anastesiumumlma kara

55
Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway DAFTAR ISI DAFTAR ISI.............................................. 1 BAB 1 PENDAHULUAN...................................... 2 BAB 2 PERSIAPAN PRA-ANESTESI...........................4 I. Identitas Pasien..................................4 II. Anamnesis.........................................4 III...................................Pemeriksaan Fisik 6 IV. Pemeriksaan Penunjang..............................7 V. Diagnosa..........................................8 VI. Rencana Tindakan...................................9 BAB 3 PELAKSANAAN ANESTESI............................10 PRE-OPERATIF.........................................10 PELAKSANAAN ANESTESI.................................13 POST OPERATIF........................................16 BAB 4 TINJAUAN PUSTAKA................................18 BAB 5 PEMBAHASAN...................................... 35 DAFTAR PUSTAKA......................................... 39 Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 1

Upload: kara-lisrita-soedarmono

Post on 30-Dec-2015

118 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

LMA

TRANSCRIPT

Page 1: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................1

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................2

BAB 2 PERSIAPAN PRA-ANESTESI........................................................................4

I. Identitas Pasien..................................................................................................4

II. Anamnesis.........................................................................................................4

III. Pemeriksaan Fisik..............................................................................................6

IV. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................7

V. Diagnosa............................................................................................................8

VI. Rencana Tindakan.............................................................................................9

BAB 3 PELAKSANAAN ANESTESI.......................................................................10

PRE-OPERATIF......................................................................................................10

PELAKSANAAN ANESTESI................................................................................13

POST OPERATIF....................................................................................................16

BAB 4 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................18

BAB 5 PEMBAHASAN.............................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................39

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 1

Page 2: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

BAB 1

PENDAHULUAN

Kata anastesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang

menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara karena pemberian obat

dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Anastesiologi ialah ilmu

kedokteran untuk menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama dan

sesudah pembedahan. Namun definisi anastesiologi telah berkembang terus menerus

sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran.4

Tindakan dan usaha menghilangkan rasa sakit sudah ada sejak dahulu kala

pada setiap bangsa, etnik dan suku di dunia. Anastesia dan ilmu kedokteran pada

umumnya mengalami loncatan kemajuan pada abad pertengahan. Setelah itu loncatan

kedua perkembangan ilmu kedokteran adalah pada abad ke-19, ketika ditemukan

antibiotika mengikuti berkembangnya bukti tentang jasad renik sebagai penyebab

penyakit. Ilmu bedah, fisiologi dan farmakologi kemudian berkembang pesat,

demikan pula dengan anastesiologi. Perkembangan anastesia selalu selaras dengan

perkembangan dunia bedah. Pada abad ke-20, anastesia umum mengalami

perkembangan pesat dengan diperkenalkannya tindakan intubasi trakea dan

berkembangnya teknik tatalaksana jalan nafas lanjut. Perkembangan teknik

pemantauan dan penemuan agen-agen anastetika baru dengan profil farmakokinetik

dan farmakodinamik yang lebih baik semakin mengeratkan hubungan anastesia umu

dengan pembedahan.3

Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya

kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk

tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan

lebih panjang. Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa nyeri,

menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot.

Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas dan deteksi

jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama

operasi dilakukan. Pengelolaan jalan nafas merupakan tindakan yang penting dalam

bidang anestesiologi. Pemasangan pipa trakeal, atau biasa disebut intubasi, merupakan

tindakan pengamanan dan pemeliharaan jalan nafas paling paten dan banyak

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 2

Page 3: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

dilakukan menggunakan teknik laringoskopi. Namun tindakan tersebut dapat

menyebabkan trauma, menimbulkan gejolak kardiovaskuler berupa peningkatan

tekanan darah, peningkatan laju jantung dan disritmia.5

Penggunaan Laryngeal Mask Airway (LMA) semakin meluas dewasa ini. Hal

ini karena penggunaan LMA memiliki berbagai keuntungan diantaranya mudah dan

cepat diinsersikan tanpa laringoskopi, respon hemodinamik lebih stabil dibandingkan

pemasangan pipa trakeal, serta cedera trakea yang minimal karena posisinya berada di

superior laring. Meskipun demikian, pemasangan LMA tetap dapat menimbulkan

perubahan respon hemodinamik berupa peningkatan tekanan darah dan laju jantung,

akan tetapi peningkatan ini lebih kecil dibandingkan dengan laringoskopi dan intubasi

pipa trakeal.5

Pada laporan kasus ini akan dibahas penggunaan teknik anestesi umum dengan

LMA pada pasien perempuan, berusia 21 tahun, dengan diagnosis bedah mammae

aberrant bilateral dan status fisik pasien ASA 1 (tanpa penyulit airway). Pada pasien

ini direncanakan akan dilakukan tindakan eksisi dengan teknik anastesi umum dengan

LMA. Pada laporan kasus ini, penulis akan membahas mengenai indikasi,

kontraindikasi, aplikasi, agen anestesi, perubahan hemodinamika yang terjadi hingga

efek samping dalam penanganan kasus dengan anestesi umum dengan LMA.

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 3

Page 4: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

BAB 2

PERSIAPAN PRA-ANESTESI

I. Identitas Pasien

Tanggal masuk : 19 Agustus 2013

Tanggal operasi : 20 Agustus 2013

Nomor Rekam Medis : 001832

Nama Pasien : Nn. N

Umur : 21 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Katolik

Pangkat : III/B

Kesatuan : Angkatan Darat RSPAD

Alamat : JL. Kwini II No 1A Jakarta Pusat

II. Anamnesis

a. Keluhan Utama

Terdapat benjolan di ketiak kanan sejak 2 tahun SMRS.

b. Keluhan Tambahan

Hidung tersumbat di pagi hari.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien bernama Nn. N, berusia 21 tahun, datang ke RSPAD Gatot

Soebroto dengan keluhan terdapat benjolan di ketiak kanan sejak 2

tahun SMRS. Pasien juga mengeluh terdapat benjolan di ketiak kiri

namun ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan benjolan di sebelah

kanan. Kedua benjolan dirasakan keras dan tidak dapat digerakkan.

Pasien mengatakan benjolan di sebelah kanan dirasakannya semakin

hari semakin membesar namun tidak nyeri dengan maupun tanpa

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 4

Page 5: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

penekanan. Pasien juga mengeluh hidungnya sering tersumbat di pagi

hari saat bangun tidur akibat sinusitis yang dideritanya. Saat ini pasien

menyangkal keluhan demam, batuk, dan pilek. Pasien didiagnosa

dengan mammae abberant bilateral dan direncanakan akan dilakukan

eksisi.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

i. Asma : disangkal

ii. Hipertensi : disangkal

iii. Diabetes mellitus : disangkal

iv. Penyakit paru-paru : disangkal

v. Penyakit jantung : disangkal

vi. Penyakit hati : disangkal

vii. Penyakit ginjal : disangkal

viii. Alergi obat : disangkal

ix. Alergi makanan : disangkal

x. Pemakaian obat-obatan : disangkal

Pasien mengaku menderita sinusitis sejak 5 tahun SMRS.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit

serupa, tidak terdapat riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma,

penyakit paru-paru, penyakit jantung, penyakit hati, penyakit ginjal,

keganasan dan gangguan pembekuan darah pada keluarga pasien.

f. Riwayat Kebiasaan

Pasien menyangkal kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol

dan penggunaan obat-obat terlarang. Pasien tidak rutin berolahraga.

