan organ target, dan faktor risiko kardiovaskular lainnya (tabel 2 dan 3).(18)Modifikasi gaya hidup bagi penderita hipertensi penting untuk dilakukan. Penurunan berat badan sekurang-kurangnya 4,5 kg, akan membantu menurunkan atau mencegah hipertensi pada orang-orang yang overweight, meskipun disarankan agar berat badannya dikembalikan ke berat badan ideal. Tekanan darah juga sangat dipengaruhi pola makan, misalnya dengan metode DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) yang mengatur perencanaan makanan. Metode DASH menganjurkan untuk mengonsumsi lebih banyak buah-buahan, sayur-sayuran, dan makanan rendah lemak. Diet tinggi garam (natrium) harus diturunkan tidak lebih dari 100 mmol (2,4 gram) per hari. Setiap orang juga perlu melakukan aktivitas fisik aerobik, seperti jalan kaki, sekurang-kurangnya 30 menit per hari. Asupan alkohol harus dibatasi setidaknya 30 mL etanol atau setara dengan 2 kali minum tiap harinya. Modifikasi gaya hidup menurunkan tekanan darah, mencegah atau menghambat kejadian hipertensi, dan menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.(1)Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan utama lain adalah dengan menggunakan obat antihipertensi. Keputusan menggunakan terapi farmakologi seperti tertera pada tabel 3. Prinsip pengobatan hipertensi antara lain: (1)1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan kausal2. Pengobatan hipertensi primer ditujukan menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang usia dan mengurangi komplikasi3. Pengobatan hipertensi primer adalah pengobatan jangka panjang dan kemungkinan besar seumur hidup4. Upaya menurunkan tekanan darah digunakan obat antihipertensi dan modifikasi gaya hidup5. Pengobatan menggunakan algoritma sesuai JNC VII (2003) Apabila tekanan darah telah turun dan dosis antihipertensi stabil dalam 6 hingga 12 bulan, dosis obat dapat di coba diturunkan dengan pengawasan ketat, tetapi tidak langsung dihentikan. Oleh karena faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi sangat banyak, obat antihipertensi yang digunakan juga sangat bervariasi dalam hal titik tangkap kerjanya.(1)

2.9 Klasifikasi Obat Anti Hipertensiberdasarkan aksinya, obat anti hipertensi diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu :

1. DiuretikBekerja melalui berbagai mekanisme untuk meningkatkan ekskresi natrium, air klorida, sehingga dapat menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah.Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori diuretik :a. Furosemide Nama paten: Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix, uresix. Sediaan obat: Tablet, capsul, injeksi. Mekanisme kerja: mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke dalam intersitium pada ascending limb of henle. Indikasi: Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi. Kontraindikasi: wanita hamil dan menyusui. Efek samping: pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare. Interaksi obat: indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek ototoksik meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas silisilat meningkat bila diberikan bersamaan. Dosis: Dewasa 40 mg/hrAnak 2 6 mg/kgBB/hrb. HCT (Hydrochlorothiaside) Sediaan obat: Tablet Mekanisme kerja: mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium sehingga volume darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer menurun. Farmakokinetik: diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Didistribusi keseluruh ruang ekstrasel dan hanya ditimbun dalam jaringan ginjal. Indikasi: digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal jantung, cirrhosis hati, gagal ginjal kronis, hipertensi. Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia, hipertensi pada kehamilan. Dosis: Dewasa 25 50 mg/hr Anak 0,5 1,0 mg/kgBB/12 24 jam

