anggota ii bpk ri ‘banyaknya prioritas sulitkan penyusunan ... · 22 agustus 2011 warta bpk...

10
22 Warta BPK AGUSTUS 2011 WAWANCARA DALAM Nota Keuangan RAPBN 2012, tema pem- bangunan yang ditetapkan yaitu Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkuali- tas, Iklusif, dan Berkeadilan bagi Peningkatan Kese- jahteraan Rakyat. Sementara sasaran pembangu- nan nasional dikelompokkaan dalam tiga bagian yaitu sasaran pembangunan kesejahteraan, sasa- ran penguatan pembangunan demokrasi, dan sa- saran penegakan hukum. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai pandangan BPK atas anggaran ta- hun depan itu, berikut penuturan Anggota BPK Taufiequrach- man Ruki melalui penjelasan ter- tulis kepada Warta BPK. Apakah tema RAPBN 2012 su- dah sejalan dengan pengelolaan dan penggunaan uang negara? Pada prinsipnya pengelolaan keua- ngan negara (termasuk penganggaran) merupakan salah satu tahapan dan rang- kaian kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam praktek penye- lenggaraan pemerintahan, kita telah ber- sama-sama menyepakati bahwa dalam kurun waktu 20 tahun kedepan bangsa Indonesia telah memiliki dan mene- tapkan visi, misi, tujuan, sasaran dan berbagai program pembangunan yang akan dilaksanakan. Hal ini tercermin dari substansi UU Nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-20025 (RPJPN 2005-2025). Selanjutnya perlu diingat pula bah- wa dalam 5 tahun mendatang berdasar- kan PP No.5/2010 tentang Rencana Pem- bangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 (RPJMN 2010-2014), pemerintah telah menetapkan hal-hal yang ingin dicapai dalam penyeleng- garaan pemerintahan. Tentunya RPJMN 2010-2014 itu harus sejalan dan merupakan penjabaran dari RPJPN 2005-2025. Terkait dengan tema RAPBN 2012, mari kita dalami dan cermati bersama, sejauhmanakah sasaran dan target yang akan dicapai melalui RAPBN 2012 itu, telah konsisten, fokus dan menunjang capaian sasaran yang telah ditetapkan dalam RPJPN maupun RPJMN. Menurut pendapat saya, tema yang diusung oleh peme- rintah dalam RAPBN 2012, secara umum telah mengarah ke- pada visi pembangunan yang ditetapkan dalam RPJPN 2005- 20025 yaitu “Indonesia Yang Maju, Mandiri, Adil dan Makmur”. Taufiequrachman Ruki Anggota II BPK RI ‘Banyaknya Prioritas Sulitkan Penyusunan Anggaran’ Taufiequrachman Ruki foto-foto warta bpk: rianto

Upload: trandiep

Post on 31-Mar-2019

270 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

22 Warta BPKAGUSTUS 2011

WAWANCARA

Dalam Nota Keuangan RaPBN 2012, tema pem­bangunan yang ditetapkan yaitu Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkuali­tas, Iklusif, dan Berkeadilan bagi Peningkatan Kese­jahteraan Rakyat. Sementara sasaran pembangu­nan nasional dikelompokkaan dalam tiga bagian yaitu sasaran pembangunan kesejahteraan, sasa­ran penguatan pembangunan demokrasi, dan sa­saran penegakan hukum. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai pandangan BPK atas anggaran ta­

hun depan itu, berikut penuturan Anggota BPK Taufiequrach-man Ruki melalui penjelasan ter­tulis kepada Warta BPK.

Apakah tema RAPBN 2012 su-dah sejalan dengan pengelolaan dan penggunaan uang negara?

Pada prinsipnya pengelolaan keua­ngan negara (termasuk penganggaran) merupakan salah satu tahapan dan rang­kaian kegiatan dalam penyeleng garaan pemerintahan. Dalam praktek penye­lenggaraan pemerintahan, kita telah ber­sama­sama menyepakati bahwa dalam kurun waktu 20 tahun kedepan bangsa Indonesia telah memiliki dan mene­tapkan visi, misi, tujuan, sasaran dan berbagai program pembangunan yang akan dilaksanakan. Hal ini tercermin dari substansi UU Nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005­20025 (RPJPN 2005­2025).

Selanjutnya perlu diingat pula bah­wa dalam 5 tahun mendatang berdasar­kan PP No.5/2010 tentang Rencana Pem­bangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010­2014 (RPJMN 2010­2014), pemerintah telah menetapkan hal­hal yang ingin dicapai dalam penyeleng­garaan pemerintahan. Tentunya RPJMN

2010­2014 itu harus sejalan dan merupakan penjabaran dari RPJPN 2005­2025.

Terkait dengan tema RAPBN 2012, mari kita dalami dan cermati bersama, sejauhmanakah sasaran dan target yang akan dicapai melalui RAPBN 2012 itu, telah konsisten, fokus dan menunjang capaian sasaran yang telah ditetapkan dalam RPJPN maupun RPJMN.

