analisis strategi pembiayaan pembangunan sarana listrik. (studi kasus pltu indramayu jawa barat)

Upload: ramdandoel

Post on 08-Oct-2015

75 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

Pembiayaan proyek

TRANSCRIPT

Pembiayaan PembangunanStrategi Pembiayaan Pembangunan Sarana Listrik (Studi Kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu, Jawa Barat)

Rasy Febrian Gustin3612100042Bayu Arifianto M.3612100052M Faridz Nazalaputra3612100056Ahmad Ramdhan M.3612100066I Made Sukma Pradipta3612100072

Perencanaan Wilayah dan KotaFakultas Teknik Sipil dan PerencanaanInstitut Teknologi Sepuluh Nopember2014/2015Abstrak

Makalah ini mengambil topik mengenai analisis pendanaan proyek PT. PLN (Persero) dengan studi kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu . Makalah ini membahas mengenai komponen biaya dan sumber-sumber pembiayaan yang digunakan dalam pengadaan PLTU tersebut. Pendanaan proyek sebesar 184.125.42 juta Yen atau setara dengan 85,51% dari total biaya proyek menggunakan pendanaan yang bersumber dari pinjaman JICA. Hasil analisis pendanaan proyek mendapatkan proporsi sisa pendanaan proyek yaitu sebesar 14,49% atau setara dengan 31.211.62 juta Yen yang didapatkan melalui pinjaman perbankan. Sumber-sumber pembiayaan yang digunakan dalam pembangunan PLTU Indramayu ini terbagi menjadi dua yaitu Sumber Pembiayaan Konvensional yang berupa DAK (Dana Alokasi Khusus) dan Fiskal, serta Sumber Pembiayaan Non Konvensional berupa Peminjaman komersial perbankan (Kredit) dan Investasi ekuitas berhubungan dengan pembelian dan penyimpanan sahammodalpada suatupasar modaloleh investor baik perorangan (individu) maupun perusahaan (institusi)Key word : Pembiayaan Pembangunan, PLTU Indramayu, Pembiayaan Konvensional dan Non Konvensional

Kata Pengantar

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya-lah penulis dapat menyelesaikan makalah atau paper yang berjudul Strategi Pembiayaan Pembangunan Sarana Listrik , Studi Kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu, Jawa Barat dengan tepat waktu.Makalah ini adalah bagian dari rangkaian dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pembiayaan Pembangunan sebagai dasar ilmu tentang pembiayaan pembangunan yang merupakan bekal untuk semester selanjutnya. Tugas ini merupakan aplikasi dari teori dan konsep pembiayaan pembangunan pada suatu kasus, baik berupa kasus perencanaan tata ruang maupun perencanaan sektoral.Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan berkontribusi aktif dalam menyelesaikan makalah ini dari awal hingga selesai. Ucapan terima kasih yang sangat besar kami tujukan kepada dosen pembimbing Mata Kuliah Pembiayaan Pembangunan yang telah membimbing penulisan makalah ini.Kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa Allah SWT, maka dari itu sangat kami butuhan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini agar lebih baik dan bermanfaat kedepannya serta dapat dijadikan suatu referensi dalam .

Surabaya , Desember 2014

Penulis

Daftar Isi

Abstrak1Kata Pengantar2Daftar Isi3BAB I PENDAHULUAN51.1 Latar Belakang51.2 Tujuan71.3 Rumusan Masalah71.4 Metode81.4.1 Tahap Pengumpulan Data81.4.2 Tahap Analisa81.5 Ruang Lingkup8BAB II STUDI KASUS92.1 Deskripsi objek92.2 Sumber Pembiayaan92.2.1 Pembiayaan Konvensional92.2.2 Pembiayaan Non-Konvensional112.3 Review Konsep Pembiayaan11BAB III EKSPLORASI INSTRUMEN BIAYA143.1 Kajian Struktur Anggaran Daerah dan Pusat143.2 Komponen Biaya163.3 Eksplorasi Sumber sumber pembiayaan163.3.1 Sumber Pembiayaan Konvensional163.3.2 Sumber Pembiayaan Non-Konvensional19BAB IV SKEMA PENANGANAN KASUS214.1 Analisis Finansial Sederhana214.1.1 Cost of Debt214.1.2 Weight Average Cost of Capital (WAAC)224.1.3 Internal Rate of Return (IRR)234.1.4 Net Present Value (NPV)234.2 Pemilihan Sumber Pembiayaan244.2.1 DIPA APBN (PMN)244.2.2 Pinjaman Government-to-Government244.2.3 Pinjaman Komersial Perbankan244.2.4 Penerbitan Surat Utang untuk APLN254.2.5 Sumber Dana Internal254.2.6 IPO PT. PLN Enjiniring254.3 Strategi Pengimplementasian26BAB V PENUTUP285.1 Kesimpulan285.2 Rekomendasi28

