analisis volatilitas harga komoditas kopi di provinsi … · 2020. 9. 18. · robusta, luas...
TRANSCRIPT
ANALISIS VOLATILITAS HARGA KOMODITAS KOPI
DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
NASRAWATI
105961113516
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
ANALISIS VOLATILITAS HARGA KOMODITAS KOPI
DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
NASRAWATI
105961113516
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Strata Satu (S-1)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iii
iv
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Volatilitas
Harga Komoditas Kopi di Provinsi Sulawesi Selatan adalah benar merupakan
hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, 31 Agustus 2020
Nasrawati
105961113516
vi
ABSTRAK
NASRAWATI. 105961113516. Analysis of the Volatility of Coffee Commodity
Prices in South Sulawesi Province. Supervised by SRI MARDIYATI and
SUMARNI B.
This study aims to determine how the volatility of coffee commodity prices
in South Sulawesi Province and what factors influence the volatility of coffee
commodity prices in South Sulawesi Province.
This study uses secondary data (time series) from 1990-2019. This type of
research is quantitative. The analysis used in this study is Autoregressive
Conditional Heteroscedasticity (ARCH) Generalized Autoregressive Conditional
Heteroscedasticity (GARCH) and multiple linear regression analysis.
The results of this study indicate that the coffee commodity in South
Sulawesi Province has low price volatility with an ARCH probability value of
0.1889, the factors (variables) that significantly influence the price volatility of
coffee commodities in South Sulawesi Province are coffee production and
inflation, the value of the F test. (over all test) is 7,132 and it affects the
confidence level of 99 percent, the coefficient of the price volatility of coffee is
34.56 percent.
Keywords: Volatility, Prices, Coffee.
vii
ABSTRAK
NASRAWATI. 105961113516. Analisis Volatilitas Harga Komoditas Kopi di
Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh SRI MARDIYATI dan SUMARNI B.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana volatilitas harga
komoditas kopi di Provinsi Sulawesi Selatan dan faktor-faktor apa yang
mempengaruhi volatilitas harga komoditas kopi di Provinsi Sulawesi Selatan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder (time series) dari tahun 1990-
2019 jenis penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif. Analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Autoregressive Conditional Heteroscedasticity
(ARCH) Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH)
dan analisis regresi linear berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komoditas kopi di
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki volatilitas harga yang rendah dengan nilai
probabilitas ARCH sebesar 0,1889, faktor (variabel) yang berpengaruh nyata
terhadap volatilitas harga komoditas kopi di Provinsi Sulawesi Selatan adalah
produksi kopi dan inflasi, nilai uji F (over all test) adalah 7,132 dan berpengaruh
terhadap tingkat kepercayaan 99 persen, coefisien volatilitas harga komoditas
kopi 34,56 persen.
Kata Kunci : Volatilitas, Harga, Kopi.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya-
lah sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Tak lupa pula kami
ucapkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah
yang telah menghantarkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh
berkah.
Judul skripsi yang akan dibahas adalah “Analisis Volatilitas Harga
Komoditas Kopi di Provinsi Sulawesi Selatan”. skripsi ini merupakan tugas akhir
yang di ajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh sarjana S1 Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penyusun sangat berharap semoga dengan adanya skripsi ini dapat
memberikan sedikit gambaran dan memperluas wawasan ilmu yang penyusun
miliki.
Kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya skripsi ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung, terutama kepada yang terhormat;
1. Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P., Selaku pembimbing Utama dan Sumarni B,
S.P., M.Si., Selaku Pembimbing Pendamping yang telah membimbing saya
dalam penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P., Selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P., Selaku Ketua Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
ix
4. Kedua orangtua dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan bantuan,
baik moril maupun material sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu kepada
penyusun.
6. Semua teman-teman yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal
hingga akhir yang tidak dapat di sebut satu persatu.
Akhir kata saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, 31 Agustus 2020
Nasrawati
x
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ………………………………………. iv
HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………….... v
ABSTRAK ………………………………………………………………….. vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xii
DAFTAR DIAGRAM .……………………………………………………... xiii
DAFTAR KURVA …………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xv
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
1.4 Kegunaan Penelitian .......................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1 Komoditas Kopi ................................................................................. 5
2.2 Konsep Volatilitas .............................................................................. 8
2.3 Teori Harga ........................................................................................ 11
2.4 Konsep Inflasi .................................................................................... 19
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volatilitas Harga ....................... 22
2.6 Penelitian Terdahulu yang Relevan ................................................... 25
2.7 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 31
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 32
xi
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 32
3.2 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 32
3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 33
3.4 Teknik Analisis Data .......................................................................... 33
3.5 Definisi Operasional .......................................................................... 38
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................................... 39
4.1 Keadaan Geografis ............................................................................. 39
4.2 Keadaan Demografis .......................................................................... 40
4.3 Keadaan Pertanian .............................................................................. 43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 45
5.1 Keragaan Komoditas Kopi di Provinsi Sulawesi Selatan ................... 45
5.2 Volatilitas Harga Komoditas Kopi ..................................................... 47
5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volatilitas Harga
Komoditas Kopi .................................................................................
55
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 58
6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 58
6.2 Saran .................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 59
LAMPIRAN …………………………………………………………………
62
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 68
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Luas Lahan dan Produksi Kopi Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Sulawesi Selatan 2019 ................................................................................ 2
2. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2016-2019 ........................................................... 41
3. Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Jenis
Kelamin Tahun 2016-2019 ......................................................................... 42
4. Kelompok Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Menurut
Kelompok Umur ......................................................................................... 43
5. Hasil Uji Autokorelasi Harga Kopi Periode 1990-2019 ............................ 48
6. Uji Stasioneritas Data Harga Kopi dengan Konstanta/Tren atau Tanpa
Konstanta/Tren Periode 1990–2019 . .......................................................... 49
7. Uji Stasioneritas Data Harga Kopi First Difference Periode
1990–2019 . ................................................................................................. 49
8. Model Rataan Harga Kopi Terbaik . ........................................................... 50
9. Model ARCH GARCH Terbaik . ................................................................ 52
10. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Volatilitas Harga Komoditas Kopi di Provinsi Sulawesi Selatan .............. 55
xiii
DAFTAR DIAGRAM
Nomor Halaman
Teks
1. Nilai Kurtosis Data Harga Kopi Periode 1990–2019 .................................. 48
2. Uji Normalitas Residual Model Arima (1,1,2) Untuk
Harga Kopi di Sulawesi Selatan Periode 1990–2019 .................................. 50
3. Uji Normalitas Residual Terhadap Model ARCH (1) Untuk
Harga Kopi di Sulawesi Selatan Periode 1990–2019 .................................. 52
xiv
DAFTAR KURVA
Nomor Halaman
Teks
1. Kurva Perkembangan Luas Lahan Kopi di Provinsi Sulawesi
Selatan Pada Tahun 1990-2019 ................................................................... 45
2. Kurva Perkembangan Produksi Kopi di Provinsi Sulawesi
Selatan Pada Tahun 1990-2019 ................................................................... 46
3. Kurva Volatilitas Harga Kopi di Sulawesi Selatan Periode
1990–2019 ................................................................................................... 54
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Peta Lokasi Penelitian .............................................................................. 63
2. Perilaku ACF dan PACF Data Harga Kopi First Difference
Periode 1990/2019 …................................................................................ 64
3. Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volatilitas
Kopi di Provinsi Sulawesi Selatan .……………………………………... 65
4. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Data di Badan Pusat Statistik…… 66
5. Website Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan ……………………….. 66
6. Surat Penelitian Badan Pusat Statistik ………………………………….. 67
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia terkenal sebagai negara agraris dimana mayoritas rakyat
Indonesia berprofesi sebagai petani, sektor yang sudah sepantasnya menjadi
pokok prioritas pemerintah dalam pembangunan. Pertanian yang menjadi
tumpuan mayoritas rakyat Indonesia untuk mempertahankan hidup. Selama ini
kegiatan usahatani lebih banyak dilakukan petani yang belum mempunyai akses
terhadap manajemen usaha, jangkauan pasar dan efisiensi produksi. Jenis
komoditas perkebunan yang dikembangkan di Indonesia yaitu komoditas kakao,
kopi, cengkeh, karet, kelapa dan lain-lainnya (Yasier, 2016).
Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar di dunia
setelah Brazil, Vietnam, dan Colombia dengan produksi 651 ribu ton biji kopi
atau 8,9 persen dari produksi dunia. Ada sekitar 67% total produksi kopi di
ekspor, sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Selain itu produk-produk hasil Perkebunan memiliki prospek yang bagus untuk
dikembangkan. Prospek itu antara lain adalah tumbuhnya industri hilir sampai
hulu, hal ini menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan penghasilan petani
dengan nilai jual yang tinggi, tersedianya lahan yang cukup luas serta
menghasilkan aneka produk olahan yang memenuhi kebutuhan masyarakat,
(Panggabean, 2011).
Provinsi yang menjadi sentra produksi kopi di indonesia antara lain di Aceh,
Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Bali,
2
NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Papua. Kopi merupakan salah
satu komoditi unggulan Indonesia di bidang perkebunan yang peranannya dalam
perekenomian nasional sangat penting. Enam kontribusi komoditas kopi terhadap
ekonomi nasional, yaitu: sebagai sumber devisa Negara, pendapatan petani,
menciptakan lapangan kerja, pembangunan wilayah, pendorong agribisnis serta
agroindustri, dan pendukung konservasi lingkungan.
Sulawesi Selatan adalah sentra pengembangan jenis kopi arabika dan
robusta, luas perkebunan kopi nasional, produksi dan produktivitas lima tahun
terakhir di uraikan pada Tabel sebagai berikut.
Tabel 1. Perkembangan Produksi, Luas Lahan dan Produktivitas Tanaman Kopi di
Provinsi Sulawesi Selatan Periode 2015-2019
Tahun Produksi (ton) Luas Lahan (ha) Produktivitas (ha/ton)
2015 30.548 72.852 620
2016 31.901 73.429 638
2017 33.486 73.465 633
2018 34.716 73.375 675
2019 32.197 69.657 658
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan dalam angka 2020
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah tertinggi perkembangan
produksi tanaman kopi di Sulawesi Selatan pada tahun 2018 sebesar 34.716 ton,
luas lahan pada tahun 2017 sebesar 73.465 ha dan produktivitas pada tahun 2018
sebesar 675 ha/kg. Berdasarkan Tabel tersebut mengalami fluktuasi dari tahun ke
tahun.
Kopi termasuk komoditas terbesar kedua yang paling banyak
diperdagangkan di dunia setelah minyak bumi dan jenis minuman yang paling
3
banyak dikonsumsi di dunia setelah air. Kopi merupakan komoditas pertanian
yang memiliki nilai volatilitas harga yang tinggi yang ditandai dengan tingginya
fluktuasi harga dari waktu ke waktu (Rahardjo, 2012).
Fluktuasi atau naik turunnya harga dapat dilihat dengan volatilitas, dimana
volatilitas adalah pengukuran statistik untuk fluktuasi harga selama periode
tertentu. Bagi masyarakat umum, volatilitas seringkali disamakan dengan resiko.
Semakin tinggi volatilitas, maka ketidakpastian dari return yang akan diperoleh
juga akan semakin tinggi. Volatilitas harga yang tinggi juga menunjukan
karakteristik penawaran dan permintaan yang tidak biasa di pasar modal. bila
volatilitasnya sangat tinggi maka harga akan mengalami kenaikan dan penurunan
yang tinggi sehingga memberikan ruang untuk melakukan perdagangan atau
transaksi demi mendapatkan keuntungan dari adanya perbedaan (margin) dari
harga awal dengan harga akhir pada saat dilakukan transaksi. Sedangkan, harga
yang volatilitasnya rendah maka pergerakan harga kopinya sangat rendah. Pada
volatilitas rendah biasanya pengusaha tidak bisa memperoleh keuntungan tetapi
harus memegang saham dalam jangka panjang agar memperoleh dividend yield.
Oleh karenanya, pengusaha yang suka melakukan strategi trading sangat
menyukai volatilitas yang tinggi sedangkan pengusaha jangka panjang sangat
menyukai volatilitas rendah tetapi harga kopi nya mengalami peningkatan.
Tinggi rendahnya volatilitas harga kopi ini dapat dipengaruhi oleh faktor
makro dan mikro. Tingkat bunga yang tinggi, inflasi, tingkat produktivitas
nasional dan politik yang termasuk faktor makro yang mempunyai pengaruh
terhadap potensi keuntungan perusahaan. faktor mikro ialah faktor yang memiliki
4
dampak langsung terhadap perusahaan seperti perubahan manajemen, harga,
ketersediaan bahan baku, dan produktivitas tenaga kerja. Faktor yang beraneka
ragam tersebut tentunya mengakibatkan harga kopi bergerak sangat fluktuatif.
Hal tersebut merupakan alasan, sehingga penulis tertarik untuk melakukan
suatu penelitian terkait analisis volatilitas harga komoditas kopi di Provinsi
Sulawesi Selatan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana volatillitas harga komoditas kopi di Provinsi Sulawesi Selatan?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volatillitas harga komoditas kopi
di Provinsi Sulawesi Selatan?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis volatillitas harga komoditas kopi di Provinsi Sulawesi
Selatan.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volatillitas harga
komoditas kopi di Provinsi Sulawesi Selatan.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Bagi penyusun tentunya bermanfaat sebagai penerapan ilmu yang diperoleh
selama perkuliahan yang akan menjadi penyeimbang pada dunia kerja
dalam hal memperluas wawasan dan melatih kemandirian.
