analisis resep
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Obat berperan penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan
pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan
obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga
diperlukan pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat untuk suatu penyakit,
dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan, efek samping, interaksi antar
obat dan dari segi ekonomi (1).
Intervensi farmakoterapi merupakan komponen yang tak terpisahkan
dalam pelayanan kesehatan. Dengan demikian, diperlukan suatu komunikasi yang
baik antara dokter dan penyedia obat agar pasien memperoleh pelayanan medik
yang baik. Salah satu bentuk alat komunikasi tersebut adalah resep (1,2).
Resep juga perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan
pasien. Selain itu, resep juga merupakan permintaan tertulis kepada apoteker
untuk mengambilkan obat dan merupakan perwujudan akhir dari kompetensi,
pengetahuan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang
farmakologi dan terapi (3,4)
Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan resep mengharuskan
dokter untuk lebih teliti dalam menulis resep. Penulisan resep dan penggunaan
obat yang tidak rasional dapat menurunkan mutu pengobatan dan pelayanan
kesehatan secara langsung maupun tidak langsung. Kerasionalan penulisan resep
adalah kesesuaian kombinasi obat dari sudut terjadinya interaksi antar obat dalam
1
resep yang meliputi interaksi farmakodinamik dan/atau interaksi farmakokinetik
(5).
1.1. Definisi, Arti dan Fungsi Resep
1.1.1. Definisi Resep
Menurut SK.Mes.Kes. No. 922/Men.Kes/l.h menyebutkan bahwa resep
adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada
Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat
serta memberikan informasi mengenai obat yang akan diberikan kepada pasien
sesuai peraturan perundangan yang berlaku (3).
Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam
bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada pasien (6).
1.1.2. Arti Resep
Sebuah resep mempunyai arti sebagai berikut (3):
Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi
profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat
obat), dan pasien (yang menggunakan obat).
Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan pasien, maka isi
resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar
pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional.
1.1.3. Fungsi Resep
Sebuah resep mempunyai beberapa fungsi (7):
2
a) Sebagai perwujudan cara terapi
Artinya terapi seorang dokter itu rasional atau tidak, dapat dilihat dari
resep yang dituliskan. Karena bila seorang dokter memberikan suatu terapi, pasti
dia akan menuliskan sebuah resep, baik itu pasien rawat jalan ataupun rawat inap.
Dari obat-obat yang diberikan akan memberikan gambaran terapi yang diberikan
oleh dokter tersebut (7).
b) Merupakan dokumen legal
Sebuah resep merupakan dokumen yang diakui keabsahannya untuk
mendapatkan obat-obat yang diinginkan oleh dokter. Baik obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras, narkotik maupun psikotropik. Jadi seorang pasien akan
dengan mudah mendapatkan obat-obatan tersebut dengan resep. Karena begitu
pentingnya sebuah resep sebagai dokumen legal maka diharapkan seorang dokter
tidak meletakkan blanko resep secara sembarangan karena dikhawatirkan
dipergunakan oleh orang untuk mendapatkan obat yang seharusnya dia tidak
gunakan (7).
c) Sebagai catatan terapi
Seorang dokter hendaknya menuliskan resep rangkap dua, dimana yang
pertama diberikan kepada pasien untuk menebus obat di apotek, sedangkan yang
kedua sebagai arsip dan catatan bahwa pasien tersebut telah mendapatkan terapi
dengan obat-obat yang ada di arsip tersebut (7).
d) Merupakan media komunikasi
Sebuah resep merupakan sarana komunikasi antara dokter-apoteker-
pasien. Apoteker akan tahu seorang pasien akan diberi obat apa saja, berapa
3
jumlahnya, apa bentuk sediaannya, berapa kali sehari dan kapan harus
meminumkannya (7).
1.2. Kertas Resep
Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar
10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada
pasien memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon
hendaknya dihindarkan (6,7).
Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman
untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius
(6).
Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor
urut pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah
lewat tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat
berita acara pemusnahan seperti diatur dalam SK.Menkes RI
No.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek (6).
1.3. Kelengkapan Resep
Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk
dibuatkan obatnya di Apotek. Adapun resep yang lengkap terdiri atas (7):
a) Superscriptio, yang terdiri :
- Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula
dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.
