anti biotik

38
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penemuan antibiotika terjadi secara tidak sengaja ketika Alexander Fleming, pada tahun 1928, lupa membersihkan sediaan bakteri pada cawan petri dan meninggalkannya di rak cuci sepanjang akhir pekan. Pada hari Senin, ketika cawan petri tersebut akan dibersihkan, ia melihat sebagian kapang telah tumbuh di media dan bagian di sekitar kapang 'bersih' dari bakteri yang sebelumnya memenuhi media. Karena tertarik dengan kenyataan ini, ia melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kapang tersebut, yang ternyata adalah Penicillium chrysogenum syn. P. notatum (kapang berwarna biru muda ini mudah ditemukan pada roti yang dibiarkan lembab beberapa hari). Ia lalu mendapat hasil positif dalam pengujian pengaruh ekstrak kapang itu terhadap bakteri koleksinya. Dari ekstrak itu ia diakui menemukan antibiotik alami pertama: penicillin G. Penemuan efek antibakteri dari Penicillium sebelumnya sudah diketahui oleh peneliti-peneliti dari Institut Pasteur di Perancis pada akhir abad ke-19 namun hasilnya tidak diakui oleh lembaganya sendiri dan tidak dipublikasi. Sampai saat ini penelitian mengenai antibiotic masih tetap menarik karena selain pemakaiannya yang cukup luas dalam dunia pengobatan juga karena adanya kemungkinan suatu

Upload: agus-priyono

Post on 31-Jul-2015

97 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Anti Biotik

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Penemuan antibiotika terjadi secara tidak sengaja ketika Alexander Fleming, pada

tahun 1928, lupa membersihkan sediaan bakteri pada cawan petri dan meninggalkannya

di rak cuci sepanjang akhir pekan. Pada hari Senin, ketika cawan petri tersebut akan

dibersihkan, ia melihat sebagian kapang telah tumbuh di media dan bagian di sekitar

kapang 'bersih' dari bakteri yang sebelumnya memenuhi media. Karena tertarik dengan

kenyataan ini, ia melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kapang tersebut, yang

ternyata adalah Penicillium chrysogenum syn. P. notatum (kapang berwarna biru muda

ini mudah ditemukan pada roti yang dibiarkan lembab beberapa hari). Ia lalu mendapat

hasil positif dalam pengujian pengaruh ekstrak kapang itu terhadap bakteri koleksinya.

Dari ekstrak itu ia diakui menemukan antibiotik alami pertama: penicillin G.

Penemuan efek antibakteri dari Penicillium sebelumnya sudah diketahui oleh

peneliti-peneliti dari Institut Pasteur di Perancis pada akhir abad ke-19 namun hasilnya

tidak diakui oleh lembaganya sendiri dan tidak dipublikasi.

Sampai saat ini penelitian mengenai antibiotic masih tetap menarik karena selain

pemakaiannya yang cukup luas dalam dunia pengobatan juga karena adanya

kemungkinan suatu mikroorganisme menjadi resisten/kebal terhadap suatu jenis

antibiotik.

Berbagai usaha terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas

antibiotik meliputi optimasi komposisi kandungan medium, kondisi fermentasi, dan

pencarian mikroorganisme penghasil yang baru. Salah satu cara untuk mendapatkan

mikroorganisme baru adalah fusi frotoplas yang diperkenalkan oleh Hopwood pada tahun

1977.

Perbandingan proses fermentasi antibiotic Streptomyches sp. S-34 dengan duaa

rekombianannya hasil fusi dengan Pseudemonas fluorescens yanf disebut HFSP – I dan

HFSP – 2 yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa proses biosintesis

antibiotic oleh ketiga mikroorganisme tersebut secara umum adalah sama. Kandungan

medium berupa nitrogen dan berbagai kadar glukosa berpengaruh untuk mempercepat

pembentukan dan jumlah antibiotic yang dihasilkan.

Page 2: Anti Biotik

Dinegara yang beriklim tropis seperti Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh

infeksi mikroorganisme merupakan kasus yang banyak sekali terjadi. Oleh sebab itu

penggunaan obat semacam antibiotic menduduki persentase yang tinggi dalam pemakian

obat obatan. Selain digunakan untuk pengobatan, antibiotic juga digunakan untuk

peternakan, pertanian dan hal hal lain terutama yang berhubungan dengan ilmu Biologi.

Melihat kenyataan ini dan mengingat adanya kemungkinan mikroorganisme lama

kelamaan akan resiten/kebal terhadap antibiotic tertentu, maka penelitian untuk

peningkatan dan pengembangan antibiotic sampai saat ini masih tetap menarik.

Dari sekitar 3000 jenis antibiotic yang dikenal, kurang lebih 70% dihasilkan oleh

actinomycetes, terutama oelh genus Streptomyces, 20% dihasilkan oleh jamur dan 10%

dihasilkan oleh bakteri. Selain dipengaruhi oleh factor genetic dari mikroorganisme

produksi antibiotic juga dipengaruhi oleh kondisi fermentasi seperti :pH awal medium,

temperature fermentasi, aerasi, pemilihan biakan, dan yang terpenting komposisi nutrient

dalam medium untuk pertumbuhan sel dan untuk produksi antibiotic.

Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas antibiotic terus

dilakukan, mulai dari optimasi komposisi nutrient dalam medium dan kondisi fermentasi

mikroorganisme penghasil antibiotic tertentu sampai pada mencari mikroorganisme baru

penghasil antibiotic.

Pencarian mikroorganisme baru penghasil antibiotic meliputi isolasi

mikroorganisme baik dari udara maupun tanah dan manipulasi/ mutasi genetic

mikroorganisme penghasil antibiotic yang sudah ada. Cara mutasi factor genetic meliputi

oleh zat zat mutagen tertentu dan mutasi oleh radiasi sinar tertentu seperti sinar ultra

violet (UV), sinar-X, partikel- , sinar , neutron berkecepatan tinggi dan lain lain

(Flash,1975). Termasuk kedalam cara mutasi ini adalah fusi protoplas yang baru

dikembangkan pada tahun 1977 oleh Hopwood (Hopwood,1977)

Dengan penelitian ini diharapkan potensi dan tingkat kemampuan produksi

antibiotic masing masing mikroorganisme asal dan hasil fusi protoplas dapat

dibandingkan, sehingga keuntungan dan kelebihan metoda fusi protoplas dapat

ditunjukkan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menunjang pengembangan

pengetahuan mengenal produksi antibiotic dari mikroorganisme dan dapat menambah

penbendaharaan antibiotic yang bermanfaat.

Page 3: Anti Biotik

I.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah :

1. Bagaimanakah pengaruh medium terhadap mikroorganisme yang akan

dikembangakan dan kedua rekombinannya.terhadap jalannya fermentasi ?

2. Bagaimanakah pengaruh kadar glukosa terhadap mikroorganisme yang akan

dikembangkan dan kedua rekombiinannya terhadap jalannya fermentasi ?

3. Bagaimakah perbandingan hasil antibiotic anatara mikroorganisme

Streptomyces sp.S-34 dengan kedua rekombinannya ?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan proses dan hasil

fermentasi oleh Streptomyces sp. S-34 sebagai mikroorganisme parental dengan

fermentasi oleh dua jenis nikroorganisme rekombinannya, HFSP-1 dan HFSP-2, pada

berbagai jenis dan komposisi medium fermentasi

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat menghasilkan antibiotic yang memiliki

kualitas dan kuantitas yang bagus. Serta dapat meningkatkan potensi kemampuan

produksi antibiotic masing masing mikroorganisme asal dan hasil fusi protoplas dapat

dibandingkan, sehingga keuntungan dan kelebihan metoda fusi protoplas dapat

ditunjukkan. Selain itu, dapat menunjang pengembangan pengetahuan mengenai produksi

antibiotic dari mikroorganisme dan dapat menambah penbendaharaan antibiotic yang

bermanfaat. Antibiotik yang saat ini penggunaanya sudah meluas tidak saja dalam dunia

pengobatan, tetapi juga untuk peternakan dan pengawetan makanan, merupakan hasil

metabolisme sekunder pada beberapa makhluk hidup tersebut.

Page 4: Anti Biotik

BAB II

KONSEP TEORI

II.1. Substrat

Substrat merupakan media pertumbuhan dan pembentukan produk yang sanagt

dibuthkan oleh mikroorganisme. Substart yang dipilih utnuk peneiltian ini adalah

glukosa. Glukosa merupakan gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting

yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan

salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi

Berdasarkan bentuknya, molekul glukosa dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu

molekul D-Glukosa dan L-Glukosa. Faktor yang menjadi penentu dari bentuk glukosa ini

adalah posisi gugus hidrogen (-H) dan alkohol (–OH) dalam struktur molekulnya.

Glukosa yang berada dalam bentuk molekul D & L-Glukosa dapat dimanfaatkan oleh

sistim tumbuh-tumbuhan, sedangkan sistimtubuh manusia hanya dapat memanfaatkan D

Glukosa.

Glukosa terdapat dalam dua enantiomer (isomer cermin), D-glukosa dan L-

glukosa, tapi pada organisme, yang ditemukan hanya isomer D-isomer. Suatu karbohidrat

berbentuk D atau L berkaitan dengan konformasi isomerik pada karbon 5. Jika berada di

kanan proyeksi Fischer, maka bentuk cincinnya adalah enantiomer D, kalau ke kiri, maka

menjadi enantiomer L. Sangat mudah diingat, merujuk pada D untuk "dextro”, yang

merupakan akar bahasa Latin untuk "right" (kanan), sedangkan L untuk "levo" yang

merupakan akar kata "left" (kiri). Struktur cincinnya sendiri dapat terbentuk melalui dua

cara yang berbeda, yang menghasilkan glukosa-α (alfa) jeungt β (beta). Secara struktur,

glukosa-α jeung -β berbeda pada gugus hidroksil yang terikat pada karbon pertama pada

cincinnya. Bentuk α memiliki gugus hidroksil "di bawah" hidrogennya (sebagaimana

molekul ini biasa digambarkan, seperti terlihat pada gambar di atas), sedangkan bentuk β

gugus hidroksilnya berada "di atas" hidrogennya. Dua bentuk ini terbentuk bergantian

sepanjang waktu dalam larutan air, hingga mencapai nisbah stabil α:β 36:64, dalam

proses yang disebut mutarotasi yang dapat dipercepat.

