analisis semiotika diskriminasi gender dalam film...
TRANSCRIPT
ANALISIS SEMIOTIKA DISKRIMINASI
GENDER DALAM FILM “KARTINI” 2017
KARYA HANUNG BRAMANTYO
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memeperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh :
Sandra Oktaviani
1113051000204
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU
KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1440H/2019M
ABSTRAK
Sandra oktaviani / 1113051000204
Analisis Semiotika Diskriminasi Gender Dalam Film Kartini 2017 Karya
Hanung Bramantyo
Film pada umumnya mengangkat isu atau realitas yang ada didalam
masyarakat. Salah satu realitas sosial yang terjadi pada masyarakat saat ini adalah
ketimpangan gender yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Isu ini berkembang
sangat pesat hingga hari ini dan menuai berbagai macam reaksi dalam masyarakat
Indonesia. Masyarakat Indonesia yang notabene nya menjunjung tinggi adat
istiadat serta budaya nenek moyang dalam kehidupan sehari-hari masihlah sangat
bersifat patriarki dalam menafsirkan dan memposisikan kaum perempuan dalam
kehidupan sosial.
Film kartini 2017 masih menceritakan bagaimana sosok pahlawan perempuan
berasal dari Jepara yang hidup pada abad ke-18. Film ini Mencerminkan
bagaimana perempuan terdiskriminasi dan mengalami ketidakadilan gender
karena tradisi dan budaya masyarakat jawa. Melalui film tersebut, sang sutradara
berharap para penonton sadar akan diskriminasi gender yang ada dalam kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang diatas, pertanyaan dalam penelitian ini adalah
Bagaimana makna denotasi diskriminasi gender yang terkandung dalam film
Kartini 2017 ? Bagaimana makna konotasi diskriminasi gender yang terkandung
dalam film Kartini 2017? dan Bagaimana mitos diskriminasi gender yang
terkandung dalam film kartini 2017?
Penelitian ini mengacu pada paradiga konstruksionis dimana kosentrasi
analisisnya adalah menemukan bagaimana dan dengan cara apa realitas tersebut
dibentuk. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif .
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan analisis semiotika Roland
Bhartes.
Penelitian ini menggunakan teori ketidakadilan gender Mansour fakih.
Menurut Mansour fakih ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur
dimana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Teori
yang dikembangkan Mansour fakih juga membagi bentuk-bentuk ketidak adilan
gender menjadi 5 jenis yaitu marginalisasi, subbordinasi, stereotipe, kekerasan
dan beban kerja ganda.
Kata kunci : Semiotika, Diskriminasi, Gender, Film, Kartini
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim
Assalamu’alaikumWr.Wb
Alhamdulillahiroobil’alamin. Puji syukur atas segala kehendak
dan kemudahan yang Allah S.W.T limpahkan, berkat izin-Nya
akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Analisis Semiotika Diskriminasi Gender Dalam Film Kartini
2017 Karya Hanung Bramantyo”. Shalawat serta salam allah
curahkan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa kami
kepada jalan kebenaran.
Penulis secara khusus ingin mengucapkan terimakasih kepada
kedua orang tua penulis yaitu mamah Sri Mardiyah dan Ayah
Hendra Wijaya yang telah memberikan semangat dan doa yang
tiada hentikepada penulis karena berkat doa mereka penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga merkea selalu diberkahi oleh
Allah SWT dan akan selali dalam lindungan –Nya.
Selama masa penelitan, penyusunan, dan penulisan skripsi ini
penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari segala
pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Suparto, M.Ed., Ph.D. beserta jajarannya.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.si selaku dosen pembimbing
yang telah dengan sabar memberikan arahan kepada
penulis dan memberikan semangat untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.
3. Ketua Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam Drs.
Masran, MA serta Sekertaris Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam Fita Fathurokhmah, M.Si.
4. Seluruh Dosen Pengajar Dan Staf Akademik Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
menyediakan buku dan fasilitas lainnya untuk
mendapatkan refrensi dan memperkaya isi skripsi ini.
5. Seluruh keluarga besar penulis, Mbah Kakung, Mbah
Putri, Pakde, dan Bule, serta para sepupu yang selalu
memberikan support dan tekanan mental yang cukup
besar agar skripsi ini selesai.
6. Kawan-kawan penulis yang selalu menjadi semangat
untuk segera menyelesaikan skripsi ini Gita Purnama
Sendy, Hilda Anindiya Putri, Septia Putri, Haris Setiawan,
Mallory Sianturi, Taufiqqurahman, Rofi Ahmad Fauzi,
Tasya Octaviani, Faigha Arini dan Rizki Nurul Haq,
7. The special one Septian Prasetyo terimakasih telah
menjadi laki-laki yang hebat, kuat, tangguh, sabar dan
berjasa karena telah membantu penulis dalam melakukan
penelitian juga tak lupa memberikan saran bagi penulisan
skripsi ini.
8. Kawan-kawan RINGKAS (Riungan Kajian Sosial) Bung
Riski, Bung Riswan, Bung Aldi, Bung Agi, Bung Ikbal,
Bung Faskan serta adik-adik kesayangan yang selama ini
terus memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi
ini Hayatun Toyyibah, Neli Safitri, Nur Febbyanti, dan
Rahmawati Junia, yang selalu menjadi tempat menimba
ilmu dan berdiskusi mengenai kehidupan sosial.
9. Kawan-kawan JTV KPI Bang Asa, Bang Ridho, Bang
Reksa, Bang Tonet, Bang Tirai, Kak Bilqis, Intan, Elsa,
April, Eriana, Rofi, Rialdi, Dita, Humairah, Amira, Aul,
Kindi, dan Adit serta yang lainnya yang tidak bisa saya
sebutkan satu-persatu terimakasih banyak telah
memberikan ilmu dan pengalaman yang banyak sejak
awal hingga akhir perkuliahan.
10. Teman-teman LITBANG KOMPAS Bang Heri, Ka Ade,
Bang Miftah, Bang Eco, dan Bang Ertedy yang selalu
memberikan inspirasi untuk penulis.
11. Kawan-kawan SMGI-RAYA di UIN Serang, STIMIK
Raharja, UNISTA, UIN Jakarta, yang selalu dan tetap
Bergerak, Beserikat, Maju dan menang bersama rakyat.
Terimakasih selalu mendidik penulis dalam berorganisasi
12. Kawan-kawan POSPERA DPD Banten. Terimakasih telah
memberikan pelajaran berpolitik yang mengasyikan.
13. Kawan-kawan JIM (JARINGAN INDONESIA MUDA)
Terimakasih telah memberikan pelajaran dan doa bagi
penulis.
14. Kawan-kawan KKN Renaissance Imah, Puspa, Juliawan,
Fajar, dan Ojan Tiga laki-laki hebat yang selalu
menampung keluh kesah saya sebagai penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini..
15. Warga Desa Jugala Jaya Kampung Kembang Kuning
Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor Barat Emak Onih,
Teh Yanti, Kang Wawan, Kang Ewok, Kang Roy, Kang
Beni, Kang Alan, Kang Adul, Kang Ocis, Kang Macau,
Mang Jatna, Kang Robet, dan Bapak Sibli, yang selalu
mendoakan penulis agar sukses dalam menjalani masa
studi di Jakarta.
16. Kawan-kawan KPI E 2013 yang sejak dari awal bersama-
sama menemani dalam proses mengarungi pahit getirnya
bangku kuliah. Khusus perempuan-perempuan hebat dan
tangguh Ipeh, Nita, Caca, Winda, Farah, April, Fira, Putri,
Gaby, Ismi, Inggi, Intan, Ayu, Nisa.
17. Kawan-kawan Klise Fotografi angkatan 4 terimakasih atas
ilmu dan pengalaman yang telah diberikan selama ini Uci,
Egha, Ical, Linda, dan Muna.
18. Kawan-kawan GPS (Gerakan Perempuan Smgi Raya)
Ninda, Fadillah, Caca, Eva, Sella, Teh Eni. Terimakasih
atas doa yang kalian panjatkan untuk penulis agar segera
lulus.
19. Kawan-kawan FAM TANGERANG (Forum Aksi
Mahasiswa Tangerang) Oci, Rosid, Tomi Onta, Riski,
Shandi. Terimakasih atas semua doa yang kalian
panjatkan untuk penulis agar segera lulus.
20. Terimakasih kepada seluruh orang-orang yang telah
berjasa didalam kehidupan penulis yang penulis tidak bisa
sebutkan satu persatu, semoga kalian mendapatkan
balasan kebaikan yang lebih banyak dari Allah SWT.
Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dan kekhilafan
dalam menyusun skripsi ini karna itu penulis berharap adanya
kritik dan saran dari semua pihak semoga skripsi ini bisa
bermanfaat bagi semua pihak tanpa terkecuali.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta,…..…………2019
Sandra Oktaviani
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ................ Error! Bookmark not defined.i
DAFTAR ISI .............................................................................. 1
DAFTAR TABEL ..................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR ................................................................. 5
BAB I PENDAHULUAN .............Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang Masalah ...... Error! Bookmark not defined.
B. Batasan dan Rumusan Masalah ......... Error! Bookmark not
defined.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......... Error! Bookmark not
defined.
1. Tujuan Penelitian .....Error! Bookmark not defined.
2. Manfaat Penelitian ...Error! Bookmark not defined.
D. Tinjauan Pustaka .................. Error! Bookmark not defined.
E. Metodologi Penelitian ............. Error! Bookmark not defined.
1. Paradigma PenelitianError! Bookmark not defined.
2. Pendekatan PenelitianError! Bookmark not defined.
3. Subjek Ppenelitian ...Error! Bookmark not defined.
4. Objek Penelitian .......Error! Bookmark not defined.
5. Teknik Pengumpulan Data...................................... 34
6. Teknik Analisis Data .............................................. 35
F. Sistematika Penulisan .......................................................... 36
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................. 38
A. Landasan Teori ........................ Error! Bookmark not defined.
1. Semiotika ................................................................ 38
2. Gender ..................................................................... 44
3 Film ......................................................................... 63
B. Kerangka Berfiir ..................................................................... 78
BAB III GAMBARAN UMUM.............................................. 79
A. Gambaran Umum Film Kartini ............................................... 79
B. Sinopsis Film Kartini .............................................................. 86
C. Profil Sutradara dan pemain Film Kartini ............................... 90
D. Tim Produksi Film Kartini .................................................... 104
BAB IVDATA DAN TEMUAN PENELITIAN ................. 116
A. Deskripsi dan Data Penelitian ........................................... 116
BAB V PEMBAHASAN ..............Error! Bookmark not defined.
A. Marginalisasi ....................................................................... 203
B. Subbordinasi........................................................................ 205
C. Stereotype ............................................................................ 209
D. Kekerasan ............................................................................ 211
E. Beban Ganda. ...................................................................... 214
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................... 216
A. Kesimpulan ........................................................................... 216
B. Saran ..................................................................................... 217
DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 218
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Semiotika Roland Bhartes .............................................. 43
Tabel 2. Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender ........................... 47
Tabel 3. Penghargaan Festival Film Indonesia 2017 .................. 80
Tabel 4. Penghargaan Festival Film Bandung 2017 ................... 82
Tabel 5.Penhargaan Festival Film Tempo 2017 ......................... 83
Tabel 6.Penghargaan Indonesia Movie Actor Awards 2018 ...... 84
Tabel 7.Penghargaan Piala Maya 2018 ....................................... 85
Tabel 8.Nama Tim Produksi ..................................................... 104
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perempuan KDRT ................................................... 77
Gambar 2. Kerangka Berfikir .................................................... 78
Gambar 3. Sutrdara Hanung Bramantyo ................................... 90
Gambar 4. Raden Ajeng Kartini................................................ 93
Gambar 5. Raden Ajeng Kardinah ............................................ 94
Gambar 6. Raden Ajeng Roekmini ........................................... 95
Gambar 7. Yu Ngasirah............................................................. 96
Gambar 8. Yu Ngasirah Muda .................................................. 97
Gambar 9. Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat .................... 98
Gambar 10. Raden Ayu Moeryam ............................................ 99
Gambar 11. Raden Mas Sosrokartono .................................... 100
Gambar 12. Aden Ayu Soelasri .............................................. 101
Gambar 13. Raden Mas Slamet ............................................... 102
Gambar 14. Raden Mas Joyoadiningrat .................................. 103
Gambar 15. Kartini berjalan jongkok...................................... 117
Gambar 16. Ngasirah yang sedang meratapi Kartini .............. 120
Gambar 17. Kartini kecil menangis ........................................ 123
Gambar 18. Katini yang sedang dipingit................................. 130
Gambar 19. Katini yang sedang meratapi nasibnya ................ 132
Gambar 20. Kartini yang sedang belajar berjalan jongkok ..... 135
Gambar 21. Katini dan Soelastri merawat tubuh .................... 138
Gambar 22. Soelastri mencuci kaki suami .............................. 140
Gambar 23. Kardinah dan Roekmini masuk pingitan ............. 144
Gambar 24. Kartini, Kardinah dan Roekmini memasak ......... 146
Gambar 25. Moeryam melayani suami ................................... 149
Gambar 26. Kartini Kardinah & Roekmini Memberi Hormat 152
Gambar 27. Pak Atmo melarang Kartini keluar rumah .......... 155
Gambar 28. Bangswan yang Sedang Menggunjing ................ 159
Gambar 29. Kartini dicaci oleh R.M Busono .......................... 161
Gambar 30. Ngasirah terdiskriminasi oleh R.A Moeryam ..... 164
Gambar 31. Kardinah menangis .............................................. 169
Gambar 32. Roekmini menangis ............................................. 172
Gambar 33. Bangsawan Beraduargumentasi .......................... 176
Gambar 34, Kartini Menerima Kekerasan .............................. 181
Gambar 35.. Moeryam yang Sedang Menangis ...................... 186
Gambar 36. Soelastri yang Menjadi Korban Poligami ........... 191
Gambar 37. Kyai Soleh Darat Mengajarkan agama Islam…...198
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Media pembelajaran memiliki peranan penting dalam
menunjang kualitas proses belajar mengajar. Media juga dapat
membuat pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan. Salah
satu media pembelajaran yang sedang berkembang saat ini adalah
media audiovisual.1 Melalui audiovisual proses pembelajaran
menjadi menyenangkan dan dapat menjembatani siswa
memahami materi belajar dengan mudah. Salah satu media
audiovisual yang dapat digunakan dalam proses belajar adalah
film. Gambar bergerak yang dilengkapi dengan audio ini sejak
dahulu diyakini mampu memberikan nilai pendidikan bagi anak-
anak maupun semua kalangan usia. Baik itu film industri maupun
film khusus yang dibuat untuk pengajaran.2
Dalam acara forum diskusi bertajuk Pendidikan Lewat
Film yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Perfilman
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Aktor
sekaligus sutradara Aditya Gumay mengatakan,
1 Joni Purwono,Sri Yutmini,Sri Anitah, “Penggunaan Media Audio-
Visual Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 1 Pacitan”, Jurnal Teknologi Pendidikan Dan Pembelajaran
Vol.2, No.2, Hal 127 – 144, Edisi April 2014. Ditulis Artikel diakses pada
Selasa 27 Maret 2018 pukul 16.00 WIB. 2 Ramddha Mawaddha. Film Sebagai Media Belajar Kreatif Bagi
Anak. 2017. http://kabar24.bisnis.com/read/20171001/255/694595/film-
sebagai-media-belajar-kreatif-bagi-anak- artikel diakses pada Selasa 27 Maret
2018 pukul 16.51 WIB.
2
“Film tak hanya memiliki fungsi menghibur ataupun
sebagai hasil budaya saja”. Namun, sutradara kelahiran 4
Oktober 1966 sangat sepakat jika film dianggap sebagai
media pendidikan. Oleh karena itu, Aditya menekankan
untuk tidak membuat film yang sia-sia."Film itu
pengerjaannya minimal enam bulan. Jadi jangan bikin
film yang sia-sia, Oleh karena itu Saya cukup berhati-
hati dalam membuat film karena film saya harus menjadi
amal jariyah," ujarnya dalam diskusi tersebut.3
Selain untuk pembelajaran, film adalah salah satu bentuk
media komunikasi yang cukup efektif bagi masyarakat. Adapun
media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur
masyarakat satu dengan masyarakat lainnya melalui produk
media massa yang dihasilkannya.4 Onong Uchyana memberikan
definisi komunikasi massa sebagai komunkasi yang
menggunakan media massa modern diantaranya adalah surat
kabar, film, radio, internet dan televisi. Tidak mengherankan jika
pembahasan tentang komunikasi massa selalu melibatkan media
massa sebagai objek penelitian.5 Dari berbagai bentuk media
komunikasi massa yang cukup banyak jumlahnya, salah satu
bentuk dari media komunikasi yang akan penulis bahas dalam
bentuk penelitian saat ini adalah film.
Film merupakan sesuatu yang unik di bandingkan dengan
media lainnya karena sifatnya bergerak secara bebas dan tetap.
3 Ramddha Mawaddha. Film Sebagai Media Belajar Kreatif Bagi Anak.
2017. http://kabar24.bisnis.com/read/20171001/255/694595/film-sebagai-
media-belajar-kreatif-bagi-anak- artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018
pukul 16.51 WIB. 4 Burton, Grame. Media Dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra,
2012. 5 Uchjana,Onong. Effendi, Ilmu Komunikasi : Teori Dan Praktek.
Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, cetakan XVI .2000.
3
Penerjemahannya melalui gambar-gambar visual dan suara yang
nyata juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai
subjek yang tidak terbatas ragamnya.6 Kelebihan film lainnya
adalah dapat merangkul masyarakat dari berbagai golongan dari
golongan bawah hingga golongan atas. Unsur inilah yang
membuat film menjadi salah satu bentuk seni alternatif yang
banyak diminati masyarakat. Dengan mengamati secara seksama
apa yang memungkinkan ditawarkan sebuah film melalui
peristiwa yang ada dibalik ceritanya, film juga merupakan
ekspresi atau pernyataan dari sebuah kebudayaan serta
mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang kadang-kadang
kurang jelas terlihat dalam masyarakat.7
Pada awalnya film dinikmati sebagai selingan saat prime
time saja atau waktu luang oleh masyarakat. Film yang
dihadirkan pun beraneka ragam jenisnya. Ada tiga jenis utama
film yaitu fitur, dokumentasi dan animasi atau lebih dikenal
dengan film kartun. Namun yang lebih sering diminati
masyarakat adalah film fitur, merupakan karya fiksi yang
strukturnya selalu berupa narasi, yang dibuat melalui tiga tahap,
yaitu tahap praproduksi merupakan masa berlangsungnya
pembuatan skenario yang dapat diadaptasi dari sebuah novel atau
karya cetakan yang lainnya. Kemudian, tahap produksi, dimana
pada tahap ini merupakan tahap berlangsungnya pembuatan film
berdasarkan skenario. Tahap terakhir pembuatan film adalah
6 Joseph, M. Boggs. The Art Of Watching Film, (Terj) Sani, Asrul.
Jakarta: Yayasan Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1986. 7 Pranajaya, Adi. Film Dan Masyarakat : Sebuah Pengantar. Jakarta: BP
SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail. 1999.
4
tahap post-produksi (editing) ketika semua bagian menjadi satu
kisah yang menyatu.8 Begitulah setiap proses panjang dalam
pembuatan film yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para
penikmatnya.
Para pembuat film dapat menyampaikan pesan-pesan
tertentu dalam setiap produksi filmnya termasuk kritik-kritik
sosial dan refleksi atas kenyataaan yang tejadi dalam masyarakat.
Salah satu persoalan representasi dalam film dan juga produk
media lainnya yang sampai saat ini banyak diperdebatkan adalah
persoalan diskriminasi gender. Salah satu film yang pernah
menjadi perdebatan dikalangan masyarakat luas adalah
perempuan berkalung sorban yang dirilis pada tahun 2009, film
yang dibintangi oleh Revalina S. Temat, Reza Rahardian, dan di
sutradarai oleh Hanung Bramantyo ini menuai berbagai polemik
di lingkungan masyarakat, karena film ini mengangkat isu
perempuan yang terdiskriminasi di lingkungan pondok pesantren.
Film ini banyak menuai kecaman dari berbagai pihak seperti
Pengurus Besar Nadratul Ulama (PBNU).
Sekjen PBNU Endang Turmudi menyatakan
keprihatinannya atas penayangan film perempuan
berkalung sorban yang dinilainya mendeskriditkan
pesantren “pesantren dalam film tersebut digambarkan
sangat tidak sesuai dengan realitas, sebagai institusi
pendidikan agama yang kolot, anti perubahan, dan
tertutup”.9
8 Danensi Marcel, Pengantar Memahami Semiotika Media. Yongyakarta:
Jalasutra. 2010. 9 Makruf. PBNU Prihatin Film PBS (Perempuan Berkalung Sorban)
Deskriditkan Pesantren. 2009. http://www.nu.or.id/post/read/15923/pbnu-
prihatin-film-pbs-diskreditkan-pesantren dirulis oleh Makruf artikel diakses
pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 16.51 WIB.
5
Selain film Perempuan Berkalung Sorban, film lain yang
cukup mengguncang industri perfilman Indonesia adalah film
Marlina Sang Pembunuh Empat Babak. Film yang menceritakan
Marlina seorang janda yang mengalami kekerasan, pelecehan dan
pemerkosaan. Tokoh Marlina menggambarkan realisme sosial
seperti ketimpangan gender dan semangat feminisme seorang
perempuan. Mouly Surya dan Rama Adi sebagai penulis naskah
serta ide cerita oleh Garin Nugroho, menghadirkan budaya yang
sangat patriarki, di mana perempuan hanya berurusan soal dapur
dan kasur, perempuan harus tunduk kepada laki-laki.10
Hal ini
mempresentasikan salah satu gambaran budaya bias gender
dibeberapa suku di Indonesia yang masih menilai perempuan
berbeda kedudukannya dengan laki-laki.
Sama halnya dengan perfilman di Indonesia yang mulai
menyampaikan gagasan kaum feminis, perfilman di dunia barat
pun demikian bahkan gagasan-gagasan seperti itu sudah muncul
jauh lebih dulu pada tahun 1980-an yaitu film the stepford wives
yang cukup berbeda dengan realitas berbeda dengan realitas
perfilman tahun 1960-an dimana cenderung menyampaikan
perempuan sebagai objek laki-laki. Muenurut Mulvey (1974)
dalam jurnal “Arus Baru Feminisme Islam Indonesia dalam Film
Religi” yang ditulis oleh Lukman Hakim menyatakan bahwa
10 Agustina Rasyida. Marlina Semangat Feminisme Ditengah Budaya
Patriarki. 2017. https://beritagar.id/artikel/seni-hiburan/marlina-semangat-
feminisme-di-tengah-budaya-patriarki artikel diakses pada Selasa 27 Maret
2018 pukul 19.41 WIB.
6
eksplorasi tubuh perempuan yang ada pada sinema Hollywood
klasik merupakan objek dari keinginan maskulin dalam rangka
untuk membangkitkan kesenangan dalam masyarakat
phallocentric. Objek dan citra tubuh perempuan yang dihadirkan
melalui film menjadi sumber untuk membangkitkan hasrat
seksual melalui fantasi.11
Melalui fantasi penonton dianggap mampu memberi arti
untuk objek serta untuk membangkitkan keinginan seksual.
Secara teoritis Muvley menegaskan bahwa dalam sistem
masyarakat patriarki cara laki-laki menonton bersifat aktif,
sedangkan perempuan bersifat pasif namun pada tiga dekade
belakangan juga dikenal sebagai gelombang ke tiga gerakan
feminisme, film-film barat menampilkan wajah yang berbeda.
Menurut Masment dalam jurnal “Arus Baru Feminisme Islam
Indonesia dalam Fim Religi” yang ditulis oleh Lukman Hakim
menyatakan bahwa akibat gerakan feminisme, televisi dan film
bioskop akhirnya cenderung mengangkat isu-isu ketidakadilan
gender secara serius. Beberapa film seperti the stepford wives
yang di produksi pada 1974 dan kemudian di remake pada 2004.
Film ini secara tegas melakukan kritik atas dominasi sistem
patriarki yang mengakar di masyarakat barat saat itu.12
Perdebatan seputar representasi dalam film tidak hanya
mengundang ketertarikan para pemikir dan peneliti media
studies maupun cultural studies, tetapi juga melibatkan kontestasi
11
Lukman Hakim, “Arus Baru Feminisme Islam Indonesia dalam Film
Religi”, Jurnal Komunikasi Islam Vol 3, no 02, Desember 2013. h.251. 12
Lukman Hakim “Arus Baru Feminisme Islam Indonesia dalam Film
Religi”, Jurnal Komunikasi Islam Vol 3, no 02, Desember 2013. h.251.
7
dari para pemikir gender dan feminis. Film diposisikan sebagai
medan yang di dalamnya terus berlangsung proses produksi
makna melalui representasi stereotip tentang perempuan maupun
laki-laki. Representasi tersebut tidak hanya berkutat dalam hal
bagaimana tubuh dicitrakan, tetapi juga berkaitan dengan
persoalan tematik yang divisualisasikan melalui citra-citra filmis.
Representasi gender tersebut sangat erat kaitannya dengan relasi
kuasa dan wacana ideologis yang berlangsung dalam peta budaya
sebuah masyarakat dalam periode partikular.13
Representasi perempuan oleh media massa, senantiasa
digambarkan sangat tipikal yaitu tempatnya ada di rumah,
berperan sebagai ibu rumah tangga, dan pengasuh, tergantung
kepada pria, tidak mau menggambil keputusan penting, menjalani
profesi terbatas, selalu melihat pada dirinya sendiri, sebagai objek
seksual/simbol seks, selalau disalahkan, bersikap pasif, serta
menjalankan fungsi sebagai pengkonsumsi barang atau jasa dan
sebagai alat pembujuk. Selain itu eksistensi wanita juga tidak
terwakili secara proposional di media massa baik itu di media
hiburan maupun media berita.14
Melalui penggambaran semacam itu, menurut Fry dalam
buku Sunarto “Televisi, Kekerasan dan Perempuan” kaum
perempuan juga mengalami kekerasan dan penindasan yang
dilakukan oleh suatu jaringan kekuasaan, dalam berbagai bentuk,
13 Ikwan Setiawan. Representasi Perempuan Film Dan Hegemoni
Patriarki. 2016. http://matatimoer.or.id/2016/03/22/representasi-perempuan-
film-dan-hegemoni-patriarki-bagian-1/ artikel diakses pada Selasa 27 Maret
2018 pukul 19.08 WIB. 14
Sunarto. Televisi, Kekerasan Dan Perempuan. Jakarta: PT.Kompas
Media Nusantara. 2009.
8
misalnya, berupa diskriminasi kerja, diskriminasi upah, pelecehan
seksual, ketergantungan pada suami, pembatasan peran sosial,
sebagai perempuan, ibu rumah tangga dan lain sebagainya.15
Dari
berbagai macam pendapat yang telah dikemukakan diatas,dapat
terlihat bagaimana peran gender dikonstruksi oleh media yang
menjadi alat komunikasi paling efektif dalam mengkonstruksi
pola pikiran masyarakat.
Masalah ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan
sudah ada sejak jaman nenek moyang kita. Hal ini dijelaskan
pada buku “Sarinah” yang ditulis oleh Soekarno. Ketika
perempuan tidak bisa berburu bersama para laki-laki karena ia
mengandung dan menjaga anak-anaknya.
“Dialah petani yang pertama, tetapi dia pulalah yang
pertama sekali mulai terbuka ingatannya membuat
rumah. Laki-laki masih banyak lari kian kemari di
hutan, di tepi sungai, di pantai laut, di padang-padang
rumput di rawa-rawa- tetapi dia perempuan karna
menjaga hamilnya dan anak-anaknya yang kecil serta
kebunnya yang sederhana tetapi tidak dapat
ditinggalkan itu, dia mulai membuat tempat kediaman
yang tetap.” Disinilah awal mula perempuan dianggap
sebagai manusia nomer dua karna tidak bisa ikut
berburu bersama laki-laki.16
Selain Soekarno, sejarahwan Reggie Bay juga menjelaskan
penindasan perempuan yang terjadi pada masa kolonialisme
Hindia Belanda dalam bukunya “nyai dan penggundikan di
Hindia Belanda”. Pada buku tersebut terungkap sejarah
penggundikan perempuan terjadi hampir sepanjang masa
15 Sunarto. Televisi, Kekerasan Dan Perempuan. Jakarta: PT.Kompas
Media Nusantara. 2009. 16
Soekarno, Sarinah. Bandung: Syabas Books. 2013.
9
kolonialisme Belanda di Indonesia, yaitu pada awal abad ke-16
sejak kedatangan sejumlah besar rombongan dagang Eropa ke
Negara asia rombongan dagang tersebut di dominasi oleh laki-
laki dan hanya sedikit perempuan yang ikut serta, defisit
perempuan rupanya menjadi permasalahan tersendiri bagi banyak
laki-laki Eropa. Defisit tersebut dapat diatasi dengan
penggundikan dimana laki-laki kulit putih hidup bersama
perempuan dari berbagai etnis di Indonesia Jawa, Sunda,
Tionghoa dan Jepang. Hal ini membuktikan bahwa relasi antara
laki-laki dengan perempuan yang mana menyangkut
kedudukannya didalam rumah tangga ataupun kehidupan sosial
merupakan sebuah isu yang sangat sensitif dan selalu menarik
untuk diperbincangkan sampai sekarang, problematika tersebut
masih belum menemukan titik terang serta pertemuan
kesepahaman.
Selain Reggie Bay dan Soekarno, seorang sastrawan
terkemuka di Indonesia yaitu Pramodya Ananta Toer juga ikut
merefleksikan kehidupan perempuan pada masa koloniliasme
Belanda dan Jepang dalam beberapa novelnya.Bumi Manusia
merupakan salah satu novel trilogy yang dibuat oleh Pram semasa
menjadi tahanan politik dimasa orde baru dan diasingkan di pulau
Buru. Dalam novel ini Pram menceritakan bagaimana realitas
perempuan dari kelas menengah kebawah yang hidup dimasa
kolonial yang dijual oleh orangtua nya agar menjadi seorang
“Nyai” (sebutan untuk perempuan peliharaan/perempuan
simpanan orang Belanda). Tokoh Nyai Ontosoroh yang hanya
seorang gundik dari seorang tuan tanah Belanda yang berkuasa,
10
menggambarkan bagaimana citra perempuan yang bergelar
“Nyai” mendapatkan berbagai macam diskriminasi dari pihak
pemerintahan Belanda dimasa itu.
Berbagai contoh diatas mengemukakan bagaimana konsep
gender tersebut didalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia
dari masa kolonialisme hingga sekarang. Konsep gender adalah
satu sifat yang melekat pada laki-laki ataupun perempuan yang di
konstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa
perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau
keibuan.semantara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan,
perkasa.17
Konsep tersebut seperti seperangkat peran yang
mempunyai kostum ataupun topeng dalam teater menyampaikan
kepada orang lain bahwa kita adalah feminis ataupun maskulin.
Salah satu hal yang paling menarik dalam gender adalah peran-
peran itu berubah seiring waktu dan berbeda antara satu kultur
dan kultur lainnya.18
Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah
sepanjang tidak melahirkan sifat ketidakadilan gender (gender
inequalities). Namun, yang menjadi persoalan ternyata perbedaan
gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi kaum
laki-laki dan terutama bagi kaum perempuan. Ketidakadilan
gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-
laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Untuk
17
Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial.
Yongyakarta: Insist Press. 2016. 18
Julia, Claves Mosse. Gender Dan Pembangunan. Yongyakarta:
Pustaka Pelajar. 1996.
11
memahami bagaimana perbedaan gender menyebabkan
ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui berbagai manifestasi
ketidakadilan yang ada ketidakadilan gender termanifestasikan
dalam bentuk ketidakadilan yakni, marginalisasi atau proses
pemiskinan ekonomi, subbordinasi atau anggapan yang tidak
penting bagi keputusan politik, pembentukan stereotype atau
melalui pelabelan negatif kekerasan (violence), beban kerja lebih
banyak (burden) serta sosialisasi ideologi nilai peran gender.
Manifestasi ketidakadilan gender tidak bisa dipisah-pisahkan
karena saling berkaitan dan berhubungan saling mempengaruhi
secara dialektis.19
Untuk memahami secara mendalam konsep gender dalam
agama islam, maka terlebih dahulu perlu difahami asal-usul dan
subtansi kejadian manusia laki-laki dan perempuan baik itu dari
segi subtansi maupun dari segi fungsi dan status. Dalam Al-
Qur‟an asal-usul kejadian manusia dapat dilihat di dalam
beberapa kategori yaitu asal-usul manusia sebagai makhluk
biologis, asal-usul spesies manusia pertama yakni adam dan
hawa, asal-usul reproduksi manusia dan subtansi manusia itu
sendiri. 20
Pada dasarnya laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang
sejajar dihadapan tuhan. Beberapa ayat dalam Al-Qur‟an yang
popular dijadikan rujukan tentang setaranya kedudukan laki-laki
19
Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial.
Yongyakarta: Insist Press. 2016. 20
Umar, Nazaruddin. Argument Kesetaraan Jender Prespektif Al-Qur’an.
Jakarta: Paramadina. 2011.