5
2. Bagi pemerintah penelitian ini bermanfaat dalam menentukan kebijakan
harga. Dan juga bermanfaat sebagai tambahan informasi dan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komoditas Kopi
Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari
Indonesia. Kata kopi sendiri berasal dari bahasa Arab qahwah yang berarti
kekuatan karena pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi.
Kata qahwah mengalami perubahan menjadi kahveh berasal dari bahasa Turki dan
berubah lagi menjadi coffea dalam bahasa Belanda. Penggunaan kata coffea
segera diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang dikenal saat ini.
Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat
mencapai 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing, daun tumbuh
berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya. Kopi mempunyai sistem
percabangan yang agak berbeda dengan tanaman lain.
Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama
dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Konsumsi kopi
dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari
spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia.
Namun, kopi baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut
dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab,
(Rahardjo, 2012).
6
Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan
penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai
devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu
setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia, (Rahardjo, 2012)
Sejarah mencatat bahwa penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan
berenergi. Pertama kali ditemukan oleh Bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar
3000 tahun (1000 SM) yang lalu. Kopi kemudian terus berkembang hingga saat
ini menjadi salah satu minuman paling populer di dunia yang dikonsumsi oleh
berbagai kalangan masyarakat. Indonesia sendiri telah mampu memproduksi lebih
6 dari 400 ribu ton kopi per tahunnya. Di samping rasa dan aromanya yang
menarik, kopi juga dapat menurunkan risiko terkena penyakit kanker, diabetes,
batu empedu, dan berbagai penyakit jantung (Najiyati, 2001).
Keberhasilan agribisnis kopi membutuhkan dukungan semua pihak yang
terkait dalam proses produksi kopi pengolahan dan pemasaran komoditas kopi.
Upaya meningkatkan produktivitas dan mutu kopi terus dilakukan sehingga daya
saing kopi di Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Teknologi budi daya dan
pengolahan kopi meliputi pemilihan bahan tanam kopi unggul, pemeliharaan,
pemangkasan tanaman dan pemberian penaung, pengendalian hama dan gulma,
pemupukan yang seimbang, pemanenan, serta pengolahan kopi pasca panen.
Pengolahan kopi sangat berperan penting dalam menentukan kualitas dan cita rasa
kopi (Rahardjo, 2012).
Menurut Najiyati, (2001) Ada dua jenis kopi yaitu sebagai berikut:
7
a. Kopi Arabika
Kopi arabika masuk ke Indonesia pada tahun 1696 yang dibawa oleh
perusahaan dagang Dutch East India Co. dari Ceylo (Yahmadi, 2007). Kopi
arabika merupakan kopi yang paling banyak dikembangkan di dunia maupun di
Indonesia khususnya. Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang memiliki
iklim kering sekitar 1350-1850 meter dari permukaan laut. Sedangkan di
Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh subur di daerah tinggi sampai
ketinggian 1200 meter diatas permukaan laut. Jenis kopi ini cenderung tidak
tahan serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix), namun kopi ini
memiliki tingkat aroma dan rasa yang kuat (Cahyono, 2012).
Kopi Arabika (Coffea arabica) adalah kopi yang paling baik mutu cita
rasanya dibanding jenis kopi yang lain, tanda-tandanya adalah biji picak dan
daun hijau tua dan berombak-ombak. Biji kopi Arabika berukuran cukup besar,
dengan bobot 18-22 g tiap 100 biji. Warna biji agak coklat dan biji yang
terolah dengan baik akan mengandung warna agak kebiruan dan kehijauan. Biji
bermutu baik dengan cita rasa khas kopi Arabika yang kuat dan rasa sedikit
asam, kandungan kafein: 1-1,3%. Kopi Arabika memang dikenal terlebih
dahulu oleh konsumen di banyak negara, sehingga kelezatan kopi Arabika
lebih dikenal superior dibandingkan dengan kopi Robusta. Jenis-jenis kopi
yang termasuk dalam golongan Arabika adalah Abesinia, Pasumah, Marago
dan Congensis (Najiyati, 2001).
b. Kopi Robusta
8
Kopi robusta atau yang disebut dengan Coffea canephora, pada awalnya
hanya dikenal sebagai semak atau tanaman liar yang mampu tumbuh hingga
beberapa meter tingginya. Hingga akhirnya kopi robusta pertama kali
ditemukan di Kongo pada tahun 1898 oleh Emil Laurent. Namun terlepas dari
itu ada yang menyatakan jenis kopi robusta ini telah ditemukan lebih dahulu
oleh dua orang pengembara Inggris bernama Richard dan John Speake pada
tahun 1862 (Yahmadi, 2007).
Kopi robusta banyak dibudidayakan di Afrika dan Asia. Kopi robusta
dapat dikatakan sebagai kopi kelas 2, karena rasanya yang lebih pahit, sedikit
asam, dan mengandung kafein dalam kadar yang jauh lebih banyak. Selain itu,
cakupan daerah tumbuh kopi robusta lebih luas dari pada kopi arabika yang
harus ditumbuhkan pada ketinggian tertentu. Kopi ini dapat ditumbuhkan di
dataran rendah sampai ketinggian 1.000 meter diatas permuakaan laut. kopi
jenis ini lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit. Hal ini
menjadikan kopi robusta lebih murah (Cahyono, 2012).
2.2 Konsep Volatilitas
Volatilitas berasal dari kata dasar volatil (volatile). Istilah ini mengacu pada
kondisi yang berkonotasi tidak stabil, cenderung bervariasi dan sulit diperkirakan.
Volatilitas dapat digambarkan dengan adanya kecenderungan suatu data
berfluktuasi secara cepat dari waktu ke waktu. Seringkali ditemukan adanya
pengelompokan volatilitas (volatility clustering) dalam data, yakni volatilitas
bernilai besar selama periode waktu tertentu dan bernilai kecil untuk selama
periode waktu yang lain atau dengan kata lain berkumpulnya sejumlah galat
9
dengan besar yang relatif sama beberapa waktu yang berdekatan. Volatilitas
adalah pengukuran statistik untuk fluktuasi harga selama periode tertentu
(Firmansyah, 2006). Ukuran tersebut menunjukkan penurunan dan peningkatan
harga dalam periode yang pendek dan tidak mengukur tingkat harga, namun
derajat variasinya dari satu periode ke periode berikutnya. Volatilitas yang tinggi
mencerminkan karakteristik penawaran dan permintaan yang tidak biasa.
Volatilitas dalam ekonomi berhubungan dengan harga suatu komoditas
seperti komoditas pertanian, Volatilitas harga yang terjadi di pasar tidak terjadi
dengan sendirinya tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Kenaikan harga-
harga secara umum atau biasa disebut dengan inflasi biasa disebabkan oleh
berbagai faktor makroekonomi, pasar komoditas maupun pasar energi (yang
akhirnya menyebabkan kenaikan barang-barang lain). Volatilitas pasar terjadi
akibat masuknya informasi baru ke dalam pasar atau bursa. Akibatnya para pelaku
pasar melakukan penilaian kembali terhadap aset yang mereka perdagangkan.
Pada dasar yang efisien, tingkat harga akan melakukan penyesuaian dengan cepat
sehingga harga yang terbentuk mencerminkan informasi baru tersebut,
(Surmaryanto, 2009).
Karakteristik komoditas pertanian pada umumnya memiliki tingkat
volatilitas yang tinggi. Menurut Tangerman (2011) ada tiga alasan yang dapat
menjelaskan hal ini yaitu:
a. Produksi pertanian bervariasi dari waktu ke waktu akibat faktor alam seperti
cuaca dan hama.
10
b. Elastisitas harga pada permintaan dan penawaran relatif kecil, khusus pada
sisi penawaran terjadi dalam jangka pendek, dan
c. Produksi sangat bergantung pada waktu sehingga penawaran tidak dapat
terlalu merespon perubahan harga dalam jangka pendek, walaupun hal itu
dapat dilakukan disaat siklus produksi telah tercapai.
Pemerintah memiliki peranan yang besar dalam menetapkan kebijakan yang
mampu mengatasi masalah volatilitas harga pada komoditas pertanian.
OECDFAO (2011) menjelaskan bahwa kebijakan yang koheren diperlukan untuk
upaya mengurangi volatilitas dan membatasi dampak negatifnya. Kebijakan
tersebut terdiri atas: pertama, mitigasi volatilitas melalui peningkatan transparansi
pasar, perbaikan informasi global dan nasional serta peningkatan sistem
pengawasan terhadap prospek pasar. dan kedua, pengelolaan volatilitas melalui
mekasnisme jarring pengaman sosial untuk membantu konsumen yang paling
rentan ketika harga naik. Lebih lanjut, Achsani. (2011) menguraikan bahwa
kebijakan yang dapat diterapkan untuk mengurangi efek volatilitas harga adalah
melalui pengadaan persediaan barang, ketentuan terkait barang-barang publik,
pengumpulan cadangan modal yang bukan merupakan bantuan luar negeri. Jenis
kebijakan yang dapat diterapkan untuk mengatasi volatilitas harga adalah
kebijakan gabungan dan mengurangi hambatan ekspor, dan selanjutnya juga
dibutuhkan stabilitas pada pasar berjangka di setiap negara (pasar jangka
regional).
Bagi negara berkembang, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh
pemerintah dalam mengatasi volatilitas harga adalah berusaha meminimalisasi
11
campur tangan secara langsung karena hal ini menyebabkan beberapa kerugian.
Kerugian yang dimaksud yaitu kemungkinan tujuan yang tidak tercapai, tingginya
biaya, permasalahan di pasar internasional. Komunitas donor internasional dapat
menciptakan kontribusi yang penting dalam mempersiapkan negara berkembang
dalam merespon volatilitas harga khususnya bidang pertanian dengan cara
membantu produsen pada saat krisis bahan, mendirikan infrastruktur dan institusi
yang memungkinkan pemerintah dan produsen untuk mengatur risiko, misalnya
melalui pasar berjangka yang bisa meminimalisasi akibat dari risiko. Untuk
mendukung kebijakan pemerintah terkait upaya mengatasi fluktuasi harga maka
tingkat pengetahuan terhadap pola volatilitas menjadi faktor penting dalam
mempengaruhi tingkat keberhasilan, (Jordaan, 2007).
2.3 Teori Harga
Menurut Philip Kotler (2009), harga adalah elemen pemasaran campuran
yang paling mudah untuk mengatur keistimewaan produk. Harga juga
mengkomunikasikan pada pasar penempatan nilai produk atau merek yang
dimaksud suatu perusahaan. Harga suatu produk merupakan ukuran terhadap
besar kecilnya nilai kepuasan seseorang terhadap produk yang dibelinya.
Seseorang akan berani membayar suatu produk dengan harga yang mahal apabila
dia menilai kepuasan yang diharapkannya terhadap produk yang akan dibelinya
itu tinggi. Sebaliknya apabila seseorang itu menilai kepuasannya terhadap suatu
produk itu rendah maka dia tidakakan bersedia untuk membayar atau membeli
produk itu dengan harga yang mahal. Nilai ekonomis diciptakan oleh kegiatan
yang terjadi dalam mekanisme pasar antara pembeli dan penjual. Dalam transaksi
12
pembelian, maka kedua belah pihak akan memperoleh suatu imbalan. Besarnya
imbalan itu ditentukan oleh perbedaan antara nilai dari sesuatu yang diberikan
dengan nilai dari sesuatu yang diterima.
Menurut Tjiptono (2002), Harga merupakan nilai, yang dinyatakan dalam
satuan mata uang atau alat tukar, terhadap sesuatu barang tertentu. Dalam
kenyataannya besar kecilnya nilai atau harga itu tidak hanya ditentukan oleh
faktor fisik saja yang diperhitungkan, akan tetapi faktor-faktor psikologis dan
faktor-faktor lain berpengaruh pula terhadap harga. Dengan demikian dapatlah
diartikan pula bahwa harga adalah sejumlah uang yang dibutuhkan untuk
mendapatkan sejumlah barang beserta jasa-jasa tertentu atau kombinasi dari
keduanya.
Philip Kotler (2009) mengungkapkan bahwa harga adalah salah satu unsur
bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, unsur-unsur lainnya
menghasilkan biaya. Harga adalah unsur bauran pemasaran yang paling mudah
disesuaikan ciri-ciri produk, saluran, bahkan promosi membutuhkan lebih banyak
waktu. Harga juga mengkomunikasikan posisi nilai yang dimaksudkan
perusahaan tersebut kepada pasar tentang produk dan mereknya. Dapat dijelaskan
dari pengertian di atas bahwa unsur-unsur bauran pemasaran yang dimaksud
adalah harga, produk, saluran, dan promosi, yaitu apa yang dikenal dengan istilah
empat P (Price, Product, Plance, dan Promotion). Harga bagi suatu usaha atau
badan usaha menghasilkan pendapatan (income), adapun unsur-unsur bauran
pemasaran lainnya yaitu Product (produk), Place (tempat) dan Promotion
13
(Promosi) menimbulkan biaya atau beban yang harus ditanggung oleh suatu usaha
atau badan usaha.
