analisis renstra kementerian pu 2010-2014

37

Upload: deadyrizky

Post on 24-Nov-2015

128 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Analisis Renstra Kementerian PU 2010-2014

TRANSCRIPT

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya terutama

    nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga Penulis dapat menyelesaikan paper berjudul Analisis Renstra Ditjen Bina

    Marga 2010 s.d. 2014 ini. Tak lupa saya sampaikan shalawat dan salam kepada Baginda Rasulullah SAW yang telah

    menjadi teladan hidup yang luar biasa bagi umat manusia.

    Paper ini dibuat sebagai bentuk penugasan akhir untuk mata kuliah Sistem Informasi Manajemen di program

    studi Diploma IV Akuntansi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara pada semester pertama. Dalam penyusunan paper ini

    Tim Penulis mendapatkan bantuan baik secara langsung, maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

    kepada Bapak Prayudi selaku Dosen Manajemen Strategis Sektor Publik atas bimbingannya, serta rekan-rekan kelas

    VIIID Reguler, dan pihak lain yang tidak dapat Penulis sebutkan satupersatu, terimakasih banyak atas bantuan dan

    kerjasamanya.

    Akhirnya, Tim Penulis menyadari bahwa pasti terdapat kekurangan dalam penulisan paper ini yang tentu

    berasal dari keterbatasan Tim Penulis sebagai manusia biasa. Oleh karena itu, Tim Penulis mengharapkan kritik dan

    saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca sekalian demi kesempurnaan paper ini.

    Sekian.

    Tangerang Selatan, November 2013

    Tim Penulis

  • iii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR .................................................................................................................................................. ii

    PEMBAHASAN ........................................................................................................................................................ 4

    A. Proses Penyusunan Rencana Strategis Ditjen Bina Marga 2010-2014 .......................................................... 4

    Analisis Visi dan Misi Ditjen Bina Marga .............................................................................................................. 5

    1. Analisis Visi Ditjen Bina Marga ............................................................................................................... 5

    2. Analisis Misi Ditjen Bina Marga .............................................................................................................. 6

    B. Analisis Tujuan dan Sasaran ....................................................................................................................... 7

    C. Analisis Kebijakan dan Strategi ................................................................................................................... 9

    D. Analisis Kegiatan dan Output ................................................................................................................... 11

    E. Analisis TOWS .......................................................................................................................................... 15

    1. Faktor-Faktor Eksternal ........................................................................................................................ 15

    2. Faktor-Faktor Internal .......................................................................................................................... 18

    3. Matriks EFE dan IFE Ditjen Bina Marga ................................................................................................. 22

    4. Perumusan Strategi Ditjen Bina Marga ................................................................................................. 23

    5. Pemilihan Strategi Ditjen Bina Marga ................................................................................................... 28

    PENUTUP ............................................................................................................................................................. 30

    A. Kesimpulan .............................................................................................................................................. 30

    B. Saran ....................................................................................................................................................... 30

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................................. 32

    LAMPIRAN-1......................................................................................................................................................... 33

  • 4

    PEMBAHASAN

    A. PROSES PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS DITJEN BINA MARGA 2010-2014

    Sebagai salah satu upaya untuk ketercapaian visi-misi presiden dan wakil presiden terpilih, Direktorat

    Bina Marga menyusun dokumen Rencana Strategis tahun 2010-2014 sesuai arah kebijakan dan strategi

    nasional dalam RPJPN dan RPJM. Rencana strategis tersebut diharapkan dapat menjadi panduan kerja dan

    instrumen pengukur kinerja melalui target penanganan jalan (km) dan alokasi pendanaan (Rp). Tujuan

    penyusunan Renstra Ditjen Bina Marga tahun 2010-2014 antara lain:

    1. Menjadi acuan dalam pengalokasian sumber dana yang terbatas pada berbagai kegiatan yang sifatnya

    strategis untuk pencapaian Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Marga yang telah ditetapkan.

    2. Menjadi acuan seluruh unit kerja di Direktorat Jenderal Bina Marga dalam melaksanakan kegiatan-

    kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta Visi dan Misi yang telah ditetapkan.

    3. Menjadi acuan dalam menilai pencapaian kinerja unit-unit kerja Direktorat Jenderal Bina Marga, yang

    kemudian akan berakumulasi menjadi pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga secara

    keseluruhan.

    4. Menjadi acuan bagi Direktorat Jenderal Bina Marga dalam mempertanggung jawabkan akuntabilitas

    kinerjanya.

    Secara garis besar alur penyusunan Rencana Strategis Ditjen Bina Marga dapat digambarkan sebagai

    berikut:

    Gambar 2 : Alur Pikir Renstra Ditjen Bina Marga

    Sumber: Rencana Strategis Ditjen Bina Marga 2010-2014

  • 5

    Dari bagan alur pikir tersebut dapat kita lihat bahwa Direktorat Jenderal Bina Marga telah

    mempertimbangkan permasalahan dan tantangan (Thread - Weakness) yang dihadapi sebagai

    input/masukan dalam penyusunan Renstranya, tapi tidak terdapat input berupa potensi ditjen bina marga,

    baik secara internal ataupun eksternal (strenght-opportunity), sebagai komponen dari analisis TOWS dalam

    penyusunan strategi.

    Dalam dokumen renstra Ditjen Bina Marga sebenarnya terdapat satu bab khusus yang berisi potensi

    dan permasalahan yang sedang dihadapi Ditjen Bina Marga, tapi belum ada pemisahan yang jelas antara

    komponen internal dan eksternal dari potensi (strenght opportunity) maupun permasalahan (weakness

    thread) yang dihadapi. Mengenai analisis TOWS ini akan dibahas lebih lanjut di subbab tersendiri.

    ANALISIS VISI DAN MISI DITJEN BINA MARGA

    1. ANALISIS VISI DITJEN BINA MARGA

    Visi Direktorat Jenderal Bina Marga adalah:

    Terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah

    nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.

    Dari visi tersebut bisa dilihat bahwa visi Ditjen Bina Marga pada dasarnya terdiri atas tiga komponen

    utama, yaitu:

    1) terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan;

    2) di seluruh wilayah nasional; dan

    3) untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.

    Jika dianalisis lebih lanjut sesuai dengan teori tentang pernyataan visi yang baik, maka visi Ditjen Bina

    Marga bisa dikatakan telah memiliki karakteristik pernyataan visi yang baik. Pendapat kami ini didukung

    dengan analisis sebagai berikut.

    - Visi secara keseluruhan telah menjawab pertanyaan, Ingin menjadi seperti apa kita?. Pertanyaan

    tersebut dijawab perusahaan melalui pernyataan Terwujudnya sistem jaringan yang andal, terpadu

    dan berkelanjutan.

    - Pernyataan visi dianggap sebagai kerangka dan petunjuk yang mendeskripsikan segala hal yang

    dibutuhkan Ditjen Bina Marga dalam rangka mencapai pertumbuhan kegiatan yang berkesinambungan

    (sustainable), sehingga desain visi perusahaan dibuat sangat jelas, runtut, dan tidak terlalu teknis.

    Dengan demikian visi didisain dengan threshold yang luas, sehingga dapat memberikan ruang kepada

    kreativitas maupun inovasi dari para pembuat keputusan di Ditjen Bina Marga.

    - Visi telah disusun dengan luhur dan challenging namun dapat dicapai. Meski demikian, menurut kami

    target yang ingin dicapai dalam visi tersebut belum begit jelas tolak ukurnya.

    - Visi mudah dipahami dan diingat oleh pembaca karena keringkasannya. Visi juga secara garis besar telah

    menggambarkan tugas dan fungsi dari Ditjen Bina Marga sebagaimana diungkapkan dalam Renstra 2010

    s.d. 2014. Hanya saja, penulis tidak menemukan adanya kalimat/bagian kalimat membangun

    jembatan dalam pernyataan visi Ditjen Bina Marga tersebut. Sementara membangun jembatan

  • 6

    adalah salah satu tugas dan fungsi Ditjen Bina Marga yang menurut kami tetap perlu dimasukkan dalam

    pernyataan visi Ditjen Bina Marga.

    Di samping itu, untuk memenuhi kriteria visi yang baik, visi ini juga harus berjalan seirama dengan visi

    Kementerian Pekerjaan Umum sebagai induk dari Ditjen Bina Marga, tidak boleh berdiri sendiri, atau justru

    bertentangan dengan visi induk-nya. Untuk itu berikut ini adalah perbandingan antara visi Kementerian

    Pekerjaan Umum dan visi Ditjen Bina Marga sebagaimana tercantum dalam renstra 2010 s.d. 2014.

    VISI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM VISI DITJEN BINA MARGA

    Tersedianya infrastruktur pekerjaan umum

    dan permukiman yang andal untuk

    mendukung Indonesia sejahtera 2025

    Terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal,

    terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah

    nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi

    dan kesejahteraan sosial

    Dari perbandingan tersebut di atas, tampak bahwa pada dasarnya terdapat konektivitas yang besar

    antara visi Kementerian Pekerjaan Umum dengan visi Ditjen Bina Marga yang tergambar pada pernyataan

    infrastruktur pekerjaan umum yang tidak lain merupakan sistem jaringan jalan. Tujuan yang dijelaskan

    dalam visi tersebut juga sama, yaitu mendukung Indonesia Sejahtera 2025 dan mendukung pertumbuhan

    ekonomi dan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, jelas bahwa visi Ditjen Bina Marga tidak melenceng dari

    visi Kementerian Pekerjaan Umum secara umum.

    2. ANALISIS MISI DITJEN BINA MARGA

    Dalam rangka mencapai visi tersebut di atas, misi yang dicanangkan oleh Ditjen Bina Marga adalah

    sebagai berikut.

    1) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas dan

    keselamatan yang memadai, untuk melayani pusat-pusat kegiatan nasional, wilayah dan kawasan

    strategis nasional;

    2) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional bebas hambatan antar-perkotaan dan di kawasan perkotaan

    yang memiliki intensitas pergerakan logistik tinggi yang menghubungkan dan melayani pusat-

    pusat kegiatan ekonomi utama nasional;

    3) Memfasilitasi agar kapasitas Pemerintah Daerah meningkat dalam menyelenggarakan jalan

    daerah yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas, dan keselamatan yang memadai.

    Pernyataan misi adalah menjawab pertanyaan Apakah bisnis kita?. Pernyataan misi yang jelas adalah

    penting untuk perumusan tujuan dan formulasi strategi yang efektif. (Peter Drucker,1970). Fred R. David

    dalam bukunya yang berjudul Strategic Management mengungkapkan bahwa karakeristik dari sebuah misi1

    adalah:

    - Lingkup yang luas, tidak menyebutkan jumlah uang, nomor, persentase, rasio atau tujuan tertentu

    - Kurang dari 250 kata

    1 David, Fred R. 2010. Manajemen Strategis Ed.12. Trans. Dono Sunardi. Jakarta: Salemba Empat. Hlm. 84.

  • 7

    - Inspiratif

    - Mengidentifikasi kegunaan dari produk perusahaan

    - Memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab sosial

    - Memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan

    - Berisi sembilan komponen, yaitu pelanggan, produk atau jasa, pasar, teknologi, perhatian akan

    keberlangsungan, pertumbuhan, dan profitabilitas, filosofi, konsep diri, perhatian akan citra publik, dan

    perhatian akan karyawan.

