analisis spasial penyediaan fasilitas pendidikan …/analisis... · analisis spasial penyediaan...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS SPASIAL PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN
PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2011
Oleh :
Ratih Puspita Dewi
NIM K 5407039
Skripsi
Disusun Oleh:
RATIH PUSPITA DEWI
K5407039
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS SPASIAL PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN
PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2011
Disusun Oleh:
RATIH PUSPITA DEWI
K5407039
Skripsi
Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Drs. Wakino, M.S
NIP. 19521103 197603 1 003
Pembimbing II
Singgih Prihadi, S.Pd, M.Pd.
NIP. 19820908 200604 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Ratih Puspita Dewi, ANALISIS SPASIAL PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, September 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui persebaran, pola, dan jangkauan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 (2) Mengetahui ketersediaan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 (3) Mengetahui daya layan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh SMP yang ada di Kabupaten Boyolali. Teknik sampling yang digunakan adalah stratified random sampling. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi berupa data alamat SMP, data jumlah SMP, jumlah guru, jumlah murid, jumlah kelas dan jumlah ruang kelas dan observasi berupa data lokasi absolut SMP, data aksesibilitas berupa jenis jalan dan angkutan umum, dan ketersediaan prasarana berdasarkan standar baku. Teknis analisis yang digunakan adalah analisis peta dan analisis tetangga terdekat. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1 (a) distribusi SMP paling banyak terdapat di Kecamatan Boyolali dengan jumlah SMP sebanyak 10 SMP (11.1 %) dan jumlah SMP paling sedikit terdapat di Kecamatan Selo dengan jumlah 2 SMP (2.2%). (b) Pola persebaran SMP di Kabupaten Boyolali pada topografi bergunung adalah acak dengan nilai T = 1.04, sedangkan pada topografi dataran rendah pola persebarannya juga acak dengan nilai T = 0.8. (c) Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali dapat dilihat dari unsur aksesibilitas. Aksesibilitas sendiri dibagi menjadi tiga kategori yaitu SMP Mudah terjangkau, SMP cukup terjangkau, dan SMP sulit terjangkau. Terdapat 10 SMP mudah terjangkau, 73 SMP cukup terjangkau, dan 7 SMP sulit terjangkau. 2 Ketersediaan SMP dilihat dari tingkat kecukupan SMP untuk tiap kecamatan. Kecukupan SMP tertinggi terdapat di Kecamatan Ampel, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sambi, Kecamatan Simo, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, dan Kecamatan Wonosegoro yaitu semua penduduk terlayani, sedangkan kecukupan terendah terdapat di Kecamatan Cepogo dengan 17.101 penduduk tidak terlayani. Ketersediaan prasarana SMP berdasarkan standar baku untuk SMP negeri sudah lengkap baik untuk SMP negeri dengan akreditasi A, B, maupun belum terakreditasi, sedangkan untuk SMP Swasta belum lengkap baik untuk SMP Swasta dengan akreditasi B, C, maupun belum terakreditasi. 3 Berdasarkan penghitungan variabel daya layan beberapa kecamatan di Kabupaten Boyolali jumlah sekolahnya belum memenuhi kebutuhan meliputi: Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Teras, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Kemusu, dan Kecamatan Juwangi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Ratih Puspita Dewi, SPATIAL ANALYSIS OF AVAILABILTY EDUCATIONAL FACILITIES AT JUNIOR HIGH SCHOOL IN BOYOLALI DISTRICT AT 2011. Script, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, September 2011. The Purpose of the research are: (1) to find out spatial distribution, distribution pattern and educational facilities reach at junior high school in Boyolali District at 20011(2) to find out the availability of junior high school in Boyolali District at 2011 (3) to find out the function of availability of educational facilities at junior high school in Boyolali District at 2011. This research used descriptive research method. The population of the research are all junior high schools in Boyolali District. The sampling technique is stratified random sampling. The technique of collecting data are documentation like data of address, number of junior high schools, number of teachers, number of students, number of classes, and number of classrooms, and observation like data of absolute location of junior high school, data of accessibility that is road and the public transportation. The technique of data analysis are map analysis and nearest neighbour analysis. The result of the research are: 1(a) junior high school spasial distribution mostly located in Subdistrict Boyolali with 10 junior high school (11.1%) and the least in Subdistrict Selo with 2 junior high schools (2.2%). (b) The distribution pattern of Junor High School in Boyolali District at mountainous topography is random with T = 1.04, whereas the distribution pattern at lowland topography also random with T = 0.8. (c) The reach of junior high school in Boyolali District seen at accessibility side, accessibility divided in three categories that is easy to reach, quite easy to reach, and difficult to reach. There are 10 junior high schools (11.1%) are easy to reach, 73 junior high schools are quite easy to reach, and 7 junior high schools are difficult to reach. 2 junior high school availability shown in junior high school adequacy level for each subdistrict. The highest junior high school adequate is in Ampel Subdistrict, Boyolali Subdistrict, Sawit Subdistrict, Banyudono Subdistrict, Sambi Subdistrict, Simo Subdistrict, Karanggede Subdistrict, Klego Subdistrict, Klego Subdistrict, Andong Subdistrict, and Wonosegoro Subdistrict where all of the populations can be serviced, whereas the least junior high school adequate is in Cepogo Subdistrict with 17.101 people can not be serviced. The Junior High School infrastructure based on standart rules for government junior high schools are already complete include for government junior high schools which accreditation A, B, even not accreditation yet, whereas for private junior high schools are not complete yet include for private junior high schools which accreditation B, C, or not accreditation yet. 3 based on calculation of the function of service variable some of Subdistrict in Boyolali District number of schools are not enough, the Subdistrict are Selo Subdistrict, Cepogo Subdistrict, Musuk Subdistrict, Ngemplak Subdistrict, Nogosari Subdistrict, Kemusu Subdistrict, and Juwangi Subdistrict.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah)dengan sabar
dan (mengerjakan shalat), sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(QS Al Baqoroh: 153)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
Ibu dan Bapak yang selalu memberikan doa dan kasih sayangnya
Ibu maryam semoga selalu diberi kesehatan
Keempat kakakku widy, hendra, ervy, dan bambang
Adikku Callula
Bayu Saputro
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan dalam
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Dalam penulisan ditemukan hambatan namun demikian dengan bantuan
dari berbagai pihak hambatan tersebut dapat diatasi, untuk itu dengan segala
kerendahan hati penulis megucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah
memberikan ijin penelitian untuk menyusun skripsi ini.
2. Bapak Drs. Syaiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret.
3. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
4. Bapak Drs. Wakino, MS. selaku Pembimbing I yang telah memberikan
banyak bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Bapak Singgih Prihadi, S.Pd, M.Pd selaku Pembimbing II yang dengan sabar
memberikan banyak bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
6. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan selama ini.
7. Bapak / Ibu dosen Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan
bekal ilmu pengetahuan, sehingga mampu menyelesaikan perkuliahan dan
penyususnan skripsi ini.
8. Sahabat- sahabat Geografi angkatan 2007 yang selalu memberikan semangat
dan persahabatan yang tak terlupakan.
9. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Surakarta, September 2011
Penulis,
Ratih Puspita Dewi
K5407039
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. iii
HALAMAN ABSTRAK INDONESIA ................................................................................ iv
HALAMAN ABSTRAK INGGRIS ...................................................................................... v
HALAMAN MOTTO............................................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xiii
DAFTAR PETA .................................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ........................................................................................ 5
D. Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
E. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5
F. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 7
A. Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 7
1. Analisis Spasial ......................................................................................... 7
2. Peta ............................................................................................................ 10
3. Skala Peta .................................................................................................. 13
4. Fasilitas Pendidikan ................................................................................... 14
5. Daya Layan ................................................................................................ 21
6. Aksesibilitas .............................................................................................. 22
B. Penelitian Yang Relevan .................................................................................. 25
C. Kerangka Berfikir ............................................................................................ 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................. 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 31
1. Tempat Penelitian ...................................................................................... 31
2. Waktu Penelitian ....................................................................................... 31
B. Metode Penelitian ............................................................................................ 32
C. Sumber Data .................................................................................................... 32
1. Sumber Data Primer .................................................................................. 32
2. Sumber Data Skunder ................................................................................ 32
D. Populasi dan Sampel ........................................................................................ 33
1. Populasi...................................................................................................... 33
2. Sampel ....................................................................................................... 34
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 35
1. Teknik Dokumentasi ................................................................................. 35
2. Teknik Observasi ....................................................................................... 36
F. Teknik Analisis Data ....................................................................................... 36
1. Persebaran, Pola, dan Jangkauan Fasilitas Pendidikan.............................. 36
a. Persebaran Pendidikan ........................................................................... 36
b. Pola Persebaran Fasilitas Pendidikan .................................................... 36
c. Jangkauan Fasilitas Pendidikan ............................................................. 37
2. Penyediaan Fasilitas Pendidikan ............................................................... 40
3. Daya Layan Fasilitas Pendidikan .............................................................. 40
G. Prosedur Penelitian .......................................................................................... 41
1. Tahap Persiapan .................................................................................. 41
2. Tahap Penyusunan Proposal ................................................................ 41
3. Tahap Penyusunan Instrumen Penelitian ............................................. 41
4. Tahap Pengumpulan Data .................................................................... 41
5. Tahap Analisis Data ............................................................................. 41
6. Tahap Penyusunan Laporan ................................................................. 41
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................................ 42
A. Deskripsi Wilayah ........................................................................................... 42
1. Letak ..................................................................................................... 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
a. Letak Astronomis ............................................................................ 42
b. Letak Administratif.......................................................................... 42
2. Luas ...................................................................................................... 42
3. Penduduk .............................................................................................. 45
a. Jumlah Penduduk ........................................................................... 45
b. Kepadatan Penduduk ...................................................................... 47
4. Komposisi penduduk ............................................................................ 48
a. Menurut Jenis Kelamin .................................................................. 48
b. Menurut Umur ................................................................................ 50
c. Menurut Pendidikan ....................................................................... 51
d. Menurut Mata Pencaharian ............................................................ 53
5. Sarana Pendidikan ................................................................................ 54
B. Hasil Penelitian ................................................................................................ 56
1. Persebaran, Pola, dan Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali ................. 57
a. Persebaran SMP di Kabupaten Boyolali ................................................ 57
b. Pola Persebaran SMP di Kabupaten Boyolali ....................................... 59
c. Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali ................................................ 66
2. Penyediaan Fasilitas SMP ......................................................................... 71
3. Daya Layan SMP ....................................................................................... 77
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .................................................. 85 A. Kesimpulan ................................................................................................ 85
B. Implikasi ..................................................................................................... 86
C. Saran ........................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 88 LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. 24
Tabel 2. 28
Tabel 3. 31
Tabel 4. Pedoman Skor Aksesibilitas 40
Tabel 5. 44
Tabel 6. 46
Tabel 7. Luas, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk tiap Kecamatan di
Kabupaten
47
Tabel 8. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tiap Kecamatan di
49
Tabel 9. 50
Tabel 10. Penduduk Kabupaten Boyolali Usia Lima Tahun Keatas Menurut Tingkat
52
Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tiap Kecamatan di
53
Tabel 12. 55
Tabel 14. Jarak Tetangga Terdekat antar SMP pada Topografi Pegunungan di
60
Tabel 15. Jarak Tetangga Terdekat Antar SMP pada Topografi Dataran Rendah di
64
Tabel 16. 66
Tabel 17. 67
Tabel 19. Persebaran SMP di Kabupaten 72
Tabel 20. 73
Tabel 21. Jumlah Murid Menurut Jenis Kelamin dan Umur di Kabupaten Boyolali
74
Tabel 26. Jumlah Sekolah, Ruang Kelas, Guru, Ruang Kelas, dan Murid di
79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Tabel 27. Daya Layan Fasilitas Pendidikan Jenjang SMP di Kabupaten Boyolali
81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR PETA
Hal Peta 1. 43
Peta 2. 58
Peta 3. 65
Peta 4. Jangkauan SMP di 70
Peta 5. 74
Peta 6. 76
Peta 7. 84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Pola-pola Penyebaran Berdasarkan Konsep Tetangga Terdekat 9
Gambar 2. 30
Gambar 3. Diagram alir pengambilan sampel 35
Gambar 4. 39
Gambar 5. Grafik Prosentase Luas Kecamatan Boyolali Tahun
44
Gambar 6. Grafik Jumlah Penduduk Kecamatan Boyolali Tahun
46
Gambar 7. Grafik Komposisi Penduduk menurut Umur Kecamatan Boyolali Tahun
51
Gambar 8. Grafik Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Boyolali Tahun
54
Gambar 9. Grafik Distribusi 56
Gambar 10. 67
Gambar 11. 69
Gambar 12. 69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel 11. Persebaran SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Lampiran 2. Tabel 16. Data Tingkat Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali Tahun
2011
Lampiran 3. Tabel 22. Data Akreditasi SMP Negeri Kabupaten Boyolali Tahun
2011
Lampiran 4. Tabel 23 Akreditasi SMP Swasta di Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Lampiran 5. Tabel 24. Ketersediaan Prasarana Berdasarkan Standar Baku Pada
SMP Negeri di Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Lampiran 6. Tabel 25. Ketersediaan Prasarana Berdasarkan Standar Baku Pada
SMP Swasta di Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Lampiran 7. Perhitungan Daya Layan SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Lampiran 8. Foto-foto Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Sistem pendidikan nasional harus ma1mpu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan
pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan (UU
RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Hak mendapat pelayanan pendidikan tanpa diskriminasi setiap Warga
Negara Indonesia telah dijamin dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5, artinya setiap Warga
Negara Indonesia, dimana saja, harus memiliki kesempatan yang sama dalam
mengakses pendidikan. Untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan
tersebut, maka pemerintah diantaranya harus mampu menyediakan fasilitas
pendidikan yang dapat melayani kebutuhan seluruh penduduk dan tentunya bisa
diakses dengan mudah oleh penduduk untuk memanfaatkannya.
Pada kenyataannya, kebutuhan akan sarana dan prasarana pendidikan tidak
selalu terpenuhi dengan baik dikarenakan jumlah, luasan atau lokasi dari sarana
dan prasarana pendidikan. Pada suatu daerah dapat dijumpai prasarana dan sarana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pendidikan yang lengkap dengan tingkat pelayanan yang tinggi, sedangkan pada
daerah lain ketersediaannya tidak memenuhi ketentuan, sehingga tingkat
pelayanannya menjadi rendah. Kecenderungan tingkat perbedaan tingkat
pelayananan pada umumnya terjadi antar daerah perkotaan dan pedesaan. Kota
merupakan pusat dari segala pelayanan prasarana dan sarana pendidikan,
sedangkan desa pada umunnya terabaikan, meskipun sebenarnya kebutuhan
masyarakatnya sama hanya dengan jumlah yang berbeda. Adanya kecenderungan
pembangunan prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memperhatikan
kebutuhan juga merupakan salah satu sebab mengapa tingkat pelayanan menjadi
tidak efektif. Penempatan fasilitas-fasilitas pendukung dalam memperbaiki
kualitas hidup manusia khususnya di dalam penelitian ini adalah fasilitas
pendidikan, dalam penyebarannya harus sesuai dengan jangkauan penduduk
sebagai pengguna.
Hal ini tentunya berlaku untuk seluruh wilayah yang ada di negara ini
salah satunya adalah Kabupaten Boyolali. Sebagai salah satu kabupaten di
wilayah administrasi pemerintahan Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali
memiliki kewajiban untuk meningkatkan kualitas masyarakat melalui pendidikan,
maka penyediaan fasilitas pendidikan yang berkualitas dan merata dipandang
sebagai suatu kewajiban mutlak yang harus dipenuhi pemerintah kabupaten ini.
Pelayanan pendidikan yang baik tentunya harus didukung oleh penyediaan
fasilitas pendidikan yang bisa menjangkau dan melayani seluruh penduduk
dengan merata.
Masalah persebaran lokasi fasilitas pendidikan menjadi sangatlah penting
untuk diperhatikan di Kabupaten Boyolali. Untuk itu maka diperlukan kajian
mengenai persebaran lokasi fasilitas pendidikan yang diharapkan bisa menjadi
salah satu acuan dalam peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat.
Penyebaran lokasi sekolah erat hubungannya dengan perluasan kesempatan
kepada masyarakat. Hambatan dalam memperolah kesempatan belajar merupakan
salah satu faktor yang dapat mengurangi hasrat mendapatkan pendidikan,
disamping masalah sosial dan ekonomi. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk
yang pesat, beban tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan prasarana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
pendidikan menjadi semakin besar. Pada tiap permukiman baik di perkotaan
maupun pedesaan, pemerintah membangun prasarana pendidikan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai dengan tingkatnnya.
Penyediaan fasilitas pendidikan diantaranya dengan membangun sekolah
mulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga perguruan
tinggi. Pendidikan dasar meliputi SD (Sekolah Dasar) dan MI (Madrasah
Ibtidaiyah) atau bentuk lain yang sederajat serta SMP (Sekolah Menengah
Pertama) dan MTs (Madrasah Tsanawiyah) atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan menengah meliputi SMA (Sekolah Menengah Pertama), MA
(Madrasah Aliyah), SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan MAK (Madrasah
Aliyah Kejuruan) , atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan
jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program
pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan
oleh pendidikan tinggi. Mengingat pendidikan sangat luas cakupannya maka
dalam penelitian ini akan dibatasi pada pendidikan dasar khususnya SMP.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali (2009: 79) menyebutkan bahwa
Kabupaten Boyolali memiliki 19 kecamatan dengan jumlah sekolah sekolah
menengah pertama sebanyak kurang lebih 90 SMP. Jumlah sekolah yang berstatus
RSBI 2 Sekolah, 19 sekolah berstatus SSN, dan kurang lebih 10 sekolah yang
berstatus calon rintisan SSN. Sejalan dengan hal tersebut menurut Bappeda
Kabupaten Boyolali (2003-2013: 17) dilihat dari segi persentase tingkat
pendidikannya, persentase penduduk dengan tingkat pendidikan dasar tertinggi
atau setingkat SMP (Pendididan Dasar 9 tahun) ada di Kecamatan Selo dengan
jumlah 97,47 persen, disusul Kecamatan Kemusu dengan 96,62 persen,
Kecamatan Wonosegoro dengan 95,05 persen, Kecamatan Cepogo dengan 93,48
persen, dan Kecamatan Klego dengan 93,04 persen. Rata-rata pada tingkat
Kabupaten adalah 86,82 persen. Salah satu kecamatan di Kabupaten Boyolali
yaitu Kecamatan Boyolali memiliki 10 SMP dengan jumlah penduduk sekitar
51.330 jiwa, sedangkan di Kecamatan Kemusu memiliki 3 SMP dengan jumlah
penduduk sekitar 46.310 jiwa. Perbedaan penyediaan fasilitas disebabkan karena
Kecamatan Boyolali terletak di Ibukota Kabupaten Boyolali, sehingga Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Boyolali merupakan pusat dari segala macam kegiatan pelayanan pemerintahan,
ekonomi, dan pendidikan. Jumlah fasilitas pendidikan yang ada di Kecamatan
Boyolali ketersediaannya melebihi jumlah kebutuhan yang seharusnya ada,
sedangkan di Kecamatan Kemusu yang memiliki jumlah penduduk yang cukup
besar fasilitas pendidikan yang tersedia hanya 3 SMP saja belum mencukupi dari
kebutuhan minimal yang seharusnya ada, sehingga terdapat perbedaan penyediaan
fasilitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Untuk mengetahui keadaan penyediaan fasilitas pendidikan di Kabupaten
Boyolali penggunaan media peta sangat tepat digunakan. Peta memberikan
gambaran yang lebih mudah dipahami daripada penyajian gambar dengan tulisan,
dalam hal ini ilmu geografi memberikan kemudahan bagi dalam penyajian data
dengan menggunakan peta. Dalam penelitian ini akan mencoba memecahkan
masalah sebaran lokasi fasilitas pendidikan dengan mengevaluasi sebaran lokasi
fasilitas pendidikan serta tingkat pelayanan dari fasilitas pendidikan yang terdapat
di Kabupaten Boyolali. Penelitian ini memfokuskan pada fasilitas pelayanan
pendidikan dasar khususnya SMP, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul : Penyediaan Fasilitas Pendidikan
pada Sekolah Menengah Pertama d .
