anastesi pada telinga hidung dan tenggorokan

12
anastesi pada telinga hidung dan tenggorokan ANESTESI PADA THT PENDAHULUAN Prosedur telinga-hidung-tenggorokan (THT) merupakan prosedur yang unik dikarenakan antara anestesiologis dan operator berbagi jalan nafas. Pengelolaan anestesi pada pasien berpusat pada pengaturan jalan nafas. Tidak pernah kerjasama dan komunikasi antara operator dan anestesiologis menjadi lebih penting dibanding pembedahan pada wajah dan leher. Membuat, memelihara dan menjaga jalan nafas pada kondisi anatomi yang abnormal dan intervensi pembedahan yang simultan dapat menguji ketrampilan dan kesabaran ahli anestesi. Tepatnya pengetahuan mendalam tentang anatomi jalan nafas dan apresiasi umum prosedur THT akan membuktikan betapa bernilainya hal tersebut dalam menangani tantangan para ahli anestesi ini. Penelitian terbaru tentang pertanggungjawaban medis mengklaim melalui American Society of Anesthesilogist , bahwa faktor kesalahan manusia masih menjadi penyebab terbanyak kematian dalam anestesi; masalah jalan nafas menyumbang lebih dari 30% kasus pada orang dewasa dan 43% kasus pada anak. PENERAPAN ANATOMI JALAN NAFAS Walaupun luas dan mobile dilengkapi dengan mandibula, tulang hyoid, dan epiglotis, lidah merupakan penyebab utama obstruksi jalan nafas pada pasien teranestesi. Walau mudah terjadi obstruksi akibat adanya polip atau deformitas septum, jalur hidung menghadirkan jalan alternatif untuk ventilasi, dan membantu stabilisasi pipa trakea. Epistaksis terjadi akibat laserasi mukosa yang menutupi tiga turbin tipis yang dibangun dari tiap dinding lateral. Faring merupakan perpanjangan dari dasar tengkorak, bergabung bersama esofagus setinggi vertebra serviks VI. Pada bagian lebih bawah (cricopharyngeus) dari otot konstriktor inferior menggantung pada kartilago krikoid, membentuk spingter esofagus diatasnya. Tekanan eksternal pada ring krikoid berlawanan dengan korpus vertebrae ketika leher diekstensikan (Sellick’s maneuver) menutupi esofagus, menghindari regurgitasi isi gastroesofageal. Di anterior, faring berhubungan dengan kavum nasi, kavum oris, dan laring. Tonsil nasofaringeal (atau adenoid) melapisi tulang sphenoid. Walau terjadi atrofi setelah childhood, masih dapat terjadi obstruksi atau perdarahan sewaktu intubasi nasotrakeal. Bagian lunak palatum dapat memblok ekshalasi melewati hidung selama anestesi. Inferior ke arah nasofaring, setinggi vertebrae serviks II dan III, orofaring berhubungan dengan mulut melalui suatu lintasan bernama fauces. Setinggi vetebrae serviks IV-VI,

Upload: silaturrahman-nurse

Post on 24-Oct-2015

127 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Anastesi Pada Telinga Hidung Dan Tenggorokan

anastesi pada telinga hidung dan tenggorokan

ANESTESI PADA THT

PENDAHULUAN

Prosedur telinga-hidung-tenggorokan (THT) merupakan prosedur yang unik dikarenakanantara anestesiologis dan operator berbagi jalan nafas. Pengelolaan anestesi pada pasienberpusat pada pengaturan jalan nafas. Tidak pernah kerjasama dan komunikasi antaraoperator dan anestesiologis menjadi lebih penting dibanding pembedahan pada wajah danleher.

Membuat, memelihara dan menjaga jalan nafas pada kondisi anatomi yang abnormal danintervensi pembedahan yang simultan dapat menguji ketrampilan dan kesabaran ahlianestesi. Tepatnya pengetahuan mendalam tentang anatomi jalan nafas dan apresiasiumum prosedur THT akan membuktikan betapa bernilainya hal tersebut dalammenangani tantangan para ahli anestesi ini.

Penelitian terbaru tentang pertanggungjawaban medis mengklaim melalui AmericanSociety of Anesthesilogist , bahwa faktor kesalahan manusia masih menjadi penyebabterbanyak kematian dalam anestesi; masalah jalan nafas menyumbang lebih dari 30%kasus pada orang dewasa dan 43% kasus pada anak.

PENERAPAN ANATOMI JALAN NAFAS

Walaupun luas dan mobile dilengkapi dengan mandibula, tulang hyoid, dan epiglotis,lidah merupakan penyebab utama obstruksi jalan nafas pada pasien teranestesi. Walaumudah terjadi obstruksi akibat adanya polip atau deformitas septum, jalur hidungmenghadirkan jalan alternatif untuk ventilasi, dan membantu stabilisasi pipa trakea.Epistaksis terjadi akibat laserasi mukosa yang menutupi tiga turbin tipis yang dibangundari tiap dinding lateral.

