analisis terhadap hubungan kausalitas antara inflasi dan pengangguran di indonesia periode 1990-2001

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Inflasi dan pengangguran sudah sejak lama menjadi permasalahan yang dihadapi oleh banyak negara, terutama negara sedang berkembang. Inflasi sering didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus (Boediono,1992). Dengan kenaikan harga barang tersebut, perekonomian akan mengalami ketidakstabilan secara menyeluruh dan akan mempengaruhi perilaku pemerintah dan masyarakat. Pemerintah berusaha untuk menekan laju inflasi di bawah 10% karena persentase tersebut menjadi semacam batas psikologis yang dipakai sebagai ukuran stabilitas harga, dan itu juga 1

Upload: contoh-makalah-skripsi-dan-tesis

Post on 28-Jul-2015

630 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001Baca selengkapnya di http://www.contohmakalah77.com

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Inflasi dan pengangguran sudah sejak lama menjadi permasalahan yang dihadapi

oleh banyak negara, terutama negara sedang berkembang. Inflasi sering didefinisikan

sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus

(Boediono,1992). Dengan kenaikan harga barang tersebut, perekonomian akan

mengalami ketidakstabilan secara menyeluruh dan akan mempengaruhi perilaku

pemerintah dan masyarakat.

Pemerintah berusaha untuk menekan laju inflasi di bawah 10% karena persentase tersebut

menjadi semacam batas psikologis yang dipakai sebagai ukuran stabilitas harga, dan itu

juga berarti stabilitas perekonomian makro secara menyeluruh (Prasentiontono,1993,hal

126).

T.Nakamura dalam artikelnya yang berjudul “Inflation in the Republic of Korea,

Phillipine and Indonesia” menyebutkan alasan mengapa inflasi begitu penting untuk

mendapatkan perhatian pemerintah, yaitu :

a) inflasi dapat memperburuk neraca pembayaran

1

Page 2: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

b) inflasi dapat menurunkan tabungan domestik yang merupakan sumber dana investasi

bagi negara sedang berkembang

c) defisit neraca perdagangan akan dapat menaikkan jumlah utang luar negeri

Dengan alasan-alasan tersebut, maka pemerintah menetapkan untuk menekan inflasi tidak

mencapai dua digit.

Pembicaraan mengenai inflasi mulai sangat populer di Indonesia ketika terjadi

inflasi yang mencapai 650% pada pertengahan tahun 1960-an. Berdasarkan pengalaman

pahit tersebut, pemerintah senantiasa berusaha untuk mengendalikan laju inflasi. Di

bawah ini adalah laporan inflasi dari November 1999 s/d Juni 2002 berdasarkan

perhitungan inflasi tahunan.

Tabel 1.1

Bulan Tahun Tingkat Inflasi

June 2002 11.48 %May 2002 12.93 %April 2002 13.30 %March 2002 14.08 %

February 2002 15.13 %January 2002 14.42 %

December 2001 12.55 %November 2001 12.91 %October 2001 12.47 %

September 2001 13.01 %August 2001 12.23 %

July 2001 13.04 %June 2001 12.11 %May 2001 10.82 %April 2001 10.51 %March 2001 10.62 %

February 2001 9.14 %January 2001 8.28 %

December 2000 9.35 %November 2000 9.12 %October 2000 7.97 %

September 2000 6.79 %August 2000 6.11 %

July 2000 4.56 %June 2000 2.15 %May 2000 1.28 %April 2000 0.15 %

2

Page 3: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

March 2000 - 1.10 %February 2000 -0.84 %January 2000 0.35 %

December 1999 2.01 %November 1999 1.75 %

Sumber : Laporan Bank Indonesia Juli 2002

Pengangguran adalah kelompok masyarakat yang sudah masuk dalam golongan

angkatan kerja, tapi mereka tidak bekerja, atau tidak mendapatkan pekerjaan atau sedang

mencari pekerjaan (Paul R.Milgran dan John Robert,1992)

Pengangguran merupakan masalah yang ada di seluruh negara di dunia, terutama

negara-negara sedang berkembang. Sebenarnya pengangguran merupakan masalah sosial,

namun pada akhirnya menjadi masalah ekonomi juga karena akan mempengaruhi tingkat

pertumbuhan perekonomian negara. Sebagai negara baru/negara miskin (kebanyakan),

jumlah lapangan pekerjaan di negara sedang berkembang masih belum dapat menampung

jumlah pencari kerja.

