anatomi & histologi jaringan periodontal normal fixed

28
1 BAB I PENDAHULUAN Jaringan periodontal terdiri atas jaringan yang meliputi dan mendukung gigi. geligi dalam rahang. Sesuai dengan artinya, periodontal terbagi menjadi dua bagian yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu pert” artinya sekitar dan “odontosberarti gigi. Jaringan pendukung tersebut terdiri dari: gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Fungsi utama gingiva yaitu untuk melindungi jaringan di bawahnya, sedangkan attachment apparatus yang terdiri dari ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar memiliki fungsi, memberikan dukungan bagi serat-serat ligamen periodontal (Lindhe, dkk., 2003). Jaringan periodontal normal berperan sebagai penyedia dukungan yang sangat penting untuk dapat berlangsungnya fungsi mastikasi. Setiap bagian dari jaringan periodontal ini memiliki fungsi dan perannya masingmasing, akan tetapi pada dasarnya, keseluruhannya merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan (Newman, dkk., 2012). Jaringan periodonsium dapat bervariasi secara morfologi dan fungsional seiring dengan perubahan umur dan keadaan patologis. Sehingga pengetahuan tentang anatomi, histologi, serta tampilan klinis dari jaringan periodontal yang normal penting dikuasai untuk memfasilitasi pemahaman mengenai kelainan patologis, keadaan fisiologis yang berlebihan, maupun respon terhadap keadaan inflamatif di jaringan periodontal beserta perawatannya. Pengetahuan tentang jaringan periodontal normal bermanfaat untuk memahami serta membedakan keadaan jaringan periodontal dalam keadaan normal dan kondisi patologis, sehingga dapat ditegakkan terapi yang optimal.

Upload: dhedywidyabawadentist

Post on 29-Sep-2015

570 views

Category:

Documents


41 download

DESCRIPTION

anatomi

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Jaringan periodontal terdiri atas jaringan yang meliputi dan mendukung gigi.

    geligi dalam rahang. Sesuai dengan artinya, periodontal terbagi menjadi dua bagian

    yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu pert artinya sekitar dan odontos berarti gigi.

    Jaringan pendukung tersebut terdiri dari: gingiva, sementum, ligamen periodontal dan

    tulang alveolar. Fungsi utama gingiva yaitu untuk melindungi jaringan di bawahnya,

    sedangkan attachment apparatus yang terdiri dari ligamen periodontal, sementum dan

    tulang alveolar memiliki fungsi, memberikan dukungan bagi serat-serat ligamen

    periodontal (Lindhe, dkk., 2003).

    Jaringan periodontal normal berperan sebagai penyedia dukungan yang sangat

    penting untuk dapat berlangsungnya fungsi mastikasi. Setiap bagian dari jaringan

    periodontal ini memiliki fungsi dan perannya masingmasing, akan tetapi pada

    dasarnya, keseluruhannya merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan (Newman,

    dkk., 2012).

    Jaringan periodonsium dapat bervariasi secara morfologi dan fungsional seiring

    dengan perubahan umur dan keadaan patologis. Sehingga pengetahuan tentang anatomi,

    histologi, serta tampilan klinis dari jaringan periodontal yang normal penting dikuasai

    untuk memfasilitasi pemahaman mengenai kelainan patologis, keadaan fisiologis yang

    berlebihan, maupun respon terhadap keadaan inflamatif di jaringan periodontal beserta

    perawatannya. Pengetahuan tentang jaringan periodontal normal bermanfaat untuk

    memahami serta membedakan keadaan jaringan periodontal dalam keadaan normal dan

    kondisi patologis, sehingga dapat ditegakkan terapi yang optimal.

  • 2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Mukosa rongga mulut (mukosa oral) berbatasan dengan kulit, bibir dan

    mukosa palatum lunak, serta faring. Mukosa rongga mulut terdiri atas:

    1. Mukosa mastikasi (masticatory mucosa), termasuk gingiva dan bagian yang

    menutupi palatum keras

    2. Specialized mucosa, yang menutupi dorsum lidah

    3. Oral mucous membrane lining yang berada di dalam rongga mulut

    (Newman, dkk., 2012)

    Gambar 1. Gingiva normal (Lindhe,

    dkk., 2003)

    Gambar 2. Gingiva normal bagian palatal

    (Lindhe, dkk., 2003)

    A. GINGIVA

    Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi serviks gigi

    dan menutupi tulang alveolar serta menutupi akar gigi sampai batas cementoenamel

    junction. Gingiva merupakan bagian terluar dari jaringan periodontal. Area gingiva

    dimulai dari garis mukogingiva, menutupi tulang alveolar bagian koronal,

    kemudian pada ujungnya mengelilingi serviks di setiap gigi. Pada bagian palatal,

    tidak terdapat garis mukogingiva karena palatum keras dan tulang alveolar maksila

    diliputi oleh mukosa mastikasi yang sama (Newman, dkk., 2012).

  • 3

    Gambar 3 Anatomi gingiva (Rateitschak., 2004)

    Gingiva tersusun dari jaringan ikat dan epitel berkeratin yang meluas dari tepi

    gingiva ke pertemuan mukogingiva. Menurut Fedi, dkk.(2005) dan Newman, dkk.,

    (2012), secara anatomis, gingiva terdiri atas gingiva bebas (margin gingiva/free

    gingiva), gingiva cekat (attached gingiva), gingiva interdental (interdental gingiva).

    1. Margin gingiva/ gingiva bebas merupakan bagian yang mengelilingi leher

    gigi, tidak melekat secara langsung pada gigi dan membentuk dinding jaringan

    lunak sulkus gingiva. Bagian gingiva ini meluas dari tepi gingiva hingga dasar

    sulkus. Gingiva bebas adalah batas tepi gingiva yang mengelilingi gigi,

    berbentuk seperti kerah baju. Gingiva bebas dipisahkan dari gingiva cekat oleh

    depresi dangkal yang membentuk garis yang disebut groove gingiva bebas

    (free gingival groove/marginal groove/ gingival groove). Lebar gingiva bebas

    biasanya sekitar 1 mm (Newman, dkk., 2012).

