antara idealisme dan elektabilitas

22
Antara Idealisme dan Elektabilitas (Bayyanat untuk Jama'ah Tarbiyah UGM Part 1) January 12, 2014 at 8:28pm Ada dua hal yang ingin aku tekankan pada tulisanku kali ini; Di part 1 akan diuraikan sikap dan pandanganku terhadap Jama'ah tarbiyah kampus dan PKS. Di part 2 klarifikasi tentang dinamika musyawarah akbar partai bunderan dan pemira tahun 2013. Tulisan ini sebagai sebuah bayyanat terhadap berbagai macam prasangka yang berkembang pasca peristiwa musyawarah tersebut. Semoga dengan tulisan ini kita saling mengukuhkan kembali ber- ‘wa tawaashobil haqq’ dan ‘wa tawaa shoubi shobr’. Izinkan Kami Menegakkan sebuah Prinsip! Ketika gerakan mahasiswa dilumpuhkan dengan pragmatisme dan transaksional politik yang telah terjadi, siapakah yang menjadi tangkup perubahannya?. Jujur saja, perihal inilah yang telah menyandera kekuatan mahasiswa saat ini. Kalimat diatas-lah yang sekiranya selalu ‘terngiang-ngiang’ dalam diri ini. Kalau memang ingin menjadi kaya raya secara instan, cukuplah kita menjadi manusia tanpa idealisme yang mengejar jabatan di berbagai macam gerakan mahasiswa maupun Serikat Pekerja lalu menjual gerakan tersebut pada penguasa, pengusaha, broker politik, atau pun mafia proyek, mungkin kita akan kaya raya dengan seketika. Mengapa? karena gerakan-gerakan tersebut memiliki eskalasi massa yang begitu banyak. Atas dasar instruksi, mereka bisa merubah massa yang tadinya ‘melawan’, bisa jadi ‘terdiam’ ataupun ‘mengubah isu’ sesuai dengan keinginan pihak yang membayarnya. Sejarah selalu berulang, kematian gerakan mahasiswa di zaman Orde Baru maupun Orde Lama pun banyak yang tersandra dengan sikap yang seperti ini. Buat sebagian orang, aksi massa bisa dibuat pesanan dan tergantung mengambil paket yang harganya berapa. Disinilah mahasiswa ‘yang rindu akan eksistensi ekonomi-politik’ melalui kekuasaan mulai bermunculan dimana-mana. Betapa tanpa adanya sikap independensi yang teguh, tidak adanya kontrol sosial yang ketat dalam pergerakan, maka yang terjadi adalah gerakan kita akan ‘mudah diperjual belikan’ oleh sebagian pihak. Cukuplah kiranya sejarah negeri ini menjadi pelajaran yang berarti betapa ‘aktivis mahasiswa’ pernah menjadi lumpuh ketika idealisme telah hilang diantara mereka. Dalam orasi ia berkata ‘kita harus…’ namun dibalik itu semua, secara sadar ia melanggarnya. Untuk apa berpandai-pandai mengasah retorika jika ujung-ujungnya tidak komitmen terhadap pernyataan kita sendiri. Antara Aktivis Dakwah Kampus dan PKS Izinkan aku berpikir tentang semua ini. Bukan berarti aku anti-pati terhadap politik praktis, melainkan ada waktunya yang tepat dimana kita harus berpolitik praktis, dan adanya waktu dimana kita harus menanam idealisme diri. Dinatara kami mungkin ada yang bertanya,

Upload: wawan-listyawan

Post on 26-Nov-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Antara Idealisme dan Elektabilitas (Bayyanat untuk Jama'ah Tarbiyah UGM Part 1)

    January 12, 2014 at 8:28pm

    Ada dua hal yang ingin aku tekankan pada tulisanku kali ini; Di part 1 akan diuraikan sikap

    dan pandanganku terhadap Jama'ah tarbiyah kampus dan PKS. Di part 2 klarifikasi tentang

    dinamika musyawarah akbar partai bunderan dan pemira tahun 2013. Tulisan ini sebagai sebuah

    bayyanat terhadap berbagai macam prasangka yang berkembang pasca peristiwa musyawarah

    tersebut. Semoga dengan tulisan ini kita saling mengukuhkan kembali ber- wa tawaashobil haqq

    dan wa tawaa shoubi shobr.

    Izinkan Kami Menegakkan sebuah Prinsip!

    Ketika gerakan mahasiswa dilumpuhkan dengan pragmatisme dan transaksional politik

    yang telah terjadi, siapakah yang menjadi tangkup perubahannya?. Jujur saja, perihal inilah yang

    telah menyandera kekuatan mahasiswa saat ini.

    Kalimat diatas-lah yang sekiranya selalu terngiang-ngiang dalam diri ini. Kalau memang

    ingin menjadi kaya raya secara instan, cukuplah kita menjadi manusia tanpa idealisme yang

    mengejar jabatan di berbagai macam gerakan mahasiswa maupun Serikat Pekerja lalu menjual

    gerakan tersebut pada penguasa, pengusaha, broker politik, atau pun mafia proyek, mungkin kita

    akan kaya raya dengan seketika. Mengapa? karena gerakan-gerakan tersebut memiliki eskalasi

    massa yang begitu banyak. Atas dasar instruksi, mereka bisa merubah massa yang tadinya

    melawan, bisa jadi terdiam ataupun mengubah isu sesuai dengan keinginan pihak yang

    membayarnya. Sejarah selalu berulang, kematian gerakan mahasiswa di zaman Orde Baru

    maupun Orde Lama pun banyak yang tersandra dengan sikap yang seperti ini. Buat sebagian

    orang, aksi massa bisa dibuat pesanan dan tergantung mengambil paket yang harganya berapa.

    Disinilah mahasiswa yang rindu akan eksistensi ekonomi-politik melalui kekuasaan mulai

    bermunculan dimana-mana. Betapa tanpa adanya sikap independensi yang teguh, tidak adanya

    kontrol sosial yang ketat dalam pergerakan, maka yang terjadi adalah gerakan kita akan mudah

    diperjual belikan oleh sebagian pihak. Cukuplah kiranya sejarah negeri ini menjadi pelajaran

    yang berarti betapa aktivis mahasiswa pernah menjadi lumpuh ketika idealisme telah hilang

    diantara mereka. Dalam orasi ia berkata kita harus namun dibalik itu semua, secara sadar ia

    melanggarnya. Untuk apa berpandai-pandai mengasah retorika jika ujung-ujungnya tidak

    komitmen terhadap pernyataan kita sendiri.

    Antara Aktivis Dakwah Kampus dan PKS

    Izinkan aku berpikir tentang semua ini. Bukan berarti aku anti-pati terhadap politik praktis,

    melainkan ada waktunya yang tepat dimana kita harus berpolitik praktis, dan adanya waktu

    dimana kita harus menanam idealisme diri. Dinatara kami mungkin ada yang bertanya,

  • bagaimana hubungan anda selaku bagian dari Jamaah tarbiyah dengan PKS? Maka dengan

    tegas akan aku jawab; ketika kalian ingin menjawab antara syari dan tidak syari, maka saya

    katakan bahwa alasan berpolitik PKS adalah syari. Bahkan, cara PKS membangun basis

    kekuatan politik ditubuh mahasiswa pun juga termasuk dalam kategori syari. Mungkin kita akan

    bertanya-tanya, apakah dengan begitu kita harus menjadi agen politik PKS dikampus, atau

    menginfiltrasikan agenda politik 2014 PKS kedalam agenda setting gerakan mahasiswa hari ini

    karena sudah sesuai dengan syariat? Maka yang harus aku jawab selanjutnya adalah; benar,

    tapi tidak tepat.

    Berbicara tentang masuknya agenda politik PKS kedalam aktivisme kampus bukan hanya

    berbicara tentang syari atau tidak syari, melainkan juga kita sedang berbicara tentang konsisten

    atau tidak konsisten, tepat atau tidak tepat.

    Selama ini kita terlampau sering berbicara tentang Gerakan Mahasiswa harus

    independen, Gerakan Mahasiswa harus menjauh dari setting agenda politik praktis itulah

    wacana yang berkembang ketika kita berlembaga di gerakan mahasiswa. Bagiku, perihal

    tersebut adalah benar adanya. Fasilitas intelegensia maupun dinamika politik kampus adalah

    medium pembelajaran kita untuk mempelajari dan mencari solusi berbagai macam persoalan

    negeri ini. Kemandirian dalam bersikap maupun dalam berpijak menjadi penting agar kita tidak

    bergantung kepada siapa pun, ketika suatu hari nanti diantara kita memimpin negeri ini. Ketika ia

    salah, ia adalah suatu hal yang wajar. Karena dengan kesalahan itulah akhirnya kita belajar

    tentang bagaimana cara menyelesaikan suatu permasalahan dengan benar.

    Bimbingan adalah cara kita berguru dan berkonsultasi untuk menyelesaikan permasalahan,

    namun yang menelurkan ide dan yang bertindak untuk menyelesaikannya adalah kita sendiri. Hal

    ini tentunya berbeda dengan intervensi, dimana ide sudah terbentuk oleh pihak tertentu, tugas

    kita hanyalah tinggal menjalankannya.

    Yang terjadi saat ini adalah, sebagaian aktivis tarbiyah kampus terkesan terlalu mudah

    mengalami intervensi dan skenario politik yang dilakukan oleh elite atas nama partai dan

    jamaah terhadap sebagian aktivis tarbiyah kampus itu sendiri. Secara kuantitas dan

    pergumulan massa pemilih, mungkin ia sangat menguntungkan elektabilitas PKS, namun secara

    pembentukan kualitas kader, sikap intervensionis yang terlalu sering seperti ini justru terjadi

    pengeroposan terhadap kualitas kader di masa depan itu sendiri. Karena pasalnya kekuatan-

    kekuatan kader sebagai determinan sangat sedikit diberikan ruang dalam pembelajaran

    pengambilan sebuah keputusan, karena sifat sakralitas ketergantungan kader terhadap

    elite jamaah, seakan telah melumpuhkan pengembangan potensi kader untuk terlibat aktif dan

    mempelajari lebih jauh tentang pengambilan sebuah keputusan yang bersifat strategis. Jika ini

    yang terjadi, maka kita akan sulit untuk mempelajari negeri ini dalam menjawab tantangan-

    tantangan masa depan dan selalu menunggu menengadahkan keputusan. Hal ini juga

    diperkuat dari prilaku kita dalam berlembaga yang masih cenderung telat dalam menanggapi

    seuatu permasalahan dan cenderung mempertahankan cara-cara lama yang seharusnya mulai

    melakukan transformasi karena dinamika realita yang ada. Atau dengan kata lain, saat ini kita

    baru hanya menjadi kader, namun belum diarahkan seutuhnya untuk menjadi agen dimasa

    mendatang.

    Maksudku adalah; jika kita berpikir jangka panjang tentang kualitas Jamaah dimasa

    depan, prilaku intervensi politik PKS terhadap kadernya di kampus hari ini adalah boomerang

    bagi Jamaah itu sendiri. Bahkan yang terjadi saat ini adalah; syndrom memenangkan

  • kekuasaaan dan cara bersiasat politik praktis di tingkat kampus seakan jauh lebih bernilai

    harganya ketimbang menekankan setiap kader untuk menjadi bagian dari intelektual muslim

    yang mampu menghasilkan karya perjuangan yang sesungguhnya.[1] Untuk menjadi itu semua

    butuh pengorbanan waktu yang panjang untuk membaca, butuh banyaknya menuntut ilmu dan

    pengabdian terhadap umat dalam menjawab tantangan-tantangan umat dihadapannya. Perihal

    inilah yang jauh lebih penting untuk dikedepankan lebih jauh.

    Maka yang harus dilakukan oleh Jamaah adalah memandirikan kadernya ditingkat

    kampus secara independen dalam rangka menajamkan idealisme dan pengembangan potensi

    diri yang lebih matang untuk dipersiapkan menjawab berbagai macam tantangan dan

    menciptakan karya yang bermanfaat dimasa depan.