Pengangguran di berbagai negara akan menimbulkan banyak gejolak ekonomi

seperti halnya dengan inflasi akan mempengaruhi kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

Tidak tertampungnya tenaga kerja dalam suatu kegiatan ekonomi disebabkan oleh banyak

hal diantaranya, kurangnya keahlian yang dimiliki oleh si tenaga kerja dan terbatasnya

jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Menurut Dr. Payaman J.Simanjuntak, dunia

ketenagakerjaan nasional kini tengah menghadapi masalah besar yaitu timpangnya laju

kesempatan kerja dibandingkan dengan pertambahan angkatan kerja setiap tahunnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran di Indonesia

menunjukkan kecenderungan naik sejak tahun 1997 hingga 1999 dan sedikit menurun

pada tahun 2000. Tingkat pengangguran pada tahun 2000 tercatat sebesar 6,14 persen,

sedangkan tahun 1999 sebesar 6,36 persen. Pihak BPS sendiri menyatakan belum

mempublikasikan berapa tepatnya jumlah pengangguran di tahun 2000. Tingkat

3

Page 4: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

pengangguran tersebut dinyatakan sebagai persentase dari penjumlahan banyaknya

penganggur terbuka dan setengah penganggur terpaksa terhadap banyaknya orang yang

tercakup sebagai angkatan kerja.

Berbicara mengenai pengangguran di Indonesia, maka yang dimaksud adalah

pengangguran terbuka dan belum meliputi mereka yang termaksud dalam pengangguran

terselubung (disguised unemployment) atau setengah pengangguran yang angkanya

selama ini jauh lebih besar dibandingkan angka pengangguran terbuka dan yang lebih

menarik, pengangguran terbuka ini didominasi oleh keluarga masyarakat yang

berpendidikan cukup tinggi. Data pengangguran tercatat di Indonesia adalah data

pengangguran terbuka, tidak termasuk pengangguran terselubung atau setengah

pengangguran seperti ibu RT, dan mahasiswa yang masih belajar. Pengangguran terbuka

adalah angkatan kerja yang masuk dunia kerja namun tidak memperoleh pekerjaan atau

masih mencari pekerjaan.

Kondisi setengah pengangguran terbagi lagi menjadi dua keadaan, yaitu setengah

pengangguran kentara dan setengah pengangguran tidak kentara. Setengah pengangguran

kentara (visible underemployment) mencerminkan ketidakcukupan dalam volume

pekerjaan, sedangkan setengah pengangguran tidak kentara (invisible underemployment)

mencerminkan ketidaktepatan penempatan sumber daya manusia atau ada

ketidakseimbangan antara tenaga kerja dengan faktor produksi.

Definisi bekerja sangat longgar sehingga batas antara orang yang bekerja dan

pengangguran tipis. Orang dikatakan telah bekerja jika telah melakukan kegiatan

ekonomi dengan maksud memperoleh pendapatan atau keuntungan dalam satu jam secara

tidak terputus selama satu minggu yang lalu. Definisi ini berbeda antara negara yang satu

4

Page 5: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

dengan lainnya, tergantung dari keadaan negara tersebut, terutama dalam menentukan

berapa jam seseorang dapat digolongkan menjadi kelompok yang telah bekerja.