    Gambar 4 Gingival groove (GG) (Lindhe, dkk., 2003)

  • 4

    Gingiva bebas tidak melekat pada gigi, membentuk dinding jaringan

    lunak dari sulkus gingiva serta dapat dipisahkan dari gigi dengan

    menggunakan alat. Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang

    sekeliling gigi yang dibatasi oleh permukaan gigi dan epitel gingiva bebas

    (Fedi, dkk., 2000).

    Sulkus gingiva merupakan parameter diagnosis yang sangat penting.

    Pada kondisi normal, kedalaman sulkus gingiva adalah 0 mm. Kondisi

    tersebut hanya dapat dijumpai secara eksperimental, pada hewan bebas

    kuman atau setelah plak kontrol intensif berkepanjangan. Metode klinis

    yang digunakan untuk mengukur kedalaman sulkus berupa instrument

    logam yang dinamakan probe periodontal. Kedalaman histologis sulkus

    tidak sama persis dengan kedalaman penetrasi probe. Oleh karena itu

    dikenal kedalaman probing (probing depth) dari sulkus gingiva normal

    yakni 2 - 3 mm (Newman, dkk., 2012).

    Gambar 5. Pengukuran kedalaman probing (Lindhe, dkk., 2003)

    2. Attached gingiva

    Gingiva cekat adalah perluasan gingiva bebas. Gingiva cekat

    konsistensinya tegas/ kaku, teksturnya stippling seperti kulit jeruk, kenyal dan

    melekat erat pada tulang alveolar. Aspek fasial gingiva cekat meluas dari

    groove gingiva sampai dengan mucogingival junction (Newman, dkk., 2012).

  • 5

    Gambar 6. Stippling pada gingiva cekat

    Lebar gingiva cekat merupakan parameter klinis yang penting karena

    merupakan jarak antara mucogingival junction dan proyeksi bagian luar dari

    dasar sulkus atau poket periodontal. Lebar gingiva cekat pada aspek fasial

    berbeda - beda pada setiap area. Umumnya gingiva cekat pada regio incisal

    paling lebar ( 3,4 - 4,5 mm di maksila dan 3,3 - 3,9 mm di mandibula )

    kemudian makin berkurang di segmen posterior, dengan lebar terkecil pada

    premolar pertama (1,9 mm di maksila dan 1,8 mm di mandibula) (Newman,

    dkk., 2012).

    Lebar gingiva cekat bertambah sesuai umur dan juga pada gigi

    supraerupsi. Perubahan lebar gingiva cekat disebabkan oleh modifikasi posisi

    ujung bagian koronal. (Newman, dkk., 2013)

    Pada aspek lingual mandibula, gingiva cekat dimulai dari pertemuan

    mukosa lingual alveolar yang berlanjut pada membran mukosa yang melapisi

    dasar mulut. Pada permukaan palatal gingiva cekat di maksila tidak dapat

    diketahui batasnya dengan mukosa palatal yang memiliki konsistensi yang

    sama. (Newman, dkk., 2013)

    3. Interdental gingiva

    Gingiva interdental adalah bagian gingiva yang mengisi embrasur gigi,

    yakni pada daerah interproksimal di bawah kontak gigi. Gingiva interdental

    dapat berbentuk piramida atau col (lembah) (Newman, dkk., 2012).

  • 6

    Gambar 7. Interdental gingiva

    Perbedaan variasi anatomi interdental col pada gingiva normal (sisi

    kiri) dan gingiva resesi (sisi kanan) tampak pada gambar 7A dan 7B regio

    anterior madibula, sisi fasial dan bukolingual, serta gambar 7C dan 7D regio

    posterior mandibula sisi fasial dan bukolingual. Bentuk gingiva interdental

    bergantung pada titik kontak di antara dua gigi yang bersebelahan dan ada

    tidaknya resesi. Apabila terdapat diastema diantara dua gigi yang bertetangga,

    maka tidak dijumpai papila interdental. (Newman, dkk., 2012).

    A.1. HISTOLOGI GINGIVA

    A.1.a. Epitel gingiva

    Epitel gingiva terdiri atas epitel gepeng berlapis (stratified squamous),

    Fungsi utama epitel adalah melindungi struktur yang ada di bawahnya dan

    memungkinkan terjadinya perubahan selektif pada lingkungan oral. secara

    morfologis dan fungsional, dapat dibedakan menjadi epitel rongga mulut, epitel

    sulkus dan epitel junctional (junctional epithelium). Tipe sel utamanya,

    sebagaimana sel epitel gepeng berlapis lainnya, adalah berkeratin. Sel lain yang

    ditemukan, ada juga yang tidak berkeratin yang mengandung sel Langerhans, sel

    merkel dan melanosit (Newman, dkk., 2006).

    A.1.b. Epitel oral

    Epitel oral adalah adalah epitel yang melapisi lapisan luar margin

    gingiva dan permukaan gingiva cekat. Rata-rata ketebalan epitel oral 0,2 hingga

    0,3 mm. berkeratinisasi atau parakeratin, membalut permukaan vestibular dan

    oral (Newman, dkk., 2006).

  • 7

    Gambar 8. A Berkeratin B. Tidak berkeratin C. Parakeratin (Lindhe, dkk., 2003)

    Epitel oral yang berkeratin terdiri atas empat lapisan sel, yaitu :

    1. Stratum basale bentuknya kuboid

    2. Stratum spinosum bentuknya poligon

    3. Stratum granulosum bentuknya pipih

    4. Stratum korneum

    Gambar 9. Lapisan-lapisan epitel oral (Newman, dkk., 2006).

