analisis uji kelayakan tempat pembuangan ......analisis uji kelayakan tempat pembuangan akhir sampah...

21
ANALISIS UJI KELAYAKAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH NGRONGGO DI SALATIGA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS BERDASAR STANDAR NASIONAL INDONESIA 03-3241-1994 Artikel Ilmiah Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi Peneliti : Septian Danu Widarbo (682014040) Frederik Samuel Papilaya, S.Kom., M.Cs. PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA JANUARI 2019

Upload: others

Post on 21-Feb-2020

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS UJI KELAYAKAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH

NGRONGGO DI SALATIGA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS BERDASAR STANDAR NASIONAL INDONESIA 03-3241-1994

Artikel Ilmiah

Diajukan kepada

Fakultas Teknologi Informasi

Peneliti :

Septian Danu Widarbo (682014040)

Frederik Samuel Papilaya, S.Kom., M.Cs.

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

JANUARI 2019

1. Pendahuluan

Permasalahan sampah saat ini sudah sering terjadi di perkotaan begitu juga dengan

adanya pertambahan penduduk semakin meningkat, juga tidak luput dari sampah yang

dihasilkan oleh penduduk. Pertambahan penduduk tidak diimbangi dengan penambahan

jumlah tempat sampah maka akan menyebabkan masalah lingkungan. Maka dengan adanya

penambahan jumlah sampah menyebabkan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang ada akan

semakin penuh sehingga dibutuhkan penelitian ulang apakah masih layak atau tidak untuk

tetap menjadi TPA.

TPA Ngronggo berada di kelurahan Kumpulrejo, kecamatan Argomulyo kota Salatiga

merupakan satu-satunya TPA yang ada di Salatiga. TPA berkapasitas seluas 5,4 Ha dan

menampung sebanyak 90 ton per hari sehingga luas lahan yang tertimbun sampah mencapai

3,2 Ha.

Di Indonesia SNI sudah dijadikan sebagai standar dengan skala nasional. Penelitian

ini aturan sebagai patokan dalam melakukan uji kelayakan TPA adalah SNI (Standar

Nasional Indonesia) 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA sampah [1].

Penentuan kriteria pemilihan lokasi TPA berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara

Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah ditetapkan 15 kriteria pemilihan lokasi

TPA yaitu kemiringan lereng, kondisi geologi, jarak terhadap badan air, jarak terhadap

permukiman penduduk, jarak terhadap kawasan budidaya pertanian, jarak terhadap kawasan

lindung, jarak terhadap lapangan terbang, dan jarak terhadap perbatasan daerah, luas lahan,

zona penyangga, permeabilitas tanah, kedalaman muka air tanah, intensitas hujan, bahaya

banjir dan transportasi sampah. Selanjutnya dilakukan pengumpulan dan olah data spasial

masing-masing kriteria tersebut dengan memanfaatkan peta tematik [2].

Sistem informasi geografis (SIG) akan mempermudah dalam penentuan tempat dan

analisis yang berpotensi dijadikan sebagai TPA. Analisis SIG digunakan untuk mengevaluasi

masing-masing kriteria penilaian tersebut secara spasial. Lokasi yang layak TPA diperoleh

dari hasil overlay peta-peta tematik yang dihasilkan.

Tujuan penelitian untuk uji kelayakan lokasi TPA yang memperhatikan aspek yaitu

jenis tanah, daerah aliran sungai, kemiringan lereng, jarak terhadap pemukiman, dan jarak

terhadap jalan umum. Proses penentuan lokasi berdasarkan SNI, pertimbangan Dinas

Lingkungan Hidup. Manfaat dari penelitian ini sebagai bahan pertimbangan Dinas

Lingkungan Hidup untuk kesesuaian TPA di Kota Salatiga.

2. Tinjauan Pustaka

Penelitian terkait Analisis Uji Kelayakan Tempat Pembuangan Akhir Berdasarkan SNI 03-

3241-1994 pernah dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan pada Dinas Pekerjaan Umum

Pemukiman Pertambangan dan Energi (DPUPPE) Demak yang membutuhkan analisis

tersebut untuk menentukan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Perencanaan dapat

dilakukan sebuah analisis menggunakan beberapa faktor yang terdapat di dokumen

perencanaan. Dalam hal ini dokumen yang berkaitan adalah Standar Nasional Indonesia

(SNI) dengan nomor SNI 03-3241-1994 tentang Tata cara Pemilihan Lokasi Tempat

Pembuangan Akhir Sampah yang dikeluarkan oleh Dewan Standardisasi Nasional atau usulan

dari Departemen Pekerjaan Umum. Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan evaluasi dinas terkait [3].