g. Riwayat Anestesi dan Operasi

Pasien mengaku belum pernah dioperasi sebelumnya

h. Lain-lain

i. Sakit gigi : disangkal

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 5

Page 6: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

ii. Gigi goyang : disangkal

iii. Gigi patah : disangkal

iv. Penggunaan gigi palsu : disangkal

III. Pemeriksaan Fisik

19 Agustus 2013

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)

Berat badan : 59 kg

Tinggi Badan : 155 cm

BMI : 24,6

Tanda-tanda vital :

1. Tekanan darah : 90/60 mmHg

2. Nadi : 80 x/menit

3. Pernafasan : 16 x/menit

4. Suhu : 36,4 C

5. Saturasi O2 : 98%

Status Generalis

Kepala : normocephali, distribusi rambut merata, rambut tidak

mudah dicabut

Kulit : sawo matang

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks

cahaya (+/+)

Telinga : bentuk dan daun telinga normal, liang telinga lapang

Hidung : napas cuping hidung, deviasi septum (-), discharge (-)

Mulut : mukosa lembab, lidah bersih, skor Mallampati 1

Gigi geligi : gigi palsu (-), gigi goyang (-), gigi patah (-)

Leher : tampak simetris, deviasi trakea (-), limfonodi tidak

teraba, jarak thyromental > 3 cm

Thoraks : deformitas (-), retraksi (-)

Jantung

a. Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 6

Page 7: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

b. Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V midclavicula

sinistra

c. Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal

d. Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop

(-)

Paru-paru

a. Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis

b. Palpasi : vokal fremitus simetris kanan dan kiri,

pengembangan dada normal

c. Perkusi : sonor di kedua lapang paru

d. Auskultasi : suara napas vesikular, rhonki (-/-), wheezing

(-/-)

Abdomen

a. Inspeksi : datar

b. Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak

teraba

c. Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)

d. Auskultasi : bising usus normal 6-8 x/menit

Ekstrimitas : akral hangat, tidak ada sianosis, tidak ada oedem

IV. Pemeriksaan Penunjang

i. Pemeriksaan Laboratorium (7 Agustus 2013)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi rutin

Hemoglobin 12.8 12 - 16 g/dL

Hematokrit 38 37 - 47 %

Eritrosit 4.4 4.3 – 6 juta/L

Leukosit 7120 4.800 – 10.800/L

Trombosit 349.000 150.000 – 400.000/L

MCV 86 80 – 96 fL

MCH 29 27 – 32 pg

MCHC 34 32 – 36 g/dL

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 7

Page 8: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Faal Hemostasis

Waktu Protrombin (PT)

Kontrol 12.3 detik

Pasien 11.4 9.8 – 12.6

APTT

Kontrol 32.4 Detik

Pasien 40.2* 27 – 39 detik

Kimia Klinik

SGOT (AST) 16 < 35 U/L

SGPT (ALT) 22 < 40 U/L

Ureum 14* 20 – 50 mg/dL

Kreatinin 0.9 0.5 – 1.5 mg/dL

Glukosa Darah (Sewaktu) 78 < 140 mg/dL

Natrium (Na) 147 135 – 147 mmol/L

Kalium (K) 4.6 3.5 – 5 mmol/L

Klorida (Cl) 106* 95 – 105 mmol/L

j. Foto Thorax (7 Agustus 2013)

Kesan : cor dan pulmo normal, CTR < 50%

k. Foto USG Mammae (5 Agustus 2013)

Kesan : - Tidak tampak lesi benign / malignan di kedua mammae

- Tidak tampak pembesaran KGB aksilla bilateral

- Sugestif mammae aberrant aksilla kiri

V. Diagnosa

l. Pra Bedah : mammae aberrant bilateral

m. Anestesi : ASA I (tanpa penyulit airway)

VI. Rencana Tindakan

n. Operasi : eksisi

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 8

Page 9: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

o. Anestesi : anastesi umum dengan Laryngeal Mask Airway (LMA)

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 9

Page 10: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

BAB 3

PELAKSANAAN ANESTESI

PRE-OPERATIF

Persiapan Alat dan Bahan

Untuk pemasangan Infus

Infusion set

Abbocath No. 20 G

Ringer Laktat

Alkohol swab

Micropore/plester

Sarung tangan (handscoon)

Untuk Pembiusan

Spuit 3 ml

Spuit 5 ml

Spuit 10 ml

Spuit 25 ml

Mesin anestesi

Sfigmomanometer digital

Pulse oxymetry

Monitor EKG

Laryngeal Mask Airway (LMA) No. 3

Laringoskop

Suction

Kateter urin

Micropore/plester

Untuk Emergency

Stetoskop

Sfigmomanometer

Mesin anestesi

Monitor EKG

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 10

Page 11: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Pulse oxymetry

Face mask adult

Pipa Y-piece

Laringoskop

Oropharyngeal Airway

Laryngeal Mask Airway (LMA) No. 3

Endotracheal Tube 3 ukuran, yaitu No. 6.5; 7; 7.5

Stylet/mandrain

Lubricating Gel

Spuit 20 ml

Micropore/plester

Magill

Suction

Kassa steril

Persiapan Obat

Obat-obat Anestesi

Midazolam (Fortanest) 2,5 mg IV

Fentanyl 100 mcg IV

Propofol (Lipuro)100 mg IV

Atracurium (Notrixum) 30 mg IV

Antibiotik

Ceftriaxone 1 gram IV

Anti-emetik

Ondansentron (Narfoz) 4 mg IV

Cairan :

Ringer Laktat

Obat Emergensi:

Sulfas Atropin dosis 0.5 mg- 1 mg IV

Lidocaine dosis 4,5 mg/kg/dose, sediaan 20mg/ml total 2 ml

Epinephrine dosis 1 mg atau 0.02 mg/kg larutan 1:10.000

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 11

Page 12: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Ephedrine dosis 5-20 mg

Prostigmin dosis 0.05 mg/kgBB (maksimal 5 mg)

Tramadol dosis 50-100mg per 4 jam (maksimal 400mg/hari)

Dexamethason dosis 0.5- 25 mg/hari IV

Aminophylline dosis 5-6 mg/kg IV

Metocloperamide dosis 10 mg IV

Amiodarone dosis 150 mg IV dalam 10 menit (maksimal 2.2 gr)

Obat Anestesi Inhalasi:

Isoflurane

N2O

Oksigen

Persiapan Pasien

Informed consent : bertujuan untuk memberitahukan kepada pasien tindakan

medis apa yang akan dilakukan kepada pasien, bagaimana pelaksanaannya,

kemungkinan hasilnya, dan resiko tindakan yang akan dilakukan.

Surat persetujuan operasi : bukti tertulis dari pasien atau keluarga pasien yang

menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan dilakukan sehingga

bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, keluarga pasien tidak akan mengjaukan

tuntutan.

Pasien dipuasakan sejak pukul 22.00 WIB pada tanggal 04 Juli 2013. Puasa ini

bertujuan untuk pengosongan lambung pasien sebelum operasi sehingga dapat

menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang dapat

membahayakan pasien.

Pembersihan wajah dan kuku pasien dari kosmetik agar tidak menganggu

pemeriksaan selama anestesi, misalnya ada sianosis. Bila ada gigi palsu,

sebaiknya dilepaskan agar tidak mengganggu kelancaran proses intubasi dan bila

ada perhiasan sebaiknya diberikan kepada keluarga pasien.

Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan.