    Berdasarkan karakteristik misi di atas, misi Ditjen Bina Marga telah jelas dan runtut. Jumlah kata sesuai

    dengan karakteristik, yaitu kurang dari 250 kata. Pernyataan misi juga inspiratif, terlihat pada bagian

    pernyataan misi Mewujudkan jaringan Jalan Nasional bebas hambatan dan mengidentifikasi kegunaan

    produk perusahaan yaitu Menghubungkan pusat-pusat kegiatan ekonomi nasional.

    Sedangkan untuk dua karakteristik selanjutnya, yaitu tanggung jawab perusahaan terhadap sosial dan

    lingkungan tidak disebutkan pada pernyataan misinya.

    Evaluasi misi dari sembilan komponen akan ditampilkan dalam tabel berikut:

    KOMPONEN ADA ()

    Pelanggan (perkotaan)

    Produk atau jasa (jalan nasional/daerah)

    Pasar (kawasan perkotaan/daerah)

    Teknologi -

    Perhatian akan keberlangsungan, pertumbuhan, dan

    profitabilitas (berkelanjutan)

    Filosofi (melayani)

    Konsep Diri -

    Perhatian akan citra publik -

    Perhatian akan karyawan -

    B. ANALISIS TUJUAN DAN SASARAN

    Sebagai penjabaran atas visi dan misi Direktorat Jenderal Bina Marga dan untuk mencapai tujuan

    Kementerian Pekerjaan Umum selama periode lima tahun ke depan, maka tujuan yang hendak dicapai

    adalah : Meningkatkan keandalan sistem jaringan infrastruktur pekerjaan umum dan pengelolaan sumber

    daya air untuk meningkatkan daya saing melalui pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan,

    ketahanan air dan ketahanan energi.

    Dari tujuan tersebut, Ditjen Bina Marga merumuskan dua sasaran yang hendak dicapai, yaitu:

    1. Meningkatnya kualitas layanan jalan nasional dan pengelolaan jalan daerah

    2. Meningkatkan kapasitas jalan nasional sepanjang 19.370 km.

    Berdasarkan visi, misi, tujuan, dan sasaran yang dimiliki Ditjen Bina Marga tersebut kemudian

    dirumuskan lima Indikator Kerja Utama (IKU) sekaligus outcome sebagai berikut:

    1. Meningkatnya kondisi mantap jaringan jalan nasional menjadi 94 %.

  • 8

    2. Meningkatnya penggunaan jalan pada ruas jalan nasional menjadi 91,55 milyar kendaraan

    kilometer/tahun.

    3. Meningkatnya fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi mantap.

    4. Meningkatnya panjang peningkatan struktur/pelebaran jalan sebesar 17.525 km.

    5. Meningkatnya panjang jalan baru yang dibangun sebesar 1.845 km.

    Keterkaitan antara visi, misi, tujuan, sasaran, dan outcome yang dimiliki Ditjen Bina Marga dapat lebih

    jelas terlihat pada tabel di bawah ini.

    VISI Terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah

    nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial

    MISI Mewujudkan jaringan Jalan

    Nasional yang berkelanjutan

    dengan mobilitas, aksesibilitas

    dan keselamatan yang

    memadai, untuk melayani

    pusat-pusat kegiatan

    nasional,

    wilayah dan kawasan strategis

    nasional

    Mewujudkan jaringan Jalan

    Nasional bebas hambatan

    antar-perkotaan dan

    dikawasan

    perkotaan yang memiliki

    intensitas pergerakan logistik

    tinggi yang menghubungkan

    dan melayani pusat-pusat

    kegiatan ekonomi utama

    nasional.

    Memfasilitasi agar kapasitas

    Pemerintah Daerah

    meningkat dalam

    menyelenggarakan jalan

    daerah yang berkelanjutan

    dengan mobilitas, aksesibilitas,

    dan keselamatan yang

    memadai.

    TUJUAN Meningkatkan keandalan sistem jaringan infrastruktur pekerjaan

    umum dan pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan daya saing melalui

    pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi

    SASARAN Meningkatnya kualitas layanan jalan nasional dan

    pengelolaan jalan daerah

    Meningkatkan kapasitas jalan

    nasional sepanjang 19.370 km.

    OUTCOME

    (IKU)

    Meningkatnya

    kondisi mantap

    jaringan jalan

    nasional menjadi

    94 %.

    Meningkatnya

    penggunaan

    jalan pada ruas

    jalan nasional

    menjadi 91,55

    milyar kendaraan

    kilometer/tahun.

    Meningkatnya

    fasilitasi

    penyelenggaraan

    jalan daerah

    untuk menuju 60

    % kondisi

    mantap.

    Meningkatnya

    panjang

    peningkatan

    struktur/pelebar

    an jalan sebesar

    17.525 km.

    Meningkatnya

    panjang jalan

    baru yang

    dibangun sebesar

    1.845 km.

    Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa justru terdapat pengerucutkan tiga misi yang dimiliki Ditjen

    Bina Marga menjadi satu tujuan. Seharusnya tujuan suatu organisasi menjelaskan lebih spesifik hal-hal yang

    ingin dicapai dari misi organisasi tersebut. Akan tetapi tujuan organisasi DItjen Bina Marga justru bersifat

    lebih umum daripada misi yang dimiliki.

    Selain itu, dalam tujuan Ditjen Bina Marga terdapat kata-kata Meningkatkan keandalan sistem

    jaringan infrastruktur pekerjaan umum dan pengelolaan sumber daya air.... Hal ini tidak mencerminkan

    tugas dan fungsi yang dimiliki Ditjen Bina Marga. Pengelolaan sumber daya air merupakan tugas dan fungsi

    unit Es. 1 lain, yaitu Ditjen Sumber Daya Air.

  • 9

    Apabila dibandingkan dengan Renstra Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2010-2014, tujuan Ditjen

    Bina Marga sama persis dengan tujuan Kementerian Pekerjaan Umum nomor 2 (dapat dilihat pada

    lampiran). Bisa jadi hal tersebutlah yang menyebabkan adanya komponen pengelolaan sumber daya air

    dalam tujuan Ditjen Bina Marga.

    Dalam rencana strategis yang baik, memang perlu ada keterkaitan antara tujuan Ditjen Bina Marga

    dengan tujuan Kementerian Pekerjaan Umum. Akan tetapi bukan berarti tujuan kedua organisasi tersebut

    harus persis sama karena sesungguhnya masing-masing organisasi memiliki karakteristik yang berbeda.

    Selain keterkaitan dengan organisasi di atasnya, Ditjen Bina marga juga seharusnya mempertimbangkan

    tugas dan fungsi serta visi dan misi yang dimilikinya agar tujuan yang dirumuskan dapat mewakili tujuan

    organisasi dan dapat menjadi landasan dalam merumuskan sasaran yang tepat.

    Sementara itu, sasaran yang dimiliki Ditjen Bina Marga cukup mewakili tujuan organisasi, yaitu

    keandalan sistem jaringan infrastruktur dari segi kualitas dan kuantitas. Sayangnya kedua sasaran tersebut

    hanya terbatas pada peningkatan segi kualitas dan kuantitas jaringan infrastruktur, belum mewakili sasaran

    organisasi secara keseluruhan. Hal ini juga berpengaruh pada perumusan kebijakan dan strategi organisai

    dan akan dijelaskan lebih lanjut dalam subbab berikutnya.

    C. ANALISIS KEBIJAKAN DAN STRATEGI

    Untuk mencapai sasaran yang dimilikinya, Ditjen Bina Marga menyusun sebagai berikut.

    1. Kelembagaan, melalui peningkatan tertib penyelenggaraan jalan dan perkuatan institusi untuk

    menunjang program preservasi dan meningkatkan tertib pengelolaan aset termasuk

    memfungsikan pengamat kondisi jalan, yang dicapai melalui:

    a. Peningkatan Kapasitas SDM

    b. Legalisasi NSKP dan SOP

    c. Inventarisasi dan revaluasi BMN

    d. Melakukan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Jalan

    2. Organisasi Manajemen Pemeliharaan berkelanjutan, yang dicapai melalui:

    a. Pembentukan Unit sistem Manajemen Mutu

    b. Penerapan kegiatan preservasi dengan meningkatkan fungsi SATKER dan PPK sebagai

    Area Manager yang dibantu penilik jalan dalam mengidentifikasi kerusakan dini

    3. Peningkatan peran Balai di daerah untuk melakukan koordinasi dalam rangka meningkatkan

    kelancaran pelaksanaan, pembebasan tanah, beban berlebih, tertib manfaat jalan, dan

    penanganan banjir sehingga perlu ditingkatkan koordinasi lintas sektoral antara lain dengan

    Kementerian Perhubungan, BPN, Polisi Lalu Lintas dan pemerintah daerah.

    4. Penyusunan kebijakan dan rencana penyelenggaraan jalan (Klasifikasi Fungsi dan Status Jalan,

    Renstra, KPJM, Rencana Umum Pengembangan Sistem Jaringan Jalan) yang sesuai dengan

    RTRWN dan sistem logistik nasional.

    5. Penyusunan program dan anggaran yang sesuai dengan rencana penyelenggaraan jalan yang

    berkelanjutan

    6. Penyusunan rencana teknik yang berbasis lingkungan melalui penyusunan dan penerapan

    dokumen pengelolaan lingkungan (termasuk dukungan terhadap RAN-MAPI)

  • 10

    7. Penyusunan rencana teknis yang berbasis keselamatan jalan serta rencana pengurangan

    segmen rawan kecelakaan akibat defisiensi jalan

    8. Mengutamakan penanganan preservasi, untuk mempertahankan kinerja jalan dan kondisi

    jalan yang ada tetap berfungsi

    9. Pelebaran, perkuatan struktur dan pembangunan jalan baru, dalam rangka memenuhi

    kebutuhan peningkatan kapasitas yang diakibatkan perkembangan lalulintas, perkembangan

    wilayah dan untuk menambah tingkat pelayanan/aksesibilitas jaringan jalan terutama pada

    lintas utama

    10. Pemanfaatan inovasi teknologi praktis untuk meningkatkan tuntutan atas kualitas produk

    disamping faktor lingkungan yang memberikan tekanan, yang dicapai melalui:

    a. Akreditasi laboratorium/ sarana penelitian

    b. Dukungan Bahan dan Peralatan

    c. Pemanfaatan manajemen keselamatan selama masa konstruksi dan penerapan Kontrak

    berbasis Kinerja dan Extended Warranty

    d. Penerapan teknologi praktis dalam penanganan jalan

    11. Pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan dengan mengacu kepada dokumen

    pengelolaan lingkungan bidang jalan dan jembatan

    12. Penanganan segmen rawan kecelakaan (defisiensi jalan), dalam upaya peningkatan

    keselamatan jalan

    13. Pengembangan jaringan Jalan Tol, dalam bentuk pembangunan langsung atau fasilitasi

    pengadaan lahan

    14. Penanganan Jalan pada Kawasan Strategis dan melakukan kegiatan tanggap darurat

    Kebijakan-kebijakan tersebut kemudian dilaksanakan melalui 12 strategi yang dimiliki Ditjen Bina

    Marga, yaitu: strategi reformasi birokrasi; strategi pengelolaan SDM dan organisasi; strategi pemantapan

    nilai-nilai penyelenggaraan jalan; strategi pendekatan pembangunan yang berbasis kewilayahan; strategi

    pembiayaan yang berbasis aset dan kebutuhan investasi; strategi pengarus-utamaan sasaran strategis;

    strategi penggunaan teknologi tepat guna; strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; strategi

    preservasi secara proaktif; strategi pembangunan dan peningkatan kapasitas secara selektif; strategi

    peningkatan pelayanan kepada masyarakat; strategi perbedayaan peran serta masyarakat.

