analisis putusan hakim pengadilan agama...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA
AMBARAWA TENTANG POLIGAMI (Studi Putusan No.
1139/Pdt. G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb).
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Dalam Hukum Islam
Oleh:
Ali Muktar
NIM : 21211017
JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA 2015
ii
iii
iv
v
MOTTO
Sabar dalam menghadapi segala macam masalah dan bertindak
bijaksana dalam mengatasinya adalah sesuatu yang sangat
utama.
Hidup harus disyukuri, karena dengan bersyukur hidup kita jadi
tenang.
هن لبا س لكم وانتم لبا س لهن )البقره(
Artinya :perempuan itu adalah pakaian bagikamu, dan kamu
adalah pakaian bagi perempuan (Qs albaqarah:187).
vi
PERSEMBAHAN
skripsi ini penulis persembahkan
kedua orang tuaku, karena dengan bimbingan dan kasih sayang motivasi dan do’anya
karena berkat beliaulah aku biasa melangkah kedepan untuk meraih cita-cita.
Adik-adikku yang selalu menyemangatiku.
Istriku Dwi Retnowati yang selalu mendukungku dan selalu menyemangatiku baik
susah maupun senang.
Bapak Drs. Machfudz. M.Ag selaku dosen pembimbingku yang tidak pernah lelah
membimbingku dalam penulisan skripsi ini.
vii
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah
mengutus Nabi Muhammad Saw. Untuk menyampaikan agama yang hak, memberi
petunjuk kepada segenap manusia kejalan kebaikan, untuk kehidupan didunia dan
keselamatan diakhirat. Shalawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada Nabi
besar Muhammad Saw, semoga pada akhir kelak kita termasuk kedalam umatnya
yang mendapat syafaatnya.
Ahamdulillah dengan rasa syukur penulis, skripsi dengan judul: “ANALISIS
PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA AMBARAWA TENTANG
POLIGAMI (Studi Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt.
G/2014/PA. Amb)” ini telah selesai. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi tugas dan
melengkapi syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1). Dalam Ilmu
Syari’ah pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Penulisan skripsi ini tidak akan selesai apabila tanpa bantuan dari berbagai
pihak yang telah berkenan meluangkan tenaga, fikiran dan waktunya guna
memberikan bimbingan dan petunjuk yang berharga demi terselesaikannya
pembuatan skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan
terimakasih kepada:
viii
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd., Selaku Rektor IAIN Salatiga, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M, Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
3. Bapak Sukron Makmun, M. Si., selaku Ketua Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah
(AS) IAIN Salatiga yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun
skripsi ini.
4. Bapak Drs, Machfudz, M. Ag. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingannya kepada penulis sehingga terselesaikannya
penulisan skripsi ini,
5. Para Dosen Syari’ah yang banyak memberikan ilmu, arahan serta do’a selama
penulis menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
6. Bapak Drs. H. Effendi Ramli, MH selaku Ketua Pengadilan Agama Ambarawa
yang telah berkenan memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian di
Pengadilan Agama Ambarawa
7. BapakDrs. H. Abdul Syukur, SH, M.H sebagai wakil sekaligus sebagai Hakim
Pengadilan Agama Ambarawa yang telah membantu memberikan informasi dan
data-data yang penulis butuhkan.
8. Bapak Drs. H. Salim, SH, MH sebagai Hakim pengadilan Agama Ambarawa
yang telah membantu memberikan informasi arahan danjuga data-data yang
penulis butuhkan.
ix
9. Panitera Pengadilan Agama Ambarawa dan juga para pegawai yang tidak dapat
kami sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam pencarian data yang yang
penulis perlukan.
10. Ayahku Sudi dan Ibundaku Sa’diyah yang selalu memberikan do’anya dan
motivasinya, istriku Dwi Retnowati tersayang yang selalu menyemangatiku.
11. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Semoga atas bantuan semua pihak sebagaimana disebutkan diatas mendapat
limpahan berkah dan imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi ini, saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kasempurnaan tulisan ini serta
bertambahnya pengetahuan dan wawasan penulis.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini nantinya dapat
bermanfaat khususnya bagi Akademika IAIN Salatiga dan semua pihak yang
membutuhkannya. Demikian, atas perhatiannya penulis sampaikan banyak
terimakasih.
Salatiga, 12 November 2015
Penulis
Ali Muktar
x
ABSTRAK
Muktar, Ali. 2015, AnalisisPutusan Hakim Pengadilan Agama Ambarawa Tentang
Poligami (Studi Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt.
G/2014/PA. Amb). Skripsi Jurusan Syari’ah Program Studi Ahwal Al-
Syakhshiyyah (AS), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
DosenPembimbing : Drs. Machfudz M, Ag.
Kata Kunci : Analisis, Putusan Hakim, Pengadilan Agama, Poligami.
Poligami adalah salah satu masalah yang kontroversial yang berhubungan
dengan system kekeluargaan. Undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 4 ayat (2)
tentang perkawinan, ada 3 alasan poligami yang dapat diterima oleh Pengadilan
Agama yaitu, istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan
atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan istri tidak dapat melahirkan
keturunan.
Penelitian ini membahas tentang bagaimana prosedur poligami menurut
Undang –undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi hukum Islam.
Bagaiman dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara No.1139/Pdt.
G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur poligami
menurut Undang–undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi
hukum Islam. Dan untuk mengetahui Bagaimana pertimbangan hakim dalam
memutus perkara No.1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA.
Amb.
Dalam amar putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dilihat dari hukum
materiil tidak tepat karena majelis Hakim membuat konstruki Hukum untuk
melindungi calon istri kedua Pemohon dengan mengorbankan kepentingan
Termohon. Sedangkan dalam amar Putusan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb, dilihat
dari hukum materiil lebih tepat, karena majelis Hakim lebih menekankan nilai
kepastian Hukum, keadilan dan nilai manfaat. Yaitu dengan menerapkan Hukum
materiil yang berlaku.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan Pemohon mengajukan
pemohonan izin poligami karena calon istri kedua telah hamil, bahwa alasan itu tidak
sesuai dengan Undang-undang yang berlaku, karena hamil diluar perkawinan
bagaimanapun juga menurut hukum Islam adalah perbuatan zina.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................... iv
MOTTO ................................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................ x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 8
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 8
E. Telaah Pustaka .................................................................................... 9
F. Penegasan Istilah ................................................................................ 11
G. Metode Penelitian ............................................................................... 12
H. Sitematika Penulisan .......................................................................... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Ketentuan Umum Tentang Poligami ................................................... 16
1. Pengertian Poligami ...................................................................... 16
2. Poligami Sebelum Islam ................................................................ 18
3. Dasar Hukum Poligami ................................................................. 20
xii
B. Poligami Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Dan
Kompilasi Hukum Islam ..................................................................... 24
1. Poligami Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 .................. 24
2. Poligami Menurut Kompilasi Hukum Islam ................................. 27
C. Hikmah Poligami ................................................................................. 29
BAB III PUTUSAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI No. 1139/Pdt.
G/2013/PA.Amb DAN No. 0493/Pdt. G/2014/PA.Amb
A. Profil Pengadilan Agama Ambarawa ................................................... 31
1. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Ambarawa ........................ 31
2. Visi Dan Misi Pengadilan Agama Ambarawa ................................ 45
3. Struktur Organisasi ......................................................................... 35
4. Kekuasaan Pengadilan Agama Ambarawa ..................................... 37
a. Kompetensi Relatif ................................................................... 37
b. Kompetensi Absolut ................................................................. 38
B. Kasus Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt.
G/2014/PA. Amb .................................................................................. 41
1. Kasus Putusan Perrmohonan Ijin Poligami No. 1139/Pdt.
G/2013/PA. Amb ............................................................................ 41
2. Dasar Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Terhadap Perkara
No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb ..................................................... 48
3. Putusan Majelis Hakim Terhadap Perkara No. 1139/Pdt.
G/2013/PA. Amb ............................................................................ 57
4. Kasus Putusan Permohonan Izin Poligami No. 0493/Pdt.
G/2014/PA. Amb ............................................................................ 58
5. Dasar Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Terhadap Perkara
No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb ..................................................... 67
6. Putusan Majelis Hakim Terhadap Perkara No. 0493/Pdt.
G/2014/PA. Amb ............................................................................ 71
BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA AMBARAWA
TENTANG IZIN POLIGAMI
A. Kasus Perkara Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb Dan No.
0493/Pdt.G/2014/PA. Amb .................................................................. 73
1. Proses Penyelesaian Perkara Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA.
Amb ................................................................................................. 73
xiii
2. Proses Penyelesaian Perkara Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA.
Amb ................................................................................................. 78
B. Analisis Dasar Pertimbangan Hukum Putusan No.1139/Pdt.
G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb ...................... 82
1. Analisis Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb ......................... 83
2. Analisis Putusan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb ......................... 86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 71
B. Saran .................................................................................................... 74
C. Penutup ................................................................................................ 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada
rosul-Nya untuk disampaikan kepada segenap umat disepanjang masa, yang pada
hakekatnya merupakan sistem Aqidah dan tata Kaidah yang mengatur segala
kehidupan Manusia dalam berbagai hubungan baik dengan Pencipta maupun
dengan sesama, Seperti hubungan dalam pernikahan.
Penikahan adalah ajaran yang sesuai, selaras dan sejalan dengan fitrah
manusia. Pada pernikahan ada benteng untuk menjaga diri dari godaan syetan,
menyalurkan kerinduan yang terpendam, mencegah kebrutalan nafsu, memelihara
pandangan, dan menjaga kemaluan. Pernikahan juga penenang jiwa melelui
kebersamaan suami-isteri, penyejuk hati dan motivasi untuk selalu beribadah
(Kisyik, 2005:17).
Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 merupakan undang-undang
pertama di Indonesia yang mengatur soal perkawinan secara nasional. Sebelum itu
urusan perkawinan diatur melalui beragam hukum, yaitu: Hukum adat bagi warga
Negara Indonesia asli, hukum Islam bagi warga Negara yang beragama Islam,
Ordinansi Perkawinan Indonesia Kristen bagi warga Indonesia yang beragama
2
kristen di Jawa, Minahasa dan Ambon, Kitab Undang-undang Hukum Perdata bagi
warga Negara Indonesia keturunan Eropa dan Cina, dan peraturan Perkawinan
Campuran bagi perkawinan campuran (Khusen, 2013:11).
Pada dasarnya asas dalam pernikahan adalah monogami, dimana seorang
suami hanya diperbolehkan beristeri satu. Namun pada kenyataannya tidak sedikit
terjadi dimasyarakat, seorang suami memiliki lebih dari seorang istri.
Poligami memiliki akar sejarah yang cukup panjang sepanjang sejarah
peradaban manusia itu sendiri. Sebelum Islam datang kejazirah Arab, poligami
merupakan sesuatu yang telah mentradisi bagi masyarakat Arab. Poligami masa itu
dapat disebut poligami tak terbatas. Lebih dari itu tidak ada gagasan keadilan
diantara para isteri. Suamilah yang menentukan sepenuhnya siapa yang paling
disukai dan siapa yang ia pilih untuk dimiliki secara tidak terbatas. Para isteri
harus menerima takdir mereka tanpa ada usaha untuk memperoleh keadilan
(Nuruddin, 2006:57).
Sebelum pemberlakuan UU No. 1 tahun 1974 di Indonesia, seorang laki-
laki muslim cukup mudah untuk melakukan perkawinan poligami. Ia hanya
diminta untuk melaporkan perkawinan barunya kepada petugas pencatat
perkawinan dan bersikap adil kepada para istrinya. Oleh sebab itu pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Undang-
Undang tersebut mengatur tentang asas monogami, hanya apabila dikehendaki
oleh yang bersangkutan karena hukum dan agama yang mengizinkannya, seorang
3
suami dapat beristri lebih dari seorang. Meskipun hal tersebut dikehendaki oleh
pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila memenuhi dari
persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan (Khusen, 2013:11).
Untuk kelancaran pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, telah
dikeluarkan peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 yang mengatur ketentuan
pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut. Dalam hal suami yang bermaksud
untuk beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan tertulis
kepada Pengadilan Agama, kemudian di Pengadilan Agama akan memberikan
keputusan apakah permohonan tersebut dikabulkankan atau ditolak.
Pengadilan Agama dalam tugasnya memberikan putusan tentang
permohonan poligami, berpedoman pada aturan yang berlaku. Yaitu Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta
Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan kekuasaan mengadili atau menangani
perkara (Absolute Coupetensial) Pengadilan Agama berhak untuk menyelesaikan
perkara perkawinan poligami, dan mempunyai pertimbangan serta penafsiran
tentang poligami.
Bagi para pihak yang mengajukan permohonan poligami harus memenuhi
beberapa persyaratan yang ketat dan menunjukkan bukti-bukti serta alasan-
alasan yang kuat yang bisa diterima oleh Hakim Pengadilan Agama. Hakim
berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai
4
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya hukum acara
secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan (Kode
etik dan pedoman perilaku Hakim, 2014:34),
Adapun alasan-alasan izin poligami yang dapat diterima oleh Pengadilan
Agama adalah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor
1 Tahun 1974 pasal 4 ayat (1) yaitu: “Dalam hal seorang suami akan beristri lebih
dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini,
maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan didaerah tempat
tinggalnya”.
Pengadilan dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada suami yang
akan beristri lebih dari seorang apabila:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai seorang istri.
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
3. Istri tidak bisa melahirkan keturunan.
Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana
dimaksud pasal 4 ayat (1) Undang-undang perkawinan harus memenuhi pasal 5
ayat (1) a, b dan c, yaitu:
a. Adanya persetujuan dari istri-istri.
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
istri-istri dan anak-anak mereka.
5
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-
anak mereka
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 57, Pengadilan Agama
hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari
seorang apabila:
1) Istri tidak menjalankan kewajiban sebagi seorang istri
2) Istri mendapat cacat badan yang tidak dapat disembuhkan
3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan
Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk
memperoleh izin Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang
ditentukan pada pasal 5 Undang-undang No. 1 tahun 1974 yaitu:
a) Adanya persetujuan istri-istri.
b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri
dan anak-anak mereka.
c) Adanaya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-
anak mereka”.
Dari kasus-kasus permohonan poligami yang diterima dan dikabulkan oleh
Pengadilan Agama Ambarawa ada beberapa alasan yang melatarbelakangi para
pihak mengajukan permohonan izin poligami. Ada kalanya mereka mengajukan
permohonan poligaminya tersebut karena istri mengalami cacat badan, dan ada
pula yang beralasan istri tidak bisa melahirkan keturunan yang mana dari alasan-
6
alasan tersebut memang sesuai dengan apa yang ada dalam Undang-Undang No.1
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 57 tentang poligami.
Dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dikabulkanya
permohonan izin poligami di Pengadilan Agama. Maka yang menjadi perhatian
penulis adalah perkara No. 1193/Pdt. G/2013/PA. Amb, bawa pada waktu
pemohon mengajukan pemohonan izin poligaminya termohon (isteri) dapat
melahirkan keturunan, termohon juga tidak cacat badan atau penyakit yang tidak
dapat disembuhkan, selama ini termohon juga menjalankan kewajibannya sebagai
isteri. Permohonan ini dikabulkan oleh Hakim dengan alasan termohon rela dan
tidak keberatan pemohon menikah lagi, Selain itu permohonan Pemohon menurut
hakim telah memenuhi pasal 4 (1) huruf (b). Pasal 5 (1) huruf (a), (b) dan (c)
Undang-Undang No.1 tahun 1974. Pasal 55 ayat (2). Pasal 58 ayat (2) huruf (a)
dan (b) kompilasi hukum Islam. Disamping itu oleh karena calon isteri kedua
Pemohon ternyata tunawicara (penyandang Disabilitas) yang telah disetubuhi
Pemohon yang mengakibatkan hamil sekitar 5 bulan.
Sedangkan perkara izin poligami No. 0493/Pdt. G/PA. Amb, Pemohon
mengajukan permohonan izin poligami dengan alasan isteri tidak dapat
menjalankan kewajibanya sebagai isteri dan Termohon juga rela kalau pemohon
menikah lagi dengan calon isteri kedua Pemohon. Namun hal tersebut tidak
terbukti, karena termohon tidak rela kalau Pemohon mau menikah lagi. Akan
tetapi selama ini Pemohon mempunyai hubungan istimewa dengan calon isteri
kedua Pemohon hingga mengakibatkan calon isteri kedua Pemohon melahirkan
7
anak hasil hubungan dengan Pemohon yang sekarang berumur 5 bulan. Akan
tetapi permohonan Pemohon ditolak dengan alasan surat pernyataan bersedia
dipoligami, tanggal 28/05/2014, bermaterai cukup dan dibantah oleh Termohon,
majelis berpendapat bukti tersebut harus dikesampingkan. Majelis Hakim juga
berkesimpulan alasan permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat baik
Komulatif maupun Alternatif sehingga tidak beralasan hukum sebagaimana yang
telah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) huruf (c), Pasal 5 ayat (1) huruf (a), (b)
dan (c) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Pasal 55 ayat (2),
Pasal 58 ayat (1) huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam, maka Majelis Hakim
berpendapat permohonan izin Poligami Pemohon patut ditolak
Dalam hal ini Hakim sebagai pihak yang berwenang memutuskan perkara
izin poligami tentunya mempunyai pertimbangan-pertimbangan serta kriteria-
kriteria tertentu dalam mengabulkan perkara poligami dengan berbagai alasan
yang diajukan kepadanya, karena memang Hakim berwenang untuk menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai Hukum yang hidup dimasyarakat dengan
tanpa mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang ada (Undang-
Undang Kehakiman Tahun 2004).
Dari urain di atas tersebut, penulis bermaksud meneliti, ’’Analisis Putusan
Hakim Pengadilan Agama Ambarawa Tentang Poligami (Studi Putusan No.
1139/Pdt. G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb).
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan konteks latar belakang diatas, maka penulis menetapkan
beberapa rumusan masalah yang diantaranaya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur poligami menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974
tentang perkawinan dan Kompilasi hukum Islam?
2. Bagaimana dasar hukum yang dipergunakan Hakim dalam memeriksa dan
memutus perkara No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt.
G/2014/PA. Amb?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui prosedur poligami menurut Undang-undang No. 1 tahun
1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dasar yang dipergunakan Hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan
No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini sangat berguna bagi penulis khususnya dan masyarakat pada
umumnya, adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
9
a. Dapat menambah pengetahuan dalam mempelajari dan mendalami ilmu
Hukum khususnya tentang permohonan izin poligami di Pengadilan Agama.
b. Untuk pengembangan ilmu Hukum dan penelitian Hukum serta berguna
untuk masukan bagi praktik penyelenggara dibidang Hukum Perkawinan
terutama terkait dengan masalah poligami masa kini dan masa yang akan
datang.
c. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1) Bagi Hakim
Dapat menerapkan kaidah-kaidah Hukum secara benar dan tepat
dalam mempertimbangkan dan menetapkan dasar Hukum yang dipakai
dalam permasalahan pemberian izin poligami.
2) Bagi Para Pihak
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan berkaitan dengan
pemberian izin poligami. Serta dapat menjadi solusi masalah terkait
dengan kasus poligami.
3) Bagi mahasiswa
Dapat menambah ilmu dan wawasan khususnya mahasiswa
jurusan syari’ah.
E. Telaah pustaka
Untuk memahami judul sebuah skripsi perlu pendefinisian judul secara
professional, agar dapat diketahui secara jelas dan untuk menghindari kesalah
10
fahaman dan untuk membedakan kajian ini dengan kajian sebelumnya, Maka
penulis akan sebutkan beberapa buku tentang poligami antara lain:
Skripsi Siti zuaidah yang berjudul, ‘’Poligami Dalam Prespektif Hukum
Islam (Analisis Terhadap Keadilan Suami Sebagai Syarat Dalam Poligami).
Menjelaskan bahwa Islam tidak datang dengan membaawa anjuran untuk
poligami, melainkan justeru membatasinya. Selain itu ia juga menegaskan bahwa
keadilan suami sebagai syarat poligami merupakan indikasi Islam berusaha
mengakat derajat wanita yang pada saat itu dipermalukan seperti budak sekaligus
memelihara hak-hak nya.
Dr. Musfir Al-jahrani dalam bukunya yang berjudul, ’’Poligami Dari
Berbagai Persepsi’’. Menjelaskan tentang definisi, jenis, sejarah dan hikmah
poligami.
Prof. Dr. H. Ali Zainuddin dalam bukunya yang berjudul,’’Hukum Perdata
Islam’’. Menjelaskan tentang alasan, syarat dan prosedur poligami.
Dr. Abdul Nasir Taufiq Al’Atthar dalam bukunyan yang berjudul,
’’Poligami Dari Berbagai Persepsi’’. Menjelaskan tentang definisi, jenis, sejarah
dan hikmah poligami.
Siti Musdah Mulia dalam bukunya yang berjudul, ’’Islam Menggugat
Poligami”. Menjelaskan tentang makna poligami, sejarah asal-usul poligami,
alasan berpoligami dimasyarakat dan praktek poligami Rosulullah Saw.
11
Fungsi dilakukannya telaah pustaka terhadap buku-buku dan skripsi-skrisi
adalah untuk membedakan antara penelitian yang akan dilakukan dengan
penelitian sebelumnya.
F. Penegasan istilah
Untuk memahami judul sebuah skripsi perlu adanya pendefinisian judul
secara terperinci, dengan maksud dapat diketahui secara jelas. Maka penulis perlu
memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah judul tentang.
’’Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Ambarawa Tentang Izin Poligami
(studi putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA.
Amb). Istilah-istilah tersebut adalah:
a. Analisis adalah penyelidikan sesuatu peristiwa, untuk mengetahui apa sebab-
sebabnya dan bagaimana duduk perkaranya (poerwadarminta, 2006:37).
Analisis mengandung arti suatu uraian pikiran yang mendalam, sistematis, dan
rasional (Abdul fatah, 2010:6).
b. Putusan adalah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan
diucapakan dalam sidang terbuka untuk umum (Arto, 1998:245).
c. Hakim adalah pejabat yang memimpin persidangan (Farkhani, 2011:80).
d. Poligami adalah seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu isteri (Rahman
Gazali, 2003:129).
12
G. Metode penelitian
Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting. penelitian yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini merupakan penelitian pustaka (library
research). Yaitu sebuah penelitian yang menggunakan informasi yang diperoleh
dari buku-buku atau terbitan-terbitan resmi pemerintah (Saerozi, 2008:46).
1. Pendekatan penelitian
a. Pendekatan normatif, yaitu dengen mendekati masalah yang akan diteliti
dengan mendasarkan pada Al-qur’an, Hadist, Kaidah Fiqih, Serta pendapat
ulama’ yang ada kaitannya dengan masalah poligami.
b. Pendekatan yuridis, yaitu cara mendekaati masalah yang di teliti dengan
mendasarkan pada aturan perudang-undangan yang berlaku, yaitu UU No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi hukum islam (KHI).
2. Pengumpulan data
a. Dokumentasi, Yaitu cara memperoleh data dengan cara menelusuri dan
mempelajari data berupa dokumen terutama dari salinan putusan Pengadilan
Agama Ambarawa No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt.
G/2014/PA. Amb yang merupakan sebagai data primer.
b. Metode Interview, yaitu metode pengumpulan data dengan jalan tanya-jawab
yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan tujuan penyelidikan.
Metode interview ini penulis pergunakan sebagai metode penunjang dalam
teknik pengumpulan data. Adapun wawancara yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung
13
kepada majelis hakim yang memutus dua perkara yang dibahas dalam
skripsi ini.
3. Lokasi dan kehadiran peneliti
Lokasi penelitian ini adalah di Pengadilan Agama Ambarawa karena
setiap masyarakat yang ingin berpoligami harus mendapat ijin dari Pengadilan
Agama setempat. Dalam penelitian ini, penulis bertindak sebagai instrumen
sekaligus menjadi pengumpul data. Kehadiran penulis dilapangan sangat
diperlukan, Penulis berperan sebagai partisipan penuh membaur dengan
subjek atau informan.
4. Analisis Data
Dalam menganalisis data yang telah diperoleh, kemudian dianalilis
dengan metode Conten Analist. yaitu menganalisis mengenai isi dari sebuah
keputusan. Pendekatan analisis (analicial apoach), yaitu mengetahui yang
terkadang oleh istilah-istilah yang digunakan dlam peraturan Perundang-
undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam
praktek dan putusan-putusan hukum.
Metode ini Penulis gunakan untuk mengetahui kesamaan dan
perbedaan dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Ambarawa dalam
menyelesaikan perkara permohonan izin poligami, dalam hal ini difokuskan
pada Putusan Hakim Pengadilan Agama Ambarawa No. 1139/Pdt.
G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.
14
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Sebagi karya ilmiah Skripsi disusun berdasarkan hasil penelitian
lapangan, maka dalam sistematika penulisan skripsi menggambarkan struktur
organisasi penyusunan yang dapat dijelaskan dalam beberapa Bab. Adapun
uraiannya sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, sistematika Penulisan.
Bab II: Kajian pustaka, yaitu memberi gambaran mengenai ketentuan
umum tentang poligami, meliputi: Pengertian poligami, poligami sebelum Islam,
dasar hukum poligami, poligami menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974.
Poligami menurut Kompilasi Hukum Islam dan hikmah poligami.
Bab III: Berisi tentang Putusan Permohonan izin poligami No. 1139/Pdt.
G/203/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb. Terdiri dari: Sekilas
tentang sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Ambarawa, visi dan misi
Pengadilan Agama Ambarawa, struktur organisasi, kekuasaan Pengadilan Agama
Ambarawa, kasus Putusan No.1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt.
G/2014/ PA. Amb.
15
Bab IV: Berisi tentang analisis Putusan hakim Pengadilan Agama tentang
poligami, meliputi: penyelesaian perkara putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb
dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb dan analisis Putusan No. 1139/Pdt.
G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.
Bab V: Penutup yang merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisi
kesimpulan, saran dan kata penutup.
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Ketentuan Umum Tentang Poligami
1. Pengertian Poligami
Secara etimologis kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu
gabungan dari dua kata ”poli” atau ” polus” yang berarti banyak dan
”gamein” atau ”gamos” yang berarti perkawinan. Dengan demikian poligami
berarti perkawinan yang banyak (Nasution,1996:84). Artinya beristeri banyak.
Secara terminologi, Poligami yaitu seorang laki-laki beristeri lebih dari
seorang, tetapi dibatasi paling banyak empat orang.
Secara istilah poligami memiliki arti, perbuatan seorang laki-laki
mengumpulkan dalam tanggungannya dua sampai empat isteri dan tidak boleh
lebih dari itu (Abdurrahman, 2003:25). Poligami adalah ikatan dalam hal yang
mana suami mengawini lebih dari satu isteri dalam waktu yang sama. Laki-
laki yang melakukan perkawinan seperti itu dikatakan bersifat poligam
(Musdah Mulia, 2004:43)
Poligami menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ikatan
perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan
jenis dalam waktu bersamaan (Sudarsono, 1986:169). Dalam Islam poligami
17
didefinisikan sebagai perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang
isteri dengan batasan maksimal empat.
Melihat makna dan tujuan perkawinan adalah merupakan ibadah maka
prinsip poligami dan monogami itu adalah sebagai berikut:
a. Dalam Islam dilarang hubungan seksual diluar perkawinan, dengan
larangan yang nyata.
b. Dalam Islam diwajibkan orang bertindak adil dan bertanggung jawab.
c. Dalam memperbolehkan poligami, Islam mensyaratkan keadilan dan
tanggung jawab supaya terpenuhi. Sementara itu, apabila faktor-faktor
yang mendukung tercapainya tujuan perkawinan dengan isteri yang
pertama belum terpenuhi, misalnya, tidak mendapat keturunan, hubungan
seksual yang tidak seimbang, dan sebagainya, maka poligami boleh
dilakukan.
d. Tidak tercapainya tujuan berkeluarga merupakan persoalan keluarga.
Dalam mengatasi persoalan keluarga tersebut Islam menggariskan adanya
musyawarah antara suami-isteri. Termasuk dalam poligami, hendaknya
dilakukan atas dasar musyawarah dengan isteri pertama (Daraadjat,
1995:62-63).
Islam membolehkan kawin poligami, tetapi membatasi jumlahnya
tidak lebih dari empat dengan syarat harus berlaku adil. Kalau sekiranya
khawatir tidak dapat berlaku adil, maka hanya satu istri saja, yang disebut
18
monogami. Sebenarnya berlaku adil sangat berat hampir-hampir manusia
tidak dapat melakukannya, disamping itu Islam tidak menutup rapat manuia
untuk melakukan poligami, apabila dipelukan secara shah dan bertanggung
jawab, bukan sembunyi-sembunyi, seperti memelihara gundik dan memenuhi
kebutuhan seksualnya dengan wanita tunasusila (Departemen Agama Repubik
Indonesia, 1985:79).
2. Poligami Sebelum Islam
Peraturan perkawinan poligami sudah dikenal sebelum Islam disetiap
masyarakat yang berperadaban tinggi maupun masyarakat yang masih
terbelakang, baik penyembah berhala maupun bukan. Masyarakat Arab
sebelum Islam, seorang laki-laki berhak menikahi sejumlah wanita yang
dikehendaki tanpa ikatan maupun syarat (Jahrani, 1996:36).
