analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

34
BAB I KEGUNAAN DAN KEMANFAATAN A. Kegunaan Dalam tugas yang akan saya kumpulkan ini berkenaan dengan masalah kepailitan. Kasus yang saya ambil adalah mengenai Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 60/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt/Pst. Dengan menganalisis kasus ini, penulis dapat mengetahui duduk perkara para pihak yang bersengketa dalam hal ini termohon dan pemohon pailit. Dari hasil membaca putusan ini pula, penulis mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam yang sebelumnya hanya diperoleh teori yang didapatkan di bangku perkuliahan, namun dengan adanya tugas analisis kasus kepailitan ini penulis dapat mencerna atas pasal- pasal yang dijadikan dasar putusan dalam kasus kepailitan ini. B. Kemanfaatan Manfaat dari adanya tugas analisis hukum kepailitan ini yaitu menambah daya nalar berpikir dan belajar memahami kasus dan cara penyelesaiannya. Manfaat lainnya yaitu menambah ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam bidang kepailitan. 1

Upload: imam-bukhori

Post on 13-Apr-2017

839 views

Category:

Law


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

BAB I

KEGUNAAN DAN KEMANFAATAN

A. Kegunaan

Dalam tugas yang akan saya kumpulkan ini berkenaan dengan masalah

kepailitan. Kasus yang saya ambil adalah mengenai Putusan Pengadilan Niaga

Jakarta Pusat Nomor 60/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt/Pst. Dengan menganalisis kasus

ini, penulis dapat mengetahui duduk perkara para pihak yang bersengketa dalam

hal ini termohon dan pemohon pailit.

Dari hasil membaca putusan ini pula, penulis mendapatkan pengetahuan

yang lebih mendalam yang sebelumnya hanya diperoleh teori yang didapatkan di

bangku perkuliahan, namun dengan adanya tugas analisis kasus kepailitan ini

penulis dapat mencerna atas pasal-pasal yang dijadikan dasar putusan dalam kasus

kepailitan ini.

B. Kemanfaatan

Manfaat dari adanya tugas analisis hukum kepailitan ini yaitu menambah

daya nalar berpikir dan belajar memahami kasus dan cara penyelesaiannya.

Manfaat lainnya yaitu menambah ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam

bidang kepailitan.

1

Page 2: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

BAB II

LATAR BELAKANG MASALAH,

LANDASAN TEORI, DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Masalah

Kasus ini berawal dari adanya akad jual beli apartemen antara Budi

Christiyati (Pemohon Pailit) dengan PT. Bendi Oetoma Raya Delapan (Termohon

Pailit) selaku developer/pengembang yang sedang membangun apartemen “Intan

Apartemen”. Dalam perkembangan selanjutnya, pihak pengembang tidak dapat

meralisasikan apa yang telah disepakati padahal pihak pemohon pailit telah

melunasi pembayaran 1 unit rumah susun/apartemen kepada pihak developer

(Termohon Pailit).

Dengan alasan tersebut pembeli dalam hal ini Budi Christiyati mengajukan

surat permohonan pembatalan pembelian yang diajukan kepada Termohon Pailit

yang pada intinya membatalkan pembelian atas unit rumah susun/apartemen dan

meminta agar Termohon Pailit melaksanakan kewajibannya dengan menempati

janji untuk mengembalikan uang pembayaran sepenuhnya tanpa potongan biaya

apapun, serta memberikan ganti rugi yang dialami oleh Pemohon Pailit.

B. Landasan Teori

1. Pengertian Kepailitan

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang

mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh

Pengadilan. Dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga, dikarenakan debitor tersebut

tidak dapat membayar utangnya. Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 pengertian tentang kepailitan adalah sita umum atas semua

kekayaan debitor pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh

kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-

undang ini.1

1 Imran Nating, “Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit,” (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2004), hal.2.

2

Page 3: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (10) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menyatakan

sebagai berikut: “Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak

membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,

dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri

maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya”.

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang

menyatakan pemohon pailit harus membuktikan bahwa :2

a. Termohon pailit adalah Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor, dan

b. Termohon pailit tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh

waktu dan dapat ditagih.

Pengertian Debitor dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

adalah Orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang

pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.