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKebutuhan akan energi khususnya energi listrik di Indonesia , semakin berkembang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari dengan pesatnya peningkatan pembangunan di bidang teknologi, industri dan informasi. Dalam perkembangan perekonomian sebuah negara tentu tidak bisa dipisahkan dari proses produksi, pemasaran, dan distribusi barang dan jasa. Agar proses tersebut berjalan lancar, dibutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai, salah satunya kebutuhan sarana listrik.Kondisi infrastruktur listrik di Indonesia sangat mengkhawatirkan dan perlu segera mendapatkan perhatian serius. Penyataan ini dilansir dalam laporan investigasi yang dirilis oleh Asian Developmenet Bank (ADB) pada tahun 2010. Dengan demikian, diperlukan peningkatan investasi pada pembangunan pembangkit listrik untuk menghindari krisis di tahun-tahun yang akan datang. Artinya, pemenuhan kebutuhan listrik di Indonesia merupakan hal yang mendesak harus segera dibenahi.PT. PLN (Persero), merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk dan ditugaskan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum dalam jumlah dan mutu yang memadai serta memupuk keuntungan dan melaksanakan penugasan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan dalam menunjang pembangunan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1990, PT. PLN (Persero) ditetapkan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan. Di dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT. PLN (Persero) Tahun 2010-2019, disajikan data rata-rata pertumbuhan kelistrikan pertahun (2010-2019) sebagai berkut :Tabel 1. Rata-Rata Pertumbuhan Kelistrikan Per Tahun (2010-2019)Rata-Rata pertumbuhan Kelistrikan Per Tahun (2010-2019)

NasionalIndonesia BaratJawa BaliIndonesia Timur

9,2%10,2%8,97%10,6%

Sumber : Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik PT. PLN (Persero) 2010-2019Penambahan pembangkit listrik untuk seluruh Indonesia sampai dengan 2019 diperkirakan mencapai 55.484 Mega Watt, dengan rata-rata penambahan pembangkit per tahunnya sebesar 5.500 Mega Watt. Sebagian besar penambahan pembangkit berasal dari PLTU. Dari total penambahan pembangkit ini, 31.958 Mega Watt berasal dari pembangkit PT. PLN (Persero) dan 23.525 Mega Watt berasal dari IPP (Independent Power Producer)Akan tetapi, PT. PLN (Persero) mengalami permasalahan dalam penyediaan anggaran pendanaan untuk investasi proyek maupun untuk operasional perusahaan. PT. PLN (Persero) mengalami defisit karena pendapatan dari harga jual listrik (Tarif Dasar Listrik/TDL) ke pelanggan lebih rendah daripada harga pokok penjualan (HPP) . PT. PLN (Persero) tidak dapat menetapkan tarif dasar listrik karena hal tersebut oleh regulasi pemerintah.Dalam menjalankan usaha penyediaan listrik, PT. PLN (Persero) menjalankan kegiatan pendanaan untuk belanja operasional (operating expenditure) dan belanja modal (capital expenditure) . Belanja operasional (operating expenditure) terdiri dari biaya bahan bakar dan pelumas, pembelian atau sewa listrik swasta, biaya pemeliharaan, biaya pegawai,depresiasi, biaya administrasi dan lainnya dan bunga operasi. Pendanaan untuk belanja operasional dihasilkan melalui penjualan listrik ke pelanggan. Sedangkan pendanaan untuk belanja modal (capital expenditure) dihasilkan melalui penjualan listrik ke pelanggan. Sedangkan pendanaan untuk belanja modal dilakukan karena PT. PLN (Persero) harus melakukan investasi untuk membangun pembangkit,transmisi, dan distribusi.Kebutuhan PT. PLN (Persero) untuk pendanaan dan investasi pada tahun 2011 adalah sebesar Rp. 66.615.217 juta. Sumber pendanaan untuk belanja modal (capital expenditure) dihasilkan melalui APBN sebagai penyertaan modal pemerintah, pnjaman baru, dana internal, dan rencana IPO anak perusahaan (PT. PLN Enjiniring).Rincian anggaran kebutuhan perusahaan untuk pendanaan dan investasi adalah sebagai berikut :Tabel 2. Anggaran Kebutuhan Sumber Dana EksternalNo.Jenis Anggaran InvestasiTotal Kebutuhan

1.DIPA SLARp. 10.045.178 juta

2.Bank Loan ComittedPerbankan AsingPerbankan LokalRp. 16.695.094 jutaRp. 6.403.575 jutaRp. 10.291.518 juta

3.Pinjaman baru untuk APLNRp. 30.875.000 juta

4.DIPA APBN (PMN)Rp. 9.000.000 juta

JumlahRp. 66.615.271 juta

Sumber : RKAP PT. PLN (Persero) 2011Salah satu bentuk implementasi dari rencana penambahan dan pengembangan penyediaan tenaga listrik di Indonesia, khususnya untuk wilayah Jawa-Bali, PT. PLN (Persero) akan melakukan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 1x1000 Mega Watt di wilayah Indramayu, Jawa Barat, yang terintegrasi dengan jaringan transmisi dan distribusi. PLTU Indramayu merupakan bagian dari proyek percepatan 10.000 Mega Watt tahap II sebagai pemenuhan kebutuhan listrik di Jawa-Bali. Diharapkan PLTU ini dapat meningkatkan kapasitas penyediaan tenaga listrik dan untuk memenuhi permintaan tenaga listrik di Jawa Bali sehingga dapat berkontribusi untuk perkembangan ekonomi di wilayah tersebut melalui utilitasi energi yang sangat efisien.1.2 TujuanBerdasarkan latar belakang diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah :1. Mahasiswa mampu merumusakan persoalan pembiayaan pembangunan pada kasus Pembiayaan Pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat2. Mahasiswa mampu melakukan analisis pembiayaan pada kasus Pembiayaan Pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi alternatif sumber-sumber pembiayaan yang relevan dengan kasus Pembiayaan Pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat4. Mahasiswa mampu menyusun strategi pembiayaan pada kasus Pembiayaan Pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat

1.3 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:1. Bagaimana konsep dan permasalahan yang terjadi pada sistem pembiayaan pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat?2. Bagaimana analisa pembiayaan pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat dan identifikasi alternatif sumber-sumber pembiayaan yang relevan? 3. Bagaimana strategi pembiayaan pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat?1.4 MetodeAdapun metode pendekatan dalam penyusunan laporan ini ditempuh melalui 2 (dua) tahapan , yaitu :1.4.1 Tahap Pengumpulan DataTahap ini merupakan kegiatan indentifikasi terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kasus pembiayaan pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat. Tahap pengumpulan data ini meliputi kegiatan pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber relevan dalam bentuk data dokumen meupun data statistik (angka dan gambar)1.4.2 Tahap AnalisaTahap analisa merupakan prediksi terhadap pembiayaan yang dilakukan, biaya yang dikeluarkan , penentuan alternatif pendanaan proyek, serta analisis strategi-strategi yang tepat terhadap proses pengembalian modal 1.5 Ruang LingkupRuang lingkup pembahasan makalah ini adalah pembiayaan pembangunan yang dilakukan dalam pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu , Jawa Barat yang meliputi konsep , instrumen, dan strategi pembiayaannya .

BAB II STUDI KASUS

2.1 Deskripsi objekPLTU atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap ialah pembangkit listrik yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk utama dari pembangkit listrik ini ialah generator yang dihubungkan ke turbin yang digerakan oleh tenaga kinetik dari uap panas/kering. Pembangkit listrik tenaga uap menggunakan berbagai macam bahan bakar terutama batu bara dan minyak bakar serta MFO untuk start up awal. Pemilik proyek pembuatan PLTU Indramayu Jawa Barat ialah PT. PLN persero yang bekerja sama dengan Tokyo Electric Power Service.2.2 Sumber PembiayaanSumber pembiayaan pembangunan terdiri dari dua jenis, yakni sumber pembiayaan konvensional dan non-konvensional. Secara teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan perkotaan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar: pemerintah/publik swasta/private gabungan antara pemerintah dengan swasta2.2.1 Pembiayaan Konvensional2.2.1.1 Struktur Anggaran Dana PusatAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang. Struktur APBN yang sekarang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia secara garis besar adalah sebagai berikut:a. Pendapatan Negara dan Hibahb. Belanja Negarac. Keseimbangan Primerd. Surplus/Defisit Anggarane. PembiayaanStruktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara saat ini adalah:1. Belanja Negara. Belanja terdiri atas dua jenis:a. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.b. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:1. Dana Bagi Hasil2. Dana Alokasi Umum3. Dana Alokasi Khusus4. Dana Otonomi Khusus

2. Pembiayaan. Pembiayaan meliputi:a. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.b. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek.2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.2.2.1.2 Struktur Anggaran Dana DaerahAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.Ada punAPBD terdiri atas:1. Anggaran pendapatan, terdiri atas :a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khususc. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

2.2.2 Pembiayaan Non-KonvensionalSumber pembiayaan non-konvesional merupakan sumber-sumber pembiayaan yang diperoleh dari kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Strategi Pembiayaan Non-Konvensional :1. Kemitraan pemerintah swasta2. Kewajiban Paksa3. Peningkatan invenstasi swasta murni4. Peningkatan pembiayaan dari masyarakat

2.3 Review Konsep PembiayaanDalam merencanakan pembiayaan proyek PLTU Indramayu, PT. PLN melakukan kerjasama pendanaan secara G-to-G (Goverment to Goverment) dengan pemerintah Jepang yang dalam hal ini adalah JICA (Japan International Cooperation Agency). Untuk pembiayaan PLTU Indramayu ini, JICA akan menanggung 85% dari total biaya yang dibutuhkan dimana pinjaman ini dilakukan dengan metode two step loan, dimana pihak JICA memberikan pinjaman dengan tingkat bunga sebesar 1% pada tahap pertama dan 1% + 0.5% pada tahap kedua.Sedangkan untuk menutupi sisa 15% dari dana yang dibutuhkan dalam pembiayaan PLTU Indramayu, maka digunakan dana internal dari perusahaan PT. PLN, obligasi, melalui rekening dana investasi, dan pinjaman bank. Struktur biayaDi dalam implementasi dan pembangunan proyek PLTU Indramayu, proyeksi perhitungan estimasi biaya berdasarkan struktur biaya sangat perlu diperhatikan dalam pembiayaan proyek tersebut. Dan diuraian struktur biaya pada PLTU Indramayu sebagai berikut: Tingkat InflasiTingkat inflasi digunakan untuk melakukan proyeksi pertumbuhan keseluruha biaya implementasi dan pembangunan proyek PLTU Indramayu dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2042.Berdasarkan hasil perhitungan, maka didapatkan rata rata tingkat inflasi Indonesia adalah sebesar 6,46%, Amerika dan Jepang sebesar 2,40% dan -0,0151% yang kemudian kedua rata rata tingkat inflasi dari kedua negara tersebut dirata ratakan kembali untuk mendapatkan foreign general inflation rate sebesar 1,19%. Nilai tukar mata uangNilai tukar mata uang digunakan untuk mengkonversi nilai mata uang yang digunakan di dalam perhitungan proyeksi estimasi biaya proyek PLTU Indramayu. Perhitungan ini didasarkan pada pendanaan proyek PLTU Indramayu menggunakan 3 (tiga) mata uang, yaitu USD, Yen, dan juga Rupiah. Investment Cost EPC Cost (Engineering Procurement and Construction)EPC cost pada proyek PLTU Indramayu dialokasikan untk pekerjaan perancangan dan enjinering, pengadaan peralatan, material dan bahan. Total biaya EPC diestimasikan Y 144,856 juta atau setara Rp. 15.745.217.390 juta) Development costDevelopment cost mencakup mobilization work, land acqusition, dan consulting service dan biaya lainnya yang berhubungan pada pembangunan proyek PLTU Indramayu. Total development cost proyek PLTU Indramayu diestimasikan sebesar Y 7,112 juta atau sebesar Rp. 773.043.480 Other costOther cost di dalam biaya investasi proyek PLTU Indramayu dibutuhkan untuk price escalation, price contingency, administration cost, dan Tax and duties. Total other cost proyek PLTU Indramayu diestimasikan sebesar Y 63,369 juta atau setara Rp. 6.887.934.780 juta.

