anti nutri si

Upload: veldys-seraphim

Post on 01-Mar-2016

39 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

jj

TRANSCRIPT

ANTINUTRISI

Antinutrisi1.Pendahuluan2.Klasifikasi Antinutrisi3.Antinutrisi dalam Bahan Pakan Ternak4.Strategi untuk Pengelolaan Senyawa Antinutrisi5.Komponen Aktif dalam Bahan Pakan6.Daftar Pustaka1.PendahuluanTanaman yang dapat dijadikan sumber bahan pakan umumnya memiliki potensi untuk memproduksi senyawa kimia tertentu yang digunakan untuk mempertahankan diri dari gangguan infeksi oleh jamur, bakteri dan insekta ataupun predator lainnya. Akan tetapi senyawa tersebut jika terkonsumsi oleh manusia atau ternak dapat mengakibatkan gangguan penampilan seperti pertumbuhan, kesehatan, produksi, penurunan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH), pernafasan bahkan dapat menyebabkan kematian pada waktu dan dosis tertentu. Hal ini dikarenakan terhambatnya kerja enzim pencernaan tertentu. Senyawa-senyawa tersebut dikenal dengan istilah antinutrisi.Pengertian antinutrisi itu sendiri menurut Janssen (1996) adalah senyawa yang terdapat dalam bahan makanan yang dapat menyebabkan keracunan walaupun tidak menjadi media atau senyawa aktif.Kumar (2003) mendefinisikan antinutrisi sebagai senyawa yang dihasilkan di dalam bahan pakan alami oleh proses metabolisme normal dan oleh perbedaan mekanisme seperti pengtidakaktifan beberapa zat makanan, interfensi dalam proses pencernaan atau pemanfaatan produk dari proses metabolisme bahan makanan tersebut dengan memberikan pengaruh yang bertentangan terhadap zat makanan secara optimum. Menjadi faktor antinutrisi bukanlah sesuatu yang hakiki dari senyawa-senyawa tersebut melainkan tergantung kepada proses pencernaan zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak.Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata antinutrisi terdiri dari dua kata dasar yaitu anti dan nutrisi. Anti berartitidak setuju; tidak suka; tidak senang. Nutrisi memiliki 3 pengertian yaitu (1)proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh;(2)makanan bergizi;(3) ilmu tentang gizi. Oleh karena itu, antinutrisi dapat diartikan sebagai senyawa bersifat racun yang dapat menghambat proses pemasukan dan pengolahan zat makanan yang ada di dalam tubuh. Antinutrisi tidak memberikan pengaruh keracunan tersebut secara langsung melainkan dengan cara mengakibatkan defisiensi zat makanan atau dengan cara mengganggu fungsi dan pemanfaatan zat makanan di dalam tubuh.Jurgens (1997) menyatakan bahwa didalam tanaman terkandung ribuan macam senyawa, tergantung dari situasi mereka, yang dapat menguntungkan atau mengurangi pengaruh dari organisma yang mengkonsumsi mereka. Senyawa-senyawa ini, kecuali zat makanan, diartikan sebagai allelochemicalsatau senyawa yang menyebabkan kematian.Peneliti lain menyatakan hal yang senada bahwadidalam tanaman terdapat senyawa yang merupakan produksi sekunder dari proses metabolisme zat makanan. Senyawa-senyawa ini untuk tanaman itu sendiri berfungsi sebagai pencegah dari serangan predator. Akan tetapi bila terkonsumsi maka akan mengganggu proses metabolisme zat makanan di dalam tubuh hewan, ternak atau manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu senyawa metabolit sekunder juga merupakan kelompok senyawa antinutrisi. Akan tetapi sampai saat ini belum begitu dimengerti bagaimana mekanisme dari senyawa metabolit sekunder dalam tanaman yang sebenarnya. Menurut beberapa ahli terdahulu(Culvenor, 1970; Rosenthal dan Janzen, 1979)yang dipahami sampai saat ini adalah bahwa senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam tanaman dapat mencegah atau membatasi serangan dari herbivora.Antinutrisi dapat mempengaruhi komponen pakan sebelum dikonsumsi, selama proses pencernaan di dalam saluran pencernaan dan setelah penyerapan di dalam tubuh dengan cara menghambat proses pemanfaatan atau fungsi dari zat makanan, khususnya protein, mineral dan vitamin. Pengaruh negatif dari antinutrisi biasanya tidak mencerminkan senyawa antinutrisi itu sendiri sebagaimana pengaruh langsung dari racun dalam bahan makanan. Dampak dari adanya antinutrisi di dalam bahan makanan adalah terjadinya malnutrisi atau kekurangan gizi atau kondisi gizi yang berada pada batas bawah kebutuhan.Pada akhirnya dapat dinyatakan bahwa antinutrisi :Bersifat racun tetapi bukan racun sehingga dapat melindungi tanaman dari predator / sebagai pencegah dari serangan predatorDapat menyebabkan kematian / allelochemicalJika terkonsumsi dapat mengganggu proses metabolisme, pencernaan, penyerapan dan pemanfaatn zat makanan.Dapat mempengaruhi komponen pakan sebelum dikonsumsi, selama proses pencernaan di dalam saluran pencernaan dan setelah penyerapan di dalam tubuh dengan cara menghambat proses pemanfaatan atau fungsi dari zat makanan, khususnya protein, mineral dan vitaminSaat dikonsumsi maka pengaruhnya tidak langsung, berbeda dengan pengaruh racun yang langsung terlihat.Dampak akibat mengkonsumsi antinutrisi adalah malnutrisi atau status nutrisi berada dibatas bawah kebutuhan.2.Klasifikasi AntinutrisiBerdasarkan asal senyawa maka antinutrisi dapat dibedakan menjadi dua yaitu antinutrisi alami dan antinutrisi sintetis (buatan). Janssen (1996) menyatakan bahwa berdasarkan zat makanan yang terganggu proses pencernaan, penyerapan dan atau pemanfaatannya maka antinutrisi dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu antinutrisi tipe A (antiprotein), antinutrisi tipe B (antimineral) dan antinutrisi tipe C (antivitamin). Kumar (2003) mengelompokkan faktor antinutrisi yang terdapat di dalam daun pohon dan semak belukar menjadi 7 seperti tertera pada Tabel 1.Tabel 1. Faktor Antinutrisi yang terdapat di dalam Daun Pohon dan Semak Belukar yang Umum digunakan sebagai Pakan TernakSenyawa AntinutrisiSpesies

1.Asam Amino non Protein

a.MimosinLeucaena leucocephala

b.IndospesinIndigofera spicta

2.Glikosida

a.CyanogenAcacia giraffae

Acacia cunninghamii

Acacia sieberiana

Bambusa bambos

Barteria fistulosa

Manihot esculenta

b.SaponinAlbizia stipulata

Bassia latifolia

Sesbania sesban

3.Phytohemagglutinins

a.RicinBauhinia purpurea

Ricinus communis

b.RobinRobinia pseudoacacia

4.Senyawa pholypenolik

a.TanninSemua tanaman vaskular

b.LigninSemua tanaman vaskular

5.Alkaloid

a.N-methyl-B-phenetylaminAcacia berlandieri

b.SesbaninSesbania vesicaria

Sesbania drummondii

Sesbania punicea

6.Triterpen

a.AzadiracthinAzadirachta indica

b.LimoninAzadirachta indica

7.OksalatAcacia aneura

Sumber : Kumar (2003).2.1.Antinutrisi tipe A (antiprotein)Antinutrisi tipe A adalah senyawa antinutrisi yang terutama sekali mengganggu proses pencernaan protein atau penyerapan asam amino dan pemanfaatan asam amino. Oleh karena itu disebut juga antiprotein.Antiprotein pada umumnya terdapat didalam tanaman. Akan tetapi pada beberapa kasus, antiprotein juga terdeteksi ada di dalam obat-obatan, antibiotik dan pestisida. Manusia yang cenderung vegetarian atau hanya tergantung pada protein nabati sebagai sumber protein dalam tubuhnya, umumnya mengalami masalah antiprotein. Hal ini paling banyak terjadi pada masyarakat di negara berkembang. Di negara maju yang kesadaran masyarakat akan pentingnya protein nabati dan hewani cenderung tidak mengalami masalah antiprotein. Mereka mengkonsumsi protein nabati dan hewani dalam keadaan seimbang untuk memenuhi kebutuhan akan protein setiap harinya. Di negara negara Amerika, Eropa dan Australia, masyarakat mempunyai kebiasaan mengkonsumsi telur rebus saat sarapan pagi sebagai sumber protein. Contoh antiprotein yang paling terkenal adalah protease inhibitors dan lectins, keduanya merupakan protein. Protease inhibitor menghambat enzim proteolitik (enzim pemecah protein). Lectins selain sebagai antiprotein juga sebagai antimineral dan antivitamin.2.1.1.Protease inhibitorsProtease inhibitors atau senyawa-senyawa penghambat kerja enzim protease yaitu enzim yang bertugas dalam penguraian protein melalui pengikatan bagian aktif dari enzim tersebut. Antinutrisi jenis ini lebih banyak dijumpai dalam tanaman dan sangat sedikit dijumpai dalam jaringan tubuh hewan. Walaupun penghambat protease lebih banyak dijumpai dalam tanaman, tetapi penghambat enzim proteolitik pertama kali dijumpai di dalam telur yang kemudian dikenal sebagaiovomucoiddanovoinhibitor, kedua duanya mengakibatkan ketidak aktifan asam amino trypsin. Selain itu di dalam telur khususnya putih telur dijumpaichymotrypsin inhibitor. Bahan pakan lain yang juga mengandungtrypsindan/atauchymotrypsin inhibitoradalah jenis kacang kacangan (legum seperti kacang kedele), sayur-sayuran seperti alfafa, susu, sereal seperti gandum dan umbi-umbian seperti kentang dan ubi jalar.Penghambat enzim protease yang terdapat di dalam kacang kedelai, kacang merah dan kentang ternyata juga mampu menghambat enzim elastase yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Enzim elastase merupakan enzim yang bekerja pada elastin, suatu protein yang tidak larut yang terdapat di dalam daging. Oleh karena penghambat protein adalah juga protein, maka penghambat protein juga tidak tahan terdapat panas, umumnya sensitif pada panas lembab sedangkan pada panas kering biasanya kurang efektif. Pemanasan kacang kedelai menggunakan autoclave selama 20 menit pada suhu 115oC atau 40 menit pada suhu 107 sampai 108oC merupakan titik yang tepat untuk menghancurkan penghambat ini secara maksimal. Perendaman awal di dalam air selama 12 sampai 24 jam membuat perlakuan pemanasan ini menjadi lebih efektif. Mendidihkan pada suhu 100oC selama 15 sampai 30 menit sudah cukup untuk meningkatkan nilai nutrisi kacang kedelai yang direndam. Walaupun demikian, ada beberapa penghambat enzim protease yang relatif tahan terhadap panas. Sebagai contoh adalah penghambat tripsin pada susu. Pada susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun, aktivitas tripsin dapat diturunkan 75 sampai 99%. Penghambatnya tidak terpengaruh jika dipanaskan pada suhu sampai 70oC. Proses pasteurisasi selama 40 detik pada suhu 72oC hanya mampu menghancurkan penghambatnya 3 sampai 4%, pemanasan pada suhu 85oC selama 3 detik menghancurkan 44 sampai 45% dan pemanasan pada suhu 95oC selama 1 jam mampu menghancurkan sampai 73%. Penghambat enzim protease lainnya yang juga relatif tahan terhadap panas adalah penghambat trypsin pada alfafa dan kacang serendeng dan penghambat chymotrypsin pada kentang.2.1.2.LectinsLektin adalah istilah yang umum digunakan untuk protein tanaman yang mempunyai sisi yang sangat kuat terikat dengan karbohidrat. Lektin paling banyak dijumpai dalam bentuk glycoprotein. Lektin yang terdapat di dalam kacang merah kemungkinan berupa lipoprotein. Cara kerja lektin berhubungan erat dengan kemampuannya mengikat sel reseptor. Lektin dapat menggumpalkan sel darah merah sehingga disebut juga hemagglutinin. Lektin juga dapat mempengaruhi penyerapan asam amino, lemak, vitamin dan thyroxine dari usus. Oleh karena itu lektin yang terdapat di dalam tanaman khususnya di dalam legum selain termasuk antiprotein (antinutrisi tipe A), juga termasuk antinutrisi tipe B (antimineral) dan C (antivitamin). Lektin selain terdapat di dalam legum, juga terdapat di dalam kentang, mangga dan gandum.Beberapa hasil penelitian memperlihatkan adanya gangguan penyerapan zat makanan dan senyawa esensial lainnya di dalam usus. Hasil penelitian in vitro memperlihatkan bahwa lektin di dalam kacang kacangan nyata mengikat sel-sel mukosa usus pada tikus. Ternak yang mengkonsumsi kacang kedelai mentah memperlihatkan terjadinya penurunan penyerapan asam amino, thyroksin dan lemak sementara itu terjadi peningkatan kebutuhan lipophilic vitamin A dan D. Gangguan dalam penyerapan thyroksin dapat menjelaskan adanya pengaruh goitrogenic dari kacang kedelai. Akan tetapi, pengaruh ini mungkin dapat juga disebabkan oleh adanya gangguan dalam penyerapan yodium, sebagaimana suplementasi mineral yodium dalam ransum mempunyai pengaruh positif pada penyakit gondok.Antinutrisi lektin sangat nyata terdapat di dalam kacang merah, sementara itu yang paling toksik ditemukan dalam biji jarak yang mengandung ricin penyebab nekrosis sel usus halus. Sebagaimana protein pada umumnya, lektin juga tidak tahan terhadap panas dan dapat ditidakaktifkan melalui panas lembab. Pengtidakaktifan menggunakan panas kering ternyata kurang efektif. Aktivitas hemagglutinin pada beberapa varitas pea dan spesies kacang kacangan menurun pada saat pembenihan. Contohnya aktivitas lektin pada kacang kedelai menurun sebesar 92% selama hari pertama pembenihan.2.2.Antinutrisi tipe B (antimineral)Antinutrisi tipe B adalah senyawa antinutrisi yang terutama sekali mengganggu penyerapan atau metabolisme pemanfaatan mineral. Oleh karena itu disebut juga sebagai antimineral. Antimineral banyak terdapat didalam sayur sayuran, buah buahan dan biji bijian. Level mineral dalam bahan makanan jarang yang menyebabkan pengaruh akut jika ransum atau pakan atau makanan dalam keadaan seimbang zat makanannya.Yang termasuk kedalam antinutrisi tipe B adalah:2.2.1.Asam pitat2.2.2.Asam oksalat2.2.3.Glucosinolat2.2.4.Serat dalam makanan2.2.5.Gossypol2.2.1. Asam Pitat Asam pitat adalah sejenis asam kuat yang dapat membentuk garam tidak terlarut dengan berbagai jenis bivalent dan tervalent ion metal berat. Dengan cara itu asam pitat akan menurunkan ketersediaan berbagai mineral dan unsur esensial lainnya.Rumus bangun atau struktur kimia asam pitat terlihat pada Gambar 1. Asam pitat pada manusia terbukti mempunyai pengaruh negatif dalam penyerapan zat besi. Sebagaimana diketahui bahwa penyerapan zat besi tergantung terutama sekali oleh level zat besi dalam pakan, jumlah dan bentuk kimia zat yang diserap dan keberadaan asam askorbat. Asam pitat mencegah kompleksasi antara zat besi dan gastroferrium, zat besi yang terikat protein disekresikan dalam lambung. Hasil penelitian pada ternak dan manusia menunjukkan adanya interfensi asam pitat dalam penyerapan magnesium, zinc, tembaga dan mangan.Pada berbagai bahan makanan aktivitas enzim pitase dapat menurunkan level asam pitat. Pitase adalah enzim yang terdapat di dalam tanaman yang mengkatalisis defosforilasi asam pitat. Kacang kedelai memperlihatkan aktivitas pitase yang lemah. Rye mengandung paling banyak enzim pitase aktif dibandingkan semua jenis biji-bijian sereal. Aktivitas enzim pitase drastis menurunkan kandungan pitat selama pembuatan roti. Defosforilasi asam pitat difasilitasi oleh peningkatan keasaman roti yang mengakibatkan reaktivitas yeast. Enzim Pitase yang ditambahkan kedalam ransum mengakibatkan tidak perlu ada penambahan fosfat ke dalam ransum. Dengan cara ini juga ternak akan mengekskresikan sedikit fosfat yang mungkin berkontribusi dalam menurunkan polusi lingkungan.Gambar 1. Rumus bangun asam pitat Kandungan asam pitat dalam bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.Tabel 2. Kandungan Asam Pitat pada Berbagai Bahan MakananBahan MakananAsam pitat (mg%)Bahan MakananAsam pitat (mg%)