Setelah Agama Islam datang dengan membawa pesan moral
kemanusiaan yang tidak ada bandingnya dalam agama manapun. Kebebasan
poligami tidak langsung dihapuskan akan tetapi melakukan perubahan sesuai
petunjuk kandungan Alquran suarat An-nisa’ ayat 3 yaitu: yang pertama
adalah membatasi jumlah bilangan istri hanya empat, yang kedua menetapkan
untuk berlaku adil terhadap semua istri.
Harist ibn Qais berkata, “saya masuk Islam, dalam keadaan punya
delapan istri; lalu saya datang menghadap Rosuluallah Saw, dan melaporkan
keadaan saya itu kepada beliau; beliau kemudian bersabda:
19
احتر منهن اربعا
Artinya: pilihlah empat diantara kamu.
Abdullah ibn Umar menerangkan: “Ghalian masuk Islam bersama-sama
dengan sepuluh orang istrinya yang dinikahinya pada masa Jahiliyah; lalu
Rasulullah menyuruh supaya ia memilih empat diantara istri-istrinya itu” (Al-
Atthar, 1976:125).
Dengan demikian, praktek poligami dimasa Islam sangat berbeda
dengan praktek sebelumnya. Perbedaan itu menonjol pada dua hal yaitu:
a. Bilangan istri, dari yang tidak terbatas menjadi terbatas jumlahnya
menjadi empat.
b. Syarat poligami, dari yang tidak mengenal syarat kemudian disyaratkan
harus mampu berlaku adil.
Jadi Islam bukan membuat Undang-undang poligami akan tetapi
hanya membatasi poligami itu dengan beberapa ketentuan dan jumlah tertentu
(Hamidy, 1980:42). Al-Aqqad, ulama’ dari Mesir menyimpulkan bahwa Islam
tidak mengajarkan poligami, tidak juga memandang positif apalagi
mewajibkan, Islam hanya membolehkan dengan syarat yang ketat (Mulia,
2004:45).
Islam membolehkan poligami untuk tujuan kemaslahatan, tujuan
semua itu adalah untuk memelihara hak-hak wanita, memelihara kemuliaan
20
mereka yang dahulu terabaikan karena poligami yang tanpa ikatan,
persyaratan, dan jumlah tertentu (Jahrani, 1996:38).
3. Dasar Hukum Poligami
Poligami atau dikenal dengan ta’addud zawaj, menurut Ustadz Ahmad
Sarwat, Lc., pada dasarnya hukumnya mubah atau boleh bukan wajib juga
bukan sunnah (Fathurrahman, 2007:25). Asas monogami ini telah diterapkan
dalam Islam sebagai salah satu asas perkawinan dalam Islam yang bertujuan
untuk landasan dan modal utama guna membina keluarga yang harmonis,
bahagia dan sejahtera (Zuhdi, 1994:12). Adapun dasar poligami disebutkan
dalam al-Quran surat an-Nisa’ ayat 2-3 yaitu:
21
Artinya: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig)
harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk
dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah
dosa yang besar. Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat Berlaku adil Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-
budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. an-Nisa’: 2-3).
Sebab turunnya ayat ini, diterangkan dalam riwayat Aisyah r.a
isteri Rasulullah saat menjawab pertanyaan Urwah bin zubair r.a. tentang
firman Allah ”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
22
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi”, Aisyah r.a. menjawab:
“Wahai kemenakanku, ayat ini mengenai anak perempuan yatim, ia dalam
penjagaan walinya dan hartanya telah bercampur dengan harta walinya. Si
wali tertarik pada harta dan kecantikan anak itu, maka ia ingin menikahinya
tanpa membayar mahar secara adil, sebagaimana pembayaran mahar dengan
perempuan lain. Maka mereka dilarang menikahi anak yatim itu kecuali
mereka berlaku adil kepada mereka dan mereka memberikan mahar yang
layak kepada mereka dan mereka dianjurkan untuk menikahi wanita lain
yang mereka senangi”. Berdasarkan riwayat diatas, dapat disimpulkan
mengapa ada kaitan antara perintah memelihara anak yatim perempuan
dengan kebolehan beristeri lebih dari satu sampai dengan empat, karena ayat 3
dari surat an-Nisa’ ini sebagai sambungan dari ayat sebelumnya tentang
memelihara harta anak yatim. Pada ayat 2 surat yang sama, telah dijelaskan
dan diperingatkan jangan sampai ada aniaya dan curang terhadap anak yatim.
Menurut Abduh, disinggungnya persoalan poligami dalam konteks
pembicaraaan Anak yatim bukan tanpa alasan. Hal itu memberikan pengertian
bahwa persoalan poligmi identik dengan persoalan Anak yatim dan tidak lain
karena dalam persoalan tersebut terkandung masalah yang yang mendasar,
yaitu masalah ketidak adilan (Mulia, 2004:96).
Sebagai mana persoalan-persoalan, dimana manusia tidak dapat
berlaku adil seadil-adilnya, seperti keadilan dalam perasaan cinta, kasih dan
23
hubungan seksual walaupun mereka sangat menginginkannya. Hal ini seperti
dijelaskan dalam firman Allah surat an-Nisa’ ayat 129 yaitu:
Artinya :Dan kamu tidak akan berlaku adil diantara isteri-isteri (mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga
kaamu biarkn yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan),
maka sesungguhnya Allah maha pengampun, Maha penyayang
(Chasanah, 2008:169).
Keadilan yang dimaksud adalam ayat ini ialah memberikan kecintaan
yang sama. Ini dijelaskan Rosulullah SAW sendiri ketika lebih mencintai
24
Aisyah dari pada mencintai yang lain, karena pegetahuannya dan kecerdasan
Aisyah. Maka Ia bersabda seusai menggilir isteri-isterinya dalam setiap hal
yang memungkinkan ia berlaku adil. Ia berkata sebagai berikut, ”Ya Tuhanku!
Inilah pembagianku yang bisa kumiliki, karena itu jangan Engkau mencela
aku tentang sesuatu yang Engkau miliki tetapi aku tidak memilikinya” HR.
Ahmad, abu Daud dan Nasai).
Islam memperbolehkan poligami dengan tiga persyaratan dasar yaitu:
a) Poligami tidak boleh menjadi penyebab kekacauan urusan-urusan
keluarga; kesucian dan kebaikan keluarga harus benar-benar dijaga.
b) Jumlah istri tidak boleh lebih dari empat.
c) Bersikap adil, dalam hal-hal yang bersifat material atau lahiriyah terhadap
semua istri (Hathount, 2004:90).
B. Poligami Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum
Islam.
1. Poligami menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) No. 9 tahun 1979 tentang
pelaksanaan Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974, pasal 40 PP No. 9
tahun 1979 menyebutkan, “apabila seorang suami bermaksud untuk beristri
lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis
kepada pengadilan”.
25
Undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 4 ayat (1) disebutkan dalam
hal seorang akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal
3 ayat (2) Undang-undang ini maka ia wajib mengajukan permohonan ke
Pengadilan didaerah tempat tinggalnya (Khusen, 2012:12).
Undang-undang perkawinan di Indonesia pada dasarnya menganut
asas monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan. Ketentun
ini terdapat dalam pasal (3) ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
a. Pada dasarnya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri,
seorang isteri hanya boleh mepunyai seorang suami
b. Pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristeri
lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan
Sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (1) Undang-undang
perkawinan, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di
daerah tempat tinggalnya (Khusen, 2013:12). Pengadilan dapat memberi izin
kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang, apabila dikehendaki
oleh pihak-pihak yang bersangkutan, serta Hukum dan Agama yang
bersangkutan mengizinkan.
Undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 4 tentang perkawinan
menjelaskan bahwa seseorang yang berpoligami harus memiliki alasan yang
cukup yaitu:
26
1) Seorang istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. Hal ini
seorang suami dapat mengajukan izin poligami ke Pengadilan Agama.
2) Istri mendapat cacat badan yang tidak dapat di sembuhkan.
3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Apabila seorang istri tidak bisa
melahirkan keturunan atau mandul maka seorang suami dapat mengajukan
permohonan poligami, karena mendapatkan keturunan adalah salah satu
tujuan dari pernikahan.
Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang ini harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a) Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri.
b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-
isteri dan anak-anak mereka.
c) Adanya kepastian bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan
anak-anak mereka.
Setelah menerima permohonan izin poligami, tugas Pengadilan
selanjutnya diatur dalam pasal 41 PP No. 9/1975. Pengadilan kemudian
memeriksa mengenai ada atau tidaknya alasan yang memugkinkan seorang
suami kawin lagi, ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, ada tidaknya
kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak
27
mereka dan yang terakhir ada tidaknya jaminan bahwa suami akan berlaku adil
terhadap isteri-isteri dan anak anak metreka.
Apabila alasan-alasan dari seorang suami memang kuat dan sudah
sesuai dengan persyaratan, maka pengadilan harus memberi keputusan bagi
suami untuk mengabulkan permohonan izin poligami. Apabila tidak memenuhi
syarat dan alasan yang kurang kuat maka pengadilan dapat menolak
permohonan suami untuk poligami.
2. Poligami Menurut Kompilasi hukum Islam
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal (56)
menyebutkan, “bahwasanya apabila ada seorang suami yang mempunyai
keinginan untuk menikah lebih dari satu orang, harus mengajukan
permohonan ke Pengadilan Agama, untuk memperoleh izin menikah lebih
dari satu mengenai pengajuan permohona izin untuk menikah lagi ke
Pengadilan Agama harus melalui tata cara dan peraturan yang sudah diatur
dalam Undang-undang.
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 57 ayat (a), (b) dan (c)
diterangkan bahwa, Pengadilan Agama hanya memberi izin kepada seorang
suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan
28
Selain alasan-alasan diatas, untuk dapat mengajukan permohonan
kepada Pengadilan Agam sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
perkawinan pasal 5 ayat (1) harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Adanya persetujuan dari istri-istri
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-
istri dan anak-anak mereka
3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan
anak-anak mereka
Sedangkan dalam Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam pasal 55 adalah sebagai berikut:
a) Beristri lebih dari seorang dalam waktu bersamaan, terbatas hanya sampai
empat istri.
b) Syarat utama untuk beristri lebih dari seorang, suami harus mampu
berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
c) Apabila syarat utama pada ayat (2) tidak mungkin terpenuhi, maka suami
dilarang beristri lebih dari seorang.
Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 58 menyebutkan, selain syarat
utama yang tersebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin dari
Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada
pasal 5 Undang-undang No. 1 tahun 1974.
29
Dengan adanya pasal-pasal yang membolehkan untuk berpoligami
meskipun dengan alasan-alasan tertentu, jelaslah bahwa asas yang dianut oleh
Undang-undang Perkawinan sebenarnya bukan asas monogami mutlak,
melainkan disebut monogami terbuka atau monogami yang tidak bersifat
mutlak. Poligami ditempatkan dalam status Hukum darurat (emergency law),
atau dalam keadaan yang luar biasa (extra ordinary circumstance). Disamping
itu poligami tidak semata-mata kewenangan penuh suami akan tetapi
kewenangan Hakim.
C. Hikmah Poligami.
Kebolehan poligami yang telah ditetapkan al-Qur’an memiliki beberapa
hikmah yang dapat diambil, antara lain:
1. Untuk memberi kesempatan bagi laki-laki memperoleh keturunan dari
isteri kedua, jika isteri pertama mandul, karena tujuan pernikahan pada
dasarnya adalah untuk memperoleh keturunan, hal ini berdasarkan Al-quran
surat an-Nisa’ ayat (1).
30
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak, ”(QS.
an-Nisa’: 1).
2. Untuk menghindarkan laki-laki dari perbuatan zina, jika isterinya tidak bisa
dikumpuli karena terkena suatu penyakit yang berkepanjangan.
3. Untuk memberi kesempatan bagi perempuan yang terlantar, agar mendapatkan
suami yang berfungsi untuk melindunginya, memberinya nafkah hidup serta
melayani kebutuhan biologisnya.
4. Untuk menghibur perempuan yang ditinggal mati suaminya di medan
peperangan, agar tidak merasa kesepian.
5. Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di
Negara atau masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak dari
kaum prianya.
31
6. Bila isteri telah tua, dan mencapai umur ya’isah (tidak haid) lagi, kemudian
sang suami berkeinginan mempunyai anak, dan ia mampu memberikan nafkah
kepada lebih dari seorang isteri, mampu pulamenjamin kebutuhan anak-
anaknya, termasuk pendidikan mereka.
32
BAB III
PUTUSAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI No. 1139/Pdt. G/2013/
PA. Amb dan No. 0498/Pdt. G/2014/PA.Amb.
A. Profil Pengadilan Ambarawa
1. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Ambarawa
Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama, Peradilan yang ada di Indonesia adalah beraneka
nama dan dikategorikan sebagai peradilan kuasai, karena berdasarkan
ketentuan yang terdapat dalam pasal 63 ayat (2) Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang perkawinan, maka semua putusan pengadilan Agama
harus dikukuhkan oleh peradilan umum (Rasyid, 2009:1).
Kemudian dalam pasal pasal 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1986 tentang
peradilan Agama dinyatakan bahwa, Peradilan Agama merupakan salah satu
pelaksana kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama
Islam mengenai perkara tertentu yang diatur dalam Undang-undang ini.
Pengadilan Agama Ambarawa pada awal berdirinya menempati sebuah
gedung yang terletak di Jl. Ki Sarino Mangunpranoto No. 2 Ungaran, dengan
luas tanah 1.009 m2 dan luas bangunan 250 m2 dengan status Hak Milik
33
Negara (Departemen Agama) yang diperoleh dari Bagian Proyek
Pembangunan Balai Sidang Pengadilan Agama Ambarawa, dengan Berita
Acara tertanggal 7 Nopember 1985 Nomor : Bagpro/PA/105/XI/1985.
