analisis puisi

67
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan refleksi cipta, rasa, dan karsa manusia tentang kehidupan. Refleksi cipta artinya karya sastra merupakan hasil penciptaan yang berisis keindahan. Tanpa penciptaan, karya sastra tidak mungkin ada. Karya sastra merupakan refleksi rasa dan karsa berarti bahwa karya sastra diciptakan untuk menyatakan perasaan yang di dalamnya terkandung maksud atau tujuan tertentu. Hal ini membuat karya sastra memiliki kelebihan dibandingkan dengan cabang seni lain, baik dalam bentuk maupun sarana/media yang digunakan, yaitu kata-kata atau bahasa (Suroso, 1995:14). Sumardjo (1991:7) mengemukakan bahwa keindahan dalam sastra terjadi karena adanya keselarasan bahasa atau kata-kata yang digunakan. Dengan demikian, keindahan dalam karya sastra pada hakikatnya adalah 1

Upload: ichwan-aridanu

Post on 14-Jun-2015

41.416 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis PUISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan refleksi cipta, rasa, dan karsa manusia

tentang kehidupan. Refleksi cipta artinya karya sastra merupakan hasil

penciptaan yang berisis keindahan. Tanpa penciptaan, karya sastra tidak

mungkin ada. Karya sastra merupakan refleksi rasa dan karsa berarti

bahwa karya sastra diciptakan untuk menyatakan perasaan yang di

dalamnya terkandung maksud atau tujuan tertentu. Hal ini membuat karya

sastra memiliki kelebihan dibandingkan dengan cabang seni lain, baik

dalam bentuk maupun sarana/media yang digunakan, yaitu kata-kata atau

bahasa (Suroso, 1995:14).

Sumardjo (1991:7) mengemukakan bahwa keindahan dalam sastra

terjadi karena adanya keselarasan bahasa atau kata-kata yang

digunakan. Dengan demikian, keindahan dalam karya sastra pada

hakikatnya adalah wujud dari keselarasan perasaan dan pikiran yang

dinyatakan dengan kata-kata atau bahasa yang tepat.

Pradopo (1995:72) juga mengemukakan bahwa karya sastra

merupakan karya seni yang mempergunakan bahasa sebagai

mediumnya. Berbeda dengan seni lain, misalnya seni musik, dan seni

lukis yang mediumnya netral, dalam arti, belum mempunyai arti, satra

(seni sastra) mediumnya (bahasa) sudah mempunyai arti, mempunyai

sistem dan konvensi. Bahasa sastra adalah bahasa yang sudah

1

Page 2: Analisis PUISI

mempunyai arti. Bahasa berkedudukan sebagai bahan dalm hubungannya

dengan sastra, bahasa sastra sudah mempunyai sistem dan konvensi

sendiri yang mempergunakan bahasa yang disebut sistem semiotik tingkat

kedua.

Untuk membedakan arti bahasa dan arti sastra dipergunakan istilah

arti (meaning) untuk bahasa dan makna (significance) untuk arti sastra.

Makna sastra ditentukan oleh konvensi sastra atau konvensi tambahan

itu. Jadi, dalam sastra arti bahasa tidak lepas sama sekali dari arti

bahasanya. Dalam sastra, arti bahasa itu mendapat arti tambahan atau

konotasinya. Lebih-lebih dalam puisi, konvensi sastra itu sangat jelas

memberi arti tambahan kepada arti bahasanya. Apapun rumusan dan

pengertian tentang sastra, bahasa tetap merupakan medium sastra yang

tidak dapat diabaikan.

Karena medium yang digunakan oleh pengarang adalah bahasa,

pengamatan terhadap bahasa ini pasti mengungkapkan hal-hal yang

membantu kita menafsirkan makna suatu karya atau bagian-bagiannya,

untuk selanjutnya memahami dan menikmatinya (Sudjiman, 1993:vii).

Pradopo (1993:vi) lebih khusus mengacu kepada puisi yang

mempunyai sifat, struktur, dan konvensi-konvensi sendiri. Oleh karena itu

untuk memahaminya perlu dimengerti dan dipelajari konvensi-konvensi

dan struktur puisi tersebut.

Aminuddin dalam Nurhadi (1978:90) mengungkapkan bahwa

apabila dalam komunikasi lisan keseharian penutur lazimnya

2

Page 3: Analisis PUISI

mengutamakan kejelasan isi tuturan, dalam komunikasi sastra isi tuturan

justru disampaikan secara terselubung. Untuk mempertegas pernyataan

tersebut, Aminuddin mengutip prndapat penyair Abdul Hadi yaitu “Puisi

harus berkomunikasi secara tidak langsung dengan pembaca, karena

puisi bukan percakapan sehari-hari, melainkan percakapan batin”.

Pemahaman terhadap karya sastra tidak cukup diprasyarati oleh

penguasaan kode bahasa saja, tetapi juga kode sastra di samping harus

disertai usaha secara sadar, sikap kritis dan kesungguhan hati

(Nurgiyantoro, 1994:342). Analisis terhadap karya sastra (termasuk puisi)

bertujuan agar karya sastra itu dapat dipahami lebih baik sehingga dapat

dinikmati lebih intens serta ditarik manfaatnya dalam memahami hidup ini

(Sudjiman, 1993:1).

Puisi adalah salah satu jenis sastra. Seringkali istilah puisi

disamakan dengan sajak. Akan tetapi, sebenarnya tidak sama, puisi itu

merupakan jenis sastra yang melingkupi sajak, sedangkan sajak adalah

individu puisi. Dalam istilah bahsa Inggrisnya puisi adalah poetry dan

sajak adalah poem. Memang, sebelum ada istilah puisi, istilah sajak untuk

menyebut juga jenis sastranya (puisi) ataupun individunya sastranya

(sajak).