Faring merupakan perpanjangan dari dasar tengkorak, bergabung bersama esofagussetinggi vertebra serviks VI. Pada bagian lebih bawah (cricopharyngeus) dari ototkonstriktor inferior menggantung pada kartilago krikoid, membentuk spingter esofagusdiatasnya. Tekanan eksternal pada ring krikoid berlawanan dengan korpus vertebraeketika leher diekstensikan (Sellick’s maneuver) menutupi esofagus, menghindariregurgitasi isi gastroesofageal. Di anterior, faring berhubungan dengan kavum nasi,kavum oris, dan laring.

Tonsil nasofaringeal (atau adenoid) melapisi tulang sphenoid. Walau terjadi atrofi setelahchildhood, masih dapat terjadi obstruksi atau perdarahan sewaktu intubasi nasotrakeal.Bagian lunak palatum dapat memblok ekshalasi melewati hidung selama anestesi.

Inferior ke arah nasofaring, setinggi vertebrae serviks II dan III, orofaring berhubungandengan mulut melalui suatu lintasan bernama fauces. Setinggi vetebrae serviks IV-VI,

Page 2: Anastesi Pada Telinga Hidung Dan Tenggorokan

hipofaring berhubungan dengan laring dan esofagus, temasuk dua piriform fossae dilateral.

Tiga kartilago tunggal (tiroid, krikoid dan epiglotis) dan tiga pasang kartilago (arytenoid,corniculate dan cuneiform) membentuk laring. Abduksi pita suara selama inspirasimemberi bentuk segitiga pada rima glottidis, keadaan paling sempit yaitu pada pasienyang lebih tua dari 8 tahun. Pada anak yang lebih muda, yang tersempit adalah cincinkrikoid. Pita suara sejati dan false menyisip di permukan anterior kartilago tiroid danpermukaan posterior kartilago arytenoid. Bentuk segitiga arytenoid berartikulasi denganbagian posterosuperior kartilago krikoid; pergerakan krikoid dan arytenoid mengontrolposisi dan tegangan pita suara. Pada puncak arytenoid dan melekat dalam lipatanaryepiglotis, kartilago corniculate dan cuneiform dari medial dan lateral prominenmungkin menjadi satu-satunya landasan untuk menuntun kesulitan saat intubasi trakea.

Penampakan tegaklurus pada aksis longitudinal, epiglotis dewasa memiliki bentuk sabitbersilangan; pada infant dan beberapa orang dewasa persilangan ini lebih membentuk Uyang menyebabkan lebih besarnya panjang relatif yang menghalangi terangkatnya glottis.Valecullae turun diantara median dan dua ligamentum glossoepyglottis. Ligamentummembuat elevasi tidak langsung epiglotis dengan lengkungan laryngoskop saatmengangkat glottis.

Walaupun sering tidak kentara pada wanita dan anak-anak, titik tyroid superior mrupakantanda tersendiri pada permukaan anterior leher. Dapat diidentifikasikan sebagaipenurunan antara kartilago tyroid dan krikoid, ligamentum krikotyroid merupakan tempatpenyuntikan translaryngeal untuk anestesi lokal atau jarum emergensi untuk pembedahancricothyrotomi. Tanda esensial pada blok n. laryngeus superior adalah tanduk lateral darikartilago tiroid, dapat ditemukan setinggi vertebrae serviks III.

Tumbuh mulai setinggi 4 cm pada neonatus sampai 10-14 cm pada dewasa, trakeaterbentuk dari batas bawah kartilago krikoid sampai karina, dibagi menjadi cabang utamabroncus kanan dan kiri setinggi vertebrae thoraks V, bentuk tapal kuda kartilago trakea,dihubungkan pada sisi anterior dengan otot trakealis, memberi kubah berbentuk D padapersilangan dan merupakan konfirmasi penampakan pada fiberscopic bahwa trakea telahberganti bronkus. Arkus aortae prominen, anomali vaskuler kongenital, massamediastinum anterior, dan membesarnya limfanodi dapat menekan trakea danmengganggu ventilasi.

Pada orang dewasa, panjang deviasi cabang utama bronkus kanan 1,8 cm dan kurangdeviasi dari aksis trakea bila dibandingkan 5 cm pada bronkus kiri. Pada infant, sudutterbentuk oleh dua bronkus utama yang hampir sebanding, maka lebih sedikitkemungkinan intubasi bronkus berada pada sisi kanan.