Menurut pendapat saya, tema yang diusung oleh peme­rintah dalam RAPBN 2012, secara umum telah mengarah ke­pada visi pembangunan yang ditetapkan dalam RPJPN 2005­20025 yaitu “Indonesia Yang Maju, Mandiri, Adil dan Makmur”.

Taufiequrachman Ruki Anggota II BPK RI

‘Banyaknya Prioritas Sulitkan Penyusunan Anggaran’

Taufiequrachman Ruki

foto-foto warta bpk: rianto

23Warta BPK AGUSTUS 2011

Namun demikian, haruslah kita sadari bersama bahwa tema hanyalah salah satu instrumen untuk mengarahkan dan upaya untuk lebih memfokuskan apa yang kita akan lakukan. Yang lebih penting disini adalah bagaimana mem­formulasikan dan mengimplementa­sikan tema tersebut dalam berbagai program dan kegiatan, untuk selanjut­nya dilaksanakan dengan mekanisme pengelolaan keuangan negara yaitu meliputi penyusunan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban APBN

Bila mencermati alokasi anggaran

kementerian/lembaga pada RAPBN 2012 memang ada relevansi dengan pertumbuhan ekonomi dan peningka­tan kesejahteraan masyarakat. Kita ha­rus mendorong Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan untuk dapat mengoptimalkan alokasi belanjanya guna peningkatan sarana dan prasarana bagi kegiatan ekonomi.

Sementara itu, kepada Kementeri­an Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, dan Kementerian Kesehatan memiliki yang memiliki peran untuk men­deliver kebutuhan mendasar rakyat Indonesia di bidang pendidikan, keagamaan, dan kesehatan harus pula kita dorong dan awasi pemanfaatan alokasi anggarannya yang diamanah­kan kepada mereka.

Namun demikian terdapat bebera­

pa permasalahan yang perlu dicermati oleh pemerintah agar alokasi belanja dalam RAPBN 2012 sejalan dengan tema yang telah ditetapkan yaitu:

Alokasi belanja modal yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi sangat rendah.

Postur belanja dalam RAPBN 2012 menunjukkan bahwa masih banyak be­lanja yang dialokasikan untuk belanja­belanja yang sifatnya wajib dan mengi­kat, seperti belanja pegawai, sehingga belum memberikan porsi yang signifi­kan untuk belanja modal. Meskipun

belanja pegawai dan belanja modal se­tiap tahun terus meningkat, tetapi porsi belanja modal baru mencapai sekitar 11,5% dari Belanja Negara, dan masih di bawah belanja pegawai yang besarnya mencapai 15,2% dari Belanja Negara.

Demikian pula bila kita cermati alo­kasi belanja transfer ke daerah yang mencapai Rp464,4 triliun atau sekitar 32,74% dari Belanja Negara, selama ini telah kita ketahui pula bahwa hampir sebagian besar APBD yang sebagian besar pendapatannya bersumber dari dana transfer tersebut, belanjanya di­alokasikan untuk membiayai keperluan operasional seperti belanja pegawai dan perjalanan dinas.

Pemerintah tidak memiliki fleksibili­tas yang cukup untuk mengarahkan sumber daya yang dimilikinya pada bi­

dang ekonomi yang telah ditetapkan sebagai prioritas, karena masih banyak mengalokasikan sumber dayanya pada belanja­belanja yang sifatnya wajib dan mengikat.

Alokasi Belanja untuk seluruh ke­menterian/Lembaga (KL) pada RAPBN 2012 hanya mencapai Rp476,6 triliun atau 49,95% dari Belanja Pemerintah Pusat. Sementara 50,5% lainnya dialo­kasikan untuk jenis belanja yang dike­lola oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Sebagaimana kita ketahui, be­lanja­belanja yang dikelola oleh BUN

ini sebagian besar ditujukan untuk belanja­belanja yang mengikat seperti pembayaran bunga utang pemerintah dan subsidi. Pembayaran bunga utang dalam RAPBN 2012 mencapai Rp123,07 triliun atau 8,68% dari Belanja Negara dan subsidi mencapai Rp208,9 triliun atau 14,73% dari Belanja Negara.

Bagaimana dengan 2011 sendiri? Alokasi belanja pada APBN 2011

yang sifatnya wajib dan mengikat jauh lebih besar dari alokasi untuk belanja modal yang diharapkan bisa menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi di bi­dang yang menjadi prioritas pemerin­tah. Alokasi belanja modal dalam APBN­P 2011 hanya sebesar Rp135,85 triliun atau 11% saja dari total Belanja Negara.

Pada 2011, sesuai dengan APBN­P TA 2011, KL yang mendapatkan alokasi

24 Warta BPKAGUSTUS 2011

WAWANCARA

anggaran terbesar dan lebih dari Rp20 triliun berturut­turut (dimulai dari yang terbesar) adalah Kemendiknas (Rp63,44 triliun), Kemenhan (Rp42,90 triliun), Ke­menPU (Rp36,09 triliun), Kementerian Agama (Rp30,13 triliun), Polri (Rp27,80 triliun), dan Kementerian Kesehatan (Rp23,76 triliun).