Pendataan kembali identitas pasien di kamar operasi dengan melakukan

anamnesis singkat yang meliputi berat badan, tinggi badan, riwayat penyakit

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 12

Page 13: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

sekarang dan dahulu, riwayat alergi obat dan makanan, riwayat pembedahan dan

anestesi, dan riwayat pemakaian gigi palsu.

Pemeriksaan fisik pasien di ruang operasi yang meliputi tanda-tanda vital pasien,

kondisi fisik pasien, dan memastikan apakah ada faktor penyulit seperti gangguan

pada tulang belakang.

Pasien ditidurkan dalam posisi telentang di meja operasi dan dipasangkan infus

PELAKSANAAN ANESTESI

Pukul 08.00 WIB

Menyiapkan obat-obat anestesi umum dan obat-obat emergensi dengan

menggunakan sarung tangan (handscoon) sesuai dengan prosedur.

Pukul 08.15 WIB

Memasang jalur intravena dengan infus RL 1 di tangan kiri pasien dengan jarum

abbocath no 22.

Pukul 08.30 WIB

Memasang monitor EKG, EKG lead, pulse oxymetry dan pengukur tekanan

darah.

Tanda-tanda vital pra-bedah didapatkan sebagai berikut:

Tekanan darah : 90/60 mmHg,

Nadi : 80 x/menit

Saturasi O2 : 98%

Laju pernafasan : 16 x/menit.

Pukul 08.40 WIB

Pasien diposisikan dengan posisi telentang.

Melakukan pemberian pre-medikasi melalui intravena menggunakan Midazolam

dengan dosis 2,5 mg sebagai obat sedasi.

Tekanan darah 80/48 mmHg, Nadi 80 x/menit, saturasi O2 98% dan laju

pernapasan 12 x/menit.

Pukul 08.45 WIB

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 13

Page 14: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Melakukan induksi melalui intravena menggunakan Fentanyl dengan dosis 100

mcg, kemudian Propofol dengan dosis 100 mg dan Atracurium dengan dosis 30

mg.

Cairan infus RL 1 telah habis, yaitu 500 ml, dan digantikan dengan kantung

cairan RL 2.

Tekanan darah 80/48 mmHg, Nadi 78 x/menit, saturasi O2 98% dan laju

pernapasan 12 x/menit.

Pukul 08.50 WIB

Pembedahan dimulai.

Pukul 09.00 WIB

Memberikan maintenance dengan oksigen 2 liter/menit, N2O 2 liter/menit dan

isoflurane sebanyak 2,5 volume % melalui inhalasi.

Tekanan darah 90/50 mmHg, Nadi 80 x/menit, saturasi O2 98% dan laju

pernapasan 12 x/menit.

Pukul 09.15 WIB

Tekanan darah 90/50 mmHg, Nadi 70 x/menit, saturasi O2 98% dan laju

pernapasan 12 x/menit.

Pukul 09.25 WIB

Memberikan Atracurium dengan dosis 10 mg melalui intravena.

Pukul 09.30 WIB

Memberikan Ceftriaxone dengan dosis 1 gram melalui intravena.

Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 60 x/menit, saturasi O2 98% dan laju

pernapasan 12 x/menit.

Pukul 09.45 WIB

Tekanan darah 100/38 mmHg, Nadi 60 x/menit, saturasi O2 98% dan laju

pernapasan 12 x/menit.

Pukul 10.00 WIB

Memberikan Ondansentron dengan dosis 4 mg melalui intravena.

Memberikan Ketorolac dengan dosis 30 mg melalui intravena.

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 14

Page 15: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Tekanan darah 83/40 mmHg, Nadi 68 x/menit, saturasi O2 99% dan laju

pernapasan 12 x/menit.

Pukul 10.15 WIB

Tekanan darah 100/40 mmHg, Nadi 70 x/menit, saturasi O2 99% dan laju

pernapasan 12 x/menit.

Pukul 10.25 WIB

Pembedahan selesai.

Pukul 10.30 WIB

Tekanan darah 120/60 mmHg, Nadi 80 x/menit, saturasi O2 99% dan laju

pernapasan 12 x/menit.

Pukul 10.35 WIB

Pasien dibawa ke ruang pulih sadar.

Memasang monitor EKG, tensimeter digital dan pulse oxymetry.

Tekanan darah 107/60 mmHg, Nadi 99 x/menit, saturasi O2 99% dan laju

pernapasan 14 x/menit.

Terapi Cairan

Berat badan : 59 kg (dianggap 60 kg)

Lama puasa : 6 jam

Kebutuhan cairan pasien per jam :

4 x 10 = 40 ml

2 x 10 = 20 ml

1 x 40 = 40 ml

Total = 100 ml/jam

Lama puasa pasien 6 jam (dimulai pukul 02.00 sampai dengan pukul 08.00 tanggal 20

Agustus 2013)

Lama puasa x kebutuhan per jam :

6 jam x 100 ml/jam = 600 ml

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 15

Page 16: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Stress operasi : operasi ringan ( 4 ml/kgBB) :

4 ml/kgBB x 60 kg = 240 ml

Kebutuhan cairan pada jam pertama

= 50% puasa + stress operasi + kebutuhan cairan per jam

= 300 ml + 240 ml + 100 ml

= 640 ml

Kebutuhan cairan pada jam kedua

= 25% puasa + stress operasi + kebutuhan cairan per jam

= 150 ml + 240 ml + 100ml

= 490 ml

Cairan yang diberikan selama anestesi :

RL 1 : 500 ml

RL 2 : 500 ml

Total = 1.000 ml

Cairan yang keluar selama operasi :

Urin : 100 ml

Darah : 120 ml

= 2200ml

Pengawasan Anestesi

Anestesi dilakukan mulai pukul 08.40 WIB dan selesai pada pukul 10.30 WIB.

Pembedahan dimulai pada pukul 08.50 WIB dan selesai pada pukul 10.25 WIB. EKG

ritme jantung dalam batas normal, saturasi oksigen 99%.

POST OPERATIF

Setelah pasien dibawa ke ruang pemulihan pada pukul 10.35 WIB, lalu dilakukan

penilaian terhadap tanda-tanda vital, yaitu tekanan darah 107/60 mmHg, nadi 99

x/menit, saturasi oksigen 99%. laju pernafasan 14 x/menit.

Penilaian pulih sadar menurut Aldrette Score :

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 16

Page 17: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Kesadaran : 2

Pernafasan : 2

Tekanan darah : 2

Aktivitas : 1

Warna kulit : 2

Total : 9

Pasien diperbolehkan pindah ke ruang perawatan

Instruksi Post Operasi:

1. Awasi tanda-tanda vital setiap 5 menit selama 15 menit. Kemudian awasi per

jam, selama 24 jam hingga stabil.

2. Pengelolaan nyeri dapat diberikan injeksi tramadol 2 x 100 mg melalui intravena.

3. Penanganan mual/muntah diberikan injeksi Metoclopramide 2 x 4 mg melalui

intravena.