2. Pihak Yang Terlibat Dalam Suatu Proses Kepailitan

Adapun pihak yang terlibat dalam proses terhadap suatu Kepailitan adalah sebagai berikut :

1) Pihak Pemohon Pailit

Menurut Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 (pasal 1 ) maka yang dapat menjadi pemohon dalam suatu perkara pailit

adalah salah satu dari pihak berikut ini :

a) Pihak debitur itu sendiri,b) Dua atau lebih dari pihak kreditur,c) Pihak kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum,d) Pihak Bank Indonesia jika debiturnya adalah suatu bank,e) Pihak Badan Pengawas Pasar Modal jika debiturnya adalah suatu

perusahaan efek. Yang dimaksud dengan perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatannya sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan/atau manajer investasi, sebagaimana yang dimaksudkan dalam perundang-undangan di bidang pasar modal.

2) Pihak Debitur Pailit

2 Ibid, hal. 3

3

Page 4: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

Pihak Debitur Pailit adalah pihak yang memohon/dimohonkan pailit ke

pengadilan yang berwenang. Yang dapat menjadi debitur pailit adalah debitur

yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu

hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

3) Hakim Niaga

Perkara Kepailitan diperiksa oleh hakim majelis (tidak boleh hakim

tunggal) baik untuk tingkat pertama maupun untuk tingkat kasasi.

4) Hakim Pengawas dalam Kepailitan

Pengangkatan hakim pengawas dalam kepailitan, dapat terlihat pada

pasal 13 Undang-undang Kepailitan bahwa dalam keputusan pailit harus

diangkat hakim pengawas dari antara para hakim Pengadilan Niaga dengan

tugas utama mengawasi pengurusan dan pemberesan budel pailit yang

dilaksanakan oleh kurator. Dalam sajian ini penunjukkan pada “kurator” juga

merujuk pada lebih dari seorang kurator atau pada kurator yang berstatus

perserikatan perdata.

3. Kurator dalam Pailit

Dalam pasal 67 (1) UUK sebelum diubah ditentukan bahwa kurator budel

pailit adalah “Balai Harta Peninggalan” (BHP), yang merupakan badan di bawah

kewenangan Departemen Hukum dan Perundang-undangan. Dalam perubahan

pada Undang-undang Kepailitan, BHP tidak ditiadakan. BHP merupakan suatu

badan yang mengurus, menguasai dan membereskan budel pailit di bawah

pengawasan hakim pengawas, baik setelah diucapkan pernyataan pailit maupun

setelah dimulainya masa insolvensi.

Dalam Perpu seluruh Pasal 6 UUK diubah dan ditambah dengan pasal-pasal

67A, 67B, 67C, dan 67D. pasal tambahan ini semua mengatur tentang kurator.

Menurut Perpu kurator adalah BHP atau kurator lainnya. Yang dimaksud dengan

kurator lainnya dalam Pasal 67A (2) UUK yang ditambahkan dengan Perpu

menentukan bahwa yang dapat menjadi kurator itu adalah perorangan atau

persekutuan perdata yang memenuhi persyaratan:

4

Page 5: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

(1) berdomisili di Indonesia;

(2) memiliki pengetahuan khusus yang dibutuhkan untuk mengurus dan

membereskan harta pailit;

(3) telah terdaftar pada Departemen Kehakiman.

Selanjutnya pasal 13 (3) UUK yang telah diubah dengan Perpu

menambahkan persyaratan bahwa seorang kurator lain (bukan BHP) harus

independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitur atau

kreditur.

4. Perjanjian

Dalam hukum perjanjian, setidaknya terdapat dua pihak yang terikat

oleh hubungan hukum itu, yaitu kreditur (creditor) dan pihak debitur (debitor).

Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

seorang yang lain, atau dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.

Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-

perjanjian itu dibagi menjadi tiga macam, yaitu :perjanjian untuk memberikan/

menyerahkan suatu barang, perjanjian untuk berbuat sesuatu, perjanjian untuk

tidak berbuat sesuatu.

Fungsi dari kontrak/perjanjian itu dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis kontrak adalah dapat

memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Sedangkan fungsi ekonomis

kontrak adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan

yang telah rendah menjadi yang lebih tinggi.

Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua

orang/lebih, berdasarkan mana pihak yang satu menuntut sesuatu hal dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Dimana perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

seorang lain saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, timbullah suatu

hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah perjanjian itu menerbitkan

perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya sumber-sumber lain.

5

Page 6: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

Yang tercangkup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang dari

perjanjian dan ada yang lahir dari undang-undang.