2. Antagonis Reseptor-BetaBekerja pada reseptor Beta jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Antagonis Reseptor Beta:a. Asebutol (Beta bloker) Nama Paten: sacral, corbutol,sectrazide. Sediaan obat: tablet, kapsul. Mekanisme kerja: menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas renin, menurunkan outflow simpatetik perifer. Indikasi: hipertensi, angina pectoris, aritmia, feokromositoma, kardiomiopati obtruktif hipertropi, tirotoksitosis. Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes mellitus, bradikardia, depresi. Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi bersama insulin. Diuretic tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan asam urat bila diberi bersaa alkaloid ergot. Depresi nodus AV dan SA meningkat bila diberikan bersama dengan penghambat kalsium. Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).b. Atenolol (Beta bloker) Nama Paten: Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol. Sediaan obat: Tablet Mekanisme kerja: pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor di ginjal. Indikasi : hipertensi ringan sedang, aritmia. Kontraindikasi: gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi, bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes. Efek samping: nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur, kulit kemerahan, impotensi. Interaksi obat: efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia perifer berat bila diberi bersama alkaloid ergot. Dosis : 2 x 40 80 mg/hrc. Metoprolol (Beta bloker) Nama paten: Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok. Sediaan obat: Tablet Mekanisme kerja: pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor beta 1 di ginjal. Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI. Indikasi: hipertensi, miokard infard, angina pektoris Kontraindikasi: bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok kardiogenik, gagal jantung tersembunyi. Efek samping: lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare. Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya. Dosis : 50 100 mg/kg.d. Propranolol (Beta bloker) Nama paten: Blokard, Inderal, Prestoral Sediaan obat: Tablet Mekanisme kerja: tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik di pusat vasomotor otak. Farmakokinetik: diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah berikatan dengan protein dan akan bersaing dengan obatobat lain yang juga sangat mudah berikatan dengan protein. Farmakodinamik: penghambat adrenergik beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI. Indikasi: hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis subaortik hepertrofi, miokard infark, feokromositoma. Kontraindikasi: syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan blok jantung tingkat II dan III, gagal jantung kongestif. Hatihati pemberian pada penderita biabetes mellitus, wanita haminl dan menyusui. Efek samping: bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme, agranulositosis, depresi. Interaksi obat: hatihati bila diberikan bersama dengan reserpine karena menambah berat hipotensi dan kalsium antagonis karena menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. Henti jantung dapat terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital, rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan metabolism propranolol. Etanolol menurukan absorbsinya. Dosis: dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.

3. Antagonis Reseptor-AlfaMenghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal berespon terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori ini:a. Klonidin (alfa antagonis) Nama paten: Catapres, dixarit Sediaan obat: Tablet, injeksi. Mekanisme kerja: menghambat perangsangan saraf adrenergic di SSP. Indikasi: hipertensi, migren Kontraindikasi: wanita hamil, penderita yang tidak patuh. Efek samping: mulut kering, pusing mual, muntah, konstipasi. Interaksi obat: meningkatkan efek antihistamin, andidepresan, antipsikotik, alcohol. Betabloker meningkatkan efek antihipertensinya. Dosis : 150 300 mg/hr.

4. Kalsium AntagonisMenurunkan kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan mengintervensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Penghambat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan denyut jantung. Volume sekuncup dan resistensi perifer.Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Kalsium Antagonis:a. Diltiazem (kalsium antagonis) Nama paten: Farmabes, Herbeser, Diltikor. Sediaan obat: Tablet, kapsul Mekanisme kerja: menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui slow cannel calcium. Indikasi: hipertensi, angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler perifer. Kontraindikasi: wanita hamil dan menyusui, gagal jantung. Efek samping: bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran cerna. Interaksi obat: menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama beta bloker. Efek terhadap konduksi jantung dipengaruhi bila diberikan bersama amiodaron dan digoksin. Simotidin meningkatkan efeknya. Dosis: 3 x 30 mg/hr sebelum makanb. Nifedipin (antagonis kalsium) Nama paten : Adalat, Carvas, Cordalat, Coronipin, Farmalat, Nifecard, Vasdalat. Sediaan obat : Tablet, kaplet Mekanisme kerja : menurunkan resistensi vaskuler perifer, menurunkan spasme arteri coroner. Indikasi : hipertensi, angina yang disebabkan vasospasme coroner, gagal jantung refrakter. Kontraindikasi : gagal jantung berat, stenosis berat, wanita hamil dan menyusui. Efek samping : sakit kepala, takikardia, hipotensi, edema kaki. Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker menimbulkan hipotensi berat atau eksaserbasi angina. Meningkatkan digitalis dalam darah. Meningkatkan waktu protombin bila diberikan bersama antikoagulan. Simetidin meningkatkan kadarnya dalam plasma. Dosis : 3 x 10 mg/hrc. Verapamil (Antagonis kalsium) Nama paten : Isoptil Sediaan obat : Tablet, injeksi Mekanisme kerja : menghambat masuknya ion Ca ke dalam sel otot jantung dan vaskuler sistemik sehingga menyebabkan relaksasi arteri coroner, dan menurunkan resistensi perifer sehingga menurunkan penggunaan oksigen. Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren. Kontraindikasi : gangguan ventrikel berat, syok kardiogenik, fibrilasi, blok jantung tingkat II dan III, hipersensivitas. Efek samping : konstipasi, mual, hipotensi, sakit kepala, edema, lesu, dipsnea, bradikardia, kulit kemerahan. Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker bias menimbulkan efek negative pada denyut, kondiksi dan kontraktilitas jantung. Meningkatkan kadar digoksin dalam darah. Pemberian bersama antihipertensi lain menimbulkan efek hipotensi berat. Meningkatkan kadar karbamazepin, litium, siklosporin. Rifampin menurunkan efektivitasnya. Perbaikan kontraklitas jantung bila diberi bersama flekaind dan penurunan tekanan darah yang berate bila diberi bersama kuinidin. Fenobarbital meningkatkan kebersihan obat ini. Dosis : 3 x 80 mg/hr