    A.1.c. Epitel Sulkular

    Epitel sulkular membentuk dinding sulkus gingiva dan menghadap ke

    permukaan gigi. Epitel ini merupakan epitel stratified squamous yang tipis, tidak

    berkeratin dan tanpa rete peg, meluas dari batas koronal junctional epithelium

    hingga krista tepi gingiva. Epitel ini penting sekali karena bertindak sebagai

    membrane semipermeabel yang dapat dilewati oleh produk bakteri menuju

  • 8

    gingiva dan melalui cairan gingiva yang keluar ke sulkus gingiva (Newman,

    dkk., 2006).

    A.1.d. Junctional Epithelium

    Junctional epithelium membentuk perlekatan antara gingiva dengan

    permukaan gigi. Epitel ini merupakan epitel stratified squamous yang tidak

    berkeratin. Pada usia muda junctional epithelium terdiri atas 3 - 4 lapis, namun

    dengan pertambahan usia lapisan junctional epithelium bertambah menjadi 10

    hingga 20 lapis. Junctional epithelium melekat pada permukaan gigi dengan

    bantuan lamina basal.

    Junctional epithelium melekat pada permukaan gigi melalui lamina basal

    interna dan melekat pada jaringan ikat gingiva melalui lamina basal externa.

    Lamina basal interna terdiri atas lamina densa (melekat pada enamel) dan lamina

    lucida dimana hemidesmosome melekat. Hemidesmosome memiliki peran

    penting dalam perlekatan epitel ke lamina basal pada struktur gigi (Newman,

    dkk., 2006).

    A.2. JARINGAN IKAT GINGIVA

    Komponen mayor jaringan ikat gingiva adalah serat kolagen (60%),

    fibroblast (5%), pembuluh darah, saraf dan matriks (sekitar 35%). Jaringan ikat

    gingiva dikenal juga dengan lamina propria dan terdiri atas 2 lapisan, yaitu:

    lapisan papillari yang terletak di bawah epitel, yang terdiri atas proyeksi papillari

    di antara retepeg epitel dan lapisan retikuler yang bersebelahan dengan

    periosteum tulang alveolar di bawahnya (Newman, dkk., 2006).

    Jaringan ikat memiliki kompartemen selular dan aselular terdiri dari serat

    dan substansi dasar. Substansi dasar mengisi ruang antara serat dengan sel,

    amorf, dan memiliki kandungan air yang tinggi, terdiri dari proteoglycans,

    terutama asam hyaluronic dan kondroitin sulfat, dan glikoprotein, terutama

    fibronectin (Newman, dkk., 2006). Serat jaringan gingiva terdiri atas tiga tipe,

    serat kolagen, serta retikular, dan serat elastik. Kolagen tipe I membentuk inti

  • 9

    lamina propria dan memberikan tensile strength terhadap jaringan gingiva.

    Kolagen tipe IV bercabang di antara bundel kolagen tipe I dan menyatu dengan

    serat-serat membran basah dan dinding pembuluh darah. Sistem serat elastik

    dibentuk oleh serat-serat oksitalan, eluanin dan elastin yang tersebar di antara

    serat-serat kolagen (Newman, dkk., 2006).

    A.2. 1. Serat-serat gingiva

    Jaringan ikat gingiva bebas mengandung banyak kolagen Tipe 1

    yang tersusun dalam sistem bundel serat, yang dinamakan serat - serat

    gingiva. Serat - serat gingiva mempunyai fungsi :

    1. Mendukung jaringan gingiva bebas, sehingga terikat ke permukaan

    gigi

    2. Menimbulkan kekakuan pada gingiva bebas, sehingga tidak terkuak

    menjauhi gigi bila terkena tekanan pengunyahan

    3. Menyatukan gingiva bebas dengan sementum akar gigi dan gingiva

    cekat yang berbatasan.

    Serat gingiva tersusun atas 3 kelompok:

    1. Serat Gingivodental

    Merupakan serat yang terdapat pada permukaan fasial, lingual dan

    interproksimal, melekat pada sementum di bawah epitel pada dasar

    sulkus gingiva. Pada pemukaan fasial dan lingual, serat ini memanjang

    dari sementum dalam bentuk seperti kipas angin ke arah crest dan

    permukaan luar gingiva bebas. Serat ini juga memanjang keluar menuju

    periosteum pada permukaan fasial dan lingual tulang alveolar.

    2. Serat Sirkular

    Serat sirkular melewati jaringan ikat pada gingiva bebas dan interdental

    dan melingkari gigi seperti cincin.

    3. Serat Transeptal

  • 10

    Berlokasi di daerah interproksimal, serat transeptal membentuk ikatan

    horisontal yang meluas di antara sementum pada aproksimal gigi.

    (Newman, dkk., 2006)

    Gambar 10. Serat serat gingiva (1. Dentogingival koronal, horizontal, apikal, 2.Alveologingival, 3.Interpapilary 4..Transgingival, 5.Sirkular, semisirkular, 6.Dentoperiosteal, 7.Transeptal,

    8.Periosteogingival 9.Intersirkular 10.Intergingival)

    A.2.2 Elemen Seluler

    Elemen seluler utama pada jaringan ikat gingiva adalah fibroblas

    yang banyak dijumpai diantara bundel serat. Fibroblas berfungsi mensintesa

    serat - serat kolagen dan serat - serat elastik glikoprotein dan

    glikosaminoglikan pada substansi interseluler dan juga berperan dalam

    pengaturan degradasi kolagen. Sel- sel inflamasi yang dijumpai pada

    jaringan ikat gingiva mencakup leukosit, polimorfonukleus, limfosit dan sel

    plasma. Dalam kondisi normal sel - sel ini dijumpai dalam jumlah yang

    sedikit. Dalam keadaan terinflamasi, sel - sel inflamasi dijumpai dalam

    jumlah yang banyak dalam bentuk agregrat seluler padat yang

    menggantikan elemen fibrosa dalam jaringan ikat (Newman, dkk., 2006;

    Newman, dkk., 2012).