Dalam perkembangannya, Pengadilan Agama Ambarawa di Ungaran
kemudian dipindah ke Ambarawa, sesuai dengan Surat Keputusan Kepala
Urusan Administrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 46/BUA-
PL/S-KEP/XII/2006, tanggal 13 Desember 2006 Tentang Pengalihan Fungsi
Penggunaan Bangunan Kantor Lama Pengadilan Negeri Ungaran di
Ambarawa menjadi Kantor Pengadilan Agama Ambarawa, yang ditindak
lanjuti dengan penyerahan sertifikat tanah sesuai berita acara serah terima
tanggal 14 April tahun 2008, maka diserahkanlah sertifikat tanah Hak Pakai
Nomor 11 Tahun 1996 Luas tanah 3.948 M2 dengan nama Pemegang Hak
Departemen Kehakiman RI Cq Pengadilan Negeri Ambarawa yang terletak di
Jl. Mgr. Soegiyopranoto No. 105 Kelurahan Ngampin, Kecamatan Ambarawa
yang telah dialih fungsikan berdasarkan Peraturan Bersama Menteri
Keuangan dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
: 186/PMK.06/2009, No. 24 Tahun 2009 tgl 18/II/2009 (DI. 208 3209 tgl 28
Februari 2013, DI 307 6310 tgl 28 Februari 2013) atas nama Pemerintah
Republik Indonesia c.q. Mahakamah Agung RI, dengan batas-batas sebagai
berikut:
a. Sebelah Utara : Lapangan;
b. Sebelah Timur : Jalan ke Lapangan;
34
c. Sebelah Selatan : Jalan raya Semarang-Magelang;
d. Sebelah Barat : Kebun milik perorangan;
Sesuai dengan SK Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1983 Tentang
Penetapan dan Perubahan wilayah hukum Pengadilan, bahwa Pengadilan
Agama Ambarawa adalah meliputi sebagian wilayah Kabupaten Daerah
Tingkat II Semarang, yang terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan dan sampai
sekarang telah mengalami pengembangan menjadi 10 Kecamatan, yaitu :
1) Kecamatan Ungaran Barat;
2) Kecamatan Ungaran Timur;
3) Kecamatan Bergas;
4) Kecamatan Pringapus;
5) Kecamatan Bawen;
6) Kecamatan Ambarawa;
7) Kecamatan Sumowono;
8) Kecamatan Banyubiru;
9) Kecamatan Jambu;
10) Kecamatan Bandungan
2. Visi Dan Misi Pengadilan Agama Ambarawa
a. Visi
35
Terwujudnya putusan yang adil dan berwibawa sehingga
kehidupan masyarakat menjadi tenang, tertib dan damai, dibawah
lindungan Allah swt.
b. Misi
1) Mewujudkan rasa keadilan masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan jujur sesuai dengan hati nurani
2) Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independen, bebas dari
campur tangan pihak lain
3) Meningkatkan pelayanan dibidang peradilan kepada masyarakat
sehingga tercapai peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan
4) Meningkatkan kufwalitas sumber daya manusia aparat peradilan
sehingga dapat melakukan tugas dan kewajiban secara professional
dan proposional
5) Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien dan bermartabat
dalam melaksanakan tugas
6) Menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara
yang diajukan oleh umat Islam Indonesia dibidang, Perkawinan,
Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Sadaqah dan ekonomi
syari’ah.
36
3. Sruktur Organisasi
Struktur organisasi Pengadilan Agama Ambarawa berdasarkan KMA
Nomor. 004/SK/11/1992 adalah sebagai berikut:
Ketua :Drs. H. Effendi Ramli, MH
Wakil Ketua :Drs. H. Abdul Syukur, SH, MH
Hakim :Drs. H. Fuad
:Drs. H. Salim, SH, MH
:Drs. Sapari, Msi
:H.Abdul Kholiq, SH, MH
:Drs. syamsyuri
Panitera/sekretaris :Subandriyo, SHi
Wakil Panitera :Hj. Robikah Maskimayah, SH
Wakil Sekertaris :Siti Khalimah, SH
Panitera Muda Hukum :Mu’asyarotul Azizah, SH
Panitera Muda Gugatan :Saefudin, SH
Panitera Muda Permohonan :M. Abid Fajruddin, S.Ag
37
Panitera Pengganti :Drs. Hj. Siti Zulaikhah
:Masykuri. SH
:Siti Novida Subyanti, SH
:Hj. Dahlia, SH
Jurusita Pengganti :Gogod Widiantoro, SH
:Naliatussa’adah, A.Md
:Syaiful Rijal, A.Md
:Ana Jatmikowati, S.Pdi
:Adnani
Kasubag Keuangan :Aulia Ardiansyah S.,SH
Kasubag Kepegawaian :M. Yusuf Perdana, SH
Pramubakti :Ikhwan Syaifuddin
:Sunarno
:Siti Surami, SHi
:Muhtar Shokhib, SHi
:Sumiyati
38
:M. Rajif Andriyanto, Shi
:Ikhwan Saifuddin, Shi
:M. Ridlallah zia Asyhar, S.Sy
4. Kekuasaan Pengadilan Agama Ambarawa
Kata “kekuasaan” disini sering disebut juga dengan “Kompetensi”,
yang berasal dari bahasa belanda “Competentive”, yang kadang-kadang
diterjemahkan juga dengan “Kewenangan”, sehingga ketiga kata tersebut
dianggap semakna (Rasyid, 1998:25). Kompetensi atau kekuasaan pengadilan
pada masing-masing lingkungan terdiri atas kekuasaan relatif (relative
competentie) dan kekuasaan mutlak (absolute competentie).
a. Kekuasaan Relatif
Kekuasaan Relatif adalah pembagian kekuasaan antar PA
berdasarkan wilayah Hukum (Arto, 1998:44), kekuasaan dan wewenang
yang diberikan antara pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama
atau wewenang yang berhubungan dengan wilayah Hukum antar
Pengadilan Agama dalam lingkungan Peradilan Agama.
Pengadilan Agama mempunyai wilayah Hukum tertentu atau
dikatakan mempunyai “Yurisdiksi relatif” tertentu, dalam hal ini meliputi
satu kotamadya atau satu Kabupaten, atau dalam keadaan tertentu sebagai
39
pengecualiaan, mungkin lebih atau mungkin kurang, contoh, di Kabupaten
Riau Kepulauan terdapat empat buah Pengadilan Agama, karena kondisi
transportasi sulit (Rasyid, 1998:26).
Adapun wewenang Relatif Pengadilan AgamaAmbarawa adalah
meliputi Pemerintahan Daerah Kabupaten Ambarawa, Yang termasuk
dalam wilayah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kecamatan Ungaran Barat;
2. Kecamatan Ungaran Timur;
3. Kecamatan Bergas;
4. Kecamatan Pringapus;
5. Kecamatan Bawen;
6. Kecamatan Ambarawa;
7. Kecamatan Sumowono;
8. Kecamatan Banyubiru;
9. Kecamatan Jambu;
10. Kecamatan Bandungan
b. Kompetensi Absolut
Kekuasaan absolut artinya kekuasaan Pengadilan yang berhubungan
dengan jenis perkara atau jenis Pengadilan atau tingkat Pengadilan, dalam
perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis Pengadilan atau tingkat
Pengadilan lainnya (Rasyid, 1998:27).
40
Kompetensi absolut dari Pengadilan Agama adalah memeriksa,
mengadili dan memutus perkara-perkara orang yang beragama Islam.
Kompetensi Peradilan Agama diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang
Nomor. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor
50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 pasal
49 tentang Peradilan Agama, yakni dibidang:
1. perkawinan,
2. waris,
3. wasiat,
4. hibah,
5. wakaf,
6. zakat,
7. Infaq,
8. shadaqah; dan
9. ekonomi syari'ah.
Pasal 49 ayat (2) menyatakan bahwa yang dimaksud ialah hal-hal
yang diatur dalam atau berdasakan Undang-undang mengenai perkawian
yang berlaku. Pasal 49 ayat (2) ini dalam penjelasannya dirinci lebih lanjut
yaitu:
a) Izin beristri lebih dari seorang
41
b) Izin melangsungkan bagi orang yang belum berumur 21 tahun, dalam
halo rang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan
pendapat.
c) Dispensasi kawin.
d) Pencegahan perkawinan.
e) Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
f) Pembatalan perkawinan.
g) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami istri.
h) Perceraian karena thalaq.
i) Penyelesaian harta bersama.
j) Penguasaan anak.
k) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bila bapak
yang seharusnya bertanggung jawab tidak mampu memenuhinya.
l) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupanoleh suami kepada
bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri’
m) Putusan tentang sah tidaknya seorang anak.
n) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua.
o) Pncabutan kekuasaan Wali.
p) Penunjukan orang lain sebagai Wali oleh Pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang Wali dicabut.
42
q) Menunjuk seseorang dalam hal seorang anak yang belum cukup berumur
18 tahun yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya padahal tidak ada
penunjukan Wali oleh orang tuanya.
r) Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap Wali yang telah
menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang berada dibawah
kekuasaanya.
s) Penetapan asal-usul anak.
t) Putusan tentang penolakan pemberian keterangan melakukan perkawinan
campuran.
u) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan yang berlaku yang dijalankan menurut
peraturan yang lain (Ali, 199:257-258).
B. Kasus Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA.
Amb.
1. Kasus Putusan Permohonan Ijin Poligami No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb
Dalam perkara No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb tentang izin Poligami
diajukan oleh Pemohon NA melawan Termohon NR. Pemohon mengajukan
permohonan izin poligami tanggal 21 November 2013, yang terdaftar dalam
perkara No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb.
43
Berdasarkan surat permohonan ijzin poligami tanggal 21 Nopember
2013 yang terdaftar dalam kepaniteraan Pengadilan Agama Ambarawa
Nomor: 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb telah mengajukan hal-hal sebagi berikut:
a. Bahwa pada tanggal 28 desember 1994, Pemohon dan Termohon
melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai pencatat nikah
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sumowono, Kabupaten
Semarang.
b. Setelah pernikahan tersebut Pemohon dan Termohon bertempat tinggal
dirumah pribadi Pemohon di Kecamatan Sumowono selama 18 bulan 10
bulan.
c. Bahwa selama pernikahan tersebut Pemohon dan Termohon telah hidup
rukun layaknya suami isteri dan dikaruniai 2 orang anak, anak pertama
bernama TW umur 19 tahun dan sekarang sudah menikah dan anak kedua
RW umur 14 tahun sekarang diasuh oleh Pemohon dan Termohon.
d. Bahwa Pemohon hendak menikah lagi (poligami) dengan seorang
Perempuan:
Nama : calon isteri kedua Pemohon.
Umur : 36 tahun.
Agama : Islam.
Pekerjaan : Buruh.
44
Tempat kediaman : Kabupaten Semarang.
Yang akan dilangsungkan dan dicatatkan dihadapan Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Sumowono, Kabupaten
Semarang, karena calon isteri kedua telah hamil 6 bulan.
e. Pemohon mampu memenuhi kebutuhan hidup isteri-isteri Pemohon beserta
anak-anak, karena pemohon bekerja sebagai Buruh petani, tukang batu dan
jual beli hewan ternak dan mempunyai penghasilan setiap bulnnya rata-rata
sebesar Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah).
f. Pemohon sanggup berlaku adil terhadap isteri-isteri pemohon.
g. Termohon menyatakan rela dan tidak keberatan apabila pemohon menikah
lagi dengan calon isteri kedua Pemohon tersebut.
h. Calon isteri kedua Pemohon menyatakan tidak akan mengganggu gugat
harta benda yang sudah ada selama ini, melainkan tetap utuh sebagai harta
bersama antara Pemohon dan Termohon.
i. Orang tua dan para keluarga termohon dan calon isteri kedua Pemohon
menyatakan rela dan tidak keberatan kalau Pemohon menikah lagi.
j. Antara pemohon dan calon isteri kedua pemohon tidak ada larangan untuk
melakukan perkawinan, baik menurut Undang-undang ataupun menurut
syari’at Islam, yakni:
45
1) Calon isteri kedua Pemohon dengan Termohon bukan saudara dan
bukan sepersusuan, begitupun antara Pemohon dan calon isteri kedua
Pemohon.
2) Calon isteri kedua pemohon bersetatus janda cerai dalam usia 36 tahun
dan tidak terikat pertunangan dengan laki-laki lain.
3) Wali nikah calon isteri kedua Pemohon bernama Ayah calon isteri
kedua Pemohon.
k. Pemohon sanggup membayar seluruh biaya perkara yang timbul akibat
perkara ini.
Berdasarkan alasan /dalil-dalil diatas, Pemohon mohon agar Ketua
Pengadilan Agama Ambarawa segera memanggil pihak-pihak dalam perkara
ini, selanjutnya memeriksa dan menmgadili perkara ini dengan menjatuhkan
putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon.
2. Menetapkan, memberi izin kepada Pemohon untuk menikah lagi dengan
calon isteri kedua Pemohon.
3. Menetapkan biaya perkara menurut hukum kepada Pemohon.
4. Atau menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
Bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Pemohon dan
Termohon hadir dipersidangan, kemudiioan oleh Ketua Majelis diperintahkan
46
untuk mediasi dan para pihak sepakat memilih Drs. Syamsuri sebagai
mediatornya. untuk itu sidang ditunda untuk laporan hasil mediasi.
Pada sidang berikutnya mediator telah melaporkan hasil mediasinya
tertanggal 09 desember 2013, yang menyatakan tidak berhasil atau gagal dan
majelispun mendamaikan para pihak tetapi tidak berhasil, maka ketua majelis
membacakan permohonan pemohon, yang isinya tetap dipertahankan oleh
Pemohon dengan menambah bahwa selama perkawinan Pemohon dan
Termohon telah mempunyai harta bersama berupa:
a) Sebidang tanah dan bangunan rumah seluas 168 M.2 yang terletak di
kabupaten semarang dengan batas, sebelah barat jalan desa, sebelah timur
tanah bapak Supomo, sebelah selatan tanah bapak sudomo dan sebelah
utara tanah bapak Sariyadi.
b) Sebidang sawah seluas1/2 hektar yang terletak di Gelaran.
c) Sepeda motor merek Honda Revo keluaran tahun 2012.
d) 5 ekor kambing.
Bahawa atas Permohonan Pemohon tersebut Termohon telah
memberikan jawaban yang pada pokoknya membenarkan semua dalil-dalil
permohonan Pemohon.
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah
mengajukan bukti surat berupa:
47
1. Fotokopi tanda penduduk atas nama Pemohon, yang telah diteliti dan
dicocokkan ternyata sesuai denga aslinya, kemudian oleh Ketua Majelis
ditandai dengan P.1.
2. Fotokopi tanda penduduk atas nama Termohon, setelah diteliti dan
dicocokkan dengan aslinya ternyata telah sesuai dengan aslinya, kemudian
oleh Ketua majelis ditandai dengan P.2.
3. Fotokopi akta nikah, setelah diteliti dan dicocokkan dengan aslinya
ternyata telah sesuai dengan aslinya, kemudian oleh Ketua majelis ditandai
dengan P.3.
4. Fotokopi tanda penduduk atas nama calon isteri kedua Permohon, setelah
diteliti dan dicocokkan dengan aslinya ternyata telah sesuai dengan
aslinya, kemudian oleh Ketua majelis ditandai dengan P.4.
5. Fotokopi akta cerai atas nama calon isteri keduaTermohon, setelah diteliti
dan dicocokkan dengan aslinya ternyata telah sesuai dengan aslinya,
kemudian oleh Ketua majelis ditandai dengan P.5.