Harga merupakan satu-satunya unsur marketing mix yang menghasilkan
penerimaan penjualan, sedangkan unsur lainnya hanya merupakan unsur biaya
saja. Walaupun penetapan harga merupakan persoalan penting, masih banyak
perusahaan yang kurang sempurna dalam menangani permasalahan penetapan
harga tersebut. Karena menghasilkan penerimaan penjualan, maka harga
mempengaruhi tingkat penjualan, tingkat keuntungan, serta share pasar yang
dapat dicapai oleh perusahaan, (Philip Kotler, 2009).
Harga dapat didefinisikan sebagai alat tukar, hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Stanton (2007) bahwa “Harga adalah jumlah uang
(kemungkinan ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk memperoleh
beberapa kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang menyertainya”.
Ilmu ekonomi mengajarkan bahwa, harga adalah hasil pertemuan dari
transaksi barang atau jasa yang dilakukan oleh permintaan dan penawaran di
pasar, (Surnowo, 2013). Berdasarkan definisi tersebut maka harga merupakan
jumlah uang yang diperlukan sebagai penukar berbagai kombinasi produk dan
jasa, dengan demikian maka suatu harga haruslah dihubungkan dengan
bermacam-macam barang dan pelayanan, yang akhirnya akan sama dengan
sesuatu yaitu produk dan jasa. harga adalah “Apa yang dibebankan untuk sesuatu.
Setiap transaksi dagang dapat dianggap sebagai suatu pertukaran uang, uang
adalah harga untuk sesuatu”,
14
Teori harga merupakan teori ekonomi yang menerangkan tentang perilaku
harga-harga atau jasa-jasa. Isi dari teori harga pada intinya adalah harga suatu
barang atau jasa yang pasarnya kompetitif tinggi rendahnya ditentukan oleh
permintaan dan penawaran.
a. Permintaan
Kehidupan sehari-hari, agar kebutuhannya terpenuhi maka masyarakat
selaku konsumen membeli barang dan jasa atau keperluannya. Berapa jumlah
barang atu jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, biasanya dalam percakapan
sehari-hari dinamakan permintaan. Permintaan terhadap sejumlah barang atau
jasa dapat terwujud apabila didukung dengan daya beli konsumen. Permintaan
erat kaitannya dengan hubungan antara jumlah harga barang. Permintaan
merupakan jumlah kemungkinan suatu barang dan jasa yang dibeli oleh para
konsumen pada berbagai kemungkinan tingkat harga yang berlaku, pada waktu
tertentu, dan pada tempat tertentu, (Surnowo, 2013).
1) Hukum Permintaan
Hukum permintaan pada dasarnya menerangkan mengenai sifat
hubungan antara perubahan harga suatu barang dan perubahan jumlah
barang yang diminta. menurut Sukirno (2012), Hukum permintaan
menjelaskan bahwa “apabila harga barang turun permintaan akan bertambah
dan apabila harga barang naik permintaan berkurang”.
2) Kurva Permintaan
Kurva permintaan adalah kurva atau diagram yang melambangkan
skedul atau hukum permintaan (Ahman, 2009). “kurva permintaan dapat
15
didefenisikan sebagai suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan
antara harga suatu barang tertentu dalam jumlah barang tersebut yang
diminta para pembeli”.
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Menurut Mankiw (2003).
Ada empat, yaitu sebagai berikut:
a. Harga
Permintaan konsumen dapat dipengaruhi oleh harga, harga barang
yang akan dibeli (P), harga pengganti maupun harga barang pelengkap.
Konsumen akan membatasi pembelian jumlah barang yang diinginkan bila
harga barang terlalu tinggi, bahkan ada kemungkinan konsumen
memindahkan konsumsi dan pembeliannya kepada barang pengganti yang
lebih murah harganya.
b. Pendapatan Konsumen
Konsumen tidak akan dapat melakukan pembelian barang kebutuhan
apabila pendapatan tidak ada atau tidak memadai. Dengan demikian, maka
perubahan pendapatan akan mendorong konsumen untuk mengubah
permintaan akan barang kebutuhannya. Berdasarkan sifat perubahan
permintaan terhadap berbagai barang apabila terjadi perubahan pendapatan
akan dibedakan dalam beberapa golongan, yaitu barang esensial, barang
normal, barang inferior dan barang mewah.
c. Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan akan mempengaruhi jumlah permintaan terhadap
suatu barang. Semakin banyak tanggungan, maka jumlah permintaan akan
16
semakin meningkat. Hal ini berkaitan dengan usaha untuk memenuhi
kecukupan kebutuhan setiap individu yang ada disuatu tempat
d. Selera Konsumen
Semakin tinggi tingkat minat dan keinginan konsumen terhadap suatu
barang, maka akan semakin tinggi pula tingkat permintaannya. Sebaliknya,
semakin berkurang keinginan konsumen akan suatu barang maka
permintaan juga akan berkurang.
b. Penawaran
Penawaran adalah banyaknya permintaan yang ditawarkan oleh penjual
pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu dan pada tingkat harga tertentu,
(Surnowo, 2013).
1) Hukum Penawaran
Isi dari hukum penawaran menyatakan bahwa semakin tinggi harga
suatu barang, makin banyak jumlah barang yang ditawarkan. Semakin
rendah harga suatu barang, semakin sedikit jumlah barang yang ditawarkan,
(Ahman, 2009).
2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Menurut Mankiw (2003).
Ada lima, yaitu sebagai berikut:
a. Harga barang dan jasa
17
Harga barang atau jasa naik, maka penawaran terhadap barang atau
jasa tersebut tentu akan meningkat. Sebaliknya jika harga barang atau
jasa turun, maka penawaran terhadap barang atau jasa tersebut akan turun
pula.
b. Biaya produksi
Biaya produksi memiliki pengaruh terhadap penawaran suatu
barang atau jasa. Yang dimaksud biaya produksi berhubungan dengan
biaya membeli bahan baku, alat dan mesin, gaji karyawan, dan
sebagainya dalam proses produksi suatu barang atau jasa.
c. Teknologi
Kemajuan teknologi, maka biaya produksi akan turun dan
menaikkan permintaan barang dan jasa. Namun jika tidak tersedia
teknologi produksi, maka produksi biaya produksi naik dan permintaan
dapat berkurang.
d. Pajak
Pajak merupakan ketetapan dari pemerintah, dan memiliki
pengaruh terhadap permintaan dan penawaran suatu barang dan jasa di
pasar.
e. Jumlah produsen
Jika jumlah produsen suatu barang ada banyak, maka jumlah
penawaran terhadap barang tersebut juga akan tinggi. Sebaliknya, jika
jumlah produsen suatu barang ada sedikit, maka penawaran terhadap
barang tersebut tentu juga akan rendah.
18
c. Tujuan Penetapan Harga
Tujuan strategi penetapan harga perlu ditentukan terlebih dahulu, agar
tujuan perusahaan dapat tercapai. Hal ini penting, karena tujuan perusahaan
merupakan dasar atau pedoman bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan
pemasaran, termasuk kebijakan penetapan harga. Menurut Philip Kotler (2009),
Ada beberapa tujuan penetapan harga yang diambil, yaitu:
1) Memperoleh laba yang maksimum. Salah satu tujuan yang paling lazim
dalam penetapan harga adalah untuk memperoleh laba jangka pendek yang
maksimal. Pencapaian tujuan ini dilakukan dengan cara menentukan tingkat
harga yang memperhatikan total hasil penerimaan penjualan (sales revenue)
dan total biaya.
2) Mendapatkan share pasar tertentu. Sebuah perusahaan dapat menetapkan
tingkat harga tertentu untuk mendapatkan atau meningkatkan share pasar,
meskipun mengurangi tingkat keuntungan pada masa itu. Strategi ini
dilakukan perusahaan karena perusahaan percaya bahwa jika share pasar
bertambah besar, maka tingkat keuntungan akan meningkat pada masa depan.
3) Memerah pasar (Market skimming). Perusahaan mengambil manfaat
memperoleh keuntungan dari bersedianya pembeli membayar dengan harga
yang lebih tinggi dari pembeli yang lain, karena barang yang ditawarkan dalam
hal ini perusahaan menetapkan harga yang tinggi, karena hendak menarik
manfaat dari sekelompok besar pembeli yang bersedia membayar harga yang
tinggi, yang disebabkan produk perusahaan tersebut mempunyai nilai sekarang
(Present Value) yang sangat tinggi bagi mereka.
19
4) Mencapai tingkat hasil penerimaan penjualan maksimum pada waktu itu
Perusahaan menetapkan harga untuk memaksimum kan penerimaan penjualan
pada masa itu. Tujuan itu hanya mungkin dapat dicapai, apabila terdapat
kombinasi harga dan kuantitas produk yang dapat menghasilkan tingkat
pendapatan yang paling besar. Penetapan harga dengan tujuan ini biasanya
terdapat pada perusahaan yang mungkin dalam keadaan kesulitan keuangan
atau perusahaan yang menganggap masa depannya suram atau tidak menentu.
5) Mencapai keuntungan yang di targetkan. Perusahaan menetapkan harga
tertentu untuk dapat mencapai tingkat laba yang berupa “rate of return” yang
memuaskan. Meskipun harga yang lebih tinggi dapat memberikan atau
menghasilkan tingkat laba yang lebi besar, tetapi perusahaan merasa tetap puas
dengan tingkat laba yang berlaku (conventional) bagi suatu tingkat investasi
dan resiko yang ditanggung.
6) Mempromosikan produk. Perusahaan menetapkan harga khusus yang rendah
untuk mendorong penjualan bagi produknya dan bukan semata-mata bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan yang besar.
2.4 Konsep Inflasi
Inflasi secara umum didefinisikan sebagai kenaikan harga secara umum dan
terus menerus. Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola
tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan aggregat (demand agregat) relatif
terhadap kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk
merespon kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan yang
bersifat sementara (temporer) yang akan hilang dengan sendirinya seiring dengan
20
berjalannya waktu. Kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang saja yang tidak
berdampak bagi kenaikan harga barang lain tidak bisa disebut dengan inflasi.
Kenaikan musimanpun, seperti kenaikan harga pada saat menjelang hari Raya
Idul Fitri, Natal atau tahun baru tidak bisa disebut dengan inflasi, karena kenaikan
tersebut bersifat sementara dan tidak memiliki pengaruh lanjutan.
Kenaikan harga semacam ini tidak dianggap sebagai penyakit ekonomi yang
memerlukan penanganan khusus untuk menanggulanginya. Karena kenaikan ini
berlangsung secara terus menerus maka perlu adanya tindakan dari pemerintah
untuk dapat mengendalikannya, yaitu dengan kebijakan moneter untuk kembali
menstabilkan perekonomian. Sesuai dengan pernyataan dari Latumaerissa (2011)
definsi singkat dari inflasi ialah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara
terus menerus. Selain terjadi secara terus menerus, kenaikan harga bisa disebut
dengan inflasi apabila kenaikan harga tersebut mencakup keseluruhan jenis
barang. Sesuai dengan pernyataan dari N. Gregory, (2012) inflasi ialah kenaikan
tingkat harga secara keseluruhan.
Inflasi tidak terjadi begitu saja, terdapat beberapa sebab yang
mengakibatkan terjadinya inflasi di suatu negara. Beberapa sebab yang dapat
menimbulkan inflasi antara lain pemerintah terlalu berambisi untuk menyerap
sumber-sumber ekonomi lebih besar daripada sumber-sumber ekonomi yang
dapat dilepaskan oleh pihak bukan pemerintah pada tingkat harga yang berlaku
berbagai golongan dalam masyarakat berusaha memperoleh tambahan pendapatan
relatif lebih besar daripada kenaikan produktifitas mereka, adanya harapan yang
berlebihan dari masyarakat sehingga permintaan barang-barang dan jasa naik
21
lebih cepat daripada tambahan keluarnya yang mungkin dicapai oleh
perekonomian yang bersangkutan, adanya kebijakan pemerintah baik yang
bersifat ekonomi atau non ekonomi yang mendorong kenaikan harga, pengaruh
alam yang dapat mempengaruhi produksi dan kenaikan harga, pengaruh inflasi
luar negeri, khususnya bila negara yang bersangkutan mempunyai sistem
perekonomian terbuka. Pengaruh inflasi luar negeri ini akan terlihat melalui
pengaruh terhadap harga-harga barang impor (Dwi Eko Waluyo, 2009).
Terdapat beberapa macam inflasi yang dapat terjadi dalam perekonomian,
baik berdasrakan parah atau tidaknya suatu inflasi dan didasarkan pada sebab-
sebab awal terjadinya inflasi. Menurut Latumaerissa (2011) inflasi dapat
dikelompokkan dalam beberapa golongan jika didasarkan atas parah tidaknya
suatu inflasi, sebagai berikut:
a. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
b. Inflasi sedang (antara 10%-30% setahun)
c. Inflasi berat (antara 30%-100% setahun)
d. Hiperinflasi (di atas 100%)
Parah tidaknya suatu inflasi dapat diukur dengan suatu indikator yang dapat
dihitung sehingga dapat ditentukan, inflasi yang terjadi termasuk pada inflasi yang
ringan, sedang, berat atau bahkan hiperinflasi. Ukuran inflasi yang paling banyak
digunakan ialah indek harga konsumen (IHK) yang juga dikenal dengan consumer
price index (CPI). CPI mengukur pembelian standar untuk barang pada waktu
yang beralainan, meliputi harga makanan, pakaian, perumahan, bahan bakar,
22
transportasi, perawatan medis, biaya perkuliahan, dan barang juga jasa lain yang
dibeli untuk kehidupan sehari-hari.