Dengan demikian, untuk alokasi per kementerian kebijakan yang diterapkan pada 2012 tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan de­ngan kebijakan yang diterapkan tahun ini.

Permasalahan keterbatasan atas fleksibilitas pengalokasian anggaran untuk mencapai prioritas yang telah ditentukan juga dialami dalam postur APBN 2011. Belanja­belanja yang si­fatnya wajib dan mengikat juga men­dominasi postur APBN­P 2011 sebagai berikut:

­ Belanja pegawai dialokasikan sebesar Rp180,82 triliun atau 14,71% dari Belanja Negara.

­ Alokasi untuk transfer ke daerah pada 2011 tidak jauh berbeda proporsinya dengan alokasi 2012 yaitu sebesar Rp392,98 triliun atau 31,96% dari Belanja Negara.

­ Untuk alokasi anggaran yang dikelola BUN, kebijakan alokasi pada 2011 dan 2012 juga tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Subsidi mendapatkan alokasi sebesar Rp187,62 triliun 15,26% dari Belanja Negara se­mentara pembayaran bunga utang mendapatkan alokasi Rp115,62 triliun atau 9,37% dari Belanja Negara.

Apakah RAPBN 2012 ini rasional, efektif, dan efisien jika dibandingkan dengan realisasi APBN 2011?

Melihat realisasi APBN 2011, pe­nyerapan anggaran belanja KL sampai dengan semester I/2012 masih sa­ngat rendah yaitu sekitar 26%. Hal ini menunjukkan kemampuan KL dalam mengelola anggaran masih belum efektif. Seperti halnya penyerapan ang­garan di tahun­tahun sebelumnya, tren penyerapan anggaran yang menumpuk di akhir tahun anggaran selalu berulang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran atas efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran. Bagaimana mungkin KL bisa mengelola anggaran dan kegiatan yang dibiayainya dengan baik jika sebagian besar, bahkan mayoritas anggaran di­laksanakan secara bersamaan di dua atau bahkan satu bulan terkahir? Ini per­lu mendapatkan perhatian yang cukup bagi para pemeriksa BPK di lapangan. Jangan sampai anggaran yang sudah dialokasikan sebegitu besar, ternyata

asal­asalan dalam pelaksanaannya atau bahkan ternyata tidak ada wujud keg­iatan atau barang/jasanya.

Dalam APBN 2012, kemungkinan besar masalah ini masih akan terjadi. Hal ini berdasarkan pengamatan bah­wa sampai saat ini, pemerintah belum menerapkan langkah yang konkret un­tuk memperbaiki tren penyerapan ang­garan itu.

Untuk KL yang menjadi bidang pembinaan pemeriksaan Anda, jika dibandingkan dengan realisasi APBN 2011, Anda melihat besaran alokasi anggaran dalam RAPBN 2012, apak-ah nantinya akan efektif dan efisien?

Permasalahan yang dialami oleh sebagian besar KL juga dialami oleh KL di bawah pembinaan saya. Hanya saja, portofolio yang saya bina memi­liki beberapa kekhususan yang perlu mendapatkan perhatian yang berbeda dari KL lainnya.

AKN II melakukan pemeriksaan atas penerimaan pajak dan cukai yang diharapkan menyumbang sebesar Rp1.019,3 triliun atau 79% dari total pendapatan negara dan hibah. Tentu­nya menjadi tugas berat bagi kami un­tuk memantau efektivitas dan efisiensi penerimaan utama negara, apalagi kita masih terkendala dengan UU keraha­siaan pajak pada saat pemeriksaan di lapangan.

Pemeriksaan atas penerimaan per­pajakan selama ini masih menunjuk­kan berbagai permasalahan signifikan. Kepatuhan dari para wajib pajak, khu­susnya BUMN dan Bendahara, masih rendah sehingga hasil pemeriksaan BPK masih menunjukkan besarnya potensi perpajakan yang sebenarnya bisa di­tingkatkan. Pengelolaan atas penagihan dan pemantauan kewajiban perpajakan di sektor migas juga masih belum opti­mal sehingga beberapa piutang negara kepada Kontraktor Kontrak Kerjasama tidak dipantau dan ditagih dengan baik. Permasalahan­permasalahan tersebut besar kemungkinan masih ditemukan dalam pelaksanaan APBN 2012.

Kekhususan lainnya adalah penge­lolaan belanja non­KL, yaitu belanja yang dikelola oleh Bendahara Umum

25Warta BPK AGUSTUS 2011

Negara, seperti Belanja Subsidi, Belanja Lainnya, dan Belanja Transfer ke Daerah. Porsi jenis­jenis belanja ini pada 2011 maupun 2012 sangat besar, sehingga diperlukan usaha yang lebih besar un­tuk meyakinkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaanya. Risiko permasala­han tidak hanya pada saat pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari belanja­be­lanja tersebut, tetapi juga terdapat risiko besar dari mulai tahap perencanaan dan penetapan anggaran di DPR.

Tanggapan Anda mengenai calo anggaran?