. Glukosa (C6H12O6, berat molekul 180.18) adalah heksosa – monosakarida yang

mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan aldehida (mengandung gugus -

CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk cincin yang disebut "cincin

Page 5: Anti Biotik

piranosa", bentuk paling stabil untuk aldosa berkabon enam. Dalam cincin ini, tiap

karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen kecuali atom kelimanya, yang

terikat pada atom karbon keenam di luar cincin, membentuk suatu gugus CH2OH.

Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih reaktif, yang

proporsinya 0.0026% pada pH 7.

Metabolisme Glukosa. Glukosa mengalami metabolisme proses glikolisis. Tahap

awal metabolisme konversi glukosa menjadi energi di dalam tubuh akan berlangsung

secara anaerobik melalui proses yang dinamakan Glikolisis (Glycolysis). Proses ini

berlangsung dengan mengunakan bantuan 10 jenis enzim yang berfungsi sebagai katalis

di dalam sitoplasma (cytoplasm) yang terdapat pada sel eukaryotik (eukaryotic cells). Inti

dari keseluruhan proses Glikolisis adalah untuk mengkonversi glukosa menjadi produk

akhir berupa piruvat.

Pada proses Glikolisis, 1 molekul glukosa yang memiliki 6 atom karbon pada

rantainya (C6H12O6) akan terpecah menjadi produk akhir berupa 2 molekul piruvat

(pyruvate) yang memiliki 3 atom karbom (C6H12O6).

Proses ini berjalan melalui beberapa tahapan reaksi yang disertai dengan

terbentuknya beberapa senyawa antara seperti Glukosa 6-fosfat dan Fruktosa 6-fosfat.

Selain akan menghasilkan produk akhir berupa molekul piruvat, proses glikolisis ini juga

akan menghasilkan molekul ATP serta molekul NADH (1 NADH3 ATP). Molekul ATP

yang terbentuk ini kemudian akan diekstrak oleh sel-sel tubuh sebagai komponen dasar

sumber energi. Melalui proses glikolisis ini 4 buah molekul ATP & 2 buah molekul

NADH (6 ATP) akan dihasilkan serta pada awal tahapan prosesnya akan mengkonsumsi

2 buah molekul ATP sehingga total 8 buah ATP akan dapat terbentuk.

Proses mtabolisme glukosa, proses respirasi.Tahap metabolisme energi berikutnya

akan berlangsung pada kondisi aerobik dengan mengunakan bantuan oksigen (O2). Bila

oksigen tidak tersedia maka molekul piruvat hasil proses glikolisis akan terkonversi

menjadi asam laktat. Dalam kondisi aerobik, piruvat hasil proses glikolisis akan

teroksidasi menjadi produk akhir berupa H2O dan CO2 di dalam tahapan proses yang

dinamakan respirasi selular (Cellular respiration).

Page 6: Anti Biotik

Proses respirasi selular ini terbagi menjadi 3 tahap utama yaitu produksi Acetyl-

CoA, proses oksidasi Acetyl-CoA dalam siklus asam sitrat (Citric-Acid Cycle) serta Rantai

Transpor Elektron (Electron Transfer Chain/Oxidative Phosphorylation). Tahap kedua

dari proses respirasi selular yaitu Siklus Asam Sitrat merupakan pusat bagi seluruh

aktivitas metabolisme tubuh. Siklus ini tidak hanya digunakan untuk memproses

karbohidrat namun juga digunakan untuk memproses molekul lain seperti protein dan

juga lemak

II.2. Mikroorganisme

Mikroorganisme yang dipakai pada percobaan ini adalah Streptomyces sp.S-34.

Streptomyces sp. S-34 tidak berfragmen. Antena miselium monopodially membentuk

cabang spora bantalan hyhae dengan bentuk kait, loop, buka atau kompak spiral.

Streptomyces sp. S-34 membentuk koloni berbeda dalam bentuk bulat atau ellipsoidal

dengan permukaan mulus dan pinggiran bergelombang. Koloni benar benar tertutup

mycelium atau membentuk garis radial konsentris. Biasanya jenis dominannya bulat,

benar benar tertutup oleh mycelium udara abu abu pucat dengan sedikit tepi

bergelombang. Streptomyces sp. 34 dapat tumbuh di semua media.. Kelimpahan dan

warna miselium antena tergantung pada media komposisi massa udara. Warna bervariasi

dari putih dan pucat blue biru nuansa yang berbeda abu-abu (dari pucat abu-abu ke hijau-

abu-abu).

Warna miselium substrat bervariasi dari pucat abu-abu ke abu-abu gelap

tergantung pada komposisi medium dan usia Hal ini dapat diterima sebagai tidak berbeda

menurut Nonomura. Perubahan pH tidak mempengaruhi warna.

Di sebagian besar media yang digunakan Streptomyces sp. S-34 menghasilkan

pigmen yang larut warna bervariasi dari krem-zaitun (mineral medium, ISP-3 and ISP-5

media), ISP-3 dan ISP-5 media) untuk coklat gelap (ISP-2 media).

