analisis yuridis asean agreement on …digilib.unila.ac.id/58103/6/skripsi tanpa bab...

74
ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA (Skripsi) Oleh: MIFTAH RAMADHAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Upload: others

Post on 25-Feb-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

(Skripsi)

Oleh: MIFTAH RAMADHAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2019

Page 2: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

ABSTRAK

oleh

MIFTAH RAMADHAN

Polusi asap yang melintasi batas negara merupakan salah satu kondisi yang dapat merugikan lingkungan, khususnya lingkungan internasional. Pada dekade terkini Indonesia menjadi sorotan dunia karena kebakaran hutan yang terjadi dan menjadikan negara Indonesia sebagai aktor utama untuk bertanggung jawab. ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) adalah gagasan yang dibentuk untuk secara bersama-sama dalam mencegah serta menghentikan kondisi polusi asap. Kegiatan pembakaran (Eleais) yang terjadi di Provinsi Riau menjadi predikat buruk bagi Indonesia di ASEAN. Kondisi ini membuat Malaysia dan Singapura mengajukan nota protes ke Indonesia. Indonesia telah memiliki Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebelum meratifikasi AATHP pada 14 September 2014 dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2014 tentang Pengesahan AATHP. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan nasional. Sumber data yang dipakai diambil dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan pengumpulan data menggunakan studi pustaka. Data dianalisis dengan metode analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa AATHP menjadi guidance dalam penanganan polusi asap di ASEAN. Pengesahan AATHP dilakukan oleh Indonesia sebagai bentuk tanggung jawab Indonesia dalam menciptakan kondisi yang bebas asap. Hukum Nasional Indonesia diantaranya, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan MA Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi telah harmonis dan tidak bertentangan dengan AATHP. Hal ini dibuktikan dengan keputusan pengadilan PT PEKANBARU NOMOR 212/PID.SUS-LH/2017/PT PBR Tahun 2017 terhadap perkara pidana khusus lingkungan hidup.

Kata Kunci: Hutan, Transboundary Haze Pollution, AATHP.

ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

Page 3: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

ABSTRACT

Analysis of ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution and its Implementation in Indonesia

By

MIFTAH RAMADHAN

Transboundary Haze Pollution is one of the conditions that can harm the environment, especially the international environment. In the last decade Indonesia became the world spotlight because of the forest fires that have taken place and made the country of Indonesia as the main actor to be responsible. The ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) is an idea formed by ASEAN to jointly prevent and stop the conditions of haze pollution. The burning activity (Eleais) that occurred in Riau Province became the predicate of hernia for Indonesia in ASEAN. This condition made Malaysia and Singapore submit a protest note to Indonesia. Indonesia has the Law of the Republic of Indonesia Number 32 of 2009 concerning Protection and Management of the Environment before ratifying the AATHP on September 14, 2014 in Law Number 26 of 2014 concerning Ratification of AATHP. The writing of this thesis uses a normative juridical method with a legal problem approach, agreement approach, and a case approach. Sources of data used are taken from secondary data, primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials, while data collection uses literature study methods. Data were analyzed by qualitative analysis methods. The results of the study indicate that AATHP is a guidance in handling smoke pollution in ASEAN. Ratification of AATHP is carried out by Indonesia as a form of Indonesia's responsibility in creating smoke-free conditions. Indonesian National Law includes, Republic of Indonesia Law Number 32 of 2009 concerning Environmental Protection and Management and Republic of Indonesia MA Regulation Number 13 of 2016 concerning Procedures for Handling Criminal Cases by Corporations that are harmonious and do not conflict with AATHP. This is evidenced by the court decision of PT PEKANBARU NUMBER 212 / PID.SUS-LH/2017/PT PBR 2017 towards special environmental criminal cases.

Keywords: Forest, Transboundary Haze Pollution, AATHP.

Page 4: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE

POLLUTION DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

Oleh:

MIFTAH RAMADHAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Jurusan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2019

Page 5: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan
Page 6: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan
Page 7: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan
Page 8: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

RIWAYAT HIDUP

Miftah Ramadhan lahir di Bandar Lampung pada tanggal 04

Februari 1996 sebagai anak keenam dari enam bersaudara,

dari Bapak Sir Hamilton dan Ibu Risma. Penulis

menyelesaikan pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Al-

Azhar 2 pada tahun 2002. Pada tahun 2002, Penulis

mengemban pendidikan Sekolah Dasar di SD Al-Kautsar dan menyelesaikan

Pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2008, selanjutnya penulis mengemban

Sekolah Menengah Pertama di SMPI Nurul Fikri Boarding School dan selesai

pada tahun 2011 dan penulis mengemban Sekolah Menengah Atas di SMAI Nurul

Fikri Boarding School dan selesai pada tahun 2014.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung

pada tahun 2015. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi

Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lampung tahun 2017-2018.

Page 9: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmannirrahim..

Puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, maka

dengan ketulusan dan kerendahan hati serta perjuangan dan jerih payah yang telah

diberikan, penulis mempersembahkan karya ilmiah ini kepada :

Kedua orang tua, Ayah (Sir Hamilton) Mama (Risma) yang senantiasa

memberikan dukungan semangat dan limpahan cinta kasih, nasihat serta doa yang

selalu dipanjatkan sehingga menjadi kekuatan bagi penulis untuk menyelesaikan

karya ilmiah ini.

Keluarga dan sahabat yang senantiasa memberikan dukungan yang memotivasi

penulisan dan almamater ku yang tercinta....

Universitas Lampung

Page 10: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

MOTTO

ةالصلاو ربصلاب اونیعتساو

“And seek help in patience and prayer”

(Q.S Al-Baqara: 2-45)

“It always seems impossible until it’s done”

(Nelson Mandela)

“When the why is clear, the how is easy”

(Penulis)

Page 11: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

SANWACANA

Alhamdullillahirabbil’alamin.. Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya karya ilmiah ini dapat

diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah berjudul “Analisis Yuridis ASEAN

Agreement on Transboundary Haze Pollution dan Implementasinya di

Indonesia” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Hukum Universitas Lampung.

Penyelesaian karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, partisipasi, bimbingan,

kerja sama dan doa dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak

langsung, sehingga pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Rudi Natamiharja, S.H., DEA., selaku Ketua Bagian Hukum

Internasional dan Bapak Bayu Sujadmiko, S.H., M.H., Ph.D., selaku

Sekretaris Jurusan Hukum Internasional;

3. Bapak Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Utama,

terima kasih atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya

untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian

karya ilmiah ini sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan sangat

baik;

4. Bapak Bayu Sujadmiko, S.H., M.H., Ph.D., selaku Pembimbing Kedua, terima

kasih atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk

Page 12: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian karya

ilmiah ini serta semangat dan motivasi sehingga karya ilmiah ini dapat

diselesaikan dengan sangat baik;

5. Ibu Rehulina, S.H., M.H., Ibu Ria Wierma Putri, S.H., M.Hum., dan Bapak

Naek Siregar, S.H., M.Hum. selaku Penguji, terima kasih atas kesediaannya

meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan,

saran dan kritik dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini;

6. Ibu Diane Eka Rusmawati, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik

yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

7. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Staf Administrasi Fakultas Hukum khususnya

Bagian Hukum Internasional, terima kasih atas motivasi dan bimbingannya

dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini dan memberikan banyak ilmu

pengetahuan selama menyelesaikan studi;

8. Mama dan papa yang menjadi orang tua terhebat dan tak tergantikan yang

tiada henti memberikan kasih sayang, doa, semangat serta dukungan untuk

kebahagiaan dan kesuksesanku, semoga kelak dapat kembali memberikan

kebahagiaan dan dapat selalu membanggakan;

9. Seluruh keluarga besar, terima kasih selalu memberikan dukungan dan

motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah ini;

10. Dheka Ermelia Putri, someone who is always support me and my papaver

somniverum;

11. Sahabat-sahabatku pejuang skripsi yang kurang berjuang dalam

menyelesaikan skripsi, Christy, Ilham, Stefany, Hanna terima kasih atas

Page 13: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

kebersamaan, bantuan, motivasi dan semangatnya selama ini, semoga kita

semua sukses seperti yang telah kita impikan;

12. Sehabat-sahabat karibku Faiz, Fathur, Adil, Fatih, dan Fakhry serta teman-

teman Zehnte, terima kasih telah memberikan dukungan dan motivasi, semoga

kita selalu sukses

13. Sehabat-sahabat panceku Arif, Bambang, Bismo, Chandra, Fajrin, Hadiyan,

terima kasih telah memberikan dukungan dan motivasi, semoga kita selalu

sukses;

14. Teman-teman dan adik-adik Pengurus HIMA HI 2018-2019, terima kasih atas

kebersamaan, bantuan dan motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah ini,

semoga kita semua sukses;

15. Almamaterku tercinta serta seluruh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Lampung Angkatan 2015;

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian karya ilmiah ini, terima kasih atas semuanya.

Akhir kata, meskipun karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, semoga

karya ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, 11 Juli 2019

Penulis

Miftah Ramadhan

Page 14: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

ii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK JUDUL DALAM HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP PERSEMBAHAN MOTO SANWACANA DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii DAFTAR MATRIKS .......................................................................................... iv I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................. 8 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ............................................................. 9

1. Tujuan Penelitin ............................................................................ 9 2. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9

D. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 10 E. Sistematika Penulisan .......................................................................... 10

1. Pendahuluan .................................................................................. 11 2. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 11 3. Metodologi Penelitian ................................................................... 11 4. Hasil Penelitian dan Analisis Data ................................................ 12 5. Penutup .......................................................................................... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 13 A. Transboundary Haze Pollution ............................................................ 13 B. Perusahaan Korporasi ........................................................................... 15 C. Tanggung Jawab .................................................................................... 18 D. Rio Declaration on Environment and Development 1992 ................... 22 E. ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution ....................... 23 F. Polluter Pays Principle ........................................................................ 26 G. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan ................................................................................ 30 H. Undang-undang republic Indonesia Nomor 32 Tahun 2009

Page 15: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

iii

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ................. 34 I. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan .................. 40 J. Peraturan MA Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang

Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi ............ 42

III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 45 A. Jenis Penelitian ...................................................................................... 45 B. Pendekatan Masalah ............................................................................. 46 C. Sumber Data, Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ...................... 47

1. Sumber Data .................................................................................... 47 2. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 48 3. Metode Pengolahan Data ................................................................ 49

D. Analisis Data ........................................................................................ 49

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 51 A. Kerangka Hukum Internasional pada Pengaturan Transboundary

Haze Pollution ...................................................................................... 51 1. Pengaturan tentang Transboundary Haze Pollution Berdasarkan

Rio Declaration on Envirotment and Development 1992 ............. 51 2. ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution ............... 52 3. Analisis Yuridis antara Rio Declaration dan ASEAN

Agreement on Transboundary Haze Pollution dalam Perusakan Hutan dan Transboundary Haze Pollution .................................... 65

B. Penerapan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution dalam Kerangka Hukum Nasional ...................................................... 68

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan .......................................................................... 70

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ................. 73

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ................. 78

4. Peraturan MA Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi ........... 82

5. Analisis Yuridis antara Undang-Undang dan Peraturan Mahkamah Agung tentang Perusakan Hutan, Transboundary Haze Pollution dan Kejahatan Korporasi ................................................................. 84

C. Studi Kasus Transboundary Haze Pollution Akibat Pembakaran Hutan ..... 89 V. PENUTUP .................................................................................................. 95

A. Kesimpulan ........................................................................................... 95 B. Saran ...................................................................................................... 97

Page 16: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

iv

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 98

Page 17: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

v

DAFTAR TABEL

Matriks 1 : Perbandingan Peraturan Internasional ...................................................... 67

Matriks 2 : Perbandingan Peraturan Nasional ……………………………….……...86

Matriks 3 : Perbandingan Peraturan Internasional dan Nasional …………………...88

Page 18: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isu global dalam hubungan internasional tidak hanya terkait masalah politik

dan keamanan, namun sudah mencakup permasalahan sosial, ekonomi,

kebudayaan dan lingkungan. Isu lingkungan saat ini menjadi salah satu

perhatian dunia internasional, hal ini dikarenakan lingkungan merupakan

suatu aset bagi masa depan agar dapat dinikmati oleh seluruh manusia dan

generasi berikutnya. Permasalahan lingkungan di wilayah ASEAN sudah

menjadi fokus bahasan utama yang mengharuskan setiap negara anggota

untuk dapat menjaganya. Salah satu permasalahan lingkungan yang menjadi

perhatian khususnya adalah kabut asap (transboundary haze pollution) yang

disebabkan oleh kebakaran hutan. Permasalahan lingkungan berupa kabut

asap di Indonesia sendiri bukanlah permasalahan yang bersifat awam. Hal ini

dilatarbelakangi oleh komposisi wilayah Indonesia memiliki hutan yang cukup

luas.