4. Diberikan infus Ringer Laktat 10 tetes per menit.

5. Pasien dianjurkan untuk makan dan minum bertahap apabila sudah sadar penuh.

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 17

Page 18: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

BAB 4

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Anestesi berasal dari kata Yunani, an- yang berarti “tidak” atau “hilang” dan

aesthetos yang berarti “persepsi, kemampuan untuk merasa”, secara umum berarti

suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai

prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anatomi, fisiologi dan

farmakologi adalah ilmu kedokteran dasar yang merupakan basis ilmiah

anestesialogi.3

Anestesia umum adalah tindakan meniadakan rasa nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen dalam

anesthesia umum adalah : hypnosis (hilangnya kesadaran), analgesia (hilangnya rasa

sakit) dan relaksasi otot. Adapun indikasi dari dilakukannya anastesia umum ialah

bayi atau anak usia muda, dewasa yang memilih anestesi umum, pembedahan yang

luas/ekstensif, pembedahan lama, pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis

atau tidak memuaskan, penderita sakit mental, pasien dengan riwayat penderita toksik

atau alergi obat anestesi lokal.3

2. Penilaian dan Persiapan Pra-Anastesia3

Persiapan pra bedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang

sebab-sebab terjadinya kecelakaan anestesi. Dokter spesialis anestesiologi seharusnya

mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar ia dapat menyiapkan pasien,

sehingga pada waktu pasien dibedah dalam keadaan bugar.

2.1 Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya

sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapatkan

perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak

napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anestesi berikutnya dengan lebih

baik. Kita harus pandai-pandai memilih apakah cerita pasien termasuk alergi atau efek

samping obat.

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 18

Page 19: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi

nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk

mengaktifkan kerja silia jalan napas dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi

sputum. Kebiasaan minum alcohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar

2.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar

sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan. Leher pendek dan

kaku juga akan menyulitkan intubasi. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut

terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut mallampati dibagi menjadi

4 gradasi

Pemeriksaan rutin lain ialah pemeriksaan derajat Mallampati serta inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.

2.3 Pemeriksaan laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan

penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji

laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya

pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa pendarahan dan masa pembekuan) dan

urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto

thorax.

2.4 Klasifikasi Status Fisik

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 19

Page 20: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang

ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi

fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesi, karena dampak samping anestesi tidak

dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan. Status fisik pasien digolongkan

menjadi 6, yaitu

- ASA 1 : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik dan biokimia

- ASA 2 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang

- ASA 3 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas

- ASA 4 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, tidak dapat

melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman

kehidupan setiap saat

- ASA 5 : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan

hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam

- ASA 6 : Pasien dengan mati batang otak yang organnya akan digunakan untuk

tujuan donor

Pada bedah cito atau emergensi biasanya dicantumkan ”E”

2.5 Masukan Oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi lambung

dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-

pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien

yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi umum harus dipantangkan

dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu selama induksi anestesi.

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6 – 8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada

bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi.

Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat

air putih dalam jumlah tebatas diperbolehkan 1 jam sebelum induksi anestesi. 2

2.6 Premedikasi

Premedikasi adalah pemberiaan obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan

tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi, diantaranya :

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 20

Page 21: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

2. Memperlancar induksi anestesi

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

4. Meminimalkan jumlah obat anestetik

5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah

6. Menciptakan amnesia

7. Mengurangi isi cairan lambung

8. Mengurangi refleks yang membahayakan

Anestesia umum, menurut cara pemberian obatnya dapat dibagi menjadi :

- Intravena

- Inhalasi

- Perektal

- Kombinasi

Teknik anestesi umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu napas spontan dan napas

terkendali. Teknik-teknik tersebut dapat menggunakan alat berupa pipa trakeal

(intubasi), sungkup muka, LMA (laryngeral mask airway), COPA (cuffed oro

pharyngeal airway) dan LSA (laryngeal seal airway).

3. Teknik Anastesia Umum dengan Laryngeal Mask Airway (LMA)

Laryngeal mask airway (LMA) telah banyak digunakan untuk menggantikan

sungkup muka atau pipa trakea selama pemberian anastesi untuk mempermudah

ventilasi dan jalan dari pipa trakea pada pasien dengan kesulitan jalan napas dan

untuk membantu ventilasi selama bronkoskopi fiberopti dan juga pemasangan dari

bronkoskop. LMA telah mengungguli Combitube sebagai alat untuk menangani

kesulitan jalan napas. Terdapat 4 tipe LMA yang sering digunakan: LMA yang dapat

digunakan kembali, LMA yang telah dikembangkan yang dapat dibuang (disposable),

LMA ProSeal yang memiliki lubang yang dapat dilalui oleh pipa nasogastrik dan

mempermudah ventilasi bertekanan positif dan LMA Fastrach yang mempermudah

intubasi pada pasien dengan kesulitan jalan napas.1

3.1 Indikasi7

Indikasi penggunaan LMA diantaranya adalah:

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 21

Page 22: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

- Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi pipa trakeal untuk airway

management. LMA bukan suatu penggantian pipa trakeal, ketika pemakaian pipa

trakeal menjadi suatu indikasi.

- Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak

diperkirakan.

- Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadar.

3.2 Kontraindikasi7

Sementara kontraindikasi dari penggunaan LMA diantaranya adalah:

- Pasien-pasien dengan risiko aspirasi isi lambung (penggunaan pada emergency

adalah pengecualian).

- Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernapasan, karena seal yang

bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran pada tekanan

inspirasi tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung. Tekanan inspirasi

puncak harus dijaga kurang dari 20 cm H2O untuk meminimalisir kebocoron cuff

dan pengembangan lambung.

- Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu

lama.

- Pasien-pasien dengan refleks jalan napas atas yang intak karena insersi dapat

memicu terjadinya laryngospasm.

3.3 Tingkat Kesuksesan Pemasangan LMA

LMA terdiri dari pipa dengan lubang lebar yang pada bagian proksimal

berhubungan dengan sirkuit bernapas dengan penghubung berstandar 15 mm dan

bagian distal terpasang pada balon berbentuk bulat panjang yang dapat digembungkan

melalui pipa kendali. Balon yang telah dikempiskan dilumasi dan diinsersikan menuju

hipofaring sehingga saat digembungkan, balon akan membentuk segel bertekanan

rendah mengitari jalan masuk ke laring. Hal ini membutuhkan kedalaman anastesi

yang sedikit lebih besar dibandingkan yang dibutuhkan untuk memasukkan

oropharyngeal airway (OPA). Meskipun insersi relatif mudah, perhatian khusus

mengenai perincian akan meningkatkan tingkat kesuksesan. 1

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 22

Page 23: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Keberhasilan Insersi Laryngeal Mask Airway (LMA) Bergantung pada Beberapa Detail

1. Pilihlah ukuran yang sesuai dan pemeriksaan terhadap kebocoran sebelum melakukan insersi.

2. Ujung yang masuk terlebih dahulu dari balon yang telah dikempiskan harus bebas dari kerutan dan menjauhi pembukaan.

3. Lumasi hanya bagian belakang balon.

4. Pastikan anastesi yang cukup (blok saraf regional atau umum) sebelum melakukan insersi. Propofol dan opioid menghasilkan kondisi yang lebih superior dibandingkan dengan pemberian thiopental.

5. Posisikan kepala pasien pada sniffing position.

6. Gunakan jari telunjuk untuk memandu balon sepanjang langit-langit mulut dan menuruni hipofaring sampai terasa adanya tahanan yang meningkat. Garis hitam melintang harus selalu menunjuk langsung ke arah kepala (menghadap ke arah bibir atas pasien).

7. Gembungkan balon dengan jumlah udara yang sesuai.

8. Pastikan kedalaman anastesi yang cukup selama mengatur posisi pasien.

9. Obstruksi setelah insersi biasanya akibat dari lipatan bawah epiglotis atau laringospasme sementara.

10. Hindari suction faring, pengempisan balon, atau melepaskan LMA hingga pasien bangun (pada saat pasien dapat membuka mulut saat diperintahkan).