Selain itu penelitian sebelumnya mengenai Pengembangan Standar Nasional Indonesia

(SNI) 03-3241-1994 untuk Standarisasi Pemilihan Lokasi Tempat Pemprosesan Akhir

Sampah (TPAS) Regional. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka ditujukan untuk

mengembangkan SNI 03-3241-1994 dalam standarisasi Pemilihan Lokasi TPAS Regional

dan memanfaatkan hasilnya untuk evaluasi TPAS Regional yang telah beroperasi. Hasil

ditujukan pula untuk memberi masukan kebijakan penyusunan standar tata cara

pengembangan TPAS regional [4].

Hubungan dua penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah dalam melakukan

penelitian mengunakan SNI 03-3241-1994. Selain itu kedua penelitian sebelumnya juga

menggunakan Undang – Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2008. Hal yang

membedakan kedua penelitian sebelumnya adalah penelitian yang dilakukan Ahmad Daniyal

(2017) bertujuan untuk evaluasi lahan TPA di Kabupaten Demak, sedangkan penelitian oleh

Fitrijani Anggraini (2016) melakukan penelitian pengembangan SNI 03-3241-1994 dan

memanfaatkan hasilnya untuk evaluasi TPA Regional. Sedangkan pada penelitian ini untuk

uji kelayakan TPA berdasar SNI 03-3241-1994. Penelitian ini fokus pada evaluasi kelayakan

TPA.

Sedangkan SNI adalah sebuah standar yang berlaku secara nasional Indonesia. SNI

dirumuskan oleh Komite Teknis dan ditetapkan oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional).

Dalam melaksanakan tugasnya BSN berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun

2000 tentang Standardisasi Nasional. Badan ini menetapkan Standar Nasional Indonesia

(SNI) yang digunakan sebagai standar teknis di Indonesia. TPA merupakan tempat dimana

sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,

pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan [5].

Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas grafis peta yang lain

dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay

menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut-atributnya dan

menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta

tersebut.[6]

Intersection juga merupakan metode yang dapat digunakan untuk overlay. Intersection

adalah metode tumpang susun antara dua data grafis, tetapi apabila batas luar dua data grafis

tersebut tidak sama, maka yang dilakukan pemrosesan hanya pada daerah yang bertampalan.

Metode up date juga merupakan salah satu fasilitas untuk menumpangsusunkan dengan

menghapuskan informasi grafis pada coverage input (in cover) dan diganti dengan informasi

dari informasi coverage up date (up date cover).[7]

Analisis Proximity merupakan analisis geografi yang berbasis pada jarak antar layer.

SIG menggunakan proses buffering (membangun lapisan pendukung di sekitar layer dalam

jarak tertentu) untuk menentukan dekatnya hubungan antar sifat bagian yang ada.[8]

Pembobotan merupakan teknik pengambilan keputusan pada suatu proses yang

melibatkan berbagai faktor secara bersama-sama dengan cara memberi bobot pada masing-

masing faktor tersebut. Pembobotan dapat dilakukan secara objective dengan perhitungan

statistic atau secara subyektif dengan menetapkannya berdasarkan pertimbagan tertentu.

Penentuan bobot secara subyektif harus dilandasi pemahaman tentang proses tersebut[9].

Setelah pemberian bobot penentuan status kelayakan ditentukan dengan rumus sebagai

berikut:

Ki = harkat nilai tertinggi – harkat nilai terendah (1)

Kelas yang diinginkan

Harkat nilai tertinggi diperoleh dari nilai tertinggi dikalikan dengan bobot pada setiap

parameter yang kemudian dijumlahkan akan menghasilkan nilai tertinggi. Kemudian harkat

nilai terendah diperoleh dari nilai terendah dikalikan dengan bobot pada setiap parameter

yang kemudian dijumlahkan akan menghasilkan nilai terendah. Setelah mengitung nilai

tertinggi dan nilai terendah kemudian nilai tertinggi dikurangkan dengan nilai terendah dibagi

dengan kelas yang diinginkan akan menghasilkan nilai status kelayakan[10].

