anemia defisiensi besi blok pendek

32
ANEMIA DEFISIENSI BESI Henderina Welmince Doko Rehi* *Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Alamat korespondensi : Jalan Terusan Arjuna Utara No.6, 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Defisiensi besi merupakan penyebab anemia tersering pada semua negara di dunia, dan merupakan etiologi terpenting dari anemia mikrositik hipokrom, di mana terjadi penurunan dari 2 indikator sel darah merah yaitu MCV (Mean Corpuscular Volume), dan MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin), serta hapusan darah menunjukkan adanya sel darah merah yang kecil (mikrositik) dan pucat (hipokromik). Penampakan seperti ini disebabkan karena adanya defek dari sintesis hemoglobin. 1 Pembahasan a. Anamnesis Defisiensi besi tanpa terjadi anemia tidak akan menyebabkan gejala apa-apa.Setengah dari pasien yang menderita defisiensi besi mengalami pagophagia. Biasanya pasien akan lebih suka mengunyah atau mengemut es, dan lebih senang sayur-sayuran beku. Sering juga didapatkan kram kaki saat sedang menaiki tangga. Terkadang pasien dapat menerangkan dengan jelas kapan gejala-gejala tsb mulai muncul. Adanya kelelahan dan 1

Upload: henderina-doko-rehi

Post on 10-Aug-2015

98 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Henderina Welmince Doko Rehi*

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Alamat korespondensi :

Jalan Terusan Arjuna Utara No.6, 11510

Email : [email protected]

Pendahuluan

Defisiensi besi merupakan penyebab anemia tersering pada semua negara di dunia, dan

merupakan etiologi terpenting dari anemia mikrositik hipokrom, di mana terjadi penurunan dari

2 indikator sel darah merah yaitu MCV (Mean Corpuscular Volume), dan MCH (Mean

Corpuscular Haemoglobin), serta hapusan darah menunjukkan adanya sel darah merah yang

kecil (mikrositik) dan pucat (hipokromik). Penampakan seperti ini disebabkan karena adanya

defek dari sintesis hemoglobin.1

Pembahasan

a. Anamnesis

Defisiensi besi tanpa terjadi anemia tidak akan menyebabkan gejala apa-apa.Setengah

dari pasien yang menderita defisiensi besi mengalami pagophagia. Biasanya pasien akan

lebih suka mengunyah atau mengemut es, dan lebih senang sayur-sayuran beku.

Sering juga didapatkan kram kaki saat sedang menaiki tangga. Terkadang pasien dapat

menerangkan dengan jelas kapan gejala-gejala tsb mulai muncul. Adanya kelelahan dan

berkurangnya kemampuan dalam melakukan pekerjaan yang berat. Selain itu mungkin

pula didapat perubahan perilaku, dan resistensi terhadap infeksi berkurang .Yang perlu

dicari dalam anamnesis kasus anemia defisiensi besi adalah riwayat kehilangan darah,

riwayat diet, dan riwayat malabsorbsi.

Riwayat diet penting, di mana vegetarian lebih rawan terkena anemia defisiensi besi,

kecuali jika makanan mereka disuplementasikan zat besi. Yang penting adalah, defisiensi

zat besi dalam diet saja tidak cukup untuk menyebabkan anemia defisiensi

besi yang signifikan secara klinis, di mana harus dicari pula sumber perdarahan yang

1

Page 2: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

dapat menyebabkan keadaan tsb. Terdapat hubungan antara anemia defisiensi besi dan

keracunan timbal, oleh karena itulah pada setiap anak yang didiagnosa menderita

keracunan timbal harus dicari juga kemungkinan menderita anemia defisiensi besi.

Perdarahan adalah penyebab tersering dari defisiensi besi. Pasien mungkin melaporkan

adanya riwayat perdarahan dari banyak orifisium (hematuria, hematemesis, hemoptisis)

sebelum mereka menderita anemia defisiensi besi kronik. Penting juga dicari

kemungkinan adanya perdarahan gastrointestinal dan perdarahan menstruasi yang

berlebih. Dapat ditanyakan riwayat spesifik adanya gumpalan, kram, dan penggunaan

pembalut dalam jumlah yang lebih banyak pada saat menstruasi.

b. Pemeriksaan

- Pemeriksaan Fisik

Anemia menyebabkan membrane mukosa memucat tidak spesifik. Dapat ditemukan

kelainan-kelainan jaringan epitel misalnya esophageal webbing, koilonikia, glositis,

stomatitis angularis, dan atrofi gaster. Splenomegali dapat ditemukan pada anemia

yang berat, persisten, dan yang tidak tertangani.2

- Pemeriksaan Penunjang

Penunjang diagnosis Anemia Defisiensi Besi terutama menggunakan pemeriksaan

laboratorium.

Hitung darah lengkap

Hitung darah lengkap berfungsi melihat seberapa beratnya anemia. Pada anemia

defisiensi besi kronik, indeks eritrosit menunjukkan eritropoiesis mikrositik

hipokrom, yang dapat dilihat dari Mean Corpuscular Volume/MCV (normal 83-97

fL) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration/MCHC (normal 32-36 g/dL)

yang berada di bawah nilai normal.2

Sebelum anemia terjadi, indeks eritrosit sudah mengalami penurunan dan akan

semakin menurun bila anemianya bertambah berat.1

Seringkali hitung trombosit mengalami peningkatan (lebih dari 450.000/µL) yang

akan kembali normal setelah terapi zat besi. Hitung leukosit biasanya dalam batas

normal namun dapat pula meningkat.2

Hapusan darah tepi

Hapusan darah tepi memperlihatkan gambaran anemia hipokrom dengan kadang juga

ditemukan sel target dan poikilosit sel pensil (gambar 1). Gambaran hapus darah

yang dimorfik dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi yang terjadi bersamaan

2

Page 3: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

dengan defisiensi folat ataupun vitamin B12, di mana akan terlihat adanya campuran

sebaran gambaran anemia mikrositik hipokrom dan makrositik. Gambaran dimorfik

ini juga dapat ditemukan pada pasien dengan anemia defisiensi besi yang baru saja

menerima terapi zat besi dan menghasilkan populasi eritrosit baru berukuran normal

dan berhemoglobin.1

Gambar 1. Anemia mikrositik hipokrom dimorfik dengan anisositosis

dan poikilositosis pada anemia defisiensi Fe

Sumber: http://img.medscape.com/fullsize/migrated/570/981/ajcp570981.figl.gif

Keberadaan eritrosit berbentuk pensil dan sel target dapat membedakan defisiensi

besi dari talasemia, di mana sel pensil adalah khas pada defisiensi besi sedangkan sel

target berhubungan dengan talasemia.