Biji-bijian

-Gandum170 280Rye247

-Jagung146 353Beras157 240

-Barley70 300Oats208 355

-Sorghum206 280Buckwheat322

-Millet83Dedak gandum1170 1439

Legum dan sayur-sayuran

Kacang hijau ((Phaseolus vulgaris)52

Kacang(Phaseolus vulgaris)269

Kacang(Phaseolus lunatus)152

Green pea (Pisum sativum)12

Pea (Pisum sativum)117

Pea (Lathyrus sativum)82

Kentang14Wortel0 4

Kacang kedelai402Lentil295

Chick pea140 354Vetch500

Kacang dan biji-bijian

Walnut120Hazelnut104

Almond189Peanut205

Cocoa bean169Pistachio nut176

Rapeseed795Cottonseed368

Bumbu dan penyedap rasa

Millet83Caraway297

Coriander320Cumin153

Mustard392Nutmeg162

Black pepper115Pepper56

Paprika71

Sumber : Janssen (1996)2.2.2.Asam oksalatAsam oksalat(HOOCCOOH) dapat menyebabkan keracunan sebagaimana senyawa antinutrisi lainnya bahkan pada manusia dapat menyebabkan keracunan yang akut. Akan tetapidibutuhkan dosis yang tinggi untuk menyebabkan keracunan tersebut yaitu 4 5 g. Asam oksalat umumnya dijumpai pada makanan tetapi jarang menjadi perhatian. Keberadaan asam oksalat sebagaimana asam pitat dapat menurunkan ketersediaan kation bivalent yang esensial. Asam oksalat merupakan asam kuat dan dengan alkali tanah, atau ion divalent lainnya dapat membentuk garam yang sangat sulit larut di dalam air. Kalsium oksalat tidak larut dalam air pada ph netral atau basa dan dapat dilarutkan dengan mudah pada medium asam. Penelitian pada ternak dan manusia memperlihatkan adanya pengaruh negatif dari pakan yang kaya oksalat terhadap penyerapan kalsium. Sayuran yang kaya oksalat seperti bayam, seledri dan juga coklat memperlihatkan adanya gangguan kesimbangan kalsium pada manusia yang mengkonsumsinya. Pengaruh negatif dari asam oksalat terhadap penyerapan kalsium dapa diprediksi dari rasio oksalat/kalsium dalam bahan makanan (Tabel 3). Bahan pakan yang rasionya lebih dari 1 dapat menurunkan ketersediaan kalsium, rendah dari 1 belum mempengaruhi penyerapan kalsium. Kalsium berikatan secara permanen dengan asam oksalat oleh karena itu makanan dengan rasio oksalat/Ca2+sama dengan 1 bukanlah sumber kalsium yang baik walaupun bahan tersebut kaya akan kalsium. Pengaruh oksalat dapat dipengaruhi oleh status gizi ternak atau manusia, lama penelitian dan level konsumsi kalsium. sebagai contoh, tikus tidak terpengaruh oleh oksalat setelah mengkonsumsi pakan mengandung 2,5% oksalat tetapi pakan tersebut defisien akan kalsium, fosfor dan vitamin D. Oleh karena itu penurunan penyerapan kalsium yang disebabkan oleh oksalat tidak akan berbeda nyata sepanjang ketersediaan kalsium mendekati habis. Konsumsi pakan yang kaya kalsium seperti susu sapi dan makanan laut sebagaimana pakan yang kaya vitamin D direkomendasikan hanya jika sejumlah besar pakan kaya oksalat terkonsumsi.Tabel 3. Daftar Bahan Makanan dengan Rasio oksalat/kalsium lebih dari 1Bahan MakananKandungan oksalat(mg/100 g bahan)Rasio oksalat/kalsium(meq/meq)

Bayam9704,3

Bit (tanaman sumber gula)