3. Metode Penelitian

Identifikasi Masalah

Perumusan Masalah

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Penyimpulan Hasil

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan melakukan perhitungan scoring .

Hasil dari penelitian ini adalah berupa score untuk menyimpulkan bahwa TPA di Salatiga

berada di status layak, layak dipertimbangkan, dan tidak layak. Tahapan yang digunakan

dalam analisa uji kelayakan tempat pembuangan akhir terdiri dari 5 tahapan.

Gambar.1 Tahapan Penelitian

Tahapan pertama dimaksudkan untuk merumuskan masalah kondisi kelayakan TPA di

Kota Salatiga. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

kelayakan TPA berdasar SNI 03-3241-1994 dan Peraturan Mentri Nomor 03 Tahun 2013.

Tahapan kedua adalah sebagai pendukung permasalahan dan acuan untuk dijadikan

landasan penelitian, dilakukan studi literatur dari buku-buku diperpustakaan dan beberapa

jurnal yang memiliki topik sama dengan permasalahan.

Tahap ketiga adalah pengumpulan data, data yang dikumpulkan yaitu data spasial.

Penelitian ini menggunakan data spasial yaitu peta lokasi TPA yang didapat dari Badan

Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Kota Salatiga serta Dinas

Lingkungan Hidup.

Tahap keempat mengenai analisis metode scoring dan pengolahan data. Pengolahan data

dilakukan menggunakan piranti lunak SIG yang meliputi data raster dan vektor untuk

mendapatkan hasil analisis. Analisis data selanjutnya menggunakan metode scoring untuk

menentukan status kelayakan lokasi TPA.

Tahap kelima adalah setelah semua data melalui tahap pemrosesan sampai menemukan

hasil yang sesuai maka akan ditarik kesimpulan berupa golongan kelas TPA yaitu layak,

layak dipertimbangkan, dan tidak layak berdasarkan hasil metode scoring dan hasil analisis

peta berupa peta yang menggambarkan kondisi area TPA.

4. Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini melakukan uji kelayakan terhadap TPA di Ngronggo Kota Salatiga.

Dalam melakukan uji kelayakan ada berapa kriteria kelayakan sebagai TPA dari segi

kelayakan regional. Kriteria kelayakan regional meliputi dari kemiringan lereng, kondisi

geologi, jarak terhadap badan air, jarak terhadap permukiman penduduk, jarak terhadap

kawasan budidaya pertanian, jarak terhadap kawasan lindung, jarak terhadap lapangan

terbang, dan jarak terhadap perbatasan daerah.

Letak geografis dan tata guna lahan Kota Salatiga memiliki luas Kota Salatiga 17,87

Km2 yang terbagi menjadi atas 4 kecamatan yaitu kecamatan Argomulyo, kecamatan Tingkir,

kecamatan Sidomukti, dan kecamatan Sidorejo. Kota Salatiga berada pada 110 ° 28' 37.79" -

110o 32' 39.79" Bujur Timur.

Gambar. 2 Peta Administrasi Kota Salatiga

Masing masing kriteria memiliki hasil sebagai berikut, daerah pemukiman ini

menjelaskan bahwa pemukiman harus berjarak lebih dari 1 kilometer untuk menandakan

daerah ini sesuai dengan kriteria SNI.

Gambar. 3 Peta daerah pemukiman

Terlihat dari Gambar. 2 daerah dengan warna hijau muda menjelaskan daerah TPA,

daerah warna merah muda menjelaskan daerah pemukiman, dan buffer 1 kilometer dengan

warna arsir kuning menjelaskan jarak TPA terhadap pemukiman yang mana dalam area

tersebut masih terdapat pemukiman. Data jarak terhadap pemukiman terhadap TPA dengan

buffer 1 Kilometer kita buat kedalam Tabel. 1 untuk mengklasifikasi jarak terhadap

pemukiman, semakin tinggi nilai yang diperoleh akan semakin sesuai TPA yang sudah ada.

