analisis resep

34
BAB I PENDAHULUAN Obat berperan penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat untuk suatu penyakit, dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan, efek samping, interaksi antar obat dan dari segi ekonomi (1). Intervensi farmakoterapi merupakan komponen yang tak terpisahkan dalam pelayanan kesehatan. Dengan demikian, diperlukan suatu komunikasi yang baik antara dokter dan penyedia obat agar pasien memperoleh pelayanan medik yang baik. Salah satu bentuk alat komunikasi tersebut adalah resep (1,2). Resep juga perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan pasien. Selain itu, resep juga merupakan permintaan tertulis kepada apoteker untuk 1

Upload: vfin

Post on 25-Jul-2015

275 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis resep

BAB I

PENDAHULUAN

Obat berperan penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan

pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan

obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga

diperlukan pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat untuk suatu penyakit,

dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan, efek samping, interaksi antar

obat dan dari segi ekonomi (1).

Intervensi farmakoterapi merupakan komponen yang tak terpisahkan

dalam pelayanan kesehatan. Dengan demikian, diperlukan suatu komunikasi yang

baik antara dokter dan penyedia obat agar pasien memperoleh pelayanan medik

yang baik. Salah satu bentuk alat komunikasi tersebut adalah resep (1,2).

Resep juga perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan

pasien. Selain itu, resep juga merupakan permintaan tertulis kepada apoteker

untuk mengambilkan obat dan merupakan perwujudan akhir dari kompetensi,

pengetahuan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang

farmakologi dan terapi (3,4)

Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan resep mengharuskan

dokter untuk lebih teliti dalam menulis resep. Penulisan resep dan penggunaan

obat yang tidak rasional dapat menurunkan mutu pengobatan dan pelayanan

kesehatan secara langsung maupun tidak langsung. Kerasionalan penulisan resep

adalah kesesuaian kombinasi obat dari sudut terjadinya interaksi antar obat dalam

1

Page 2: Analisis resep

resep yang meliputi interaksi farmakodinamik dan/atau interaksi farmakokinetik

(5).

1.1. Definisi, Arti dan Fungsi Resep

1.1.1. Definisi Resep

Menurut SK.Mes.Kes. No. 922/Men.Kes/l.h menyebutkan bahwa resep

adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada

Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat

serta memberikan informasi mengenai obat yang akan diberikan kepada pasien

sesuai peraturan perundangan yang berlaku (3).

Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,

dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam

bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada pasien (6).

1.1.2. Arti Resep

Sebuah resep mempunyai arti sebagai berikut (3):

Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi

profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat

obat), dan pasien (yang menggunakan obat).

Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan pasien, maka isi

resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar

pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional.

1.1.3. Fungsi Resep

Sebuah resep mempunyai beberapa fungsi (7):

2

Page 3: Analisis resep

a) Sebagai perwujudan cara terapi

Artinya terapi seorang dokter itu rasional atau tidak, dapat dilihat dari

resep yang dituliskan. Karena bila seorang dokter memberikan suatu terapi, pasti

dia akan menuliskan sebuah resep, baik itu pasien rawat jalan ataupun rawat inap.

Dari obat-obat yang diberikan akan memberikan gambaran terapi yang diberikan

oleh dokter tersebut (7).

b) Merupakan dokumen legal

Sebuah resep merupakan dokumen yang diakui keabsahannya untuk

mendapatkan obat-obat yang diinginkan oleh dokter. Baik obat bebas, obat bebas

terbatas, obat keras, narkotik maupun psikotropik. Jadi seorang pasien akan

dengan mudah mendapatkan obat-obatan tersebut dengan resep. Karena begitu

pentingnya sebuah resep sebagai dokumen legal maka diharapkan seorang dokter

tidak meletakkan blanko resep secara sembarangan karena dikhawatirkan

dipergunakan oleh orang untuk mendapatkan obat yang seharusnya dia tidak

gunakan (7).

c) Sebagai catatan terapi

Seorang dokter hendaknya menuliskan resep rangkap dua, dimana yang

pertama diberikan kepada pasien untuk menebus obat di apotek, sedangkan yang

kedua sebagai arsip dan catatan bahwa pasien tersebut telah mendapatkan terapi

dengan obat-obat yang ada di arsip tersebut (7).

d) Merupakan media komunikasi

Sebuah resep merupakan sarana komunikasi antara dokter-apoteker-

pasien. Apoteker akan tahu seorang pasien akan diberi obat apa saja, berapa

3

Page 4: Analisis resep

jumlahnya, apa bentuk sediaannya, berapa kali sehari dan kapan harus

meminumkannya (7).