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah disampaikan maka identifikasi
masalahnya sebagai berikut:
1. Data mengenai sekolah di Kabupaten Boyolali saat ini belum disajikan dalam
bentuk peta untuk mengetahui distribusi spasialnya, umumnya data sekolah
hanya ditampilkan dalam bentuk tabel maupun angka-angka, maka untuk
mempermudah mengetahui lokasi sekolah maupun keterangan lain mengenai
sekolah data sekolah dapat disajikan dalam bentuk peta.
2. Berdasarkan UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 5 bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan
sehingga pemerintah wajib menyediakan fasilitas pendidikan yang dapat
menjangkau seluruh penduduk di Indonesia, oleh karena itu maka perlu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
diketahui mengenai jangkauan fasilitas pendidikan yang disediakan oleh
pemerintah.
3. Tingkat pelayanan fasilitas pendidikan memiliki perbedaan antara satu tempat
dengan tempat lain, maka perlu diketahui tingkat pelayanan fasilitas
pendidikannya, sehingga dapat dibandingkan perbedaan tingkat pelayanan yang
terdapat dalam suatu wilayah.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar masalah dapat dikaji
dengan mendalam peneliti memandang perlu untuk membatasi masalah yaitu :
1. Pemetaan persebaran dan pola fasilitas pendidikan hanya meliputi prasarana
pendidikan yaitu gedung sekolah.
2. Variabel yang digunakan dalam penentuan daya layan adalah rasio antara
ketersediaan fasilitas yang ada dengan kebutuhan minimal fasilitas pendidikan.
3. Jenjang pendidikan yang diteliti dalam penelitian ini adalah Sekolah Menengah
Pertama baik negeri maupun swasta.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana persebaran, pola, dan jangkauan fasilitas pendidikan pada Sekolah
Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011?
2. Bagaimana ketersediaan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama
di Kabupaten Boyolali tahun 2011?
3. Bagaimana daya layan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di
Kabupaten Boyolali tahun 2011?
E. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui
tujuan dari penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui persebaran, pola, dan jangkauan fasilitas pendidikan pada Sekolah
Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Mengetahui ketersediaan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama
di Kabupaten Boyolali tahun 2011.
3. Mengetahui daya layan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama
di Kabupaten Boyolali tahun 2011.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dalam bidang
geografi khususnya pemetaan dan mengkaji secara spasial keberadaan fasilitas
pendidikan.
b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti dalam ilmu geografi yang lain di masa
yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Boyolali dalam penentuan pendirian
sekolah menengah pertama.
b. Bagi Masyarakat
1) Dapat memberikan informasi mengenai jarak, lokasi, dan daya layan sekolah
menengah pertama bagi masyarakat di Kabupaten Boyolali.
2) Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih sekolah menengah pertama
bagi masyarakat di Kabupaten Boyolali.
c. Bagi pendidikan
Skripsi ini dapat digunakan sebagai media pembelajaran di SMA pada
kompetensi dasar pendekatan geografi materi pokok metode pendekatan
geografi (khususnya pendekatan keruangan).
d. Bagi penulis
Untuk menerapkan pengetahuan antara teori yang didapat dengan kenyataan di
lapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Analisis Spasial
Menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 74) pada hakekatnya
analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitikberatkan kepada tiga unsur
topografi yaitu jarak (distance), kaitan (interaction), dan gerakan (movement).
Dalam analisis keruangan dapat dikumpulkan data lokasi yang terdiri dari titik
(point data) dan data bidang (area data). Data titik dapat berupa data ketinggian
tempat, data sampel batuan dan sebagainya. Data bidang dapat berupa data luas
hutan, data luas daerah pertanian, data luas permukiman dan sebagainya.
Di sisi lain ketidakpuasan orang membicarakan pola permukiman
(settlement) secara deskriptif menimbulkan gagasan untuk membincangkannya
secara kuantitatif. Pola permukiman yang dikatakan seragam (uniform), random,
mengelompok (cluster) dan lain sebagainya dapat diberi ukuran yang bersifat
kuantitatif. Dengan cara sedemikian ini, perbandingan antara pola permukiman
dapat dilakukan dengan lebih baik, bukan saja dari segi waktu tetapi juga dari segi
ruang (space). Pendekatan sedemikian ini disebut analisis tetangga-terdekat
(nearest-neighbour analysis). Analisis seperti ini memerlukan data tentang jarak
antara satu permukiman dengan permukiman yang paling dekat yaitu permukiman
tetangganya yang terdekat. Sehubungan dengan hal ini tiap permukiman dianggap
sebagai sebuah titik dalam ruang. Meskipun demikian analisis tetangga terdekat
ini dapat pula digunakan untuk menilai pola penyebaran tanah longsor, pola
penyebaran puskesmas, pola penyebaran sumber-sumber air dan lain sebagainya.
Pada hakekatnya analisis tetangga terdekat ini adalah sesuai untuk daerah
dimana antara satu permukiman dengan permukiman lain tidak ada hambatan-
hambatan alamiah yang belum dapat teratasi misalnya jarak antara permukiman
yang relatif dekat tetapi dipisahkan oleh suatu jurang. Oleh karena itu untuk
daerah-daerah yang merupakan suatu dataran dimana hubungan antara satu
permukiman dengan permukiman yang lain tidak ada hambatan ilmiah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
berarti, maka analisis tetangga terdekat ini akan tampak nilai praktisnya misalnya
untuk perancangan letak dari pusat-pusat pelayanan sosial seperti rumah sakit,
sekolah, kantor pos, pasar, pusat rekreasi dan lain sebagainya.
Menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 75) dalam
menggunakan analisis tetangga-terdekat harus diperhatikan beberapa langkah
berikut :
a. Tentukan batas wilayah yang akan diselidiki.
b. Ubahlah pola penyebaran permukiman seperti terdapat dalam peta peta
topografi menjadi pola penyebaran titik.
c. Berikan nomor urut bagi tiap titik untuk mempermudah cara
menganalisisnya.
d. Ukurlah jarak terdekat yaitu jarak pada garis lurus antara satu titik dengan
titik yang lain yang merupakan tetangga terdekatnya dan catatlah ukuran
jarak ini.
e. Hitunglah besar parameter tetangga terdekat (nearest-neighbour statistic) T
dengan menggunakan formula :
T = Ju/Jh (Bintarto dan Surastopo Hadisumarno, 1979: 75)
Keterangan ;
T = indeks penyebaran tetangga-terdekat
Ju = jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik
tetangganya yang terdekat
Jh = jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai
pola random
p = Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N)
dibagi luas wilayah (A).
Parameter tetangga terdekat adalah suatu rumus yang penerapannya
mendasarkan pada analisis jarak dengan bantuan peta. Pada rumus tersebut yang
dimaksudkan jarak adalah jarak di peta, sehingga data jarak (Ju dan Jh)
didapatkan dari pengukuran antara titik satu dengan titik lain di peta. Setelah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
diketahui angka indek tetangga terdekat, maka angka indek tersebut dimasukkan
pada klasifikasi pola persebaran. Adapun jenis pola persebaran yang ditentukan
adalah T = 0 maka pola persebaran mengelompok, T = 1 maka pola persebaran
acak, dan T = 2.15 maka pola persebaran seragam.
T = 0 T = 1 T = 2,15
Mengelompok Random Seragam
Sumber: Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 76)
Gambar 1. Pola-pola Penyebaran Berdasarkan Konsep Tetangga Terdekat
Analisis spasial dapat diketahui dengan menggunakan peta. Dalam
perkembangan teknologi pemetaan, pembuatan peta dipermudah dengan adanya
SIG. Menurut Dahdouh (2004: 12) Remote sensing offers multitemporal repetitive
data for identification and quantification of land surface changes, and therefore,
greatly enhances capability of a GIS in updating map information on a regular
basis. SIG telah mengganti penginderaan jauh untuk mengidentifikasi perubahan
permukaan bumi dan dapat memperbarui informasi peta secara teratur. Di sisi lain
Menurut Suroso (2004: 40) salah satu kelebihan sistem informasi geografis adalah
kemampuannya dalam melakukan permodelan terhadap suatu kasus berdasarkan
data spasial. SIG dirancang untuk menganalisis dan mengolah data dalam jumlah
besar sehingga memudahkan dalam penuangan data tersebut ke base map yang
manghasilkan peta tematik. Menurut Dahdouh (2002: 97) GIS are widely used as
tools to digitise remotely sensed or cartographic data complemented with various
ground-truth data, which are geocoded using a global positioning system (GPS).
SIG banyak digunakan untuk mendigitasi berbagai kenampakan di permukaan
bumi dilengkapai dengan data lokasi yang tepat menggunakan Global Positioning
System (GPS).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Peta
Batasan peta menurut ICA (International Cartographic Assosiation) tahun
1973 dalam Sinaga (1995: 5) adalah suatu representasi/gambaran unsur-unsur atau
kenampakan-kenampakan abstrak, yang dipilih dari permukaan bumi, atau yang
ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya
digambarkan dalam suatu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan. Peta
menggunakan simbol dua dimensi untuk mencerminkan fenomena geografikal
atau dengan suatu cara yang sistematis, dan hal ini memerlukan kecakapan untuk
membuatnya dan membacanya. Peta merupakan teknik komunikasi yang
tergolong dalam cara grafis, dan untuk efisiensinya kita harus mempelajari dengan
baik atribut-atribut/elemen-elemen dasarnya, seperti juga pada cara komunikasi
yang lain. Kita harus mempelajari bagaimana fungsi peta itu.
Menurut Sinaga (1995: 7) fungsi peta dalam perencanaan suatu kegiatan
adalah sebagai berikut:
a. Fungsi peta untuk perencanaan regional, sebagai berikut :
1) memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang karakter dari
suatu daerah.
2) Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan penelitian yang
dilakukan.
3) Sebagai suatu alat menganalisis dalam mendapatkan suatu kesimpulan.
4) Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan.
b. Fungsi peta dalam kegiatan penelitian, sebagai berikut :
1) Alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan gambaran
tentang daerah yang akan diteliti.
2) Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukkan
data yang ditemukan dilapangan.
3) Sebagai alat untuk melaporkan hasil penelitian.
Menurut Subagio (2003: 2) peta topografi merupakan gambaran sebagian
kecil permukaan bumi di atas bidang datar (atau bidang yang dapat didatarkan)
yang dibuat pada skala tertentu, serta dilakukan dengan menggunakan metode
tertentu pula. Banyaknya data topografi yang dapat disajikan diatas suatu peta,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
maka perlu dilakukan pemilihan data-data yang akan disajikan sehingga
kerumitan isi peta dapat dihindari. Dalam pemilihan data tersebut, perlu
dipertimbangkan beberapa hal seperti: skala peta yang akan dibuat, sumber data
pemetaan, serta jenis data yang akan disajikan (tujuan pemetaan). Berdasarkan
ketiga pertimbangan diatas, suatu peta dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
jenis peta.
Menurut Subagio (2003: 2) berdasarkan sumber datanya, peta
dikelompokkan ke dalam dua golongan peta yaitu :
a. Peta Induk (base map)
Peta yang dihasilkan dari survei langsung di lapangan dan dilakukan secara
sistematis. Untuk melakukan pemetaan secara sistematis, diperlukan adanya
pembakuan dalam metode penelitian, sistem datum, sistem proyeksi peta,
ukuran lembar peta, tata letak informasi tepi, derajat ketelitian serta
kelengkapan isi, serta pembakuan dalam kerangka geometris peta (grid dan
graticule). Berhubungan peta induk ini dapat digunakan sebagai peta dasar
pemetaan, topografi, maka peta ini dapat digolongkan pula sebagai peta
dasar (base map). Peta dasar adalah peta yang dijadikan acuan dalam
pembuatan peta lainnya, khususnya acuan untuk kerangka geometrisnya.
b. Peta Turunan (derived map).
Peta turunan adalah peta yang dibuat (diturunkan) berdasarkan acuan peta
yang sudah ada, sehingga survey langsung ke lapangan tidak diperlukan
disini. Peta turunan ini tidak dapat digunakan sebagai peta dasar untuk
pemetaan topografi.
Menurut Subagio (2003: 3) jenis peta berdasarkan jenis data yang
disajikan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu:
a. Peta Topografi (Topographic Map)
Peta topografi adalah peta yang menggambarkan semua unsur topografi
yang nampak di permukaan bumi, baik unsur alam (seperti sungai, garis
pantai,danau, kehutanan, dan gunung, dll.) maupun unsur buatan manusia
(seperti jalan, permukiman, pelabuhan, pasar, tempat rekreasi, dll.), serta
menggambarkan pula keadaan relief permukaan bumi. Dengan demikian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
disamping data planimetris berupa unsur-unsur topografi diatas, ditampilkan
pula data-data ketinggian seperti data titik tinggi dan data kontur topografi.
Contoh peta topografi: peta rupa bumi terbitan Bakosurtanal, peta teknik
untuk perencanaan teknik sipil, dan lain-lain.
b. Peta Tematik (Tematic Map)
Peta tematik adalah peta yang hanya menyajikan data-data atau informasi
dari suatu konsep/tema yang tertentu saja, baik itu berupa data kualitatif,
dalam hubungannya dengan detail topografi yang spesifik, terutama yang
sesuai dengan tema peta tersebut. Yang dimaksud data kualitatif adalah data
yang menyajikan unsur-unsur topografi yang berupa gambar atau
keterangan, seperti jalan, sungai, perumahan, nama daerah, dan lain
sebagainya. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang menyajikan unsur-
unsur topografi yang menyatakan bersaran tertentu, seperti ketinggian titik,
nilai kontur, jumlah penduduk, presentase pemeluk agama tertentu, dan lain
sebagainya. Contoh peta tematik, yaitu peta geologi, peta anomali gaya
berat, peta anomali magnet, peta tata guna lahan, peta pendaftaran tanah, dan
lain-lain.
Menurut Subagio (2003: 4) berdasarkan skalanya, peta dikelompokkan
menjadi tiga jenis peta, yaitu:
a. Peta skala kecil
Skala kecil merupakan skala peta yang hanya dapat menyajikan data dalam
ukuran kecil pula, sehingga tingkat penyederhanaan penyajian data sudah
semakin besar. Pada skala ini, luas daerah/kota sudah tidak dapat
digambarkan secara rinci, sehingga hanya dapat diwakili dengan simbol titik
saja. Begitu pula dengan data-data topografi lainnya, hanya dapat disajikan
data-data yang besar saja, misalnya jalan protokol, sungai besar, kehutanan
dan sebagainya. Contoh skala kecil adalah 1 : 500.000, 1 : 1.000.000, atau
skala yang lebih kecil lagi. Skala ini umumnya digunakan untuk atlas.
b. Peta skala sedang
Skala sedang merupakan skala peta yang dapat menyajikan gambar dalam
ukuan semi rinci, sehingga disini sudah mulai adanya pengelompokan data-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
data rinci sejenis ke dalam satu kelompok data. Misalnya beberapa data
pekarangan (persil) rumah digabung menjadi satu kelompok data
permukiman. Begitu pula dengan lebar jalan sudah mengalami
penyederhanaan, misalnya jalan digambarkan ssatu garis. Termasuk
kedalam kelompok ini adalah skala 1 : 250.000, 1 : 100.000, 1 : 50.000, 1 :
25.000. Skala sedang ini pada umumnya digunakan untuk pemetaan dasar
topografi nasional, seperti yang dilakukan Bakosurtanal.
c. Peta skala besar
Skala besar merupakan skala peta yang dapat menyajikan gambar dalam
ukuran besar sehingga data-data topografi dapat digambarkan secara rinci,
misalnya dalam peta skala 1 : 1000, semua batas pekarangan rumah dapat
digambarkan dengan jelas. Begitu pula dengan lebar jalan raya dapat
digambarkan sesuai ukurannya. Termasuk kedalam kelompok ini adalah
skala peta 1 : 10.000, 1 : 5000, 1 : 1000, 1 : 500, dan skala yang lebih besar
lagi. Skala besar ini pada umumnya digunakan untuk keperluan teknis, yaitu
untuk keperluan perencanaan teknis sipil, perencanaan jaringan
telepon/listrik, keperluan tata guna lahan, keperluan pendaftaran tanah,
keperluan pajak bumi dan bangunan, dan sebagainya.
3. Skala Peta
Luas peta jauh lebih kecil dibandingkan luas daerah yang dipetakan. Agar
terdapat hubungan yang jelas antara peta dengan daerah yang dipetakan, maka
perbedaan ukuran peta dengan daerah pemetaan tersebut harus mempunyai
bilangan pembanding tertentu. Bilangan pembanding tersebut dikenal dengan
istilah skala. Skala peta adalah angka perbandingan antara panjang suatu objek
atau jarak antara dua titik di peta, dengan panjang atau jarak antara dua titik
tersebut di lapangan.
Menurut Sinaga (1995: 9) ada beberapa cara untuk menyatakan skala peta
antara lain :
a. Skala angka atau skala pecahan
Skala yang dinyatakan dalam angka dan pecahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Contoh :
Skala angka (numeric scale) = 1 : 50.000
Skala pecahan (representative fraction) = RF 1/50.000
Hal ini menunjukkan bahwa satu satuan jarak pada peta mewakili 50.000
satuan jarak horizontal di permukaan bumi. Jadi 1 cm di peta mewakili 50.000
cm di medan (500 m) atau ½ km.
b. Skala verbal
Skala yang dinyatakan dengan kalimat. Pada peta-peta yang tidak
menggunakan satuan ukuran metrik (misalnya peta-peta di Inggris dan bekas
jajahan Inggris), skala dinyatakan dengan kalimat.