Posisi balon yang ideal dibatasi oleh dasar lidah sebagai batas superior, sinus

piriformis sebagai batas lateral, dan sfingter esofagus atas sebagai batas inferior.

Apabila esofagus terletak melingkari balon, distensi lambung dan regurgitasi menjadi

suatu kemungkinan yang besar. Variasi anatomi mencegah berfungsinya LMA pada

beberapa pasien. Namun, apabila LMA tidak berfungsi baik setelah beberapa kali

usaha untuk memperbaiki posisi dari LMA, kebanyakan praktisi akan mencoba LMA

yang berukuran 1 ukuran lebih besar atau kecil. Karena lipatan bawah epiglotis atau

bagian distal balon menyebabkan banyak kegagalan, insersi LMA dibawah

penglihatan langsung dengan laringoskop atau bronkoskop fiberoptik (FOB) terbukti

menguntungkan pada kasus-kasus sulit. Penggembungan sebagian balon sebelum

insersi juga terbukti dapat membantu. LMA kemudian difiksasi dengan menggunakan

plester seperti pada halnya pipa trakea. LMA melindungi sebagian laring dari sekret

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 23

Page 24: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

faring (tetapi tidak dari regurgitasi gaster), dan harus tetap pada tempatnya sampai

pasien mendapatkan kembali refleks jalan napasnya. Hal ini biasanya ditandai dengan

batuk dan dilakukannya perintah untuk membuka mulut. Efek samping yang paling

sering ditemukan dari penggunaan LMA adalah nyeri tenggorok, dengan insidensi

10% dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA.1

3.4 Variasi Ukuran LMA1

LMA yang dapat digunakan kembali, terbuat dari karet silikon (terbebas dari

lateks) dan tersedia dalam berbagai ukuran.

Variasi Laryngeal Mask Airway (LMA) dengan Volume Balon Berbeda Tersedia untuk Pasien dengan Berbagai Ukuran

Ukuran Mask Ukuran Pasien Berat Badan (kg) Volume Balon (mL)1 Bayi < 6.5 2 – 42 Anak-anak 6.5 - 20 Sampai dengan 10

2.5 Anak-anak 20 – 30 Sampai dengan 153 Dewasa kecil > 30 Sampai dengan 204 Dewasa normal < 70 Sampai dengan 30

5 Dewasa besar > 70 Sampai dengan 30

3.5 Teknik Induksi dan Insersi LMA7

Untuk melakukan insersi classic LMA membutuhkan kedalaman anestesi yang

lebih besar. Kedalaman anestesi merupakan suatu hal yang penting untuk

keberhasilan selama pergerakan insersi LMA. Jika kurang dalam sering membuat

posisi mask yang tidak sempurna. Sebelum insersi, kondisi pasien harus sudah tidak

berespon dengan mandibula yang relaksasi dan tidak berespon terhadap tindakan jaw

thrust. Tetapi, insersi LMA tidak membutuhkan pelumpuh otot. Meskipun pemakaian

pelumpuh otot bukan standar praktek di klinik, tetapi pemakaian pelumpuh otot akan

mengurangi trauma atau mungkin malah akan meningkatkan trauma yang

berhubungan dengan jalan napas yang relaks atau menyempit jika manuver jaw thrust

tidak dilakukan.

Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena dapat menekan

refleks jalan napas dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa batuk atau terjadinya

gerakan. Insersi LMA ke supraglotis dan cuff akan menstimulasi dinding faring yang

menyebabkan peningkatan tekanan darah dan nadi. Perubahan kardiovaskuler setelah

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 24

Page 25: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

insersi LMA dapat diturunkan dengan menggunakan dosis besar propofol yang

berpengaruh pada tonus simpatis jantung. Jika propofol tidak tersedia, insersi dapat

dilakukan setelah pemberian induksi thiopental yang ditambahkan agen volatil untuk

mendalamkan anestesi atau dengan penambahan anestesi lokal bersifat topikal ke

orofaring. Untuk memperbaiki insersi mask, sebelum induksi dapat diberikan opioid

beronset cepat (seperti fentanyl atau alfentanyl). Jika diperlukan, LMA dapat di

insersi dibawah anestesi topikal. Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan

dilakukan laringoskopi (sniffing position) dan akan lebih mudah jika dilakukan jaw

thrust oleh asisten selama dilakukan insersi. Cuff LMA harus secara penuh di deflasi

dan permukaan posterior diberikan lubrikasi dengan lubrikasi berbasis air sebelum

dilakukan insersi. Meskipun metode standar meliputi deflasi total cuff, beberapa

dokter lebih menyukai insersi LMA dengan cuff setengah mengembang. Teknik ini

akan menurunkan risiko terjadinya nyeri tenggorokan dan perdarahan mukosa faring.

Dokter anestesi berdiri dibelakang pasien yang berbaring supine dengan satu

tangan menstabilisasi kepala dan leher pasien, sementara tangan yang lain memegang

LMA. Tindakan ini terbaik dilakukan dengan cara menaruh tangan dibawah occiput

pasien dan dilakukan ekstensi ringan pada tulang belakang leher bagian atas. LMA

dipegang seperti memegang pensil pada perbatasan mask dan tube. Rute insersi LMA

harus menyerupai rute masuknya makanan. Selama insersi, LMA dimajukan ke arah

posterior sepanjang palatum durum kemudian dilanjutkan mengikuti posterior-

superior dari jalan napas. Saat LMA berhenti selama insersi, ujungnya telah mencapai

sfingter esofagus bagian atas dan harus sudah berada pada posisi yang tepat. Insersi

harus dilakukan dengan satu gerakan yang lembut untuk meyakinkan titik akhir

teridentifikasi. Cuff harus di inflasi sebelum dilakukan koneksi dengan sirkuit

pernapasan. Lima tes sederhana dapat dilakukan untuk meyakinkan ketepatan posisi

LMA:

1. ”End point” yang jelas dirasakan selama insersi.

2. Posisi LMA menjadi naik keluar sedikit dari mulut saat cuff di inflasi.

3. Leher bagian depan tampak mengelembung sedikit selama cuff di inflasi.

4. Garis hitam di belakang LMA tetap digaris tengah.

5. Cuff LMA tidak tampak dimulut.

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 25

Page 26: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Jumlah udara yang direkomendasikan untuk inflasi cuff tergantung dari

pembuat LMA yang bervariasi sesuai dengan ukuran LMA. Penting untuk dicatat

bahwa volume yang direkomendasikan adalah volume yang maksimum. Biasanya

tidak lebih dari setengah volume yang dibutuhkan. Volume ini dibutuhkan untuk

mencapai sekat bertekanan rendah dengan jalan napas. Tekanan didalam cuff tidak

boleh melebihi 60 cmH2O. Inflasi yang berlebihan akan meningkatkan risiko

komplikasi pharyngolaryngeal, termasuk cedera syaraf (glossopharyngeal,

hypoglossal, lingual dan laryngeal recuren) dan biasanya menyebabkan obstruksi

jalan napas.