Menurut Samuelson (2004), Tingkat inflasi dapat diperoleh dengan
menghitung indeks harga konsumen tahun berjalan dikurangi dengan indeks harga
konsumen tahun sebelumnya dan kemudian dibagi dengan indeks harga
konsumen tahun sebelumnya dengan demikian akan diperoleh berapa persen
tingkat inflasi yang sedang berlangsung pada tahun tersebut yang dapat
dikategorikan pada tingkat ringan, sedang, berat atau hiperinflasi.
Rahardja dan Manurung (2008) mengungkapkan bahwa ada tiga syarat yang
harus dipenuhi agar keadaan dapat dikatakan terjadi inflasi, yaitu kenaikan harga,
bersifat umum, dan berlangsung terus menerus. Dimana dalam hal kenaikan
harga, harga suatu barang dikatakan naik jika harganya lebih tinggi daripada harga
barang di periode sebelumnya. Bersifat umum, kenaikan harga komoditas bisa
dikatakan mengalami inflasi jika menyebabkan harga-harga secara secara umum
naik. Dan yang dimaksud berlangsung terus-menerus yaitu terjadinya dalam
rentang waktu yang lama, bukan hanya sesaat saja.
Inflasi dapat disebabkan oleh beberapa hal jika didasarkan pada sebab-sebab
awalnya. Pertama, inflasi yang timbul dikarenakan permintaan masyarakat yang
kuat, kenaikan harga produk akhir mendahului kenaikan harga input yang disebut
dengan demand pull inflation. Kedua, inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos
produksi, sebaliknya dari demand pull inflation, harga input mendahului kenaikan
harga produk akhir. Pada umumnya, inflasi yang terjadi diberbagai negara di
dunia ialah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut dan sering kali keduanya
23
memperkuat satu sama lain. Jika didasarkan pada asas inflasi yang dibedakan
menjadi domestic inflation dan imported inflation, domestic inflation ialah inflasi
yang berasal dari dalam negeri, sedangkan imported inflation ialah inflasi yang
berasal dari luar negeri. Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya
karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru,
panen yang gagal, dsb. Inflasi yang berasal dari luar negeri ialah inflasi yang
timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau di negara-negara
langganan berdagang negara kita (Latumaerissa, 2011).
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volatilitas Harga
Menurut Schwert (1989) tingkat volatilitas dapat dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor makro dan faktor mikro.
a. Faktor makro adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perekonomian secara
keseluruhan, antara lain tingkat bunga yang tinggi, inflasi, tingkat
produktivitas nasional, politik, dan lain-lain yang memiliki dampak penting
pada potensi keuntungan perusahaan.
b. Faktor mikro adalah faktor-faktor yang berdampak langsung pada perusahaan
itu sendiri, seperti perubahan manajemen, harga, dan ketersediaan bahan
baku, produktivitas tenaga kerja dan faktor lain yang dapat mempengaruhi
kinerja keuntungan perusahaan individual.
Menurut Panetta et all (2006) yang dimuat dalam penelitian oleh Tim Studi
Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan Perekonomian Dunia, mengelompokkan
faktor-faktor penentu volatilitas dalam empat kategori antara lain :
a. Faktor Sektor Riil
24
Salah satu latar belakang yang cukup menentukan volatilitas aset
finansial adalah stabilitas ekonomi makro, termasuk pada aspek riil. Beberapa
studi empiris menyebutkan bahwa volatilitas memiliki keterkaitan yang erat
dengan siklus bisnis dan ekonomi. Misalnya, volatilitas cenderung meningkat
selama periode krisis dan menurun pada periode di mana ekonomi tumbuh
dengan pesat. Beberapa penelitian, seperti Schwert (1989) menemukan bahwa
volatilitas saham secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat produksi industri.
Pergerakan harga komoditas di pasar dunia, seperti minyak bumi, juga dapat
mempengaruhi volatilitas harga saham.
Selain siklus bisnis, faktor-faktor fundamental perusahaan juga terbukti
dapat berpengaruh terhadap volatilitas harga saham. Misalnya, beberapa studi
menemukan bahwa tingkat volatilitas harga saham dipengaruhi secara positif
oleh tingkat utang (leverage) perusahaan. Selain kedua faktor fundamental di
atas, berbagai penelitian juga memperhatikan faktor-faktor lain seperti ukuran
perusahaan, rasio book-to-market, dan umur perusahaan, namun tidak
ditemukan adanya pengaruh yang signifikan
b. Faktor Sektor Keuangan
Faktor-faktor yang berkembang di sektor keuangan juga dapat
berpengaruh terhadap volatilitas harga. Berbagai studi menemukan pengaruh
signifikan volume perdagangan terhadap volatilitas return. Berbagai inovasi
di sektor finansial yang ditandai dengan dikembangkannya berbagai produk
investasi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan likuiditas, juga
berpengaruh signifikan terhadap volatilitas harga saham. Perilaku investor
25
yang cenderung mengikuti tren yang berlaku (herding behavior) juga turut
berdampak pada meningkatnya volatilitas. Di samping itu, tingkat volatilitas
yang semakin tinggi juga turut dipengaruhi oleh semakin besarnya jumlah
hedge fund yang melakukan aktivitas di pasar modal.
c. Kejadian Luar Biasa
Volatilitas harga juga dapat terjadi menyusul kejadian-kejadian luar
biasa (shock) yang berimbas pada pasar finansial. Panetta et all (2006).
mencatat terjadinya lonjakan volatilitas harga minyak pada tahun 2004-2005,
yang turut berdampak pada volatilitas harga di pasar modal Amerika Serikat.
Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai kejadian yang terjadi pada tahun 2004-
2005, seperti topan hurricane, turunnya peringkat utang sektor otomotif, dan
gejolak politik di Thailand dan Filipina.
2.6 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian terdahulu merupakan hal yang diperlukan dalam mendukung
hasil penelitian. Penelitian yang dapat digunakan untuk mendukung penelitian ini
yaitu yang berhubungan dengan judul, terkait tentang analisis volatilitas harga.
Maka dari itu perlu dilakukan pengkajian jurnal, skripsi ataupun thesis terkait
judul yang sesuai. Berikut penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam
penelitian ini.
No Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian
1
Analisis
Volatilitas Harga,
Volatilitas
Spillover, dan
Menganalisis
volatilitas harga
digunakan metode
ARCH/GARCH,
Hasil-hasil penelitian ditunjukkan
bahwa sebelum liberalisasi
perdagangan volatilitas harga
produsen dan konsumen adalah
26
Trend Harga Pada
Komoditas
Bawang Putih
(Allium Sativum
L.) Di Jawa
Timur. Wijaya,
M. A., Anindita,
R., & Setiawan,
B. (2014).
volatilitas
spillover
digunakan metode
EGARCH, dan
untuk mengukur
trend harga
digunakan metode
Kuadrat Terkecil.
high volatility, sedangkan
sesudah liberalisasi perdagangan
volatilitas harga produsen adalah
high volatility dan volatilitas
harga konsumen adalah low
volatility. Sebelum liberalisasi
perdagangan mengindikasi
volatilitas spillover, sedangkan
sesudah liberalisasi perdagangan
tidak mengindikasi volatilitas
spillover. Trend harga produsen
dan konsumen sesudah
liberalisasi perdagangan adalah
meningkat sangat tinggi daripada
trend harga produsen dan
konsumen sebelum liberalisasi
perdagangan. Kedua trend harga
tersebut merupakan garis uptrend.
2
Analisis
Volatilitas Harga
Cabai Merah
Keriting di
Kabupaten Gowa.
Ari Yahya (2018)
Metode analisis
data yang
digunakan dalam
penelitian ini
yaitu analisis
trend.
Hasil analisis data tentang
volatilitas harga cabai merah
keriting di tingkat produsen
memiliki volatilitas yang cukup
tinggi disetiap bulannya, selama
kurun waktu 2 tahun terakhir
diketahui bahwa -321,7 terjadi
penurunan harga cabai merah
keriting sebesar Rp 321,7 per
kilogram setiap bulannya.
Volatilitas harga cabai merah
keriting di tingkat konsumen
memiliki volatilitas sedang
disetiap bulannya, selama kurun
waktu 2 tahun terakhir diketahui
bahwa -367,7 terjadi penurunan
harga cabai merah keriting
sebesar Rp 367,7 per kilogram
setiap bulannya.
3
Pengaruh
Volatilitas Harga
Terhadap Inflasi
Bahan Makanan
di Kota Malang
(Studi Pada
Komoditas
Data yang
digunakan adalah
data sekunder
harga daging sapi
dan cabe rawit
periode Januari
2014-Desember
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa komoditas daging sapi dan
cabe rawit tidak mengalami
volatilitas yang tinggi meskipun
mengalami kejutan harga yang
tinggi dan berlangsung lama.
Untuk model peramalan yang
27
Daging Sapi dan
Cabe Rawit)
Sholehah (2016)
2015 yang
diperoleh dari
Pusat Informasi
Harga Pangan
Strategis (PIHPS)
dan inflasi bahan
makanan periode
tahun 2014 yang
diperoleh dari
Badan Pusat
Statistik (BPS) di
Kota Malang
cocok pada harga komoditas
daging sapi adalah ARIMA
(1,1,1) dan dilanjutkan dengan
model ARCH (1) karena model
memiliki sifat heteroskedastisitas.
Hampir sama dengan harga
daging sapi, model peramalan
yang terpilih untuk harga
komoditas cabe rawit adalah
ARIMA (1,0,1) dan GARCH
(2,1). Tentang bagaimana
pengaruh volatilitas harga
terhadap inflasi bahan makanan
di Kota Malang, volatilitas harga
daging sapi dan cabe rawit sama-
sama memiliki pengaruh terhadap
inflasi bahan makanan. Volatilitas
harga daging sapi menunjukkan
hubungan yang positif dan cabe
rawit menjukkan hubungan yang
negatif terhadap inflasi bahan
makanan di Kota Malang.
4
Volatilitas Harga
Komoditas
Timah.
Munandar, A. I.,
Siregar, H.,
Andati, T., &
Anggraeni, L.
(2016).
Metode penelitian
menggunakan
ARCH-GARCH
model dan
verfikasi dengan
interview pakar
timah
Hasil penelitian menunjukkan
model EGARCH (1,1,1)
merupakan model terbaik
menjelaskan volatilitas harga
komoditas timah. Faktor
perubahan harga minyak mentah,
perubahan harga tembaga,
perubahan harga timbal dan
perubahan T-Bill 3M secara
signifikan mempengaruhi
volatilitas perubahan harga timah.
Pakar berpendapat volatilitas
tinggi sejak tahun 2001 hingga
2015 menyebabkan industri hilir
komoditas timah sulit
berkembang di Indonesia.
5
Volatilitas Harga
Minyak Dunia
dan Dampaknya
Terhadap Kinerja
Sektor Industri
Pengolahan Dan
Metode analisis
yang digunakan
adalah model
ARCH-GARCH
dan CGE
Recursive
Harga minyak dunia menunjukan
volatilitas yang cenderung
bervariasi antarwaktu (time
varying) dan terus meningkat.
Volatilitas harga minyak dunia
tersebut memberikan pengaruh
28
Makroekonomi
Indonesia.
Asmara, A.,
Oktaviani, R., &
Firdaus, M.
(2016)
Dynamic.
yang berbeda-beda bagi setiap
industri. Namun demikian,
volatilitas harga minyak dunia
tersebut cenderung memberikan
pengaruh negatif terhadap kinerja
sektor industri dan makro
ekonomi Indonesia. Daya tahan
yang lebih baik terhadap shock
volatilitas harga minyak dunia
ditunjukan oleh sektor industri
yang cenderung memiliki
keterkaitan yang kuat dengan
sektor pertanian seperti terjadi
pada sektor industri makanan
olahan dan industri pupuk dan
pestisida.
6
Analisis
Volatilitas Harga
Daging Sapi di
Provinsi
Kepulauan
Bangka Belitung.
Pipit, P., Pranoto,
Y. S., &
Evahelda, E.
(2019).
Metode yang
digunakan dalam
penelitian ini
adalah analisis
model
Autoregressive
Conditional
Heteroscedasticit
y (ARCH) dan
Generalized
Autogressive
Conditional
Heteroscedasticit
y (GARCH)) dan
analisis model
VAR/VECM
(Vector
Autoregression
(VAR) atau
Vector Error
Correction Model
(VECM)) dengan
bantuan aplikasi
Eviews 8.0
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa volatilitas harga daging
sapi di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung rendah dengan
nilai koefisien ARCH sebesar
0,467403 dan akan bertahan
dalam jangka waktu yang lama
dengan koefisien GARCH
sebesar 0,807681. Faktor-faktor
yang mempengaruhi volatilitas
harga daging sapi di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung
dalam jangka panjang yaitu harga
daging sapi domestik dengan nilai
presentase sebesar 4,60692, suku
bunga dengan nilai presentase
sebesar 3,41990 dan nilai tukar
rupiah dengan nilai presentase
sebesar 3,03446. Pada jangka
pendek tidak terdapat faktor yang
mempengaruhi volatilitas harga
daging sapi di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
7
Analisis
Volatilitas Return
Harga Minyak
Kelapa Sawit di
Model analisis
yang digunakan
dalam penelitian
ini adalah Model
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa return harga minyak
mentah berpengaruh positif dan
signifikan terhadap return harga
29
Pasar
Internasional,
Janah, R. S., &
Budiningharto, S.