    Keterkaitan antara kebijakan dan strategi yang dimiliki Ditjen Bina Marga dapat dilihat pada tabel

    berikut ini:

    KEBIJAKAN STRATEGI

    Kelembagaan (1) strategi reformasi birokrasi,

    strategi pengelolaan SDM dan organisasi

    strategi pemantapan nilai-nilai penyelenggaraan

    jalan

    Organisasi Manajemen Pemeliharaan berkelanjutan, (2)

    Peningkatan peran Balai di daerah. (3)

    Penyusunan kebijakan dan rencana penyelenggaraan

    jalan (4)

    Penyusunan program dan anggaran yang sesuai dengan

    rencana penyelenggaraan jalan yang berkelanjutan (5)

    strategi pendekatan pembangunan yang berbasis

    kewilayahan

    strategi pembiayaan yang berbasis aset dan

  • 11

    kebutuhan investasi

    strategi pengarus-utamaan sasaran strategis.

    Penyusunan rencana teknik yang berbasis keselamatan

    jalan dan lingkungan (6)

    strategi penggunaan teknologi tepat guna

    strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

    Penyusunan rencana teknis yang berbasis keselamatan

    jalan serta rencana pengurangan segmen rawan kecelakaan

    akibat defisiensi jalan (7)

    Pemanfaatan inovasi teknologi praktis (10)

    Pembangunan yang berwawasan lingkungan (11)

    Penanganan segmen rawan kecelakaan,(12)

    Mengutamakan penanganan preservasi, (8) strategi preservasi secara proaktif

    Pelebaran, perkuatan struktur dan pembangunan jalan

    baru, (9)

    strategi pembangunan dan peningkatan kapasitas

    secara selektif

    strategi peningkatan pelayanan kepada

    masyarakat

    strategi perbedayaan peran serta masyarakat.

    Pengembangan jaringan jalan tol, (13)

    Penanganan Jalan pada Kawasan Strategis dan

    melakukan kegiatan tanggap darurat.(14)

    Dapat kita lihat dari tabel di atas, terdapat beberapa kebijakan yang memiliki strategi sama. Hal ini

    dikarenakan kebijakan-kebijakan tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain sehingga dapat dilaksanakan

    dengan strategi yang sama.

    Kebijakan dan strategi Ditjen Bina Marga telah cukup spesifik dan jelas serta memiliki keterkaitan satu

    sama lain. Apabila kita telusuri keterkaitan antara sasaran dengan kebijakan yang dirumuskan Ditjen Bina

    Marga, seluruh kebijakan dan strategi tersebut mendukung tercapainya kedua sasaran Ditjen Bina Marga.

    Akan tetapi, terdapat beberapa kebijakan yang tidak dapat dikaitkan secara langsung dengan sasaran

    organisasi karena sasaran Ditjen Bina Marga terlalu sempit, yaitu hanya terbatas pada peningkatan kualitas

    dan kuantitas inrastruktur jalan.

    D. ANALISIS KEGIATAN DAN OUTPUT

    Untuk melaksanakan kebijakan dan strategi yang telah dirumuskan dalam dokumen rencana

    strategisnya, Ditjen Bina Marga melaksanakan enam kegiatan untuk mencapai output-output sebagai

    berikut:

    a. Kegiatan: Dukungan Manajemen, Koordinasi, Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan

    Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Sekretariat Direktorat Jenderal dengan Output

    sebagaimana berikut:

    1) Dokumen administrasi dan pengelolaan kepegawaian / ortala

    2) Dokumen laporan administrasi keuangan dan akuntansi

    3) Dokumen Sistem Akuntansi Barang Milik Negara

    4) Dokumen laporan penyelenggaraan kegiatan bantuan hukum

    5) Bulan layanan publik (PNBP)

    6) Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

    7) Bulan layanan perkantoran

  • 12

    8) Dokumen draft materi kebijakan / peraturan perundang-undangan yang diproses dan dilegalisasi

    9) Lokasi pembinaan penanggulangan penanganan tanggap darurat / pekerjaan mendesak.

    b. Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Perencanaan, Pemrograman, dan Pembiayaan Penyelenggaraan

    Jalan

    Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Direktorat Bina Program dengan output sebagaimana

    berikut:

    1) Dokumen Pengaturan dan Penyiapan Pembiayaan Jalan Daerah dan Dana Masyarakat

    2) Dokumen Program dan Anggaran Tahunan

    3) Dokumen Penyiapan PHLN dan Administrasi Kerjasama Luar Negeri

    4) Dokumen Pengembangan Sistem Manajemen Jalan dan Jembatan

    5) Dokumen Evaluasi Kinerja Penyelenggara Jalan

    6) Dokumen Kebijakan dan Strategi Penyelenggaraan Jalan

    7) Dokumen Penyiapan keputusan menteri tentang fungsi dan status jalan

    8) Dokumen Pengendalian Pelaksanaan PHLN

    9) Dokumen Informasi, Dokumentasi, Komunikasi, dan Publikasi Penyelenggaraan Jalan

    10) Dokumen Laporan Monitoring dan Evaluasi Perencanaan, Pemrograman dan

    11) Pembiayaan Penyelenggaraan Jalan

    12) Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

    13) Bulan Layanan Perkantoran.

    c. Kegiatan: Pengaturan dan Pembinaan Teknis Preservasi, Peningkatan Kapasitas Jalan

    Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Direktorat Bina Teknik dengan output sebagaimana berikut:

    1) Dokumen lingkungan Jalan dan Jembatan yang bersifat khusus

    2) Dokumen Perencanaan dan Pengawasan Teknis Jalan dan Jembatan Khusus Serta Perencanaan Teknis

    Jalan Bebas Hambatan

    3) Dokumen Penyusunan dan pengesahan NSPK Jalan dan Jembatan termasuk Jalan Daerah

    4) Dokumen rekomendasi teknis penanganan lokasi rawan kecelakaan dan rawan bencana jalan dan

    jembatan

    5) Laporan Pembinaan teknik jalan dan jembatan

    6) Laporan Pembinaan Jalan Bebas Hambatan

    7) Luas Pengadaan tanah jalan bebas hambatan

    8) Dokumen Kebijakan Investasi jalan bebas hambatan

    9) Dokumen Monitoring dan evaluasi pembinaan teknik jalan dan jembatan

    10) Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

    11) Bulan Layanan Perkantoran.

    d. Kegiatan: Pembinaan Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional dan

    Fasilitasi Jalan Daerah

    Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Direktorat Jalan dan Jembatan Wilayah I, II, dan III dengan

    output sebagaimana berikut:

    1) Laporan Perencanaan pembinaan, penyiapan produk pembinaan, dan pembinaan pelaksanaan jalan dan

    jembatan

    2) Dokumen Pembinaan dan penilaian bahan usulan program 5 tahunan dan tahunan

    3) Dokumen Penyelesaian permasalahan administrasi, teknis pelaksanaan dan aspek hukum

    4) Laporan Pembinaan teknis, pengendalian kepatuhan pelaksanaan, dan rekomendasi lain fungsi jalan

    nasional

    5) Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

  • 13

    6) Bulan Layanan Perkantoran

    7) Laporan Pembinaan teknis, fasilitasi perencanaan, program pembiayaan, pelaksanaan dan evaluasi

    kinerja jalan daerah

    8) Dokumen Monitoring dan evaluasi kinerja pembinaan dan pelaksanaan jalan dan jembatan termasuk

    jalan daerah.

    e. Kegiatan: Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional

    Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional dengan output

    sebagaimana berikut:

    1) Panjang Pemeliharaan rutin jalan

    2) Panjang Pemeliharaan rutin jembatan

    3) Panjang Pemeliharaan berkala / rehabilitasi jalan

    4) Panjang Pemeliharaan berkala / rehabilitasi jembatan

    5) Panjang Rekonstruksi / Peningkatan Struktur Jalan

    6) Panjang Penggantian jembatan

    7) Panjang Pembangunan jalan

    8) Panjang Pembangunan jembatan

    9) Panjang Pelebaran

    10) Panjang Pembangunan Fly Over / Underpass /

    11) Panjang Pembangunan jalan bebas hambatan

    12) Dokumen hasil pengumpulan data jalan dan jembatan

    13) Dokumen Perencanaan dan pengawasan teknis jalan dan jembatan

    14) Dokumen lingkungan jalan dan jembatan

    15) Dokumen Pengujian / Manajemen Mutu

    16) Panjang Pembangunan / pelebaran jalan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah terluar dan terdepan

    17) Panjang Pembangunan / duplikasi jembatan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah terluar dan

    terdepan

    18) Dokumen Monitoring dan evaluasi pelaksanaan jalan dan jembatan

    19) Dokumen bahan usulan program tahunan dan 5 tahunan

    20) Bahan jalan dan jembatan

    21) Bahan dan peralatan jalan dan jembatan

    22) Bulan Layanan Publik (PNBP)

    23) Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

    24) Bulan Layanan perkantoran.

    f. Kegiatan: Pengaturan, Pengusahaan, Pengawasan Jalan Tol

    Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Badan Pengatur Jalan Tol dengan output berikut:

    1) Laporan Kajian dan evaluasi penyiapan pengusahaan Jalan Tol dan data informasi Jalan Tol

    2) Dokumen pengaturan, penyiapan, pelayanan dan pengendalian pengusahaan Jalan Tol

    3) Laporan pengawasan dan pemantauan perjanjian pengusahaan Jalan Tol

    4) Dokumen perjanjian layanan dana bergulir untuk pengadaan tanah Jalan Tol (BLU)

    5) Laporan monitoring dan evaluasi layanan dana bergulir untuk pengadaan tanah Jalan Tol (BLU)

    6) Laporan pengelolaan dana hasil pengusahaan Jalan Tol (BLU)

    7) Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

    8) Bulan Layanan Perkantoran

    9) Bulan Layanan perkantoran (PNBP).

  • 14

    Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan oleh unit kerja di bawah Ditjen Bina Marga sesuai dengan

    tugas dan fungsinya masing-masing. Tiap kebijakan memiliki keterkaitan dengan beberapa strategi yang

    telah dirumuskan Ditjen Bina Marga. Keterkaitan tersebut dapat kita lihat pada tabel di bawah ini:

    STRATEGI KEGIATAN

    strategi reformasi birokrasi,

    strategi pengelolaan SDM dan organisasi

    strategi pemantapan nilai-nilai penyelenggaraan jalan

    Dukungan manajemen, koordinasi, pengaturan,

    pembinaan, dan pengawasan

    strategi pendekatan pembangunan yang berbasis kewilayahan

    strategi pembiayaan yang berbasis aset dan kebutuhan

    investasi

    strategi pengarus-utamaan sasaran strategis.