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 26

Page 27: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Setelah LMA di insersikan, pergerakan kepala dan leher akan membuat

perbedaan kecil terhadap posisi LMA dan dapat menyebabkan perubahan pada

tekanan intra cuff dan sekat jalan napas. N2O jika digunakan akan berdifusi kedalam

cuff LMA sampai tekanan parsial intracuff sama dengan tekanan campuran gas

anestesi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam cuff pada 30 menit

pertama sejak pemberian N2O. Tekanan cuff yang berlebihan dapat dihindari dengan

mempalpasi secara intermiten pada pilot ballon. Setelah insersi, patensi jalan napas

harus diuji dengan cara membagging secara lembut. Perlu diingat bahwa cuff LMA

menghasilkan sekat bertekanan rendah sekitar laring dan tekanan jalan napas diatas

sekat ini akan menyebabkan kebocoran gas anestesi dari jalan napas. Dengan lembut,

ventilasi akan menyebabkan naiknya dinding dada tanpa adanya suara pada jalan

napas atau kebocoran udara yang dapat terdengar. Saturasi oksigen harus stabil. Jika

kantung reservoir tidak terisi ulang kembali seperti normalnya, ini mengindikasikan

adanya kebocoran yang besar atau obstruksi jalan napas yang parsial, jika kedua hal

tadi terjadi maka LMA harus dipindahkan dan di insersi ulang. Pemakaian LMA

sendiri dapat juga menimbulkan obstruksi.

3.6 Maintenance ( Pemeliharaan )

Saat ventilasi kendali digunakan, puncak tekanan jalan napas pada orang

dewasa sedang dan juga pada anak-anak biasanya tidak lebih dari 10 -14 cmH2O.

Tekanan diatas 20 cmH2O harus dihindari karena tidak hanya menyebabkan

kebocoran gas dari LMA tetapi juga melebihi tekanan sfingter esofagus. Pada tekanan

jalan napas yang rendah, tekanan gas keluar lewat mulut, tetapi pada tekanan yang

lebih tinggi, gas akan masuk ke esofagus dan lambung yang akan meningkatkan risiko

regurgitasi dan aspirasi. Untuk anak kecil dan bayi, napas spontan lewat LMA dengan

waktu yang lama kemungkinan tidak dianjurkan karena LMA meningkatkan resistensi

dan akses ke jalan napas untuk membersihkan sekret, tidak sebaik lewat pipa trakea.

Akan tetapi, ventilasi kendali sering lebih mudah pada anak-anak yang mempunyai

paru dengan compliance tinggi dan sekat jalan napas dengan LMA secara umum

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 27

Page 28: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

sedikit lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Selama fase

maintenance anestesi, LMA biasanya memberikan jalan napas yang bebas dan

penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran dapat terjadi jika anestesi

kurang dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir sirkuit anestesi harus tampak

dan dipantau dengan alarm yang tepat harus digunakan selama tindakan anestesi

untuk memastikan kejadian ini terdeteksi. 7

3.7 Teknik Ekstubasi

Pada akhir pembedahan, LMA tetap pada posisinya sampai pasien bangun dan

mampu untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana refleks proteksi jalan napas

telah normal pulih kembali. Melakukan penghisapan pada faring secara umum tidak

diperlukan dan malah dapat menstimulasi dan meningkatkan komplikasi jalan napas

seperti laryngospasm. Saat pasien dapat membuka mulut, LMA dapat ditarik.

Kebanyakan sekresi akan terjadi pada saat-saat ini dan adanya sekresi tambahan atau

darah dapat dihisap saat LMA ditarik jika pasien tidak dapat menelan sekret tersebut.

Beberapa kajian menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi jika LMA ditarik

saat sadar. Jika cLMA ditarik dalam kondisi masih ”dalam”, perhatikan mengenai

obstruksi jalan napas dan hipoksia. Jika ditarik dalam keadaan sadar, bersiap untuk

batuk dan terjadinya laryngospasm. 7

3.8 Komplikasi

LMA tidak memberikan perlindungan terhadap aspirasi paru karena

regurgitasi isi lambung dan LMA pada pasien-pasien yang punya risiko meningkatnya

regurgitasi, seperti pasien yang tidak puasa, emergensi, pada hernia hiatus simtomatik

atau refluks gastro-esofageal dan pada pasien obese. Classic LMA mempunyai

insidensi kejadian batuk dan komplikasi jalan napas yang lebih kecil dibandingkan

dengan pipa trakeal. Namun classic LMA mempunyai kerugian. LMA jenis ini hanya

menyediakan sekat tekanan rendah (rata-rata 18 – 20 cmH2O), sehingga jika

dilakukan ventilasi kendali pada paru, akan menimbulkan masalah. Peningkatan

tekanan pada jalan napas akan berhubungan dengan meningkatnya kebocoran gas dan

inflasi lambung. Lebih lanjut lagi, classic LMA tidak memberikan perlindungan pada

kasus regurgitasi isi lambung. Proseal LMA berhubungan dengan kurangnya stimulasi

respirasi dibandingkan pipa trakeal selama situasi emergensi pembiusan. ProSeal

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 28

Page 29: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

LMA juga mempunyai keuntungan dibandingkan classic LMA selama ventilasi

kendali, sekat pada ProSeal LMA meningkat sampai dengan 50% dibandingkan

classic LMA sehingga memperbaiki ventilasi dengan mengurangi kebocoran dari

jalan napas. Sebagai tambahan, drain tube pada ProSeal LMA akan meminimalisir

inflasi lambung dan dapat menjadi rute untuk regurgitasi isi lambung jika hal ini

terjadi. 7

LMA menyediakan ventilasi alternatif melalui sungkup muka atau pipa trakea.

Kontraindikasi dari LMA adalah pasien-pasien dengan keadaan patologis pada faring

(contohnya abses), obstruksi faring, abdomen penuh (contohnya kehamilan, hernia

hiatus), atau low pulmonary compliance (contohnya penyakit jalan napas restriktif)

dengan puncak tekanan inspirasi lebih dari 30 cm H2O. LMA telah dihindari pada

pasien dengan bronkospasme atau high airway resistance, tetapi bukti baru

menyatakan bahwa karena LMA tidak diletakkan pada trakea, penggunaan LMA

memiliki resiko bronkospasme yang lenih sedikit dibandingkan dengan pipa trakea.

Meskipun LMA bukan pengganti untuk intubasi trakea, LMA terbukti membantu

pada pasien dengan kesulitan jalan napas (pasien-pasien yang tidak dapat diberikan

ventilasi atau diintubasi) dikarenakan kemudahan insersi dan tingkat keberhasilan

relatif yang tinggi (95-99%). LMA telah banyak digunakan sebagai pipa untuk stylet

intubasi, ventilating jet stylet, FOB fleksibel atau pipa trakea berdiameter kecil (6.0

mm). Beberapa LMA yang telah dimodifikasi untuk memudahkan pemasangan pipa

trakea yang lebih besar dengan atau tanpa penggunaan FOB telah tersedia. Insersi

dapat dilakukan dibawah anastesi topikal dan blok saraf laring superior bilateral

apabila jalan napas harus diamankan sementara pasien dalam keadaan bangun.1

3.9 Keuntungan dan Kerugian dari LMA

Keuntungan dan Kerugian dari Laryngeal Mask Airway Dibandingkan Dengan Ventilasi Sungkup Muka atau Intubasi Trakea