  • 11

    A.2.3 Suplai Darah

    Suplai darah pada gingiva terdiri atas:

    1. Arteri supraperiosteal pada fasial dan lingual tulang alveolar

    2. Pembuluh darah pada ligamen periodontal, yang meluas pada gingiva

    dan beranastomosis dengan kapiler pada daerah sulkus

    3. Arteriol, yang berasal dari puncak septum interdental, sejajar puncak

    tulang alveolar, bersatu dengan pembuluh darah ligamen periodontal,

    kapiler daerah sulkus dan pembuluh darah menuju ke puncak tulang

    alveolar.

    Gambar 11. Suplai darah pada gingiva

    (Newman,dkk., 2006; Lindhe, 2003)

    B. LIGAMENTUM PERIODONTAL

    Ligamen periodontal terdiri dari pembuluh darah yang kompleks dan

    jaringan ikat yang sangat selular yang mengelilingi akar gigi dan menghubungkan

    ke dinding bagian dalam tulang alveolar (Gambar 12). Ligamen ini bertemu dengan

    jaringan ikat di gingiva dan berhubungan dengan sementum maupun ruang sumsum

    tulang melalui saluran pembuluh darah dalam tulang sehingga ligamen periodontal

    juga berfungsi untuk memberikan nutrisi kepada sementum, tulang alveolar serta

    jaringan gingiva (Gambar 13). Selain menjaga perlekatan gigi ke tulang alveolar

    dan struktur gingiva, ligamen periodontal juga berfungsi sebagai shock absorber

    dan sarana transmisi daya oklusal ke tulang alveolar serta memiliki lebar rata-rata

    sekitar 0,2 mm dan bervariasi. Pembuluh darah pada ligament periodontal berasal

  • 12

    dari tiga cabang, yaitu pembuluh darah apikal, pembuluh darah pada interproksimal

    tulang alveolar, dan pembuluh darah dari gingiva.

    Gambar 12. Diagram anatomi ligamen periodontal (Lindhe, dkk., 2003)

    Gambar 13. Diagram histologis ligamen periodontal (Rateitschak, dkk., 2004)

    B.1. SERAT SERAT PERIODONTAL

    Elemen terpenting dari ligamen periodontal adalah serat utama, yang terdiri

    dari bundel serat kolagen yang diproduksi oleh fibroblas dan merupakan protein

    yang tersusun dari berbagai asam amino yang berbeda, terutama glycine, proline,

    hydroxylysine, dan hydroxyproline. Serat kolagen ini merupakan serat utama dari

    ligamen periodontal yang masuk ke dalam sementum maupun tulang alveolar yang

    dinamakan Serat Sharpey. Kolagen disintesis oleh fibroblas, kondroblas, osteoblas,

    odontoblas, dan sel lain. Serat kolagen ligamen periodontal terdiri dari serat

    transeptal, serat puncak alveolar, serat horizontal, serat oblique, serat apikal dan

    serat interradikuler (Gambar 14) (Newman, dkk., 2006; Hoag dan Pawlak, 1990;

    Wikesjo, dkk., 1992).

  • 13

    Serat transeptal merupakan serat yang memperpanjang interproksimal

    puncak tulang alveolar dan sementum gigi sebelahnya, serat ini berfungsi untuk

    mencegah hilangnya titik kontak. Serat alveolar crest merupakan serat yang

    berjalan dari sementum ke puncak tulang alveolar dengan arah menuju apikal dan

    berfungsi untuk mempertahankan gigi tetap di dalam soket dengan melawan

    tekanan yang berasal dari koronal dan mencegah pergerakan gigi ke arah lateral

    (Gambar 15). Serat horizontal terletak lebih ke apikal dari serat alveolar crest dan

    berjalan tegak lurus dari sementum ke tulang alveolar.

    Serat oblique merupakan kelompok serat terbesar, serat ini berjalan ke arah

    koronal dari gigi ke tulang alveolar. Serat ini bertindak untuk melawan tekanan-

    tekanan yang berorientasi vertikal (Gambar 16). Serat apikal berada di daerah

    apikal dari soket. Serat ini menyebar tidak teratur di apikal gigi dan tidak akan

    terbentuk jika perkembangan akar gigi tidak sempurna (Gambar 17). Serat

    interradikuler ini menyebar dari sementum ke tulang alveolar di daerah furkasi pada

    gigi berakar ganda (Gambar 18) (Newman, dkk., 2006; Hoag dan Pawlak, 1990;

    Rateitschak, dkk., 2004; Wikesjo, dkk., 1992)

    .

    Gambar 14. Lokasi kelompok serat utama dari ligamen periodontal AC: alveolar crest

    fibers,H: horizontal fibers,OBL: oblique fibers,PA: periapical

    fibers,IR: interradicular fibers (Lindhe, dkk., 2003; Wikesjo, dkk., 1992).

  • 14

    Gambar 15. Gambaran histologi dari serat alveolar crest dan serat horizontal A: serat

    alveolar crest, B: serat horizontal (Wikesjo, dkk., 1992).

    Gambar 16. Gambaran histologi dari serat apikal (A) (Litsgarten, 2013).

    Gambar 17. Gambaran histologi dari serat interradikuler

    A:septum interradikuler, B:serat

    interradikuler, C: dentin, D: pulpa (Wikesjo, dkk., 1992).