Hitung retikulosit

Hitung retikulositnya memberikan hasil yang rendah dan berhubungan dengan derajat

anemia.

Pemeriksaan sumsum tulang

Jumlah zat besi yang disimpan dalam sel-sel retikuloendotelial dapat diperkirakan

dengan memberikan pewarnaan biru Prussia pada partikel aspirat sumsum tulang.

Pewarnaan sumsum tulang ini juga dapat dipergunakan untuk melihat hantaran zat

besi ke dalam precursor eritroid. Dalam keadaan normal, 40-60% precursor eritrosit

memiliki granula besi dalam sitoplasmanya, yang menggambarkan kelebihan zat besi

yang tidak digunakan dalam pembentukan hemoglobin. Sel-sel ini disebut

sideroblas.3

Besi serum dan daya ikat besi total

Besi serum dan daya ikat besi total digunakan untuk menghitung persen saturasi

transferrin (BS/DIBT), di mana pada keadaan normal berkisar 20-50%. Jika nilai tsb

turun menjadi kurang dari 20%, sumsum eritroid mendapat kesulitan untuk

memperoleh zat besi yang cukup guna eritropoiesis. Pada anemia defisiensi besi, besi

serum menurun dan daya ikat besi total meningkat sehingga daya ikat besi total

menjadi kurang dari 10% yang tersaturasi.1

Reseptor transferrin serum

3

Page 4: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

Kadar normal reseptor transferrin serum adalah 5-9 µg/L.3 Pada anemia defisiensi

besi, reseptor transferrin terlepas dari sel dan masuk ke plasma. Didapatkan

peningkatan reseptor transferrin serum.1

Ferritin serum

Sedikit ferritin tubuh bersirkulasi di dalam serum, di mana konsentrasinya tergantung

dari cadangan zat besi dalam jaringan dan sistem retikuloendotelial.1 Kadar ferritin

serum berguna untuk mengetahui cadangan total zat besi dalam tubuh, di mana pada

laki-laki dewasa normal kadarnya adalah 50-200 µg/L.3 Pada anemia defisiensi besi,

kadar ferritin serum sangat rendah (kurang dari 25 µg/mL).1,5 Pemeriksaan ferritin

serum adalah pemeriksaan yang paling akurat.5

Elektroforesis hemoglobin

Elektroforesis hemoglobin dan/atau DNA gen globin berguna untuk menyingkirkan

kemungkinan adanya trait talasemia dan kelainan hemoglobin lainnya.6

Pemeriksaan untuk mencari etiologi

Pada perempuan premenopause, menoragia dan/atau kehamilan yang berulang

biasanya merupakan penyebab dari defisiensi, dan jika tidak didapatkan keduanya

maka harus dicari etiologi lain. Pada beberapa pasien dengan menoragia, didapatkan

kelainan dari pembekuan atau trombosit (misalnya penyakit von Willebrand). Pada

pria dan wanita post-menopause, etiologi tersering adalah perdarahan gastrointestinal

dan harus dicari melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan rectum, tes darah samar,

dan menggunakan endoskopi dan/atau radiologi (misalnya CT pneumokolon). Untuk

mencari kemungkinan gluten-induced enteropathy, dapat digunakan uji antibody

endomisial dan transglutaminase serta biopsy duodenum. Telur cacing tambang dapat

dicari pada tinja pasien yang tinggal di daerah di mana infestasi cacing terjadi.

Setelah mengeluarkan kemungkinan adanya perdarahan gastrointestinal, dapat juga

dicari kemungkinan hilangnya zat besi melalui urin sebagai hematuria atau

hemosiderinuria (akibat hemolisis intravascular kronis). Adanya gambaran roentgen

paru yang normal menyingkirkan kemungkinan adanya hemosiderosis pulmonar.1

c. Epidemiologi

Epidemiologi secara umum

4

Page 5: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

Di negara-negara Amerika dan Eropa, anemia defisiensi besi lebih sering didapat pada

wanita premenopause pada usia seksual aktif, dan kebanyakan disebabkan karena

perdarahan, di mana prevalensinya berkisar 4-8%. Defisiensi besi akibat kurangnya

asupan besi dalam diet sangat jarang ditemukan pada negara yang banyak mengkonsumsi

daging, sedangkan pada negara-negara lain yang kurang mengkonsumsi daging,

prevalensi defisiensi besi meningkat hingga 6-8 kali karena besi non-heme lebih sulit

diabsorbsi dibandingkan dengan besi heme. Pada area tertentu, adanya infeksi parasit

usus (terutama cacing tambang) memperburuk defisiensi besi karena adanya perdarahan

gastrointestinal dan lebih banyak didapatkan pada anak-anak dan wanita premenopause.

Epidemiologi berdasarkan usia

Neonatus sehat memiliki kadar besi tubuh total sebesar 250 mg (80 ppm) yang didapat

dari ibunya. Nilai ini akan berkurang menjadi sekitar 60 ppm pada 6 bulan pertama

kehidupan di mana bayi meminum susu yang kekurangan zat besi. Bayi yang

mengkonsumsi susu sapi memiliki resiko yang lebih tinggi menderita defisiensi besi

karena susu sapi memiliki kadar kalsium yang tinggi yang akan bersaing dengan zat besi

dalam absorbsinya. Karena itulah, anak yang sedang bertumbuh harus mendapat asupan

zat besi sebesar 0.5 mg atau lebih mempertahankan kadar zat besi normal 60 ppm.