5. Utang

Utang adalah uang yang dipinjam dari orang lain atau kewajiban

membayar kembali apa yang sudah diterima. Inti penjelasan dari Pasal 2 (1) UUK

PKPU mengharuskan kreditur yang hendak mengajukan permohonan pailit

terhadap debiturnya harus menyeledikinya apakah debitur memiliki kreditur lain

selain dirinya. Keadaan ini tidaklah mudah bagi kreditur untuk menginvestigasi

apakah debitur memiliki kreditur lain. 3

Dalam Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan PKPU selanjutnya disebut UUK PKPU, menyangkut para subjek

adalah debitur, kreditur, kurator, hakim, pengadilan. Pengertian-pengertian

sebagai berikut.

Kepailitan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan PKPU selanjutnya disebut UUK PKPU adalah sita umum

atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusannya dilakukan oleh kurator di

bawah pengawasan hakim sebagaimana diatur dalam UUK PKPU.

Apabila seorang debitur hanya mempunyai satu kreditur dan debitur

Tidak membayar utang dengan sukarela, maka kreditur akan menggugat

Debitur secara perdata ke Pengadilan negeri dan seluruh harta debitur

Dimohonkan sita agar menjadi sumber pelunasan utangnya kepada kreditur

Tersebut. Sebaliknya agar dalam hal debitur mempunyai banyak kreditur dan

Harta kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi semua kreditur, maka

Kreditur akan berlomba dengan segala cara untuk mendapatkan pelunasan

Tagihannya dahulu. Kreditur yang datang belakangan mungkin sudah tidak

Dapat lagi pembayaran, karena harta debitur sudah habis. Hal ini sangat tidak

Adil dan merugikan, oleh karena itu hal inilah yang menjadi maksud dan

Tujuan dari UUK 4

3 Ridwan Khairandy, et.al., “Perlindungan Yang Seimbang Dalam Undang-undang Kepailitan”, Jurnal Hukum Bisnis 17 (January 2002), hal.33.

6

Page 7: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

6. Tujuan Kepailitan

Tujuan-tujuan dari hukum kepailitan adalah: 5

1. Melindungi para krediturnya untuk memperoleh hak mereka sehubungan

engan berlakunya asas jaminan, bahwa “semua harta kekayaan debitur

baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak baik yang telah ada

maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan bagi

perikatan debitur”, yang diatur oleh Pasal 1131 KUH Perdata. Hukum

kepailitan menghindarkan terjadinya saling rebut di antara para kreditur

terhadap harta debitur berkenaan dengan asas jaminan tersebut;

2. Menjamin agar pembagian harta debitur dibagi sesuai dengan asas pari

Passu (membagi secara proporsional harta kekayaan debitur kepada para

Krediturnya);

3. Mencegah agar debitur tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat

Merugikan kepentingan para kreditur. Dengan dinyatakan seorang debitur

Pailit, maka debitur tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurs dan

memindahtangankan harta kekayaannya;

4. Memberikan perlindungan kepada debitur yang beritikad baik dari para

Krediturnya, dengan cara memperoleh pembebasan utang;

5. Memberikan kesempatan kepada debitur dan para kreditur untuk bisa

Berunding dan membuat kesepakatan restrukturisasi utang.

7. Syarat Kepailitan

Dalam UUK PKPU mengatur, persyaratan bagi debitur untuk dapat di

Pailitkan diatur didalam Pasal 2 Angka (1), yang pada pokoknya :

a. Debitur harus mempunyai minimal dua (2) atau lebih kreditur,

Ditentukan dua atau lebih kreditur dikarenakan tujuan atau maksud

kepailitan adalah untuk mempergunakan harta debitur untuk membayar

4 Rudy Lontoh (ED), “Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang” (Bandung:Alumni,2001), hal.75-76.

5Sutan Remy Sjahdeini, “Hukum Kepailitan : Memahamin Faillissementsverordening Jo Undang-undang No.4 Tahun 1998, cet 1, hal.30-40.

7

Page 8: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

seluruh utang-utangnya secara adil dibawah pengawasan yang berwajib,

yaitu Hakim Pengawas. Syarat mengenai adanya minimal dua atau lebih

kreditur dikenal sebagai concorsus creditorum. Keharusan adanya dua

kreditur yang diisyaratkan dalam UUK merupakan pelaksanaan dari

ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata 6. Alasan mengapa seorang debitur

tidak dapat dinyatakan pailit jika ia hanya mempunyai seorang kreditur

adalah bahwa tidak ada keperluan untuk membagi asset debitur diantara

para kreditur. Harta kekayaan dibagi secara (i)Pari Passu, yaitu harta

kekayan debitur dibagi secara bersama-sama diantara para krediturnya; (ii)

Prorata,yaitu sesuai dengan besarnya imbangan piutang masing-masing

kreditur terhadap debitur secara keseluruhan.

b. Debitur tidak dapat membayar sedikitnya satu utang yang telah

Waktu dan dapat ditagih, maksud dari tidak membayar disini tidak atau

belum membayar lunas seluruh utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih, pokok maupun bunganya, sedangkan jatuh waktu meliputi juga

jatuh waktu yang dipercepat sebagaimana telah diperjanjikan. Disini

keadaan debitur harus benda dalam keadaan insolvensi. Keadaan

insolvensi apabila debitur ini tidak mampu secara fianansial untuk

membayar utang-utangnya kepada sebagian besar krediturnya.