    Biarkan kader Jamaah tarbiyah dikampus hari ini benar-benar independen dari intervensi

    politik PKS dan benar-benar memegang ruh perjuangannya yang menolak politik praktis masuk

    kampus. Perihal tersebut sebagai sebuah pelajaran. Karena dengan begitulah, kita menjaga

    konsistensi untuk menjadikan kampus sebagai tempat yang steril untuk pembelajaran dan lebih

    mengedepankan nilai-nilai pengabdian dan perjuangan rakyat ketimbang pengakumulasian

    elektoral. Bahkan, seharusnya kader Jamaah tarbiyah kampus berfungsi menjadi social

    control terhadap partai politik apa pun, sebagai sebuah bukti tanda penyemaian idealisme itu

    sendiri.

    Dengan begitulah, setidaknya kedepan Jamaah tarbiyah mampu melahirkan kader-kader

    tangguh yang paradigma berpikirnya sejak awal sudah terbiasa dengan mengedepankan risalah

    perjuangan, mereka yang mengenal permasalahan masyarakat dan menjadi kader-kader yang

    lebih mementingkan kepentingan umat ketimbang hanya memikirkan kepentingan golongan,

    terlebih lagi hanya memikirkan demi kepentingan dirinya ansich. Sehingga, ketika pasca kampus

    mereka menjadi orang-orang yang militan, tangguh, dan kuat untuk selalu berorientasi

    kebermanfaatan bagi orang banyak. Mereka menjadi politisi ataupun menjadi ahli di bidang apa

    pun, adalah mereka yang matang dan mengetahui apa yang selama ini menjadi penderitaan

    masyarakat. Sehingga ruh perjuangan itu hidup, tidak hanya dengan berorientasi pada

    pergumulan elektabilitas semata.

    Cara Kita Memaknai al-jamaah hiya al-hizb

    Mungkin, yang akan menjadi permasalahan selanjutnya adalah ketika kita bertemu pada

    sebuah adagium al-jamaah hiya al-hizb, wa al-hizb huwa al-jamaah atau dengan kata lain;

    ketika kita menjadi bagian dari Jamaah tarbiyah, maka sudah sejatinya kita menjadi kader

    partai. Pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa adagium seperti itu muncul? Maka yang harus

    kita pelajari selanjutnya adalah konteks sejarah sebelum memasuki masa reformasi. Arif

    Munandar menyatakan; memasuki tahun 1997, dalam rencana awal Jamaah Tarbiyah

    mencetuskan bahwa mereka akan memasukki mihwar muasasi dengan terjunnya ke dalam

    politik parlementer sebagai bentuk perjuangan Islahul Hukumah (perbaikan Pemerintahan) pada

    tahun 2010. Karena itu rencana tersebut dinamakan Visi 2010.

    Namun kemudian terjadilah Reformasi 1998 yang melengserkan Soeharto dan rezim Orde

    Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun, dan membuka peluang mendirikan partai politik

    dengan azas yang beragam, termasuk azas Islam. Dengan diambilnya keputusan mendirikan

    Partai Keadilan tahun 1998, artinya mihwar muassasi mengalami percepatan 12 tahun, dari

    semula dicanangkan akan memasuki mihwar tersebut pada tahun 2010.

  • Ketika mengalami percepatan selama 12 tahun itulah, maka timbul sebuah konsekuensi

    logis dimana Jamaah tarbiyah bukan hanya berbicara tentang percepatan memasuki ranah

    politik, melainkan juga memperhitungkan kekuatan massa pemilih dalam membangun

    elektabilitas. Pada tahun 1998 Arif Munandar mengambarkan; ketika pertama kali terjun ke politik

    pada tahun 1998 jumlah kader Jamaah Tarbiyah mencapai 33 ribu orang, 3 ribu di antaranya

    adalah Anggota Inti. Dari jumlah 33 ribu orang, maka Jamaah tarbiyah harus berfikir strategis

    tentang bagaimana dari jumlah kader yang masih puluhan ribu ini mampu mempengaruhi ratusan

    juta penduduk Indonesia untuk memilih PK (sebelum menjadi PKS) pada masa itu?

    Disinilah letaknya, kemunculan adagium tersebut harus dipahami bahwa al-jamaah hiya

    al-hizb wa al- hizb huwa al-jamaah adalah sebuah strategi yang dipilih pada masa itu.

    Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sapto Waluyo dalam Kebangkitan Politik Dakwah: Konsep

    dan Praktik Politik Partai Keadilan Sejahtera dimasa Transisi pun juga mengafirmasi bahwa kala

    itu ijtihad menyatukan Jamaah dengan partai sebagai satu kesatuan identitas adalah sebuah

    ijtihad politik yang menekankan bahwa setiap identitas status kader sebagai jamaah yang

    bekerja diberbagai bidang seperti; pendidikan, pekerja sosial, dll juga harus menjadi simbol bagi

    identitas partai yang mampu menggait pemilih. Dengan kata lain, setiap individu

    dalam Jamaah dari berbagai kalangan juga harus dituntut bertumpu menjadi bagian dari pegiat

    partai politik karena jumlah massa yang masih minim.

    Oleh karena itu, sebagaimana penafsiran terhadap adagium tersebut dapat dipahami

    bahwa; al-jamaah hiya al-hizb wa al- hizb huwa al-jamaah bukanlah suatu hal yang

    bersifat tsawabit atau-pun mutlak. Melainkan harus dimaknai sebagai sebuah strategi dalam

    berpolitik, yang dalam pemaknaan asas-nya tetap harus dibedakan diantara keduanya dengan

    sebuah pemahaman bahwa partai adalah wajihah yang bersifat mutaghoyyirot tidaklah sama

    pemaknaannya dengan jamaah yang bersifat tsawabit. Penyatuan diantara keduanya bukanlah

    suatu hal yang permanen dan diantara keduanya tidak berada dalam posisi

    yang equal, melainkan jamaah harus dimaknai berada di atas partai itu sendiri. Dengan

    begitu, jamaah dapat berfungsi sebagai social control dan checks and balances terhadap kinerja

    partai serta memberikan ruang bagi setiap kader untuk mengkritisi kinerja partai itu sendiri.

    Perihal tersebut dapat diperkuat dengan prosentase Jamaah itu sendiri. Arif Munandar

    menyatakan; pada tahun 2004, jumlah kader Jamaah Tarbiyah mengalami pertumbuhan

    mencapai 400 ribu orang. Dalam Sensus tahun 2009, jumlah kader Jamaah Tarbiyah

    membengkak menjadi lebih dari 800 ribu orang. Itu artinya, kalkulasi pertumbuhan setiap tahun

    terhitung dari tahun 1998 mencapai 2009 saja mencapai 70 ribu kader pertahun.

    Itu artinya, dengan pertumbuhan jumlah kader yang mengalami peningkatan dari tahun-

    ketahun adagium pun seharusnya bisa berganti menjadi Al-hizbu mina Al- Jamaah atau partai

    adalah bagian dari Jamaah. Atau sekali pun kader belum siap untuk merubah adagium tersebut,

    setidaknya dengan kalkulasi jumlah kader yang mencapai ratusan ribu kader tersebut bisa

    diorientasikan bukan hanya diprioritaskan sebagai identitas politik yang selama ini dipergulirkan

    untuk memprioritaskan kemenangan politik, melainkan juga memprioritaskan identitas

    profesional yang diarahkan untuk menjadi ahli di bidangnya masing-masing, seperti; ahli agama,

    ahli ekonomi, ahli sosial, ahli kedokteran yang semestinya di arahkan dan prioritaskan secara

    terorganisir dan mengalami penekanan olehjamaah terhadap kadernya sendiri.

    Dari perihal inilah, sekiranya Jamaah terutama jamaah kampus bisa memahami

    profesionalisme dan kemandirian yang harus dikedepankan oleh setiap kadernya. Ada batasan-

  • batasan tertentu dimana Jamaah tidak selamanya menuntut kita untuk menjadi bagian dari dari

    partai dan menjadi bagian dari seorang pembelajar. Semoga dengan cara berpikir yang seperti

    inilah, kedepan Jamaah tarbiyah mampu menjadi taring peradaban baru untuk kehidupan agama

    dan Indonesia yang lebih baik.

    Wallahu Alam Bii Showaab..

    [1] Perihal ini juga dapat dihitung dari sejauhmana kedekatan aktivis dakwah hari ini

    terhadap kegiatan belajar dan belajar yang sesungguhnya. Suatu hari, pada kajian Manhaj yang

    disampaikan oleh ustadz Deden di Masjid Marldhiyyah, beliau bertanya kepada para kader

    tarbiyah kampus yang sedang mengikuti kajian tersebut. Siapa diantara kalian yang sudah

    selesai khatam membaca Sirah Nabawiyah siapa pun penulisnya? Silahkan tunjuk tangan Dari

    sekian banyak kader tarbiyah yang hadir dalam kajian tersebut baik ikhwan maupun akhwat,

    hanya ada dua orang yang sudah mengkahtamkan Sirah Nabawiyah. Satu orang ikhwan dan

    satu orang akhwat. Selanjutnya, ustadz Deden bertanya kembali, siapa yang sudah membaca

    buku biografi tokoh apa pun hingga khatam siapa pun tokohnya? dan yang mengacungkan bukti

    tanda selesainya membaca biografi tokoh itu pun hanya ada dua orang, satu ikhwan dan satu

    akhwat. Bagi saya, sangat disayangkan jika hari ini aktivis dakwah kampus mulai menjauhkan

    tradisi membaca. Karena menurut saya, membaca sirah nabawiyah dan biografi tokoh adalah

    tuntutan membaca yang sangat mendasar. Perihal ini sudah semestinya harus ditekankan

    kembali oleh sebagian aktifis.

    Antara Kita dan Mereka.. (Bayyanat untuk Jama'ah Tabiyah UGM Part 1 Bagian 2)

    January 16, 2014 at 2:06am

    "Hampir tiba suatu masa dimana berbagai bangsa/kelompok mengeroyok kamu, bagaikan

    orang-orang yang kelaparan mengerumuni hidangan mereka." Seorang sahabat bertanya:

    "Apakah karena jumlah kami yang sedikit pada hari itu?" Nabi SAW menjawab: "(Tidak) Bahkan

    jumlah kamu pada hari itu sangat banyak (mayoritas), tetapi (kualitas) kamu adalah buih, laksana

    buih di waktu banjir, dan Allah mencabut rasa gentar terhadap kamu dari hati musuh-musuh

    kamu, dan Allah akan menanamkan penyakit "al wahnu". Seorang bertanya, "Apakah al wahnu

    itu Ya Rasulallah?" Rasulullah menjawab: "Cinta dunia dan takut mati." (HR Abu Dawud)[1]

    Mengapa Jama'ah Tarbiyah Harus Diketahui Publik?

    Mungkin sebagian orang akan bertanya-tanya tentang apa yang aku tulis di part-1

    beberapa hari lalu. Dan hari ini, aku menuliskannya kembali untuk melanjutkan permabahasan

    part-1 itu sendiri. Pertanyaannya adalah; mengapa bayyanat tersebut harus dipublish ke

    publik? Bukankah perihal tersebut tidaklah ahsan?

    Jika berbicara tentang ahsan, mungkin ada benarnya tulisan ini tidak tepat ketika di publish

    ditempat umum. Tapi yakinlah, bahwasanya tulisan ini dipublish lantaran kecintaan diri ini

    terhadap jamaah tarbiyah itu sendiri. Ada dua hal yang sekiranya melatar belakangi mengapa

    tulisan seperti ini harus dipublish; (1) Jamaah tarbiyah dilihat sebagai ideologi dan

    ilmu. Kuntowijoyo dalam bukunya yang berjudul Muslim tanpa Masjid menekankan; ideologi

    memiliki watak yang bersifat tertutup, final, dan normatif. Meski pun begitu, ideologi memiliki

  • tujuan untuk melakukan rekonstruksi sosial. Dalam hal ini, Kuntowijoyo menekankan; ideologi

    cenderung baku dan cenderung tidak berkembang. Penyimpangan dari pembakuan terhadap

    ideologi akan disebut revisionis. Sedangkan ilmu adalah suatu hal yang bersifat terbuka, artinya

    adalah; ilmu bukan hanya sebatas berdasarkan kreativitas-intuitif-teologis (selayaknya ideologi),

    melainkan ilmu juga berkaitan dengan suatu hal yang dapat dikaji dan ditelusuri kebenarannya.

    Dalam ideologi, fakta yang diolah secara normatif adalah suatu hal yang bersifat individual.

    Sedangkan dalam ilmu, fakta yang berkembang ditengah masyarakat adalah fakta sosial.