Memahami makna pusis tidaklah mudah, lebih-lebih pada waktu

sekarang, puisi makin kompleks dan aneh. Jenis puisi lain dari jenis prosa.

Prosa tampaknya lebih mudah dipahami maknanya daripada puisi. Hal ini

disebabkan oleh bahasa prosa merupakan ucapan “biasa”, sedangkan

3

Page 4: Analisis PUISI

puisi merupakan ucapan yang “tidak biasa”. Biasanya prosa mengikuti

atau sesuai dengan struktur bahasa normatif sedangakan puisi biasanya

menyimpang dari tata bahasa normatif.

Pengertian pemaknaan puisi atau pemberian makna puisi

berhubungan dengan teori sastra masa kini yang lebih memberikan

perhatian kepada pembaca dari lainnya. Puisi itu suatu artefak yang baru

mempunyai makna bila diberi makna oleh pembaca. Akan tetapi,

pemberian makna itu tidak boleh semau-maunya, melainkan berdasarkan

atau dalam kerangka semiotik (ilmu/sistem tanda).

Untuk memahami puisi dan memberi makna puisi tidaklah mudah

tanpa mengerti konvensi sastra, khususnya konvensi puisi. Puisi

merupakan karya seni yang bermedium bahasa. Puisi harus dipahami

sebagai sistem tanda (semiotik) yang mempunyai makna berdasarkan

konvensi. Medium puisi adalah bahasa yang sudah mempunyai arti

sebagai bahan puisi. Oleh karena itu, bahasa disebut sebagai sistem

tanda atau semiotik tingkat pertama. Makna bahasa disebut arti (meaning)

yang ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa. Dalam karya sastra

bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertama ditingkatkan derajatnya

menjadi sistem tanda tingkat kedua, maka artinya pun ditentukan oleh

konvensi sastra, menjadi arti sastra. Arti sastra adalah arti dari arti

(meaning of meaning) atau makna (significance). Oleh karena itu, untuk

memberi makna puisi haruslah diketahui konvensi puisi tersebut. Diantara

4

Page 5: Analisis PUISI

konvensi puisi adalah ucapan atau ekspresi tidak langsung (Preminger

dkk., 1974:980-981).

Puisi merupakan sebuah struktur. Struktur di sini dalam arti bahwa

karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur terjadi hubungan yang

timbal balik, saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra

merupakan hal-hal saling terikat dan saling bergantung.

Puisi juga merupakan sebuah struktur yang kompleks. Karena itu,

untuk memahami puisi haruslah menganalisis puisi tersebut. Dalam

menganalisis puisi, bagian itu haruslah dipahami sebagai bagian bagian

dari keseluruhan. Seperti dikemukakan di atas, puisi merupakan susunan

keseluruhan yang utuh, yang bagian-bagian atau unsur-unsurnya saling

berkaitan erat dan saling menentukan maknanya. Unsur-unsur struktur

puisi itu koheren atau pertautan erat; unsur-unsur itu tidak otonom,

melainkan merupakan bagian situasi yang rumit dan dari hubungannya

dengan bagian lain, unsur-unsur itu akan mendapat artinya (Culler,

1977:170). Jadi, untuk memahami puisi haruslah diperhatikan jalinan atau

pertautan unsur-unsurnya sebagai bagian dari keseluruhan.

Menganalisis puisi bertujuan memahami makna puisi. Menganalisis

puisi merupakan usaha menangkap dan memberi makna kepada teks

puisi. Karya sastra itu merupakan struktur yang bermakna. Hal ini

mengingat bahwa karya satra itu merupakan sistem tanda yang

mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa.

5

Page 6: Analisis PUISI

Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem

semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang memiliki arti.

Bahasa merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan

oleh konvensi masyarakat. Sistem ketandaan itu disebut semiotik.

Semiotik adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan

dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lain,

pengirimannya, penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.

Apabila studi tentang tanda ini berpusat pada penggolongannya, pada

hubungannya dengan tanda-tanda lainnya, pada caranya bekerja sama

dalam menjalankan bunyinya, itu adalaha kerja dalam fonologi semiotik.

Apabila studi ini menonjolkan tanda-tanda dengan pembentukan kata-

katanya yang dihasilkan, itu adalah kerja morfologi semiotik. Apabila studi

dihubungkan dengan caranya bekerja sama dalam menjalankan

fungsinya, itu adalah kerja dalam sintaks semiotik. Apabila studi ini

menonjolkan hubungan tanda-tanda dengan acuannya dengan interprtasi

yang dihasilkannya, itu adalah kerja semantik semiotik. Apabila studi

tentang tanda ini mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim

dan penerimaannya, itu adalah kerja pragmatik semiotik.

Ferdinand de Saussure dalam bukunya Cours de Linguistique

Generale mengemukakan bahwa pengertian dasar linguitik yang bertolak

pada pemikiran dua dimensi. Pengertiannya selalu berupa pasangan yang

berlawanan, yakni dikotomi antara langue dan parole, signifiant dan

6

Page 7: Analisis PUISI

signifie serta sintagma dan paradigm. Buku ini dianggap sebagai

permulaan dari linguistic strukturalis.