(2010).
Autoregressive
(AR) yang
diproses dengan
menggunakan
Exponential
Generalized
Autoregressive
Conditional
Heteroskedastic
(EGARCH).
minyak kelapa sawit. Rata-rata
return harga minyak kelapa sawit
mengalami peningkatan pada saat
musim kedelai. Rata-rata return
harga minyak kelapa sawit
cenderung tetap pada saat musim
panen raya kelapa sawit. Variabel
return harga minyak kelapa sawit
satu bulan sebelumnya, tiga bulan
sebelumnya dan empat bulan
sebelumnya memberikan dampak
psikologis terhadap peningkatan
return harga minyak kelapa sawit.
Sedangkan variabel return harga
minyak kelapa sawit dua bulan
sebelumnya memberikan dampak
psikologis terhadap penurunan
return harga minyak kelapa sawit.
Variance equation menunjukkan
adanya time varying volatility
dalam model ini, tetapi tidak
terjadi leverage effect. Variabel
return harga minyak bumi
berpengaruh terhadap volatilitas
return harga minyak kelapa sawit.
Musim panen kelapa sawit dan
musim panen kedelai tidak
berpengaruh terhadap volatilitas
return harga minyak kelapa
sawit.
8
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Volatilitas Harga
Saham Pada
Perusahaan,
Aditya Ananda,
Mahdy. (2015)
Metode empiris
yang digunakan
adalah
Generalized
Method of
Moments (GMM)
yang merupakan
penyempurnaan
dari metode
Instrumental
Variable.
Hasil penelitian ini adalah secara
simultan variabel dividen yield
(DYIELD), dividen payout ratio
(DPAYOUT), longterm debt to
asset ratio (LDAR), pertumbuhan
perusahaan (GROWTH) tidak
berpengaruh signifikan terhadap
volatilitas harga saham (PVOL)
pada tingkat kepercayaan 95%,
sedangkan secara parsial hanya
pertumbuhan perusahaan
(GROWTH) berpengaruh
signifikan terhadap volatilitas
harga saham (PVOL) pada
tingkat signifikansi 5% (α = 5%).
30
Nilai adjusted R Square
menunjukkan 0,124 (12,4%),
artinya hanya 12,4% variabel
dependen volatilitas harga saham
mampu dijelaskan oleh variabel
independen pada model regresi
penelitian ini sedangkan sisanya
sebesar 87,6% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak
diikutsertakan dalam penelitian
ini.
9
Analisis
Volatilitas Harga
Bawang Putih di
Kota Manado,
Kalengkongan, C.
S., Langi, Y. A.,
& Nainggolan, N.
(2020).
Metode yang
digunakan
menggunakan
model
Generalized
Autoregressive
Conditional
Heteroscedasticit
y (GARCH).
Hasil volatilitas harga bawang
putih cenderung stabil pada
Januari 2015 sampai Maret 2017
dan pada Juli 2018 sampai
Februari 2019, sedangkan pada
April 2017 sampai Juni 2018
volatilitas harga bawang putih
berfluktuasi dengan amplitude
yang lebih besar.
10
Volatilitas Harga
Cabai Merah
Keriting dan
Bawang Merah,
Sumantri, A. T.,
Junaidi, E., &
Sari, R. M.
(2016).
Analisis data
dilakukan dengan
menggunakan
model ARCH
GARCH
Hasil analisis menyimpulkan
bahwa nilai volatilitas cabai
merah keriting lebih tinggi
dibandingkan bawang merah. Hal
ini menunjukkan bahwa tingat
risiko harga cabai merah keriting
lebih besar dibandingkan dengan
bawang merah. Upaya
meminimalisir volatilitas harga
perlu dilakukan karena terkait
dengan pemenuhan kebutuhan
konsumen. Upaya mengatasi
volatilitas harga bawang merah
dan cabai merah keriting dapat
dilakukan melalui upaya yang
terintegrasi antara petani,
pedagang pemerintah dan pihak
lainnya. Kerjasama yang
dilakukan antara berbagai pihak
tersebut hendaknya diiringi
dengan konsistensi dan komitmen
yang kuat seperti pembinaan yang
berkelanjutan dan adanya
pengawasan yang baik. Hal ini
31
dilakukan agar dalam upaya
mencapai hasil yang diharapkan
dapat lebih efisien.
2.7 Kerangka Pemikiran
Komsumsi kopi terus meningkat seiring dengan gaya hidup yang semakin
modern. Kopi saat ini sedang menjadi tren tersendiri bagi penikmat kopi di dunia
khususnya di Indonesia, selain memiliki citarasa yang khas dari rasa yang lembut,
kuat, dan tajam. Sehingga banyak orang yang tertarik dengan kopi. volatilitas
harga adalah besarnya jarak antara fluktuasi/naik turunnya harga, volatilitas tinggi
berarti harga naik tinggi dengan cepat lalu tiba-tiba turun dalam dengan cepat
pula, sehingga memunculkan selisih sangat besar antara harga terendah dan harga
tertinggi dalam suatu waktu. Adapun faktor yang mempengaruhi volatilitas adalah
produksi kopi dan inflasi.
32
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Volatilitas Harga Komoditas Kopi di
Provinsi Sulawesi Selatan
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan
bahwa Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah yang memiliki
perkembangan sektor perkebunan kopi yang cukup tinggi. Pelaksanaan penelitian
tersebut dimulai bulan April sampai Juli 2020.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Komoditas Kopi
Volatilitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi:
1. Produksi Kopi
2. Inflasi
Harga Konsumen Harga Produsen
33
Jenis data yang digunakan merupakan data kuantitatif dan sumber data yaitu
dari data sekunder (time series) dalam kurun waktu 30 tahun. Data sekunder
adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melalui media perantara. Data sekunder merupakan data deret waktu (time series),
yaitu data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu, hari ke hari, minggu ke
minggu, bulan ke bulan dan tahun ke tahun (Kuncoro, 2007). Data deret waktu
biasa digunakan untuk melihat perkembangan kegiatan tertentu dan sebagai dasar
untuk menarik suatu trend, sehingga bisa digunakan untuk membuat perkiraan-
perkiraan yang sangat berguna bagi dasar perencanaan. Adapun instansi yang
dijadikan sebagai sumber data penelitian ini adalah BPS (Badan Pusat Statistik)
Sulawesi Selatan, Kementrian Pertanian serta literatur-literatur yang berkaitan
dengan penelitian.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam
penelitian ini adalah metode dokumentasi, menurut (Suharsimi, 2006) metode
dokumentasi merupakan salah satu cara untuk memperoleh data informasi
mengenai berbagai hal yang ada kaitannya mengenai penelitian dengan jalan
melihat kembali laporan-laporan tulisan, baik berupa angka maupun keterangan.
Selain data-data laporan tertulis, untuk kepentingan penelitian ini juga digali
berbagai data, informasi, referensi, sumber pustaka, media massa dan internet.
34
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
ARCH (Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) GARCH (Generalized
Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) dan analisis regresi linier
berganda.
Model ARCH GARCH dengan bantuan software Eviews 8. Pendekatan ini
dipilih karena tidak semua data memenuhi asumsi homoskedastisitas. Data yang
memiliki varian error term yang tidak sama, di mana error term lebih besar di
beberapa titik pada deret data, disebut data yang mengalami heteroskedastisitas.
Dengan adanya heteroskedastisitas, maka pendekatan ordinary least squares tetap
bisa digunakan (unbiased). Namun, tingkat kepercayaan dengan metode
konvensional ini akan rendah, sehingga tidak akurat. Berbeda dengan pendekatan
konvensional, model ARCH GARCH memandang heteroskedastisitas sebagai
varian untuk dimodelkan. Pendekatan ini tidak hanya memperbaiki kekurangan
metode konvensional, namun juga menghitung varian dari setiap error term
(Engle 2001). Adapun tahapan-tahapan analisis volatilitas menggunakan model
ARCH GARCH adalah sebagai berikut.
a. Identifikasi Efek ARCH
Tahapan ini dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan
heteroskedastisitas pada data harga kopi dengan mengamati nilai koefisien
korelasi dari kuadrat data harga tersebut. Apabila hasil pengujian menunjukkan
bahwa nilai autokorelasi pada kuadrat data harga kopi signifikan pada 29 beda
35
kala yang diperiksa dari perilaku ACF dan PCAF data tersebut, maka data
tersebut dikatakan memiliki efek ARCH, (Engle 2001).
b. Estimasi Model menurut Engle, (2001) sebagai berikut.
1) Identifikasi dan penentuan model rataan (mean equation) Penentuan model
rataan dilakukan dengan mengikuti prosedur metode Box-Jenkins sebagai
berikut.
a) Uji stasioneritas data Uji stasioneritas data diperlukan untuk menghindari
spurious regression. Uji ini dilakukan dengan menggunakan uji
Augmented Dickey-Fuller (ADF-Test) untuk mendeteksi keberadaan
akar unit. Data dikatakan stasioner jika tidak mengandung akar unit. Jika
nilai t-statistic dalam uji ADF lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon
berarti data tidak stasioner dan perlu dilakukan pembedaan atau
differencing.
b) Penentuan model ARIMA tentative Model ARIMA tentative dibuat
berdasarkan collerogram (pola ACF dan PACF) pada data yang sudah
stasioner untuk menentukan orde AR (p) dan orde MA (q) dari suatu
model ARIMA (p.d.q) tentative. Orde d ditentukan berdasarkan
stasioneritas data.
2) Pemilihan model ARIMA terbaik Model arima terbaik adalah model yang
memenuhi kriteria sebagai berikut, yaitu residual peramalan acak,
parsimonius, parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol, kondisi
invertibilitas dan stasioneritas terpenuhi (koefisien AR dan MA masing
masing kurang dari satu), proses iterasi corvengence, dan MSE kecil. Pada
36
tahapan ini akan dilakukan pemilihan model ARIMA terbaik berdasarkan
nilai Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwatrz Criterion (SC) yang
terkecil.
c. Identifikasi dan Penentuan Model ARCH GARCH
Menurut Engle (2001), Penentuan model ARCH GARCH dapat dilakukan
jika model rataan yang diperoleh mengandung efek ARCH dengan tahapan
sebagai berikut.
1) Pengujian efek ARCH Pada tahapan ini dilakukan uji Lagrange Multiplier
(ARCH-LM test), di mana hipotesis nol (H0) tidak terdapat ARCH error.
Data yang tidak mengandung ARCH error tidak perlu dimodelkan dengan
ARCH-GARCH.
2) Penentuan model ARCH GARCH Secara berturut turut pada tahap ini
dilakukan simulasi beberapa model ragam dengan menggunakan model
ARIMA terbaik, pendugaan parameter model, dan pemilihan model ARCH-
GARCH terbaik dari beberapa model alternatif berdasarkan ukuran
kebaikan model dan koefisien yang nyata. Model yang baik adalah model
yang memiliki nilai AIC dan SC yang terkecil. Syarat lain pada model
ARCH GARCH yang harus dipenuhi adalah memiliki koefisien yang
signifikan, nilai koefisien tidak lebih besar dari satu (δ + α < 1), dan
koefisien tidak bernilai negatif (k > 0, δ > 0, α > 0).
d. Evaluasi Model
Evaluasi model dilakukan dengan memeriksa kecukupan model. Jika model
tidak memadai, maka kembali ke tahap identifikasi untuk mendapatkan model
37
yang lebih baik, (Engle 2001). Langkah yang dilakukan adalah dengan
menganalisis residual sebagai berikut.
1) Kenormalan residual
Uji yang digunakan untuk mengukur apakah residual menyebar
normal adalah uji Jarque-Bera, yaitu mengukur perbedaan antara skewness
(kemenjuluran) dan kurtosis (keruncingan) data dari sebaran normal, serta
memasukkan ukuran keragaman.
2) Kebebasan residual
Uji yang digunakan untuk mengukur keberadaan autokorelasi pada
data yang dianalisis adalah uji statistik L jung-Box, yaitu dengan memeriksa
koefisien autokorelasi kuadrat residual. Model tidak layak jika nilai Q*
lebih besar dari nilai X 2 (α) dengan derajat bebas k-p-q atau jika P (X2 (k –
p – q) > Q* ) lebih kecil dari taraf nyata 0,05.
3) Keberadaan efek ARCH-GARCH atau keberadaan heteroskedastisitas
Tahapan ini dilakukan pengujian untuk melihat keberadaan efek
ARCH pada model ARCH GARCH terpilih melalui uji Lagrange Multiplier
(ARCH-LM).
e. Perhitungan Nilai Volatilitas
Model terbaik akan digunakan untuk mengestimasi nilai volatilitas harga
kopi. Ukuran volatilitas ditunjukkan oleh nilai standar deviasi yang merupakan
38
akar kuadrat dari ragam model ARCH GARCH yang diestimasi. Semakin besar
volatilitas maka semakin besar kemungkinan harga naik atau turun secara drastis,
(Engle 2001).
Analisis regresi linier berganda menurut Sugiono, (2016) adalah hubungan
secara linear antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,....Xn) dengan
variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel
independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari
variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau
penurunan. Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio.
Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :
Y’ = a + b1X1+ b2X2+…..+ bnXn + e
Keterangan:
Y’ = Volatilitas harga kopi
X1 = Produksi kopi
X2 = Inflasi
a = Konstanta (nilai Y’ apabila X1, X2…..Xn = 0)
b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)
e = Error
3.5 Definisi Operasional
a. Kopi adalah salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama
dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
39
b. Volatilitas adalah besarnya jarak antara fluktuasi/naik turunnya harga
dalam waktu tertentu.
c. Harga adalah jumlah uang yang harus di bayarkan untuk sebuah produk
dan jasa.
d. Produksi adalah suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai
guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat
dalam memenuhi kebutuhan.
e. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat
harga. Infasi artinya tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukan inflasi.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaaan Geografis
Provinsi Sulawesi Selatan terletak antara 0° 12’- 8° Lintang Selatan 116°
48’- 122° 36’ Bujur Timur. Jumlah sungai yang mengalir di wilayah Sulawesi
Selatan tercatat sekitar 67 aliran sungai, dengan jumlah aliran terbesar di
40
Kabupaten Luwu, yakni 25 aliran sungai. Sungai terpanjang tercatat ada satu
sungai, yaitu Sungai Saddang yang mengalir melalui Kabupaten Tator, Enrekang,
dan Pinrang. Panjang sungai tersebut masing-masing 150 km. di Sulawesi Selatan
terdapat empat danau, yaitu Danau Tempe, dan Sidenreng yang berda di
Kabupaten Luwu Wajo serta Danau Matana dan Towuti yang berlokasi di
Kabupaten Luwu Timur. Adapun jumlah gunung tercatat sebanyak tujuh gunung,
dengan gunung tertinggi adalah Gunung Rantemario dengan ketinggian 3.470
mdpl. Gunung ini berdiri tegak di perbatasan Kabupaten Enrekang dan Luwu.
Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan tercatat 46.71,48 yang
meliputi 20 kabupaten dan 3 kota. Kabupaten Luwu Utara merupakan kabupaten
terluas dengan luas 7.502,68 atau luas kabupaten tersebut merupakan 16,46%
dari seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Batas wilayah Sulawesi Selatan
berdasarkan letak astronomis yaitu di Sebelah Utara berbatasan dengan Sulawesi
Barat, di Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara,
di Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar dan di Sebelah Selatan
berbatasan dengan Laut Flores.
Provinsi Sulawesi Selatan dan pada umumnya daerah di Indonesia
mempunyai dua musim yaitu musim kemarau yang terjadi pada bulan Juni sampai
September dan musim hujan yang terjadi pada bulan Desember sampai bulan
Maret. Berdasarkan pengamatan ditiga Stasiun Klimatologi (Maros, Hasanuddin
dan Maritim Paotere) selama tahun 2016 rata-rata suhu udara 27,6°C di kota
Makassar dan sekitarnya tidak menunjukkan suhu yang nyata. Suhu udara
41
maksimum di Stasiun Klimatologi Hasanuddin 36,2°C dan suhu minimum
28,4°C.
4.2 Keadaan Demografis
Penduduk Sulawesi Selatan terdiri atas empat suku utama yaitu Toraja,
Bugis, Makassar, dan Mandar. Suku Toraja terkenal memiliki keunikan tradisi
yang tampak pada upacara kematian, rumah tradisional yang beratap melengkung
dan ukiran cantik dengan warna natural. Sedangkan suku Bugis, Makassar dan
Mandar terkenal sebagai pelaut yang patriotik. Dengan perahu layer
tradisionalnya pinisi, mereka menjelajah sampai ke utara Australia, beberapa
pulau di Samudra Pasifik, bahkan sampai ke pantai Afrika.
4.2.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di suatu daerah sangat
penting untuk diketahui, karena aspek ini berkaitan dengan penyediaan sarana dan
prasarana sosial ekonomi, dan dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan
saat ini dan saat mendatang. Perkembangan penduduk di Sulawesi Selatan selama
4 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2016-2019
Tahun Luas
(km2)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kepadatan Penduduk
(jiwa/km2)
2016 46.083,94 8.606,375 192
2017 46.083,94 8.690,294 190
2018 45.764,53 8.771,970 192
2019 46.717,48 8.851,200 193
42
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan dalam Angka 2020.
Seiring dengan bertumbuhnya penduduk, kepadatan penduduk pada tahun
2016-2019 menunjukkan bahwa penduduk cenderung mengalami peningkatan
dari 192 jiwa/km2 pada tahun 2016 hingga mencapai 193 jiwa/km pada
tahun 2019.
4.2.2 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan jumlah
penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2016-2019 mengalami
fluktuasi yang cenderung meningkat dari tahun ketahun dimana pada tahun 2019
jumlah penduduk mencapai 8.851,240 jiwa. Komposisi penduduk menurut jenis
kelamin dapat digunakan untuk mengetahui jumlah penduduk serta rasio
jenis kelamin,dimana rasio jenis kelamin yaitu angka yang menunjukkan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan. Jumlah dan rasio jenis kelamin
penduduk Sulawesi Selatan pada tahun 2016-2019 dapat dilihat pada Tabel
berikut.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2016-2019
Tahun Jenis Kelamin
Jumlah Rasio Jenis
Kelamin Laki-Laki Perempuan
2016 4.204,110 4.402,265 8.606,375 95
2017 4.246,101 4.444,193 8.690,294 95
43
2018 4.286,893 4.485,077 8.771,970 95
2019 4.326,409 4.524,831 8.851,240 95
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan dalam Angka 2020
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terkecil
terjadi pada tahun 2016 terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 4.204,110 jiwa
dan penduduk perempuan sebanyak 4.246,101 jiwa dengan jumlah 8.606,375.
jumlah penduduk terbesar terjadi pada tahun 2019 yaitu penduduk laki-laki
sebanyak 4.326,409 dan penduduk perempuan sebanyak 4.524,831 jiwa dengan
jumlah sebanyak 8.851,240 serta rasio jenis kelamin selama 4 tahun yaitu 95.
4.2.3 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur
Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dibedakan
menjadi 3 kelompok, yaitu penduduk usia belum produktif, penduduk usia
non produktif serta penduduk usia produktif. Penduduk usia belum produktif
yaitu penduduk yang berusia 0-14 tahun (anak-anak), Penduduk usia non
produktif yaitu penduduk yang tidak memungkinkan melakukan sejumlah
pekerjaan, penduduk yang tergolong usia lebih dari atau sama dengan 65
tahun (lansia). Sedangkan penduduk usia produktif yaitu penduduk yang
masih dapat bekerja dengan baik untuk menghasilkan suatu produk dan jasa
yang tergolong dalam usia 15-64 tahun. Komposisi penduduk Provinsi
Sulawesi Selatan berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 4. Kelompok Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok
Umur
44
Kelompok Umur Jenis Kelamin jumlah
Total Laki-Laki Perempuan
0-14 1.253,792 1.203,294 2.457,086
15-64 2.836,853 3.003,654 5.840.507
≥65 235.764 317.953 553.717
Jumlah 4.326,409 4.524,901 8.851,310
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan dalam Angka 2020
Tabel 4 menunjukkan bahwa besarnya jumlah penduduk usia produktif lebih
besar di bandingkan jumlah penduduk usia belum produktif dan usia non
produktif yaitu sebanyak 5.840,507 jiwa, sedangkan pada kelompok umur 14
tahun kebawah sebesar 2.457,086 jiwa dan kelompok umur lebih dari 65
tahun sebesar 553.717 jiwa. Hal ini memungkinkan penyediaan tenaga kerja
untuk sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan tercukupi sehingga
kegiatan produksi subsektor perkebunan dapat berjalan dengan baik.
4.3 Keadaan Pertanian
Berdasarkan luas wilayah daratan Sulawesi Selatan yang digunakan untuk
pengembangan sektor pertanian yaitu Luas panen tanaman padi di Sulawesi
Selatan pada tahun 2019 seluas 1.010.188,75 ha dengan produksi padi
5.054.166,96 ton. Kabupaten Bone merupakan kabupaten dengan produksi
tanaman pangan padi, jagung dan kedelai tertinggi. Produksi padi tertinggi berada
di kabupaten Bone 772.874,27 ton yang sejalan dengan produksi beras 441.218,72
ton.
Selain tanaman pangan, Sulawesi Selatan juga penghasil produksi tanaman
hortikultura. Adapun rincian data produksi tanaman hortikultura di Sulawesi
45
Selatan pada tahun 2019 yaitu 1.017.620 kuintal bawang merah, 210.546 kuintal
cabai, 506.285 kuintal kentang, 504.525 kuintal kubis, 585.128 kuintal tomat dan
2.818 kuintal bawang putih. Produksi tanaman biofarmaka tahun 2019 yaitu
13.473.810 kg jahe, 3.133.000 kg laos, 110.394 kg kencur, 9.552.180 kg kunyit.
Sementara untuk daerah penghasil tanaman hias terbanyak adalah kabupaten
Gowa. Dengan rincian jenis tanaman hias anggrek 17.839 tangkai, krisan 471.556
tangkai dan mawar 9.799 tangkai.
Tiga populasi ternak paling banyak di Sulawesi Selatan ialah sapi potong
1.370.797 ekor, 826.177 ekor babi dan 756.021 ekor kambing. Produksi daging
unggas untuk ayam kampung 31.294.308 ton, ayam petelur 9.355.621 ton, ayam
pedaging 65.137.337 ton dan itik 3.163.243 ton.
Sementara untuk hasil perkebunan pada tahun 2019 di Sulawesi Selatan
ialah kelapa sawit 80.804 ton, kelapa 56.889 ton, karet 297 ton, kopi 32.197 ton,
kakao 118.775 ton, tebu 2.125 ton, dan tembakau 1.335 ton.
Produksi perikanan di provinsi Sulawesi Selatan didominasi dari perikanan
tangkap. Dimana pada tahun 2019 mencapai 398.5635,3 ton. Perikanan menjadi
salah satu daya tarik masyarakat di Sulawesi Selatan yang digambarkan bahwa
rumah tangga perikanan di tahun 2019 meningkat jika dibandingkan tahun 2018.
Dimana jumlah rumah tangga perikanan di 2019 meningkat 12.625 rumah tangga
dibandingkan 2018.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Keragaan Komoditas Kopi di Provinsi Sulawesi Selatan
46
5.1.1. Luas Lahan Tanaman Kopi
Luas lahan merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi kopi. Dimana
luas lahan kopi akan mempengaruhi skala usaha dan akhirnya akan
mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usahatani. Luas lahan sebagai salah
satu faktor produksi yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap
usahatani kopi. Adapun perkembangan luas lahan kopi di Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 1990–2019 dapat dilihat pada kurva sebagai berikut.
Kurva 1. Perkembangan Luas Lahan Kopi di Provinsi Sulawesi Selatan Pada
Tahun 1990-2019
Berdasarkan kurva 1 dapat diketahui bahwa perkembangan jumlah luas
lahan kopi di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami fluktuasi. Dimana
peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 109.008 ha. Peningkatan
tersebut disebabkan akibat bertambahnya jumlah penduduk. Sedangkan
penurunan luas lahan kopi terendah terjadi pada tahun 1991 sebesar 43.012 ha.
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018
Luas Lahan
47
Penurunan tersebut disebabkan terjadinya petani melakukan alih fungsi lahan dan
penurunan kualitas lahan.
5.1.2. Produksi Tanaman Kopi
Produksi adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam volatilitas
harga, hal ini dikarenakan produksi merupakan banyaknya jumlah barang yang
akan di tawarkan kepada konsumen apabila produksi tinggi maka jumlah barang
yang ditawarkan juga tinggi sebaliknya apabila jumlah barang yang diproduksi
rendah maka jumlah barang yang ditawarkan juga rendah. Adapun perkembangan
produksi di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 1990–2019 dapat dilihat pada
kurva sebagai berikut.
Kurva 2. Perkembangan Produksi Kopi di Provinsi Sulawesi Selatan Pada
Tahun 1990-2019
Berdasarkan kurva 2 dapat diketahui bahwa perkembangan jumlah produksi
kopi di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami fluktuasi. Dimana peningkatan
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018
Produksi
48
tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar 48.477 ribu ton. peningkatan tersebut
disebabkan terjadinya kelebihan pasokan kopi. Sedangkan penurunan produksi
kopi terendah terjadi pada tahun 1990 sebesar 12.304 ribu ton. Penurunan tersebut
disebabkan oleh kondisi cuaca yang kurang menguntungkan.
5.2 Volatilitas Harga Komoditas Kopi di Sulawesi Selatan
Fluktuasi harga merupakan salah satu permasalahan umum pada
pemasaran komoditas kopi. dimana fluktuasi harga komoditas kopi yang tinggi
menyebabkan penerimaan dan keuntungan usaha yang diperoleh petani dari hasil
kegiatan usahataninya sangat berfluktuasi. dimana kondisi tidak kondusif bagi
pengembangan agribisnis karena keuntungan yang diperoleh dari kegiatan
tersebut menjadi tidak stabil padahal tingkat keuntungan yang tinggi dan stabil
pada umumnya merupakan daya tarik utama bagi pelaku bisnis untuk melakukan
investasi dan memperluas suatu usaha yang di jalankan.