-Daun6102,5

-Akar2755,1

Coklat7002,6

Kopi1003,9

Teh11501,1

2.2.3.GlucosinolatGlukosinolat terkandung pada berbagai tanaman, merupakan kelas dari thioglukosida yang strukturnya dapat dilihat pada Gambar 2.Gambar 2. Struktur GlukosinolatSebahagian besar glukosinolat adalah goitrogenik (penyebab gondok atau pembengkakan kelenjar). Ada tiga jenis gondok yaitucabbagegoiter (struma), brassica seed goiter, and legume goiter.Cabbage goiter atau gondok yang disebabkan oleh kelebihan mengkonsumsi sayur kubis dimana goitrogen kubis menghambat penyerapan yodium dengan cara langsung mempengaruhi kelenjar tiroid. Cabbage goiter dapat diobati dengan suplementasi yodium.brassica seed goitermuncul akibat mengkonsumsi biji tanaman brassica seperti kubis yang mengandung senyawa pencegah sintesis tiroksin. Gondok jenis ini dapat diobati dengan pemberian hormon tiroid Legume goiter adalah akibat dari goitrogen yang terdapat pada legum seperti kacang kedelai dan kacang tanah. Berbeda dengan cabbage goiter, legume goiter bukan dikarenakan keterlibatan langsung kelenjar tiroid melainkan adanya penghambatan penyerapan yodium di usus atau penyerapan kembali tiroksin. Legume goier dapat diatasi dengan terapi yodium. Ada 50 glukosinolat yang berhasil diidentifikasi dari tanaman. Kubis, strawberi, bayam dan wortel terbukti nyata menurunkan konsumsi yodium pada kelenjar tiroid manusia.2.2.4.Serat dalam makananSerat dalam makanan adalah komponen dinding sel tanaman yang tidak dapat dicerna oleh sekresi endogenus pada saluran pencernaan manusia dan unggas. Serat dalam makanan terdiri dari komponen senyawa pektat, hemiselulosa, polisakarida, selulosa dan lignin. Selanjutnya, Tannin, protein tidak tercerna, pigmen tanaman, wax/lilin, bahan silika dan asam pitat dapat dikelompokkan dalam matrik serat. Bahan bahan ini bersifat bulky atau pengeyang. Jumlah air terikat dapat menjadi 4 6 kali berat kering serat.Bahan makanan yang mengandung 15% selulosa akan menurunkan penyerapan nitrogen sebanyak 8 %. Interaksi antara serat dan gula tidak menghasilkan reduksi penyerapan gula tetapi secara perlahan melepas gula ke dalam aliran darah.2.2.5.GossypolGossipol adalah pigmen kuning yang terdapat pada tanaman katun dan kandungan tertinggi terdapat di dalam biji katun. Gossipol ada dalam 3 bentuk tautometrik yaituphenolic quinoid tautomer (I),aldehyde (II), danhemiacetal (III).Gossipol adalah antimineral dan juga antiprotein yang membentuk kelat tidak terlarut dengan berbagai mineral esensial seperti zat besi dan mengikat asam amino khususnya lisin sehingga gossipol dapat menurunkan ketersediaan protein dalam bahan makanan dan mentidakaktifkan enzim-enzim yang penting. Pengolahan terbukti dapat menghilangkan gosipol 80 99%. Pigmen diekstraksi dengan minyak dan selanjutnya dihilangkan dengan penghalusan dan pencucian. Sekitar 0,5 1,2% dari total gosipol umumnya tertinggal dalam pakan yang sudah diolah. Kurang dari 0,06% adalah gosipol bebas. Penggunaan additif sepertiFeSO4danCa(OH)2mencegah reaksi gosipol dengan lisisn selama perlakuan panas. Saat ini di Amerika berhasil dibudidayakan tanaman katun yang bebas dari gosipol. Level gosipol yang diperkenankan dalam makanan manusia adalah 0.045%.2.3.Antinutrisi tipe C (antivitamin)Antinutrisi tipe C adalah senyawa antinutrisi yang mengakibatkan ketidak aktifan atau merusak vitamin atau yang dapat meningkatkan kebutuhan vitamin. Oleh karena itu disebut juga antivitamin. Antivitamin adalah kelompok senyawa yang terjadi secara alami yang dapat mendekomposisi vitamin, membentuk senyawa kompleks yang tidak dapat diserap atau yang mempengaruhi pencernaan vitamin atau pemanfaatan produk metabolisme.Yang termasuk kedalam antinutrisi tipe C adalah:2.3.2.Asam askorbat oksidase2.3.3.Faktor Antithiamin2.3.4.Faktor AntipyridoksinAsam askorbat oksidaseAsam askorbat oksidase adalah enzim yang mengandung tembaga yang memediasi oksidasi asam askorbat bebas pertama menjadi asam dehidroaskorbat dan selanjutnya menjadi asam diketogulonit, asam oksalit dan produk oksidasi lainnya. Asam askorbat oksidase terdapat pada berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran seperti ketimun, labu, letus, pisang, tomat, kentang, wortel dan kacang hijau. Aktivitasnya bervariasi tergantung jenis buah dan sayurannya. Enzim ini aktif pada pH 4 7 dan temperatur optimum pada 38oC. Ketika sel tanaman diganggu atau dipotong dan enzimnya dibuang maka kandungan vitamin C nya akan menurun sangat nyata. Pada jus segar, 50% kandungan vitamin C nya akan hilang kurang dari satu jam. Aktivitas enzim asam askorbat oksidase dapat dihambat secara efektif dengan cara memutihkan warna buah-buahan dan sayur-sayuran. Asam askorbat dapat juga dilindungi dari aktivitas enzim asam arkorbat oksidase melalui komponen aktif yang terdapat dalam tanaman seperti flavonoid.Faktor Antithiamin Antitiamin adalah kelompok kedua antivitamin setelah asam askorbat oksidase. Antitiamin berinteraksi dengan vitamin B1atau tiamin. Antitiamin faktor dapat dibedakan sebagai tiaminase, tannin dan katekol. Interaksi dengan vitamin B1dapat mengakibatkan neurotoksik yang serius sebagai akibat dari defisiensi vitamin B1. Secara normal manusia dan ternak tidak akan mengalami masalah dengan antitiamin kecuali bila sudah terjadi defisiensi tiamin dan ransum yang dikonsumsi rendah kandungan tiaminnya. Tiaminase dijumpai pada berbagai jenis ikan baik ikan air tawar maupun ikan laut, kepiting dan kerang. Enzim antitiaminase akan memilah tiamin pada ikatan metil. Tiaminase mengandung coenzim non protein, strukturnya mirip hemin, terdapat komponen pigmen merah dari hemoglobin. Pemasakan akan merusak enzim tiaminase pada ikan dan sumber-sumber lainnya. Faktor Antitiamin juga terdapat pada tanaman. Tannin, terdapat pada berbagai tanaman termasuk teh dipercaya dapat menghambat pertumbuhan ternak dan menghambat kerja enzim pencernaan. Tannin terbukti nyata dapat menghancurkan atau merusak tiamin. Salah satu komponen tannin adalah asam gallat.Faktor Antipyridoksin Tanaman dan jamur yang dapat dikonsumsi mengandung antagonis piridoksin (sebuah bentuk dari vitamin B6). Faktor antipiridoksin teridentifikasi sebagai turunan dari hidrazin. Faktor antipiridoksin juga dijumpai pada jamur liar, jamur yang dijual dan dapat dikonsumsi oleh manusia dan jamur Jepang Shiitake. Jamur-jamur tersebut mengandung agaritin. Hidrolisis agaritin diakselerasikan jika sel-sel jamur diganggu. Penanganan secara hati-hati pada jamur dan segera diputihkan setelah pencucian dan pemotongan dapat mencegah proses hidrolisis.3.Antinutrisi dalam Bahan Pakan TernakDi dalam tanaman selain terkandung senyawa yang esensial yaitu protein, karbohidrat, lemak, beberapa vitamin dan mineral juga terkandung senyawa lain yang disebut senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder terkandung dalam tanaman dengan struktur kimia yang berbeda dan tidak sama antar genus dan spesies tanaman. Senyawa tersebut paling banyak dijumpai pada tanaman atau hijauan di daerah tropis dibandingkan dengan hijauan yang tumbuh di daerah temperate atau daerah beriklim sedang dan lebih banyak dijumpai pada tanaman berbentuk pohon atau kayu dibandingkan dengan yang berupa herba atau berupa rerumputan (Jones dan Lowry, 1990). Senyawa metabolit sekunder pada umumnya bersifat sebagai antinutrisi.Beberapa bahan pakan yang mengandung antinutrisi dapat dibedakan sebagai berikut:1.Biji-bijian atau sereal seperti gandum, rye dan oat2.Umbi-umbian seperti kentang, ubi jalar, bengkuang dan singkong.3.Hijauan / rumput seperti rumput pahit dan rumput gajah.4.Leguminosa herba seperti kalopo (Calopogonium muconoides)5.Leguminosa pohon seperti pohon gamal, lamtoro, kapuk6.Tanaman berkhasiat obat seperti daun cabe-cabe, rumput mutiara dan mengkudu.4.Strategi untuk Pengelolaan Senyawa AntinutrisiBerbagai cara dapat dilakukan untuk mencegah atau menurunkan pengaruh senyawa antinutrisi yang terdapat di dalam tanaman atau hijauan terhadap ternak yang mengkonsumsi pakan mengandung tanaman atau hijauan tersebut.Cara yang dapat dilakukan diantaranya:a.Menghindari penggunaan tanaman yang mengandung antinutrisi atau pakan yang bermasalah.Cara ini merupakan cara yang paling sederhana untuk mencegah terkonsumsinya senyawa antinutrisi.b.Memberikan supplemen yang dapat mengatasi dampak senyawa antinutrisiKetika ternak menkonsumsi pakan yang tinggi kandungan tannin yang sulit terurai (condensed tannin) maka konsumsi ransum akan menurun. Kandungan condensed tannin yang tinggi dapat menurunkan nilai pakan karena terjadinya penurunan ketersediaan zat makanan khususnya protein dan penurunan kecernaan dinding sel (Barry dan Blaney, 1987). Jika kondisi ini terjadi maka suplementasi Na, S, Ca dan N (urea) akan memperbaiki penampilan ternak. Sebagaimana dilaporkan oleh Gartner dan Niven (1978), Elliott dan McMeniman (1987) bahwa pertumbuhan wool dan pertambahan bobot badan pada domba yang mengkonsumsi mulga (Acacia aneura) meningkat dengan suplementasi Na, S, Ca dan N (urea) walaupun hasil analisis proksimat daun mulga menunjukkan bahwa zat makanan dalam daun hanya cukup untuk pertumbuhan. Hal ini diduga karena kalsium dalam bentuk kalsium oksalat dan tannin (yang mengikat protein dan membutuhkan ekskresi sulfur sebagai sulfat) merespon suplementasi mineral tersebut (Gartner dan Hurwood, 1976).Kandungan tannin dalam legum herba juga dapat diturunkan melalui peningkatan kandungan zat makanan dalam tanah khususnya mineral P dan S dengan cara pemupukan seperti yang terdeteksi pada tanamanLotusspp., sainfoin (Onobrychis sativa)danDesmodium ovalifolium(Barry dan Blaney, 1987; Lascano dan Salinas 1982).Untuk legum pohon, pemupukan belum dapat menurunkan kandungan condenses tanninnya.c.Memberikan Bahan Pakan yang Rendah Kandungan AntinutrisinyaCara ini dapat dilakukan untuk memperkecil pengaruh antinutrisi terhadap ternak. Pemberian pakan di dalam kandang dilakukan hanya jika bahan pakan tersebut rendah kandungan antinutrisinya. Membiarkan ternak menggembala di padangan akan memberi peluang lebih banyak pakan yang mengandung antinutrisi terkonsumsi.d.Menggunakan mikroba rumen untuk mengurangi atau menghilangkan sifat racun yang terdapat di dalam antinutrisiMikroorganisma rumen akan mengkonversi produk metabolit yang bersifat racun menjadi tidak racun. Dalam kondisi normal oksalat terlarut yang terdapat di dalam rumput tidak akan mempengaruhi ternak ruminansia, akan tetapi jika sapi mengkonsumsi pakan kering yang tanpa sengaja terdapat pada lahan pastur yang subur dan kaya oksalat maka sapi tersebut akan matin karena terakumulasinya oksalat di dalam ginjal(Joneset al.,1970). Bakteri anaerobik sepertiOxalobacter formigenesdapat menkonversikan oksalat tersebut menjadi CO2dan formattergantung hanya pada sumber energinya (Allison, 1985).Mikroorganisma tersebut mengkonversikan senyawa racun atau bersifat racun menjadi senyawa yang berguna untuk meningkatkan aktivitas ternak misalnya merobah isoflavones formononetin dan daidzein, yang terdapat didalam oestrogenic clover menjadi equol danO-methylequol melalui dimetilasi dan reduksi (Cox, 1985).Isoflavones formononetin dan daidzeinmerupakan senyawa yang dapat menurunkan kesuburan pada domba betina.5.Senyawa Aktif dalam Bahan PakanSenyawa aktif dalam pakan adalah senyawa yang terdapat dalam bahan makanan yang mempunyai pengaruh positif terhadap ternak atau manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu peran dan fungsinya berlawanan dengan antinutrisi. Pemakaiannya yang walaupun hanya sedikit dalam campuran ransum tetapi mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi ternak misalnya sebagai antibakteri, anti jamur, anti kanker, antitumor, antivirus atau antimikroba lainnya. Keberadaan senyawa aktif ini biasanya menjadi sumber feed additif (bahan pakan tambahan) dalam ransum. Senyawa tersebut dapat diperoleh dari tanaman atau bahan pakan dengan cara memisahkan, memurnikan dan mengekstraksi dari tanaman atau ternak. Tanaman yang mengandung senyawa aktif biasanya dijadikan sebagai tanaman obat.Beberapa tanaman atau bagian tanaman yang mengandung senyawa aktif antara lain :a. Daun saga ((AbrusprecatoriusL.).Telah ditemukan antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhanStaphylococcus aureusATCC 52938, Staphylococcus beta hemoliticusstandar strain WHO, danStreptococcus pneumoniaestandar. Selain itu juga ditemukan senyawa pemanis yang disebutglycyrrhizinyang mempunyai kemanisan 30 - 100 kali manisnya gula. Apabila dibandingkan dengan daun saga manis dari Miami, (Florida-USA) daun saga manis yang diperoleh di Bandung, (Indonesia), ternyata mempunyai penampilan kromatografi lapis tipis yang berbeda untuk senyawa-senyawa glikosidanya. Dengan cara fraksinasi bioakthitas terarah, telah dapat diisolasi dan dikarakterisasi beberapa pemanis dari daun saga manis yang berasal dari Bandung. Senyawa-senyawa pemanis tcrsebut sangat berpotensi sebagai alternatif gula untuk konsumsi penderita diabetes dan obesitas.b. Daun Bandotan.Bandotan (Ageratum conyzoidesL., Gambar3.) dalam bahasa Jawa dikenal dengan nama wedusan dan babadotan dalam bahasa Sunda. Batang tanaman bandotan membentuk percabangan dan berbulu, berkembang biak dengan biji dan merupakan gulma pada tanaman tahunan dan musiman (Djauhariya dan Hernani, 2004). Anonim (2003) menyatakan bahwaDi Indonesia, bandotan merupakan tumbuhan liar dan lebih dikenal sebagai tumbuhan pengganggu (gulma) di kebun dan di ladang. Tumbuhan ini, dapat ditemukan juga di pekarangan rumah, tepi jalan, tanggul, dan sekitar saluran air pada ketinggian 1-2.100 m di atas permukaan laut (dpl).Magdalena (1993) menyatakan bahwa bandotan tergolong tergolong dalam tumbuhan semusim tumbuh tegak atau bagian bawahnya berbaring, tingginya 30 90 cm dan bercabang. Batang berambut panjang dan jika menyentuh tanah akan mengeluarkan akar, sedangkan bunga majemuk berkumpul 3 atau lebih, berbentuk mata rantai yang keluar dari ujung tangkai, warnanya putih dan panjang bongol bunga 6 8 mm dengan tangkai yang berambut. Buahnya berwarna hitam dan bentuk kecil. Jika daunnya telah layu dan membusuk akan mengeluarkan bau yang tidak enak.Herba bandotan mengandung asam amino, organacid, pectic substance, minyak asiri kumarin, ageratochromene, friedelin, -sitosterol, stigmasterol, tanin, sulfur, dan potassium chlorida. Akar bandotan mengandung minyak asiri, alkaloid, dan kumarin (Anonim, 2003). Djauhariya dan Hernani (2004) menyatakan bahwa bandotan mengandung alkaloid, steroid, kumarin dan terpenoid. Dalam pengobatan, bagian tanaman yang biasa digunakan adalah herba (bagian diatas tanah) dan banyak digunakan untuk mengobati sakit perut dan gangguan pencernaan serta juga digunakan untuk membakar lemak tubuh. Magdalena (1993) mendapatkan bahwa ekstrak bandotan pada dosis 80% dapat menyembuhkan luka sama baiknya dengan yodium povidon 10%. Handoko dkk. (2005) melaporkan bahwa penggunaan 5% gulma bandotan memberikan pengaruh yang sama dengan kontrol terhadap penampilan ternak dan dapat menurunkan kadar lemak abdomen yang diduga karena kandungan senyawa aktif yang ada didalamnya. Gambar3. BandotanHasil analisis laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi mendapatkan tepung bandotan mengandung zat makanan lebih baik dibandingkan gulma berkhasiat obat lainnya seperti patikan kebo dan sidaguri. Tepung bandotan mengandung 76,21% bahan kering, 10,23% protein kasar, 2,68% lemak kasar, 16,25% serat kasar dan 4.640,33 kkal/kg energi bruto. Tepung patikan kebo mengandung 72,48% bahan kering, 8,93% protein kasar, 2,72% lemak kasar, 18,18% serat kasar dan 5,258,17 kkal/kg energi bruto. Tepung sidaguri mengandung 87,50% bahan kering, 10,04% protein kasar, 2,03% lemak kasar, 25,80% serat kasar dan 4.802,10 kkal/kg energi bruto. Penelitian Haroen dkk. (2009) menyimpulkan bahwa tanaman bandotan dapat digunakan dalam campuran ransum ayam buras sampai taraf 2 % tanpa mempengaruhi penampilan ayam.Hasil penelitian pengaruh ekstrak petroleum eter daun bandotan dalam minyak kelapa terhadap luka terbuka buatan menggunakan metoda Morton yang dimodifikasi. Sebagai hewan percobaan digunakan empat puluh delapan ekor tikus putih betina strain LMR dengan berat badan antara 100 sampai 170 g yang dibagi dalam enam kelompok. Dosis pemeriksaan adalah 20; 40 dan 80% dan sebagai obat pembanding digunakan povidon yodium. Bahan uji diberikan setiap hari dimulai hari pertama dan pengamatan dilakukan setiap hari sampai hari kesepuluh setelah luka dibuat. Kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang diberikan minyak kelapa dan dengan kelompok yang tidak diberikan apa-apa. Persentase penyembuhan luka dianalisa secara statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun bandotan dosis 20% tidak memberikan efek penyembuhan luka sedangkan dosis 40% memberikan efek penyembuhan luka yang nyata (P < 0,05) pada hari kelima sampai hari kesepuluh. Ekstrak daun bandotan dosis 80% memberikan efek penyembuhan luka yang nyata (P < 0.05) pada hari kedua sampai hari kesepuluh. Peningkatan dosis bahan uji menunjukkan peningkatan efek penyembuhan. Efek penyembuhan luka dari ekstrak daun bandotan dosis 80% tidak berbeda nyata dengan povidon yodium 10%.c. Bawang Merah (Allium ascolaniumL).Telah dilakukan penelitian untuk melihat mekanisme sari air bawang merah(Allium ascolanicumL.) dalam melindungi hati, terhadap keracunan CCI4 pada tikus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari air bawang merah mengandung zat yang dapat melindungi hati dari kerusakan akibat CCl4, dengan cara mencegah pembentukan lemak hati dari serangan radikal bebas.d. Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domesticaVal).Penggunaan ekstrak rimpang kunyit dalam dosis 0,00 atau 5,00 atau 20,00 m/kg bb pada mencit hamil umur kehamilan 0 atau 1 atau 2 hari mempengaruhi perkembangan folikel ovarium.e. Ekstrak Daun Dadap Ayam (Erythrina orientalisLinn).Hasil sari rebusan, fraksi kloroform, dan fraksi sisa ekstrak daun dadap ayam dapat menghambat pertumbuhan bakteriStaphylococcus aibus, Staphylococcus aureus, StreptococcusbetahemolyticusdanPseudomonas aeruginosa.f. Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa(L) Lamk)Rumput mutiara (Hedyotis corymbosa(L) Lamk) digunakan oleh masyarakat sampai saat ini masih terbatas perlakuan pada manusia untuk mengatasi gangguan pencernaan, kanker, radang usus buntu, mengobati penyakit akibat infeksi oleh mikroba (bakteri, protozoa dan jamur) serta mengatasi keracunan (Dalimartha, 2002).Rumput mutiara secara in vitro terbukti memiliki aktivitas sebagai antibakteri diantaranya terhadap bakteri Escherichia coli. Aktivitas paling aktif dijumpai dalam fraksi etil asetat asam dan etil asetat basa diikuti dengan fraksi methanol dan n-heksan (Nurhayati, dkk., 2006). Anonim (2002); Djauhariya dan Hernani (2004) menyatakan bahwa rumput mutiara mengandung senyawa hentriacontan, stigmasterol, asam ursolat, asam oleonat, -sitosterol, sitisterol, D-glukosida, p-asam kumarat, flavonoid, tannin dan kumarin. Pada umumnya senyawa alkaloid, flavonoid dan terpenoids memiliki kemampuan sebagai antimikroba (antibakteri, antijamur dan antivirus). Sudarsono (1999) menemukan bahwa herba Hedyotis corymbosa(L.) Lamk. tidak mengandung Kofein tetapi mengandung paling sedikit 5 senyawa iridoid, satu di antaranya adalah Asperulosid. Hsu (1998) melaporkan bahwa kemungkinan terdapatnya senyawa tertentu dalam rumput mutiara yang dapat menghambat perkembangan tumor. Nurhayati dan Latief (2008; 2009) menemukan bahwa senyawa yang aktif menghambat pertumbuhan bakteri E coli secara in vitro adalah dari kelompok alcohol (4-metil-2-en-heksanol), kelompok steroid (stigmasta-5,22-dien-3-ol) dan kelompok keton (tersier butil isopropil keton). Dari ketiga kelompok senyawa tersebut yang paling aktif menghambat pertumbuhan bakteri E. coli adalah kelompok keton.g. Mengkudu atau Pace (Morinda citrifolia)Mengkudu atau pace atau Noni (Morinda citrifolia) merupakan tumbuhan asli Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat yaitu pada umur 1,5 2 tahun sudah dapat menghasilkan buah pertama. Mengkudu lebih dikenal sebagai tanaman pekarangan dan digunakan hanya untuk kebutuhan pengobatan keluarga. Banyaknya penggunaan mengkudu sebagai tanaman obat dikarenakan mengkudu mengandung sejumlah zat aktif yang secara sinergi menghasilkan efek yang baik bagi kesehatan tubuh seperti anti stress (Li dkk., 2001), anti bakteri (Leach, dkk., 1988) dan anti kanker (Furusawa, 2003; Johnson dkk., 2003). Bangun dan Sarwono (2002) melaporkan bahwa zat anti bakteri yang terkandung didalam buah mengkudu antara lain antrakuinon, acubin dan alizarin. Zat zat ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah pencernaan seperti radang saluran pencernaan. Wang dkk. (2002) melaporkan bahwa didalam tanaman mengkudu terkandung berbagai senyawa aktif yang berfungsi sebagai antibakteri Acubin, L-Asperuloside, Alizarin (didalam buah), Anthraquinone (di akar) untuk melawan bakteri Pseudomonas aeruginosa, Stapilococcus aureus, Proteus morgaii, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Salmonella thyposa), dan scolopetin yang dapat menghambat aktivias E.Coli.Selain mengandung zat aktif tersebut, buah mengkudu juga mengandung zat zat nutrisi dan energi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, xeronin dan precursor xeronin (proxeronin). Proxeronin akan diubah menjadi xeronin didalam usus oleh enzim proxeronase dan zat zat lain. Selanjutnya xeronin akan diserap oleh sel sel tubuh guna mengaktifkan protein protein yang tidak aktif, mengatur struktur dan bentuk sel yang tidak aktif. Oleh karena itu buah mengkudu dapat digunakan sebagai pakan ternak (Nelson, 2003). Hasil analisis laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi (2004) ditemukan bahwa tepung buah mengkudu mengandung 87,10 % bahan kering, 9,02 % protein kasar dan 4382 kkal/kg Gross energi. Akan tetapi serat kasar yang dikandungnya juga cukup tinggi yaitu 24,99 %. Jus buah mengkudu mengandung protein 11,6 % (Wina dkk., 2002) sedangkan tepung buah mengkudu hanya 5,8 % (CTAHR, 2003) dan 9,02 % (Hasil analisis laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi, 2004). Penggunaan mengkudu baik dalam bentuk tepung dalam ransum maupun jus dalam air minum pada level 5 % belum mempengaruhi penampilan ternak tetapi pemberian lebih dari 5% dalam ransum (Nurhayati dan Nelwida, 2010) atau lebih dari 7,5% dalam air minum cenderung menurunkan bobot badan (Nurhayati, 2008)h. Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala).Dalam duniapeternakan lamtoro gung mempunyai potensi yang besar sebagai sumber makanan ternak, karena lamtoro gung kaya akan gizi. Kandungan zat-zat makanan yang terdapat pada biji lamtoro gung antara lain: protein dan asam lemak. Isolasi senyawa kimia dari biji lamtoro gung ini dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan Soxhlet dengan pelarut n- heksana. Selanjutnya sisa bubuk sampel dikeringkan, setelah itu disoxhlet kembali dengan menggunakan pelarut metanoi. Fraksi n-heksana yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan kolom kromatografi melalui 2 cara, yaitu yang satu tanpa pemberian karbon aktif dan yang lainnya dengan pemberian karbon aktif. Fraksi metanol kemudian diekstraksi dengan menggunakan pelarut n-heksana sebanyak 3 kali. Hasil ekstrak metanoi tersebut kemudian dipekatkan dan dihasilkan ekstrak kasar metanoi. Ekstrak kasar metanoi tersebut kemudian ditentukan karbohidratnya dengan kromatografi cair bcrkine didefinisikan komponen karbohidrat yang terdapat dalam ekstrak kasar metanoi, yaitu maltosa, galaktosa dan glukosa.i. Kumis Kucing (Orthosiphon aristatusMiq).Tanaman kumis kucing atauOrthosiphon aristatusMiq merupakan salah satu tanaman obat-obatan yang sudah terkenal di dalam negeri dan luar negeri. Kandungan utama yang dikenal ialah kalium dan saponin, tetapi akhir-akhir ini telah diketahui bahwa ada komponen yang bersifat anti bakteri diantaranya yang paling dikenal ialah sinensetin.Dari hasil percobaan ini diketahui bahwa kadar sinensetin yang tertinggi ialah dalam daun kumis kucing tua yang berbunga ungu yang berasal dari K.P. Cibinong (0,365%, sedangkan yang terkecil berasal dari daun muda tanaman berbunga putih dari K.P. Cibinong (0,095%).6.Daftar PustakaAllison, M.J. 1985. Anaerobic oxalate-degrading bacteria of the gastrointestinal tract. in:Plant Toxicology - Proceedings of the Australia-USA Poisonous Plants Symposium, Brisbane, Australia, May 14-18, 1984,pp. 120-126.Allison, M.J. Mayberry, W.R., McSweeney, C.S. and Stahl, D.A. 1992.Synergistes jonesii,gen. nov., sp. nov.: a rumen bacterium that degrades toxic pyridinediols.Systematic and Applied Microbiology15, 522-529.Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka UtamaAnonim, 2003. Bandotan (Ageratum conyzoides L.). Leaflet BPPT, Jakarta. Artikel internet. http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=203 - 22k Downloaded 10 11 2008.Anonimous. 2002. Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa(L) Lamk.). Leaflet BPPT, Jakarta.Anonimous. 2004. Rumput mutiara mengaktifkan sirkulasi darah. Republika 14 September 2004.Bamualim, A. 1984. The nutritive value ofLeucaena leucocephalaas a feed for ruminants. PhD thesis, James Cook University of North Queensland, 167 pp.Bangun, A.P. dan Sarwono, B. 2002. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. AgroMedia Pustaka, Jakarta.Barry, T.N. and Blaney, B.J. 1987. Secondary compounds of forages. In: Hacker, J.B. and Ternouth, J.H. (eds),Nutrition of Herbivores.Academic Press, Australia, pp. 91-119.Belitz, H.-D. and W. Grosch, (Eds.). 1987. Food Chemistry. Springer Verlag, Berlin.Blunt, C.G. 1976. Preliminary cattle grazing trials on irrigatedLeucaena leucocephalaand pangola grass in the Ord Valley N.W. Australia.Proceedings of the Australian Society of Animal Production11, 10.Blunt, C.G. and Jones, R.J. 1977. Steer liveweight gains in relation to the proportion of time onLeucaena leucocephalapastures.Tropical Grasslands11, 159-164.Bray, R.A., Hutton, E.M. and Beattie, W.M. 1984. Breeding leucaena for low-mimosine: field evaluation of selections.Tropical Grasslands,18, 194-198.Cheeke, P.R. 1989. Toxicants of Plant Origin Volume I Alkaloids. Florida: CRC Press, Inc._______________. Toxicants of Plant Origin Volume IV Phenolic. Florida: CRC Press, Inc.Concorn, J.M., (Ed.). 1988. Food Toxicology, Part A and Part B. Marcel Dekker Inc., New York.Cox, R.I. 1985. Immuno physiological control of phyto-oestrogen toxicity. In:Plant Toxicology - Proceedings of the Australia-USA Poisonous Plants Symposium, Brisbane, Australia, May 14-18, 1984,pp. 98-108.CTAHR (College of Tropical Agriculture and Human Resources). 2003. Nutritional analysis of Hawaiian Noni (Noni fruit powder). Internet article downloaded on September 15, 2004.http://www.ctahr.hawaii.edu/noni/Research/nutritional_analysis.aspCulvenor, C.C.J. 1970. Toxic plants - a re-evaluation.Search1, 103-110.Dalimartha, S. 2002. Tumbuhan obat untuk mengatasi keputihan. Cetakan II. Trubus Agriwidya, Jakarta.Djauhari, E. dan Hernani. 2004. Gulma berkhasiat obat. Seri Agrisehat. Penebar Swadaya, Jakarta.Dominguez-Bello, M.G. and Stewart, C.S. 1990. Degradation of mimosine, 2,3-dihydroxy pyridine and 3 hydroxy-4(1H) - pyridone by bacteria from the rumen of sheep in Venezuela.FEMS Microbial Ecology73, 283-289.Elliott, R. and McMeniman, N.P. 1987. Supplementation of ruminant diets with forage. In: Hacker, J.B. and Ternouth, J.H. (eds),The Nutrition of Herbivores.Academic Press, Australia, pp. 409-428.Everist, S.L. 1974.Poisonous Plants of Australia.Angus and Robertson, Sydney, 684 pp.Fennema, O.R., (Ed.). 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York.Furusawa, E. 2003. Anti-cancer activity of Noni fruit juice against tumors in mice. Proceedings of the 2002 HawaiI Noni Conference. University of Hawaii at Manoa, College of Tropical Agriculture and Human Resources : 23 24.Gartner, R.J.W. and Hurwood, I.S. 1976. The tannin and oxalic acid content ofAcacia aneura(mulga) and their possible effects on sulphur and calcium availability.Australian Veterinary Journal52, 194-196.Gartner, R.J.W. and Niven, D.R. 1978. Studies on the supplementary feeding of sheep consuming mulga (Acacia aneura).4. Effect of sulphur on intake and digestibility and growth and sulphur content of wool.Australian Journal of Experimental Agriculture and Animal Husbandry18, 768-772.Gibson, G.G. and R. Walker, (Eds.). 1985. Food Toxicology Real or imaginary problems?. Taylor and Francis, London.Gosting, D.C., (Ed.). 1991. Food safety 1990; an annotated bibliography of the literature. Butterworth-Heinemann, London.Handoko, H., Nelwida, dan Nurhayati. 2005. Pengaruh penggunaan gulma obat dalam ransum ayam pedaging terhadap kandungan lemak abdomen. Seminar hasil penelitian dosen Fakultas Peternakan Universitas Jambi, Jambi.Haroen, U., Nurhayati, Insulistyowati, A., Berliana, S., dan Nelwida. 2009. Pemanfaatan Limbah Penetasan Telur dan Bandotan (AgeratumconyzoidesL) untuk Meningkatkan Daya Tahan Tubuh dan Performans Ayam Buras. Laporan Penelitian Hibah Strategis Nasional, Universitas Jambi. Jambi.Hathcock, J.N., (Ed.). 1982. Nutritional Toxicology, Vol. I. Academic Press, London.Hegarty, M.P. 1982. Deleterious factors in forages affecting animal production. In: Hacker, J.B. (ed.),Nutritional Limits to Animal Production from Pastures.Commonwealth Agricultural Bureaux, Farnham Royal, UK, pp. 133-150.Hegarty, M.P., Lee, C.P., Christie, G.S., Court, R.D. and Haydock, K.P. 1979. The goitrogen 3-hydroxy-4(1H)-pyridone, a ruminal metabolite fromLeucaena leucocephala:Effects in mice and rats.Australian Journal of Biological Science32, 27-40.Hegarty, M.P., Schinckel, P.G. and Court, R.D. 1964. Reaction of sheep to the consumption ofLeucaena glaucaand to its toxic principle mimosine.Australian Journal of Agricultural Research15, 153-167.Holmes, J.H.G., Humphrey, J.D., Walton, E.A. and O'Shea, J.D. 1981. Cataracts, goitre and infertility in cattle grazed on an exclusive diet ofLeucaena leucocephala. Australian Veterinary Journal57, 257-261.Hsu, H.Y. 1998. Tumor inhibition by several components extracted from Hedyotis corymbosa and Hedyotis diffusa. The International Symposium on the Impact of Biotechnology on Prediction, Prevention and Treatment of Cancer. Nice, France. October 24 - 27, 1998.Johnson, A., Hemscheidt, S.T. dan Csiszar, W.K. 2003. Cytotoxicity of water and ethanol extracts ofMorinda citrifolia(L) against normal epithelial and breast cancer cell lines. Proceedings of the 2002 HawaiI Noni Conference. University of Hawaii at Manoa, College of Tropical Agriculture and Human Resources : 22.Jones, R.J. 1981. Does ruminal metabolism of mimosine explain the absence of Leucaena toxicity in Hawaii?Australian Veterinary Journal57, 55-56.Jones, R.J. 1985. Leucaena toxicity and the ruminal degradation of mimosine. In:Plant Toxicology - Proceedings of the Australia-USA Poisonous Plants Symposium, Brisbane, Australia, May 14-18, 1984,pp. 111-119.Jones, R.J. and Bray, R.A. 1983. Agronomic Research in the Development of Leucaena as a Pasture Legume in Australia. In:Leucaena Research in the Asian-Pacific Region.Proceedings of a workshop, Singapore, November 1982, pp. 41-48.Jones, R.J. and Jones, R.M. 1982. Observations on the persistence and potential for beef production of pastures based onTrifolium semipilosumandLeucaena leucocephalain subtropical coastal Queensland.Tropical Grasslands16, 24-29.Jones, R.J. and Lowry, J.B. 1984. Australian goats detoxify the goitrogen 3-hydroxy-4(1H) pyridone (DHP) after rumen infusion from an Indonesian goat.Experientia40, 1435-1436.Jones, R.J. and Lowry, J.B. 1990. Overcoming problems of fodder quality in agroforestry systems. In: Avery, M.E., Cannell, M.G.R. and Ong, C.K. (eds),Applications of Biological Research in Asian Agroforestry.Winrock International, Morrilton, Arkansas, USA,pp.259-275.Jones, R.J. and Megarrity, R.G. 1983. Comparative toxicity responses of goats fed onLeucaena leucocephalain Australia and Hawaii.Australian Journal of Agricultural Research34, 781-790.Jones, R.J. and Winter, W.H. 1982. Serum thyroxine levels and liveweight gain of steers grazing Leucaena pastures.Leucaena Research Reports3, 2-3.Jones, R.J., Blunt, C.G. and Nurnberg. 1978. Toxicity ofLeucaena leucocephala.The effect of iodine and mineral supplements on penned steers fed a sole diet of Leucaena.Australian Veterinary Journal54, 387-392.Jones, R.J., Seawright, A.A. and Little, D.A. 1970. Oxalate poisoning in animals grazing the tropical grassSetaria sphacelata. Journal of the Australian Institute of Agricultural Science36, 41-43.Jurgens, M. H., 1997. Animal feeding and Nutrition. 8th edition. Kendall/Hunt publishing company. Dubuque, Iowa, USA.Kumar, R., 2003. Anti-nutritive factors, the potential risks of toxicity and methods to alleviate them. http://www.fao.org/DOCREP/003/T0632E/T0632E10.htm.Leach, A.J., Leach, D.N. dan Leach, G.J. 1988. Antibacterial activity of some medicinal plants of Papua New Guinea. Sci. New Guinea 14 : 1 7.Li, Y-F., Yuan, L., Xu, Y-K., Yang, M., Zhao, Y-M. and Luo, Z-P. 2001. Antistress effect of oligosaccharides extracted fromMorinda officinalisin mice and rats. Acta Pharmacol. Sin. 22 (12) : 1084 1088.Lowry, J.B., Maryanto, N. and Tangendjaja, B. 1983. Autolysis of mimosine to 3-hydroxy-4(1H) pyridone in green tissues ofLeucaena leucocephala. Journal of the Science of Food and Agriculture34, 529-533.Lu, C,F. 1985. Basic Toxicology: Fundamentals, Terget Organs and Risk Assessment. Toronto: McGraw-Hill International Book CompanyMagdalena, E. 1993. Tanaman Obat Keluarga. Penebar Swadaya, Jakarta.Matthew, J., Brooker, J.D., Clark, K., Lum, D.K. and Miller, S.M. 1991. Isolation of a ruminal bacterium capable of growth on tannic acid. Australian Society for Microbiology. Annual Scientific Meeting, Gold Coast, Australia Poster No. 59.Nelson, S.C. 2003.Morinda citrifoliaL. Internet article version 2003.11.29 of Permanent Agriculture Resources (PAR) Holualoa, Hawaii.http://www.agroforestry.netNurhayai dan Nelwida. 2010. Broiler chicken response on the ration containing Noni (Morinda citrifolia) Meal. Jurnal Penelitian Universitas Jambi seri Sains. Vol 12 No. 2 Juli 2010 Hal. 35 - 41. ISSN : 0852-8349.Nurhayati dan M. Latief. 2008. Pemanfaatan Rumput Mutiara (Hedyotiscorymbosa (L)Lamk) sebagai Feed Additive dalam Menghambat Pertumbuhan BakteriEscherichia colidi Dalam Saluran Pencernaan Ayam Pedaging. Laporan Penelitian Fundamental. Dibiayai oleh Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional dengan Surat Perjanjian Nomor 007/SP2H/PP/DP2M/III/2008 Tanggal 6 Maret 2008.Nurhayati dan M. Latief. 2009. Isolasi Senyawa dan Uji Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosaL(Lamk)) Terhadap BakteriEscherichia.Jurnal Bahan Alam Indonesia 6 (6) : 243 246.Nurhayati, M. Latief dan H. Handoko, 2006. Uji Antimikroba Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa) terhadap Bakteri dan Jamur Penyebab Penyakit pada Ternak Unggas. Journal Biosfera 23 (3) : 137 143.Nurhayati. 2008. Pengaruh pemberian jus buah mengkudu (Morinda citrifolia) dalam air minum terhadap penampilan ayam broiler jantan. Jurnal Agripet Vol. 8 No. 1 April 2008. Hal. 39 44. ISSN : 1411 4623.Pratchett, D., Jones, R.J. and Syrch, F.X. 1991. Use of DHP-degrading rumen bacteria to overcome toxicity in cattle grazing irrigated leucaena pastures.Tropical Grasslands 25,268-274.Quirk, M.F., Bushell, J.J., Jones, R.J., Megarrity, R.G. and Butler, K.L. 1988. Live-weight gains on leucaena and native grass pastures after dosing cattle with rumen bacteria capable of degrading DHP, a ruminal metabolite from leucaena.Journal of Agricultural Science(Cambridge) 111, 165-170.Raurela, M. and Jones, R.J. 1985. Degradation of DHP in cattle in Papua New Guinea.Leucaena Research Reports6, 68-69.Reddy, N.R., M.D. Pierson. 1994. Reduction in antinutritional and toxic components in plant foods by fermentation, Food Res. Int., 27, 281290.Rosenthal, G.A. and Janzen, D.H. 1979.Herbivores: their Interaction with Secondary Plant Metabolites.Academic Press, New York 718 pp.Sukria, AH dan Krisnan, R. 1999. Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di Indonesia. Bogor: IPB Press.Tannenbaum, S.R., (Ed.). 1979. Nutritional and safety aspects of food processing. Marcel Dekker Inc., New York.Wang, J., Yang, J.H. and Jones, R.J. 1987. Chinese cattle detoxify the leucaena toxin after Australian rumen fluid infusion. In:Proceedings 4th Annual Conference of Chinese Grassland Association, Nanning, Guangxi, November 12-17, 1987.Wang, M.Y., West, B.J., Jensen, C.J., Nawicki, D., Su, C., Palu, A.K. dan Anderson, G. 2002.Morinda citrifolia(Noni) : A literature review and research advances in Noni research. Acta Pharmacol. Sin. 23 (12): 1127 1141.Wildin, J.H. 1985.Tree Leucaena - Permanent High Quality Pastures.Queensland Department of Primary Industries, Rockhampton, 8 pp.Wina, E., Muetzel, S., Hoffman, E., Makkar, H.P.S. and Becker, K. 2002. Inclusion of several Indonesian medicinal plants inin vitrorumen fermentation and their effects on microbial population structure and fermentation products. Deutscher Tropentag October 2002, Witzenhausen, Germany.Yatno. 1993. Penggunaan kacang kedelai hasil dari beberapa cara pemanasan terhadap bobot organ pencernaan ayam broiler fase awal [skripsi]. Jambi: Fakultas Peternakan Unversitas Jambi.