    Pengaturan, pembinaan, perencanaan,

    pemrograman, dan pembiayaan

    penyelenggaraan jalan

    strategi penggunaan teknologi tepat guna

    strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

    Pengaturan dan pembinaan teknik preservasi,

    peningkatan kapasitas jalan

    strategi preservasi secara proaktif

    Pembinaan pelaksanaan preservasi dan

    peningkatan kapasitas jalan nasional dan

    fasilitasi jalan daerah

    Pelaksanaan preservasi dan peningkatan

    kapasitas jalan nasional

    strategi pembangunan dan peningkatan kapasitas secara

    selektif

    strategi peningkatan pelayanan kepada masyarakat

    strategi perbedayaan peran serta masyarakat.

    Pengaturan, pengusahaan, pengawasan Jalan

    Tol

    Demikian keterkaitan antara strategi dan kegiatan Ditjen Bina Marga. Sehubungan dengan keterkaitan

    antara sasaran dengan indikator kinerja adalah sebagai berikut.

  • 15

    Daftar capaian outcome yang rinci untuk setiap sasaran kami sajikan di bagian Lampiran-1 paper ini.

    E. ANALISIS TOWS

    Analisis TOWS (Threats, Opportunities, Weaknesses, and Strengths) adalah salah satu cara yang dapat

    ditempuh untuk merumuskan strategi yang tepat dalam upaya menghadapi ketidakpastian (uncertainty)

    akibat adanya faktor-faktor internal/eksternal terkait. Berikut ini adalah analisis TOWS yang kami

    kembangkan berdasarkan keterangan dalam renstra Ditjen Bina Marga tahun 2010 s.d. 2014.

    Dalam renstra tersebut, Ditjen Bina Marga menganalisis faktor internal dan eksternalnya ke dalam dua

    kelompok utama, yaitu potensi dan permasalahan. Analisis tersebut dilakukan secara sederhana dan

    menurut kami mereka tidak mengklasifikasi faktor-faktor internal tersebut secara jelas. Klasifikasi tersebut

    kurang sempurna dan dapat menyesatkan. Oleh karena itu, pada pembahasan kami selanjutnya, kami

    mengklasifikasi ulang hasil klasifikasi tersebut ke dalam empat komponen TOWS dengan harapan dapat lebih

    memudahkan dalam menggeneralisasi strategi yang tepat pada setiap kondisi tertentu.

    1. FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL

    Hambatan/Ancaman (Threats)

    1. Pengaruh ekonomi global terhadap fluktuasi harga

    Keadaan ekonomi global yang tengah mengalami resesi sejak tahun 2008 yang lalu

    menyebabkan bertambahnya negara yang mengalami penyusutan Produk Domestik Bruto (PDB)

  • 16

    selama dua triwulan berturut-turut. Hal ini berdampak pada peningkatan angka pengangguran

    karena penyusutan produksi barang dan jasa akibat berkurangnya permintaan. Fluktuasi harga

    menyebabkan lingkungan investasi termasuk investasi pada prasarana jalan menjadi tidak pasti dan

    ini menjadi salah satu ancaman utama bagi Ditjen Bina Marga selaku penyelenggara jalan nasional,

    provinsi, dan pendukung terselenggaranya jalan daerah oleh Pemerintah Daerah.

    2. Keadaan alam dan lingkungan yang unik

    Negara Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbesar di dunia

    (17.504 pulau), dengan proporsi jumlah daratannya hanya meliputi 30 % dari luas wilayah yang

    ada, menyebabkan pemanfaatan ruang daratan termasuk pemanfaatan untuk jalur transportasi

    darat menjadi sangat terbatas. Indonesia berada di zona ekuator, di antara Benua Asia dan Australia

    sehingga umumnya musim yang ada dipengaruhi oleh angina muson barat dan muson timur yang

    menyebabkan di Indonesia hanya terdapat dua musim utama yaitu musim kemarau dan musim

    hujan. Meskipun demikian, panjang periode dan tidak menentunya musim hujan seringkali menjadi

    salah satu penyebab semakin cepatnya kerusakan jalan dan penghambat pelaksanaan konstruksi

    jalan dan jembatan.

    3. Perubahan iklim yang tidak menentu

    Dampak yang dirasakan saat ini adalah terjadinya perubahan iklim dan peningkatan frekuensi

    dan intensitas iklim ekstrim. Kondisi ini menyebabkan rentannya sebagian wilayah di Indonesia

    terhadap bencana yang diakibatkan perubahan iklim seperti banjir akibat air laut pasang maupun

    akibat hujan yang berkepanjangan yang juga dapat menyebabkan longsor di beberapa lokasi

    sehingga berdampak pada terputusnya jaringan transportasi jalan yang ada. Kondisi perubahan iklim

    akibat pemanasan global ini mau tidak mau akan terus menjadi ancaman bagi pihak penyelenggara

    jaringan jalan, salah satunya adalah Ditjen Bina Marga.

    4. Disparitas ekonomi setiap daerah yang berujung pada tingkat pembangunan di setiap daerah yang

    tidak seimbang

    Keseimbangan pembangunan antarwilayah di Indonesia, terutama pembangunan Kawasan

    Timur Indonesia (KTI), daerah tertinggal, daerah perbatasan masih belum tercapai. Realita yang kita

    hadapi saat ini adalah pembangunan di kawasan barat Indonesia terutama di Pulau Jawa sangat

    intens, sementara di kawasan timur Indonesia masih jauh tertinggal. Ini merupakan salah satu

    kelemahan yang dihadapi oleh Ditjen Bina Marga yang harus ditemukan kombinasi strategi yang

    tepat untuk menghadapinya.

    5. Kepadatan penduduk (demografi) yang tidak merata

    Lebih dari 70% jaringan jalan yang ada pada saat ini terdapat di Pulau Sumatera, Jawa, dan

    Bali yang luas wilayahnya hanya mencakup sekitar 31% dari seluruh wilayah Indonesia. Sisanya 30%

    jaringan jalan berada di Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, dan Papua yang memiliki 69% dari

    luas wilayah Nasional. Faktor ini sejatinya terkait dengan faktor internal (threats) kondisi

    pembangunan yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.

    Peluang (Opportunities)

    1. Perkembangan global yang semakin dinamis

    Seiring dengan perkembangan global, hal-hal yang perlu diwaspadai adalah masuknya tenaga

    ahli asing ataupun pekerja asing, yang nantinya akan berdampak negatif terhadap perkembangan

  • 17

    pekerja lokal secara keseluruhan. Perkembangan dan kompetisi global bagi negara maju merupakan

    momentum untuk ekspansi. Untuk meningkatkan daya tarik suatu negara, diperlukan usaha-usaha

    konkrit untuk meningkatkan competitiveness negara. Salah satu tingkat competitiveness yang

    menjadi referensi para investor untuk menanamkan uangnya di wilayah adalah keberadaan

    infrastruktur dan kualitas infrastruktur, sebagaimana disebutkan dalam studi Asian Development

    Bank (2010: Country Diagnostics Studies: Indonesia: Critical Development Constraints).

    2. Persepsi Badan Survey Internasional terhadap penyelenggaraan jalan di Indonesia

    Terdapat setidaknya beberapa badan internasional yang melakukan penelitian tentang

    infrastruktur yang juga berkaitan dengan sektor transportasi. Hal ini perlu dicermati karena studi

    yang mereka lakukan berdampak luas ke seluruh dunia dan akan mempengaruhi persepsi

    komunitas internasional terhadap prasarana jalan. Beberapa badan internasional tersebut adalah

    sebagai berikut.

    a. Logistic Performance Index (LPI)

    b. Global Competitiveness Index (GCI)

    Melalui penilaian kedua lembaga survey internasional tersebut tercermin bahwasanya kondisi

    penyelenggaraan jalan dan jaringan di Indonesia memang masih belum maksimal. Namun demikian

    ini bukan merupakan ancaman (threats) bagi pembangunan infrastruktur jalan. Sebaliknya, ini

    merupakan sebuah opportunity bagi Ditjen Bina Marga yang dapat mendorong terciptanya

    pembangunan jalan dan jaringan yang terus meningkat, sebab keberhasilan ini akan diapresiasi oleh

    lembaga survey tersebut dan akan menyebarkannya ke dunia melalui angka-angka statistik. Pada

    akhirnya Indonesia akan memperoleh benefit dari keberhasilan pembangunan jalan dan jaringan ini

    melalui peningkatan arus masuk uang dan dana investasi ke Indonesia.

    3. Kondisi geografis Indonesia dan Sumber Daya Alam yang dimiliki

    Kondisi geografi selain dapat menjadi ancaman (threats) juga dapat menjadi peluang

    (opportunities). Sisi kondisi geografi yang dapat menjadi peluang bagi Ditjen Bina Marga adalah

    kondisi geografi Indonesia yang pada umumnya terdiri dari dataran rendah yang mudah untuk

    dilakukan pembangunan jalan. Selain itu kondisi geografi Indonesia juga menyajikan sumber daya

    alam yang melimpah di bawahnya. Kita merupakan salah satu negara penghasil semen dan aspal

    terbesar di dunia. Demikian juga dengan persediaan pasir dan batu krikil yang penting dalam

    membangun pondasi jalan. Dengan posisi geografi dan sumber daya alam tersebut, Ditjen Bina

    Marga seharusnya dapat memanfaatkan peluang ini dengan baik dalam pembangunan jalan dan

    jaringan secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

    4. Peningkatan Peran Swasta (Mitra Kerja dan Investor) serta Masyarakat

    Upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik hanya dapat dilakukan apabila terjadi

    keseimbangan peran ketiga pilar yaitu pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat.

    Pengalaman negara-negara seperti Malaysia (north and south) dan Korea Selatan menunjukkan

    bahwa pada awalnya untuk mendongkrak keterlibatan swasta diperlukan seperti kontribusi

    pemerintah untuk membangun Jalan Tol, setelah itu baru diserahkan kepada swasta. Tidak hanya

    swasta saja, kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat merupakan hal yang harus terus

    dikembangkan. Ketiganya mempunyai peran masing-masing.

    Ketiga unsur tersebut dalam memainkan perannya masing-masing harus sesuai dengan nilai-

    nilai dan prinsipprinsip yang terkandung dalam tata kepemerintahan yang baik (Bappenas, 2007).

  • 18

    Peningkatan peran swasta ini merupakan sebuah peluang yang harus dimanfaatkan oleh Ditjen Bina

    Marga untuk dapat mewujudkan visinya yaitu menciptakan terwujudnya pembangunan jalan dan

    jaringan yang andal dan berkelanjutan.

    2. FAKTOR-FAKTOR INTERNAL

    Kelemahan (Weaknesses)

    1. Sistem jaringan transportasi yang belum padu

    Meskipun sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari perairan, namun moda transportasi

    yang dipergunakan masih dikuasai oleh moda transportasi yang menggunakan prasarana jalan.