Contoh :
1 inchi to one mile = 1 : 63.660 (numeric scale)
1 inchi to two miles = 1 : 126.720 (numeric scale)
c. Skala grafis
Dari skala 1 : 50.000, menjadi skala grafis, sebagai berikut :
0.5 0 0.5 1 1.5 2 Km
4. Fasilitas Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 275), fasilitas merupakan
sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi. Menurut Jayadinata (1986: 27),
pengertian fasilitas lebih luas daripada pengertian prasarana, karena meliputi
sarana, yaitu alat-alat yang digunakan pada atau dalam prasarana tersebut.
Misalnya dalam fasilitas kesehatan bangunan rumah sakit adalah prasarana, dan
ranjang, pemotretan sinar tembus dan sebagainya adalah sarananya. Dalam
fasilitas pengangkutan jalan raya adalah prasarana dan mobil sebagai sarananya,
dalam fasilitas pendidikan bangunan sekolah adalah prasarana dan guru sebagai
sarana. Fasilitas meliputi juga organisasinya, kepegawaian (personalia), dan
sebagainya. Fasilitas pendidikan adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk
mendukung kelancaran berlangsungnya kegiatan pendidikan. Fasilitas disini
terdiri dari sarana dan prasarana pendidikan. prasarana meliputi sekolah dan kelas,
sarana meliputi ruang kelas dan guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Sejalan dengan hal tersebut menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 tentang
Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, untuk
mewujudkan hal tersebut dalam pasal 11 ayat (1) berbunyi bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa
diskriminasi (2) pemerintah dan pemerintah wajib menjamin tersedianya dana
guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga Negara yang berusia tujuh
sampai lima belas tahun.
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan jenjang
pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar
berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) dan madrasah
tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Sekolah Menengah Pertama
yang disingkat dengan SMP merupakan jenjang pendidikan dasar pada pendidikan
formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat). Sekolah
menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai
kelas 9. Saat ini Sekolah Menengah Pertama menjadi program Wajar 9 Tahun
(SD, SMP).
Lulusan sekolah menengah pertama dapat melanjutkan pendidikan ke
sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan (atau sederajat). Pelajar
sekolah menengah pertama umumnya berusia 13-15 tahun. Di Indonesia, setiap
warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni
sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau
sederajat) 3 tahun. Sekolah menengah pertama diselenggarakan oleh pemerintah
maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001,
pengelolaan sekolah menengah pertama negeri di Indonesia yang sebelumnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional
hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan.
Secara struktural, sekolah menengah pertama negeri merupakan unit pelaksana
teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.
Dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun
2007, tentang Standar Sarana dan Prasarana, Sebuah SMP/MTs sekurang-
kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. Ruang kelas,
2. Ruang perpustakaan,
3. Ruang laboratorium IPA,
4. Ruang pimpinan,
5. Ruang guru,
6. Ruang tata usaha,
7. Tempat beribadah,
8. Ruang konseling,
9. Ruang uks,
10. Ruang organisasi kesiswaan,
11. Jamban,
12. Gudang,
13. Ruang sirkulasi,
14. Tempat bermain/berolahraga.
Ketentuan mengenai ruang-ruang tersebut diatur dalam standar ruang sebagai
berikut:
1. Ruang Kelas
a. Fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori, praktek yang
tidak memerlukan peralatan khusus, atau praktek dengan alat khusus yang
mudah dihadirkan.
b. Jumlah minimum ruang kelas sama dengan banyak rombongan belajar.
c. Kapasitas maksimum ruang kelas 32 peserta didik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
d. Rasio minimum luas ruang kelas 2 m2/peserta didik. Untuk rombongan
belajar dengan peserta didik kurang dari 15 orang, luas minimum ruang
kelas 30 m2.
e. Lebar minimum ruang kelas 5 m.
f. Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan pencahayaan yang
memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar
ruangan.
g. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat
segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik
saat tidak digunakan.
2. Ruang Perpustakaan
a. Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik dan
guru memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka dengan
membaca, mengamati, mendengar, dan sekaligus tempat petugas mengelola
perpustakaan.
b. Luas minimum ruang perpustakaan sama dengan satu setengah kali luas
ruang kelas.
c. Lebar minimum ruang perpustakaan 5 m.
d. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk memberi pencahayaan yang
memadai untuk membaca buku.
e. Ruang perpustakaan terletak di bagian sekolah/madrasah yang mudah
dicapai.
3. Ruang Laboratorium IPA
a. Ruang laboratorium IPA berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan
pembelajaran IPA secara praktek yang memerlukan peralatan khusus.
b. Ruang laboratorium IPA dapat menampung minimum satu rombongan
belajar.
c. Rasio minimum luas ruang laboratorium IPA 2,4 m2/peserta didik. Untuk
rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas
minimum ruang laboratorium 48 m2 termasuk luas ruang penyimpanan dan
persiapan 18 m2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
d. Lebar minimum ruang laboratorium IPA 5 m.
e. Ruang laboratorium IPA dilengkapi dengan fasilitas untuk memberi
pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek
percobaan.
f. Tersedia air bersih.
4. Ruang Pimpinan
a. Ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan pengelolaan
sekolah/madrasah, pertemuan dengan sejumlah kecil guru, orang tua murid,
unsur komite sekolah/majelis madrasah, petugas dinas pendidikan, atau
tamu lainnya.
b. Luas minimum ruang pimpinan 12 m2 dan lebar minimum 3 m.
c. Ruang pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah/madrasah,
dapat dikunci dengan baik.
5. Ruang Guru
a. Ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja dan istirahat serta
menerima tamu, baik peserta didik maupun tamu lainnya.
b. Rasio minimum luas ruang guru 4 m2/pendidik dan luas minimum 40 m2.
c. Ruang guru mudah dicapai dari halaman sekolah/madrasah ataupun dari luar
lingkungan sekolah/madrasah, serta dekat dengan ruang pimpinan.
6. Ruang Tata Usaha
a. Ruang tata usaha berfungsi sebagai tempat kerja petugas untuk mengerjakan
administrasi sekolah/madrasah.
b. Rasio minimum luas ruang tata usaha 4 m2/petugas dan luas minimum 16
m2.
c. Ruang tata usaha mudah dicapai dari halaman sekolah/madrasah ataupun
dari luar lingkungan sekolah/madrasah, serta dekat dengan ruang pimpinan.
7. Tempat Beribadah
a. Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga sekolah/madrasah
melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu
sekolah/madrasah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
b. Banyak tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan tiap SMP/MTs, dengan
luas minimum 12 m2.
8. Ruang Konseling
a. Ruang konseling berfungsi sebagai tempat peserta didik mendapatkan
layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi,
sosial, belajar, dan karir.
b. Luas minimum ruang konseling 9 m2.
c. Ruang konseling dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin
privasi peserta didik.
9. Ruang UKS
a. Ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk penanganan dini peserta didik
yang mengalami gangguan kesehatan di sekolah/madrasah.
b. Luas minimum ruang UKS 12 m2.
10. Ruang Organisasi Kesiswaan
a. Ruang organisasi kesiswaan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan
kesekretariatan pengelolaan organisasi kesiswaan.
b. Luas minimum ruang organisasi kesiswaan 9 m2.
11. Jamban
a. Jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar dan/atau kecil.
b. Minimum terdapat 1 unit jamban untuk setiap 40 peserta didik pria, 1 unit
jamban untuk setiap 30 peserta didik wanita, dan 1 unit jamban untuk
guru.
c. Jumlah minimum jamban setiap sekolah/madrasah 3 unit.
d. Luas minimum 1 unit jamban 2 m2.
e. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah dibersihkan.
f. Tersedia air bersih di setiap unit jamban.
12. Gudang
a. Gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan pembelajaran di
luar kelas, tempat menyimpan sementara peralatan sekolah/madrasah yang
tidak/belum berfungsi, dan tempat menyimpan arsip sekolah/madrasah
yang telah berusia lebih dari 5 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
b. Luas minimum gudang 21 m2.
c. Gudang dapat dikunci.
13. Ruang Sirkulasi
a. Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung antar
ruang dalam bangunan sekolah/madrasah dan sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi sosial peserta didik di luar
jam pelajaran, terutama pada saat hujan ketika tidak memungkinkan
kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di halaman sekolah/madrasah.
b. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan ruang-
ruang di dalam bangunan sekolah/madrasah dengan luas minimum 30%
dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum 1,8 m, dan
tinggi minimum 2,5 m.
c. Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang dengan
baik, beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
d. Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi
pagar pengaman dengan tinggi 90-110 cm.
e. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga. Bangunan bertingkat dengan
panjang lebih dari 30 m dilengkapi minimum dua buah tangga.
f. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat
tidak lebih dari 25 m.
g. Lebar minimum tangga 1,8 m, tinggi maksimum anak tangga 17 cm, lebar
anak tangga 25-30 cm, dan dilengkapi pegangan tangan yang kokoh
dengan tinggi 85-90 cm.
h. Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi bordes
dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga.
i. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaan yang
cukup.
14. Tempat Bermain/Berolahraga
a. Tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai area bermain, berolahraga,
pendidikan jasmani, upacara, dan kegiatan ekstrakurikuler.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b. Tempat bermain/berolahraga memiliki rasio luas minimum 3 m2/peserta
didik.
c. Apabila jumlah peserta didik kurang dari 334 orang, luas minimum tempat
bermain/berolahraga adalah 1000 m2.
d. Di dalam luas tersebut terdapat tempat berolahraga berukuran minimum 30
m x 20 m yang memiliki permukaan datar, drainase baik, dan tidak
terdapat pohon, saluran air, serta benda-benda lain yang mengganggu
kegiatan olahraga.
e. Tempat bermain sebagian ditanami pohon penghijauan.
f. Tempat bermain/berolahraga diletakkan di tempat yang paling sedikit
mengganggu proses pembelajaran di kelas.
g. Tempat bermain/berolahraga tidak digunakan untuk tempat parkir.
5. Daya Layan
ketersediaan fasilitas yang ada dengan kebutuhan minimal yang seharusnya ada.
ketersediaan fasilitas pendidikan dibandingkan dengan variabel daya layan yang
meliputi jumlah sekolah, jumlah ruang kelas, jumlah kelas, dan jumlah murid.
Menurut Robinson (2009: 74) unit pelayanan kota adalah berbagai unit kegiatan
yang melayani kepentingan umum, baik berupa kantor pemerintahan, pelayanan
kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan sosial kemasyarakatan lainnya, atau
pemadam kebakaran.
ketersediaan fasilitas pelayanan antara lain :
a. Ketersediaan pelayanan (service of Availability): menilai ada tidaknya fasilitas
pelayanan, jika tersedia diberi nilai, jika tidak tersedia diberi nilai 0.
b. Tingkat ketersediaan (size of Availability): penilaian memperhatikan jumlah
pelayanan yang tersedia.
c. Fungsi pelayanan (daya layan)= Function of Availability: perbandingan antara
ketersediaan fasilitas dengan variabel pembanding, seperti pengguna aktual,
pengguna potensial, penduduk keseluruhan dan pembanding standar, dimana
analisis tersebut dipengaruhi pula oleh ketersediaan data yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Untuk menghitung daya layan (tingkat pelayanan) fasilitas pelayanan
pendidikan variabel yang digunakan adalah rasio jumlah sekolah/sekolah minimal,
rasio ruang kelas dan ruang kelas minimal, rasio guru/murid, dan rasio murid dan
pendidikan di lingkungan permukiman sebagai berikut:
1) Taman kanak-kanak
Minimum jumlah penduduk 700 jiwa, luas lahan 1200 m2 dengan kriteria
lokasi sebaiknya ditengah kelompok keluarga. Standar murid/kelas adalah 35-
45.
2) Sekolah Dasar
Minimum jumlah penduduk 6.400 jiwa, luas lahan 1.500 m2 dengan kriteria
lokasi sebaiknya ditengah kelompok keluarga. Standar murid/kelas adalah 40
dan pencapaian maksimal 1000 m.
3) Sekolah Menengah Pertama
Minimum jumlah penduduk 12.000 jiwa, luas lahan 10.000 m2 dengan kriteria
lokasi digabungkan dengan lapangan. Standar murid/kelas adalah 30.
4) Sekolah Menengah Atas
Minimum jumlah penduduk 28.000 jiwa, luas lahan 20.000 m2 dengan kriteria
lokasi digabungkan dengan lapangan. Standar murid/kelas adalah 30.
6. Aksesibilitas
Menurut Robinson (2010: 140) aksesibilitas adalah kemudahan mencapai
kota dari wilayah lain yang berdekatan, atau juga bisa dilihat dari sudut
kemudahan mencapai wilayah lain yang berdekatan bagi masyarakat yang tinggal
di kota tersebut. Ada beberapa unsur yang mempengaruhi tingkat aksesibilitas,
misalnya kondisi jalan, jenis angkutan yang tersedia, frekuensi keberangkatan,
dan jarak. Untuk menyederhanakan persoalan maka unsur aksesibilitas yang
digunakan adalah jarak, jalan, dan angkutan umum.
a. Jarak
Keterkaitan antara kota sebagai pusat penyedia jasa pelayanan terhadap
wilayah sekitarnya atau wilayah pelayanannya dapat diukur dari seberapa jauh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
jaraknya terhadap wilayah sekitar pusat pelayanan tersebut. Yang dimaksud
dengan jarak adalah jarak suatu desa menuju SMP terdekat.
b. Jalan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 tentang
Jalan pasal 1 ayat 4, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 8,
jalan umum menurut fungsi peranannya, dibedakan menjadi: (1) Jalan arteri,
merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien (2) Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan
jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi, (3)
Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi, (4) Jalan lingkungan, merupakan jalan
umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan
jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
c. Angkutan Umum
Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas
Jalan dan Angkutan Jalan, angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang
dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan, sedangkan
kendaraan umum adalah adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan
untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Untuk membuat
pedoman skor parameter aksesiblitas dilakukan dengan modifikasi dari
pedoman skor oleh Sugiyanto (2004: 43). Pedoman skor oleh Sugiyanto
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Tabel 1. Parameter Aksesibilitas Menurut Sugiyanto
No Faktor/Parameter Skor=4 Skor=3 Skor=2 Skor=1
1. Jalan menuju
obyek Beraspal Berbatu Tanah Setapak
2. Kendaraan
menuju obyek
Umum,roda
empat
Pribadi,roda
empat
Roda
dua/kuda
Jalan
kaki
3. Jarak dari jalan
raya < 1km 1-2km 2-3km >4km
4. MCK >ada 5 unit Ada 3-4
unit
Ada 1-2
unit
Tidak
ada
5. Warung makan >ada 5 unit Ada 3-4
unit
Ada 1-2
unit
Tidak
ada
Sumber: Sugiyanto (2004: 43)
B. Penelitian yang Relevan
1. Judul : Analisis Spasial Warung Internet (Warnet) Kecamatan Jebres Kota
Surakarta Tahun 2008
Penulis : MS.Khabiburahman (2009)
Tujuan penelitian, mengetahui persebaran, pola, jangkauan dan
mengetahui karakteristik pengunjung warnet di Kecamatan Jebres Kota
Surakarta tahun 2008. Teknik analisis yaitu analisis data sekunder dan analisis
peta. Hasil penelitian, pola persebaran Warnet di Kecamatan Jebres
mengelompok. Jangkauan warnet sejauh 1000m. Karakteristik pengunjung
warnet mayoritas adalah tamatan SLTA 80,8%, tamat SLTP 3,8 %, dan
sisanya lulusan PT 15,4 %. Umur pengunjung warnet mayoritas adalah 16-20
tahun yaitu 65,4%, 21-25 tahun 30,8 %, 26-30 tahun 3,8%. Jenis kelamin
pengunjung warnet relatif berimbang antara laki-laki dan perempuan.
2. Judul : Evaluasi Distribusi Fasilitas Pelayanan Jenjang Pendidikan Dasar
dan Menegah di Kabupaten Gunung Kidul
Penulis : Anjar Widyarto (2000)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Tujuan penelitian (1) mengetahui distribusi (2) menentukan hirarki
pusat pelayanan (3) mengetahui pengaruh aksesibilitas wilayah terhadap
tingkat pemanfaatan fasilitas pelayanan pendidikan, (4) mengetahui tingkat
pemanfaatan fasilitas pelayanan pendidikan di Kabupaten Gunung Kidul.
Metode penelitian adalah survey instansional dan analisis deskriptif. Hasil
penelitian (1) distribusi fasilitas pelayanan pendidikan terdapat perbedaan
dengan metode skoring dan tidak ada perbedaan dengan uji statistik (2)
Hirarki I kecamatan Wonosari dan Playen, kecamatan Semin, Ponjong,
Karangmojo, dan Rongkop termasuk hirarki II dan kecamatan Patuk,
Panggang, Saptosari, Paliyan, Nglipar, Gedangsari, Semanu, Ngawen dan
Tepus termasuk hirarki III, (3) jumlah fasilitas pendidikan dipengaruhi oleh
penduduk usia sekolah, (4) tingkat pemanfaatan fasilitas pendidikan
dipengaruhi oleh aksesibilitas dan kondisi topografi. (5) ketersediaan fasilitas
pendidikan jenjang sekolah dasar mengalami kelebihan pada semua fasilitas
dan jenjang sekolah lanjutan dan menengah mengalami kekurangan pada
fasilitas sekolah, kelas, ruang kelas tetapi mengalami kelebihan pada fasilitas
guru.
3. Judul : Analisis Penyediaan Fasilitas Sekolah Dasar di Kecamatan Jebres
Penulis : Agus Suwarno (2009)
Tujuan penelitian (1) mengetahui persebaran murid dan fasilitas SD,
(2) mengetahui layanan fasilitas gedung SD, (3) mengetahui cara optimalisasi
layanan pendidikan dasar Kecamatan Jebres tahun 2007. Metode penelitian
menggunakan metode penelitian deskriptif keruangan. Teknik pengumpulan
data adalah metode observasi dan dokumentasi. Teknik analisis menggunakan
analisis kuantitatif dan analisis Buffer dan analisis tetangga terdekat. Hasil
penelitian (1) sebaran SD di Kecamatan Jebres bergerombol, persebaran SD
pada topografi datar SD merata dan pada topografi miring SD bergerombol.
(2) satu SD yang tidak saling overlap yaitu SDN 1 Ngemplak. (3) hampir
semua kelurahan memerlukan penambahan fasilitas SD (4) pemerataan
pendidikan secara umum kurang merata. (5) optimalisasi pelayanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
pendidikan dasar dapat dilakukan dengan penggabungan (merger) dan
penambahan sarana dan parasarana pendidikan
4. Judul : Pemetaan Perubahan Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Colomadu
Kabupaten Karanganyar Tahun 1998-2007
Penulis : Eka Styorini (2009)
Tujuan penelitian (1) Mengetahui distribusi spasial (2) Mengetahui
pola (3) Mengetahui perkembangan jumlah murid, guru, sarana dan prasarana
(4) Daya tampung SD di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar.