Dibandingkan dengan sungkup muka

Keuntungan Kerugian

Hands-free operation Lebih invasif

Lebih mudah menutup pada pasien-pasien yang berjenggot

Lebih beresiko terhadap trauma jalan napas

Lebih mudah dilakukan pada operasi di bidang

Membutuhkan keahlian

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 29

Page 30: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

THT baru

Melindungi terhadap sekret jalan napas

Membutuhkan mobilitas TMJ

Tidak terlalu beresiko terhadap trauma saraf dan mata

Difusi N2O ke dalam balon

Polusi kamar operasi yang lebih sedikit

Kontraindikasi lebih banyak

Dibandingkan dengan intubasi trakea

Tidak terlalu invasif Meningkatkan resiko terhadap aspirasi gastrointestinal

Sangat berguna pada pasien yang sulit untuk diintubasi

Tidak terlalu aman untuk posisi prone dan jackknife

Tidak terlalu beresiko terhadap trauma gigi dan laring

Membatasi maksimum PPV

Tidak terlalu beresiko terhadap laringospasme dan bronkospasme

Pengamanan jalan napas yang kurang

Tidak membutuhkan relaksasi otot

Lebih beresiko terhadap kebocoran gas dan polusi

Tidak membutuhkan mobilitas leher

Dapat menyebabkan distensi lambung

Tidak terdapat resiko dari intubasi esofagus maupun endobronkus

3.10 Tipe-tipe LMA7,8

Macam-macam LMA diantaranya yaitu:

1. Classic LMA (cLMA)

Merupakan suatu peralatan yang digunakan pada airway management yang

dapat digunakan ulang dan digunakan sebagai alternatif baik itu untuk

ventilasi facemask maupun intubasi tuba trakeal. LMA juga memegang

peranan penting dalam penatalaksanaan difficult airway. Jika LMA dimasukan

dengan tepat maka tip LMA berada diatas sfingter esofagus, cuff samping

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 30

Page 31: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

berada di fossa pyriformis, dan cuff bagian atas berlawanan dengan dasar

lidah. Dengan posisi seperti ini akan menyebabkan ventilasi yang efektif

dengan inflasi yang minimal dari lambung.

2. Fastrach LMA (Intubating LMA)

LMA Fastrach terdiri dari suatu tube stainless steel yang melengkung

(diameter internal 13 mm) yang dilapisi dengan silicone, connector 15 mm,

handle, cuff, dan suatu batang pengangkat epiglotis. Perbedaan utama antara

LMA classic dan LMA Fastrach yaitu pada tube baja, handle dan batang

pengangkat epiglotis. Laryngeal mask ini dirancang khusus untuk dapat juga

melakukan intubasi trakea. Sifat ILMA : airway tube-nya kaku, lebih pendek

dan diameternya lebih lebar dibandingkan cLMA. Ujung proksimal ILMA

terdapat metal handle yang berfungsi membantu insersi dan membantu

intubasi, yang memungkinkan insersi dan manipulasi alat ini. Di ujung mask

terdapat ”pengangkat epiglotis”, yang merupakan batang semi rigid yang

menempel pada mask. ILMA didesain untuk insersi dengan posisi kepala dan

leher yang netral. Ukuran ILMA : 3–5, dengan tracheal tube yang terbuat dari

silicone yang dapat dipakai ulang, dikenal : ILMA tube dengan ukuran : 6,0 –

8,0 mm internal diameter. ILMA tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien

dengan patologi esophagus bagian atas karena pernah dilaporkan kejadian

perforasi esofagus. Intubasi pada ILMA bersifat ”blind intubation technique”.

Setelah intubasi, direkomendasikan untuk memindahkan ILMA. Nyeri

tenggorok dan suara serak biasanya ringan, namun lebih sering terjadi pada

pemakaian ILMA dibandingkan cLMA. ILMA memegang peranan penting

dalam managemen kesulitan intubasi yang tidak terduga. Juga cocok untuk

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 31

Page 32: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

pasien dengan cedera tulang belakang bagian cervical. Dan dapat dipakai

selama resusitasi cardiopulmonal.

3. LMA Proseal (pLMA)

LMA Proseal mempunyai 2 keuntungan lebih dibandingkan LMA standar

selama melakukan ventilasi tekanan positif. Pertama, tekanan seal jalan napas

yang lebih baik yang berhubungan dengan rendahnya tekanan pada mukosa.

Kedua, pada LMA Proseal terdapat pemisahan antara saluran pernapasan

dengan saluran gastrointestinal, dengan penyatuan drainage tube yang dapat

mengalirkan gas-gas esofagus atau memfasilitasi suatu jalur tube orogastric

untuk dekompresi lambung. PLMA diperkenalkan tahun 2000. PLMA

mempunyai “mangkuk” yang lebih lunak dan lebih lebar dan lebih dalam

dibandingkan cLMA. Terdapat drainage tube yang melintas dari ujung mask,

melewati “mangkuk” untuk berjalan paralel dengan airway tube. Ketika

posisinya tepat, drain tube terletak dipuncak esofagus yang mengelilingi

cricopharyngeal, dan “mangkuk” berada diatas jalan napas. Lebih jauh lagi,

traktus gastrointestinal dan traktus respirasi secara fungsi terpisah. 7 PLMA di

insersi secara manual seperti cLMA. Akhirnya saat insersi sulit dapat melalui

suatu jalur suatu bougie yang dimasukan kedalam esofagus. Teknik ini paling

invasif tetapi paling berhasil dengan misplacement yang kecil.

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 32

Page 33: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

4. Flexible LMA

Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube

terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang

memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang bedah tanpa

menyebabkan pergeseran mask. Berguna pada pembedahan kepala dan leher,

maxillo facial dan THT. fLMA memberikan perlindungan yang baik terhadap

laryng dari sekresi dan darah yang ada diatas fLMA. Populer digunakan untuk

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 33

Page 34: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

pembedahan nasal dan pembedahan intraoral, termasuk tonsilektomy. Airway

tube fLMA lebih panjang dan lebih sempit, yang akan menaikkan resistensi

tube dan work of breathing. Ukuran fLMA 2–5. Insersi fLMA dapat lebih sulit

dari cLMA karena flexibilitas airway tube. Mask dapat berotasi 180o pada

sumbu panjangnya sehingga masknya mengarah ke belakang. Harga fLMA

kira-kira 30% lebih mahal dari cLMA dan direkomendasikan untuk digunakan

40 kali.

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 34

Page 35: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien perempuan berusia 21 tahun dengan diagnosis bedah

mammae aberrant bilateral akan dilakukan rencana pembedahan eksisi . Berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ditemukan dalam keadaan baik, tidak tampak

cemas dengan operasi yang akan dilakukan dan memiliki harapan tinggi untuk

sembuh dari sakit yang dideritanya. Pada pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

penunjang lain seperti EKG dan foto toraks tidak ditemukan adanya kelainan.

Diagnosis anastesi atau status fisik pasien adalah ASA 1 (tanpa penyulit airway).

Pada kasus ini teknik anestesi yang dilakukan berupa anestesi umum dengan LMA.

Alasan memilih teknik anestesi ini adalah karena waktu yang diperlukan untuk

melakukan pembedahan relatif singkat (kurang dari 2 jam), faktor risiko operasinya

lebih rendah, tidak adanya manipulasi posisi kepala, posisi pasien saat pembedahan

terlentang, lambung dalam keadaan kosong dan tidak ditemukan adanya

kontraindikasi pada pasien untuk dilakukan anestesi umum dengan LMA.

Obat yang dipilih pada anestesi umum ini adalah :

1. Midazolam : dengan pertimbangan untuk sedasi dari pasien dan juga ada salah

satu keuntungan dari midazolam adalah dapat membuat pasien mendapat amnesia

anterograd yang berarti pasien akan lupa dengan kejadian setelah ia diberikan

midazolam sampai pasien tersadar kembali. Dosis yang digunakan untuk sedasi

ini adalah 0,01 – 0,1 mg/kgBB, dan dosis yang digunakan pada pasien adalah

0,04 mg/kgBB sehingga 0,04 x 60 = 2,4 dibulatkan menjadi 2,5 mg. Onset dari

midazolam sangat cepat yaitu 2-3 menit. Durasinya adalah 20 – 40 menit.