Dari perhitungan ketiga kompone dalam investment cost tersebut, didapatkan total biaya investasi proyek PLTU Indramayu adalah sebesar Y 215,337 juta atau setara dengan Rp. 23.406.195.650. Dan biaya tersebut belum termasuk dengan biaya Interest During Construction (IDC), grace period (IDC), biaya bahan bakar, biaya operasional dan pemeliharaan, dan lainnya sehingga total biaya yang dibutuhkan ialah sebesar Y 224,788 juta.Pembiayaan Pembangunan 2014 | 16

BAB III EKSPLORASI INSTRUMEN BIAYA

3.1 Kajian Struktur Anggaran Daerah dan PusatAPBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). Struktur APBN yang sekarang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia adalah : Belanja Negara. Belanja terdiri atas dua jenis:a. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan).b. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan Pembiayaan. Pembiayaan meliputi:a. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.b. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi: Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.Menurut tinjauan diatas, dapat dilihat bila proses pembiayaan pembangunan PLTU di Indramayu merupakan hasil investasi yang dilakukan dengan menggunakan sebagian dana dari pemerintah. Dan sebagian dari kerjasama antar pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang melalui JICA (Japan International Cooperation Agency)

Gambar . Skema Penyusunan APBDBerdasarkan skema diatas maka dapat dilihat tahapan proses pengadaan anggaran diawali dari penyusunan anggaran atau biaya dari pusat yang disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selanjutnya pemerintah pusat memberi kebijakan pada tiap pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan fiskalnya sendiri melalui otonomi daerah. Dan dari otonomi daerah tersebut, setiap pemerintah daerah membuat anggaran atau biaya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah (APBD).Kesimpulan yang dapat diambil dari skema diatas yakni antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terdapat hubungan yang saling mengacu serta perlu adanya penyelarasan melalui musrenbang. Menurut undang-undang No.25 tahun 2001, rencana pembangunan terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana pembangunan memuat arahan kebijakan pembangunan yang dijadikan acuan bagi pelaksanaan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Selanjutnya, daerah akan menyusun RPJPD dan RPJMD yang mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional serta membuat program pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang disusun oleh Kementerian/Lembaga. Rencana kerja tersebut dijadikan pedoman untuk membuat RAPBD yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan APBD.3.2 Komponen BiayaKomponen biaya merupakan bagian yang penting dalam menentukan seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan dalam pembangunan dan pengelolaan suatu kawasan. Di dalam suatu pembangunan secara menyeluruh. Pembiayaan tentunya tidak hanya sebatas pada biaya konstruksi fisik saja melainkan pembiayaan secara komprehensif meliputi pekerjaan eksternal dan juga pekerjaan khusus. Komponen pembiayaan pada pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Indramayu memiliki asumsi struktur biaya pembangunan PLTU dengan periode selama tahun 2010-2018Tabel 3. Struktur Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di IndramayuBreakdown of CostOriginal (P/M)

TotalJICA PortionOthers

Calender Year

2010000

201124228214

20124.5862334.354

201336.20730.2965.912

201453.57444.6368.937

201554.96046.1988.762

201646.54742.3624.185

201727.70325.6582.045

2018968179790

Total224.788189.58935.199

Note : Exchange Rate : USD 1 = JPY 90,9 = Rp 9017 (July 2010) , Sumber : Pre Appraisal Mission PLTU Indramayu, 2010