8. Subjek Pailit

Pada dasarnya pihak yang dapat dinyatakan pailit adalah “debitur”.

Yang dimaksud adalah debitur biasa. Debitur dapat dinyatakan pailit jika “debitur

berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya” (die in de toestand v

erkeer dat hij heft ophehouden te betalen”). Subjek pailit menurut Pasal 1 Angka

(3) UUK PKPU yaitu:

1. Debitur sendiri, baik debitur perorangan maupun badan hukum; Kejaksaan

untuk kepentingan umum;

2. Seorang atau lebih kreditur; baik kreditur perorangan maupun Badan

hukum; 6 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, “Pedoman Menangani Perkara Kepailitan”, (Jakarta:

Raja Grafindo Press,2003), hal.107.

8

Page 9: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

3. Bank Indonesia, apabila debiturnya adalah bank;

4. Kejaksaan untuk kepentingan umum;

5. BAPPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal)dalam hal debitur dalah

perusahaan efek;

6. Menteri Keuangan, dalam hal debitur adalah perusahan asuransi,

perusahaan reasuransi, dana pension, Badan Usaha Milik Negara yang

bergerak di bidang kepentingan publik.

9. Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Pada dasarnya, sebelum pernyataan pailit, hak-hak debitur untuk

melakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan harta kekayaannya harus

dihormati. Tentunya dengan memperhatikan hak-hak kontraktual serta kewajiban

debitur menurut peraturan perundang-undangan.

Semenjak pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam sidang yang

terbuka untuk umum terhadap debitur, maka hak dan kewajiban debitur pailit akan

beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya .

Dalam hal ini, debitur pailit masih berhak melakukan tindakan-tindakan

atas harta kekayaannya, sepanjang tindakan itu membawa atau/ memberikan

keuntungan atau manfaat bagi boedelnya. Sebaliknya, tindakan yang tidak

memberikan manfaat bagi boedel, tidak mengikat boedel tersebut.

10. Akibat Pailit Bagi Debitur

Debitur pernyataan pailit, debitur palit demi hokum kehilangan hak untuk

menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan,

terhitung sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan

perhitungan hari pernyataannya itu sendiri. Atau dengan kata lain dengan

dijatuhkannya putusan pailit, mempunyai pengaruh bagi debitur dan harta

bendanya. Bagi debitur, sejak diucapkannya putusan kepailitan, ia kehilangan hak

untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta benda (Persona standi in

judicio) Pasal 21 UUK PKPU.

9

Page 10: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

Kendati telah ditegaskan bahwa dengan dijatuhkannya putusan kepailitan

harta kekayaan debitur pailit akan diurus dan dikuasai oleh kurator namun tidak

semua kekayaan debitur pailit diserahkan kepada kurator.

Secara rinci yang dikecualikan dari harta kepailitan disebutkan dalam

Pasal 22 UUK PKPU, yaitu:

a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh seorang

sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis, yang

dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapan yang

dipergunakan oleh debitur dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu.

b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri penggajian

dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pension, uang tunggu, atau uang

tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas; atau;

c. Uang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberi

nafkah menurut undang-undang.

Demikian pula hak-hak pribadi debitur yang tidak dapat menghasilkan

kekayaan, atau barang-barang milik pihak ketiga yang kebetulan berada di tangan

debitur pailit, tidak dapat dikenakan eksekusi, misalnya hak pakai dan hak

mendiami rumah.

11. Akibat Hukum Bagi Kreditur

Pada dasarnya, kedudukan para kreditur adalah sama (Paritas

Creditorum). Oleh karena itu mereka mempunyai hak yang sama atas hasil

eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing

(Pari Passu Prorata Parte). Namun demikian, asas tersebut mengenai

pengecualian yaitu golongan kreditur yang memegang hak agunan atas kebendaan

dan golongan kreditur yang haknya didahulukan berdasarkan undang-undang dan

peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan berarti asas paritas creditorum

berlaku bagi kreditur konkuren saja.