Isu yang sekarang sedang menjadi perhatian publik, yaitu masalah calo anggaran, terkait erat dengan jenis be­

lanja transfer ke daerah. Untuk itu, pada semester II ini, AKN II sedang melak­sanakan pemeriksaan kinerja pengang­garan khususnya menyangkut transfer ke daerah. Diharapkan pemeriksaan tersebut dapat menemukan permasala­han utama yang perlu diperbaiki dalam proses penganggaran.

Bidang lain yang tidak kalah pen­tingnya adalah masalah pembiayaan. AKN II merupakan satu­satunya AKN yang membidangi pemeriksaan atas utang pemerintah. Untuk itu, kami te­rus­menerus meningkatkan kapasitas pemeriksaan atas utang dengan kerja sama di forum ASOSAI maupun INTO­SAI. Masih menjadi pekerjaan rumah bagi kami untuk bisa menilai efektivitas utang­utang pemerintah yang sekarang

ini hampir mencapai Rp1.750 triliun.Bagaimana seharusnya penyu-

sunan RAPBN mampu selaras dan terimplementasi secara baik dengan pembangunan nasional yang di-usung pemerintah?

Sebagaimana telah saya sampai­kan di muka, marilah kita berkomitmen kepada apa yang telah kita putuskan dalam mewujudkan visi dan misi bang­sa, setidak­tidaknya sampai dengan 2025. Untuk itu, instrumen yang diper­lukan dalam mencapai visi dan misi dimaksud adalah melalui RPJMN dan RKP. Selanjutnya RKP ini diterjemahkan dalam rencana keuangan yang disebut

dengan RAPBN. Oleh karena itu yang ingin saya sampaikan adalah bahwa penganggaran ini merupakan rang­kaian yang tidak terpisahkan dari peren­canaan. Oleh karena itu untuk meng­hasilkan RAPBN yang berkualitas. Maka harus diyakinkan bahwa proses penyu­sunan dan substansi perencanaan dan penganggaran haruslah dilakukan secara berkualitas. Parameter kualitas yang kita gunakan adalah “Governance” yang beberapa indikatornya adalah partisipatif, transparan, dan akuntabel.

Dengan demikian, kita harus terus menerus melakukan evaluasi yang me­nyeluruh terhadap perencanaan yang telah kita susun, apakah masih relevan dengan kondisi lingkungan yang se­lalu berubah ini. Demikian pula halnya

dalam proses penganggaran, harus­lah betul­betul kita cermati bersama, bahwa pada hakekatnya penganggaran merupakan rencana “kebutuhan” pe­nyelenggaraan pemerintahan, bukan­nya rencana”keinginan”. Disamping itu pula dalam penganggaran ini tidak ha­nya semata kita rencanakan kegiatan dan pendanaannya, melainkan juga dipikirkan bagaimana kemampuan KL dalam mengimplementasikannya.

Salah satu strategi yang bisa dilaku­kan dalam penyusunan RAPBN agar dapat selaras dan terimplementasi se­cara baik dengan pembangunan nasi­onal yang diusung pemerintah, adalah apabila arah pembangunan tiap tahun dilaksanakan secara fokus, tidak terlalu banyak prioritas.

Yang terjadi selama ini adalah pemerintah tiap tahun memiliki prio­ritas nasional yang sangat banyak dan hampir sama sehingga bisa dikatakan tidak ada prioritas tertentu yang akan dicapai untuk setiap tahunnya. Pada 2011 terdapat 11 prioritas nasional dan tiga prioritas lainnya, sedangkan 2012 terdapat 11 prioritas nasional.

Banyaknya prioritas nasional ini akan menyulitkan bagi pemerintah sendiri dalam menyusun RAPBN se­hingga alokasi anggaran juga akan sulit dapat mencapai tujuan pembangunan nasional.

Kenaikan besaran anggaran dalam RAPBN 2012, apa ada penga-ruhnya pada pemeriksaan LKPP atau LKKL yang berada di bawah pembi-naan Anda dari tahun sebelumnya?

Dengan semakin meningkatnya be­saran anggaran akan semakin mening­katkan risiko pemeriksaan sehingga akan sangat mempengaruhi pelaksa­naan pemeriksaan LKPP dan LKKL. Apa­bila dari sisi SDM, kita tidak mungkin menambah karena jumlah SDM kita sudah given. Namun, meningkatnya risiko pemeriksaan itu dapat kita im­bangi dengan meningkatkan kualitas auditor kita sehingga mereka dapat memiliki strategi pemeriksaan yang te­pat untuk dapat mendeteksi kesalahan yang mungkin ada dan berisiko tinggi.

and

Bila mencermati alokasi anggaran

kementerian/lembaga pada RAPBN

2012 memang ada relevansi dengan

pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat

26 Warta BPKAGUSTUS 2011

AGENDA

DAlAm keterangan persnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang bertindak sebagai tuan rumah, me-

nyatakan bahwa pertemuan ini mem-bicarakan topik utama yaitu berkaitan

dengan refleksi kemerdekaan dan pem-bangunan bangsa.