3.3 Eksplorasi Sumber sumber pembiayaan3.3.1 Sumber Pembiayaan KonvensionalSumber pembiayaan konvensional merupakan pembiayaan yang didapat dari pemerintah (pembiayaan publik). Pada pembangunan pembangkit listrik yang dijadikan studi kasus, sumber pembiayaan konvensional sangat dapat digunakan. Pemerintah mulai dapat mengalokasikan sebagian dananya untuk diberikan kepada perusahaan persero yang di miliki oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara tersebut guna pemenuhan kebutuhan akan kelistrikan demi meningkatnya prekonomian suatu daerah/wilayahSumber pembiayaan konvensional yang dapat diterapkan dalam proyek pengembangan PLTU Indramayu, antara lain adalah : DAK (Dana Alokasi Khusus)DAK adalah alokasi dari APBN kepada provinsi / kabupaten / kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintah daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Berdasarkan Peraturan Daerah Indramayu Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW Indramayu, Kabupaten Indramayu yang merupakan lokasi dari pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap, dimana untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa-Bali. Melihat kondisi tersebut, pemerintah setempat yaitu pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten dapat mengalokasikan anggaran belanjanya untuk membiayai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang merupakan salah satu prioritas perencanaan di Propinsi Jawa Barat. FiskalSalah satu peluang penerapan sumber pembiayaan konvensional dalam pembiayaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap, salah satunya adalah melalui kebijakan fiskal. Pemerintah telah menetapkan program Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership) sebagai salah satu kebijakan utama dalam menarik investasi di sektor infrastruktur (Brodjonegoro, 2012). Program KPS ini dapat membantu Pemerintah dalam penyediaan infrastruktur dengan fleksibilitas anggaran yang lebih baik dan peningkatan nilai uang, tak terkecuali untuk sektor listrik. Investasi infrastruktur dengan skema KPS merupakan strategi dari Pemerintah Indonesia untuk mencapai pertumbuhan PDB yang tinggi dan berkesinambungan serta meletakkan fondasi yang kuat bagi pertumbuhan di masa depan.Ketentuan mengenai KPS diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, sebagaimana telah dilakukan dua kali perubahan, yaitu melalui Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (Perpres 13/2010), dan perubahan kedua melalui Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (Perpres 56/2010).Pemerintah telah menyiapkan fasilitas fiskal dalam rangka mendukung program KPS dalam penyediaan infrastruktur. Terdapat tiga fasilitas kunci yang telah disediakan, yaitu: (i) Dana Tanah (the Land Funds), (ii) Pembiayaan Infrastruktur (the Infrastructure Fund), (iii) Dana Penjaminan (the Guarantee Fund) (Brodjonegoro, 2012). Ketiga fasilitas tersebut telah berdiri dan beroperasi secara penuh dalam mendukung program KPS. Berikut penjelasan dari ketiga fasilitas tersebut:Dana Tanah (Land Fund)Merupakan dana yang dialokasikan untuk membantu investor dalam pembiayaan pengadaan tanah dan untuk mengatasi masalah ketidakpastian harga tanah. Dana Tanah (the Land Funds) terdiri dari: Land Revolving Fund, merupakan dana bergulir untuk pembebasan tanah bagi pembangunan jalan tol, dimana Pemerintah akan membiayai pembebasan tanah terlebih dahulu dan selanjutnya akan dikembalikan oleh Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pemegang hak konsesi. Land Capping, merupakan dukungan Pemerintah atas kenaikan harga tanah bagi pembangunan jalan tol. Dana Land Capping saat ini dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan diberikan untuk 28 ruas jalan tol dengan nilai sebesar Rp4,89 Triliun yang dialokasikan sejak tahun anggaran 2008 sampai dengan tahun 2013. Land Acquisition Fund, merupakan kebijakan Pemerintah untuk memberikan dukungan langsung untuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan dalam skema Kerjasama Pemerintah-Swasta/Public Private Partnership untuk pembebasan tanah.Pembiayaan Infrastruktur (the Infrastructure Fund)Pemerintah telah mendirikan Infrastructure Fund dengan nama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) / PT SMI dan PT Indonesia Infrastructure Finance / PT IIF. PT SMI telah beroperasi sejak tahun 2009 dengan modal awal sebesar Rp1 triliun dan atas jumlah modal tersebut telah diberikan tambahan modal sebesar Rp1 Triliun pada tahun 2010. PT IIF sebagai anak perusahan PT SMI didirikan pada tahun 2010 dengan kontribusi modal dari Pemerintah melalui PT SMI, IFC, ADB, dan DEG.

Dana Penjaminan (the Guarantee Fund)Pada tahun 2009, Pemerintah mendirikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)/PT PII sebagai BUMN di bidang Penjaminan Infrastruktur. Tujuan utama pendirian PT PII adalah: i) menyediakan penjaminan untuk proyek KPS infrastruktur di Indonesia; ii) meningkatkan kelayakan kredit (creditworthiness), terutama bankability dari proyek KPS dimata investor/kreditor; iii) meningkatkan tata kelola dan proses yang transparan dalam penyediaan, penjaminan; dan iv) meminimalkan kemungkinan sudden shock terhadap APBN dan ringfencing exposure kewajiban kontinjensi Pemerintah. Utang Luar NegeriPT. PLN (Persero) mengadakan kerjasama pendanaan secara G-to-G (Government-to-Government) dengan pemerintah Jepang dalam hal ini adalah JICA (Japan International Cooperation Agency) untuk proyek pembangunan PLTU Indramayu dimana pinjaman dengan tingkat bunga 1% p.a kepada pemerintah Indonesia, baru kemudian pemerintah Indonesia memberikan pinjaman kepada PT. PLN (Persero) dengan tingkat bunga 1% + 0.5% untuk pinjaman valas.

3.3.2 Sumber Pembiayaan Non-KonvensionalSumber pembiayaan pembangunan non konvensional adalah sumber pembiayaan pembangunan yang beasal dari kerjasama pihak pemerintah dengan stakeholder lain yang terkait baik swasta maupun masyarakat (Pradana, 2012). Instrumen pembiayaan non-konvensional inilah yang biasanya menjadi alternatif sumber pembiayaan apabila pemerintah mengalami kendala pendanaan dalam melakukan suatu pembangunan. Secara umum pembiayaan non-konvensional sudah mulai digunakan walaupun jumlahnya belumlah banyak di Indonesia karena meskipun memiliki potensi keuntungan yang besar, pembiayaan ini juga memiliki tingkat resiko yang tinggi. Studi kasus pengembangan PLTU yang dibahas dalam makalah ini menggunakan sumber pembiayaan non-konvensional dalam pengelolaannya, sumber pembiayaan tersebut antara lain : KreditPeminjaman komersial perbankan (Kredit) adalah salah satu alternatif sumber pendanaan yang diperhitungkan di dalam sisa pendanaan Proyek PLTU Indramayu. Pinjaman komersial perbankan terdiri dari dua sumber, yaitu pinjaman komersial perbankan dengan mata uang rupiah dan pinjaman perbankan mata uang asing. Suku bunga kredit korporasi untuk pinjaman komersial perbankan dalam negeri mempunyai rata-rata tingkat suku bunga tahunan pada tahun 2011 sebesar 12,32% untuk Bank Persero, 13,60% untuk Bank Pemerintah Daerah, 12,83% untuk Bank Swasta Nasioanal, 9,41% untuk Bank Swasta Asing, dan 12,47% untuk Bank Umum EkuitasInvestasi ekuitas berhubungan dengan pembelian dan penyimpanan sahammodalpada suatupasar modaloleh investor baik perorangan (individu) maupun perusahaan (institusi) dalam mengantisipasi pendapatan daridevidendankeuntungan modal sebagaimana nilai saham tersebut yang meningkat. Berdasarkan laporan yang didapatkan, sebagian besar kebutuhan biaya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Indramayu dengan menggunakan daftar isian pelaksanaan anggaran dalam anggaran pendapatan dan belanja Negara melalui penanaman modal pemerintah atau disingkat dengan DIPA APBN