  • 15

    Gambar 18. Gambaran histologi dari serat oblique (A) (Wikesjo, dkk., 1992)

    B.2. ELEMEN SELULER

    Elemen seluler ligamen periodontal dibagi menjadi empat tipe sel, yaitu sel

    jaringan ikat, sel epitel, sel sistem imun, dan sel yang berhubungan dengan elemen

    neurovaskuler (Gambar 18). Sel jaringan ikat meliputi fibroblas, sementoblas, dan

    osteoblas. Fibroblas merupakan sel yang paling banyak terdapat di ligamen

    periodontal, sel ini mensintesis kolagen serta memfagositosis dan menghilangkan

    kolagen yang sudah tua. Osteoblas dan sementoblas sama seperti osteoklas dan

    sementoklas terdapat di area semental dan tulang pada ligamen periodontal. Sel

    epitel res malassez terdistribusi dekat dengan sementum melalui ligamen

    periodontal dan terdapat paling banyak di daerah apikal dan servikal. Sel ini

    mengalami degenerasi sesuai bertambahnya usia dan kemudian menghilang atau

    mengalami kalsifikasi menjadi sementikel. Epitel ini dapat mengalami proliferasi

    ketika distimulus dan ikut andil dalam pembentukan kista periapikal maupun kista

    lateral akar. Sel pertahanan atau sel imun, terdiri dari: neutrofil, limfosit, makrofag,

    sel mast, dan eusinofil. Sel-sel pertahanan tersebut berhubungan dengan elemen

    neurovaskuler (Newman, dkk., 2004; Rateitschak, dkk., 2004; Wikesjo, dkk.,

    1992).

  • 16

    Gambar 19. Penampang histologis irisan melintang dari ligamen periodontal

    A: arteriole, BB: bundle bone, C: cementum, CC: cementocytes, D:

    dentin, F: fibroblasts, M: cell rests of malassez, NV: neurovascular

    channel, OB: osteoblasts, OC: osteocytes, SF:Sharpeys fibers, V: venules

    (Wikesjo, dkk., 1992).

    B.3. SUBSTANSI DASAR

    Substansi dasar ligamen periodontal mengisi ruang antara serat-serat dan sel-

    sel, yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu glikosaminoglikan seperti asam

    hialuronik and proteoglycans, serta glikoprotein seperti fibronektin dan laminin.

    Komponen-komponen ini juga memiliki kandungan air yang tinggi sekitar 70%.

    Ligamen periodontal ini juga mengandung masa terkalsifikasi yang dinamakan

    sementikel yang melekat di permukaan akar (Newman, dkk., 2004).

    B.4. FUNGSI LIGAMEN PERIODONTAL

    Fungsi dari ligamen periodontal meliputi fungsi fisik, formatif dan

    remodeling, serta fungsi nutrisi dan sensoris (Wikesjo, dkk., 1992).

    a. Fungsi Fisik

    Fungsi fisik dari ligamen periodontal ini, meliputi:

    1. Menyediakan tempat bagi jaringan lunak untuk melindungi pembuluh darah dan

    persarafan dari trauma mekanis

    2. Transmisi tekanan oklusal ke tulang

    3. Melekatkan gigi dengan tulang

    4. Menjaga jaringan gingiva dalam hubungan yang tepat dengan gigi

  • 17

    5. Menahan pengaruh tekanan oklusal (shock absorption)

    (Newman, dkk., 2004).

    b. Fungsi formatif dan remodelling

    Fungsi ini terdiri dari pembentukan dan resorpsi sementum serta tulang

    alveolar, menyalurkan tekanan oklusal terhadap jaringan periodonsium, serta

    pada pemulihan luka. Sel yang berfungsi yaitu fibroblas, dengan membentuk

    serat kolagen dan sel mesenkim yang akan mengaktifkan osteoblas dan

    sementoblas (Hoag dan Pawlak, 1990; Litsgarten, 2013).

    c. Fungsi Nutrisional dan Sensoris

    Ligamen periodontal mensuplai nutrisi ke sementum, tulang, dan gingiva

    melalui pembuluh darah serta menyediakan drainase limfatik. Periodontal

    ligamen ini juga menerima suplai transmisi taktil, tekan, dan sensasi rasa melalui

    serabut saraf sensoris trigeminal. Bundel saraf mencapai ligamen periodontal

    dari periapikal dan tulang alveolar. Bundel saraf tersebut terdiri dari serat myelin

    tunggal dan berakhir di salah satu dari keempat terminal saraf, yaitu: free

    endings yang memiliki konfigurasi tree-like dan membawa sensasi nyeri,

    mekanoreseptor Ruffini-like terletak di daerah apikal, mekanoreseptor corpus

    Meissners ditemukan di pertengahan akar dan spindlelike untuk tekanan dan

    getaran dikelilingi oleh kapsul fibrosa dan terletak terutama di apex (Newman,

    dkk., 2006; Rateitschak, dkk., 2004).

    C. SEMENTUM

    C.1. ANATOMI DAN HISTOLOGI SEMENTUM

    Sementum adalah struktur terkalsfikasi yang menutupi akar anatomis gigi,

    terdiri atas matriks terkalsifikasi yang mengandung serabut kolagen (Fedi, dkk.,

    2004). Menurut Nanci dan Bosshardt (2006), sementum merupakan jaringan keras

    avaskuler yang melapisi gigi dan membuat perlekatan dengan ligamenum

    periodontal.

  • 18

    Pada dasarnya ada dua jenis sementum berdasarkan ada atau tidak adanya

    sel - sel di dalamnya dan asal kolagen dari matriks. Sementum terbentuk pada

    permukaan gigi yang berkontak dengan ligamen periodontal atau serat gingiva.

    Sementum terdiri atas serat kolagen dan substansi dasar interfibrial. Sementoblas

    membentuk organiks matriks yang dikenal dengan cementoid precementum.