4
- Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.
- Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti “harap diambil”.
b) Inscriptio
Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya
a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :
Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat
pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari
beberapa bahan.
Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;
adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.
Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna
atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris)
Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep
berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya
konstituens obat minum air.
b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan
padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes,
milimeter, liter).
Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain,
yang dimaksud ialah “gram”
c) Subscriptio
- Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki, misalnya f.l.a.
pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer.
5
d) Signatura
- Aturan pemakaian obat oleh pasien umumnya ditulis dengan singkatan
bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signature, biasanya
disingkat S.
e) Identitas Pasien
- Nama pasien di belakang kata Pro : merupakan identifikasi pasien dan
sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan
penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada pasien.
f) Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang
menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat
suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh
dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan
paraf saja.
1.4. Resep yang Tepat dan Rasional
Penulisan resep adalah “tindakan terakhir” dari dokter untuk pasiennya,
yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang
akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simptomatik atau kausal. Penulisan resep
yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu
banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat
dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel pasiennya secara individual
(3).
Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis
secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini
6
perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya
hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda (3).
Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima
tepat, ialah sebagai berikut (3):
1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko,
rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.
2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, dan
toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rectal, local), faktor pasien
(umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas
individu dan patofisiologi).
3. Tepat bentuk sediaan obat; menentukan bentuk sediaan berdasarkan efek
terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis,
dan harga murah.
4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya
kerja obat, bioavaibilitas, serta pola hidup pasien (pola makan, tidur,
defekasi, dan lain-lain).
5. Tepat pasien; obat disesuaikan dengan keadaan pasien yaitu bayi, anak-
anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.
Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut (3):
Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan
Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain
Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki
7
Meningkatnya ongkos pengobatan bagi pasien yang sebetulnya dapat
dihindarkan.
8
BAB II
ANALISIS RESEP
2.1. Resep
Contoh Resep dari Poliklinik Jantung RSUD Ulin Banjarmasin
Keterangan Pasien
Poliklinik : Jantung RSUD Ulin Banjarmasin
Tanggal : 30 Juni 2011
Nama pasien : Ny.Kursiah
No. RMK : 61-80-31
9
Alamat : Sabadra No.1 Kebun Bunga Kec.Bjm Timur
Kab.Banjarmasin
Pekerjaan : -
Umur : 66 tahun
Agama : Islam
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Keluhan : Nyeri dada kiri yang diiringi rasa pegal yang menjalar ke
leher kiri dan lengan kiri atas
Diagnosis : Angina pektoris stabil
2.2. Analisis Resep
2.2.1. Penulisan Resep
Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 21 cm dan
panjangnya 14 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm
dan panjang 15-18 cm2. Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang
digunakan pada resep ini masih belum ideal.
Resep sudah ditulis dengan menggunakan tinta, sehingga diharapkan tulisan
pada kertas resep tidak akan hilang selama penyimpanan.
Tulisan pada resep ini sudah cukup jelas terbaca. Dengan demikian akan
meminimalkan kemungkinan kesalahan persepsi atau keraguan bahkan
kekeliruan dalam membaca resep oleh apoteker atau asisten apoteker.
Bentuk sediaan dan satuan berat pada resep ini tidak ditulis. Bentuk sediaan
obat sebaiknya ditulis dengan bahasa latin, sehingga tidak akan menimbulkan
persepsi ganda antara satu daerah dengan daerah lain tentang bentuk sediaan
10
obat yang diberikan. Tulisan yang benar pada resep mencakup nama obat,
bentuk sediaan obat, satuan berat obat dan jumlah obat yang diberikan.
2.2.2. Kelengkapan Resep
Pada bagian atas resep ini tidak tercantum alamat rumah sakit dan nama
instansi Rumah Sakit tempat dokter tersebut bekerja. Hanya ada cap nama dan
tanda tangan dokter penulis resep yang dicantumkan
Tanggal pembuatan resep sudah dicantumkan namun tempat pembuatan resep
tidak di tuliskan.
Tanda R/ (superscriptio) yang berarti “harap diambil” pada resep ini ditulis
pada setiap obat yang ditulis pada resep namun tidak ditulis dengan jelas,
kecuali tanda R/ yang pertama.