Metode penelitian menggunakan metode deskriptif geografis. Teknik
pengumpulan data menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Teknis
analisis data menggunakan analisis tetangga terdekat, analisis peta, analisis
data sekunder. Hasil penelitian (1) Pola persebaran adalah acak (random). (2)
perubahan jumlah siswa, jumlah guru, ruang kelas, serta sarana dan prasarana
sekolah dasar di kecamatan Colomadu tahun 1998-2007, sebagai berikut: (a)
jumlah murid sebagian besar mengalami penurunan. (b) jumlah guru
mengalami peningkatan, pada tahun 2007. (c) pada tahun 2007 SD Muh.
Mlangjiwan dan MIM Bolon perlu regrouping. (d) sarana dan prasarana yang
ada belum memenuhi standar sarana dan prasarana minimal Sekolah
Dasar/MI. (3) daya tampung sekolah belum maksimal.
Berdasarkan keempat penelitian yang relevan tersebut, persamaan dan
perbedaan dengan penelitian ini adalah Persamaan: penggunaan analisis peta
untuk mengetahui distribusi spasial objek penelitian, penggunaan analisis
tetangga terdekat (nearest neighbour analysis) untuk mengetahui pola sebaran
objek penelitian, objek penelitian adalah fasilitas pendidikan namun jenjang
yang diteliti berbeda. Perbedaan: perbedaan dalam tujuan penelitian, untuk
mengetahui jangkauan objek tidak menggunakan buffer melainkan
menggunakan parameter aksesibilitas yang diskoring, penggunaan sampel
untuk mengetahui ketersediaan prasarana pendidikan berdasarkan standar
baku, dan dilakukan skoring untuk daya layan fasilitas pendidikan yang
kemudian dituangkan kedalam peta daya layan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
C. Kerangka Berfikir
Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 Kecamatan yang tiap penduduknya
memiliki kebutuhan akan pendidikan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa setiap Warga Negara
Indonesia dimana saja, harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses
pendidikan, maka pemerintah diantaranya harus mampu menyediakan fasilitas
pendidikan yang dapat melayani kebutuhan seluruh penduduk dan tentunya bisa
diakses dengan mudah oleh penduduk untuk memanfaatkannya. Ada berbagai
macam fasilitas pendidikan dalam penelitian ini dibatasi pada sekolah, ruang
kelas, kelas, murid, dan guru.
Fasilitas pendidikan jenjang Sekolah Menengah Pertama telah ada dan
tersebar di Kabupaten Boyolali, namun Kabupaten Boyolali masih mengalami
permasalahan pada pemerataan fasilitas pendidikan. Salah satu upaya untuk
mengetahui kondisi tersebut adalah dengan mengetahui gambaran secara spasial
mengenai fasilitas pendidikan yang ada sekarang dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat. Dari data sekunder yang disajikan oleh Dinas Pendidikan Pemuda
dan Olahraga Kabupaten Boyolali diketahui jumlah dan alamat fasilitas
pendidikan, namun lokasi dimana fasilitas pendidikan tersebut berada belum
diketahui, oleh karena itu perlu dibuat distribusi spasial. Survey pemetaan fasilitas
pendidikan perlu dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai distribusi
spasial fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali.
Kondisi jalan, jarak, dan transportasi yang berbeda di setiap kecamatan
menyebabkan adanya tingkat jangkauan yang berbeda, adanya hambatan dalam
memperoleh fasilitas pendidikan dapat menyebabkan berkurangnya hasrat
masyarakat dalam mendapat pendidikan, sehingga jangkauan fasilitas pendidikan
perlu diketahui. Penyediaan fasilitas pendidikan disetiap kecamatan disesuaikan
dengan jumlah penduduk sebagai pengguna fasilitas pendidikan, maka
penyediaan fasilitas pendidikan harus memperhatikan jumlah penduduk dan
jumlah kebutuhan minimal fasilitas pendidikan yang harus ada. secara sederhana
kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Boyolali. Objek penelitian adalah sekolah
menengah pertama di Kabupaten Boyolali. Kabupaten Boyolali terdiri dari 19
kecamatan meliputi : Selo, Ampel, Cepogo, Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras,
Sawit, Banyudono, Sambi, Ngemplak, Nogosari, Simo, Karanggede, Klego, Andong,
Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi. Kabupaten Boyolali dipilih sebagai lokasi
penelitian karena Kabupaten Boyolali memiliki tingkat kelulusan pendidikan dasar
setara SMP yang tinggi, sejalan dengan hal tersebut maka ketersediaan fasilitas
pendidikan pada SMP perlu dilakukan pengkajian apakah di lapangan ketersediaan
fasilitas pendidikan pada SMP di Kabupaten Boyolali sudah memenuhi sejalan
dengan tingkat kelulusan pendidikan dasarnya yang tinggi.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dimulai pada bulan Januari - Agustus 2011. Tahap
pelaksanaannya sebagai berikut :
Tabel 3. Waktu Penelitian
N
o
Kegiatan
Waktu
Januari
2011
Februari ,
April 2011
Mei
2011
juni
2011
Juli
2011
Agustus
2011
1 Tahap Persiapan
2 Penulisan Proposal Penelitian
3 Penyusunan Instrumen
4 Pengumpulan Data
5 Analisis Data
6 Penulisan Laporan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
B. Metode Penelitian
Menurut Nawawi (1996 : 71) metode merupakan prosedur atau rangkaian cara
yang sistematik dalam menggali kebenaran ilmiah. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode penelitian deskriptif dan metode survey. Penelitian deskriptif
merupakan suatu penelitian yang melukiskan atau menafsirkan keadaan yang ada atau
yang sedang terjadi pada saat penelitian berlangsung. Metode penelitian deskriptif
dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan mengenai persebaran, pola,
jangkauan, ketersediaan dan daya layan fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali.
Metode survey merupakan pengukuran atau pengamatan di lapangan, metode survey
menghasilkan data yang digunakan sebagai bahan penelitian dalam analisis spasial
penyediaan fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali.
C. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari pengamatan langsung baik di
lapangan maupun analisis. Data primer dalam penelitian ini meliputi:
a. Lokasi absolut SMP (koordinat) di Kabupaten Boyolali sebanyak 90 SMP, yang
dapat diperoleh dengan menggunakan GPS (Global Positioning System).
b. Data yang berkaitan dengan jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali, meliputi:
jalan dan angkutan umum yang diperoleh melalui pengamatan di lapangan.
c. Data ketersediaan prasarana SMP di Kabupaten Boyolali berdasarkan standar
baku yang diperoleh melalui pengamatan di lapangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung atau
bukan dari pengamatan langsung di lapangan tetapi berdasarkan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
sebelumnya, dokumen, catatan atau literatur yang menunjang penelitian atau data
dari instansi-instansi terkait. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi:
a. Seluruh Peta Rupa Bumi Indonesia untuk menentukan administrasi, jarak, dan
jalan di Kabupaten Boyolali diperoleh dari BAKOSURTANAL. Peta Rupa Bumi
Indonesia yang digunakan meliputi:
1) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Kaliurang (1408-244)
2) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Ampel (1408-611)
3) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Boyolali (1408-333)
4) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Kartasura (1408-334)
5) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Ngablak (1408-522)
6) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Simo (1408-612)
7) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Karanggede (1408-624)
8) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Surakarta (1408-343)
9) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Kedungjati (1408-632)
10) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Klaten (1408-311)
11) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Pabelan (1408-610)
12) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Gemolong (1408-621)
13) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Ngandul (1408-623)
14) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Juwangi (1408-641)
b. Data alamat, jumlah gedung sekolah, jumlah murid, jumlah guru, jumlah kelas,
dan jumlah ruang kelas SMP di Kabupaten Boyolali yang diperoleh dari Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga di Kabupaten Boyolali.
c. Data penduduk yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Mardalis (1989: 53) populasi merupakan sekumpulan kasus yang
perlu memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian Populasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
dapat berwujud sejumlah manusia, benda-benda, gejala-gejala, nilai tes, dan
peristiwa-peristiwa lain sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di
dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh
fasilitas pendidikan yang ada di Kabupaten Boyolali. Jenjang pendidikan penelitian
adalah jenjang pendidikan dasar khususnya Sekolah Menengah Pertama meliputi
SMP Negeri dan SMP Swasta. Terdapat 90 SMP di Kabupaten Boyolali, terdiri dari
56 SMP Negeri dan 34 SMP Swasta.
2. Sampel
Pengambilan sampel digunakan untuk mengetahui ketersediaan prasarana
pendidikan berdasarkan standar baku dari 90 SMP yang ada di Kabupaten Boyolali.
Menurut Mardalis (2002: 55) Sampel adalah sebagian dari seluruh individu yang
menjadi objek penelitian. Tujuan penentuan sampel adalah untuk mengemukakan
dengan tepat sifat-sifat umum dari populasi dan untuk menarik generelisasi dari hasil
penyelidikan. Dalam menentukan sampel hendaknya memenuhi syarat-syarat utama
dalam penelitian, maksudnya ialah sampel yang digunakan harus dapat mewakili
populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pengambilan
sampel acak distratifikasi (stratified random sampling). Untuk dapat menggambarkan
secara tepat mengenai sifat-sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang
bersangkutan harus dibagi-bagi dala lapisan-lapisan (strata) yang seragam, dan setiap
lapisan dapat diambil secara acak. Maksud acak disini adalah kesempatan yang sama
untuk dipilih bagi setiap individu atau unit dalam setiap populasi. SMP yang
memiliki sifat populasi yang heterogen dibagi kedalam lapisan (strata), SMP dibagi
menjadi dua yaitu SMP Negeri dan SMP Swasta kemudian dibagi lagi berdasarkan
akreditasinya. Tujuannya adalah untuk mengelompokkan SMP yang memiliki sifat
yang homogen. Sampel yang diambil sebanyak 28 SMP, terdiri dari SMP Negeri
sebanyak 15 SMP dan SMP Swasta sebanyak 13 SMP. Dalam hal tersebut, penetuan
sampel berdasarkan ruang lingkup wilayah studi yaitu pengambilan sampel sekolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
menengah pertama untuk mengetahui ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan
berdasarkan standar baku. Data yang diambil adalah data ketersediaan prasarana
pendidikan berdasarkan standar baku meliputi: ruang kelas, ruang perpustakaan,
ruang laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, ruang
beribadah konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, dan
ruang sirkulasi. Untuk lebih jelas mengenai pengambilan sampel SMP dapat dilihat
pada gambar 3:
Gambar 3 : Diagram alir pengambilan sampel SMP
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data dalam waktu yang singkat,
serta tidak memakan waktu yang banyak. Data yang diperoleh dari dokumentasi
diantaranya: Peta RBI Kabupaten Boyolali, data alamat, jumlah gedung sekolah,
jumlah murid, jumlah guru, jumlah kelas, dan jumlah ruang kelas Sekolah Menengah
Pertama, dan data penduduk di Kabupaten Boyolali.
Populasi 90 SMP
SMP Negeri SMP Swasta
Akreditasi: - A : 29 SMP - B : 5 SMP - Belum Akreditasi : 22 SMP
Akreditasi: - B :14 SMP - C : 6 SMP - Belum Akreditasi : 14 SMP
Sampel yang diambil: - A : 8 SMP - B : 2 SMP - Belum Akreditasi : 5 SMP
Sampel yang diambil: - B : 6 SMP - C : 2 SMP - Belum Akreditasi : 5 SMP
Total Sampel: 28 SMP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Teknik Observasi
Metode observasi digunakan untuk memperoleh data yang belum diperoleh
dari metode dokumentasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung. Data yang
dikumpulkan yaitu data lokasi (titik koordinat) SMP dengan menggunakan GPS
(Global Positioning System), data jalan dan angkutan umum, dan ketersediaan
prasarana SMP berdasarkan standar baku di Kabupaten Boyolali.
F. Teknik Analisis Data
1. Persebaran, Pola, dan jangkauan Fasilitas Pendidikan
a. Persebaran fasilitas pendidikan
Analisis yang digunakan untuk mengetahui persebaran sarana pendidikan
adalah dengan menggunakan analisis peta. Peta digunakan media penyaji dalam
menampilkan lokasi SMP. Lokasi SMP disimbolkan dengan titik (point) yang
menggambarkan lokasi absolut SMP dipermukaan bumi.
b. Pola Persebaran Fasilitas Pendidikan
Untuk mengetahui pola fasilitas pendidikan dengan menggunakan parameter
tetangga terdekat. Adapun rumus parameter tetangga terdekat (nearest-neighbour
statistic) T menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 75) sebagai berikut :
Keterangan ;
T = indeks penyebaran tetangga-terdekat
Ju = jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang
terdekat
Jh = jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai pola random
p = Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N) dibagi luas
luas wilayah (A).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
c. Jangkauan Fasilitas Pendidikan
Untuk mengetahui jangkauan SMP menggunakan unsur aksesibilitas. Menurut
Tarigan (2010: 140) aksesibilitas adalah kemudahan mencapai kota tersebut dari
wilayah lain yang berdekatan, atau juga bisa dilihat dari sudut kemudahan mencapai
wilayah lain yang berdekatan bagi masyarakat yang tinggal di kota tersebut.
Kaitannya dengan jangkauan SMP aksesibilitas dalam penelitian ini mencakup juga
kemudahan untuk mencapai SMP. Ada beberapa unsur yang mempengaruhi tingkat
aksesibilitas, misalnya kondisi jalan, jenis angkutan yang tersedia, frekuensi
keberangkatan, dan jarak. Untuk menyederhanakan persoalan maka dilakukan
modifikasi, unsur aksesibilitas yang digunakan adalah jarak, jalan, dan angkutan
umum. Untuk mengukur tingkat aksesibilitas dilakukan dengan skoring dari masing-
masing unsur aksesibilitas. Untuk jarak semakin dekat jarak maka skornya semakin
tinggi begitu pula sebaliknya apabila semakin jauh maka skornya kecil, untuk jalan
diskor sesuai dengan jenis jalannya, dan angkutan meliputi roda dua, angkudes, dan
minibus.
d. Jarak
Yang dimaksud dengan jarak adalah jarak suatu desa menuju SMP terdekat.
Pengukuran jarak berdasarkan akses jalan yang dilewati angkutan umum. Apabila
jaraknya dekat maka skornya tinggi sebaliknya apabila jaraknya jauh maka
skornya rendah.
e. Jalan
Berdasarkan Undang-Undang No 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 1 ayat 4,
jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta
api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa
faktor. Pada Penelitian ini akan digunakan kelas jalan umum berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
fungsinya. Berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal
8, jalan umum menurut fungsi peranannya,dibedakan menjadi:
1) Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara efisien
2) Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-
rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi
3) Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi
4) Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
f. Angkutan Umum
Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Jalan dan
Angkutan Jalan, angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan, sedangkan kendaraan
umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan
oleh umum dengan dipungut bayaran. Angkutan yang digunakan meliputi
kendaraan roda dua, angkutan desa, dan minibus.
Untuk membuat pedoman skor parameter aksesiblitas dilakukan
dengan modifikasi dari pedoman skor oleh Sugiyanto (2004: 43). Modifikasi
dilakukan untuk membuat skor parameter aksesibilitas yang disesuaikan
dengan kondisi lapangan, modifikasinya antara lain Parameter aksesibilitas
yang digunakan adalah parameter aksesibilitas oleh Tarigan (2010: 104) yang
dimodifikasi, meliputi jarak, jalan, dan angkutan umum. Skor dari masing-
masing parameter diperoleh dengan melakukan modifikasi dari skoring. Lebih
jelas modifikasi skor aksesibilitas dapat dilihat pada gambar 4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2. Ketersediaan Fasilitas Pendidikan
service of availability)
adalah menilai ada tidaknya fasilitas pelayanan. Ketersediaan fasilitas pendidikan
dianalisis menggunakan analisis data sekunder berupa jumlah sekolah menengah pertama
yang ada di Kabupaten Boyolali kemudian data tersebut dibandingkan dengan kebutuhan
minimal sekolah untuk tiap penduduk tertentu, apakah ketersediaan fasilitas pendidikan
tersebut cukup atau tidak cukup.
3. Daya Layan Fasilitas Pendidikan
ariabel daya layan adalah sekolah, kelas, ruang
kelas dan guru. Daya layan fasilitas pendidikan dapat diketahui melalui rasio antara
ketersediaan fasilitas yang ada dengan kebutuhan minimal fasilitas pendidikan.
Kemudian dilakukan skoring untuk mengetahui klasifikasi daya layan fasilitas
pendidikan. Rumus pengukuran variabel pelayanan tara
lain:
a. Rasio jumlah sekolah/sekolah minimal :
Sekolah minimal (SMP) : jumlah penduduk : 12.000 jiwa
b. Rasio Ruang Kelas/Ruang Kelas Minimal :
Ruang kelas minimal (SMP) : jumlah sekolah x 6
c. Rasio Murid/Guru :
d. Rasio Murid/Kelas :
Untuk mempermudah penyajiannya dalam peta, daya layan fasilitas pendidikan
diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Daya layan
diwujudkan dalam simbol bidang dan untuk membedakan tingkat daya layan setiap
bidang diberi warna yang berbeda sesuai dengan kategori daya layannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
G. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi kegiatan awal yang dilakukan sebelum menulis
membuat rancangan penelitian diantaranya melakukan orientasi medan, pengumpulan
peta wilayah untuk menentukkan administrasi daerah penelitian, dan studi pustaka.
2. Tahap Penyusunan Proposal
Proposal merupakan rancangan penelitian yang kemudian digunakan untuk
mengurus perijinan birokrasi penelitian. Tahap penyusunan proposal dilakukan sesuai
kaidah penulisan karya ilmiah yang meliputi tiga bab yang terdiri dari pendahuluan,
landasan teori, dan metode penelitian.
3. Tahap Penyusunan Instrumen Penelitian
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah membuat cheklist sebagai
instrument untuk medokumentasikan persebaran SMP, parameter aksesibilitas yang
meliputi jalan dan angkutan umum, dan ketersediaan sarana pendidikan berdasarkan
standar baku.
4. Tahap Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan kegiatan langsung ke lapangan
mencari dokumen serta arsip yang terdapat pada instansi terkait dengan masalah
penelitian ini.
5. Tahap Analisis Data
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengelompokkan data untuk
kepentingan analisis data untuk mengetahui kecenderungan diantara dua variabel atau
lebih, dan setelah diketahui kecenderungannya maka hasil penelitian dijabarkan secara
deskriptif spasial.
6. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian
Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah tahap penulisan hasil penelitian tentang
persebaran, pola, jangkauan, ketersediaan, dan daya layan fasilitas pendidikan. Laporan
yang ditulis selanjutnya dilengkapi atau disajikan dalam bentuk tulisan, tabel, dan gambar
disertai peta daerah penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Daerah Penelitian
1. Letak
a. Letak astronomis
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten / Kota di Provinsi
Jawa Tengah. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia lembar 1408-244, 1408-311, 1408-
333, 1408-334, 1408-343, 1408-522, 1408-610, 1408-611, 1408-612, 1408-624, 1408-
621, 1408-623, 1408-632, dan 1408-641 Kabupaten Boyolali terletak antara 110° 22' -
110° 50' Bujur Timur dan 7° 7' - 7° 36' Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 75 -
1500 meter di atas permukaan laut. Jarak bentang di Kabupaten Boyolali meliputi :
1) Barat Timur : 51 Km
2) Utara Selatan : 54 Km
b. Letak Administratif
Kabupaten Boyolali secara administratif berbatasan dengan:
1) Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang.
2) Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen dan
Kabupaten Sukoharjo.
3) Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Jogjakarta.
4) Sebelah Barat : Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang.
Untuk lebih jelasnya mengenai daerah administrasi Kabupaten Boyolali dapat
dilihat pada Peta 1.
2. Luas
Luas Kabupaten Boyolali adalah 1015,10 Km2 yang terdiri atas 19 kecamatan,
yaitu Selo, Ampel, Cepogo, Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono,
Sambi, Ngemplak, Nogosari, Simo, Karanggede, Klego, Andong, Kemusu, Wonosegoro,
dan Juwangi. Pembagian kecamatan berdasarkan wilayah administratif dan luas
kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 dapat dilihat dalam Tabel 5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 5. Luas Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 No Kecamatan Luas
Ha km2 % 1. Selo 5.607,8000 56,07 5,5 2. Ampel 9.039,1168 90,39 8.9 3. Cepogo 5.299,8000 52,99 5.2 4. Musuk 6.504,1391 65,04 6.4 5. Mojosongo 2.625,1000 26,25 2.6 6. Boyolali 4.341,1644 43,41 4.3 7. Teras 2.993,6276 29,93 2.9 8. Sawit 1.723,1818 17,23 1.7 9. Banyudono 2.537,9400 25,37 2.5 10. Sambi 4.649,4935 46,49 4.6 11. Ngemplak 3.852,7002 38,52 3.8 12. Nogosari 5.508,4300 55,08 5.4 13. Simo 4.804,0275 48,04 4.7 14. Karanggede 4.175,6060 41,75 4.1 15. Klego 5.187,7300 51,87 5.1 16. Andong 5.452,7790 54,52 5.4 17. Kemusu 9.908,4151 99,08 9.8 18. Wonosegoro 9.299,7945 92,99 9.2 19. Juwangi 7.999,3500 79,99 7.9 Jumlah 101.510,1955 1015,10 100
Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS, 2009: 6)
Gambar 5. Grafik Prosentase Luas Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
Luas Kabupaten Boyolali yaitu 101.510, 1955 Ha atau 1015,10 km2 .
Kecamatan Kemusu merupakan kecamatan yang paling besar dengan luas 99,08 km2 atau
020
406080
100120
Kecamatan
Luas Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
9.8% dari luas Kabupaten Boyolali, di Kecamatan Kemusu terdapat satu waduk besar
yaitu Waduk Kedungombo dengan Luas 3536 Ha yang merupakan waduk yang paling
besar di Kabupaten Boyolali. Kecamatan yang paling kecil adalah Kecamatan Mojosongo
dengan luas 26,25 km2 atau 2.6 % dari luas Kabupaten Boyolali, menyusul kemudian
Kecamatan Ngemplak dengan luas 38,52 km2 atau sekitar 3.8 % dari Luas Kabupaten
Boyolali. Di Kecamatan Ngemplak terdapat Waduk Cengklik yang merupakan waduk
terluas nomor dua setelah Waduk Kedungombo, Waduk Cengklik memiliki luas 240 Ha.
Selain kedua waduk tersebut terdapat Waduk Bade yang terletak di Kecamatan Klego
yang memiliki luas 80 Ha.
3. Penduduk
Fasilitas pendidikan dibangun untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan
pelayanan pendidikan, sehingga penduduk merupakan unsur penting dalam penelitian ini.
Kondisi penduduk dapat digunakan sebagai gambaran umum tentang daerah penelitian,
terutama dalam memperkirakan kebutuhan masyarakat sehingga dapat diketahui tingkat
kecukupan fasilitas pendidikan. Keadaan penduduk meliputi: jumlah penduduk,
kepadatan penduduk, komposisi penduduk, dan ketersediaan sarana pendidikan.
a. Jumlah Penduduk
Data jumlah penduduk diperoleh dari Kabupaten Boyolali Dalam Angka Tahun
2009 oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali. Menurut data dari Kabupaten
Boyolali Dalam Angka jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali sampai Bulan Desember
2009 adalah sebesar 951.717 jiwa, yang terdiri dari 466.481 jiwa penduduk laki-laki dan
485.236 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk pada tiap kecamatan di Kabupaten
Boyolali dapat dilihat pada Tabel 6.
Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa jumlah penduduk perempuan di Kabupaten
Boyolali lebih banyak daripada penduduk laki laki, dengan penduduk perempuan
berjumlah 485.236 jiwa dan laki laki 466.481 jiwa. Jumlah penduduk paling banyak di
Kecamatan Ngemplak yaitu 70.861 jiwa atau 7.45%, sedangkan jumlah penduduk paling
sedikit di Kecamatan Selo yaitu 26.845 jiwa atau 2.82%. dan bila dilihat dari daerah
persebarannya jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
penduduk laki-laki. Jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali tidak berbanding lurus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
dengan luas wilayah dimana semakin luas wilayah jumlah penduduknya tidak semakin
besar.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2009
No Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk Jumlah
Laki-laki % Perempuan % Jiwa % 1. Selo 56,0780 13.059 2.8 13.786 2.8 26.845 2.82 2. Ampel 90,3910 33.663 7.1 35.118 7.2 68.781 7.23 3. Cepogo 52,9980 26.125 5.6 26.976 5.5 53.101 5.58 4. Musuk 65,0410 29.233 6.3 31.095 6.4 60.328 6.34 5. Mojosongo 26,2510 29.234 6.3 30.177 6.2 59.411 6.24 6. Boyolali 43,4110 25.172 5.4 26.158 5.4 51.330 5.40 7. Teras 29,9360 22.685 4.9 22.943 4.7 45.628 4.79 8. Sawit 17,2330 16.330 3.5 16.666 3.4 32.996 3.47 9. Banyudono 25,3790 21.779 4.7 23.415 4.8 45.194 4.75 10. Sambi 46,4950 24.117 5.2 24.466 5.0 48.583 5.10 11. Ngemplak 38,5270 34.895 7.5 35.966 7.4 70.861 7.45 12. Nogosari 55,0840 29.491 6.3 31.033 6.4 60.524 6.36 13. Simo 48,0400 21.072 4.5 22.561 4.6 43.633 4.58 14. Karanggede 41,7560 19.567 4.2 21.003 4.3 40.570 4.26 15. Klego 51,8770 22.545 4.8 23.362 4.8 45.907 4.82 16. Andong 54,5280 30.360 6.5 31.564 6.5 61.924 6.51 17. Kemusu 99,0840 22.825 4.9 23.485 4.8 46.310 4.87 18. Wonosegoro 92,9980 26.972 5.8 27.762 5.7 54.734 5.75 19. Juwangi 79,9940 17.357 3.7 17.700 3.6 35.057 3.68 Jumlah 1.015,1010 466.481 100 485.236 100 951.717 100
Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS, 2009: 32)
Gambar 6: Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2009
0
5,00010,000
15,000
20,00025,000
30,000
35,00040,000
Kecamatan
Jumlah Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2009
laki-laki
perempuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk suatu daerah merupakan perbandingan antara jumlah
penduduk di suatu daerah dengan luas daerah secara keseluruhan yang bersangkutan,
sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Kepadatan Penduduk =
Berdasarkan Tabel 6 dapat dihitung kepadatan penduduk di Kabupaten Boyolali
sebagai berikut :
Kepadatan Penduduk = 2Km 10,1015
Jiwa 951.717
= 938 Jiwa/Km2
Untuk kepadatan penduduk tiap kecamatan lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Luas, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk tiap Kecamatan di
Kabupaten Boyolali
No Kecamatan Luas (km2) Jumlah penduduk (jiwa)
Kepadatan ( jiwa/ Km2)
1. Selo 56,07 26.845 479 2. Ampel 90,39 68.781 761 3. Cepogo 52,99 53.101 1.002 4. Musuk 65,04 60.328 928 5. Boyolali 26,25 59.411 2.263 6. Mojosongo 43,41 51.330 1.182 7. Teras 29,93 45.628 1.524 8. Sawit 17,23 32.996 1.915 9. Banyudono 25,37 45.194 1.781 10. Sambi 46,49 48.583 1.045 11. Ngemplak 38,52 70.861 1.839 12. Nogosari 55,08 60.524 1.099 13. Simo 48,04 43.633 908 14. Karanggede 41,75 40.570 972 15. Klego 51,87 45.907 885 16. Andong 54,52 61.924 1.136 17. Kemusu 99,08 46.310 467 18. Wonosegoro 92,99 54.734 589 19. Juwangi 79,99 35.057 438 Jumlah 1015,10 951.717
Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS 2009: 32)
Berdasarkan Tabel 7 diketahui kepadatan penduduk tertinggi terdapat di
Kecamatan Boyolali yaitu 2.263 jiwa/km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
terdapat di Kecamatan Juwangi yaitu 438 jiwa/km2. Kecamatan Boyolali memiliki
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi hal tersebut disebabkan Kecamatan Boyolali
terletak pada pusat pemerintahan Kabupaten Boyolali sehingga terletak pada pusat
kegiatan ekonomi (perdagangan), dan pemerintahan sehingga penyediaan jumlah fasilitas
pendidikan lebih banyak, di Kecamatan Boyolali sendiri terdapat 10 SMP dengan jumlah
penduduk 51.330 jiwa, sedangkan jumlah penyediaan fasilitas pendidikan minimal hanya
4 SMP jadi dapat disimpulkan penyediaannya jauh lebih banyak dibandingkan jumlah
minimal yang seharusnya ada.
c. Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk adalah gambaran susunan penduduk yang dibuat
berdasarkan pengelompokkan penduduk menurut karakteristik yang sama.
1) Menurut jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan unsur penting karena berpengaruh terhadap tingkah laku
demografis maupun sosial ekonomi. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin per
kecamatan di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 8.
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk menghitung
besarnya sex ratio atau perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah
penduduk perempuan. Besarnya sex ratio dapat dihitung melalui rumus:
Sex Ratio (SR) = x 100
Keterangan :
SR = rasio jenis kelamin
a = jumlah penduduk laki-laki
b = jumlah penduduk perempuan
Berdasarkan Tabel 8 diketahui jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Boyolali
sebanyak 466.481 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 485.236 jiwa.
Sex ratio = x 100
= 96
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh angka sex ratio di Kabupaten
Boyolali Tahun 2009 adalah 96. Artinya bahwa disetiap 100 penduduk perempuan,
terdapat 96 penduduk laki-laki. Berdasarkan Tabel 8 diketahui angka sex ratio paling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
kecil di Kabupaten Boyolali terdapat di Kecamatan Banyudono, Kecamatan Simo, dan
Kecamatan Karanggede dengan angka sex ratio sebesar 93 artinya disetiap 100 penduduk
perempuan terdapat 93 penduduk laki-laki. Angka sex ratio paling besar terdapat di
Kecamatan Teras dengan angka sex ratio sebesar 99 artinya disetiap 100 penduduk
perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki.
Tabel 8. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tiap Kecamatan di Kabupaten
Boyolali Tahun 2009
No Kecamatan Jenis Kelamin Sex Ratio
Laki-laki % Perempuan % 1. Selo 13.059 2.8 13.786 2.8 95 2. Ampel 33.663 7.1 35.118 7.2 96 3. Cepogo 26.125 5.6 26.976 5.5 97 4. Musuk 29.233 6.3 31.095 6.4 94 5. Mojosongo 29.234 6.3 30.177 6.2 97 6. Boyolali 25.172 5.4 26.158 5.4 96 7. Teras 22.685 4.9 22.943 4.7 99 8. Sawit 16.330 3.5 16.666 3.4 98 9. Banyudono 21.779 4.7 23.415 4.8 93 10. Sambi 24.117 5.2 24.466 5.0 98 11. Ngemplak 34.895 7.5 35.966 7.4 97 12. Nogosari 29.491 6.3 31.033 6.4 95 13. Simo 21.072 4.5 22.561 4.6 93 14. Karanggede 19.567 4.2 21.003 4.3 93 15. Klego 22.545 4.8 23.362 4.8 96 16. Andong 30.360 6.5 31.564 6.5 96 17. Kemusu 22.825 4.9 23.485 4.8 97 18. Wonosegoro 26.972 5.8 27.762 5.7 97 19. Juwangi 17.357 3.7 17.700 3.6 98 Jumlah 466.481 100 485.236 100 96
Sumber: Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS, 2009: 34)
2) Menurut Umur
Komposisi penduduk menurut umur dapat memberikan gambaran mengenai
jumlah anak usia sekolah, juga dalam hal usia produktif dan non produktif. Infomasi
mengenai penduduk menurut umur disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 dapat
diketahui jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali yang terbesar menurut umur adalah
kelompok umur 10-14 (9.2%) dan yang terendah adalah kelompok umur 55-59 (4.4%).
Usia produktif di Kabupaten Boyolali yaitu kelompok umur 15-64 tahun sebesar 62.7%
atau lebih dari setengah jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali, sedangkan usia non
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
produktif yaitu kelompok umur <15 dan > 64 tahun sebanyak 37.3%. Dari kelompok
umur tersebut dapat diketahui jumlah penduduk usia sekolah di Kabupaten boyolali yaitu
pada kelompok umur 5-19 tahun sebesar 239.274 jiwa atau 25.2%. Jika dilihat dari jenis
kelamin perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir sama, meskipun
jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki.
Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Umur di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 No Kelompok
Umur (tahun)
Jenis kelamin Jumlah Laki-Laki
% Perempuan % Jiwa %
1. 0-4 38.110 8.2 33.044 6.8 71.154 7.5 2. 5-9 39.792 8.5 38.190 7.9 77.982 8.2 3. 10-14 46.324 9.9 41.826 8.6 88.150 9.3 4. 15-19 38.205 8.2 34.937 7.2 73.142 7.7 5. 20-24 39.368 8.4 37.218 7.6 76.586 8.1 6. 25-29 39.697 8.5 38.719 7.9 78.416 8.2 7. 30-34 36.852 7.9 42.409 8.7 79.261 8.3 8. 35-39 30.181 6.5 34.257 7.1 64.438 6.8 9. 40-44 31.302 6.7 39.399 8.1 70.701 7.4 10. 45-49 31.255 6.7 32.461 6.7 63.716 6.7 11. 50-54 24.302 4.0 24.600 5.1 48.902 5.1 12. 55-59 18.890 4.0 23.341 4.8 42.231 4.4 13. 60-64 21.225 4.5 22.127 4.6 43.352 4.5 14. > 64 30.978 6.6 42.708 8.8 73.686 7.7 Jumlah 466.481 100 485.236 100 951.717 100 Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS 2009: 35-39)
Gambar 7. Grafik Komposisi Penduduk Menurut Umur di Kabupaten Boyolali Tahun
2009
010,00020,00030,00040,00050,00060,00070,00080,00090,000
100,000
Usia
Komposisi Penduduk Menurut Umur di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
3) Menurut Pendidikan
Komposisi penduduk menurut pendidikan adalah pengelompokkan penduduk
berdasarkan tingkat pendidikannya baik mereka yang belum sekolah maupun yang sudah
menamatkan perguruan tinggi. Tingkat pendidikan mencerminkan status sosial
masyarakat, Pendidikan secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi pola
pikir manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat maka secara langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir dalam kehidupan bermasyarakat.
Tingkat pendidikan juga berhubungan dengan pemilihan jenis aktivitas di luar sektor
pertanian, dengan mengetahui komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan suatu
daerah dapat dijadikan sebagai dasar dalam mengetahui potensi sumberdaya manusianya,
yang merupakan modal pembangunan. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan
di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Penduduk Kabupaten Boyolali Usia Lima Tahun Keatas Menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan Tahun 2009
No Kecamatan Tidak / Belum
Tamat SD (%)
SD (%)
SLTP (%)
SLTA (%)
PT (%)
1. Selo 3.9 3.4 1.6 0.8 0.6 2. Ampel 11.5 7.4 3.9 2.6 2.3 3. Cepogo 5.5 6.5 4.8 4.8 4.4 4. Musuk 9.2 6.4 3.6 3.5 4.9 5. Mojosongo 5.8 4.62 6.2 9.5 7.2 6. Boyolali 5.8 5.2 4.6 5.7 13.3 7. Teras 3.3 3.6 6.0 9.0 7.2 8. Sawit 3.1 2.8 3.6 5.2 3.3 9. Banyudono 4.9 3.9 5.2 5.8 0.4 10. Sambi 5.9 4.2 4.7 6.3 4.3 11. Ngemplak 5.3 7.4 10.3 8.8 6.6 12. Nogosari 6.0 6.6 7.4 5.6 4.6 13. Simo 2.0 4.0 6.7 6.8 15.4 14. Karanggede 2.2 4.8 5.6 6.0 3.6 15. Klego 4.9 5.8 4.3 3.0 3.9 16. Andong 8.2 5.4 6.8 5.4 4.2 17. Kemusu 1.8 8.0 5.7 3.3 2.3 18. Wonosegoro 3.6 7.1 6.8 6.3 3.2 19. Juwangi 6.3 2.8 2.0 1.4 1.5 Jumlah 100 100 100 100 100
Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS 2009: 45)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui penduduk Kabupaten Boyolali yang
belum/tidak tamat SD paling tinggi terdapat di Kecamatan Ampel yaitu sebesar 31.244
jiwa (11.5%) sedangkan paling rendah terdapat di Kecamatan Kemusu yaitu sebesar
4.775 jiwa (1.8%). Untuk wajib belajar 9 tahun dan SLTA paling tinggi terdapat di
Kecamatan Mojosongo sebanyak 35.415 jiwa (20.3%), disusul Kecamatan Wonosegoro
sebanyak 39.981 jiwa (20.2%) sedangkan paling rendah terdapat di Kecamatan Selo yaitu
sebanyak13.931 jiwa (5.8%). Tingkat lulusan SD sampai SLTA yang besar dapat
diidentifikasikan bahwa kecamatan tersebut tingkat sadar akan pendidikan tinggi. Untuk
penduduk yang tamat pendidikan tinggi paling besar terdapat di Kecamatan Simo sebesar
3.882 jiwa (15.4%), sedangkan yang paling rendah terdapat di Kecamatan Selo sebesar
154 jiwa (0.6%). Kecamatan Selo tingkat pendidikan penduduk yang tamat SD hingga
diploma/perguruan tinggi presentasenya paling sedikit hal tersebut dapat pula disebabkan
jumlah penduduknya yang paling sedikit di Kabupaten Boyolali.