    Sementum terbentuk dari 45 - 50% materi inorganik (hydroxyapatite) dan 50 - 55%

    materi organik dan air. Komposisi ini membuat sementum sedikit lebih keras dari

    tulang. Lebar sementum bervariasi dari 16 hingga 60 m pada seperdua akar dan

    lebih tebal pada sepertiga akar (Newman, dkk., ; Rateitschak, dkk., 2004).

    Fungsi sementum adalah sebagai berikut :

    1. Menahan gigi pada soket tulang dengan perantaraan ligamen periodonsium

    2. Mengkompensasi keausan struktur gigi karena pemakaian dengan proses

    pembentukan yang terjadi terus menerus

    3. Memudahkan terjadinya pergeseran fisiologis

    4. Memungkinkan penyusunan kembali serabut ligamen periodonsium secara

    terus menerus

    (Fedi, dkk., 2004).

    C.2. KLASIFIKASI SEMENTUM

    Dua tipe utama sementum adalah aselular (primer) dan seluler (sekunder).

    Keduanya mengandung matriks interfibrial yang terkalsifkasi dan fibril kolagen.

    Ada dua sumber serat kolagen yaitu serat sharpeys (ekstrinsik) yang tertanam pada

    serat utama pada ligamen periodontal, dibentuk oleh fibroblast dan serat yang

    berasal dari matriks sementum intrinsik yang dihasilkan oleh sementoblas.

    Sementoblas juga membentuk komponen non kolagen pada substansi dasar

    interfibrial seperti proteoglikans, glikoprotein dan phospoprotein. Sementum

    aselular adalah yang pertama terbentuk dan menutupi sepertiga servikal atau

    setengah akar dan tidak mengandung sel. Sementum ini terbentuk sebelum gigi

    mencapai dataran oklusal dan ketebalannya bervariasi dari 30-230 m. Serat

    sharpey meliputi hampir seluruh struktur sementum aselular (Newman, dkk., 2006)

    Sementum selular terbentuk setelah gigi mencapai dataran oklusal,

    bentuknya lebih irregular daripada sementum aselular dan mengandung sel

  • 19

    (sementosis) pada ruang individual (lakuna) dan berinteraksi satu sama lain melalui

    sistem anastomosis kanalikuli. Sementum selular terkalsifikasi lebih sedikit

    daripada tipe aselular. Serat sharpey memiliki bagian yang lebih sedikit daripada

    sementum aselular dan terpisah dari serat lain yang tersusun paralel pada

    permukaan akar (Newman, dkk., 2006). Berdasarkan hal tersebut sementum

    diklasifikasikan menjadi :

    1. Acellular Afibrial Cementum (AAC)

    AAC tidak mengandung sel-sel ataupun serat kolagen ekstrinsik maupun

    intrinsik, berbeda dengan substansi dasar. Sementum ini merupakan produk

    sementoblas dan terletak pada koronal dengan ketebalan 1- 15 m.

    2. Acellular Extrinsik Fiber Cementum (AEFC)

    AEFC terbentuk hampir seluruhnya merupakan serat sharpey dan banyak sel.

    AEFC merupakan produk fibroblas dan sementoblas ditemukan pada sepertiga

    akar, tetapi dapat pula meluas ke apikal ketebalannya antara 30 dan 2.30 m.

    Nanci dan Bosshardt (2006) menyebutkan bahwa AEFC ini dapat ditemukan

    pada servikal gigi hingga setengah sampai dua pertiga dari akar. Sementum tipe

    ini memiliki peranan penting dalam perlekatan gigi pada tulang alveolar

    (Lindhe, 2003).

    3. Cellular Mixed Stratified Cementum (CMSC)

    CMSC terbentuk dari serat extrinsik (sharpey) dan bisa mengandung sel.

    Merupakan co-produk fibroblas dan sementoblas, terdapat pada sepertiga apikal

    akar dan daerah furkasi. Ketebalannya berkisar antara 100-1000 m.

    4. Cellular Intrinsik Fiber Cementum (CIFC)

    CIFC mengandung sel tanpa serat kolagen ekstrinsik. Terbentuk dari

    sementoblas, terdapat pada lakuna yang resopsi. Sementum serat intrinsik seluler

    (sekunder sementum, sementum selular) terdapat di bagian apikal sepertiga atau

    setengah dari akar dan di daerah furkasi (Nanci dan Bosshardt, 2006).

  • 20

    5. Intermediate Cementum

    Intermediate cementum adalah zona ill-defined di dekat cementodentinal

    junction pada gigi tertentu yang terlihat mengandung sisa selubung hertwigs

    tertanam pada substansi dasar yang terkalsifikasi (Newman, dkk., 2006)

    A B

    Gambar 20. Aselular Sementum, B.Selular Sementum (Lindhe, 2003)

    C.3. SEL SEL PEMBENTUK SEMENTUM

    Fibroblast dan sementoblas bekerjasama dalam formasi pembentukan

    sementum. Ligamen periodontal fibroblast menghasilkan aselular intrinsik

    sementum. Sementoblas menghasilkan selular intrinsik sementum dan sebagian

    cellular mixed fiber cementum dan kemungkinan aselular afibrial sementum.

    Sementosit berkembang dari sementoblas yang terperangkap pada sementum

    selama proses sementogenesis (Rateitschak, dkk, 2004).