12
dan perempuan terdapat di dalam firman Allah Q.s. al-Hujurat
ayat 1321
yang berbunyi:
الىاس إوا خلقىاكم مه ذكر وأوثى وجعلىاكم شعىبا وقبائل لتعارفىا إن أكرمكم يا أيها
عليم خبير أتقاكم إن للا عىد للا
Artinya :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara
kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”.
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan sejak awal diciptakan oleh tuhan
dalam kapasitasnya sebagai hamba. Keduanya mempunyai
potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal.
Hamba ideal dalam al-Qur‟an diistilahkan dengan orang-orang
yang bertaqwa. Untuk mencapai derajat ketaqwaan ini tidak
dikenal dengan adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa,
atau kelompok etnis tertentu.22
Kehususan-kehususan yang diperuntukan kepada laki-laki
seperti seorang suami setingkat lebih tinggi diatas istri, laki-laki
21
Umar, Nazaruddin. Argument Kesetaraan Jender Prespektif Al-Qur’an.
Jakarta: Paramadina. 2011. 22
Umar, Nazaruddin. Argument Kesetaraan Jender Prespektif Al-Qur’an.
Jakarta: Paramadina. 2011.
13
pelindung bagi perempuan, memperoleh warisan yang lebih
banyak, menjadi saksi yang efektif, dan diperkenankan
berpoligami bagi mereka yang memenuhi syarat, akan tetapi ini
semua tidak menyebabkan laki-laki menjadi hamba yang utama.
Kelebihan-kelebihan ini diberikan kepada laki-laki dalam
kapasitasnya sebagai anggota masyarakat yang memiliki peran
publik dan sosial lebih ketika ayat-ayat al-qur‟an diturunkan.23
Sedangkan masih banyak orang yang menganggap perbedaan
kedudukan antara laki-laki dan perempuan atau dikriminasi
gender yang ada dalam kehidupan sosial adalah hal yang biasa
terjadi dan dibenarkan oleh agama. Mereka tidak merasa di
diskriminasi didalam kehidupan sehari-hari baik kaum
perempuan ataupun laki-laki sudah menggap ini semua adalah
kodrat dari tuhan.
Konstruksi sosial dan kebudayaan diatas adalah sedikit
contoh adanya ideologi bias gender yang ada di dalam media
massa dan lingkungan masyarakat. Hal ini mengakibatkan
persoalan posisi perempuan yang sealalu berada dibawah laki-
laki. Bias gender dan budaya patriarki tidak dapat dilepaskan dari
berbagai pesan yang telah disampaikan oleh media. Hal ini dapat
memperteguh bahwa media massa dikuasai oleh kelompok yang
mengkonstruksi ketidakadilan gender dalam media massa.
Film-film Indonesia seiring dengan perkembangannya ikut
juga mengangkat permasalahan diskriminasi gender yang ada
23
Umar, Nazaruddin. Argument Kesetaraan Jender Prespektif Al-Qur’an.
Jakarta: Paramadina. 2011.
14
dalam kehidupan sehari-hari seperti yang telah penulis sebutkan
diatas yaitu perempuan berkalung sorban, Marlina sang
pembunuh empat babak dan ronggeng Dukuh Paruk. Film Kartini
2017 yang dibintangi oleh Dian Satro Wardoyo merupakan salah
satu dari sekian banyaknya film yang mengangkat tema
perempuan. Film Kartini hadir sebagai tolak ukur sosok
perempuan Indonesia hingga hari ini. Film Kartini juga banyak
mendapatkan simpatik dan pujian masyarakat Indonesia dan
dunia internasional ini terbukti pada di putarnya film Kartini di
PBB dalam acara memperingati hari perempuan internasional
yang jatuh pada bulan Maret 2018 lalu.
Film Kartini diputar di Markas PBB dalam rangka
partisipasi Indonesia dalam pertemuan Commission on
the Status of Women (CSW) yang bertema Challenges
and opprtunities in achieving gender equality and the
empowerment of rural women and girls (tantangan dan
peluang dalam memperoleh kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan / gadis muda pedesaan). ke-62
atas rekomendasi Perutusan Tetap Republik Indonesia
(PTRI). Dalam kesempatan ini film Kartini diputar untuk
menunjukkan kepada dunia bagaimana perjuangan
perempuan Indonesia mendorong emansipasi dan
pemberdayaan perempuan24.
Selain itu, di Indonesia sendiri film Kartini juga banyak
mendapat apresiasi ini di buktikan dengan Puluhan penghargaan
masuknya film ini di berbagai nominasi dalam festival film
24 Tri Susanto Setiawan. Kartini Di Putar Di Markas PBB (Persatuan
Bangsa-Bangsa). 2018.
https://entertainment.kompas.com/read/2018/03/20/174336610/film-kartini-
diputar-di-markas-pbb. artikel diakses pada Tanggal 02 April 2018 Pukul
16.53 WIB.
15
Indonesia 2017 yang diselenggarakan pada November ini di
Manado Sulawesi Utara dari 16 kategori nominasi yang ada
dalam FFI 2017, film Kartini masuk 13 nominasi. Sebagai, film
yang paling banyak meraih nominasi di Festival Film Indonesia25
.
Berangkat dari berbagai permasalahan diatas tentang adanya
anggapan kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin
yang menyebabkan pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab
perempuan. Sehigga perempuan harus bekerja keras untuk
menjaga kebersihan dan kerapihan rumah tangganya mulai dari
mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air untuk mandi
hingga memelihara anak.26
Pernyataan tersebut terwakilkan dalam film Kartini semiotika
gender dalam film Kartini sangat menarik untuk penulis teliti
lebih lanjut karena sosok Kartini adalah simbol dari emansipasi
perempuan Indonesia. Selain itu yang membuat penulis tertarik
untuk melakukan penelitian tentang film Kartini, karena di era
modern ini banyak perempuan masih belum mengetahui bentuk-
bentuk diskriminasi gender yang ada dilingkungan sosialnya.
Maka dari berbagai macam latar belakang permasalahan diatas
penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS
SEMIOTIKA DISKRIMINASI GENDER DALAM FILM
KARTINI 2017 KARYA HANUNG BRAMANTYO”
25
Andi Muttya Kateng. Kartini Dan Pengabdi Setan Mendominasi FFI.
2017. http://entertainment.kompas.com/read/2017/10/05/233120210/kartini-
dan-pengabdi-setan-mendominasi-ffi-2017 artikel di akses Pada Tanggal 21
November 2017 Pukul 22.37 WIB. 26
Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta: Insist Press. 2008.
16
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah
diuraikan diatas, maka untuk lebih memfokuskan dan
mempermudah penyusunan skripsi ini penulis membatasi ruang
lingkup penelitian pada bentuk diskriminasi gender yang terdapat
pada setiap scane film Kartini 2017 dari bagian awal hingga akhir
film tersebut. Dengan menggunakan teori analisis gender
Mansour Fakih yang membagi bentuk gender menjadi lima
bagian yaitu, marginaalisasi, subbordinasi, stereotype, kekerasan
dan beban ganda, penulis juga akan menggunakan teori
penandaan semiotika Roland Bhartes yang membagi semiotika
menjadi tiga unsur yaitu denotasi, konotasi, dan mitos.
Berdasarkan batasan diatas maka penulis merumuskan
permasalahannya yaitu sebagai berikut :
1) Bagaimana makna denotasi diskriminasi gender yang
terkandung dalam film Kartini 2017 ?
2) Bagaimana makna konotasi diskriminasi gender yang
terkandung dalam film Kartini 2017 ?
3) Bagaimana makna mitos diskriminasi gender yang
terkandung dalam film Kartini 2017 ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan
penelitain ini adalah :
1) Untuk mengetahui makna denotasi diskriminasi
gender yang terkandung pada film Kartini 2017.
17
2) Untuk mengetahui makna konotasi diskriminasi
gender yang terkandung pada film Kartini 2017.
3) Untuk mengetahui makna mitos diskriminasi
gender yang terkandung pada film Kartini 2017.
2. Manfaat penelitian
1) Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan kepada seluruh civitas akademika
Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam yang mengkaji
semiotika dalam sebuah film yang mana dalam
penelitian ini menggunakan analisis semiotika
model Roland Barthes.
2) Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan secara akademik untuk pengembangan
kurikulum di Jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam tentang bagaimana pentingnya kajian
gender dalam sebuah media dan diharapkan dapat
membuat bahan ajar untuk mata kuliah gender
dan media massa.
3) Penelitian ini dapat digunakan oleh para praktisi
film yaitu sutradara, produser, dan penulis
skenario film sebagai salah satu evaluasi
kelebihan kekurangan film yang telah dibuat
sebelumnya, sehingga untuk kedepannya dapat
membuat serta menghasilkan banyak film-film
18
yang lebih berkualitas dan mempuyai sensitivitas
gender.
D. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian yang sudah dilakukan terkait
semiotika dan mengenai Raden Ajeng Kartini sehingga skripsi
ini bisa menjadi pelengkap dari tulisan-tulisan sebelumnya.
penelitian tersebut antara lain :
1) Skripsi :“Potret Wanita Jawa Dalam Film Kartini”
Disusun oleh : Defti Rianti
Fakultas Adab dan Ilmu Budaya (UIN Sunan Kalijaga
Yongyakarta)
Tahun : 2014
Isi : Dalam penelitian ini, peneliti meneliti film
R.A Kartini yang dibuat oleh Sjuman Djaya pada
tahun 1982 dan dibintangi oleh Yenni Rahman
sebagai Raden Ajeng Kartini. Penelitian yang
dilakukan oleh Defti ini menggunakan teori
pengaruh budaya yang menjelaskan bahwa sesuatu
yang mendukung budaya tercipta dan mampu
bertahan sebagaimana budaya yang ada. Penelitian
defti ini cenderung lebih melihat bagaimana
budaya tercipta, tumbuh, berkembang dan
mengakar pada kehidupan perempuan Jawa.
karena Defti adalah seorang mahasiswi jurusan
sejarah kebudayaan islam yang setiap
penelitiannya lebih fokus kepada kebudayaan dan
sejarah.
19
Keterkaitan : Terdapat keterkaitan antara
penelitian ini degan penelitian diatas yaitu sama-
sama meneliti pahlawan perempuan yang lahir di
bumi Jepara yaitu Kartini namun dalam penelitian
terdahulu hanya menekankan pada nilai budaya
para wanita Jawa dalam film Kartini di tahun 1983
yang lalu. Sedangkan dalam penelitian ini
berobjektifkan film biopik terbaru Kartini yang
tayang pada tahun 2017 dan di sutradarai oleh
Hanung Bramantyo ini lebih menekankan pada
penandaan nilai diskriminasi gender. Dengan
menggunakan teori semiotika Roland Barthers.
Perbedaan : peneliti sebelumya menggunakan teori
analisis budaya sedangkan peneletian kai ini,
peneliti lebih fokus pada tataran ilmu komunikasi
karena peneliti menggunakan teori semiotika
komunikasi dalam melihat objek penelitian.
Kelebihan : peneliti memakai teori kebudayaan
dalam menganalisis objek, dengan cara ini peneliti
menggali lebih dalam bagaimana awal mula
kebudayaan yang bersifat diskriminatif terhadap
perempuan.
Kekurangan : kekurangan dari penelitian ini, sang
peneliti kurang menggali lebih jauh tentang
sejarah Kartini sendiri. Peneliti tidak datang ke
Jepara atau Rembang untuk menggali penelitian
20
sejarahnya lebih lanjut. Peneliti hanya berpedoman
pada film yang peneliti tonton.
2) Skripsi tentang “Konsep Pendidikan Perempuan R.A
Kartini Dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang”
Disusun oleh : Siti Kholisoh
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (IAIN Salatiga )
Tahun : 2016
Isi : Dalam penelitian ini Siti sebagai peneliti,
meneliti bagaimana konsep pendidikan bagi
perempuan menurut R.A Kartini. Penelitian ini
bersifat literature (kepustakaan) yang berfokus
pada referensi buku dan sumber-sumber yang
relevan. Penelitian dilakukan dengan mencermati
sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-
buku, artikel atau sumber lain yang berkaitan
dengan R.A. Kartini. Adapun metode
pengumpulan data menggunakan Library
Research.
Keterkaitan : Terdapat keterkaitan yang sama yaitu
meneliti tentang R.A Kartini akan tetapi pada
penelitian ini lebih kepada relevansi konsep
pendidikan perempuan yang dicetuskan oleh R.A
Kartini dan pada skripsi ini lebih kepada
objektifitas buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”
yang ditulis oleh Kartini. Sedangkan dalam
penelitian ini penulis lebih menekankan pada
penandaan nilai diskriminasi gender yang
21
tercermin dalam film Kartini 2017. Dengan
menggunakan teori semiotika Roland Barthers.
Perbedaan : pada penelitian sebelumnya peneliti
lebih fokus kepada tataran ilmu pendidikan yang
diusung oleh Kartini dan bagaimana konsep
pendidikan yang di usung oleh Kartini. Kali ini
penulis akan lebih fokus dalam tataran ilmu
komunikasi dengan menggunakan teori semiotika.
Kelebihan : peneliti dapat mengaplikasikan konsep
pendidikan perempuan dari Kartini dalam
pendidikan formal dan menjalakan profesinya
sebagai guru.
Kekurangan : menurut peneliti, kekurangan dari
penelelitian ini adalah siti sebagai peneliti hanya
melakukan metode pengumpulan data
menggunakan Library Research. Seharusnya siti
sebagai peneliti datang ke Jepara dan Rembang
untuk melakukan wawancara lebih dalam
kepadatim peneliti rumah Kartini.
3) Skripsi : “Analisis Semiotik Nilai-Nilai Nasionalisme
Dalam Film Guru Bangsa Tjokroaminoto”
Disusun oleh : Egy Giana Setyaningsih
Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi (UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta)
Tahun : 2016
Isi : dalam penelitian ini, film Guru bangsa
Tjokroaminoto sebagai objek yang diteiti. Film
22
yang juga karya Hanung Bramatyo ini menjadi
menarik karna film biopic dari salah satu
pahlawan yang mungkin saat ini jejaknya hampir
hilang tenggelam, yaitu Tjokroaminoto. Peneliti
memakai memakai analisis teori semiotika Roland
Brathers. Yang membagi teori semiotika menjadi
3 yaitu denotasi, konotasi dan mitos.
Keterkaitan : terdapat keterkaitan yang sama yaitu
meneliti film bergenre Biopik yang bercerita
tentang sosok salah satu pahlawan di negri ini
yaitu Tjokroaminoto dan memakai analisis teori
semiotika Roland Brathers. Sedangkan dalam
penelitian ini penulis lebih menekankan pada film
biopic pahlawan perempuan yaitu “Kartini” dan
menekankan sikap diskriminasi gender dalam film
tersebut.
Perbedaan : perbedaan dari penelitian ini adalah
objek dari penelitian. Pada penelitian sebelumnya,
peneliti menggambil objek film Tjokroaminito.
Dan pada penelitian kali ini peneliti menggambil
film Kartini 2017
Kelebihan : bahan refrensi yang penulis gunakan
bukan hanya sekedar film, tapi buku-buku
menggenai pemikiran Tjokroaminoto juga penlis
cantumkan.
Kekurangan : peneliti hanya mengambil 10 scane
saja untuk dianalisis menggunakan semiotika
23
Roland Bhartes. Sangat sedikit dan tidak
mereprestasikan film secara keseluruhan.
4) Skripsi : “Analisis Semiotik Makna Emansipasi Wanita
Dalam Islam Pada Film Dokumenter He Named Me
Malala”
Disusun oleh : Kiki Rifqi Nasrullah
Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi (UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta)
Tahun : 2016
Isi : penelitian ini lebih berfokus pada makna
emasipasi wanita dalam islam. Dalam skripsi ini
sang peneliti memakai teori semiotik Charles
Sanders Pierce, yang membagi semiotika menjadi
ikon, indeks, dan simbol.
Keterkaitan : penelitian ini dengan penelitian yang
sebelumnya yaitu subjek dari penelitian nya adalah
perempuan.
Perbedaan : perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah tentang teori
semotika yang penulis gunakan teori yang
sebelumnya menggunakan Charles Sanders Pirce,
dan penelitian kali ini penulis menggunakan teori
semiotika Roland Bharthes.
Kelebihan : penulis merupakan seorang laki-laki
yang meneliti emansipasi perempuan dan dalam
hal ini penulis dapat mengaplikasikan emasipasi
perempuan dalam kehidupan sehari-hari.
24
Kekurangan : penelitian ini memakai teori Charles
Sanders Pierce, yang kurang mendalam untuk
menganalisis penelitian perempuan.
Tinjauan pustaka lainnya juga penulis ambil dari beberapa
jurnal ilmiah yang bersangkutan dengan penelitian diskriminasi
gender tersebut diantaranya :
1) Jurnal :“Diskriminasi Gender Dalam Film Perempuan
Berkalung Sorban”
Oleh : Zinal Arifin Emka (Dosen Sekolah Tinggi Ilmu
Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya)
Isi : jurnal ini berisi analisis bagaimana
diskriminasi gender ditampilkan dalam film
perempuan berkalung sorban, karya Hanung
Bramantyo. Jurnal ini menghitung berapa jumlah
sikap dikriminasi yang ada dalam film tersebut.
Penulis menganalisis sikap diskriminasi gender
terbagi menjadi lima yaitu, marginalisasi,
serotype, subordinasi, kekerasan, dan beban kerja
ganda.
Keterkaitan : Dalam jurnal ini dibahas tanda-tanda
diskriminasi yang terdapat dalam Film Perempuan
Berkalung Sorban hal yang membedakan antara
penelitian penulis adalah objek film yang menjadi
penelitiannya yaitu penulis lebih memilih film
yang bertema biopic dari seorang pahlawan
perempuan yang mengalami diskriminasi gender.
25
Kekurangan : Kekurangan jurnal ini adalah
peneliti kurang mendalam dalam melakukan
penelitian, data yang disajikan sangat sederhana
dan tidak mendalam. Penelitian ini juga memakai
metode analisis isi yang kurang menggali apa
penyebab dari terjadinya diskriminasi gender.
Kelebihan : kelebihan dari jurnal ini penulis sangat
detail scane, dan dialog dalam film
2) Jurnal : “Diskriminasi Gender Di Media Televisi”
Oleh : Nursalim (Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Riau)
Isi : Dalam jurnal ini dibahas bagaimana
perempuan dikonstruksi dalam sebuah media
televisi dalam bentuk sintron dan iklan produk
yang selalu mendeskriditkan sosok perempuan.
Perempuan yang selalu dihadirkan sebagai sosok
yang lemah, dan selalu menjadi pelengkap dalam
sebuah sinetron dan iklan.
Keterkaitan : keterkaitan penelitian ini dengan
penelitian penulis adalah sama-sama mengangkat
tema diskriminasi gender dalam sebuah media
massa, hanya saja perbedaannya penulis memilih
film sebagai objek penelitian
Kekurangan : Kekurangan dari jurnal ini adalah
peneliti kurang merasa sensitif terhadap gender,
dikarenakan sang peneliti adalah seorang laki-laki.
Kelebihan : penelitian ini cukup lengkap dan
mempunyai banyak refrensi.
26
3) Jurnal : “Al-Adl (VOL.08 No. 2 Juli 2015) Perempuan
Dan Diskriminasi ; Studi Kebijakan Pemerintah
Daerah Kabupaten Ponorogo Dalam Penghapusan
Diskriminasi Terhadap Perempuan”
Oleh : Layyin Mahfiana (Dosen Jurusan Syari‟ah STAIN
Ponorogo)
Isi : Dalam jurnal ini penulis tertarik untuk
meneliti upaya dan peran yang dilakukan oleh
pemerintah daerah kabupaten Ponorogo dalam
penghapusan diskriminasi perempuan dan
mengetahui hambatan apasaja yang dialami oleh
pemerintah dalam upaya penghapusan
diskriminasi terhadap perempuan.
Keterkaitan : sama-sama mengangkat tema
diskriminasi perempuan.
Kekurangan : kekurangan dari jurnal ini adalah
peneliti cenderung melakukan penelitian tentang
perempuan. Bukan penelitian perempuan yang
lebih mendalam.
Kelebihan :penulis mempunyai banyak data
spesifik dari pemerintahan kabupaten Ponorogo.
4) Jurnal : “THE MESSENGER, (VOL. 02 Edisi Juli 2010)
Representasi Perempuan Dalam Media Massa Masa
Kini”
Oleh : Errika Dwi Setya Winatie
Isi : Dalam jurnal ini dibahas bagaimana
representasi perempuan di media massa saat ini
27
tetunya media massa yang beredar di Indonesia
yang akan mewakili wanita Indonesia hari ini dan
hal ini akan menjadi awal untuk melihat
representasi wanita di media secara keseluruhan.
Representasi wanita di media banyak dijadikan
acuan masyarakat umum, audience media, untuk
melihat wanita. Bagaimana media menampilkan
sosok wanita yang seringkali menjadikan acuan
dan contoh yang digunakan untuk menilai wanita
pada umumnya. Bukan hanya mereka yang
berlainan gender terhadap wanita akan tetapi
wanita sendiri yang melihat sesama wanita lain
dan dirinya.
Keterkaitan : sama-sama mengangkat tema
keperempuanan dalam penelitian kualitatif
Kekurangan : kekurangan dari jurnal ini adalah
peneliti kurang spesifik dalam menentukan isi
konten yang dijadikan bahan penelitian dalam
media massa.
Kelebihan : penulis mempunyai banyak refrensi
yang dapat dijadikan acuan.
5) Jurnal : “Studi Keislaman (VOL.15 No.1 Juni 2015)
Subbordinasi Perempuan Dan Implikasinya Terhadap
Rumah Tangga”
Oleh : Imam Syafe‟I (Dosen IAIN Raden Intan Lampung)
Isi : Dalam jurnal ini dibahas tentang subbordinasi
perempuan diartikan sebagai “penomer duaan”
28
perempuan bahwa perempuan lebih lemah dan
rendah dibanding laki-laki sehingga kedudukan,
fungsi dan peran perempuan menjadi lebih
rendah dibanding laki-laki. Perbedaan gender
inilah yang sering mengakibatkan ketidakadilan
gender. Perbedaan fungsi laki-laki dan perempuan
yang sebenarnya bentukan dari sosial budaya dan
semua hal ini memberikan dampak yang buruk
terhadap rumah tangga.
Keterkaitan : sama-sama mengangkat penelitian
tentang perempuan yang terdiskriminasi
Kekurangan : kekurangan dari jurnal ini adalah
peneliti tidak menyebutkan dimana penelitian ini
terjadi dan berapa sample yang digunakan dalam
penelitian ini.
Kelebihan : penulis sangat detail dalam
memaparkan setiap objek yg dia teliti
6) Jurnal : “Sriptorium (VOL.1 No.3) Diskriminasi
Perempuan Dalam Berita Harian Surya : Kajian
Wacana Kritis”
Oleh : Wieke Ayu Pratiwi
Isi : Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan kosakata dan gramatika yang
digunakan untuk mempresentasikan diskriminasi
terhadap perempuan pada berita harian surya.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teori analisis wacana kritis. Penelitian ini
29
dirancang dengan menggunakan penelitian
kualitatif. Dari analisis data pembahasan dapat
disimpulkan bahwa kosakata eksperiensial yang
mengkonstruksi diskriminasi terhadap perempuan
pada media harian surya berupa kosakata pola
klasifikasi, ideology, relasi makna, dan metafora.
Kekurangan : kekurangan dari jurnal ini adalah
peneliti kurang menggali lebih dalam, peneliti
hanya mengkaji analisis isi konten pada
pemberitaan dalam media massa tersebut.
Kelebihan : hasil penelitian peneliti cukup bagus
dan tulisannya mudah dimengerti.
Keterkaitan : sama-sama mengangkat tema
penelitian diskriminasi perempuan dalam media
massa haya saja pada objek penelitiannya saya
sebagi penulis lebih memilih film di bandingkan
media massa lainnya.
7) Jurnal : “Studi Gender dan Anak : Diskriminasi Gender
Terhadap Perempuan Dalam Sektor Pekerjaan”
Oleh : Khusnul Khotimah (Penulis dan Dosen STAIN
Purwokerto)
Isi : Dalam jurnal ini dibahas mengenai
diskriminasi gender dalam sektor pekerjaan yang
dialami oleh sebagian besar perempuan. Ini adalah
dampak dari konstruksi sosial dalam masyarakat
yang selalu bersikap tidak adil kepada setiap
perempuan. Perempuan masih saja ditempatkan
30
dalam sektor informal dan perempuan lah yang
selalu mejadi korban jika harus ada pembagian
beban kerja.
Kekurangan : kekurangan dari jurnal ini adalah
peneliti kurang spesifik menentukan objek
penelitiannya.
Kelebihan : peneliti mencantumkan banyak sekali
refrensi yang dapat digunakan oleh peneliti lain.
Keterkaitan : penelitian sama-sama mengusung
tema diskriminasi perempuan.
8) Jurnal : “Jurnal Komunikasi Massa, Vol. 1, No. 1, Juli
2007 : Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender”
Oleh : Tanti Hermawanti
Isi : Dalam jurnal ini dibahas mengenai sistem
Patriarki dalam masyarakat di seluruh dunia
berkembang, tak terkecuali di Jawa. Perlahan dari
peran yang dikembangkan dalam kebudayaan. Pra
modern di mana ukuran fisik dan seluruh sistem
otot para lelaki yang lebih unggul, bersama dengan
peran biologis wanita yang melahirkan anak
menghasilkan suatu pembagian kerja berdasarkan
jenis kelamin, yang masih berlaku hingga
sekarang. Kaum lelaki menjadi penyedia
kebutuhan hidup dan pelindung dalam menghadapi
dunia di luar keluarga itu. Tanggung jawab yang
mendalam sedemikian dapat memberikan otonomi
dan kesempatan yang relative besar. Pembagian
31
kerja ini menyebabkan berkembangnya peran-
peran sosial yang terbatas bagi kedua jenis
kelamin, dan terciptanya perbedaan kekuasaan
dalam beberapa hal lebih menguntungkan kaum
lelaki.
Kekurangan : kekurangan dari jurnal ini adalah
peneliti kurang menguraikan hasil penelitian
kebudayaan Jawa dalam lingkup masyarakat dan
hubungan dengan kesetaraan.
Kelebihan : kelebihan dari peneliti ini adalah
peneliti menggunakanteori kebudayaan dalam
mengalisis masalah sehingga dapat terlihat dari
mana awal mula kebudayaan mendiskriminasi
perempuan.
Keterkaitan : sama mengangkat tema perempuan
yang terdiskriminasi akibat budaya.
Dari berbagai macam tinjauan pustaka dalam bentuk jurnal
ataupun skripsi yang telah ditulis sebelumnya, peneliti belum
menemukan adannya penelitian yang sama dengan penelitian ini,
maka dari itu peneliti memutuskan mengambil judul “Analisis
Semiotika Diskriminasi Gender Dalam Film Kartini 2017 Karya
Hanung Bramantyo”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
yang lain adalah peneliti menggangkat isu diskriminasi gender
dengan cara menganalisisnya menggunakan teori semiotika
Roland Bhartes yang membagi makna menjadi denotasi, konotasi
dan mitos untuk menggambarkan representasi sikap diskriminasi
gender dalam penelitian ini.
32
E. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita
gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban. Dengan
ungkapan lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk
mengkaji topik penelitian. Metodologi di pengaruhi atau
berdaasarkan prespektif teoritis yang kita gunakan untuk
melakukan penelitian, sementara prespektif teoritis itu sendiri
adalah suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang
memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan
data yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain.27
1. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang
menjelaskan bagaimana cara pandang penulis terhadap fakta
kehidupan sosial dan perlakuan penulis terhadap ilmu atau teori.
Pardigma penelitian juga mejelaskan bagaimana penulis
memahami suatu masalah serta kriteria pengujian sebagai
landasan untuk menjawab masalah penelitian serta kriteria
pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah
penelitian28
Pada penelitian ini penulis menggunakan paradigma
konstruktivis.Penelitian kualitatif berlandaskan paradigma
konstruktivis ini lebih menekankan pada suatu realita dari yang
paling umum hingga yang paling khusus. Paradigma ini
27
Mulyana, Dedy. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosda Karya. 2006. 28
Mulyana, Dedy. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosda Karya. 2006.
33
memandang komunikasi sebagai suatu proses produksi dan
pertukaran makna. Dua hal yang menjadi karakteristik penting
dari paradigma ini adalah politik pemaknaan dan proses seorang
membuat gambaran tentang realitas dan komunikasi sebagai
sebuah kegiatan yang dinamis.29
Alasan penulis memilih paradigma konstruktivis adalah
karena realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, namun tidak juga,
turun karena campur tangan Tuhan. Tapi sebaliknya, ia dibentuk
dan dikonstruksi. Dengan demikian, realitas yang sama bisa
ditanggapi, dimaknai dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh
semua orang. Setiap orang mempunyai pengalaman, prefrensi,
pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial
tertentu, dimana kesemuanya itu suatu saat akan digunakan untuk
menafsirkan realitas sosial yang ada disekelilingnya dengan
konstruksinya masing-masing. Paradigma ini dipakai peneliti
untuk menggali makna dan mengonstruksi pesan yang ingin di
sampaikan kepada penonton tentang bagaimana bentuk
diskriminasi gender dalam sebuah film.
2. Pendekatan Penelitian
Adapun dalam penelitian ini, pendekatan penelitian yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif, yang memiliki
karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data
29
Eriyanto, Analisis Framing Ideologi Dan Politik Media. Yongyakarta:
LKIS. 2005.
34
langsung, deskritif, proses lebih dipentingkan dari pada hasil.30
Adapun jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini
adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan alasan karena
peneliti berusaha menuturkan dan menafsirkan lebih mendalam
tentang analisis semiotika diskriminasi gender dalam film Kartini
2017 karena pada dasarnya penelitian deskriptif ini adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta sifat-sifat serta hubungan
antar fenomena yang diselidiki.31
3. Subjek penelitian
Subjek penelitian adalah orang, tempat, atau benda yang
diamati dalam rangka menepati sasaran. Subjek dalam penelitian
ini adalah Film “Kartini 2017” yang di sutradarai oleh Hanung
Bramantyo.
4. Objek penelitian
Objek penelitian adalah hal yang menjadi sasaran penelitian.
Objek dalam penelitian ini adalah sikap diskriminasi gender
dalam film “Kartini 2017”
5. Teknik Pengumpulan Data
1) Observasi
Observasi adalah cara atau metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis dan langusung terhadap objek penelitian dengan cara
menonton dan mengamati adegan demi adegan dalam film
30
Lexy, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya. 2002. 31
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2010.
35
Kartini 2017 kemudian memilih dan menganalisis sesuai dengan
model penelitian yang digunakan.
2) Dokumentasi
Teknik pengumpulan data secara sekunder dimana penulis
menyelidiki benda-benda tertulis seperti melihat beberapa buku
mengenai sosok Kartini yang kemudian menganalisis tiap scane-
scane dalam film “Kartini”.
Dalam penelitian ini data-data dikumpulkan dibagi
menjadi dua bagian dan penulis mengamati langsung data-data
yang sesuai dengan pertanyaan penelitian, adapun instrument
penelitiannya adalah :32
a. Data primer (data yang diperoleh langsung dari
sumbernya) berupa dokumen elektronik seperti softcopy film
“Kartini”
b. Data sekunder (data yang diperoleh tidak langsung
dari sumbernya) berupa dokumen tertulis, yaitu seperti
resensi film “Kartni” baik dari majalah artikel di internet
jurnal komunikasi ataupun buku yang relavan dengan
penelitian ini.
6. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotika.
Dalam penelitian ini penulis memilih metode analisis data
semiotika, karena film atau video merupakan objek yang penuh
dengan tanda-tanda atau simbol baik dari segi gambar, suara,
32
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2010.
36
dialog, yang disampaikan. Semiotika Roland Bharthes
mengembangkan semiotik menjadi denotasi, konotasi dan mitos.
Roland Bharthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi
untuk menunjukan tingkatan makna. Signifikansi tahap pertama
merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified
(content) didalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Itu
yang disebut bhartes sebagai denotasi yaitu makna yang paling
nyata dari tanda (sign). Konotasi adalah istilah yang digunakan
bhathes untuk menunjukan signifikansi tahap kedua.Konotasi
mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif.
Pada signifikansi tahap kedua yang berhubungan dengan isi tanda
bekerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan
menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas
gejala alam.33
F. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini penulis akan membaginya menjadi 6
(enam) dan masing-masing bab akan menjadi dibagi menjadi sub-
sub bab yaitu sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian
terdahulu metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II Kajian Pustaka
33
Indrawan, Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi. Jakarta:
Penerbit Mitra Wacana Media. 2013.
37
Terdiri dari definisi dan konsep semiotika penjelasan
tentang teori Roland Brathers yang terdiri dari makna
konotasi, denotasi dan mitos definisi dan konsep film
serta unsur-unsur dasarnya, dan sikap diskriminasi
gender.
BAB III Gambaran Umum Latar Penelitian
Bagian ini berisi tentang gambaran geografis, historis,
sosial budaya dan lain sebagainya.
Bab IV Data Dan Temuan Hasil Penelitian
Bab ini berisi tentang uraian penyajian data dan
temuan penelitian.