ANESTESI UNTUK PEMBEDAHAN HIDUNG DAN TENGGOROKAN

Page 3: Anastesi Pada Telinga Hidung Dan Tenggorokan

Pada pembedahan tenggorokan dan hidung, masalah anestesi berhubungan dengantersedianya jalan nafas yang bersih, penggunaan sirkuit yang menjamin akses bedah yangoptimal, penggunaan monitor yang sesuai dan terus menerus, dan penggunaan alat yangmelindungi trakea dan cabang bronchial terhadap darah dan debris. Sebaiknya adaprotokol untuk persiapan jika terjadi kesulitan hal-hal tersebut. Semua masalah dapatterjadi selama operasi di daerah laring sendiri.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada pembedahan saluran nafas atas

1. Premedikasi harus adekuat tetapi tidak berlebihan untuk menghasilkan kontrolpernafasan pasca operasi.

2. Induksi yang lembut akan mengurangi kejadian dan derajat perdarahan. 3. Operasi yang menghasilkan perdarahan dan debris, harus dilindungi dengan cuff ET

dan atau packing faring yang efektif. 4. Penggunaan posisi kebalikan Trandelenburg ringan mengurangi aliran vena, tetapi

waspada karena dapat mengakibatkan emboli udara. Idealnya derajat kemiringan tidaksampai mengosongkan vena jugular eksterna.

PERSIAPAN ANESTESI

Persiapan anestesi pada pasien pada pasien THT dimulai dengan kunjungan preoperatifdan evaluasi oleh anestesiolog. Anestesiolog harus berusaha agar membangun hubunganyang cepat dengan pasien yang belum dikenal sebelumnya, persetujuan pasien harusdiperoleh.

Tujuan yang harus dicapai melalui pengobatan preoperatif adalah:o 1. Tujuan utama adalah mengurangi kegelisahan pasien. Pengurangan kecemasan

sebelum pembedahan lebih banyak tergantung pada hubungan yang telahdibangun oleh ahli anestesi dengan pasien daripada pilihan obat premedikasi.

o 2. Bila terdapat nyeri preoperatif, penting untuk memberikan analgesik dalamdosis cukup untuk meminimalkan eksaserbasi nyeri oleh gerakan-gerakan yangdiperlukan dalam memindahkan pasien dari tempat tidur ke meja operasi.

o 3. Jika dipertimbangkan tehnik anestesi ringan-seimbang, maka obat sedatif atauamnesik harus merupakan bagian dari premedikasi untuk mengurangikemungkinan pasien sadar.

o 4. Penggunaan antisialogogue sering penting untuk pembedahan leher dan kepala,dan endoskopi, karena jalan napas pasien tidak akan dapat terjangkau untukpenghisapan manual oleh anestesiolog. Pengurangan volume sekresi juga akanmembantu endoskopi.

o 6. Obat premedikasi depresan juga dapat membantu tehnik anestesi itu sendiridengan cara memperlancar induksi inhalasi dan mengurangi kebutuhan obatintraoperatif.

o 7. Obat premedikasi juga dapat untuk mengurangi kejadian mual muntahpostoperatif, walau untuk mencapai antiemesis yang efektif untuk operasi padatelinga bagian dalam, efek premedikasi biasanya harus diperkuat dengan obat-obat seperti droperidol tepat sebelum pasien terbangun.

Page 4: Anastesi Pada Telinga Hidung Dan Tenggorokan

PEMBEDAHAN NASAL DAN SINUS

Pembedahan nasal dan sinus yang umum termasuk didalamnya polypectomy,pembedahan endoscopic sinus, sinustomi maksilaris (prosedur Caldwell-Luc),rhinoplasty, dan septoplasty.

Anestesi umum dengan ET (Endotrakeal Tube) yang dilengkapi cuff dan pharyngeal packuntuk menghindari darah masuk kedalam esofagus. Ingat untuk mengambilnya sebelumekstubasi. Terlupa mengambil pack merupakan kesalahan yang paling mudah terjadi dandapat fatal akibatnya. Perdarahan dapat dikurangi dengan topical intranasal kokain 1-10%, Injeksi nasal septum octopresin dan prilocaine (atau adrenalin), atau dapatdigunakan blok ganglion sphenopalatine yang membawa fiber vasodilator.

Pertimbangan Preoperatif

Pasien yang akan dilakukan bedah nasal atau sinus mungkin mempunyai pertimbangantingkat obstruksi nasal preoperatif yang disebabkan poplyp, deviasi septum atau kongestimukosal karena infeksi. Hal tersebut mungkin membuat sulit ventilasi sungkup muka,apalagi jika bersamaan dengan penyebab lain sulitnya ventilasi (ct. obesitas, deformitascraniofacial).