Kreditur dapat dikelompokan sebagai berikut: 7

a. Kreditur Separatis7 Imran Nating, “Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan

Pemberesan Harta Pailit,” (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2004), hal.48-52.

10

Page 11: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

Kreditur Separatis adalah kreditur pemegang hak jaminan kebendaan,

yang dapat bertindak sendiri. Golongan kreditur ini tidak terkena dari

akibat putusan pernyataan pailit debitur, artinya hak-hak eksekusi

mereka tetap dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitur.

kreditur golongan ini dapat menjual sendiri barang-barang yang

menjadi jaminan, seolah-olah tidak ada kepailitan. Dari hasil

tersebutmereka mengambil sebesar piutangnya, sedang kalau ada

sisanya disetorkan ke kas kurator sebagai boedel pailit. Sebaliknya

bila ada hasil penjualan ternyata tidak mencukupi, kreditur tersebut

untuk tagihan yang belum terbayar dapat memasukkan kekurangannya

sebagai kreditur bersaing (concurrent).

b. Kreditur Preferens/Istimewa

Kreditur Istimewa adalah kreditur yang karena sifat piutangnya

mempunyai kedudukan yang istimewa dan mendapat hak untuk

memperoleh pelunasan lebih dahulu dari penjualan harta pailit.

Kreditur istimewa berada dibawah pemegang hak tanggungan dan

gadai. Pasal 1133 KUH Perdata mengatakan bahwa hak untuk

didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa

dari gadai dan hipotik dijelaskan lebih lanjut maksud dari hak istimewa

dalam Pasal 1134 KUH Perdata adalah suatu hak yang oleh undang-

undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkat mata

berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotek adalah lebih tinggi

daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-

undang telah ditentukan sebaliknya.

c. Kreditur Konkuren

Kreditur yang dikenal juga dengan istilah kreditur bersaing. Kreditur

konkuren memiliki kedudukan yang sama dan berhak memperoleh

hasil penjualan hasil harta kekayaan debitur, baik yang telah ada

maupun yang akan ada dikemudian hari, setelah sebelumnya dikurangi

dengan kewajiban membayar piutang kepada para kreditur

pemegang hak jaminan dan para kreditur dengan hak istimewa secara

11

Page 12: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

proposional menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing

kreditur Konkuren tersebut (secara Passu Prorata Parte) sesuai

dengan Pasal 1132 KUH Perdata.8

Pada Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang

Kepailitan dan PKPU ada 2 macam perdamaian yang dapat diajukan

oleh debitur (yang selanjutnya disebut UUK PKPU)yaitu sebagai

berikut :PKPU dan Perdamaian.

12. Kajian Teori tentang Utang berdasarkan Undang-undang dan

Keputusan MA Contoh Kasus Apartemen Intan

Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, terdapat perubahan pengertian tentang utang. Utang diartikan sebagai kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul karena perjanjian atau undang-undang, dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.

Berdasarkan pengertian utang di atas, permohonan

pernyataan pailit dikabulkan apabila “debitor mempunyai

dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik

atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan satu

8 Ibid., hal.48-52.

12

Page 13: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

atau lebih kreditornya”.

Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan syarat untuk dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan, yaitu : 1 terdapat minimal 2 (dua) orang kreditor 2 debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang, dan 3. Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih.26

Syarat yang ada pada poin ketiga di atas, menunjukkan bahwa adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan bahwa kreditor sudah mempunyai hak untuk menuntut debitor untuk memenuhi prestasinya. Hal ini menunjukkan adanya utang yang harus lahir dari perikatan sempurna yaitu adanya schuld dan haftung. Schuld yang dimaksud disini adalah kewajiban setiap debitor untuk menyerahkan prestasi kepada kreditor, dan karena itu debitor mempunyai kewajiban untuk membayar utang. Sedangkan haftung adalah bentuk kewajiban debitor yang lain yaitu debitor berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditor sebanyak utang debitor guna pelunasan utang tadi, apabila debitor tidak memenuhi kewajibannya membayar utang tersebut.

Ketentuan adanya syarat utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, menurut Sutan Remy Sjahdeini, kedua istilah tersebut memiliki pengertian dan kejadian yang berbeda. Suatu utang dikatakan sebagai utang yang telah jatuh waktu atau utang yang expired, yaitu utang yang dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat

13

Page 14: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

ditagih. Sedangkan utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh waktu.