    Hal ini sepadan dengan Islam yang bukan hanya dilihat sebagai ideologi, melainkan juga

    dilihat sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. Fahmi Hamid Zarkasyi dalam bukunya yang

    berjudul Peradaban Islam: Makna dan Strategi Pembangunannya menekankan bahwa; Islam

    adalah agama yang sarat dengan ajaran mengembangkan ilmu pengetahuan, sebagaimana

    tergambar dalam 3 periode penurunan wahyu. Ajaran tentang ilmu pengetahuan dalam Islam

    merupakan konsep-konsep seminal yang kemudian dipahami, ditafsirkan, dan dikembangkan

    kedalam berbagai bidang kehidupan yang berakumulasi pada pembentukan peradaban yang

    kokoh.

    Maksudnya adalah; Islam bukan hanya dilihat sebagai ideologi, melainkan juga Islam

    dilihat sebagai ilmu pengetahuan. Perihal ini juga sama dengan cara pandang kita terhadap

    Jamaah tarbiyah itu sendiri bahwa Jamaah tarbiyah bukan hanya dipandang sebagai ideologi

    melainkan juga sebagai ilmu pengetahuan. Ketika berbicara tentang ilmu pengetahuan,

    berbagaimacam dinamika yang berkembang dan terjadi dalam perjalanan jamaah tarbiyah

    sebagaimana yang dibahas dalam part 1- adalah bagian dari fakta sosial yang dapat dikaji

    secara sosiologis sebagai sebuah bagian dari khazanah pengembangan ilmu pengetahuan itu

    sendiri. Pengembangan khazanah ilmu pengetahuan menjadi penting agar kita mengetahui

    tentang berbagai macam solusi yang harus ditempuh atau mengetahui dimana letak

    permasalahan yang seharusnya diperbaiki di tubuh jamaah tarbiyah itu sendiri baik melalui

    pendekatan secara epistimologis maupun secara aksiologis.

    (2) Fakta sosial Jamaah Tarbiyah sebagai sebuah informasi kolektif. Fakta sosial yang

    berkembang dalam dinamika perjalanan Jamaah tarbiyah menjadi penting untuk dijadikan

    informasi kolektif yang diketahui baik oleh setiap kader maupun publik- dalam rangka

    menjadikannya sebagai sebuah khazanah ilmu pengetahuan. Perihal ini menjadi penting sebab

    dalam Islam, pengetahuan dalam Islam bukan hanya diperuntukkan bagi umat muslim,

    melainkan juga bagi umat diluarnya. Mengapa? Sebab Islam begitu pun Jamaah tarbiyah yang

    menjadi bagian dari Islam- adalah agama yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan

    yang bersumber dari wahyu Allah, yang kebermanafaatannya bukan hanya diperuntukan bagi

    umat Islam sendiri melainkan juga bagi seluruh alam semesta. Mungkin, yang menjadi

    pembahasan selanjutnya adalah; cara bagaimana kita menyampaikan atau menyemaikan ilmu

    pengetahuan maupun nilai-nilai kebaikan membutuhkan sebuah strategi tentang kapan, dimana,

    dan bagaimana cara memulainya untuk mencapai sebuah tujuan tertentu.

    Ada dua poin penting yang dihasilkan dari tinjauan fakta sosial sebagai sebuah informasi

    kolektif ini adalah; (a) manfaat bagi internal kader; adalah pengetahuan untuk melihat berbagai

    macam celah-celah yang sekiranya harus diperbaiki sebagai sebuah tools untuk

    mengintrospeksi diri. (b) manfaat bagi publik; adalah cara bagaimana publik menjadi kontrol

    sosial terhadap kinerja Jamaah tarbiyah itu sendiri tentang apakah selama ini perjalanan

    Jamaah tarbiyah sudah sesuai dengan semangat awalnya menjadi bagian dari aktivitas dakwah

    dan cara-cara yang dilakukan sudah sesuai dengan syariat Islam yang sesungguhnya. Perihal ini

  • menjadi penting agar perjuangan Jamaah tarbiyah dalam mengembangkan risalah Islam

    memiliki check and balances agar tidak terjadi disorientasi dalam perjalanannya itu sendiri.

    Perihal ini juga senyawa dengan sejarah Islam itu sendiri. Adian Husaini dalam tulisannya

    yang berjudul Korupsi Ilmu menyatakan; dalam sejarah Islam, ulama memegang peran yang

    sangat vital. Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq menjadi umara, maka Umar bin Khathab, Ali r.a., dan

    sebagainya menjalankan peran ulama yang aktif menasehati dan mengontrol penguasa.Begitu

    juga ketika Umar r.a. menjadi penguasa, para sahabat lain menjalankan fungsi kontrol dengan

    sangat efektif.

    Daya kritis terhadap fakta sosial menjadi penting bagi setiap kalangan agar dijadikan

    sebagai sebuah bagian dari transformasi kesadaran individual menuju kesadaran kolektif dalam

    rangka membangun kolektifitas perjuangan itu sendiri. Karena bagaimana pun juga Jamaah

    tarbiyah adalah jamiatu minal muslim (bagian dari jamaah muslim). Maksudnya adalah; dalam

    memperjuangkan Islam sebagai agama yang Rahmatan Lil Alamiin tidak akan bisa dicapai oleh

    perjuangan Jamaah tarbiyah secara sendirian, melainkan butuh kerja-kerja kolektif dari jamaatu

    minal muslim yang lainnya seperti; Hizbu Tahrir, Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Salafi, dan

    lain sebagainya untuk mencapai cita-cita Islam itu sendiri. Oleh karena itu, persatuan perjuangan

    menuju Jamaatul Muslim menjadi penting.

    Menjadi Murobbi Kampus

    Reid menyatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya yang

    berjudul Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara mengungkapkan; Syaikh Al-Ulama,Qdhi Al-

    Qudh, Syaikh Al-Haramain, dan empat qadhi dari empat mazhab secara kolektif membuat

    keputusan tentang pengangkatan ulama sebagai pengajar di Masjid Al-Haram. Sekali atau dua

    kali dalam setahun, mereka duduk bersama untuk menguji calon guru. Para calon, biasanya,

    telah menjadi murid di lingkungan masjid dalam waktu yang lama yang telah dikenal baik oleh

    guru-guru senior. Para penguji, di samping mengecek ijazah calon, juga mengajukan sejumlah

    pertanyaan tentang berbagai macam cabang keilmuan Islam. Jika calon mampu menjawab

    seluruh pertanyaan secara memuaskan, mereka mengeluarkan ijazah atau izin untuk mengajar di

    Masjid Suci. Nama-nama guru baru tersebut diumumkan dan murid-murid dapat memulai belajar

    dengannya.

    Dari perihal diatas, setidaknya kita dapat mengambil hikmah bahwa; (1) sejarah Islam

    menunjukkan bahwa; peran para naqib (baca: murobbi) dalam usroh adalah mereka yang secara

    keilmuan Islam-nya teruji. Terujinya sebuah ilmu bukan hanya dilihat pada permasalahan

    kepahaman terhadap ajaran-ajaran Islam semata, melainkan juga dari sejauhmana ia dapat

    mengaktualisasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupannya sehari-hari. (2) Ulama-ulama terdahulu

    tidak serta merta memudahkan seseorang untuk menjadikan seseorang sebagai seorang naqib.

    Butuh waktu dan penilaian yang panjang untuk menetapkan seseorang apakah layak atau

    tidaknya menjadi seorang naqib, butuh pengujian secara menyeluruh baik pada permasalahan

    akhlaq, ibadah, dan cabang ilmu Islam yang diajarkannya.

    Allahu Rabbi.. Perjalanan ulama masa lalu menjadi penting untuk dipelajari tentang

    bagaimana cara mereka membangun peradaban Islam mencapai puncak kejayaannya. Dan kita

    semua sangatlah sepakat bahwa kemajuan Islam pun ditentukan dari maju atau mundurnya

    pengembangan tradisi keilmuan itu sendiri.

  • Dan kita yakin, bahwa perjalanan Jamaah tarbiyah pun tidak terkecuali hanyalah untuk

    mengembangkan dakwah dalam mencapai kejayaan Islam itu sendiri. Namun mungkin dalam

    perjalanannya kita akan melambatan dan dinamika yang terus menerus silih berganti.

    Dalam dinamika perjalanan dakwah tarbiyah yang terjadi di tingkat kampus (sebagaimana

    kita ketahui bahwa kampus adalah wadah pembentukan agen intelegensia) kini tengah

    mengalami permasalahan yang sangat fundamen. Salah satunya adalah tentang entitas murobbi

    kampus yang kini menjadi bagian dari fenomena sosial jamaah tarbiyah saat ini.

    Aku teringat pernyataan Dr. M. Supraja dalam sebuah diskusi yang membandingkan

    antara syiah dan muslim sunni menekankan bahwa; permasalahan muslim sunni (didalamnya

    termasuk Jamaah tarbiyah) terlalu mudah untuk menjadikan seseorang menjadi ustadz. Orang

    baru ngaji beberapa bulan tanpa pengetahuan yang dalam- sudah dijadikan sebagai seorang

    ustadz. Hal ini berbeda dengan Syiah. Mereka, untuk menjadikan seseorang sebagai Ustadz

    Syiah butuh penilaian yang panjang, bahkan ia bisa dijadikan sebagai seorang ustadz ketika

    keilmuannya telah teruji dan sudah mampu melakukan ijtihad. Wajarlah kiranya tradisi keilmuan

    Syiah begitu berkembang dan dinamis. Bagiku, pernyataan tersebut benar, namun juga bukan

    berarti tidak terdapat kelemahan. Mungkin, yang terjadi bagi sebagian muslim sunni saat ini

    adalah; pada dasarnya dalam seharah Islam memiliki kualifikasi-kualifikasi tersendiri dalam

    menentukan seseorang menjadi ulama maupun pemimpin dari kalangannya, namun mungkin

    yang terjadi saat ini adalah karena ketidak pahaman diantara sebagian muslim sunni itu sendiri

    yang menyebabkan terjadinya pemudahan-pemudahan untuk menjadikan seseorang sebagai

    ulama mereka.

    Perihal ini pula-lah yang mungkin juga sedang mengjangkiti Jamaah tarbiyah. Mungkin

    sebagian orang akan bertanya-tanya, mengapa aku tidak ingin menjadi murobbi? Bukan aku

    tidak ingin, melainkan secara pribadi aku belum siap karena merasa belum memenuhi kualifikasi

    seorang murobbi itu sendiri. Yang menjadi refleksi kita saat ini adalah; yang terjadi dalam

    dinamika Jamaah tarbiyah di tingkat kampus adalah; mudahnya seorang kader untuk dijadikan

    sebagai seorang murobbi. Dengan mengikuti beberapa hari dauroh murobbi, seseorang sudah

    diperkenankan untuk membina mutarobbi yang sebenarnya pada saat itu belum mencapai

    kualifikasi keilmuan yang sudah diuji dan matang.

    Jika perihal ini terus terjadi dan merambah luas, maka kemungkinan yang terjadi dalam

    tubuh Jamaah tarbiyah kedepan sebagaimana yang dikemukakan oleh Adian Husaini-

    adalah; terjadinya kejahilan ringan. Kejahilan ringan adalah kurangnya ilmu tentang sesuatu yang

    seharusnya diketahui (ignorance). Pada dasarnya mereka belum memperoleh memperoleh

    informasi tentang kebenaran (al-Haq), namun karena ia memiliki posisi sebagaimurobbi yang

    dituntut menyampaikan suatu hal; sehingga ia tidak memiliki pilihan lain kecuali melakukan apa

    yang mereka anggap sebagai suatu kebenaran. Fenomenaignorance akan mengakibatkan

    banyaknya murobbi yang tidak memahami ilmu-ilmu keislaman dengan baik, sementara ia

    dituntut untuk memberikan suatu pengajaran.[2] Meminjam bahasa Adian Husaini --Jika orang-

    orang yang berposisi atau memposisikan diri sebagai murobbi atau pun penanggung jawab

    dakwah tidak memiliki kualifikasi yang ideal, baik dalam ilmu maupun amal, maka itu indikator

    yang paling absah untuk menyatakan bahwa umat Islam maupun Jamaah tarbiyah dalam kondisi

    yang memprihatinkan.