Karakteristik Streptomyces sp. S-34

Medium PertumbuhanUsia

(Hari)

Warna Udara

Miselium

Warna Udara

Substrat

Warna larut

Pigmen

ISP-2 Melimpah

7 Putih, abu abu Hijau Cokelat Hijau Cokelat

14 Putih, tikus abu Abu abu gelap Cokelat

21 Tikus abu Cokelat kuning Cokelat

Page 7: Anti Biotik

ISP-3 Melimpah

7 Biru Abu abu gelap --

14 Biru Abu abu gelap Krem-zaitun

21 Hijau-abu Abu abu gelap Krem-zaitun

ISP-4 Melimpah

7 Putih-biru Abu abu --

14 Putih Abu abu gelap --

21 Tikus-abu Pucat kelabu --

ISP-5 Moderat

7 Abu abu violet Abu abu gelap --

14 Abu abu violet Abu abu gelap Krem zaitun

21 Abu violet Abu Violet Krem zaitun

Streptomyces sp. S – 34 menunjukkan kesamaan untuk S. chromofuscus dalam morfologi

dari sporophores (spiral), dari segi ornamen dan pada permukaan berupa spora berduri,

warna abu abu, warna mycelium substrat tanpa warna khas, warna beige-zaitun untuk

kuning pigmen. Dan dengan tidak adanya produksi Lanin pada medium ISP-7. Pada

Streptomyces sp. S – 34 berbeda dengan S. Chromofuscus dari segi pemanfaatan karbon.

Kepekaan Streptomyces sp. S – 34 pada antibiotik berbeda

Antibiotik Zona Steril (mm)

Tetraciclin 22

Streptomisin --

Gentamycin 12

Erythromycin 21

Ampicillin --

Penisilin --

Kloramfenikol --

Pemanfaatan dari Streptomyces sp. S – 34 saat ini sangat banyak dari bidang

pengobatan, peternakan, pertanian dan lain lain. Pada bidang pengobatan Streptomyces

sp. S-34 digunakan sebagai antibiotik, vitamin, enzim dan lain lain. Sedangkan pada

bidang peternakan digunakan sebagai pakan ternak yang memiliki nilai protein yang

besar sehingga bagus untuk ternak. Untuk bidang pertanian, Streptomyces sp. S – 34

berguna untuk menyuburkan tanah.

Page 8: Anti Biotik

II.3. Proses Fermentasi

Selain aktivitas faktor genetik mikroorganisme yang digunakan, kecepatan proses

fermentasi sangat bergantung pada jenis dan konsentrasi substrat/ medium serta kondisi

proses fermentasi. Komposisi medium merupakan hal yang sangat penting karena akan

mempengaruhi hasil metabolisme mikroorganisme. Media merupakan sumber nutrisi

untuk pertumbuhan, sumber energi, pembentukan zat tertentu, dan pembentukan sel.

Senyawa yang harus ada dalam medium adalah sumber karbon dan sumber nitrogen.

Selain sumber karbon dan nitrogen medium ini juga harus megandung garam anorganik,

air, vitamin, dan oksigen terlarut. Kondisi fermentasi meliputi :

a. pH

pH medium akan berpengaruh pada proses pembentukan dan kestabilan antibiotik

yang dihasilkan. Walaupun belum jelas mekanismenya, pada umumnya antibiotik

akan terbentuk pada pH antara 7 dan 8. Sedangkan pada pH yang lebih tinggi dari

harga tersebut, potensi antibiotik yang ada menjadi lebih rendah. Hal ini disebabkan

oelh karena sebagian antibiotik yang sudah terbentuk terurai kembali, karena

terhidrolisis dalam suasana basa. Untuk mengatasi hal ini, biasanya pada medium

ditambahkan CaCO3, yaitu salah satu zat yang dapat mempertahankan kestabilan pH

pada daerah netral samapai sedikit basa. Sedangkan pada pH yang lebih rendah dari

pH yang telah ditetapkan maka pH proses menjadi asam, maka untuk meningkatkan

pH cairan dilakukan dengan penambahan basa sehingga pH cairan sesuai dengan pH

yang telah ditetapkan. Senyawa basa yang ditambahkan dalam proses fermentasi,

biasanya dengan larutan NaOH dengan konsentrasi NaOH 4N.

b. Suhu

Suhu mempengaruhi laju reaksi, namun bila terlalu tinggi untuk pertumbuhan

mikroorganisme maka dapat menyebabkan matinya atau rusaknya mikroorganisme

yang akan difermentasi. Sehingga akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme

tersebut. Bila suhu terlalu rendah akan nmengakibatkan aktivitas mikroorganisme

terhamabt. Oleh karena itu, untuk mengoptimalisasi pertumbuhan mikroorganisme

harus dilkakukan proses pada kondisi suhu optimum. Suhu yang optimum untuk

proses fermentasi ini adalah berkisar antara 30 – 35 0C. Pengendalian suhu dalam

proses fermentasi dapat dilakukan dengan pengaturan suhu fermentasi dilakukan

Page 9: Anti Biotik

dengan mengukur selisih suhu cairan didalam sistem fermentasi dengan suhu

lingkungan.

c. Aerasi dan Agitasi

Aerasi merupakan pemasokan oksigen dalam media cait yang dapat dilakukan dengan

jalan mengalirkan oksigen. Tujuan dari pemasokan oksigen adalah untuk mencegah

terjadinya defisit oksigen selama fermentasi berlangsung.. Agitasi merupakan

penyeragaman distribusi oksigen bebas didalam media cair dilakuakan dengan jalan

pengadukan. Perpindahan oksisgen yang terjadi dalam sistem fermentasi bawah

permukaan melalui beberapa tahap yaitu fasa gas ke fasa cairdan selanjutnya ke sel

mikroorganisme yang terdapat dalam media cair fermentasi. Aerasi dan agitasi sangat

berguna untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut dan mencegah terjadi

akumulasi asam laktat pada medium fermentasi.