Indonesia pernah dikenal sebagai negara yang memiliki keasrian dan

keindahan hutan hijaunya, namun fakta yang ada saat ini keasrian tersebut

sudah lama menghilang. Luas hutan di Indonesia saat ini selalu berkurang

Page 19: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

2

karena terjadi pembakaran hutan. Menurut data Kementrian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan, pada tahun 2015 tercatat areal hutan di Indonesia

terbakar seluas 2.611.411 ha, pada tahun 2016 seluas 438.363 ha dan tahun

2017 seluas 165.484 ha (data per Januari 2018).1 Khususnya wilayah ASEAN

kasus transboundary haze pollution menjadi momok yang menakutkan bagi

negara yang terkena dampak kerusakannya. Penanggulanan dan pencegahan

untuk kebakaran hutan menjadi prioritas di wilayah ASEAN sehingga

dibentuk sebuah perjanjian antar negara yaitu ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution sebagai wadah untuk kerjasama antar negara

ASEAN dalam penanganan polusi akibat kebakaran hutan.

Pada tahun 2016, dua perusahaan perkebunan di Provinsi Riau, yaitu PT

Sontang Sawit Permai (Kabupaten Rokan Hulu) dan PT Wana Subur Sawit

Indah (Siak) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kejahatan lingkungan.

Berdasarkan kasus ini, selain korporasi yang menjadi tersangka, direktur PT

WSSI pun ditetapkan menjadi tersangka karena melakukan pembakaran hutan

yang mengakibatkan asap polusi lintas batas, namun dari pihak PT SSP baru

korporasi yang ditetapkan menjadi tersangka. Total luas hutan yang terbakar

dalam kasus ini adalah 120 ha, terdiri dari 80 ha yang terbakar di wilayah PT

WSSI dan 40 ha di wilayah PT SSP sehingga menimbulkan asap yang terbawa

oleh angin hingga memasuki yurisdiksi wilayah negara tetangga.2 Kabut asap

1Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, “Pencegahan Karhutla Berhasil Tekan Angka Defortasi”, Diakses dari http://www.menlhk.go.id/siaran-81-pencegahan-karhutla-berhasil-tekan-angka-deforestasi.html pada tanggal 16 Juni 2018 pukul 09.40 WIB. 2Syahnan Rangkuti, Regional Kompas “Kebakaran Hutan di Riau, Dua Perusahaan Sawit Jadi Tersangka”, diakses dari https://regional.kompas.com/read/2016/09/15/15573291/kebakaran.hu tan.di.riau.dua.perusahaan.sawit.jadi.tersangka pada tanggal 9 Agustus 2018 pukul 13.23 WIB.

Page 20: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

3

akibat pembakaran hutan merupakan tindakan perusakan lingkungan dan tidak

sesuai dengan pembangunan lingkungan berkelanjutan yang diatur dalam Rio

Declaration on Environment and Development 1992.

Saat ini, kasus kebakaran hutan telah menjadi perhatian sebagai isu

lingkungan dan ekonomi internasional. Menurut Asdar dalam jurnalnya yang

berjudul Transboundary Haze Pollution Di Malaysia dan Singapura Akibat

Kebakaran Hutan di Provinsi Riau ditinjau dari Hukum Lingkungan

Internasional, kebakaran dianggap sebagai ancaman potensial bagi

pembangunan berkelanjutan karena berdampak secara langsung pada

ekosistem, kontribusi emisi karbon serta bagi keanekaragaman hayati dan

Provinsi Riau menjadi sumber transboundary haze pollution bagi negara

terdekat yaitu Malaysia dan Singapura.3

Terbakarnya hutan di Indonesia sering terjadi pada saat musim kemarau yaitu

memasuki bulan Mei-Juni. Pembakaran hutan di Indonesia biasanya dilakukan

oleh berbagai pihak secara ilegal, mulai dari individu yang terdiri dari petani

dan penduduk lokal, hingga perusahaan yang membutuhkan lahan untuk

melangsungkan kegiatan industrinya yang sebagian dari perusahaan tersebut

merupakan perusahaan asing, di antaranya berasal dari Malaysia dan Cina.4

3Asdar. Transboundary Haze Pollution Di Malaysia Dan Singapura Akibat Kebakaran Hutan Di Provinsi Riau Ditinjau Dari Hukum Lingkungan Internasional. Vol. 4 No. 3, 2015, Sulawesi: Universitas Tadulako. hlm. 1. 4Afra Monica Anindya. Transformasi Sekuritisasi Singapura terhadap Isu Transboundary Haze Pollution (THP) dari Indonesia Tahun 1997-2016. Vol. 6 No. 2 JAHI, 2017, Surabaya: Universitas Airlangga. hlm. 2.

Page 21: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

4

Faktor anomali cuaca5 yang terjadi di wilayah Indonesia menyebabkan arah

angin yang berubah dari kondisi normal sehingga dapat dengan mudah

mencapai negara tetangga terdekat yaitu Singapura dan Malaysia.

Peristiwa kabut asap yang menyelimuti beberapa wilayah Indonesia hingga

melintasi batas negara yakni Singapura dan Malaysia, sudah berlangsung

dalam lima tahun terakhir yaitu 2014-2019.6 Isu kabut asap ini terus menjadi

polemik bukan hanya di dalam negeri melainkan juga melintasi batas negara

yang mengharuskan pemerintah melakukan tindakan penanggulangan secara

cepat dan tepat agar tidak menimbulkan dampak yang lebih luas. Pencemaran

lintas batas nasional (yang dimaksudkan dalam hal ini berupa asap) lazim

pula disebut sebagai transfrontier pollution. Adapun pengertian transfrontier

pollution adalah “Pollution of which the physical is wholly or in part situated

within the territory of one state and which has deleterious effects in the

territory of another state”. (Pencemaran yang secara fisik baik seluruhnya

atau sebagian terletak dalam wilayah suatu negara dan memiliki dampak

merusak bagi wilayah negara lain).7 Dalam perkembangannya, mengenai asap

kabut lintas batas ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution

menjelaskan pengertian haze pollution adalah:

“smoke resulting from land and/or forest fire which causes deleterious effects of such a nature as to endanger human health, harm living resources and ecosystems and material property and impair or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment”

5 Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyimpangan cuaca dari keadaan normal. 6 Terdapat dalam http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran, diakses pada 19 Juni 2019 pukul 08.00 WIB 7M.Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung. 2001, Hlm. 187

Page 22: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

5

(asap akibat dari kebakaran hutan atau lahan yang menimbulkan dampak

merusak seperti membahayakan kesehatan manusia, sumber daya hayati,

ekosistem, kekayaan alam dan merusak atau mengurangi nilai guna atas

sumber daya alam dan kegunaan atas lingkungan).

Kasus Transboundary Haze Pollution cenderung sering terjadi di daerah

ASEAN, kasus dengan tingkat asap tertinggi terjadi pada 21 Juni 2013 di

Singapura dengan indeks polutan mencapai 401 PSI (Pollutan Standars

Index8).9 Indeks polutan yang lebih dari 300 PSI dapat dikategorikan

membahayakan karena dapat berdampak buruk bagi kesehatan biota baik

hewan, tumbuhan maupun manusia yang ada dalam cakupan wilayah polusi

udara tersebut. Berdasarkan kasus ini, negara Singapura sangat dirugikan

karena efek dari kabut asap pembakaran hutan di Indonesia dapat

membahayakan kesehatan masyarakat terutama masyarakat yang sejak semula

tidak dalam kondisi yang sehat dan lansia.

Kebakaran dianggap sebagai ancaman potensial bagi pembangunan

berkelanjutan karena dampaknya secara langsung pada ekosistem, kontribusi

8Polutan Standar Indeks (PSI) merupakan index yang dipakai sebagai acuan dari Index Standar Pencemar Udara (ISPU). Polutan Standar Indeks (PSI) dipergunakan oleh beberapa Negara, di antaranya Amerika Serikat. Metode perhitungan yang dipergunakan dalam Polutan Standar Indeks berprinsip pada tingkat efek yang ditimbulkan terhadap manusia dan lingkungan oleh karena pemaparan suatu parameter polutan. Tingkat efek yang ditimbulkannya dianggap konstan untuk setiap konsentrasi pemaparan polutan tertentu. 9BBC. “Kabut Asap Singapura ‘mengancam jiwa’”. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/ dunia/2013/06/130621_singapura_haze, yang diakses pada tanggal 10 Agustus 2018 pukul 15.07 WIB.

Page 23: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

6

emisi karbon serta bagi keanekaragaman hayati.10. Para pelaku pembakaran

hutan di Indonesia, didominasi oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab

dengan motif meraup keuntungan yang lebih besar meskipun mereka

menyadari bahwa tindakan tersebut dapat merusak lingkungan hidup yang

pada masanya akan merugikan semua pihak. Para pemangku kepentingan

sudah seharusnya menyadari bahwa lingkungan hidup merupakan salah satu

komponen yang memiliki potensi, fungsi dan manfaat bagi kehidupan

manusia.11 Selain menjadi tempat tinggal, lingkungan hidup juga menjadi

penyedia sumber daya alam yang menjadi penyokong kebutuhan manusia.

Saat ini kasus kebakaran hutan telah menjadi perhatian internasional sebagai

isu lingkungan dan ekonomi. Pembakaran hutan merupakan tindakan yang

dapat merusak lingkungan dan dapat mengganggu negara sekitar akibat

asap/polusi yang ditimbulkan. Pencemaran udara akibat kebakaran hutan

bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum lingkungan internasional. Salah

satu prinsip internasional yang bertentangan yaitu “Sie utero tua ut alienum

non leades” yang menentukan bahwa suatu negara dilarang melakukan atau

mengizinkan dilakukannya kegiatan yang dapat merugikan negara lain.

Demikian juga prinsip good neigh bourliness yang pada intinya mengatakan

bahwa kedaulatan wilayah suatu negara tidak boleh diganggu oleh negara

10Suadela. Bentuk pertanggungjawaban Indonesia terhadap Malaysia dan singapura dalam masalah kabut asap di provinsi riau. Vol. 1 No. 1. 2009. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. hlm.2. 11Ayu Nurul Alfia, dkk. Tanggung Jawab Perusahaan Transnasional Dalam Kebakaran Hutan Di Riau Dalam Perspektif Hukum Internasional. Vol. 5 No. 3. 2016. Semarang: Universitas Diponegoro. hlm.1.

Page 24: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

7

lain.12 Kedua prinsip tersebut dapat diartikan sebagai dasar bagi negara yang

dirugikan untuk menuntut pertanggungjawaban negara yang merugikan atau

pelaku transboundary haze pollution.