    Bappenas mencatat moda transportasi melalui jalan melayani

    84% penumpang, sedangkan kereta api baru 7,3%, udara 1,5%,

    laut 1,8%, dan sungai hanya 5,3%. Untuk angkutan barang, moda

    jalan masih mendominasi dengan menguasai 90,4%, sisanya

    dibagi ke moda lainnya yakni laut dan kereta api masing-masing

    7% dan 0,6%, padahal moda ini memiliki potensi angkutan

    barang berskala besar. (Bappenas, 2006)

    Belum berkembangnya konsep transportasi intermoda yang dapat menghubungkan seluruh

    wilayah di Indonesia secara menerus dengan biaya transportasi yang ekonomis maupun untuk

    mendukung Sistem Logistik Nasional.

    Sistem jaringan jalan dan spesifikasi penyediaan parasarana jalan antara Jalan Nasional,

    Provinsi, dan Kabupaten/Kota pada beberapa koridor lintas belum sinergis, sehingga memberikan

    kendala pada sarana transportasi yang dipergunakan. Harus diakui bahwa belum tersinerginya

    Jalan Nasional dan Jalan SubNasional dikarenakan adanya pemisahan tegas yang tertera dalam

    Undang-Undang No.38/2004 tentang Jalan yang berdasarkan pemikiran desentralisasi bidang jalan.

    Padahal, pada kenyataan di lapangan, seluruh jalan tanpa terkecuali merupakan bagian dari sektor

    transportasi, jika Jalan Nasional saja yang mantap sementara jalan daerah (Jalan Provinsi dan

    Kabupaten/Kota) tidak mantap, akhirnya biaya transportasi tetap tinggi karena ada bagian dari jalan

    yang rusak kondisinya.

    2. Keselamatan jalan dan wawasan lingkungan yang belum memadai

    Lebih dari 30 % ruas jalan nasional yang

    ada masih memiliki spesifikasi penyediaan

    prasarana jalan substandar, yang dapat

    meningkatkan resiko keselamatan jalan. Adanya

    beberapa ruas jalan pada daerah dengan bentuk

    medan yang berbukit, yang belum memenuhi

    standar geometrik jalan sehingga menyebabkan

    borosnya penggunaan bahan bakar yang

    berdampak pada peningkatan emisi. Kerusakan

    dini akibat kegagalan konstruksi dapat memberikan dampak negatif terhadap keselamatan jalan.

  • 19

    3. Kualitas Sumber Daya Manusia masih kurang optimal

    Dari total 6.801 pegawai yang dimiliki Ditjen Bina Marga, pegawai dengan pendidikan SLTA ke

    bawah (60%) sangat mendominasi. Proporsi pegawai yang berpendidikan S1 ke atas adalah 34%,

    sedangkan sisanya kelompok menengah dengan pendidikan setingkat D3 sebanyak 6%. Oleh karena

    itu keberadaan perangkat dan sumber daya aparatur tersebut tidak sepenuhnya mampu mendorong

    pelaksanaan penyelenggaraan jalan secara efektif dan efisien.

    Aspek lain yang masih memerlukan pembenahan termasuk pengorganisasian satuan kerja di

    lapangan, rumusan hubungan kerja antara Ditjen. Bina Marga dengan dinas di daerah, aspek

    pengawasan internal agar praktek-praktek pelanggaran terhadap ketentuan terutama yang

    berpotensi merugikan keuangan negara.

    4. Keterbatasan pendanaan

    Keterbatasan pendanaan adalah salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh Ditjen

    Bina Marga saat ini. Keterbatasan pendanaan ini diyakini akan memberikan konsekuensi sebagai

    berikut:

    a. Penyelenggaraan jalan tidak dapat memenuhi Indikator Kinerja Utama dan dapat menganggu

    aksesibilitas, mobilitas dan tingkat keselamatan.

    b. Dukungan prasarana jalan terhadap transportasi terpadu (intermoda) belum maksimal terutama

    dalam mendukung pelabuhan-pelabuhan utama/outlet.

    c. Minimnya pembangunan jalan pada kawasan strategis.

    d. Sebagian besar usulan kebutuhan pembangunan jalan dan jembatan baru belum dapat dipenuhi.

    e. Usulan penambahan status jalan belum terakomodasi untuk penanganan pemeliharaannya.

    f. Pemeliharaan jalan menjadi sulit dilakukan pada kondisi adanya keterbatasan dana ini. Akibatnya,

    beberapa jalan berada dalam kondisi yang memprihatinkan dan tidak dapat segera dibenahi.

    g. Dukungan Pemerintah terhadap jalan tol sangat minim sehingga komitmen pembangunan tidak

    dapat dipenuhi. Pembangunan jalan tol oleh pemerintah tidak berjalan sebagaimana mestinya.

    5. Terdapat berbagai kendala dalam proses pengadaan tanah

    Sebagian ruas-ruas baru yang dibangun termasuk Jalan Tol belum dapat berfungsi karena

    hambatan proses penyediaan tanah. Umumnya permasalahannya adalah:

    a. ketersediaan tanah dan alokasi pengadaan tanah yang terbatas;

    b. pelaksanaan di lapangan yang kompleks, kinerja P2T kurang optimal, dan konsinyasi yang

    berjalan sedemikian lambat.

    6. Pembebanan berlebih (Overloaded) pada beberapa jalan/jaringan

    Beberapa jalur jalan sering terjadi pembebanan berlebih, sementara jalur lainnya kosong.

    Ketidakmerataan ini mendorong pada maintenance yang rutin pada jalur-jalur yang mengalami

    pembebanan berlebih tersebut, sebut saja Lintas Pantura Jawa dan Lintas Timur Sumatera.

    7. Ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang minim

    Ketersediaan peralatan yang ada pada Satker-Satker pemeliharaan dan pembangunan banyak

    yang sudah mengalami penyusutan. Di samping itu, untuk meningkatkan kualitas pekerjaan jalan di

    masa mendatang memerlukan bahan-bahan yang memenuhi standar. Oleh karena itu, diperlukan

    pengembangan dan standardisasi terhadap bahan dan peralatan yang ada sesuai dengan

    ketersediaan teknologi yang ada.

  • 20

    Kekuatan (Strenghts)

    1. Adanya dukungan peraturan perundang-undangan yang jelas dan berkekuatan hukum

    Sampai saat ini telah diterbitkan berbagai macam peraturan pemerintah baik dalam bentuk

    undang-undang maupun peraturan-peraturan yang mengatur mengenai penyelenggaraan jalan dan

    jaringan di wilayah Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004, Peraturan

    Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006, Undang-

    Undang Indonesia Nomor 22 Tahun 2009, merupakan landasan hukum dalam bidang

    penyelenggaraan jalan dan jaringan tersebut dalam rangka menjamin kepastian hukum dan

    pembangunan jalan dan jaringan yang merata di seluruh wilayah Republik Indonesia.

    Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003

    tentang Keuangan Negara yang mensosialisasikan adanya performance based budgeting dan kinerja

    sebagai referensi. Selain kinerja, Pemerintah juga mulai mengenalkan multi-years contract dalam

    hal spending, dan saat ini, berdasarkan kesepakatan, Direktorat Jenderal Bina Marga juga harus

    menyiapkan MTEF (Medium Term Expenditures Framewwork) sebagai bagian dari multi-years

    budget. Berbeda dengan Renstra, lingkup waktunya lima tahun, MTEF (KPJM) berlaku tiga

    tahunan.

    Kejelasan hukum dan peraturan dalam bidang penyelenggaraan jalan dan bidang

    penganggaran tersebut di atas menjadi salah satu kekuatan Ditjen Bina Marga dalam mewujudkan

    pembangunan jalan dan jaringan yang andal dan berkelanjutan demi mendukung peningkatan

    pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

    2. Sumber Daya Manusia dan Organisasi yang telah tersedia

    Pada periode pemerintahan sebelumnya, Direktorat Jenderal Bina Marga telah hadir dan

    pada akhir September 2009 memiliki pegawai sejumlah 6.801 orang yang tersebar pada 7 Unit

    Kerja di Pusat dan 10 Unit Kerja di daerah. Dari jumlah tersebut, 1.169 PNS bekerja di kantor pusat

    Ditjen. Bina Marga dan sebanyak 5.632 orang bekerja tersebar pada Balai Besar/Balai Pelaksanaan

    Jalan Nasional. Komposisi pegawai Ditjen. Bina Marga berdasarkan tingkat pendidikan maupun

    golongannya dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

    Penjelasan di atas adalah kondisi sumber daya alam (SDM) dalam arti sempit, yaitu terbatas

    pada SDM yang dimiliki oleh Ditjen Bina Marga saja. Perlu diperhatikan bahwa, kekuatan

    sesungguhnya yang dimiliki oleh Ditjen Bina Marga adalah jumlah potensial SDM dalam arti luas,

    yaitu seluruh penduduk Indonesia. Republik Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber

    daya alam maupun sumber daya manusia, dan ini merupakan sebuah kekuatan yang dapat

    dimanfaatkan oleh setiap organisasi pemerintahan.

    3. Dibentuknya Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan

    Pembentukan Unit pengelola Dana Preservasi Jalan merupakan terobosan baru yang

    meninggalkan bentuk lama seperti kekakuan anggaran tahunan pemerintah yang biasanya

    terlambat turun dan harus dikembalikan pada akhir tahun anggaran. Unit ini juga mengenalkan

    model stakeholder sebagai bagian atau elemen yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan

    jalan. Demikian pula dalam model ini diperkenalkan adanya kontribusi langsung pengguna jalan

    dalam membiayai preservasi jalan. Oleh sebab itu, pengguna jalan berhak sepenuhnya untuk dapat

    mengetahui pengelolaan jalan melalui keterlibatan langsung dalam manajemen unit pengelola.

  • 21

    Pendanaan lain dari Unit Pengelola Dana preservasi Jalan juga berasal dari Undang-Undang

    Nomor 28 tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dimana di dalam salah satu

    pasal disebutkan bahwa Pajak Kendaraan Bermotor nantinya dipergunakan untuk membiayai

    preservasi jalan daerah (Provinsi + Kabupaten/kota) walaupun tidak cukup akan tetapi sudah ada

    sumber dana yang mengakomodasi preservasi Jalan Daerah. Dalam pelaksanaannya akan dilakukan

    dalam dua tahap, tahap pertama adalah uji coba dan dilanjutkan dengan evaluasi sebelum ditutup

    dengan implementasi secara penuh di seluruh provinsi di Indonesia.

    Berdasarkan perannya tersebut, unit pengelola preservasi dana pembangunan jalan dan

    jaringan ini akan menjadi kekuatan yang mendukung Ditjen Bina Marga terutama dari segi

    pendanaan.

    4. Desentralisasi dan Otonomi Daerah

    Melalui pendelegasian kewenangan dan tugas-tugas pemerintahan atau pembangunan,

    pemerintah pusat tidak harus selalu terlibat langsung. Dalam desentralisasi, yang menjadi ujung

    tombak pembangunan adalah aparat-aparat di daerah yang akan lebih cepat mengetahui situasi dan

    masalah serta akan dapat mencarikan jawaban bagi pemecahannya. Namun demikian, tetap

    diperlukan perhatian pada pemerintah daerah tentang penyelenggaraan jalan daerah melalui

    pembinaaan kepada penyelenggara Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten, yang selama ini

    nampaknya kurang komunikasi, dan mengakibatkan besarnya backlog kondisi jalan, bahkan

    backlog sumber daya manusia. Intinya, desentralisasi ini jika berjalan dengan baik akan menciptakan

    pembangunan jalan dan jaringan yang merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik

    Indonesia. Sekarang, Ditjen Bina Marga hanya perlu memberdayakan ke-520 pemda-pemda di

    seluruh wilayah Indonesia agar dapat menyelenggarakan jalan daerah dan jembatan di daerahnya

    masing-masing secara disiplin sebagaimana direncanakan.