Polip nasal sering dihubungkan kelainan alergi seperti asma. Pasien yang jugamempunyai riwayat reaksi alergi terhadap aspirin sebaiknya tidak diberikan NSAID (ct.ketorolak). Polip nasal mempunyai gambaran umum berupa cystic fibrosis. Karenamukosa nasal kaya suplai vaskular, interview preoperatif sebaiknya dikonsentrasikanpada pertanyaan yang mengarah terhadap penggunaan obat (ct. aspirin) dan riwayatmasalah perdarahan.

Pertimbangan Intraoperatif

Tehnik meminimalisasi perdarahan intraoperatif termasuk pemberian cocain atauefinefrin yang terkandung dalam lokal anestesi, maintenan dengan posisi sedikit head updan membuat sedikit hipotensi terkontrol. Penempatan pack pada faring posterior untukmengurangi aspirasi darah. Anesthesiolog juga harus mempersiapkan adanya kehilangandarah yang signifikan, terutama selama reseksi tumor vaskuler (ct. juvenilenasopharingeal angiofibroma).

Idealnya, ekstubasi sebaiknya smooth, dengan batuk atau ketegangan yang minimal,karena hal tersebut dapat akan meningkatkan perdarahan postoperatif. Sayangnya,strategi yang mendukung tujuan ini cenderung meningkatkan resiko aspirasi (ct.ekstubasi dalam).

TONSILEKTOMI (TERUTAMA PADA ANAK)

Page 5: Anastesi Pada Telinga Hidung Dan Tenggorokan

Resiko tonsilektomi

1. Laringo/bronkospasme, kekurangan oksigen/sianosis selama operasi 2. Henti jantung pada anak sampai 4-6 minggu setelah infeksi 3. Perdarahan profuse pembedahan 4. Spasme laring pasca operasi 5. Infeksi dada pasca operasi

Tujuan utama anestesi pada tonsilektomi elektif adalah menghasilkan anestesi umum yang dalamyang melindungi terjadinya reflek yang menginduksi hipertensi, takikardi, atau aritmia.Pelumpih otot diberikan untuk memudahkan penempatan mouth gage dan menghindariperlawanan, batuk atau ketegangan.

Suasana psikologis mempunyai arti penting untuk anestesi yang lembut, terutama pada anak.Dapat disertakan orang tua atau mainan anak. Menangis dan takikardi dapat meningkatkanperdarahan. Premedikasi untuk anak cengeng berupa sirup temazepam (0,5 mg/kg) ataumidazolam (0,1 mg/kg). Kurangi nyeri pada penusukan vena dengan amethocaine gel atauEMLA cream. Intermitten positive-presure ventilation (IPPV) atau spontan respirasi.

Paling aman mungkin melakukan ekstubasi trakea ketika pasien telah sadar. Recovery “denganposisi tonsil” (semi-prone, dilindungi terguling wajahnya dengan bantal di dada, serta fleksikanlutut dan panggul), pertahankan posisi ini sampai pasien sadar penuh. Pemberian topical spraylignocain 10% pada fossae tonsiler, mengurangi nyeri pasca operasi tanpa mempengaruhi reflekprotektif .

MANAJEMEN UNTUK PERDARAHAN POST-TONSILEKTOMI

Kejadian perdarahan post-tonsilektomi yang memerlukan pembedahan berkisar 0,3-0,6%.Komplikasi ini biasanya terjadi sampai 6 jam pembedahan dan dapat merupakan masalahanestesi yang sulit. Tingkat kehilangan darah mungkin tidak terlihat dan biasanya diluarperkiraan. Sebelum pasien dikirim keruang operasi, premedikasi sebqaiknya tidakdiberikan, dan variabel koagulasi diperiksa, jika memungkinkan. Terlebih lagi, jenisdarah harus diperiksa dan di-crossmatched untuk tranfusi, dan penderita sebaiknyamendapatkan hidrasi yang baik melalui jalur vena. Seluruh masalah sebelum induksianestesi disebabkan oleh hipovolemi yang sulit diperkirakan, lambung penuh danobstruksi jalan nafas.

Saat induksi anestesi, diperlukan tambahan orang agar penghisapan darah dapat bejalanbaik. Induksi anestesi cepat dengan aplikasi penekanan krikoid dan posisi pasien sedikithead-down akan melindungi trakea dan glotis dari aspirasi darah. Setelah induksi,sebaiknya dipasang nasogastric tube dan dilepas kembali. Seperti tonsilektomi elektif,ekstubasi teraman adalah saat penderita sadar.

ENDOSCOPY

Page 6: Anastesi Pada Telinga Hidung Dan Tenggorokan

Termasuk: laryngoscopy (diagnostik dan operatif), microlaryngoscopy (laringoscopydibantu dengan mikroskop operasi), esophagoscopy dan bronchoscopy. Prosedurendoskopik dapat beserta penggunaan bedah laser.