Dampak dari transboundary haze pollution membuat negara yang terkena

polusi tersebut mengeluarkan nota protes dan meminta pertanggungjawaban

kepada negara yang mengahsilkan polusi. Berkaitan dengan hal tersebut,

Malaysia dan Singapura telah mengajukan protes keras kepada Indonesia

dengan dasar dan alasan bahwa kabut asap tersebut telah menimbulkan

gangguan terhadap kesehatan masyarakat, perekonomian serta pariwisata

mereka, bahkan Malaysia mengecam Indonesia karena tidak mampu

mengatasi masalah asap dan Indonesia harus membayar kompensasi akibat

asap tersebut. Kerugian sosial ekonomi dan ekologis yang timbul oleh

kebakaran hutan cukup besar, bahkan dalam beberapa hal sulit untuk diukur

dengan nilai rupiah.13

Pembakaran hutan dilakukan oleh korporasi baik korporasi nasional maupun

transnasional. Transnational Corporations (TNCs) atau perusahaan

transnasional adalah perusahaan yang kegiatan bisnisnya selain di negara

induk (home country) juga tersebar di beberapa negara lain yaitu negara

penerima (host country) yang mayoritas adalah negara-negara berkembang.14

Pembakaran hutan dilakukan dengan sengaja oleh pihak perusahaan untuk

12Asdar. Transboundary Haze Pollution Di Malaysia Dan Singapura Akibat Kebakaran Hutan Di Provinsi Riau Ditinjau Dari Hukum Lingkungan Internasional. Vol. 4 No. 3. 2015. Sulawesi: Universitas Tadulako. hlm. 3. 13Asdar. (2015). Loc. Cit. 14Ayu Nurul Alfia, dkk. (2016). Op. Cit. hlm. 7.

Page 25: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

8

membuka lahan hutan yang baru. Hal tersebut dilakukan untuk mempersingkat

waktu dan menghemat pengeluaran untuk membuka lahan hutan. Masalah

kebakaran hutan akibat pembakaran hutan di Indonesia terjadi setiap tahun

yang rata-rata dilakukan oleh korporasi baik nasional maupun internasional.

Saat ini, hukum internasional belum mampu secara langsung membebankan

tanggung jawab hukum kepada korporasi, dan masih diperlukan kewenangan

negara dalam memberi sanksi hukum sebagai perantara. Dalam hal ini, hukum

internasional masih belum beranjak dari penggunaan teori klasik yang

menganut paham “negara-sentris”.15

Dalam hal ini hutan menjadi salah satu lingkungan yang dimanfaatkan sumber

daya alamnya untuk menghasilkan berbagai produksi yang dapat digunakan

untuk kehidupan manusia. Pemanfaatan yang dilakukan perusahaan korporasi

perlu adanya pengawasan oleh pemerintah, lembaga masyarakat, dan

masyarakat sekitar untuk mengurangi terjadinya kesalahan tindakan yang

dilakukan perusahaan dalam usahanya yang dapat merugikan masyarakat dan

negara tetangga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah Hukum Internasional mengatur mengenai Transboundary

Haze Pollution? 15Ibid.

Page 26: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

9

2. Bagaimanakah penerapan ASEAN Agreement on Transboundary Haze

Pollution di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka yang akan menjadi tujuan utama

penelitian ini adalah:

1) Untuk menjelaskan ketentuan Hukum Internasional yang mengatur

mengenai Transboundary Haze Pollution.

2) Untuk menjelaskan bagaimana penerapan ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu:

1) Manfaat Teoritis

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran, pengetahuan dan wawasan dari penulis kepada pembaca pada

umumnya mengenai pertanggungjawaban dari korporasi baik nasional

maupun internasional dalam kasus pembakaran hutan yang sering terjadi

di negara Indonesia.

2) Manfaat Praktis

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi

masyarakat pada umumnya, khususnya bagi para akademisi dalam

mengembangkan ilmu hukum internasional yang kemudian dapat

Page 27: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

10

digunakan sebagai data dalam melakukan penelitian lebih lanjut terkait

dengan kasus pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi baik

nasional maupun internasional dalam hal pertanggungjawabannya.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian di bidang hukum internasional

yang akan memasukkan ketentuan internasional, meliputi Rio Declaration on

Environment and Development 1992 dan ASEAN Agreement On

Transboundary Haze Pollution. Selain itu, penelitian ini juga akan meneliti

peraturan perundang-undangan nasional yang dijadikan dasar hukum terkait

dengan tanggung jawab korporasi baik nasional maupun multinasional dalam

pembakaran hutan yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

1999 tentang Kehutanan, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan Peraturan Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara

Tindak Pidana Oleh Korporasi. Penelitian ini juga menggunakan beberapa

prinsip-prinsip dalam hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan

yaitu Polluter Pays.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan dan pengembangan penulisan skripsi ini, maka

sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas 5 bab yang terorganisir ke dalam

bab demi bab sebagai berikut:

Page 28: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

11

1. Pendahuluan

Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, identifikasi

masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta

sistematika penulisan. Bab ini merupakan gambaran umum dari isi skripsi.

2. Tinjauan Pustaka

Pada bab ini akan dibahas mengenai pengertian umum mengenai pokok-

pokok pembahasan skripsi, yang meliputi tinjauan umum mengenai

sejarah dan pengertian Korporasi, pengertian Tanggung Jawab dan

Transboundary Haze Pollution, pengaturan mengenai Kebakaran Hutan

dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan

dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Peraturan Mahkamah Agung

Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan

Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi, ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution, dan Rio Declaration on Environment and

Development 1992, serta prinsip Polluter Pays.

3. Metodologi Penelitian

Pada bab in membahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian

skripsi ini, yang terdiri dari jenis penelitian, pendekatan masalah, data dan

sumber data, prosedur pengumpulan data, prosedur pengolahan data dan

analisis data. Bab ini juga berisikan pembentukan gambaran secara jelas

Page 29: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

12

tentang bagaimana penelitian ini akan dilakukan serta didukung dengan

metode penelitian ilmiah.

4. Hasil Penelitian dan Analisis Data

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian dan uraian dari

pembahasannya. Pada awal paragraf, akan dipaparkan mengenai

penjelasan tentang bagaimanakah pengaturan mengenai transboundary

haze pollution dalam hukum internasional serta pertanggungjawaban

korporasi dalam tindak pidana yang dilakukannya, yaitu dalam hal ini

adalah pembakaran hutan yang menyebabkan asap polusi lintas batas yang

memasuki wilayah yurisdiksi negara tetangga dan bagaimana penyelesaian

masalahnya.

5. Penutup

Pada bab ini diuraikan mengenai penutup yang terdiri dari kesimpulan dan

saran. Bagian ini menjelaskan kesimpulan yang merupakan inti dari

keseluruhan uraian yang dibuat pada bab IV atau pembahasan

permasalahan selesai dibahas, serta diikuti dengan saran sebagai masukan

dari apa yang telah diteliti dalam skripsi ini.

Page 30: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Transboundary Haze Pollution

Sebelum memaparkan konsep atau pengertian “transboundary haze

pollution” maka penulis terlebih dahulu menampilkan pengertian atau

definisi pencemaran udara lintas batas. Pencemaran udara dapat berasal dari

berbagai jenis pencemaran seperti pencemaran oleh asap pabrik perusahaan

atau asap efek kebakaran hutan. Pasal 1 Convention on Long-Range

Transboundary Air Pollution menyebutkan bahwa polusi udara adalah akibat

atas tindakan manusia, baik secara langsung atau tidak langsung, dari zat atau

energi ke udara yang mengakibatkan efek merusak dan membahayakan

kesehatan manusia, sumber daya hidup, ekosistem dan properti material serta

mengganggu fasilitas dan penggunaan lingkungan lainnya.

Polusi udara lintas batas dapat diartikan pencemaran udara yang asal fisiknya

terletak seluruhnya atau sebagian di dalam wilayah di bawah yurisdiksi

nasional suatu negara dan memberikan efek buruk atau polusi di wilayah

yurisdiksi negara lain pada jarak yang sedemikian rupa sehingga secara

umum tidak mungkin membedakan kontribusi sumber emisi individu atau

Page 31: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

14

kelompok. 16 Berdasarkan ASEAN Agreement On Transboundary Haze

Pollution Article 1 Section 6, polusi kabut merupakan asap yang berasal dari

daratan dan/atau kebakaran hutan yang menyebabkan efek merusak dan

membahayakan kesehatan manusia, sumber daya hidup dan ekosistem dan

material properti dan merusak atau mengganggu fasilitas lainnya dari

pengguna lingkungan. Selanjutnya berdasarkan ASEAN Agreement On

Transboundary Haze Pollution Article 1 Number 13 Transboundary Haze

Pollution merupakan kabut asap yang berasal sebagian atau seluruhnya di

dalam yurisdiksi nasional atau suatu negara anggota dan masuk ke area

yurisdiksi negara anggota lainnya.

Transboundary Haze Pollution (THP) atau pencemaran udara lintas batas

dapat didefinisikan sebagai polusi yang berasal dari suatu negara tetap,

dengan menyeberangi perbatasan melalui jalur udara yang dapat

menyebabkan kerusakan lingkungan di negara lain.17 Permasalahan

pencemaran lintas batas yang biasa juga disebut sebagai Transfortier

Pollution dapat dijabarkan sebagai berikut:18 “Pollution of which the physical

is wholly or in part situated within the terriotory of one state and which has

deleterious effects in the territory of another state” (Pencemaran yang secara

fisik baik seluruhnya atau sebagian terletak dalam wilayah suatu negara dan

memiliki dampak merusak bagi wilayah negara lain). Menurut Gunawan 16UNECE. “Convention on long-range transboundary air pollution”. Diakses dari https://www. unece.org/fileadmin/DAM/env/lrtap/full%20text/1979.CLRTAP.e.pdf pada tanggal 24 Agustus 2018 Pukul 14.31 WIB. 17Dina S.T Manurung. Pengaturan Hukun Internasional Tentang Tanggungjawab Negara dalam Pencemaran Udara Lintas Batas. Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2014. Hlm.5. 18Daud Silalahi, Hukum Lingkungan (Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia). Bandung : PT. Alumni. 2001. Hlm.186.

Page 32: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

15

Suratmo (1995) dalam jurnal Akbar Kurnia pencemaran udara diartikan

sebagai adanya satu atau lebih pencemaran yang masuk ke dalam udara di

atmosfer yang terbuka, baik dalam bentuk debu, uap, gas, kabut, bau, asap,

atau embun berdasarkan pada jumlah, sifat dan lamanya.19

B. Perusahaan Korporasi

Badan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban berdasarkan hukum yang

bukan manusia, yang dapat menuntut atau dapat dituntut oleh subjek hukum

lain di muka pengadilan. Ciri-ciri dari sebuah badan hukum adalah:20

1. Memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan orang-orang yang

menjalankan kegiatan dari badan-badan hukum tersebut;

2. Memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terpisah dari hak-hak

dan kewajiban-kewajiban orang-orang yang menjalankan kegiatan badan

hukum tersebut;

3. Memiliki tujuan tertentu;

4. Berkesinambungan (memiliki kontinuitas21) dalam arti keberadaannya

tidak terikat pada orang-orang tertentu, karena hak-hak dan kewajiban-

kewajibannya tetap ada meskipun orang-orang yang menjalankannya

berganti.

19Akbar Kurnia. Transboundary Haze Pollution Dalam Perspektif Hukum Lingkungan Internasional. Jurnal Ilmu Hukum. Vol.6. No.1. Jambi : Fakultas Hukum Universitas Jambi. 2015. Hlm.95. 20Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Lingkup Berlakunya Ilmu, Buku I, Bandung, Alumni, 2000, hlm.82 21Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kelangsungan, berkelanjutan, keadaan kontinu dan sebagainya.

Page 33: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

16

Secara bahasa kata korporasi berasal dari kata corporatio dalam bahasa latin.

Corporare sendiri berasal dari kata “corpus” (Indonesia: badan), yang berarti

memberikan badan atau membadankan. Sehingga corporation adalah hasil

dari pekerjaan membadankan, dengan perkataan lain badan yang dijadikan

orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan

terhadap badan manusia, yang terjadi menurut alam.22 Secara terminologi

korporasi mempunyai pengertian yang sudah banyak dirumuskan oleh

beberapa tokoh hukum. Semisal menurut Subekti dan Tjitrosudibo yang

dimaksud dengan corporatie atau korporasi adalah suatu perseorangan yang

merupakan badan hukum. Yan Pramadya Puspa menyatakan yang dimaksud

dengan korporasi adalah suatu perseorangan yang merupakan badan hukum.