6. Asli surat persetujuan bermaterai atas nama Pemohon dan Termohon,
setelah diteliti kemudian diberi tanda P.6.
7. Asli surat keterangan atas nama Pemohon yang diterbitkan oleh kepala
desa trayu kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang, setelah diteliti
kemudian oleh ketua Majelis ditandai dengan P.7.
8. Asli surat pernyataan berlaku adil atas nama Pemohon , setelah diteliti
kemudian oleh ketua majelis deberi tanda P.8.
48
Bahwa selain itu Pemohon juga mengajukan 2 orang saksi yaitu:
a. Saksi I, pembantu bicara calon isteri kedua Pemohon, umur 35 tahun,
agama Islam, pekerjaan tukang ojek, bertempat tinggal di Kabupaten
Semarang, memberikan keterangan di bawah sumpah pada pokoknya:
1) Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon.
2) Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah 20
tahun yang lalu.
3) Bahwa saksi tau kalau Pemohon hendak menikah lagi dengan calon
isteri kedua Pemohon yang bersetatus janda cerai asal dari deasa
Ledokan.
4) Bahwa setahu saksi Pemohon sudah melamar calon isteri kedua, dan
lamaranya diterima oleh orang tua calon isteri kedua Pemohon.
5) Bahwa setahu saksi Termohon rela atas pernikahan Pemohon dengan
calon isteri kedua.
6) Bahwa Pemohon bekerja sebagai petani dan makelar ternak, saksi
tidak tahu berapa penghasilnnya.
b. Saksi 2, umur 41 tahun, agama Islam, pekerjaan buruh, bertempat tinggal
di Kabupaten Semarang, saksi adalah tetangga Pemohon, memberikan
keterangan dibawah sumpah pada pokoknya:
1) Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon.
49
2) Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah 20
tahun yang lalu.
3) Bahwa setahu saksi Pemohon hendak menikah lagi dengan calon isteri
kedua Pemohon yang bersetatus janda cerai asal dari ledokan.
4) Bahwa setahu saksi Pemohon sudah melamar calon isteri kedua, dan
lamaranya diterima oleh orang tua calon isteri kedua Pemohon.
5) Bahwa setahu saksi Termohon rela atas pernikahan Pemohon dengan
calon isteri kedua.
6) Bahwa Pemohon bekerja sebagai petani dan makelar ternak, saksi tidak
tahu berapa penghasilnnya.
Bahwa selanjutnya, Pemohon menyatakan tidak lagi mengajukan
sesuatu apapun, berkesimpulan tetap akan berpoligami sedangkan
Termohon tidak keberatan untuk dimadu dan mohon putusan. Bahwa
semua yang termaktub dalam berita Acara Sidang perkara ditunjuk sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari putusan ini.
2. Dasar Pertimbangan Hukum Majelis Hakim terhadap Perkara No. 1139/Pdt.
G/2013/PA. Amb .
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan Permohonan Pemohon seperti
telah diuraikan diatas.
50
Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah mendamaikan pihak
berperkara dengan menasehati Pemohon untuk mengurungkan niatnya
berpoligami, namun tidak berhasil.
Menimbang, bahwa Pemohon hendak menikah lagi dengan calon isteri
kedua Pemohon dengan alasan-alasan seperti yang telah termuat pada bagian
duduk perkaranya yang secara formal telah memenuhi syarat sebuah surat
Permohonan.
Menimbang, bahwa terhadap permohonan tersebut Termohon mengakui
dan tidak keberatan jika Pemohon harus menikah lagi dengan calon isteri kedua
Pemohon, dan pengakuan Termohon tersebut dilakukan dipersidangan, maka
dengan berdasarkan Pasal 174 HIR pengakuan tersebut merupakan bukti
sempurna dan Mengikat.
Menimbang, bahwa sekalipun demikian untuk menguatkan permohonan
tersebut Pemohon telah mengajukan bukti P.1 sampai dengan P.8, bukti-bukti
P.1, P.2, P.3, P.4, dan P.5 merupakan fotokopi yang telah bermeterai cukup,
dinazegeln, dan dilegalisir serta dicocokkan dengan aslinya, sedangkan
buktibukti P.6, P.7, dan P.8 merupakan surat asli yang dibuat diatas meterai,
maka berdasarkan Pasal 165 HIR, bukti-bukti tersebut telah memenuhi
persyaratan alat bukti dan selanjutnya dapat diterima untuk dipertimbangkan.
51
Menimbang, bahwa perkara in casu adalah permohonan izin poligami.
Maka sesuai pasal 49 huruf (a) Undang Undang Nomor 7 tahun 1989, tentang
Peradilan Agama sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah menjadi kewenangan absolut
(absolut kompetensi) Pengadilan Agama.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.1 dan P.2, maka menjadi
terbukti bahwa Pemohon dan Termohon berdomisili diwilayah yuridiksi
Pengadilan Agama Ambarawa, maka secara relatif (relative kompetensi)
Pengadilan Agama Ambarawa berwenang mengadili perkara ini.
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan pokok perkara,
Majelis Hakim berpendapat perlu untuk terlebih dahulu mempertimbangkan
status harta yang telah diperoleh selama Pemohon menikah dengan Termohon,
vide KMA/032/SK/IV/2006 Tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman
Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Pengadilan angka (9) halaman 141.
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Pemohon yang dibenarkan
Termohon bahwa selama perkawinannya Pemohon dan Termohon telah
mempunyai harta bersama berupa:
1. Sebidang tanah dan bangunan rumah seluas 168 M.2 yang terletak di
Kabupaten Semarang, sebelah Barat berbatasan Jalan Desa, Sebelah Timur
52
tanah Bapak. Supomo, sebelah Selatan Tanah Bapak. Sudomo, sebelah Utara
Tanah Bapak. Sariyadi.
2. Sebidang sawah seluas 1/2 hektar yang terletak di Kabupaten dengan batas-
batas sebagai berikut :
Sebelah Barat : Tanah milik Bapak. Jari
Sebelah Timur : Tanah Bapak. Yamin
Sebelah Selatan : Tanah Bapak. Darwanto
Sebelah Utara : Tanah Ibu Cempluk.
3. Sepeda Motor merk Honda Revo keluaran tahun 2012.
4. 5 ekor kambing.
Menimbang, bahwa oleh karenanya untuk dapat memenuhi rasa
keadilan, kepastian hukum dan manfaat terhadap para pihak perlu ditetapkan
dalam putusan, dan sesuai dengan maksud bunyi Pasal 94 Ayat (1) dan (2)
Kompilasi Hukum Islam, dan pemeriksaan perkara a quo, dapat dilanjutkan.
Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan Pemohon yang dikuatkan
dengan bukti P.1, P-2, dan P.3 yang merupakan akta autentik, maka harus
dinyatakan telah terbukti menurut hukum bahwa Pemohon dengan Termohon
telah terikat dalam perkawinan yang sah, oleh karenanya Pemohon dan
53
Termohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan
perkara a quo.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.7, maka menjadi terbukti
bahwa Pemohon bekerja dengan penghasilan Rp.3.000.000,00 sebulan.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.4 dan P.5, maka menjadi
terbukti bahwa calon isteri kedua Pemohon yang bernama Sariyem berstatus
janda cerai sehingga tidak ada halangan untuk menikah lagi.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.8, Pemohon menyatakan
sanggup berlaku adil terhadap isteri-isterinya baik materiil maupun immaterial.
Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan 2 orang saksi bernama
saksi 1, umur 35 tahun, agama Islam, pekerjaan Tukang ojek, bertempat tinggal
di Dusun Ledokan RT.001 RW. 001 Desa Ledokan, Kecamatan Sumowono,
Kabupaten Semarang, dan saksi 2, umur 41 tahun, agama Islam, pekerjaan
Buruh, bertempat tinggal di Dusun Gelaran RT.001 RW. 002 Desa Trayu,
Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, yang keterangannya
sebagaimana tersebut dalam duduk perkara diatas.
Menimbang, bahwa saksi-saksi tersebut telah memberikan keterangan
dibawah sumpah terhadap peristiwa yang didasarkan atas penglihatan dan
pengetahuannya sendiri serta keterangannya saling bersesuaian, maka
54
berdasarkan pasal 172 HIR keterangan tersebut dapat diterima untuk
dipertimbangkan.
Menimbang, bahwa berdasarkan gugatan Penggugat yang dihubungkan
dengan keterangan saksi-saksi maka telah terungkap fakta-fakta dipersidangan
yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah pada
tanggal 28 Desember 1994, Pemohon dengan Termohon melangsungkan
pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama
Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang sebagaimana Kutipan Akta
Nikah Nomor - tanggal 28 Desember 1994.
b. Bahwa selama berumah tangga Pemohon dengan Termohon telah dikaruniai
dua orang anak.
c. Bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan izin poligami ke Pengadilan
Agama Ambarawa dengan seorang wanita bernama calon isteri kedua
Pemohon yang berstatus janda cerai.
d. Bahwa Pemohon sanggup berlaku adil terhadap isteri-isterinya.
e. Bahwa Termohon telah menyutujui terhadap Pemohon untuk menikah lagi
dengan calon istri keduanya.
f. Bahwa Pemohon mempunyai penghasilan sebesar Rp. 3.000. 000,00 (tiga
juta rupiah) sebulan.
55
Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut yang didukung
bukti-bukti diatas, permohonan poligami yang diajukan oleh Pemohon telah
memenuhi alasan fakultatif yaitu Termohon tidak dapat melayani suaminya
secara maksimal sebagaimna yang telah diatur dalam Pasal 4 (2) huruf b dan
memenuhi syarat yang bersifat komulatif sebagaimana yang telah diatur dalam
Pasal 5 ayat (1) huruf (a), (b), dan (c) Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 jo.
Pasal 55 ayat (2) dan pasal 58 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) Kompilasi
Hukum Islam telah dapat dibuktikan oleh Pemohon.
Mengingat firman Allah SWT sebagaimana terdapat dalam Al-qur’an
surat An-Nisa’ ayat 3:
56
Artinya : “Maka kawinlah wanita-wanita yang kamu senangi dua, tiga, atau
empat kemudian jika kamu takut tidak akan berbuat adil, maka
kawinlah seorang saja”.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, dan
Pemohon (suami) telah berkeras hati untuk berpoligami, sedangkan Termohon
mengizinkan karena Termohon tidak dapat secara maksimal melayani
Pemohon, maka suatu indikasi permohonan poligami yang diajukan oleh
Pemohon meruapakan suatu upaya untuk memenuhi kebahagiaan dalam rumah
tangga, sehingga apabila dipaksakan untuk tidak dikabulkan permohonan
Pemohon, maka patut diduga bahwa hal itu akan menimbulkan mafsadat yang
lebih besar dari pada maslahatnya, padahal menolak mafsadat itu adalah lebih
diutamakan dari pada mencapai maslahat, sebagaimana dimaksud Qo’idah
Fiqhiyah dalam Kitab Asybah Wan Nadhaair halaman 62 yaitu:
درء المفا سد مقدم على جلب المصلح
Artinya :“Mencegah kemudloratan lebih didahulukan dari pada mengejar
kemaslahatan ”.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas, alasan-alasan permohonan Pemohon telah memenuhi Pasal 4 (1) huruf
(b) Jis. Pasal 5 (1) huruf (a), (b) dan (c) Undang Undang nomor 1 tahun 1974
57
Jo. Pasal 55 ayat (2) Jis. Pasal 58 ayat (1) huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum
Islam.
Menimbang, bahwa disamping itu oleh karena calon isteri kedua
Pemohon ternyata tuna wicara (penyandang disabilitas) yang telah disetubuhi
Pemohon yang mengakibatkan calon isteri keduanya hamil sekitar 5 bulan,
sebagai penyandang disabilitas calon isteri kedua Pemohon perlu dilindungi dan
dihormati hak dan martabatnya sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor
19 tahun 2011 Tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang
Disabilitas, yakni penjelasan undang undang tersebut pada pokok-pokok isi
konvensi angka 4 “setiap penyandang cacat harus bebas dari perlakuan tidak
manusiawi, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena serta
berhak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan fisiknya
berdasarkan kesamaan dengan orang lain”.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
sudah selayaknya untuk perlindungan terhadap penyandang disabilitas,
sehingga Majelis Hakim berpendapat permohonan Izin Poligami Pemohon
patut dikabulkan.
Menimbang, bahwa perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan,
berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah
diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006, dan
58
perubahan tahap kedua dengan Undang Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama, maka biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan
kepada Penggugat.
Mengingat semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan nash syar'i yang berkaitan dengan perkara ini.
3. Putusan Majelis Hakim Terhadap Perkara No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb.
a. Mengabulkan Permohonan Pemohon.
b. Menetapkan harta bersama Pemohon dengan Termohon adalah sebagai
berikut :
1) Sebidang tanah dan bangunan rumah seluas 168 M.2 yang terletak di
Gelaran RT: 001 RW: 002 Desa Trayu, Kecamatan Sumowono, dengan
batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Barat : Jalan Desa;
Sebelah Timur : Tanah Bapak. Supomo;
Sebelah Selatan : Tanah Bapak. Sudomo;
Sebelah Utara : Tanah Bapak. Sariyadi;
2) Sebidang sawah seluas 1/2 hektar yang terletak di Gelaran RT: 001 RW:
002 Desa Trayu, Kecamatan Sumowono, dengan batas-batas sebagai
berikut:
59
Sebelah Barat : Tanah milik Bapak. Jari;
Sebelah Timur : Tanah Bapak. Yamin;
Sebelah Selatan : Tanah Bapak. Darwanto;
Sebelah Utara : Tanah Ibu Cempluk ;
3) Sepeda Motor merk Honda Revo keluaran tahun 2012.
4) 5 ekor kambing.
c. Memberi izin kepada pemohon (Pemohon) untuk menikah lagi/poligami
dengan calon isterinya yang bernama (Calon isteri kedua Pemohon)
Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara yang hingga
kini sebesar Rp. 361.000,00 (tiga ratus enam puluh satu ribu rupiah).
Demikian putusan ini dijatuhkan berdasarkan musyawarah Majelis
Hakim Pengadilan Agama Ambarawa, pada hari Senin tanggal 13 Januari
2014 Masehi bertepatan dengan tanggal 12 Rabiulawal 1435 Hijriyah, oleh
Kami Drs. H. Salim, SH, MH sebagai Hakim Ketua Majelis, Drs. Sapari,
MSi dan H. Abdul Kholiq, SH.MH sebagai hakim-hakim Anggota, putusan
mana diucapkan oleh Ketua Majelis pada hari itu juga dalam sidang
terbuka untuk umum dengan didampingi hakim-hakim Anggota tersebut
dan dibantu Mohammad Adib Fajrudin, S.Ag sebagai panitera pengganti
dengan dihadiri oleh Pemohon tanpa hadirnya Termohon.