Masalah secara umum berupa:

1. Diperlukan relaksasi pada rahang dan pita suara 2. Observasi untuk melihat pergerakan pita suara pada beberapa kasus 3. Refleks vascular berupa hipertensi dan takikardi 4. Kemungkinan timbulnya luka yang menyebabkan obstruksi jalan nafas 5. Tuntutan untuk menjaga oksigenasi dan ventilasi 6. Recovery pasca operasi yang cepat terhadap kontrol jalan nafas tanpa spasme.

Preoperatif

Sedatif merupakan kontraindikasi pada pasien dengan derajat obstruksi saluran nafas atasyang signifikan. Pemberian glyccopirulat (0,2-0,3 mg im) satu jam sebelum pembedahanterbukti membantu mengurangi sekresi, memudahkan visualisasi jalan nafas.

Intraoperatif

1. Pelumpuh Otot. Dapat diberikan infus kontinyu suksinilkolin, atau intermiten boluspelumpuh otot non-depolarisasi dengan durasi intermediate (ct: rocuronium, vecuronium,atracurium).

2. Oksigenasi dan Ventilasi. Terdapat beberapa metode yang berhasil. Paling umumadalah intubasi dengan ET berdiameter kecil (4,0-6,0 mm) tekanan positif konvensional.Standar ET pada ukuran ini didisain untuk pasien anak. Terlalu pendek untuk panjangtrakea dewasa, dengan cuff bervolume rendah yang memerlukan tekanan tinggi untukmelawannya. Mycrolaryngeal tracheal tube {MLT tube) no. 4,0-, 5,0- atau 6,0-mmdengan panjang yang sama pada dewasa, lebih sesuai dengan cuff yang high-volume low-pressure, dan lebih kaku dan tidak mudah mengkompresi dibanding ET biasa.Keuntungan intubasi termasuk didalamnya adalah menghindari aspirasi dan kemudahanmenggunakan anestesi inhalasi dan monitor kontinyu end tidal CO2. Pada kasus dimanaoperator membutuhkan visualisasi yang jelas, dapat dipakai insuflasi dengan aliran tinggioksigen melalui cateter kecil pada trakea. Kemungkinan lain tehnik intermitten apnea,biasanya selama 2-3 menit. Pada tehnik ini terdapat bahaya hipoventilasi dan aspirasi.Tehnik yang canggih memakai manual jet ventilator,pada bagian pangkal laryngoscope.Variasi dari tehnik ini adalah high-frequency jet ventilation yang menggunakan kanulatau pipa dalam trakea.

3. Stabilitas kardiovaskuler. Tekanan darah dan laju jantung sering berfluktuasidisebabkan dua hal. Pertama banyak pasien mempunyai riwayat perokok atau peminumalkohol berat yang merupakan predisposisi penyakit kardiovaskuler. Sebagai tambahan,prosedur ini serupa dengan stres serial pada laringoskopi dan intubasi, dipisahkan denganperiode yang bervariasi oleh stimulasi bedah yang minimal. Suplementasi dengananestesi short acting (ct: propofol) atau simpatetik antagonis (ct: esmolol) dibutuhkanselama periode peningkatan stimulasi. Alternatif lain berupa blok saraf regional pada N.

Page 7: Anastesi Pada Telinga Hidung Dan Tenggorokan

Glossopharyngeus dan n. laryngeus superior yang akan meminimalisasi naik-turunnyatekanan darah selama operasi.

LARYNGECTOMY

Trakeostomi mungkin diperlukan sebagai permulaan. Pada obstruksi respirasi yangsignifikan, intubasi fibreoptic atau persiapan trakeostomi dengan lokal analgesidiperlukan. Penting premedikasi dengan atropine. Walaupun obstruksi tidak berat, setelahinduksi yang hati-hati, relaksan tidak diberikan sampai dapat dilakukan ventilasi manual.Pada kondisi emergensi, pelobangan krikotiroid dan kanulasi mungkin diperlukan.

Masalah anestesi pada laringectomy

1. Obstruksi laring 2. Perdarahan 3. Emboli udara 4. Hambatan jalan nafas selama operasi 5. Reflek-reflek vaskuler dari retraksi sinus carotid 6. Resiko pembedahan memanjang (hipotermi dll) 7. Perawatan pasca trakeostomi, pelembaban, aseptic suction 8. Nutrisi parenteral atau jejunostomi feeding selama penyembuhan luka.

ANESTHESI PADA PEMBEDAHAN TELINGA TENGAH DAN DALAM

Kondisi operasi yang aman dan nyaman didapatkan pada operasi telinga baik melaluianestesi lokal maupun anestesi umum.

Masalah utama berupa:

1. Theatre seringkali relatif gelap (anastetis disarankan untuk menolak bekerja padakondisi gelap total.

2. Difusi N2O dapat meningkatkan tekanan pada obstruksi telinga tengah. 3. Kemungkinan besar terjadinya muntah pasca operasi.