Dengan minimnya jam kerja yang dipersyaratkan dalam definisi ini, sangat banyak orang

yang termasuk dalam angkatan kerja. Dalam angka kelompok pengangguran terlihat lebih

sedikit dari keadaan nyatanya. Dapat saja jumlah penganggur di Indonesia dalam angka

terlihat lebih sedikit dibandingkan dengan negara tetangga. Padahal kenyataannya tidak

demikian, secara riil mungkin saja sebenarnya jumlah pengangguran lebih tinggi di

Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena standar minimum jam bekerja di negara lain lebih

tinggi dibandingkan dengan standar yang digunakan di Indonesia.

Sebagai perbandingan, Orgasisasi Buruh Internasional (ILO-International Labour

Organization) juga mengeluarkan definisi baku tentang pengangguran dan setengah

pengangguran.

Definisi ini disusun atas tiga kriteria, yaitu tidak bekerja, bersedia bekerja, dan sedang

mencari pekerjaan. Penganggur didefinisikan sebagai seseorang yang termasuk kelompok

penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja, bersedia menerima

pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan. Orang yang termasuk dalam kelompok ini

disebut penganggur terbuka atau penganggur penuh (open unemployment).

Diantara tujuan-tujuan kebijakan ekonomi makro, inflasi dan pengangguran merupakan

masalah tersendiri yang cukup menyita perhatian pemerintah. Untuk mengatasi inflasi,

sebelum mengambil kebijakan, harus diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang

menyebabkan timbulnya inflasi. Harga barang-barang umum yang dipantau oleh

pemerintah ditentukan oleh permintaan dan penawaran agregat. Bila laju pertumbuhan

5

Page 6: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

permintaan agregat lebih besar daripada laju pertumbuhan penawaran agregat, maka akan

timbul inflasi yang didorong oleh permintaan (demand pull inflation-Nopirin,1997)

Dalam kaitannya dengan inflasi, jumlah pengangguran bisa dipengaruhi melalui

perusahaan tempat pekerja bekerja, atau lewat pasar tenaga kerja. Pada perusahaan, saat

terjadi inflasi, harga barang produksinya naik sehingga perusahaan mendapat keuntungan

tambahan. Tambahan keuntungan tersebut digunakan untuk meningkatkan kapasitas

produksinya. Peningkatan kapasitas produksi memerlukan tambahan sumber daya

termasuk tenaga kerja, sehingga menyerap tenaga kerja, dan hal itu menyebabkan angka

pengangguran berkurang.

Namun jika terjadi deflasi (inflasi negatif), harga barang-barang turun, sehingga

pendapatan perusahaan berkurang. Di sisi lain, pengeluaran perusahaan tetap, antara lain

untuk gaji karyawan. Sehingga untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan dilakukan

PHK oleh pemilik perusahaan terhadap karyawan, terutama yang tidak atau kurang

produktif.

Tabel 1.2

Pengangguran berdasar Tingkat Pendidikan pada th 1997, 1998, 1999, 2000 dan 2001

Tingkat Pendidikan 1997 1998 1999 2000*) 2001**)1. Tidak Bersekolah 216,495 257,330 278,500 221,242 851,4262. SD 760,172 911,782 1,151,252 1,216,976 1,893,5653. SLTP 736,375 984,104 1,159,478 1,367,892 1,786,3174. SLTA 2,106,182 2,479,739 2,886,216 2,546,355 2,933,4905. Diploma I/II 37,676 47,380 90,230 - -6. Akademi/Diploma III 104,054 128,037 153,696 184,690***) 251,134***)7. Universitas 236,352 254,111 310,947 276,076 289,099

Total 4,197,306 5,062,783 6,030,319 5,813,231 5,813,231*) Tidak termasuk Provinsi Maluku **) Mencari kerja, mendirikan usaha/perusahaan baru, tidak ada kesempatan kerja, dan akan memulai pekerjaan di masa depan ***) Academi / Diploma I/II/IIISumber : Survei Tenaga Kerja Nasional 1997, 1998, 1999, 2000 dan 2001