“Utamanya pada masa bakti kami, pimpinan lembaga negara yang men-jalankan tugas hasil pemilu 2009, den-gan titik berat penglihatan evaluasi dari

Rapat Konsultasi Para Pimpinan Lembaga Negara

Pimpinan lembaga negara kembali mengadakan

pertemuan pada Kamis, 4 Agustus, di Istana Negara, Jakarta. Pertemuan rutin

kali ini bertajuk rapat konsultasi peringatan Hari Kemerdekaan ke-66. Hadir

dalam pertemuan ini semua pimpinan lembaga negara

yakni MPR, DPR, DPD, BPK, MA, MK, dan KY.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, didampingi Wapres Boediono dan tiga Menko, dalam pertemuan dengan pemimpin lembaga negara di Istana Negara Jakarta pada Kamis (4/8) lalu.

27Warta BPK AGUSTUS 2011

upaya pembangunan 5 tahun, 2009-2014, terutama sekali lagi, menyang-kut satu upaya peningkatan pemba-ngunan ekonomi untuk meningkat-kan kesejahteraan rakyat,” kata Presi-den.

Selain itu, dibicarakan pula upaya dalam mewujudkan kehidupan de-mokrasi yang stabil, bermartabat, dan makin berkualitas. Juga dibahas ma-salah penegakan hukum dan keadilan bagi semua rakyat.

Dalam rapat konsultasi itu, Presi-den menyampaikan kepada para pim pinan lembaga negara perkem-bangan lingkungan global yang ber-pengaruh pada apa yang dilakukan dalam membangun bangsa. Terutama perkembangan perekonomian global yang memiliki dampak terhadap pembangunan ekonomi yang dilak-sanakan pemerintah.

Disamping itu, dilakukan semacam evaluasi keadaan negara, hasil pem-bangunan yang di laksanakan pada tahun ini yang pada garis besarnya

mencatat sejumlah hasil dan penca-paian, serta permasalahan dan tan-tangan yang dihadapi oleh bangsa.

Hasil dari pertemuan ini disepa-kati bersama antarpimpinan lembaga negara untuk terus meningkatkan apa yang telah ditetapkan sebagai sasaran untuk dicapai dalam pembangunan 5 tahun. Terutama, pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, demokrasi yang makin matang, dan penegakan hukum dan keadilan yang lebih baik.

Pada kesempatan itu, para pimpi-nan lembaga negara lain juga me-nyampaikan pandangan, rekomen-dasi, dan observasi atas apa yang mereka lihat dalam mengemban tu-gas konstitusional yang dilaksanakan. Baik itu yang berkaitan dengan upaya peningkatan pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maupun untuk meningkat-kan kehidupan demokrasi dan politik yang lebih berkualiltas dan matang, juga untuk menegakkan hukum dan

keadilan.Beberapa hal penting hasil dari

kesimpulan pertemuan tersebut yang disampaikan Presiden, pertama, pe-negakan hukum dan keadilan ini harus menjadi prioritas dan agenda utama. Kedua, perlunya terus melak-sanakan reformasi di bidang hukum demi keadilan bagi rakyat Indonesia.

”Oleh karena itu, sambil dievaluasi, diobservasi hal-hal menonjol berkai-tan dengan penegakan hukum dan keadilan ini, kita bersepakat bahwa pekerjaan rumah utama ini harus di-laksanakan secara sungguh-sungguh, agar sekali lagi, hukum makin tegak dan rakyat kita mendapatkan keadi-lan yang sejati. Di dalamnya tetap kita sepakati bahwa membangun sistem yang bersih, membangun tata kelola yang baik, serta pemberantasan ko-rupsi menjadi prioritas dalam pene-gakan hukum dan keadilan ini,” papar Presiden.

Dalam hal pembangunan eko-nomi, agar bisa berjalan dengan baik,

diperlukan keadaan negara yang kon-dusif. Untuk itu, para pimpinan lem-baga negara ber-sepakat untuk te rus menjaga stabilitas politik sambil terus menghidupkan de-mokrasi, memeliha-ra kea manan dan keter tiban publik di seluruh tanah air.

Selain itu, me-mastikan bahwa birokrasi makin re-sponsif, menjaga iklim investasi dan pembangunan eko-nomi. Diperlukan pula kepastian ter-jadinya sinergi an-tara pembangunan yang dilaksanakan pada tingkat peme-rin tah pusat de-ngan pemerintah daerah. and

Presiden SBY tengah menyampaikan hasil pertemuan dengan para pimpinan lembaga negara kepada pers.

28 Warta BPKAGUSTUS 2011

AGENDA

BPK Jaga Sinergi dengan Media MassaBagi BPK, media berperan sebagai penyebar informasi agar apa yang sedang dan akan dilakukan BPK bisa diketahui masyarakat luas. Ini tak lepas dari posisi BPK yang juga menjadi sumber berita.

SEPErTI halnya dengan lemba-ga, kementerian, atau instansi pemerintah yang mempererat tali silaturahim dan menjaga

hubungan baik dengan media massa, pada ramadan kali ini, BPK melakukan hal yang sama.