Sumbangan de Saussure bagi semiologi pertama-tama adalah

penekanan pentingnya suatu ilmu tanda yang tercantum dalam bukunya

yang mengatakan bahwa “… linguistik hanya merupakan bagiam ilmu

umum. Aturan-aturan yang akan ditemukan oleh semiologi akan dapat

diterapkan pada linguistic. Dengan demikian, linguistik akan menjadi suatu

bidang khusus yang termasuk dalam keseluruhan hubungan social”( de

Saussure dalam Sudjiman, 1992:56).

Atas dasar inilah, maka penulis menganalisis puisi dengan

menggunakan teori-teori yang bersumber pada linguistik. Teori-teori

tersebut meliputi aspek-aspek sintaksis, aspek semantik dan pragmatik.

Penelitian tentang analisis struktural-semiotik yang menggunakan

aspek-aspek linguistik seperti sintaksis, semantik dan pragmatik terhadap

puisi di Indonesia jarang dibentangkan baik dalam karya tulis berupa

makalah, buku ataupun dalam karya ilmiah yang lebih kompleks dan

terfokus. Sepengetahuan penulis, analisis aspek-aspek linguistik terhadap

puisi pernah juga disinggung dalam penelitian Nurhayati yang berjudul

Kajian Stilistika dalam Puisi Rendra (1995) dan penelitian Shita Dewi

Ratih Permatasari yang berjudul Tema Kesedihan dalam Sajak “Priangan

Si Jelita” karya Ramadhan K.H. (2001).

Dalam penelitian Nurhayati, kajian stilistika yang dilakukan dalam

menganalisis puisi-puisi Rendra melibatkan ciri-ciri linguistik dan ciri-ciri

7

Page 8: Analisis PUISI

kesastraan memasukkan kajian terhadap struktur batin puisi karena pada

hakikatnya sebuah pisi terdiri atas struktur fisik (fokus kajian stilistik) dan

struktur batin. Dengan demikian, penelitian ini meliputi kajian terhadap

unsur-unsur penerimaan, linguistik, diksi, citraan, kata-kata konkret,

bahasa figuratif dan struktur batin yang diserap melalui tema, perasaan,

nada dan amanat. Dari hasil penelitian terhadap puisi-puisi Rendra dapat

disimpulkan bahwa kajian linguistik dan kesastraan saling menunjang

dalam menafsirkan dan memahami puisi-puisi Rendra.

Penelitian Shita Dewi Ratih Permatasari menggunakan pendekatan

struktural dalam menganalisis aspek-aspek linguistik yang meliputi aspek

irama, bunyi, sintaksis, semantik, dan isotopi puisi-puisi Ramadhan K.H

menghasilkan bahwa puisi-puisi tersebut mengandung tema kesedihan.

Judul kumpulan sajak Priangan Si Jelita yang terkesan indah tersebut

ternyata berlawanan makna dengan sajak-sajak yang terkandung di

dalamnya.

Penyair Abdul Hadi adalah penyair penting sesudah generasi

Taufiq Ismail. Rendra pernah menyatakan bahwa penyair berbakat besar

sesudah Taufiq Ismail adalah Abdul Hadi W.M. dan Sutardji Calzoum

Bachri. Kemudian memang terbukti bahwa kedua tokoh itu memberi

warna pada perkembangan puisi Indonesia sekitar tahun 1970-an. Abdul

Hadi dengan puisi konvensional dengan gaya remang-remang yang

kemudian berkembang sangat pesat pada dekade 1970-an. Sudah

banyak kumpulan puisi yang diciptakannya, salah satu adalah sajaknya

8

Page 9: Analisis PUISI

yang berjudul Madura yang mendapat pujian dari redaksi Horison sebagai

sajak yang baik yang dimuat di majalah tersebut tahun 1968. Wajarlah jika

sajak ini mendapat penghargaan karena kelembutan bahasa dan lukisan

yang detil tentang tanah kelahirannya menyebabkan puisi Abdul Hadi ini

terasa sangat plastik Puisi-puisi karya Abdul Hadi termasuk dalam

angkatan 66 yang mempunyai ciri-ciri antara lain :

a. Bergaya mantra menggunakan sarana kepuitisan berupa: ulangan kata, frasa, atau kalimat.

b. Asosiasi bunyi banyak dipergunakan untuk memperoleh makna yang baru;

c. Puisi-puisi imajisme banyak ditulis; dalam puisi ini banyak digunakan kiasan, alegori ataupun parable dan sebagainya;

d. Banyak kata-kata khas yang digunakan untuk menguntuk lawan, seperti; reformis, kapitalis birokrat, subversi, kezaliman, keadilan dan sebagainya, kebenaran yang mereka suarakan lewat puisi-puisi ini adalah kebenaran versi mereka (Waluyo, 1987:62-64).

B. Fokus dan Subfokus Penelitian

1. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah struktur semiotik puisi Pembawa

Matahari karya Abdul Hadi W.M.

2. Subfokus Penelitian

Subfokus yang akan dibahas dalam penelitian ini, sebagai berikut.

a. Aspek fonologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang

meliputi penggunaan/peranan bunyi dan perulangan bunyi (rima/ritme).

9

Page 10: Analisis PUISI

b. Aspek morfologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang

meliputi imbuhan dan pembentukan kata.

c. Aspek sintaksis puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang

meliputi struktur, jenis kalimat dan fungsi-fungsi gramatikalnya.

d. Aspek semantik puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang

meliputi isotopi-isotopi yang menghasilkan motif-motif sehingga

menimbulkan tema puisi.

e. Aspek pragmatik puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M.

yang meliputi siapa yang berujar, penerima ujaran dan apa yang

diujarkan.

C. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

1. Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian adalah bagaimanakah analisis struktural-

semiotik puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M.

2. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan penelitian yang diteliti dapat dirumuskan

secara rinci sebagai berikut.

a. Bagaimanakah aspek fonologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul

Hadi W.M. yang meliputi penggunaan/peranan bunyi, dan perulangan

bunyi (rima/ritme)?

b. Bagaimanakah aspek morfologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul

Hadi W.M yang meliputi imbuhan dan pembentukan kata?

10

Page 11: Analisis PUISI

c. Bagaimanakah aspek sintaksis puisi Pembawa Matahari karya Abdul

Hadi W.M. yang meliputi struktur, jenis kalimat dan fungsi-fungsi

gramatikal?

d. Bagaimanakah aspek semantik puisi Pembawa Matahari karya Abdul

Hadi W.M. yang meliputi isotopi-isotopi yang menghasilkan motif-motif

sehingga menimbulkan tema puisi?

e. Bagaimanakah aspek pragmatik puisi Pembawa Matahari karya Abdul

Hadi W.M. yang meliputi siapa yang berujar, penerima ujaran dan apa

yang diujarkan?

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengajaran sastra

khususnya puisi untuk digunakan sebagai model analisis dengan

menggunakan analisis struktural-semiotik yang meliputi aspek fonologi,

morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik.

11

Page 12: Analisis PUISI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian

1. Deskripsi Konseptual Fokus Penelitian

1.1 Struktural dan Semiotik

1.1.1 Strukturalisme

Teori strukturalisme dalam sastra merupakan sebuah teori yang

bertolak dari asumsi bahwa karya sastra tersusun dari berbagai unsur

yang jalin-menjalin, terstruktur sehingga tidak ada satu unsurpun yang

tidak fungsional dalam keseluruhannya. Oleh karena itu, karya sastra

ditentukan oleh koheren tidaknya unsur-unsur karya tersebut (Atmazaki,

1990:10). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Semi (1984:44-

45) bahwa strukturalisme membatasi dari penelaahan karya sastra itu

sendiri, terlepas dari soal pengarang dan pembaca. Karya sastra

dipandang sebagai suatu kebulatan makna, akibat perpaduan isi dengan

pemanfaatan bahasa sebagai alatnya. Perpaduan yang harmonis antara

bentuk dan isi merupakan kemungkinan kuat untuk mengahsilkan karya

sastra yang bermutu. Hal ini juga diungkapkan oleh Teeuw (1984:135-

136) bahwa analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan

memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan mendalam keterkaiatan

dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-

sama menghasilkan makna menyeluruh.

12

Page 13: Analisis PUISI

Pendekatan struktural sering disebut juga dengan pendekatan

objektif (Semi, 1984:44-45). Karya sastra mempunyai sesuatu kebulatan

makna yang merupakan akibat perpaduan isi dengan pemanfaatan

bahasa sebagai alatnya. Dengan kata lain, pendekatan ini memandang

dan menelaah sastra dari segi instrinsik atau dari dalam karya itu sendiri.

Karya sastra dilihat dari unsur yang membangun dirinya sehingga menjadi

satu kebulatan makna. Perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi

menjadikan karya sastra sebagai karya yang bernilai tinggi.

Munculnya minat pakar sastra untuk meneliti karya sastra sebagai

suatu struktue dimulai sejak Ferdinand de Saussure, seorang sarjana

bangsa Swiss, memperkenalkan struktural di bidang linguistik pada awal

abad ke-20 (Atmazaki, 1990:52). Beliau adalah tokoh linguistik yang

mengilhami munculnya teori struktural dalam berbagai ilmu bahasa,

antropologi, sastra dan lain-lain. Teori strukturalisme di Indonesia boleh

dikatakan masih baru, muncul sekitar tahun 1975. Secara nyata teori ini

diperkenalkan tahun 1978 pada penataran kesusastraan yang

diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

(Pradopo, 1991:3). Teori ini perlu dikembangkan karena memiliki

kemampuan besar untuk menganalisis atau mengkritik karya sastra

sehingga dapat diperoleh makna karya sastra secara maksimal.

Pendekatan struktural memang merupakan pendekatan yang

populer dan seringkali digunakan para penelaah sastra. Pendekatan ini

mencoba melihat sastra dengan hanya mempersoalkan apa yang ada di

13

Page 14: Analisis PUISI

dalam dirinya. Kesalahan yang kecil sekalipun tidak dapat luput dari

pengamatan pembaca karena analisis ini bersifat abjektif yang banyak

memberikan umpan balik kepada penulis atau penyair, dan dapat untuk

mendorong penulis untuk lebih berhati-hati.

Akan tetapi analisis berdasarkan teori strukturalisme murni, yaitu

yang hanya menekankan otonomi karya sastra mempunyai keberatan

juga. Ditunjukkan oleh Teeuw (1994:135-140). Kelemahan pokok analisis

strukturalisme murni adalah 1) melepaskan karya sastra dari rangka

sejarah sastra, 2) mengasingkan karya sastra dari rangka sosial

budayanya. Hal ini disebabkan analisis struktural itu tidak diperkenankan

keluar dari struktur sebab sebuah struktur itu merupakan kesatuan yang

bulat dan utuh, tidak memerlukan pertolongan dari luar struktur, padahal

karya sastra tidak dapat terlepas dari situasi kesejarahannya dan

kerangka sosial budayanya. Di samping itu peranan pembaca sebagai

pemberi makna dalam interpretasi karya sastra tidak dapat diabaikan.

Sebab tanpa aktivitas pembaca karya sastra tidak mempunyai makna.

Struktur di sini dalam arti karya sastra itu menentukan.