Insiden neoplasma gastrointestinal bertambah setiap dekadenya, di mana dapat sering

didapat gejala berupa perdarahan gastrointestinal okulta dalam waktu lama sebelum

akhirnya dapat dideteksi. Biasanya, neoplasma dari organ lain dalam tubuh tidak

menyebabkan perdarahan okulta, sehingga menyebabkan pasien mencari pertolongan

medis lebih awal.

Epidemiologi berdasarkan jenis kelamin

Pria dewasa yang sehat rata-rata menyerap dan kehilangan zat besi sebesar 1 mg per

harinya, di mana kehilangan dapat terjadi di epitel yang terkelupas, sekresi dari kulit dan

mukosa usus, dan dari perdarahan kecil gastrointestinal yang terjadi setiap hari (0.7 mL

per hari). Laki-laki dengan hemosiderosis berat dapat mengalami kehilangan zat besi

sebesar 4 mg per hari melalui rute yang sama tanpa perlu kehilangan darah. Wanita

dewasa dalam usia seksual aktif mengalami kehilangan zat besi sebesar 2 mg per hari,

dan 500 mg pada setiap kehamilan. Kehilangan zat besi dari menstruasi sangat bervariasi,

5

Page 6: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

mulai dari 10-250 mL (4-100 mg zat besi) setiap periodenya. Hal ini menyebabkan

wanita memerlukan penyerapan zat besi 2 kali lebih banyak daripada pria.

Epidemiologi berdasarkan ras

Ras tidak memiliki peranan yang signifikan dalam terjadinya anemia defisiensi besi,

namun karena factor diet dan sosioekonomi, penyakit ini perlu ditemukan pada

penduduk-penduduk area miskin.2

d. Diagnosis

- Working Diagnosis

Pada kasus ini, diagnosis yang diambil adalah anemia defisiensi

besi, diagnosis anemia defisiensi besi diperoleh terutama dari

pemeriksaan laboratorium, dan tidak terdapat kriteria diagnosis

khusus. Diagnosis ini didasarkan atas gejala yang dialami pasien

berupa lemas (salah satu gejala anemia, disebabkan adanya

hipoksia akibat penghantaran oksigen yang inadekuat), dan

pemeriksaan fisik yang berupa tampak sakit sedang, konjungtiva

anemis,tidak terdapat hepatosplenomegali, serta pemeriksaan

laboratorium berupa : Hb 8 g/dL (anemia berat), Ht 25% (menurun),

MCV 60fL (menurun). Kesemua temuan tsb sebenarnya belum

dapat dipergunakan untuk membuat diagnosis anemia defisiensi

besi, mengingat pada scenario tidak disertakan hasil pemeriksaan

besi lainnya (misalnya besi serum, DIBT).

Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi: tahap pertama adalah

menentukan anemia dengan mengukur kadar hemoglobin (tabel 1) atau hematokrit,

tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, tahap ketiga adalah

menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.

Anemia mikrositik hipokrom pada hapusan darah tepi, atau MCV kurang dari 80fL

dan MCHC kurang dari 31% dengan salah satu dari keempat poin:

Dua dari tiga parameter di bawah ini

- Besi serum kurang dari 50 mg/dL

- DIBT lebih dari 350 mg/dL

- Saturasi transferrin kurang dari 15%, atau Ferritin serum kurang dari 20 mg/l, atau

6

Page 7: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

Pengecatan sumsum tulang dengan biru Prussia menunjukkan cadangan besi

(hemosiderin) negative, atau dengan pemberian ferrous sulfat 3x200 mg/hari (atau

preparat besi yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin

lebih dari 2 g/dL.6

- Diferrential Diagnosis (tabel 1)

Tabel 1. Pemeriksaan laboratorium differential diagnosis anemia defisiensi Fe

Sumber: Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009, dengan perubahan

Talasemia

Termasuk dalam kelainan hemoglobinopati, di mana didapatkan kelainan pada

struktur maupun sintesis molekul Hb. Pada keadaan ini yang abnormal hanya

globinnya saja sedangkan hem nya normal.4 Talasemia merupakan gangguan genetic

(autosomal resesif) yang disebabkan oleh berkurangnya kecepatan sintesis rantai α

dan β dari globin.4,6 Talasemia dapat juga dikelompokkan ke dalam kelompok

anemia hemolitik herediter yang paling banyak dijumpai, terutama di daerah Laut

Tengah (Mediteranea).4

Pada orang dewasa normal, susunan Hb adalah sebagai berikut:

Hb A 97% (α2β2)

Hb A2 2-3% (α2δ2)

Hb F 1% (α2γ2)

Defek genetic mengakibatkan pengurangan atau peniadaan sintesis satu atau lebih

rantai globin HbA, di mana keadaan ini dapat menyebabkan:

7

Page 8: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

Pembentukan tetramer Hb berkurang sehingga terjadi anemia mikrositik

hipokrom

Sebagian rantai globin tidak mendapat pasangan, bebas, tak larut (insoluble) dan

tidak mampu mengikat oksigen. Akumulasi rantai globin yang bebas ini

mengakibatkan lisis eritrosit intramedular (eritropoiesis inefektif).

Pada talasemia α, terjadi kelebihan rantai globin β dan sebaliknya. Rantai bebas tsb

tidak stabil dan akan mengalami presipitasi dalam eritrosit dan membentuk badan

inklusi sejak eritrosit masih muda, sehingga eritrosit ini harus dihancurkan. Eritrosit

yang lolos ke sirkulasi darah akan dihancurkan di limpa, dengan akibat terjadi

splenomegali sampai hipersplenisme. Ketidakseimbangan rantai α dan β ini

berkurang bila talasemia α dan β terjadi bersamaan dan dengan demikian gambaran

klinisnya lebih ringan.4

Talasemia α

Pada keadaan normal, ada 4 gen globin, di mana masing-masing terdapat 2 pada

kromosom 16. Derajat keparahan talasemia α tergantung dari gen α yang tidak ada,

atau disfungsional.