BPK menggelar editors forum be-lum lama ini. Acara ini dikemas dalam buka puasa bersama dengan awak me-dia massa. Hadir dalam acara tersebut, Ketua BPK Hadi Poernomo, Anggota I BPK moermahadi Soerja Djanegara, dan Anggota III BPK Hasan Bisri.

Pejabat eselon I, II, III, dan IV di lingkungan kerja BPK pun turut hadir

dalam acara yang bertempat di lantai 8 ruang Pola Gedung Arsip BPK ini. Se-mentara dari mass media hadir bebe-rapa wartawan senior dan reporter dari berbagai media massa nasional, baik cetak maupun elektronik.

Sebagai lembaga negara yang me-miliki wewenang besar dalam peme-riksaan keuangan negara, acara buka bersama ini juga, oleh wartawan di-jadikan ajang untuk mencari bahan berita. Khususnya yang terkait dengan pemeriksaan keuangan negara. mulai dari proyek e-KTP, audit forensik kasus Century, sampai perusahaan terkait dengan Nazaruddin yang berindikasi

Ketua BPK RI Hadi Poernomo menyampaikan langkah-langkah yang akan dan tengah dilakukan BPK kepada pers.

menyebabkan kerugian negara atau berindikasi fraud pada proyek dari in-stansi pemerintah.

Terkait dengan kelanjutan kasus Century yang audit investigatif dan audit lanjutannya dilakukan BPK, mun-cul pertanyaan dari wartawan, apakah BPK hanya bersikap pasif saja, ”perik-sa, laporkan, selesai”, sehingga kasus ini hingga sekarang belum ada titik terang.

menanggapi hal itu, Anggota III BPK Hasan Bisri menyatakan suatu audit dikatakan efektif apabila tujuan yang dirancang dalam audit tersebut tercapai.

“Itu bagi kami selesai. Apakah nanti laporan itu ditindaklanjuti atau tidak, itu sudah di luar kekuasaan BPK,” jelas-nya.

Walau begitu, BPK siap jika aparat hukum meminta bantuan manakala di-perlukan. misalnya, menghitung keru-gian negara dan memberikan kete-rangan ahli. Artinya, kewenangan BPK sesuai dengan undang-undang seperti itu.

Sementara itu, ada juga yang

29Warta BPK AGUSTUS 2011

menanyakan soal inisiatif BPK untuk melakukan pemeriksaan investigatif terkait dengan perusahaan Nazaru-ddin. mengenai hal ini, Ketua BPK Hadi Poernomo mengungkapkan bahwa dalam laporan hasil pemeriksaan BPK pada 2010 telah banyak diungkapkan kasus Kementerian Kesehatan dan Ke-menterian Pendidikan Nasional yang kebetulan terkait dengan perusahaan yang sedang bermasalah saat ini (peru-sahaan terkait Nazaruddin).

Perusahaan Nazaruddin yang terli-bat proyek di kementerian ini rencana-nya akan didalami BPK. Sekitar satu-dua bulan ke depan, BPK akan membuat laporan pemeriksaannya.

Langkah Ke DepanDalam kesempatan itu, kepada me-

dia massa, Hadi Poernomo memapar-kan program apa saja yang sedang dan akan dilakukan BPK. Salah satu bentuk pemeriksaan yang akan dikembangkan BPK ke depan adalah pemeriksaan ki-nerja (performance audit).

“Kita terbantu juga dengan expert dari luar, Paul Nicholls. Beliau ba nyak memberikan bantuan bagaimana membuat laporan hasil pemeriksaan kinerja yang baik. [Pemeriksaan] Kinerja ini untuk menilai apakah suatu proyek itu efisien, efektif, ekonomis, dan apa manfaat hasilnya,” paparnya.

menurut dia, BPK juga tengah mem-bangun sebuah sinergi nasional sistem informasi dan kepastian hukum. model ini bertujuan untuk mendorong tercip-tanya keadilan sosial berdasarkan peran, fungsi, dan wewenang BPK.

Sinergi nasional sistem informasi ini, salah satu unsur utamanya adalah penerapan e-audit. Hadi Poernomo me-nyoroti proyek penting e-audit, sebagai salah satu program unggulan yang akan diwujudkan BPK ke depan. Jika penera-pan e-audit ini bisa dijalankan dengan baik, diharapkan terwujud keadilan so-sial seperti yang dicita-citakan bangsa Indonesia, melalui wewenang dan fungsi BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara.

Terkait dengan penerapan e-audit ini, sampai saat ini, BPK telah menjalin

nota kesepahaman (moU) dengan 1.000 entitas terkait dengan penerapan e-au-dit ini. mereka terdiri dari lembaga legis-latif, lembaga yudikatif, dan lembaga eksekutif, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah.

Sementara sinergi nasional terkait dengan kepastian hukum, sesuai de-ngan kewenangannya, BPK akan mene-laah peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memastikan semua-nya bermanfaat bagi masyarakat. Apa yang ditelaah BPK, pertama, pelaksa-naan perundang-undangan secara kon-sekuen.

“Banyak peraturan perundang-undangan yang tidak dilaksanakan. Ini kuncinya kepastian hukum,” ujar Hadi.