Fermentor atau bioreaktor yang digunakan pada penelitian ini adalah Fermentor

Batch(Curah), yang mana proses fermentasi berlangsung secara tertutup tanpa ada

penambahan umpan atau nutrien ke dalam media fermentasi, produk yang dihasilkan

diambil setelah proses fermentasi berakhir.Ukuran fermentor untuk penelitian ini adalah

10 – 500 liter, karena hanya untuk skala penelitian, sedangkan jika untuk skala iondustri

berukuran 500 – 400.000 liter.Fungsi dasar Suatu tempat yang menyediakan lingkungan

yang tepat dan dapat dipantau untuk pertumbuhan dan aktivitas mikrobia atau kultur

campuran tertentu untuk menghasilkan produk yang diinginkan

Fermentor berfungsi menyediakan lingkungan bagi pertumbuhan organisme atau

sel di bawah kondisi terkontrol. Dalam industri fermentasi, fermentor harus

memungkinkan pertumbuhan dan biosintesis paling baik bagi biakan mikroba (yang

bermanfaat bagi industri) dan memberikan kemudahan untuk manipulasi semua operasi

yang berhubungan dengan penggunaan fermentor.

Fermentor harus dilengkapi pengontrol dan pengatur kondisi fermentasi misalnya

kontrol temperatur dengan mengatur pemanas atau pendingin, kontrol pH dengan

menambah asam atau alkali, kontrol agitasi dengan mengatur kecepatan stirrer dan

ukuran impeller, kontrol aerasi dengan mengatur aliran gas dan kecepatan stirrer dan

sebagainya.

Page 10: Anti Biotik

BAB III

METODE PENELITIAN

Bahan bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah :

1. Medium Cair Kentang Glukosa, terdiri dari 200 gram kentang segar, 20 gram

glukosa, dan 1000 ml air.

2. Medium Mc Daniel, terdiri dari 25 gram glukosa, ekstrak susu, 40 gram tepung

kacang kedelai, ekstrak ragi 5 gram, 2,5 gram NaCl dan 1000 ml air.

3. Medium Sintetik Lumb, dengan komposisi sebagi berikut, glukosa, MgSO4,

7H2O, Na-sitrat, glisin, NaCl, CaCl2, 6H2O, KH2PO4, FeSO4, CuSO4, ZnSO4,

Mo(Na-molibdat)

4. Medium Nutrien Broth, terdiri dari 1 gram Beef ekstrak, 2 gram ekstrak ragi, 5

gram pepton, 5 gram NaCl dan 1000 ml air.

5. Medium Tauge Agar, terdiri dari 100 gram tauge, 60 gram dekstosa, 17 gram

agar, dan 1000 ml air.

Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah ketiga jenis mikroorganisme,

yaitu Streptomyces sp. S – 34 , HFSP-1dan HFSP-2 mula mula dibiakkan pada agar

miring PDA dengan menggunakan alat Ose secara aseptis. Biakan ini digunakan sebagai

sediaan.

Inokulasi dilakukan pada berbagai medium yang dipakai untuk fermentasi dengan

cara memasukkan ± 5 ml medium cair yang steril ke dalam sediaan biakan tersebut,

kemudian dikocok hingga diperoleh suspensi yang homogen. Suspensi ini dimasukkan ke

dalam 50 ml medium dalam labu erlemenyer 250 ml. Kocok di atasa alat pengocok

selama satu atau dua malam.

Fermentasi dilakukan dengan cara yang sama, hanya dilakukan dalam labu 500 ml

dengan 200 ml medium dan biakan diambil dari medium inokulasi. Pengocokan

dilakukan terus menerus selama 10 x 24 jam dengan kecepatan 90 rpm.

Pengamatan kurva tumbuh dan jumlah sel dinyatakan dengan kerapatan optik

yang diukur dengan Spectronic – 20 pada panjang gelombang 610 nm. Penguikuran

dilakukan setiap 4 jam sekali pada 32 jam pertama dan kemudian 24 jam sekali sampai

hari ke-10.

Page 11: Anti Biotik

Potensial antibiotik dan pH medium diamati setiap 24 jam sekali selama 10 hari.

Potensi antibiotik ditentukan dnegan metode difusi agar menggunakan kertas cakram dan

diujikan pada Bacillus cereus.

Sama halnya dengan penentuan potensi antibiotik dan pH medium, penentuan

kadar gula pereduksi ini juga dilakukan setiap 24 jam selama 10 hari pada sentrat

medium. Dalam penelitian ini, kadar gula pereduksi ditentukan dengan metode Somogyi-

Nelson.