60
4. Kasus Putusan Pemohonan Ijin Poligami No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb
Pengadilan Agama Ambarawa yang memeriksa dan mengadili perkara
tertentu yang dilangsungkan diruang sidang Pengadilan Agama Ambarawa
pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara izin poligami
antara Pemohon (ST) melawan Termohon (DS).
Berdasarkan surat permohonan izin poligami tanggal 02 Juni 2014 yang
terdaftar dalam kepaniteraan Pengadilan Agama Ambarawa Nomor: 0493/Pdt.
G/2014/PA. Amb telah mengajukan hal-hal sebagi berikut:
a. Bahwa pada tanggal 25 Januari 1995, Pemohon dan Termohon
melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai pencatat nikah
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bergas, Kabupaten
Semarang.
b. Setelah pernikahan tersebut Pemohon dan Termohon bertempat
tinggal dirumah orang tua Pemohon dilingkungan Pringapus selama 5
tahun, kemudian pindah dikediaman bersama dilingkungan Pringapus
selama 14 tahun 5 bulan.
c. Bahwa selama pernikahan tersebut Pemohon dan Termohon telah
hidup rukun layaknya suami isteri dan dikaruniai 3 orang anak, anak
pertama bernama YW umur 18 tahun sekarang diasuh oleh Pemohon
dan Termohon, anak kedua MW umur 15 tahun sekarang diasuh oleh
61
Pemohon dan Termohon dan anak ketiga, umur 12 tahun sekarang
diasuh oleh Pemohon dan Termohon.
d. Bahwa Pemohon hendak menikah lagi (poligami) dengan seorang
Perempuan:
Nama : calon isteri kedua Pemohon.
Umur : 25 tahun.
Agama : Islam.
Pekerjaan : Buruh tenun.
Tempat kediaman : Kabupaten Jepara.
Yang akan dilangsungkan dan dicatatkan dihadapan Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Pecangaan, Kabupaten
Jepara, karena isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
seorang isteri karena isteri bekerja di Jakarta dan jarang pulang, bahwa
selain itu karena calon isteri kedua telah hamil 5 bulan.
e. Pemohon mampu memenuhi kebutuhan hidup isteri-isteri Pemohon
beserta anak-anak, karena pemohon bekerja sebagai Buruh serabutan
dan mempunyai penghasilan setiap bulannya rata-rata sebesar Rp.
60.000 (enam puluh ribu rupiah).
62
f. Pemohon sanggup berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak
pemohon.
g. Termohon menyatakan rela dan tidak keberatan apabila pemohon
menikah lagi dengan calon isteri kedua Pemohon tersebut.
h. Calon isteri kedua Pemohon menyatakan tidak akan mengganggu
gugat harta benda yang sudah ada selama ini, melainkan tetap utuh
sebagai harta bersama antara Pemohon dan Termohon.
i. Orang tua dan para keluarga termohon dan calon isteri kedua Pemohon
menyatakan rela dan tidak keberatan kalau Pemohon menikah lagi.
j. Antara pemohon dan calon isteri kedua pemohon tidak ada larangan
untuk melakukan perkawinan, baik menurut Undang-undang maupun
menurut syari’at Islam, yakni:
1) Calon isteri kedua Pemohon dengan Termohon bukan saudara dan
bukan sepersusuan, begitupun antara Pemohon dan calon isteri
kedua Pemohon.
2) Calon isteri kedua pemoh tidak terikat pertunangan dengan laki-
laki lain.
3) Wali nikah calon isteri kedua Pemohon bernama Ayah tiri calon
isteri kedua Pemohon.
k. Pemohon sanggup membayar seluruh biaya perkara yang timbul akibat
perkara ini.
63
Berdasarkan alasan/dalil-dalil diatas, Pemohon mohon agar Ketua
Pengadilan Agama Ambarawa segera memanggil pihak-pihak dalam
perkara ini, selanjutnya memeriksa dan mengadili perkara ini dengan
menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
a) Mengabulkan permohonan Pemohon.
b) Menetapkan, memberi izin kepada Pemohon untuk menikah lagi
dengan calon isteri kedua Pemohon.
c) Menetapkan biaya perkara menurut hukum kepada Pemohon.
d) Atau menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
Bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Pemohon dan
Termohon hadir dipersidangan, kemudian oleh Ketua Majelis
diperintahkan untuk mediasi dan para pihak sepakat memilih Drs. H. Fuad
sebagai mediatornya. Uuntuk itu sidang ditunda untuk hari berikutnya
untuk laporan hasil mediasi.
Pada sidang berikutnya mediator telah melaporkan hasil
mediasinya tertanggal 08 Juli 2014, yang menyatakan tidak berhasil/gagal
dan majelispun mendamaikan para pihak tetapi tidak berhasil, maka ketua
majelis membacakan permohonan pemohon, yang isinya tetap
dipertahankan oleh Pemohon.
64
Bahwa atas Permohonan Pemohon tersebut Termohon telah
memberikan jawaban secara lisan sebagai berikut:
1. Bahwa terhadap posita huruf (a) sampai dengan huruf (c) benar. Dan
terhadap dalil pemohon pada posita angka 4 tidak benar.
2. Bahwa pada posita huruf (e) tidak benar, dengan penghasilan sebesar
itu masih belum bias mencukupi kebutuhan Pemohon dan Termohon
dan juga anak-anaknya.
3. Bahwa pada posita huruf (f) tidak benar, Pemohon tidak akan biasa
berbuat adil jika beristeri lagi, sebab sementara ini Pemohon yang
beristeri seorang saja tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai
seorang suami tehadap Termohon dan anak-anak.
4. Bahwa pada posita huruf (g) tidak benar, Termohon tidak rela dan
tidak pula memberi izin kepada Pemohon untuk beristeri lagi.
5. Bahwa pada posita huruf (h) tidak benar, Pemohon sudah 1 tahun tidak
memperdulikan Termohon dan anak-anak dan ia lebih perhatian pada
calon isteri keduanya, sementara Termohon dan anak-anak diabaikan.
6. Bahwa pada posita huruf (i) tidak benar, bahwa orang tua Pemohon
dan Termohon sera semua keluarga keberatan terhadap Pemohon yang
akan menikah lagi.
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, mohon kepada majelis
agar menolak permohonan Pemohon.
65
Bahwa atas jawaban Termohon diatas kemudian Pemohon
memberikan Repliknya yang pada pokoknya tetap pada permohonan,
begitu pula terhadap Replik Pemohon tersebut, Termohon menyatakan
tetap pada jawabannya.
Bahwa setelah jawab-menjawab dianggap cukup. Maka
dilanjutkan pemeriksaan calon isteri kedua Pemohon. Bahwa majelis
hakim sudah mendengar keterangan calon isteri kedua Pemohon bernama
ST binti AD sebagai berikut:
a) Bahwa calon isteri kedua Pemohon sudah saling kenal dan berpacaran
bahkan akibat hubungan dengan Pemohon sekarang calon isteri kedua
Pemohon sudah melahirkan anak yang sekarang berumur 5 (lima)
bulan.
b) Bahwa calon isteri kedua Pemohon bersetatus perawan dan tidak
terikat pertunangan dengan laki-laki lain.
c) Bahwa calon isteri kedua bekerja sebagi buruh tenun dengan upah
setiap harinya sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya, penggugat telah
mengajukan bukti surat berupa:
1. Foto kopi tanda penduduk atas nama Pemohon yang telah diterbitkan
oleh kantor kependudukan dan pencatatan sipil kabupaten Semarang,
66
kemudian oleh majelis hakim dicocokkan sesuai dengan aslinya,
kemudian ditandai dengan P.1.
2. Fotokopi duplikat kutipan akta nikah yang diterbitkan oleh kantor
urusan Agama, kemudian oleh majelis hakim dicocokkan sesuai
dengan aslinya, kemudian ditandai dengan P.2.
3. Surat pernyataan bersedia dipoligami, setelah diteliti oleh majelis
hakim kemudian ditandai dengan P.3.
4. Surat pernyataan berlaku adil, setelah diteliti oleh majelis hakim
kemudian ditandai dengan P.4.
Bahwa selain itu Penggugat juga mengajukan saksi-saaksi yaitu:
1. Saksi 1, umur 42 tahun, agama Islam, pekerjaan buruh, bertempat
tinggal di Kabupaten Semarang, saksi adalah tetangga Pemohon,
memberikan keterangan dibawah sumpah pada pokoknya:
a. Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon.
b. Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah
pada tahun 1995 yang lalu dan dari perkawinannya telah dikaruniai
3 orang anak.
c. Bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon hingga sekarang
baik-baik saja dan Termohon penah pergi ke Jakarta namun
Termohon sekarang ada dirumah bersama dengan anak-anak.
67
d. Bahwa setahu saksi Pemohon hendak menikah lagi dengan calon
isteri kedua Pemohon yang berasal dari Jepara.
e. Bahwa Pemohon bekerja sebagai buruh dengan penghasilan sekitar
70 sampai dengan 80 perharinya.
f. Bahwa menurut saksi dengan penghasilan sebesar itu untuk
menghidupi satu keluarga yang ada masih kurang, apalagi kalau
untuk 2 isteri.
g. Bahwa saksi sebagai saudara kurang setuju atas kehendak Pemohon
yang akan menikah lagi.
h. Bahwa saksi sudah menasehati Pemohon, akan tetapi tidak berhasil.
2. Saksi II, umur 67 tahun, agama Islam, memberi keterangan dibawah
sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon, karena
hubungan saksi dengan Pemohon adalah ayah kandung.
b. Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah
pada tahun 1995 yang lalu dan dari perkawinannya telah dikaruniai
3 orang anak.
c. Bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon hingga sekarang
baik-baik saja dan Termohon penah pergi ke Jakarta namun
Termohon sekarang ada dirumah bersama dengan anak-anak.
d. Bahwa setahu saksi Pemohon hendak menikah lagi dengan calon
isteri kedua Pemohon yang berasal dari Jepara.
68
e. Bahwa Pemohon bekerja sebagai buruh dengan penghasilan sekitar
70 sampai dengan 80 perharinya.
f. Bahwa menurut saksi dengan penghasilan sebesar itu untuk
menghidupi satu keluarga yang ada masih kurang, apalagi kalau
untuk 2 isteri.
g. Bahwa saksi sebagai ayah kandung kurang setuju atas kehendak
Pemohon yang akan menikah lagi.
h. Bahwa saksi sudah menasehati Pemohon, akan tetapi tidak berhasil.
Bahwa Pemohon tidak keberatan terhadap keterangan saksi-
saksi tersebut dan dalam kesimpulannya menyatakan mohon putusan.
5. Dasar Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Terhadap Perkara No.
0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan Permohonan Pemohon
seperti telah diuraikan diatas.
Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah mendamaikan pihak
berperkara dengan menasehati Pemohon untuk mengurungkan niatnya
berpoligami, namun tidak berhasil.
Menimbang, bahwa Pemohon hendak menikah lagi dengan calon
isteri kedua Pemohon dengan alasan-alasan seperti yang telah termuat pada
69
bagian duduk perkaranya yang secara formal telah memenuhi syarat sebuah
surat Permohonan.
Menimbang, bahwa perkara in casu adalah permohonan izin
poligami. Maka sesuai pasal 49 huruf (a) Undang Undang Nomor 7 tahun
1989, tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas
Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah
menjadi kewenangan absolut (absolut kompetensi) Pengadilan Agama.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.1, dan keterangan para
saksi dapat dinyatakan terbukti bahwa Pemohon dan Termohon berdomisili
diwilayah yuridiksi Pengadilan Agama Ambarawa, maka secara relatif
(relative kompetensi) Pengadilan Agama Ambarawa berwenang mengadili
perkara ini.
Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan Pemohon dan
Termohon dikuatkan dengan bukti P.2 yang merupakan akta autentik, maka
harus dinyatakan terbukti menurut hukum bahwa Pemohon dan Termohon
telah terikat dalam perkawinan yang sah, oleh karenanya Pemohon dan
Termohon mempunyai kualitas hukum menjadi pihak (legal standing)
untuk perkara a quo.
70
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan pokok perkara,
Majelis Hakim berpendapat perlu untuk terlebih dahulu
mempertimbangkan status harta yang telah diperoleh selama Pemohon
menikah dengan Termohon, vide KMA/032/SK/IV/2006 Tentang
Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi
Pengadilan angka (9) halaman 141.
Menimbang, bahwa Pemohon tidak menyebutkan harta-harta yang
telah diperoleh selama pernikahannya dengan Termohon dan berdasarkan
pengakuan Pemohon yang dibenarkan oleh Termohon dan sksi-saksi
bahwa selama pernikahannya belum atau tidak memperoleh harta bergerak
maupun tidak bergerak, oleh karena itu majelis berpendapat pemeriksaan
perkara a quo dapat dilanjutkan.
Menimbang, oleh karena dalil-dalil Pemohon dibantah oleh
Termohon, maka Pemohon wajib membuktikan dalil-dalil permohonannya
sebagaimana diatur dalam pasal 163 HIR yaitu, barang siapa yang
mendalilkan mempunyai satu hak, atau mengajukan suatu peristiwa untuk
menegaskan haknya haruslah membuktikan dan yurispundensi MARI No.
540 k/Sip/1992 tanggal 11 September 1972 yang menyatakan bahwa
“karena tergugat asal menyangkal, penggugat harus membuktikan dalil-
dalilnya”.
71
Menimbang, berdasarkan Al-quran surat An-nisa’ ayat 3 yang
berbunyi sebagai berikut:
Artinya : kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu milik.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.
Menimbang, bahwa dalam Al-quran surat An –nisa’ ayat 129 yang
berbunyi sebagai berikut:
72
Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara
isteri-isteri, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,
karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang
kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-
katung.
Dua makna ayat tersebut maknanya adalah larangan, yaitu larangan
menikahi lebih dari satu wanita jika dikhawatirkan tidak dapat berbuat
adil.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tersebut diatas, majelis berkesimpulan alasan permohonan Pemohon tidak
memenuhi syarat baik komulatif maupun alternatif sehingga tidak
beralasan hukum. Sebagaiman yang diatur dalam pasal 4 ayat (1) dan (2)
huruf (c), pasal 5 ayat (1) huruf (a), (b) dan (c) Undang-undang No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan Jo. Pasal 55 ayat (2), pasal 58 ayat (1)
huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam, maka majelis hakim
berpendapat permohonan izin poligami patut ditolak.
6. Putusan Majelis Hakim Terhadap Perkara No. 0493/Pdt. G/2014/PA.
Amb.
a. Menolak permohonan Pemohon.
73
b. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar seluruh biaya
perkara sebesar Rp. 691. 000.00 (enam ratus Sembilan puluh satu ribu
rupiah).