ANESTESI LOKAL

Prosedur pembedahan telinga seperti operasi premeatal, stapedektomi, dan pembedahantelinga tengah yang tidak disertai komplikasi dimana lamanya kurang dari 2 jam, dapatdiberikan pada pasien yang terseleksi penggunaan infiltrasi dari lokal anestesi dan titrasisedasi yang hati-hati. Pasien harus mengerti, komunikatif dan kooperatif (harus selaludiingat, terutama selama bedah mikroskopik telinga tengah). Pada kunjungan preoperatif,anestesiolog sebaiknya mempersiapkan juga pemeriksaan yang sama seperti padaanestesi umum.

Page 8: Anastesi Pada Telinga Hidung Dan Tenggorokan

Tujuan sedasi preoperatif adalah membuat pasien tenang, kooperatif, dan nyaman tetapitidak overmedicated atau kehilangan kontak dengan sekitar. Sedasi ringan dapatdiberikan titrasi iv propofol (0,5-0,7 mg/kg) selama penyuntikan lokal anestesi dan, jikaperlu, disertai midazolam (0,02-0,04 mg/kg iv) selama prosedur.

BLOK SARAF

Terdapat empat saraf sensoris yang menginervasi telinga. N auriculotemporal (bagianmandibula dari saraf trigeminal) mensuplai meatus auditorius yang lebih luar dan dapatdiblok dengan injeksi 2 ml lokal anestesi kedalam dinding anterior meatus auditoriuseksternus. Cabang utama n. aurikular (pleksus saraf servikal) menyuplai bagian medial-bawah dari aurikula dan sebagian meatus auditorius eksternus. Berkas aurikular N. Vagusberjalan diantara processus mastoideus dan meatus auditorius eksternus untuk mensuplaikonkha dan meatus auditorius eksternus. Saraf utama aurikular dan aurikular (vagus)dapat diblok dengan injeksi 2-3 ml lokal anestesi posterior ke saluran telinga (saraf utamaaurikular). Saraf tympani (N. Glossofaringeus) mensuplai cavum tympani dan dapatdilakukan blok topikal dengan menginstalasi 4% lidokain. Ketika perforasi luas membrantympani, berhati-hati untuk tidak memasukan substansi beracun kedalam canalisauditorius, karena dapat merusak ruang telinga tengah.

Penambahan efinefrin pada lokal anestesi meningkatkan intensitas dan durasi dari efekdan memberikan vasokonstriksi lokal, yang dapat menurunkan perdarahan. Dosis amanbagi efinefrin adalah 0,1 mg (10 ml dalam konsentrasi 1:10.000) dan bila perlu dapatdiulang setelah 20 menit.

ANESTESI UMUM

Anestesi umum pada bedah telinga membutuhkan perhatian untuk menjaga n. facialis,dan efek N2O pda telinga tengah, posisi kepala yang ekstrim, kemungkinan emboliudara, kehilangan darah, dan, selama bedah mikro pada telinga, kontrol perdarahan, danpencegahan mual dan muntah.

Posisi Penderita Selama Pembedahan Telinga

Ketika posisi kepala penderita pada pembedahan dengan anestesi umum, salah satunyatermasuk ekstensi kepala yang ekstrem dan diputarnya leher. Cedera dapat terjadi padapleksus brachialis (cedera regangan) atau servik vertebrae. Penderita dengan aliran darahkarotis yang terbatas terutama mudah terserang penurunan aliran darah yang berlanjutpada posisi leher yang berlebihan.

Menjaga N. Facialis

Identifikasi pembedahan dan penjagaan terhadap n. facialis merupakan hal yang esensialdalam banyak pembedahan pada telinga. Hal tersebut menjadi lebih mudah diketahui dan

Page 9: Anastesi Pada Telinga Hidung Dan Tenggorokan

dikonfirmasikan jika pasien tidak lumpuh total. Jika tehnik pelumpuh otot narkotik harusdipakai, efek dari pelumpuh otot harus dimonitor untuk memastikan masih tersisanya 10-20% respon otot. Prosedur pembedahan telinga dihubungkan dengan 0,6-3,0% insidenparalisis n. facialis. Monitoring intraoperatif berupa bangkitan aktivitaselectromyographic wajah dapat menjaga fungsi n. facial selama pembedahan padamastoid/area tulang temporal.