    Jika perihal ini yang terjadi, maka kekhawatiran selanjutnya adalah; sebagaimana sabda

    Rasulullah SAW ; Bahwasanya Allah SWT tidak akan mencabut ilmu dengan sekaligus dari

  • manusia. Tetapi Allah menghilangkan ilmu agama dengan mematikan para ulama. Apabila sudah

    ditiadakan para ulama, orang banyak akan memilih orang-orang bodoh sebagai pemimpinnya.

    Apabila pemimpin yang bodoh itu ditanya, mereka akan berfatwa tanpa ilmu pengetahuan.

    Mereka sesat dan menyesatkan. (HR Muslim).

    Naudzubillah tsumma naudzubillah.. Semoga perihal diatas tidak terjadi ditengah-tengah

    kita. Meski pun begitu, setidaknya karya Prof. Wan Mohd Noor Wan Daud yang berjudulRihlah

    Ilmiah menjadikan sebuah refleksi bagi kita semua yang menekankan bahwa; usroh /

    halaqoh merupakan sumber terpenting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sumber

    pengembangan intelejensia muslim itu sendiri. Namun, fakta sosial yang terjadi saat ini adalah;

    pembahasan kajian dalam halaqoh -di tingkat kampus pun- masih cenderung asas dan sangat

    datar, yang belum bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan untuk menjadikan setiap individu-

    individu peserta halaqoh menjadi intelektual ahli yang menghadirkan berbagai macam gagasan-

    gagasan penting yang berasaskan pada nilai-nilai Islam- sesuai dengan bidang keilmuannya

    masing-masing. Pembahasan kajian dalam halaqoh juga belum mengajak setiap individu untuk

    tergerak aktif dalam tradisi keilmuan baik dalam bidang kesadaran pentingnya penelitian, kajian,

    maupun daya kritis- yang mampu menghadirkan perbincangan tentang Al-Quran dan Sunnah

    Rasulullah yang bukan hanya dilihat secarasubtantif, melainkan juga secara method. Dalam hal

    ini, Prof. Wan Mohd Wan Daud menekankan bahwa; kaedah (method) adalah; cara-cara

    memahami nas-nas (texts) dalamsemantic fields dan dalam rangka sosio-sejarah serta

    dalam tasawwur umum yang memadukan al-Quran dengan perjuangan Rasulullah SAW.

    Selanjutnya, Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud menyatakan; method tanpa substance yang

    memadai akan mengalami kerancuan. Jika gerakan dakwah habis-habisan dalam

    memperjuangkan sebuah method untuk merealisasikan cita-cita gerakannya namun tanpa

    dilandasi konsepsi Islam yang benar, maka akan mengakibatkan kerusakan yang melebihi

    kemungkinan kebaikan yang diimpikannya. Tragedi golongan Khawarij- dahulu dan masa kini-

    ialah keterperangkapan mereka dengan method (dengan sedikit substance) tanpa

    substance yang memadai akan menumbuhkan fanatisme; fanatisme akan menghasilkan

    kezaliman.

    Hal ini juga senada dengan apa yang disampaikan Ibnu Taimiyah yang menggariskan;

    betapa usaha-usaha amar maruf dan nahi mungkar memerlukan ilmu, kelembutan, kesabaran;

    ketiga-tiganya memadukan unsur substance dan method itu sendiri.

    Setidaknya, dari penjabaran panjang lebar ini aku ingin mengungkapkan; bahwa diri ini pun

    belum bisa menjadi manusia yang ideal. Terlebih lagi berbicara tentang permasalahan akhlaq,

    ibadah, maupun tradisi keilmuan yang mungkin masih jauh panggang daripada api. Namun

    setidaknya, melalui renungan tulisan inilah kita bersama-sama melakukan instrospeksi tentang

    apa yang seharusnya kita perbaiki baik setiap individu maupun Jamaah- untuk sebuah

    perbaikan dikemudian hari. Meski pun dengan begitu, akan ada beberapa tawaran strategis dari

    untuk mengatasi permasalahan ini di part-1 bagian 3. Semoga Allah memudahkan.

    Wallahu A'lam Biishowaab..

    [1] Sabda Rasulullah ini sekiranya menjadi refleksi kita terhadap berbagai macam dinamika

    yang berkembang terhadap Jamaah kita hari ini sekaligus mengingatkan diri kita secara

    individu- maupun pemimpin umat masa kini. Secara pribadi saya sepakat bahwa bagaimana pun

  • juga; keadilan harus ditegakkan kepada ustadz LHI terhadap kasus hukum yang menjeratnya.

    Namun bagiku, ini adalah langkah cara Allah mengingatkan kita bahwa; bagaimana pun juga

    (meski ustadz LHI apakah benar korupsi atau tidak) adalah peringatan berharga dari Allah bahwa

    mungkin; ustadz LHI jangan lagi memubadzirkan uang. Sebagaimana yang diberitakan oleh

    vivanews.com, kompas.com, tempo.co yang diantara media tersebut mengemukakan fakta

    persidangan; ustadz LHI membeli satu jas senilai Rp. 60 juta rupiah, dan memodifikasi sound-

    system terhadap 3 mobil yang dimilikinya mencapai Rp. 156 juta rupiah. Pembahasan di

    persidangan hanyalah permasalahan tempat pembelian dan siapa yang membayar, namun

    barang tersebut secara faktual persidangan di beli. Sekali pun uang yang dipergunakan oleh

    ustadz LHI halal untuk membeli barang-barang tersebut, namun menurutku kurang etis jikalau

    ustadz LHI -selaku pemimpin Jamaah bermewah-mewahan ditengah kondisi masyarakat dan

    kader yang sedang mengalami krisis ekonomi. Aku teringat oleh cerita dari temanku yang

    menyatakan bahwa; salah seorang pekerja yang bekerja sebagai pemotong kayu diperusahaan

    meuble ayahnya adalah seorang kader PKS lulusan SMK. Setiap kali ada kampanye PKS, maka

    pekerja itu meminta izin pada ayahnya untuk mengikuti kampanye itu sendiri. Pendapatannya

    sedikit, ia adalah orang yang ikhlas mengabdikan dirinya untuk pemenangan PKS bahkan

    mungkin menyumbangkan sebagian gajinya yang sedikit untuk menyumbang biaya kampanye

    PKS- meski pun pada dasarnya ia masih tergolong kategori miskin. Potret kader PKS yang

    masih berada di dalam perekonomian menengah ke bawah- dan berjuang untuk kemenangan

    PKS baik secara pendanaan maupun tenaga pastilah sangat banyak- namun hal ini berbeda oleh

    para pemimpin Jamaah ini seperti ustadz LHI dan ustadz Anis Matta yang terlalu berlebihan

    dalam gaya hidup. Islam memang mengajarkan kita untuk kaya raya, namun kekayaan itu bukan

    untuk dimubazzirkan melainkan untuk didistribusikan kebermanfaatannya untuk kehidupan

    orang banyak. Keberhasilan Islam ditangan Nuruddin Al-Zanki dan Sholahuddin Al-Ayyubi adalah;

    keduanya adalah orang yang sangat kaya raya; namun ketika keduanya dipilih menjadi kepala

    negara, seluruh kekayaannya diperuntukkan untuk kebermanfaatan masyarakatnya. Bahkan

    dalam sebuah kisah, tidak orang yang paling miskin di negaranya kecuali Nuruddin Al-Zanki itu

    sendiri sebagai kepala negaranya. Yang menarik adalah; semiskin-miskinnya Nuruddin Al-Zanki

    pada saat itu sudah sangat sejahtera. Itu artinya, rakyat yang lain pun sejahtera. Dengan adanya

    peristiwa ini, menunjukkan betapa kasih sayangnya Allah yang segera mengingatkan para aktivis

    dakwah agar tidak semakin banyak fitnah akibat harta, tahta, dan wanita.Allaahumma Amiin..

    [2] Prof. Wan Mohd Noor Wan Daud juga mengungkapkan; melalui beberapa pengalaman

    yang berkembang, saat ini muncul fenomena sebagian halaqoh kader yang hanya menekankan

    bacaan teks pilihan dengan memperbincangkan suatu hal yang spontan tanpa pengetahuan yang

    mendalam, dan tidak adanya follow up isu-isu yang dipergulirkan dari diskusi tersebut. Ada pun

    orang-orang yang paham namun ia tidak berani mengungkapkan pandangan-pandangan dan

    berbagai macam ide-idenya, karena takut dianggap bertentangan dengan pandangan umum atau

    pun pandangan sang murobbi itu sendiri.

    Antara Jamaah Tarbiyah dan Serikat Jesuit (Bayyanat untuk Jama'ah Tarbiyah UGM Part 1 Bagian 3)

  • January 17, 2014 at 11:16am

    Mungkin diantara para pembaca yang budiman akan bertanya-tanya tentang mengapa

    Fachry mengambil tindakan ini? yang penuh dengan tindakan kontroversial, penuh dengan

    perdebatan dan berbagai macam pandangan terhadap diri ini sendiri. Namun bagiku, tak apalah

    kepahitan ini harus ditanggung, sebab semoga dengan kepahitan ini ruang hati kita tergerak

    untuk menjadi lebih baik untuk kehidupan Indonesia dan agama ini. Perlu pembaca budiman

    ketahui, bahwa tulisan-tulisan sebelumnya masih mengalami keberlanjutan.

    Pertanyaannya adalah; mengapa aku menulis? Mungkin perihal inilah yang membuat diri

    ini merasa dihantui jika diri ini harus berdiam. Merasa ada beban di pikiran jika suatu hari,

    peristiwa ini terjadi. Oleh karena itu, yang terlintas dalam pikiran ini adalah tentang bagaimana

    cara menggerakkan saudara-saudara seperjuanganku di dalam Jamaah tarbiyah itu sendiri.

    Meski pun mungkin diantara kita berbeda secara pandangan politik, meski pun diri ini tidak

    mencapai titik ideal dan kesempurnaan sebagai seorang kader, namun yakinlah bahwa diantara

    kita pada dasarnya ingin mencapai tujuan yang sama, yaitu berusaha sekuat tenaga untuk

    mencapai keridhoan-Nya.

    Ada Apa dengan Serikat Jesuit?

    Mungkin disinilah yang menjadi awal kegelisahanku. Pada suatu hari, tergetar hati ini untuk

    mencoba menelusuri lebih jauh tentang cara bagaimana orang-orang diluar Islam mencoba

    membangun basis kekuatannya. Dan mungkin, disinilah tantangan umat Islam dan khususnya

    di Jamaah tarbiyah itu sendiri.

    Sebagaimana kita ketahui dan menjadi khalayak umum- tentang bagaimana kalangan

    zionis membangun konspirasi ekonomi-politiknya. Namun, pernahkah kita menelaah lebih jauh

    tentang gerakan yang paling dekat diantara kita terlebih di Yogyakarta itu sendiri? Pernahkah

    kita bertanya-tanya; mengapa Rumah Sakit Panti Rapih, Rumah Sakit Bethesda, berbagai

    macam sekolah-sekolah seperti; , bopkri, stella duce, kollese de brito, maupun beberapa

    apostolik tepat berada disentral tengah-tengah daerah Sleman dan Yogyakarta yang sangat

    strategis, namun di satu sisi kita melihat bagaimana berbagai macam lembaga-lembaga tersebut

    juga hadir di daerah-daerah terpencil, pedalam dan terisolir di daerah bagian sudut provinsi DIY

    itu sendiri? Apakah benar penempatan di lokasi-lokasi tersebut hadir secara alamiah ataukah

    memang penempatan lokasi tersebut memiliki perencanaan yang matang?

    Setidaknya, dari pertanyaan inilah muncul sebuah ikhtiar untuk mencoba menelusuri lebih

    jauh. Dan dari penelusuran tersebut, agenda setting gerakan yang paling dekat dengan dinamika

    ke-Indonesia-an maupun Yogyakarta muncullah kepermukaan tentang identitas Serikat Jesuit.

    Siapakah Serikat Jesuit? Bagiku, antara Serikat Jesuit dan Jamaah tarbiyah adalah gerakan

    yang bertentangan secara keyakinan dan ideologi, namun dalam aras tradisi pergerakan bawah

    tanah mengalami sedikit persamaan, yaitu; sama-sama membangun basis militansi.