1.2. Kertas Resep

Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar

10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada

pasien memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon

hendaknya dihindarkan (6,7).

Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman

untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak

bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius

(6).

Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor

urut pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah

lewat tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat

berita acara pemusnahan seperti diatur dalam SK.Menkes RI

No.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek (6).

1.3. Kelengkapan Resep

Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk

dibuatkan obatnya di Apotek. Adapun resep yang lengkap terdiri atas (7):

a) Superscriptio, yang terdiri :

- Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula

dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.

4

Page 5: Analisis resep

- Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.

- Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti “harap diambil”.

b) Inscriptio

Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya

a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :

Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat

pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari

beberapa bahan.

Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;

adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.

Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna

atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris)

Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep

berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya

konstituens obat minum air.

b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan

padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes,

milimeter, liter).

Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain,

yang dimaksud ialah “gram”

c) Subscriptio

- Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki, misalnya f.l.a.

pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer.

5

Page 6: Analisis resep

d) Signatura

- Aturan pemakaian obat oleh pasien umumnya ditulis dengan singkatan

bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signature, biasanya

disingkat S.

e) Identitas Pasien

- Nama pasien di belakang kata Pro : merupakan identifikasi pasien dan

sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan

penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada pasien.

f) Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang

menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat

suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh

dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan

paraf saja.

1.4. Resep yang Tepat dan Rasional

Penulisan resep adalah “tindakan terakhir” dari dokter untuk pasiennya,

yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang

akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simptomatik atau kausal. Penulisan resep

yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu

banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat

dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel pasiennya secara individual

(3).

Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis

secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini

6

Page 7: Analisis resep

perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya

hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda (3).

Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima

tepat, ialah sebagai berikut (3):

1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko,

rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.

2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, dan

toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rectal, local), faktor pasien

(umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas

individu dan patofisiologi).

3. Tepat bentuk sediaan obat; menentukan bentuk sediaan berdasarkan efek

terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis,

dan harga murah.

4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya

kerja obat, bioavaibilitas, serta pola hidup pasien (pola makan, tidur,

defekasi, dan lain-lain).

5. Tepat pasien; obat disesuaikan dengan keadaan pasien yaitu bayi, anak-

anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.

Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan

hal-hal sebagai berikut (3):

Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan

Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain

Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki

7

Page 8: Analisis resep

Meningkatnya ongkos pengobatan bagi pasien yang sebetulnya dapat

dihindarkan.

8

Page 9: Analisis resep

BAB II

ANALISIS RESEP

2.1. Resep

Contoh Resep dari Poliklinik Jantung RSUD Ulin Banjarmasin

Keterangan Pasien

Poliklinik : Jantung RSUD Ulin Banjarmasin

Tanggal : 30 Juni 2011

Nama pasien : Ny.Kursiah

No. RMK : 61-80-31

9

Page 10: Analisis resep

Alamat : Sabadra No.1 Kebun Bunga Kec.Bjm Timur

Kab.Banjarmasin

Pekerjaan : -

Umur : 66 tahun

Agama : Islam

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Keluhan : Nyeri dada kiri yang diiringi rasa pegal yang menjalar ke

leher kiri dan lengan kiri atas

Diagnosis : Angina pektoris stabil

2.2. Analisis Resep

2.2.1. Penulisan Resep

Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 21 cm dan

panjangnya 14 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm

dan panjang 15-18 cm2. Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang

digunakan pada resep ini masih belum ideal.

Resep sudah ditulis dengan menggunakan tinta, sehingga diharapkan tulisan

pada kertas resep tidak akan hilang selama penyimpanan.

Tulisan pada resep ini sudah cukup jelas terbaca. Dengan demikian akan

meminimalkan kemungkinan kesalahan persepsi atau keraguan bahkan

kekeliruan dalam membaca resep oleh apoteker atau asisten apoteker.

Bentuk sediaan dan satuan berat pada resep ini tidak ditulis. Bentuk sediaan

obat sebaiknya ditulis dengan bahasa latin, sehingga tidak akan menimbulkan

persepsi ganda antara satu daerah dengan daerah lain tentang bentuk sediaan

10

Page 11: Analisis resep

obat yang diberikan. Tulisan yang benar pada resep mencakup nama obat,

bentuk sediaan obat, satuan berat obat dan jumlah obat yang diberikan.