6

Page 7: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

Hampir sama halnya dengan pasar tenaga kerja. Saat terjadi inflasi, pendapatan

perusahaan meningkat, sehingga perusahaan berniat meningkatkan kapasitas

produksinya. Perusahaan menbutuhkan tenaga kerja baru, dan bersedia membayar upah

diatas upah nominal. Tingginya upah tersebut menarik minat tenaga kerja untuk

bergabung bersama perusahaan tersebut. Berbeda jika terjadi deflasi. Pendapatan

perusahaan berkurang, sementara pengeluaran tetap. Dalam situasi ini perusahaan tidak

akan menaikkan upah pekerjanya, malah ada kemungkinan melakukan pemutusan

hubungan kerja, sehingga menambah jumlah angka pengangguran.

Salah satu alat untuk mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan pengangguran

adalah kurva Phillips, yang dihasilkan dari pengamatan A.W Phillips terhadap hubungan

empiris antara tingkat perubahan upah dan pengangguran di Inggris pada tahun 1861-

1957. Hasil pengamatan tersebut menyatakan bahwa antara tingkat perubahan upah dan

pengangguran memiliki hubungan yang negatif atau terbalik. Phillips menggunakan

tingkat perubahan upah karena upah akan mempengaruhi daya beli konsumen, yang

kemudian mempengaruhi harga barang dan jasa, dan pada akhirnya juga mempengaruhi

inflasi (Mankiew,1997). Kurva Phillips adalah suatu fenomena empirik untuk mencari

suatu teori, dan pada saat itu, terdapat dua teori inflasi yang bersaing, keduanya

dikemukakan oleh Keynes dalam tempat yang berlainan yaitu : “demand-pull” inflation

dan “cost-push” inflation. Teori infasi “demand-pull” dan “cost-push” inflation

keduanya dapat direkonsiliasikan dengan fenomena empirik yang dirangkum ke dalam

kurva Phillips: pada saat tidak ada pengangguran (full employment), maka inflasi upah

dan harga akan meningkat. Sebagai sebuah kurva yang menjelaskan hubungan antara

7

Page 8: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

perubahan upah pekerja/tingkat inflasi dan tingkat pengangguran, kurva Phillips

merupakan salah satu alat analisis bagi pengambil kebijakan moneter atau pemerintah

Penelitian ini dimaksud untuk mengetahui bentuk kurva Phillips di Indonesia. Apakah

kurva Phillips di Indonesia betul-betul berbentuk kurva, atau garis linier. Hal ini

dilakukan karena menurut data dan sejarah perekonomian moneter Indonesia, perubahan

inflasi sangat besar, dan dipengaruhi oleh banyak kejadian di dalam maupun luar negeri.

Seperti terjadi Perang Teluk pada tahun 1991 atau deregulasi perbankan tahun 1983 dan

1988 yang dampaknya terhadap peredaran uang cukup besar.

Selain itu, akan dilihat pula bagaimana kurva Phillips di Indonesia dalam jangka pendek

maupun jangka panjang. Secara teoritis, dalam jangka panjang kurva Phillips berbentuk

garis vertikal (Thomas M. Humphrey, 1976).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menilai bahwa permasalahan tersebut

menarik untuk diteliti, karena kausalitas antara inflasi dan pengangguran dengan

menggunakan analisis Phillips Curve di Indonesia terbilang masih jarang. Hal ini

disebabkan karena adanya asumsi bahwa Phillips Curve tidak berlaku di Indonesia.