2. Fentanyl : dengan pertimbangan untuk mendapatkan efek analgesia bagi pasien

karena pada saat disuntik propofol pasien juga akan merasakan kesakitan,

sehingga fentanyl dimasukkan untuk memberikan efek analgesia pada pasien.

Dosis yang diberikan untuk analgesia adalah 1,5 - 3 mcg/kgBB, dan dosis yang

diberikan pada pasien ini adalah 1,5 mcg/kgBB sehingga diberikan fentanyl

sebanyak 1.5 x 60 = 90 mcg dengan pembulatan menjadi 100 mcg. Fentanyl juga

dapat membuat pasien beresiko rendah terkena thrombosis dari vena. Onset dari

fentanyl adalah 30 detik sampai 1 menit. Durasinya adalah 30 - 60 menit.

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 35

Page 36: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

3. Propofol : dengan pertimbangan untuk induksi sehingga pasien masuk ke dalam

sedasi yang lebih dalam lagi dibandingkan hanya dengan midazolam dosis sedasi.

Dosis yang digunakan untuk propofol ini adalah 1-2,5 mg/kgBB. Pada pasien ini

dosis propofol yang digunakan adalah 1,5 mg/kgBB sehingga diberikan

sebanyak 1.5 x 60 = 90 mg dengan pembulatan menjadi 100 mg. Onset dari

propofol sangat cepat yaitu 30 – 45 detik dengan durasi 20 – 75 menit.

4. Atracurium : dengan pertimbangan sebagai pelumpuh otot untuk memudahkan

proses pemasangan laryngeal mask airway (LMA) serta mengupayakan kondisi

pasien terelaksasi optimal selama pembedahan berlangsung. Dosis yang

digunakan untuk atracurium adalah 0,5 – 0,6 mg/kgBB. Pada pasien ini dosis

atracurium yang digunakan adalah 0,5 mg/kgBB sehingga diberikan sebanyak 0.5

x 60 = 30 mg. Onset dari atracurium adalah 3-5 menit dengan durasi 30-40 menit.

5. Isoflurane : digunakan untuk maintenance dari pasien agar pasien tidak terbangun

pada saat operasi berlangsung. Isoflurane yang digunakan hanya 2 vol %.

Pada pasien ini tidak didapatkan komplikasi atau efek samping dari anestesi

umum. Untuk mencegah terjadinya efek samping seperti mual dan muntah pada post

operatif diberikan Ondansteron dengan dosis 4 mg melalui IV. Selama proses

pembedahan, kondisi tanda-tanda vital pasien stabil. Tekanan darah stabil dan saturasi

O2 yang berkisar antara 92-100%.

Terapi cairan pada pasien diberikan sebagai berikut:

Berat badan : 59 kg (dianggap 60 kg)

Lama puasa : 6 jam

Kebutuhan cairan pasien per jam :

4 x 10 = 40 ml

2 x 10 = 20 ml

1 x 40 = 40 ml

Total = 100 ml/jam

Lama puasa pasien 6 jam (dimulai pukul 02.00 sampai dengan pukul 08.00 tanggal 20

Agustus 2013)

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 36

Page 37: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

Lama puasa x kebutuhan per jam :

6 jam x 100 ml/jam = 600 ml

Stress operasi : operasi ringan ( 4 ml/kgBB) :

4 ml/kgBB x 60 kg = 240 ml

Kebutuhan cairan pada jam pertama

= 50% puasa + stress operasi + kebutuhan cairan per jam

= 300 ml + 240 ml + 100 ml

= 640 ml

Kebutuhan cairan pada jam kedua

= 25% puasa + stress operasi + kebutuhan cairan per jam

= 150 ml + 240 ml + 100ml

= 490 ml

Cairan yang diberikan selama anestesi :

RL 1 : 500 ml

RL 2 : 500 ml

Total = 1.000 ml

Cairan yang keluar selama operasi :

Urin : 100 ml

Darah : 120 ml

Total = 220 ml

Keperluan cairan intraoperatif = 1.130 ml

Cairan yang diberikan selama pembedahan = 1.000 ml

Cairan yang masih kurang intraoperatif = 130 ml

Sisa kebutuhan cairan akan dipenuhi dengan infus RL post operatif.

Pada monitoring pasca pembedahan pada pukul 10.35 WIB, pasien keluar

dengan keadaan stabil yaitu dengan tekanan darah : 107/60 mmHg, nadi 99 x/menit,

dan laju pernafasan 14 x/menit. Pasien kemudian diperbolehkan untuk meninggalkan

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 37

Page 38: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

ruang pemulihan dengan ALDRETTE score 9, yang dinilai dari kesadaran 2,

pernafasan 2, tekanan darah 2, aktivitas 1, dan warna kulit 2.

Terdapat instruksi post operatif untuk pasien ini, yaitu pasien membutuhkan

pemantauan tanda-tanda vital setiap 5 menit selama 15 menit, kemudian dipantai

setiap jam selama 24 jam hingga stabil. Untuk pengelolaan nyeri di ruangan,

diberikan injeksi tramadol 2 x 100 mg melalui intravena. Untuk penanganan mual

atau muntah, dapat diberikan injeksi injeksi Metoclopramide 2 x 4 mg melalui

intravena. Pasien diberikan asupan cairan Ringer Lactate 10 tetes per menit. Pasien

juga dianjurkan untuk makan dan minum bertahap apabila sudah sadar penuh.

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 38

Page 39: AnastesiUmumLMA Kara

Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway

DAFTAR PUSTAKA

1. Edward, Morgan G. Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York: McGraw-

Hill; 2006.

2. Gwinnutt, Carl L. Catatan Kuliah Anestesi Klinis. Edisi 3. Jakarta: EGC;

2011.

3. Departemen Anestesiologi dan Intensive Care. Buku Ajar Anestesiologi.

Jakarta: FKUI; 2012.

4. Latief, Said A., Kartini A. Suryadi, M. Ruswan Dachlan. Petunjuk Praktis

Anastesiologi. Edisi 2. Jakarta: FKUI; 2010.

5. Tahir MS, Khan NA, Masood M, Yousaf M, Waris S. A Comparison of

Pressor Responses Following Laryngeal Mask Airway vs Laryngoscopy and

Andotrakheal Tube Insertion. Anaesth Pain & Intensive Care; 12(1):11-5.

6. Thomas J Gal. Airway Management  i n M i l l e r ’ s A n e s t h e s i a ,

C h a p t e r 4 2 . Elsivier : 2005 : page 1617

7. Peter F Dunn. Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts

General  Hospital . Lippincot Williams & Wilkins. 2007 : 213 -217

8. Tim Cook, Ben Walton. The Laryngeal Mask Airway. In : Update inAnaesthes

ia : 32 – 42

9. Devitt JH, Wenstone R, Noel AG, O’Donnell MP. The laryngeal mask

airwayand positive-pressure ventilation. Anesthesiology 1994 ; 80 : 550 – 555

10. Ehrenfeld JM, Urman RD. Pocket Anesthesia. Philadelphia: LWW; 2009.

Kara Lisrita Soedarmono 07120090080 FK UPH 39