1.1.2 Semiotik

Dari segi istilah, semiotik berasal dari istilah Yunani kuno “semeion”

yang berarti tanda atau “sign” dalam bahasa Inggris. Semiotik merupakan

ilmu yang mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi dan

ekpresi. Pendekatan semiotik pada dasarnya merupakan pengembangan

pendekatan objektif atau pendekatan struktural, yaitu penelaahan sastra

14

Page 15: Analisis PUISI

dengan mempelajari setiap unsur yang ada di dalamnya, tanpa ada yang

dianggap penting, serta melihat suatu karya sebagai suatu yang terikat

kepada sistem yang dibentuknya sendiri, sehingga sistem yang ada di

luarnya tidak berlaku terhadapnya (Semi, 1984:45, dan Zoest 1993:1).

Pendekatan semiotik melihat sistem itu jauh lebih luas, segala unsur yang

ada dalam suatu karya sastra masuk dalam sistem tertentu. Karya sastra

disusun berdasarkan suatu sistem. Suatu yang hidup dan tumbuh dalam

suatu masyarakat karena karya sastra itu tidak dapat melepaskan diri dari

sistem kemasyarakatan itu sendiri.

Dengan demikian, ada tiga unsur yang menentukan tanda: 1) tanda

yang dapat ditangkap itu sendiri, 2) yang ditunjukkan, 3) dan tanda baru

dalam benak si penerima tanda. Antara tanda dan yang ditunjukkan

terdapat relasi: tanda mempunyai sifat representatif. Tanda dan

representatif mengarahkan pada interpretasi: tanda mempunyai sifat

interpretatif. Dengan perkataan lain, representatif dan interpretatif

merupakan ciri khas tanda (Zoest van Aart, 1993:4-15).

Pendapat di atas diperkuat oleh Pradopo (1995:119-120) dan

Sudjiman (1990:5) yang menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu tentang

tanda. Tanda mempunyai dua aspek yaitu penanda (signifier) dan petanda

(signified). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu

yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai

oleh penanada itu yaitu artinya.

15

Page 16: Analisis PUISI

Untuk memperkuat pemahaman mengenai semiotik berikut ini akan

dituliskan beberapa pendapat dari ahli mengenai semiotik yaitu Morris

(1946) yang dikutip oleh Depdikbud (1996:3) bahwa semiotik adalah ilmu

mengenai tanda, baik itu bersifat manusiawi maupun hewani,

berhubungan bahasa tersebut atau tidak, bersifat wajar atau tidak atau

kebenaran atau kekeliruan, bersifat sesuai atau tidak, bersifat wajar atau

tidak atau mengandung unsur yang dibuat-buat. Demikian juga Klaus Buhr

(1972) yang dikutip oleh Depdikbud (1996:3) bahwa semiotik merupakan

teori umum mengenai tanda bahasa. Sebagai bagian dari ilmu

pengetahuan, semiotik tidak meneliti tanda-tanda yang konkrit dalam

suatu bahasa tertentu, melainkan meneliti ilmu bahasa umum. Semua

pengetahuan pada akhirnya merupakan suatu pengetahuan yang bersifat

sosial dengan syarat media yang digunakan dalam tukar-menukar

informasi, dan lain sebagainya dapat ditentukan secara bebas. Media

yang dimaksudkan di sini adalah tanda bahasa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Bahasa puisi merupakan tanda.

Tanda itu mempunyai arti dan arti itu ditentukan oleh konvensi-

konvensinya. Tanda terdapat di mana-mana kata juga merupakan suatu

“tanda”, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan

sebagainya (Sudjiman dan Aart, 1994:vii).

Karena juga mempelajari hubungan antara penanda dan petanda

maka linguistik atau ilmu bahasa termasuk semiotik. Tanda tersebut tidak

16

Page 17: Analisis PUISI

hanya satu macam saja, tetapi ada beberapa macam berdasarkan

hubungan antara penanda dan petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama

ialah ikon, indeks, dan simbol (Pradopo, 1995:120 dan Zoest, 1993:74-

85).

Ikon adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan yang

bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan tersebut

adalah hubungan persamaan, misalnya gambar kuda sehingga penanda

yang menandai kuda (petanda) sebagai artinya. Ikon masih juga dapat

dibedakan atas tiga macam, yaitu ikon tipologis kemiripan yang tampak di

sini adalah kemiripan relasional, maksudnya di dalam tanda tampak juga

hubungan antara unsur yang diacu, contoh susunan kata dalam kalimat.

Berikutnya adalah ikon metaforis, ikon jenis ini tidak ada kem iripan antara

tanda yang sama, contoh kancil misalnya mempunyai acuan binatang

kancil dan sekaligus melambangakan kecerdikan. Tanda-tanda ikon

dalam teks sastra harus diuraikan lebih jauh, lebih panjang lebar, tanda-

tanda ini memegang peranan penting dalam sastra (Zoest, 1993:83).

Anggapan tersebut melibatkan dua anggapan lain: 1) tanda-tanda ikon

merupakan tanda-tanda memikat; dan 2) teks-teks sastra memiliki daya

pikat lebih besar ketimbang yang lain. Ada teks-teks yang memberikan

informasi secara dingin dan hanya berisikan pokok-pokok masalah, dan

ada yang memiliki sifat argumentatif. Pada jenis yang pertama,

indeksikalitas berperan paling penting, dan pada yang kedua, simbolis

yang berperan paling penting.

17

Page 18: Analisis PUISI

Di semua teks akan didapati ikonitas, khususnya dalam teks-teks di

luar situasi percakapan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam situasi

komunitas di mana pengirim dan penerima sama-sama hadir. Sistem-

sistem semiotik bahasa lain dapat digiatkan.

Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-

akibat) antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai api,

alat penanda angin menunjukkan arah angin. Dalam sastra gambaran

suasana muram biasanya merupakan indeks bahwa tokoh sedang

bersusah hati.

Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak adanya

hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya hubungan bersifat

arbitrer. Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi. “ibu” adalah simbol.

Artinya ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa (Indonesia). Orang

Inggris menyebutnya “mother”. Adanya bermacam-macam tanda untuk

satu arti itu menunjukkan kesemena-menaan. Dalam bahasa tanda yang

banyak digunakan yakni simbol.

Tanda simbolis yang paling penting dalam teks sastra adalah tanda

bahasa. Tanda bahasa adalah tanda yang dihubungkan dengan

denotatum berdasarkan kesepakatan. Ini merupakan tanda paling penting,

tetapi bukanlah satu-satunya.

Menurut pendapat Teeuw (1984:145), sulit sekali memisahkan

antara bentuk dan isi dalam teks sastra. Suatu bentuk akan bermakna bila

18

Page 19: Analisis PUISI

dikaitkan dengan isi. Begitu pula sebaliknya, isi hanya dapat ditangkap

dan diungkapkan melelui bentuk atau susunan kata-kata yang terpadu.

McLuhan dalam Teeuw (1984:145) menambahkan bahwa tujuan

analisis struktural adalah mengkaji secermat dan sedetail mungkin

keseluruhan makna melalui keterpaduan struktur teks secara total.

Pendapat tersebut didukung oleh Piaget dalam Zaimar (1990:20)

yang berbunyi:

Semua dokrin atau metode yang-dengan suatu tahap abstraksi tertentu-menganggap objek studinya bukan hanya sekedar sekumpulan unsur yang terpisah-pisah, melainkan sebagai suatu gabungan unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain, sehingga yang satu tergantung dari yang alain dan hanya dapat didefinisikan dalam dan oleh hubungan perpadanan dan hanya pertentangan dengan unsur-unsur lainnya dalam suatu keseluruhan. Dengan kata lain, semua dokrin yang menggunakan konsep struktur dan yang mengahadapi objek studinya sebagai suatu struktur. Dapat dianggap bahwa penegretian totalitas dan sikap saling berhubungan adalah ciri-ciri strukturalisme.

Unsur bahasa merupakan bahan utama dalam menghasilkan teks

sastra dan

Bahasa dalam semiotika termasuk ke dalam sistem tanda. Menurut

Sausurre dalam penelitinya, yang terpenting adalah tanda-tanda linguistik

sebab bahasa merupakan sistem tanda yang paling lengkap dibandingkan

dengan tanda-tanda lainnya. Melalui unsur bahasalah kita dapat masuk

dalam bidang semiotika.

2. Deskripsi Subfokus Penelitian

2.1 Aspek Fonologi

19

Page 20: Analisis PUISI

Bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan

membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa ini disebut fonologi, yang

secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi, dan logi yaitu ilmu.

Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya.

Dalam puisi irama tercapai dengan variasi secara sistematik pada

arus bunyi, sebagai akibat dari pergantian tekanan yang panjang-pendek,

kuat-lmah dan tinggi-rendah. Dalam puisi irama tercapai dengan

perulangan secara konsisten dan bervariasi dari pelbagai bunyi yang

sama. Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan betapa erat hubungan

irama dengan bunyi itu.

Disamping itu perlu dicatat bahwa perulangan bunyi yang cerah

yang menunjukkan kegembiraan serta kesenangan dalam puisi disebut

euphony. Biasanya bunyi-bunyi tersebut ialah i, e, a. Kebalikan dari

euphony adalah cacophony, yaitu perulangan bunyi yang menuansakan

suasana keterkanan batin, berat, mengerikan, kebekuan, kesunyian atau

kesedihan. Cacophony biasanya dibentuk oleh vocal-vokal o, u atau

diftong au. Bahakan kadangkala cacophony ini dibentuk oleh konsonan,

misalnya, t dan k. Peranan bunyi dalam puisi ini meliputi:

a) Untuk menciptakan nilai keindahan lewat unsur musikalitas dan

kemerduan

b) Menuansakan suatu makna tertentu sebagai perwujudan rasa dan

skap penyairnya, dan

20

Page 21: Analisis PUISI

c) Menciptakan suasana tertentu sebagai perwujudan suasana batin dan

sikap penyairnya.

2.2 Aspek Morfologi

Bidang linguistik yang mempelajari tentang pembentukan kata

disebut morfologi. Dalam puisi sering terjadi adanya penyimpanagan-

penyimpangan dari system norma bahasa yang umum. Dalam puisi

penyimpangan dari system morfologi itu sering terjadi. Maksudnya untuk

mendapatkan efek puitis, untuk mendapat ekspresivitas. Untuk

mendapatkan kepuistisan atau efek puistis, yaitu untuk mendapatkan

irama yang liris dan membuat kepadatan, kesegaran, serta ekspresivitas

yang lain. Penyimpangan itu berupa penyingkatan atau pemendekan kata,

penghilangan imbuhan.

Pemendekan kata dalam puisi pada umumnya untuk kelancaran

ucapan, untuk mendapatkan irama yang menyebabkan liris. Selain

pemendekan kata, untuk melancarkan ucapan, untuk membuat berirama.

Penghilangan imbuhan di samping untuk mendapatkan irama, juga

dipergunakan untuk mendapatkan tenaga ekspresivitas dengan hanya

mengucapkan yang inti saja.