Nitrous Oksida dan Tekanan Telinga Tengah

Telinga tengah dan sinus-sinus paranasal merupakan rongga normal berudara dan tetapterbuka, ruangan tanpa ventilasi. Ruangan telinga tengah mendapat ventilasi intermitensaat tuba eusthachia terbuka. Ekspansi dari udara ruangan melalui pergantian nitrogendengan N2O dimana terdapat perbedaan 34-kalilipat antara koefisien darah/gas dari duagas (0,013 untuk nitrogen dan 0,46 untuk N2O). Terutama pada inhalasi dengankonsentrasi tinggi, N2O memasuki ruang berudara lebih cepat dari keluarnya nitrogen.Pada ruang yang tetap seperti telinga tengah, akan menghasilkan peningkatan tekanan.Normalnya ventilasi pasif pada tuba eusthachii menghasilkan tekanan sekitar 200-300mmH2O. Jika fungsi tuba eusthachii menurun karena trauma bedah, penyakit atauinflamasi dan udema akut, tekanan telinga tengah dapat mencapai 375 mmH2O dalam 30menit mulai diberikannya N2O.

Sebagai tambahan, setelah penghentian N2O, gas dengan cepat direabsorbsi, danmenyokong, ditandai, terbentuknya tekanan negatif telinga tengah. Saat fungsi tubaeeusthachii abnormal, tekanan negative telinga -285 mm H2O dapat tercapai setelah 75menit penghentian N2O. Tekanan tertentu dapat mendukung terjadinya serous ottitis,disartikulasi stapes, dan mengganggu pendengaran. Diperlihatkan tanda berubahnyatekanan telinga tengah berhubungan dengan N2O, Patterson dan Bartlet juga mencatatgangguan pendengaran yang disebabkan oleh hematotympani dan disartikulasi penopangstapes. Penelitian ini dipercaya bahwa anestesi N2O dapat beresiko pada pendengaranpasien yang mendapatkan bedah rekonstruksi telinga tengah sebelumnya.

Memburuknya fungsi telinga tengah untuk sementara, peningkatan cepat tekanan telingatengah sesuai dengan konsentrasi inhalasi N2O, mual dan muntah, dan sobeknyamembran tympani semua berhubungan dengan meningkatnya tekanan telinga tengah danfungsi abnormal tuba eustachii selama anestesi N2O diberikan pada pasien yang rentan.Pasien yang rentan termasuk di dalamnya adalah dengan riwayat bedah otologik, otitismedia akut atau kronik, sinusitis, infeksi saluran nafas bagian atas, membesarnyaadenoid, dan kondisi patologis pada nasofaring. Menurunnya kepekaan, meningkatnyahambatan, dan tuli hantaran telah ditemukan pada pasien yang diberikan anestesi N2Ountuk adenotonsilektomi.

Bulging eardrum dan “lifting of” graft membrana tymfani dapat terjadi selama bedahtymphanoplasty. Tidak ditemukan kejadian penggunaan N2O (kurang dari 50%) padaanestesi umum typanoplasti tipe I yang mengganggu penempatan graft atau hasil akhirprosedur pembedahan. Untuk menghindari komplikasi, anestetis harus mengetahui bataskonsentrasi N2O sampai 50% dan menghentikan penggunaannya 15 menit sebelummenutup telinga tengah

Page 10: Anastesi Pada Telinga Hidung Dan Tenggorokan

Pembedahan Telinga Tengah : Mual dan Muntah

Prosedur pada telinga tengah sering menyebabkan mual dan muntah. PONV dapatmerusak hasil rekonstruksi telinga tengah yang lembut. Pengaturan anestesi pembedahantelinga tengah termasuk didalamnya adalah minimalisasi PONV. Banyak obat yangterbukti efektif, termasuk infus propofol, granisetron, transdermal scopolamine,ondansetron, droperidol, dan eliminasi N2O. Diperlihatkan juga bahwa N2O mendorongmuntah pada anak setelah anestesi umum singkat untuk miringotomi. PONV dapatdikontrol dengan dosis iv obat potensial antiemesis (contoh droperidol, 0,01/kg:ondansetron, 0,05 mg/kg; atau dolasetron, 0,20 mg/kg) diberi selama pembedahan.

Miringotomy

Anestesi umum, contoh dengan LMA, cukup memuaskan. Vagal henti jantung dapatterjadi bila area ‘vagal’ pada membran tympani (disuplai oleh serabut auricular) di incisi(dapat dihindari dengan pemberian atropin).

Beberapa jenis analgesi diperlukan pada seluruh anak yang diobati tanpa rawat inap.Derkay dkk menemukan bahwa dapat digunakan tetes telinga saat operasi yang telahdicampur dengan 4% lidokain, penggunaan analgesik oral preoperasi dapat memberikansedikit manfaat. Pemberian oral preoperasi berupa acetaminofen, atau acetaminofendengan codein, dan bahkan buthorphanol intranasal direkomendasikan sama efektifnya.