BAB V Pembahasan
Pada bab ini berisi uraian yang mengaitkan latar
belakang, teori dan rumusan teori baru jadi penelitian.
BAB VI Simpulan, Implikasi, dan Saran
38
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. LADASAN TEORI
1. SEMIOTIKA
1.1 Tinjauan Semoitika
Kata semiotika di samping kata semiologi sampai saat ini
masih sering dipakai. Selain istilah semiotika dalam sejarah
linguistik ada pula digunakan istilah lain seperti semasiologi,
sememik, dan semik untuk merujuk pada bidang studi yang
mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang.
Menurut Segers dalam (Sobur: 2003) dikatakan bahwa
pembahasan yang luas tentang bidang studi yang disebut
semiotika telah muncul di negara-negara Anglo-Saxon.
Semiologi disebut juga berfikir tentang Saussurean. Dalam
penerbitan-penerbitan Prancis, istilah-istilah semiologi kerap
sekali dipakai. Sedangkan semiotik digunakan kaitannya dengan
karya Charles Sanders Pirce dan Charles Morris. Baik semiotika
maupun semiologi, keduanya kurang lebih dapat saling
menggantikan karena sama-sama digunakan untuk mengacu
kepada ilmu tentang tanda. 34
Dalam definisi Saussure (Sobur: 2003), semiologi
merupakan “sebuah yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di
tengah masyarakat” dan dengan demikian menjadi bagian dari
34
Yoyon Mudjiono, “Kajian Semiotika Dalam Film”, Jurnal Ilmu
Komunikasi Vol. 1, No.1, 2011. diakses pada 12 Maret pukul 12.00 WIB.
38
39
disiplin psikologi sosial. Tujuannya adalah untuk menunjukkan
bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang
mengaturnya. Para ahli semiotika Prancis tetap mempertahankan
istilah semiologi yang Saussurean ini bagi bidang-bidang
kajiannya. Dengan cara itu mereka ingin menegaskan mereka
dengan karya-karya semiotika yang kini menonjol di Eropa
Timur, Italia, Dan Amerika Serikat.35
Sejak pertengan abad ke 20 semiotika telah tumbuh menjadi
bidang kajian yang sungguh besar diantara kajian bahasa tubuh,
bentuk-bentuk seni, wacana retoris, komunikasi visual, media,
mitos, naratif, bahasa, artefak, isyarat, kontak mata, pakaian,
iklan, makanan, upacara dan singkatnya semua yang diadopsi,
digunakan dan diciptakan oleh manusia untuk memproduksi
makna. Sebenarnya istilah semiotik diperkenalkan oleh
Hippocrates (460-377 SM) penemu ilmu barat seperti ilmu
gejala-gejala. Gejala menurut Hippocrates merupakan semion
bahasa Yunani untuk “petunjuk” (mark) atau tanda (sign) fisik.36
Semiotika yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian
tanda-tanda yang pada dasarnya merupakan suatu studi atas kode-
kode yakni sistem apapun yang memungkinkan kita memandang
entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu
yang bermakna. Hingga kini ruang lingkup kajian semiotika
sangat beragam mulai dari kajian prilaku komunikasi hewan
(zoosemiotics) sampai dengan analisis atas sistem pemaknaan
35
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosydakarya, 2003. 36
Birowo, Antonius. Metode Penelitian Komunikasi, Teori Dan
Aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali. 2004.
40
seperti komunikasi tubuh (kinesik dan proksemik) tanda bebauan,
teori estetika, retorika dan sebagainya. Charles Morris
memudahkan kita memahami ruang lingkup kajian semiotika
yang menaruh perhatian atas ilmu tentang tanda-tanda. Menurut
dia kajian semiotika pada dasarnya dapat dibedakan kedalam tiga
cabang penyelidikan (brances of inquiry) yakni sintaktik,
semantic dan pragmatik.
1. Sintaktik (syntactics) atau sintaksis (syntax) : suatu
cabang penyelidikan semiotika yang mengkaji
“hubungan formal diantara satu tanda dengan tanda yang
lain”. Dengan begitu hubungan-hubungan formal ini
merupakan kaidah-kaidah yang mengendalikan tuturan
dan interpretasi, pengertian sintaktik kurang lebih adalah
semacam gramatika.
2. Semantik (semantics) : suatu cabang penyelidikan
semiotika yang mempelajari “hubungan di antara tanda-
tanda dengan designate atau objek-objek yang
diacunya”. Yang dimaksud designate adalah tanda-tanda
sebelum digunakan didalam tuturan tertentu.
3. Pragmatik (pragmatics) : suatu cabang penyelidikan
semiotika yang memperlajari “hubungan diantara tanda-
tanda atau interprter-interpreter atau para pemakainya”
pemakaian tanda-tanda pragmatic secara khusus
berurusan dengan aspek-aspek komunikasi khususnya
fungsi-fungsi situasional yang melatari tuturan.37
37
Indiwan, wahyu. Semiotika : Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan
Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Gitanyali. 2004.
41
1.2 Semiotik dalam sinematografi
Kehidupan sosial seringkali digambarkan dalam tayangan
film. Dengan demikian simbol yang tersirat dalam film dapat
ditransfer oleh penonton ke dalam kehidupannya. Hal-hal yang
memiliki arti simbolis tak terhitung jumlahnya. Dalam
kebanyakan film setting, memiliki arti simbolik yang penting
sekali, karena tokoh-tokoh sering dipergunakan secara simbolik.
Dalam setiap bentuk cerita, sebuah simbol adalah sesuatu yang
kongkret (sebuah obyek khusus, citra, pribadi, bunyi, kejadian
atau tempat) yang mewakili atau melambangkan suatu kompleks,
ide, sikap-sikap, atau rasa sehingga memperoleh arti yang lebih
besar dari yang tersimpan dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu
sebuah simbol adalah suatu macam satuan komunikasi yang
memiliki beban yang khusus sifatnya.38
Pada awalnya film adalah hiburan bagi kelas bawah, dengan
cepat film mampu menembus batas-batas kelas dan menjangkau
kelas lebih luas. Kemampuan film menjangkau banyak segmen
sosial, kemudian menyadarkan para ahli komunikasi terutama,
bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya
maka dari itu mulailah banyak merebak studi mengenai dampak
film terhadap masyarakat.39
38 Yoyon Mudjiono, “Kajian Semiotika Dalam Film”, Jurnal Ilmu
Komunikasi Vol. 1, No.1, 2011. diakses pada 12 Maret pukul 12.00 WIB. 39
Yoyon Mudjiono, “Kajian Semiotika Dalam Film”, Jurnal Ilmu
Komunikasi Vol. 1, No.1, 2011. diakses pada 12 Maret pukul 12.00 WIB.
42
1.3 Analisis Semiotika Roland Brathers
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir
struktualis yang getol mempraktikan model linguistic dan
semiologi Saussurean. Roland juga intelektual dan kritikus sastra
Prancis yang ternama. Eksponen penerapan strukturalisme dan
semiotika pada studi sastra. Barthes lahir tahun 1915 dari
keluarga kelas menengah protestan di Cherbourg dan di besarkan
di Bayonne kota kecil dekat pantai Atlantik di sebelah barat daya
Prancis.
Semiotika dalam pandangan Brathers pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-
hal. Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat
dicampuradukkan dengan mengkomunikassikan (to
communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya
membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system terstuktur dari
tanda.40
40
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosydakarya, 2003.
43
Tabel 1.Semiotika Roland Bhartes
Dari peta diatas terlihat bahwa tanda denotative (3) terdiri
atas penanda (1) dan pertanda (2). Akan tetapi pada saat
bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4)
dengan kata lain hal tersebut merupakan unsur material hanya
jika anda mengenal kata “singa” barulah konotasi seperti harga
diri kegarangan dan keberanian menjadi mungkin.41
Yang menarik dari semiotika Roland Bhartes adalah
digunakannya istilah mitos (myth) yakni rujukan bersifat kultural
(bersumber dari budaya yang ada) yang digunakan untuk
menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang-
lambang. Kata mitos berasal dari bahasa Yunani mythos yang
memiliki arti “kata” atau “ujaran”.42
Mitos adalah bagaimana
kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang
realitas atau gejala alam. Dengan kata lain mitos berfungsi
sebagai deformasi dari lambang yang kemudian menghadirkan
41
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosydakarya, 2003. 42
Danensi, Marcel. Pesan, Tanda Dan ,Makna : Buku Teks Dasar
Mengenai Semiotika Dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra. 2010.
1.
SIGNIFIER
(PENANDA
)
2.
SIGNIFIED
(PETANDA) 3. DENOTATIVE SIGN
(TANDA DENOTATIF)
4. CONNOTATIVE
SIGNFIER (PENANDA
KONOTATIF)
5. CONNOTATIVE
SIGNFIER (PETANDA
KONOTATIF) 6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
44
makna tertentu dengan berpijak pada nilai-nilai sejarah dan
budaya masyarakat.43
Mitos merupakan produk kelas sosial yang
sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif misalnya
mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa, dan alam
sebagainya jika ada mitos massa kini misalnya mengenai
feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan.
2. GENDER
2.1 Konseptualisasi Gender
Sejak tahun 80an gender telah memasuki perbendaharaan
dalam setiap diskusi dan tulisan sekitar perubahan sosial dan
pembangunan di dunia ketiga. Demikian juga di Indonesia,
hampir semua uraian tentang program pengembangan masyarakat
maupun pembangunan di kalangan organisasi nonpemerintah
memperbincangkan masalah gender. Sementara itu belum ada
uraian yang mampu menjelaskan secara singkat dan jelas
mengenai konsep gender dan mengapa konsep tersebut penting
untuk memahami sistem ketidakadilan sosial.44
Untuk memahami konsep gender, kata gender haruslah
dibedakan dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis
kelamin merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin
manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis
kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis laki-laki adalah
43
Parwito, Penelitiuan Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Lkis
Yogyakarta.2008. 44
Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta: Insist Press. 2008.
45
manusia yang memiliki atau bersifat seperti : laki-laki adalah
manusia yang memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing) dan
memproduksi sperma. Sedangkan perempuan adalah makhluk
yang memiliki Rahim dan saluran untuk melahirkan,
memproduksi sel telur, memiliki vagina dan mempunyai alat
menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis pada manusia jenis
perempuan dan laki-laki selamanya. Artinya, secara biologis alat-
alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang
melekat pada manusia laki-laki dan manusia perempuan. Secara
permanen tidak berubah dan merupakan kesatuan biologis atau
sering dikatakan sebagai ketentuan tuhan atau kodrat.45
Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender yakni suatu
sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan kaum perempuan
yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya,
bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional,
atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan,
perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang
dapat dipertukarkan. Artiya ada laki-laki yang emosional, lemah
lembut keibuan, sementara ada juga perempuan yang kuat,
rasional, dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat sifat itu dapat
terjadi dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat yang
lain. Misalnya saja zaman dahulu disuatu suku tentu perempuan
lebih kuat dari laki-laki tetapi pada zaman yang lain di tempat
berbeda laki-laki yang lebih kuat. Juga perubahan bisa terjadi dari
45
Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta: Insist Press. 2008.
46
kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Pada suku tertentu
perempuan kelas bawah di pedesaan lebih kuat di bandingkan
kaum laki-laki. Semua hal yang dapat di pertukarkan antara sifat
perempuan dan sifat laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke
waktu serta berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, maupun
berbeda dari satu kelas ke kelas lainnya, itulah yang dikenal
sebagi konsep gender.46
“Gender adalah sebuah istilah yang menunjukan
pembagian peran sosial antara laki-laki dan
perempuan dan hal ini mengacu kepada pemberian
ciri emosional dan psikologis yang diharpakan oleh
budaya tertentu yang disesuaikan dengan fisik laki-
laki dan perempuan. Adapun istilah seks mengacu
kepada perbedaan secara biologis dan anatomis antara
laki-laki dan perempuan (Tuttle, 1987)”47
Dalam women’s studies encyclopedia dijelaskan bahwa
gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat
perbedaan (distension) dalam hal peran, prilaku, mentalitas dan
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang di dalam masyarakat. Mosse mengemukakan bahwa
konsep gender secara mendasar berbeda dari jenis kelamin
biologis, laki-laki dan perempuan yang merupakan pemberian
dari tuhan. Akan tetapi jalan yang menjadikan maskulin atau
feminim adalah gabungan antara blok-blok bangunan biologis
dasar dan interpretasi biologis oleh kultur sosial. Gender adalah
seperangkat peran yang dimainkan laki-laki dan perempuan agar
46
Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta: Insist Press. 2008. 47
Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi
WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003.
47
tampak dari diri mereka dan dilihat oleh orang lain bahwa
seseorang itu adalah feminim dan maskulin.48
Kosep gender dapat dikatakan netral dan fungsional apabila
dilihat melalui sudut pandang kedua jenis kelamin yang saling
membutuhkan dan melengkapi. Artinya keberadaan keduanya
merupakan hal yang alami dalam masyarakat gender akan
menjadi tidak netral apabila pemilahan fungsi dan peran tidak
sesuai dengan kenyataan yang diharapkan oleh individu laki-laki
dan perempuan dimasa kini. Untuk menyesuaikan antara
kenyataan dan harapan makan peran genderlah yang harus
berubah agar tidak menjadi beban gender.49
Berikut ini perbedaan utama antara jenis kelamin dan gender
diantaranya :
Tabel 2.Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender
JENIS KELAMIN GENDER
Jenis kelamin bersifat
alamiah.
Gender bersifat sosial
budaya merupakan
buatan manusia.
Jenis kelamin bersifat
biologis. Merunjuk
pada perbedaan yang
nyata dari alat kelamin
dan perbedaan terkait
dalam fungsi kelahiran.
Gender bersifat sosial
budaya dan menunjuk
kepada tanggung
jawab, peran, pola
prilaku, kualitas-
kualitas dan lain-lain
yang bersifat
48
Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat
Studi WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003. 49
Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi
WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003.
48
maskulin dan
feminim.
Jenis kelamin bersifat
tetap ia akan sama
dimana saja.
Gender bersifat tidak
tetap. Ia berubah-ubah
dari waktu ke waktu
dari suatu kebudayaan
ke kebudayaan
lainnya, bahkan dari
satu keluarga ke
keluarga lainnya.
Jenis kelamin bersifat
alamiah.
Gender dapat di ubah.
Jenis kelamin tidak bisa
diubah.
Gender bersifat sosial
budaya dan menunjuk
kepada tanggung
jawab, peran, pola
prilaku, kualitas-
kualitas, dan lain-lain
yang bersifat
maskulin dan
feminim.
Sumber : Kamla Bhasin, Memahami Gender (Teplok
Press)
Ideologi gender yang muncul secara dominan dalam
masyarakat mengakibatkan adanya fenomena dimana status
perempuan dan kedudukan perempuan tidak pernah mengalami
kemajuan yang berarti, akibat lebih jauhnya adalah mahalnya
penghargaan dari masyarakat, pers, pemerintah terhadap prestasi
49
dan perjuangan perempuan.50
Hetty Siregar juga menjelaskan
bagaimana media menyajikan deskripsi atau gambaran tentang
perempuan yakni :51
1. Kebanyakan menyangkut soal berbusana
makanan, kegemaran dan urusan rumah tangga pada
umumnya. Bila seseorang perempuan tidak berhasil
membina rumah maka ia adalah makhluk yang gagal.
2. Mengikut soal kiat menyenangkan laki-laki dan
cara berprilaku atau berpakaian.
3. Iklan-iklan di media massa memperlakukan
perempuan dengan simbol-simbol seksis.
4. Perempuan secara tradisional digambarkan sebagai
dekorasi atau model untuk memperindah halaman-
halaman media.
Setelah Kamla Bashin dan Hetty Siregar menjelaskan
bagaimana pengertian gender dan bagaimana media
mengkonstruksi perempuan, Mansour fakih dalam bukunya
menjelaskan bagaimana bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Daiantara bentuknya
yaitu :52
50
Hamid Arifin, “Representasi perempuan dalam pers”, Jurnal
Komunikasi Massa Vol 1 No 1 Juli 2007 , h.14. diakses pada 13 Maret 2018.
Pukul 23.00 WIB. 51
Hamid Arifin, “Representasi perempuan dalam pers”, Jurnal
Komunikasi Massa Vol 1 No 1 Juli 2007 , h.14. diakses pada 13 Maret 2018.
Pukul 23.00 WIB. 52
Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta: Insist Press. 2008.
50
1. Gender dan Marginalisasi
Marginalisasi adalah sifat yang meminggirkan
suatu kaum baik itu laki-laki ataupun perempuan
yang menyebabkan ketidakdilan diantara kedua
pihak. Bentuk marginalisasi gender ini dapat
terjadi dimana saja dan berasal dari mana saja,
Contoh marginalisasi perempuan yang berasal
dari kebijakan pemerintah Arab Saudi yang
melarang perempuan menyetir sendiri. Dikutip
langsung dari media online Republika
51
Kutipan berita diatas menunjukan bahwa
pemerintah Arab Saudi menerapkan kebijakan
yang mendiskriminasi kaum perempuan. Dalam
kebijakan ini dapat disimpulkan bahwa
pemerintah Arab Saudi tidak mempertimbangkan
aspek gender dalam membuat kebijakan.
Marginalissasi tidak hanya terdapat pada sektor
kebijakan publik atau hukum disuatu negara
52
tertentu saja, namun juga dapat terjadi dalam
lingkungan sosial, dan di perkuat
kelanggengannya dalam sebuah kebudayan di
masyarakat.
2. Gender dan Subbordinasi
Subordinasi adalah bentuk diskriminasi yang
dilandasi dari anggapan bahwa perempuan adalah
makhluk yang emosional dan tidak bisa
memimpin dan tidak layak mengambil keputusan.
Akhirnya muncul anggapan bahwa perempuan
adalah makhluk nomer dua setelah laki-laki.
Berikut kutipan berita yang diambil dari media
online yang sangat mencerminkan subbordinasi
perempuan.
53
Pada artikel diatas menunjukan sikap
subbordinasi dalam kehidupan rumah tangga
yang ditunjukan dengan adanya keputusan dari
seorang suami untuk mementukan jenis
kontasepsi apa yang harus sang istri gunakan.
Dalam hal ini istri tidak di berikan kesempatan
untuk memilih alat kontrasepsinya sendiri karna
posisi istri lebih rendah dibanding suami dalam
kehidupan berumah tangga.
3. Gender dan Stereotype
Stereotype gender adalah pelabelan suatu kaum
atau kelompok yang sifatnya merugikan
kelompok tersebut Berikut kutipan berita yang
diambil dari media online yang mencerminkan
stereotype gender pada perempuan.
54
dari artikel diatas dapat dikatakan bahwa
stereotype perempuan yang lemah dalam bidang
pekerjaan yang cukup berat seperti menjadi supir
truk dapat dipatahkan. Hal ini adalah salah satu
contoh kasus stereotype perempuan dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Gender dan Kekerasan
Kekerasan dapat terjadi dimana saja, kapan saja
dan dilakukan oleh siapa saja. Kekerasan dalam
bentuk fisik maupun non fisik. Kekerasan karena
jenis kelamin tentu disebabkan oleh anggapan
gender. Berikut kutipan berita yang diambil dari
media online yang sangat mencerminkan kasus
kekerasan karena gender
55
Pada artikel diatas mengemukakan kasus Tuti adalah salah
satu bentuk kekerasan yang dialami atas nama gender.
5. Beban kerja
Beban kerja ganda merupakan efek dari nilai gender,
seperti perempuan harus mengurus pekerjaan rumah
tangga seperti mengepel, mencuci pakaian, mencuci
piring dan lain-lain. Pekerjaan-pekerjaan ini sebeneranya
juga dapat dilakukan oleh laki-laki karena munculnya
berbagai macam anggapan bahwa perempuanlah yang
harus mengerjakan pekerjaan itu semua, disinilah muncul
diskriminasi gender dalam kehidupan. Berikut adalah
contoh artikel yang mengangkat peran ganda seorang
perempuan.
56
Dalam artikel diatas menunjukan perempuan
dihadapkan pada dua pilihan yaitu bekerja sebagai
wanita karir atau bekerja sebagai ibu rumah
tangga.
2.2 Gender dalam Islam
Islam merupakan agama yang diturunkan oleh allah
SWT di tanah arab pada abad ke VII termasuk agama-
agama semitik atau Abrahamic Religions (Yahudi,
Kristen, dan Islam). Dalam tradisi semit, kaum lelaki
selalu dianggap makhluk yang superior, bahkan tuhan
57
dibayangkan sebagai laki-laki, sehingga budaya patriarki
sangatlah kuat.53
Imbasnya, ayat-ayat suci yang diturunkan oleh Allah
SWT tidak sedikit yang ditafsirkan dengan nada
patriarkis, namun banyak juga yang sebenarnya
merupakan upaya penyadaran kepada masyarakat dari
kungkungan budaya tersebut. Sehingga ketika nabi
Muhammad SAW berkuasa aktifitas yang dilakukan kaum
perempuan mulai beragam, bahkan keluarga dekat beliau
banyak mengambil bagian dari hal ini. Istri beliau yang
bernama Aisyah misalnya, adalah seorang ahli agama dan
tempat bertanya bagi sahabat laki-laki maupun
perempuan, seorang politikus, sekaligus pekerja social di
masyarakat. Hanya saja dalam perjalanan sejarah islam
yang harus bersentuhan dengan budaya perluasan yang
masih patriakis (Persia, Syiria, dsb) sangat mepengaruhi
penafsiran dan permukaan terhadap ayat-ayat suci yang
telah ada sehingga kesan dominasi lelaki menjadi semakin
kental. Celakanya umat islam banyak yang terjebak
dengannya sehingga hasil ijtihad para ulama yang
kemudian terjerumus dalam teologi islam, fiqih ataupun
keilmuan yang lain tadi dianggap sebagai ajaran agama
yang tak bisa diotak-atik. Padahal tidak demikian adanya
54
53
Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi
WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003 54
Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi
WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003
58
Maka dari itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk
membongkar pemahaman terhadap teks agama yang selama ini
dijadikan sebagai alat legitimasi bagi jalan pikir yang bersifat
patriarkis tersebut yang masih jauh dari keadilan gender. Upaya-
upaya yang dapat mengembalikan pemahaman guna menuju
tercapainya relasi kesederajatan antara laki-laki dan perempuan
sebagaimana yang dikehendaki oleh ajaran Al-Qur‟an dan Al-
Hadis perlu digalakkan terutama dalam tataran ilmiah untuk
selanjutnya bisa disosialisasikan kepada masyarakat.55
Perempuan dalam islam Al-Quran menyoroti perempuan
sebagai individu dan anggota masyarakat. Dalam hal ini terdapat
perbedaan antara perempuan dalam kedudukannya sebagai
individu dengan perempuan sebagai anggota masyarakat. Al-
Quran memperlakukan individu perempuan dan laki-laki sama.56
Pertanyaan-pernyataan Al-Qur‟an tentang posisi dan dan
kedudukan perempuan dapat dilihat dalam beberapa ayat berikut :
a. Perempuan adalah makhluk ciptaan allah yang
mempunyai kewajiban sama untuk beribadah kepadanya
sebagaimana termuat dalam Adz-Zariyat ayat 56 :
وش إل ليعبدون وما خلقت الجه وال
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
55
Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi
WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003 56
Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta: Insist Press. 2008.
59
b. Sama halnya dengan kaum laki-laki mukmin para
perempuan mukminat yang beramal soleh dijanjikan allah untuk
dibahagiakan selama hidup di dunia dan abadi di surga
sebagaimana termuat dalam An-Nahl ayat 97 :
ه ذكر أو أوثى وه ى مؤمه فلىحييىه حياة طيبت ولىجزيىهم أجرهم مه عمل صالحا م
بأحسه ما كاوىا يعملىن
Artinya :“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.”
Ayat-ayat tersebut tersebut mengisyaratkan konsep kesetaraan
yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual
baik dalam bidang spriritual maupun urusan karir professional
tidak mesti dimonopoli oleh satu jenis kelamin.
Menurut Nasaruddin Umar islam memang mengakui adanya
perbedaan (distincion) anatara laki-laki dan perempuan, tetapi
bukan pembedaan (discrimination). Perbedaan tersebut
didasarkan atas kondisi fisik biologis saja. Perempuan
ditakdirkan berbeda dengan laki-laki namun perbedaan tersebut
60
tidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan
merendahkan yang lainnya.57
Ajaran islam tidak secara skematais membedakan faktor-
faktor perbedaan laki-laki dan perempuan tetapi lebih
memandang kedua insan tersebut secara utuh. Antara satu dengan
lainnya secara biologis dan sosio kultural saling memerlukan.
Dengan demikian antara satu dengan yang lain mempunyai peran.
Boleh jadi dalam satu peran dapat dilakukan oleh keduanya
seperti pekerjaan kantoran, tetapi dalam peran tertentu hanya
dapat dijalankan oleh satu jenis seperti hamil, melahirkan dan
menyusui anak yang peran ini hanya dapat dilakukan oleh wanita.
Dilain pihak ada peran tertentu yang secara manusiawi lebih tepat
diperankan oleh kaum laki-laki seperti pekerjaan yang
memerlukan tenaga dan otot yang lebih besar.58
Dengan demikian dalam prespektif normatifitas islam
hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah setara. Tinggi
rendahnya kualitas seseorang hanya terletak pada tinggi
rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah
SWT. Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal
kepada manusia dengan tidak membedakan gender.
2.3 Gender dalam media massa
57
Umar, Nassarudin. Kodrat Perempuan Dalam Islam. Jakarta :
Lembaga Kajian Agama Dan Gender. 1999. 58
Umar, Nassarudin. Kodrat Perempuan Dalam Islam. Jakarta :
Lembaga Kajian Agama Dan Gender. 1999.
61
Konstruksi merupakan susunan realitas objektif yang telah
menjadi kesepakatan umum, meskipun dalam prosesnya
konstruksi itu tersirat dinamika social. Menurut Berger dan
Luckman, konstruksi realitas secara social memusatkan
perhatiannya pada proses ketika individu menanggapi kejadian di
sekitarnya berdasarkan pengalaman mereka.59
Konstruksi gender berkembang dalam masyarakat sangat erat
kaitannya dengan nilai “kepantasan” namun nilai kepantasan
antara masyarakat satu dengan lainnya idak harus sama dan dapat
berubah-ubah oleh waktu. Dalam budaya patriarki perempuan
selalu dikonstruksikan sebagai kaum yang lemah dan berada di
bawah kendali laki-laki.60
Dalam media massa perempuan selalu ditampilkan sebagai
makhluk yang sangat tipikal yaitu tempatnya pada pekerjaan yang
sifatnya domestik, bergantung pada laki-laki tidak mampu
mengambil keputusan yang penting, menjalani profesi terbatas
sebagai symbol seks, obyek peneguhan pola kerja patriarki, objek
pelecehan dan kekerasan selalu disalahkan dan bersifat pasif.
Selain itu eksistensi perempuan juga tidak terwakili secara
59
Helen, Diana Vida. “Konstruksi Perempuan Dalam Rubric Cc Single
Di Majalah Cita-Cinta Edisi Januari-Desember 2009”, Journal
Communication Spectrum, Vol.1 No.1 (Februari-Juli 2011). 60
Helen, Diana Vida. “Konstruksi Perempuan Dalam Rubric Cc Single
Di Majalah Cita-Cinta Edisi Januari-Desember 2009”, Journal
Communication Spectrum, Vol.1 No.1 (Februari-Juli 2011).
62
proposional di media massa baik dalam media hiburan maupun
dalam media berita.61
Di media massa perempuan juga dikonstruksi sesuai dengan
keinginan masing-masing media, menurut Armando :
“Menengok isi media massa kita akan menemukan
gambaran perempuan dalam budaya popular kita adalah
objek yang dinilai utamanya adalah daya tarik seksual.
Perempuan memang tidak lagi digambarkan sebagai
„hanya‟ ibu rumah tangga dan istri yang berkewajiban
utamanya adalah menyenangkan hati suami, anak-anak,
dan orang tua namun, posisi barunya tak bisa dipandang
terhormat. Perempuan, sebagaimana tampil di media.
Adalah pemanis, pelengkap atau bahkan pemuas fantasi
seksual kaum laki-laki”.62
Hasil penelitian Ashandi siregar terhadap sepuluh majalah
wanita dan tabloid wanita yang ada di Indonesia menunjukan
bahwa :
“Media wanita itu lebih banyak mengulas perempuan
dalam lingkup domestik atau berdimensi pribadi seperti
kecantikan, hubungan suami istri resep makanan, serta
tips untuk mendidik anak. Rendahnya reportase yang
berkaitan dengan domain publik yang keras seperti
ekonomi, politik, menunjukan bahwa media wanita
tersebut belum menjadi dirirnya sebagai media untuk
61
Sunarto. Televisi, Kekerasan Dan Perempuan. Jakarta: PT.Kompas
Media Nusantara. 2009. 62
Helen, Diana Vida. “Konstruksi Perempuan Dalam Rubric Cc Single
Di Majalah Cita-Cinta Edisi Januari-Desember 2009”, Journal
Communication Spectrum, Vol.1 No.1 (Februari-Juli 2011).
63
mempresentasikan diri secara maksimal dalam struktur
sosial”63
3 FILM
3.1 Pengertian film
Undang-undang perfilman No.6 tahun 1992, bab 1 pasal 1
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan film adalah karya
cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa
dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan
direkam pada pita selluloid, pita video, piringan video dan atau
bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam bentuk jenis,
ukuran melalui kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya
dalam bentuk, jenis, ukuran, melalui kimiawi proses elektronik
atau proses lainnya atau tanpa suara yang dapat dipertunjukan
atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik elektronik dan
atau lainnya. 64
Film merupakan salah satu media komunikasi massa.
Dikatakkan sebagai media komunikasi karena merupakan bentuk
komunikasi yang menggunakan saluran media dalam
mengghubungkan komunikator dan komunikan secara massal
dalam arti berjumlah banyak tersebar dimana-mana khalayaknya
heterogen dan anonom dan menimbulkan efek tertentu.65
63
Hamid Arifin. “Representasi Perempuan Dalam Pers”, Jurnal
Komunikasi Massa Vol 1 No 1 Juli 2007 , h.14. diakses pada 13 Maret 2018.
Pukul 23.00 WIB. 64
Askurifai, Baksin. Membuat Film Indie Itu Gampang, Bandung:
Katarsis, 2003. 65
Nawiroh, Vera, Semiotika Dalam Riset Komuniaksi. Bogor: Penerbit
Ghalia Indonesia, 1014
64
3.2 Jenis dan klasifikasi film
a. Jenis-jenis film
Jika dilihat dari isinya, film dibedakan menjadi jenis film
fiksi dan non fiksi. Sebagai contoh, untuk film non fiksi adalah
film dokumenter yang menjelaskan tentang dokumentasi sebuah
kejadian alam, flora, fauna, maupun manusia. Adapun penjelasan
dari jenis-jenis film itu sebagai berikut :
1) Film Dokumenter adalah film yang menyajikan
fakta yang berhubungan dengan orang-orang, tokoh,
peristiwa, dan lokasi yang nyata. Film dokumenter
dapat digunakan untuk berbagai macam maksud dan
tujuan seperti informasi atau berita, biografi,
pengetahuan pendidikan social, politiik (propaganda)
dan lain sebagainya.
2) Film fiksi adalah film yang menggunakan cerita
rekaan diluar kejadian nyata, terkait plot dan memiliki
konsep pengadegaan yang di rancang sejak awal.
Struktur cerita film juga terkait hukum dan kausalitas.
Cerita fiksi juga seringkali diangkat dari kejadian
nyata dengan menggunakan beberapa cuplikan
rekaman gambar dari peristiwa aslinya (fiksi-
dokumenter).
3) Film experimental merupakan film yang
berstruktur namun tidak ber plot. Film ini tidak
65
bercerita tentang apapun (anti-naratif) adegannya
menantang logika sebab akibat (anti-rasionalitas)66
b. Klasifikasi film
Menurut Himawan Pratista dalam buku memahami film-
nya metode yang paling mudah dan sering digunakan
untuk mengklarifikasi film adalah berdasarkan genre
yaitu klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki
karakter atau pola sama (khas) sebagai berikut67
:
1. Aksi , yaitu film yang berhubungan dengan
adegan-adegan aksi fisik seru, menegangkan,
berbahaya, dan nonstop dengan cerita yang
cepat.
2. Drama, yaitu film yang kisahnya seringkali
mengunggah emosi, dramatic dan mampu
menguras air mata penontonnya. Tema
umumnya mengangkat isu-isu sosial seperti
kekerasan, ketidakadilan, masalah kejiwaan
penyakit dan sebaginya.
3. Epic sejarah yaitu film dengan tema periode
masa silam (sejarah) dengan latar belakang
sebuah kerajaan, peristiwa atau tokoh besar
yang menjadi mitos, legenda, atau kisah
bliblical.
66
Pratista, Himawan Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka,
2008. 67
Pratista, Himawan Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka,
2008.
66
4. Fantasi yaitu film yang berhubungan dengan
tempat peristiwa dan karakter yang tidak nyata
dengan menggunakan unsur magis, mitos,
imajinasi, halusional serta alam mimpi.