Demikian putusan ini dijatuhkan berdasarkan musyawarah Majelis
Hakim Pengadilan Agama Ambarawa, pada hari Selasa tanggal 14 Oktober
2014 Masehi bertepatan dengan tanggal 19 Rabiulawal 1435 Hijriyah, oleh
Kami Drs. H. Abdul Syukur, SH, MH sebagai Hakim Ketua Majelis, Drs.
Sapari, MSi dan H. Syamsyuri sebagai hakim-hakim Anggota, putusan
mana diucapkan oleh Ketua Majelis pada hari itu juga dalam sidang
terbuka untuk umum dengan didampingi hakim-hakim Anggota tersebut
dan dibantu Mu’asyaratul Azizah, SH sebagai panitera pengganti dengan
dihadiri oleh Pemohon diluar hadirnya Termohon.
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA AMBARAWA
TENTANG IZIN POLIGAMI
74
A. Kasus Perkara Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0498/Pdt.
G/2014/PA. Amb.
1. Proses Penyelesaian perkara Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb.
Pengadilan Agama Ambarawa dalam menyelesaikan perkara
permohonan ijin poligami berpedoman pada pasal 3, 4, dan 5 UU No. 1 Tahun
1974, pasal 40-44 PP No. 9 Tahun 1975, pasal 55-59 Kompilasi Hukum
Islam.
Proses penyelesaian perkara permohonan ijin poligami Pemohon No.
1139Pdt.G/2013/PA. Amb sebagaimana tata cara penyelesaian perkara
permohonan ijin poligami di Pengadilan Agama adalah sebagai berikut:
a. Proses Medisi
Majelis Hakim berusaha menasehati Pemohon agar tidak
mengajukan permohonan ijin poligami. Hal ini sesuai dengan pasal 130
ayat (1) HIR, pasal 154 R.Bg dan pasal 14 ayat (2) Undang-undang No. 14
Tahun 1970 tentang upaya damai pada setiap permulaan sidang perkara
perdata. Maka Pemohon dan Termohon sepakat memilih mediator yang
disediakan oleh Pengadilan Agama Ambarawa namun mediasi gagal.
Kemudian pada sidang lanjutan Majelis Hakim untuk menasehati
pemohon namun tidak berhasil atau gagal, sehingga proses pemeriksaan
75
dilanjutkan dengan pembacaan surat permohonan ijin poligami No
1139/Pdt.G/2013/PA. Amb oleh majelis hakim.
b. Pembacaan permohonan Pemohon
Setelah Majelis Hakim mengupayakan upaya damai kepada
Pemohon ijin poligami tidak berhasil, proses pemeriksaan dilanjutkan
dengan pembacaan permohonan Pemohon yang dalam surat permohonan
ijin poligami No. 1139/Pdt.G/2013/PA.Amb memuat:
1) Identitas Pemohon, umur 42 Tahun, agama Islam, buruh serabutan,
bertempat tinggal di Kabupaten semarang,
2) Identitas Termohon, umur 39 Tahun, agama Islam, pekerjaan ibu
rumah tangga, bertempat tinggal di Kabupaten Semarang.
3) Alasan-alasan Pemohon mengajukan permohonan ijin poligami
adalah:
a) Pemohon telah mendapatkan ijin tertulis dari Termohon.
b) Pemohon mempunyai kemampuan untuk menjamin kehidupan
rumah tangga kelak.
c) Pemohon bersedia berlaku adil terhadap isteri dan anak-anak.
d) Calon isteri kedua Pemohon sudah hamil 5 bulan.
4) Tuntutan yang diminta adalah Mengabulkan permohonan Pemohon,
Menyatakan memberi ijin kepada Pemohon untuk poligami dengan
seorang perempuan bernama calon Isteri kedua Pemohon dan
76
Membebankan biaya perkara sesuai peraturan yang berlaku. Kemudian
Persidangan selanjutnya adalah mendengarkan jawaban Termohon.
c. Jawaban Termohon
Termohon memberikan jawaban atas permohonan yang diajukan
oleh Pemohon secara lisan di depan persidangan (sesuai pasal 121 ayat (2)
HIR/pasal 145 (2) R.Bg jo pasal 132 ayat (1) HIR/pasal 158 (1) R.Bg
yang menyatakan bahwa jawaban dapat dilakukan secara tertulis atau
lisan) yang pada intinya membenarkan semua dalil-dalil Pemohon.
d. Pemanggilaan Calon Isteri Kedua Pemohon
Calon isteri kedua Pemohon hadir dalam Persidangan dengan dibantu
oleh pembantu bicara karena calon isteri kedua adalah tuna wicara untuk
dimintai keterangan.
e. Tanggapan (Replik) Pemohon
Pemohon dalam repliknya membenarkan semua jawaban atau
keterangan yang disampaikan Termohon dalam persidangan. Berdasarkan
proses jawab-menjawab yang terjadi di persidangan, Majelis Hakim perlu
adanya pembuktian, karena jawaban Termohon yang disampaikan kepada
Majelis Hakim dibenarkan oleh Pemohon. Hal ini sesuai dengan pasal 174
HIR, pasal 311 R.Bg, pasal 1925 BW dan pasal 1916 ayat (2) No. 4 BW
yang menyatakan bahwa pengakuan murni dimuka sidang merupakan
77
bukti yang sempurna terhadap yang melakukannya, dan bersifat
menentukan karena tidak memungkinkan pembuktian lawan.
f. Putusan No 1139 Pdt. G/2013/PA. Amb.
Berdasarkan tahap-tahap proses persidangan diatas, Majelis Hakim
yang menangani perkara permohonan ijin poligami No. 1139/Pdt
G/2013/PA. Amb memberikan putusan yang isinya:
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon.
2. Menetapkan harta bersama Pemohon dengan Termohon adalah sebagai
berikut :
1) Sebidang tanah dan bangunan rumah seluas 168 M.2 yang terletak
di Gelaran RT: 001 RW: 002 Desa Trayu, Kecamatan Sumowono,
dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Barat : Jalan Desa;
Sebelah Timur : Tanah Bapak. Supomo;
Sebelah Selatan : Tanah Bapak. Sudomo;
Sebelah Utara : Tanah Bapak. Sariyadi;
2) Sebidang sawah seluas 1/2 hektar yang terletak di Gelaran RT:
001 RW: 002 Desa Trayu, Kecamatan Sumowono, dengan batas-
batas sebagai berikut:
78
Sebelah Barat : Tanah milik Bapak. Jari;
Sebelah Timur : Tanah Bapak. Yamin;
Sebelah Selatan : Tanah Bapak. Darwanto;
Sebelah Utara : Tanah Ibu Cempluk ;
3) Sepeda Motor merk Honda Revo tahun 2012.
4) 5 ekor kambing.
3. Memberi izin kepada pemohon (Pemohon) untuk menikah
lagi/poligami dengan calon isterinya yang bernama (Calon isteri kedua
Pemohon) Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya
perkara yang hingga kini sebesar Rp. 361.000,00 (tiga ratus enam
puluh satu ribu rupiah).
Menyatakan permohonan Pemohon dikabulkan, sangat tepat
karena penulis mendasarkan hal tersebut pada persyaratan permohonan
dapat diterima apabila syarat formal suatu perkara (gugatan maupun
permohonan) terpenuhi dan pokok perkara sudah diperiksa atau sudah
diadili.
Dalam proses persidangannya pokok perkara sudah diperiksa oleh
Majelis Hakim. Permohonan ijin poligami perkara No. 1139/Pdt.
G/2013/PA. Amb, menurut penulis sudah tepat, karena alasan yang
79
diajukan Pemohon dalam surat permohonan ijin poligaminya memenuhi
syarat alternatif yang tercantum dalam pasal 4 ayat (2) UU No. 1 Tahun
1974.
Majelis hakim dalam memutus perkara No. 1139/Pdt. G/2013/PA.
Amb, berpendapat bahawa cukup alasan untuk Pemohon melakukan
poligami yaitu karena Termohon rela dan karean calon isteri kedua telah
hamil karena hubungannya dengan Pemohon.
2. Proses Penyelesaian perkara Putusan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.
Perkara dengan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb, masuk pada register
perkara gugatan tanggal 02 Juni 2014. Pengadilan Agama Ambarawa dalam
menyelesaikan perkara permohonan ijin poligami berpedoman pada pasal 3, 4,
dan 5 UU No. 1 Tahun 1974, pasal 40-44 PP No. 9 Tahun 1975, pasal 55-59
Kompilasi Hukum Islam.
a. Proses pengajuan perkara
Proses pengajuan perkara No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb ini juga
dimulai dengan surat permohonan tertulis dengan identitas yang jelas
yaitu suami sebagai Pemohon dan issteri kedudukannya sebagai
Terrmohon.
80
Proses penyelesaian perkara permohonan ijin poligami Pemohon
No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb sebagaimana tata cara penyelesaian
perkara permohonan ijin poligami di Pengadilan Agama adalah sebagai
berikut:
b. Proses Mediasi
Majelis Hakim berusaha menasehati Pemohon agar tidak
mengajukan permohonan ijin poligami. Hal ini sesuai dengan pasal 130
ayat (1) HIR, pasal 154 R.Bg dan pasal 14 ayat (2) Undang-undang No. 14
Tahun 1970 tentang upaya damai pada setiap permulaan sidang perkara
perdata. Kemudian Pemohon dan Termohon memilih mediator yang di
sediakan oleh Pengadilan Agama namun usaha Mediator gagal atau tidak
berhasil. Kemudian pada siadang selanjutnya Majelis Hakim untuk
menasehati pemohon namun tidak berhasil, sehingga proses pemeriksaan
dilanjutkan dengan pembacaan surat permohonan ijin poligami No
0493/Pdt.G/2014/PA. Amb oleh majelis hakim.
c. Pembacaan permohonan Pemohon
Setelah Majelis Hakim mengupayakan upaya damai kepada
Pemohon ijin poligami tidak berhasil, proses pemeriksaan dilanjutkan
dengan pembacaan permohonan Pemohon yang dalam surat permohonan
ijin poligami No. 0493/Pdt.G/2014/PA. Amb memuat:
81
1. Identitas Pemohon, umur 42 Tahun, agama Islam, buruh serabutan,
bertempat tinggal di Kabupaten semarang.
2. Identitas Termohon, umur 39 Tahun, agama Islam, pekerjaan ibu
rumah tangga, bertempat tinggal di Kabupaten Semarang.
3. Alasan-alasan Pemohon mengajukan permohonan ijin poligami
adalah:
a) Termohon tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang isteri.
b) Pemohon mempunyai kemampuan untuk menjamin kehidupan
rumah tangga kelak.
c) Pemohon bersedia berlaku adil terhadap isteri dan anak-anak.
d) Calon isteri kedua Pemohon sudah hamil 5 bulan.
4. Tuntutan yang diminta adalah Mengabulkan permohonan Pemohon,
Menyatakan memberi ijin kepada Pemohon untuk poligami dengan
seorang perempuan bernama calon Isteri kedua Pemohon dan
Membebankan biaya perkara sesuai peraturan yang berlaku. Kemudian
pada sidang selanjutnya yaitu mendengarkan jawaban Termohon.
d. Jawaban Termohon
Termohon memberikan jawaban atas permohonan yang diajukan
oleh Pemohon secara lisan didepan persidangan yaitu:
1) Bahwa termohon menjalankan kewajibannya sebagai seorang isteri
2) Bahawa Pemohon tidak akan bias berlaku adil jika beristeri lagi.
3) Bahwa Termohon tidak rela kalau Pemohon menikah lagi.
82
4) Bahawa keluarga Pemohon dan keluarga Termohon tidak setuju kalau
Pempohon menikah lagi.
e. Pemanggilaan Calon Isteri Kedua Pemohon
Kemudian majelis hakim pada sidang selanjutnya memanggil calon
isteri kedua Pemohon untuk hadir dalam Persidangan untuk dimintai
keterangan.
f. Tanggapan (Replik) Pemohon
Pemohon dalam repliknya membenarkan semua jawaban atau
keterangan yang disampaikan Termohon dalam persidangan dan Pemohon
menyatakan mohon putusan. Berdasarkan proses jawab-menjawab yang
terjadi di persidangan, Majelis Hakim perlu adanya pembuktian, karena
jawaban Termohon yang disampaikan kepada Majelis Hakim dibenarkan
oleh Pemohon. Hal ini sesuai dengan pasal 174 HIR, pasal 311 R.Bg,
pasal 1925 BW dan pasal 1916 ayat (2) No. 4 BW yang menyatakan
bahwa pengakuan murni dimuka sidang merupakan bukti yang sempurna
terhadap yang melakukannya, dan bersifat menentukan karena tidak
memungkinkan pembuktian lawan.
g. Putusan Majelis Hakim Terhadap Perkara No 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.
83
Berdasarkan tahap-tahap proses persidangan diatas, Majelis Hakim
yang menangani perkara permohonan ijin poligami No. 0493/Pdt
G/2014/PA. Amb memberikan putusan yang isinya:
1) Menolak Permohonan Pemohon.
2) Membebankan kepada Pemohon untuk membayar seluruh biaya
perkara yang sebesar Rp. 691.000,00 (enam ratus sembilan puluh satu
ribu rupiah).
Majelis hakim Menyatakan permohonan Pemohon ditolak, sangat
tepat karena menurut penulis dalam proses persidangannya pokok perkara
sudah diperiksa oleh Majelis Hakim. Permohonan ijin poligami perkara
No. 0493/Pdt. G/20134PA. Amb, karena alasan yang diajukan Pemohon
dalam surat permohonan ijin poligaminya tidak memenuhi syarat alternatif
maupun syarat komulatif sebagaiman yang yang tercantum dalam pasal 4
ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974, yaitu pengadilan memberikan ijin kepada
seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang.
B. Analisis Dasar Pertimbangan Hukum Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA.
Amb dan No. 0498/Pdt. G/2014/PA. Amb.
Pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama mengacu pada hukum acara
perdata pada umumnya, kecuali yang diatur secara khusus, yaitu dalam
84
memeriksa perkara sengketa pekawinan. Seperti permohonan izin beristeri lebih
dari seorang (poligami) diatur dalam pasal 3, 4 dan 5 UU No. 1/1974, pasal 40-44
PPNo. 9/1975, pasal 55-59 Kompilasi Hukum Islam (Arto, 1998:235).
Dalam pertimbangan hukum, hakim juga harus mempertimbangkan dasar-
dasar hukum yang berlaku di Pengadilan Agama. Pertimbangan hukum harus
menggambarkan tentang bagaimana fakta atau kejadian. Dasar-dasar hukum yang
dipergunakan hakim dalam menilai fakta dan memutus fakta baik menurut dalil-
dalil syar’I maupun Undang-undang yang berlaku.
1. Analisis Putusaan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb
Majelis Hakim menyimpulkan fakta, bahwa dalam perkara No.