4) Komposisi penduduk Menurut Mata Pencaharian
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian adalah pengelompokkan
penduduk berdasarkan mata pencaharian. Komposisi ini dapat digunakan untuk melihat
potensi dan sumberdaya penduduk yang ada pada suatu daerah. Klasifikasi mata
pencaharian di Kabupaten Boyolali meliputi pertanian dan tanaman pangan, perkebunan,
perikanan, peternakan, pertanian lainnya, industri pengolahan, perdagangan, angkutan,
jasa dan lainnya. Lainnya disini berarti mata pencaharian yang belum tercakup dalam
jenis mata pencaharian yang telah disebutkan. Komposisi penduduk menurut mata
pencaharian dapat dilihat pada Tabel 11.
Berdasarkan Tabel 11, pertanian tanaman pangan menjadi salah satu mata
pencaharian yang banyak dilakukan oleh penduduk di Kabupaten Boyolali yaitu
sebanyak 244.493 jiwa atau 30.46% penduduk bekerja pada sektor ini, sedangkan paling
sedikit terdapat pada sektor perikanan yaitu hanya 1.258 jiwa atau 0.15% penduduk yang
bekerja pada sektor perikanan.
Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tiap Kecamatan di
Kabupaten Boyolali Tahun 2009
No Mata Pencaharian Jumlah
Jiwa % 1. Pertanian tanaman pangan 244.493 30.46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
2. Perkebunan 17.112 2.12 3. Perikanan 1.258 0.15 4. Peternakan 50.398 6.26 5. Pertanian lainnya 25.410 3.16 6. Industri pengolahan 42.591 5,31 7. Perdagangan 51.542 6.42 8. Angkutan 53.059 6.61 9. Jasa 7.177 0.82 10. Lainnya 315.459 39.3 Jumlah 802.581 100
Sumber: Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS, 2009: 47-48)
Gambar 8. Grafik Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2009
Mata pencaharian lainnya disini meliputi Pegawai Negeri Sipil antara lain Guru,
Pegawai Negeri Sipil untuk instansi pemerintah seperti Dinas Kesehatan, Bappeda, Dinas
Koperasi dan UKM, Disperindar, Disnakertransos, Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil, Dinas pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan,
Satpol PP, Polri, TNI, dan lain-lain, pengusaha sedang/kecil, pertambangan/penggalian,
perajin, pariwisata, dan buruh pabrik tekstil.
d. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan meliputi jumlah ketersediaan sarana pendidikan dari jenjang
SD, SMP, dan SMA baik negeri maupun swasta yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Kabupaten Boyolali. Banyaknya jumlah sarana pendidikan didasarkan atas
050
100150200250300350
Mata Pencaharian
Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
besarnya jumlah penduduk tertentu. Jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Boyolali
dapat dilihat pada Tabel 12.
Berdasarkan Tabel 12, Kabupaten Boyolali pada tahun 2009 memiliki 545 SD
negeri, 19 SD Swasta, 53 SMP negeri, 37 SMP Swasta, 26 SMA negeri, dan 43 SMP
Swasta. Dilihat dari jumlah sarana pendidikan jumlah gedung sekolah dasar terbanyak
terdapat di Kecamatan Ampel dan Kecamatan Musuk dengan jumlah SD sebanyak 43
buah, sedangkan jumlah SD paling sedikit terdapat di Kecamatan Juwangi dengan 17 SD.
Jumlah SMP paling banyak terdapat di Kecamatan Boyolali dengan 10 SMP, sedangkan
jumlah SMP paling sedikit terdapat di Kecamatan Selo dengan jumlah 2 SMP hal
tersebut sebanding dengan jumlah penduduk di Kecamatan Selo yang paling sedikit di
Kabupaten Boyolali. Jumlah SMA terbanyak terdapat di Kecamatan Mojosongo dengan
11 SMA, sedangkan paling sedikit terdapat di Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, dan
Kecamatan Sawit. Jumlah sarana pendidikan tiap kecamatan disesuaikan dengan
banyaknya jumlah penduduk. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar
kebutuhan sarana pendidikan, sebaliknya semakin sedikit jumlah penduduk maka jumlah
kebutuhan sarana pendidikan semakin sedikit. Jumlah penduduk juga berpengaruh
terhadap lokasi sarana pendidikan.
Tabel 12. Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
No Kecamatan SD SMP SMA
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta 1. Selo 22 - 2 - 1 - 2. Ampel 41 2 4 5 1 4 3. Cepogo 34 1 3 - 1 1 4. Musuk 43 - 3 1 1 - 5. Mojosongo 27 4 4 - 4 7 6. Boyolali 36 1 6 4 1 2 7. Teras 24 - 3 - 1 3 8. Sawit 22 - 3 - 1 - 9. Banyudono 30 2 2 2 2 - 10. Sambi 32 2 2 3 1 2 11. Ngemplak 31 - 2 3 1 - 12. Nogosari 29 3 2 2 1 2 13. Simo 31 3 3 1 1 7 14. Karanggede 24 - 2 2 1 4 15. Klego 21 1 2 3 2 1 16. Andong 31 - 2 5 1 5 17. Kemusu 25 - 2 1 2 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
18. Wonosegoro 25 - 3 4 2 2 19. Juwangi 17 - 3 1 1 1 Jumlah 545 19 53 37 26 43
Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS 2009: 73-81)
Gambar 9. Grafik Distribusi Sarana Pendidikan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
B. Hasil Penelitian
1. Persebaran, Pola, dan jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali
a. Persebaran SMP
Analisis yang dilakukan untuk mengetahui persebaran SMP yang ada di
Kabupaten Boyolali adalah analisis spasial dengan menggunakan peta, sedangkan untuk
pengambilan data lokasi SMP dengan menggunakan metode survey. Dalam penelitian ini
peta digunakan sebagai media penyaji dalam menampilkan lokasi persebaran SMP,
dalam penggambarannya di peta, SMP disimbolkan menggunakan titik (point) yang
berarti satu titik pada peta menunjukkan satu SMP di permukaan bumi. Lokasi titik
tersebut menggambarkan kedudukannya secara absolut di permukaan bumi. Lokasi
absolut SMP di Kabupaten Boyolali diambil dengan menggunakan GPS (Global
Positioning System). Untuk lebih jelasnya mengenai nama dan letak SMP yang ada di
Kabupaten Boyolali Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 13 dalam Lampiran 1.
05
101520253035404550
Kecamatan
Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
SD Negeri dan Swasta
SMP Negeri danSwasta
SMA Negeri danSwasta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Untuk membantu penyajian data persebaran SMP di Kabupaten Boyolali
digunakan suatu sistem yang disebut Sistem Informasi Geografis (SIG) yang mengolah
data atribut berupa titik lokasi SMP yang kemudian dimasukkan ke dalam peta dasar.
Hasil akhir dari pengolahan data yang dilakukan menggunakan SIG berupa peta
persebaran SMP di Kabupaten Boyolali. Penentuan jumlah titik berdasarkan jumlah
populasi SMP yang ada di Kabupaten Boyolali. Jumlah SMP yang ada di kabupaten
boyolali adalah 90 buah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persebaran SMP
paling banyak di Kecamatan Boyolali dengan jumlah 10 SMP atau 11.1% dari jumlah
seluruh SMP dengan jumlah penduduk 51.330 jiwa jumlah 10 SMP ketersediaannya
melebihi dari kebutuhan minimal fasilitas pendidikan yang seharusnya ada, hal tersebut
karena Kecamatan Boyolali terdapat di Ibukota Kabupaten Boyolali, sehingga Kecamatan
Boyolali merupakan pusat dari segala kegiatan pemerintahan, ekonomi, dan pendidikan,
sehingga daya tarik Kecamatan Boyolali dengan Kecamatan lain berbeda selain itu
kepadatan penduduknya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain yang
letaknya jauh dari pusat Kabupaten Boyolali kepadatan penduduknya menjadi lebih
rendah. Kenampakan persebaran SMP dipeta lebih rapat pada kecamatan yang dekat
dengan pusat Kabupaten Boyolali sedangkan SMP yang letaknya jauh dari pusat
Kabupaten Boyolali persebarannya lebih menyebar. Seperti persebaran SMP di
Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, dan Kecamatan Cepogo persebarannya SMPnya
pada peta lebih menyebar. Dilihat dari jumlah SMPnya, pada Kecamatan Selo,
Kecamatan Musuk, dan Kecamatan Cepogo mengalami kekurangan. untuk Kecamatan
Ampel walaupun letaknya jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Boyolali namun
persebaran SMPnya pada peta lebih rapat dan jumlahnya melebihi dari kebutuhan
minimal yang dibutuhkan penduduk di Kecamatan Ampel dengan jumlah penduduk
68.781 jiwa ketersediaan SMPnya sebanyak 9 SMP atau 10 % dari seluruh jumlah SMP
di Kabupaten Boyolali, hal tersebut karena Kecamatan Ampel terletak pada wilayah
perbatasan dengan Kabupaten Semarang sehingga Kecamatan Ampel merupakan wilayah
yang dilalui jalur antarkota kabupaten yang ramai, kegiatan perekonomian Kecamatan
Ampel menjadi lebih tinggi daripada kecamatan lain. Untuk lebih jelasnya persebaran
SMP di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Peta 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
a. Pola persebaran SMP di Kabupaten Boyolali
Untuk mengetahui pola persebaran SMP digunakan analisis tetangga terdekat
(nearest neighbor analysis). Metode ini digunakan untuk mengetahui pola persebaran
suatu obyek yang diasumsikan sebagai titik (point). Objek kajian dari penelitan ini adalah
SMP di Kabupaten Boyolali yang diasumsikan sebagai titik (point). Sebagai dasar dalam
penghitungan indeks parameter tetangga terdekat dalam penelitian ini adalah peta pola
persebaran SMP di Kabupaten Boyolali, peta ini merupakan hasil analisis antara
persebaran SMP di Kabupaten Boyolali dan perhitungan parameter tetangga terdekat.
Untuk menghitung pola persebaran SMP, Kabupaten Boyolali dibagi menjadi dua yaitu
Kecamatan yang terdapat pada topografi bergunung dan dataran rendah. Pembagian
wilayah kecamatan bertujuan untuk menyeragamkan topografi masing-masing
kecamatan. Kecamatan yang berada pada topografi bergunung meliputi: Kecamatan
Ampel, Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, dan Kecamatan Musuk, keempat
kecamatan tersebut terletak di lereng Gunung Merapi. Kecamatan yang berada pada
topografi dataran rendah meliputi: Kecamatan Boyolali, Kecamatan Mojosongo,
Kecamatan Teras, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sawit, Kecamatan Sambi,
Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Simo, Kecamatan Nogosari, Kecamatan
Karangggede, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, Kecamatan Kemusu, Kecamatan
Wonosegoro, dan Kecamatan Juwangi.
Adapun rumus parameter tetangga terdekat (nearest-neighbour statistic) T
menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 75) sebagai berikut :
Keterangan ;
T = indeks penyebaran tetangga-terdekat
Ju = jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya
yang terdekat
Jh = jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai pola
random
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
p = Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N)
dibagi luas wilayah (A).
Adapun perhitungan tetangga terdekat pada topografi bergunung sebagai berikut:
Tabel 14. Jarak Tetangga Terdekat Antar SMP pada Topografi Bergunung di Kabupaten
Boyolali Tahun 2011
S
Sumber: Hasil Perhitungan Tahun 2011
a. Perhitungan jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang
terdekat pada topografi bergunung di Kabupaten Boyolali sebagai berikut:
Ju = 42.7/18
= 2.4 km
Jadi jarak rata-rata yang diukur antara satu titik SMP dengan titik SMP
tetangganya yang terdekat pada topografi bergunung di Kabupaten Boyolali adalah 2.4
km
b. Setelah menghitung Ju langkah selanjutnya adalah menghitung Jh. Untuk menghitung
Jh maka perlu diketahui nilai p terlebih dahulu. Nilai p merupakan perbandingan
antara jumlah titik SMP dan luas wilayah, dalam hal ini adalah jumlah titik SMP
No Titik (N) Jarak (Km) Lokasi (Kecamatan) 1. 1-2 6,3 Selo 2. 2-1 6,3 Selo 3. 3-4 1,1 Ampel 4. 4-3 1,1 Ampel 5. 5-4 3,0 Ampel 6. 6-7 3,0 Ampel 7. 7-8 0,8 Ampel 8. 8-9 0,1 Ampel 9. 9-10 0,1 Ampel 10. 10-9 0,1 Ampel 11. 11-10 0,1 Ampel 12. 12-13 3,6 Cepogo 13. 13-14 2,1 Cepogo 14. 14-13 2,1 Cepogo 15. 15-16 3,4 Musuk 16. 16-17 2,5 Musuk 17. 17-16 2,5 Musuk 18. 18-17 4,5 Musuk Jumlah 42.7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
dengan laus wilayah kecamatan yang terletak pada topografi bergunung di Kabupaten
Boyolali meliputi Kecamatan Ampel, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Selo, dan
Kecamatan Musuk. Luas wilayah (A) sebesar 351,17 km2 sedang jumlah titik SMP
(N) sebanyak 18 titik. Perhitungannya sebagai berikut: p = N/A= 18/351.17= 0.05
Setelah diketahui nilai p kemudian dicari nilai Jh perhitungannya sebagai berikut:
Jh =
=
=
=
= 2.3
Jadi nilai Jh adalah 2.3
c. Setelah diketahui nilai Ju dan Jh maka dapat dicari nilai T, perhitungannya sebagai
berikut:
= 1.04
Jadi nilai T sebesar 1.04
Dengan demikian pola sebaran SMP pada topografi bergunung yang meliputi
Kecamatan Ampel, Kecamatan Selo, Kecamatan, Cepogo, dan Kecamatan Musuk adalah
pola persebaran acak (random). Masing-masing kecamatan pada topografi bergunung
memiliki SMP masing-masing yang jumlah dan letaknya disesuaikan dengan banyaknya
jumlah penduduk karena masing-masing kecamatan memiliki jumlah dan persebaran
penduduk yang berbeda maka letak SMP tidak berdekatan antara kecamatan yang satu
dengan yang lain. Tiap kecamatan memiliki satu atau beberapa SMP yang terletak di
pusat pemerintahan dan beberapa terletak jauh dari pusat pemerintahan hal tersebut
dalam rangka memeratakan fasilitas pendidikan.
Setelah diketahui pola persebaran pada topografi bergunung kemudian dilakukan
penghitungan indek tetangga terdekat untuk topografi dataran rendah. Cara yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
digunakan untuk menghitung indek tetangga terdekat pada topografi dataran rendah sama
dengan penghitungan indek tetangga terdekat pada topografi bergunung. Untuk lebih
jelas mengenai jarak tetangga terdekat titik SMP dengan titik SMP lain yang terdapat
pada topografi dataran rendah dapat dilihat pada Tabel 15.
a. Perhitungan jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang
terdekat pada topografi dataran rendah di Kabupaten Boyolali sebagai berikut:
Ju = 113.1/72
= 1.6 km
Jadi jarak rata-rata yang diukur antara satu titik SMP dengan titik SMP
tetangganya yang terdekat pada topografi dataran rendah di Kabupaten Boyolali
adalah 1,6 km
b. Setelah menghitung Ju langkah selanjutnya adalah menghitung Jh. Untuk menghitung
Jh maka perlu diketahui nilai p terlebih dahulu. Nilai p merupakan perbandingan
antara jumlah titik SMP dan luas wilayah, dalam hal ini adalah jumlah titik SMP
dengan luas wilayah kecamatan yang terletak pada topografi dataran rendah di
Kabupaten Boyolali meliputi Kecamatan Boyolali, Kecamatan Teras, Kecamatan
Mojosongo, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sawit, Kecamatan Sambi,
Kecamatan Simo, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Klego,
Kecamatan Andong, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Kemusu, Kecamatan
Wonosegoro, dan Kecamatan Juwangi. Luas wilayah (A) sebesar 812,19 km2 sedang
jumlah titik SMP (N) sebanyak 72 titik. Perhitungannya sebagai berikut:
p = N/A = 72/812,19 = 0.08
Setelah diketahui nilai p kemudian dicari nilai Jh perhitungannya sebagai berikut:
Jh =
=
=
=
= 1.8
Jadi nilai Jh adalah 1.8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
c. Setelah diketahui nilai Ju dan Jh maka dapat dicari nilai T, perhitungannya sebagai
berikut:
= 0.8
Jadi nilai T sebesar 0.8
Dengan demikian pola sebaran SMP di topografi dataran rendah yang meliputi
Kecamatan Boyolali, Kecamatan Teras, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Banyudono,
Kecamatan Sawit, Kecamatan Sambi, Kecamatan Simo, Kecamatan Ngemplak,
Kecamatan Nogosari, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, Kecamatan Karanggede,
Kecamatan Kemusu, Kecamatan Wonosegoro, dan Kecamatan Juwangi adalah pola
persebaran mendekati acak (random) sebab dengan nilai 0,8 berarti angka tersebut
mendekati angka 1, sedangkan T=1 menunjukkan bahwa pola persebaran objek adalah
acak. Pola persebaran SMP pada topografi bergunung dan topografi dataran rendah sama
yaitu acak, hal tersebut dikarenakan letak SMP pada suatu daerah bergantung pada besar
dan persebaran jumlah penduduk tertentu sehingga letaknya mengikuti persebaran dan
jumlah penduduknya. Pada pusat pemerintahan kabupaten jumlah SMP lebih banyak
karena dekat dengan pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan. Hal tersebut karena pada
pusat pemerintahan kepadatan penduduknya lebih besar dibandingkan pada daerah yang
jauh dari pusat pemerintahan. Pola persebaran SMP di Kabupaten Boyolali disajikan
dalam Peta 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tabel 15. Jarak Tetangga Terdekat Antar SMP pada Topografi Dataran Rendah di
Kabupaten Boyolali Tahun 2011
No Titik (N)
Jarak (Km)
Lokasi(Kecamatan)
No Titik (N)
Jarak (Km)
Lokasi(Kecamatan)
1. 19-20 3,1 Boyolali 37. 55-56 3,2 Sambi 2. 20-21 0,6 Boyolali 38. 56-57 1,8 Sambi-Simo 3. 21-20 0,6 Boyolali 39. 57-56 1,8 Simo-Sambi 4. 22-21 0,6 Boyolali 40. 58-59 1,2 Simo 5. 23-24 0,6 Boyolali 41. 59-60 1,0 Simo 6. 24-25 0,2 Boyolali 42. 60-59 1,0 Simo 7. 25-24 0,2 Boyolali 43. 61-62 3,6 Karanggede 8. 26-27 0,5 Boyolali 44. 62-63 0,4 Karanggede 9. 27-26 0,5 Boyolali 45. 63-62 0,4 Karanggede 10. 28-27 1,0 Boyolali 46. 64-63 1,4 Karanggede 11. 29-30 2,2 Mojosongo 47. 65-66 1,5 Klego 12. 30-31 1,3 Mojosongo 48. 66-67 0,8 Klego 13. 31-30 1,3 Mojosongo 49. 67-66 0,8 Klego 14. 32-31 2,8 Mojosongo 50. 68-67 3,7 Klego 15. 33-34 0,2 Teras 51. 69-70 1,8 Andong 16. 34-33 0,2 Teras 52. 70-71 0,8 Andong 17. 35-34 1,7 Teras 53. 71-72 0,4 Andong 18. 36-37 1,2 Sawit 54. 72-73 0,3 Andong 19. 37-36 1,2 Sawit 55. 73-72 0,3 Andong 20. 38-37 1,9 Sawit 56. 74-73 1,4 Andong 21. 39-41 2,4 Banyudono 57. 75-76 5,9 Andong-Klego 22. 40-41 1,4 Banyudono 58. 76-74 2,8 Klego-Andong 23. 41-40 1,4 Banyudono 59. 77-78 1,1 Kemusu 24. 42-40 1,4 Banyudono 60. 78-77 1,1 Kemusu 25. 43-42 1,5 Sambi-Banyudono 61. 79-78 4,8 Kemusu 26. 44-45 1,1 Ngemplak 62. 80-81 1,9 Wonosegoro 27. 45-44 1,1 Ngemplak 63. 81-82 0 Wonosegoro 28. 46-47 2,4 Ngemplak 64. 82-81 0 Wonosegoro 29. 47-48 0,3 Ngemplak 65. 83-84 1,3 Wonosegoro 30. 48-47 0,3 Ngemplak 66. 84-83 1,3 Wonosegoro 31. 49-50 0,9 Sambi 67. 85-86 5,1 Wonosegoro 32. 50-49 0,9 Sambi 68. 86-85 5,1 Wonosegoro 33. 51-53 3,6 Nogosari 69. 87-85 5,3 Juwangi-Wonosegoro 34. 52-51 4,7 Nogosari 70. 88-89 1,3 Juwangi 35. 53-54 0,8 Nogosari 71. 89-90 0,8 Juwangi 36. 54-53 0,8 Nogosari 72. 90-89 0,8 Juwangi Jumlah 113,1
Sumber: Hasil Perhitungan Tahun 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
b. Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali
Untuk mengetahui jangkauan SMP menggunakan analisis dari parameter
aksesibilitas, jadi jangkauan SMP dilihat dari tingkat aksesibilitas menuju SMP.