Di sisi lain, suatu utang dikatakan jatuh tempo dan dapat ditagih yaitu apabila utang itu sudah waktunya untuk dibayar. Penggunaan istilah jatuh tempo merupakan terjemahan dari istilah “date of maturity”.31 Date of maturity atau tanggal jatuh tempo adalah tanggal yang ditetapkan sebagai batas waktu maksimal terhadap utang atau kewajiban. Tidak dipergunakannya istilah jatuh waktu disini karena istilah ini tidak ditemukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pengertian jatuh tempo itu sendiri ditemukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jatuh tempo mempunyai pengertian batas waktu pembayaran atau penerimaan sesuatu dengan yang ditetapkan; sudah lewat waktunya; kadaluarsa. Pengertian tempo mempunyai arti waktu, batas waktu, janji (waktu yang dijanjikan).

Pengaturan suatu utang jatuh tempo dan dapat

ditagih, dan juga wanprestasi dari salah satu pihak dapat

mempercepat jatuh tempo utang, yang diatur di dalam

perjanjian. Ketika terjadi default, jatuh tempo utang telah

diatur, maka pembayaran utang dapat dipercepat dan menjadi jatuh tempo dan dapat ditagih seketika itu juga sesuai dengan syarat dan ketentuan perjanjian.

Jika di dalam perjanjian tidak mengatur tentang jatuh tempo, maka debitor dianggap lalai apabila dengan surat teguran debitor telah dinyatakan lalai dan dalam surat itu debitor diberi waktu tertentu untuk melunasi utangnya.

14

Page 15: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

Berkaitan dengan pengertian di atas, maka berdasarkan Pasal 1

angka 6 dihubungkan dengan penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang

No. 37 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa “utang adalah kewajiban

yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam

mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung

maupun yang akan timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang

wajib dipenuhi oleh Debitur dan bila tidak dipenuhi hak kepada kreditor

untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. Dari

pengertian di atas, uang tersebut telah jelas kalau kewajiban yang

dinyataan atau dapat dinyatakan dalam jumlah utang.

Mengenai pengertian “utang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih” menurut Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU adalah kewajiban

untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah

diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana

diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang

berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majerlis

arbitrase”.

Apabila dibandingkan dengan yurisprudensi Mahkamah Agung RI

dalam Putusan Perkara No.019.PK/N/1999 memberikan penafsiran yang

dimaksud dengan utang adalah segala bentuk kewajiban untuk membayar

sejumlah uang tertentu, baik yang timbul karena perikatan maupun karena

undang-undang” dengan demikian dapat dipahami bahwa segala bentuk

kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dalah merupakan uang.

Melihat pengerian di atas, berkaitan dengan kasus pailit terhadap

PT. Bendi Oetama Raya Delapan selaku perusahaan pengembang “Intan

Apartemen” yang telah melakukan perjanjian pengikatan jual beli antara

Pemohon dan Termohon, maka telah terbukti bahwa Termohon

mempunyai kewajiban yang dapat dinyatakan dalam jumlah uang

sebagaimana dalam rumusan Pasal 1 ayat (6), UU No. 37 Tahun 2004,

sehingga dengan demikian Termohon telah terbukti mempunyai utang

15

Page 16: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

kepada para Pemohon, pertimbananmana sekaligus mempertimbangkan

ekspresi yang menyatakan kalau Termohon tidak mempunyai utang

kepada Pemohon.

13. Kajian Teori Dalam Putusan Nomor 60/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt/Pst

Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Pemohon Pailit dan

Termohon Pailit melaukuan kesepapakan jual beli satuan rumah susun

“Intan Apartemen” No. 0109PPJB/IA-BOR/08, tertanggal 12 Mei 2008,

yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak dimana Pemohon Pailit

telah membayar secara lunas atas satu rumah susun/Apartemen kepada

Termohon Pailit, dan Termohon Pailit menerima pembayaran lunas dari

Pemohon Pailit dengan jumlah sebesar Rp. 241.500.000 (dua ratus empat

puluh satu juta lima ratus ribu rupiah).

Berdasarkan PPJB tersebut pihak Termohon Pailit berkewajiban

untuk menyerahkan secara fisik atas unit satuan rumah susun kepada

Pemohon Pailit, namun dalam waktu yang telah diperjanjikan Termohon

Palit tidak dapat memenuhi prestasinya. Dengan tidak diserahkannya

satuan rumah susun yang dimaksud, pemohon Pailit mengajukan

pembatalan pembelian dan meminta agar Termohon Pailit melaksanakan

kewajiban dengan menempati janjinya untuk mengembalikan uang

pembayaran sepenuhnya tanpa potongan biaya apapun sertrta memberikan

ganti rugi kerugian yang dialami oleh Pemohon Pailit.