2.2.2. Kelengkapan Resep

Pada bagian atas resep ini tidak tercantum alamat rumah sakit dan nama

instansi Rumah Sakit tempat dokter tersebut bekerja. Hanya ada cap nama dan

tanda tangan dokter penulis resep yang dicantumkan

Tanggal pembuatan resep sudah dicantumkan namun tempat pembuatan resep

tidak di tuliskan.

Tanda R/ (superscriptio) yang berarti “harap diambil” pada resep ini ditulis

pada setiap obat yang ditulis pada resep namun tidak ditulis dengan jelas,

kecuali tanda R/ yang pertama.

Inscriptio

a. Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :

Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :

- Remedium Cardinale atau obat pokok yang digunakan adalah β-bloker

sebagai antiangina sekaligus antihipertensi. β-bloker yang digunakan

pada pasien ini adalah Bisoprolol.

- Remedium Adjuvans atau obat tambahan yang digunakan dalam resep

ini adalah ASA (acetylsalicylic acid) sebagai antitrombotik.

- Corrigens, dalam resep ini tidak digunakan karena bukan resep

marginalis.

- Constituens atau vehikulum, dalam resep ini tidak digunakan karena

bukan resep marginalis.

11

Page 12: Analisis resep

- Jumlah obat yang diberikan disesuaikan untuk 30 hari.

b. Pada resep ini tidak disebutkan bentuk sediaan obat dan satuan berat.

Bentuk sediaan hanya dituliskan pada Bisoprolol yaitu 2,5 tetapi satuan

beratnya tidak dicantumkan .

Pada resep ini tanda signatura/aturan pakai masih kurang tepat dan lengkap,

signatura tidak ditulis dengan menggunakan kaidah baku penulisan resep.

Penulisan signatura tidak di awal dengan tanda S, penulisan aturan pakai juga

tidak mengikuti kaidah baku penulisan resep menggunakan bahasa latin. Selain

itu tidak ditemukan penjelasan kapan waktu untuk meminum obat, apakah

sesudah makan, sebelum makan, atau bersama dengan makan.

Nama penderita sudah ditulis namun umur dan alamat tidak ada. Seharusnya

identitas penderita ditulis lengkap agar resep tidak tertukar saat pengambilan

dan mudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat penderita.

Pada resep sudah mencantumkan cap nama dan tanda tangan dokter yang

menulis resep yang menjadikan resep tersebut otentik. Namun, pada resep tidak

dicantumkan tanda pemisah dan paraf antar resep.

Pada resep ini tidak ditutup dengan tanda ular. Pemberian tanda ular pada akhir

resep ini bertujuan untuk menghindari penambahan resep oleh orang lain.

2.2.3. Keabsahan Resep

Kertas resep yang digunakan di sini adalah kertas resep dokter rumah

sakit. Resep dokter rumah sakit/klinik/poliklinik, dikatakan sah jika terdapat nama

dan alamat rumah sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan dokter/paraf

dokter penulis resep tersebut serta bagian/unit di rumah sakit. Pada resep ini tidak

12

Page 13: Analisis resep

ada nama dan alamat rumah sakit/klinik/poliklinik, bagian/unit di rumah sakit, dan

juga tanda tangan/paraf dokter pada setiap obat yang diberikan tidak dicantumkan.

Tanda penutup haruslah dibubuhkan setelah obat terakhir dituliskan untuk

menandai bahwa resep tersebut telah selesai ditulis oleh dokter, selain itu juga

untuk menghindari penambahan obat obat lain oleh orang selain dokter yang

bersangkutan namun pada resep ini tidak dituliskan tanda petutup.

2.2.4. Dosis Obat, Frekuensi, Lama dan Waktu Pemberian

a) Bisoprolol

Bisoprolol adalah zat penyekat (blocker) adrenoreseptor β. Sasaran

terapinya selektif pada adrenoreseptor β1 (kardioselektif) tanpa aktivitas

stabilisasi membran yang signifikan atau aktivitas simpatomimetik intrinsik

pada dosis terapi, t-1/2nya 10-12 jam. Ekskresinya berlangsung melalui

kemih, separu sebagai metabolik inaktif. Dosis angina dan hipertensi oral 1 x

5-10 mg (8).

Obat ini diabsorbsi dengan baik dari saluran cerna tetapi mengalami

metabolisme lintas pertama yang berbeda derajatnya hanya 10% untuk

bisoprolol. Eliminasinya melalui ginjal dan hati sama banyak waktu paruh

eliminasinya termasuk panjang (9).