Parameter aksesibilitas yang digunakan adalah jarak, jalan, dan angkutan. jaringan jalan
erat hubungannya dengan transportasi antar satu tempat dengan tempat lain yang dapat
dicapai melalui jalan kendaraan bermotor. Salah satu cara untuk membandingkan
jaringan jalan dari dua wilayah adalah menggunakan angka sinklomatik. Angka
siklomatik adalah jumlah mata rantai dikurangi jumlah titik ditambah dengan jumlah
subgrap. Jumlah mata rantai di Kabupaten Boyolali adalah 27 sedangkan jumlah titiknya
adalah 19 (kecamatan) dan jumlah subgrapnya adalah 1, setelah dilakukan penghitungan
diketahui bahwa angka siklomatik di Kabupaten Boyolali sebesar 7, jadi dapat
disimpulkan bahwa jaringan jalannya rapat, sehingga transportasi antar kecamatan di
Kabupaten Boyolali lebih mudah. Untuk jangkauan SMP dihitung dengan melakukan
skoring dari unsur aksesibilitas Berdasarkan unsur tersebut aksesibilitas dikelompokkan
menjadi tiga yaitu mudah terjangkau, cukup terjangkau, dan sulit terjangkau. Kelas
interval diperoleh dengan cara mengurangi skor tertinggi dengan skor terendah dan
dibagi dengan jumlah kelas yang diinginkan, sedangkan total skor diperoleh dengan
menjumlahkan ketiga unsur aksesibilitas. Dalam penelitian ini, satuan analisisnya adalah
SMP, dengan mengetahui aksesibilitas SMP maka dapat diketahui jangkauan dari tiap
SMP. Untuk lebih jelas mengenai skoring unsur aksesibilitas dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Pedoman skor aksesibilitas menuju SMP
Unsur Aksesibilitas Kriteria Skor Jarak 0,001 km 1,62 km 3
1,63 km 3,25 km 2 3,26 km 4,88 km 1
Jalan Arteri 4 Kolektor 3 Lokal 2 Lain 1
Angkutan menuju SMP Minibus 3 Angkudes 2 Roda dua 1
Sumber : Tarigan (2010: 104) dan Sugiyanto (2004: 43) dimodifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Berdasarkan tiga parameter di atas ditentukan kelas aksesibilitasnya dengan cara
menjumlahkan skor hasil pengamatan lapangan dari masing-masing parameter. Untuk
memudahkan klasifikasi, aksesibilitas dibagi menjadi 3 kelas dengan cara interval.
Rumus yang dipakai adalah I= R/K, di mana I= Interval Kelas, R= Jumlah Skor tertinggi-
skor terendah. K= jumlah kelas. I = (10-3)/3= 7/3 = 2,33
Tabel 17. Jumlah Skor dan Kelas Aksesibilitas Menuju SMP
No Jumlah Skor Unsur Aksesibilitas Kelas Aksesibilitas
1 3 - 5 Mudah Terjangkau 2 6 8 Cukup Terjangkau 3 9 11 Sulit Terjangkau
Sumber : Hasil Penghitungan Tahun 2011
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui tingkat jangkauan masing-masing SMP,
untuk penghitungan jangkauan SMP lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 18 dalam
Lampiran 2. klasifikasi jangkauan sebagai berikut:
a. SMP Mudah Terjangkau
SMP mudah terjangkau memiliki skor 9-10, faktor yang memudahkan jangkauan
antara lain jaraknya dekat, transportasi mudah berada di jalan arteri dan dilewati oleh
minibus. Penduduk disekitar SMP tidak mengalami hambatan yang berarti dalam
mendatangi SMP khususnya dalam hal aksesibilitas. SMP yang termasuk dalam kategori
mudah terjangkau terdapat 10 SMP Meliputi: SMP N 1 Andong, SMP N 2 Boyolali,
SMP N 1 Cepogo, SMP N 1 Karanggede, SMP N 1 Klego, SMP N 3 Sawit, SMP N 1
Selo, SMP N 2 Teras, SMP Bhinneka Karya Andong, dan SMP Muhammadiyah Klego.
a. SMP N 2 Boyolali b. SMP N 1 Selo
Gambar 10: SMP Mudah Terjangkau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
b. SMP Cukup Terjangkau
SMP cukup terjangkau memiliki skor 6-8, dengan jarak SMP agak jauh dari jalan
lokal namun masih dilewati oleh angkutan umum berupa minibus dan angkudes sehingga
tidak ada hambatan yang berarti dalam mendatangi SMP. SMP cukup terjangkau
meliputi : SMP N 1 Ampel, SMP N 2 Ampel, SMP N 3 Ampel, SMP N 2 Andong, SMP
N 2 Banyudono, SMP N 1 Banyudono, SMP N 1 Boyolali, SMP N 3 Boyolali, SMP N 4
Boyolali, SMP N 5 Boyolali, SMP N 6 Boyolali, SMP N 2 Cepogo, SMP N 1 Juwangi,
SMP N 2 Juwangi, SMP N 2 Karanggede, SMP N 1 Kemusu, SMP N 2 Kemusu, SMP N
2 Mojosongo, SMP N 4 Mojosongo, SMP N 3 Mojosongo, SMP N 1 Mojosongo, SMP N
1 Musuk, SMP N 2 Musuk, SMP N 1 Ngemplak, SMP N 2 Ngemplak, SMP N 1
Nogosari, SMP N 2 Nogosari, SMP N 2 Sambi, SMP N 1 Sambi, SMP N 2 Sawit, SMP
N 1 Sawit, SMP N 2 Selo, SMP N 2 Simo, SMP N 3 Simo, SMP N 1 Simo, SMP N 3
Teras, SMP N 1 Teras, SMP N Terbuka Wonosegoro, SMP Muhammdiyah 3 Ampel,
SMP Islam Sudirman Ampel, SMP PGRI Ampel, SMP Darul Fikr Andong, SMP Bhakti
Karya Andong, SMP Muhammduyah 10 Andong, SMP Bhinneka Karya Banyudono,
SMP Muhammadiyah 7 Banyudono, SMP Bhinneka Karya Boyolali, SMP Katholik
Slamet Riyadi Boyolali, SMPLB(ABC) YKAB boyolali, SMP Muhammadiyah 1
Progranm Khusus, SMP Islam Sudirman Juwangi, SMP Gagatan Karanggede, SMP
Bhinneka Karya Kemusu, SMP Bhinneka Karya Klego, SMP Bhinneka Karya Musuk,
SMP Islam Ngemplak, SMP Nurul Islam Ngemplak, SMP Muhammadiyah 9 Ngemplak,
SMP Bhinneka Karya Nogosari, SMP Muhammdiyah 14 Sambi, SMP Karya Dharma
Veteran Sambi, SMP Muhammadiyah 2 Simo, SMP Muhammadiyah Wonosegoro, SMP
NU 1Wonosegoro, dan SMP Muhammadiyah 5 Wonosegoro.
a. SMP N 3 Boyolali b. SMP N 4 Mojosongo
Gambar 11: SMP Cukup Terjangkau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
c. SMP Sulit Terjangkau
SMP sulit dijangkau memiliki skor 3-5, faktor yang mempengaruhi adalah jarak
yang jauh dari jalan lokal, kesulitan transportasi karena tidak dilewati oleh angkutan
umum, dan hanya ada kendaraan roda dua. SMP sulit dijangkau meliputi : SMP N 4
Ampel Satu Atap, SMP N 3 Cepogo Satu Atap, SMP N 3 Juwangi Satu Atap, SMP N 3
Musuk Satu Atap, SMP N 2 Wonosegoro, SMP Samaratungga Ampel, dan SMP NU 2
Wonosegoro. Semua SMP Satu Atap sulit dijangkau sesuai dengan konsep SMP Satu
Atap yaitu SMP bantu yang berada di tempat terpencil agar masyarakat di daerah
terpencil dapat menempuh pendidikan tanpa terkendala transportasi, karena itu SMP Satu
Atap dekat/berada di daerah terpencil.
a. SMP Samaratungga Ampel b. SMP N 3 Cepogo (Satu Atap)
Gambar 12: SMP Sulit Terjangkau
2. Penyediaan Fasilitas Sekolah Menengah Pertama
Penyediaan Fasilitas pendidikan didasarkan atas besarnya jumlah penduduk.
Lokasi fasilitas pendidikan dapat berdekatan satu sama lain karena didasarkan atas
kebutuhan minimal pada jumlah penduduk tertentu bukan pada jarak tiap fasilitas
pendidikan. Kategori sekolah di Kabupaten Boyolali dibagi menjadi 4 yaitu: SMP
Negeri, SMP Swasta, SMP Satu Atap, dan SMPLB. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Tabel 19. Persebaran SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
No Kecamatan Jumlah Gedung SMP SMP Negeri SMP Swasta SMP Satu Atap SMPLB
1. Selo 2 - - - 2. Ampel 4 5 - - 3. Cepogo 2 - 1 - 4. Musuk 2 1 1 - 5. Mojosongo 4 - - - 6. Boyolali 6 3 - 1 7. Teras 3 - - - 8. Sawit 3 - - - 9. Banyudono 2 2 - -
10. Sambi 2 3 - - 11. Ngemplak 2 3 - - 12. Nogosari 2 2 - - 13. Simo 3 1 - - 14. Karanggede 2 2 - - 15. Klego 2 3 - - 16. Andong 2 5 - - 17. Kemusu 2 1 - - 18. Wonosegoro 3 3 1 - 19. Juwangi 2 1 1 -
Jumlah 51 34 4 1 Sumber : Data Primer Tahun 2011
Ketersediaan fasilitas pendidikan di suatu wilayah tidak terlepas dari jumlah
penduduk yang dilayani pada suatu daerah tertentu, jumlah penduduk yang padat
membutuhkan sekolah menengah pertama yang banyak begitu pula sebaliknya jumlah
penduduk yang sedikit membutuhkan Sekolah Menengah Pertama yang sedikit pula.
Sebelumnya telah diketahui jumlah murid terbanyak di Kabupaten Boyolali terdapat di
Kecamatan Mojosongo dengan jumlah Sekolah Menengah Pertama sebanyak 8 buah dan
jumlah penduduk 59.411 jiwa, sebaliknya jumlah murid paling sedikit di Kabupaten
Boyolali terdapat di Kecamatan selo dengan jumlah penduduk 958 jiwa dan jumlah
sekolah menengah pertama sebanyak 2 buah. Untuk lebih lengkap mengenai kecukupan
jumlah Sekolah Menengah Pertama perlu diketahui kriteria penentuan kecukupan fasilitas
untuk 1 SMP melayani 12.000 jiwa, apabila kriteria tersebut terpenuhi maka ketersediaan
SMP dinyatakan cukup, sebaliknya apabila kriteria tersebut tidak terpenuhi maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
ketersediaan SMP dinyatakan tidak cukup. Untuk lebih jelas mengenai tingkat kecukupan
fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Tingkat Kecukupan Fasilitas SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2011
No Kecamatan Jumlah
Penduduk (jiwa)
Minimal Jumlah Fasilitas
Pendidikan
Jumlah Fasilitas
Pendidikan yang
Tersedia
Jumlah Penduduk
yang Tidak
Terlayani
Tingkat Kecukupan
1. Selo 26.845 3 2 2.845 Tidak Cukup 2. Ampel 68.781 6 9 0 Cukup 3. Cepogo 53.101 5 3 17.101 Tidak Cukup 4. Musuk 60.328 5 4 12.328 Tidak Cukup 5. Mojosongo 59.411 5 4 11.411 Tidak Cukup 6. Boyolali 51.330 4 10 0 Cukup 7. Teras 45.628 4 3 9.628 Tidak Cukup 8. Sawit 32.996 3 3 0 Cukup 9. Banyudono 45.194 4 4 0 Cukup
10. Sambi 48.583 4 5 0 Cukup 11. Ngemplak 70.861 6 5 10.861 Tidak Cukup 12. Nogosari 60.524 5 4 12.524 Tidak Cukup 13. Simo 43.633 4 4 0 Cukup 14. Karanggede 40.570 4 4 0 Cukup 15. Klego 45.907 4 5 0 Cukup 16. Andong 61.924 5 7 0 Cukup 17. Kemusu 46.310 4 3 10.310 Tidak Cukup 18. Wonosegoro 54.734 5 7 0 Cukup 19. Juwangi 35.057 3 4 0 Cukup
Jumlah 951.717 83 90 87.008 Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009
Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui kecamatan yang memiliki ketersediaan
SMP sudah cukup adalah Kecamatan Ampel, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit,
Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sambi, Kecamatan Simo, Kecamatan Karanggede,
Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, dan Kecamatan Wonosegoro. Kecamatan yang
memiliki ketersediaan SMP belum cukup yaitu Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo,
Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Teras, Kecamatan Ngemplak,
Kecamatan Nogosari, Kecamatan Kemusu, dan Kecamatan Juwangi. Untuk lebih jelas
mengenai kecukupan fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Peta
5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Sejalan tingkat kecukupan SMP di Kabupaten Boyolali maka perlu diketahui pula
persebaran jumlah murid SMP. Siswa SMP umumnya berusia 13-15 tahun. Data
mengenai jumlah anak usia SMP dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Jumlah Murid menurut Jenis Kelamin dan Umur di Kabupaten Boyolali Tahun
2009
No Kecamatan
Murid Menurut Jenis Kelamin
Murid Menurut Usia Jumlah
Laki-laki Perempuan >13 Tahun
13-15 Tahun
<15 Tahun
1. Selo 486 472 87 841 30 958 2. Ampel 1,371 1,402 459 2,198 116 2,773 3. Cepogo 581 593 278 877 19 1,174 4. Musuk 693 747 365 1,041 34 1,440 5. Mojosongo 1,972 1,969 745 2,855 341 3,941 6. Boyolali 1,340 1,274 405 2,096 113 2,614 7. Teras 923 965 277 1,494 117 1,888 8. Sawit 1,101 950 365 1,617 69 2,051 9. Banyudono 804 834 315 1,220 103 1,638
10. Sambi 818 741 458 1,095 6 1,559 11. Ngemplak 1,082 1,169 277 1,832 142 2,251 12. Nogosari 659 557 311 875 30 1,216 13. Simo 973 998 425 1,353 193 1,971 14. Karanggede 691 629 310 970 40 1,320 15. Klego 881 771 465 1,145 42 1,652 16. Andong 1,038 1,004 468 1,481 93 2,042 17. Kemusu 586 553 40 1,031 68 1,139 18. Wonosegoro 1,009 1,045 403 1,546 105 2,054 19. Juwangi 1,057 902 553 1,264 142 1,959
Jumlah 18,065 17,575 7.006 26.831 1.803 35.640 Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Berdasarkan Tabel 21, diketahui jumlah siswa paling banyak terdapat di
Kecamatan Mojosongo yaitu 3,941 murid dengan jumlah fasilitas gedung SMP di
kecamatan Mojosongo sebanyak 8 buah dengan rincian 2 SMP Negeri dan 6 SMP swasta.
Jumlah murid paling sedikit terdapat di Kecamatan Selo yaitu 958 murid dengan jumlah
fasilitas gedung SMP sebanyak 2 buah dengan rincian 2 SMP Negeri dan tidak memiliki
SMP swasta. Jumlah murid di Kabupaten Boyolali disajikan pula pada Peta 6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Dalam lampiran Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007, tentang
Standar Sarana dan Prasarana, Sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki
prasarana sebagai berikut:
1. Ruang kelas,
2. Ruang perpustakaan,
3. Ruang laboratorium IPA,
4. Ruang pimpinan,
5. Ruang guru,
6. Ruang tata usaha,
7. Tempat beribadah,
8. Ruang konseling,
9. Ruang uks,
10. Ruang organisasi kesiswaan,
11. Jamban,
12. Gudang,
13. Ruang sirkulasi,
14. Tempat bermain/berolahraga.
Untuk mengetahui ketersediaan prasarana berdasarkan standar baku maka
dilakukan pengecekan ke lapangan (survey), dikarenakan jumlah populasi yang banyak
maka pengecekan ketersediaan prasarana ke lapangan menggunakan sampel. Data SMP
yang heterogen akan dibagi menjadi beberapa strata kemudian dari masing-masing strata
tersebut kemudian diambil beberapa sampel. SMP diklasifikasikan menjadi 2 kelas yaitu
SMP Negeri dan SMP Swasta. Masing-masing kelas dikelompokkan lagi berdasarkan
akreditasinya. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai klasifikasi SMP dapat dilihat
pada Tabel 22 dan Tabel 23 pada Lampiran 3 dan 4 . Berdasarkan Tabel 24 pada
Lampiran 5, dari sampel SMP negeri dengan akreditasi A yang diambil diketahui bahwa
prasarananya sudah lengkap. SMP negeri dengan akreditasi B prasarananya pun lengkap,
sedangkan akreditasi C untuk tahun 2009 tidak ada, sedangkan untuk SMP negeri yang
belum terakreditasi prasarananya sudah lengkap. Lengkap disini memiliki pengertian
bahwa semua standar prasarana yang disebutkan dalam Lampiran Peraturan Menteri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Pendidikan Nasional Nomer 24 Tahun 2007 telah ada di SMP tersebut dan telah
memenuhi kriteria.