Inscriptio
a. Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :
Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :
- Remedium Cardinale atau obat pokok yang digunakan adalah β-bloker
sebagai antiangina sekaligus antihipertensi. β-bloker yang digunakan
pada pasien ini adalah Bisoprolol.
- Remedium Adjuvans atau obat tambahan yang digunakan dalam resep
ini adalah ASA (acetylsalicylic acid) sebagai antitrombotik.
- Corrigens, dalam resep ini tidak digunakan karena bukan resep
marginalis.
- Constituens atau vehikulum, dalam resep ini tidak digunakan karena
bukan resep marginalis.
11
- Jumlah obat yang diberikan disesuaikan untuk 30 hari.
b. Pada resep ini tidak disebutkan bentuk sediaan obat dan satuan berat.
Bentuk sediaan hanya dituliskan pada Bisoprolol yaitu 2,5 tetapi satuan
beratnya tidak dicantumkan .
Pada resep ini tanda signatura/aturan pakai masih kurang tepat dan lengkap,
signatura tidak ditulis dengan menggunakan kaidah baku penulisan resep.
Penulisan signatura tidak di awal dengan tanda S, penulisan aturan pakai juga
tidak mengikuti kaidah baku penulisan resep menggunakan bahasa latin. Selain
itu tidak ditemukan penjelasan kapan waktu untuk meminum obat, apakah
sesudah makan, sebelum makan, atau bersama dengan makan.
Nama penderita sudah ditulis namun umur dan alamat tidak ada. Seharusnya
identitas penderita ditulis lengkap agar resep tidak tertukar saat pengambilan
dan mudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat penderita.
Pada resep sudah mencantumkan cap nama dan tanda tangan dokter yang
menulis resep yang menjadikan resep tersebut otentik. Namun, pada resep tidak
dicantumkan tanda pemisah dan paraf antar resep.
Pada resep ini tidak ditutup dengan tanda ular. Pemberian tanda ular pada akhir
resep ini bertujuan untuk menghindari penambahan resep oleh orang lain.
2.2.3. Keabsahan Resep
Kertas resep yang digunakan di sini adalah kertas resep dokter rumah
sakit. Resep dokter rumah sakit/klinik/poliklinik, dikatakan sah jika terdapat nama
dan alamat rumah sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan dokter/paraf
dokter penulis resep tersebut serta bagian/unit di rumah sakit. Pada resep ini tidak
12
ada nama dan alamat rumah sakit/klinik/poliklinik, bagian/unit di rumah sakit, dan
juga tanda tangan/paraf dokter pada setiap obat yang diberikan tidak dicantumkan.
Tanda penutup haruslah dibubuhkan setelah obat terakhir dituliskan untuk
menandai bahwa resep tersebut telah selesai ditulis oleh dokter, selain itu juga
untuk menghindari penambahan obat obat lain oleh orang selain dokter yang
bersangkutan namun pada resep ini tidak dituliskan tanda petutup.
2.2.4. Dosis Obat, Frekuensi, Lama dan Waktu Pemberian
a) Bisoprolol
Bisoprolol adalah zat penyekat (blocker) adrenoreseptor β. Sasaran
terapinya selektif pada adrenoreseptor β1 (kardioselektif) tanpa aktivitas
stabilisasi membran yang signifikan atau aktivitas simpatomimetik intrinsik
pada dosis terapi, t-1/2nya 10-12 jam. Ekskresinya berlangsung melalui
kemih, separu sebagai metabolik inaktif. Dosis angina dan hipertensi oral 1 x
5-10 mg (8).
Obat ini diabsorbsi dengan baik dari saluran cerna tetapi mengalami
metabolisme lintas pertama yang berbeda derajatnya hanya 10% untuk
bisoprolol. Eliminasinya melalui ginjal dan hati sama banyak waktu paruh
eliminasinya termasuk panjang (9).
Generik: Bisoprolol fumarat. Bentuk sedian bisoprolol tablet 2,5 mg
dan 5 mg (9). Dosis awal 5 mg sekali sehari dapat dinaikkan sampai 10-20 mg
sekali sehari, diberikan pada pagi hari sebelum atau sesudah makan. Frekuensi
pemberian sebanyak 1 kali (8,9).