Hidrops fetalis

Pada hidrops fetalis, keempat gen α inaktif. Fetus tidak dapat membuat Hb A fetal

(α2γ2) maupun dewasa (α2β2). Terjadi kematian in utero (stillbirth) atau neonatal

death.6 Secara klinis bayi dengan kelainan ini tampak pucat (anemia berat), bengkak,

kalaupun mampu lahir hidup hanya untuk beberapa saat saja. Abdomen membesar,

hepatosplenomegali, hemopoiesis ekstramedular, sumsum tulang hiperplastik,

hemolisis berat, dan terdapat endapan hemosiderin dalam RES. Sering disertai

kelainan congenital lainnya.

Hasil pemerisaan laboratoriumnya adalah Hb rendah (3-10g/dL),anemia mikrositik

hipokrom, hitung retikulosit meningkat, aniso-poikilositosis berat, banyak eritrosit

berinti. Pada elektroforesis Hb dengan buffer alkalis ditemukan Hb Bart’s 80-90%

sedangkan Hb F nihil.1

8

Page 9: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

Hb H disease

Disebabkan delesi atau gangguan dari 3 dari 4 gen α. Didapatkan anemia mikrositik

hipokrom yang menonjol (Hb 6-11.0 g/dL), dan splenomegali. Tidak terjadi

deformitas tulang dan gejala kelebihan zat besi. Elektroforesis hemoglobin

menunjukkan 4-10% hemoglobin H (β4) dan pewarnaan supravital menunjukkan sel

golf ball.6

Trait talasemia α

Didapatkan delesi dari 1 atau 2 gen α dengan eritrosit mikroskopik hipokrom dengan

peningkatan hitung eritrosit (lebih dari 5.5x109/L). Terjadi anemia ringan pada

beberapa kasus dengan delesi dari 2 gen α.6 Delesi dari 1 gen α akan menunjukkan

hasil Hb A dan Hb F yang normal, tidak terjadi anemia, namun nilai-nilai MEV

menurun.4

Talasemia β

Talasemia β mayor/Cooley’s anemia/Mediterranean anaemia. Adanya kegagalan

sintesis rantai β baik subtotal (β+) maupun total (β0) akibat 200 mutasi titik berbeda

atau delesi dari gen β globin pada sekuens pengontrolnya pada kromosom 11.6

Didapatkan ketidakseimbangan berat dari rantai α:β+γ dengan deposisi dari rantai α

pada eritroblas. Kelainan ini didapat dari perkawinan sepasang suami-istri dengan

trait talasemia β.4

Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah eritropoiesis inefektif, anemia berat,

hepatosplenomegali, timbunan besi, dan hemopoiesis ekstramedular.4,6

Sumsum tulang akan mengalami hyperplasia dan sumsumnya berekspansi ke tulang,

di mana pada wajah akan tampak sebagai thalassaemic facies. Terjadi penipisan

korteks tulang, kecenderungan terjadi fraktur patologik. Pada foto cranium terdapat

ekspansi dari tulang dengan gambaran hair-on-end appearance.4

Dari sediaan darah tepi ditemukan gambaran anemia mikrositik hipokrom berat (Hb

2-6 g/dL), eritrosit berinti, retikulositosis, sel sasaran, basophilic stippling, eritroblas,

dan sering mielosit.

9

Page 10: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

Dalam elektroforesis ditemukan Hb A sangat kurang atau nihil, Hb F meningkat dan

Hb A2 normal atau agak meningkat. Rasio rantai α/β meningkat. Analisis DNA

memperlihatkan mutasi atau delesi spesifik.6

Penatalaksanaannya adalah dengan transfusi packed red cell secara teratur untuk

mempertahankan hemoglobin di atas 9-10 g/dL (leukodeplesi untuk mengurangi

risiko sensitisasi HLA dan transmisi penyakit, misalnya CMV), terapi chelating agent

dengan deferoxamine subkutan selama 8-12 jam (5-7 malam setiap minggu) dibantu

vitamin C dan diganti dengan deferipron bila respon tidak adekuat, splenektomi guna

mengurangi kebutuhan akan transfusi darah (sebaiknya ditunda sampai usia 5 tahun),

transplantasi sumsum tulang yang HLA nya cocok, serta pengobatan komplikasi

overload besi.4,6

Transfusi darah berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya timbunan besi di

jaringan, dengan akibat kerusakan hepar, organ-organ endokrin sehingga terjadi DM,

gangguan pertumbuhan, dll. Timbunan besi pada jaringan otot jantung

mengakibatkan gangguan irama dan gagal jantung.6

Thalasemia intermedia

Lebih ringan dari talasemia mayor dengan onset lebih lama dan ditandai dengan

anemia mikrositik hipokrom yang memerlukan sedikit transfuse atau tidak sama

sekali. Terjadi defek rantai β yang lebih ringan daripada talasemia mayor,dengan

peningkatan rantai γ atau penurunan sintesis rantai α. Dapat terjadi

hepatosplenomegali, hemopoiesis ekstramedular, anemia, dan deformitas tulang, juga

overload besi akibat transfusi berulang.

Trait talasemia β

Anemia mikrositik hipokrom dengan peningkatan jumlah eritrosit (lebih dari

5.5x1012/dL) dan peningkatan kadar Hb A2 (lebih dari 3.5%). Simpanan besi

normal. Diagnosis yang akurat memungkinkan dilakukannya konsultasi genetic dan

terapi besi yang tidak sesuai.6

Anemia akibat penyakit kronis

Merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita pada pasien dengan penyakit

inflamasi kronis dan malignansi. Inflamasi kronis dapat disebabkan oleh infeksi (misalnya

10

Page 11: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

abses paru, pneumonia, TB paru) dan penyakit bukan infeksi (misalnya rheumatoid

arthritis, SLE, sarkoidosis, penyakit Crohn). Penyakit keganasan yang dapat menyebabkan

anemia diantaranya adalah limfoma, karsinoma, dan sarcoma.4

Dapat ditemukan:

• Morfologi eritrosit normokromik, normositik, atau hipokromik ringan (MCV jarang

kurang dari 75 fL)

• Anemia ringan dan non-progresif (hemoglobin jarang kurang dari 9.0 g/dL) di mana

beratnya anemia tergantung dari penyakit dasarnya.