    Berbicara tentang Serikat Jesuit, maka sudah sewajarnyalah kita membuka sejarah.

    Serikat Jesus (SJ) adalah ordo religius yang ada dalam Gereja Katolik. Didirikan pada tahun

    1540 oleh St. Ignatius Loyola, bersama sembilan sahabatnya. Anggota dari Serikat Jesus lebih

    dikenal dengan sebutan "Jesuit. Menurut statistik awal tahun 2000, jumlah anggota Serikat

    Jesus di seluruh dunia mencapai kurang lebih 18.000 orang. Mereka adalah imam, bruder dan

    frater (anggota yang sedang dalam masa studi untuk menjadi imam). Mereka berasal dari

    berbagai bangsa, suku, latar belakang adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda-beda.[1]

  • Provinsial Serikat Yesus Pastor R.B Riyo Mursanto SJ mengungkapkan bahwa pada tahun

    2011, anggota Serikat Jesuit Provinsi Indonesia hanya berjumlah 353 orang, yang terdiri dari; 32

    orang berusia lebih dari 70 tahun. Dari jumlah ini 11 orang berusia lebih dari 80 tahun. Yang

    berusia 59 69 tahun sebanyak 53 orang. Jumlah yang paling banyak usia antara 37 sampai

    dengan 58 tahun, yakni 147 orang. Dan sebanyak 108 orang berusia 36 tahun ke bawah.[2]

    Dalam perayaan Jubileum 150 Tahun Serikat Jesus (SJ) di Indonesia (9 Juli 1859-9 Juli

    2009) yang di selenggarakan pada tanggal 9 Juli 2009 di Universitas Sanata Dharma

    Yogyakarta, R.B Riyo Mursanto SJ menyatakan bahwa; saat ini Serikat Jesuit sudah banyak

    menciptakan ahli di didang Humaniora. Selanjutnya, R.B Riyo Mursanto SJ mengungkapkan

    bahwa; "Jika direntangkan, dari 100 calon Jesuit, yang akhirnya jadi hanya 60 persen. Dengan

    masa pendidikan 12 tahun dan dari sisi manusiawi berat, memang hanya sedikit yang jadi.

    Memang sulit, karena menjadi Jesuit adalah panggilan". Dalam sebuah diskusi Erie Sudewo

    selaku founder Dompet Dhuafa menyatakan; saat ini hampir 75% imam Serikat Jesuit dunia

    adalah ahli ekonomi.

    Dalam Perayaan Jubelium tersebut, R.B Riyo Mursanto SJ sangat menekankan kepada

    para Anggota Serikat Jesuit bahwa saat ini agenda mereka diarahkan bergerak bukan hanya

    untuk menjadi ahli di bidang Humaniora, melainkan juga harus menjadi ahli di bidang lingkungan

    hidup, ekonomi, sosial-politik, dan berbagai macam bidang keilmuan lainnya dalam rangka

    mengeluarkan masyarakat Indonesia dari zona kemiskinan yang merupakan strategi ekspansi

    kalangan missionaris itu sendiri.

    Jappy Pellokila menungkapkan bahwa; Serikat Jesuit berupaya untuk mengembangkan

    pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan untuk sesama.

    Dari pemaparan diatas, setidaknya ada beberapa hal yang bisa kita analisa lebih jauh

    tentang Serikat Jesuit itu sendiri, diantaranya ialah; (1) Sistem Kaderisasi: Pada dasarnya

    Serikat Jesuit menciptakan sistem kaderisasi yang begitu rumit, panjang dan berjenjang. Mereka

    tidak melakukan ekspansi massa secara signifikan, melainkan melakukan pembinaan anggota

    secara intensif. Hal ini juga sependapat dengan kisah tentang Martinus Dam. F yang

    menceritakan betapa sulitnya untuk menyelesaikan alur kaderisasi Serikat Jesuit yang

    mengantarkan ia untuk selalu mengikuti Retret meski pun harus menempuh perjalanan Jakarta-

    Medan yang diikutinya setiap bulan selama mengikuti alur kaderisasi tersebut.[3]

    Serikat Jesuit berupaya menjadi gerakan bawah tanah yang sangat militan, dikelola oleh

    segelintir orang namun mampu memberikan efek terhadap perubahan dunia. Oleh karena itu,

    sistem kaderisasi Serikat Jesuit sangat tertutup dan tingkat militansinya sangat ketat. Pernyataan

    yang disampaikan oleh R.B. Riyo Mursanto SJ tentang 60% anggota Serikat Jesuit menjadi

    Intelektual Katolik -yang berasal dari berbagai macam disiplin ilmu- sangat serius dalam

    penggemblengan anggota di bidang keilmuan.

    Hasil dari itu semua adalah, banyaknya sekolah-sekolah yang berkualitas didirikan oleh

    Serikat tersebut, seperti; pendidikan di SMA Kanisius Jakarta, SMA Loyola Semarang, SMA de

    Britto Yogyakarta, SMK PIKA Semarang, SMK Mikael Surakarta, Akademi Tehnik Mesin

    Surakarta, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Sekolah Tinggi Filsafat Drikarya, Yayasan

    Strada Jakarta, Yayasan Kanisius Semarang-Kedu-Yogyakarta-Surakarta; karya Audio Visual

    Puskat, Penerbitan Kanisius, pembimbing rohani para calon imam, karya sosial karitatif, yang

    telah menghasilkan banyak tokoh nasional dan tokoh-tokoh intelektual di berbagai macam lini.

  • Dan perlahan kini mereka menuai hasilnya dengan cara menggenggam banyak sektor

    perekonomian Indonesia dan media, salah satunya adalah keberhasilan koran kompas yang

    merupakan bagian dari propaganda kaum Serikat Jesuit masih menjadi media massa utama

    masyarakat Indonesia itu sendiri.

    (2) Konstruksi Berpikir: Ada hal yang menarik untuk mengungkapkan cara bagaimana

    Serikat Jesuit membangun konstruksi berpikir setiap anggotanya, yaitu melalui pendekatan

    teologis __rasional__visioner__kedisiplinan untuk membaca perubahan dunia secara eskatologis

    (gambaran tentang masa depan) yang dipersiapkan sejak hari ini. Sifat merasa tidak puas

    terhadap hasil yang diperoleh mereka saat ini menjadi pedoman mereka untuk terus

    menanamkan ambisi dan melakukan berbagai macam cara untuk menggapai tujuannya.

    Rasionalitas dalam pergerakan ini pun digunakan untuk mengukur sejauh mana kinerja, upaya,

    dan etos kerja yang selama ini dilakukan untuk mencapai misi mereka di masa mendatang.

    Dari pendekatan dua analisa inilah, setidaknya kita dapat memaklumi bahwa sangat wajar

    jikalau Serikat Jesuit yang jumlahnya begitu sedikit- namun pengaruhnya terhadap

    pembentukan opini publik melalui berbagai macam kekuatan media yang dimilikinya, kekuatan

    basis ekonomi-politik Indonesia di berbagai macam sektor, maupun pengaruhnya di bidang

    pendidikan sangatlah kuat bahkan sangat meng-hegemoni.

    Yang menjadi refleksi selanjutnya adalah; bagaimana dengan kita? Inilah yang sekiranya

    patut kita sadari bersama. Zionis, Freemason, Syiah maupun Amerika dan Israel dan gerakan-

    gerakan sekutunya menyerang umat muslim maupun Indonesia- bukan dengan hanya sebatas

    emosional melainkan juga penuh dengan perencanaan yang begitu matang dan terorganisir

    melalui pendekatan setiap lini keilmuannya masing-masing. Mengapa bidang keilmuan? Karena

    ilmu adalah pisau tajam yang menjadi senjata ampuh untuk menguasai dunia itu sendiri.

    Mengapa Harus Jamaah Tarbiyah?

    Mungkin pertanyaan inilah yang muncul dalam pikiran kita. Salah satu yang melatar

    belakanginya adalah;Jamaah tarbiyah adalah gerakan yang spirit kelahiran dan perjuangannya

    berada di tingkat kampus. Saat ini Jamaah tarbiyah hadir dan berkembang di berbagai macam

    kampus dan memberikan warna sekaligus dinamika kampus itu sendiri dengan berbagai macam

    cara perjuangannya. Jikalau kita menghitung, mungkin lebih dari ratusan lembaga dari berbagai

    macam universitas di Indonesia baik universitas negeri maupun swasta- yang telah

    mengkaryakan dan mendominasi oleh Jamaah tarbiyah tarbiyah itu sendiri. Bahkan, kehadiran

    Jamaah tarbiyah sudah mampu melebarkan sayapnya bukan hanya mendominasi berbagai

    kegiatannya dalam lembaga-lembaga keislaman kampus seperti; Lembaga Dakwah Kampus

    semata, melainkan juga sudah mulai merambah ke berbagai macam lembaga Eksekutif

    Mahasiswa, kelompok-kelompok studi, bahkan lembaga pers mahasiswa itu sendiri.

    Bagiku, penguasaan Jamaah tarbiyah terhadap berbagai macam lembaga di tingkat

    kampus adalah modal sosial yang begitu baik yang dimiliki oleh umat Islam pada saat ini. Karena

    fakta tersebut menunjukkan bahwa; perjalanan aktivis dakwah yang mengazzamkan

    kemenangan risalah Islam- masih dipercaya oleh mahasiswa pada umumnya. Bahkan dalam

    perjalanannya, Jamaah tarbiyah salah satu gerakan yang juga turut berpartisipasi dalam

    menstimulasi berkembangnya jilbabisasi di kampus-kampus umum.

    Wajarlah jikalau saat ini kita bisa menyatakan bahwa; Jamaah tarbiyah sangat

    mendominasi sektor kampus. Sebagaimana kita ketahui, kampus adalah wadah formal

  • pembentukan aktor intelektual di berbagai macam bidang keilmuan. Oleh karena itu, Jamaah

    tarbiyah sudah mampu melembaga dan mampu mengembangkan ekspansi dakwahnya di tingkat

    kampus secara progresif- yang menjadi PR terpenting selanjutnya adalah; menjadikan fungsi

    kampus sebagai organ prioritas pembentukan tradisi intelektual muslim itu sendiri.

    Sebagaimana yang sama-sama kita pahami d tulisan part-1 dan part-1 bagian 1 yang telah

    aku kemukakan, mungkin prihal itulah yang saat ini menjadi permasalahan fundamental Jamaah

    tarbiyah kampus terlebih UGM- yang harus segera ditemukan berbagai macam resolusinya.

    Sebab, Jamaah tarbiyah sudah mendapatkan kepercayaan untuk mendominasi berbagai macam

    lembaga kampus, tinggalah kita bersama-sama mempertanggung jawabkan kepercayaan

    tersebut untuk menghadirkan karya terbaik bagi agama dan bangsa ini di masa mendatang.

    Tinjauan visioner sebuah lembaga yang dipercayakan kita pada saat ini adalah suatu hal

    yang penting untuk ditinjau lebih dalam. Sebab, karya-karya terbaik dari setiap individu dan

    lembaga yang dipercayakan kepada kita saat ini bukan hanya karya tersebut diciptakan untuk

    kebermafaatan hari ini atau hanya dirasakan selama satu tahun kepengurusan- melainkan juga

    harus menjadi wadah pemupuk karya permanen yang akan menjawab berbagai macam

    tantangan-tantangan masa depan bangsa Indonesia dan kebangkitan agama ini. Maksudnya

    adalah; setelah jihad jamaah tarbiyah melakukan Islamisasi lembaga dengan agenda

    jilbabisasi, pemakmuran masjid, dan mentoring-, yang menjadi jihad terbesar Jamaah tarbiyah

    adalah melakukan super visi untuk dapat menyelesaikan permasalahan kemiskinan, ketidak

    berdaulatan masyarakat Indonesia terhadap sumber daya yang dimilikinya sendiri, dan

    kesejahteraan Indonesia adalah tanggung jawab terbesar kita kedepan. Sebab, ketika kita

    mengusai sektor kampus, sektor kampuslah yang memiliki tanggung jawab terbesar untuk

    menyelesaikan permasalahan tersebut. Karena adalah wadah pengembangan ilmu pengetahuan

    dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat itu sendiri.