Korporasi atau perseroan di sini yang dimaksud adalah suatu perkumpulan

atau organisasi yang oleh hukum diperlukan seperti seorang manusia

(persona) ialah sebagai pemilik hak dan kewajiban memiliki hak menggugat

ataupun digugat di muka pengadilan.23

Korporasi ialah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum yang

bertindak bersama-sama sebagai suatu subyek hukum tersendiri suatu

personifikasi. Korporasi adalah badan hukum yang beranggota, tetapi

mempunyai hak kewajiban sendiri yang terpisah dari kewajiban anggota

22Muladi dan Dwidja Priyanto, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: Kencana, 2010, hlm.23. 23Amrul Ritonga. Korporasi Yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi Pada Pasal 20 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menurut Perspektif Fiqih Jinayah. UIN Sultan Syarif Riau. 2015. hlm. 22

Page 34: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

17

masing-masing.24 Dalam hal ini setiap anggota memiliki hak dan kewajiban

masing-masing sesuai dengan kepentingan di tempatnya. Menurut Rudi

Prasetyo korporasi merupakan sebutan yang lazim dipergunakan di kalangan

pakar hukum pidana untuk menyebut apa yang biasa dalam bidang hukum

lain, khususnya bidang hukum perdata, sebagai badan hukum, atau yang

dalam bahasa Belanda disebut sebagai rechtspersoon, atau dalam bahasa

Inggris disebut legal entities atau corporation.25

Perusahaan korporasi dibagi menjadi dua jenis yaitu korporasi nasional dan

korporasi transnasional atau dapat disebut juga multi national corporations.

Multi National Corporations atau MNCs dapat didefinisikan sebagai entitas

yang melakukan kegiatan perusahaannya di seluruh dunia terutama di negara-

negara berkembang. Pada hakikatnya perusahaan multi nasional merupakan

badan hukum (nasional) yang terdaftar di suatu negara, maka sebenarnya

perusahaan multi nasional hanya merupakan subyek hukum nasional, dan

bukan subyek hukum internasional.26 Perusahaan MNCs memiliki kantor

cabang di negara berkembang dan kantor pusat di negara-negara maju tempat

asal perusahaan itu berdiri. Menurut Mensch (2006) dalam Jurnal Iman

Prihandono menjelaskan bahwa alasan utama MNCs melakukan kegiatan

usaha di negara lain adalah untuk memungkinkan MNCs memproduksi sebuah

24Ali Chidir. Badan hukum. Alumni. Bandung. 1987. hlm. 64 25Priyatno Dwidja. Reorientasi dan Reformulasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Kebijakan Kriminal dan Hukum Pidana. 2007. Universitas Islam Bandung, hlm. 204. 26 Abdul Muthalib, Hukum Internasional dan Perkembangannya, 2015. Bandar Lampung: BP Justice Publisher. hlm. 56.

Page 35: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

18

produk dengan harga yang lebih murah.27 Konsep Multi National

Corporations atau MNCs diartikan sebagai perusahaan yang memiliki,

mengontrol, dan menjalankan operasional usaha produksinya di negara yang

berbeda dengan negara di mana perusahaan tersebut didirikan. Kontrol

terhadap kegiatan usaha bisa dalam bentuk kepemilikan saham ataupun

melalui penunjukan direktur dan manajer. Adanya kemampuan mengontrol

melalui manajemen inilah yang membedakan antara korporasi transnasional

dengan investasi portofolio dalam saham, obligasi, dan instrumen pasar modal

lainnya.28

C. Tanggung Jawab

Kasus kebakaran hutan yang terjadi di Indonesian dapat dikatakan serupa

dengan kasus Trail Smelter. Kasus Trail Smelter ialah kasus pencemaran

udara lintas batas yang disebabkan oleh sebuah pabrik peleburan (Smelter)

yang dibangun disuatu lembah yang terletak di wilayah British, Columbia, dan

Washington. Pemerintah Kanada dalam kasus Trail Smelter berkewajiban

serta bertanggung jawab untuk mengawasi setiap kegiatan tersebut sejalan

dengan hukum di wilayah Kanada dan hukum internasional. Kasus ini

menegaskan bahwa secara eksplisit pencemaran mengakibatkan kerugian

ekonomi, kesehatan, dan lingkungan di wilayah teritorial negara korban.

Permasalahan inilah yang melatarbelakangi timbulnya tanggung jawab negara

27Iman Prihandono. Status dan Tanggung Jawab Multi National Companies (MNCs) Dalam Hukum Internasional. Jurnal Global dan Strategis. Vol. 2. No. 1. 2008. Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga. hlm. 71. 28Andi A. Khairunnisa dan Iman Prihandono, Tanggung Jawab Korporasi Multinasional dalam Hukum HAM Internasional. 2016. Surabaya: Airlangga University Press. hlm. 2.

Page 36: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

19

untuk mengawasi setiap kegiatan perusahaan yang terdapat di wilayah

yurisdiksi suatu negara.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab

merupakan suatu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya atau jika

terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dapat dituntut, dipersalahkan,

diperkarakan. Tanggung jawab adalah konsekuensi yang harus diterima oleh

setiap subjek hukum atas setiap perbuatan yang dilakukan, baik berupa

kejahatan maupun pelanggaran. Dalam hukum pidana hal ini ada ketentuannya

tersendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

yang dimaksud tersebut. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia

hanya mengatur bentuk pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh

perorangan. Seperti ilmu bidang lainnya, perbuatan pidana juga sudah

berkembang menjadi lebih baik mengikuti perkembangan jaman. Perbuatan

pidana tidak lagi hanya dapat dilakukan oleh orang-perorangan tetapi badan

hukum juga dapat melakukan perbuatan pidana.29

Menurut Tom Cannon dalam jurnal Dewi Tuti Muryati, Tanggung jawab

perusahaan meliputi etika, kebijaksanaan perusahaan, ekonomi, hukum, ilmu

pengetahuan, perubahan teknologi, tujuan dan praktek manajemen, lingkungan

dan keadilan sosial.30 Menurut K. Bartens berdasarkan jurnal Dewi Tuti

29Muhammad Arif Sudariyanto. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Bidang Perindustrian. Mimbar Keadilan Jurnal Ilmu Hukum. Edisi Februari 2018. Surabaya: Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945. 2018. Surabaya. hlm. 50. 30Dewi Tuti Muryati. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Kaitannya Dengan Kebijakan Lingkungan Hidup. Law Reform. Vol. 2. No. 2. 2007. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. hlm. 32.

Page 37: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

20

Muryati salah dua contoh tanggung jawab perusahaan dalam kegiatan yang

dilakukannya adalah tanggung jawab legal dan sosial.

1. Tanggung jawab legal merupakan tanggung jawab perusahaan sebagai

badan hukum terhadap pemerintah setempat untuk mematuhi peraturan

hukum yang berlaku, terhadap pihak lain untuk melaksanakan hak dan

kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian, maupun terhadap

tuntutan dalam pengadilan.

2. Tanggung jawab sosial, merupakan tanggung jawab perusahaan atas

tindakan yang mempunyai pengaruh terhadap orang-orang tertentu,

masyarakat serta lingkungan di mana perusahaan beroperasi. Tanggung

jawab sosial adalah suatu keyakinan bahwa keputusan-keputusan bisnis

harus dibuat dan dilaksanakan dalam batasan pertimbangan sosial dan

ekonomi.31

Tanggung jawab negara menurut J.G Starke merupakan salah satu kewajiban

atas tindakan atau tindakan-tindakan yang melanggar hukum internasional.

Pada umumnya negara yang dirugikan akan berusaha untuk memperoleh

satisfaction (pelunasan) melalui perundingan-perundingan diplomatik, dan

apabila hanya menyangkut kehormatan, pada umumnya akan cukup dengan

suatu pernyataan maaf secara resmi dari negara yang bertanggung jawab atau

suatu jaminan bahwa persoalan yang diprotes tersebut tidak akan berulang

lagi. Menurut Rebecca M.M Wallace dalam skripsi Wepi Sundari tanggung

jawab Negara dalam hukum internasional diartikan sebagai kewajiban yang

31Ibid.

Page 38: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

21

harus dilakukan oleh negara kepada negara lain berdasarkan perintah hukum

internasional.32 Timbulnya tanggung jawab negara atas lingkungan

didasarkan pada adanya tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan yang

dilakukan yang berada di wilayah suatu negara atau di bawah pengawasan

negara tersebut yang membawa akibat yang merugikan terhadap lingkungan

tanpa mengenal batas negara. Hukum lingkungan internasional mengatur

bahwa setiap negara mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan

lingkungan yang baik dan sehat bagi warga negaranya. Pasal 5 butir 1

Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) menyebutkan bahwa setiap orang

berhak atas lingkungan yang baik dan sehat. Demikian pula Deklarasi

Universal PBB mengenai Hak-hak Asasi Manusia 10 Desember 1948

menegaskan bahwa setiap orang berhak atas standar kehidupan yang

memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya.

Kewajiban dari tanggung jawab negara dapat dilakukan dengan berbagai

tindakan sebagai pertanggungjawabannya seperti memberikan jawaban yang

merupakan perhitungan atas suatu hal yang terjadi, dan kewajiban untuk

memberikan pemulihan atas kerugian yang mungkin ditimbulkannya.

Berdasarkan prinsip pertanggungjawaban negara (state responsibility)

Indonesia dapat dituntut negara lain untuk mengganti rugi yang terkena

32Wepi Sundari. Implementasi Prinsip International Responsibility (Tanggung Jawab Internasional) Dalam Kasus Dampak Kebakaran Hutan Di Indonesia Terhadap Negara-Negara Tetangga. Bandung. Fakultas Hukum Pasundan. 2016. Hlm.39

Page 39: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

22

dampak asap akibat pembakaran hutan di Indonesia.33 Akan tetapi

pertanggungjawaban atas permintaan ganti rugi dapat juga ditolak dengan

membuktikan bahwa polusi kabut asap bukan sepenuhnya kesalahan

Indonesia dan Indonesia telah meratifikasi ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution sehingga dapat menjadi tumpuan Indonesia

untuk meminta bantuan atas kejadian kebakaran hutan pada negara lain.

D. Rio Declaration on Environment and Development 1992

Perkembangan mengenai hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari

gerakan sedunia untuk memberikan perhatian lebih besar kepada lingkungan

hidup, mengingat kenyataan bahwa lingkungan hidup telah menjadi masalah

yang perlu ditanggulangi bersama demi kelangsungan hidup.34 Pengaturan

mengenai lingkungan internasional perlu diperjelas agar tidak terjadi

kesalahan dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkaitan dengan

lingkungan hidup sehingga tidak mengganggu negara tetangga. Salah satu

peraturan yang mengatur mengenai hukum lingkungan internasional adalah

Deklarasi Rio. Deklarasi Rio mengandung prinsip-prinsip mengenai

kesepakatan. Dalam Deklarasi Rio dinyatakan bahwa tujuan KTT Bumi

(United Nations Conference on Environtment and Deveploment) ialah untuk

mengembangkan kemitraan global baru yang adil. Deklarasi ini menyatakan

33Fadhlan Dini Hanif, et.al. Tanggung Jawab Negara (State Responsibility) Terhadap Pencemaran Udara Lintas Batas Negara Berdasarkan Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution. 2013. Riau: Universitas Riau. hlm.8 34Koesnadi Hardjasoemantri. Hukum Tata Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 2001. Hlm.6

Page 40: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

23

bahwa manusia adalah pusat perhatian pembangunan berkelanjutan. Hal ini

menunjukkan bahwa dengan jelas pandangan antroposentris35 Deklarasi Rio.