• Besi serum dan daya ikat besi total berkurang, reseptor transferrin serum normal

• Ferritin serum normal atau meningkat

• Elektroforesis Hb normal

• Simpanan zat besi retikuloendotelial sumsum tulang normal namun zat besi

eritroblas berkurang.

Anemia ini tidak berespon terhadap terapi zat besi dan harus diterapi penyakit dasarnya, di

mana eritropoietin rekombinan dapat memperbaiki anemianya dalam beberapa kasus. Pada

beberapa kasus, anemia ini dapat diperberat dengan adanya anemia akibat etiologi lain

(misalnya defisiensi besi, vitamin B12 dan folat, gagal ginjal, kegagalan sumsum tulang,

hipersplenisme, gangguan endokrin, anemia leukoeritroblastik).1

Anemia sideroblastik

Merupakan anemia yang refrakter di mana pada pemeriksaan sumsum tulang ditemukan

peningkatan zat besi yang terlihat sebagai granul yang tersusun membentuk cincin sekitar

nukleus dari eritrosit yang sedang berkembang (ringed sideroblast), setidaknya pada 15%

sel.6 Normalnya, granula zat besi tersebar secara acak pada eritroblas.1

Anemia sideroblastik terbagi menjadi beberapa tipe, dan yang paling sering adalah defek

pada sintesis hem. Pada bentuk yang herediter, anemianya biasanya ditandai dengan

gambaran mikrositik hipokrom yang sangat jelas, di mana mutasi yang paling sering

adalah pada gen ALA-S yang terkait kromosom X. Subtipe yang paling sering dari tipe

primer yang didapat adalah jenis myelodisplasia. Pada beberapa pasien dengan tipe

herediter berespon terhadap terapi piridoksin. Dapat juga dicoba terapi folat pada

defisiensi folat. Terapi lain yang telah dicoba pada myelodisplasia (misalnya eritropoietin)

juga dapat dicoba pada tipe acquired primer. Pada kasus yang berat, transfusi darah

11

Page 12: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

berulang dapat merupakan satu-satunya metode yang mempertahankan kadar hemoglobin

yang memuaskan namun hati-hati pada terjadinya kelebihan zat besi akibat transfusi.

Keracunan timbal dapat menghambat sintesis hem dan globin serta menghambat

pemecahan RNA dan menyebabkan akumulasi RNA terdenaturasi dalam eritrosit

(gambaran basophilic stippling pada pewarnaan Romanowsky). Anemianya dapat berupa

hipokromik dengan predominan hemolitik, dan dapat ditemukan ringed sideroblast pada

sumsum tulang.1

e. Etiologi

Kehilangan darah kronis, terutama dari uterus atau traktus gastrointestinal, merupakan

penyebab utama. Pada kehilangan darah kronis, meskipun terjadi peningkatan

penyerapan zat besi dari makanan pada tahap awal penyakit, dapat ditemukan balans zat

besi yang negatif.

Adanya kebutuhan zat besi yang meningkat terjadi pada saat bayi, laktasi, dan saat

menstruasi. Neonatus memiliki cadangan zat besi yang diperoleh dari pemotongan

umbilikus yang tertunda dan pemecahan dari eritrosit yang berlebih. Pada usia 3-6 bulan

lebih cenderung terjadi balans zat besi yang negatif akibat pertumbuhan. Dari usia 6

bulan, adanya suplementasi susu formula dan makanan campur, terutama makanan yang

diperkaya dengan zat besi, dapat mencegah defisiensi besi. Pada kehamilan, perlu zat

besi lebih karena adanya peningkatan massa eritrosit sebesar 35%, dan transfer zat besi

kepada fetus sebesar 300 mg, dan karena adanya kehilangan darah saat melahirkan.

Terapi zat besi diberikan apabila kadar hemoglobin berada di bawah 10 g/dL atau MCV

kurang dari 82 fL pada trimester ketiga.1

f. Patofisiologi

Zat besi dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuk ion bebas, tetapi selalu

berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan dengan sifat seperti

radikal bebas. Dalam keadaan normal, seorang pria dewasa mempunyai kandungan besi

50 mg/kgBB sedangkan wanita 35 mg/kgBB.

Tubuh memiliki kemampuan yang terbatas dalam menyerap zat besi dan kehilangan zat

besi akibat pendarahan adalah hal yang sangat umum. Pemindahan dan penyimpanan zat

besi dalam tubuh banyak dimediasi oleh 3 protein: transferrin, reseptor transferrin 1

(TfR1) dan ferritin. Transferrin mengantarkan zat besi ke jaringan yang memiliki

reseptor transferrin, terutama eritroblas pada sumsum tulang yang memasukkan zat besi

12

Page 13: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

ke dalam hemoglobin. Transferrin kemudian akan digunakan kembali. Ketika eritrosit

memasuki RES untuk dihancurkan, zat besi akan terlepas dari hemoglobin dan memasuki

plasma untuk berikatan kembali dengan transferrin. Hanya sebagian kecil zat besi plasma

yang diperoleh dari diet zat besi dan hasil penyerapan duodenum dan jejunum. Sejumlah

zat besi disimpan dalam makrofag dalam bentuk ferritin dan hemosiderin, di mana

kadarnya tergantung kadar zat besi dalam tubuh. Ferritin adalah kompleks protein-zat

besi yang larut air, dimana 20% dari beratnya mengandung zat besi, serta tidak dapat

dilihat dengan mikroskop cahaya. Sedangkan hemosiderin adalah kompleks protein-zat

besi yang tak larut air dengan komposisi bervariasi dan 37% dari beratnya mengandung

zat besi, di mana hemosiderin dapat dilihat berada dalam makrofag dengan menggunakan

mikroskop cahaya setelah pewarnaan dengan Prussian blue. Zat besi dalam ferritin dan

hemosiderin berada dalam bentuk ferri, dan akan didistribusikan setelah direduksi

menjadi bentuk ferro, dibantu oleh vitamin C. Sedangkan seruloplasmin mengkatalisa

oksidasi zat besi menjadi bentuk ferri guna berikatan dengan transferrin plasma.