    Selanjutnya adalah; sudikah kiranya ketika zionisme, Amerika, Israel, Syiah, maupun

    sekutunya sedang bangkit mengembangkan visinya untuk menguasai Indonesia baik di sektor

    ekonomi, politik, pendidikan, sumber daya alam- kita hanya berdiam diri dan tak pernah berpikir

    keras untuk menyelesaikannya? Karena sebagaimana kita ketahui, hari ini banyak diantara

    berbagai macam kampus dimana didalamnya juga terdapat aktivitas Jamaah tarbiyah kampus-

    ruang-ruang diskusi tentang ke-Indonesia-an sudah mulai sepi dari aktivisme mahasiswa sendiri,

    ketika apatisme pengabdian untuk kebangkitan Indonesia sudah mulai hilang ditenga-tengah kita,

    kepada siapakah kita harus bersua? Salah satunya adalah; membangun kesadaran aktivis

    dakwah kampus untuk menjadikan perihal ini sebagai jihad terbesar itu sendiri.

    Mohon maaf kiranya jikalau berbagai macam tulisanku begitu menyanyat hati, bahkan

    cenderung sangat provokatif dan membuat diantara kita mungkin tak kuasa. Begitu pun diri ini,

    pahit rasanya untuk mengungkapkan berbagai macam permasalahan dan dinamika Jamaah

    tarbiyah itu sendiri. Jiwa terasa begitu tidak tenang, batin terasa begitu tak karuan, tidur terasa

    tidak nyaman, namun bagaimana pun juga aku harus tega terhadap semua ini. Tega untuk

    mengungkapkan hal yang begitu pahit untuk diungkapkan, tega untuk menguatkan hati bahwa

    perihal ini harus disadari oleh setiap kita.

    Sudikah kiranya melihat umat Muslim berdiam ketika diluar sana, mereka menyerang kita

    sekuat tenaga tanpa pernah kita sadari? Sudikah kiranya batin ini, ketika saudara-saudara

    muslim kita di Timur Tengah seperti; Mesir, Syria, Sudan, dan negara-negara lainnya sedang

    ditimpa berbagai macam konflik yang melumpuhkan kehidupan negeri mereka? Konflik tersebut

  • bukanlah suatu hal yang alamiah antara kubu opisisi dan rezim pemerintahan dalam

    memperebutkan kekuasaan, melainkan terdapat skenario politik yang dilakukan oleh Amerika

    (alibi Dewan Keamanan PPB) untuk menguasai ladang minyak Timur Tengah itu sendiri.[4] Saat

    ini Ikhwanul Muslimin dan Hamas -yang selama ini menjadi stimulus Jamaah tarbiyah sedang

    mengalami permasalahan yang begitu pelik dinegerinya. Gerakan-gerakan tersebut tengah

    dianiaya, dilumpuhkan, dan dimatikan dengan seketika. Tinggalah ada satu stimulus gerakan lagi

    yang hingga hari ini terus mengepakkan sayapnya secara bebas, begitu besar, mayoritas berasal

    dari aktivis kampus, dan menggawangi berbagai macam kelambagaan strategis; ialah Jamaah

    tarbiyah itu sendiri.

    Henry Kissinger salah seorang aktor intelektual yang mempengaruhi berbagai macam

    kebijakan imprealisme Amerika menyatakan; agar kita mampu menguasai dunia, yang saat ini

    dibutuhkan adalah menguasai energi dan menguasai sektor pangan. Dan kini, setelah Amerika

    usai melancarkan misi-nya menguasai sektor minyak Timur Tengah, yang akan dikuasai

    selanjutnya adalah Asia Tenggara. Perihal itu dibuktikan dengan rancangan strategis Amerika itu

    sendiri. Pada tahun 2025 Amerika berencana menaruh 50% Militer angkatan daratnya yang

    memiliki pangkalan Militer di daerah Darwin Australia. Setting kapitalisme melalui Asean

    Economic Forum, dinamika Konfrensi Internasional WTO di Nusa Dua Bali menunjukkan

    langkah-langkah Amerika yang berambisi untuk menguasai sektor pangan Asia Tenggara,

    terlebih lagi Indonesia. Mengapa di Darwin? Mudah untuk ditebak, karena Darwin adalah daerah

    yang berdekatan dengan Papua yang berdekatan langsung dengan sentral strategis Freeport itu

    sendiri.

    Nurani mana yang ingin mendiamkan bangsanya dijajah? Aku rasa,diantara kita tidak ada

    yang menginginkan perihal tersebut terjadi. Oleh karena itu, ketika saat ini Jamaah tarbiyah

    memegang peranan penting dalam aktivisme mahasiswa, penting kiranya untuk menghidupkan

    kembali kesadaran kita dimasa depan. Jamaah tarbiyah harus bangkit dan mengokohkan dirinya

    sebagai identitas perjuangan yang mampu menjawab berbagai macam tantangan di masa

    mendatang.

    Dan dari perihal inilah, sekiranya kita harus bersungguh-sungguh dalam merang masa

    depan Indonesia maupun agama ini kedepannya. Dari perihal inilah sekiranya kita tidak boleh

    kalah dengan Serikat Jesuit maupun Zionisme dan sekutunya yang telah merancang lebih dahulu

    kemana nasib bangsa dan agama ini dipertaruhkan.

    Untuk membaca nasib bangsa ini di tahun 2025, maka yang dibutuhkan selanjutnya adalah

    cara kita bersungguh-sungguh untuk memulainya dari sekarang. Ketika Serikat Jesuit

    menggalakkan anggotanya untuk menjadi pembelajar selama 12 tahun, kita harus jauh lebih

    daripada itu. Setidaknya, ketakutan inilah yang menjadi penggerak diri ini untuk bersungguh-

    sungguh dalam belajar, dan perihal ini pula-lah yang sekiranya aku menginginkan saudara-

    saudaraku di dalam Jamaah ini hadir sebagai bagian dari aktivisme pembelajar dan perjuangan

    itu sendiri. Memang semua ini pahit, namun perihal inilah yang setidaknya menjadi pengharapan

    diri ini untuk sebuah kebaikan dakwah di masa mendatang. Mohon maaf jikalau berbagai macam

    kritik ini begitu meyakitkan, namun yakinlah bahwa hasil dari berbagai macam pemikiran ini hadir

    karena sebuah cinta dan kasih sayang yang mendasarinya, untuk kehidupanku, kehidupanmu,

    dan kehidupan seluruh umat manusia yang lebih baik. Tulisan ini belum usai, masih akan ada

    pembahasan fundamental lainnya yang akan di ulas di kemudian hari.

    Nuun.. Wal Qolami Wa maa Yasturuun..

  • [1] http://www.atmi.ac.id/index.php/jesuitwall-116 Diunduh tanggal 19 September 2013

    [2] http://www.sesawi.net/2012/02/14/jumlah-anggota-sj-provinsi-indonesia-terbanyak-se-

    asia-pasifik/ diunduh tanggal 19 september 2013

    [3] Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan

    baca:http://prompang.blogspot.com/2010/05/refleksi-seorang-teman.html

    [4] Perihal ini aku tuliskan karena sejatinya peristiwa yang terjadi di Timur Tengah tidak

    jauh berbeda dari sejarah-sejarah sebelumnya. Sofwan Al Banna, dalam bukunya yang

    berjudulMembentangkan Ketakutan: Jejak Berdarah Perang Global melawan

    Terorismemengungkapkan bahwa; di masa perang dingin, Timur Tengah adala arena perebutan

    pengaruh yang penting antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Keduanya menggerayangi

    kawasan vital karena kandungan minyak dan lokasinya yang strategis tersebut dengan

    mendukung kelompok yang mau beraliansi dengan mereka, sekaligus saling menyabotasi

    kelompok yang didukung oleh rivalnya. Suatu ketika, hubungan antara Amerika dan Irak berjarak

    ketika pada masa kekuasaan Jenderal Abdul Karim Qasim dikesankan bahwa Irak sedang

    berdekatan dengan komunis. Pergantian rezim ke rezim terus berganti. Ketika memasuki tahun

    1979 Saddam Husein melakukan kudeta terhadap rezim yang saat itu jauh dari kaki tangan

    Amerika. Semenjak tahun itulah, ketika keberhasilan Saddam Husein mengkudeta rezim dan

    mengukuhkan dirinya sebagai presiden Irak, kedekatan antara Irak dan Amerika semakin dekat.

    Namun hubungan tersebut tidak berlangsung lama. Irak merasa dikhianati oleh Amerika Serikat

    karena telah membantu Kuwait tahun 1990-an. Ketika itu Irak semakin tidak kooperatif terhadap

    Amerika. Amerika pun menunjukkan Iyad Allawi untuk menjatuhkan rezim tersebut pada tahun

    2003. Pasca peristiwa 11 September 2001, Amerika menggalakkan Perang Global Melawan

    Terorisme yang salah satunya adalah upaya masuknya militer AS ke Irak (menjadikan Saddam

    Husein sebagai ikon terorisme) dan daerah-daerah sumberdaya alam strategis lainnya atas

    nama keamanan global. Ketika militer AS datang ke Irak, yang pertama kali invansi oleh militer

    tersebut adalah ladang-ladang minyak. Bahkan Todd Pittman menekankan; Perang Global

    Melawan Terorisme di Afrika pun ditengarai hanya alasan untuk mendapatkan akses pada

    sumber-sumber minyak benua itu, yang pada pertengahan tahun 2000-an merupakan 15 persen

    dari suplai minyak Amerika Serikat dan diperkirakan akan mencapai 25% pada tahun 2015 nanti.

    Perihal ini tak jauh berbeda dengan kondisi Timur Tengah saat ini.

    Kita Takkan Diam! (Bayyanat untuk Jama'ah Tarbiyah UGM Part 1 bagian Terakhir)

    January 20, 2014 at 7:25am

    Hari-hari Kebangkitan!

    Sebelum membahas part-1bagian 4 lebih jauh. Sudah sepatutnya, kiranya aku

    mengingatkan bahwa; ketikateman-teman membaca bagian ini namun belum membaca bagian 1,

    2, dan 3, makasaya sangat menekankan mohon dengan sangat untuk membaca terlebih

    dahulubagian-bagian sebelumnya. Begitu pun untuk yang baru membaca bagian 1, maka

    adakewajiban untuk membaca bagian-bagian selanjutnya hingga selesai. Penekanan

  • terhadappembacaan secara keseluruhan sangat penting karena perihal ini berkaitan

    denganberbagai macam penafsiran dan prasangka yang berkembang kedepannya.

    Musuh bukanlah Kritik

    SemogaAllah memberkahi kita semua. Di dalam tulisan bagian terakhir ini,

    sudahsepatutnya aku mohon maaf sebesar-besarnya kepada segenap pembaca dan

    segenapkader Jamaah tarbiyah yang jika dalam penulisan berbagai macam gagasan kaliini

    dipenuhi dengan berbagai macam perihal yang menjadi kontroversi dan penuhdengan praduga.

    Bagiku, itu adalah suatu hal yang wajar karena bagaimana punjuga pastilah setiap umat manusia

    tak ada yang sempurna. Yang sepatutnya kitalakukan adalah berusaha sebaik mungkin untuk

    mencapai kesempurnaan itu sendiridengan sebaik mungkin. Untuk mencapai itu semua, tentu

    terdapat berbagai macamevaluasi dan instrospeksi yang harus dihadirkan, harus mampu

    menghadapiberbagai macam rintangan yang menghadang. Meski pun patut kita sadari,

    bahwadengan berusaha sebaik mungkin pun pastilah ia tidak akan menggapai kesempurnaanitu

    sendiri, sebab yang bisa kita lakukan adalah meminimalisir setiapkekurangan yang ada dalam diri

    kita. Meski pun begitu, yang patut kita sadariadalah; bahwa setiap kekurangan dari kita pun tidak

    bisa diselesaikan olehseorang diri, melainkan butuh orang lain yang mampu melengkapi

    kesempurnaan danmampu menutupi setiap kekurangan dari individu kita sendiri. Karena

    perihalitulah sejatinya ukhuwwah.