    5. Sistem Pembiayaan dan Pola Investasi Bidang Jalan

    Sistem pembiayaan saat ini menggunakan sistem anggaran terpadu yang meleburkan

    anggaran rutin dan pembangunan dalam satu format anggaran dengan pola investasi yang masih

    bergantung pada anggaran pemerintah melalui APBN. Beberapa pola-pola investasi lain yang telah

    diaplikasikan diantaranya seperti BOT (Build Operating Transfer) dan BTO (Build Transfer

    Operating) dimana pemerintah yang membangun kemudian operasi dan pemeliharaan diserahkan

    kepada swasta seperti Jembatan Tol Suramadu, maupun penggunaan Dana Bergulir. Pola

    pembiayaan yang dimiliki saat ini bisa dikatakan sebagai salah satu kekuatan dalam menyokong

    sistem pendanaan pembangunan jalan dan jaringan. Hanya saja mungkin diperlukan alternatif lain

    dalam pola pembiayaan dan pola investasi, karena pada kondisi saat ini pola pembiayaan yang ada

    kurang dapat bersaing dengan tingginya kebutuhan infrastruktur.

    6. Aset Jaringan Jalan

    Pada akhir 2009, total panjang jaringan jalan yang ada di Indonesia mencapai 372.236 km

    yang terdiri dari Jalan Tol sepanjang 741,97 km, Jalan Nasional Non-Tol sepanjang 38.569 km,

    dan sisanya sepanjang 332.925 km adalah jalan sub-nasional yang terdiri dari Jalan Provinsi dan Jalan

    Kabupaten/Kota. Jika diasumsikan rata-rata nilai aset Jalan Tol sebesar Rp 25 milyar/km, Jalan

    Nasional Non-Tol sebesar Rp 6 milyar/km dan jalan Sub-Nasional sebesar Rp 5 milyar/km, maka total

    nilai aset jalan yang ada saat ini berjumlah Rp 1.914,59 triliun, atau rata-rata nilai aset jalan sebesar

    Rp 5.1 milyar/km. Seluruh panjang jaringan jalan tersebut merupakan aset yang perlu dipelihara

  • 22

    untuk mempertahankan kondisi dan tetap fungsional. Nilai tersebut sangatlah besar dan oleh

    karenanya harus dipelihara dengan baik oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat.

    3. MATRIKS EFE DAN IFE DITJEN BINA MARGA

    Matriks EFE (External Factors Evaluation)

    Faktor-faktor Eksternal Utama Bobot Peringkat Skor

    Peluang (Opportunities)

    1. Perkembangan global yang semakin dinamis akibat globalisasi 2. Persepsi Badan Survey Internasional terhadap

    penyelenggaraan jalan di Indonesia 3. Kondisi geografis Indonesia dan Sumber Daya Alam yang

    dimiliki 4. Peningkatan Peran Swasta (Mitra Kerja dan Investor) serta

    Masyarakat

    0,15 0,09

    0,08 0,17

    4 3

    3 4

    0,60 0,27

    0,24 0,68

    Ancaman (Threats)

    1. Pengaruh ekonomi global terhadap fluktuasi harga 2. Keadaan alam dan lingkungan yang unik 3. Perubahan iklim yang tidak menentu sebagai dampak

    pemanasan global dunia 4. Disparitas ekonomi setiap daerah yang berujung pada tingkat

    pembangunan di setiap daerah yang tidak seimbang 5. Kepadatan penduduk (demografi) yang tidak merata

    Total

    0,13 0,08 0,17

    0,05

    0,08

    1,00

    3 4 2

    3

    2

    0,39 0,32 0,34

    0,15

    0,16

    3,15

    Matriks IFE (Internal Factors Evaluation)

    Faktor-faktor Internal Utama Bobot Peringkat Skor

    Kekuatan (Strengths)

    1. Adanya dukungan aspek peraturan perundang-undangan yang jelas dan berkekuatan hukum

    2. Sumber Daya Manusia dan Organisasi yang telah tersedia 3. Dibentuknya Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan 4. Desentralisasi dan Otonomi Daerah 5. Sistem Pembiayaan dan Pola Investasi di Bidang Jalan 6. Aset Jaringan Jalan yang telah ada

    0,11

    0,08 0,11 0,08 0,08 0,05

    4

    3 4 3 3 2

    0,44

    0,24 0,44 0,24 0,24 0,10

  • 23

    Kelemahan (Weaknesses)

    1. Sistem jaringan transportasi yang belum padu 2. Keselamatan jalan dan wawasan lingkungan yang belum memadai 3. Kualitas Sumber Daya Manusia masih kurang optimal 4. Keterbatasan pendanaan 5. Terdapat berbagai kendala dalam proses pengadaan tanah 6. Pembebanan Berlebih (Overloaded) pada beberapa jalan/jaringan 7. Ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang minim Total

    0,12 0,08 0,05 0,08 0,04 0,05 0,07

    1,0

    3 4 2 4 4 3 1

    0,36 0,32 0,10 0,32 0,16 0,15 0,07

    3,18

    Hasil analisis Matriks EFE dan IFE menunjukkan nilai bobot total untuk EFE sebesar 3,15 berada pada

    skala tinggi dan nilai bobot total untuk IFE sebesar 3,04 berada pada skala aman. Pada Matriks Internal-

    Eksternal dengan skala EFE tinggi dan IFE kuat menempatkan Ditjen Bina Marga pada kuadran I yang berarti

    instansi tersebut sedang tumbuh dan membangun. Menurut Fred David2 untuk kondisi seperti ini, strategi

    yang dapat diterapkan yaitu integrasi ke belakang, integrasi ke depan, integrasi horizontal, penetrasi pasar,

    pengembangan pasar, dan pengembangan produk. Itu semua sesuai dengan strategi yang diterapkan oleh

    Direktorat Jenderal Bina Marga saat ini yaitu pengembangan pembangunan jalan ke seluruh wilayah Negara

    Kesatuan Republik Indonesia.

    4. PERUMUSAN STRATEGI DITJEN BINA MARGA

    Dalam renstra Ditjen Bina Marga Tahun 2010 s.d. 2014, terdapat berbagai rumusan kebijakan dan

    strategi yang lengkap dan komprehensif. Strategi tersebut dirumuskan dengan mempertimbangkan

    pengalaman terdahulu dan dinamika perubahan kebijakan pemerintah yang telah dituangkan dalam

    berbagai peraturan perundang-undangan terbaru serta evaluasi kinerja organisasi yang dilakukan oleh

    internal auditor, serta perkembangan mutakhir penyelenggaraan jalan di dunia. Strategi Ditjen Bina Marga

    merupakan cara dalam melakukan kebijakan untuk mencapai visi dan misi organisasi. Hanya saja, strategi

    tersebut tidak dikembangkan dengan melandaskan pada analisis TOWS. Pada bagian selanjutnya, kami akan

    coba mengembangkan strategi yang tepat untuk Ditjen Bina Marga dengan menggunakan TOWS analysis.

    Berikut ini adalah strategi Ditjen Bina Marga yang diturunkan dari kebijakan tersebut berdasarkan

    sebagaimana telah dibahas pada subbab kebijakan dan strategi sebelumnya.

    STRATEGI

    Strategi yang dikembangkan oleh Ditjen Bina Marga secara ringkas terdiri atas strategi-strategi berikut

    ini.

    1. Strategi Reformasi Birokrasi

    Strategi ini pada dasarnya terdiri dari kegiatan reformasi dan transformasi manajemen Ditjen Bina

    Marga untuk mencapai tujuan organisasi secara lebih efisien. Termasuk dalam strategi ini adalah

    penataan organisasi mencakup evaluasi kinerja organisasi, pemetaan kewangan, dan fungsi unit kerja,

    perumusan visi, misi, dan strategi organisasi, restrukturisasi organisasi dan analisis beban kerja.

    2 David, Fred R. 2010. Manajemen Strategis Ed.12. Trans. Dono Sunardi. Jakarta: Salemba Empat.

  • 24

    Demikian juga dengan penyusunan SOP yang lebih efisien serta sinkronisasi antar peraturan yang ada.

    Penguatan organisasi dan tatalaksana serta penguatan pengawasan internal dan akuntabilitas kinerja

    juga merupakan bagian dari strategi reformasi birokrasi ini.

    2. Strategi Pengelolaan SDM dan Organisasi

    Pelaksanaan evaluasi kinerja terhadap organisasi Ditjen. Bina Marga yang diarahkan antara lain

    untuk lebih memahami aspek komitmen, kemampuan teknis, kemampuan interpersonal, dan

    kemampuan konseptual pimpinan serta peran pimpinan dalam aspek informasi maupun pengambilan

    keputusan, proses, kualitas, dan keselarasan perencanaan kinerja, aspek organisasi, pelaksanaaan

    manajemen, pola penempatan pegawai, peningkatan kemampuannya dan pengembangan karier,

    penerapan sanksi dan rewards, serta pengembangan informasi pegawai. Aspek lain yang dinilai juga

    mencakup proses penganggaran, penyiapan standar operating prosedur, pencapaian organisasi baik

    prosesnya maupun keluarannya dan lain sebagainya. Dari hasil evaluasi kinerja tersebut dapat

    digambarkan postur kinerja organisasi saat ini dan yang diharapkan di masa yang akan datang.

    3. Strategi Pemantapan Nilai-Nilai Penyelenggaraan Jalan

    Strategi ini dipergunakan untuk mendukung terlaksananya penyelenggaraan jalan yang baik selain

    diperlukan sumber daya manusia, struktur organisasi, aset/infrastruktur, dan perangkat pengaturan baik

    administratif maupun teknis yang memadai. Selain itu, diperlukan juga budaya dan lingkungan kerja

    yang kondusif dengan nilai-nilai positif dalam membentuk etika dan etos kerja yang mendukung

    produktivitas. Sehingga diperlukan suatu unit yang bertugas sebagai pengendali agar penyelenggaraan

    jalan dapat berlangsung sesuai dengan jalur yang sebenarnya.

    4. Strategi Pendekatan Pembangunan Berbasis Kewilayahan

    Strategi ini dimaksudkan agar pembangunan sarana jalan dapat dilakukan secara lebih merata

    untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama ini pembangunan secara umum

    masih dilakukan secara terpusat, sehingga daerah di kawasan timur Indonesia seakan-akan kurang

    tersentuh oleh pembangunan nasional. Ke depannya, pemerataan pembangunan jalan dan jaringan

    akan lebih dikedepankan lagi.