Berdasarkan Pasal 3 Deklarasi Rio mengatur bahwa hak untuk pembangunan

harus memenuhi kebutuhan yang adil untuk kebutuhan lingkungan generasi

sekarang dan masa depan. Kebutuhan lingkungan yang baik merupakan

tanggung jawab seluruh masyarakat di dunia, Pasal 10 Deklarasi Rio

mengatur bahwa masalah lingkungan sebaiknya ditangani dengan partisipasi

seluruh warga yang peduli pada tingkat yang relevan. Di tingkat nasional,

setiap individu harus memiliki akses yang tepat terhadap informasi mengenai

lingkungan yang dipegang oleh otoritas publik, termasuk informasi tentang

bahan berbahaya dan kegiatan komunikasi mereka, dan kesempatan untuk

berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Negara harus

memfasilitasi dan mendorong kesadaran dan partisipasi publik dengan

menyediakan informasi secara luas. Akses efektif ke proses peradilan dan

administrasi, termasuk ganti rugi dan pemulihan harus disediakan.

E. ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution

Asia merupakan kawasan yang terletak di daerah tropis yang memiliki musim

panas yang cukup panjang di beberapa kawasan negaranya. Negara-negara di

Asia juga merupakan salah satu kawasan yang cukup luas perhutanannya dan

35Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan hidup yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Antroposentrisme juga merupakan teori filsafat yang mengatakan bahwa nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting. Bagi teori ini, etika hanya berlaku pada manusia. Maka, segala tuntutan mengenai perlunya kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup dianggap sebagai tuntutan yang berlebihan, tidak relevan, dan tidak pada tempatnya.

Page 41: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

24

menjadi penyokong oksigen terbesar di dunia. Luasnya kawasan hutan di

Asia membuat negara-negara di Asia menjadi kawasan industri perkebunan

dan kayu untuk di ekspor ke negara-negara lain. Industri perkebunan dan

kayu yang dilakukan di kawasan hutan di Asia, khususnya di negara

Indonesia dalam hal ini sering mengakibatkan kebakaran yang asap polusinya

sampai ke negara tetangga dan mengganggu kegiatan di sana. Kebakaran

hutan dilakukan oleh perusahaan yang menjalankan kegiatan perkebunan.

Lazimnya kebakaran terjadi disebabkan oleh penyiapan atau pembersihan

atau pembukaan lahan oleh perusahaan yang dilakukan dengan cara

membakar kawasan hutan atau dapat disebut dengan metode land clearing.

Metode ini dilakukan oleh perusahaan dengan alasan paling murah dan

efisien dalam pembukaan atau pembersihan lahan.36

Pembakaran hutan yang dilakukan untuk pembukaan atau pembersihan lahan

untuk perkebunan dapat menyebabkan asap polusi yang berbahaya bagi

negara Indonesia maupun negara tetangga. Dampak pembakaran hutan sangat

berbahaya bagi kesehatan, berkurangnya efisiensi bekerja karena asap,

terganggunya berbagai transportasi umum, dan dapat menimbulkan kerugian

materiil. Dampak tersebut membuat negara-negara ASEAN membentuk

perjanjian ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution pada tahun

2002 yang bertujuan untuk merumuskan peraturan-peraturan dalam

permasalahan transboundary haze pollution yang terjadi di Asia. Dalam

perjanjian ini dijelaskan mengenai pihak penolong “assisting party” yaitu 36 Anih Sri Suryani. Penanganan Kabut Akibat Kebakaran Hutan Di Wilayah Perbatasan Indonesia. Vol. 3 No. 1. 2012. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI . hlm. 70.

Page 42: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

25

siapa saja baik negara, organisasi internasional, dan pihak manapun dapat

memberikan bantuan dalam menangani permasalahan kebakaran hutan atau

polusi kabut. Tujuan pembentukan perjanjian ini adalah untuk mencegah dan

memantau polusi asap lintas batas “transboundary haze pollution” dan

melakukan kerja sama baik regional maupun internasional agar dapat bekerja

sama dengan baik dan semakin intensif dalam menangani permasalahan

polusi asap kebakaran.

Berdasarkan perjanjian ini dalam Pasal 4 mengenai kewajiban umum

mengatur bahwa apabila asap polusi berasal dari suatu wilayah negara harus

segera memberikan informasi atau konsultasi kepada negara yang terkena

dampak dari polusi asap agar dapat meminimalkan efek dari polusi asap serta

memberikan pertanggungjawaban. Pasal 7 AATHP mengatur bahwa setiap

pihak harus mengambil tindakan yang tepat untuk memantau:

a. Semua daerah yang rawan kebakaran;

b. Semua kebakaran hutan dan/atau lahan;

c. Kondisi lingkungan yang kondusif untuk kebakaran hutan

dan/atau lahan; dan

d. Asap polusi yang berasal dari kebakaran hutan dan/atau lahan.

Pasal 9 mengenai pencegahan mengatur bahwa setiap pihak melakukan

tindakan untuk mengendalikan dan mencegah kegiatan yang berkaitan dengan

kebakaran lahan dan/ atau yang mungkin mengarah ke “transboundary haze

pollution” yang meliputi:

Page 43: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

26

a. Mengembangkan dan mengimplementasikan langkah-langkah

pengaturan dan legislatif lainnya, serta mempromosikan

program dan strategi kebijakan zero burning untuk menangani

lahan dan/atau kebakaran hutan yang mengakibatkan

“transboundary haze pollution”;

b. Mengidentifikasi dan memantau area rawan kebakaran;

c. Memperkuat manajemen kemampuan dan koordinasi

pemadam kebakaran lokal untuk mencegah terjadinya

kebakaran hutan/lahan;

d. Memberikan pendidikan mengenai kesadaran masyarakat

terkait polusi yang diakibatkan oleh kebakaran hutan;

Pengaturan mengenai penyelesaian sengketa berdasarkan AATHP ini diatur

di Pasal 27 mengenai penyelesaian sengketa. Pasal 27 mengatur bahwa setiap

perselisihan anta pihak yang terkait interpretasi atau aplikasi dari perjanjian

ini atau segala protokol di dalamnya, akan diselesaikan secara damai melalui

konsultasi atau negosiasi.

F. Polluter Pays Principle

Pertumbuhan mengenai tata pengaturan secara hukum lingkungan modern

diawali setelah lahirnya deklarasi tentang lingkungan hidup tahun 1972

sebagai hasil dari konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia di

Stockholm yang merupakan wujud nyata dari pembangunan kesadaran umat

Page 44: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

27

manusia terhadap masalah lingkungan hidup.37 Asas-asas pelestarian dan

pengembangan lingkungan hidup dihasilkan dari Deklarasi Stockholm.

Berdasarkan asas ke 22 Deklarasi Stockholm38 mengatur bahwa negara-

negara akan bekerja sama dalam mengembangkan lebih lanjut hukum

internasional mengenai tanggung jawab hukum dan ganti rugi terhadap para

korban pencemaran atau kerusakan lingkungan akibat kegiatan dalam wilayah

kewenangan atau pengawasan negara yang bersangkutan kepada wilayah di

luar kewenangannya. Dalam polluter pays principle hal yang lebih

ditekankan adalah segi ekonomi dibandingkan segi hukum karena untuk

mengatur mengenai kebijaksanaan atas perhitungan nilai kerusakan dan

pembebanannya. Definisi dari polluter pays principle adalah:39

“The principle to be used for allocating costs of pollution prevention and control measures to encourage rational use of scarce environmental resources and to avoid distortions in international trade and investment is the so-called "Polluter-Pays Principle". This principle means that the polluter should bear the expenses of carrying out the above-mentioned measures decided by public authorities to ensure that the environment is in an acceptable state. In other words, the cost of these measures should be reflected in the cost of goods and services which cause pollution in production and/or consumption. Such measures should not be accompanied by subsidies that would create significant distortions in international trade and investment.” (Prinsip yang akan digunakan untuk mengalokasikan biaya

pencegahan polusi dan tindakan pengendalian untuk mendorong

penggunaan sumber daya lingkungan yang langka secara rasional dan

untuk menghindari distorsi dalam perdagangan internasional dan 37Tegar Khaerul Huda, Penerapan Asas Pencemar Membayar (Polluter Pays Principle) Dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Diluar Pengadilan Sebagai Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Di Kota Semarang. FH Universitas Negri Semarang. 2013. Hlm.37. 38Deklarasi Stockholm. 39OECD. “Recomendation of the Council on Guiding Principles concerning Internasional Economic Aspects of Environmental Policies”. Diakses dari https://legalinstruments.oecd.org/en/instruments/OECD-LEGAL-0102 pada tanggal 24 Agustus 2018 pukul 11.45 WIB

Page 45: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

28

investasi adalah “polluter pays principle”. Prinsip ini berarti bahwa

pencemar harus menanggung biaya untuk melaksanakan tindakan yang

disebutkan di atas yang diputuskan oleh otoritas publik untuk

memastikan bahwa lingkungan berada dalam keadaan yang baik.

Dengan kata lain, biaya langkah-langkah ini harus tercermin dalam

biaya barang dan jasa yang menyebabkan polusi dalam produksi

dan/atau penggunaannya. Langkah-langkah tersebut tidak seharusnya

disertai dengan subsidi yang akan menciptakan distorsi signifikan

dalam perdagangan dan investasi internasional.)

Prinsip polluter pays adalah praktik yang diterima umum bahwa

mereka yang menghasilkan polusi harus menanggung biaya

pengelolaannya untuk mencegah kerusakan pada kesehatan manusia

atau lingkungan. Misalnya dalam sebuah pabrik yang memproduksi zat

beracun sebagai produk sampingan dari kegiatannya biasanya

bertanggung jawab atas pembuangan yang aman dari racun tersebut.

Prinsip ini adalah bagian dari seperangkat prinsip yang lebih luas

untuk memandu pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia (secara

resmi dikenal sebagai Deklarasi Rio). Prinsip ini mendukung sebagian

besar regulasi polusi yang mempengaruhi tanah, air, dan udara.40

Polluter Pays Principle (PPP) memberi arah dalam pengaturan hukum

lingkungan terkait peristiwa pencemaran. Asas ini menunjuk pada

40LSE. “What is Polluter Pays Principle”. Diakses dari http://www.lse.ac.uk/GranthamInstitute/faqs/what-is-the-polluter-pays-principle/ pada tanggal 24 Agustus 2018 pukul 13.45 WIB

Page 46: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

29

suatu kewajiban atau pembebanan kepada pencemar untuk membayar

kerugian yang dialami korban.41

Prinsip polluter pays dalam perkembangannya telah berkembang di

hukum Indonesia, prinsip ini telah diadopsi dalam perundang-

undangan di Indonesia salah satunya adalah Undang-undang Nomor 32

Tahun 2009 dalam Pasal 2. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup dilaksanakan berdasarkan asas:

a. Tanggung jawab negara;

b. Kelestarian dan keberlanjutan;

c. Keserasian dan keseimbangan;

d. Keterpaduan;

e. Manfaat;

f. Kehati-hatian;

g. Keadilan;

h. Ekoregion;

i. Keanekaragaman hayati;

j. Pencemar membayar;

k. Kearifan lokal;

l. Tata kelola pemerintahan yang baik; dan

m. Otonomi daerah.

Dalam pasal ini penjelasan mengenai asas polluter pays principle

(prinsip pencemar membayar) adalah bahwa setiap penanggung jawab 41Muhamad Muhdar. Eksistensi Polluter Pays Principle Dalam Pengaturan Hukum Lingkungan di Indonesia. Vol. 21. No. 1 Mimbar Hukum. 2009. Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada. Hlm.71.

Page 47: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

30

dari usaha atau kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib untuk bertanggung jawab

menanggung biaya dari kerugian yang dialami oleh korban dan

pemulihan dari lingkungan tersebut.

G. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Undang-undang mengenai kehutanan salah satu pokok bahasannya yaitu

mengenai pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Hal ini bertujuan

untuk memberikan kepastian hukum dalam pemanfaatan dan penggunaan

kawasan hutan agar dapat dimanfaatkan dengan baik. Dalam undang-undang

ini menyatakan hutan berdasarkan fungsinya dibagi menjadi tiga yaitu hutan

produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi. Hutan produksi yaitu hutan

yang memiliki fungsi pokok yang dapat memproduksi hasil hutan, hutan

lindung yaitu suatu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah

banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara

kesuburan tanah, sedangkan hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan

ciri tertentu yaitu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman

tumbuhan dan satwa serta ekosistem. Pembagian jenis hutan ini ditujukan

untuk membagi hutan dengan berbagai jenis dan manfaat agar dapat

dibedakan berdasarkan tujuan tertentu untuk menghindari kesalahan yang

dapat menyebabkan kerusakan hutan.

Page 48: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

31

Hutan telah dibagi sesuai jenis dan fungsinya, kendati begitu kerusakan hutan

selalu terjadi dan mencapai tahap yang memprihatinkan. Data citra satelit

LANDSAT 8 dan HS Terra Aqua menunjukkan hingga 5 Oktober 2017, luas

kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di seluruh wilayah Indonesia mencapai

124.743 hektare. Angka ini turun dibanding 2016 yang luas areal

kebakarannya sekitar 438.363 hektare dan 2015 yang mencapai 2.611.411

hektare. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah

melakukan berbagai upaya pencegahan dan penanganan karhutla. Di 2015

misalnya, KLHK menginisiasi pembuatan bangunan fisik tata air berupa

sekat kanal, embung, dan sumur bor. Saat ini telah terbangun sekat kanal

sebanyak 15.636 unit, embung 2.581 unit, dan sumur bor 1.527 unit.42

Kebakaran di hutan tidak hanya menyebabkan berkurangnya jumlah kayu

yang diproduksi oleh hutan tetapi diikuti dengan penurunan kualitas

ekosistem hutan di seluruh Indonesia. Untuk menghindari penurunan

kualitas ekosistem perlu dibentuk pembuatan peraturan mengenai pemisahan

dalam pembagian hutan dan pembuatan izin dalam pemanfaatan hutan. Pasal

23 Undang-undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur bahwa

pemanfaatan hutan memiliki tujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal

bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap

menjaga kelestariannya. Menjaga kelestarian hutan sangat penting agar tidak

menimbulkan masalah atau bencana yang dapat terjadi apabila salah dalam

mengambil tindakan untuk pemanfaatan hutan. Pemanfaatan dalam hal ini 42Tempo.co. “Luas Kebakaran Hutan dan Lahan Turun di 2017”. Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/1022567/luas-kebakaran-hutan-dan-lahan-turun-di-2017 pada 29 Juli 2018 pukul 08.52 WIB

Page 49: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

32

hutan dapat dilakukan di semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam

serta zona inti dan rimba pada taman nasional. Pasal 26 Undang-undang 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur bahwa apabila dalam pemanfaatan

hutan lindung dilaksanakan melalui izin usaha pemanfaatan kawasan, izin

usaha pemanfaatan jasa lingkungan dan izin pemungutan hasil bukan hutan

bukan kayu.

Subjek yang dapat diberikan izin dalam pemanfaatan hutan diatur dalam

pasal 27 Undang-undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu dalam ayat

(1)(2)(3), yaitu dalam ayat satu dijelaskan izin usaha pemanfaatan kawasan

dapat diberikan kepada perorangan dan koperasi. Pasal 27 Ayat 2 mengatur

bahwa izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan dapat diberikan kepada

perorangan, koperasi, badan usaha milik swasta Indonesia dan badan usaha

milik negara atau badan usaha milik daerah. Pasal 27 Ayat 3 mengatur bahwa

izin pemungutan hasil hutan bukan kayu dapat diberikan kepada perorangan

dan koperasi. Mengenai hutan produksi diatur dalam Pasal 28 Ayat (2)

Undang-undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengatur bahwa

pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha

pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha

pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu,

izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan

kayu. Pemanfaatan hutan produksi harus memperhatikan mengenai

pemberdayaan masyarakat sekitar dengan cara bekerja sama dengan koperasi

masyarakat setempat.

Page 50: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

33

Dalam Pasal 27 dan 29 Undang-undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

mengenai pemegang izin untuk pemanfaatan hutan harus memperhatikan dan

wajib menjaga serta memelihara kelestarian hutan tempat usaha. Kelestarian

hutan wajib dijaga oleh pengelola hutan yang memanfaatkan hutan sebagai

tempat produksi suatu usaha. Pengelola usaha atau pemegang hak atau izin

dari hutan memiliki tanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal

kerja, hal ini diatur dalam Pasal 49 Undang-undang 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan. Dalam Pasal 50 Ayat (3) bagian d Undang-undang 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan mengatur bahwa setiap orang dilarang membakar hutan,

hal ini menjelaskan bahwa setiap orang atau pemegang izin dari usaha yang

melakukan kegiatan usaha pemanfaatan hutan dilarang untuk melakukan

tindakan pembakaran hutan. Kegiatan pembakaran hutan yang terjadi perlu

diperhatikan dan adanya pengawasan dalam hal tersebut agar tidak terjadi

kelalaian yang mengakibatkan kerugian. Pengawasan kehutanan dimaksudkan

untuk mencermati, menelusuri, dan menilai pelaksanaan pengurusan hutan

sehingga dapat tercapai tingkat maksimal dalam pengurusan hutan. Pasal 60

Undang-undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur bahwa yang

dapat bertugas sebagai pengawasan adalah Pemerintah dan Pemerintah Daerah

yang wajib untuk melakukan pengawasan kehutanan, sedangkan masyarakat

dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan hutan.

Peran serta masyarakat dalam pengawasan juga dapat berupa pengajuan

gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum

Page 51: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

34

terhadap kerusakan hutan yang merugikan masyarakat. Berkaitan dengan

rangka pelaksanaan tanggung jawab mengenai pengelolaan hutan, organisasi

bidang kehutanan berhak mengajukan gugatan perwakilan untuk kepentingan

pelestarian fungsi hutan. Organisasi yang berhak mengajukan gugatan yaitu

harus berbentuk badan hukum, memiliki anggaran dasar yang jelas dan tegas

menyebutkan bahwa tujuan didirikannya organisasi untuk kepentingan

pelestarian fungsi hutan dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan

anggaran dasar.

H. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan kehidupan, dan kesejahteraan

manusia serta makhluk hidup lain. Hutan termasuk dalam bagian lingkungan

hidup yang memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia

seperti perekonomian, kesehatan, dan menjaga ekosistem di daratan. Menjaga

kelestarian hutan menjadi tugas utama setiap manusia agar lingkungan hidup

di sekitarnya dapat menjalankan fungsi dan peran masing-masing yang harus

dijaga. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk hutan

adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan

fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,

pengawasan, dan penegakan hukum. Berdasarkan Pasal 1 ayat 4 Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Page 52: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

35

Pengelolaan Lingkungan Hidup, rencana perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup yang disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang

memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan

pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. Pasal 2 mengatur mengenai

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan

asas:

a. Tanggung jawab negara;

b. Kelestarian dan keberlanjutan;

c. Keserasian dan keseimbangan;

d. Keterpaduan;

e. Manfaat;

f. Kehati-hatian;

g. Keadilan;

h. Ekoregion;

i. Keanekaragaman hayati;

j. Pencemar membayar;

k. Kearifan lokal;

l. Tata kelola pemerintahan yang baik; dan

m. Otonomi daerah.

Asas-asas tersebut merupakan pengaturan untuk melindungi dan mengelola

lingkungan hidup agar tidak terjadi kerusakan dan kehancuran lingkungan

hidup sehingga dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan dapat bertahan

hingga ke depannya. Salah satu asas yang menarik adalah pencemar

Page 53: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

36

membayar, dalam asas ini dapat diartikan bahwa setiap subjek yang

menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup wajib

bertanggung jawab untuk membayar kerugian pihak korban yang terkena

dampak polusi. Perlindungan lingkungan hidup dalam hal ini hutan sangat

penting karena maraknya kasus perusakan hutan yang dapat berbahaya bagi

lingkungan hidup dan mencemari lingkungan sekitarnya. Kerusakan

lingkungan hidup merupakan suatu kejadian yang merusak lingkungan yang

mengakibatkan perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup.

Kerusakan ini diakibatkan oleh tindakan orang yang menimbulkan perubahan

langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati

lingkungan hidup sehingga merusak lingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 3

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk:

a. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;

b. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian

ekosistem;

c. Menjamin terpenuhinya, keadilan generasi masa kini dan generasi

masa depan;

d. Mengantisipasi isu lingkungan global.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ini meliputi perencanaan,

pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum untuk para pihak yang

bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan yang dapat membahayakan

lingkungan hidup. Pengendalian mengenai pencemaran dan/atau kerusakan

Page 54: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

37

lingkungan hidup dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah,

penanggung jawab usaha, dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran,

dan tanggung jawab masing-masing. Salah satu pelaksanaan untuk

meningkatkan kelestarian lingkungan hidup adalah penerapan instrumen

ekonomi lingkungan hidup. Instrumen ekonomi lingkungan hidup salah

satunya adalah instrumen pendanaan lingkungan yaitu dana jaminan pemulihan

lingkungan hidup, penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan

pemulihan lingkungan hidup serta dana untuk konservasi. Pasal 53 Ayat (1)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur bahwa setiap

orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib

melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Pasal 53 Ayat (2) mengatur bahwa penanggulangan pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan:

(a) Pemberian informasi peringatan dan/atau kerusakan lingkungan

hidup kepada masyarakat;

(b) Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

(c) Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan

hidup;

(d) Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Pasal 54 Ayat (1) UU PPLH mengatur bahwa setiap orang yang melakukan

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan

Page 55: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

38

fungsi lingkungan hidup. Pemulihan fungsi lingkungan hidup berdasarkan ayat

(2) dilakukan dengan tahapan:

(a) Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur

pencemaran;

(b) Remediasi;

(c) Rehabilitasi;

(d) Restorasi; dan/atau

(e) Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Hak, kewajiban, dan larangan yang diatur dalam UU PPLH terdapat dalam

BAB X yang terdiri dari:

Pasal 65:

(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai

bagian dari hak asasi manusia.

(2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses

informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas

lingkungan hidup yang baik dan sehat.

(3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana

usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak

terhadap lingkungan hidup.

(4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran

dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Page 56: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

39

Pasal 67 mengatur bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian

fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup.

Pasal 68:

Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:

a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;

b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan

c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria

baku kerusakan lingkungan hidup.

Larangan pencemaran udara yang disebabkan oleh pembakaran hutan diatur

dalam Pasal 69 UU PPLH

(a). setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;

(h). setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara

membakar;

(j). setiap orang dilarang memberikan informasi palsu, menyesatkan,

menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan

yang tidak benar.

Permasalahan ganti kerugian dan pemulihan lingkungan diatur dalam Pasal 87

Ayat 1 bahwa setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang

melakukan perbuatan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang

menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib

membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Pasal 108 UU

Page 57: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

40

PPLH mengatur bahwa Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)

tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan

paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 119 UU

PPLH mengatur bahwa Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-

undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau

tindakan tata tertib berupa:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;

b. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;

c. perbaikan akibat tindak pidana;

d. kewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau

e. penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga)

tahun.

I. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

Perusakan hutan merupakan proses, cara atau perbuatan merusak hutan

melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau

penggunaan izin bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di

dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang

sedang diproses penetapannya oleh pemerintah. Perusakan hutan dalam hal ini

dapat dilakukan subjek atau pemegang izin yang telah diberikan izin untuk

melakukan kegiatan di hutan yang tujuannya adalah pemanfaatan hutan untuk

dikelola dengan memanfaatkan beberapa sumber daya alamnya.