5. ACE inhibitorBerfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah baik secara langsung menurunkan resisitensi perifer. Dan angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatkan pengeluaran netrium melalui urine sehingga volume plasma dan curah jantung menurun.Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori ACE inhibitor:a. Kaptopril Nama paten : Capoten Sediaan obat : Tablet Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga menurunkan angiotensin II yang berakibat menurunnya pelepasan renin dan aldosterone. Indikasi : hipertensi, gagal jantung. Kontraindikasi : hipersensivitas, hati hati pada penderita dengan riwayat angioedema dan wanita menyusui. Efek samping : batuk, kulit kemerahan, konstipasi, hipotensi, dyspepsia, pandangan kabur, myalgia. Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Tidak boleh diberikan bersama dengan vasodilator seperti nitrogliserin atau preparat nitrat lain. Indometasin dan AINS lainnya menurunkan efek obat ini. Meningkatkan toksisitas litium. Dosis : 2 3 x 25 mg/hr.b. Lisinopril Nama paten : Zestril Sediaan obat : Tablet Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone. Indikasi : hipertensi Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, wanita hamil, hipersensivitas. Efek samping : batuk, pusing, rasa lelah, nyeri sendi, bingung, insomnia, pusing. Interaksi obat : efek hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretik. Indomitasin meningkatkan efektivitasnya. Intoksikasi litium meningkat bila diberikan bersama. Dosis : awal 10 mg/hrc. Ramipril Nama paten : Triatec Sediaan obat : Tablet Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone. Indikasi : hipertensi Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, hipersensivitas. Hatihati pemberian pada wanita hamil dan menyusui. Efek samping : batuk, pusing, sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung, susah tidur. Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Indometasin menurunkan efektivitasnya. Intoksitosis litiumm meningkat. Dosis : awal 2,5 mg/hr

6. VasodilatorObat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Vasodilator :a. Hidralazin Nama paten : Aproseline Sediaan obat : Tablet Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi perifer menurun, meningkatkan denyut jantung. Indikasi : hipertensi, gagal jantung. Kontraindikasi : gagal ginjal, penyakit reumatik jantung. Efek samping : sakit kepala, takikardia, gangguan saluran cerna, muka merah, kulit kemerahan. Interaksi obat : hipotensi berat terjadi bila diberikan bersama diazodsid. Dosis : 50 mg/hr, dibagi 2 3 dosis.BAB IIIPEMBAHASAN

Anti hipertensi merupakan jenis pengobatan baik oral maupun parenteral, yang bertujuan untuk menurunkan tekanan darah tinggi (Hipertensi). Cara mengetahui tinggi tidaknya tekanan darah seseorang adalah dengan mengetahui terlebih dahulu tekanan darahnya, yaitu dengan mengambil dua ukuran yang umumnya diukur dengan menggunakan alat yang disebut dengan tensimeter, kemudian diketahui tekanan darahnya. Contoh 120/80 mmHg, angka 120 menunjukkan tekanan darah atas pembuluh arteri dari denyut jantung yang disebut tekanan darah sistolik, kemudian angka 80 merupakan tekanan darah bawah saat tubuh sedang beristirahat tanpa melakukan aktivitas apapun yang disebut dengan tekanan darah diastolik.Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg (Priyanto, 2010).