    Berdasarkan perbedaan karakteritik tingkat perkembangan penduduk, sumberdaya alam,

    perkembangan teknologi, perkembangan kegiatan budidaya, maka wilayah Indonesia dapat dibagi

    dalam 3 (tiga) wilayah pengembangan, yaitu:

  • 25

    a. Wilayah Telah Berkembang yang meliputi pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Jaringan jalan dalam

    wilayah ini meliputi jalan Pantura Jawa, Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatera atau ruas-ruas

    jalan yang menjadi bagian dari jaringan ASEAN maupun ASIAN Highway. Peran serta masyarakat

    diharapkan dapat secara penuh dalam mendukung penyelenggaraan jalan di wilayah ini karena

    secara ekonomi maupun finansial dinilai sudah layak.

    b. Wilayah Sedang Berkembang dengan wilayah meliputi pulau Kalimantan, Sulawesi dan NTB.

    Jaringan jalan dalam wilayah ini yang relatif masih dalam pengembangan antara lain seperti jalan

    lintas Kalimantan yang diantaranya merupakan bagian dari jaringan ASEAN Highway dan Pan

    Borneo Highway, jalan lintas Sulawesi, dan rencana pengembangan jalan dalam rangka kerjasama

    regional BIMP-EAGA. Peran serta masyarakat dapat dirangsang dengan bantuan dari pemerintah

    untuk mendukung penyelenggaraan jalan diwilyah ini.

    c. Wilayah Pengembangan Baru meliputi kepulauan Maluku, Papua dan seluruh NTT. Secara

    geografis, penyebaran lokasi kegiatan ekonomi di wilayah ini lebih menyebar dan terisolasi satu

    dengan yang lainnya. Peran serta masyarakat di wilayah ini masih kurang menarik secara ekonomi.

    Sehingga dana pemerintah masih sangat diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan jalan di

    wilayah ini.

    5. Strategi Pembiayaan yang Berbasis Aset dan Kebutuhan Investasi

    Prioritas pendanaan Jalan difokuskan kepada preservasi yaitu pemeliharaan rutin dan berkala

    serta peningkatan jalan, selanjutnya perluasan jalan (capex) dan pembangunan jalan baru. Preservasi

    diadakan dalam rangka mempertahankan kinerja aset dan menjaga agar kondisi jaringan jalan yang ada

    tetap berfungsi dan dapat melayani lalulintas sepanjang tahun selama umur rencana. Sedangkan

    perluasan digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan peningkatan kapasitas yang diakibatkan

    perkembangan lalulintas, perkembangan wilayah, dan untuk menambah tingkat pelayanan/aksesibilitas

    jaringan jalan.

    Di masa mendatang, kebutuhan pendanaan bidang jalan sebagian besar akan dipenuhi oleh

    masyarakat pengguna jalan dengan membayar layanan infrastruktur yang disediakan (fee-forservice).

    dengan demikian dana pemerintah yang terbatas dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan

    masyarakat yang belum terlayani infrastruktur atau untuk meningkatkan kualitas pelayanan

    infrastruktur.

    6. Strategi Pengarus-utamaan Sasaran Strategis

    Untuk mengoperasionalkan visi, misi, dan strategi perlu ditetapkan seperangkat sasaran strategis

    dengan indikatornya yang akan secara terus menerus dikomunikasikan oleh pimpinan kepada para

    pejabat dan staf Direktorat Jenderal Bina Marga agar tercapai pada tahun 2014. Sasaran harus bersifat

    strategis dan ditentukan dengan memperhatikan beberapa perspektif agar terjadi keseimbangan dalam

    menjalankan misi. Fokus pada sasaran fisik semata akan menimbulkan ketidakseimbangan pada

    komponen penting jalannya suatu organisasi, misalnya tata laksana dan sumber daya manusia yang

    pada akhirnya akan berujung pula pada menurunnya kualitas pekerjaan fisik. Setidaknya ada empat

    perspektif yaitu perspektif stakeholder, perspektif pengguna jalan (customer), perspektif perbaikan

    proses internal, dan perspektif perbaikan organisasi dan SDM (learning and growth).

    7. Strategi Preservasi secara Proaktif

    Tingkat kerusakan jalan akibat pembebanan muatan lebih dan sistem preservasi jalan yang belum

    memadai, diindikasikan sebagai penyebab utama rusaknya jaringan jalan sebelum umur teknis dan

  • 26

    ekonomis jalan tersebut tercapai yang membawa implikasi meningkatnya secara signifikan biaya operasi

    kendaraan dan pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu,

    disamping upaya yang sedang dilakukan untuk lebih menekankan preservasi jalan yang dilakukan secara

    proaktif dan preventif dengan tidak menunggu terjadinya lubang, pemerintah pusat bersama dengan

    pemerintah daerah terus melakukan pula upaya terpadu mengurangi dan bahkan menghilangkan

    pembebanan muatan lebih kendaraan berat, yang menurunkan umur jalan secara eskalatif tersebut,

    dengan rekomendasi agar jenis truk bergandar tunggal, yang sesuai survei lapangan menunjukkan

    tekanan ganda jauh melampaui daya dukung jalan dapat dimodifikasi menjadi bergandar ganda atau

    bahkan triple.

    8. Strategi Pembangunan dan Peningkatan Kapasitas Secara Selektif

    Terkait jangkauan pelayanan jaringan jalan yang belum tersambung secara menyeluruh dan

    adanya kemacetan lalu lintas yang signifikan pada jalan nasional di sekitar perkotaan, diperlukan

    perluasan jalan, baik melalui pelebaran jalan, pembangunan jalan layang atau perlintasan tidak

    sebidang maupun pembangunan baru prasarana jalan. Langkah ini dilakukan terutama untuk

    mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan sebagai bagian pencapaian sasaran RPJMN 2010 s.d.

    2014 untuk meningkatkan kecepatan rencana rata-rata pada jalan nasional menjadi 60 km/jam.

    Namun demikian, perlu disadari bahwa kecepatan rata-rata kendaraan tidak hanya dipengaruhi karena

    terbatasnya kapasitas yang diakibatkan rendahnya spesifikasi prasarana jalan, melainkan juga karena

    terbatasnya kapasitas yang terkait manajemen lalu lintas. Oleh karena itu, bidang Bina Marga,

    peningkatan kapasitas lebih diukur dengan panjangnya lajur kilometer yang dihasilkan.

    Terkait dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, sebagai ilustrasi

    keterbatasan kapasitas jaringan jalan di jalur-jalur ekonomi utama seperti jalan Pantai Utara Jawa dan

    Lintas Timur Sumatera akan secara signifikan mengganggu jalannya roda perekonomian nasional.

    Demikian pula lintas utama di masing-masing pulau yang belum terhubungkan antara lain Kalimantan

    dan Sulawesi, apabila terus berlanjut dan tidak segera diatasi melalui pembangunan jalan baru atau

    peningkatan kapasitas, akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

    Sementara itu, untuk peningkatan daya saing sektor riil antara lain dilakukan melalui peningkatan

    jalan dan jembatan nasional lintas terutama untuk Lintas Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa, Selatan

    Kalimantan, dan Barat Sulawesi. Dengan terlaksananya seluruh kegiatan preservasi dan perluasan

    jaringan jalan tersebut akan meningkatkan domestic connectivity (konektivitas domestik) pada wilayah

    strategis sehingga dapat memberikan dukungan pada peningkatan daya saing.

    9. Strategi Peningkatan Pelayanan kepada Masyarakat

    Peningkatan pelayanan kepada Masyarakat harus dilakukan melalui keterkaitan antara pengguna

    jalan dengan pemerintah. Keterkaitan itu dimungkinkan melalui Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan.

    Didalam lima tahun kedepan, struktur dan organisasi serta SOP harus melaksanakan interaksi yang

    cukup erat antar pemangku kepentingan jalan. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat harus

    dilakukan dengan membuktikan beberapa hal, antara lain dengan membandingkan evaluasi tahun

    terdahulu dengan tahun yang berlaku. Ataupun dengan mengacu pada penilaian yang dilakukan oleh

    organisasi internasional. seperti Studi World Bank ataupun ADB dan lain-lain.

    10. Strategi Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat

    Peran serta masyarakat dalam proses penyelenggaraan jalan dirasakan semakin menguat mulai

    dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan pemanfaatan. Masukan dari masyarakat

  • 27

    yang berupa kritik, saran maupun usulan sudah cukup banyak. Selain itu kendala akibat dari perilaku

    masyarakat yang kurang terpuji juga mempunyai dampak yang besar dalam kelangsungan

    penyelenggaraan jalan, seperti tertib penggunaan jalan, tertib pemanfaatan ruang milik jalan, dan

    terhambatnya proses pembebasan lahan untuk jalan akibat ulah beberapa orang. Diharapkan tertib

    penggunaan dan pemanfaatan jalan serta lancarnya proses penyelenggaraan jalan akan sangat berperan

    dalam meningkatkan efisiensi kehidupan ekonomi masyarakat dan pembangunan nasional.

    11. Strategi Penggunaan Teknologi Tepat Guna

    Pada tingkat manajemen jaringan jalan, telah dirintis pemanfaatan GPS dalam pendataan

    jaringan jalan. Dalam pembangunan jalan terdapat beberapa teknologi yang dapat dipergunakan,

    seperti: modifikasi cakar ayam dan teknologi Sosrobahu untuk jalan layang; teknologi daur ulang, soil

    cement base, rigid pavement dengan penggunaan teknologi precast beton untuk preservasi; serta

    teknologi sarang laba-laba, pile slab, slab fabrikasi, pelebaran dengan Balok Kantilever yang dapat

    digunakan dalam kegiatan peningkatan kapasitas. Dalam pembangunan jembatan, terdapat beberapa

    teknologi yang dapat dipergunakan seperti: konstruksi Pra Tekan, Rangka Baja Pra Tegang, Gelagar

    Beton, Pelengkung Rangka Baja, jembatan gantung dan cable stayed. Pemanfaatan produksi dalam

    negeri dan bahan bangunan lokal perlu ditingkatkan semaksimal mungkin, seperti penggunaan asbuton,

    tailing dan bahan lain untuk konstruksi jalan maupun jembatan. Inovasi bahan bangunan alternatif

    maupun pengembangan teknologi konstruksi dibidang jalan dan jembatan perlu didorong untuk dapat

    menjawab tantangan yang ada. Kegiatan penelitian dan pengembangan jalan dan jembatan diharapkan

    dapat mendukung dalam terciptanya inovasi teknologi tersebut. Tidak kalah pentingnya dengan

    pengembangan prosedur, metode, dan manajemen dalam penyelenggaraan jalan juga sangat

    diperlukan.

    12. Strategi Adaptasi dan Mitigasi Menghadapi Perubahan Iklim

    Adanya perubahan pola iklim di Indonesia berdampak pada penurunan jumlah periode musim

    hujan di samping peningkatan curah hujan maksimum pada saat musim hujan, yang dapat

    meningkatkan resiko kekeringan dan banjir. Berdasarkan kajian dari tim persiapan RAN MAPI (Rencana

    Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim) telah didapatkan bahwa resiko iklim

    yang paling banyak mengenai aktivitas ke-PU-an, khususnya bidang jalan/jembatan adalah curah hujan

    yang ekstrim tinggi, dan Kenaikan Muka Air Laut (KMAL). Manifestasi dari resiko iklim terhadap

    infrastruktur ke-PU-an khususnya jalan dan jembatan, dalam hal ini banjir dan gelombang laut dapat

    mengakibatkan hambatan pada lalu lintas dan kerugian akibat kerusakan infrastruktur.