Generik: Bisoprolol fumarat. Bentuk sedian bisoprolol tablet 2,5 mg

dan 5 mg (9). Dosis awal 5 mg sekali sehari dapat dinaikkan sampai 10-20 mg

sekali sehari, diberikan pada pagi hari sebelum atau sesudah makan. Frekuensi

pemberian sebanyak 1 kali (8,9).

13

Page 14: Analisis resep

Interaksi obat : verapamil, diltiazem, nifedifen, klonidin, penghambat

MAO, antiaritmia kelas I dan III, obat-obat parasimpatomimetika, obat-obat

penyakit beta lainnya (termasuk tetes mata), obat-obat antidibetika oral,

glikosida digitalis, penghambat sintesis prostaglandin, rimfamisin, dan

barbiturat (4).

b) ASA (Acetylsalicylic Acid)

Acetylsalicylic Acid atau asam asetilsalisilat yang lebih dikenal

sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik dan anti-inflamsi

yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Asam

asetilsalisilat juga digunakan sebagai antitrombotik untuk mencegah trombus

koroner dan trombus vena dalam berdasarkan efek penghambatan agregasi

trombosit (10).

Sebagai antitrombotik, asam asetilsalisilat menghambat sisntesis

tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan prostasiklin (PGI2) di

pembuluh darah dengan menghambat secara irreversibel enzim

siklooksigenase (akan tetapi siklooksigenase dapat dibentuk kembali oleh sel

endotel). Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin

mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan

pembentukan TXA2, akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit.

Sebagai antitrombotik dosis efektif aspirin adalah 80-320mg/hari (10).

Resorpsinya cepat dan praktis, lengkap terutama dibagian duodenum.

Namun karena bersifat asam sebagian zat diserap dilambung. Dalam hati, zat

ini segera dihidrolisis menjadi asam salisilat dengan adanya anti nyeri lebih

14

Page 15: Analisis resep

ringan. PP-nya 90-95%, plasma t-1/2nya 15-20 menit. Masa paruh asam

salisilat adalah 2-3 jam pada dosis 1-3 g/h. Efek paling sering berupa iritasi

mukosa lambung dengan risiko tukak lambung dan perdarahan saluran cerna

(4).

2.2.5. Bentuk Sediaan

Obat dalam resep ini dipilih sediaan padat karena disesuaikan dengan

penderita yang dewasa dan tidak ada gangguan menelan. Tablet adalah bentuk

sediaan padat yang kompak mengandung satu atau beberapa bahan obat dengan

atau tanpa zat tambahan. Tablet mudah dalam pembagian dosisnya dan praktis

pemakaiannya (7).

Sifat bentuk sediaan tablet antara lain (7):

a. Cukup stabil dalam transportasi dan penyimpanan, kalau tidak dinyatakan lain

dapat disimpan pada suhu kamar.

b. Tidak tepat untuk obat-obatan yang depat rusak oleh asam lambung dan enzim

pencernaan serta bersifat iritatif.

c. Formulasi dan pabrikan sediaan obat dapat mempengaruhi bioavailabilitas

bahan aktif.

2.2.6. Interaksi Obat

Tidak ada interaksi yang saling menghambat dan mempengaruhi antara

satu obat dengan obat yang lain dalam resep ini.

15

Page 16: Analisis resep

2.2.7. Efek Samping Obat

Bisoprolol : rasa dingin/baal pada ekstremitas, mual, muntah, diare,

konstipasi, kelelahan, pusing, sakit kepala (4).

Asam asetilsalisilat : iritasi saluran cerna, pendarahan saluran cerna,

hipoprotombinemia, hipersensitivitas (4).

2.2.8. Analisis Diagnosis

Berdasarkan data yang diperoleh dari status pasien pada tanggal 30 Juni

2011, pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri yang diiringi rasa pegal yang

menjalar ke leher kiri dan lengan kiri atas. Nyeri biasanya hilang sendiri beberapa

saat kemudian, asalkan dibawa istirahat. TD: 140/90 mmHg. Diagnosis yang

ditegakkan pada kasus ini adalah angina pektoris stabil.

