anes. css1. terapi cairan

16
CLINICAL SCIENCE SESSION TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT Oleh Muhammad Amri Al-Ikhlas Galing Feranika Preseptor: M. Andy Prihartono, dr., SpAn, M.Kes BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

Upload: galing-chandika-putra

Post on 12-Jan-2016

235 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

;

TRANSCRIPT

Page 1: Anes. Css1. Terapi Cairan

CLINICAL SCIENCE SESSION

TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Oleh

Muhammad Amri Al-Ikhlas

Galing

Feranika

Preseptor:

M. Andy Prihartono, dr., SpAn, M.Kes

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RS DR. HASAN SADIKIN

BANDUNG

2015

Page 2: Anes. Css1. Terapi Cairan

PENDAHULUAN

Cairan dan elektrolit merupakan komponen penyusun tubuh yang penting. Secara

normal, tubuh mendapatkan asupan cairan dan elektrolit dari makanan, minuman, dan hasil

metabolisme.

Pada suatu keadaan di mana tubuh tidak dapat memasukkan cairan dan elektrolit

secara oral, misalnya pada pasien yang harus puasa lama, pasien yang mengalami

pembedahan saluran cerna, pasien yang mengalami banyak perdarahan, anoreksia berat, atau

mual dan muntah yang berkepanjangan, terapi cairan dan elektrolit dapat dilakukan sehingga

kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh dapat terpenuhi serta fungsi-fungsi tubuh dapat berjalan

dengan baik.

Terapi cairan dan elektrolit dapat dilakukan untuk berbagai macam pasien dengan

indikasi tertentu. Terapi cairan dan elektrolit bukan semata-mata memasukkan cairan dan

elektrolit ke dalam tubuh, tetapi perlu mempertimbangkan kondisi klinis pasien agar terapi

yang diberikan memberikan manfaat.

Page 3: Anes. Css1. Terapi Cairan

TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT

I. CAIRAN TUBUH

Kompartemen Cairan Tubuh

Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair.

Distribusi cairan tubuh manusia dewasa :

1. Zat padat : 40% dari berat badan

2. Zat cairan : 60% dari berat badan

Zat cair terdiri dari :

1. Cairan Intrasel : 40% dari berat badan

2. Cairan Ekstrasel : 20% dari berat badan, terdiri dari :

a. Cairan intravaskular : 5% dari berat badan

b. Cairan interstitial : 15% dari berat badan

3. Cairan Transelluler(1-3%) : LCS, sinovial, gastrointestinal dan intraorbital.

Bayi mempunyai cairan ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini akan

berubah sesuai perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel 2 kali

lebih banyak dibandingkan cairan ekstrasel.

Ginjal berfungsi mengatur jumlah cairan tubuh, osmolaritas cairan ekstrasel,

konsentrasi ion-ion penting dan keseimbangan asam-basa.

Fungsi ginjal sempurna setelah anak mencapai umur 1 tahun, sehingga komposisi

cairan tubuh harus diperhatikan saat terapi cairan.

Dalam cairan tubuh terlarut elektrolit, elektrolit terpenting dalam :

- Ekstrasel : Na+ dan Cl-

- Intrasel : K+ dan PO4-

Cairan Intravaskuler (5%) bila ditambah erythrocyte (3%) menjadi darah. Jadi

volume darah sekitar 8% dari berat badan. Jumlah darah bila dihitung

berdasarkan estimated blood volume (EBV) adalah :

- Neonatus : 90 ml/kg BB

- Bayi : 80 ml/kg BB

- Anak+dewasa: 70 ml/kg BB

Page 4: Anes. Css1. Terapi Cairan

Kebutuhan Air dan Elektrolit setiap hari :

1. Dewasa :

Air : 30-35 ml/kg,

Kenaikan 1 derajat celsius ditambah 10-15%

Na+ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9 g)

K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5 g)

2. Bayi dan Anak :

Air : 0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)

10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 10 kg

(1000 ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)

>20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg diatas 20 kg.