Sampai diajukannya permohonan a quo, Termohon Pailit

belum/tidak juga melaksanakan kewajibannya baik dengan cara

menyerahkan secara fisik atas unit satuan rumah susun meskipun telah

melalui teguran baik lisan maupun tulisan kepada Termohon Pailit dan

mengakui akan memenuhi komitmennya untuk membayar utang-utangnya.

Termohon Pailit menyatakan bahwa utang yang dijadikan dasar

untuk memohon kepailitan adalah “utang” yang timbul karena adanya jual

beli unit apartemen berdasarkan PPJB sehingga “utang” yang demikian itu

bukan merupakan utang yang dimaksudkan dalam Pasal 1 ayat (6) UU

16

Page 17: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

Kepailitan, namun Termohon Pailit menyatakan bahwa itu merupakan

utang karena kewajiban tersebut dinyatakan timbul karena perjanjian dan

wajib dipenuhi oleh Termohon Pailit dan bila tidak dipenuhi member hak

kepada Pemohon Pailit untuk mendapatkan pemenuhannya dari harta

kekayaan Termohon Pailit.

Pasal 1 angka (6) UU No. 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa utang

adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah

uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik

secara langsung maupun yang akan timbul karena perjanjian atau undang-

undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitur dan bila tidak dipenuhi hak

kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan

debitor.

Dari pengertian tersebut di atas nyata bahwa Termohon Pailit

mempunyai utang kepada Pemohon Pailit di mana utang tersebut telah

jatuh tempo dan dapat ditagih.

C. Pembahasan

Dalam kasus Putusan Nomotr 60 / Pailit / 2010 / PN. Niaga JKT.PST telah

terjadi suatu akad perjanjian jual beli antara Pemohon Pailit dan Termohon Pailit.

Kedua belah pihak telah mengikatkan diri dalam bentuk Pengikatan Jual Beli

Satuan Rumah Susun Intan Apartemen No. 0109/PPJB/IA-BOARD/08, tertanggal

12 Mei 2008 yang telah ditandatangani bersama dan telah didaftarkan pada Tri

Firdaus Akbarsyah selaku Notaris di Jakarta, tercatat pada tanggal 21 Juni 2008.

Penyerahan rumah akan dilaksanakan pada bulan Juli 2009, namun setelah

melewati masa yang ditentukan pihak Termohon Pailit tidak dapat memenuhi

kewajibannya. Termohon Pailit kemudian menebitkan surat pemberitahuan yang

menyatakan bahwa Termohon Pailit menyadari atas keterlambatan pembangunan

yang terjadi sehingga menyebabkan keterlambatan serah terima unit, serta

menawarkan opsi untuk dapat melakukan pembatalan pembelian dan menjamin

17

Page 18: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

pengembalian sepenuhnya (tanpa potongan sepeserpun) dengan menetapkan

syarat agar permohonan pailit mengajukan surat permohonan pembatalan.

Dengan alasan tersebut pembeli dalam hal ini Budi Christiyati mengajukan

surat permohonan pembatalan pembelian yang diajukan kepada Termohon Pailit

yang pada intinya membatalkan pembelian atas unit rumah susun/apartemen dan

meminta agar Termohon Pailit melaksanakan kewajibannya dengan menempati

janji untuk mengembalikan uang pembayaran sepenuhnya tanpa potongan biaya

apapun, serta memberikan ganti rugi yang dialami oleh Pemohon Pailit.

Pada kenyataannya, Termohon Pailit tidak mempunyai itikad baik untuk

melakukan pembayaran atas utangnya tersebut dan terkesan hanya berusaha

mengulur-ulur waktu dan tidak ada keseriusan dalam menyelesaikan masalah ini

serta hanya memberikan janji-janji secara sepihak yang faktanya tidak pernah

terelisasi.

Berdasarkan uraian putusan (Putusan Terlampir), dapat dianalisis bahwa

Pemohon Pailit mengangap bahwa uang yang telah diserahkan untuk membayar

sebuah apartemen/rumah susun kepada pihak Termohon Pailit yang tidak bisa

merealisasikan kewajibannya pada waktu yang telah ditentukan dianggap sebagai

hutang.