Di dalam bahan pakan terdapat suatu zat yang dapat menggangu kesehatan ternak bahkan dapat mematikan. Zat tersebut disebut anti kualitas atau disebut juga anti nutrien.Secara umum anti kualitas atau anti nutrient pakan dapat dibagi menjadi:1. Zat glukosida,2. Zat alkaloid,3. Asam-asam,4. Asam amino,5. Protein,1. Zat glukosidaPeracun berupa glikosida yang mengandung HCN (asam prusi) mempunyai beberapa contoh antara lain: Phaseolunatin, terdapat pada Phaseolus lunatus (koro), Monocrotalin, terdapat pada crotalaria (orok-orok), Dhurrin, terdapat pada sorghum dan cynodon, Linamarin dan Cyanogenic glycoside adalah senyawa yang apabila diperlakukan asam dan diikuti dengan hidrolisis oleh enzim tertentu akan melepaskan hydrogen cyanida (HCN). Cyanoglycosida terdapat lebih dari 2000 spesies tanaman. singkong (cassava).Kaliandra (Calliandra calothrysus) mempunyai senyawa pengikat protein yang juga tergolong zat anti nutrisi yaitu tannin dalam konsentrasi yang cukup besar dan molekul alkaloid yang belum dapat diidentifikasi.Legume (Acacia Spp) mengandung zat anti nutrisi berupa tannin yaitu senyawa phenolic yang larut dalam air. Secara kimia tannin sangat komplek dan biasanya dibagi kedalam dua grup, yaitu hydrolizable tannin dan condensed tannin. Hydrolizable tannin mudah dihidrolisa secara kimia atau oleh enzim dan terdapat di beberapa legume tropika seperti Acacia Spp. Sebagian besar biji legume mengandung tannin terkondensasi terutama pada testanya. Warna testa makin gelap menandakan kandungan tannin makain tinggi. Kandungan tannin pada varietas sorgum tannin tinggi sebesar 2,7 dan 10,2 % catechin equivalent. Kandungan tannin sorgum sering dihubungkan dengan warna kulit luar yang gelap. Peranan tannin pada tanaman yaitu untuk melindungi biji dari predator burung, melindungi perkecambahan setelah panen, melindungi dari jamur dan cuaca. Sorgum bertannin tinggi bila digunakan pada ternak akan memperlihatkan penurunan kecepatan pertumbuhan dan menurunkan efisiensi ransum pada broiler, menurunkan produksi telur pada layer dan meningkatnya kejadian leg abnormalitas.