BAB IV SKEMA PENANGANAN KASUS

4.1 Analisis Finansial SederhanaPerhitungan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi dan mencari sumber-sumber pendanaan pada dasarnya merupakan sebuah kegiatan yang terpisah, tetapi terdapat persamaan kriteria dasar untuk pengambilan keputusannya, yaitu dengan menggunakan analisis Net Present Value, Cost of Debt, WWAC, dan Internal Rate of Return.4.1.1 Cost of DebtPenggunaan pinjaman sebagai biaya modal menimbulkan beban tetap yang akan mengurangi laba dari biaya operasi. Beban tetap tersebut berupa bunga pinjaman (interest), yang harus dibayarkan perusahaan tanpa melihat profit perusahaan.Beban bunga ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan olehperusahaan karena meminjam sejumlah uang dari investor.PT. PLN (Persero) mengadakan kerjasama pendanaan secara G-to-G(Government-to-Government) dengan pemerintah Jepang dalam hal ini adalah JICA (Japan International Cooperation Agency) untuk proyek pembangunan PLTU Indramayu.Dengan rumus Cost of Debt, maka diperoleh persentase jumlah peminjaman sebagai berikut:NoSumber Pendanaan PinjamanCost of Debt [kd= Rb (1-tc)]

1JICA1,08%

2Pinjaman Komersial Perbankan

1. Dalam Negeri

a. Bank Persero8,88%

b. Bank Pemerintah Daerah9,79%

c. Bank Swasta Nasional9,24%

d. Bank Swasta Asing6,78%

e. Bank Umum8,98%

2. Luar Negeri1,073%

3Obligasi PLN XII Tahun 2010 Seri A6,98%

4Obligasi PLN XII Tahun 2010 Seri B7,49%

5Sukuk Ijarah PLN V Tahun 2010 Seri A6,98%

6Sukuk Ijarah PLN V Tahun 2010 seri B7,49%

7Obligasi PLN Estimasi7,50% - 8,40%

8Suku Ijarah Estimasi7,50% - 8,40%

JICA sebesar 184,125.42 juta atau setara 85,51% dari total biaya proyek yang menghasilkan cost of debt after tax sebesar 1,08%. Komersial perbankan mendapatkan proporsi sisa pendanaan proyek sebesar 14,49% atau setara 31,211.63 juta. Komersial perbankan luar negeri sebesar 0,72% atau setara 1,555.51 juta yang menghasilkan cost of debt tax sebesar 1.073%. Komersial perbankan dalam negeri dengan bank asing sebesar 13,77% atau setara 29,656.12 juta yang menghasilkan cost of debt tax sebesar 6,78%. 4.1.2 Weight Average Cost of Capital (WAAC)Metode Weight Average Cost of Capital (WAAC) dapat digunakan dalam menghitung nilai sebuah proyek dimana pendekatan dengan menggunakan metode WACC dimulai dengan pemahaman bahwa proyek-proyek dari perusahaan dengan leverage secara simultan dibiayai dengan dua jenis pembiayaan baik dibiayai dengan utang maupun dengan akuitas.

WACC yang digunakan pada perhitungan pre-appraisal PT. PLN (Persero) adalah sebesar 2,21%.

4.1.3 Internal Rate of Return (IRR)Internal Rate of Return adalah tingkat imbal hasil dari sebuah investasi yang akan mendiskontontikan aliran kas sehingga mendapatkan nilai bersih saat ini (Net Present Value) adalah nol. Pada dasarnya IRR menghitung tingkat return dibandingkan dengan biaya bunga atau biaya modal. Sehingga apabila IRR lebih besar daripada biaya bunga atau biaya modal, maka proyek tersebut layak dilakukan.