Selama fermentasi diperlukan tempat yang berisi media bernutrisi untuk

pertumbuhan mikroorganisme, sehingga organisme tersebut dapat berkembang dan

menghasilkan produk yang diinginkan. Di dalam laboratorium, fermentasi antibiotik

dapat dilakukan dengan berbagai cara antira lain:

1. Pada media padat.

Penelitian mikroorganisme penghasil antibiotik biasanya membutuhkan media

padat untuk pertumbuhannya. Misalnya pada waktu skrining, suspensi mikroorganisme

terpilih ditumbuhkan pada media padat, setelah inkubasi dalam waktu cukup, aktivitas

antibiotik yang dihasilkan dapat diuji terhadap berbagai bakteri indikator. Dalam hal

fermentasi antibiotik pada media padat, temperatur dan komposisi media merupakan

faktor yang sangat penting dan menentukan keberhasilan produksi antibiotik. Untuk

mengontrol temperatur supaya konstan dan sesuai dengan yang dikehendaki,

dapamenggunakan inkubator atau alat lain.

2. Pada media cair dengan shaker

Fermentasi antibiotik biasanya menggunakan fermentor untuk pertumbuhan

biakan submerged. Namun jika fermentor tidak tersedia, teknik shake flask dapat dipakai

untuk menggantikannya, tetapi dengan kondisi lebih terbatas dan kontrol parameter

kurang optimum dibandingkan dengan fermentor. Teknik ini biasanya digunakan untuk

berbagai percobaan fermentasi pendahuluan sebelum menggunakan fermentor

sebenarnya. Sebagai con toh, setelah organisme diperoleh sebagai biakan murni, maka

perlu memeriksa karakteristik biokimia atau morfologi mereka dengan menumbuhkannya

pada kondisi biakan submerged. Untuk tujuan tersebut teknik shake flask dapat

digunakan karena sederhana dan dapat memberikan informasi yang hetguna. lnformasi

yang dapat diperoleh dri percobaan dengan teknik ini antara lain, komposisi medium,

Page 12: Anti Biotik

tingkat aerasi, pola pH dan parameter-parameter yang berkaitan dengan pertumbuhan dan

produk yang dihasilkan.

Pengaturan temperatur dapat dilakukan dengan menggunakan inkubator shaker

atau dengan meletakkan shaker pada ruangan yang dikontrol temperaturnya misalnya

dengan menggunakan heater dan termostat untuk mengontrol temperatur yang

diperlukan. Flask dapat menggunakan baffled flask atau plain flask. Pada baffled flask

laju transfer oksigen akan lebih tinggi dan biasanya menyebabkan terjadinya buih.

Agitasi pada shake flask selain memberikan aerasi juga memungkinkan transfer substrat

dan organisme. Pada waktu fermentasi menggunakan shake flask, biasanya akan terjadi

kehilangan air dari medium karena evaporasi. Seperti pernah diamati oleh Solomons

(1969) pada medium biakan 100 ml dalamflask. 1000 ml dengan waktu inkubasi 48 jam

pada temperatur 37°C, agitasi menggunakan reciprocating shaker laju transfer

oksigen ± 55 m MO/jam, maka kehilangan air mencapai 20%. Untuk mengimbangi

kehilangan air ini, ke dalam medium dapat ditambahkan akuades.

Teknik shake flask pertama kali dilakukan oleh Kluyver dan Perquin (1933). Pada

dasarnya ada dua macam mekanisme dari teknik ini yaitu:

a. Reciprocating Shaker

Pada alat ini Variasi dapat dilakukan dengan mengatur panjang stroke.

Keuntungan alat ini, secara mekanis lebih sederhana dibandingkan rotary shaker.

Kecepatannya dapat diatur misalnya 60 120 stroke per menit. Panjang stroke

juga dapat diatur misalnya 4 8 cm. Alat ini paling sesuai digunakan untuk menumbuhkan

organisme uniseluler bakteri dan yeast.

b. Rptary Shaker

Alat ini bergerak dengan arah melingkar. Variasi dapat dilakukan dengan

mengatur panjang radius orbit. Alat ini dianggap sebagai tipe standar karena dapat

digunakan untuk menumbuhkan semua mikroorganisme termasuk sel tanaman dan

hewan. Alat ini selain mempunyai kekuatan senfrifugal juga harus mampu beroperasi

pada kecepatan tinggi. Kecepatan dapat diatur misalnya antara 100-400 rpm dan radius

orbit juga dapat diatur misalnya 1-5 cm.

Page 13: Anti Biotik

3. Pada Media Cair dengan Fermentor

Teknik shake flask dengan rotary shaker atau reciprocating shaker merupakan

cara konvensional dan berguna pada tahap pendahuluan proses fermentasi, penelitian dan

pengembangan dalam laboratorium fermentasi. Namun cara ini akan memberikan

estimasi kondisi fermentasi skala besar yang kurang baik mengenai potensi

mikroorganisme dalam mensintesis produk. Oleh karena itu untuk mendapatkan estimasi

kondisi fermentasi yang ideal perlu menggunakan fermentor volume kecil. Karena

kondisi fermentasi dalarn fermentor kecil ini akan lebih menggambarkan kondisi

fermentasi skala besar yang sebenarnya.

Page 14: Anti Biotik

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1.Pengrauh Unsur Pokok Dalam Medium

Dalam penelitian ini dilakukan fermentasi antibiotik pada 4 jenis medium dengan

kandungan unsur pokok yang berbeda. Keempat jenis tersebut adalah :

1. Kentang glukosa, suatu medium komplek yang penuh dengan karbohidrat

2. Medium Mc Daniels yang merupakan medium komplek yang sangat baik untuk

fermentasi streptomisin oleh Streptomyces griseus. Medium ini padat dengan

kandungan protein nabati.