5. Fiksi ilmiah yaitu film yang berhubungan
dengan teknologi dan kekuatan di luar
jangkauan teknologi masa kini yang artificial.
6. Horror yaitu film yang berhubungan dengan
dimensi spiritual atausisi gelap manusia.
7. Komedi yaitu jenis film yang tujuannya
menghibur dan memancing tawa penonton.
8. Kriminal dan gangster yaitu film yang
berhubungan dengan aksi-aksi kriminal dengan
menggambil kisah kehidupan tokoh kriminal
besar yang diinspirasi dari kisah nyata.
9. Musikal, yaitu film yang mengkombinasikan
unsur musik, lagu, tari dansa, serta gerak
koreografi.
10. Petualangan yaitu film yang berkisah tentang
perjalanan, eksplorasi, ekspedisi, ke suatu
wilayah asing yang belum pernah terjangkau
dengan manusia.
11. Perang yaitu film, yang mengangkat tema
ketakutan serta terror yang ditimbulkan oleh
aksi perang dengan memperlihatkan kegigihan
dan perjuangan.
67
12. Western yaitu film dengan tema seputar
konflik antara pihak baik dan jahat berisi
tembak-tembakan, aksi berkuda, dan aksi duel.
Film ini masuk ke dalam kategori film
documenter yang menyajikan fakta
berhubungan dengan orang-orang tokoh
peristiwa dan lokasi yang nyata.
3.3 Unsur-unsur pembentuk film
Film secara umum dapat di bagi menjadi dua
unsur pembentuk yaitu unsur naratif dan unsur
sinematik.Kedua unsur tersebut saling berinteraksi dan
berkesinambungan satu dengan lainnya. Unsur naratif
adalah bahan materi yang akan diolah, berhubungan
dengan aspek cerita atau tema film, terdiri dari unsur-
unsur seperti : tokoh, massalah, lokasi dan waktu.
Sedangkan unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk
mengolahnya. Sementara unsur sinematik atau gaya
sinematik merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film.
Sinematik terdiri dari empat elemen pokok yaitu :
a. Mise-en-scene, yaitu segala hal yang
berada di depan kamera.
b. Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap
kamera dan filmnya hubungan kamera dengan
objek yang diambil.
c. Editing, transisi sebuah gambar (shoot) ke
gambar (shoot) lainnya.
68
d. Suara, yakni segala hal dalam film yang
mampu kita tangkap melalui indra
pendengaran.68
Film juga menggandung unsur dramatik. Unsur
dramatik dalam istilah lain disebut dramaturgi yakni
unsur-unsur yang dibutuhkan untuk melahirkan gerak
dramatik pada cerita atau pada pikiran penontonnya antara
lain: konflik, suspense, curiousity, dan surprise. Konflik
merupakan suatu pertentangan yang terjadi dalam sebuah
film misalnya, pertentangan antar tokoh. Suspense
merupakan ketegangan yang dapat menggiring penonton
ikut berdebar menantikan adegan selanjutnya. Couriosity
merupakan rasa ingin tahu atau penasaran penoton
terhadap jalannya cerita sehingga penonton terus
mengikuti alur film sampai selesai. Surprise adalah
kejutan. Kejutan ini biasanya digunakan pada alur film
yang sulit ditebak.69
3.4 Teknik pengambilan gambar
a. Sinematografi
Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera
dan film nya serta hubungan kamera dengan objek
yang diambil. Berikut ini adalah salah satu aspek
68
Pratista, Himawan Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka,
2008. 69
Lutters, Elizabeth, Kunci Sukses Menulis scenario. Jakarta : Grasindo.
2004.
69
framing yang terdapat dalam sinematografi, yakni
jarak kamera terhadap objek (type shoot) yaitu :70
1. Extream long shoot, merupakan jarak kamera
yang paling jauh dari objeknya. Teknik ini
umumnya untuk menggambarkan sebuah objek
yang sangat jauh atau panorama yang luas.
2. Long shoot, pada jarak long shoot tubuh fisik
manusia telah tampak jelas namun latar
belakang masih dominan. Long shoot sering
kali digunakan sebagai establishing shoot,
yakni shoot pembuka sebelum digunakan
shoot-shoot yang berjarak lebih dekat.
3. Medium long shot, pada jarak ini tubuh
manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke
atas. Tubuh fisik manusia dan lingkungan
sekitar relative seimbang.
4. Medium shoot, pada jarak ini memperlihatkan
tubuh manusia dari pinggang ke atas. Gesture
serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok
manusia lebih dominan dalam frame.
5. Close up umumnya memperlihatkan wajah,
tangan, kaki, atau sebuah objek kecil lainnya.
Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi
wajah dengan jelas serta gesture yang
mendetail. Close up biasanya digunakan untuk
70
Pratista, Himawan Memahami Film. Yogyakarta: Homrtian Pustaka.
2008.
70
adegan dialog yang lebih intim. Close up juga
memperlihatkan sangat mendetail sebuah
benda atau objek.
6. Extreme close up pada jarak terdekat ini
mampu memperlihatkan lebih mendetail
bagian wajah seperti, telinga, hidung, dan
lainnya atau bagian dari sebuah objek.
b. Pergerakan kamera
Pergerakan kamera adalah istilah untuk
memudahkan komunikasi dengan operator
kamera, yakni istilah untuk menyebut arah gerak
kamera yang dimaksudkan. Disebut pergerakan
kamera posisi pengangkat kamera yang berubah
dalam proses pengambilan gambar. Pergerakan
kamera, secara teknis sebenarnya variasinya tidak
terhitung namun secara umum dapat
dikelompokkan sebagai berikut :71
1. Pan, merupakan singkatan dari kata panorama.
Istilah panorama digunakan karena umumnya
menggambarkan pemandangan secara luas.
Pan adalah gerakan kamera secara horizontal
kanan dan kiri secara horizontal dengan posisi
kamera statis.
2. Tilting, merupakan pergerakan kamera secara
vertical atauatas-bawah dengan posisi kamera
71
Pratista, Himawan Memahami Film. Yogyakarta: Homrtian Pustaka.
2008.
71
statis. Tilt sering digunakan untuk
memperlihatkan objek yang tinggi atau raksasa
di sepan seorang karakter, misalnya gedung
bertingkat dan patung raksasa.
3. Tracking, atau dolly shoot merupakan
pergerakan kamera akibat perubahan posisi
kamera secara horizontal. Pergerakan dapat ke
arah manapun sejauh masih menyentuh
permukaan tanah. Pergerakan dapat bervariasi
yakni, maju, melingkar, menyamping, dan
sering kali menggunakan rel atau track.
Tracking shot juga dapat dilakukan dengan
menggunakan truk atau mobil.
4. Crane shoot, adalah pergerakan kamera akibat
perubahan posisi kamera secara vertical,
horizontal atau kemana saja selama masih
diatas permukaan tanah (melayang) crane
shoot umumnya menggunakan alat crane yang
mampu membawa kamera bersama opratornya
sekaligus dan dapat bergerak turun naik hingga
beberapa meter.
B. KERANGKA BERFIKIR
Pengertian kerangka berpikir dalam Sugiyono 2009
mengemukakan bahwa kerangka berpikir merupakan model
konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan
72
berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting. Kerangka berpikir adalah hasil pemikiran peneliti
berdasarkan teori/konsep yang ada tentang variabel yang diteliti
dan dirumuskan dari masalah penelitian. Kerangka berpikir
merupakan inti sari dari teori yang telah dikembangkan yang
dapat mendasari perumusan hipotesis. Teori yang telah
dikembangkan dalam rangka memberi jawaban terhadap
pendekatan pemecahan masalah yang menyatakan hubungan
antar variabel berdasarkan pembahasan teoritis.72
Gender adalah istilah yang sering diartikan salah di
lingkungan masyarakat. Istilah gender sering diartikan sebagai
jenis kelamin (seks) Kedua istilah tersebut mengacu pada
perbedaan jenis kelamin, tetapi istilah seks terkait pada
komponen biologis dari sebuah makhluk hidup. Artinya, masing-
masing jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) secara biologis
berbeda. Laki-laki dan perempuan mempunyai keterbatasan dan
kelebihan tertentu berdasarkan fakta-fakta biologis masing-
masing. Contohnya : seorang berjenis kelamin perempuan bisa
mengandung, melahirkan dan mempunyai asi. Seorang yang
biologis dilahirkan sebagai laki-laki mampu mempunyai sprema.
Perbedaan biologis inilah yang dinamakan kodrat pemberian dari
tuhan dan tidak mudah untuk diubah. Sedangkan gender adalah
suatu proses sosialisasi dan enkulturasi seseorang Atau gender
adalah hasil kontruksi sosial yang terdiri dari sifat, sikap, prilaku,
72
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta. 2009.
73
seseorang yang ia pelajari. Yang dipelajari biasanya berbagai
sifat dan prilaku yang dianggap pantas bagi dirinya karna berjenis
kelamin perempuan atau laki-laki. Sifat-sifat feminitas dan
maskulinitas ditentukan oleh lingkungan budayanya dan melalui
apa yang diajarkan oleh orang-orang disekitar dirinya.
Dalam peran gender di kehidupan sosial hari ini akan
membagi dua pekerjaan secara seksual. Bagaimana peran laki-
laki dan bagaimana peran perempuan. Meskipun masyarakat
mengenal dan membagi pembagian pekerjaan secara seksual
yang tidak selalu sama, yang menjadi kenyataan adalah bahwa
hampir setiap masyarakat di dunia ini ada suatu pembagian kerja
secara seksual bagi perempuan dan laki-laki. Di Indonesia secara
politis dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) peran seksual
laki-laki sebagai kepala rumah tangga yang sah dimata hukum
dan pencari nafkah utama dalam keluarga. Sedangkan, ibu rumah
tangga yang menjadi tugas utamanya adalah mendidik dan
merawat anaknya. Konsekuensi dari ketentuan pembagian peran
seksual seperti diatas bahwa peran gender perempuan adalah
ranah domestik, sedangkan peran gender laki-laki adalah di
wilayah publik.
Kemunculan sifat “ketidakadilan gender” dalam kehidupan
social hari inilah yang menjadi masalah. Hal ini tidak dianggap
aneh karena telah terisolasi dalam diri perempuan dan laki-laki
sehingga menjadi sulit untuk dipisahkan secara jelas apa yang
telah menjadi kodrat dan apa yang dipelajari dalam masyarakat.
Disinilah akan tercipta suatu sistem ketidakadilan gender yang
74
kemudian diterima, meluas dianggap sesuatu yang biasa, dan
tidak lagi dirasakan sebagai sesuatu yang salah. Dalam hal ini
gender haruslah diubah, dan perlu usaha yang cukup keras untuk
mengubah hal tersebut karna sudah menjadi kebiasaan yang
sudah diterima secara meluas di lingkungan masyarakat.
Dalam prespektif hak asasi manusia, diskriminasi adalah
bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sedangkan
diskriminasi terhadap perempuan melangggar hak asasi
perempuan. Sehingga pemberdayaan perempuan diperlukan agar
perempuan dapat memperjuangkan hak-haknya yang dilanggar.
Usaha-usaha untuk menegakan Hak Asasi Manusia (HAM)
didunia termanisfestasikan dalam kesepakatan Deklarasi Hak
Asasi Manusia (DUHAM) yang diadopsi oleh perserikatan
bangsa-bangsa setelah perang dunia ke-2 dan menjunjung tinggi
hak asasi maanusia setiap individu. DUHAM pada intinya adalah
tentang menghormati kemanusiaan setiap orang karena ia
dilahirkan sebagai manusia. DUHAM terdiri dari 30 pasal
komitmen untuk menjunjung tinggi dan melindungi hak setiap
orang (perempuan dan laki-laki) secara jelas tercantum pada pasal
1 yang berbunyi
“semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat
dan hak-hak yang sama mereka dikaruniai akal dan hati nurani
dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat
persaudaraan”
75
Sedangkan pernyataan bahwa DUHAM tidak membenarkan
atau menolak diskriminasi dapat dibaca dalam pasal 2 :
“Setiap orang berhak atas semua hak dan
kebebasan-kebebasan yang tercantum didalam pernyataan
ini dengan tak ada perkecualian apapun, seperti kebebasan
ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau
pandangan lain asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan
hak milik kelahiran ataupun kedudukan lain. Selanjutnya
tidak aka nada diadakan pembedaan atas dasar kedudukan
politik, hukum, atau kedudukan internasional dari Negara
atau daerah darimana seorang berasal baik dari Negara
yang merdeka, yang bentuk wilayahnya perwalian, jajahan
atau yang berada dibawah kedaulatan yang lain”
Pada kenyataannya konvensi DUAHAM yang menyatakan
menjunjung tinggi hak asasi manusia secara global tidak dapat
menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan yang terus
terjadi di seluruh penjuru dunia, termasuk di Negara-negara yang
telah menandatangani deklarasi hak asasi manusia tersebut di
perserikatan bangsa-bangsa.
Kenyataan ini yang mendorong komisi status perempuan di
PBB untuk menyerahkan draft pertamanya tentang deklarasi anti
diskriminasi terhadap perempuan. Dalam tahun 1967 sidang
umum PBB mengadopsi konvensi penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan yang terdiri dari 16 pasal yang
di lengkapi dengan 14 pasal tentang bagaimana menilai kemajuan
dan implementasi konvensi perempuan yang telah meratifikasi
konvensi perempuan dengan membentuk Commision on the
Elimination of all types of discrimination yang disingkat
CEDAW.
76
Indonesia sebagai anggota PBB telah meratifikasi konvensi
perempuan dengan dilahirkanya UU No. 7 Tahun 1984, 5 tahun
setelah diadopsi oleh PBB. Bagi Indonesia meratifikasi konvensi
perempuan dari PBB adalah tindak lanjut untuk mengakui dalam
hukum Negara bahwa dalam tataran kehidupan sehari-hari diakui
prinsip-prinsip kesetaran antara perempuan dan laki-laki. Dengan
tekad itulah asas-asas yang tercantum dalam konvensi perempuan
untuk dapat menhapuskan diskriminasi dalam segala bentuk
perwujudannya telah disepakati dinilai tentang diskriminasi
terhadap perempuan yang dimuat dalam pasal 1 dan diartikan
sebagai berikut
“setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang
dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai
pengaruh dan tujuan untuk mengurangi dan
menghapuskan pengakuan, penikmatan, penggunaan,
hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan
pokok dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil
ataupun lainnya oleh kaum perempuan terlepas dari
status perkawinan mereka atas dasar persamaan
antara perempuan dan laki-laki”.
Sedangkan pasal 3 memuat pernyataan tentang kewajiban
Negara dalam menghapuskan segala bentuk diskriminasi dengan
mengatakan antara lain “Negara-negara peserta membaut aturan
yang tepat, termasuk pembuatan undang-undang disemua bidang
untuk menjamin perkembangan dan kemajuan kaum perempuan
sepenuhnya dan menikmati hak-hak asasi manusia dan kebebasan
pokok atas dasar persamaan dengan laki-laki” Berbagai macam
peraturan perundangan telah dibuat untuk melindungi perempuan
dari diskriminasi yang ada di lingkungan sosial saat ini. Hal ini
terbukti belum juga dapat menghapuskan diskriminasi perempuan
dilingkungan sosialnya.
77
Berikut kutipan berita tentang dampak diskriminasi gender
dalam kehidupan sosial :
Setiap Jam, 6 Wanita Terbunuh Akibat KDRT
Gambar 1. Perempuan KDRT
78
Kerangka Berfikir
Gambar 2. Kerangka Berfikir
KONVENSI CEDAW PBB 1967 (PENGHPUSAN
DISKRIMINASITERHADAP PEREMPUAN)
UNDANG-UNDANG N0.7 TAHUN 1984
ANALISIS SEMIOTIKA DISKRIMINASI
GENDER DALAM FILM KARTINI 2017
BENTUK
DISKRIMINASI
GENDR MENURUT
MANSOUR FAKIH
1. MARGINALIS
ASI
2. SUBBORDINA
SI
3. STEREOTYPE
4. KEKERASAN
5. BEBAN KERJA
ANALISIS
SEMIOTIKA
ROLAND
BHARTES
A. DENOTASI
B. KONOTASI
C. MITOS
79
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. GAMBARAN UMUM FILM KARTINI
Kartini adalah salah satu film karya anak bangsa
yang ikut hadir meramaikan kancah perfilman indoenesia
ditahun 2017.Film yang di sutadarai oleh Hanung
Bramantyo ini banyak menuai pujian pada tingkat
nasional maupun internasional. Film ini menjadi film ke 3
Kartini dilayar lebar setelah biografi R.A. Kartini (1984)
yang di sutradarai oleh Sjuman Djaya Dan kisah fiksi
asmara Kartini surat cinta untuk Kartini (2016) yang di
sutradarai oleh Azhar Kinoi Lubis. Production house
ternama yaitu Legancy pictures juga ikut andil dalam
proses pembuatan dan pembiayaan film ini. Film yang
beraliran biopic ini mengangkat kisah dari tokoh
pahlawan perempuan yaitu Raden Ajeng Kartini yang
tumbuh dan besar dalam keluarga bangsawan Jawa di
tahun 1800-an yang diperankan oleh Dian Sastro
Wardoyo. Selain Dian Sastro, film ini juga bertabur aktor
dan aktris ternama seperti Ayu Shita sebagai adik kartini
yang bernama Raden Ajeng Kardinah, dan Acha Septriasa
sebagai Roekmini.
Film yang berdurasi 119 menit ini banyak
menggunakan bahasa Jawa dan Proses pengerjaan film ini
cukup lama dan menyita banyak waktu. Film yang
seharusnya dirilis pada tahun 2016 menjadi mundur satu
79
80
tahun menjadi tahun 2017. Rencana produksi film juga
yang harusnya dilakukan pada tahun 2015, dengan berat
hati diubah menjadi tahun 2016 karena proses
penggodokan cerita yang masih belum matang. Penulis
naskah sekaligus sutradara, Hanung ingin betul-betul
menggambarkan sosok Kartini muda dan keluarganya
secara jelas sehingga harus riset lebih dalam untuk naskah
filmnya. Selain riset yang cukup lama, proses
pengambilan gambar pada film ini juga dilakukan di
beberapa tempat yang berbeda, seperti Yongyakarta,
Jakarta dan Belanda. Proses syuting film ini juga cukup
panjang yaitu satu bulan lamanya, dengan menghabiskan
dana 12 miliar rupiah.
Dengan lama waktu riset, pengerjaan film ini yang
cukup panjang dan dana yang tidak murah rupanya tidak
menjadi hal yang sia-sia film ini banyak mendapatkan
penghargaan dari berbagai macam festival film nasional
maupun internasional. Berikut berbagai nominasi dan
penghargaan yang di dapatkan oleh film kartini :
Tabel 3. Penghargaan Festival Film Indonesia 2017
KATEGORI PENERIMA HASIL
Penata Busana Terbaik Retno Ratih
Damayanti
Nominasi
Penata Rias Terbaik Darto Unge Nominasi
81
Penata Artistik
Terbaik
Allan Sebastian Nominasi
Film Terbaik Robet Rony Nominasi
Sutradara Terbaik Hanung Bramantyo Nominasi
Penulis Skenario
Terbaik
Hanung Bramantyo Nominasi
Pengarah
Sinematografi Terbaik
Faozan Rizal Nominasi
Penyuting Gambar
Terbaik
Wawan Wibowo Nominasi
Penata Suara Terbaik Khimawan Santosa
Sutrisno
Nominasi
Pemeran Utama Pria
Terbaik
Deddy sutomo Nominasi
Pemeran Utama
Wanita Terbaik
Dian Sastro
Wardoyo
Nominasi
Pemeran Anak Terbaik Neysa Chandra
Melisenda
Nominasi
Pemeran Pendukung
Wanita Terbaik
Cristine Hakim Menang
82
Tabel 4. Penghargaan Festival Film Bandung 2017
KATEGORI PENERIMA HASIL
Penata
ArtistikTerpuji
Allan Sebastian Nominasi
Penulis Skenario
Terpuji
Hanung Bramantyo Nominasi
Pemeran
Pembantu Wanita
Terpuji
Cristine Hakim Menang
Pemeran Utama
Wanita Terpuji
Dian Sastro Wardoyo Nominasi
Film Bioskop
Terpuji
Legancy Picture &
Screen Play
Nominasi
83
Tabel 5.Penghargaan Festival Film Tempo 2017
KATEGORI PENERIMA HASIL
Aktris
Pendukung
Terbaik
Pilihan
Tempo
Cristine Hakim Nominasi
Aktor Utama
Terbaik
Pilihan
Tempo
Deddy Sutomo Nominasi
Aktris Utama
Terbaik
Pilihan
Tempo
Dian Sastro Wardoyo Nominasi
84
KATEGORI PENERIMA HASIL
Film Bioskop Terpilih Legancy Pictures &
Screenplay
Nominasi
Sutradara Terpilih Hanung Bramantyo Nominasi
Skenario Asli Terpilih Hanung Bramantyo &
Agus Bramanti
Nominasi
Tata Kamera Terpilih Faozan Rizal Nominasi
Tata Artistik Allan Sebastian Nominasi
Tata Musik Terpilih Andi Rianto Nominasi
Penyuting Gambar
Terpilih
Widati Wibowo Nominasi
Tata Kostum Terpilih Retno Ratih Damayanti Nominasi
Tata Rias Wajah
Terpilih
Darto “Unge” Nominasi
Desain Poster Terpilih Jonathan Oh Nominasi
Aktris Utama Terpilih Dian Satrowardoyo Nominasi
Aktor Pendukung
Terpilih
Deddy Sutomo Nominasi
Akris Pendukung
Terpilih
Cristine Hakim Menang
Aktris/Aktor Cilik
Terpilih
Neysa Chandra Melisenda Nominasi
85
Tabel 6.Penghargaan Indonesia Movie Actor Awards 2018
KATEGORI PENERIMA HASIL
Pemeran Pria
Pendukung Favorit
Deddy Soetomo Nominasi
Pemeran Wanita
Pendukung Favorit
Cristine Hakim Nominasi
Life Time Achivment Cristine Hakim Menang
Tabel 7.Penghargaan Piala Maya 2018
PENGAHRGAAN INTERNASIONAL
Film Kartini diputar di Markas Besar PBB New Yok
pada tanggal 13-23 Maret 2018 dalam acara pertemuan
Commission on the Status of Women (CSW) ke-62 "Film
Kartini diputar di PBB untuk menunjukkan kepada berbagai
negara di dunia mengenai perjuangan dan kemajuan
perempuan Indonesia untuk mendorong emansipasi dan
pemberdayaan perempuan," dipilihnya film Kartini karna
film ini menggambarkan sejarah perjuangan emansipasi dan
pemberdayaan perempuan Indonesia sejak abad ke-18. 73
Hal
ini berhubungan juga dengan tema CSW ke-62 yaitu
“Challenges and opportunities in achieving gender equality
73
https://seleb.tempo.co/read/1071456/film-kartini-hanung-bramantyo-diputar-di-markas-besar-pbb ditulis oleh Antara akrtikel diakses pada 28
Oktober 2018 pukul 14.05 WIB
86
and an empowerment of rural women and girl" atau
Tantangan dan kesempatan dalam mencapai kesetaraan
gender dan sebuah pemberdayaan perempuan dan perempuan
pedesaan. Sekaligus untuk mempringati hari International
Women's Day yang jatuh pada bulan Maret 2018.
B. SINOPSIS FILM KARTINI
Film ini adalah kisah nyata perjuangan Kartini, pahlawan
wanita yang paling populer di Indonesia. Indonesia awal tahun
1900 Masehi, Wanita tidak diperbolehkan memperoleh
pendidikan yang tinggi, bahkan untuk para kaum Ningrat
sekalipun. Wanita Ningrat Jawa saat itu hanya diharapkan
menjadi Raden Ayu dan menikah dengan seorang pria Ningrat
Jawa. Perempuan ningrat juga harus siap menjadi istri kedua
ataupun ketiga dalam sebuah pernikahan. Kartini kecil (Neysa
Chandra Melisenda) tumbuh dengan melihat langsung bagaimana
Ibu Kandungnya, Ngasirah (Nova Eliza) menjadi orang terbuang
di rumahnya sendiri, diangggap pembantu hanya karena tidak
mempunyai darah ningrat. Ngasirah sendiri adalah, putri dari
NyaiHaji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru
agama di Telukawur, Jepara.
Sejak kecil Kartini sudah di pisahkan dari ibu kandungnya
karena seorang anak Bupati haruslah menjadi Raden Ayu baik
dari istri ningrat ataupun bukan keturunan nigrat dan hidup dalam
pingitan sejak menstruasi hari pertama. Ayahnya, Raden
87
Sosroningrat (Deddy Sutomo) seorang patih yang diangkat
menjadi Bupati Jepara segera setelah Kartini lahir. Kartini adalah
putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ayah Kartini
pada mulanya adalah seorang Wedana di Mayong. Peraturan
kolonial waktu itu mengharuskan seorang Bupati beristerikan
seorang bangsawan. Karena M.A.Ngasirah bukanlah bangsawan
tinggi maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng
Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Wanita
yang akan menjadi ibu kandung dari Raden Ayu
Roekmini. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat
menjadi Bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung
R.A.Woerjan, R.A.A.Tjitrowikromo. Raden Sosroningrat sangat
mencintai Kartini dan keluarganya juga tidak berdaya melawan
tradisi saat itu.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri.
Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan
tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat
Bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad
ke-19 sebagai salah satu Bupati pertama yang memberi
pendidikan Barat kepada anak-anaknya. Kakak Kartini,
Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.
Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di
ELS(Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini
belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus
tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
88
Dalam pingitan yang cukup lama Kartini sempat terpuruk
cukup dalam.ia berfikir bahwa semua cita-citanya untuk
bersekolah tinggi dan merubah nasib bangsanya akan pupus
begitu saja. Kartini berfikir ia akan sama seperti perempuan-
perempuan ningrat pada umumnya yang telah ditakdirkan
menjadi Raden Ayu, dan tidak berdaya untuk melawan tradisi.
Sosorokatono (Reza Rahardian) adalah salah seorang yang
merubah pola pikirnya. Sosrokartono mendidik Kartini sedikit
demi sedikit untuk rajin membaca buku dan menulis sekaligus
untuk mengibur diri sendiri dalam masa pingitannya. Kartini
yang bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar
sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi
yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon
yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan
majalah Eropa, Kartini mulai tertarik pada kemajuan berpikir
perempuan Eropa. Setelah ia semakin rajin membaca dan menulis
surat, Semakin hari semakin kuat keinginannya untuk
menciptakan trobosan baru dalam bidang pendidikan, sosial, dan
ekonomi.
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De
Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima
leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada
langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu
pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda
De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali
mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie.
89
Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan
penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-
kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip
beberapa kalimat.
Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi
wanita, tetapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat
perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan
persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
Kartini dijodohkan dengan Bupati Rembang, K.R.M.
Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah
memiliki tiga istri. Kartini menikah pada 1903. Suaminya
mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan
didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu
gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang.
90
C. PROFIL SUTRADARA FILM KARTINI
Gambar 3. Sutrdara Hanung Bramantyo
91
Nama Panggung : Hanung
Bramantyo
Nama Asli : Setiawan
Hanung Bramantyo
Nama Panggilan : Hanung
Bramantyo
Tempat/ Tanggal Lahir :
Yogyakarta, 1 Oktober 1975
Pekerjaan : Sutradara, Aktor,
Penulis Skernario
Tinggi Badan : 172 cm
Agama : Islam
Ayah Kandung : Salim
Purnomo
Ibu Kandung : Mulyani
Istri : Zaskia Adya Mecca
Anak : Barmastya Bhumi
Brawijaya (hasil
pernikahannya dengan
Yanesthi Hardini), dan Kana
Sybilla Bramantyo, Kala
Madali Bramantyo, dan Bhai
Kaba Bramantyo (hasil
pernikahannya dengan
Zaskia Adya Mecca)
Zodiak : Libra
Hobi : Menulis, Membaca,
Nonton Film dan Membuat
Film
KARYA :
Topeng Kekasih (2000)
Gelas-Gelas
Berdenting (2001)
When… (2003)
Brownies (2004)
Catatan Akhir
Sekolah (2005)
Sayekti dan Hanafi versi
RCTI (2005)
Jomblo (2006)
Lentera Merah (2006)
Kamulah Satu-
Satunya (2007)
Legenda Sundel
Bolong (2007)
Get Married (2007)
92
Ayat-Ayat Cinta (2008)
Doa Yang
Mengancam (2008)
Perempuan Berkalung
Sorban (2009)
JK – film pendek (2009)
Get Married 2 (2009)
Menebus Impian (2010)
Tendangan dari
Langit (2010)
Sang Pencerah (2010)
? (2011)
Pengejar Angin (2011)
Perahu Kertas (2012)
Cinta Tapi Beda (2012)
Perahu Kertas 2 (2013)
Gending Sriwijaya (2013)
Soekarno: Indonesia
Merdeka (2013)
Hijab (2015)
2014 (2015)
Talak 3 (2016)
Rudy Habibie (2016)
Kartini (2016)
Gundala Putra Petir (2017)
Terbaru : Sultan Agung
(2018)
Akan datang : Bumi
Manusia
SEBAGAI PEMAIN
Jomblo (2006) - sebagai koki
Lentera Merah (2006) - sebagai Dewan Alumni 65
Get Married 2 (2009) - sebagai pemarkir mobil
Get Married 3 (2011) - sebagai orang buta
Perahu Kertas (2012) - sebagai tamu di pameran lukisan
Galeri Warsita
Habibie & Ainun (2012) - sebagai Sumohadi
Cinta Tapi Beda (2012) - sebagai Pelanggan Café.
Youtubers (2015) - sebagai Sutradara
93
PROFIL PEMAIN FILM KARTINI
1. DIAN SASTROWARDOYO (RADEN AJENG KARTINI
Gambar 4.Raden Ajeng Kartini
Nama Panggung : Dian Sastrowardoyo
Nama Asli : Diandra Paramita Sastrowardoyo
Nama Panggilan : Dian
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Maret 1982
Pekerjaan : Aktris, Presenter, Model.
Agama : Islam
Ayah Kandung : ariawan rusdianto sastrowardoyo
Ibu Kandung : dewi parwati setyorini
Suami/Istri : Maulana Indraguna Sutowo
Anak : Syailendra Naryama Sastraguna Sutowo & Ishana
Ariandra Nariratana Sutowo
Hobi : Baca buku
PENDIDIKAN
TK, Don Bosco
94
SD: SD Strada Van Lith II, Duren Sawit, Jakarta
SLTP: SMP Vincentius Otista, Jakarta.
SLTA: SMA Tarakanita 1, Pulo Raya, Kebayoran Baru -
Jakarta Selatan.