(1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg)

Na+ : 2 mEq/kg

K+ : 2 mEq/kg

Cairan Masuk:

- Minum : 800-1700 ml

- Makanan : 500-1000 ml

- Hasil oksidasi : 200-300 ml

Hasil Metabolisme :

Dewasa : 5 ml/kg/hari

Anak : 12 - 14 th = 5-6 ml/kg/hari

7 - 11 th = 6-7 ml/kg/hari

5 - 7 th = 8-8,5 ml/kg/hari

Balita : 8 ml/kg/hari

Cairan Keluar :

Urine : normal > 0,5 – 1 ml/kg/jam

Feses : 1 ml/hari

Insensible Water Loss: Dewasa 15 ml/kg/hari

Anak { 30 – Usia(th) } ml/kg/hari

Page 5: Anes. Css1. Terapi Cairan

Perpindahan cairan tubuh dipengaruhi oleh :

1. Tekanan hidrostatik

2. Tekanan onkotik (untuk mencapai keseimbangan)

3. Tekanan osmotik

Gangguan keseimbangan cairan tubuh umumnya menyangkut Extracell Fluid

atau cairan ekstrasel.

Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang memengaruhi pergerakan air melalui

dinding kapiler. Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan

meningkat dan tekanan onkotik akan turun sehingga cairan intravaskuler akan

didorong masuk ke interstitial yang berakibat edema.

Tekanan onkotik atau tekanan osmotik koloid adalah tekanan yang mencegah

pergerakan air.

Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik plasma, sehingga bila

albumin cukup pada cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah

masuk ke interstitial.

II. JENIS CAIRAN

Cairan intravena ada 3 jenis :

a. Cairan Kristaloid

Cairan yang mengandung zat dengan berat molekul rendah (<8000 Dalton) dengan atau

tanpa glukosa. Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang

ekstraseluler. Hanya sepertiga cairan kristaloid yang akan tinggal di dalam pembuluh

darah sementara sisanya akan masuk ke dalam rongga interstitial.

b. Cairan Koloid

Cairan yang mengandung zat dengan berat molekul tinggi (>8000 Dalton), misal :

protein. Tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang

intravaskuler. Koloid cenderung menetap di dalam pembuluh darah lebih lama dibanding

kristaloid karena tidak dapat disaring secara langsung oleh ginjal. Lama sebuah koloid

tinggal dalam pembuluh darah bergantung pada berat dan ukuran molekul koloid.

Page 6: Anes. Css1. Terapi Cairan

c. Cairan Khusus

Dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, seperti : NaCl 3%, bic-nat, mannitol.

Cairan Kristaloid

1. Ringer Laktat

Cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan. Banyak

dipergunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk : hypovolemic shock, diare,

trauma, luka bakar.

Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat

untuk memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis.

Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk maintenance sehari-hari,

apalagi untuk kasus defisit kalium.

Tidak mengandung glukosa sehingga bila akan dipakai sebagai cairan maintenance

harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya ketosis.

2. Ringer

Komposisinya mendekati fisiologis, tetapi bila dibandingkan dengan RL ada

beberapa kekurangan, seperti :

- Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlah besar dapat

menyebabkan acidosis dilutional, acidosis hyperchloremia.

- Tidak mengandung laktat yang dapat dikonversi menjadi bikarbonat untuk

memperingan asidosis.

- Tidak dapat digunakan pada keadaan dehidrasi dengan hyperchloremia,

muntah-muntah, dll.

-

3. NaCl 0,9% (Normal Saline)

Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama untuk kasus :

- Kadar Na+ rendah

- Keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan, seperti pada alkalosis,

retensi kalium.

- Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala

- Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi.

Memiliki beberapa kekurangan :

Page 7: Anes. Css1. Terapi Cairan

- Tidak mengandung HCO3-

- Tidak mengandung K+

- Kadar Na+ dan Cl- relatif tinggi sehingga dapat terjadi acidosis

hyperchloremia, acidosis dilutional dan hypernatremia.

4. Dextrose 5% dan 10%

Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan pembatasan intake

natrium atau cairan penganti pada pure water deficit.

Penggunaan perioperatif untuk :

- Berlangsungnya metabolisme

- Menyediakan kebutuhan air

- Mencegah hipoglikemia

- Mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100 g karbohidrat

untuk mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh.

- Menurunkan level asam lemak bebas dan ketone

- Mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200 g karbohidrat.

Cairan infus yang mengandung dextrose, khususnya dextrose 5% tidak boleh diberikan

pada pasien trauma kapitis (neuro-trauma). Dextrose dan air dapat berpindah secara bebas ke

dalam sel otak. Sekali berada dalam sel otak, dextrose akan dimetabolisme dengan sisa air,

yang menyebabkan edema otak.