    Begitupun dengan tulisan ini, pastilah terdapat berbagai macam kekurangan danberbagai

    macam gagasan yang perlu dikritisi ulang. Sebab sejatinya, kita semuamenyadari bahwatidak

    ada gading yang takretak. Maafkan diri ini jikalau belum bisa menjadi contoh ideal seorangkader,

    maafkan jiwa ini jikalau belum bisa menjadi saudara yang bisa membahagiakanteman-teman dan

    belum bisa menjalin ukhuwwahdengang baik dan justeru terlalu sering bersikap kritis terhadap

    satu samalain. Namun yakinlah, bahwa ketika tulisan ini dipergulirkan, sesungguhnyatulisan ini

    pun menjadi bagian dari kritik terhadap diriku sendiri yang hinggahari ini belum mampu

    memberikan karya terbaik untuk agama dan bangsa ini. Meskipun dengan bahasa yang begitu

    kritis dan sarkas, yakinlah bahwa jalan inidiambil hanya semata-mata karena cinta yang hadir

    untuk melihat kembali jamaah tarbiyah yang telah membawakumengenal Islam lebih jauh.

    Karena di jamaahinilah, sesungguhnya aku begitu mengerti betapa pentingnya arti

    sebuahperjuangan.[1]

    Perihalini pula-lah, sekiranya kita pahami bahwa di dalam Jamiyah Islamiyah pun terdapat

    kekurangannya masing-masing yangmungkin hanya bisa ditutupi kekurangan tersebut

    olehJamiyah Islamiyah yang lainnya. Perihal ini juga terjadi dalam setiap mazhab baik imam

    hanafiyah, , maupun imamsyafiI memiliki kelebihan dan kekurangannya satu sama lain. Yang

    palingterpenting dari setiap mazhab itu adalah saling menutupi kekurangan satu samalain.

    Perihal ini pula-lah yang menjadi inspirasi terhadap Hasan Al-Banna untukmengumpulkan

    berbagaimacam mazhab kala itu untuk mendirikan Ikhwanul Musliminitu sendiri.

    IkhwanulMuslimin memiliki spirit persaudaraan muslim yang berpacu pada kokohnya Aqidah

    Islamiyah tidak mengenal apa punlatar belakangnya, siapa pun mazhab dan golongannya,

    sebab yang menjadi spiritbagi Ikhwanul Muslimin adalah persatuan umat untuk menggapai

    kemenanganIslam itu sendiri.

    Oleh karena itu, sangat wajar jikalau kita melihat model gerakan Ikhwanul

    Muslimincenderung lebih akomodatif terhadap berbagaimacam mazhab, namun tetap

  • berpegangteguh terhadap prinsip gerakan itu sendiri. Perihal ini juga tak jauh berbedadengan

    spirit Jamaah tarbiyah pada umumnya.

    Sudah semestinya, dari penjelasan diatas patut dipahami bahwa bagaimana pun

    juga,jamaah tarbiyah pun memiliki berbagai macam kekurangan dan kelebihan yangpatut saling

    ditutupi kekurangan tersebut satu sama lain dari gerakan yanglainnya. Bagaimana pun juga,

    sebuah gerakan yang terbaik adalah gerakan yangmampu membangun solideritas

    dan mendistribusikan berbagai macam kekuatan terhadap gerakan yang lainnya.

    Maksudnyaadalah; patut disadari bahwa kekuatan terbesar Jamaah tarbiyah saat ini

    adalahdibidang politik-kenegaraan, Muhammadiyah dibidang sosial-kemasyarakatan,Nahdhatul

    Ulama dibidang kulturkeagamaan dan tradisi keilmuan, Salafi dibidang Aqidah, Jamaah

    Tablighdibidang pengemasan dakwah terhadap kaum marjinal, Hizbut Tahrir dibidangaksi-

    demonstrasi, dll. Dari perihal ini, muncul sebuah harapan baru tentangbagaimana Jamaah

    tarbiyah mampu mengakomodir berbagai macam golongan untuksaling menutupi berbagai

    macam kekurangan satu sama lain dimulai dari apa yangada disekitar kita saat ini. Caranya

    adalah; membangun ikatan persaudaraan satusama lain dan pahamilah, bahwa hakikat ukhuwah

    adalah ketika kita salingmemahami perbedaan satu sama lain, namun esensi terhadap

    perjuangan terhadapkemenangan Islam adalah sama.

    Ketikaberbicara di tingkat kampus, mungkin saat ini ada pertanyaan yang muncul

    dalambenak kita; bagaimana cara membangun itu semua sedangkan terkadang justerumereka

    memusuhi kita? Sebagaimana yang kita lihat pada momentum Pemira tahunini, ketika gerakan

    Ekstra Kampus seperti IMM, PMII, HMI DIPO, dan dariberbagai macam kalangan lainnya justeru

    menjadikan KAMMI sebagai common enemy, bukankah jalan dakwah inimemang berat?

    Dalamhal ini, ada beberapa hal yang patut kita sadari bersama bahwa; mungkin

    carapendekatan kita terhadap mereka mengalami permasalahan. Semisal, kita hanyabertemu

    dan berkomunikasi intens dengan mereka ketika hanya pada saat mendekatiPemira, penentuan

    posisi kabinet, atau pun hanya ketika memiliki kepentingantertentu. Kalau perihal ini yang selalu

    terjadi, maka dapat kita pahami bahwa;Pemira adalah arena kompetisi politik-kekuasaan dimana

    setiap orang mencobamemenangkan kekuasaan demi mencapai kepentingan politik masing-

    masing. Mungkin,selama ini kita selalu berkomunikasi kepada mereka hanya melalui mechanistic

    approach (pendekatan kerja)yang hanya bertemu pada permasalahan kompetisi kinerja dan

    kelembagaan semata,namun mungkin kita lupa untuk mendekati mereka melaluihumanistic

    approach (pendekatan humanis) yang mempertemukan merekabukan hanya ketika berlembaga,

    melainkan juga membangun ikatan persaudaraan disetiap keseharian kita. Bagaimana pun juga,

    manusia memiliki sisi-sisi humanisdimana setiap individu kita ingin diketahui perasaan setiap

    individu,eksistansi kelebihan setiap individu yang tidak akan pernah kita ketahui ketikaberada

    dalam pendekatan kerja, atau hanya bertemu mereka pada kerja-kerjakelembagaan semata,

    melainkan kita akan mengetahuinya ketika kita menjadibagian dari teman sejati mereka yang

    mampu bertemu mereka disetiap keseharianmereka.[2]

    Ituartinya, kita tidak hanya bertemu mereka ketika pada kegiatan politik seperti pada saat

    mendekati Pemira semata,melainkan kita harus mendekati mereka disetiap keseharian kita.

    Denganbegitulah, kepercayaan terhadap identitas kita sebagai aktivis dakwah pundihargai oleh

    setiap kalangan. Ketika ini yang kita lakukan, inshaaAllah kita akan mampu membangunkekuatan

    Islam dengan berbagai macam gerakan muslim lainnya yang bertemu diberbagai macam bidang

  • kegiatan kehidupan, semisal; bidang kegiatan sosial,bidang kegiatan tradisi keilmuan, bidang

    kajian ke-Islam-an, bahkan hinggabidang kebudayaan, dll.[3]

    Perihalini pula-lah yang coba kita ikhtiar-kandi Gerakan Indonesia Berdaulat! (GIB) yang

    didalamnya terdapat berbagai-macamkalangan baik yang berasal dari kanan mentok, hingga kiri

    mentok- inshaaAllah terdapat didalamnya.Kesadaran yang ditanam dalam gerakan ini adalah

    membangun kekuatan politikbersama dalam bidang kedaulatan, bukan untuk mendominasi atau

    pun untukmempolitisir kepentingan golongan tertentu.

    Mungkin,pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah; bagaimana ketika diantara kitasaling

    mengkritisi? Jika perihal mengkritisi sesuatu sesuai dengan fakta yangberkembang meski

    terkadang cara mengkritisinya belum tepat- yang harus kitakedepankan adalah

    sifatkhusnudzhonitu sendiri. Salim A. Fillah mengungkapkan; pada dasarnya, musuh yang

    menyamarlebih menyenangkan daripada teman sejati. Maksudnya adalah, sebagaimana

    kaumzionisme saat ini, cara mengelabui umat Islam tidak selamanya dilakukan dengancara

    kekerasan, melainkan bagaimana melenakan umat Islam melalui fashion, food, film, gamedsb.

    Begitupun diri ini, jikalau diri ini membiarkan saudara-saudaraku terlena dengan apayang

    mungkin menjadi jurang penjerumus masa depan, maka tak ubahnyalah akumenjadi bagian dari

    kalangan zionis? Sahabat sejati adalah sahabat yang selalumeningatkan dan menjauhi

    sahabatnya dari lubang kenestapaan. Sudikah kiranyakau jadi sahabat sejatiku?

    Sebuahkata bijak mengungkapkan; semua orang berhak menjadi dai dan menyebarkan

    kebenaran. Sebab, kebenaran yangditutup-tutupi akan menimbulkan kejahatan yang lebih besar.

    Begitu pun diriini, meski mungkin cara dan sikapku dalam mengungkapkan perihal ini

    memilikiberbagai macam perdebatan, namun setidaknya yakinlah bahwa hati ini tak inginmelihat

    saudaranya mengalami pelemahan dalam gerakan akibat kita terlalu puasatau pun permisif

    dengan apa yang ada dalam diri kita saat ini. Semogadengan inilah, Allah membangkitkan

    kembali semangat kita dalam bergerak.

    Mungkinkah Murobbi?

    Sebelum membahas perihal lebih jauh, patut sekiranya aku sangat meminta maaf

    jikalautulisan part 1 bagian 2 yang membahas tentang

    permasalahan halaqoh maupunmurobbibegitu mendalam dan bahkan terkesan sarkastis. Namun,

    yang patut dipahamibahwa; ada kekhawatiran yang tinggi jika realita tersebut

    berkembangditengah-tengah kita. Mungkin, kita pun sangat sulit untuk mengembalikanke-

    emasan Islam di Madinah dan Makkah seperti dahulu kala, yang hidup dalamtradisi keilmuan

    yang begitu tinggi dan terukur dalam menentukan siapa yanglayak menjadi murobbi.

    Meski pun begitu, bukan berarti kitaharus menyerah dengan kondisi yang ada dan berdiam

    terhadap dinamika realitayang berkembang. Yang harus kita lakukan saat ini dan ini pun

    menjadiinstrospeksi keras bagi diri ini- adalah upaya untuk melakukan perbaikan itusendiri. M.

    Faudhil Adhim menyatakan; saat ini kebanyakan dari kita adalahorang-orang yang baru hanya

    semangat ghiroh-nya,namun sangat lemah dalam ghiroh ber-tholabulilmi.

    Semoga, apa yang diungkapkan olehUstadz Faudhil Adhim menjadi sebuah batu loncatan

    untuk kita bergerak lebihbaik. Ibnu Khaldun yang menyatakan; peradaban merupakan produk

    dari akumulasitiga elemen penting yaitu 1) kemampuan manusia untuk berpikir yang

    menghasilkansains dan teknologi 2) kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politikdan

    militer dan 3) kesanggupan berjuang untuk hidup.[4]

  • Dalampandangan Ibnu Khaldun, faktor terpenting dari hancurnya suatu peradaban

    adalahrusaknya sumber daya manusia, baik secara moral maupun secara intelektual.Merosotnya

    moral penguasa akan mengakibatkan menurunnya kegiatan keilmuan dankepedulian masyarakat

    terhadap kepentingan ilmu itu sendiri.

    Sebagaimanakita ketahui, memang pada dasarnya mentor di tingkat kampus pun masih

    tergolongminim. Selain itu, karena memang kebutuhan yang mendesak untuk merespon

    ribuanorang yang ingin mengaji, maka syarat seseorang untuk menjadi mentor pundipermudah.

    Bagiku, sebenarnya perihal tersebut bisa disiasati dengan beberapacara.

    Mentoring keilmuan. Sebagaimanayang kita pahami, bahwa pada saat ini

    konsep halaqohdi tingkat kampus sudah sesuai dengan setiap klastermasing-masing. Namun

    mungkin, dalam hal ini penekanan untuk menjadi ahli dibidang keilmuannya masing-masing

    belum begitu ditekankan. Maksudnya adalah; alangkah lebih baiknya jikalau kitamemahami

    bahwa kapasitas keagamaan kita belum mencapai standar tertentusemisal; tahsin dan

    tahfidz Al-Quran secara baik dan benar, munguasai ilmu Islam yang sangatmendasar- bisa

    disiyasati bahwa fungsi murobbiyang kala itu terdesak karena kebutuhan lebih menekankan

    kepadamurobbi-nya untuk meng-upgrade setiap mutarobbi pada penekanan akademik dantradisi

    keilmuan di bidangnya sesuai dengan paradigma pendidikan Islam. Misal; murobbi yang berada

    di kluster agrosangat menekankan mutarobbi-nya untuk menjadi ahli di bidang agro.