S-1: Fakultas Hukum UI (tidak tamat)
S-1: Jurusan Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia
S-2: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (lulus cum
laude Agustus 2014)
2. AYUSHITA NUGRAHA(RADEN AJENG KARDINAH)
Gambar 5.Raden Ajeng Kardinah
Nama Panggung : Ayushita
Nama Asli : Ayushita Widyartoeti Nugraha
Nama Panggilan : Ayu
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 9 Juni 1989
Pekerjaan : Aktris, Model, Penyanyi, Presenter
Agama : Islam
Hobi : Menyanyi
PENDIDIKAN
SMP St. Belarminus Jakarta
95
SMA 3 Setiabudi Jakarta
Performing Arts, London School of Public Relations
3. ACHA SEPTRIASA(RADEN AJENG ROEKMINI)
Gambar 6.Raden Ajeng Roekmini
Nama Panggung :Acha Septriasa
Nama Asli : Jelita Septriasa
Nama Panggilan : Acha
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 1 September 1989
Pekerjaan : Aktris, Penyanyi, Presenter
Agama : Islam
Ayah Kandung : Sagitta Ahimsha
Ibu Kandung : Rita Emza
Suami/Istri : Vicky Kharisma
Anak : Bridgia Kalina Kharisma
Hobi : Menyanyi
96
Pendidikan
TK Ar Riadhus (1993–1995)
SD Muhammadiyah 6 Tebet (1995–2001)
SMP Negeri 73 Jakarta (2001–2004)
SMA Negeri 82 Jakarta (2004–2007)
Limkokwing University of Creative Technology, Cyberjaya,
Malaysia (2007–2011)
4. CHISTINE HAKIM(YU NGASIRAH)
Gambar 7.Yu Ngasirah
Nama Panggung : Christine Hakim
Nama Asli : Herlina Christine Natalia Hakim
Nama Panggilan : Christine Hakim
Tempat Tanggal Lahir : Jambi 25 Desember 1956
Pekerjaan : Aktis, Produser, Aktivis
Agama : Islam
Ayah Kandung : Syarif Hakim Tahar
Ibu Kandung :
Suami/Istri : Jeroen Lezer
97
5. NOVA ELIZA(YU NGASIRAH MUDA)
Gambar 8.Yu Ngasirah Muda
Nama Panggung :
Nova Eliza
Nama Asli : Nova
Eliza
Nama Panggilan :
Nova
Tempat Tanggal
Lahir : Aceh, 4 Juni
1980
Pekerjaan : Aktris,
Model
Agama : Islam
Ayah Kandung :
Nurdin AR
Ibu Kandung : Cut
Rosminar
Anak : Naima
Malinka
98
6. DEDDY SUTOMO (Raden Mas Adipati Ario
Sosroningrat)
Gambar 9.Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat
Nama Panggung : Deddy Sutomo
Nama Asli : Deddy Sutomo
Nama Panggilan : Deddy Sutomo
Tempat Tanggal Lahir : Batavia, 26 Juni 1939
Pekerjaan : Aktor dan Politisi
Agama : Islam
Suami/Istri : Farida Widyawati
99
7. DJENAR MAHESA AYU (RADEN AYU MOERYAM)
Gambar 10.Raden Ayu Moeryam
Nama Panggung :
Djenar Maesa Ayu
Nama Asli : Djenar
Maesa Ayu
Nama Panggilan :
Djenar Maesa Ayu
Tempat Tanggal
Lahir :
Pekerjaan : Penulis
dan Aktris
Agama : Islam
Ayah Kandung :
Syuman Djaya
Ibu Kandung : Tutie
Kirana
Anak : : Banyu
Bening dan Btari
Maharani
Hobi : Menulis
100
8. REZA RAHARDIAN(RADEN MAS SOSROKARTONO)
Gambar 11.Raden Mas Sosrokartono
Nama Panggung :
Reza Rahadian
Nama Asli : Reza
Rahadian Matulessy
Nama Panggilan :
Reza Rahadian
Tempat Tanggal
Lahir : Bogor, 5
Maret 1987
Pekerjaan : Aktor,
Model, Presenter,
Sutradara
Agama : Islam
Ayah Kandung :
Rahim
Ibu Kandung :
Pratiwi Widantini
Matulessy
101
9. ARDINIA WIRASTI(RADEN AYU SOELASTRI)
Gambar 12. Aden Ayu Soelasri
Nama Panggung : Adinia Wirasti
Nama Asli : Adinia Wirasti
Nama Panggilan : Asti
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 19 Januari 1987
Pekerjaan : Aktris
Agama : Islam
102
10. DENNY SUMARGO(RADEN MAS SLAMET)
Gambar 13.Raden Mas Slamet
Nama Panggung
:Denny Sumargo
Nama Asli : Denny
Sumargo
Nama Panggilan :
Densu
Tempat Tanggal
Lahir : Luwuk, 11
Oktober 1981
Pekerjaan : Aktor,
Atlit
Agama : Kristen
Ayah Kandung :
Nazaruddin
Chaniago
Ibu Kandung :
Meiske
103
11. DWI SASONO(RADEN MAS JOYOADININGRAT )
Gambar 14.Raden Mas Joyoadiningrat
Nama Panggung :Dwi Sasono
Nama Asli : Dwi Sasono
Nama Panggilan : Dwi Sasono
Tempat Tanggal Lahir : Surabaya 30 Maret 1980
Pekerjaan : Aktor
Agama : Islam
Suami/Istri : Widi Mulia
Anak : Dru Prawiro Sasono (2008)Widuri Putri Sasono
(2010)Den Bagus Satrio Sasono (2015)
104
D. TIM PRODUKSI FILM KARTINI
Tabel 8.Nama Tim Produksi
PRODUCER Robert Rony
EXECUTIVE
PRODUCER
Catherine Keng
Ickyv.Olindo
Ukhdev Singh
ASSOCIATE
PRODUCER
Wiwid Setya
LINE PRODUCER Ajish Dibyo
SCEENPLAY &
STORY
Bagus Bramanti
Hanung Bramantyo
CASTING
DIRECTOR
Widhi Susila Utama
Ibnu Widodo
DIRECTOR OF
PHOTOGRAPHY
Faozan Rizal
ART DIRECTOR Allan Sebastian
COSTUME
DESIGNER
Retno Ratih Damayanti
MAKE UP ARTIST Darto “Unge”
105
SOUND
RECORDIST
Trisno
MUSIC SCORE Andi Rianto
Charlie Meliala
SOUND
DESIGNER
Khikmawan Santosa
EDITOR W. Idati Wibowo
VISUAL EFFECT X. Djo
Ery Kuntoro
PRODUCTION
MANAGER
Koko Permana
PRODUCTION
ASSISTANTS
Sara Kessing
Felisitas Ririen
PRODUCTION
ACCOUNTING
Dwike Samata Sukmasari
LOCATION
MANAGER
YONGYAKARTA
Agus Santoso
LOCATION
MANAGER
ASSISTANT
YONGYAKARTA
Hastungkara Sukardi
Frank Melur
Muh.Hafidz
LOCATION
MANAGER
Beni Irawan
106
JAKARTA
LOCATION
MANAGER
ASSISTANT
JAKARTA
Ian Kuncung
TALENT
CORDINATOR
YOGYAKARTA
Jarwo
Subagio
TANLENT
CORDINATOR
JAKARTA
Harry Wibowo
Mutiara Tita
ACTING COACH Agus Kencrot
DUTCH
LENGUAGE
COACH
Hans De Kraker
SCRIPT REPORT
& VHS PLAYBACK
Pujiono
VISUAL
CONTINITY
Biandi Gagah
CLAPPER Mervie
CAMERA
ASSISTANT &
FOCUS PULLER
Kasnan
CAMERA REPORT Diana
107
GAFFER Tarmizi Abka
LIGHTINGMANS Dede Permana, Nurhadi, Doel
Kumbang, Adi Li, Rohmat, Heri,
Kamila.
DRONE
OPRATORE
Yanuar
DATA WRANGKER Dimas Adriene
JAKARTA ART TEAM
ASSISTANT ART 1 Dazenk
ASSISTANT ART 2 Ari, Anting, Delby, Wisnu, Enjang,
Asep, Iden, Oppo, Uwa, Yosi, Doni
YONGYAKARTA ART TEAM
ASSISTANT ART 1 Edy Wibowo
ASSISTANT ART 2 Bro, Tejo, Fadil, Arif, Norton, Citra,
Danu, Paijo
WARDROBE
ASSISTANTS
Ary Yandhi
Abraham Sokarno
Ruri Widiarto
Anggit Tyaswari
Agung Catur
I Gusti Made Anom
Abam Jufen
108
MAKE UP
ASSISTANTS
Nanda
Anto
Nur
SOUND RECORDIST
ASSISTANT
Dimas Aditya
BOOM OPRATORS Nanda
Syahril Pratama
DIALOG EDITOR Khikmawan Santosa
SOUND EDITOR Syamsurrijal
SOUND EFFECT
EDITOR
Yordana
Satrio Abhinowo
ADR MIXER Jonet Sri Untoro
FOLEY ARTIST Joko Prawonto
FOLEY MIXER Moh.Zaki
RE-RECORDING
MASTER
Mohammad Ikhsan
SOUND POST
PRODUCER
Diaz Vierdi
COLORIST Arie Trisdianto
ONLINE EDITOR Indra Poetra
BEHIND THE SCANE Dwi Sujanti Nugroho
109
STILL PHOTO Umar Setyadi
POSTER DESIGNER Jonathan Oh
POSTER
POTHOGRAPHER
Frans Hambali
POST PRODUCTION
CORDINATOR
Luqman Thalib
EDITOR OFFLINE
ASSISTANT
Ahyat Andrianto
EDITOR THAILER Teguh Raharjo
Ganda Harta
OPENING & ENDING
GRAPHIC
Heri Kuntoro
X-Jo
POST PRODUCTION
ACCOUNTING
Cita Pranala
ORIGINAL MUSIC
COMPOSED
Andi Rianto
ASSISTING
ORCHESTRATOR I
Dita Permata
ASSISTING
ORCHESTRATOR II
Chistopher Gunawan
SCORE EDITOR Surya Widodo
SCORE MIXED AND
ENGINEER BY
Tommy Putra Utomo
110
PRODUCTION TEAM AMSTERDAM
PRODUCTIONS
COORDINATOR
Tiurlan Tobing
Ruben Westhoff
ASSISTANT CAMERA Delano Van Diest
DRIVER Hans The
Frans De L‟orme
HEAD OF FINANCE
AND ACCOUNTING
Lisbeth Simarmata
FIANCE AND
ACCOUNTING
STAFF
Renata Irene Hutagalung
ADMISTRATION
AND FINANCE
Wulan Maylani
ADMISTRATION
AND FINANCE
ASSISTANT
Sekarsanti
OFFICEBOY Denny
Lintang
ENGLISH SUBTITLE Tasha Sastranegara
Robert Ronny
SENIOR
RESEARCHER
Ibu Asri Mimingtyas
Dr. Joost Cote
111
Dr.Paul Bijil
TEAM RESEARCH
RUMAH KARTINI
Apeeep Qimo
Rumail Abbas
Daniel F.M
TRANSLATER
DUTCH TO
INDONESIA
Hans De Kraker
Jeroen Lezer
TRANSLATERJAVA
TO INDONESIA
Agus
PROMOTION Alderina Gracia
Resti Ghina Ulfah
Bagas Aditia
MARKETING &
PROMOTION
Emir Hakim
Arnold Limasnax
Edy Nugroho
Ricky Ferdianshah
Dwi Yani Putri
Carla Estherina
Arlianus Hidayat
Beatrich Simadiputri
Mimma Pratami
Diana Astuti
Anggie Prihanggi
PUBLICIST Ade Kusumaningrum
112
Michael
Nauval Yazid
Emira
Kanneth
Dwi Hesti Utami
DIGITAL
MARKETING
Mahendra
Chandra
Evie Sabrina
Arna Ningsih
Indra Kurniawan
Dicky Wahyu
Vidar Octara
Faizal Zailani
Nahar Hasyim
Heru Suyandi
Bandy Deep
Ferdian Simens
Soni
Like Chairunisa
Michael Katwani
Jessica
Imel Febriyanti
Joe Palar
Sony Duta
Bayu Surya
113
RAIN MANS Feru
Saldi
DIRECTOR CRAFT
SERVICE
Aadi Bromo
CRAFT SERVICE Junet
Andy Gebyar
Heru
Toyo
TRANSPORTATION
MANAGER
Rony Gunawan
Dany Elias
DIRECTOR VAN Maman
1st PRODUCTION
VAN
Raji
2nd
PRODUCTION
VAN
Cepy
PRODUCER VAN Bambang
PENYUTRADARAAN
VAN
Indra
DATA WRANGLER
VAN
Anto
CREW VAN Budi
1st TALENT VAN Lasno
114
2nd
TALENT VAN Warno
3rd
TALENR VAN Samiji
4th
TALENT VAN Yanto
DOP VAN Emra
LIGHTING VAN Nurhadi
1st LIGHTING VAN Misni
2nd
LIGHTING VAN Samsul
PICK UP GRIP Jogja
WADROBE VAN Ony
1st WADROBE BOX Damadi
2nd
WADROBE BOX Ahmad
MAKE UP VAN Jokowi
SCRIPT VAN Ari
SOUND VAN Eko
CAMERA TEAM VAN Ripto
CAMERA VAN Agung
CRAFT SERVICE
VAN
Parno
115
SUPPORT BOX Birin
1st ART VAN Danang
2st
ART VAN Taryadi
1st
ART PICKUP Yoyok
2nd
ART PICKUP Tutung
1st ART BOX Faidzin
2nd
ART BOX Darto
TRUCK Ipin
116
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi dan data penelitian
Pada tahap ini, peneliti akan memaparkan data dan temuan
penelitian. Batasan masalah penelitian berfokus pada adegan
diskriminasi gender yang terjadi dalam setiap adegan film Kartini
2017 untuk kemudian dianalisis dengan konsep diskriminasi
gender yang penulis pakai dalam penelitian ini. Konsep
ketidakadilan menurut Mashur Faqih terbagi menjadi 5 bagian
yaitu, marginalisasi, subbordinasi, streotipe, kekerasan, dan
beban kerja ganda. Berikut 23 adegan yang menggambarkan
diskriminasi gender dalam film Kartini 2017 karya Hanung
Bramantyo .
1. Scane Kartini berjalan jongkok untuk menghadap sang
ayah (Bupati Rembang)
Gambar : 1 /D/01/04/2019
Waktu : 00.01.28
116
117
Gambar 15.Kartini berjalan jongkok
Pada gambar diatas Kartini yang menjadi anak perempuan
dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (Bupati Jepara) yang
sedang berada didalam kamar bersama adiknya Roekmini tiba-
tiba dipanggil oleh sang Ayahanda untuk bertemu mendiskusikan
pernikahannya dengan Bupati Rembang. Kartini diharuskan
berjalan jongkok dari kamar pinggitan hingga singgasana
ayahnya. Hal ini diwajibkan untuk semua anak perempuan
keturunan nigrat Jawa yang bergelar Raden Ajeng. Peraturan
berjalan jongkok ini berlaku sejak perempuan sudah menjejaki
usia balig (dewasa) yang ditandai dengan keluarnya darah
menstruasi hari pertama. Beberapa peraturan ini dibuat hanya
untuk anak perempuan sedangkan anak laki-laki tidak dibebankan
dengan peraturan-peraturan yang sama dengan anak perempuan.
Percakapan Roekmini: kamu sudah yakin
dengan pilihanmu mbak ?
118
Kartini: apa aku boleh punya
pilihan lain ?
a. Denotasi
Pada gambar diatas Kartini yang dipanggil sang ayahanda
sedang berjalan merunduk menuju tempat sang ayah. Kartini
berjalan jongkok dari kamar hingga siggasana sang ayah.
Sedangkan apabila anak laki-laki yang di panggil sang ayah
mereka bebas berjalan normal dan tidak diwajibkan untuk
berjalan jongkok.
Pada tabel percakapan diatas menunjukan bagaimana
perempuan menjadi makhluk nomer dua setelah laki-laki,
perempuan tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Perempuan
juga tidak bisa memilih sendiri jalan hidupnya karena perempuan
yang belum menikah adalah milik ayahnya dan sesudah menikah
ia adalah milik suaminya. Disini dapat terlihat bahwa bagaimana
dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam kehidupan sehari-
hari. Hal itu terlihat dalam kutipan teks berikut :“apa kamu
sudah yakin dengan pilihanmu mbak ? ” “apa aku boleh
punya pilihan lain?”
Penjelasan kata “apa aku boleh punya pilihan lain” hal ini
merujuk pada sikap Kartini yang tidak bisa membantah keputusan
dari ayahnya untuk menyuruhnya menikah dengan laki-laki yang
bukan pilihan hatinya.
b. Konotasi
119
Dalam adegan dan percakapan tersebut menunjukan
bagaimana kuasa laki-laki terhadap perempuan dalam lingkungan
keluarga. Beberapa peraturan dalam keluarga nigrat Jawa sangat
mendiskriminasi perempuan. Hal ini menunjukan bagaimana
perempuan mengalami marginalisasi dalam lingkungan
keluarganya.
Kemudian, pada scane ini juga terlihat manifestasi sikap
subbordinasi pada perempuan salah satunya kewajiban untuk
berjalan jongkok bagi perempuan Jawa. Disini terlihat bahwa
kedudukan perempuan tidaklah sama, perempuan harus berjalan
dengan pelan-pelan dan dalam keadaan jongkok, sedangkan laki-
laki bebas berjalan normal tanpa ada aturan Kabupaten yang
menyusahkan laki-laki. Perempuan dianggap tidak memiliki
kedudukan yang penting dalam keluarga. Perempuan diciptakan
hanya sebagai makhuk nomer dua setelah laki-laki.
Manifestasi diskriminasi gender dalam bentuk violance atau
kekerasan dapat terlihat dalam adegan satu scan ini. Hal ini
muncul ketika seorang Kartini mengalami tekanan psikologis
yang cukup tinggi karena dipaksa untuk menikah dengan pria
yang tidak dicintainya, dan Kartini tidak memiliki pilihan
lainnya.
c. Mitos
Dalam buku perempuan-perempuan perkasa di jawa abad
XVIII-XIX yang ditulis oleh Peter Carey dan Vincent Houben
menyatakan golongan priyai dan kaum perempuan Jawa sangat
memiliki kebebasan, kesempatan dan dapat mengambil keputusan
sendiri tanpa adanya pengaruh laki-laki seperti Ratu Kalinyamat.
120
Hal ini sangat berbeda dan bertolak belakang dengan perempuan
yang lahir di abad ke 19 pada era Kartini yang mengkonstruksi
citra Raden Ayu di Jawa sebagai “boneka yang tersenyum simpul
dan meniadakan diri sendiri. Perempuan elok namun kepalanya
kosong” seperti yang tersebar dalam banyak literatur (sastra)
kolonial Belanda.74
2. Scane Ngasirah yang sedang meratapi nasib sang anak
Gambar :2/D/01/04/2019
Waktu :00.02.01
Gambar 16.Ngasirah yang sedang meratapi Kartini
Pada gambar diatas, terlihat ibu kandung Kartini yang
bernama Ngasirah sedang meratapi nasib sang anak dari balik
jendela besi. Ngasirah tidak diajak berdiskusi dengan Raden Mas
Ario Sosronigrat tentang pernikahan Kartini. Ngasirah tidak
74
https://www.jurnalperempuan.org/wacana-feminis/perempuan-jawa-
sebelum-kartini ditulis oleh M.Fauzi Sukri artikel diakses pada Selasa 23 Juni
2019 pukul 12.00 WIB dengan judul artikel “Perempuan Jawa Sebelum
Kartini”
121
berdaya dan tidak mempunyai hak apapun terhadap anak
kandungnya (Kartini) karena Ngasirah hanyalah seorang selir
seorang Bupati dan bukanlah istri utama. Kedudukan Ngasirah
tergantikan dengan Raden Ayu Moreyam istri ke-2 dari Bupati
Jepara yang menurut strata sosialnya lebih tinggi dikarenakan
Raden Ayu Moreyam keturunan bangsawan.
Percakapan Romo: Nduk, trinil berdirilah
..sini duduk dekat ayah.
Romo: hari ini saatnya kamu
jadi raden ayu.
ayah dan ibumu (Raden Ayu
Moeryam) sudah 16 tahun
menanti. Bagaimana ?kamu
sanggup kah ?
Kartini: (tidak menjawab)
a. Denotasi
Ngasirah adalah ibu kandung Kartini. Disini ia terlihat sedih
dari balik jendela berjeruji besi melihat Kartini yang dipanggil
oleh sang ayah dengan cara berjalan jongkok dari kamar hingga
singgasana sang ayah untuk membicarakan perihal pernikahannya
dengan Bupati Rembang. Dari pergerakan dan angle kamera yang
122
dapat dilihat oleh kita bahwa adanya jendela berjeruji besi yang
menandakan adanya batas Ngasirah dan Kartini. Batas-batas
antara keduanya tidak dapat ditembus oleh apapun.
b. Konotasi
Dalam adegan gambar tersebut dapat terlihat bagaimana
sikap manifestasi diskriminasi gender dalam bentuk
marginalisasi pada peran ibu kandung Kartini yaitu Ngasirah.
Ngasirah yang tidak mempunyai hak atas anaknya sendiri.
Ngasirah tidak diberi ruang untuk berbicara bersama tentang
pernikahan Kartini, karena Ngasirah bukanlah istri utama Raden
Mas Ario Sosrodiningrat, posisi Ngasirah didalaam keluarga
dikalahkan dengan istri kedua yaitu Raden Ayu Moeryam yang
secara tingkaan kasta jauh lebih tinggi dibanding Ngasirah karena
Moeryam berasal dari keluarga bangsawan yaitu Putri Raja
Madura.
Manifestasi diskriminasi gender selanjutnya dalam adegan
ini adalah ketika perempuan tidak bisa mengutarakan
pendapatnya dalam pengambilan keputusan yang penting di
ruang lingkup keluarga. Hanya seorang laki-laki lah yang berhak
untuk mengambil keputusan, karena perempuan dainggap
irrasional. Hal ini masuk kedalam kategori subbordinasi pada
perempuan.
c. Mitos
Pemikiran Kartini semasa hidup dipengaruhi oleh lingkungan
keluarganya. Berawal dari melihat penderitaan sang ibu Ngasirah
yang menjadi selir sang ayah. Kartini kecil yang hidup dalam
lingkungan poligami sangat terbiasa melihat hal-hal yang
123
mendiskriminasi sang ibu kandung. Berawal dari sang ayah yang
memutuskan untuk menjadi Bupati menggantikan sang kakek.
Raden Mas Ario Sosrodiningrat haruslah menikahi perempuan
ningrat Jawa untuk menjadi istri utama karena Ngasirah bukanlah
perempuan berdarah ningrat maka dari itu ia memutuskan untuk
beroligami dengan putri Raja Madura pada saat itu, ngasirah
yang bukan bangsawan tidak boleh tinggal didalam pendoopo,
dia pun tidak menjadi permainsuri sehingga statusnya hanyalah
seorang selir dan pembantu didalam pendopo.75
3. Scane Kartini yang dilarang tidur dengan Ngasirah
Gambar :3/D/01/04/2019
Waktu :00.04.12
75
https://jabar.tribunnews.com/2019/04/20/hari-kartini-2019-mengenang-
perjuangan-ra-kartini-untuk-perempuan-bermula-dari-derita-sang-ibu ditulis
oleh Resi Siti diakses pada Selasa 23 Juli 2019 pukul 13.00 WIB dengan judul
artikel “Mengenang Perjuangan R.A.Kartini Untuk Perempuan Bermula Dari
Derita Sang Ibu”
124
Gambar 17.Kartini kecil menangis
Pada gambar diatas Kartni kecil yang sedang mendapat
perlakuan kasar dari semua kakak laki-lakinya yaitu Raden Mas
Slamet dan Raden Mas Busono hanya karena Kartini ingin tidur
besama Ngasirah sang ibu kandung. Disini terlihat bahwa Kartini
kecil tidak bisa melawan kedua kakak laki-lakinya yang tidak
mengiizinkan seorang Raden Ajeng tidur bersama seorang
perempuan yang berbeda kasta dengannya, walaupun ibu
kandungnya sendiri. Hal ini kemudian menyulut emosi sang ayah
kartini dan memberikan sedikit penekanan kepada Kartini kecil
bahwa ia tidak boleh tidur dikamar ibu kandungnya yang
memiliki strata lebih rendah dibanding dirinya. Sang ayah
kandung pun mengingatkan kepada Ngasirah hal ini untuk
terakhir kalinya Kartini tidur dengan sang ibu kandung yang
strata sosialnya lebih rendah dibanding Kartini. Dalam hal ini
seluruh anak bupati dari istri keturunan bangsawan ataupun istri
yang bukan bangsawan memiliki derajat yang tinggi dan harus
patuh terhadap aturan Kabupaten.
Percakapan Busono: Ayo!!! Ayo!!! Ayo!!!
Kartini: Tidak !!! Tidak!!!
Tidak!!! (menjerit)
Busono: Jangan keras kepala!!
125
Kartini: Tidak mau!!!
Slamet: Jangan panggil ibu!!
panggil Yu!!
Kartini: Tidak dia ibu kita!!
Yu ngasirah bukan pembantu!!
Slamet: sekarang kamu adalah
anak Bupati bukan Wedana
lagi!!
Busono: ayo tidur di rumah
utama!!
Kartini: tidak mau!!
Slamet: Busono, bawa dia
pergi! Tarik!!
126
Romo: ada apa ini? (dengan
nada marah)
Busono: dik, Kartini ingin
tidur di kamar pembantu lagi
romo.
Kartini: Yu Ngasirah bukan
pembantu!! Dia ibu kita!!
Kartini: Ni, ingin tidur
bersama ibu Ngasirah romo…
Romo: katakan pada Ni, ini
yang terakhir kalinya.
Ngasirah: baik kanjeng Bupati.
Kartini: Ni, ingin bobo dengan
ibu.
127
Ngasirah: iya, tuan putri.
Kartini: Ni, gak mau ibu
panggil Ni, tuan putri.
Ngasirah: Ni, dengerin ibu ya,
Ni harus panggil ibu Yu, dan
ibu harus panggil Ni, Ndoro
Ajeng (tuan putri) sama seperti
Ndoro Ajeng Kardinah. Itu
sudah aturan Kabupaten.
Kartini: tidak bu! Tidak! Ni
ingin pulang ke Mayong.
Ngasirah: Ni ingin lihat ibu
senang ?cuman ini cara nya
yang ibu tau, supaya kamu dan
adik-adik kamu itu jadi
terhormat. Sama seperti Ndoro
Ayu Moeryam.
128
Kartini: tidak bu, Ni tidak mau
jadi Raden Ayu.
Ngasirah: kamu harus jadi
Raden Ayu, biar kamu bisa
sekolah.
Kartini: Ni, tidak mau sekolah
bu, ni ingin belajar dengan
ibu.
a. Denotasi
Kartini kecil yang menangis karena dilarang tidur bersama
Ngasirah sang ibu kandung. Ngasirah berbeda kasta dengan anak-
anaknya yang sekarang menjadi anak-anak Bupati Jepara yang
berdarah ningrat. Akan tetapi anak-anak dari Ngasirah tidak
dilarang untuk tidur bersama Moeryam karena Moeryam adalah
permainsuri utama dan mempunyai kasta yang setara.
b. Konotasi
Disini dapat terlihat manifestasi sikap diskriminasi gender
dalam bentuk marginalisasi. Hal ini dapat terjadi pada siapa saja,
dimana saja, termasuk didalam lingkungan keluarga. Dalam hal
ini Ngasirah terlihat mendapatkan diskriminasi dari sang anak
129
laki-laki Raden Mas Slamet dan Raden Mas Busono yang
melarang adik perempuannya tidur bersama perempuan yang
kasta nya lebih rendah.
Manifestasi berikutnya adalah violance atau kekerasan. Pada
scane ini, Kartini mengalami kekerasan fisik dan kekerasan
secara psikologis. Kekerasan fisik dalam bentuk penarikan tangan
yang cukup kencang dan kasar dari kedua kakak laki-lakinya.
Diatambah kekerasan dalam bentuk psikologis yang dialami
karena peraturan Kabupaten yang melarang seorang Raden Ayu
untuk tidur bersama selir Bupati.
c. Mitos
Sikap ayah terhadap rumah, keluarga, dan orang lain terekam
dengan baik dalam memori anak. Dibanding anak perempuan,
anak laki-laki lebih senang meniru prilaku ayah, Misalnya ayah
yang kasar, dan keras dapat memberi jejak pada anak laki-laki
untuk juga bersikap demikian. Sedangkan anak perempuan akan
mucul pemahaman dalam dirinya dan membuat kesimpulan
bahwa memang begitulah sifat laki-laki76
4. Scane Kartini dalam pingitan
Gambar :4/D/01/04/2019
Waktu :00.08.49
76
https://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/perilaku-ayah-ditiru-
anak artikel ditulis oleh Jaka Prastya Diakses pada Selasa 23 Juli 2019 pukul
14.00 WIB dengan judul “Prilaku Ayah Ditiru Anak”
130
Gambar 18.Katini yang sedang dipingit
Pada gambar diatas menggambarkan bahwa Kartini yang
sedang menangis dan meratapi kehidupannya di dalam kamar
pingitan. Putri-putri bangsawan Jawa haruslah menjalani tradisi
pingitan sejak menstruasi hari pertama. Tradisi ini diwajibkan
dengan alasan menjaga mereka dari dunia luar. Dunia Kartini
menjadi sangat sempit, terbatas antara dinding-dinding gedung
Kabupaten yang tebal dan kuat, serta halaman yang luas
dilingkari tembok tebal dan tinggi, dengan pintu-pintu dan
jendela yang selalu tertutup rapat. Tradisi piggitan ini juga
berlangsung tahun menahun hingga ada laki-laki dari kelas
bangsawan yang meminang sang perempuan untuk dijadikan istri
pertama, kedua, ketiga ataupun keempat.
a. Denotasi
Kartini yang sedang menjalani masa pinggitan, yaitu masa
anak perempuan dikurung dalam satu kamar yang terkunci dari
luar. Perempuan yang sedang dipingit juga dilarang keluar kamar
131
ataupun rumah sejak baligh dewasa yang ditandai dengan
keluarnya darah menstruasi dihari hari pertama. Tradisi ini hanya
diterapkan kepada kaum perempuan.
b. Konotasi
Pada gambar tersebut terlihat manifestasi sikap violance
kekerasan dalam bentuk psikologis yang dilakukan oleh
lingkungan keluarga dan didukung oleh tradisi kepada anak
perempuan. Karena tradisi pingitan ini dapat memarginalkan
kaum perempuan itu sendiri. Akibat tradisi pingitan ini
perempuan menjadi miskin pengetahuan, tidak bisa bergaul
dengan lingkungan sekitar, dan tidak mendapatkan akses
kebebasan.
Manifestasi gender berikutnya adalah sikap stereotipe
perempuan haruslah tunduk terhadap tradisi tidak boleh melawan
hal-hal yang sudah digariskan dari nenek moyang mereka.
Perempuan tidak perlu bersekolah tinggi karena tugas mereka
hanyalah di rumah dan mengurus anak, dan hal itu tidak
membutuhkan pengetahuan yang tinggi.
c. Mitos
Kartini kehilangan masa kecilnya ketika ia harus menjalani
masa pingitan, sebagaimana anak perempuan Jawa di masa itu.
Kala itu, sekitar awal 1892, Kartini yang baru saja lulus
Europeesche Lagere School (sekolah dasar untuk orang Eropa)
sedang galau. Di usianya yang belum genap 13 tahun, ia sudah
diperintahkan ayahnya menjalani pingitan. "Berlalu sudah!
Masa muda yang indah sudah berlalu!" tulis Kartini
132
menggambarkan nasibnya dalam salah satu suratnya kepada
Rosa Manuela Abendanon-Mandri, istri kedua Jacques Henrij
Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Industri, dan
Agama Hindia Belanda. Seketika dunia Kartini menyempit. Dia
dilarang keluar dari kompleks rumahnya yang megah.
Jangankan ke pendopo, serambi saja hanya sesekali diinjaknya.
Itu pun sebentar. Hari-harinya yang menjemukan semakin sunyi
tatkala Letsy Detmaar, kawan sekolahnya dulu yang beberapa
kali datang ke rumahnya, pulang ke Belanda.77
5. Scene kartini merenung dalam kamar pingitan
Gambar :5/D/01/04/2019
Waktu :00.09.46
Gambar 19.Katini yang sedang meratapi nasibnya
77
https://nasional.tempo.co/read/764528/hari-kartini-pingitan-yang-
merenggut-masa-kecil/full&view=ok arrtikel ini ditulis oleh Ariandono
diakses pada kamis 25 Juli 2019. dengan judul “Hari Kartini, Pingitan Yang
Merenggut Masa Kecil”
133
Pada gambar diatas Kartini yang sedang berada di dalam
kamar pingitan, melihat beberapa ekor burung perkutut yang
dipelihara oleh pak Atmo seorang abdi (pembantu) di Kabupaten.
Kartini merenung sambil memandangi burung-burung perkutut di
balik jeruji jendela kamarnya, kemudian melihat dirinya sendiri
dan berfikir bahwa dia sama saja dengan burung-burung yang
dipelihara, hidup di dalam sangkar yang bagus, diberi makan dan
minum akan tetapi kebebasan nya direnggut oleh tradisi dan
budaya. Disini dapat terlihat bagamana perempuan dibatasi ruang
geraknya. Dibatasi oleh budaya dan tradisi yang mendiskriminasi
perempuan.
a. Denotasi
Pada gambar diatas terlihat adegan Kartini yang sedang
berada didalam kamar pingitan yang dibatasi oleh jendela besi
sebagai pembatas dengan dunia luar. Kartini yang sedang
memandang keluar kamar dan terlihat kandang-kandang burung
perkutut yang di pelihara oleh pak Atmo sedang diberikan makan
dan minum.
b. Konotasi
Konotasi yang dapat dijelaskan pada gambar tersebut adalah
nasib Kartini yang dikurung didalam kamar pingitan sama halnya
dengan burung-burung peliharaan pak Atmo yang dikurung
dalam sangkar, tetap dipelihara dengan baik dengan cara
diberikan makan dan minum setiap harinya akan tetapi
direngggut kebebasannya untuk terbang tinggi dan terbang
134
kemana saja. Hal ini menunjukan manifestasi sikap marginalisasi
pada scane diatas.
Manifestasi selanjutnya adalah manifestasi sikap violance.
Kekerasan psikologis yang daialami Kartini karena tradisi
pingitan adalah salah satu bentuk diskrminasi gender pada scane
tersebut. Karena tradisi inilah Kartini tidak menadapatkan
kebebasannya, terkurung dalam sebuah kamar dengan satu
jendela yang hanya cukup melihat kesatu arah.
Manifestasi yang terakhir pada gambar ini adalah sikap
streotipe karena perempuan terkonstruksi haruslah ia di pingit
dan tidak ditampakan ke hadapan orang banyak, jika perempuan
terlalu sering di tampakan ke orang banyak (berkeliaran ataupun
bergaul dengan orang banyak), maka perempuan tersebut manjadi
tidak berharga lagi di hadapan laki-laki ningrat.
c. Mitos
Dalam buku “Sarinah” yang ditulis oleh Bung Karno, ia
menjelaskan tentang bagaimana seorang temannya yang
merupakan modernis dan berpendidikan memperlakukan istrinya
sendiri. Sang istri dikurung di dalam rumah diberikan makan dan
minum serta dicukupkan kebutuhannya namun sang istri tetaplah
protes kepada suaminya karena merasa dirinya terlalu terkurung.