2. Zat alkaloidaZat anti nutrisi alkaloida antara lain yaitu Hypericin, terdapat pada rumput bebe (Brachiaria brizantha), alfalfa (Medicago sativa), Hepatoxin, terdapat pada Panicum dan Solanine terdapat pada kentang. Anti nutrisi yang bersifat toksin terdapat juga pada gamal (Gliricidia maculate). Gamal mempunyai kandungan zat racun yang pertama adalah dicoumerol, suatu senyawa yang mengikat vitamin K dan dapat mengganggu serta menggumpalkan darah. Dicoumerol diperkirakan merupakan hasil konversi dari coumarin yang disebabkan oleh bakteri ketika terjadi fermentasi. Senyawa racun yang kedua adalah HCN (Hydro Cyanic Acid), sering disebut juga Prussic Acid, Asam Prusik atau Asam Sianida. Meskipun kandungan HCN dalam Gamal tergolong rendah, 4mg/kg. Zat lain yaitu Nitrat (NO3). Sebetulnya nitrat itu sendiri tidak beracun terhadap ternak, tapi pada jumlah yang banyak dapat menyebabkan penyakit yang disebut keracunan nitrat (nitrate poisoning). Nitrate yang secara alamiah terdapat pada tanaman di rubah menjadi nitrit oleh proses pencernaan, pada gilirannya nitrit dikonversi menjadi amonia.Saponin pada Kacang tanah (Arachus hypogea) Sebagian besar saponin ditemukan pada biji-bijian dan tanaman makanan ternak seperti alfalfa, bunga matahari dan kacang tanah. Saponin mempunyai karakteristik yaitu rasa pahit, sifat iritasi mucosal, sifat penyabunan, dan sifat hemolitik serta sifat membentuk komplek dengan asam empedu dan kolesterol. Saponin mempunyai efek menurunkan konsumsi ransum karena rasa pahit dan terjadinya iritasi pada oral mucosa dan saluran pencernaan. Pada anak ayam yang diberi 0,9 % triterpenoid saponin bisa menurunkan konsumsi ransum,menurunkan pertambahan berat badan,menurunkan kecernaan lemak,meningkatkan ekskresi cholesterol dan menurunkan absorpsi vitamin A dan D.

3. Asam-asamAsam phytat dan asam oxalate merupakan anti kualitas berupa asam. Protease inhibitor pada asam phytat merupakan senyawa yang bisa menghambat trypsin dan chymotripsin. Contoh: kedelai. Asam oxalat merupakan iritan penyebab distress, terdapat pada: rumput setaria (Staria sphacelata), Rumput raja (Pennisetum hybrida) dan Jerami padi. Asam oxalat dengan mineral akan membentuk garam yang sukar larut yaitu Calsiumoxalat, sehingga dapat menyebabkan ternak kekurangan Ca, sedangkan bentuk garam yang lain (Naoxalat dan Koxalat) mudah larut.Kandungan asam oxsalat dapat dikurangi dengan jalan dibuat silage.

4. Asam aminoAsam amino non esesial berupa mimosin atau leucaenine terdapat pada lamtoro (Leucaena leucocephala). Daun lamtoro (Leucaena leucocephala) mempunyai kandungan nutrisi yang rendah karena adanya mimosin. Lamtoro mengandung mimosin sebesar 3-5 % BK, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi lain termasuk protease inhibitor, tannin dan galactomannan. Karena adanya mimosin ini penggunaan lamtoro dalam ransum non ruminansia sebesar 5-10 % tanpa menimbulkan gejala toxicosis. Efek yang merugikan dari mimosin, yaitu menurunkan pertumbuhan dan menurunkan produksi telur. Rumus bangun leucaenine mirip dengan AA-tyrosin. Tyrosin membentuk hormon thyroxin yang mempengaruhi metabolisme sel, mitosis sel terutama sel rambut. Apabila konsentrasi mimosin dalam tubuh tinggi maka pembelahan sel terhambat, akibatnya molekul tyrosin (kematian sel) terjadi kerontokan bulu atau rambut (alopaecia). Mikroorganisme rumen dapat menetralkan efek mimosine menjadi tak beracun dengan jalan dilayukan atau dijemur pada sinar matahari.

5. ProteinZat anti nutrisi berupa protein biasanya terdapat dalam bahan pakan dalam bentuk enzim, contoh: urease dalam kedele mentah dan thiaminase pada ikan mentah. Adanya enzim urease akan mempercepat penguraian urea. Thiaminase akan merusak atau menghirolisis thiamine.Secara khusus zat-zat antinutrisi yang dapat membahayakan dan mengganggu kesehatan ternak di antaranya adalah asam sianida, asam sitrat, asam oksalat, gosipol, mimosin, coumarin, alfatoksin,alkaloid, dan tannin.

1. Asam sianida (HCN)

Asam sianida umumnya terdapat pada rumput budi daya, misalnya rumput gajah, rumput benggala, rumput setaria, dan rumput brachiaria. Selain itu, asam sianida juga terdapat pada tanaman leguminosa, seperti gamal dan tanaman pangan, misalnya daun singkong. Secara umum keracunan HCN pada ternak tergantung pada kadar HCN dalam pakan ternak, jumlah pakan yang dikonsumsi, dan kondisi ternaknya. Pada kandungan asam sianida yang lebih dari 500 ppm, sudah perlu diwaspadai. Level toksik HCN pada sapi dan kerbau 2,2 mg/kg bobot badan, sedangkan pada kambing dan domba 2,4 mg/kg bobot badan. Cara mengurangi pengaruh negatif HCN terhadap kesehatan ternak adalah dengan menambah unsur sulfur (S) atau vitamin B-12.

2. Asam sitrat

Asam sitrat terdapat pada hampir semua bahan pakan ternak, terutama pada bagian daun tanaman makanan ternak. Pakan ternak yang mengandung asam sitrat 2% sudah membahayakan bagi ternak. Batas toksisitas ternak ruminansia terhadap asam sitrat adalah 1 g NO3/kg bobot badan.

3. Asam oksalat

Asam oksalat banyak dijumpai di dalam tanaman, termasuk tanaman hijauan pakan ternak, terutama bagian daun. Salah satu hijauan pakan ternak yang mengandung asam oksalat tinggi adalah rumputsetariasp.

4. Gosipol

Gosipol umumnya terdapat dalam biji-bijian, seperti biji kapas dan biji kapuk. Selain itu, gosipol juga terdapat pada bagian tanaman, seperti batang, daun, benang sari, dan kulit akar. Racun gosipol dapat dihilangkan dengan jalan ekstraksi (isopropanol).

5. Mimosin

Mimosin terutama terdapat pada daun dan biji lamtoro. Pemberian lamtoro yang banyak dan terus-menerus dalam waktu yang lama dapat menimbulkan keracunan dan gangguan kesehatan pada sapi. Pemberian lamtoro pada ternak ruminansia sebaiknya dicampur dengan rumput atau hijauan lain. Disarankan pemberian lamtoro tidak lebih dari 40% dari total ransum.

6. Coumarin

Coumarin merupakan zat yang rasanya pahit dan terdapat pada tanaman, terutama bagian daun dan batang. Salah satu tanaman pakan ternak yang mengandung coumari adalah gliricidia (gamal). Coumarin dapat menjadi racun bila berubah menjadi hidroksi coumarin atau dicoumarin. Efeknya pada ternak adalah darah sukar membeku sehingga jika terjadi pendarahan dapat mengakibatkan kematian.

7. Alfatoksin

Alfatoksin terutama terdapat pada bungkil kelapa dan singkong. Zat ini dapat menimbulkan keracunan dan menurunkan produktivitas ternak. Keracunan alfatoksin dapat dihindari dengan melakukan penyimpanan pakan yang baik.

8. Alkaloid

Alkaloid merupakan karohidrat dengan sedikit unsur nitrogen. Zat ini umumnya terdapat dalam umbi-umbian. Derajat keracunannya tergantung dari macam alkaloidnya, konsentrasinya, dan ketahanan masing-masing jenis ternak. Keracunan alkaloid dapat dihindarkan dengan cara memasak bahan pakan sebelum diberikan kepada ternak.

9. Tannin

Tanin terdapat pada hijauan pakan ternak, seperti kaliandra, sorghum, umbi, dan kacang-kacangan. Tanin dapat menimbulkan penurunan palatabilitas dan penurunan pencernaan protein. Kadar tanin 0,3% dalam pakan ternak sudah dapat menimbulkan gangguan tersebut.

Berbagai macam antinutrisi atau senyawa toksik terdapat pada berbagai biji cereal, biji legume dan tanaman lainnya. Sebagian besar zat kimia ini mengandung unsur normal dengan komposisi kimia bervariasi (seperti protein, asam lemak, glycoside, alkaloid) yang bisa didistribusikan seluruhnya atau sebagian ke tanaman.

Beberapa senyawa bisa menjadi tidak aktif dengan berbagai proses seperti pencucian, perebusan atau pemanasan. Apabila panas digunakan untuk menginaktifkan senyawa antinutrisi perlu dipertimbangkan agar tidak merubah kualitas nutrisi bahan pakan, tetapi ada beberapa kejadian kalau digunakan panas yang ekstrim bisa juga berperan untuk membentuk senyawa toksik.

Adanya senyawa anti nutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas dalam penggunaannya dalam ransum, karena senyawa antinutrisi ini akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk kedalam tubuh. Penggunaan bahan pakan yang mengandung antinutrisi harus diolah dulu untuk menurunkan atau menginaktifkan senyawa ini, tetapi perlu dipertimbangkan nilai ekonomis dari pengolahan ini.

1. PhytatPhytat merupakan salah satu non polysaccharida dari dinding tanaman seperti silakat dan oksalat. Asam phytat termasuk chelat (senyawa pengikat mineral) yang kuat yang bisa mengikat ion metal divalent membentuk phytat komplek sehingga mineral tidak bisa diserap oleh tubuh. Mineral tersebut yaitu Ca, Zn, Cu, Mg dan Fe.

Pada sebagian besar cereal, 60-70 % phosphor terdapat sebagai asam phytat, kecernaan molekul phytat sangat bervariasi dari 0-50 % tergantung bahan pakan dan umur unggas. Unggas muda lebih rendah kemampuan mencerna phytat, tetapi pada unggas dewasa 50%. Kecernaan phytat terjadi karena adanya phytase tanaman atau sintetis phytase dari mikroba usus. Perlakuan panas pada ransum seperti pelleting atau ekstrusi tidak terlihat memperbaiki kecernaan pospor-phytat.

Cara memecahkan masalah adanya P-phytat dalam ransum yaitu :

Penambahan phytase: kelemahan dari penambahan phytase ke dalam ransum akan menambah biaya ransum dan phytase mudah rusak selama proses pelleting. Sebagian besar phytase didenaturasi pada suhu 65C. Sebaiknya enzym phytase ditambahkan setelah proses pengolahan.

Penambahan sumber pospor lainnya kedalam ransum seperti dicalcium pospat.

Sebagian besar cereal dan suplemen protein nabati relatif rendah kandungan phytase kecuali dedak gandum, sedangkan biji yang mengandung minyak kandungan phytat lebih tinggi.

2. TanninTannin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air. Dengan berat molekul antara 500-3000 dapat mengendapkan protein dari larutan. Secara kimia tannin sangat komplek dan biasanya dibagi kedalam dua grup, yaitu hydrolizable tannin dan condensed tannin. Hydrolizable tannin mudah dihidrolisa secara kimia atau oleh enzim dan terdapat di beberapa legume tropika seperti Acacia Spp.

Condensed tannin atau tannin terkondensasi paling banyak menyebar di tanaman dan dianggap sebagai tannin tanaman. Sebagian besar biji legume mengandung tannin terkondensasi terutama pada testanya. Warna testa makin gelap menandakan kandungan tannin makain tinggi.