Operasi mastoid

Operasi dengan obstruksi telinga tengah, N2O dapat mengakibatkan peningkatan tekanantelinga tengah terjadi bulging pada intact drum. Terjadi peningkatan tekanan denganrespirasi spontan (39 mmH2O/menit), IPPV (63mmH2O/menit) dapat terjadi terusselama 5 menit. Penting bagi operasi seperti miringoplasti. Dapat dihindari denganmenghentikan N2O, 30 menit sebelum graft. Anertesi bisa dengan obat iv dan udara atau

Page 11: Anastesi Pada Telinga Hidung Dan Tenggorokan

oksigen, volatile agent, sedative dan opioid sampai pembedahan selesai. WithdrawalN2O dapat mengakibatkan tekanan subatmospheric dan retraksi tympani.

RINGKASAN

Secara umum pembedahan pada telinga-hidung-tenggorok terbagi dua, yaitu pembedahanpada hidung dan tenggorokan serta pembedahan pada telinga. Pengetahuan mendalamtentang anatomi jalan nafas dan apresiasi umum prosedur THT terbukti sangat bernilaidalam membantu masalah yang timbul dalam penanganan anestesi untuk THT.

Pada pembedahan tenggorokan dan hidung, anestesiolog dan operator harus berbagi jalannafas. Masalah anestesi berhubungan dengan tersedianya jalan nafas yang bersih,penggunaan sirkuit yang menjamin akses bedah yang optimal, penggunaan monitor yangsesuai dan terus menerus, dan penggunaan alat yang melindungi trakea dan cabangbronchial terhadap darah dan debris. Tenggorokan dan hidung merupakan bagian salurannafas atas, maka anestesi pada pembedahan daerah ini harus memperhatikan faktor-faktorberupa premedikasi yang kuat tetapi tidak berlebihan, induksi yang lembut, penggunaanET yang mempunyai balon dan atau packing faring, dan posisi anti trandelenburg ringan.Secara umum bedah pada hidung dan tenggorokan seperti tersebut diatas, tetapi secaraspesifik setiap jenis pembedahan mempunyai masalah yang bisa berbeda, karenanyapenanganan anestesi bisa berbeda pula.

Pada bedah telinga, dapat dilakukan anestesi lokal, regional, dan umum. Pada tehnikanestesi lokal pasien harus kooperatif, prosedur pembedahan sederhana dan singkat.Persiapan sebaiknya sama seperti pada prosedur anestesi umum dan premedikasi tidakberlebihan.

Pada blok saraf selain hal-hal tersebut diatas perlu juga diperhatikan penambahanepinefrin untuk meningkatkan intensitas dan durasi kerja. Dosis amam adalah 1:100.000.Anestesi umum membutuhkan perhatian untuk menjaga n. facialis, efek N2O padatelinga tengah, posisi kepala yang ekstrim, kemungkinan emboli udara, kehilangan darah,kontrol perdarahan, dan pencegahan mual-muntah.

N2O dapat meningkatkan tekanan telinga tengah, maka harus hati-hati terutama untuktimpanoplasti, karena dapat mengganggu penempatan graft. Harus diketahui bataskonsentrasi N2O sampai 50% dan penghentian penggunaanya 15 menit sebelum menutuptelinga tengah.

Posisi kepala yang ekstrim dapat menyebabkan cedera pada pleksus brakhialis atau servikvertebrae. N fasialis perlu dijaga berhubungan dengan kejadian paralisis, terutama selamapembedahan pada mastoid atau area tulang temporal. Kejadian PONV sering terjadi padaprosedur pembedahan telinga tengah yang biasanya dapat dikontrol dengan obat potensialantiemesis intravena.

DAFTAR PUSTAKA

Page 12: Anastesi Pada Telinga Hidung Dan Tenggorokan

1. Donlon Jr JV. Anesthesia for eye, ear, nose, and throat surgery. In: Miller RD, ed. Anesthesia. 5th ed.New York: Churchill Livingston, 2000 : 2173-98.

2. Rushman GB, Davies NJH, Cashman JN. Surgical operations and choice of anesthetic. In: Lee’sSynopsis of Anaesthesia. 12th ed. Oxford: Butterworth Heinemann, 1999: 385-494

3. Castro AD. Manajement of anesthesia for specialty procedurs. In: Dripps/Eckenhoff/Vandam, ed.Introduction to Anesthesia.. 9th ed. Philadephia: WB Saunders Company, 1997: 415-27.

4. Morgan Jr GE, Mikhail MS. Anesthesia for otorhinolaryngologic Surgery. In: Clinical Anesthesiology.2nd ed. Stamford: Lange Medical Book, 1996: 665-73.

5. Brown ACD. Anaesthesia for ear, nose and throat surgery. In: Healy TEJ, Cohen PJ, ed. Wylie andChurchill-Davidson’s A Practise of Anaesthesia. 6th ed. Boston: Edward Arnold, 1995: 1224-50.