Bung Karno kemudian memberikan nasihat agar memberikan
sedikit kemerdekaan untuk sang istri. Kemudian sang kawan
berargumen dengan alasan ia terlalu mencintai sang istri. Profesor
Havelock Ellis berkata bahwa “kebanyakan orang laki-laki
memandang perempuan sebagai suatu blasteran antara seorang
dewi dan seorang yang bodoh”. Dipuja-puja sebagai seorang
135
dewi tapi dianggap tak boleh lebih tinggi dibanding laki-laki
kedudukannya.78
6. Scane Kartni belajar berjalan jongkok
Gambar :6/D/01/04/2019
Waktu :00.10.08
Gambar 20.Kartini yang sedang belajar berjalan jongkok
Pada gambar diatas terlihat bagaimana ekspresi Kartini yang
harus belajar berjalan jongkok pelan-pelan, sedikit demi sedikit
dengan di dampingi oleh seorang gerwa ampil (abdi dalem).
Dengan ekspresi tidak suka Kartini harus mengikuti tradisi. Hal
ini di dukung oleh Raden Ayu Soelastri yang merupakan kakak
perempuan tertua dari Kartini. Tradisi berjalan jongkok juga
hanya diwajibkan untuk kaum perempuan saja, sedangkan kaum
laki-laki terbebas dari kewajiban ini. Disini dapat terlihat menjadi
seorang perempuan yang bergelar Raden Ajeng tidaklah mudah,
78
Soekarno, Sarinah, (Bandung : Syabas Books,2013) h.3-4
136
ia harus belajar berjalan jongkok setapak demi setapak dan
mentaati semua peraturan bagi perempuan
Percakapan Abdi dalem: satu..dua… tiga..
empat..
Pelan-pelan, jangan terburu-
buru.
Sulastri: ayo! Senyum ni,
seyum. (mengawasi kartini
belajar berjalan jongkok)
Abdi dalem: bersimpuh tuan
putri. Tumpu nya di belakang
semua untuk berhenti.
a. Denotasi
Pada gambar diatas terlihat Kartini yang sedang belajar
berjalan jongkok didampigi oleh abdi dalem dan diawasi oleh
sang kakak perempuan Soelastri disini dapat terlihat bagaimana
perempuan dibentuk dalam lingkungan keluarganya ia harus
menuruti peraturan Kabupaten yang mewajibkan perempuan
berjalan jongkok. Disini terlihat bagaimana Kartini yang sudah
kelelahan dan telihat berkeringat akibat tradisi belajar berjalan
jongkok.
137
b. Konotasi
Pada konotasi gambar disini dapat terlihat manifestasi
diskriminasi gender yang ada adalah bentuk stereotipe bahwa
perempuan haruslah berjalan pelan-pelan, merunduk ketika
berjalan, dan tersenyum kepada semua orang ketika berjalan. Ini
berkaitan dengan stereotype atau labeling terhadap kaum
perempuan itu sendiri. Perempuan di konstruksi dengan lebel
harus lemah lembut, cantik dan anggun.
Manfestasi berikutnya adalah subbordinat, disini dapat
terlihat bagaimana perempuan diharuskan berjalan jongkok dan
pelan-pelan , tidak seperti laki-laki yang bisa berjalan normal
ataupun berlari. Perempuan haruslah terus merunduk, ini
menunjukan bahwa perempuan tidak boleh unggul dibanding
laki-laki. Perempuan dilarang menjadi pemimpin, karena dapat
menyaingi laki-laki.
c. Mitos
Budaya dan tradisi Jawa yang ditanamkan pada perempuan
memuat nilai-nilai patriarki. "Perempuan itu kodratnya di rumah,
melayani suami dan membesarkan anak," pernyataan tersebut
harus dikritisi, karena kalimat tersebut merupakan pengaruh
gender yang disebabkan oleh nilai-nilai rule of father. Hal di atas
juga memengaruhi citra perempuan Jawa, yang didukung oleh
budaya, tradisi, dan nilai-nilai Jawa. Perempuan Jawa dianggap
memiliki sifat keibuan, lembut, dan penurut, dan mau ditata.
Secara etimologi, istilah wanita berasal dari bahasa Jawa, yaitu
“wani ditoto”(berani ditata), artinya perempuan tidak memiliki
138
kontrol atas dirinya sendiri dan harus tunduk kepada laki-laki.
Sejak kecil perempuan Jawa diajarkan untuk menjadi penurut,
pandai mengerjakan pekerjaan domestik (mencuci, menyapu,
memasak, dll), tidak boleh keluar malam, dan harus menjaga
sopan santun.79
7. Scane Katini dan Soelastri merawat tubuh
Gambar : 7/D/04/2019
Waktu : 00.10.49
Gambar 21.Katini dan Soelastri merawat tubuh
Pada gambar diatas Kartini dan Soelastri sedang melakukan
perawatan tubuh dengan cara meratus bagian organ intimnya dan
dilanjutkan dengan melulurkan kunyit ke seluruh bagian
tubuhnya.
Percakapan Kartini: apa ini mbak ?
79
http://rilis.id/Melawan-Citra-Perempuan-dalam-Budaya-Jawa Artikel
dirulis oleh Djoko Santoso. Diakses pada Jumat 26 Juli 2019 pukul 12.00 WIB
dengan judul artikel “Melawan Citra Perempuan Dalam Budaya Jawa”
139
Soelastri: tubuh
perempuan itu harta yang
paling berharga. Harus
selalu dijaga. Tubuh kita
sendiri ini ni, yang akan
mengantarkan pada takdir
kita (takdir untuk menjadi
Raden Ayu)
a. Denotasi
Pada gambar diatas terlihat Kartini yang sedang dinasehati
dan diajarkan bagaimana cara merawat diri sebagai perempuan
yang akan menjadi Raden Ayu. Soelastri mengajarkan bagaimana
untuk meratus bagian organ intim dari seorang perampuan,
bagaimana cara melulurkan tubuh perempuan. Soelastri juga
berpendapat bahwa tubuh perempuan haruslah dijaga dan di
rawat karena ini adalah aset terpenting bagi seorang perempuan.
Disini terlihat bagaimana pergerakan kamera dalam teknik
pengambilan gambar, angel gambar sengaja diambil dari balik
jendela berjeruji besi yang menandakan batas-batas kaum
perempuan dengan dunia luar.
b. Konotasi
Manifestasi sikap yang terdapat dalam scane ini adalah
stereotipe. Hal ini dapat terlihat dalam adegan dan dialog diatas.
Terlihat bagaimana Soelastri memberikan pelebelan bagi
perempuan, bahwa perempuan haruslah berpenampilan yang
baik, cantik serta menggoda untuk kaum laki-laki. Tidaklah
140
penting bagi perempuan untuk menjadi pintar dan bersekolah
yang tinggi.
c. Mitos
Dalam kacamata awam, cantik dapat ditemukan dalam
realitas kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Dalam
kehidupan kita saat ini, cantik telah menjadi ikon-ikon kehidupan.
Representasi cantik dibangun atas dasar “ketidaksadaran”
masyarakat. Iklan sabun, kosmetik, dan skin-whitening telah
menciptakan representasi cantik bagi masyarakat. Akhirnya
cantik menjadi budaya, menjadi ikon gaya hidup seseorang untuk
dapat mendapatkannya.80
8. Scane Soelastri mencuci kaki suami
Gambar :8/D/01/04/2019
Waktu :00.18.18
80
Jurnal Studi Gender Dan Anak “Makna “Cantik” Dari
Sebuah Barbie: Antara “Ikon” Gaya Hidup dan Komoditas” ditulis
oleh Aris Saefullah dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN
Sultan Amai Gorontalo
141
Gambar 22.Soelastri mencuci kaki suami
Pada gambar diatas terlihat kakak Kartini yaitu Raden Ajeng
Soelastri yang di perankan oleh Ardinia Wirasti sedang
melakukan upacara pernikahan adat Jawa yang disimbolkan
mencuci kaki sang mempelai laki-laki. Raden Ajeng Soelastri
terlihat sangat senang menjalaninya walaupun Soelastri menikah
dengan pria yang bukan pilihan hatinya. Soelastri sangatlah
senang karena ia berfikir ia akan segera menjadi Raden Ayu. Dari
gambar tersebut dapat kita simpulkan, bahwa dalam tradisi Jawa
perempuan haruslah menjadi pelayan bagi seorang laki-laki
dalam kehidupan berkeluarga.
Percakapan Kartini: kepada kakak
Sosrokartono tersayang, di
Negara Belanda. Terimakasih
banyak atas hadiah yang sangat
berharga ini. kamu benar kang
mas tidak ada yang lebih
beharga selain membebaskan
pikiran. Tubuh boleh terpasug.
Tapi jiwa dan pikiran harus
terbang sebebas-bebasnya.
Sekali jiwa di serahkan tidak
akan pernah kita miliki
kembali. Ni, tidak akan
menyerahkan jiwa ni kepada
siapapun, dia harus menjadi
142
saksi atas kebahagiaan ni, dan
kesengsaraan ni, dimasa depan.
Sosrokartono: adikku Trinil,
tidak ada yang paling
membahagiakan selain
mendengar kabar baik darimu.
Aku turut senang, akhirnya
kamu menemukan
kebebasanmu.
Kartini: Itu semua berkat kang
mas.
a. Denotasi
Pada gambar diatas terlihat Soelastri yang sedang mencuci
kaki suaminya dengan air bunga yang kotor akibat menginjak
telur. dalam upacara pernikahan adat Jawa. Hal ini harus
dilakukan setiap perempuaan Jawa dalam pernikahan adat Jawa.
b. Konotasi
Pada gambar diatas dapat tercerminkan manifestasi gender
dari sikap subbordinat. Posisi perempuan dan laki-laki di dalam
rumah tangga yang kelak mereka bangun di kemudian hari itu
tidak sama. Perempuan diposisikan untuk selalu dibawah laki-laki
143
sebagai pelayan yang baik dan penurut pada laki-laki hal ini juga
menggambarkan superioritas laki-laki dalam kehidupan rumah
tangga.
Manifestasi berikutnya adalah stereotipe yang di bangun
untuk menunjukan citra perempuan yang sesungguhnya. Citra
perempuan disini terbentuk bahwa perempuan haruslah menurut
keada suami, tidak boleh membantah, harus melayani suami
dalam suka duka di dalam pernikahan.
c. Mitos
Panggih merupakan prosesi yang disebut
sebagai Dhaup atau Temu. Di dalam prosesi Panggih sendiri, ada
banyak prosesi lain lagi di dalamnya yang salah satunya adalah
Wijikan (istri mencuci kaki suami). Prosesi wijikan juga sering
disebut sebagai ranupada. Ranu artinya air dan pada artinya
membasuh kaki. Jadi ranupada bisa diartikan sebagai prosesi
membasuh kaki dengan air. Dalam prosesi ini, mempelai
perempuan mencuci kaki suami di dalam bokor atau wadah
khusus berisi air kembang. Wijikan dilakukan sebagai simbolisasi
bakti mempelai perempuan ke mempelai pria.Ini juga bermakna
untuk menghilangkan sukreta atau halangan dalam diri kedua
mempelai agar perjalanan menuju rumah tangga atau keluarga
bahagia lebih mudah.81
81
https://www.fimela.com/lifestyle-relationship/read/3884208/makna-
prosesi-wijikan-mencuci-kaki-suami-dalam-pernikahan-adat-jawa ditulis oleh
Mimi Romitryasih Diakses pada Jumat 26 Juli 2019 pukul 12.00 WIB Dengan
judul artikel “Makna Prosesi Wijikan Mencuci Kaki Suami Dalam Pernikahan
Adat Jawa”
144
9. Scane Kardinah dan Roekmini masuk pingitan
Gambar : 9/D/01/04/2019
Waktu : 00.20.18
Gambar 23.Kardinah dan Roekmini masuk pingitan
Pada gambar diatas terihat Raden Ajeng Kardinah dan Raden
Ajeng Roekmini mulai memasuki masa-masa pingitan, menyusul
kakak tertuanya Kartini. Kardinah dan Roekmini tidak bisa
melawan tradisi pingitan ketika masa-masa balig (dewasa)
Percakapan Moeryam: Sudah waktunya,
adik-adikmu masuk pingitan.
Katini: siap bu.
Moeryam: ayo, masuk
145
(berkata kepada kardinah dan
roekmini)
a. Denotasi
Pada gambar diatas terlihat bahwa tidak hanya Kartini saja
yang harus di pingit akan tetapi Kardinah dan Roekmini juga
mengikuti jejak kakak perempuannya Kartini. Kardinah dan
Roekmini tidak dapat melawan tradisi pingitan yang sudah
mendarah daging pada masyarakat Jawa.
b. Konotasi
Manifestasi gender yang terbentuk pada adegan ini adalah
subbordinat. KarenaPerempuan tidak dapat hidup bebas seperti
laki-laki yang bisa hidup dengan bebas tanpa harus dipingit.
Perbedaan inilah yang menjadi ketidakaadilan gender antar
perempuan dan laki-laki. Perempuan masih dianggap makhluk
nomer dua setelah laki-laki. Dari hal ini munculah manifestasi
gender yang kedua yaitu marginalisasi ketka kita melihat dari
sudut pandang yang menyatakan bahwa perempuan terkena
dampak kebodohan karena tradisi pingitan melarang perempuan
berkeliaran di luar rumah termasuk utuk sekolah.
c. Mitos
Sistem Patriarkal dalam institusi keluarga biasanya
berhubungan dengan keturunan nenek moyang laki-laki.
Keluarga patriarkal, merupakan unit politik kecil yang dikepalai
oleh laki-laki tertua. Sistem budaya di mana sistem kehidupan
146
diatur oleh sistem “kebapakan”. Patriarkhi atau “Patriarkat
merujuk pada susunan masyarakat menurut garis Bapak. Ini
adalah istilah yang menunjukkan ciri-ciri tertentu pada keluarga
atau kumpulan keluarga manusia, yang diatur, dipimpin, dan
diperintah oleh kaum bapak atau laki-laki82
10. Scane Kartini, Kardinah dan Roekmini memasak
Gambar : 10/D/01/04/2019
Waktu : 00.25.10
Gambar 24.Kartini, Kardinah dan Roekmini memasak
Pada gambar diatas terlihat Ngasirah yang sedang mengajar
masak semua anaknya yaitu Kartini, Kardinah dan Roekmini.
Ngasirah memberi nasihat kepada Kartini, Kardinah dan
Roekmini. Bahwa perempuan itu haruslah pandai memasak agar
suami betah di rumah, namun Kartini membantahnya dengan
82
Jurnal MUWÂZÂH Volume 6 “Patriarkhisme Dan Ketidakadilan
Gender” Artikel Ini Ditulis Oleh Siti Rokhimah Diakses Pada Jumat 26 Juli
2019 Pukul 13.40 WIB
147
mengatakan Kartini hanya akan memasak untuk orang
dicintainya saja. Ngasirah mejawab bahwa suami Kartini akan
menjadi orang yang dicintai Kartini. Kartini pun menjawab jika
dia masih bujang, belum mempunyai istri, dan mendukung cita-
citanya pasti kan menjadi orang yang Kartini cintai. Bagi Kartini
seseorang suami ialah orang yang tidak melarang cita-citanya,
bisa ikut membantu dan mendukung cita-citanya untuk
mencerdaskan kehidupan perempuan dan mensetarakan
perempuan.
Percakapan Ngasirah: peremuan kalo
pinter masak suami jadi betah
di rumah.
Kartini: kalau ni masak, untk
ni sendiri dan orang-orang Ni,
cintai.
Ngasirah: kalau nanti tuan
putri punya suami, yaa mesti
harus yang tuan putri cintai.
Kartini: kalau pemuda nya
masih bujangan, belum punya
148
istri, dan mendukung cita-cita
ni, pasti ni cintai.
a. Denotasi
Kartini dan kedua saudaranya yaitu Kardinah dan Roekmini
dibantu dengan sang ibu kandung yaitu Ngasirah sedang
memasak untuk nyonya Ovienk Soer di dapur. Ngasirah berpesan
kepada anak-anaknya agar pandai memasak untuk suami mereka
agar selalu betah di rumah.
b. Konotasi
Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah
stereotipe karena Pesan Ngasirah kepada ketiga anaknya
mencerminakan labeling kaum perempuan, perempuan haruslah
menjadi pelayan yang baik bagi sang suami dengan cara
menyiapkan makanan yang lezat dan tempat terbaik bagi
perempuan adalah di dalam rumah tepatnya di dapur.
c. Mitos
Perempuan sebagai seorang istri berkewajiban untuk
melayani dan mendampingi suami serta mengurus rumah tangga,
baik dalam keadaan suka maupun duka (Kurniati, 2017). Sosok
perempuan merupakan seseorang yang mendapat anugerah dari
Tuhan Yang Maha Esa untuk mengandung, melahirkan,
menyusui, dan mengasuh anak serta mengurus rumahtangganya.
Perempuan mempunyai tanggungjawab yang besar dalam hal
membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Hal tersebut
menyangkut pola asuh anak yang lebih dititik beratkan pada
seorang Ibu, dengan anggapan atau asumsi bahwa kaum laki-laki
149
sebagai seorang suami mempunyai tugas dan tanggung jawab
mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya83
.
11. Scane Moeryam melayani suami
Gambar :11/D/01/04/2019
Waktu :00.28.26
Gambar 25.Moeryam melayani suami
Pada gambar diatas Raden Ayu Moeryam sedang melayani
sang suami yaitu Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dengan
cara merapihkan setiap pakaian dan memakaikan suaminya
aksesoris. Raden Ayu Moeryam juga sedang merayu sang suami
agar tidak terlalu kelewatan memberikan kebebasan oleh para
anak-anak perempuannya yang sedang dipingit. Dengan wajah
kesal, Raden Ayu Moeryam tidak berhasil membujuk suaminya
agar tidak mengajak Kartini, Kardinah dan Roekmini keluar dari
83
Jurnal Pemikiran Ilmiah Dan Pendidikan Administrasi Perkantoran
Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2018, Hal 19-26 Universitas Negri Makasar Ditulis
Oleh Djunaedi diakses pada Jumat 26 Juli 2019
150
Pendopo.Raden Ayu Moeryam berpandangan bahwa perempuan
yang sedang dalam masa pinggitan tidak boleh berpergian keluar
kamar ataupun keluar dari lingkungan rumahnya.
Percakapan Moeryam: mohon maaf kang
mas, apa kang mas sudah
yakin ?membawa anak-anak
keluar dari pingitan ?
Romo: sebenarnya masih di
pingit, tapi aku beri
kelonggaran. Tak perlu
khawatir.
a. Denotasi
Pada gambar diatas terlihat Raden Ayu Moeryam yang
sedang membantu melayani sang suami Raden Mas Ario
sosroningrat menyiapkan pakaian yang ingin dibawa pergi keluar
rumah.
b. Konotasi
Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah beban
kerja ganda Terlihat bagaimana seorang istri haruslah sigap
dalam melayani sang suami di setiap waktu, dan bagaimanapun
keadaannya. Menyiapkan pakaiannya, membantu memakaikan
dan melepaskan pakaiannya serta merapihkan baju yang
digunakan oleh sang suami sedangkan suami tidaklah diwajibkan
untuk membantu istri dalam menyiapkan pakaiannnya. Ini
151
merupakan tanda bahwa seorang perempuan haruslah menjadi
pelayan yang baik bagi sang suaminya.
c. Mitos
Berbagai ungkapan keseharian dalam budaya Jawa, memang
memperlihatkan posisi ketidakberdayaan perempuan. Merujuk
dari asal kata wanita yang dalam konteks budaya Jawa, diartikan
”wani ditata” artinya berani ditata, terlihat posisi perempuan
sebagai objek, yang ditata. Selain itu juga sebutan perempuan
sebagai kanca wingking (teman di belakang), ini memperlihatkan
posisi perempuan di sektor domestik yang tidak mempunyai
akses untuk berperan di sektor publik. Perempuan yang sudah
menikah dan menjadi istri, oleh suaminya akan disebut dengan
ungkapan, suwarga nunut, neraka katut. Artinya seorang isteri
pada akhirnya akan mendapatkan nunutan (tumpangan) ketika
sang suami masuk atau mendapatkan surga, tetapi jika suami
masuk neraka maka istri akan ikut masuk neraka.84
12. Scane Kartini, Kardinah Dan Roekmini Ketakutan
Gambar :12/D/01/04/2019
Waktu :00.36.47
84
https://religidanbudaya.filsafat.ugm.ac.id/2017/10/26/nilai-nilai-
kearifan-perempuan-jawa/ Jurnal religi dan budaya dengan judul artikel “Nilai-
Nilai Kearifan Perempuan Jawa” ditulis oleh Hastanti Widy diakses pada
tanggal 26 Juli 2019 pukul 14.00 WIB
152
Gambar 26.Kartini Kardinah dan Roekmini Memberi
Hormat
Pada gambar diatas terlihat bahwa Roekmini, Kartini dan
Kardinah yang sedang berada di dapur memberikan salam
sembah untuk para kakak laki-lakinya disini terlihat bagaimana
perempuan diposisikan dengan pekerjaan domestik di dapur dan
perempuan harus menjaga sopan santun dan tutur katanya kepada
laki-laki.
Percakapan Slamet: untuk siapa makanan
itu ?
Kartini dan Kardinah: Mas
Slamet, Mas Busono (sambil
memberi sembah)
Slamet: untuk siapa ???
153
Kartini: untuk nyonya Ovink-
Soer Kakanda.
Busono: benar kan mas
gujingan para bangsawan itu ?
Busono: sudah aku
peringatkan!!
a. Denotasi
Pada gambar diatas terlihat Kartini Kardinah dan Roekmini
yang sedang memasak di dapur dan terkejut akan kehadiran
Raden Mas Slamet dan Raden Mas Busono dan langsung
memberi sembah hormat kepada keduanya.
b. Konotasi
Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah
subbordinat Konotasi yang dapat ditangkap ketika seorang adik
perempuan bertemu atau bertatap muka dengan kakak laki-
lakinya wajiblah ia memberikan sembah hormat kepada sang
kakak laki-laki tersebut. Sebaliknya jika kakak laki-laki tidak di
wajibkan untuk memberikan sembah hormatnya kepada adik
154
perempuan.Ini menjadi satu relasi kuasa antara laki-laki dan
perempuan dalam lingkungan.
c. Mitos
Zaman dulu perempuan Jawa terkekang kebebasannya dalam
mengaktualisasikan dirinya, baik di dalam keluarga maupun
dalam masyarakat. Perempuan Jawa terikat oleh nilai-nilai
budaya yang melekat dalam masyarakat tradisional (nilai-nilai
budaya Jawa). Perempuan dalam konsep budaya Jawa hingga
memiliki sebutan dalam bahasa Jawa dan adagium atau pepatah.
Sebutan dan adagium yang muncul justru membuat posisi
perempuan tidak menguntungkan.Ia terjebak dalam kuasa
(hegemoni) budaya Jawa yang lebih mengagungkan kekuasaan,
kekuatan, dan kepemimpinan laki-laki dibanding perempuan.85
13. Scane Pak Atmo melarang Kartini keluar rumah
Gambar :13/D/01/04/2019
Waktu :00.37.53
85
https://agusbermal.wordpress.com/2015/12/14/perempuan-jawa-yang-
termarginalkan-dan-sarat-nilai-nilai-budaya-jawa/ artikel ini ditulis oleh agus
setiawan diakses pada Jumat 26 Juli 2019 pukul 14.00 WIB dengan judul
artikel “Perempuan Jawa Yang Termarginalkan Dan Sarat Nilai-Nilai Budaya
Jawa”
155
Gambar 27.Pak Atmo melarang Kartini keluar rumah
Pada gambar diatas Kartini, Kardinah dan Roekmini yang
ingin keluar dari pendopo Kabupaten dilarang oleh kakak tertua
mereka yaitu Raden Mas Slamet yang melarang mereka keluar
dari pendopo Kabupaten, dengan alasan melanggar tradisi
pingitan. Disini dapat terlihat Pak Atmo sebagai kepala abdi
dalem lebih mendengarkan perintah dari Raden Mas Slamet
dibanding mendengarkan perintah Kartini untuk membuka pintu
pendopo Kabupaten. Sejak Raden Mas Slamet dan Raden Mas
Busono ikut campur dalam mengurus adik-adiknya mereka lebih
ketat menjaga dan mengekang gerak langkah para adik
perempuannya yaitu Kartini, Kardinah dan Roekmini. Mereka
para laki-laki berpandangan bahwa diri mereka lebih layak untuk
mengatur kehidupan perempuan. Raden Mas Slamet dan Raden
Mas Busono sangat tidak setuju dengan tindakan Kartini,
Kardinah dan Roekmini mengantarkan artikel yang telah ditulis
oleh mereka bersama artikel tersebut dibakar dengan alasan
156
mereka tidak ingin para putri Bupati Jepara dianggap liar
pemikirannya oleh para bangsawan lain.
Percakapan Kartini: pak pintunya di buka!!
Pak Atmo: Tutup! Tutup!
Tutup! Tunggu!!
Kartini: ada apa pak ?
Pak Atmo: mohon maaf tuan
putri, saya di perintahkan oleh
tuan Slamet tuan putri tidak
boleh keluar Pendopo.
Kartini: aku mau mengantarkan
tulisanku! Yang akan terbit
besok! Ke rumah nyonya Ter-
Horts.
Pak Atmo: biar saya yang
mengatarnya.
157
Kardinah: yasudahlah …
Slamet: tolong dibakar (tulisan
kartini) jangan sampai orang
lain tahu putri keluarga
Sosroningrat jadi gadis liar
pemikirannya.
Pak Atmo: Siap
a. Denotasi
Denotasi dalam scane ini adalah pak Atmo yang sedang
melarang keluar Kartini Kardinah dan Roekmini karena mereka
sedang dalam masa pingitan dan sedang diawasi langsung oleh
sang kakak tertua yaitu Raden Mas Slamet.
b. Konotasi
Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah
subbordinat. Ketika laki-laki merasa lebih berkuasa di banding
perempuan dan merasa kedudukannya lebih tinggi di banding
perempuan didalam keluarga, disitulah timbul sikap diskriminasi
gender dalam keluarga. Sang pembantu juga akan lebih
mendengarkan ucapan dari seorang anak laki-laki dibanding
ucapan dari anak perempuan ini menandakan bahwa ucapan laki-
laki lebih di dengar dalam ruang lingkup keluarga di banding
158
ucapan seorang perempuan dalam lingkungan keluarga yang
sama, mereka mengkontruksi bahwa laki-laki lebih layak menjadi
pemimpin di banding perempuan.
c. Mitos
Patriarki dalam masyarakat di seluruh dunia berkembang, tak
terkecuali di Jawa. Perlahan dari peran yang dikembangkan
dalam kebudayaan pramodern dimana ukuran fisik dan seluruh
sistem otot para lelaki yang lebih unggul, bersama dengan peran
biologis wanita yang melahirkan anak menghasilkan suatu
pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, yang masih berlaku
hingga sekarang. Kaum lelaki menjadi penyedia kebutuhan hidup
dan pelindung dalam menghadapi dunia di luar keluarga itu.
Tanggung jawab yang mendalam sedemikian dapat memberikan
otonomi dan kesempatan yang relatif besar. Pembagian kerja ini
menyebabkan berkembangnya peran-peran sosial yang terbatas
bagi kedua jenis kelamin, dan terciptanya perbedaan kekuasaan
dalam beberapa hal lebih menguntungkan kaum lelaki.86
14. Scane para bangsawan membicarakan Kartini
Gambar :14/D/01/04/2019
Waktu :00.45.04
86
Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1, No. 1, Juli 2007, 18-24 Ditulis Oleh
Tanti Hermawati Dengan Judul Artikel “Budaya Jawa Dan Kesetaraan
Gender”.
159
Gambar 28. Bangswan yang Sedang Menggunjing
Pada gambar diatas semua kaum bangsawan merasa kaget
dengan kehadiran Kartini, Kadinah dan Roekmini mereka
membicarakan “Het-Klaverblad” nama samaran yang dipakai
oleh Kartini, Kadinah dan Roekmini dalam menerbitkan tulisan-
tulisan mereka di media cetak. Mereka berpandangan bahwa
“Het-Klaverblad” bagaikan cerutu yang bungkusnya sudah lama
dibuka tidak berharga lagi untuk dihisap. Hal ini dapat diartikan
bahwa perempuan yang sudah tidak lagi menjalankan tradisi
pingitan dalam kebudayan jawa dikurung di dalam rumah atau
perempuan yang diperlihatkan kepada orang banyak dan kenal
dengan dunia luar sudah tidak layak dijadikan seorang istri
idaman. Begitulah anggapan para laki-laki bangsawan di era
tersebut. Mereka berpandangan perempuan yang layak dijadikan
istri adalah perempuan yang pandai merawat diri, tidak sering
keluar rumah, mengikuti tradisi Jawa, dan manut terhadap suami.
Percakapan A : Masih saja ada priyai yang
160
tidak sadar, cerutu itu kalau
bungkus nya terlalu lama
dibuka, sudah tidak berharga
lagi untuk dihisap.
B: pasti salah satunya adalah
het-klaverblad
a. Denotasi
Dalam sebuah pertemuan para bangsawan Jawa dengan
perwakilan pemerintah Belanda di Semarang. Ketika Kartini,
Kardinah dan Roekmini memasuki ruang pertemuan terlihat
beberapa bangsawan membicarkan hal-hal negatif tentang
Kartini, Kardinah dan Roekmini akibat terlalu sering keluar
rumah dan memiliki pemikiran liar disbanding perempuan
seusianya.
b. Konotasi
Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah
stereotipe. Konotasi dalam adegan tersebut menunjukan labeling
perempuan yang mendiskriminasi bahwa jika perempuam terlalu
banyak dibawa keluar rumah dan di perlihatkan kepada orang lain
maka perempuan itu menjadi tidak berharga lagi dimata laki-laki.
c. Mitos
Perempuan masih dianggap the second class yang sering
disebut sebagai “warga kelas dua” yang keberadaannya tidak
begitu diperhitungkan. Implikasi dari konsep dan common sense
tentang posisi yang tidak seimbang telah menjadi kekuatan di
dalam pemisahan sektor kehidupan ke dalam sektor “domestik”
161
dan sektor “publik”, dimana perempuan dianggap orang yang
berkiprah dalam sektor domestik sementara laki-laki ditempatkan
dalam sektor publik.87
15. Scane Kartini dicaci oleh R.M Busono
Gambar :15/D/01/04/2019
Waktu :00.47.25
Gambar 29.Kartini dicaci oleh R.M Busono
Pada gambar diatas terlihat bahwa Kartini memberikan
konsep ukiran kayu khas Jepara yang ia buat sendiri kepada
ayahnya untuk hadiah yang diberikan oleh Indonesia kepada
kerajaan Belanda pada acara penobatan Ratu Wihelmina. Dalam
kereta kecana yang ia tumpangi bersama ayahnya, ada pula
Raden Mas Busono yang ikut mendampingi sang ayah.
Kemudian Busono dengan sengaja menghina karya sang adik
Disini terlihat bahwa sebuah karya dari tanggan seorang
87
Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1, No. 1, Juli 2007, 18-24 Ditulis Oleh
Tanti Hermawati Dengan Judul Artikel Budaya Jawa Dan Kesetaraan Gender.
162
perempuan tidak dihargai, dan dianggap tidak sebagus karya laki-
laki.
Percakapan Romo: oh, ini ya nak, yang
ingin di ukir ?
Kartini: ya, benar romo.
Busono: ukiran-ukiran seperti
itu ingin dibawa ke Belanda?
Apakah laku? Lebih baik,
porselen, keramik Cina, jas
Eropa, pengukir-pengukir itu
kan orang bodoh, bahasa
Belanda saja tidak bisa.
Kartini: tidak bisa bahasa
Belanda itu bukan berarti
bodoh kang mas.