BAB IVPENUTUP

4.1 KesimpulanObat antihipertensi adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah tingggi hingga mencapai tekanan darah normal. Semua obat antihipertensi bekerja pada satu atau lebih tempat kontrol anatomis dan efek tersebut terjadi dengan mempengaruhi mekanisme normal regulasi TD.Pengobatan farmakologis :1. Diuretik2. Antagonis Reseptor-Beta3. Antagonis Reseptor-Alfa4. Kalsium Antagonis5. ACE inhibitor6. Vasodilator Semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping umum guna menghindari penurunan TD mendadak dapat dihindarkan. Begitu pula obat sebaiknya diminum setelah makan agar kadar obat dalam plasma jangan mendadak mencapai puncak tinggi (dengan akibat hipotensi kuat). Penghentian terapi pun tidak boleh secara mendadak, melainkan berangsur-angsur untuk mencegah bahaya meningkatnya TD dengan kuat (rebound effect)khusus.

4.2 SaranDari hasil penulisan makalah ini, maka diharapkan mahasiswa dapat mengetahui pengertian hipertensi dan obat antihipertensi, khasiat dan penggunaannya, mekanisme kerja obat serta efek sampingnya beserta cara mengatasi obatnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL Jr, et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. May 21 2003;289(19):2560-722. Alderman MH. JNC 7: brief summary and critique. Clin Exp Hypertens. Oct-Nov 2004;26(7-8):753-613. Tronvik E, Stovner LJ, Helde G, Sand T, Bovim G. Prophylactic treatment of migraine with an angiotensin II receptor blocker: a randomized controlled trial. JAMA 2003;1(289 Pt 1): 65-94. Wikipedia. (2014). Antihipertensi. (Internet). Termuat dalam: (Diakses tanggal 25 Februari 2015).5. Utami, W.H. (2014). Makalah Antihipertensi. (Internet). Termuat dalam: (Diakses tanggal 24 Februari 2015)6. Saslsa, A. (2012). Obat Antihipertensi. (Internet). Termuat dalam: (Diakses tanggal 25 Feruari 2015)7. Rhe, M.Y. (2012). Obat Antihipertensi. (Internet). Termuat dalam: (Diakses tanggal 24 Februari 2015)8. Kassler-Taub K, Littlejohn T, Elliott W, Ruddy T, Adler E. Comparative efficacy of two angiotensin II receptor antagonists, irbesartan and losartan in mild-to-moderate hypertension. Irbesartan/Losartan Study Investigators. Am J Hypertens 1998;11(4 Pt 1): 445-539. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL Jr, et al. Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension. 2003;42(6):1206-52.10. Schmieder RE, Martus P, Klingbeil A. Reversal of left ventricular hypertrophy in essential hypertension. A meta-analysis of randomized double-blind studies. JAMA. 275(19):1507-1311. Brown MJ. Hypertension and ethnic group. BMJ. Apr 8 2006;332(7545):833-612. Kaplan NM, Gifford RW Jr. Choice of initial therapy for hypertension. JAMA. 1996;275(20):1577-8013. Khan NA, McAlister FA, Lewanczuk RZ, Touyz RM, Padwal R, Rabkin SW, et al. The 2005 Canadian Hypertension Education Program recommendations for the management of hypertension: part II - therapy. Can J Cardiol. 2005;21(8):657-7214. Qureshi AI, Suri MF, Kirmani JF, Divani AA. Prevalence and trends of prehypertension and hypertension in United States: National Health and Nutrition Examination Surveys 1976 to 2000. Med Sci Monit. Sep 2005;11(9):CR403-915. Svetkey LP, Moore TJ, Simons-Morton DG, Appel LJ, Bray GA, Sacks FM, et al. Angiotensinogen genotype and blood pressure response in the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) study. J Hypertens. 2001;19(11):1949-5616. Duprez DA. Role of the renin-angiotensin-aldosterone system in vascular remodeling and inflammation: a clinical review. J Hypertens 2006;24(6):983-9117. MRFIT. Mortality after 10 1/2 years for hypertensive participants in the Multiple Risk Factor Intervention Trial. Circulation. 82(5):1616-2818. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi III. Editor Slamet S, Waspadji S, Lesmana L, dkk. Balai Penerbit FK UI: Jakarta, 200119. Narkiewicz K. Diagnosis and management of hypertension in obesity. Obes Rev. May 2006;7(2):155-6220. Ismahun P. Peranan angiotensin II receptor antagonist pada penyakit jantung hipertensi. Cermin Dunia Kedokteran 2001;132:21-3

1