Berdasarkan identifikasi efek ARCH Tahap awal penelitian yaitu
mengidentifikasi keberadaan efek ARCH dengan mengamati nilai kurtosis dari
data harga kopi. kurtosis yaitu kecenderungan data berada di luar distribusi. Data
yang memiliki efek ARCH adalah data yang mengandung heteroskedastisitas,
yaitu memiliki nilai kurtosis > 3 dan nilai autokorelasi pada kuadrat data
signifikan pada 29 beda kala pertama yang diperiksa dari perilaku ACF dan PACF
data tersebut. Hasil pengujian menunjukkan nilai kurtosis data harga kopi sebesar
9,90 artinya terdapat indikasi efek ARCH.
49
Identifikasi efek ARCH ini dapat dilihat dari perilaku ACF dan PACF data
harga kopi pada Lampiran 1. Adapun nilai kurtosis data harga kopi disajikan pada
diagram 1 sedangkan Tabel 5 menunjukkan hasil uji autokorelasi data harga kopi.
Tabel 5. Hasil Uji Autokorelasi Harga Kopi Periode 1990-2019
Uraian Nilai
Prob 1-29 signifikan
Uji autokorelasi ada autokorelasi
Diagram 1. Nilai Kurtosis Data Harga Kopi Periode 1990–2019
0
2
4
6
8
10
12
14
-20000 0 20000 40000 60000 80000
Series: ResidualsSample 1990 2019Observations 30
Mean 0.000000Median -5314.500Maximum 87676.50Minimum -18399.50Std. Dev. 22019.21Skewness 2.556188Kurtosis 9.903505
Jarque-Bera 92.24347Probability 0.000000
Berdasarkan estimasi model secara umum terdapat dua tahapan yang
dilakukan dalam spesifikasi model ARCH GARCH, yaitu tahap identifikasi dan
penentuan model rataan dan tahap identifikasi dan penentuan model ARCH
GARCH. Tahap identifikasi dan penentuan model ARCH GARCH dilakukan jika
model rataan yang diperoleh mengandung efek ARCH. Tahap identifikasi dan
penentuan model rataan diawali dengan pengujian stasioneritas data. Uji
stasioneritas dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tren pada data harga
kopi. Hasil uji stasioneritas menunjukkan bahwa data harga kopi belum stasioner.
Hal ini terlihat dari nilai uji ADF yang lebih kecil dari nilai kritis tingkat 1%.
Adapun nilai uji stasioneritas data harga kopi disajikan pada Tabel berikut.
50
Tabel 6. Uji Stasioneritas Data Harga Kopi dengan Konstanta/Tren atau Tanpa
Konstanta/Tren Periode 1990–2019
Nilai Kritis ADF test
t-statistic Prob *
2.786655 1.0000
1% -3.689194
5% -2.971853
10% -2.625121
Pengujian yang dilakukan pada data yang tidak stasioner akan menyebabkan
terjadinya regresi palsu. Setelah dilakukan pembedaan pertama (first difference),
data kemudian diuji stasioneritas kembali. Stasioneritas data akan menentukan
derajat integrasi dalam pembangunan model ARIMA di tahap berikutnya.
Adapun hasil uji stasioneritas data harga kopi first difference disajikan pada Tabel
berikut.
Tabel 7. Uji Stasioneritas Data Harga Kopi First Difference Periode 1990-2019
Nilai Kritis ADF test
t-statistic Prob *
-5.819007 0.0000
1% -3.689194
5% -2.971853
10% -2.625121
Berdasarkan hasil uji stasioneritas menunjukkan bahwa data harga kopi
sudah stasioner. Hal ini terlihat dari nilai ADF test yang lebih besar dari nilai
kritis pada berbagai tingkat kepercayaan. Data yang stasioner setelah dilakukan
first difference sebanyak satu kali menunjukkan bahwa model rataan pada
penelitian adalah model ARIMA.
51
Langkah selanjutnya adalah pemilihan model ARIMA didasarkan atas
beberapa kriteria, yaitu parameter, stasioneritas terpenuhi yang ditunjukkan oleh
koefisien AR dan MA yang masing-masing kurang dari satu, nilai Akaike
Information Criteria (AIC) dan Schwatrz Criterion (SC) yang terkecil. Dari
beberapa model ARIMA tersebut diperoleh model terbaik yaitu ARIMA (1,1,2)
pada tabel 7. Adapun uji normalitas residual model ARIMA (1,1,2) disajikan pada
diagram 2.
Diagram 2. Uji Normalitas Residual Model ARIMA (1,1,2) untuk Harga Kopi di
Sulawesi Selatan Periode 1990–2019
0
2
4
6
8
10
12
14
-20000 0 20000 40000 60000 80000
Series: ResidualsSample 1990 2019Observations 30
Mean 0.000000Median -5314.500Maximum 87676.50Minimum -18399.50Std. Dev. 22019.21Skewness 2.556188Kurtosis 9.903505
Jarque-Bera 92.24347Probability 0.000000
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa uji normalitas residual
sudah menyebar normal. Hal ini bisa dilihat dari nilai uji JB, probabilitas 0,000
artinya residual sudah menyebar normal.
Tabel 8. Model Rataan Harga Kopi Terbaik
Parameter model terbaik
ARIMA (1,1,2)
Sig √
AIC 21.58602
SC 21.77461
AR 1.5528
MA (1) -0.9537
MA (2) 0.8849
52
Berdasarkan uji terhadap model rataan harga kopi terpilih menunjukkan
bahwa model ARIMA terpilih sudah memenuhi kondisi invertibilitas dan
stasioneritas yang ditunjukkan oleh koefisien AR dan MA yang masing-masing
lebih kecil dari satu. Adapun koefisien AR (1) yaitu 1,5528. koefisien MA (1)
yaitu -0,9537, dan koefisien MA (2) yaitu 0,8849. Selain itu, model juga telah
memenuhi persyaratan memiliki nilai Akaike Information Criteria (AIC) yaitu
21.58602 dan Schwatrz Criterion (SC) yaitu 21.77461. Tabel 7 Menunjukkan
bahwa model ARIMA terpilih sudah memenuhi semua persyaratan yang
ditetapkan.
Berdasarkan tahap identifikasi dan penentuan model ARCH GARCH
tersebut, Langkah pertama pada tahap identifikasi dan penentuan model ARCH
GARCH adalah dengan melakukan pengujian efek ARCH terhadap model Arima
terbaik. Hal ini dilakukan untuk menguji keberadaan ARCH error dalam data. Jika
data tidak mengandung ARCH error, maka tidak perlu dilanjutkan ke model
ARCH GARCH. Uji heteroskedastisitas menunjukan F-statistik sebesar 168,17
dengan nilai probabilitas 0,0000 yang menunjukkan adanya efek ARCH, sehingga
dapat dilanjutkan dengan pemodelan ARCH GARCH.
Langkah kedua adalah penentuan model ARCH GARCH yang tepat dengan
cara melakukan simulasi beberapa model ragam terhadap model ARIMA terbaik
yang telah diperoleh. Kriteria model ARCH GARCH terbaik yaitu memiliki nilai
SC dan AIC terkecil, memiliki koefisien yang signifikan, nilai koefisien varian
dan residual masing-masing tidak lebih dari satu dan tidak bernilai negatif, dan
sudah tidak terdapat efek ARCH.
53
Berdasarkan kriteria tersebut, maka model terbaik yang digunakan dalam
peramalan volatilitas harga kopi adalah Model ARCH (1). Adapun hasil uji
terhadap model ARCH (1) pada Tabel berikut.
Tabel 9. Model ARCH GARCH Terbaik
Parameter model terbaik
ARCH (1)
Sig Prob>0,001
AIC 21.76834
SC 21.95516
Residual 1,1315
Berdasarkan evaluasi model dilakukan untuk memeriksa kecukupan model.
Hasil uji normalitas residual menunjukkan bahwa model ARCH terpilih memiliki
residual yang menyebar normal. Adapun hasil uji normalitas residual terhadap
model ARCH(1) disajikan pada diagram berikut.
Diagram 3. Uji Normalitas Residual Terhadap Model ARCH (1) untuk Harga
Kopi di Sulawesi Selatan Periode 1990–2019
0
1
2
3
4
5
-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
Series: Standardized Residuals
Sample 1990 2019
Observations 30
Mean 0.323623
Median 0.183073
Maximum 2.326759
Minimum -1.078603
Std. Dev. 0.958481
Skewness 0.492713
Kurtosis 2.253785
Jarque-Bera 1.909877
Probability 0.384836
Hal ini bisa dilihat dari nilai uji JB, probabilitas 0,000 artinya residual sudah
menyebar normal. Di samping itu uji efek ARCH juga menunjukkan nilai
probabilitas 0,3848 (prob > 0,05), artinya sudah tidak terdapat efek ARCH.
Berdasakan perhitungan nilai volatilitas dilakukan model terbaik yang
digunakan dalam peramalan volatilitas harga kopi yaitu model ARCH(1).
54
Berdasarkan pengolahan data, diperoleh persamaan model ARCH(1) sebagai
berikut:
Ht = 14323.21 + 1.1315 ε t-
(0,0000) (0.1889)
Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa parameter estimasi sudah
signifikan pada taraf nyata 10%. Hal ini bisa dilihat dari nilai probabilitas suku
ARCH (ε t- ) sebesar 0,1889. Nilai ini lebih besar dari 0,001 (P > 0,001). Model
telah memenuhi syarat model ARCH GARCH, yaitu memiliki nilai koefisien
yang tidak lebih dari 1 dan tidak bernilai negatif. Model ini juga menunjukkan
bahwa pergerakan harga kopi hanya di pengaruhi oleh besarnya volatilitas pada
satu tahun sebelumnya, tetapi tidak dipengaruhi oleh varian harga. Hal ini artinya
jika harga kopi sehari sebelumnya memiliki nilai residual harga yang relatif
besar, maka tingkat harga esok hari akan cenderung besar. Model ragam harga
kopi hanya terdiri dari suku ARCH dengan nilai koefisien sebesar 1,1315 nilai
tersebut menunjukkan tinggi rendahnya volatilitas harga kopi.
Volatilitas harga kopi yang rendah mencerminkan karakteristik permintaan
dan penawaran yang sudah dapat diprediksi waktunya dan kecenderungan
perubahan harga sudah dapat diperkirakan. Hal ini disebabkan kopi merupakan
komoditas yang bersifat musiman, di mana produksinya berkurang di musim
hujan akibat biji kopi yang sudah merah akan berjatuhan dari tangkai dan
melimpah di musim kemarau. Hasil estimasi volatilitas harga kopi menunjukkan
adanya variasi harga kopi antar waktu selama periode 1990 sampai 2019. Variasi
harga kopi tercermin dari nilai standar deviasi bersyarat yang merupakan akar
55
kuadrat dari varian model ARCH GARCH. Adapun hasil estimasi volatilitas
harga kopi 1990 sampai 2019 disajikan pada kurva berikut.
Kurva 3. Volatilitas Harga Kopi di Sulawesi Selatan Periode 1990–2019
Berdasarkan kurva 3 volatilitas yang tinggi kembali terjadi pada tahun 2018
sebesar Rp 68.832 dan pada tahun 2019 sebesar Rp 110.466. Pada tahun tersebut
disebabkan terjadinya gejolak harga kopi yang ditandai dengan nilai conditional
standard deviation (CSD) lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Dan
volatilitas harga yang terendah terjadi pada tahun 1991 sebesar Rp 4.390 dan pada
tahun 1993 sebesar Rp 5.840. Pada tahun tersebut disebabkan karena adanya
kelebihan pasokan produksi kopi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
meskipun volatilitas harganya rendah, namun variasi harga musiman masih
terjadi, Oleh karena itu, kebijakan pembatasan impor kopi sebagai salah satu
upaya perlindungan terhadap petani domestik perlu diimbangi dengan
manajemen distribusi pasokan yang baik sebagai langkah antisipasi gejolak
harga. manajemen distribusi pasokan dapat dilakukan melalui pengaturan pola
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
199019921994199619982000200220042006200820102012201420162018
Harga Kopi
56
produksi, pola tanam, dan pengembangan daerah produksi baru sebagai daerah
penyangga. Upaya ini diikuti dengan perbaikan system logistik, pascapanen, dan
tata niaga, khususnya untuk mengurangi tingkat kehilangan hasil.
5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volatilitas Harga Komoditas Kopi
Berdasarkan hasil dari analisis penelitian yang sudah dilakukan maka dapat
diketahui bahwa variabel independen yaitu dimana produksi kopi, dan inflasi
secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu volatilitas
harga kopi. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan data time series selama 30
tahun terakhir dari tahun 1990-2019. Adapun hasil analisis regresi linear berganda
disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volatilitas
Harga Komoditas Kopi di Provinsi Sulawesi Selatan
Variabel Bebas Koefisien t_statistik Prob
Produksi Kopi (LN_X1) 1.385092 3.736420 0.0009
Inflasi (LN_X2) -0.726492 -2.701571 0.0118
Konstanta = 0.033768 ***) : Signifikan (α=1%
= 0.345677 (34,56%)
**) : Signifikan (α=5%)
hitung = 7.132
P = 0.0032 *) : Signifikan (α=10%)
ns) : non Signifikan
Sumber: Data sekunder diolah, 2020
Hasil persamaan regresinya :
LN_Y = 0.033 + 1.385092LN_X1 - 0.726492LN_X2
57
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa nilai
uji F yaitu 7.132 dan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen, hal
ini berarti bahwa kedua variable bebas (produksi kopi dan inflasi) yang digunakan
dalam model untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas
harga komoditas kopi di Provinsi Sulawesi Selatan berpengaruh secara bersama-
sama (silmutanously) terhadap naik turunnya volatilitas harga tersebut. Hasil
analisis juga memberikan pemahaman bahwa variabel yang di gunakan untuk
menduga volatilitas harga komoditas kopi di Provinsi Sulawesi Selatan mampu
menjelaskan koefisien volatilitas harga kopi tersebut sebesar 34,56 persen.