Busono: ukiran itu
kampungan, buat malu saja.
a. Denotasi
163
Pada gambar diatas terlihat Kartini yang sedang berada diatas
kereta kuda bersama sang ayah, dan kakak laki-lakinya yaitu
Raden Mas Sosrobusono. Kartini menujukan kosep ukiran kayu
yang dibuat sendiri olehnya, dan konsep ini akan dibawa menuju
pengarajin kayu ukir khas Jepara untuk dihadiahkan kepada Ratu
Wihemina dari Belanda yang sedang berulang tahun. Dengan
seenaknya Raden Mas Sosrobusono mencela hasil karya tangan
Kartini dengan tutur kata dan bahasa yang tidak sopan.
b. Konotasi
Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah
violence. Konotasi yang dapat ditangkap pada adegan tersebut
adalah bahwa Kartini mendapatkan intimidasi secara psikologis
dari sang kakak kandung yaitu Raden Mas Busono. Raden Mas
Busono mengejek karya Kartini dan membandingkan dengan
karya dari Negara-negara lain. Disini Kartini terlihat sedih dan
diam merenung mendapat cacian dari sang kakak.
c. Mitos
Bagi perempuan Jawa berbicara keras untuk mempertahakan
argumentasi dan memaksakan kemauan dianggap sebagai
tindakan yang tidak pantas. Hal ini terkait dengan strategi
diplomasi masyarakat Jawa, yang mengadopsi huruf Jawa yaitu
mati jika dipangku. Demikian juga dengan manusia, jika
diemong, dihadapi dengan halus, tidak memberontak, diterima
dengan pasrah, dipangku, maka pihak yang berseberangan
pendapat akan menyerahkan tanpa sadar semua kepentingannya,
Terdapat satu argumentasi yang dipegang oleh perempuan Jawa
164
bahwa untuk dapat “menundukkan” pendapat suami perempuan
Jawa memilih untuk diam, karena terdapat ungkapan umum
bahwa seseorang yang dilarang melakukan sesuatu, jusru
penasaran dan akan melakukan perbuatan yang dilarang atau
tidak disetujui tersebut, namun jika disuruh maka orang Jawa
justru enggan melaksanakannya88
16. Scane Ngasirah terdiskriminasi oleh R.A Moeryam
Gambar :16/D/01/04/2019
Waktu :00.51.14
Gambar 30.Ngasirah terdiskriminasi oleh R.A Moeryam
Pada gambar diatas Ngasirah di panggil oleh Raden Ayu
Moeryam untuk mengahap dan berbicara empat mata mengai
anak-anaknya terutama Kartini. Melihat Kartini terlalu diberi
kebebasan oleh sang ayah dan tak kunjung dilamar oleh laki-laki
bangsawan lainnya, selaku istri utama Raden Ayu Moeryam lebih
88
Jurnal Univesitas Gajah Mada “Nilai-Nilai Kearifan Perempuan Jawa”
ditulis oleh Hastatnti Widy Nugroho diakses paada Selasa 31 Juli 2019
165
berhak mengatur kehidupan para anak-anak nya baik anak
kandung dari dirinya ataupun anak kandung dari Ngasirah. Raden
Ayu Moeryam memberitahu Ngasirah bahwa dia akan bertindak
lebih keras kepada anak-anak Ngasirah. Ngasirah pun pasrah
karna ia tidak mempunyai hak apapun terhadap anak-anaknya.
Dalam hal ini dapat terlihat bahwa permpuan yang berkasta lebih
rendah akan banyak medapatkan diskriminasi dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan sosialnya.
Percakapan Ngasirah: mohon maaf ada
perlu apa tuan putri ?
Moeryam: kamu tau kan
kenapa aku memanggilmu ke
kamar ini ?
Ngasirah: saya hanya bisa
menduga, hal ini ada hubungan
nya dengan tuan putri Kartini
dan Kardinah.
Moeryam: aku hanya ingin
kamu tahu, bahwa mulai
166
sekarang aku akan bertindak
tegas terhadap anak-anakmu.
Ngasirah: baik, kalau memang
itu yang terbaik, saya setuju.
Ngasirah: sesungguhnya, ndoro
Mas Slamet sudah bersikap
keras terhadap adik-adiknya
semuanya tidak akan terjadi
jika romo nya tidak bersikap
seperti apa yang selama ini
dilakukannya.
Moeryam: alasanmu masuk
akal. Tapi dibalik alasanmu itu
aku bisa melihat bagaimana
upayamu agar aku tidak
bertndak keras terhadap anak-
anakmu.
Ngasirah: setiap ibu, mesti
ingin melindungi dan
167
memberikan yang terbaik
untuk anak-anaknya.
Ngasirah: mohon maaf tuan
putri, kalau saja anda mau
bersabar sedikit saja,
sesungguhnya kita mempunyai
harapan yag sama.
a. Denotasi
Pada gambar diatas terliahat bawa Ngasirah yang duduk
dibawah dan sedang di intimidasi oleh sang Raden Ayu Moeryam
karena ulah Kartini yang keras kepala dan susah diatur
mengunakan aturan adat dan aturan Kabupaten. Posisi Ngasirah
yang duduk dibawah sudah menandakan bagaimana mereka
berbeda kasta secara adat dan budaya.
b. Konotasi
Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah
marginal tergambar karena, Perempuan yang kastanya tidak
setara dengan sang suami akan termarginalkan dalam ligkungan
keluarga. Perempuan tersebut hanya akan menjadi selir saja dan
tidak akan menjadi istri utama ia pun tidak mempunyai hak atas
semua anak-anak kandungnya.
Manifestasi gender berikutnya adalah violance disini
Ngasirah menadapatkan intimidasi dari sang ratu utama Raden
Ayu Moeryam untuk tidak ikut campur dalam proses mendidik
168
anak-anak perempuannya yang keras kepala karena tidak
mentaati setiap peraturan Kabupaten. Disini Ngasirah
mendapatkan intimidasi secara verbal dari Moeryam, Ngasirah
juga tidak dapat melawan karena ia bukanlah siapa-siapa di
lingkungan keluarganya.
c. Mitos
Kartini tidak membesar-besarkan soal poligami ini, ia tidak
berkhayal. Ia sendiri, dalam keluarganya, mengalami kepedihan
yang diakibatkan oleh musuh besarnya yang utama itu. Ibu
kandung Kartini bukan Raden Ayu. Sekalipun ia istri sah dari
Bupati Sostroningrat, ibu kandung Kartini itu tidak berhak tinggal
di rumah utama Kabupaten. Ngasirah melahirkan delapan orang
anak, lima di antaranya lelaki. Ia mempunyai tiga orang anak
perempuan. Sekalipun Kartini tidak pernah mengungkapkan
secara terbuka penderitaan yang dialami ibu kandungnya, dapat
dibayangkan betapa perasaannya melihat keanehan kehidupan di
Kabupaten. Ngasirah tetap dalam martabatnya selaku perempuan,
tetap harus merangkak-rangkak dan menunduk-nunduk karena ia
adalah anak dari kalangan jelata. Sedangkan anak-anaknya,
karena mereka merupakan benih dari seorang bangsawan,
dihormati selaku para bangsawan. Oleh karena itu, Ngasirah tidak
dianggap sebagai seorang ibu, melainkan sebagai seorang
pembantu atau sekadar seseorang yang telah melahirkan.89
17. Scane Kardinah menolak menikah
89
https://beritagar.id/artikel/telatah/kartini-dan-poligami artikel ini ditulis
oleh Muhammad Iqbal diakses pada sabtu 17 Agustus 2019 dengan judul
artikel “Kartini Dan Poligami”
169
Gambar :17/D/01/04/2019
Waktu :01.07.22
Gambar 31.Kardinah menangis
Pada gambar diatas terlihat Kardinah yang sedang menangis
dihadapan ayahnya Raden Mas Ario Sosroningrat, karena
dijodohkan dengan laki-laki yang sudah ber-istri. Dengan berat
hati Kardinah harus menerima permitaan ayahnya. Dengan berat
hati ayahnya pun menjelaskan bahwa Kardinah sudah dijodohkan
sejak kecil, sejak ia belum masuk masa pingitan oleh Bupati
Pemalang. Sang ayah sudah terlanjur janji kepada ayah sang
Bupati Pemalang untuk menjodohkan mereka berdua dan janji
seorang bangsawan tidak bisa dilanggar begitu saja. Dalam hal ini
sangat terlihat bagaimana perempuan tidak bisa memilih jalan
hidupnya sendiri. Seorang perempuan didalam keluarga hanyalah
milik ayahnya, ketika sang ayah sudah meninggal ia adalah
tanggug jawab bagi kakak laki-lakinya. Perempuan selalu
menjadi nomer dua dalam hal pengambilan keputusan dalam
170
keluarga, suara perempuan pun tak pernah didengar, ia tidak bisa
menentukan nasibnya sendiri.
Percakapan Kardinah: mohon ampun romo
(sambil menangis)
Romo: nduk, kardinah, calon
jodohmu itu sebentar lagi jadi
Bupati di Pemalang. Dia orang
baik.
Kadinah: tapi dia sudah punya
istri romo.. (sambil menangis)
Romo: iya, romo mengertitapi
perjodohan ini sudah
ditentukan sebelum kamu
masuk pingitan. Romo sudah
terlanjur janji. Romo sebagai
bansawan tidak bisa
menciderai janji.
a. Denotasi
Pada gambar diatas terlihat kardinah yang sedang merunduk
menangis dan memohon kepada sang ayahanda agar tidak
171
menikahkanya kepada Haryono (Bupati Pemalang) laki-laki yang
telah mempunyai istri dan anak-anak.
b. Konotasi
Manifestasi gender yang pertama ada dalam scane ini adalah
subbordinasi, karenapada gambar diatas tersirat konotasi bahwa
perempuan tidak mempunyai hak untuk menentukan jalan
hidupnya sendiri. Perempuan tidak diberi ruang untuk
mengungkapkan pendapatnya karena yang berhak berpendapat
hanyalah laki-laki.
Manifestasi gender yang kedua ada dalam scane ini adalah
violance kerena, pada gambar diatas terlihat bagaimana Kardinah
yang menangis terus menerus hingga merasakan sesak di
dadanya. Karena tidak bisa menolak keputusan sang ayah untuk
menikahkannya pada Bupati Pemalang. Disini terlihat kekerasan
dalam bentuk psikologis seorang anak yang tidak bisa melawan
keputusan dari orang tuanya .
c. Mitos
Sejatinya perempuan harus meraih cita-citanya setinggi
langit dan terbebas dari semangat kultur yang menempatkan
perempuan di kelas kedua. Sudah saatnya kita tidak terjebak
dengan berbagai angka statistik, namun secara kontekstual malah
terjerumus pada nilai-nilai usang yang hanya diperbarui
bungkusnya saja. Menjadi perempuan mandiri, memilih dan
bersikap, satu-satunya cara melawan. Bukan hanya kekerasan
terhadap perempuan yang membutuhkan perlawanan oleh semua,
namun peran kultural yang telah usang pula harus dilawan.Bukan
172
hanya oleh perempuan, tapi oleh sistem, kebijakan yang setara
dan dimulai dari pola pikir yang adil.90
18. Scane Roekmini tidak boleh sekolah
Gambar :18/D/01/04/2019
Waktu :01.17.14
Gambar 32.Roekmini menangis
Pada gambar diatas Roekmini sedang menangis dan
memohon kepada ibunya untuk diizinkan menerima beasiswa ke
Belanda bersama Kartini sang ibu pun dengan keras melarangnya
sekolah dengan alasan ia harus menjadi Raden Ayu dan
mengikuti tradisi menikah dengan laki-laki yang tidak dicintai
olehnya untuk menjaga martabat keluarga ningrat. Dalam hal ini
terlihat bahwa perempuan dilarang mendapatkan pendidikan yang
tinggi karena mereka berpandangan perempuan hanyalah
90
Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1, No. 1, Juli 2007, 18-24
Ditulis Oleh Tanti Hermawati Dengan Judul Artikel “Budaya Jawa
Dan Kesetaraan Gender”.
173
berfungsi sebagai ibu rumah tangga saja, bukan untuk menjadi
wanita karir yang mempunyai pendidikan tinggi.
Percakapan Roekmini: ibu, tolong ibu
(sambil sembah mohon)
Moeryam: tidak!
Roekmini: mini hanya ingin
sekolah bu..
Moeryam: tidak !
Roekmini: ibu! Ibu! Ibu! Saya
hanya ingin sekolah bu. Bukan
hanya menikah! Saya tetap akan
jadi Raden Ayu seperti yang ibu
mau!
Saya hanya ingin sekolah seperti
Mbak Yu Kartini.
Moeryam: dengarkan ibu mini,
174
ibu sudah menekan perasaan
menikah dengan bapakmu tanpa
cinta. Demi menjaga martabat
keluarga jadi Raden Ayu.
Apakah Belanda-Belanda itu
bisa menggantikan pengorbanan
ibu dengan cara
menyekolahkanmu ?
a. Denotasi
Pada gambar diatas terlihat Roekmini yang sedang menangis
dan memohon kepada ibunya agar di izinkan melanjutkan sekolah
ke Belanda bersama Kartini. Roekmini mempunyai cita-cita
untuk bersekolah yang tinggi dan tidak untuk menikah saja.
b. Konotasi
Manifestasi gender yang yang pertama dalam scane ini
adalah stereotipe Anggapan bahwa perempuan tidaklah harus
bersekolah yang tinggi, dan yang pantas sekolah tinggi hanyalah
anak laki-laki. Ini tercermin pada adegan diatas. Perempuan
haruslah menjadi Raden Ayu, berbakti kepada keluarga dan
suaminya. Berpendidikan tinggi bukanlah prioritas utama bagi
perempuan.
Manifestasi gender yang yang kedua dalam scane ini adalah
marginalisasi karena ketika perempuan tidak mendapatkan hak
nya untuk memperoleh pendidikan. Maka disitulah proses
pemiskinan akan muali terjadi. Pemiskinan dalam bidang ilmu
pengetahuan akan menjadi dampak dalam bidang ekonomi.
175
Manifestasi gender yang yang ketiga dalam scane ini adalah
violance dalam hal ini kekerasan yang tergambar dalam scan kali
ini adalah kekerasan dalam bentuk fisik dan non fisik atau verbal,
kekerasan dalam bentuk fisik dapat kita lihat karena Moeryam
yang merupakan sang ibu kandung Roekmini bersikap kasar
kepada anaknya dalam menolak permintaan sang anak.
Kekerasan selanjutnya yang terlihat dalam scane kali ini adalah
kekerasan dalam bentuk verbal karena sang ibu mengecam
dengan nada tinggi
c. Mitos
Era 1900-an, RA Kartini seolah berdiri kokoh sendirian
melawan tradisi yang membatasi perempuan Jawa dalam
mengakses pendidikan. Dalam perjuangannya, ia terus berbicara
tentang keterlibatan perempuan dalam sektor publik. Baginya
perempuan harus setara dengan laki-laki dalam kesempatan
memperoleh akses pendidikan. Kartini yakin bahwa pendidikan
mampu mengubah cara pandang masyarakat dan meningkatkan
kualitas hidup perempuan. Seperti yang disampaikan oleh tim
penulis buku Gelap Terang Hidup Kartini, “Kartini memberontak
terhadap feodalisme, poligami, dan adat istiadat yang mengukung
perempuan. Dia yakin pemberian pendidikan yang lebih merata
merupakan kunci kemajuan” 91
A
91https://www.jurnalperempuan.org/wacana-feminis/perempuan-dan-
belenggu-peran-kultural ditulis oleh Angger Wiji Rahayu Diakses pada Sabtu
17 Agustus 2019 PUKUL 02.00 WIB
176
19. Scane para bangswan menentang keputusan R.M
Ariososroningrat untuk mengizinkan Kartini bersekolah ke
Belanda
Gambar :19/D/01/04/2019
Waktu :01.18.40
Gambar 33. Bangsawan Beraduargumentasi
Pada gambar diatas terlihat beberapa kerabat sesama
bangsawan dari Raden Mas Ario Sosronigrat sedang berkumpul
diruang kerja sang Bupati Jepara tersebut karena mendengar
proposal yang diajukan oleh Kartini disetujui oleh sang ayah
kadung untuk melanjutkan sekolah ke Belanda. Beberapa kerabat
yang merupakan paman dari Kartini, menentang keputusan sang
ayah kandung karena mereka menaggap hal ini merupakan
pelanggaran dari tradisi perempuan Jawa. Ayah Kartini tetap
membela sang anak dan menentang semua kerabatnya karena ia
berfikir pastilah perubahan tradisi perempuan Jawa berubah
seiring berjalannya waktu. Pada gambar tersebut juga dapat
177
terlihat pada saat perundingan dan perdebatan terjadi tidak ada
sang anak kandung (Kartini) yang merupakan sumber perdebatan
mereka. Disini dapat terlihat bahwa Kartini tidak diajak diskusi
bersama dengan sang paman dan ayah dikarenakan laki-laki
tetaplah memegang kendali atas perempuan.
Percakapan Romo: Trinil,..
Kartini: iya romo..
Romo: saya restui proposal
mu..
Kartini : terimakasih sekali
romo..
Romo : hati-hati di Belanda ya
nak…
Bagaimanapun kalau adinda
memberikan restu kepada
Kartini untuk berbuat seperti
178
itu (pergi melanjutkan sekolah
ke negri Belanda)
Panjenengan berarti salah
besar…
Loh apa karena Kartini anak
perempuan ?
Bukan begitu kang mas, putri-
putri panjenengan itu sudah
merusak tradisi.. bersembunyi
menggunakan nama “heet
klaverbald” (sambil menujuk
hasil tulisan Kartini, Kardinah
dan Roekmini yang di terbitkan
di salah satu media cetak
Belanda)
Menjelek-jelekan nama baik
nenek moyang..
Dimas, perubahan sudah pasti
terjadi saya percaya
itu..marilah kita semua mawas
179
diri.
Jujur, mari kita semua bebenah
diri. Monggo kang mas dan
dimas kita saling berbenah
Kalau adinda, menuruti
permintaan anak perempuan
untuk sekolah tinggi, nanti
mereka minta jabatan tinggi
jadi Bupati. Selanjutnya aka
ditiru oleh orang-orang miskin.
Dan kalau sudah seperti ini,
semuanya bisa terjadi loh
adinda. Jika nanti anak tukang
kayu jadi raja bagaimana ?
Perubahan pasti akan terjadi.
Tiggal siapa saja yang
memulai. Kalau kang mas -
kang mas dan dimas tidak mau
memulainya ya jangan pakai
nama anak saya sebagai
tameng. Itu namanya pengecut.
180
Oh, sekarang semakin jelas,
samakin jelas sekali kalau
dimas ini sengaja
menghunuskan pedang lepas
dari sarungnya.
a. Denotasi
Keluarga besar Raden Mas Ario Sosrodiningrat yang terdiri
dari adik dan kakak nya (paman Kartini) tidak setuju dengan
keputusannya dengan memberikan izin untuk Kartini melanjutkan
pendidikan sekolanya ke Belanda Hal tersebut menetang adat dan
tradisi budaya perempuan di masrayakat Jawa kuno.
b. Konotasi
Manifestasi gender yang yang pertama dalam scane ini
adalah subbordinat, hal ini terlihat dalam adegan dan percakapan
diatas. Dapat terlihat bagaimana perempuan di batasi ruang
geraknya untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi dan
mendapat anggapan bahwa perempuan tidak layak menjadi
pemimpin jika sudah cerdas.
c. Mitos
Berbagai ungkapan keseharian dalam budaya Jawa, memang
memperlihatkan posisi infeorior perempuan. Merujuk dari asal
kata wanita yang dalam konteks budaya Jawa, diartikan ”wani
ditata” artinya berani ditata, terlihat posisi perempuan sebagai
objek, yang ditata. Selain itu juga sebutan perempuan sebagai
kanca wingking (teman di belakang), ini memperlihatkan posisi
181
perempuan di sektor domestik yang tidak mempunyai akses untuk
berperan di sektor publik. Berkaitan dengan hal tersebut maka
peran perempuan dibatasi pada 3 area (dapur, kasur dan sumur),
sementara itu tugas utama bagi perempuan antara lain :masak
(memasak), macak (berhias diri), dan manak (melahirkan anak).
Perempuan yang sudah menikah dan menjadi istri, oleh suaminya
akan disebut dengan ungkapan, suwarga nunut, neraka katut.
Artinya seorang isteri pada akhirnya akan mendapatkan nunutan
(tumpangan) ketika sang suami masuk atau mendapatkan surga,
tetapi jika suami masuk neraka maka isteri akan ikut masuk
neraka.92
20. Scane perlakuan kasar R.A Moeryam terhadap Kartini
Gambar :20/D/01/04/2019
Waktu :01.24.57
92
Jurnal Univesitas Gajah Mada “Nilai-Nilai Kearifan Perempuan Jawa”
ditulis oleh Hastatnti Widy Nugroho diakses paada Selasa 31 Juli 2019
182
Gambar 34, Kartini Menerima Kekerasan
Pada gambar diatas menunjukan tindakan kasar dari Raden
Ayu Moeryam kepada Kartini dengan cara menyeretnya dari
ruang tamu hingga di kurung di dalam kamar. Hal ini
dilakukannya dengan alasan untuk kebaikan keluarga dan
kesembuhan Raden Mas Ario Sosroningrat yang sedang jatuh
sakit. Sebelum Raden Ayu Moreyam mendiskriminasi Kartini,
dia mencoba merayu Kartini untuk membatalkan proposal
pengajuan beasiswa ke Belanda dan menerima pinangan dari
Bupati Rembang. Disini Kartini menentang dengan keras lamaran
tersebut dikarenakan ia tidak ingin menikah dengan laki-laki yang
sudah mempunyai tiga orang istri. Hal ini membuat Raden Ayu
Moeryam naik pitam dan langsung bertindak kasar pada Kartini.
Disini terlihat bahwa bagaimana seorang Kartini tidak memiliki
hak bersuara dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga.
Kartini tidak mempunyai hak untuk menentukan masa depannya
sendiri
Percakapan Kartini: apa yag harus saya
syukuri dari laki-laki yang
sudah memiliki 3 istri?
Moeryam: sudah bagus Bupati
yang melamarmu bukan
Wedana.
183
Kartini: saya akan tetap
menunggu jawaban proposal
dari negri Belanda.
Moeryam: proposal mu belum
tentu di setujui. Bahkan
mungkin ditolak. Lamaranmu
ini harus kamu jawab dalam
waktu 3 hari. Harusnya kamu
itu……
Kartini: Saya tidak mau
membuat kecewa romo... maaf
ibu…
Moeryam: Kartini… Kartini….
Slamet: tunggu buk, permisi,
ijinkan saya bicara dengan adik
saya. (sambil menarik tangga
Kartini menjauh)
184
Kamu bisa meminta ayah
membatalkan proposal itu kan ?
Kartini: saya tidak mau mas.
Moeryam: Sekarang semua
sudah jelas, kamu hanya
memikirkan dirimu sendiri.
(sambil menarik tangan Kartini
dengan keras dan kasar dan
menyeretnya masuk kedalam
kamar serta mengurungnya)
Moeryam: kamu disini sampai
Bupati Rembang itu
membawamu.
a. Denotasi
Pada gambar diatas terlihat bagaimana Moeryam bertindak
kasar kepada Kartini.Memberikan tekanan terus menerus agar
Kartini menuruti perintahnya untuk menerima pinangan dari
Bupati Rembang dan mencabut proposal permohonan beasiswa
ke Belanda.
b. Konotasi
185
Pada gambar diatas terlihat bagaimana Kartini menerima
kekerasan verbal dan non verbal yang dilakukan oleh sang ibu
Moeryam. Manifestasi gender dalam scane ini adalah violance
dan stereotipe. Kakak laki-laki Kartini yaitu Raden Mas Slamet
meminta Kartini agar menuruti semua keinginan mereka agar
Kartini menikah dan membatalkan niat untuk melanjutkan
sekolah ke Belanda.Menurut mereka melanjutkan sekolah bagi
anak perempuan tidaklah penting karena perempuan hanya
bertugas di dapur, kasur dan sumur.
c. Mitos
Patriarkhi adalah sebuah sistemsosial yang menempatkan
laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentraldalam
organisasi sosial. Dalam sistem ini, Ayah memiliki otoritas
terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda. Secara tersirat
sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak istimewa laki-
laki dan menuntut subordinasi perempuan.(Bressler, Charles E.
2007) Patriarkhi adalah konsep yang digunakan dalam ilmu-ilmu
sosial, terutama dalam antropologi dan studi referensi feminis.
Distribusi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan di mana
laki-laki memiliki keunggulan dalam satu atau lebih aspek,
seperti penentuan garis keturunan (keturunan patrilineal eksklusif
dan membawa nama belakang), hak-hak anak sulung, otonomi
pribadi dalam hubungan sosial, partisipasi dalam status publik,
politik dan atribusi dari berbagai pekerjaan antara laki-laki dan
perempuan yang ditentukan oleh pembagian kerja secara seksual.
Sistem Patriarkal dalam institusi keluarga biasanya berhubungan
186
dengan keturunan nenek moyang laki-laki.Keluarga patriarkal,
merupakan unit politik kecil yang dikepalai oleh –laki tertua.93
21. Scane R.A Moeryam mendapatkan diskriminasi dari
suaminya
Gambar :21/D/01/04/2019:
Waktu :01.33.01
Gambar 35.. Moeryam yang Sedang Menangis
Pada gambar diatas terlihat bahwa Raden Ayu Moeryam
yang merupakan istri utama tidak bisa melawan suaminya Raden
Mas Ario Sosroningrat yang lebih mengutamakan Ngasirah
dibanding dirinya pada hal ini perempuan tidak bisa menentang
laki-laki pada saat pengambilan keputusan. Laki-laki yang
93
Jurnal MUWÂZÂH Volume 6 “Patriarkhisme Dan
Ketidakadilan Gender” Artikel Ini Ditulis Oleh Siti Rokhimah
Diakses Pada Jumat 26 Juli 2019 Pukul 13.40 WIB
187
menggap dirinya superior di dalam keluarga dibanding
perempuan disinilah letak dari diskriminasi gender tersebut.
Percakapan Ayah R.M Sosronigrat: kalau
bukan kamu Bupatinya anakku
sendiri .nanti akan ada orang
yang zalim mengambil alih.
Akibatnya ayahmu ini yang
akan menyesal.
R.M Sosronigrat: Mohon maaf
yang sebesarya ayah, saya..
Ayah R.M Sosronigrat: nikahi
Raden Adjeng Moeryam ini
demi kebaikan orang banyak.
R.M Sosronigrat: mohon maaf
ayahanda, saya tidak tega
menyakiti perasaan Ngasirah.
Ngasirah : saya ikhlas kang
188
mas..
R.M Sosronigrat: Tidak!
Tidak! Saya tidak ikhlas.
Ngasirah: ini semua demi
masa depan anak-anak kita .
R.M Sosronigrat : tidak!
Adinda tidak! Saya tidak bisa!
Ngasirah: ini jalan menjemput
takdir. (sambil sembah
memohon)
Sesudah menikah dengan
raden adjeng moeryam ….
Ngasirah berjalan jongkok
189
menuju kamar sang Bupati….
Moeryam: ada urusan apan
kamu kesini?
Ngasirah: saya dipanggil
kanjeng Bupati.
R.M Sosronigrat: masuk
!!malam mini saya ingin sama
Ngasirah adinda…
Moeryam: (dengan muka
marah dan sedih menutup
pintu tanpa kata-kata)
a. Denotasi
Pada gambar diatas terlihat Moeryam yang sedang bersedih
dan menahan amarahnya dikarenakan sang suaminya lebih
memilih meghabiskan malam dengan Ngasirah perempuan yang
berkedudukan lebih rendah dibanding dirinya sendiri.
b. Konotasi
190
Manifestasi gender yang yang ada dalam scane ini adalah
subbordinasi, kemudian konotasi yang dapat ditangkap pada
gambar diatas adalah laki-laki sebagai kepala keluarga yang
mempunyai banyak selir bebas menentukan pilihan siapa yang
akan menenmani tidurnya pada malam hari dan posisi perempuan
didalamnya haruslah siap merima keputusan laki-laki tersebut
dan tidak boleh membantah. Dari manifestasii gender yang
melahirkan sikap subbordinasi terhadap perempuan akan timbul
juga sikap Violace yang tanpa sadar laki-laki pelaku poligami
kepada sang istri yang menjadi korbannya contohnya saja dalam
pembagian hak nafkah lair batin, jika sala satu istri merasa tidak
adil, akan tercipta kekerasan psikologis yang istri dapatkan.
c. Mitos
Kebiasaan dan adat-istiadat yang hidup di kalangan
masyarakat -khususnya di kalangan priyayi Jawa yang
berkedudukan tinggi memang menempatkan kedudukan
perempuan tidak sama dengan kaum laki-laki. Perempuan tidak
sepantasnya mengerjakan hal-hal yang dikerjakan oleh lelaki.
Kedudukan yang dianggap cocok untuk perempuan adalah
sebagai pemelihara kehidupan rumah tangga.
Seorang lelaki Jawa dididik secara terpisah dan memiliki
kesempatan yang jauh lebih besar dan lebih bebas. Dalam rangka
itu, maka seorang lelaki Jawa melihat seorang perempuan Jawa
tidak bisa lebih dari pada melihatnya dalam hubungan sebuah
keluarga, atau keluarga-keluarga dengan seorang lelaki sebagai
kepalanya tepatnya dalam hubungan perkawinan.
191
Perempuan hanya berharga apabila ia dikelikan dengan dunia
perkawinan. Dan perkawinan itu sendiri sering kali merupakan
puncak kesengsaraan kaum perempuan, karena meskipun menjadi
istri sah dari suaminya, ia bukan satu-satunya istri, melainkan
salah satu istri di samping istri-istri yang lain.94
22. Scane Soelastri menjadi korban poligami
Gambar : 22/D/01/04/2019
Waktu :01.40.19
Gambar 36.Soelastri yang Menjadi Korban Poligami
Pada gambar diatas terlihat Raden Ayu Soelastri yang
merupakan kakak perempuan tertua dari Kartini sedang menangis
dan meratapi nasibnya karena sang suami yang merupakan Bupati
Kendal memutuskan menikah dengan perempuan lain yang lebih
94https://beritagar.id/artikel/telatah/kartini-dan-poligami artikel ini ditulis
oleh Muhammad Iqbal diakses pada sabtu 17 Agustus 2019 dengan judul
artikel “Kartini Dan Poligami”
192
pintar disbanding dirinya. Kemudian Soelasri berkata apa yang
dilakukan Kartini sudah benar. Kaum perempuuan haruslah
memperoleh pendidikan yang tinggi agar menjadi cerdas. Karena
laki-laki akan lebih menghargai dan memilih perempuan yang
cerdas.
Percakapan Romo: bagaimana ?apa kamu
sudah siap untuk menjadi Raden
Ayu?
Kartini: saya sanggup (sambil
menarik nafas)
Saya menerima pinangan
pangeran Joyoadiningrat dari
Rembang .
Tapi..ada syaratnya…
Moeryam: apalagi ? (dengan
nada tinggi)
Romo: sudah… sudah…coba
lanjutkan…
193
Katini: syarat yang pertama,
saya tidak mau mencuci kaki
Raden Mas Joyoadiningrat di
pelaminan…
Syarat yang kedua saya tidak
mau dibebani pranata sopan
satun yang rumit dan saya ingin
diperlakukan seperti orang bisa
saja…
Syarat yang ketiga…
Moeryam: cukup Ni!!!! (dengan
nada marah)
Kamu hanya memikirkan dirimu
sendiri. Ibu tidak akan
membierkan semua syaratmu
terwujud!!!
Suara pintu di buka….
194
Moeryam: Lastri….
Soelastri: Ni, benar bu…
Suami saya menikah lagi bu….
(menangis da bersimpuh)
Lastri ngerti mas Cokro lebih
mencintai istri mudanya yang
lebih pintar..perempuan yang
lebih terpelajar.. Lastri enggak
kuat bu… (sambil menangis)
Kartini benar…..
Ni, teruskan….
Kakak mu ini mendukungmu….
Kartini: syarat yang ketiga, saya
mengharuskan calon suami
saya, untuk membantu aya
mendirikan sekolah buat
perempuan dan orang miskin.
Romo: sudah? Cuma itu saja?
195
Kartini: satu lagi romo, saya
ingin Yu Ngasirah tidak lagi
tinggal di rumah belakang,
tetapi tinggal di rumah depan.
Dan saya ingin semua putra dan
putri romo memanggil Yu
Ngasirah dengan sebutan Mas
Adjeng (sebutan lain untuk ibu)
.
Bukan Yu lagi.
Romo: dah, ya sudah … kalau
begitu cepat-cepat dituliskan
syarat tersebut. Lalu dikirimkan
ke Bupati Rembang.
Busono, cepat panggil Pak
Atmo…
Busono: baik romo..
Slamet: mohon maaf romo,
196
ijinkan saya yang menulis
semua syarat yang akan
diajukan oleh Kartini untuk
pernikahannya. Saya itu anak
laki-laki pertama. Sudah
menjadi bakti saya sebagai
kakak untuk meindungi adik-
adiknya.
a. Denotasi
Pada gambar diatas terlihat Soelastri yang merupakan kakak
kandung Kartini menangis kepada sang ibu Moeryam karena
menjadi korban poligami oleh suaminnya. Soelastri ditinggal
menikah suaminya dikarenakan Soelastri tidak lebih pintar
dibanding dengan perempuan yang dinikahi oleh suaminya.
b. Konotasi
Manifestasi gender yang yang ada dalam scane ini adalah
violance karena, Pada gambar ini terlihat bagaimana beban
mental yang dialami oleh Soelastri sebagai perempuan yang
menjadi korban poligami. Karena pada saat itu laki-laki tidak
perlu meminta izin kepada sang istri untuk menikah lagi.
Manifestasi gender yang kedua ada dalam scane ini adalah
subbordinat karena sang suami dengan sewenang-wenag
melakukan poligami tanpa ijin dari sang istri pertama. Hal ini
dikarenakan seorang suami merasa bahwa dirinya adalah seorang
pemimpin yang superior di dalam keluarganya sehingga berhak
dalam mengambil keputusan tanpa berdiskusi dengan sang istri.