Tabel. 1 Jarak terhadap Pemukiman

Komponen Kelas Nilai Bobot

Jarak terhadap pemukiman > 1 kilometer

<1 kilometer

2

1

4

Kriteria selanjutnya sebagai faktor untuk evaluasi uji kelayakan TPA adalah tingkat

kelerengan, semakin rendah tingkat kelerengan maka semakin sesuai sebagai lokasi TPA.

Gambar. 4 Peta kelerengan

Terlihat pada Gambar. 3 warna kuning menjelaskan lokasi TPA dan warna coklat

muda menjelaskan tingkat kelerengan <2% dalam kategori datar. Semakin tua warna maka

semakin miring tingkat kelerengan. Berdasarkan Gambar. 3 lokasi TPA terletak dikondisi 2-

8% (landai). Data Tingkat kelerengan yang sudah ada kita buat kedalam Tabel. 2 untuk

mengklasifikasi kondisi kelerengan pada lokasi TPA, dimana semakin rendah kondisi

kelerengan makan semakin sesuai, sedangkan semakin tinggi tingkat kelerengan semakin

tidak sesuai lokasi TPA.

Tabel. 2 Tingkat kelerengan

Komponen Kelas Nilai Bobot

Kemiringan lereng

<2% (Datar) 5

5

2-8% (Landai) 4

8-30% (Miring) 3

30-40% (Terjal) 2

>40% (Sangat terjal) 1

Kriteria selanjutnya yang digunakan adalah jenis tanah. Kota Salatiga ada 3 jenis

tanah yaitu terdiri dari tanah aluvial, tanah andosol, dan tanah latosol.

Tabel. 3 Definisi tanah

No Jenis Tanah Definisi

1. Tanah Aluvial Tanah aluvial merupakan jenis tanah yang terjadi karena

endapan lumpur biasanya yang terbawa karena aliran sungai.

Tanah ini biasanya ditemukan dibagian hilir karena dibawa

dari hulu. Tanah ini biasanya bewarna coklat hingga kelabu.

2. Tanah Andosol Tanah andosol merupakan salah satu jenis tanah vulkanik

dimana terbentuk karena adanya proses vulkanisme pada

gunung berapi. Tanah ini sangat subur dan baik untuk

tanaman.

3. Tanah Latosol Jenis tanah ini juga salah satu yang terdapat di Indonesia,

tanah ini terbentuk dari pelapukan batuan sedimen dan

metamorf.

Tabel. 4 Jenis tanah

Komponen Kelas Nilai Bobot

Jenis tanah

Aluvial, Podsolik,

Mediteran 4

10 Glei, Latosol 3

Rensina 2

Andosol, Regosol 1

Gambar. 5 Peta jenis tanah

Terlihat pada Gambar. 4 warna kuning menjelas kuning lokasi TPA, warna biru

menjelaskan jenis tanah aluvial coklat kelabuan, warna coklat menjelaskan andosol coklat,

warna ungu asosiasi andosol coklat dan latosol coklat kemerangan, dan warna hijau

menjelaskan latosol coklat. Data jenis tanah di Kota Salatiga yang sudah ada kita buat

kedalam Tabel. 4 untuk mengklasifikasi jenis tanah yang sesuai sebagai TPA yang layak.

Kriteria selanjutnya jarak TPA terhadap jalan. Jarak jalan yang sesuai terhadap TPA

lebih dari 500 meter dari jalan umum.

Gambar. 6 Peta Jalan

Pada Gambar. 5 menjelaskan warna hijau pekat sebagai TPA, garis warna biru

menjelaskan jalan arteri primer, garis berwarna biru tua menjelaskan jalan bebas hambatan,

jalan warna hijau muda menjelaskan jalan kolektor primer, garis berwarna kuning

menjelaskan jalan kolektor sekunder, garis berwarna kuning tua menjelaskan jalan lingkar

salatiga, garis berwarna oranye menjelaskan jalanan lingkunga, garis berwarna oranye tua

menjelaskan jalan lokal primer, garis berwarna merah menjelaskan jalan lokal sekunder,

arsiran warna biru menjeaskan area buffer kesesuaian jarak TPA terhadap jalan dengan jarak

buffer 500 meter. Data jalan yang sudah ada kita buat kedalam bentuk Tabel. 5 untuk

mengklasifikasi jarak TPA terhadap jalan dibagi menjadi 2 kelas, dimana buffer yang

dilakukan dengan jarak 500 meter jika masih terdapat jalan yang mengenai buffer maka

dinyatakan tidak layak, dan sebaliknya dengan buffer 500 meter tidak terdapat jalan di dalam

buffer maka dinyatakan layak dari segi jarak terhadap jalan.