Gejala angina berupa nyeri dada sentral atau retrosternal yang dapat

menyebar ke salah satu atau kedua lengan, leher, atau punggung. Nyeri sering

timbul pada kegiatan fisik maupun emosi atau dapat timbul spontan waktu

istirahat. Nyeri bersifat khas dan biasanya dapat digambarkan sebagai rasa panas,

seperti terjepit, diremas, rasa sesak seperti tertekan benda berat, atau bentuk-

bentuk perasaan yang lain (11,12,13). Angina pektoris kronik stabil/angina

eksersional merupakan kelainan klinis dengan pola sakit yang dapat dicetuskan

kembali oleh suatu kegiatan dan faktor-faktor pencetus tertentu, dalam 30 hari

tidak ada perubahan dalam hal frekuensi, lama dan faktor-faktor pencetusnya

(sakit dada tidak lebih dari 15 menit) (11,12). Pada kasus ini data mengenai

anamnesis sangat sedikit sekali didapatkan. Penegakkan diagnosis dilakukan

anamnesis berupa keluhan nyeri di dada kiri yang diiringi rasa pegal yang

16

Page 17: Analisis resep

menjalar ke leher kiri dan lengan kiri atas. Nyeri biasanya hilang sendiri beberapa

saat kemudian, asalkan dibawa istirahat.

Pengobatan pada angina pektoris pada umumnya didasarkan atas etiologi,

keadaan penderita, klasifikasi penyakit serta berat ringannya penyakit. Tujuan

pengobatan angina pektoris ialah untuk (14,15,16) :

1. Menghilangkan nyeri dada.

2. Memperbaiki kualitas hidup dengan meningkatkan kemampuan aktivitas tanpa

serangan angina.

3. Memperpanjang umur dengan mencegah dan mengurangi risiko infark

miokard akut, angina tidak stabil, dan ischemic sudden death.

Langkah-langkah dalam mengobati angina pektoris adalah (14) :

1. Mencari dan mencegah faktor presipitasi

2. Awali dengan diet dan mengubah gaya hidup pasien

3. Mulai terapi dengan anti-angina, biasanya β-bloker. Jika simptom masih ada

maka tambahkan obat dari kelas lain. Pemilihan obat sesuai kondisi pasien

dan penyakit yang berhubungan misalnya hipertensi, diabetes, gagal jantung,

hiperkolesterolemia dan COPD.

4. Pastikan resep tepat sesuai dengan dasar terapi untuk pencegahan sekunder.

Biasanya diberikan pada pasien dengan sindrom koroner akut.

5. Pastikan nitrogliserin sublingual yang diresepkan dijelaskan kepada pasien

hanya untuk mengurangi simptom angina juga sebagai profilaksis saat bekerja

untuk mencegah serangan.

6. Reevaluasi pasien

17

Page 18: Analisis resep

7. Pikirkan angiografi koroner untuk pasien dengan angina yang parah

berdasarkan tes invasif.

8. Jelaskan keuntungan prognosis dan efek pada simptom jika melakukan

olahraga dan minta pasien untuk menjalankan program olahraga teratur.

9. Edukasi pasien agar respek terhadap terapi yang mungkin lama dengan

pengobatan anti-iskemik untuk kuratif dan preventif.

10. Edukasi pasien tentang langkah-langkah untuk menghadapi serangan yang

mungkin akan muncul lagi termasuk mencari pertolongan pengobatan segera.

Pengobatan medikamentosa dapat dibagi atas (15):

1. Pengobatan pada waktu mendapat serangan angina pektoris

2. Pengobatan untuk mencegah timbulnya angina

Pada waktu mendapat serangan angina maka obat yang paling baik saat ini

adalah nitrogliserin atau derivatnya yang diberikan secara sublingual. Preparat

yang digunakan untuk mencegah timbulnya serangan angina atau terapi

pemeliharaan yaitu (16,17,18).

Terapi pemeliharaan untuk angina stabil kronis dapat dipilih long acting

nitrat, β-bloker atau antagonis kalsium. Obat golongan β-bloker umumnya

merupakan obat pilihan pertama (11,16,17). β-bloker mempunyai mekanisme

kerja mengurangi kebutuhan oksigen miokard dengan cara mengurangi

adrenoreseptor-β yang mengakibatkan penurunan frekuensi denyut jantung,

tekanan darah dan kontraktilitas di jantung sewaktu kerja fisik. Obat ini juga

meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara meningkatkan tegangan

18

Page 19: Analisis resep

dinding ventrikel selama sistole serta memperlambat denyut jantung (waktu

diastole memanjang) sehingga perfusi endomiokard meningkat (18).