Page 58: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

41

Perusakan hutan perlu dicegah dan diberantas untuk meningkatkan kualitas

lingkungan hidup masyarakat sekitar dan negara tetangga. Pasal 3 Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan mengatur bahwa tujuan pemberantasan

perusakan hutan adalah untuk memberikan efek jera para pelaku perusakan

hutan, menjamin dan menjaga kelestarian lingkungan hutan, mengoptimalkan

pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan dengan memperhatikan

keseimbangan fungsi hutan guna terwujudnya masyarakat sejahtera, dan

meningkatnya kemampuan dan koordinasi aparat penegak hukum dan pihak-

pihak terkait dalam menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan

hutan. Perkara perusakan hutan harus didahulukan dalam persidangan dari

perkara lain guna penyelesaian secepatnya. Pasal 11 Ayat 2 dan 3 Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan mengatur bahwa perbuatan perusakan hutan

secara terorganisasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok

yang terstruktur, yang terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih dan yang bertindak

secara bersama- sama pada waktu tertentu dengan tujuan melakukan

perusakan hutan. Kelompok terstruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

tidak termasuk kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam

dan/atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan perladangan tradisional

dan/atau melakukan penebangan kayu di luar kawasan hutan konservasi dan

hutan lindung untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan komersial.

Page 59: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

42

J. Peraturan MA Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi

Korporasi merupakan suatu entitas atau subjek hukum yang keberadaannya

memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan

ekonomi dan pembangunan nasional, namun dalam kenyataannya korporasi

ada kalanya juga melakukan pelbagai tindak pidana (corporate crime) yang

membawa dampak kerugian terhadap negara dan masyarakat. Pada

kenyataannya korporasi dapat menjadi tempat untuk menyembunyikan harta

kekayaan hasil tindak pidana yang tidak tersentuh proses hukum dalam

pertanggungjawaban pidana (criminal liability). Beberapa undang-undang di

Indonesia menyebutkan bahwa korporasi sudah menjadi subjek tindak pidana

yang dapat diminta pertanggungjawabannya. Korporasi merupakan suatu

perkumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisir, baik merupakan

badan hukum maupun bukan badan hukum. Berdasarkan kategori

permasalahan pidana, tindak pidana korporasi merupakan tindak pidana yang

dapat diminta pertanggungjawaban pidananya kepada korporasi sesuai

dengan undang-undang yang mengatur tentang korporasi.

Berdasarkan tindak pidana korporasi, pembentukan Peraturan Mahkamah

Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara

Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi dimaksudkan untuk

menjadi pedoman bagi para penegak hukum dalam menangani perkara tindak

pidana dengan pelaku korporasi atau pengurusnya. Peraturan ini dibentuk

dengan tujuan mengisi kekosongan hukum acara pidana untuk penanganan

perkara pidana dengan pelaku korporasi dan/atau pengurusnya. Tindak pidana

Page 60: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

43

oleh korporasi merupakan tindakan yang dilakukan oleh orang berdasarkan

hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun

bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama korporasi di dalam

maupun di luar lingkungan korporasi.

Permasalahan pertanggungjawaban dalam tindak pidana korporasi dapat

diminta pertanggungjawabannya sesuai dalam pasal 4 Peraturan Mahkamah

Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara

Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi yang mengatur bahwa

korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan

ketentuan pidana korporasi dalam undang-undang yang mengatur mengenai

korporasi. Salah satu penjatuhan pidana terhadap kejahatan korporasi, hakim

dapat menilai kesalahan korporasi yaitu korporasi membiarkan terjadinya

tindakan pidana atau korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang

diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar

dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku untuk

menghindari terjadinya tindak pidana. Pertanggungjawaban korporasi tidak

dapat berhenti sekalipun para pengurus korporasi berhenti atau meninggal

dunia. Pertanggungjawaban terhadap korporasi yang telah bubar atau berhenti

setelah terjadinya tindak pidana tidak dapat dipidana, akan tetapi, terhadap

aset milik korporasi yang diduga untuk melakukan kejahatan dan/atau

merupakan hasil kejahatan, maka penegakan hukumnya dilaksanakan sesuai

dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan. Gugatan yang dimaksud dapat diajukan terhadap mantan pengurus,

Page 61: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

44

ahli waris atau pihak ketiga yang menguasai aset milik korporasi yang telah

bubar tersebut.

Penanganan mengenai pertanggungjawaban korporasi yang bisa melarikan

diri dari tanggung jawab dengan membubarkan diri sehingga terhindar dari

pemidanaan baik yang dilakukan setelah maupun sebelum penyidikan, Ketua

Pengadilan atas permintaan penyidik dapat mengeluarkan penetapan yang

dapat menunda segala upaya atau proses pembubaran korporasi yang sedang

dalam proses hukum sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum.

Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud hanya dapat diberikan sebelum

permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang atau setelah

permohonan pailit didaftarkan. Penetapan tidak dapat diajukan apabila

korporasi bubar karena berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditentukan

dalam dokumen pendirian.

Korporasi dapat dikenakan pertanggungjawaban dan pemidanaan yang

dijatuhkan oleh hakim terhadap korporasi atau pengurus, atau pengurus dan

korporasi. Pemidanaan terhadap korporasi dan/atau pengurus tidak menutup

kemungkinan penjatuhan pidana terhadap pelaku lain yang berdasarkan

ketentuan undang-undang terbukti terlibat dalam tindak pidana tersebut.

Dalam hal tindak pidana kejahatan korporasi, korporasi dan pengurus

diajukan bersama-sama sebagai terdakwa sedangkan masalah putusan

pemidanaan dan bukan pemidanaan mengikuti ketentuan yang telah diatur.

Page 62: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penyusunan skripsi berjudul “Analisis Yuridis ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution dan Implementasinya di Indonesia” agar dapat

terarah dan sistematis, penulisan skripsi ini dibuat berdasarkan metode-metode

tertentu. Hal ini dikarenakan, suatu penelitian merupakan usaha untuk

menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.43

Skripsi ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif (Normative Legal

Research) yaitu penelitian hukum kepustakaan yang mengacu pada norma

hukum yang terdapat dalam peraturan internasional dan peraturan perundang-

undangan.44 Kemudian juga mendasar pada karakteristik yang berbeda dengan

penelitian ilmu sosial pada umumnya.45 Normatif sering kali disebut dengan

penelitian doctrinal yaitu objek penelitiannya adalah dokumen perundang-

undangan dan bahan pustaka.46

Hal paling mendasar dalam penelitian ilmu hukum normatif, adalah

bagaimana seorang peneliti menyusun, merumuskan masalah penelitiannya

43Ronny Hanitijo Soemitro. Metodelogi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia; 1982. hlm.2. 44Soedjono Soekanto & Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Cet.9. Jakarta: Rajawali Press. 2006. Hlm.23. 45Asri Wijayanti & Lilik Sofyan Achmad, Strategi Penulisan Hukum, Bandung : CV Lubuk Agung, 2011, hlm.43. 46Soedjono & Abdurahman, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 56.

Page 63: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

46

secara tepat dan tajam dan bagaimana seorang peneliti memilih metode untuk

menentukan langkah-langkahnya serta bagaimana ia melakukan perumusan

dalam membangun teorinya.47 Penelitian ini merupakan suatu penelitian

hukum yang pendekatannya dilakukan berdasarkan bahan pustaka atau data

sekunder, menelaah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas

hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan dan sistem hukum.48

Fokus penelitian ini adalah hukum positif, di mana hukum positif adalah

hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu, yaitu suatu aturan

atau norma tertulis yang secara resmi dibentuk dan diundangkan oleh

penguasa, di samping hukum yang tertulis tersebut terdapat norma di dalam

masyarakat yang tidak tertulis secara efektif mengatur perilaku anggota

masyarakat.49

B. Pendekatan Masalah

Dalam penulisan skripsi pendekatan masalah diperlukan untuk lebih

menjelaskan dan mencapai maksud serta tujuan penelitian. Pendekatan

masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui

tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai tujuan. Pendekatan

tersebut dimaksudkan agar pembahasan dapat terfokus pada permasalahan.

Penelitian menggunakan pendekatan masalah ini dilakukan dengan cara

menginventaris bahan-bahan hukum, kemudian penelitian dilakukan dengan

cara meneliti dan mengkaji seluruh bahan pustaka atau data sekunder berupa 47Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Mandar Maju 2008, hlm. 80. 48Soejono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2003. hlm.13. 49Asri Wijayanti dan Lilik Sofyan Achmad. Strategi Penulisan Hukum. Bandung: CV Lubuk Agung; 2011. hlm.43.

Page 64: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

47

peraturan internasional dan nasional lalu melakukan analisis pribadi mengenai

permasalahan.

C. Sumber Data, Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

1. Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian hukum normatif adalah data

sekunder. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, data primer

adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka.50 Sumber data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan hasil

telaah data primer dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau

oleh pihak lain.51 Sumber data terdiri dari:

1) Bahan hukum primer :

a. Rio Declaration on Environment and Development 1992

b. ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution

c. Polluter Pays Principle

d. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan

e. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

f. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

50Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009, hlm.13-14. 51Husein Umar. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2005. hlm.42.

Page 65: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

48

g. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun

2016 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh

Korporasi

2) Bahan hukum sekunder yang terdiri dari beberapa buku, skripsi,

artikel, jurnal, surat kabar, internet, hasil-hasil penelitian, pendapat

para ahli atau sarjana hukum uang dapat mendukung dalam pemecahan

masalah yang diteliti dalam penelitian ini.

3) Bahan hukum tersier yang terdiri dari bahan-bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, yaitu kamus dan ensiklopedia serta bahan-bahan lainnya

yang menunjang data penelitian.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan diolah dalam penulisan skripsi ini

adalah menggunakan teknik studi kepustakaan yaitu dengan

mengumpulkan berbagai ketentuan perundang-undangan, dokumentasi,

literatur, serta mengakses internet yang berkaitan dengan permasalahan

dalam lingkup hukum internasional maupun lingkup hukum nasional.52

52Soejono Soekanto dan Sri Mamudji. Op.Cit; hlm.41.

Page 66: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

49

3. Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dan telah terkumpul langkah berikutnya yang

dilakukan adalah data tersebut diolah agar dapat memberikan gambaran

mengenai masalah yang diajukan. Tahapan pengelolaan data dalam

penulisan skripsi ini meliputi tahapan sebagai berikut:53

1) Identifikasi data atau seleksi data yaitu mencari data yang diperoleh

untuk disesuaikan dengan pembahasan yang akan dilakukan dengan

menelaah peraturan, buku atau artikel yang berkaitan dengan judul dan

permasalahan dan sesuai dengan keperluan penelitian.

2) Klasifikasi data yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya

diklasifikasi atau di kelompokan sehingga diperoleh data yang benar-

benar objektif.

3) Penyusunan data atau sistematika data yaitu menyusun data menurut

sistematika yang telah ditetapkan dalam penelitian sehingga

memudahkan peneliti dalam menginterpretasikan data.

D. Analisis Data

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan bahan-bahan yang diperoleh

dari tinjauan kepustakaan yang bersumber dari buku-buku dan literatur lain.

Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara normatif, yaitu

membandingkan data yang diperoleh dengan aturan hukum. Metode yang

digunakan dalam analisis data adalah analisis kualitatif yaitu memberikan arti

dari setiap data yang diperoleh dengan cara menggambarkan atau

53Abdulkadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti; 2004. hlm.122.

Page 67: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

50

menguraikan data hasil penelitian dalam bentuk uraian kalimat secara

terperinci, teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif yang

bertujuan untuk memudahkan interpretasi data dan analisis54 serta kemudian

ditariklah beberapa kesimpulan sebagai jawaban dari masalah yang diangkat

dalam penulisan ini.

54Ibid; hlm.127.

Page 68: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis uraikan dalam bab

sebelumnya, maka kesimpulan dari tulisan ini adalah:

1. Hukum Internasional telah mengatur mengenai kesehatan lingkungan

yang wajib di jaga khususnya dalam hal ini adalah masalah polusi

asap lintas batas (transboundary haze pollution). Berdsarkan Rio

Declaration on Environment and Development 1992, mengamanahkan

bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup di lingkungan yang

baik dan tidak tercemar. Manusia juga harus menghargai manusia lain

antar negara dengan tidak melakukan kegiatan yang dapat

menimbulkan kerugian bagi negaranya sendiri maupun negara lain.