3. Medium Lumb, yaitu suatu medium sintetik untuk fermentasi streptomisin

4. Nutrien Broth, yaitu suatu medium kompleks dengan kandungan protein hewani

yang besar, tetapi tanpa kandungan gula. Medium ini baik untuk pertumbuhan

Pseudeomonas Fluorescens, induk yang lain dari hasil fusi protoplas.

Dari data pengamatan terhadap potensi antibiotik selama proses fermentasi 10

hari, seperti tercantum pada Tabel 1, ternyata antibiotik hanya terbentuk pada medium

yang mengandung gula saja dan potensi yang terbesar diperoleh dari fermentasi medium

dengan kandungan karbohidrat yang tinggi, yakni kentang glukosa. Hal ini wajar terjadi,

karena hampir seluruh antibiotik yang dihasilkan oleh genus Streptomyces bahkan oleh

kelas Actinomycetes disintesis dari senyawa gula.

Terlihat pula bahwa kandungan nitrogen akan mempengaruhi terbentuknya

antibiotik. Dari sini dapat diketahui bahwa mikroorganisme hasil fusi tidak dapat

memproduksi antibiotik pada medium yang banyak mengandung nitrogen. Hal ini

kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh pada saat regenerasi protoplas, sehingga

menjadi sel yang utuh kembali untuk HFSP-1 dan HFSP-2 ini digunakan medium PDA.

Oleh karena itu, kemungkinan faktor faktor genetik yang tidak sesuai dengan kondisi

pada saat regenerasi tidak dapat terus tumbuh dan berkembang.

Page 15: Anti Biotik

Tabel-1. Potensi Antibiotik Hasil Fermentasi pada Berbagai Jenis Medium

Kentang

Glukosa

Mc Daniels Lumb Nutrien

Broth

S - 34 + r(3) - -

HFSP-1 + - r(4,5) -

HFSP-2 + - r(4,8) -

Keterangan : + = ada antibiotik

- = tidak ada antibiotik

r(x,y) = antibiotik resik pada hari x sampai hari ke–y

Tidak hanya itu, kandungan nitrogen ternyata juga berpengaruh terhadap

kecepatan tumbuh (Gambar 1) dan pada pH medium. Kecepatan tumbuh berhubungan

dengan kecepatan terbentuknya antibiotik, karena seperti kita ketahui bahwa antibiotik

biasanya terbentuk pada masa idiofasa (fasa produksi) yaitu pada saat pertumbuhan

menjadi relatif lebih lambat. Jadi semakin cepat mencapai idiofasa, maka semakin cepat

pula antibiotik terbentu.

Faktor yang mungkin menyebabkan kurang baiknya pertumbuhan pada medium

komplek Mc Daneils adalah ketidakmampuan mikroorganisme itu untuk menguraikan

sumber protein dari tumbuhan, dalam hal ini kacang kedelai.

pH medium akan berpengaruh pada process pembentukan dan kestabilan

antibiotik yang dihasilkan. Walaupun belum jelas mekanismenya, pada umumnya

antibiotik akan terbentuk pada harga pH anatar 7 dan 8. Sedangkan pada pH yang lebih

tinggi dari harga tersebut, potensi antibiotik yang ada menjadi lebih rendah. Hal ini

disebabkan oleh karena sebagaian antibiotik yang sudah terbentuk terurai kembali, karena

terhidrolisis dalam suasana basa. Untuk mengatasi hal ini, biasanya pada medium

ditambahkan CaCO3, yaitu salah satu zat yang dapat mempertahankan kestabilan pH pada

daerah netral sampai sedikit basa.

Page 16: Anti Biotik
Page 17: Anti Biotik
Page 18: Anti Biotik
Page 19: Anti Biotik
Page 20: Anti Biotik

IV.2. Pengaruh Kadar Glukosa

Kadar glukosa dalam medium jelas berpengaruh untuk pembentukan antibiotik

terutama untuk mikroorganisme yang peka terhadap kekurangan dan kelebihan

kandungan glukosa. Untuk Streptomyces sp. S-34 (Gambar 2) yang relatif lebih mampu

menghidrolisis polisakarida, kadar glukosa yang kecil sampai optimum hanya

berpengaruh pada jumlah atau potensi antibiotik yang dihasilkan, tetapi tidak

berpengaruh pada kecepatan pembentukannya.

Sedangkan pada HFSP-1, antibiotik tidak terbentuk pada medium tanpa glukosa

dan hanya sedikit terbentuk pada medium dengan glukosa yang minimum. Hal ini besar

kemungkinan karena HFSP-1, kurang mampu menghidrolisis polisakarida yang ada

dalam medium, sehingga medium kekurangan ”senyawa antara” atau prekursor untuk

biosintesis antibiotik. Demikian pula halnya yang terjadi pada HFSP-2 pada medium

tanpa glukosa dan kadar glukosa minimum.