Hipertensi merupakan suatu kelainan, gejala dari gangguan pada

mekanisme regulasi tekanan darah. Risiko hipertensi yang tidak diobati adalah

besar sekali dapat menyebabkan kerusakkan pada jantung, otak, mata. Tekanan

darah yang tinggi menyebabkan jantung memompa lebih keras yang akhirnya

mengakibatkan gagal jantung (dekocompensation) dengan rasa sesak dan udem

pada kaki, selain itu hipertensi menyebabkan risiko terjadinya penyakit jantung

koroner (angina pektoris sampai infark miokard). Risiko terpenting serangan otak,

pecahnya kapiler, begitu pula cacat pada ginjal dan pembuluh mata (8). Pilihan

obat hipertensi pada penderita disertai dengan kombinasi angina pektoris yang

dianjurkan adalah beta blokers atau antagonis–Ca (8). Pada kasus ini, pasien

berusia 66 tahun. Menurut JNC VI pilihan pertama untuk pengobatan pada

penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretik atau penyekat beta (19).

Berdasarkan diagnosis yang ditegakkan dan terapi yang diberikan telah

terdapat kesesuaian obat. Yang tidak sesuai adalah dosis yang diberikan. Pada

pasien ini, diberikan Bisoprolol 2,5 mg dengan dosis 1 tablet sekali sehari. Dosis

angina dan hipertensi oral 1 x 5-10 mg (8). Dosis awal 5 mg sekali sehari dapat

dinaikkan sampai 10-20 mg sekali sehari, diberikan pada pagi hari sebelum atau

sesudah makan. Frekuensi pemberian sebanyak 1 kali (8,9).

Penggunaan ASA sudah tepat dengan dosis 1 x 1/2 tablet sehari. Sediaan

ASA atau aspirin tablet adalah 500 mg. Sebagai antitrombotik, dosis efektif

aspirin adalah 80-320mg/hari (10). Anti-platelet ditambahkan pada pasien untuk

19

Page 20: Analisis resep

menjaga jangan sampai pasien jatuh pada keadaan angina tidak stabil atau infark

miokard akut. Kombinasi obat anti angina dengan anti platelet diharapkan dapat

memberikan terapi yang optimal bagi pasien dengan angina stabil. Pencegahan

sekunder dengan menggunakan aspirin sebenarnya masih kontroversial pada

pasien dengan risiko rendah karena efek perdarahan gastrointestinalnya, tetapi

tidak ada data yang mendukung golongan NSAIDs lain dapat menurunkan risiko

sebaik aspirin pada pasien dengan penyakit kardiovaskular. Pasien dengan risiko

yang jelas terhadap penyakit kardiovaskular sangat dianjurkan untuk

menggunakan aspirin sebagai terapi tambahan (20).

20

Page 21: Analisis resep

2.3. Usulan Resep untuk Kasus Tersebut

21

PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULINBANJARMASIN

Nama Dokter : dr. Eva Arifin,Sp.JP. Tanda Tangan NIP : 1988 246 24 UPF/Bagian : Poli Jantung

Kelas I/II/III/Utama

Banjarmasin, 30 - 06 – 2011

R/ Bisoprololol tab 5 mg No. V S s.d.d. tab I h.m.p.c. R/ Asetosal tab 80 mg No. V S s.d.d. tab I h.m. p.c.

R/ Isosorbit dinitrat tab sub 5 mg No. XV S p.r.n.t.d.d. tab I (dur.dol.)

Pro : Ny. KursiahUmur : 66 tahunAlamat : Sabadra No.1 Kebun Bunga Kec.Bjm Timur

Kab.Banjarmasin

Page 22: Analisis resep

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka :

1. Tepat obat

Obat yang dipilih untuk pasien dengan angina pektoris stabil pada kasus ini

sudah tepat.

2. Tepat dosis

Dosis yang diberikan kurang tepat pada obat Bisoprolol.

3. Tepat bentuk sediaan

Tidak terdapat penulisan bentuk sediaan pada resep, sehingga kurang lengkap

dan tidak jelas.

4. Cara dan waktu penggunaan obat

Pada resep ini tidak dituliskan dengan jelas kapan obat seharusnya diminum.

Tata cara penulisan aturan pakai tidak ditulis dengan kaidah yang baku.

5. Tepat keadaan penderita.

Pemberian obat sudah sesuai dengan diagnosis penyakit pasien. Namun karena

tidak diketahuinya informasi tentang status sosial ekonomi pasien maka

pertimbangan harga obat tidak diperhitungkan.

22