2.3 Aspek Sintaksis

Aspek sintaksis merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya

dengan aspek-aspek diatas. Sintaksis adalah bagian linguistik yang

mempelajari cara-cara mengatur urutan kata dalam membentuk kalimat.

21

Page 22: Analisis PUISI

Dalam sebuah puisi, kalimat-kalimat memiliki makna dan kesan tertentu.

Oleh karena itu, aspek sintaksis akan digunakan pula dalam pembahasan

puisi Pembawa Matahari.

Satuan-satuan sintaksis antara lain adalah frasa, klausa dan

kalimat. Frasa adalah kumpulan kata yang memiliki satu fungsi, dan

bersifat nonpredikatif. Berdasarkan unsur yang menjadi pusatnya, frasa

dibedakan menjadi frasa nominal, frasa verba, frasa adjektiva, frasa

pronominal, dan frasa numeralia (KBBI, 1990:244).

Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata,

sekurang-kurangnya terdiri atas subyek dan predikat dan berpotensi

menjadi kalimat. Sedangkan kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau

teks (wacana) yang menungkapkan pikiran yang utuh secara

ketatabahasaan (Moeliono, 1988:254).

Gaya sebuah teks puisi tidak hanya ditandai oleh pilihan kata,

tetapi juga oleh panjangnya kalimat, sifat kalimat, dan cara konstruksi

kalimat. Kalimat yang pendek dan sederhana memberi kesan yang

berbeda dari kalimat panjang yang rumit. Seringkali pola kalimat puisi

disusun berdasarkan struktur yang lain daripada struktur sintaksis bahasa

yang benar. Hal ini sengaja dilakukan penyair untuk meraih aspek

semantik (Hartoko, 1992:192). Dengan demikian, dalam analisis

sintaksis puisi dipandang sebagai strutur bahasa yang terbangun atas

kalimat-kalimat dan memiliki kesatuan arti.

2.4 Aspek Semantik

22

Page 23: Analisis PUISI

Semantik adalah bagian dari linguistik yang membicarakan makna

kata, untuk menganalisis makna kata-kata digunakan dalam puisi

diperlukan pengertian makna kata. Menurut Saussure (1968:404), kata

adalah kombinasi dari signifiant (yang mengartikan, bentuk fonetis dari

kata) dan signifie (yang diartikan, makna/konsep), sedangkan makna

adalah konsep yang timbul dalam pikiran manusia bila mendengar atau

membaca suatu bentuk kata. Bentuk kata tersebut mengacu kepada

sesuatu di luar bahasa (referen). Hubungan bentuk, konsep, dan acuan

digambarkan oleh Pgden dan Richards yang dikutip John Lyons

(1968:404) sebagai berikut

Makna (konsep)

Kata

Bentuk referen/acuan

Garis putus-putus di antara bentuk kata dan referen menunjukkan

bahwa hubungan di antara keduanya tidak langsung. Bentuk kata

dihubungkan kepada referennya melalui makna konseptual yang

mempunyai hubungan independen terhadap bentuk kata dan terhadap

referen.

Menganalisis puisi sebenarnya bertujuan untuk menemukan makna

puisi. Dengan kata lain, menganalisis sajak adalah usaha untuk

menangkap dan memberi makna kepada teks sastra, sebab karya sastra

merupakan struktur yang bermakna. Selain itu karya sastra merupakan

23

Page 24: Analisis PUISI

sistem tanda yang memiliki makna dan menggunakan bahasa sebagai

mediumnya (Pradopo, 1995:120).

Kegiatan yang akan dilakukan dalam analisis aspek semantik ini

adalah penelaahan terhadap makna, baik makna denotatif maupun

konotatif. Makna denotatif adalah makna yang berbentuk antara tanda dan

objek yang diacunya, seperti benda, tindakan peristiwa, perasaan, dan

sebagainya.

Makna konotatif adalah makna kata yang timbul karena reaksi

tertentu pada pelaku komunikasi akibat lingkungan, zaman, atau

perorangan. Jadi, konotasi adalah aosiasi yang timbul dalam pikiran

seseorang terhadap subjek pembicaraan. Makna ini adalah makna

tersirat.

Selain penelaahan terhadap makna denotatif dan konotatif, juga

akan dilakukan analisis isotopi yang dihasilkan dari komponen makna.

Isotopi berasal dari bahasa Yunani isos yang artinya “sama” dan topos

yang artinya “tempat”. Konsep ini dikemukakan oleh Greimas. Konsep

isotopi merupakan syarat struktural yang diperlukan dalam cara kerja

wacana; isotopi adalah suatu bagian dalam pemahaman yang

memungkinkan pesan apa pun untuk dipahami sebagai suatu

perlambangan yang utuh. Jadi, dalam isotopi makna mencapai

keutuhannya, tempat terciptanya tingkatan makna yang homogen.

Singkatnya, keutuhan makna wacanalah yang tergantung padanya

(Greimas, 1983:78).

24

Page 25: Analisis PUISI

Menurut Greimas (1983:78-81), isotopi terbatas pada tataran isi,

jadi termasuk kategori semantis, karena yang dianalisis adalah makna

leksikal. Pada hakikatnya bahasa bersifat polisemis, sehingga komponen

makna yang sama bisa terdapat pada berbagai kosakata. Itulah sebabnya

terdapat redudansi dalam suatu teks. Melalui analisis isotopi dapat

ditemukan keseragaman makna yang ada di setiap bagian teks dan hal

tersebt dapat menuntuk pembaca ke arah pemahaman yang senada dan

dapat memecahkan ambiguitas, apabila ada.