13
Interaksi obat : verapamil, diltiazem, nifedifen, klonidin, penghambat
MAO, antiaritmia kelas I dan III, obat-obat parasimpatomimetika, obat-obat
penyakit beta lainnya (termasuk tetes mata), obat-obat antidibetika oral,
glikosida digitalis, penghambat sintesis prostaglandin, rimfamisin, dan
barbiturat (4).
b) ASA (Acetylsalicylic Acid)
Acetylsalicylic Acid atau asam asetilsalisilat yang lebih dikenal
sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik dan anti-inflamsi
yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Asam
asetilsalisilat juga digunakan sebagai antitrombotik untuk mencegah trombus
koroner dan trombus vena dalam berdasarkan efek penghambatan agregasi
trombosit (10).
Sebagai antitrombotik, asam asetilsalisilat menghambat sisntesis
tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan prostasiklin (PGI2) di
pembuluh darah dengan menghambat secara irreversibel enzim
siklooksigenase (akan tetapi siklooksigenase dapat dibentuk kembali oleh sel
endotel). Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin
mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan
pembentukan TXA2, akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit.
Sebagai antitrombotik dosis efektif aspirin adalah 80-320mg/hari (10).
Resorpsinya cepat dan praktis, lengkap terutama dibagian duodenum.
Namun karena bersifat asam sebagian zat diserap dilambung. Dalam hati, zat
ini segera dihidrolisis menjadi asam salisilat dengan adanya anti nyeri lebih
14
ringan. PP-nya 90-95%, plasma t-1/2nya 15-20 menit. Masa paruh asam
salisilat adalah 2-3 jam pada dosis 1-3 g/h. Efek paling sering berupa iritasi
mukosa lambung dengan risiko tukak lambung dan perdarahan saluran cerna
(4).
2.2.5. Bentuk Sediaan
Obat dalam resep ini dipilih sediaan padat karena disesuaikan dengan
penderita yang dewasa dan tidak ada gangguan menelan. Tablet adalah bentuk
sediaan padat yang kompak mengandung satu atau beberapa bahan obat dengan
atau tanpa zat tambahan. Tablet mudah dalam pembagian dosisnya dan praktis
pemakaiannya (7).
Sifat bentuk sediaan tablet antara lain (7):
a. Cukup stabil dalam transportasi dan penyimpanan, kalau tidak dinyatakan lain
dapat disimpan pada suhu kamar.
b. Tidak tepat untuk obat-obatan yang depat rusak oleh asam lambung dan enzim
pencernaan serta bersifat iritatif.
c. Formulasi dan pabrikan sediaan obat dapat mempengaruhi bioavailabilitas
bahan aktif.
2.2.6. Interaksi Obat
Tidak ada interaksi yang saling menghambat dan mempengaruhi antara
satu obat dengan obat yang lain dalam resep ini.
15
2.2.7. Efek Samping Obat
Bisoprolol : rasa dingin/baal pada ekstremitas, mual, muntah, diare,
konstipasi, kelelahan, pusing, sakit kepala (4).
Asam asetilsalisilat : iritasi saluran cerna, pendarahan saluran cerna,
hipoprotombinemia, hipersensitivitas (4).
2.2.8. Analisis Diagnosis
Berdasarkan data yang diperoleh dari status pasien pada tanggal 30 Juni
2011, pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri yang diiringi rasa pegal yang
menjalar ke leher kiri dan lengan kiri atas. Nyeri biasanya hilang sendiri beberapa
saat kemudian, asalkan dibawa istirahat. TD: 140/90 mmHg. Diagnosis yang
ditegakkan pada kasus ini adalah angina pektoris stabil.