Periode yang dipilih adalah tahun 1990-2001 dengan alasan ketersediaan data dan

rentang waktu yang cukup panjang untuk meneliti kausalitas antara inflasi dan

pengangguran di Indonesia. Sehingga judul yang diambil penulis dalam penelitian ini

adalah :

Analisis Terhadap Hubungan Kausalitas Antara Inflasi Dan Pengangguran Di

Indonesia

(Dengan Menggunakan Analisis Phillips Curve)

1.2 Landasan Teori

8

Page 9: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

Pada saat pengangguran rendah, inflasi cenderung akan meningkat. Sebaliknya

pada saat pengangguran tinggi, inflasi cenderung menurun. Hubungan yang berlawanan

antara inflasi dan pengangguran dikenal dengan kurva Phillips.

Kurva Phillips adalah hubungan relatif. Pengangguran yang dipertimbangkan rendah atau

tinggi berhubungan dengan apa yang disebut dengan tingkat pengangguran alami. Inflasi

yang dipertimbangkan rendah atau tinggi berhubungan dengan tingkat inflasi yang

diharapkan.

Gambar 1.1 – Kurva Phillips

Kurva Phillips mengaitkan inflasi upah dengan pengangguran melalui persamaan sbb :

(dw/dt)/w = h(U)

dimana h’<0, maka ketika pengangguran meningkat, akan menyebabkan inflasi upah

menurun. Menahan pergerakan harga satu demi satu ke arah pergerakan upah, sehingga

dapat ditulis kembali sbb :

= (dp/dt)/p = h(U)

maka inflasi harga akan berkorelasi negatif dengan pengangguran.

9

Page 10: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

Ketika Friedman memberikan ceramahnya pada tahun 1976, hubungan jangka

panjang antara inflasi dan pengangguran masih diperdebatkan. Selama tahun 60-an,

kebanyakan ahli ekonomi percaya bahwa rata-rata tingkat pengangguran yang lebih

rendah dapat terjadi terus-menerus jika ada yang bersedia untuk menerima tingkat inflasi

yang secara permanen lebih tinggi (tapi stabil).

Friedman menggunakan pidato Nobelnya untuk menyampaikan dua argumentasi tentang

pertukaran inflasi dan pengangguran ini. Pertama, dia melihat kembali alasan pertukaran

pada jangka pendek tidak akan berlaku pada jangka panjang. Meningkatkan permintaan

nominal untuk menurunkan pengangguran akan mengakibatkan peningkatan upah

selama perusahaan berusaha untuk menarik pekerja tambahan. Perusahaan akan bersedia

untuk memberikan upah yang lebih tinggi jika mereka mengharapkan harga output lebih

tinggi di masa depan karena adanya ekspansi. Friedman mengasumsikan, bagaimanapun,

para pekerja pada awalnya akan merasa kenaikan upah nominal mengakibatkan kenaikan

pada upah riil. Mereka merasa demikian karena “persepsi dari harga umum” yang akan

menyesuaikan secara perlahan-lahan, maka upah nominal akan dirasakan mengalami

kenaikan lebih cepat dari harga. Sebagai responnya, penawaran tenaga kerja akan

meningkat, dan kesempatan kerja dan output akan mengalami ekspansi. Pada akhirnya,

pekerja akan menyadari bahwa tingkat harga umum telah mengalami kenaikan dan upah

riil mereka sebenarnya tidak meningkat, mengarah pada penyesuaian yang akan

mengembalikan perekonomian pada tingkat penggangguran alaminya.

Argumen yang kedua dari Friedman adalah bahwa kemiringan dari kurva Phillips

sebenarnya dapat menjadi positif--inflasi yang lebih tinggi akan diasosiasikan dengan

10

Page 11: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

rata-rata pengangguran yang lebih tinggi. Pada tahun 1970-an, banyak perekonomian

yang mengalami kenaikan inflasi dan pengangguran secara simultan. Friedman berusaha

memberikan suatu hipotesis yang bersifat sementara untuk fenomena ini. Dalam

pandangannya, inflasi yang lebih tinggi cenderung diasosiasikan dengan inflasi yang

mudah berubah-rubah dan ketidakpastian inflasi yang lebih besar. Ketidakpastian ini

mengurangi efisiensi ekonomi yang seharusnya seimbang sesuai dengan perencanaannya,

ketidaksempurnaan dalam sistem indeksasi menjadi lebih terlihat, dan pergerakan harga

menimbulkan tanda-tanda yang membingungkan mengenai jenis-jenis perubahan harga

relatif yang mengindikasikan perlunya ada perubahan pada sumber daya.