Dia mencontohkan Pasal 27 ayat 1 UU No.39 Tahun 2004 Tentang Penem-patan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar Negeri. Pada aturan tersebut dinyatakan bahwa tidak boleh tenaga kerja dikirim keluar kalau negara penerima belum menjalin moU dengan Indonesia. Atau, negara yang belum memiliki undang-undang yang menga-tur hak dan kewajiban tenaga kerja.

Kedua, harmonisasi peraturan pe-rundang-undangan. Ada peraturan-pera turan pemerintah atau kuasa

undang-undang yang dibentuk atas perintah undang-undang, banyak juga yang dibatalkan. Sebab, bertentangan dengan aturan hukum di atasnya. Di-duga melanggar Pasal 7 Ayat 1 UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Ketiga, penerbitan kuasa peraturan. UU selalu mengatakan tata cara ini dia-tur oleh peraturan pemerintah, kepu-tusan presiden dan lainnya. Namun, ternyata setelah diterbitkannya suatu UU, tatacara dalam UU itu yang diatur PP ternyata PP-nya sendiri tidak terbit atau lama terbitnya. Hadi merujuk pada UU No. 39 Tahun 2004, ada enam PP yang diterbitkan olehnya, sampai seka-rang tidak satu PP pun yang terbit. Su-dah tujuh tahun tidak terbit.

“Yang benar itu, begitu UU diun-dangkan, seharusnya semua peraturan telah disiapkan,” jelasnya.

Hadi Poernomo juga meminta du-kungan dan doa dari media massa agar pembentukan ASEAN SAI atau perkum-pulan BPK-BPK se-Asean bisa terwujud. Sebab, ASEAN SAI ini merupakan buah prakarsa dari BPK. rencananya akan dideklarasikan pada 16 November 2011 di Bali. Bersamaan diselenggarakannya ASEAN Summit. and

Tampak terlihat Ketua BPK berbincang dengan beberapa wartawan senior dan Inspektur Utama BPK Mahendro Sumardjo.

Foke Gandeng BPK Amankan Fasos–FasumPengadan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang menjadi kewajiban para pengembang pemegang IPPT masih menjadi gajalan Pemda DKI dalam meraih opini WTP. Bagaimana kiat pemda mengatasi hal ini?

Sekalipun laporan keuangan pemerintah Daerah (lkpD) pemda Dki Jakarta kian mem-baik, penuntasan masalah

pengadaan sarana fasilitas sosial (fa-sos) dan fasilitas umum (fasum) yang menjadi kewajiban para pengembang tampaknya masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera ditagih.

Ganjalan ini diungkapkan oleh Gubernur Dki Fauzi Bowo dalam rapat paripurna dengan DpRD Dki Jakarta yang membahas rancangan peraturan Daerah tentang Fasilitas Sosial dan Fasilitas umum, perizinan Tempat usaha Berdasarkan undang-undang Gangguan, Sistem perencanaan pem-bangunan dan penganggaran Terpadu dan perparkiran.

Sebagaimana telah terungkap dalam audit Bpk, dari pemeriksaan lkpD 2009, Bpk memberikan opini Wajar Dengan pengecualian (WDp). artinya, sekalipun laporan keuangan itu dinilai wajar, akan tetapi menurut Fauzi Bowo, dalam audit itu masih ada sejumlah temuan, tepatnya empat temuan, yang harus segera disele-saikan.

Selanjutnya pada 2010, pemda Dki berhasil menyelesaikan tiga temuan yang dipermasalahkan oleh Bpk. ada-pun, satu temuan yang berkaitan de-ngan fasos dan fasum belum bisa dise-lesaikan secara tuntas.

Menurut Fauzi Bowo, jumlah fa-sos fasum per 31 Desember 2010, berdasarkan hasil audit Bpk sebesar Rp17,40 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp5,6 triliun belum dilakukan sensus. untuk itu, pemda Dki akan menyiapkan payung hukum agar ke-seluruhan fasos fasum yang ada bisa segera disensus sehingga secara ad-ministrasi keberadaan fasos fasum di Dki bisa terdata dan tercatat dengan baik.

Terkait masalah fasos fasum yang belum tertagih, Fauzi Bowo menegas-kan bahwa pada prinsipnya akan tetap berusaha melakukan penagihan terhadap aset-aset yang jumlahnya diperkirakan mencapai triliyunan ru-piah itu. aset itu hingga saat ini di-

foto: he magazine

Fauzi Bowo

30 Warta BPKAGUSTUS 2011

panTau

perkirakan masih mengendap di kan-tong para pengembang yang belum melaksanakan kewajibannya untuk menyediakan fasos dan fasum yang telah ditetapkan.

“pada prinsipnya eksekutif tetap mengupayakan penagihan sesuai dengan yang ditetapkan dalam izin penggunaan dan pemanfaatan Tanah (ippT). ini untuk mempertahankan aset daerah yang menjadi milik pemda Dki dan masyarakat Jakarta. Saya tegas-kan pemberian konversi dalam bentuk uang, merupakan alternatif terakhir dan harus ada persetujuan dari guber-nur,” tegas Foke, panggilan akrap Fauzi Bowo.