    Fungsi halaqoh juga harus mampu menelaahpermasalahan di bidangnya, lalu mencari solusi dan

    di-upgrade untuk menjawabtantangan-tantangan di masa depan. Semisal; permasalahan agro

    saat ini adalahketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras dan gandum. Sebagaimana

    kitaketahui, saat ini dengan impor beras telah menyebabkan banyaknya petani yanggulung tikar.

    Terlebih lagi gandum, Indonesia 100% impor gandum yangmenghabiskan subsidi negara

    mencapai sekitar 16 triliun hampir sama dengananggaran Kementerian Pertanian tahun 2013-

    telah merugikan negara itu sendiri.Dari contoh permasalahan inilah; bagaimana

    dalam halaqoh mampu mencari solusi dan mampu

    mengarahkan mutarobbi menyelesaikanpermasalahan-permasalahan tersebut di masa

    mendatang dengan cara mengarahkansetiap mutarobbi untuk menjadi ahli di bidang pangan itu

    sendiri. Cita-cita dankeinginan setiap mutarobbi harus diketahui oleh setiap peserta halaqoh, dan

    fungsi murobbi dalam halini adalah menjadi control socialuntukmengarahkan setiap mutarobbi-

    nyafokus terhadap pencapaian cita-citanya yang dibutuhkan demi menyelesaikanpermasalahan

    umat. Perihal tersebut bisa dilakukan dengan cara menambahkanmutabaah yaumiah yang

    diintegrasikan dengan mutabaah keilmuan yang selaludipantau setiap kali halaqoh. Hal

    iniberkaitan dengan; belajar setiap hari di luar kuliah kampus selama tiga jam,penguasaan materi

    akademik, dan penguasaan ilmu-ilmu alat.[5]

    Ibnu Khaldun menyatakan bahwa subtansimaju mundurnya peradaban ditentukan dengan

    maju mundurnya ilmu pengetahuan.Namun ilmu pengetahuan tidak akan hidup jika tidak

    ada komunitas aktif yangmengembangkannya. Ketika Jamaah tarbiyahingin menggapaidaulah

    Islamiyah,maka yang harus ditekankan adalah pengembangan komunitas kecil yang aktif dalam

    pengembangan keilmuandan pergerakan. Dari komunitas kecil yang konsisten dan berkembang

    akanmelahirkan peradaban yang besar dengan menjamahnya komunitas aktif yang besarpula.

    Dari komunitas itulah akan terbentuk masyarakat yang memiliki berbagaimacam kegiatan

    kehidupan yang akan menciptakan sistem kemasyarakatan. KotaMadinah, kota Cordova, kota

    Baghdad, kota Cairo, dll adalah kota yang terlahirdari suatu komunitas kecil aktif yang

    kemudian menciptakan sistemkemasyarakatan hingga berujung pada penciptaan suatu Negara.

  • Mungkin yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah; bagaimanadengan pengembangan ilmu

    Islam-nya? Salim A. Fillah menyatakan; ketika kitasecara sadar berada dalam keadaan yang

    mungkin belum mumpuni dalam kapasitaske-ilmu-an Islam, yang harus dilakukan adalah

    bagaimana menggiring setiap mutarobbi untuk terlibat aktif dalammajelis-majelis ilmu Islam

    bersama para asatidz.Misal; halaqoh bisa diarahkan setiap mutarobbi untuk merutinkan

    pengajianbersama ustadz secara ter-manage. Di sisi lain; murobbi juga harus terus-menerus

    mendalami ilmuke-Islam-an itu sendiri dengan sungguh-sungguh.[6]

    Pada dasarnya, masih begitu banyak perihal yang aku ingin bahas dalam tulisan ini.Namun,

    mungkin akan ada pembahasan lebih jauh yang akan aku tuliskan dikemudian hari. Pada

    dasarnya, ada beberapa solusi yang sekiranya tidak dapat diungkapkan dalam tulisan ini yang

    ingin sekali aku bersillaturrahim dengansahabat-sahabatku di dalam jamaah tarbiyah untuk

    membahas perihal ini lebihjauh. Setidaknya, inilah bagian dari ikhtiarku untuk menjawab segala

    tantangan yang menghadang kita di depan. Apakah rela kita dijajah kembali dan tetap bertekuk

    lutut dihadapan zionis dan sekutunya? Apakah kita masih rela melihat tukang becak yang

    sebegitu tua terus mendayungkan becaknya demi sesuap nasi? Sedangkan kita yang hari ini

    menjadi bagian dari kaum intelektual hanya bisa berdiam dan menjadi penonton terhadap segala

    macam kedholiman. Aku rasa, disinilah esensi kita untuk bangkit dan bergerak kembali. Semoga

    dengan inilah, Jamaahtarbiyah bisa bangkit dan mampu menjadi kekuatan baru bagi umat

    muslim saatini. Amiin ya Robb..

    Wallahu Alam Bii Showaab..

    [1]Betapa tidak, aku tidak pernah mengerti tentang apa nasibku hari ini jika akutidak

    mengenal Jamaah tarbiyah kala itu. Allah memberikan kasih-Nya kepadakuuntuk tidak akan

    pernah aku sia-siakan. Aku adalah salah seorang pernahmengalami Drop Out secara halus dari

    Madrasah Tsanawiyah-ku dulu lantaranbegitu sering membolos tanpa alasan dan berbuat begitu

    onar di sekolah. Padamasa itu pula, meski aku tidak pernah menggunakan ganja, namun aku

    pernahmenjadi bagian dari kehidupan orang-orang yang memakai ganja itu sendiri.Ketika

    memasuki Madrasah Aliyah Al-Hikmah, disanalah pertama kali akuberkenalan dengan Jamaah

    tarbiyah. Darisanalah aku begitu sadar, betapakehadiran Islam sungguh aku butuhkan. Aku

    dibina dengan keikhlasan dan kasihsayang sebagaimana yang pernah aku tuliskan tentang

    berbagai macam pengalamanyang pernah aku dapatkan di KAPMI dan Al-Hikmah. Di KAPMI-lah,

    tempat pertamakali aku mengenal bagaimana aku dibina olehnya dalam memperjuangkan apa

    yangbisa kita perjuangkan kala itu. Dalam hal ini, aku sungguh berterima kasihkepada kakakku,

    Fahmi Irhamsyah yang telah mengantarkanku untuk memiliki hidupyang lebih bermakna.

    [2]Perihal ini dapat dibuktikan dengan sejauh mana kita mendekati mereka padaruang

    yang bersifat kultural. Semisal;intensitas mengunjungi kost-kost-san mereka, makan bareng

    dengan mereka, tidurbareng, nonton film bareng, belajar bareng, hingga akhirnya mereka

    mempercayaikita dan menjadikan kita bagian dari kehidupan mereka. Sehingga mereka

    tidaksungkan untuk menyampaikan berbagaimacam unek-uneknya kepada kita. Perihalini pula

    sebagaimana yang kita dapatkan antara kita dengan sesama kadertarbiyah itu sendiri dalam

    membangun ukhuwah dan sebagaimana pertama kali kitamendekati Jamaah tarbiyah itu sendiri.

    Dalam hal ini, aku sangat berterimakasih kepada kerebatku Zaki Arrobi, Gani Rahardjo, Mas

    Hafidz Arfandi, MasBhima Yudhistira, dan Fadhli Azami, dkk meski pun kita berbeda dalam

    carapandang dan berbeda dalam gerakan, namun mereka adalah orang yang

    menginspirasikuselama ini.

  • [3]Perihal ini adalah cara untuk bagaimana kita membangun kesatuan umat

    denganberbagai macam gerakan lain, baik dengan Muhammadiyah yang bisa

    salingmembangun supporting system dalamsosial kemasyarakatan, Nahdhatul Ulama yang bisa

    membangun supporting system dalam bidangpengembangan kultur kebudayaan dan tradisi Islam,

    Salafi yang bisa membangun supporting system dalam bidangpengembangan Aqidah-Tauhid di

    setiap masyarakat.

    [4]Ibn Khaldun, Abd al-RahmAn Ibn Muhammad, TheMuqaddimah: an Introduction to

    History, Penerjemah Franz Rosenthal, 3jilid, editor N.J. Dawood. (London, Routledge & Kegan

    Paul, 1978,hal.54-57. Dalam Hamid Fahmy Zarkasyi. PeradabanIslam: Makna dan Strategi

    Pembangunannya.(Ponorogo: Center for Islamic andOccidental Studies, 2010) hal. 16

    [5]Memang perihal ini sangatlah ideal. Dan saat ini, aku pun belum menjadi murobbi yang

    membidangi hal tersebut.Dan perihal inilah yang menjadi PR terbesar bagiku. Meski pun begitu,

    benihuntuk menciptakan hal seperti ini sudah mulai tumbuh, oleh karena itu akusedang

    melakukan eksperimen terhadap beberapa orang untuk mampu mengawaliperihal tersebut di

    bidang kedaulatan dan pemikiran Islam. Ada komitmen bagidiri ini untuk menjadi ahli di bidang

    keilmuanku semisal sosiologi, kepenulisan,dan pemikiran- oleh karena itu saya sudah

    membangun komitmen belajar selama 5jam diluar dari proses belajar-mengajar kampus. Dan

    perihal ini sedang akutekankan di Gerakan Indonesia Berdaulat (GIB) untuk menggagas

    kedaulatan itusendiri. Mengapa aku bersi-kukuh dengan GIB? Karena dari para pemikir

    politikIslam dari Ibnu Taymiyah hingga Fazlur Rahman sangat kedaulatan dalam

    Islam.Kedaulatan adalah kata yang diambil dari bahasa Arab dari kata Daulah__DaulahIslamiyah.

    Maksudnya adalah; ketika kita ingin mencapai Daulah Islamiyah, makayang harus kita lakukan

    adalah mendaulatkan negeri ini terlebih dahulu baikterhadap sumberdaya alam dan

    kesejahteraan bagi masyarakat. Sebab, kedaulatanadalah dakwah dan jihad terbesar yang harus

    menunjukkan bahwa identitas kitasebagai seorang muslim harus mampu menggapai kedaualatan

    demi kesejahteraanumat, disanalah kita akan mampu menginisiasi Daulah Islamiyah

    yangsesungguhnya. Oleh karena itu, wajarlah jikalau GIB tidak mengambil peran

    dalamperebutan kekuasaan BEM KM. Karena bagi kami, ada permasalahan yang lebih

    besaruntuk kita perjuangkan. Dan hal ini pula yang aku lakukan dari permasalahanyang paling

    kecil, untuk tidak memakan roti, mie yang seluruhnya menggunakangandum. Perihal ini dalam

    rangka mengurangi gandum sedikit demi sedikitterhadap kita demi keutuhan pangan lokal. Selain

    itu juga berkomitmen untuktidak membeli kebutuhan pribadi di Indomaret, Alfamaret, Circel Q,

    Seven Elevendan sekutunya yang telah mematikan pasar rakyat. Begitu pun untuk tidak

    membeliproduk-produk Coca Cola Company, Unilever, dll. Perihal ini juga yang menjadipesan

    dari Syeikh Ahmad Yasin dalam surat yang ditulisnya untuk umat. Perihalini akan dibahas lebih

    lanjut dikemudian hari.

    [6]Padadasarnya, perihal inilah yang sangat ditekankan oleh setiap kader di awal-

    awalterbentuknya Jamaah tarbiyah. Namun,sebagaimana Salim A. Fillah juga mengakui;

    semangat seperti ini sudah sedikitdemi sedikit hilang. Di sisi lain, akujuga melihat beberapa

    kader masih adayang sulit sholat subuh di Masjid dan masih sering tidur setelah sholat

    subuhtanpa suatu alasan tertentu. Sebagaimana kita ketahui, waktu-waktu tersebutadalah waktu

    yang begitu penting untuk beraktifitas dan adanya keberkahan didalamnya. Ini pantauanku

    terhadap beberapa mentor, harus lebih semangat lagiberkaitan dengan hal ini.