    Selain itu, dalam mendukung program REDD (Reduce Emission through Deforestation and

    Degrading Land) sebagai bagian dari RAN-MAPI, salah satunya disebutkan bahwa pengembangan

    jaringan jalan harus dibatasi untuk tidak melalui kawasan lindung dan konservasi. Dalam upaya

    meningkatkan kualitas pelayanan jalan untuk memenuhi kebutuhan mobilitas dan aksesiblitas yang

    lebih efisien agar dapat mengurangi jumlah emisi karbondioksida sebagai bagian pencegahan

    pemanasan suhu secara global, diperlukan strategi di bidang pembangunan dan penanganan jalan yang

    bertujuan:

    a) Meningkatkan kelancaran arus lalu lintas pada ruas jalan nasional dengan jumlah lalu lintas

    yang tinggi (di atas 3000 kendaraan/hari)

    b) Meningkatkan keamanan pengguna jalan dan penduduk di sekitar jalan/jembatan pada saat

    terjadi bencana banjir dan gelombang pasang.

  • 28

    c) Mengurangi jumlah kerusakan kawasan hutan sebagai akibat tidak langsung dari

    pembukaan/penebangan hutan untuk jalan.

    d) Mengurangi jumlah emisi karbondioksida pada ruas-ruas jalan sebagai akibat geometri jalan

    yang menyebabkan pemborosan energi.

    e) Meminimalisasi dampak negatif lingkungan yang terjadi akibat kegiatan jalan melalui

    penyusunan studi lingkungan dan implementasinya.

    5. PEMILIHAN STRATEGI DITJEN BINA MARGA

    Berdasarkan daftar faktor internal dan eksternal di atas, dan berdasarkan strategi yang dirumuskan

    oleh Ditjen Bina Marga dalam rencana strategisnya, berikut ini adalah analisis kecocokan strategi tersebut

    dengan faktor-faktor eksternal-internal yang ada.

    Opportunities

    1. Perkembangan global yang

    semakin dinamis akibat

    globalisasi

    2. Persepsi Badan Survey

    Internasional terhadap

    penyelenggaraan jalan di

    Indonesia

    3. Kondisi geografis Indonesia

    dan Sumber Daya Alam yang

    dimiliki

    4. Peningkatan Peran Swasta

    (Mitra Kerja dan Investor)

    serta Masyarakat

    Threats

    1. Pengaruh ekonomi global

    terhadap fluktuasi harga

    2. Keadaan alam dan lingkungan

    yang unik

    3. Perubahan iklim yang tidak

    menentu sebagai dampak

    pemanasan global dunia

    4. Disparitas ekonomi setiap

    daerah yang berujung pada

    tingkat pembangunan di setiap

    daerah yang tidak seimbang

    5. Kepadatan penduduk

    (demografi) yang tidak merata

  • 29

    Strengths

    1. Adanya dukungan aspek

    peraturan perundang-

    undangan yang jelas dan

    berkekuatan hukum

    2. Sumber Daya Manusia dan

    Organisasi yang telah

    tersedia

    3. Dibentuknya Unit

    Pengelola Dana Preservasi

    Jalan

    4. Desentralisasi dan

    Otonomi Daerah

    5. Sistem Pembiayaan dan

    Pola Investasi di Bidang

    Jalan

    6. Aset Jaringan Jalan yang

    telah ada

    Strengths Opportunities

    Strategi preservasi secara

    proaktif. (S6, O2, O3)

    Strategi perbedayaan peran

    serta masyarakat. (S4, O4)

    Strategi pengarus-utamaan

    sasaran strategis. (S1, O1)

    Strategi pembangunan dan

    peningkatan kapasitas secara

    selektif (S1, S4,, O1)

    Strengths Threats

    Strategi mitigasi dan adaptasi

    perubahan iklim. (S2, T2, T3)

    Strategi pembiayaan yang

    berbasis aset dan kebutuhan

    investasi (S3, S5, T1)

    Strategi pendekatan

    pembangunan yang berbasis

    kewilayahan (S4, T4)

    Strategi peningkatan pelayanan

    kepada masyarakat (S2, T4)

    Weaknesses

    1. Sistem jaringan

    transportasi yang belum

    padu

    2. Keselamatan jalan dan

    wawasan lingkungan yang

    belum memadai

    3. Kualitas Sumber Daya

    Manusia masih kurang

    optimal

    4. Keterbatasan pendanaan

    5. Terdapat berbagai kendala

    dalam proses pengadaan

    tanah

    6. Pembebanan Berlebih

    (Overloaded) pada

    beberapa jalan/jaringan

    7. Ketersediaan infrastruktur

    dan teknologi yang minim

    Weaknesses Opportunities

    Strategi reformasi birokrasi

    (W3, O3)

    Strategi pemantapan nilai-

    nilai penyelenggaraan jalan.

    (W2, W5, O3)

    Strategi preservasi secara

    proaktif. (W4, W6, O4)

    Strategi penggunaan

    teknologi tepat guna (W7,

    O1)

    Weaknesses Threats

    Strategi pengelolaan SDM dan

    organisasi (W3, T5)

    Strategi reformasi birokrasi

    (W3, T4, T5)

    Strategi pembiayaan yang

    berbasis aset dan kebutuhan

    investasi (W4, T4, T5)

  • 30

    PENUTUP

    A. KESIMPULAN

    1. Pernyataan visi Ditjen Bina Marga telah disusun dengan jelas dan telah menggambarkan arah/tujuan

    perusahaan. Meski demikian di dalam visi tidak tergambar tugas membangun jembatan yang menurut

    kami seharusnya tetap dimasukkan. Terkait pernyataan misi Ditjen Bina Marga, semuanya telah disusun

    dengan padat dan komprehensif.

    2. Dalam bagan alur pikir Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga belum terdapat input berupa potensi

    ditjen bina marga, baik secara internal ataupun eksternal (strenght-opportunity);

    3. Tujuan dan Sasaran strategis Ditjen Bina Marga memiliki keterkaitan dengan visi dan misi Ditjen Bina

    Marga, tapi masih beberapa kekurangan, yaitu:

    a. Terdapat kata-kata ...pengelolaan sumber daya air... dalam tujuan Ditjen Bina Marga yang mana

    tidak mencerminkan tugas dan fungsi yang dimiliki Ditjen Bina Marga. Pengelolaan sumber daya air

    merupakan tugas dan fungsi Ditjen Sumber Daya Air;

    b. DItjen Bina Marga tidak merumuskan tujuan organisasinya sendiri, melainkan menyalin salah satu

    tujuan dari Kementerian Pekerjaan Umum;

    c. Tujuan Ditjen Bina Marga terlalu luas dan tidak mewakili misi organisasi secara lebih spesifik,

    melainkan justru merangkum ketiga misi yang dimiliki Ditjen Bina Marga;

    d. Sasaran Ditjen Bina Marga hanya terbatas pada peningkatan segi kualitas dan kuantitas jaringan

    infrastruktur, belum mewakili sasaran organisasi secara keseluruhan.

    4. Kebijakan dan strategi Ditjen Bina Marga telah cukup spesifik, jelas, dan memiliki keterkaitan satu sama

    lain ataupun dengan sasaran yang hendak dicapai. Akan tetapi, terdapat beberapa kebijakan yang tidak

    dapat dikaitkan secara langsung dengan sasaran organisasi karena sasaran Ditjen Bina Marga terlalu

    sempit, yaitu hanya terbatas pada peningkatan kualitas dan kuantitas inrastruktur jalan.

    5. Strategi yang dirumuskan oleh Ditjen Bina Marga telah dirumuskan dengan baik dan memiliki

    konektivitas dengan kebijakan yang dikembangkan serta analisis faktor eksternal-internal organisasi.

    Hanya saja strategi tersebut perlu disempurnakan sedemikian rupa dengan menggunakan TOWS analysis

    sehingga benar-benar kelihatan arah dan tujuan pengembangan strategi tersebut.

    6. Kegiatan yang dilaksanakan Ditjen Bina Marga merupakan perwujudan dari Kebijakan dan Strategi yang

    telah dirumuskan.

    B. SARAN

    1. Dalam pernyataan visi Ditjen Bina Marga perlu ditambahkan pernyataan tugas membangun jembatan,

    tidak hanya sebatas membangun jalan saja sebagaimana termaktub dalam tugas pokok dan fungsi

    Ditjen Bina Marga.

    2. Ditjen Bina Marga sebaiknya memperbaiki bagan alur pikir Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga yaitu

    dengan menambahkan potensi ditjen bina marga, baik secara internal ataupun eksternal (strenght-

    opportunity), dalam input penyusunan Renstra;

  • 31

    3. Tujuan dan Sasaran Ditjen Bina Marga sebaiknya dibuat lebih spesifik dan jelas agar dapat mewakili

    keseluruhan tugas dan fungsi Ditjen Bina Marga serta tercipta keselarasan dengan komponen Renstra

    lainnya;

    4. Strategi yang dikembangkan perlu diuraikan dengan lebih komprehensif lagi dengan menggunakan

    pendekatan TOWS analisis sebagaimana apa yang kami kembangkan pada akhir bab pembahasan.

  • 32

    DAFTAR PUSTAKA

    David, Fred R. 2010. Manajemen Strategis Ed.12. Trans. Dono Sunardi. Jakarta: Salemba Empat.

    Direktorat Jenderal Bina Marga. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Ditjen Bina Marga Tahun

    2012. Indonesia.

    Direktorat Jenderal Bina Marga. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina Marga Tahun 2009 s.d. 2014. Indonesia.

    Direktorat Jenderal Pajak. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pajak 2010 s.d. 2014. Indonesia.

    Direktorat Jenderal Cipta Karya. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Tahun 2009 s.d. 2014. Indonesia.

    Kementerian Pekerjaan Umum. Rencana Strategis Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2005 s.d. 2009. Indonesia.

    Kementerian Pekerjaan Umum. Review Strategic Plan Ministry of Public Works 2005 2009. Indonesia.

  • 33

    LAMPIRAN-1

    Berikut adalah capaian outcome terhadap setiap indikator kinerja yang ditetapkan berdasarkan LAKIP tahun 2013.

    Sasaran 1: Meningkatkan Kualitas Jalan Nasional

  • 34

  • 35

  • 36

    Sasaran 2: Meningkatkan Kapasitas Jalan Nasional

    Meningkatnya

    Kapasitas Jalan

    Nasional

  • 37

    KATA PENGANTARPEMBAHASANA. PROSES PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS DITJEN BINA MARGA 2010-2014ANALISIS VISI DAN MISI DITJEN BINA MARGA1. ANALISIS VISI DITJEN BINA MARGA2. ANALISIS MISI DITJEN BINA MARGA

    B. ANALISIS TUJUAN DAN SASARANC. ANALISIS KEBIJAKAN DAN STRATEGID. ANALISIS KEGIATAN DAN OUTPUTE. ANALISIS TOWS1. FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL2. FAKTOR-FAKTOR INTERNAL3. MATRIKS EFE DAN IFE DITJEN BINA MARGA4. PERUMUSAN STRATEGI DITJEN BINA MARGASTRATEGI

    5. PEMILIHAN STRATEGI DITJEN BINA MARGA

    PENUTUPA. KESIMPULANB. SARAN

    DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN-1