Korelasi positif antara inflasi dan pengangguran yang dikemukakan oleh Friedman

setelah itu digantikan oleh korelasi negatif pada awal 1980-an, dimana pada saat itu

terjadi disinflasi yang diiringi oleh resesi. Sekarang ini, kebanyakan ahli ekonomi akan

melihat pergerakan inflasi dan pengangguran sebagai penggambaran dari gangguan

penawaran dan permintaan agregat seperti halnya dengan penyesuaian dinamis dari

perekonomian sebagai respon dari gangguan tersebut. Ketika gangguan permintaan

mendominasi, pada awalnya inflasi dan pengangguran akan cenderung berkorelasi negatif

, sebagai contoh, suatu ekspansi akan menurunkan pengangguran dan meningkatkan

inflasi. Seperti halnya dengan penyesuaian perekonomian, harga akan terus meningkat

dan pengangguran akan mulai meningkat lagi dan kembali pada tingkat alaminya. Ketika

gangguan penawaran mendominasi (seperti yang terjadi pada tahun 1970-an), inflasi dan

pengangguran pada awalnya akan cenderung bergerak ke arah yang sama.

Hampir semua ahli ekonomi mengikuti Friedman untuk menerima bahwa tidak ada

pertukaran dalam jangka panjang yang akan mengakibatkan pengangguran permanen

11

Page 12: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

yang lebih rendah untuk dipertukarkan dengan inflasi yang lebih tinggi. Dan sebagai

bagian dari alasan penerimaan ini adalah berdasarkan kontribusi dari Lucas.

1.3 Perumusan Masalah

Masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan

antara inflasi dan pengangguran di Indonesia? Bahasan masalah ini juga akan melihat

bagaimana kurva Phillips di Indonesia, apakah berslope negatif atau positif? Bagaimana

fluktuasi yang terjadi dan pengaruhnya terhadap kurva Phillips, baik jangka pendek

maupun jangka panjang. Selain itu akan dibahas juga bentuk kurva Phillips di Indonesia,

berupa garis lurus (linier) atau berupa kurva (kemungkinan antara cembung dan cekung),

atau tidak keduanya.

Secara keseluruhan, masalah yang timbul adalah benarkah tingkat inflasi dan tingkat

pengangguran di Indonesia memilik hubungan seperti yang tergambar pada kurva

Phillips? Bagaimana kurva Phillips mempengaruhi kebijakan moneter selama ini?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1) Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimanakah hubungan sebab akibat

(kausalitas) antara inflasi dan pengangguran di Indonesia. Jika salah satu variabel di

antara variabel inflasi dan pengangguran diketahui variabel mana yang paling besar

pengaruhnya terhadap variabel lainnya, maka akan lebih mudah bagi pembuat

keputusan untuk membuat kebijakan yang efektif dengan memakai hasil penelitian ini

sebagai bahan pertimbangan.

12

Page 13: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

2) Mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan terhadap kurva Phillips;

kemungkinan terjadinya penyimpangan pada kurva Phillips di Indonesia bukan hal

yang mustahil. Penyimpangan itu bisa berupa bentuk kurva Phillips, atau

penyimpangan yang terjadi pada model kurva Phillips. Jika pada model kurva

Phillips, tingkat inflasi (perubahan upah) merupakan variabel dependen, dimana

tingkat inflasi akan dipengaruhi oleh jumlah pengangguran. Bisa terjadi kemungkinan

bahwa tingkat inflasi akan lebih mempengaruhi jumlah pengangguran.

