anatomi fisiologi pleura dan mekanisme efusi
TRANSCRIPT
ANATOMI FISIOLOGI PLEURA DAN MEKANISME EFUSI
Dr. Ahmad Rasyid, SpPD-KP, Dr. Zen A,SpPD-KPDivisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RSMH/FK UNSRI Palembang
Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan. Membran ini
menutupi jaringan paru dan terdiri dari 2 lapis:
1. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi permukaan paru.
2. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan dinding dada.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi cairan),
membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe.
Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes
keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh
pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah. Efusi
terjadi jika pemnbentukan cairan oleh pleura parietalis melampau batas pengambilan
yang dilakukan pleura viseralis.
Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-20 m, berisi
sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein 1,5 gr/dl
dan 1.500 sel/l. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit,
makrofag dan sel mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam
jumlah yang sangat kecil didalam cairan pleura.
Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang agar nilai
normal cairan pleura dapat dipertahankan
Cairan pleura sebenarnya adalah cairan interseluler pleura parietal. Oleh karena pleura
parietal disuplai oleh sirkulasi sistemik sedangkan tekanan didalam rongga pleura lebih
rendah dibanding atmospir, gradien tekanan bergerak dari interselular pleura ke arah
rongga pleura.
Ada 6 mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya penumpukan cairan dalam
rongga pleura, yaitu:
1. Peningkatan tekanan hidrostatik sirkulasi mikrovaskular. Keadaan ini dijumpai
pada gagal jantung kongestif.
2. Turunnya tekanan onkotik sirkulasi mikrovaskular. Keadaan ini terjadi akibat
hipoalbuminemia seperti pada sindroma nefrotik.
3. Turunnya tekanan intra pleura, yang dapat disebabkan oleh atelektasis atau
reseksi paru.
4. Meningkatnya permiabelitas kapiler pleura. Keadaan ini diakibatkan oleh
peradangan pleura, misalnya pada efusi pleura akibat tuberculosis atau penyakit
keganasan.
5. Terhambatnya aliran getah bening akibat tumor atau fibrosis paru
6. Masuknya cairan dari rongga peritoneum akibat asites.
Light mengelompokkan efusi pleura dalam eksudat dan transudat, disebut eksudat bila
memenuhi satu dari 3 kriteria berikut:
1. Kadar absolut LDH 200 iu
2. Rasio LDH pleura dan serum 0,6
3. Rasio protein pleura dan serum 0,5
Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan berat. Saat ini terdapat
6500 penderita di USA dan UK yang menderita empiema dan efusi parapneumonia tiap tahun,
dengan mortalitas sebanyak 20% dan menghabiskan dana rumah sakit sebesar 500 juta dolar. Di
India terdapat 5 – 10% kasus anak dengan empiema toraks. Empiema toraks didefinisikan sebagai
suatu infeksi pada ruang pleura yang berhubungan dengan pembentukan cairan yang kental dan
purulen baik terlokalisasi atau bebas dalam ruang pleura yang disebabkan karena adanya dead
space, media biakan pada cairan pleura dan inokulasi bakteri. Empiema paling banyak ditemukan
pada anak usia 2 – 9 tahun. Empiema adalah akumulasi pus diantara paru dan membran yang
menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel
sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga
berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus terkumpul dalam ruang
pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa
nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan
memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat
membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen.
Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus
yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Empiema dapat juga terjadi akibat infeksi setelah
pembedahan dada, trauma tembus dada, atau karena prosedur medis seperti torakosentesis atau
karena pemasangan chest tube. Pus yang berasal dari rongga abdomen yang berada tepat di
bawah paru (abses subfrenikus) juga dapat meluas ke rongga pleura dan menyebabkan empiema.
Demam tinggi sering ditemui, sama seperti gejala pneumonia yang berupa batuk, nyeri dada
karena pleuritis, dan kelemahan. Empiema juga dapat terjadi akibat dari keadaan keadaan seperti
septikemia, sepsis, tromboflebitis, pneumotoraks spontan, mediastinitis, atau ruptur esofagus.
Infeksi ruang pleura turut mengambil peran pada terjadinya empiema sejak jaman kuno.
Aristoteles menemukan peningkatan angka kesakitan dan kematian berhubungan dengan
empiema dan menggambarkan adanya drainase cairan pleura setelah dilakukan insisi. sebagian
dari terapi empiema masih diterapkan dalam pengobatan modern. Dalam tulisan yang dibuat pada
tahun 1901 yang berjudul The Principles and Practice of Medicine, William Osler,mengemukakan
bahwa sebaiknya empiema ditangani selayaknya abses pada umumnya yakni insisi dan penyaliran.
ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA
Paru
kanan normalnya terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan merupakan 55% bagian
paru. Paru kiri normalnya terdiri dari dua lobus (atas dan bawah). Pada lobus atas paru kiri pada
bagian bawahnya terdapat lingula yang merupakan analog dari lobus tengah paru kanan. Paru
mengalami perkembangan yang hebat, saat lahir, bayi memiliki 25 juta alveoli ; jumlah ini
bertambah menjadi 300 juta setelah dewasa. Pertumbuhan paling sering terjadi saat usia 8 tahun.
Pertumbuhan tercepat pada usia 3 – 4 tahun. Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan
yaitu pleura viseralis dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial,
jaringan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran
serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang
melapisi dinding toraks, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura
terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini
berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru.
Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya pleura
viseralis memiliki ciri ciri permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis < 30mm,
diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit, di bawah sel-sel mesotelial ini terdapat endopleura
yang berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan
serat-serat elastik, lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari a. pulmonalis dan a. brakhialis serta pembuluh limfa,
menempel kuat pada jaringan paru, fungsinya untuk mengabsorbsi cairan pleura. Pleura parietalis
jaringannya lebih tebal terdiri dari sel-sel mesotelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis), dalam
jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. intercostalis dan a. mamaria interna,
pembuluh limfa dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur. Keseluruhan berasal n. intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan
dermatom dada, mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya, berfungsi untuk
memproduksi cairan pleura.
http://hajardaku.wordpress.com/2010/01/