5. Darrow

Digunakan pada defisiensi kalium, untuk mengganti kehilangan harian, kalium banyak

terbuang (diare, diabetik asidosis)

6. D5%+NS dan D5%+1/4 NS

Untuk kebutuhan maintenance, ditambah 20 mEq/L KCl.

NS = 0.9% nacl = 154meq/L 

1/2NS = 0.45% nacl = 77meq/L

1/4NS = 0.225% nacl = 38.5meq/L

Page 8: Anes. Css1. Terapi Cairan

Cairan Koloid

Termasuk golongan ini :

1. Albumin

2. Blood product (RBC)

3. Plasma protein fraction (plasmanat)

4. Koloid sintetik (dextran, hydroxyethyl starches (HES))

Berdasarkan tujuan pemberian cairan, cairan ada 3 jenis :

1. Cairan rumatan / maintenance

Cairan hipotonis : D5%, D5%+1/4 NS dan D5%+1/2 NS

2. Cairan pengganti / replacement therapy

Cairan isotonis : RL, NaCl 0,9%, koloid

3. Cairan khusus

Cairan hipertonis : NaCl 3%, mannitol 20%, bic-nat

III. PERBANDINGAN CAIRAN KRISTALOID DAN KOLOID

Resusitasi dengan kristaloid akan menyebabkan ekspansi ke ruang, sedangkan koloid yang

hiperonkotik akan cenderung menyebabkan ekspansi ke volume intravaskuler dengan

menarik cairan dari ruang interstitial. Koloid isoonkotik akan mengisi ruang intravaskuler

tanpa mengurangi volume interstitial.

Secara fisiologis kristaloid akan lebih menyebabkan edema dibanding koloid. Pada keadaan

permeabilitas yang meningkat, koloid ada kemungkinan akan merembes ke dalam ruang

intersitial dan akan meningkatkan tekanan onkotik plasma. Peningkatan tekanan onkotik

plasma ini dapat menghambat kehilangan cairan dari sirkulasi.

Keunggulan koloid terhadap respons metabolik adalah meningkatkan pengiriman oksigen ke

jaringan (DO2) dan konsumsi oksigen (VO2) serta menurunkan serum laktat.

DO2 dan VO2 dapat menjadi indikator untuk mengetahui prognosis pasien.

Efek terhadap Volume Intravaskuler

Page 9: Anes. Css1. Terapi Cairan

Antara ruang intravaskuler dan interstitial dibatasi oleh dinding kapiler, yang permeabel

terhadap air dan elektrolit tetapi impermeable terhadap molekul makro (protein plasma).

Cairan dapat melewati dinding kapiler akibat adanya tekanan hidrostatik. Bila tekanan

onkotik turun maka tekanan hidrostatik lebih besar, sehingga akan mendorong cairan dari

intravaskuler ke interstitial.

Efek kristaloid terhadap volume intravaskuler jauh lebih singkat dibanding koloid. Karena

kristaloid dengan mudah didistribusikan ke cairan ekstraseluler, hanya sekitar 20% elektrolit

yang diberikan akan tinggal di ruang intravaskuler. Waktu paruh intravaskuler yang lama

sering dianggap sebagai sifat koloid yang menguntungkan. Hal ini akan merugikan jika

terjadi hemodilusi yang berlebihan atau terjadi hipervolemia yang tidak disangka, khususnya

pada pasien penyakit jantung.

Kristaloid akan menyebabkan terjadinya hipovolemia pasca resusitasi. Resusitasi dengan

kristaloid dan koloid sampai saat ini masih kontroversi. Untuk menentukan apakah diberikan

kristaloid, harus dilihat kasus per kasus.

Efek terhadap Volume Interstitial

Pasca hemorrhagic shock akan terjadi perubahan cairan interstitial. Pada hemorrhagic shock

terjadi defisit cairan interstitial, ada juga pendapat lain yang menyatakan volume cairan

interstitial meningkat pasca hemorrhagic shock. Kedua pendapat yang bertentangan ini

mungkin masih dapat diterima, karena pada hemorrhagic shock dini dapat terjadi defisit

cairan interstitial sedangkan pada hemorrhagic shock lanjut atau septic shock akan terjadi

perubahan permeabilitas kapiler sehingga volume cairan interstitial meningkat. Pada keadaan

volume cairan interstitial berkurang maka kristaloid lebih efektif untuk mengganti defisit

volume dibanding koloid.