Termohon Pailit juga telah memenuhi syarat untuk dipailitkan melalui

Pengadilan karena terdapat minimal 2 orang kreditor yaitu Ari Galih Gumilang

dengan jumlah tagihan sebesar Rp. 379.500.000 (tiga ratus tujuh Sembilan juta

lima ratus ribu rupiah) dan Dina Indriati dengan jumlah tagihan Rp. 430.000.000

(empat ratus tigapuluh juta rupiah). Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal

2 angka (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang pada

pokoknya menyatakan debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak

membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,

dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri

maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Pemohon Pailit juga telah memenuhi syarat sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 7 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dimana

diatur bahwa Permohonan Kepailitan harus diajukan oleh seorang Advokat,

18

Page 19: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

sehingga permohonan kepailitan tersebut telah diajukan yang berhak yaitu telah

menunjuk kuasa hukumnya R.M. Otty Hendrawan, SH, Hamid Syamsudin, SH,

dan wahab Abdullah yang terbung dalam Law Office R.M. OTTY

HENDRAWAN & ASSOCIATES”.

Selain itu berdasarkan butki-bukti yang ada, telah menguatkan Pemohon

Pailit bahwa Termohon Pailit sudah tidak bisa lagi menunaikan kewajibannya

sebagai seorang developer yang seharusnya melaksanaan kewajiban yang telah

disepakati, namun disini pihak Termohon Pailit tidak bisa. Sehingga dengan tidak

diserahkannya Satuan Rumah Susun Intan Apartemen tersebut kepada Pemohon

Pailit maka Termohon Pailit telah terbukti mempunyai utang kepada Pemohon

Pailit atas pembelian Satuan Rumah Susun tersebut.

Meskipun Termohon Pailit telah mengajukan surat Permohonan atas

keterlabambatan penyerahan unit bangunan rumah susun/apartemen yang dibelo

oleh Pemohon Pailit dan kreditor lain, maka berdasarkan Pasal 1925 KUHPerdata

yang menyatakan:

“Pengakuan yang dilakukan dimuka hakim memberikan suatu bukti yang sempurna terhadap siapa yang telah melakuukannya baik sendiri-sendiri maupun dengan perantaraan seorang yang khusus dikuasakan untuk itu”.

Dengan diakuinya Termohon Pailit (Debitor) mengenai keterlambatan

penyerahan unit satuan rumah susun yang dibeli oleh Pemohon Pailit dan kreditor

lain yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, maka telah terbukti secara

sederhana mengenai adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih,

dengan demikian maka apa yang telah disyaratkan dalam Pasal 8 ayat (4) UU No.

37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang menyatakan permohonan

pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang

terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telahdipenuhi telah terpenuhi.

Oleh karena itu cukup beralasan apabila Pengadilan Niaga memutus untuk

mengabulkan permohonan pailit terhadap PT. Bendi Oetama Raya Delapan

(Termohon Pailit) karena tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana yang

telah perjanjikan bersama.

19

Page 20: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

20

Page 21: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PT. Bendi Oetama Raya

Delapan (Termohon Pailit) tidak dapat memenuhi kewajiban untuk meyerahkan

satu unit rumah susun/apartemen kepada Budi Chirstiyati (Pemohon Pailit) dan

pihak lain sebagaimana yang telah diperjanjikan bersama.

Termohon Pailit telah memenuhi syarat sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 2 angka (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang

pada pokoknya menyatakan debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan

tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya

sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Pemohon pailit telah memenuhi syarat untuk menajukan pailit

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan PKPU, dimana diatur bahwa Permohonan Kepailitan harus

diajukan oleh seorang Advokat.

Dengan tidak dipenuhinya hak kepada pemohon atas rumah

susun/apartemen yang telah disepakati bersama dan jatuh tempo maka cukup

beralasan bahwa Pemohon Pailit mengangap bahwa uang yang telah diserahkan

tersebut dianggap sebagai hutang dan dapat ditagih, hal tersebut sebagaimana

yang disyaratkan dalam Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2007 permohonan

pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang

terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telahdipenuhi telah terpenuhi.

21

Page 22: Analisis putusan pailit no 60 pailit 2001 pn.niaga.jkt.pst

DAFTAR PUSTAKA

Nating, Imran. “Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit,” (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2004).

Khairandy, Ridwan., et.al., “Perlindungan Yang Seimbang Dalam Undang-undang Kepailitan”, Jurnal Hukum Bisnis, 17 January 2002.

Lontoh, Rudy, (ED). “Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang” (Bandung:Alumni,2001).

Remy Sjahdeini, Sutan. “Hukum Kepailitan : Memahamin Faillissementsverordening Jo Undang-undang No.4 Tahun 1998.

Muljadi, Kartini, dan Gunawan Widjaja, “Pedoman Menangani Perkara Kepailitan”, (Jakarta: Raja Grafindo Press,2003).

22