    C.4. KOMPOSISI SEMENTUM

    Komposisi sementum menyerupai tulang yang sebagian besar terdiri dari

    50% mineral (menggantikan apatit) dan 50% matriks organik. Kolagen tipe I

    merupakan komponen organik yang dominan, yaitu sekitar 90 %. Kolagen lainnya

    yang terkait dengan sementum, yaitu Kolagen tipe III, sedangkan kolagen lainnya,

    termasuk jenis V, VI, dan jenis XIV. Hampir semua noncollagenous protein matriks

    diidentifikasi dalam sementum juga ditemukan dalam tulang. Ini termasuk

  • 21

    sialoprotein tulang, protein dentin matriks 1 (DMP-1), dentin sialoprotein,

    fibronektin, osteocalcin, osteonectin, osteopontin, tenascin, proteoglikan,

    proteolipids, dan beberapa faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan (IGF)

    molekul-seperti insulin-like (Nanci dan Bosshardt, 2006).

    D. TULANG ALVEOLAR

    D.1. ANATOMI DAN HISTOLOGI TULANG ALVEOLAR

    Tulang alveolar merupakan bagian dari mandibula dan tulang rahang atas

    yang membentuk dukungan utama untuk struktur gigi (Sodek dan Marc, 2000).

    Tulang alveolar atau prosesus alveolaris yaitu bagian dari maksila dan mandibula

    yang membentuk dan mendukung soket gigi (alveoli). Processus ini terbentuk saat

    erupsi gigi dan melekat dengan ligamen periodontal, serta akan menyusut secara

    bertahap setelah gigi hilang. Prosesus alveolaris ini bersama - sama dengan akar,

    sementum dan membran periodontal selain bertanggung jawab dalam perlekatan

    gigi, juga memiliki fungsi utama mendistribusikan dan menyerap gaya yang

    dihasilkan dari proses mastikasi maupun kontak oklusal (Newman, dkk., 2006;

    Hoag dan Pawlak, 1990; Rateitschak, dkk, 2004).

    Processus ini terdiri dari tiga komponen yaitu tulang alveolar, tulang

    kompakta dan tulang cancellous. Tulang alveolar meliputi tulang kortikal dan

    tulang alveolar proper atau yang sering dikenal dengan cibriform plate, dinding

    alveolar, dan lamina dura. Tulang kompakta menyusun sebagian besar soket bagian

    fasial atau palatal dan lingual, sedangkan tulang cancellous mengelilingi lamina

    dura di bagian apikal, apikolingual, dan daerah interradikuler, serta banyak terdapat

    di maksila dibandingkan mandibula. Tulang cancellous ini terdiri dari trabekula-

    trabekula. Dengan pola trabekula tersebut akan sangat bervariasi tergantung pada

    gaya oklusal yang diterima (Newman, dkk., 2006; Hoag dan Pawlak, 1990).

  • 22

    Gambar 21. Gambaran tulang alveolar secara histologis (Rateitschak, dkk., 2004)

    Gambar 22. Gambaran tulang alveolar secara anatomis 1.Tulang alveolar, 2.Tulang

    trabekular (cancellous), 3.Tulang kompakta (Newman, dkk., 2006;

    Rateitschak, 2004).

    A B

    Gambar 23. Gambaran tulang alveolar maksila (A) dan mandibula (Lindhe, 2003)

    D.2. MATRIKS SELULER DAN INTERSELULER

    Ada atau tidaknya tulang alveolar merupakan suatu hasil akhir dari proses

    pembentukan dan resorpsi tulang yang berlangsung seumur hidup. Osteoblas

    merupakan sel pembentuk tulang yang mengeluarkan matriks organik bernama

  • 23

    osteosit. Sel - sel ini berlokasi di lakuna. Lakuna ini saling berhubungan dan

    berkomunikasi melalui kanalikuli. Kanalikuli ini yang membentuk sistem

    anastomosis menggunakan matriks interseluler dari tulang, kemudian membawa

    oksigen dan nutrisi untuk osteosit melalui darah dan membuang sisa produk

    metabolit. Tulang terdiri dari bahan anorganik sebanyak dua per tiga bagian,

    sedangkan sepertiganya terdiri dari bahan organik. Bahan anorganik tersusun

    terutama dari mineral kalsium dan fosfat, selain itu juga terdapat hidroksil,

    karbonat, sitran dan ion - ion lain seperti magnesium, sodium, dan fluorin. Matriks

    organik mengandung 90% kolagen tipe I. Deposisi tulang oleh osteoblas seimbang

    dengan resorbsi oleh osteoklas selama proses remodeling dan pembentukan

    jaringan baru (Newman, dkk., 2006; Hoag dan Pawlak, 1990; Rateitschak, dkk,

    2005).

    Remodeling merupakan suatu keadaan baik berupa perubahan bentuk

    tulang, resistensi terhadap tekanan atau gaya, perbaikan luka, serta homeostatis dari

    kalsium dan fosfat dalam tubuh. Proses ini meliputi resorpsi dan formasi yang

    dipengaruhi oleh adanya faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal terdiri dari keadaan

    fungsional masing - masing gigi dan usia yang mempengaruhi perubahan dalam sel

    tulang, sedangkan faktor sistemik kemungkinan berkaitan erat dengan hormonal,

    seperti hormon paratiroid, kalsitonin, atau vitamin D (Newman, dkk., 2006;

    Rateitschak, dkk, 2005).

    D.3 DINDING SOKET

    Dinding soket meliputi tulang tipis yang menyusun sistem harvesian dan

    bundel tulang. Bundel tulang ini berdampingan dengan ligamen periodontal yang

    mengandung banyak serat sharpey (Hoag dan Pawlak, 1990).

    Pada embrio dan bayi yang baru lahir, cavitas pada semua tulang diisi

    oleh sumsum darah merah yang kemudian secara bertahap berubah kekuningan dan

    menjadi tidak aktif. Pada orang dewasa, sumsum darah merah hanya ditemukan di

    tulang rusuk, dada, tulang belakang, tengkorak, serta tulang kering. Sumsum tulang

    ini kadang ditemukan pada rahang dan biasanya bersamaan dengan resorpsi dari

    trabekula tulang. Lokasi yang biasanya dijumpai kehadiran sumsum tulang ini yaitu

  • 24

    tuberositas maksila, daerah molar dan premolar maksila maupun mandibula,

    simfisis dan sudut ramus mandibula dengan tampilan secara radiografi terlihat

    adanya zona radiolusen (Newman, dkk., 2006).