Perlindungan serta pembangunan akan lingkungan diperlukan untuk

tetap dapat dinikmati di masa depan. Rio Declaration on Environment

and Development 1992 hanya sebagai dasar untuk pembentukan

hukum lingkungan internasional kedepannya karena belum membahas

mengenai sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran hukum

lingkungan internasional. Secara regional penanganan

Page 69: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

96

penanggulangan asap diatur pad ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution.

2. Menurut ASEAN Indonesia telah menjadikan asap lintas batas sebagai

masalah yang serius, maka langkah ratifikasi ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution melalui Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 26 Tahun 2014 tentang Pengesahan ASEAN

Agreement on Transboundary Haze Pollution merupakan suatu

keuntungan dan keharusan bagi Indonesia. Tindakan ratifikasi tersebut

menandakan bahwa Indonesia telah serius dan fokus untuk

penanganan masalah transboundary haze pollution. Indonesia

memiliki beberapa perangkat aturan hukum untuk menangani masalah

kebakaran hutan dan lingkungan hidup. Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi dasar

untuk melindungi dan menangani permasalahan dalam perusakan

hutan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai

peraturan yang menjaga lingkungan hidup dan kriteria perusakan

lingkungan hidup baik air, daratan, maupun di udara. Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan dibentuk untuk lebih fokus dalam

menangani permasalahan yang dapat mengakibatkan kerusakan hutan

dan memidanakan setiap subjek yang melakukan kegiatan di hutan

sehingga menyebabkan kerusakan hutan. Lalu Peraturan MA Republik

Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan

Page 70: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

97

Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi ditujukan untuk korporasi yang

dalam pelaksanaan kegiatannya menyebabkan kerusakan baik pada

lingkungan dan masyarakat sekitar sehingga pihak korporasi dapaat

dikenakan pidana.

B. Saran

ASEAN Agreement on Tranboundary Haze Pollution belum mengatur

secara rinci mengenai transboundary haze pollution. Tidak adanya sanksi

bagi pelanggar merupakan kekurangan dalam AATHP. Tantangan yang

dihadapi oleh ASEAN adalah adanya prinsip Non-Interference sehingga

mengakibatkan tidak ada yang dapat mencampuri urusan serta mengadili

negara anggota. Menurut penulis apabila tidak dapat dilakukan pengadilan

di regional ASEAN maka dapat dibentuk tim pencari fakta untuk

pembuatan annual report dari kasus transboundary haze pollution di

ASEAN. Dalam lingkup nasional, pemerintah Indonesia dapat membentuk

atau merevisi peraturan perundang-undangan untuk tidak melakukan

segala tindak pembakaran hutan, melakukan pencabutan izin usaha dari

pihak pelaku yang terbukti melakukan pembakaran hutan, dan

memberikan sanksi denda untuk melakukan ganti rugi atau memperbaiki

hutan yang rusak akibat pembakaran hutan.

Page 71: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Ali Chidir. (1987), Badan hukum. Bandung : Alumni. Andi A. Khairunnisa dan Iman Prihandono, (2016), Tanggung Jawab

Korporasi Multinasional dalam Hukum HAM Internasional. Surabaya: Airlangga University Press.

Bahder Johan Nasution, (2008), Metode Penelitian Hukum, Bandung: Mandar Maju.

Elli Louka. (2006). International Environmental Law, Fairness, Effectiveness, and World Order. United Kingdom : Cambridge University Press.

Hardjasoemantri, Koesnadi. (2001), Hukum Tata Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Laode M Syarif dan Andri G Wibisana. (2010). Hukum Lingkungan Teori, Legislasi dan Studi Kasus. Jakarta: USAID.

Muhammad, Abdulkadir, (2004), Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Muladi dan Dwidja Priyanto, (2010), Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: Kencana.

Muthalib, Abdul. (2015), Hukum Internasional dan Perkembangannya, Bandar Lampung: BP Justice Publisher.

Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, (2000), Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Lingkup Berlakunya Ilmu, Buku I, Bandung, Alumni.

Mochtar Kusumaatmaatmadja dan Etty R. Agoes. (2015). Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Alumni.

N.H.T. Siahaan. (2014). Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga.

Rangkuti, Sundari. (2000). Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Surabaa: Airlangga University Press.

Silalahi , Daud, (2001), Hukum Lingkungan (Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia). Bandung : PT. Alumni.

Soemitro , Ronny Hanitijo. (1982). Metodelogi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soedjono & Abdurahman, (2003), Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta.

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, (2009), Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Page 72: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

99

Umar , Husein. (2005). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wijayanti, Asri & Lilik Sofyan Achmad, (2011), Strategi Penulisan Hukum, Bandung : CV Lubuk Agung.

B. Artikel, Jurnal. Skripsi Anindya, Afra Monica. (2017). Transformasi Sekuritisasi Singapura

terhadap Isu Transboundary Haze Pollution (THP) dari Indonesia Tahun 1997-2016. Vol. 6 No. 2 JAHI, Surabaya: Universitas Airlangga.

Asdar. (2015). Transboundary Haze Pollution Di Malaysia Dan Singapura Akibat Kebakaran Hutan Di Provinsi Riau Ditinjau Dari Hukum Lingkungan Internasional. Vol. 4 No. 3. Sulawesi: Universitas Tadulako.

Ayu Nurul Alfia, dkk. (2016). Tanggung Jawab Perusahaan Transnasional Dalam Kebakaran Hutan Di Riau Dalam Perspektif Hukum Internasional. Vol. 5 No. 3. Semarang: Universitas Diponegoro.

Dwidja, Priyatno. (2007). Reorientasi dan Reformulasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Kebijakan Kriminal dan Hukum Pidana. Universitas Islam Bandung.

Fadhlan Dini Hanif, et.al. (2013). Tanggung Jawab Negara (State Responsibility) Terhadap Pencemaran Udara Lintas Batas Negara Berdasarkan Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution. Riau: Universitas Riau.

Huda, Tegar Khaerul, (2013). Penerapan Asas Pencemar Membayar (Polluter Pays Principle) Dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Diluar Pengadilan Sebagai Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Di Kota Semarang. FH Universitas Negri Semarang.

Kurnia, Akbar. (2015). Transboundary Haze Pollution Dalam Perspektif Hukum Lingkungan Internasional. Jurnal Ilmu Hukum. Vol.6. No.1. Jambi : Fakultas Hukum Universitas Jambi.

Malvin Edi Darma dan Ahmad Redi. (2018). Jurnal : “Penerapan Asas Polluter Pay Principle dan Strict Liability Terhadap Pelaku Pembakaran Hutan”. Vol. 1 No. 1. Jakarta: Universitas Tarumanegara.

Manurung, Dina S.T. (2014). Pengaturan Hukun Internasional Tentang Tanggung jawab Negara dalam Pencemaran Udara Lintas Batas. Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Muhdar, Muhamad. (2009). Eksistensi Polluter Pays Principle Dalam Pengaturan Hukum Lingkungan di Indonesia. Vol. 21. No. 1 Mimbar Hukum. Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.

Muryati, Dewi Tuti. (2007). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Kaitannya Dengan Kebijakan Lingkungan Hidup. Law Reform. Vol. 2. No. 2. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Prihandono, Iman. (2008). Status dan Tanggung Jawab Multi National Companies (MNCs) Dalam Hukum Internasional. Jurnal Global dan

Page 73: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

100

Strategis. Vol. 2. No. 1. Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Raisa Rafina. (2013). Kerjasama Negara-Negara Asean Dalam Pengendalian Pencemaran Udara Lintas Batas Negara Di Lihat Dari Hukum Internasional. Journal of International Law. Vol. 1. No. 2. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Ritonga, Amrul. (2015). Korporasi Yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi Pada Pasal 20 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menurut Perspektif Fiqih Jinayah. UIN Sultan Syarif Riau.

Siciliya Mardian yo’el. (2016). Efektifitas ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution Dalam Penanggulangan Pencemaran Asap Lintas Batas di ASEAN. Arena Hukum . Vol.9. No.3. Kediri: Universitas Islam Kediri

Sudariyanto, Muhammad Arif. (2018). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Bidang Perindustrian. Mimbar Keadilan Jurnal Ilmu Hukum. Edisi Februari 2018. Surabaya: Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945. Surabaya.

Suadela. (2009). Bentuk pertanggungjawaban Indonesia terhadap Malaysia dan singapura dalam masalah kabut asap di provinsi riau. Vol. 1 No. 1. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara.

Sundari, Wepi. (2016). Implementasi Prinsip International Responsibility (Tanggung Jawab Internasional) Dalam Kasus Dampak Kebakaran Hutan Di Indonesia Terhadap Negara-Negara Tetangga. Bandung. Fakultas Hukum Pasundan.

Tegar Khaerul Huda. (2013). Skripsi: “Penerapan Asas Pencemar Membayar (Polluter Pays Principle) dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Diluar Pengadilan Sebagai Upaya Penegakan Hukum Lingkungan di Kota Semarang”. Semarang: Universitas Neger Semarang.

Yeni Widowaty. (2017). Prosiding Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pencemaran Dalam Pengelolaan Sampah Berdasar Polluter Pays Principle. Yogyakarta: UMY.

C. Dokumen

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution Deklarasi Stockholm. London Protocol, (International Maritime Organization), 1972/1996. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016

Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Rio Declaration on Environment and Development 1992

Page 74: ANALISIS YURIDIS ASEAN AGREEMENT ON …digilib.unila.ac.id/58103/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdengan pendekatan masalah perjanjian internasional dan pendekatan masalah peraturan

101

D. Website

BBC. “Kabut Asap Singapura ‘mengancam jiwa’”. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/06/130621_singapura_haze. LSE. “What is Polluter Pays Principle”. Diakses dari http://www.lse.ac.uk/GranthamInstitute/faqs/what-is-the-polluter-pays-principle/.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. “Maritim Indonesia, Kemewahan yang Luar Biasa”. Diakses dari http://kkp.go.id/artikel/2233-maritim-indonesia-kemewahan-yang-luar-biasa.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Pencegahan Karhutla Berhasil Tekan Angka Defortasi”. Diakses dari http://www.menlhk.go.id/siaran-81-pencegahan-karhutla-berhasil-tekan-angka-deforestasi.html.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 258. Kementerian lingkungan hidup Republik indonesia, “Indonesia Meratifikasi Undang-Undang tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas”, http://www.menlh.go.id/indonesia-meratifikasi-undang-undang-tentang-pengesahan-asean-agreement-on-transboundary-haze-pollution-persetujuan-asean-tentang-pencemaran-asap-lintas-batas/.

Melda Kamil A. Ariadhno. (1999). Majalah :“Prinsip-Prinsip dalam Hukum LIngkungan Internasional”. Diakses dalam http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/view/553/487.

Menlhk “Rekapitulasi Luas Kebakaran Hutan dan Lahan (Ha) Per Provinsi di Indonesia Tahun 2014-2019”. Diakses dalam http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran pada Rabu 19 Juni 2019 08.00 WIB

OECD. “Recomendation of the Council on Guiding Principles concerning Internasional Economic Aspects of Environmental Policies”. Diakses dari https://legalinstruments.oecd.org/en/instruments/OECD-LEGAL-0102.

Syahnan Rangkuti, regional kompas “Kebakaran Hutan di Riau, Dua Perusahaan Sawit Jadi Tersangka”, diakses dari https://regional.kompas.com/read/2016/09/15/15573291/kebakaran.hutan.di.riau.dua.perusahaan.sawit.jadi.tersangka.

Tempo.co. “Luas Kebakaran Hutan dan Lahan Turun di 2017”. Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/1022567/luas-kebakaran-hutan-dan-lahan-turun-di-2017.

UNECE. “Convention on long-range transboundary air pollution”. Diakses dari https://www.unece.org/fileadmin/DAM/env/lrtap/full%20text/1979.CLRTAP.e.pdf.