Keterangan:IRR = Internal Rate of ReturnCF1= Cash low tahun ke-iI = Tahun ke-iPada dasarnya IRR adalah menghitung tingkat return dibandingkan dengan biaya bunga atau biaya modal. Sehingga apabila IRR lebih besar daripada biaya bunga atau biaya modal, maka proyek tersebut layak dilakukan. Pada perhitungan pre apprasial,nilai IRR 8,5%, bila dibandingkan dengan dengan biaya modal (WACC) 2,21%, maka nilai IRR lebih besar daripada biaya modal yang artinya proyek layak untuk dijalankan4.1.4 Net Present Value (NPV)Net Present Value (NVP) merupakan salah satu metode discounted cash flow yang menghitung dampak waktu terhadap uang. Metode ini menghitung nilai uang yang akan diterima pada masa datang dengan mempertimbangkan tingkat bunga yang berlaku sekarang. Dengan kata lain NPV merupakan selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang, tingkat bunga yang relevan juga perlu ditentukan untuk menghitung nilai sekarang. Perhitungan total aliran kas untuk kegiatan operasional didapatkan dengan mengurangi sales revenue, operating cost, dan tax Komponen sales revenue didapatkan melalui perkalian antara prediksi tariff listrik yang dihasilkan proyek dengan energy listrik yang diproduksi oleh proyek. Dari hasil perhitungan incremental cash flow proyek PLTU Indramayu yang didiskontokan dengan menggunakan tingkat diskonto dengan menggunakan WACC, didapatkan NPV sebesar 193,019 juta.4.2 Pemilihan Sumber PembiayaanSumber pembiayaan non-konvesional merupakan sumber-sumber pembiayaan yang diperoleh dari kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sektor swasta merupakan salah satu sektor potensial dalam mengembangakan sumber daya nonkonvensional. Dalam rincian pembiayaan proyek pembangunan PLTUIndramayu, sumber biaya memang diprioritaskan diperoleh dari investor swasta. Berikut merupakan alternative sumber biaya yang telah dirancang:4.2.1 DIPA APBN (PMN)Bentuk Sumber pendanaan dalam bentuk ekuitas pada PT. PLN (Persero) adalah dengan menggunakan daftar isian pelaksanaan anggaran dalam anggaran pendapatan dan belanja Negara melalui penanaman modal pemerinta atau disingkat dengan DIPA APBN (PMN). Berdasarkan kebutuhan anggaran investasi di dalam RKAP PT. PLN (Persero), kebutuhan anggaran investasi melalui DIPA APBN (PMN) sebesar RP 9.000.000,-4.2.2 Pinjaman Government-to-GovernmentPT. PLN (Persero) mengadakan dengan pemerintah Jepang dalam hal ini adalah JICA (Japan International Cooperation Agency) untuk proyek pembangunan PLTU Indramayu dimana pinjaman ini dilakukan dengan metode two step loan, dimana pihak JICA memberikan pinjaman dengan tingkat bunga 1% p.a kepada pemerintah Indonesia, baru kemudian pemerintah Indonesia memberikan pinjaman kepada PT. PLN (Perseor) dengan tingkat bunga 1% + ),5% untuk pinjaman valas.4.2.3 Pinjaman Komersial PerbankanPinjaman komersial perbankan adalah salah satu alternative sumber pendanaan yang diperhitungkan di dalam sisa pendanaan Proyek PLTU Indramayu. Berdasarkan kebutuhan anggaran investasi melalui pinjaman komersil perbankan sebesar Rp. 16.695.094,-. Pinjaman komersial perbankan terdiri dari dua sumber, yaitu pinjaman komersial perbankan dengan mata uang rupiah dan pinjaman perbankan mata uang asing. Suku bunga kredit korporasi untuk pinjaman komersil perbankan dalam negeri mempunyai rata-rata tingkat suku bunga tahunan pada tahun 2011 sebesar 12,32% untuk Bank Persero, 13,60% untuk Bank Pemerintah Daerah, 12,83% untuk Bank Swasta Nasional, 9,41% untuk Bank Swasta Asing dan 12,47% untuk Bank Umum.4.2.4 Penerbitan Surat Utang untuk APLNPenerbitan surat utang untuk APLN PT. PLN (Persero) terdiri penerbitan obligasi dan penerbitan suku ijarah. Penerbitan ObligasiPenerbitan obligasi dapat dijadikan salah satu sumber pendanaan dan investasi PT. PLN (Persero).PT. PLN (Persero) telah beberapa kali menerbitkan obligasi sebagai sumber pendanaan dan investasi perusahaan. Dalam melakukan penerbitan obligasi, PT. PLN (Persero) selalu mengacu kepada yield surat utang Negara sebagai acuan ditambah dengan 1,5%-2,75% yang disesuaikan dengan nilai emisi dan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pendanaan kegiatan investasi operasional perusahaan. Penerbitan Suku IjarahPenerbitan suku ijarah dapat dijadikan salah satu sumber pendanaan dan investasi PT. PLN (Persero).Berdasarkan rincian mengenai sukuk ijarah yang terakhir diterbitkan oleh PT. PLN (Persero) yang diperkirakan sesuai sebagai sumber pendanaan untuk kegiatan investasi dan operasi perusahaan. Dalam melakukan penerbitan sukuk ijarah, PT. PLN (Persero) selalu mengacu pada yield surat utan Negara sebagai acuan ditambah 1,5%-2,75% yang disesuaikan dengan nilai emisi dan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pendanaan kegiatan investasi dan operasional perusahaan.4.2.5 Sumber Dana InternalUntuk menutupi kekurangan di dalam pendanaan PLTU Indramayu dan proyek-proyek PT. PLN (Persero) lainnya, PT. PLN (Persero) dapat menggunakan sumber dana internal sebesar Rp 29.420.163,- (RKAP PT. PLN (Persero) 2011), Untuk pembiayaan proyek, sumber dana internal digunakan sebagai alternative sumber pendanaan terakhir dikarenakan PT. PLN (Persero) mempunyai sumber dana internal yang terbatas untuk kegiatan pendanaan dan investasi. Seluruh aktivitas pendanaan dan kegiatan investasi yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) diprioritaskan menggunakan sumber dana eksternal terlebih dahulu baru menggunakan sumber dana internal perusahaan. 4.2.6 IPO PT. PLN EnjiniringPT. PLN (Persero) berencana untuk melakukan IPO anak perusahaan yaitu PT Prima Layanan Nasional Enjiniring (PLN Enjiniring) di kuartal I-2012. PT. PLN (Persero) mengusulkan untuk melepaskan 20% saham anak usahanya tersebut dalam IPO dengan dana mencapai Rp 200-250 milyar. Namun, berdasarkan hasil keputusan direksi PT. PLN (Persero), dana yang akan diperoleh melalui IPO PT. PLN Enjiniring akan digunakan untuk pengembangan dan pendanaan investasi PT PLN Enjiniring itu sendiri, tidak untuk sebagai sumber pendanaan dan investasi PT. PLN (Persero). Jadi berdasarkan hasil keputusan direksi PT. PLN (Persero) mengenai tujuan rencana IPO PT. PLN Enjiniring, alternative sumber pendanaan dengan menggunakan dana yang dihasilkan melalui IPO PT. PLN Enjiniring tidak dapat dijadikan sebagai sumber pendanaan proyek PLTU Indramayu.