    Gambar 24. Gambaran anatomis dinding soket maksila dan mandibula

    (Newman, dkk. 2006)

    D.4. PERIOSTEUM DAN ENDOSTEUM

    Semua permukaan tulang, tertutupi oleh jaringan ikat dengan permukaan

    luar disebut periosteum dan permukaan dalam dilapisi oleh endosteum. Lapisan

    dalam periosteum tersusun dari osteoblas yang dikelilingi oleh sel osteoprogenitor,

    sedangkan lapisan luarnya tersusun dari serat kolagen dan fibroblas serta kaya akan

    pembuluh darah dan nervus. Bundel dari serat kolagen periosteal masuk ke tulang

    dan membentuk ikatan antara periosteum dengan tulang. Endosteum tersusun dari

    selapis osteoblas dan kadang sejumlah kecil jaringan ikat. Lapisan dalam

    merupakan lapisan osteogenik dan lapisan luar merupakan lapisan fibrous (Hoag

    dan Pawlak, 1990).

    D.5. SEPTUM INTERDENTAL

    Septum interdental ini terdiri dari tulang cancellous dan cortical plates.

    Jika ruang interdental sempit, maka septum ini hanya berisi lamina dura. Bahkan

    pada kondisi akar-akar yang sangat berdekatan, maka akan terlihat tampilan seperti

    jendela yang irreguler di tulang pada akar-akar gigi yang bersebelahan. Jarak antara

    puncak tulang alveolar dengan CEJ pada dewasa muda bervariasi antara 0,75

  • 25

    sampai 1,49 mm dengan rata-rata 1,08 mm dan jarak ini akan meningkat sesuai

    bertambahnya usia sampai rata-rata sebesar 2,81 mm.

    Gambar 25. Gambaran histologis septum interdental gigi anterior mandibula

    (Newman, dkk., 2006).

    D.6. FENESTRASI DAN DEHISENSI

    Fenestrasi itu sendiri merupakan keadaan permukaan akar hampir terlihat

    secara klinis karena hanya dilapisi periosteum dan lapisan tipis gingiva, sedangkan

    dehisensi merupakan keadaan fenestrasi yang meluas sampai tulang marginal

    (Hoag dan Pawlak, 1990). Menurut Fedi,dkk. ( 2005), dehisensi merupakan

    kehilangan tulang berbentuk celah pada plat kortikal tulang alveolar dan

    menyebabkan terbukanya permukaan akar. Fenestrasi adalah cacat berupa lubang di

    plat kortikal, sehingga permukaan akar fasial dan lingual terlihat. Kelainan ini

    biasanya terjadi pada sekitar 20% dari semua gigi. Dehiscences lebih umum pada

    mandibula, sedangkan fenestrasi lebih sering terjadi pada maksila ((Hoag dan

    Pawlak, 1990; Rateitschak, dkk, 2004).

  • 26

    Gambar 26. A. Fenestrasi (kanan), dehisensi (kiri) (Newman, dkk., 2006);

    B. Fenestrasi (Nimigean, dkk., 2009)

    Gambar 27. Dehisensi

    A B

  • 27

    BAB III

    KESIMPULAN

    Jaringan periodontal merupakan pondasi dari gigi-geligi di dalam rongga mulut.

    Jaringan ini tersusun dari gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar.

    Komponen-komponen ini berfungsi untuk melindungi gigi dari gaya eksternal dan

    mencegah kerusakan saat fungsi.

    Pengetahuan tentang anatomi, histologi, serta tampilan klinis dari jaringan

    periodontal yang normal penting dikuasai untuk memfasilitasi pemahaman mengenai

    kelainan patologis, keadaan fisiologis yang berlebihan, maupun respon terhadap

    keadaan inflamatif di jaringan periodontal beserta perawatannya.

  • 28

    DAFTAR PUSTAKA

    Fedi, dkk., 2005, Silabus Periodonti edisi 4, EGC, Jakarta

    Hoag PM, EA Pawlak, Essentials of Periodontics 4th ed., 1990, Mosby, Missouri.

    Listgarten MA. Histology of Periodontium. http://www.dental.pitt.edu. Diakses pada

    tanggal 12 September 2013.

    Nanci, A., Booshardt, D.D., 2006, Structure of Periodontal Tissues in Health and

    Disease, Periodontology 2000, Vol. 40, 1128

    Newman MG, HH Takei, FA Carranza, Clinical Periodontology 10th

    ed. 2006. WB

    Saunders: Philadelphia. Pp 36-55.

    Newman MG, HH Takei, FA Carranza, Clinical Periodontology 11th

    ed. 2012. WB

    Saunders: Philadelphia.

    Nimigean, VR., dkk., 2009, Alveolar bone dehiscences and fenestrations: an anatomical

    study and review, Romanian Journal of Morphology and Embryology 2009,

    50(3):391397

    Rateitschak EM, HF Wolf, TM Hassel, 2004, Color Atlas of Periodontology, Stuttgart,

    New York.

    Saygin, dkk., 2000, Molecular and Cellular Biology of Cementum, Periodontology

    2000, Vol. 24, 73 98

    Sodek, J.dan Marcj, M.D., 2000, Molecular and Cellular Biology of Alveolar Bone,

    Periodontology 2000, Vol. 24, 2000, 99126

    Wikesjo U, Nilveus RE, Selvig KA, 1992, Significance of Early Healing Events on

    Periodontal Repair: A review. J Periodontology, 63:158-165