Kadar ferritin dan TfR1 tergantung dari kadar zat besi tubuh, dimana kelebihan zat besi

akan menyebabkan peningkatan ferritin jaringan dan penurunan jumlah TfR1, sedangkan

kekurangan zat besi akan menyebabkan penurunan ferritin jaringan dan peningkatan

jumlah TfR1. Ketika kadar zat besi plasma meningkat dan transferrin tersaturasi, akan

terjadi peningkatan distribusi zat besi ke dalam sel-sel parenkim (misalnya hati, organ

endokrin, pancreas, dan jantung) sehingga merupakan dasar dari perubahan patologis

yang berhubungan dengan kelebihan zat besi.

Zat besi juga terdapat dalam otot sebagai mioglobin dan pada kebanyakan sel-sel tubuh

dalam enzim yang mengandung zat besi (misalnya sitokrom, succinic dehydrogenase,

katalase), di mana zat besi dalam jaringan ini lebih sulit berkurang dibandingkan dengan

hemosiderin, ferritin, dan transferrin dalam keadaan defisiensi besi.

Hepsidin, merupakan polipeptida yang diproduksi oleh sel hati, yang merupakan protein

fase akut dan regulator hormonal yang dominan dalam homeostasis zat besi. Hepsidin

menghambat pelepasan zat besi dari makrofag, sel-sel epitel usus, dan dari

sinsitiotrofoblas plasenta. Produksi hepsidin akan meningkat akibat inflamasi, dan akan

menurun bila terdapat anemia defisiensi besi (diperantarai oleh reseptor transferin),

hipoksia, dan eritropoiesis inefektif. Zat besi berada dalam makanan dalam bentuk ferri

hidroksida, kompleks ferri-protein, dan kompleks hem-protein, di mana secara umum

dapat dikatakan bahwa daging –terutama hati – merupakan sumber zat besi yang lebih

baik daripada sayur-sayuran, telur, maupun produk susu. Zat besi organic yang terdapat

13

Page 14: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

dalam diet sebagian akan diserap sebagai hem dan sebagian akan dipecahkan menjadi

besi inorganic di usus, di mana hem kemudian akan dicerna untuk melepaskan zat besi.

Sedangkan absorbsi besi inorganic dipengaruhi oleh factor seperti asam (HCl dan

vitamin C) dan agen-agen pereduksi (asam amino; glutation) yang menyebabkan zat besi

dalam lumen usus tetap berada dalam bentuk ferro daripada ferri. Yang tergolong sebagai

zat penghambat adalah tanat, fitat, dan serat (fibre). Ferri reduktase berada pada

permukaan apikal villi usus dan berguna untuk mengubah zat besi dari ferri menjadi

ferro, dan enzim lain yaitu hephaestin (yang mengandung tembaga) mengubah ferro

menjadi ferri pada permukaan basal sebelum berikatan dengan transferrin.1,4

Perdarahan kronis menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin

menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau

negative iron balance, ditandai oleh kadar ferritin serum menurun dan peningkatan

absorbsi zat besi dalam usus, serta pewarnaan besi dalam sumsum tulang negative.

Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus, cadangan besi menjadi kosong sama sekali,

penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang tetapi anemia secara klinis belum terjadi,

disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini, kelainan yang pertama

ditemukan adalah adanya peningkatan protoporfirin bebas atau zinc protoporphirin dalam

eritrosit. Saturasi transferrin menurun dan DIBT meningkat, juga peningkatan reseptor

transferrin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoiesis semakin

terganggu sehingga kadar hemoglobin menurun, timbul anemia mikrositik hipokrom

(iron deficiency anemia). Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi epitel serta pada

beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring serta

berbagai gejala lainnya.

g. Gejala Klinis

Ketika terjadi defisiensi besi, kadar zat besi dalam ferritin dan hemosiderin akan

berkurang terlebih dahulu sebelum terjadi anemia. Dan seiring berjalannya kondisi tsb,

pasien mungkin menunjukkan tanda dan gejala sistemik dari anemia. Dapat ditemukan

sesak nafas terutama saat beraktivitas, lemah, letargi, palpitasi, tinnitus, berkunang-

kunang, dan nyeri kepala.1,6

Membran mukosa yang pucat terjadi bila kadar hemoglobin lebih rendah dari 9-10 g/dL.

Warna kulit bukan merupakan tanda yang dapat dijadikan patokan. Adanya sirkulasi

yang hiperdinamik (takikardia, denyut nadi yang menghentak, kardiomegali, dan murmur

sistolik terutama pada apeks). Pada pasien yang lebih tua, mungkin ditemukan gejala

gagal jantung, angina pektoris, klaudikasio intermiten, atau konfusio.Gejala-gejala tsb di

14

Page 15: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

atas merupakan gejala umum dari anemia (sindrom anemia), yang pada defisiensi besi

berjalan kronik mungkin gejalanya tidak akan terlalu menonjol.6

Sedangkan gejala khas dari anemia defisiensi besi adalah terjadi glositis yang tak nyeri

(berupa atrofi papil lidah), stomatitis angularis (cheilosis), disfagia (karena kerusakan

epitel hipofaring), kuku yang rapuh, bergelombang, dan berbentuk seperti sendok atau

koilonikia (gambar 3), rambut yang menipis, terbentuknya esophageal web (sindrom

Paterson-Kelly atau Plummer-Vinson) (gambar 4), atrofi mukosa gaster sehingga

menyebabkan akhloridia, dan selera makan yang aneh (pica).1,6

Penyebab dari perubahan epitelial masih belum jelas namun mungkin berhubungan

dengan defisiensi enzim yang mengandung zat besi. Pada anak-anak, defisiensi besi lebih

jelas terlihat karena menyebabkan iritabilitas, fungsi kognitif yang buruk, dan

perkembangan psikomotor yang terhambat.1

Selain itu, dapat pula ditemukan gejala penyakit dasar yang dapat ditemukan pada

anemia defisiensi besi, misalnya dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak

tangan berwarna kuning pada infeksi cacing tambang, dan gangguan kebiasaan buang air

besar pada kanker kolon.5

h. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah:

- Gangguan jantung

Kardiomegali hingga gagal jantung akibat jantung harus bekerja lebih keras dalam

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik .

- Masalah kehamilan

Berhubungan dengan kelahiran premature dan berat badan lahir rendah.

- Masalah pertumbuhan

Pada bayi dan anak-anak, defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan,

disertai dengan resiko lebih rawan terkena infeksi.4

i. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan anemia defisiensi besi tergantung dari derajat anemianya,

penyebab defisiensi besi, dan kemampuan pasien untuk mentolerir preparat zat besi.

15

Page 16: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

- Non medica mentosa

Penatalaksanaan non-medikamentosa meliputi penanganan perdarahan, diet, pembatasan

aktivitas, dan transfusi darah.

Penanganan perdarahan

Penangananan perdarahan dapat berupa pembedahan untuk memperbaiki defek dasarnya,

meliputi penyakit dasar baik neoplastik maupun non-neoplastik seperti traktus

gastointestinal, uterus, dan paru. Reserve transfusion packed red blood cells untuk pasien

yang menderita perdarahan akut atau dalam bahaya hipoksia dan/atau insufisiensi koronaria.

Diet

Diet merupakan predisposisi mayor dari defisiensi besi. Pasien dengan diet randah zat besi

harus diidentifikasi dan dikonseling untuk meninggalkan kebiasaan diet rendah zat besi, serta

mengumpulkan orang-orang tsb bersama komunitas yang dapat menyediakan setidaknya 1

menu bernutrisi setiap harinya. Sebaiknya diberikan makanan bergizi tinggi protein terutama

yang berasal dari protein hewani.6

Pembatasan aktivitas

Pembatasan aktivitas biasanya tidak diperlukan, di mana pembatasan aktivitas harus didasari

dari beratnya anemia dan keadaan komorbid yang dimiliki pasien. Pasien dengan anemia

defisiensi besi berat dan gangguan kardiopulmonar signifikan perlu dibatasi aktivitasnya

hingga anemianya tertangani dengan terapi zat besi. Jika pasien menjadi hipoksia dan terlihat

kemungkinan insufisiensi koronaria, pasien harus dirawat di rumah sakit dan istirahat penuh

hingga terdapat perbaikan dari anemianya sehingga bisa ditransfusi dengan packed red blood

cells.2

Transfusi darah

Jarang diperlukan pada anemia defisiensi besi. Jenis darah yang diberikan adalah packed red

cell untuk mengurangi bahaya overload, di mana sebagai premedikasi dapat diberikan

furosemide IV. Tatacara transfusinya tidak berbeda dengan yang untuk anemia tipe lain.

Indikasinya adalah:

• Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantung

• Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat

menyolok

16

Page 17: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

• Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan

trimester akhir atau preoperasi.2

- Medica mentosa

Selain mengobati penyakit dasarnya, dapat juga diberikan zat besi guna memperbaiki

anemia dan mengembalikan simpanan zat besi dalam tubuh.1

Preparat zat besi oral

Preparat zat besi oral tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, dan eliksir (tabel 2), di mana

yang paling murah dan banyak dipakai adalah ferrous sulfat. Carbonyl iron memiliki

efikasi sebesar 70% dari ferrous sulfat namun karena pelepasannya di usus lambat

sehingga dapat ditoleransi lebih baik pada pasien dengan efek samping gastrointestinal.

Pada umumnya, jika sediaan tsb diberikan 3 hingga 4 kali sehari sebelum makan, sekitar

40 hingga 60 mg zat besi akan diabsorbsi dan didistribusikan ke dalam sumsum eritroid,

sehingga membantu produksi di sumsum hingga 3 kali lipat normal pada orang dengan

anemia sedang hingga berat.

Tabel 2. Sediaan zat besi oral

Sumber: Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in clinical practice. 4th ed. United States: The McGraw-Hill Companies; 2005

Preparat oralTablet (kadar zat besi)

(mg)

Eliksir (kadar zat besi)

(mg)

Ferrous sulfate

Ferrous gluconate

Ferrous fumarate

Carbonyl iron

Polysaccharide-iron

325 (65)

325 (38)

300 (99)

50 (50)

150(150)

300/5 mL (60)

300/5 mL (35)

100/5 mL (33)

100/5 mL (100)

Beberapa sediaan juga mengandung substansi yang mempermudah penyerapan zat besi,

misalnya vitamin, asam amino, dan bahan-bahan lainnya, di mana yang banyak dipakai

adalah asam askorbat dalam kadar 200 mg atau lebih. Pada saat yang bersamaan,

peningkatan asupan juga menyebabkan peningkatan efek samping, sehingga kurang

berguna bagi pasien.

Anemia defisiensi besi sedang dan berat harus diterapi dengan besi elemental sebanyak

150-200 mg per hari (2-3 mg/kg). Untuk anak-anak dengan berat badan 15-30 kg, dosisnya

17

Page 18: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

dikurangi setengah. Anak-anak yang lebih kecil dan bayi biasanya dapat mentolerir dosis

hingga 5 mg/kg. Kepatuhan pasien merupakan kunci dari respon sumsum yang efektif

terhadap terapi zat besi. Preparat oral yang terbaik adalah bila diberikan beberapa kali

sehari, mengingat absorbsi dari setiap dosisnya terbatas hanya untuk beberapa jam saja.

Untuk memperoleh hasil yang maksimum, zat besi perlu dikonsumsi sebelum makan,

namun hal ini dapat menyebabkan meningkatnya resiko intoleransi gastrointestinal.

Regimen zat besi oral yang tipikal adalah 1 tablet zat besi 3 sampai 4 kali sehari sebelum

makan dan sebelum tidur, di mana dosis terakhir sangat penting untuk mempertahankan

kadar besi serum saat malam hari hingga tidak berada di bawah kadar 50 µg/dL.