Berdasarkan Tabel 25 pada Lampiran 6, dari sampel SMP swasta dengan
akreditasi B diketahui bahwa prasarananya belum lengkap. SMP swasta dengan
akreditasi C belum lengkap, dan SMP swasta belum terakreditasi prasarananya juga
belum lengkap. Belum lengkap disini memiliki pengertian bahwa SMP tersebut belum
memiliki prasarana sesuai dengan standar yang disebutkan dalam Lampiran Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomer 24 Tahun 2007, atau prasarananya sudah ada namun
tidak memenuhi kriteria. Berdasarkan hasil sampel baik dari SMP negeri maupun SMP
swasta diketahui bahwa terjadi perbedaan antara SMP negeri dan SMP swasta dalam
penyediaan prasarana pendidikan meskipun akreditasinya sama. Perbedaan tersebut dapat
mempengaruhi masyarakat dalam memilih sekolah.
2. Daya Layan Fasilitas Pendidikan
Dalam mengukur daya layan fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali
dilakukan penilaian dengan menggunakan metode pelayanan (Function Of Availability)
atau metode daya layan yang akan digunakan untuk mengetahui tingkat daya layan
fasilitas sekolah menengah pertama. Dalam perhitungan daya layan SMP ini penulis
beranggapan bahwa semua anak usia sekolah SMP bersekolah di sekolah yang ada di
Kecamatan mereka masing-masing dan tidak menghiraukan faktor lain yang menjadikan
anak usia SMP untuk bersekolah di SMP yang ada di Kecamatan tetangganya. Untuk
mengukur daya layan fasilitas pendidikan variabel yang digunakan adalah jumlah
sekolah, ruang kelas, guru, kelas dan murid. Pengukuran variabel antara lain rasio jumlah
sekolah/sekolah minimal, rasio ruang kelas/ruang minimal, rasio guru/ murid, dan rasio
murid/ kelas. Hasil rasio tersebut kemudian diskoring untuk mengetahui daya layan
tersebut apakah tinggi, cukup, atau rendah. Berikut data mengenai jumlah sekolah,ruang
kelas, guru, dan kelas di Kabupaten Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Tabel 26. Jumlah Sekolah, Ruang Kelas, Guru, Ruang Kelas, dan Murid di Kabupaten
Boyolali Tahun 2009
No Kecamatan Sekolah Ruang
Kelas Kelas Guru Murid
1. Selo 2 30 22 60 958 2. Ampel 9 89 81 203 2,773 3. Cepogo 3 33 32 68 1,174 4. Musuk 4 37 39 101 1,440 5. Mojosongo 4 133 114 284 3,941 6. Boyolali 10 55 71 160 2,614 7. Teras 3 51 52 124 1,888 8. Sawit 3 56 54 137 2,051 9. Banyudono 4 53 47 120 1,638 10. Sambi 5 51 47 124 1,559 11. Ngemplak 5 78 64 165 2,251 12. Nogosari 4 42 39 127 1,216 13. Simo 4 57 55 158 1,971 14. Karanggede 4 49 39 97 1,320 15. Klego 5 50 48 139 1,652 16. Andong 7 63 61 190 2,042 17. Kemusu 3 28 28 72 1,139 18. Wonosegoro 7 60 51 141 2,054 19. Juwangi 4 51 52 104 1,959 Jumlah 90 1.066 996 2574 35.640
Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Boyolali Tahun 2009
menggunakan rumus sebagai berikut:
a. Rasio jumlah sekolah/sekolah minimal :
Sekolah minimal (SMP) : jumlah penduduk : 12.000
Contoh :
Rasio jumlah / sekolah minimal di Kecamatan Selo
=
= 2/ 2.23
= 0.89
= 0.9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
b. Rasio Ruang Kelas/Ruang Kelas Minimal :
Ruang kelas minimal (SMP) : jumlah sekolah x 6
Contoh :
Rasio ruang kelas/ ruang kelas minimal di Kecamatan Selo
=
= 30/12
= 2.5
c. Rasio Murid/Guru :
Contoh :
= 15.96
= 16
d. Rasio Murid/Kelas :
= 43.54
= 44
Setelah diketahui besar daya layan tiap variabel langkah selanjutnya dilakukan
skoring untuk tiap nilai daya layan dari masing-masing variabel. Untuk lebih jelas
mengenai nilai daya layan tiap variabel dan skoringnya dapat dilihat pada Tabel 27.
Pengukuran variabel daya layan (pelayanan) tiap kecamatan di Kabupaten Boyolali lebih
lengkap dapat dilihat pada lampiran 7. Asumsi yang digunakan dalam penentuan skor
adalah semakin besar nilai daya layan maka semakin besar skornya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Tabel 27. Tabel Daya Layan Fasilitas Pendidikan Jenjang SMP di Kabupaten Boyolali
Tahun 2011
No Kecamatan Daya Layan Skor Total
skor Kategori
Sek R. Kelas Murid Kelas Sek R. Kelas Murid kelas 1. Selo 0.9 2.5 15.96 43.54 1 2 3 3 9 Tinggi 2. Ampel 1.56 1.64 13.66 34.23 2 1 3 1 7 Sedang 3. Cepogo 0.67 1.83 17.26 36.68 1 1 3 2 7 Sedang 4. Musuk 0.79 1.12 14.25 36.92 1 1 2 2 6 Sedang 5. Mojosongo 0.8 5.54 13.87 34.57 1 3 2 1 7 Sedang 6. Boyolali 2.34 0.91 16.33 36.81 3 1 3 2 9 Tinggi 7. Teras 0.78 2.12 15.22 36.30 1 1 2 2 6 Sedang 8. Sawit 1.09 2.33 14.79 37.98 1 1 2 2 6 Sedang 9. Banyudono 1.06 2.20 13.65 34.85 1 1 2 1 5 Rendah 10. Sambi 1.23 1.7 12.57 33.17 2 1 1 1 5 Rendah 11. Ngemplak 0.84 2.6 13.64 35.17 1 2 2 2 7 Sedang 12. Nogosari 0.79 1.75 9.57 31.17 1 1 1 1 4 Rendah 13. Simo 1.1 2.37 12.47 35.83 1 1 1 2 5 Rendah 14. Karanggede 1.18 2.04 13.60 33.84 1 1 2 2 6 Sedang 15. Klego 1.30 1.66 11.88 34.41 2 1 1 1 5 Rendah 16. Andong 1.35 1.5 10.74 33.47 2 1 1 1 5 Rendah 17. Kemusu 0.77 1.55 16.56 40.67 1 1 3 3 8 Tinggi 18. Wonosegoro 1.53 1.42 14.56 40.27 2 1 2 3 8 Tinggi 19. Juwangi 1.33 2.12 18.83 37.67 2 1 3 2 8 Tinggi Jumlah 22.97 38.9 269.41 687.55 29 23 39 34 125
Sumber : hasil perhitungan
Klasifikasi yang digunakan untuk menentukan kategori daya layan sebagai
berikut:
1. Daya layan sekolah
Nilai tertinggi-nilai terendah
3
= 2.34 - 0.67
3
= 0.55
Kelas : 0.67 1.22 = 1 kategori rendah
1.23 1.78 = 2 kategori sedang
1.79 2.34 = 3 kategori tinggi
2. Daya layan ruang kelas
Nilai tertinggi-nilai terendah
3
= 5.54 - 0.91
3
= 1.54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Kelas : 0.91 2.45 = 1 kategori rendah
2.46 4.00 = 2 kategori sedang
4.01 5.55 = 3 kategori tinggi
3. Murid
Nilai tertinggi-nilai terendah
3
= 18.83 - 9.57
3
= 3.08
Kelas : 9.57 12.65 = 1 kategori rendah
12.66 15.74 = 2 kategori sedang
15.75 18.83 = 3 kategori tinggi
4. Kelas
Nilai tertinggi-nilai terendah
3
= 43.54 - 31.17
3
= 4.12
Kelas : 31.17 35.29 = 1 kategori rendah
35.30 39.42 = 2 kategori sedang
39.43 43.55 = 3 kategori tinggi
Reklas
Nilai tertinggi-nilai terendah
3
= 9 - 4
3
= 1.67
Kelas : 4 5.67 = 1 kategori rendah
5.68 7.35 = 2 kategori sedang
7.36 9.03 = 3 kategori tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Berdasarkan Tabel 27 diketahui daya layan fasilitas pendidikan di
Kabupaten Boyolali, daya layan sekolah di beberapa kecamatan masih kurang hal
tersebut ditunjukkan dengan nilai daya layan yang kurang dari satu, meliputi Kecamatan
Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Teras,
Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari, Dan Kecamatan Kemusu sedangkan
Kecamatan Kecamatan Ampel, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan
Banyudono, Kecamatan Simo, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, Kecamatan
Karanggede, Kecamatan Wonosegoro, dan Kecamatan Juwangi nilai daya layan lebih
dari satu yang berarti daya layan sekolahnya sudah cukup. Namun daya layan ruang kelas
di Kabupaten Boyolali hampir semua cukup kecuali di Kecamatan Boyolali sehingga di
Kabupaten Boyolali perlu adanya penambahan ruang kelas, sedangkan untuk daya layan
kelas jika dirata-rata tiap kecamatan adalah 15 murid per guru, dan daya layan kelas
menampung rata-rata 35 murid.
Daya layan fasilitas pendidikan jenjang SMP dari hasil perhitungan menunjukkan
adanya perbedaan nilai daya layan dari satu kecamatan dengan kecamatan lain. Distribusi
daya layan fasilitas pendidikan jenjang SMP di Kabupaten Boyolali sebagai berikut:
a) Kategori rendah
Faktor yang mempengaruhi adalah daya layan sekolah yang belum memenuhi
dilihat dari skornya yang kurang dari 1, daya layan ruang kelas yang rendah, dan
rasio murid per kelas yang kecil. Kecamatan yang termasuk kedalam kategori
rendah meliputi:
Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sambi, Kecamatan Nogosari, Kecamatan
Simo, Kecamatan Klego, dan Kecamatan Andong.
b) Kategori sedang
Faktor yang mempengaruhi meliputi daya layan ruang kelas dan rasio murid per
kelas yang rendah. Kecamatan yang termasuk kedalam kategori sedang meliputi:
Kecamatan Ampel, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan
Mojosongo, Kecamatan Sawit, Kecamatan Teras, Kecamatan Ngemplak, dan
Kecamatan Karanggede.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
c) Kategori tinggi
Faktor yang mempengaruhi meliputi daya layan sekolah yang sudah memenuhi,
daya layan ruang kelas yang tinggi, rasio murid per kelas yang tinggi dan rasio
murid per guru yang tinggi. Kecamatan yang termasuk kedalam kategori tinggi
meliputi:
Kecamatan Selo, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Kemusu, Kecamatan
Wonosegoro, dan Kecamatan Juwangi.
Perbedaan daya layan fasilitas pendidikan disebabkan antara lain karena
penyediaan fasilitas pendidikan pemanfaatannya berbeda antara satu kecamatan dengan
kecamatan lain. Pemanfaatan fasilitas pendidikan yang optimal akan menyebabkan daya
layan fasilitas pendidikan menjadi tinggi sedangkan fasilitas pendidikan yang
pemanfaatanya kurang optimal maka daya layannya menjadi rendah. Misalnya di
Kecamatan juwangi dengan jumlah sekolah sebanyak 3 SMP, jumlah sekolah sudah
memenuhi kebutuhan minimal jumlah penduduk dengan penyediaan ruang kelas yang
sudah memenuhi jumlah kebutuhan minimal ruang kelas, jumlah murid per kelas yang
besar dan jumlah murid per guru yang besar pula sekitar antra 15-30 murid per guru,
sehingga daya layannya termasuk kedalam kategori tinggi. Pemanfaatan fasilitas
pendidikan yang kurang optimal misalnya di Kecamatan Ngemplak dengan jumlah
fasilitas pendidikan sebanyak 5 SMP, penyediaan fasilitas pendidikannya belum
mencukupi namun penyediaan ruang kelasnya sudah mencukupi kebutuhan minimal,
jumlah murid per guru yang tidak terlalu besar berkisar antara 12-15 murid per kelas
dengan rasio jumlah murid per kelas antara 35-39 murid per kelas, sehingga daya
layannya termasuk kedalam kategori sedang. Daya layan yang rendah disebabkan
penyediaan fasilitas pendidikan yang belum memenuhi kebutuhan dengan rasio jumlah
ruang kelas dengan kebutuhan minimal ruang kelas yang rendah, jumlah murid per guru
yang sedikit antara 9-12 murid per guru dan jumlah murid per kelas yang sedikit pula
antara 31-35 murid per kelas, sehingga daya layannya termasuk kedalam kategori rendah.
Untuk lebih lengkap mengenai distribusi daya layan fasilitas pendidikan jenjang SMP
dapt dilihat pada Peta 7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan pada BAB IV dapat disimpulkan
bahwa:
1. Persebaran, pola, dan jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 sebagai
berikut:
a. Distribusi SMP paling banyak terdapat di Kecamatan Boyolali dengan jumlah
SMP sebanyak 10 SMP atau 11.1 % dari seluruh SMP yang ada di Kabupaten
Boyolali, kemudian disusul oleh Kecamatan Ampel yang memiliki 9 SMP
atau 10% dari seluruh SMP yang ada di Kabupaten Boyolali, jumlah SMP
paling sedikit terdapat di Kecamatan Selo dengan jumlah SMP 2 SMP atau
2.2% dari seluruh SMP yang ada di Kabupaten Boyolali. Kecamatan Selo
hanya memiliki 2 SMP, hal tersebut sejalan dengan jumlah penduduk
Kecamatan Selo yang paling rendah di Kabupaten Boyolali yaitu sebanyak
26.845 jiwa atau 2.82% dari seluruh penduduk di Kabupaten Boyolali, begitu
pula dengan Kecamatan Boyolali dan Kecamatan Ampel yang memiliki
jumlah SMP yang banyak seiring dengan jumlah penduduk yang besar,
masing-masing Kecamatan Boyolali 59.411 jiwa sedangkan Ampel 68.781
jiwa.
b. Pola persebaran SMP di Kabupaten Boyolali pada topografi bergunung adalah
acak (random) dengan nilai T sebesar 1.04, sedangkan pola persebaran SMP
pada topografi dataran rendahjuga acak (random) dengan nilai T sebesar 0,8.
c. Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali dilihat dari unsure aksesibilitas.
Aksesibilitas sendiri dibagi menjadi tiga kategori yaitu SMP Mudah
terjangkau, SMP cukup terjangkau, dan SMP sulit terjangkau .Terdapat 10
SMP (11.1%) mudah terjangkau, 73 SMP (81.1%) cukup terjangkau, dan 7
SMP sulit terjangkau (7.7%).
2. Ketersediaan SMP dilihat dari tingkat kecukupan SMP untuk tiap kecamatan.
Kecukupan SMP tertinggi terdapat di Kecamatan Ampel, Kecamatan Boyolali,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Kecamatan Sawit, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sambi, Kecamatan Simo,
Kecamatan Karanggede, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, dan
KecamatanWonosegoro yaitu semua penduduk terlayani, sedangkan kecukupan
terendah terdapat di Kecamatan Cepogo dengan 17.101 penduduk tidak terlayani.
Ketersediaan prasarana SMP berdasarkan standar baku untuk SMP negeri sudah
lengkap baik untuk SMP negeri dengan akreditasi A, B, maupun belum
terakreditasi, sedangkan untuk SMP Swasta belum lengkap baik untuk SMP
Swasta dengan akreditasi B,C, maupun belum terakreditasi.
3. Berdasarkan penghitungan variabel dayalayan beberapa kecamatan di Kabupaten
Boyolali jumlah sekolahnya belum memenuhi kebutuhan meliputi: Kecamatan
Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan
Teras, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Kemusu, dan
Kecamatan Juwangi, sedangkan kecamatan lainnya sudah memenuhi kebutuhan
minimal. Daya layan ruang kelas di Kabupaten Boyolali hampir semua cukup
kecuali di Kecamatan Boyolali sehingga di Kabupaten Boyolali perlu adanya
penambahan ruang kelas, sedangkan untuk daya layan kelas jika dirata-rata tiap
kecamatan adalah 15 murid per guru, dan daya layan kelas menampung rata-rata
35 murid.
B. Implikasi
1. Dengan mengetahui persebaran, pola, dan jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali
dapat dijadikan acuan untuk pemilihan lokasi dalam mendirikan fasilitas
pendidikan khususnya SMP dan dijadikan sebagai bahan acuan kebijakan dalam
hal pendirian SMP.
2. Dengan mengetahui persebaran, pola, jangkauan, ketersediaan, dan daya layan
SMP di Kabupaten Boyolali dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
memilih SMP.
3. Penyajian informasi SMP dalam bentuk peta akan lebih mempermudah dalam
pengambilan keputusan dalam peningkatan layanan pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
C. Saran
1. Perlu penambahan ruang kelas di beberapa kecamatan di Kabupaten Boyolali,
kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan
Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Teras, Kecamatan Ngemplak,
Kecamatan Nogosari, Kecamatan Kemusu, dan Kecamatan Juwangi, sedangkan
untuk Kecamatan Ampel, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan
Banyudono, Kecamatan Sambi, Kecamatan Simo, Kecamatan Karanggede,
Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, dan Kecamatan Wonosegoro tidak
memerlukan penambahan ruang kelas karena SMP yang ada saat ini sudah
memenuhi kebutuhan.
2. Perlu penambahan prasarana pendidikan di SMP Swasta di Kabupaten Boyolali
baik untuk SMP Swasta dengan akreditasi B, C, maupun belum terakreditasi.
3. Beberapa SMP Swasta di Kabupaten Boyolali memiliki jumlah murid dan jumlah
prasarana yang memprihatinkan sehingga perlu mendapat perhatian dari
pemerintah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user