4.3 Strategi PengimplementasianStrategi Implementasi Pembiayaan Pembangunan PLTU Indramayu berguna sebagai solusi dalam mengatasi permasalahan yang ada.berikut kerangka berfikir Strategi Implementasi Pembiayaan Pembangunan PLTU Indramayu:

Gambar . Kerangka Berpikir Perumusan Strategi Pembiayaan PLTU IndramayuDari kerangka berfikir yang digambarkan pada diagram diatas sehingga strategi-startegi yang dapat dirumuskan dalam rangka mengatasi permasalahan-permasalahan terkait dengan pembiayaan PLTU Indramayu dapat dilihat pada tabel di bawah ini:STRATEGI

Pemanfaatan pasar modal, lembaga keuangan bilateral/multilateral dan APBN dalam pendanaan proyek PLTU Indramayu

Secara periodic (tahunan) mereview dan memperbaharui perhitungan perkiraan pertumbuhan listrik dengan menggunakan parameter terbaru yang lebih akurat. Realisasi penjualan lebih tinggi daripada demand forecast

Peningkatan komunikasi dengan DPR dan pemerintah agar proses penyesuaian tariff sejalan dengan rencana.

Perlu adanya perhatian dalam pembiayaan investasi proyek PLTU Indramayu, khususnya perubahan mata uang yang digunakan dalam proyek. Karena nominal mata uang berdampak pada pembiayaan proyek

Dalam pembiayaan investasi internal perusahaan, dapat menggunakan pendapatan yang dihasilkan dari penggunaan listrik PLTU Indramayu

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan1. Kondisi infrastruktur listrik di Indonesia sangat mengkhawatirkan dan perlu segera mendapatkan perhatian serius. Salah satu langkah nyata pemerintah dengan membangun PLTU berkapasitas 1x1000 Mega Watt di Wilayah Indramayu Jawa Barat. Investasi yang dibutuhkan Y 215,337 juta atau setara dengan Rp. 23.406.195,65 juta.2. Sumber pembiayaan pembangunan proyek PLTU Indramayu terdiri dari dua jenis, yakni sumber pembiayaan konvensional dan non-konvensional. 3. Pembiayaan konvensional merupakan sumber-sumber pembiayaan yang diperoleh dari anggaran Negara. Sumber Pembiayaan Konvensional antara lain DAK (Dana Alokasi Khusus), Fiskal, dan Utang Luar Negeri. 4. Sumber pembiayaan non-konvesional merupakan sumber-sumber pembiayaan yang diperoleh dari kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sumber Pembiayaan Non-Konvensional antara lain Kredit dan Ekuitas5. Pada perhitungan pre apprasial, nilai IRR 8,5%, bila dibandingkan dengan dengan biaya modal (WACC) 2,21%, maka nilai IRR lebih besar daripada biaya modal yang artinya proyek layak untuk dijalankan6. Alternatif sumber biaya pembiayaan proyek pembangunan PLTU Indramayu yang telah dirancang antara lain DIPA APBN (PMN), JICA (Japan International Cooperation Agency), Penerbitan surat utang untuk APLN PT. PLN (Persero) terdiri penerbitan obligasi dan penerbitan suku ijara, dan Dana internal.

5.2 Rekomendasi1. PT. PLN (Persero) harus memperhitungkan dampak pergerakan nilai tukar mata uang, tingkat inflasi, dan kenaikan harga energi primer. Sehingga perhitungan di dalam valuasi proyek dapat tercermin dengan kondisi yang terjadi pada saat pembangungan dan pengoperasian sebuah proyek.2. PT PLN (Persero) harus menerapkan project financing di dalam pendanaan proyek. Karena project financing tersebut dapat mengalihkan resiko-resiko yang akan dihadapi proyek tersebut kepada pihak lain. 3. Project financing dapat digunakan sebagai media untuk mencari alternatif pendanaan yang paling murah untuk pendanaan proyek PT. PLN (Persero), sehingga PT. PLN (Persero) dapat menjadi perusahaan BUMN yang mandiri tanpa harus mengandalkan subsidi dari pemerintah untuk pendanaan kegiatan investasi dan operasi yang akan memberatkan APBN.4. PT. PLN harus membuat program mitigasi proyek secara berkala, khususnya analisis resiko proyek PLTU Indramayu.5. Pemerintah Indonesia harus memberikan loan guarantee kepada PT. PLN (Persero) sehingga perusahaan dapat dengan mudah mendapatkan pendanaan dari pihak-pihak yang akan memberikan pinjaman kepada perusahaan. Selain itu pula apabila perusahaan tidak dapat membayar pinjaman tersebut, pemerintah dapat membantu PT. PLN (Persero) dalam bentuk pinjaman atas dasar PT. PLN (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk dan ditugaskan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik di Indonesia.