Tabel. 5 Jarak terhadap jalan

Komponen Kelas Nilai Bobot

Jarak terhadap jalan > 500 meter

<500 meter

2

1

3

Kriteria selanjutnya jarak sungai terhadap TPA. Jarak sungai yang sesuai terhadap

TPA lebih dari 100 meter dari sungai.

Gambar. 7 Peta sungai

Pada Gambar. 6 menjelaskan peta daerah aliran sungai. Garis warna biru menjelaskan

daerah aliran sungai dan arsiran warna biru menjelaskan area buffer kesesuaian jarak TPA

terhadap daerah aliran sungai dengan jarak buffer 100 meter. Data daerah aliran sungai yang

sudah ada kita buat kedalam bentuk Tabel. 6 untuk mengklasifikasi jarak TPA terhadap

daerah aliran sungai dibagi menjadi 2 kelas, dimana buffer yang dilakukan dengan jarak 100

meter jika masih terdapat daerah aliran sungai yang mengenai buffer maka dinyatakan tidak

layak, dan sebaliknya dengan buffer 100 meter tidak terdapat daerah aliran sungai didalam

buffer maka dinyatakan layak dari segi jarak terhadap daerah aliran sungai.

Tabel. 6 Jarak terhadap daerah aliran sungai

Komponen Kelas Nilai Bobot

Daerah aliran sungai > 100 meter

<100 meter

2

1

8

Gambar. 8 Hasil buffer dan intersect

Langkah selanjutnya untuk proses GIS yang dilakukan adalah langkah pertama

intersect peta daerah aliran sungai, jarak terhadap pemukiman, dan jarak terhadap jalan yang

sudah di buffer terhadap TPA. Kemudian intersect pemukiman dengan buffer 1 kilometer,

jalan umum 500 meter, dan daerah aliran sungai 100 meter. Kemudian union peta yang sudah

di buffer dan intersect, dari Gambar. 7 warna kuning menjelaskan TPA, warna biru

menjelaskan buffer 100 meter terhadap darah aliran sungai, warna hijau menjelaskan buffer

500 meter terhadap jalan umum, dan warna merah menjelaskan buffer 1 kilometer terhadap

pemukiman.

Hasil buffer yang sudah dilakukan menghasilkan dalam jarak buffer 100 meter

terhadap TPA masih ada daerah aliran sungai yang dekat dengan lokasi TPA. Buffer dalam

jarak 500 meter membuffer jalan lingkungan dan jalan kolektor sekunder yang merupakan

jalan umum. Buffer dalam jarak 1 kilometer terhadap TPA masih ada daerah pemukiman.

Langkah selanjutnya analisis jenis tanah dan kondisi kelerengan TPA. Berdasar

Gambar. 3 dan Gambar. 4, TPA Ngronggo terletak pada kelerengan 2-8% dalam kondisi

landai sedangkan jenis tanah di TPA Ngronggo terdiri dari jenis tanah latosol.

Tabel. 7 Scoring

Komponen Kelas Nilai Bobot Hasil

Jenis tanah Aluvial, Podsolik,

Mediteran 4

10 30 Glei, Latosol 3

Rensina 2

Andosol, Regosol 1

Daerah aliran sungai >100 meter 2 8 8

<100 meter 1

Kemiringan lereng <2% (Datar) 5

5 20

2-8% (Landai) 4

8-30% (Miring) 3

30-40% (Terjal) 2

>40% (Sangat terjal) 1

Jarak terhadap pemukiman >1 kilometer 2 4 4

<1 kilometer 1

Jarak terhadap jalan umum >500 meter 2 3 3

<500 meter 1

Jumlah 65

Selanjutnya sistem pendukung keputusan menggunakan scoring yang diawali dengan

melihat kondisi pada hasil analisis peta yang sudah dilakukan. Kemudian mengalikan angka

kesesuaian dengan bobot akan menghasilkan angka kecocokan kriteria dari analisis GIS,

terlihat pada Tabel. 7. Selanjutnya untuk membua batas kelas kesesuaian dan kelayakan

dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :

Nilai terendah = (1x10)+(1x8)+(1x5)+(1x4)+(1x3)= 30

Nilai tertinggi =(4x10)+(2x8)+(5x5)+(2x4)+(2x3)= 95

Ki = 95 – 30 = 21

3

Tabel. 8 Status kelayakan

Status kelayakan Nilai

Tidak layak 30 – 48

Layak 49 – 67

Sangat layak 68 - 85

Hasil evaluasi menggunakan metode scoring, TPA Ngronggo mendapatkan nilai 65,

sesuai dengan hasil penilaian TPA Ngronggo termasuk dalam kategori Layak. Yang mana

TPA sudah memenuhi SNI dan sudah sesuai tahap Regional dapat dilihat di Tabel. 8. Sesuai

dengan standar yang sudah ditetapkan pada SNI 03-3241-1994 mengenai Tata Cara

Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah yang dikuatkan dengan Peraturan

Mentri Dalam Negri No 33 Tahun 2010 mengenai Pedoman Pengelolaan Sampah yang

nantinya digunakan sebagai pedoman dinas terkait.

5. Kesimpulan

Analisis uji kelayakan TPA Ngronggo menggunakan SNI 03-3241-1994 dan fungsi

GIS dengan penilaian dari aspek jenis tanah lokasi TPA berada pada jenis tanah latosol.

Kondisi kelerengan di lokasi TPA pada tingkat kelerengan 2-8% dengan status kelerengan

landai. Jarak terhadap jalan dengan buffer 500 meter masih ada jalan yang masih dalam

buffer terhadap TPA. Jarak terhadap daerah aliran sungai buffer 100 meter masih terdapat

jalan yang masuk dibuffer tersebut. Jarak terhadap pemukiman masih terdapat pemukiman

dengan buffer 1 kilometer. Dari aspek yang di uji TPA ngronggo mendapatkan nilai 65 yang

berada pada status kelayakan dinyatakan Layak. Dalam penelitian ini penggunaan atribut data

masih sangat terbatas dan klasifikasi masih berdasarkan dari segi regional. Penelitian

mendatang dapat mengembangkan dengan menggunakan data terbaru dan dapat lebih

menambahkan kriteria yang diperlukan untuk mendukung pengambilan keputusan.

6. Refrences

[1] Jurnal UIN http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/planomadani/article/view/2519

[Diakses pada 23 Januari 2017]

[2] SNI 03-3241-1994 Tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir

Sampah

[3] Daniyal Ahmad, dkk. 2017. Analisis Penentuan Lokasi dan Rute TPA Berbasis

Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Demak, program studi Teknik Geodesi

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang,

Telp. (024)76480785, 76480788

[4] Anggraini Fitrijani, dkk 2016. Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-

3241-1994 Untuk Standarisasi Pemilihan Lokasi Tempat Pemprosesan Akhir Sampah

(TPAS) Regional, Puslitbang Perumahan dan Permukiman, Balitbang, Kementerian

PUPR Jalan Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung

[5] BSN. http://www.bsn.go.id/main/sni/isi_sni/5 [Diakses pada 12 September 2017]

[6] ESRI. http://desktop.arcgis.com/en/arcmap/10.3/analyze/commonly-used

tools/overlay-analysis.htm [Diakses pada 20 Januari 2017]

[7] ESRI. http://desktop.arcgis.com/en/arcmap/10.3/guide-books/extensions/aviation-

charting/intersecting-geometries.htm [Diakses pada 20 Januari 2017]

[8] ESRI. http://desktop.arcgis.com/en/arcmap/10.3/analyze/commonly-used-

tools/proximity-analysis.htm [diakses pada 20 Januari 2017]

[9] Skoring, Spatial Database Analysis Facilities, Laboratorium Analisis Lingkungan dan

Permodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[10] Hamsah, dkk, 2017. Kesesuaian Tempat Pembuangan Akhir Sampah Dengan

Lingkungan di Desa Kalitirto Yogyakarta, Jurusan Geografi FMIPA UNM Makassar,

Program Pasca Sarjana, Fakultas Geografi, UGM Yogyakarta