Kecepatan pertambahan kadar hemoglobin sebagai respon terhadap

terapi zat besi akan berjalan lambat, menggambarkan kurangnya

stimulasi eritropoietin seiring dengan hilangnya anemia. Ketika kadar

hemoglobin darah sudah mencapai 10-12 g/dL, kecepatan

penyembuhan akan berlangsung lebih lambat lagi dan tidak tergantung

dari dosis zat besi oral yang diberikan, sehingga pengurangan dosis dapat membantu

mempertahankan compliance pasien dalam minum obat. Setidaknya

diperlukan terapi zat besi selama 6 bulan guna mengembalikan

cadangan zat besi dalam sistem retikuloendotelial.

Pada pasien dengan anemia defisiensi sedang hingga berat, target

peningkatan hemoglobin yang diharapkan adalah 2-3 g/dL dalam 3-4

minggu. Jika anemia tidak terlalu berat dan hemoglobin di atas 10 g/dL,

respon peningkatan hemoglobin akan lebih rendah karena stimulasi

eritropoietin yang berkurang.3

Respon retikulosit dapat terlihat setelah 7 hari.6

Pada semua situasi, dosis zat besi yang diberikan harus disesuaikan

berdasarkan toleransi pasien. Dosis 150-200 mg per hari dapat

menyebabkan keluhan nausea dan nyeri abdomen atas, sehingga dosis

perlu dikurangi. Pada umumnya, toleransi terhadap zat besi oral akan

meningkat seiring dengan berjalannya terapi. Gejala konstipasi dan

diare juga merupakan keluhan yang umum saat terapi zat besi, namun

tidak berhubungan dengan dosis dan harus diterapi simtomatik. Dosis

zat besi yang besar tidak diperlukan pada pasien dengan anemia ringan

18

Page 19: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

atau bila ingin mengembalikan simpanan zat besi. Hal ini disebabkan

karena terbatasnya absobsi zat besi.

Ketika respon terhadap terapi zat besi oral inadekuat, harus dicari seberapa

besar compliance pasien terhadap terapi yang diberikan, mengingat untuk memperoleh

hasil yang maksimum diperlukan asupan zat besi oral yang konstan. Jika

compliance pasien bagus, harus dicari kemungkinan adanya sumber

perdarahan berkelanjutan dan adanya penyait inflamasi (menyebabkan

hambatan absorbsi dan pelepesan zat besi dari simpanan

retikuloendotelial). Terapi zat besi oral tidak boleh dilanjutkan lebih dari

3-4 minggu bila tidak terdapat respon yang adekuat. Selain itu,

suplementasi zat besi sebaiknya tidak diresepkan secara rutin selama

lebih dari 6 bulan tanpa ada alasan yang jelas guna menghindari

kemungkinan adanya kelebihan zat besi jika pasien memiliki trait

hemokromatosis.3

Preparat zat besi parenteral

Diberikan pada pasien dengan intoleransi gastrointestinal berat akibat

preparat zat besi oral, ada malabsorbsi gastrointestinal, compliance

rendah, kehilangan darah banyak yang tidak cukup diterapi dengan

preparat oral, kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, dan

defisiensi besi fungsional relative akibat pemberian eritropoietin pada

anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.4

Iron dextran

Cara pemberian yang dianjurkan adalah dengan bolus injeksi IV

sebanyak 500-2000 mg (dengan kemasan 50 mg/mL). Total kebutuhan

zat besi yang diperlukan oleh pasien dapat dihitung dengan rumus sbb:

Kebutuhan besi (mg) =BB (kg) x 2.3 x (15-Hb pasien dalam g/dL) + 500 mg

(untuk simpanan)

Namun penggunaannya harus hati-hati guna mengantisipasi reaksi

anafilaktik pada pasien yang alergi dekstran. Teknik pemberiannya

yaitu injeksi inisial sebanyak kurang dari 0.5 mL selama 5-10 menit

19

Page 20: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

sambil mengobservasi pasien. Pemberian harus segera dihentikan bila

terdapat keluhan gatal, sesak, nyeri dada, atau nyeri punggung.

Tekanan darah juga harus dimonitor pada jam pertama guna melihat

adanya hipotensi mendadak. Jika dosis awal dapat ditoleransi, dosis

sisanya dapat diberikan perlahan. Bila diberikan 500-1000 mg dalam

sekali pemakaian, sebaiknya diencerkan dalam 250 mL solusio natrium

klorida 0.9% dan diberikan dalam 30-60 menit.

j. Prognosis

Anemia defisiensi besi adalah suatu gangguan yang mudah diterapi

dengan prognosis yang sangat baik. Namun, prognosis yang buruk

mungkin dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi penyerta

maupun komorbiditas yang berat, seperti neoplasia dan penyakit arteri

koronaria. Anemia defisiensi besi kronik yang sedang maupun berat

dapat menyebabkan hipoksia yang menyebabkan kambuhnya

gangguan pulmonar maupun kardiovaskular yang dimiliki pasien.

Kematian akibat hipoksia dapat terjadi pada pasien yang menolak

diberi transfusi darah karena alasan religious, atau pada pasien

dengan perdarahan akut yang berat.

Pada anak yang lebih muda, anemia defisiensi besi berhubungan

dengan IQ yang lebih rendah, kurangnya kemampuan belajar, dan

kecepatan pertumbuhan yang suboptimal.2

Daftar Pustaka

1. Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE, editor. Essential haematology. 5th

ed. Massachusets: Blackwell Publishing; 2006.p.21-2, 28-37,40-1

2. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in clinical practice. 4th ed.

United States: The McGraw-Hill Companies; 2005.p. 56-9, 60-3

3. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun

patologi klinik hematologi. Cetakan ke-3. Jakarta: Bagian Patologi Klinik

FK UKRIDA; 2009.h.30, 111, 132-4

4. Killip S, Bennett JM, Chambers MD. Iron deficiency anemia. Am Fam

Physician 2007;75(5):672-4

20

Page 21: Anemia Defisiensi Besi Blok Pendek

5. Mehta AB, Hoffbrand AV. At a glance hematologi [terjemahan]. Edisi

ke-2. Jakarta: Erlangga; 2008. H. 26-7, 29, 40-1, 84-5

6. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Dalam:

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar

ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. H.

1130-3, 1135-6

21