1.5 Metodologi Penelitian

Dalam penelitian pada skripsi ini penulis menggunakan pendekatan analisis

deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif disusun berdasarkan data sekunder, jurnal

artikel, dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan. Sedangkan

untuk analisis kuantitatif penulis menggunakan alat bantu ekonometrika yaitu Eviews

software dan Excell software.

Data-data diregresi dengan menggunakan OLS. Untuk kriteria penilaian model

dilakukan pengujian terhadap persamaan-persamaan tersebut.

1.5.1 Model

1.5.1.1 Model Linier

Model linier standar dari kurva Phillips jangka pendek berdasarkan teori dan literatur

empiris ditunjukkan oleh persamaan:

dimana :

13

Page 14: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

= tingkat inflasi

= tingkat pengangguran

* = non accelerating inflation rate of unemployment (NAIRU) : dimana pada saat

tingkat penggangguran = *, tingkat inflasi sama dengan tingkat inflasi ekspektasi.

= inflasi ekspektasi ; diasumsikan masyarakat melakukan ekspektasi berdasarkan

informasi terdahulu.

1.5.1.2 Model Non-linier Kurva Phillips

ditunjukkan oleh persamaan :

1.5.1.3 Model Dinamis Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi

Berdasarkan konsep-konsep yang telah diuraikan, estimasi tentang hubungan

variabel-variabel penyebab inflasi di Indonesia didasarkan atas faktor-faktor yang

mempengaruhi besarnya tingkat harga agregat di Indonesia.

Spesifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia dinyatakan dalam

fungsi berikut ini :

Pt = C0 + C1(wp) + C2(e) + C3log(Mt/Pt-1) + C4log(y) + C5i

Dimana :

wp = biaya tenaga kerja (upah buruh)

e = nilai tukar nominal (nominal exchange rate)

Mt = jumlah uang yang beredar pada tahun t

Pt = tingkat harga dalam negeri pada tahun t

14

Page 15: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

y = pendapatan nasional riil (real income), dan

i = tingkat bunga deposito (deposit interest rate)

1.5.2 Variabel-variabel Penelitian

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

a) Tingkat inflasi : kenaikan harga-harga barang umum secara terus menerus dalam satu

periode tertentu. Pada penelitian ini akan diamati tingkat inflasi natural dan tingkat

inflasi ekspektasi.

b) Indeks harga konsumen : suatu angka yang mengukur tingkat harga barang-barang

dan jasa kebutuhan umum ke dalam suatu angka indeks berdasarkan tahun dasar

tertentu, atau menurut harga berlaku.

c) Pengangguran : angkatan kerja yang sudah memasuki usia kerja yang kehilangan

pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan selama satu bulan lalu dan beberapa minggu

terakhir atau sedang menunggu pekerjaan baru dalam 30 hari ke depan.

1.5.3 Data

Data pengamatan diperoleh dari BPS, Laporan Keuangan BI, Depnaker, Laporan

International Monetary Funds melalui International Financial Statistic.

Terdapat kelemahan dalam perolehan data, terutama data pengangguran. Data

pengangguran selama ini hanya diperoleh dari BPS, yaitu data sensus penduduk, SUPAS,

dan SAKERNAS. Data pengangguran tidak diterbitkan tiap tahun. Untuk memenuhi

kekurangan data ini akan diolah dengan data yang diperoleh dari instansi lainnya.