Distribusi koloid berbeda antara volume intravaskuler dan interstitial. Jika volume cairan

interstitial bertambah maka garam hipertonis atau albumin 25% akan lebih efektif, karena

cairan interstitial akan berpindah ke ruang intravaskuler. Pada pemberian koloid dapat terjadi

reaksi-reaksi yang tidak diinginkan, seperti gangguan hemostasis yang berhubungan dengan

dosis. Pada umumnya pemberian koloid maksimal adalah 33 ml/kg berat badan.

IV. DARAH

Page 10: Anes. Css1. Terapi Cairan

Transfusi darah masih mempunyai peranan penting pada penanganan hemorrhagic shock

dan diperlukan bila kehilangan darah mencapai 25% volume darah sirkulasi. Pada shock

lainnya darah berguna untuk mengembalikan curah jantung bila hematokrit rendah atau

bila cairan gagal mempertahankan perfusi. Transfusi darah mempunyai banyak resiko,

seperti penularan penyakit dan reaksi transfusi lainnya. Kadar hemoglobin merupakan

faktor penentu utama pada pengiriman oksigen ke jaringan. Pengiriman oksigen

ditentukan oleh cardiac output dan kandungan oksigen arterial (CaO2). Sedangkan CaO2

berkaitan dengan saturasi oksigen arterial (SaO2) dan Hb.

VO2 (oksigen uptake = demand = consumption) dapat digunakan untuk menilai

adequate tissue oxygenation.

VO2 meningkat setelah cardiac output meningkat, tetapi VO2 tidak akan

meningkat setelah peningkatan hematokrit pasca transfusi darah.

Ini menunjukkan bahwa oxygen uptake (VO2) lebih rasional bila dipakai sebagai

petunjuk untuk dilakukan transfusi dibanding serum hemoglobin secara

individual.

Oxygen uptake tergantung pada aliran darah bila oxygen extraction tidak berubah

bila terjadi perubahan aliran darah.

Kadar normal :

VO2 = 180-280 ml/min

SaO2 = 3-98%

SvO2 = 65-75%

Oxygen extraction ratio (O2ER) = 0,25 – 0,3

Kriteria tissue hypoxia pada pasien sakit akut di ICU :

1. Konsentrasi laktat darah meningkat dengan atau tanpa asidosis metabolik.

2. SvO2 rendah (<60-65%), oxygen extraction tinggi (>35-40%)

3. DO2 rendah : terjadi tissue hypoxia bila DO2< 8-10 ml/kg/min, sangat

mungkin bila DO2 = 10-15 ml/kg/min. dan tidak mungkin jika > 15

ml/kg/min.

4. DO2 sangat rendah yaitu < 2,5 ml/kg/min.

5. Asidosis mukosa gaster

Page 11: Anes. Css1. Terapi Cairan

Jika O2ER meningkat akan terjadi penurunan aliran dengan kenaikan extraction.

Jika O2ER turun (<0,25)akan terjadi peningkatan aliran dan penurunan extraction atau

ketidak mampuan jaringan untuk mengkonsumsi dan menggunakan oksigen.

Sehingga segala intervensi untuk meningkatkan cardiac output akan meningkatkan DO2Jadi,

obat yang digunakan untuk meningkatkan preload, contractility atau afterload mungkin dapat

digunakan untuk meningkatkan DO2.

Transfusi sel darah merah merupakan standar terapi untuk meningkatkan DO2 dengan tujuan

untuk mengoptimalkan VO2. Hb minimal yang masih dapat mengangkut oksigen untuk

memenuhi kebutuhan oksigen jaringan adalah 8g%. Mengingat transfusi sangat banyak

resikonya, seperti penularan penyakit, mempengaruhi kardiopulmonari (CHF, Acute Lung

Injury), reaksi transfusi dan berpengaruh negatif terhadap immune system, sebaiknya

transfusi dilakukan pada hemoglobin < 7g%.

Kriteria transfusi dengan RBC concentrate :

- Hb < 8g%

- Hb 8-10g%, normovolemia disertai tanda-tanda gangguan miokardial,

serebral, respirasi.

Perdarahan hebat > 10 ml/kg pada 1 jam pertama atau 5 ml/kg pada 3 jam pertama