Beberapa bahan pakan yang digunakan dalam ransum unggas mengandung sejumlah condensed tannin seperti biji sorgum, millet, rapeseed , fava bean dan beberap biji yang mengandung minyak. Bungkil biji kapas mengandung tannin terkondensasi 1,6 % BK sedangkan barley, triticale dan bungkil kedelai mengandung tannin 0,1 % BK. Diantara bahan pakan unggas yang paling tinggi kandungan tannin terlihat pada biji sorgum (Sorghum bicolor).

Kandungan tannin pada varietas sorgum tannin tinggi sebesar 2,7 dan 10,2 % catechin equivalent. Dari 24 varietas sorgum kandungan tannin berkisar dari 0,05-3,67 % (catechin equivalent). Kandungan tannin sorgum sering dihubungkan dengan warna kulit luar yang gelap. Peranan tannin pada tanaman yaitu untuk melindungi biji dari predator burung, melindungi perkecambahan setelah panen, melindungi dari jamur dan cuaca.

Sorgum bertannin tinggi bila digunakan pada ternak akan memperlihatkan penurunan kecepatan pertumbuhan dan menurunkan efisiensi ransum pada broiler, menurunkan produksi telur pada layer dan meningkatnya kejadian leg abnormalitas.

Cara mengatasi pengaruh dari tannin dalam ransum yaitu dengan mensuplementasi DL-metionin dan suplementasi agen pengikat tannin, yaitu gelatin, polyvinylpyrrolidone (PVP) dan polyethyleneglycol yang mempunyai kemampuan mengikat dan merusak tannin. Selain itu kandungan tannin pada bahan pakan dapat diturunkan dengan berbagai cara seperti perendaman, perebusan, fermentasi, dan penyosohan kulit luar biji.

3. GossypolPenggunaan bungkil biji kapuk (Cottonseed meal) pada hewan monogastrik dibatasi oleh kandungan serat kasar dan senyawa toksik yaitu tannin dan gossypol yaitu pigmen polyphenolic kuning. Konsentrasi gossypol dalam biji bervariasi diantara spesies kapuk dan antara cultivarnya berkisar 0,3 dan 3,4 %. Gossypol ditemukan dalam bentuk bebas, bentuk beracun dan bentuk ikatan yang tidak toksik. Metode pengolahan biji kapuk menentukan kandungan gosipol bebas.

Kandungan gossipol bebas pada pengolahan menggunakan ekstrak pelarut berkisar antara 0,1-0,5 % tetapi untuk proses expeller kandungan gossypol bebas kira-kira 0,05 %. Seluruh biji mempunyai gossypol bentuk bebas. Broiler bisa toleran sampai level gosipol bebas 100 ppm tanpa terlihat pengaruh merugikan pada performan.

Ransum layer mengandung < 50 ppm gossypol mencegah terjadinya green discoloration pada kuning telur khususnya setelah penyimpanan serta dapat menurunkan daya tetas dari telur fertile. Penambahan garam besi (ferric sulphat) pada ransum yang biji kapuk dapat merusak gossypol yaitu dengan mengikat grup reaktif gossipol dengan (Fe), dan kandungan protein ransum yang tinggi juga dapat mencegah pengaruh merugikan dari gossypol.

4. SaponinSebagian besar saponin ditemukan pada biji-bijian dan tanaman makanan ternak seperti alfalfa, bunga matahari, kedelai, kacang tanah . Saponin umumnya mempunyai karakteristik yaitu rasa pahit, sifat iritasi mucosal, sifat penyabunan, dan sifat hemolitik dan sifat membentuk komplek dengan asam empedu dan kolesterol.

Saponin mempunyai efek menurunkan konsumsi ransum karena rasa pahit dan terjadinya iritasi pada oral mucosa dan saluran pencernaan. Pada anak ayam yang diberi 0,9 % triterpenoid saponin bisa menurunkan konsumsi ransum, menurunkan pertambahan berat badan, menurunkan kecernaan lemak, meningkatkan ekskresi cholesterol dan menurunkan absorpsi vitamin A dan D.

5. MimosinTepung daun lamtoro (Leucaena leucocephala) kering sama dengan tepung biji kapuk sebagai sumber protein. Penggunaan lamtoro bisa menekan pertumbuhan broiler dan produksi telur pada layer. Nilai nutrisi yang rendah dari lamtoro karena adanya mimosin. Lamtoro mengandung mimosin sebesar 3-5 % BK, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi lain termasuk protease inhibitor, tannin dan galactomannan.

Karena adanya mimosin ini penggunaan lamtoro dalam ransum non ruminansia sebesar 5-10 % tanpa menimbulkan gejala toxicosis. Efek yang merugikan dari mimosin, yaitu menurunkan pertumbuhan dan menurunkan produksi telur. Ayam muda lebih sensitif dari pada ayam dewasa.

6. Protease InhibitorProtease inhibitor adalah senyawa yang bisa menghambat trypsin dan chymotripsin dan umumnya pada tanaman mengandung konsentrasi yang rendah kecuali kedelai. Kedelai cenderung mengandung protease inhibitor tinggi dan pada cereal lainnya rendah. Memakan kedelai mentah mengakibatkan meningkatnya berat pankreas.

Penghambatan aktivitas trypsin berpengaruh pada pencernaan protein, karena tripsin adalah activator dari semua enzim yang dikeluarkan oleh pankreas yaitu zymogen termasuk trypsinogen, chymotripsinogen, proelastase dan carboxypeptidase. Pengaruh utama dari tripsin inhibitor bukan menggangu pencernaaan protein tetapi sekresi berlebihan dari pankreas.

Cholecystokinin adalah peptide yang merangsang sekresi enzim pankreas dikeluarkan oleh bagian proximal usus halus yang dikontrol oleh aktivitas umpan balik negatif. Meningkatnya kadar tripsin di lumen usus akan menurunkan sekresi cholecystokinin. Sekresi cholecystokinin oleh mucosa usus karena adanya monitor peptide yaitu sebuah peptide yang disekresikan kedalam getah pankreas.

Apabila pencernaan protein selesai maka monitor peptide dirusak oleh trypsin dan sekresi cholecystokinin berhenti. Adanya inhibitor trypsin dalam ransum, pankreas secara terus menerus merangsang cholecystokinin sebab monitor peptide tidak dirusak oleh trypsin. Kelebihan rangsangan ini menyebabkan terjadi hyperthrophy dan hyperplasia dari pankreas yang terlihat dari berat pankreas meningkat.

Protease inhibitor mudah dinetralkan dengan pemanasan. Kerusakan ini tergantung dari suhu, waktu pemanasan, ukuran partikel dan kandungan air. Pengolahan untuk menetralkan trypsin inhibitor harus dipertimbangkan jangan sampai merusak nilai nutrisi dari kedelai.

7. Cyanogenic glycoside (Cyanogen)

Cyanogenic glycoside, cyanoglycosida atau cyanogen adalah senyawa yang apabila diperlakukan asam dan diikuti dengan hidrolisis oleh enzim tertentu akan melepaskan hydrogen cyanida (HCN). Cyanoglycosida terdapat lebih dari 2000 spesies tanaman. Singkong (cassava) adalah hasil panen utama yang mengandung cyanogen dalam jumlah tinggi.

Pengolahan singkong secara tradisional yaitu umbi dipotong-potong dibawah air mengalir untuk mencuci cyanogen. Alternatif lain yaitu umbi singkong dipotong-potong, dihancurkan dan dikeringkan dibawah sinar matahari sampai HCN menguap. HCN setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran gastro intestinal masuk ke dalam darah. Ion Cianida (CN-) berikatan dengan Fe heme dan beraksi dengan ferric (oxidasi) dalam mitokondria membentuk cytochrome oxidase di dalam mitokondria, membentuk komplek stabil dan menahan jalur pernafasan. Akibatnya hemoglobin tidak bisa melepas oxygen dalam system transport electron dan terjadi kematian akibat hypoxia seluler.

Beberapa cara mengurangi cyanogenic glycoside yaitu :

Proses pembuatan pati menghilangkan cyanogen.

Pencacahan, dikeringkan atau sebelumnya disimpan lebih dulu dalam keadaan basah bisa mengurangi 2/3 cyanogen dari segar.

8. Non- starch Polysaccharide

Non-starch polysaccharide (NSP) adalah karbohidrat komplek yang terlihat di endosperm dinding sel dari biji cereal. Karbohidrat ini sukar dicerna sehingga lolos dari saluran pencernaan dan mengikat air sehingga viscositas cairan di saluran pencernaan tinggi. Viscositas di saluran pencernaan meningkat menyebabkan transport nutrient menurun dan absorpsi menurun. Kedelai mengandung NSP dalam bentuk oligosaccharide.

Kedelai yang berasal dari berbagai negara mengandung oligosaccharida berbeda-beda. Pengaruh negatif dari NSP yaitu :

Excreta lengket dan kadar air tinggi sehingga menimbulkan masalah litter.

Menurunkan energi tersedia pada burung.

Mempengaruhi mikroflora di saluran pencernaan.

Sumber : http://fapet.ipb.ac.idZATANTINUTRISIPosted on2 September 2010by cintasapi

Selain memperhatikan kandungan gizinya, dalam memilih bahan pakan perlu juga mempertimbangkan kandungan zat antinutrisi (racun) dalam bahan pakan ternak tersebut. Zat-zat antinutrisi yang dapat membahayakan dan mengganggu kesehatan ternak di antaranya adalah asam sianida, asam sitrat, asam oksalat, gosipol, mimosin, coumarin, alfatoksin,alkaloid, dan tannin.

1. Asam sianida (HCN)

Asam sianida umumnya terdapat pada rumput budi daya, misalnya rumput gajah, rumput benggala, rumput setaria, dan rumput brachiaria. Selain itu, asam sianida juga terdapat pada tanaman leguminosa, seperti gamal dan tanaman pangan, misalnya daun singkong. Secara umum keracunan HCN pada ternak tergantung pada kadar HCN dalam pakan ternak, jumlah pakan yang dikonsumsi, dan kondisi ternaknya. Pada kandungan asam sianida yang lebih dari 500 ppm, sudah perlu diwaspadai. Level toksik HCN pada sapi dan kerbau 2,2 mg/kg bobot badan, sedangkan pada kambing dan domba 2,4 mg/kg bobot badan. Cara mengurangi pengaruh negatif HCN terhadap kesehatan ternak adalah dengan menambah unsur sulfur (S) atau vitamin B-12.

2. Asam sitrat

Asam sitrat terdapat pada hampir semua bahan pakan ternak, terutama pada bagian daun tanaman makanan ternak. Pakan ternak yang mengandung asam sitrat 2% sudah membahayakan bagi ternak. Batas toksisitas ternak ruminansia terhadap asam sitrat adalah 1 g NO3/kg bobot badan.

3. Asam oksalat

Asam oksalat banyak dijumpai di dalam tanaman, termasuk tanaman hijauan pakan ternak, terutama bagian daun. Salah satu hijauan pakan ternak yang mengandung asam oksalat tinggi adalah rumputsetariasp.

4. Gosipol

Gosipol umumnya terdapat dalam biji-bijian, seperti biji kapas dan biji kapuk. Selain itu, gosipol juga terdapat pada bagian tanaman, seperti batang, daun, benang sari, dan kulit akar. Racun gosipol dapat dihilangkan dengan jalan ekstraksi (isopropanol).

5. Mimosin

Mimosin terutama terdapat pada daun dan biji lamtoro. Pemberian lamtoro yang banyak dan terus-menerus dalam waktu yang lama dapat menimbulkan keracunan dan gangguan kesehatan pada sapi. Pemberian lamtoro pada ternak ruminansia sebaiknya dicampur dengan rumput atau hijauan lain. Disarankan pemberian lamtoro tidak lebih dari 40% dari total ransum.

6. Coumarin

Coumarin merupakan zat yang rasanya pahit dan terdapat pada tanaman, terutama bagian daun dan batang. Salah satu tanaman pakan ternak yang mengandung coumari adalah gliricidia (gamal). Coumarin dapat menjadi racun bila berubah menjadi hidroksi coumarin atau dicoumarin. Efeknya pada ternak adalah darah sukar membeku sehingga jika terjadi pendarahan dapat mengakibatkan kematian.

7. Alfatoksin

Alfatoksin terutama terdapat pada bungkil kelapa dan singkong. Zat ini dapat menimbulkan keracunan dan menurunkan produktivitas ternak. Keracunan alfatoksin dapat dihindari dengan melakukan penyimpanan pakan yang baik.

8. Alkaloid

Alkaloid merupakan karohidrat dengan sedikit unsur nitrogen. Zat ini umumnya terdapat dalam umbi-umbian. Derajat keracunannya tergantung dari macam alkaloidnya, konsentrasinya, dan ketahanan masing-masing jenis ternak. Keracunan alkaloid dapat dihindarkan dengan cara memasak bahan pakan sebelum diberikan kepada ternak.

9. Tannin

Tanin terdapat pada hijauan pakan ternak, seperti kaliandra, sorghum, umbi, dan kacang-kacangan. Tanin dapat menimbulkan penurunan palatabilitas dan penurunan pencernaan protein. Kadar tanin 0,3% dalam pakan ternak sudah dapat menimbulkan gangguan tersebut.