Page 21: Anti Biotik

Pada medium dengan kadar glukosa yang tinggi, yakni 4%, Streptomyces sp. S-34

dan HFSP-1 sama sekali tidak menghasilkan antibiotik, tetapi HFSP-2 dapat

memproduksinya pada hari ke-6, walaupun hanya sedikit. Fenomena ini terjadi mungkin

disebabkan oleh terlalu rendahnya pH medium pada fermentasi oleh Streptomyces sp. S-

34 dan HFSP-1. Harga pH medium yang demikian rendah tersebut karena pola

metabolisme yang terjadi lebih ”aktif” terhadap karbohidrat atau gula. Ini berbeda dengan

pola metabolisme pada HFSP-2 yang kurang ”aktif”” terhadap karbohidrat.

Mengenai perbedaan pola metabolisme tersebut juga dapat kita interpresentasikan

dari data pH selama proses fermentasi dalam medium sintetik Lumb yang tercantum pada

tabel 2. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa Streptomyces sp. S-34 sangat aktif

terhadap karbohidrat, dalam hal ini glukosa. Mula mula ada dalam medium, sehingga pH

larutan menjadi kecil karena dalam medium banyak tertinggal sisa sisa garam sulfat. Dari

harga pH yang naik sedikit saja, dapat disimpulkan bahwa Streptomyces sp. S-34 kurang

dapat memanfaatkan sumber nitrogen berupa glisin. HFSP-1, walaupun tidak seaktif

Streptomyces sp. S-34 juga memanfaatkan glukosa terlebih dahulu, baru kemudian tanpa

memanfaatkan kation yang ada langsung menguraikan protein yang ada dalam medium,

sehingga pH medium menjadi naik kembali dengan cepat. Pada HFSP-2 tidak begitu

memanfaatkan glukosa, tetapi langsung memanfaatkan protein.pH medium tidak ekstrim

sehingga bisa memungkinkan sintesis antibiotik

Tabel 2. pH Medium Lumb Selama Proses Fermentasi

Hari S – 34 HFSP-1 HFSP-2

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

7,0

3,4

3,7

3,8

3,7

3,9

3,95

4,05

4,05

4,05

4,4

5,8

8,0

8,45

8,7

9,0

9,05

9,15

9,10

9,15

6,3

6,3

6,4

6,45

6,15

7,85

8,65

8,7

8,75

8,7

Page 22: Anti Biotik

IV.3. Jalannya Proses Fermentasi

Untuk mengetahui jalannya proses fermentasi, maka dilakukan pengamatan

terhadap gula pereduksi, pH dan kerapatan optik selama proses fermentasi pada medium

kentang glukosa 2%. Ternyata ketiga mikroorganisme menunjukkan proses yang hampir

sama dalam fermentasinya. Secara garis besar proses fermentasi berjalan sebagai berikut

(Gambar 3)

Page 23: Anti Biotik
Page 24: Anti Biotik
Page 25: Anti Biotik

Mula mula jumlah sel meningkat terus seiring denagn menurunnya kadar gula

pereduksi, pH medium turun dan antibiotik mulai terbentuk. Menurunnya kadar gula

pereduksi berbeda beda bergantung pada jenis mikroorgansimenya. HFSP-1dan HFSP-2

memakai glukosa dengan jumlah yang hampir sama untuk pertumbuhannya, sedangkan

pada Streptomyces sp. S-34 kadar gula pereduksi masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan

karena Streptomyces sp.S-34 sudah mampu menghidrolisis karbohidrat dari medium.

Selanjutnya jumlah sel mencapai maksimum, antibiotik juga terbentuk, sehingga

mencapai harga maskimum, pH larutan mulai meningkat, dan kadar gula pereduksi

berfluktasi karena selain dipakai untuk sintesis antibiotik dan sumber energi juga ada

pemasukan gula pereduksi sebagai hasil hidrolisis karbohidrat.

Tahap akhir adalah saat jumlah sel mulai menurun karena kandungan nutrien

medium sudah habis, potensi antibiotik sedikit berkurang karena terhidrolisis pada pH

tinggi, pH larutan semakin meningkat karena adanya tambahan nitrogen terlarut dari sel

yang mati dan kadar gula pereduksi meningkat lagi karena hasil hidrolisis karbohidrat

baik oleh mikroorganisme secara enzimatik maupun yang terhidrolisis karena suasana

larutan basa tidak banyak terpakai lagi. Penutrunan jumlah sel pada HFSP-2 yang sanagt

cepat menunjukkan bahwa mikroorganisme tersebut ”kurang menyukai” karbohidrat.

Page 26: Anti Biotik

BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil hsail yang didapat dalam penelitian ini, maka dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses fementasi antibiotik oleh ketiga jenis mikroorganisme yang diteliti

berlangsung dengan baik pada medium dengan kandungan karbohidrat yang

besar dan kurang baik pada medium dengan kandungan nitrogen yang besar.

2. Glukosa merupakan senyawa anatar atau prekursor untuk biosintesis antibiotik

oleh ketiga jenis mikroorganisme tesebut dan kadar glukosa berpengaruh

terhadap jumlah antibiotik yang dihasilkan

3. Secara umum proses biosintesis antibiotik oleh ketiga jenis mikroorganisme

tersebut adalah sama tanpa memperhatikan kondisi optimum untuk fasa

pertumbuhan dan fasa produksi oleh masing masing mikroorganisme, ternyata

Streptomyces sp. S-34 mampu menghasilkan antibiotik dengan potensi yang

lebih besar dari kedua rekombinan.