1139/Pdt. G/2013/PA. Amb ini berdasarkan jawaban Termohon yang
membenarkan semua dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon serta dikuatkan
oleh saksi-saksi, Termohon menyatakan bersedia atau setuju untuk dimadu,
karena calon isteri Pemohon tersebut telah hamil disebabkan perbuatan
Pemohon. Majelis hakim berpendapat bahwa permohonan Pemohon untuk ijin
menikah lagi secara poligami tersebut telah cukup alasan sehingga
dikabulkan.
Ketentuan bahwa Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada
seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang, apabila terpenuhi syarat
alternatif dalam pasal 4 ayat (2) UUP No. 1 Tahun 1974, yaitu:
85
1) bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.
2) bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan, dan
3) Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Menurut penulis, Majelis Hakim yang mengabulkan permohonan No.
1139/Pdt. G/2013/PA. Amb Tersebut telah melakukan penemuan Hukum
dengan perluasan penafsiran Hukum. Majelis Hakim dalam memutus perkara
tersebut mempertimbangkan bahwa persetujuan Termohon terhadap
permohonan Pemohon tersebut dikarenakan calon isteri kedua Pemohon
tersebut telah hamil yang mana menurut hukum yang hidup dalam masyarakat
atau adat kebiasaan “laki-laki yang menghamili perempuan lajang harus
bertanggung jawab untuk menikahinya”.
Karena calon isteri kedua Pemohon adalah penyandang Disabilitas
maka Majelis Hakim juga mempertimbangkan dengan Undang-undang No. 19
tahun 2011 konvensi angka 4 yaitu: ”Setiap penyandang cacat harus bebas
dari perlakuan tidak manusiawi, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan
perlakuan semena-mena serta berhak untuk mendapatkan penghormatan atas
integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain”.
Majelis Hakim menyimpulkan bahwa permohonan No. 1139/Pdt.
G/2013/PA. Amb sudah memenuhi syarat komulatif yaitu dengan
86
dikuatkannya pernyataan termohon yang rela kalau Pemohon menikah lagi
dengan isteri kedua, kemudian pemohon menyatakan sanggup berlaku adil
terhadap isteri-isteri pemohon. Sehingga permohonan Pemohon patut
dikabulkan.
Majelis dalam mengabulkan permohonan ijin poligami No. 1139/Pdt.
G/2014/PA. Amb berpedoman dengan UU perkawinan No. 1 tahun 1974
pasal 5 ayat (1) yaitu:
a) Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri
b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan
hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan
anak-anak mereka.
Menurut bapak Salim ketua Majelis yang menangani perkara No.
1139/Pdt. G/2013/PA. Amb, pertimbangannya dalam mengabulkan
permohonan Pemohon tidak hanya mengacu pada Undang-undang No. 1
tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Akan tetapi beliau juga mengacu
pada undang-undang No. 19 tahun 2011.
Pertimbangan Hakim dalam mengabulkan permohonan poligami ini
menurut lebih menekankan pada nilai manfaat dalam arti melindungi calon
isteri kedua Pemohon dan anak yang dikandungnya, sehingga anak yang
87
dikandungnya saat lahir akan menjadi anak sah menurut hukum. Putusan ini
dapat juga memberi pengaruh negatif dalam masyarakat pada umumnya yaitu
akan timbul pemikiran bahwa untuk mendapatkan izin poligami dari
Pengadilan akan lebih mudah jika calon isteri kedua telah hamil terlebih dulu.
Menurut Penulis, dalam pertimbangan hakim mengabulkan Perkara
No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb, ini tidak dapat dibenarkan karena tidak ada
dasar hukum dalam Undang-undang maupun dalam nash Al-quran, yang
menyatakan bahwa seorang laki-laki dapat melakukan poligami karena calon
isteri kedua telah hamil.
2. Analisis Putusan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb
Pada kasus permohonan izin poligami dengan Nomor perkara No.
0493/Pdt. G/2014/PA. Amb, pihak suami mengajukan permohonan poligami
dengan alasan sesuai pasal 4 ayat (2) huruf a. Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan yaitu isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai isteri, akan tetapi perkara ini ditolak oleh Majelis hakim dengan
alasan tidak terbukti memenuhi alasan berdasarkan pasal 4 ayat (2) Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974.
Sebelum melakukan penerapan Hukum dalam pertimbangan
Hukumnya, Majlis Hakim telah membuktikan benar tidaknya peristiwa atau
fakta yang diajukan para pihak dengan pembuktian melalui alat-alat bukti
88
yang sah, menurut hukum pembuktian, yang diuraikan dalam duduk perkara
dan Berita Acara Persidangan, yaitu sebagai berikut:
1) Bahwa Termohon tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai seorang
isteri.
2) Bahwa Termohon menyetujui permohonan Pemohon untuk ijin poligami.
3) Bahwa alasan permohonan Pemohon yang sebenarnya adalah calon isteri
kedua Pemohon telah hamil dan Pemohon di tuntut untuk menikahinya
secara poligami.
Maka berdasarkan berdasarkan dalil-dalil pemohon fakta angka 1 dan
2 tersebut diatas tidak terbukti, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa alasan
yang diajukan Pemohon dalam permohonan menurut pasal 4 ayat (2) Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga permohonan
Pemohon dinyatakan tidak beralasan, maka permohonan Pemohon patut di
tolak.
Menurut pertimbangan majelis hakim yang menyimpulkan bahwa
alasan permohonan Pemohon sesuai pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut tidak terbukti, sehingga
permohonan Pemohon dinyatakan tidak beralasan maka pemohonan Pemohon
harus ditolak. Majelis Hakim juga berpandangan bahwa alasan calon Isteri
Pemohon tersebut telah hamil dan Pemohon dituntut bertanggung jawab
89
menikahinya serta Termohon setuju, tidak dapat dibenarkan oleh Majelis
Hakim karena Termohon dalam jawabannya tidak setuju kalau Pemohon mau
menikah lagi.
Majelis Hakim yang memeriksa perkara No. 0493/Pdt. G/2014/PA.
Amb tentang ijin poligami tidak memenuhi syarat pada Undang-undang
perkawina No. 1 tahun 1974 pasal 5 yaitu:
a) Adanya persetujuan isteri.
b) Adanya kemampuan suami menjamin keperluan isteri-isteri dan anak-
anak.
c) Adanya jaminan suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak
Selanjutnya Majelis mempertimbangkan bahwa persetujuan Termohon
sebagaimana fakta angka satu tersebut diatas dibantah oleh Termohon,
karena termohon dalam jawabannya secara lisan tidak rela kalau Pemohon
menikah lagi. Kemudian pada fakta angka dua diatas menurut Termohon,
dengan penghasilan Rp, 70.000 satu hari belum cukup untuk memenuhi satu
orang isteri.
Putusan ini lebih tepat karena lebih mencerminkan keadilan bagi
termohon (isteri) pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, karena
putusan ini lebih melindungi hak-hak isteri dari skandal yang dilakukan suami
dengan perempuan lain. Dari segi sosiologis majelis hakim memang kurang
90
mempertimbangkan keadaan calon isteri kedua pemohon yang sedang hamil,
padahal dalam hukum adat di Jawa mengusahakan agar perempuan yang
hamil diluar nikah untuk dikawini oleh laki-laki yang menghamilinya.
Menurut penulis putusan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb sudah tepat,
karena karena didalam Undang-undang maupun nash Al-quran tidak ada yang
menyebutkan bahwa seorang laki-laki dapat melakukan poligami karena calon
isteri kedua telah hamil, bahkan hamil di luar perkawinan yang sah
merupakan Perbuatan zina.
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Poligami adalah adalah perkawinan lebih dari seorang istri dengan batasan
empat orang istri yang dilakukan suami untuk membagi kasih sayang terhadap
istri-istrinya dan sebagai ibadah yang halal untuk mewujudkan keluarga yang
bahagia.
Dengan melihat dan mencermati, uraian bab pertama sampai dengan bab ke
empat sekripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Prosedur Poligami Yang diatur Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yaitu:
Alasan-alasan diterimanya permohonan poligami:
a. Isteri tidak dapat menjalakan kewajibannya sebagai seorang isteri.
b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Syarat-syarat poligami:
92
1) Adanya persetujuan dari isteri-isteri.
2) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-
isteri dan anak-anak mereka.
3) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan
anak-anak mereka.
2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Memutus Perkara No. 1139/Pdt.
G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.
a. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Memutus Perkara No.
1139/Pdt. G/2013/PA. Amb.
1) Terpenuhinya syarat fakultatif yaitu Termohon tidak dapat melayani
suami secara maksimal sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 ayat
(2) huruf b Undang–undang perkawinan yaitu: isteri mendapat cacat
badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
2) Terpenuhinya syarat Komulatif sebagaimana yang telah diatur dalam
pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 1 tahun 1974 yaitu:
a) Adanya persetujuan dari isteri-isteri.
b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-
isteri dan anak-anak mereka.
3) Terpenuhinya pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) kompilasi Hukum Islam.
93
4) Pada pengajuan izin poligami No.1139/Pdt. G/2013/PA. Amb diatas
calon isteri kedua adalah penyandang disabilitas, majelis hakim
majelis hakim mempertimbangkan dengan Undang-undang nomor 19
tahun 2011. Walaupun alasan itu tidak terdapat dalam Undang-undang
No. 1 tahun 1974.
5) Pada pengajuan perkara izin poligami No.1139/Pdt. G/2013/PA. Amb
diatas calon isteri kedua telah hamil, majelis hakim
mempertimbangkan kemaslahatan yaitu dengan menggunakan kaidah
Fiqqhiyyah dalam kitab Asybah wan Nadhair.
b. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Memutus Perkara No.
0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.
1) Oleh karena dalil-dalil Pemohon dibantah oleh Termohon, maka
Pemohon wajib membuktikan dalil-dalil permohonannya sebagaimana
diatur dalam pasal 163 HIR yaitu, barang siapa yang mendalilkan
mempunyai satu hak, atau mengajukan suatu peristiwa untuk
menegaskan haknya haruslah membuktikan dan yurispundensi MARI
No. 540 k/Sip/1992 tanggal 11 September 1972 yang menyatakan
bahwa “karena tergugat asal menyangkal, penggugat harus
membuktikan dalil-dalilnya”. Akan tetapi Pemohon tidak bisa
membuktikan dalil-dalil permohonannya.
2) Bahwa alasan permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat baik
komulatif maupun alternatif sehingga tidak beralasan hukum.
94
Sebagaiman yang diatur dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) huruf (c), pasal
5 ayat (1) huruf (a), (b) dan (c) Undang-undang No. 1 tahun 1974
tentang perkawinan Jo. Pasal 55 ayat (2), pasal 58 ayat (1) huruf (a)
dan (b) Kompilasi Hukum Islam, maka majelis hakim berpendapat
permohonan izin poligami patut ditolak.
3) Pada pengajuan perkara izin poligami No.0493/Pdt. G/2014/PA. Amb
diatas calon isteri kedua telah hamil, majelis hakim
mempertimbangkan dengan Alquran surat An-nisa’ ayat (3) dan surat
(129) sehingga Permohonan Pemohon ditolak.
B. Saran
Perkawinan mempunyai kedudukan yang sangat sakral, yang bertujuan
untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan
warahmah. Majelis hakim hendaknya berhati-hati dalam memeriksa dan memutus
perkara permohonan izin poligami, terutama permohonan izin poligami karena
calon istri kedua telah hamil.
Kepada semua pihak, terutama kepada suami yang ingin menikah lebih
dari satu istri, agar jangan menjadikan alasan pengajuan poligami sebagai alat
pembenar untuk mengawini wanita yang telah dihamilinya sebelum adanya akad
perkawinan yang sah. Karena bagaimanapun juga hamil diluar perkawinan yang
sah merupakan merupakan perbuatan dosa besar.
95
C. Penutup
Dengan mengucap syukur Alhamdulillahirabbilalamin atas kehadirat Allah
SWT, serta shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammad Saw sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
Walaupun dalam perjalanannya, penulis menemukan banyak hambatan
namun hal ini tidak membuat penulis putus asa untuk segera menyelesaikan skripsi
ini. Meskipun tulisan ini telah diupayakan secermat mungkin, namun mungkin saja
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, hal ini semata-mata merupakan
keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Menyadari akan hal itu, penulis
mengharap kritik dan saran dari para pembaca untuk menyempurnakan tulisan ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada
penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Arij. 2003. Memahami Keadilan Dalam Poligami, Jakarta:Global
Media Cipta Publishing
Abdurrahman. 1992. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta:Akademika
Pressindo
Al-Atthar, Abdul Nasir Taufiq. 1976. Poligami DiTinjau Dari Segi Agama, Sosial
Dan Perundang-Undangan, Jakarta:Bulan Bintang
Ali, Zainuddin. 2006. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika
Ali, Mohammad Daud. 1999. Hukum Islam, jakarta:PT RajaGrafindo Persada
Arto, mukti H.A. 1998. Praktek perkara perdata, Yokyakrta:pustaka pelajar
Cassanah, Miftahul. 2008. Al-qur’an Dan Terjemahannya Juz 1-30,
Surabaya:Percetakan Dana Karya
Daradjat, Zakiah. 1995. Ilmu Fiqih, Yogyakarta:Dana Bakti Wakaf
Departemen Agama Republik Indonesia, 1985. Ilmu Fiqih II. Jakarta:Pimpinan
Proyek Pembinaan Prasarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN
Farkhani. 2011. Ilmu Hukum, Yogyakarta:STAIN Salatiga Press
Fatah, rohadi abdul. 2010. Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Fikih Islam, Jakarta:PT
Bumi Aksara
Fathurrahman, Imam. 2007. Saya Tidak Ingin Poligami Tapai Harus Poligami,
Jakarta:Hikmah
Harkan, Ai. 2005. Aku Ingin Menikah Tapi?. Solo:Insan Cemerlang
Hathount, Hassan, 2004. Panduan Seks Islami, Jakarta:Madani Grafika
Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI.
2014. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Jakarta:Mahkamah Agung
dan Komisi Yudisial.
Khisyik, Abdul Hamid. 2005. Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah,
Bandung:PT Mizan Puataka.
Khusen, Moh. 2012. Pembaharuan Hukum Keluarga di Negara Muslim,
Salatiga:STAIN Salatiga Press
Musdah, Mulia Siti. 2004. Islam Menggugat Poligami, Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama
Nurudin, Amiur. 2006. Hukum Perdata di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Poerwadarminto. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia , Jakarta:Balai Pustaka
Rasyid, Chatib & Syaifuddin .2009. Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktik
Pada Preradilan Agama, Yokyakarta:U11Press
Rasyid, Raihan A. 1998. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta:PT Rajagrafindo
Persada
LAMPIRAN-LAMPIRAN
0