NUTRISI TERNAK BAB VII MINERAL DAN METABOLISMENYA

Mineral atau elemen anorganik merupakan elemen-elemen atau unsur-unsur kimia selain karbon, hydrogen, oksigen dan nitrogen yang jumlahnya mencapai 95% berat badan, sedangkan seluruh mineral dalam tubuh hanya 4%.Perkembangan penelitian tentang mineral sejalan dengan penelitian nutrient lainnya, yaitu :a. 1842, Chossat meneliti tentang kebutuhan kalsium yang diberikan dalam bentuk grain aditif terhadap pertumbuhan tulang normal pada burung (merpati).b. 1916, Forbes et al, meneliti tentang pemberian dan konsentrasi negatif kalsium, fosfor dan magnesium pada sapi perah selama laktasi.c. 1951. Handsard et al; Kleiber et al ; Smith et al meneliti tentang penggunaan radioaktif isotop dari kalsium dan fosfor terhadap metabolismenya pada sapi dan babi.e. 1859, Lawes dab Gilbert mempublikasikan data tentang komposisi mineral pada perusahaan peternakan sapi, domba dan babi.f. 1920, Bertrand di Perancis dan Mc Hargue di USA menggunakan ransum buatan untuk mempelajari fungsi biologi dari mineral makro dan mikro.g. 1929, Lintzel melakukan percobaan dengan publikasi pertamanya berhubungan dengan metabolisme mineral pada peternakan, yang berjudul Handbuch der Ernahrung und des Stoffwechsels der landw. Nutztiereh. 1920-32, Vernadskii, meneliti tentang hubungan komposisi kimia organisme dan kimiaEarths crust.i. 1938-42, Hevesy dan rekannya mulai menggunakan radioisotop untuk mempelajari tentang metobolisme mineral pada ternak.j. 1946, Dyakov dan Golubentsova mempublikasikan buku pertamanya yanmg berhubungan dengan metabolisme mineral pada ternak.k. 1946-49, Vinogradov menyatakan konsep tentang biogeokimia .l. 1957-64, Koval,skii di Uni Sovyet membuat formulasi konsep hubungan antara ekologi geokimia sebagai cabang geokimia yang berhubungan dengan organisme dan tanah.m. 1959-65, Cuthbertson et al, menyatakan metode faktorial untuk menentukan kebutuhan makroelemen dan penggunaannya di dalam ransum untuk peternakan.Sistem pengklasifikasian mineral untuk mendeteksi dalam tubuh ternak menggunakan salah satu dari kriteria berikut :a. Berdasarkan lokasi pada jaringan atau organ yang spesifikb. Konsentrasinya dalam tubuh organismec. Fungsi pentingnya.Berdasarkan lokasinya mineral diklasifikasikan sebagai berikut :a. Mineral yang lokasinya di dalam jaringan tulang (osteotropic). Termasuk di dalamnya Ca, Mg, Sr, Be, F, Va, Ba, Ti, Ra, lead dan elemen- elemen lainnya.b. Mineral yang lokasinya di dalam retikuloendothelial yaitu : Fe, Copper, Mn. Ag, Chromium, Ni, Co, dan beberapa lanthanides.c. Mineral yang tidak spesifik pada jaringan particular, yaitu Sodium, Pottasium, S, Cl, Li, Ru, Caesium.Selanjutnya berdasarkan berdasarkan jumlahnya mineral diklasifikasikan sebagai berikut :a. Makro elemen Contohnya, Ca, P, K, Na, S, Cl dan Mgb. Mikro elemen comtohnya Fe, Zn, F, Sr, Mo, Cu, Br, Si, Cs. I, Mn, Al Pb, Cd, B, Rb.c. Trace elemen, contohnya, Se, Co, V, Cr, As, Ni,Li, Ba, Ti, Ag, Sn, Be, Ga, Ge, Hg, Sc, Zr, Bi, Sb, U,Th, Rh.Berdasarkan fungsi biologis mineral diklasfikasikan ke dalam tiga kelas yaitu :a. Mineral esensial (biogenic atau elemen biotik).b. Mineral mungkin ensensial (kondisional)c. Mineral yang fungsinya belum diketahui atau tidak diketahui sama sekali.Fungsi fungsi utama dari mineral adalah :a. Berpartisipasi dalam pembentukan jaringanb. Memelihara keseimbangan membran selc. Memelihara homeostatis cairan internald. Mengaktivasi reaksi biokimia melalui aksi dan system enzime. Langsung dan tidak langsung mempengaruhi fungsi dari kelenjar endokrinf. Mempengaruhi simbiotik mikroflora pada saluran pencernaan.Kebutuhan mineral adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri untuk ternak selain untuk hidup pokok dan produksi. Beberapa studi klasik tentang metabolisme mineral telah dilakukan pada kambing sebagai subjek percobaan. Hasil studi ini termasuk dari Fingerling (1911,1913) yang menggunakan Calsium dan Phosphos untuk kambing laktasi. Hartet al(1921 , 1924, 1927) dan Henderson dan Mc Gee melaporkan data metabolisme calsium pada kambing, yang mana berperan penting pada penemuan peranan vitamin D dalam absorbsi dan metabolisme calsiumCalsiumCalsium adalah nutrient kritis yang terdapat dalam formulasi ransum, untuk semua spesies ternak. Walaupun sebagian besar calsium dibentuk oleh tubuh terutama pada rangka, dan elemen penting lainnya seperti jaringan lunak. Defesiensi calsium pada ternak muda akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan, dan dapat mengakibatkan rapuh tulang (rakhitis). Untuk menghasilkan susu yang tinggi kalsium (Macyet al, 1953 ; Parkash dan Jennes, 1968), ransum untuk kambing laktasi membutuhkan kalsium tinggi. Fingerling (1911, 1913) menyatakan bahwa jika kambing tidak memperoleh sejumlah calsium dan phosphor pada makanannya, maka kambing akan mengambil mineral tersebut dari tempat penyimpanannya yang mempengaruhi susu dan komposisi susu yang dihasilkan. Jika defisiensi calsium terjadi selama seminggu, terjadi penurunan susu. Konsumsi kalsium yang tinggi pada kambing akan disimpan dalam tubuh dan produksi susu meningkat. Selain itu dilakukan percobaan mengenai interaksi mineral dengan metabolisme kalsium. Percobaan menggunakanligated intestinal loopsdalam anaestherized kambing dan injeksi calsium radioaktif (Gibbonset al, 1972) menunjukkan bahwa kalsium pada usus halus meningkatkan absorbsi karbohidrat dan oleh rendahnya konsentrasi sodium pada luminal. Calsium diabsorbsi pada duodenum, jejenum dan lebih rendah pada ileum.Pada hewan yang merumput, kondisi calsium sering menjadi problem Kalsium yang rendah pada ransum berperan menurunkan produksi susu. Tingkat kalsium pada ransum juga berperan penting untuk mencegahparturient paresis (milk fever).PhosporPhosphor dibutuhkan antara perkembangan jaringan dan tulang. Defisiensi phosphor akan menghasilkan pertumbuhan yang lambat, penurunan nafsu makan dan ketidakmampuan; sering terjadi pada rendahnya phospor di dalam darah. Fingerling (1911) menunjukkan bahwa kesimpulan umum tentang defisiensi calsium juga mengakibatkan difisiensi phospor. Defisiensi phosphor , saat konsumsi 1/5 dari keadaan normal, produksi susu menurun 60%. Penambahan P2O5dan CaO ke dalam ransum atau pada tingkat 6 g phosphor dan 14 g calsium akan menghasilkan susu 10% pada 2 minggu dan 15-25% pada empat minggu dengan ransum yang mengandung isokalori dan isonitrogenous.Sodium dan ChlorineSodium chloride adalah mineral yang biasanya disediakan oleh hewan. Kebutuhan antara sodium dan chloride, tetapi sodium adalah mineral tidak sedikit diperlukan (Schellner, 1972). Saat makanan yang disediakan bebas untuk dipilih, ternak ruminansia biasanya mengkonsumsi garam sesuai kebutuhannya walaupun tidak terlihat secara nyata. Hewan yang diberikan ransum tidak mengandung garam memperlihatkan penurunan konsumsi ransum dan mengkonsumsi tanah/partikel yang berasarl dari tanah. Jika ternak disediakan ransum yang tidak bebas untuk memilih, maka garam ditambahkan ke dalam ransum. Direkomendasikan tingkat pemberian adalah 0,5% pada ransum yang lengkap atau diberi sebagai suplemen.MagnesiumMagnesium dibutuhkan oleh banyak sistem enzim dan dianggap membantu dalam fungsi sistem jaringan syaraf. Juga diasosiasikan dengan metabolisme calsium dan phospor. Symptom dari defisiensi magnesium antara lain merangsang kalsifikasi jaringan lunak. Sebagai catatan biasanya dihubungkan dengan masalah menimbulkan hypomagnesimia yaitu grass tetany, yang sering terjadi pada hewan yang sedang merumput pada pasture yang subur atau pada winter sereal pada pasture yang kaya N dan Pottasium.PottasiumPottasium juga dibutuhkan relatif dalam jumlah besar biasanya disediakan oleh roughaghe- ransum dasar. Defisiensi marginal akan menghasilkan penurunan konsumsi ransum, pertumbuhan dan produksi susu. Beberapa akibat defisiensi dapat menyebabkan kurus dan miskin muscular tone. Pada domba masa pertumbuhan membutuhkan pottasium 0,5 % dalam ransumnya, pada sapi laktasi 0,8% (Wash, 1966). Pottasium yang biasanya digunakan sebagai suplemen adalah chloride, bicarbonat dan sulfat.SulfurSulfur merupakan komponen dari seluruh protein tubuh dan terutama terdapat lebih tinggi pada kambing tipe woll (hair), mengandung proporsi asam amino yang mengandung sulfur, antara lain methionin dan sistin. Defesiensi marginal menyebabkan miskinnya penampilan hewan dan lebih ekstrim menghasilkan kelebihan saliva, lacrimation dan alopecia tetapi defesiensi tersebut tidak terlihat nyata. Hasil studi dari Wheeler (1973) mengindikasikan potensi rendahnya sulfur pada forage sorghum. Hasil studi yang lain yaitu dari Gartner dan Hurwood (1976) mengindikasikasi bahwa asam tannin yang dikandung oleh tanaman sepertiAcacia aneuramenunjukkan ketidakcukupan ketersediaan sulfur. Direkomendasikan secara normal ratio sulfur nitrogen adalah 1:10. Kebutuhan sulfur antara 0,16 sampai 0,32 % dalam ransum yang mengandung protein 10 sampai 20%. Sulfat antara lain sodium sulfate dan ammonium sulfat merupakan salah satu bentuk sulfur yang tersedia cukup banyak dalam formulasi ransum.IronIron adalah salah satu komponen dari darah yang dibutuhkan untuk mentransportasikan oksigen. Juga dibutuhkan oleh beberapa sistem enzim. Walaupun defesiensi iron jarang terjadi pada hewan yang merumput, tetapi ini dapat terjadi pada ternak muda menyebabkan penyimpanan iron tubuh sedikit pada saat lahir dan iron susu (Jennes, 1980). Para peneliti (Lintzel dan Radeff, 1931) melaporkan bahwa iron pada kambing lebih tinggi dibanding sapi. Ferro sulfat dan ferri sitrat tersedia lebih banyak dibanding ferri oksida sebagai sumber iron dan direkomendasikan untuk formulasi ransum.IodineIodine dibutuhkan untuk pembentukan tiroxin. Indikasi kekurangan iodine pada kelenjar tiroid menjadi besar, kondisi ini disebut gondok (Honeker, 1949). Hasil observasi sebagian besar frekuensinya terjadi pada hewan yang baru lahir khususnya menyebabkan kematian pada anak domba. Kekuranga iodine terjadi secara luas di dunia termasuk di negara bagian Amerika.Copper dan MolybdenumCopper dan molybdenum saling berhubungan satu sama lain dalam metabolisme tubuh hewan (Herniget al, 1974). Tingkat kedua mineral tersebut dapat rendah atau tinggi atau salah satu rendah dan lainnya tinggi. Problem ini biasanya terjadi saat dalam keadaan normal tingkat copper rendah maka molybdenum tinggi. Copper akan diekskresi dan terjadi defisiensi. Kondisi ini dapat dikoreksi dengan terapi copper.ZincKekurangan Zinc mengakibatkan sympton parakeratosis, kekakuan tulang sendi, pengeluaran saliva berlebihan, pembengkakan pada tanduk, kelebihan pertumbuhan, pengecilan testicles dan rendahnya libido (Neatheryet al, 1973). Penurunan konsumsi ransum dan kurangnya berat badan juga terjadi akibat kekurangan zinc pada ransum. Zinc harus disuplai secara terus menerus disebabkan sedikitnya penyimpanan zinc dalam tubuh yang siap digunakan (NRC,1979). Pada te