Gejala angina berupa nyeri dada sentral atau retrosternal yang dapat
menyebar ke salah satu atau kedua lengan, leher, atau punggung. Nyeri sering
timbul pada kegiatan fisik maupun emosi atau dapat timbul spontan waktu
istirahat. Nyeri bersifat khas dan biasanya dapat digambarkan sebagai rasa panas,
seperti terjepit, diremas, rasa sesak seperti tertekan benda berat, atau bentuk-
bentuk perasaan yang lain (11,12,13). Angina pektoris kronik stabil/angina
eksersional merupakan kelainan klinis dengan pola sakit yang dapat dicetuskan
kembali oleh suatu kegiatan dan faktor-faktor pencetus tertentu, dalam 30 hari
tidak ada perubahan dalam hal frekuensi, lama dan faktor-faktor pencetusnya
(sakit dada tidak lebih dari 15 menit) (11,12). Pada kasus ini data mengenai
anamnesis sangat sedikit sekali didapatkan. Penegakkan diagnosis dilakukan
anamnesis berupa keluhan nyeri di dada kiri yang diiringi rasa pegal yang
16
menjalar ke leher kiri dan lengan kiri atas. Nyeri biasanya hilang sendiri beberapa
saat kemudian, asalkan dibawa istirahat.
Pengobatan pada angina pektoris pada umumnya didasarkan atas etiologi,
keadaan penderita, klasifikasi penyakit serta berat ringannya penyakit. Tujuan
pengobatan angina pektoris ialah untuk (14,15,16) :
1. Menghilangkan nyeri dada.
2. Memperbaiki kualitas hidup dengan meningkatkan kemampuan aktivitas tanpa
serangan angina.
3. Memperpanjang umur dengan mencegah dan mengurangi risiko infark
miokard akut, angina tidak stabil, dan ischemic sudden death.
Langkah-langkah dalam mengobati angina pektoris adalah (14) :
1. Mencari dan mencegah faktor presipitasi
2. Awali dengan diet dan mengubah gaya hidup pasien
3. Mulai terapi dengan anti-angina, biasanya β-bloker. Jika simptom masih ada
maka tambahkan obat dari kelas lain. Pemilihan obat sesuai kondisi pasien
dan penyakit yang berhubungan misalnya hipertensi, diabetes, gagal jantung,
hiperkolesterolemia dan COPD.
4. Pastikan resep tepat sesuai dengan dasar terapi untuk pencegahan sekunder.
Biasanya diberikan pada pasien dengan sindrom koroner akut.
5. Pastikan nitrogliserin sublingual yang diresepkan dijelaskan kepada pasien
hanya untuk mengurangi simptom angina juga sebagai profilaksis saat bekerja
untuk mencegah serangan.
6. Reevaluasi pasien
17
7. Pikirkan angiografi koroner untuk pasien dengan angina yang parah
berdasarkan tes invasif.
8. Jelaskan keuntungan prognosis dan efek pada simptom jika melakukan
olahraga dan minta pasien untuk menjalankan program olahraga teratur.
9. Edukasi pasien agar respek terhadap terapi yang mungkin lama dengan
pengobatan anti-iskemik untuk kuratif dan preventif.
10. Edukasi pasien tentang langkah-langkah untuk menghadapi serangan yang
mungkin akan muncul lagi termasuk mencari pertolongan pengobatan segera.
Pengobatan medikamentosa dapat dibagi atas (15):
1. Pengobatan pada waktu mendapat serangan angina pektoris
2. Pengobatan untuk mencegah timbulnya angina
Pada waktu mendapat serangan angina maka obat yang paling baik saat ini
adalah nitrogliserin atau derivatnya yang diberikan secara sublingual. Preparat
yang digunakan untuk mencegah timbulnya serangan angina atau terapi
pemeliharaan yaitu (16,17,18).
Terapi pemeliharaan untuk angina stabil kronis dapat dipilih long acting
nitrat, β-bloker atau antagonis kalsium. Obat golongan β-bloker umumnya
merupakan obat pilihan pertama (11,16,17). β-bloker mempunyai mekanisme
kerja mengurangi kebutuhan oksigen miokard dengan cara mengurangi
adrenoreseptor-β yang mengakibatkan penurunan frekuensi denyut jantung,
tekanan darah dan kontraktilitas di jantung sewaktu kerja fisik. Obat ini juga
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara meningkatkan tegangan
18
dinding ventrikel selama sistole serta memperlambat denyut jantung (waktu
diastole memanjang) sehingga perfusi endomiokard meningkat (18).