15

Page 16: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

Kelemahan lainnya adalah tidak tersedianya data pengangguran secara kuartalan

sehingga harus dilakukan interpolasi linier (kuartalan) data, dengan menggunakan rumus

Q1t = ¼[Yt – 4,5/12(Y-Yt-1)]

Q2t = ¼[Yt – 1,5/12(Yt-Yt-1)]

Q3t = ¼[Yt + 1,5/12(Yt-Yt-1)]

Q4t = ¼[Yt + 4,5/12(Yt-Yt-1)]

Dimana

Yt = data yang akan diinterpolasi pada tahun ke-t

Yt-1 = data kelambanan

Qnt = hasil interpolasi data untuk kuartal n, tahun t

1.5.4 Alat analisis

Analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan metode runtun waktu untuk

melakukan estimasi terhadap kurva Phillips di Indonesia. Selain itu juga menggunakan

beberapa alat uji. Alat uji yang pertama yaitu uji akar-akar unit. Uji ini merupakan suatu

uji untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model autoregresif yang ditaksir

mempunyai nilai 1 atau tidak. Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui adanya

anggapan stasionaritas pada persamaan yang sedang diestimasi. Untuk mengetahui

adanya unit root dilakukan pengujian Dickey-Fuller (DF – Test), antara lain ;

Yt = ρYt – 1 + Ut

H0 : ρ = 0 (terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner)

H1 : ρ # 0 (tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner)

16

Page 17: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

Kedua adalah uji derajat integrasi. Uji ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau

order diferensiasi ke berapa data yang diamati akan stasioner. Integrasi disini berarti,

suatu data runtun waktu dikatakan berintegrasi pada derajat Q atau I(d) bila data tersebut

didiferensiasi Q kali untuk dapat menjadi data yang stasioner atau I(Q).

Ketiga adalah uji kointegrasi. Uji ini merupakan kelanjutan dari dua uji sebelumnya. Hal

ini untuk menyakinkan bahwa variabel terkait dalam pendekatan ini mempunyai derajat

integrasi yang berbeda, misal X = I(1) dan YI(2), maka kedua variabel tersebut tidak

dapat berkointegrasi. Uji ini untuk mengetahui apakah dalam jangka panjang dan variabel

yang terkait memiliki hubungan jangka panjang atau tidak.

1.5.5 Pengujian Statistik

Pengujian dilakukan untuk mengetahui adanya anggapan stasioneritas pada

persamaan yang diestimasi.

Dalam penelitian ini akan dihitung koefisien determinasi (R2), yaitu angka yang

menunjukkan besarnya kemampuan varians/penyebaran dari variabel-variabel bebas

menerangkan variabel-variabel tidak bebas dengan tujuan untuk menyakinkan kebenaran

hubungan fungsi tersebut. Besarnya koefisien determinasi berkisar antara nol s/d satu.

Model dianggap baik apabila koefisien determinasi sama dengan 1, artinya varians dari

variabel bebas semakin dapat menjelaskan varians variabel tidak bebas (mendekati

100%). Untuk melihat kesesuaian antara hasil model dengan teori yang ada dapat dilihat

dari tanda yang terdapat pada koefisien parameter hasil regresi.

Pengujian statistik lainnya dilakukan juga untuk menguji model dalam penelitian ini,

yaitu antara lain :

17

Page 18: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

1. Uji t, untuk menguji pengaruh parsial dari masing-masing variabel bebas yang

digunakan dalam model terhadap variabel tidak bebasnya.

2. Uji F, untuk menguji signifikansi seluruh variabel bebas sebagai satu kesatuan.

3. Uji multikolinieritas, dilakukan bila dalam pengolahan data ditemukan R2 yang tinggi

tetapi tidak satupun atau sangat sedikit koefisien yang ditaksir yang penting secara

statistik, dilihat dari tidak signifikannya beberapa variabel melalui test individual

t-test. Uji hubungan variabel bebas terhadap variabel tidak bebas (t-test) yang tidak

signifikan, dan koefisien korelasi antara variabel yang tinggi.

4. Uji autokorelasi, adanya autokorelasi diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson

atau menggunakan run test jika hasil dari uji sebelumnya memberikan hasil yang

tidak jelas.

18

Page 19: ANALISIS TERHADAP HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2001

19