Dia memberikan se-jumlah masukan terha-dap pandangan umum fraksi-fraksi DpRD provinsi Dki Jakarta mengenai isi Rancangan peraturan Dae-rah tentang Fasilitas Sosial dan Fasilitas umum, per-izinan Tempat usaha Ber-dasarkan undang-undang Gangguan, Sistem peren-canaan pembangunan dan penganggaran Terpadu dan perparkiran.

Menurut dia, sejak 2009 pemprov Dki telah membentuk tim terpadu bersama Bpkp perwakilan Dki Jakarta, dengan tugas melakukan sensus fasili-tas sosial dan fasilitas umum. Bahkan, pemprov Dki idealnya ikut mengawal, mulai dari perencanaan hingga pen-gadaannya.

Hasil yang diperoleh inventarisasi fasos dan fasum yang diterima sejak 1971 hingga 2008 sebesar Rp8,76 trili-un. Selanjutnya penilaian pada 2009 hingga 31 Desember 2010, sesuai dengan hasil audit Bpk 2010, nilainya menjadi sebesar Rp17,4 triliun, terjadi peningkatan Rp 8,64 triliun.

Selanjutnya pada tahun ini, kata Fauzi, telah dibentuk tim khusus untuk melakukan penagihan sensus lanju-tan yang didampingi langsung oleh Bpk perwakilan Dki Jakarta. Jumlah fa-sos dan fasum per 31 Desember 2010

adalah sebesar Rp17,40 triliun. Dari jumlah tersebut sebesar Rp5,6 triliun belum dilakukan sensus.

“Jika dilihat materialitas perma-salahan yang dikemukakan oleh Bpk, dibandingkan dengan aset pemerintah provinsi Dki Jakarta yang secara keselu-ruhan sebesar Rp407,09 triliun, fasos dan fasum yang dipermasalahkan Bpk hanya 4,27% dari total aset,” jelasnya

Sementara itu dalam pembahasan rancangan peraturan Daerah pemerin-tah provinsi Dki yang menyangkut masalah fasos dan fasum yang kini ten-gah dimatangkan akan memuat rincian aturan yang lebih detail termasuk

sanksi bagi para pengembang yang ti-dak mentaati perda itu.

“Jadi nantinya pengembang yang tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan fasilitas ini akan dikenai sanksi administrasi maupun sanksi hu-kum,” tegas Gubernur Dki Jakarta itu.

Foke menegaskan berdasarkan ke-tentuan yang ada, penyediaan sarana dan prasarana umum merupakan ke-wajiban bagi para pengembang yang memegang izin penunjukkan penggu-naan tanah. namun, diakuinya bahwa pemenuhan kewajiban pembangunan fasos dan fasum dari para pengembang yang memegang ippT belum optimal.

Oleh karena itu, katanya, perlu pe-ngaturan sebagai dasar tindakan yang lebih tegas mengenai permasalahan ini. peraturan daerah itu nantinya akan

menjadi payung hukum bagi pem-da Dki yang sekaligus bisa menjadi perangkat yang menentukan dalam rangka tertib administrasi pengelolaan barang daerah dan pengaturan bidang fasos fasum di Jakarta.

Sistematika rancangan peraturan Daerah ini terdiri atas 11 bab yang memuat 28 pasal. Bertujuan untuk me-nyatukan, menyeragamkan kebijakan, memberikan jaminan dan kepastian hukum dalam pengelolaan fasos fa-sum, serta menjamin akuntabilitas pe-nyelenggaraan pemerintahan.

Dalam pengelolaan fasilitas sosial dan umum, dibutuhkan peran ma-

syarakat untuk memantau terjadinya penyalahguna-an peruntukan, peman-faatan, penyerobotan, dan pengerusakan fasiltas umum oleh pihak yang ti-dak bertanggung jawab.

“Dalam hal ini juga akan diatur sanksi ad-ministrasi dan sanksi pi-dana bagi pengembang yang tidak melaksanakan kewajiban menyediakan fasilitas-fasiltas itu,” kata-nya.

Begitu juga kepa-da aparatur yang tidak

melakukan penagihan ter-hadap pengembang serta masyarakat yang melakukan pengerusakan fasos dan fasum. Sanksi pidana ini untuk membuat para pengembang, apara-tur dan masyarakat ikut bertanggung jawab untuk menyediakan dan meme-lihara.

Seluruh fasos fasum yang diba ngun pihak ketiga akan menjadi aset daerah Jakarta. Saat ini, penataan dan penge-lolaan manajemen aset sedang dilaku-kan. Sejak 2007, langkah itu terbukti efektif meningkatkan nilai aset Dki Ja-karta hingga 314,09% atau meningkat menjadi Rp404,94 triliun pada 2010.

nilai aset tetap Dki juga mening-kat hingga Rp371,56 triliun pada 2010, dari sebelumnya pada 2007 sebe-sar Rp95,02 triliun atau meningkat 253,05%. bd

foto: detik fotoTaman Menteng

31Warta BPK AGUSTUS 2011