Hipertensi merupakan suatu kelainan, gejala dari gangguan pada
mekanisme regulasi tekanan darah. Risiko hipertensi yang tidak diobati adalah
besar sekali dapat menyebabkan kerusakkan pada jantung, otak, mata. Tekanan
darah yang tinggi menyebabkan jantung memompa lebih keras yang akhirnya
mengakibatkan gagal jantung (dekocompensation) dengan rasa sesak dan udem
pada kaki, selain itu hipertensi menyebabkan risiko terjadinya penyakit jantung
koroner (angina pektoris sampai infark miokard). Risiko terpenting serangan otak,
pecahnya kapiler, begitu pula cacat pada ginjal dan pembuluh mata (8). Pilihan
obat hipertensi pada penderita disertai dengan kombinasi angina pektoris yang
dianjurkan adalah beta blokers atau antagonis–Ca (8). Pada kasus ini, pasien
berusia 66 tahun. Menurut JNC VI pilihan pertama untuk pengobatan pada
penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretik atau penyekat beta (19).
Berdasarkan diagnosis yang ditegakkan dan terapi yang diberikan telah
terdapat kesesuaian obat. Yang tidak sesuai adalah dosis yang diberikan. Pada
pasien ini, diberikan Bisoprolol 2,5 mg dengan dosis 1 tablet sekali sehari. Dosis
angina dan hipertensi oral 1 x 5-10 mg (8). Dosis awal 5 mg sekali sehari dapat
dinaikkan sampai 10-20 mg sekali sehari, diberikan pada pagi hari sebelum atau
sesudah makan. Frekuensi pemberian sebanyak 1 kali (8,9).
Penggunaan ASA sudah tepat dengan dosis 1 x 1/2 tablet sehari. Sediaan
ASA atau aspirin tablet adalah 500 mg. Sebagai antitrombotik, dosis efektif
aspirin adalah 80-320mg/hari (10). Anti-platelet ditambahkan pada pasien untuk
19
menjaga jangan sampai pasien jatuh pada keadaan angina tidak stabil atau infark
miokard akut. Kombinasi obat anti angina dengan anti platelet diharapkan dapat
memberikan terapi yang optimal bagi pasien dengan angina stabil. Pencegahan
sekunder dengan menggunakan aspirin sebenarnya masih kontroversial pada
pasien dengan risiko rendah karena efek perdarahan gastrointestinalnya, tetapi
tidak ada data yang mendukung golongan NSAIDs lain dapat menurunkan risiko
sebaik aspirin pada pasien dengan penyakit kardiovaskular. Pasien dengan risiko
yang jelas terhadap penyakit kardiovaskular sangat dianjurkan untuk
menggunakan aspirin sebagai terapi tambahan (20).
20
2.3. Usulan Resep untuk Kasus Tersebut
21
PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULINBANJARMASIN
Nama Dokter : dr. Eva Arifin,Sp.JP. Tanda Tangan NIP : 1988 246 24 UPF/Bagian : Poli Jantung
Kelas I/II/III/Utama
Banjarmasin, 30 - 06 – 2011
R/ Bisoprololol tab 5 mg No. V S s.d.d. tab I h.m.p.c. R/ Asetosal tab 80 mg No. V S s.d.d. tab I h.m. p.c.
R/ Isosorbit dinitrat tab sub 5 mg No. XV S p.r.n.t.d.d. tab I (dur.dol.)
Pro : Ny. KursiahUmur : 66 tahunAlamat : Sabadra No.1 Kebun Bunga Kec.Bjm Timur
Kab.Banjarmasin
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka :
1. Tepat obat
Obat yang dipilih untuk pasien dengan angina pektoris stabil pada kasus ini
sudah tepat.
2. Tepat dosis
Dosis yang diberikan kurang tepat pada obat Bisoprolol.
3. Tepat bentuk sediaan
Tidak terdapat penulisan bentuk sediaan pada resep, sehingga kurang lengkap
dan tidak jelas.
4. Cara dan waktu penggunaan obat
Pada resep ini tidak dituliskan dengan jelas kapan obat seharusnya diminum.
Tata cara penulisan aturan pakai tidak ditulis dengan kaidah yang baku.
5. Tepat keadaan penderita.
Pemberian obat sudah sesuai dengan diagnosis penyakit pasien. Namun karena
tidak diketahuinya informasi tentang status sosial ekonomi pasien maka
pertimbangan harga obat tidak diperhitungkan.
22