Hasil pendugaan dalam analisis regresi menunjukkan bahwa variabel yang
berpengaruh nyata terhadap volatilitas harga komoditas kopi adalah produksi
kopi, variabel produksi kopi mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 1.385092.
Nilai pada variabel tersebut menunjukkan kolerasi positif dan berpengaruh nyata
pada arah kepercayaan 95 persen (0.0009 < 0,05) terhadap volatilitas harga
artinya bahwa secara kuantitatif apabila produksi kopi naik 1 persen maka harga
komoditas kopi tersebut meningkat sebesar 1.385092 persen. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aditya ananda, (2015) yang
menjelaskan pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap volatilitas
harga saham pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dengan nilai adjusted R square
menunjukkan 0,124 (12,4%).
Nilai koefisien variabel regresi untuk variabel inflasi adalah -0.726492 nilai
pada variabel tersebut menunjukkan kolerasi negatif terhadap volatilitas harga
tetapi secara statistik berpengaruh nyata pada arah kepercayaan 95 persen
58
(0.0118 < 0,05) terhadap volatilitas harga artinya bahwa secara kuantitatif apabila
inflasi naik 1 persen maka volatilitas harga komoditas kopi di Provinsi Sulawesi
Selatan tersebut menurun sebesar -0.726492 persen. Menurut Aditya ananda,
(2015) inflasi suatu proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan
saling mempengaruhi sebagai penyebab meningkatnya harga.
59
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Volatilitas harga komoditas kopi di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki
volatilitas harga kopi yang rendah mencerminkan permintaan dan penawaran
yang sudah dapat diprediksi waktunya dan pergerakan harga hanya dipengaruhi
oleh besarnya volatilitas harga pada periode satu tahun sebelumnya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas harga komoditas kopi di Provinsi
Sulawesi Selatan adalah produksi kopi dan inflasi yang secara signifikan sama-
sama berpengaruh nyata terhadap volatilitas. Dengan demikian semakin tinggi
nilai produksi maka volatilitas harga kopi meningkat dan semakin tinggi inflasi
maka volatilitas harga kopi menurun.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka terdapat saran
sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan volatilitas harga komoditas kopi pemerintah harus
mengambil kebijakan dengan upaya penyediaan kopi sepanjang musim
dilakukan melalui manajemen distribusi, perbaikan system logistik, pascapanen
dan tata niaga, khususnya untuk mengurangi tingkat kehilangan hasil.
2. Sebaiknya petani kopi lebih memperhatikan faktor produksi, karena ketika
faktor tersebut tidak diperhatikan maka volatilitas harga kopi akan menurun.
60
DAFTAR PUSTAKA
Achsani NA, (2011). Dealing With Commodity Price Volatility in East Asia.
Deparment of Economics. Faculty of Economics and Management.
Bogor Agricultural University (IPB) and Fiscal Policy Office Minister of
Finance of the Republic of Indonesia.
Aditya Ananda, Mahdy. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volatilitas
Harga Saham Pada Perusahaan. Indonesia.
Ahman, Eeng dan Yana Rohmana. 2009. Teori Ekonomi Mikro. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Asmara, A., Oktaviani, R., & Firdaus, M. (2016). Volatilitas Harga Minyak Dunia
dan Dampaknya Terhadap Kinerja Sektor Industri Pengolahan dan
Makro Ekonomi Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, 29(1), 49-69.
Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, Dalam Angka. 2016-2020.
Cahyono, Bambang. (2012). Sukses Berkebun Kopi. Penerbit Mina: Jakarta.
Eko Waluyo Dwi. (2009). Ekonomika Makro. Cetakan Ketiga. Malang : Penerbit
UMM.
Engle R. (2001). The use of ARCH/GARCH Models In Applied Econometrics. J
Econ Perspect.
Fandy Tjiptono, (2002). Strategi Pemasaran, Edisi III, Yogyakarta : CV. Andi
Offset.
Firmansyah. (2006). Analisis Volatilitas Harga Kopi Internasional. Jakarta:
Usahawan.
Julius R. Latumaerissa (2011), Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta:
Salemba Empat.
Janah, R. S., & Budiningharto, S. (2010). Analisis Volatilitas Return Harga
Minyak Kelapa Sawit di Pasar Internasional (Doctoral dissertation,
Universitas Diponegoro).
61
Jordaan, H., B. Grové, A. Jooste, and ZG Alemu. (2007). Measuring the Price
Volatility of Certain Field Crops in South Africa using the
ARCH/GARCH Approach. Agrekon, Vol 46, No 3, September 2007.
Kalengkongan, C. S., Langi, Y. A., & Nainggolan, N. (2020). Analisis Volatilitas
Harga Bawang Putih di Kota Manado Menggunakan Model GARCH.
Kuncoro Mujarab, (2007), Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi untuk Bisnis
dan Ekonomi, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Mankiw, N. Gregory, 2003. Pengantar Ekonomi. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.
Munandar, A. I., Siregar, H., Andati, T., & Anggraeni, L. (2016). Volatilitas
Harga Komoditas Timah. MIX: Jurnal Ilmiah Manajemen, 6(2), 152779.
N. Gregory Mankiw, Euston Quah, Peter Wilson, (2012). Pengantar Ekonomi
Mikro, Jakarta: Salemba Empat.
Najiyati, S. & Danarti. (2001). Kopi : Budidaya dan Penanganan Pascapanen.
Penebar Swadaya. Jakarta.
OECD-FAO.Organisation for Economic Co-operation and Development. (2011).
Agricultural Outlook 2011-2020. Paris (FR): OECD.
Pipit, P., Pranoto, Y. S., & Evahelda, E. (2019). Analisis Volatilitas Harga
Daging Sapi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal Ekonomi
Pertanian dan Agribisnis, 3(3), 619-630.
Philip Kotler & Kevin Lane Keller. (2009), Manajemen Pemasaran Edisi 13 Jilid
1. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Panggabean, Edy. (2011). Buku Pintar Kopi. Jakarta: PT. Argo Media Utama.
Panetta, Fabio, et all. (2006). The Recent Behaviour Of Financial Market
Volatility. BIS Papers No 29. Switzerland.
Rahardja, Pratama dan Mandalla Manurung. (2008). Teori Ekonomi Makro Suatu
Pengantar. Edisi keempat. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Rahardjo, Pudji. (2012). Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan
Robusta. Penebar Swadaya: Jakarta.
62
Samuelson, Paul A. & William D. Nordhaus. (2004). Ilmu Makro-ekonomi. Edisi
Tujuh Belas, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sumantri, A. T., Junaidi, E., & Sari, R. M. (2016). Volatilitas Harga Cabai Merah
Keriting dan Bawang Merah. Jurnal Agribisnis Terpadu, 9(2).
Sumaryanto, (2009). Analisis Volatilitas Harga Eceran Beberapa Komoditas
Pangan Utama dengan Model ARCH/GARCH. Jurnal Agro Ekonomi Vol
27 No. 2. Oktober 2009: 135-163.
Sarnowo, Henry., Danang Sunyoto. 2013. Pengantar Ilmu Ekonomi
Mikro. Yogyakarta: CAPS.
Sukirno, Sadono, 2012. Mikro Ekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Stanton William. (2007). Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi 7 Jilid 1. Jakarta.
Penerbit Erlangga.
Sholehah, F. H. (2016). Pengaruh Volatilitas Harga Terhadap Inflasi Bahan
Makanan Di Kota Malang (Studi Pada Komoditas Daging Sapi Dan
Cabe Rawit). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 4(2).
Schwert, G. William. (1989). “Why Does Stock Market Volatility Change Over
Time?”. The Journal Of Finance Vol. XLIV, No.5.
Tangerman S. (2011). Policy Solutions to Agricultural Market Volatility: A
Synthesis. Geneva (CH). International Centre For Trade and Sustainable
Development.
Wijaya, M. A., Anindita, R., & Setiawan, B. (2014). Analisis Volatilitas Harga,
Volatilitas Spillover, dan Trend Harga pada Komoditas Bawang Putih
(Allium Sativum L.) di Jawa Timur. Agricultural Socio-Economics
Journal, 14(2), 127.
Yahmadi, Mudrig. (2007). Rangkaian Perkembangan dan Permasalahan
Budidaya & Pengolahan Kopi di Indonesia. PT Bina Ilmu Offset: Jawa
Timur.
Yahya, Ari. (2018). Analisis Volatilitas Harga Cabai Merah Keriting. Kabupaten
Gowa. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Makassar.
Yasier Andi Muhammad. (2016). Analisis Pendapatanusaha Tani Kopi di
Kecematan Bungin Kabupaten Enrekang. Skripsi. Fakultas Ekonomi
Esis, Universitas Negeri Makassar.
63
LAMPIRAN
64
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
65
Lampiran 2. Perilaku ACF dan PACF Data Harga Kopi First Difference Periode
66
1990–2019
Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob
. |**** | . |**** | 1 0.515 0.515 8.7865 0.003
. |**. | . |* . | 2 0.351 0.117 13.021 0.001
. |* . | . | . | 3 0.209 -0.015 14.573 0.002
. |**. | . |* . | 4 0.224 0.128 16.425 0.002
. |* . | . *| . | 5 0.089 -0.108 16.727 0.005
. |* . | . | . | 6 0.089 0.043 17.041 0.009
. |* . | . | . | 7 0.081 0.044 17.316 0.015
. | . | . *| . | 8 0.026 -0.083 17.345 0.027
. | . | . | . | 9 0.010 0.025 17.350 0.044
. | . | . | . | 10 -0.007 -0.023 17.352 0.067
. | . | . | . | 11 -0.033 -0.048 17.407 0.096
. | . | . | . | 12 -0.054 -0.003 17.560 0.130
. *| . | . *| . | 13 -0.092 -0.079 18.041 0.156
. *| . | . | . | 14 -0.126 -0.061 18.994 0.165
. *| . | . | . | 15 -0.114 0.010 19.829 0.179
. *| . | . *| . | 16 -0.135 -0.073 21.087 0.175
. *| . | . | . | 17 -0.123 -0.002 22.208 0.177
. *| . | . | . | 18 -0.083 0.040 22.765 0.200
. *| . | . | . | 19 -0.087 -0.057 23.426 0.219
. *| . | . | . | 20 -0.071 0.027 23.907 0.246
. | . | . | . | 21 -0.045 0.018 24.122 0.287
. | . | . | . | 22 -0.052 -0.055 24.443 0.324
. *| . | . *| . | 23 -0.152 -0.129 27.600 0.231
. *| . | . | . | 24 -0.158 -0.047 31.617 0.137
. *| . | . | . | 25 -0.129 -0.005 34.803 0.092
. *| . | . *| . | 26 -0.188 -0.132 43.291 0.018
. *| . | . | . | 27 -0.180 -0.020 53.629 0.002
. *| . | . | . | 28 -0.166 -0.044 66.890 0.000
. *| . | . | . | 29 -0.098 0.022 76.117 0.000
Lampiran 3. Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volatilitas
Harga Kopi di Sulawesi Selatan
67
Dependent Variable: LN_Y
Method: Least Squares
Date: 08/09/20 Time: 17:52
Sample: 1990 2019
Included observations: 30
Variable Coefficient Std. Error
t-Statistic Prob.
C 0.033768 3.087324
0.010938 0.9914
LN_X1 1.385092 0.370700
3.736420 0.0009
LN_X2 -0.726492 0.268915
-2.701571 0.0118
R-squared 0.345677
Mean dependent var 9.740447
Adjusted R-squared 0.297209
S.D. dependent var 0.733944
S.E. of regression 0.615285
Akaike info criterion 1.961176
Sum squared resid 10.22153
Schwarz criterion 2.101296
Log likelihood -26.41764
Hannan-Quinn criter. 2.006002
F-statistic 7.132011
Durbin-Watson stat 0.276949
Prob(F-statistic) 0.003260
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Data di Badan Pusat Statistik
68
Lampiran 5. Website Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan
Lampiran 6. Surat Penelitian Badan Pusat Statistik
69
70
RIWAYAT HIDUP
Nasrawati, lahir di Jeneponto sebagai anak ketiga dari
tiga bersaudara pada tanggal 24 November 1997, dan
merupakan buah kasih sayang dari orang tua H. Nehru dan ST.
Norma.
Pendidikan formal yang dilalui penyusun adalah MAN 1 Gowa dan lulus
pada tahun 2015. Pada tahun 2016 penyusun lulus seleksi perguruan tinggi dengan
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Selama mengikuti perkuliahan, penyusun pernah magang di Balai Benih
Hortikultura Loka Bantaeng. Selain itu penyusun juga aktif di Himpunan
Mahasiswa Agribisnis periode 2019/2020 sebagai Bendahara Umum. Tugas akhir
dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul
“Analisis Volatilitas Harga Komoditas Kopi di Provinsi Sulawesi Selatan”.