197
c. Mitos
Dalam konteks keluarga, perempuan ditetapkan sebagai
pihak yang dipimpin, sedangkan laki-laki adalah
pemimpin.Akibatnya, perempuan tidak memiliki hak untuk
memutuskan sesuatu dalam keluarga. Disinilah gejala kekerasan
terhadap perempuan pada kasus poligami tampak. Meski
demikian, berbagai kalangan yang pro poligami, membantah
pengkategorian poligami sebagai praktik kekerasan terhadap
perempuan. Mereka mengatakan poligami merupakan suatu
bentuk perlindungan terhadap perempuan karena jumlah
perempuan lebih banyak dari pada laki-laki, sehingga poligami
membantu laki-laki dan perempuan untuk dapat menikmati seks
dan memperoleh keturunan. Disamping itu poligami mencegah
laki-laki dari penyelewengan dan tindak kekerasan akibat frustasi
tidak memperoleh pemenuhan kebutuhan seksual, poligami
sekaligus melindungi perempuan karena mereka dapat “berbagi
tugas” dalam memuaskan kebutuhan seksual laki-
laki.Argumentasi diatas sebenarnya hanya membuat stereotype
ideologi patriarki terhadap perempuan semakin nyata.95
23. Scane Kartini belajar agama
Gambar : 23/D/25/12/2019
Waktu :01.03.04
95
Jurnal Pogami Sebagai Tindak Kekerasan Pada Perempuan Ditulis
Oleh Siti Hikmah, S.Pd., M.Si1
Dosen Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang Diakses Pada Sabtu 17
Agustus 2019 Pukul 19.00 WIB.
198
Gambar 37.Kyai Soleh Darat mengajarkan agama Islam
Pada gambar ini terlihat bagaimana seluruh anggota keluarga
dari Raden Mas Ario Sosroningrat sedang belajar agama bersama
Kyai Soleh Darat yang merupakan salah satu ulama yang berjasa
menyebarkan islam dia tanah Jawa pada abad ke-18.
Percakapan Kartini : pak kyiai…. permisi,
apa yang tadi pak Kyai baca
benar-benar arti dari surat Al-
Fatihah?
Kyai Soleh Darat : kebenaran
itu hanyalah milik gusti Allah,
tuan putri.. saya hanyalah
menyampaikan apa yang saya
ketahui..
Kartini : Apakah ada ayat Al-
199
Quran yang menjelaskan
tentang ilmu?
Kyai Soleh Darat :
Iqro,bacalah atas nama tuhan
mu yang menciptakan.. Itu
ayat pertama yang turun ke
bumi dan memerintahkan
Kanjeng Nabi Muhammad
SAW untuk membaca.
Kartini : Apakah dijelasakan
dalam ayat itu membaca
hanyalah untuk kaum laki-laki
saja?
Kyai Soleh Darat : Semua
manusia laki-laki ataupu
perempuan diwajibkan untuk
membaca
Kartini : Mengapa anda tidak
menterjemahkan ayat-ayat al-
quran dan menjadikannya
sebuah buku ?
200
Kyai Soleh Darat : Saya
sedang melakukan nya tuan
putri, tapi sayang nya banyak
umat Islam yang lebih puas
hanya bisa membaca Bahasa
Arab tanpa tau makna dan
artinya.
Kartini : Saya mohon sangat
untuk di selesaikan pak kyiai.
Saya ingin tau banyak tentang
isi Al-Quran
Kyai Soleh Darat : Insyallah
saya mohon pamit tuan putri..
assalamualaikum
Kartini : Silahkan pak kyai.
a. Denotasi
Disini terlihat bagaimana proses belajar mengajar agama
islam bersama kyai soleh darat. Semua keluarga Kartini
berkumpul baik itu laki-laki dan perempuan, serta semua abdi
dalem dan para pembantu lainnya sedang duduk bersama tidak
ada perbedaan diantara mereka dalam proses belajar-mengajar.
b. Kontasi
201
Konotasi yang dapat diambil dalam proses belajar mengajar
agama islam kali ini, laki-laki dan perempuan diwajibkan untuk
mendapatkan pengetahuan yang setara serta sama tidak
dibedakan. Perempuan hanya dibedakan dalam mendapatkan
pendidikan di sektor formal, akan tetap dalam sektor informal
seperti belajar agama islam perempuan di wajibkan belajar sama
dengan laki-laki. Hal ini menunjukan bagaimana posisi
perempuan ditempatkan perempuan tidak dilarang belajar hal-hal
yang bersifat pengetahuan informal, akan tetapi dilarang belajar
dalam sektor formal (bersekolah) dengan alas an jika perempuan
bersekolah tinggi dan mendapatkan pendidikan formal yang
bagus, perempuan akan mengungguli laki-laki, dan perempuan
bisa menjadi pemimpin laki-laki di sector publik.
c. Mitos
Pertanyaan-pernyataan Al-Qur‟an tentang posisi dan dan
kedudukan perempuan dapat dilihat dalam beberapa ayat berikut :
Perempuan adalah makhluk ciptaan allah yang mempunyai
kewajiban sama untuk beribadah kepadanya sebagaimana termuat
dalam Adz-Zariyat ayat 56 :
وش إل ليعبدون وما خلقت الجه وال
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
202
Dalam ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa
perempuan dan laki-laki mempunyai kewajiban yang
sama untuk beribadah kepada Allah SWT. Dalam hal ini
belajar agama islam merupakan salah satu bentuk ibadah
kepada Allah Swt.
203
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menjabarkan bentuk-bentuk
diskriminasi gender dalam film kartini 2017 karya Hanung
Bramantyo. Bentuk-bentuk diskriminasi gender yang akan
penulis jabarkan berikut berpatokan pada buku analisis “Gender
Dan Transformasi Sosial” karya Mansour Fakih yang membagi
gender dalam lima bentuk pembagian yaitu Marginalisasi,
Subbordinasi, Stereotype, Kekerasan Dan Beban Ganda. Berikut
analisisnya :
A. Marginalisasi
Marginalisasi gender adalah proses pemiskinan yang
menimpa kaum laki-laki ataupun perempuan akibat konstruksi
gender yang ada di masyarakat. Pada pembahasan ini
marginalisasi terdapat pada gambar ke 2, 3, 4, 5, 9, 16.
Pada gambar ke 2 terlihat bagaimana Ngasirah
termarginalkan oleh lingkungan dan suaminya sendiri. Ngasirah
hidup sebagai pembantu di dalam keluarga Raden Mas
Ariososroningrat. Ia mengalami proses pemiskinan hak karena ia
berasal dar masyarakat kelas bawah, dan bukan keturunan
ningrat. Ngasirah tidak mempunyai hak apapun atas anaknya
sendiri yaitu Kartini. Ngasirah pun tidak dimintai pendapatnya
tentang pernikahan sang anak kandung.
212
204
Pada gambar ke 3 terlihat juga bagaimana Ngasirah muda
yang di perankan oleh nova eliza mendapatkan marginalisasi dari
anak laki-lakinya yaitu Raden Mas Slemet dan Raden Mas
Busono. Ngasirah dilarang untuk tidur bersama sang anak
perempuan Kartini, karena dianggap sudah tidak pantas. Kartini
sekarang sudah menjadi putri bangsawan Bupati Jepara maka
dari itu, orang yang berkasta sudra dilarang tidur dengan sang
Raden Ayu.
Pada gambar ke 4 terlihat bagaimana budaya menempatan
posisi perempuan. Perempuan termarginalkan saat sudah usia
balig dewasa atau keluarnya haid di pertama, ia harus dipingit.
Tidak sama halnya dengan laki-laki ketika mereka sudah
menginjak usia balig dewasa tidak ada peraturan bahwa laki-laki
harus di pingit seperti perempuan. Di kurung di dalam kamar,
tidak boleh melakukan hal apapun termasuk tidak boleh
bersekolah. Dalam posisi ini perempuan termargianlkan, jika
perempuan tidak bersekolah atau mendapatkan pendidikan yang
tinggi dan layak, ia akan kalah bersaing dengan laki-laki yang
mendapatkan pendidikan yang tinngi.
Pada gambar ke 5 terlihat bagaimana Kartini menjalani hari-
harinya didalam kamar pingitan. Kartini merasakan bagaimana ia
di perlakukan seperti burung yang hidup dalam sangkar di beri
makan dan minum, serta hidup di sangkar yang bagus namun di
renggut kebebasannya. Disini dapat terlihat bahwa perempuan
termarginalkan oleh adat dan budaya dimana perempuan harus di
rengut kebebasannya dalam berekspresi, dan dalam menentukan
205
arah dan tujuan hidupnya. Ini adalah salah satu proses pemiskinan
gender yang dilakukan oleh budaya dan adat istiadat.
Pada gambar ke 9 terlihat bagaimana adik-adik Kartini yaitu
Kardinah dan Roekmini masuk kedalam kamar pingitan, diantar
dengan sang ibu tiri Raden Ayu Moeryam yang merupakan
permaisuri utama dalam keluarga mereka. Moeryam dengan tegas
dan keras mendidik anak-anaknya agar menjadi Raden Ayu
sesuai adat dan budaya di masa lampau. Ketika perempuan masuk
kamar pingitan maka terputuslah semua akses pendidikannya.
Akibat dari pemutusan akses ini dapat dikatakan bahwa
pemarjinalan terhadap perempuan dimulai.
Pada gambar ke 16 terlihat bagaimana Ngasirah
termarginalkan oleh sang Raden Ayu Moeryam yang merupakan
istri utama Bupati Rembang. Ngasirah dengan terpaksa harus
menuruti setiap perkataan sang Raden Ayu dikarenaakan
Ngasirah tidak mempunyai hak apapun di dalam keluarga.
Ngasirah tidak memiliki hak apapun terhadap semua Anak-anak
kandungnya. Posisi Ngasirah tergantkan oleh hadirnya Raden
Ayu Moeryam yang lebih tinggi kasta kedudukannya di
masyarakat.
B. Subbordinasi
Subbordinasi gender adalah konstruksi sosial masyarakat
yang beranggapan bahwa perempuan adalah makluk yang lemah,
tidak rasional, tidak layak menjadi pemimpin, perempuan adalah
makluk nomer dua setelah laki-laki, dan pada akhirnya
perempuan ditempatkan pada posisi yang tidak penting dalam
206
semua aspek. Pada pembahasan ini subbordinasi terlihat pada
gambar ke 1, 2, 6, 8, 9, 11, 12, 13, 17, 19, 21, 22.
Pada gambar ke 1 terlihat Kartini yang sedang berjalan
jongkok untuk memenuhi panggilan sang ayah. Sang ayah
memanggilnya untuk membicarakan rencana pernikahan Kartini.
Dalam diaalognya dengan Roekmini, Kartini mengungkapkan
rasa kecewanya dikarenakan dia tidak bisa memilih jalan
hidupnya sendiri sebagai perempuan jalan hidupnya ditentukan
oleh sang ayah kandung selaku laki-laki yang bertanggung jawab
terhadap kehidupannya sebelum menikah ini menunjukan kuasa
laki-laki terhadap perempuan perempuan dilarang menjadi
pemimpin dalam pengambilan keputusan penting dalam keluarga
karena dianggap tidak rasional.
Pada gambar ke 2 terlihat bagaimana Ngasirah sang ibu
kandung sedang meratapi nasib anak kandungnya Kartini. karena
Ngasirah yang tidak memiliki hak apapun atas semua anak
kandungnya. Ngasirah hanya bisa meratapi nasib sang anak yang
akan menikah dengan pria yang tidak dikehendaki tanpa bisa ia
mengeluarkan pendapatnya meskipun ia seorang ibu kandung.
Perempuan tidak pernah diajak berdiskusi untuk pengambilan
keputusan dalam keluarga hanya laki-laki yang diajak diskusi
dalam setiap pengambilan keputusan.
Pada gambar ke 6 terlihat Kartini yang sedang belajar untuk
berjalan jongkok yang di temani sang abdi dalem. Ia tampak
murung dan tidak menyukai proses belajar berjalan jongkok
tersebut. Pada bagian ini Nampak tindakan subordinasi karena
kebudayaan, disini perempuan diwajibkan untuk belajar berjalan
207
jongkok, sedangkan laki-laki tidak di wajibkan untuk berjalan
jongkok, laki-laki bisa leluasa berjalan normal.
Pada gambar ke 8 Soelastri yang sedang mencuci kaki sang
suami di hadapan semua tamu undangan yang datang ke dalam
pesta pernikahannya. Dalam pernikahan adat jawa hal ini
dinamakan "ngindak endog” pada prosesi ini mempelai
perempuan diwajibkan untuk mencuci kaki sang suami. Makna
semiotika tersebut bahwa sang istri haruslah melayani suami
dalam kadaan apapun. Serta tingkatan seorang istri tidak boleh
lebih tinggi dibanding suami.
Pada gambar ke 9 Kardinah dan Roekmini masuk pingitan
hal ini menggambarkan bahwa subbordinat perempuan
bangsawan pada abad 18 sangatlah kental. Perempuan diwajibkan
di pingit, sedangkan laki-laki tidak diwajibkan untuk di pinggit
hal ini dapat menimbulkan proses pemiskinan pola pikir
intelektualitas pada perempuan akibat miskinnya intelektualitas
perempuan perempuan tidak bisa menjadi pemimpin seperti laki-
laki.
Pada gambar ke 12 terlihat bahwa Kartini, Kardinah dan
Roekmini, yang sedang memasak di dapur kaget karena
kehadiran sang kakak yaitu Raden Mas Slamet dan Raden Mas
Sosrobusono. Mereka terlihat ketakutan sejak kedua kakaknya
ikut mengawasi mereka bertiga dalam menjalani pingitan dan
kehidupan sehari-hari dalam Kabupaten. Sejak kedua kakak
mereka ikut campur mengawasi kehidupannya, mereka dijaga
sangat ketat dan setiap gerak-geriknya selalu diawasi oleh sang
kakak. Hal ini menunjukan bahwa laki-laki memegang penuh
208
kuasa atas perempuan, jika sang ayah sudah tidak sanggup
mengurus sang perempuan, maka tanggung jawab sang ayah akan
dipindahkan ke kakak laki-laki dari perempuan tersebut.
Pada gambar ke 13 terlihat pak Atmo yang langsung
menutup pintu gerbang pendopo ketika Kartini, Kardinah dan
Roekmini ingin menyerahkan karya tulis mereka ke penerbit
majalah Belanda. Disini terlihat bahwa sang abdi dalem lebih
menurut ketika di perintah oleh majikan laki-laki di banding
majikan perempuan. Pak Atmo lebih menurut peritah sang kakak
Kartini yaitu Raden Mas Slamet untuk menutup pintunya di
banding perintah kartini untuk membuka pintunya da melarang
kartini keluar pendopo. Terlihat sekali bagaimana kuasa laki-laki
atas perempuan di lingkungan keluarganya. Perempuan dianggap
tidak pantas menjadi pemimpin di banding laki-laki.
Pada gambar ke 17 terlihat Kardinah yang sedang menangis
tersedu-sedu di hadapan sang ayah karena menolak menikah
dengan sang Bupati Pemalalang. Kardinah tak kuasa menolak
permintaan sang Bupati Pemalang karena penekanan dari sang
ayah. Sang ayah yang sudah terlanjur berjanji untuk menikahkan
Kardinah dengan Raden Mas Haryono ketika sudah besar. Hal ini
menunjukan bahwa laki-laki berkuasa atas semua perempuan
yang ada di lingkungan keluarganya, perempuan tidak diberi
ruang untuk bernegoisasi dan untuk menentukan takdirnya sendiri
karena dianggap irrasional dan tidak layak untuk menentukan
sikap.
Pada gambar ke 19 terlihat bahwa beberapa bangsawan
sedang berkumpul di ruang kerja sang ayah yaitu pendopo
209
pemerintahan Jepara. Mereka terdiri dari paman-paman Kartini
yang menjabat sebagai Bupati di Kabupaten berbeda sedang
berdebat dan melarang Kartini untuk melanjutkan sekolah ke
negri Belanda. mereka berpendapat bahwa jika perempuan
mendapat pendidikan yang tinggi, mereka akan menjadi Bupati
seperti laki-laki. Hal ini yang mereka tentang karena menurut
mereka tak layak bagi perempuan menjadi pemimpin seperti laki-
laki.
Pada gambar ke 21 terlihat Moeryam muda yang sedang
mengalami patah hati karena sang suami Raden Mas
Ariososronigrat lebih memilih tidur bersama sang selir yaitu
Ngasirah ini terlihat bagaimana perempuan yang menjadi korban
poligami menjadi terpojokan karena sikap laki-laki yang tidak
adil. Moeryam muda tidak bisa memprotes tidakan sang suami
karena ia berfikir bahwa ia sebagai istri lebih rendah posisinya di
banding suami.
Pada gambar ke 22 terlihat bahwa Soelastri yang sudah
menikah tiba-tiba pulang kerumah orang tuanya dan menangis
tersedu-sedu, karena ia menjadi korban poligami sang suami.
Disini terlihat bahwa kaum laki-laki yang mendominasi dalam
kehidupan berumah tangga. Sang suami berpoligami dengan
perempuan yang lain tanpa seizin Soelastri.
C. Stereotype
Stereotype gender adalah pelabelan terhadap kaum
perempuan, perempuan haruslah penurut, lemah lembut,
perempuan haruslah cantik, sexy, dan menggoda. Pelabelan ini
dibenarkan dalam berbaggai aspek kehidupan masyarakat yaitu
210
ekonomi, sosial, budaya dan agama. Pada pembahasan ini
stereotype terlihat pada gambar ke 4, 6, 7, 8, 10, 14, 17, 19, 21,
22.
Pada gambar ke 4 terlihat bahwa Kartini yang sudah mulai
tumbuh menjadi perempuan dewasa mulai di pingit sejak
keluarnya menstruasi hari pertama. Kartini adalah korban
stereotype gender masyarakat pada abad ke 18. Perempuan
mempunyai stereotype bahwa mereka sebagai perempuan ningrat
tidak boleh terlalu di ekpose di hadapan publik dan harus di
pingit agar menjadi berharga, layaknya mutiara yang didasar
lautan tidak pernah bertemu dengan orang.
Pada gambar ke 6 terlihat Kartini yang sedang belajar
berjalan jongkok dan diawasi sang kakak Soelsatri pada adegan
ini digambarkan bagaimana perempuan dicitrakan mereka harus
belajar berjalan jongkok, pelan-pelan, harus kemayu, dan tidak
boleh cemberut. Disini stereotype ini dibuat sedemikian rupa oleh
budaya Jawa.
Pada gambar ke 7 terlihat Kartini dan Soelastri sedang
merawat tubuh mereka dengan cara meratus, melulur dan mandi
kembang. Disini Soelastri juga menciptakan stereotype bahwa
perempuan haruslah pandai merawat tubuh mereka, karena tubuh
mereka yang akan mengantarkan mereka ke takdir mereka yaitu
menjadi Raden Ayu. Pendidikan tinggi bukanlah hal yang penting
bagi seorang perempuan yang lebih penting bagi seorang
perempuan adalah kecantikannya.
Pada gambar ke 8 terlihat Soelastri yang sedang mencuci
kaki sang suami dalam sebuah acara pernikahan adat Jawa. Disini
211
terbentuk stereotype bahwa perempuan haruslah siap mejadi
pelayan bagi seorang laki-laki, siap tunduk dan menurut terhadap
laki-laki yang menjadi kepala keluarga.
Pada gambar ke 10 Ngasirah, Kartini, Kardinah dan
Roekmini terlihat sedang memasak bersama di dapur. Kemudian
Ngasirah memberikan nasihat kepada anak-anaknya bahwa
perempuan haruslah pandai memasak agar suami betah di rumah.
Ini adalah salah satu bentuk stereotype yang di berikan bagi
seorang perempuan dewasa yang hendak menikah. Mereka
haruslah pandai memasak bagi laki-laki.
Pada gambar ke 14 terlihat para bangsawan yang sedang
berkumpul dengan orang-orang Belanda di ruang makan mencibir
ketiga putri Bupati Jepara Kartini, Kardinah dan Roekmini.
Mereka beranggapan bahwa jika perempuan terlalu sering diajak
keluar dan diperlihatkan kepada masyarakat, maka perempuan itu
menjadi tidak berharga dimata laki-laki. Mereka beranggapan
bahwa perempuan haruslah di dalam rumah di pingit. Tidak boleh
bersekolah dan menulis dan bergaul keluar lingkungan.
D. Kekerasan
Kekerasan gender adalah serangan secara fisik ataupun non
fisik (psikologis) seseorang. Kekerasan terhadap manusia pada
dasarnya berasal dari beberapa sumber namun salah satu
kekerasan atas nama jenis kelamin tertntu bisa diakibatkan karena
bias gender ini bisa disebut gender related violence. Pada
pembahasan ini kekerasan atas nama gender terdapat pada
gambar ke 1, 3, 4, 5, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22.
212
Pada gambar ke 1 Kartini terlihat sedang berjalan jongkok
satu hal yang menunjukan kekerasan terhadap Kartini bahwa
dalam raut wajah, dan gesture tubuh Kartini menunjukan tekanan
mental yang luar biasa, ia terkekang kerena budaya patriarki yang
diwariskan dari sang nenek moyang.
Pada gambar ke 3 Kartini kecil yang sedang menangis dan
merengek agar diijinkan tidur bersama sang ibu kandung yaitu
Ngasirah medapatkan perlakuan kasar dari kedua kakak laki-
lakinya yaitu Raden Mas Slamet dan Raden Mas Busono. Mereka
dengan kasar melarang Kartini kecil untuk tidur bersama
Ngasirah dengan alasan Kartini sudah menjadi anak Bupati
Jepara sehingga ia tidak boleh tidur bersama selir yang berbeda
kasta dengannya.
Pada gambar ke 4 saat Kartini di pinggit juga menunjukan
kekerasan tekanan psikologis yang amat sangat luar biasa, ia
menangis tiada henti, tidak mau makan karena di renggut
kebebasannya oleh tradisi pingitan.
Pada gambar ke 5 saat Kartini meratapi nasibnya di kamar ini
juga menampakan tekanan batin yang luar biasa akibat tradisi
pingitan. Ia berfikir seperti burung peliharaan yang hidup
terkurung dalam sebuah sangkar hanya bisa makan dan minum
tapi tida bisa terbang bebas.
Pada gambar ke 15 Kartini yang sedang memperlihatkan
hasil karyanya dengan sang ayah, Raden Mas Busono dengan
kesal memaki dan menjelekan hasil karya Kartini dan
membandingkan dengan hasil karya dari negri-negri tetangga
seperti Cina. Kartini yang merasa tersinggung dengan perkataan
213
sang kakak hanya bisa diam dan merunduk. Ini menunjukan
kekerasan verbal yang dilakukan oleh sang kakak berdampak
terhadap psikologis adiknya.
Pada gambar ke 16 memperlihatkan bagaimana Ngasirah
terintimidasi oleh Moeryam. Ngasirah yang tidak bisa melawan
Moeryam hanya bisa diam dan menangis mendengar semua
intimidaasi Moeryam akibat ulah Kartini, Ngasirah tidak
mempunyai hak apapun terhadap semua anak-anaknya karena ia
hanyalah orang biasa yang tidak mempunyai gelar bangsawan.
Pada gambar ke 17 terlihat Kardinah yang sedang menangis
dihadapan sang ayah karena menolak menikah dengan laki-laki
yang sudah mempunyai istri. Disini terjadi kekerasan dalam
bentuk psikologis terhadap perempuan di dalam keluarganya.
Kekerasan ini terjadi karena superioritas laki-laki di dalam
keluarga.
Pada gambar ke 18 Roekmini yang mengalami kekerasan
oleh sang ibu karena ia bersikeras meminta ijin untuk
melanjutkan sekolah ke Belanda. Namun sang ibu tidak
membiarkannya dan bertindak kasar kepada sang anak, sang ibu
berfikir bahwa perempuan tidaklah perlu bersekolah tinggi seperti
laki-laki. Perempuan hanya wajib menjadi Raden Ayu
Pada gambar ke 20 terlihat Kartini yang diseret dengan kasar
kemudian dipenjara di dalam kamar oleh Moeryam karena
menolak untuk meniikah. Kekerasan dalam bentuk fisik secara
langsung dialami Kartini ia tidak bisa melawan, dan hanya bisa
menangis di dalam penjara kamarnya. Perempuan saat itu tidak
bisa menentukan arah hidupnya sendiri. Perempuan diperlakukan
214
hanya seperti boneka yang di rawat kemudian diperjual belikan
kepada orang lain.
Pada gambar 21 terlihat bagaimana kesedihan Moeryam
selaku istri kedua dari sang Bupati Jepara Raden Mas Ario
Sosroningrat, ia menerima kekerasan psikologis dari sang suami.
Tanpa pikir panjang dan melalui proses diskusi sang suami
dengan teganya melarang Raden Ayu Moeryam untuk tidur
bersama di dalam kamar, sang suami lebih memilih untuk tidur
bersama sang selir Ngasirah.
Pada gambar 22 Soelastri yang pulang kerumah orang tuanya
karena tak terima dimadu oleh sang suami. Soelastri menjadi
korban poligami karena tak lebih pandai dari perempuan yang di
persunting oleh sang suami. Disini terlihat Soelastri yang
mengalami kekerasan secara psikologis. Ia menangung sakit hati
dan malu karena ulah sang suami menikah lagi.
E. Beban Ganda.
Bias gender dapat mengakibatkan beban kerja ganda, istilah
bahwa pekerjaan perempuan adalah pekerjaan rumah tangga
(pekerjaan domestik) hal ini diangap nilainya lebih rendah
dibanding pekerjaan laki-laki yang berada diluar rumah hal ini di
perkuat dengan adanya anggapan bias geder bahwa perempuan
bersifat pemelihara rajin dan mereka pantas ditempatkan di
pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu, mengepel dan
memasak adalah pekerjaan domestik perempuan. Pada kalangan
keluarga miskin peran perempuan akan bertambah menjadi mesin
penghasil uang ia harus bekerja diluar untuk menghasilkan uang,
disinilah beban ganda gender tercipta. Pada kasus film Kartini
215
2017 ini ada satu scane yang menunjukan beban ganda pada
gender. Pada gambar ke 11 terlihat bagaimana Moeryam
bertindak sebagai pelayan bagi Raden Mas Ariososroningrat
selain itu Moeryam haruslah mengemban tugas sebagai Raden
Ayu dan ibu rumah tangga di kehidupan sehari-harinya.
216
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka
kesimpulan mengenai makna denotasi, konotasi, dan mitos
diskriminasi gender dalam film Kartini 2017 karya Hanung
Bramantyo diantaranya adalah :
1. Makna denotasi merupakan makna yang paling nyata
tergambarkan oleh tanda. Dalam penelitian ini makna denotasi
diskriminasi gender tergambarkan melalui 22 scane yang
memperlihatkan lima bentuk diiskriminasi gender yaitu,
marginalisasi, stereotype, subbordinasi, kekerasan, dan beban
kerja ganda.
2. Makna konotasi merupakan makna subjektif atau
emosional. Dalam penelitiaan ini maka makna konotasi
diskriminasi gender terhadap perempuan menggambarkan bahwa
perempuan dianggap sebagi makhluk noemer dua setelah laki-
laki dan laki-laki lebih berkuasa dibanding perempuan.
3. Makna mitos merupakan kostruksi kultural yang
dipercayai dan dianut satu masyarakat. Dalam penelitian ini,
makna diskriminasi gender adalah adanya budaya patriarki dalam
konstruksi pola pikir masyarakat Indonesia.
Menurut Mansour Fakih dalam buku nya yang berjudul
analisis gender dan transformasi sosial, Bentuk-bentuk
dikriminasi yang terdapat dalam film kartini 2017 terdapat 5
bentuk dikriminasi : 226
217
Marginalisasi : 6 bentuk
Subbordinasi : 11 bentuk
Stereotype : 6 bentuk
Kekerasan : 11 bentuk
Beban kerja ganda : 1 bentuk
B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran
mengenai diskriminasi gender dalam film Kartini 2017 karya
Hanung Bramantyo
1. Untuk para penonton film dan pembaca skripsi ini,
hendaknya meningkatkan rasa sensitivitas gender terhadap
lingkungan sekitar.
2. Untuk para civitas akademika Fakultas Ilmu Dakwah Dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dan Jurnalistik
hendaknya diadakan kurikulum tentang pentingnya kajian
gender dan media massa sehingga dapat menciptakan
lulusan calon wartawan yang mempunyai sensitivitas
gender.
3. Untuk para produser, sutradara, penulis skenario film
hendaknya lebih mengasah rasa sensitivitas gender
didalam setiap karyanya.
218
DAFTAR PUSTAKA
Joni Purwono,Sri Yutmini,Sri Anitah, “Penggunaan Media Audio-Visual Pada
Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 1 Pacitan”, Jurnal Teknologi Pendidikan Dan Pembelajaran
Vol.2, No.2, Hal 127 – 144, Edisi April 2014. Ditulis Artikel diakses pada
Selasa 27 Maret 2018 pukul 16.00 WIB.
Ramddha Mawaddha. Film Sebagai Media Belajar Kreatif Bagi Anak. 2017.
http://kabar24.bisnis.com/read/20171001/255/694595/film-sebagai-media-
belajar-kreatif-bagi-anak- artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul
16.51 WIB.
Burton, Grame. Media Dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra, 2012.
Uchjana,Onong. Effendi, Ilmu Komunikasi : Teori Dan Praktek.
Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, cetakan XVI .2000
Joseph, M. Boggs. The Art Of Watching Film, (Terj) Sani, Asrul. Jakarta:
Yayasan Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1986.
Pranajaya, Adi. Film Dan Masyarakat : Sebuah Pengantar. Jakarta: BP SDM
Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail. 1999.
Danensi Marcel, Pengantar Memahami Semiotika Media. Yongyakarta:
Jalasutra. 2010.
Makruf. PBNU Prihatin Film PBS (Perempuan Berkalung Sorban)
Deskriditkan Pesantren. 2009. http://www.nu.or.id/post/read/15923/pbnu-
prihatin-film-pbs-diskreditkan-pesantren dirulis oleh Makruf artikel diakses
pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 16.51 WIB.
Agustina Rasyida. Marlina Semangat Feminisme Ditengah Budaya Patriarki.
2017. https://beritagar.id/artikel/seni-hiburan/marlina-semangat-feminisme-di-
tengah-budaya-patriarki artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 19.41
WIB.
Lukman Hakim “Arus Baru Feminisme Islam Indonesia dalam Film Religi”,
Jurnal Komunikasi Islam Vol 3, no 02, Desember 2013. h.251.
Ikwan Setiawan. Representasi Perempuan Film Dan Hegemoni Patriarki.
2016. http://matatimoer.or.id/2016/03/22/representasi-perempuan-film-dan-
hegemoni-patriarki-bagian-1/ artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul
19.08 WIB.
219
Sunarto. Televisi, Kekerasan Dan Perempuan. Jakarta: PT.Kompas Media
Nusantara. 2009.
Soekarno, Sarinah. Bandung: Syabas Books. 2013.
Julia, Claves Mosse. Gender Dan Pembangunan. Yongyakarta: Pustaka
Pelajar. 1996.
Umar, Nazaruddin. Argument Kesetaraan Jender Prespektif Al-Qur’an.
Jakarta: Paramadina. 2011.
Tri Susanto Setiawan. Kartini Di Putar Di Markas PBB (Persatuan Bangsa-
Bangsa). 2018.
https://entertainment.kompas.com/read/2018/03/20/174336610/film-kartini-
diputar-di-markas-pbb. artikel diakses pada Tanggal 02 April 2018 Pukul
16.53 WIB.
Andi Muttya Kateng. Kartini Dan Pengabdi Setan Mendominasi FFI. 2017.
http://entertainment.kompas.com/read/2017/10/05/233120210/kartini-dan-
pengabdi-setan-mendominasi-ffi-2017 artikel di akses Pada Tanggal 21
November 2017 Pukul 22.37 WIB.
Mulyana, Dedy. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda
Karya. 2006.
Eriyanto, Analisis Framing Ideologi Dan Politik Media. Yongyakarta: LKIS.
2005.
Lexy, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya. 2002.
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2010.
Indrawan, Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Penerbit Mitra
Wacana Media. 2013.
Yoyon Mudjiono, “Kajian Semiotika Dalam Film”, Jurnal Ilmu Komunikasi
Vol. 1, No.1, 2011. diakses pada 12 Maret pukul 12.00 WIB.
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosydakarya, 2003.
Birowo, Antonius. Metode Penelitian Komunikasi, Teori Dan Aplikasi.
Yogyakarta: Gitanyali. 2004.
Danensi, Marcel. Pesan, Tanda Dan ,Makna : Buku Teks Dasar Mengenai
Semiotika Dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra. 2010.
220
Parwito, Penelitiuan Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Lkis
Yogyakarta.2008.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotic, Dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosydakarya,
2009.
Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist
Press. 2008.
Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi
WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003.
Hamid Arifin, “Representasi perempuan dalam pers”, Jurnal Komunikasi
Massa Vol 1 No 1 Juli 2007 , h.14. diakses pada 13 Maret 2018. Pukul 23.00
WIB.
Helen, Diana Vida. “Konstruksi Perempuan Dalam Rubric Cc Single Di
Majalah Cita-Cinta Edisi Januari-Desember 2009”, Journal Communication
Spectrum, Vol.1 No.1 (Februari-Juli 2011).
Lutters, Elizabeth, Kunci Sukses Menulis scenario. Jakarta : Grasindo. 2004.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. 2009.
LAMPIRAN - LAMPIRAN