Analisis isotopi dilakukan untuk mendapatkan motif. Setiap isoopi

mendukung suatu motif. Tema ditemukan dari motif yang paling dominan

atau dari kaitan antarmotif.

Hal penting lain yang menandai aspek semantik dalam puisi adalah

bahasa kiasan. Menurut Pradopo (1995:61), bahasa kiasan menimbulkan

kejelasan gambaran angan, menjadikan puisi lebih hidup dan menarik

perhatian. Jenis gambaran angan, menjadikan puisi lebih hidup dan

menarik perhatian. Jenis-jenis bahasa kiasan seperti:simile,personifikasi,

repetisi, metafora, metonimi, sinekdoki, dan ironi.

Selain bahasa kiasan, dalam puisi juda terdapat citraan (imagery)

atau gambaran-gambaran angan dalam sajak. Citraan adalah gambar-

gambar dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya, sedangkan

setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran

ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang menyerupai (gambaran) yang

dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek. Oleh karena itu,

25

Page 26: Analisis PUISI

dalam puisi, citraan dapat menimbulkan suasana yang khusus atau untuk

membuat hidup gambaran dalam pikiran dan pengindraan. Terhadap

beberapa jenis citraan seperti citra penglihatan (visual imagery), citra

pendengaran (auditory imagery) dan sebagainya (Pradopo, 1995:79).

2.5 Aspek Pragmatik

Pragmatik sebagai suatu telaah makna dalam hubungannya

dengan aneka situasi ujaran. Jika dihubungkan dengan semanti, maka

makna dalam pragmatik berhubungan dengan pembicara atau pemakai

bahasa, sedangkan semantik benar-benar dibatasi sebagai suatu sifat

ekspresi dalam bahasa tertentu (Tarigan, 1987:25).

Kalau kita mengadakan pendekatan makna seluruhnya dari sudut

pandangan pragmatik, ataupun seluruhnya dari sudt pandangan semantik,

maka kedua tuntutan di atas tidak tercapai; akan tetapi kita mendekati

hasilnya dapat merupakan penjelasan yang memuaskan dengan bantuan

kedua kriteria tersebut (Leech dalam Tarigan, 1987:26).

Pragmatik erat sekali hubungannya dengan tindak ujar atau speech

act. Ini dinyatakan dari berbagai pengertian tentang pragmatik antara lain:

a) Pragmatik menelaah keseluruhan perilaku insan, terutama sekali

dalam hubungannya dengan tanda-tanda atau lambang-lambang.

Pragmatik memusatkan perhatian pada cara insan berprilaku dalam

keseluruhan situasi pemberian tanda dan penerimaan tanda (George

dalam Tarigan, 1987:32).

26

Page 27: Analisis PUISI

b) Pragmatik adalah telaah mengenai “hubungan tanda-tanda dengan

para penafsir”. Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran

para pembicara dan para penyimak dalam menyusun korelasi dalam

suatu konteks sebuah tanda kalimay dengan suatu preposisi (rencana,

atau masalah). Dalam hal ini teori pragmatik merupakan bagian dari

performansi (Morris dalam Tarigan, 1987:33).

c) Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak

tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain;

memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat

dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-

kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan. Jadi pragmatik adalah

telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan

dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa

mengubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-

konteks secara tepa (Levinson dalam Tarigan, 1987:33).

Jadi telaah mengenai bagaimana cara kita melakukan sesuatu

dengan memanfaatkan kalimat-kalimat adalah telaah mengenai tindak ujar

(speech act). Dalam menelaah tindak ujar ini kita harus menyadari benar-

benar betapa pentingnya konteks ucapan/ungkapan. Teori tindak ujar

bertujuan mengutarakan kepada kita, bila kita mengemukakan pertanyaan

padahal yang dimaksud adalah menyeluruh atau bila kita mengatakan

sesuatu hal dengan intonasi khusus (sarkatis) padahal yang dimaksud

justru sebaliknya.

27

Page 28: Analisis PUISI

Telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks

mempengaruhi cara kita menafsirkan kalimat disebut dengan pragmatik.

Teori tindak ujar merupakan bagian dari pragmatik, dan pragmatik itu

sendiri merupakan bagian dari performansi linguistik.

Ada aspek-aspek yang perlu diperhatikan agar kita dapat

memahami suatu situasi ujaran. Aspek-aspek tersebut adalah :

(1) Pembicara/Penulis dan Penyimak/pembaca

Dalam setiap situasi ujaran haruslah ada pihak pembicara (atau

penulis) dan pihak penyimak 9atau pembaca). Keterangan ini

mengandung implikasi bahwa pragmatik tidak hanya terbatas pada

bahasa lisan tetapi juga mencakup bahasa tulis.

(2) Konteks Ujaran

Kata konteks dapat diartikan sebagai setiap latar belakang

pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh

pembicara (atau penulis) dan penyimak (atau pembaca) serta

menunjang interpretasi penyimak (atau pembaca) terhadap apa yang

dimaksud pembicara (atau penulis) dengan suatu ucapan tertentu.

(3) Tujuan Ujaran

Setiap situasi ujaran atau ucapan tentu mengandung maksud dan

tujuan tertentu pula. Dengan kata lin, kedua belah pihak yaitu

pembicara (atau penulis) dam penyimak (atau pembaca) terlibat dalam

suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.

(4) Tindak Ilokasi

28

Page 29: Analisis PUISI

Bila tata bahasa menggarap kesatuan-kesatuan statis yang abstrak

seperti kalimat-kalimat (dalam sintaksis) dan proporsi-proporsi (dalam

semantik), maka pragmatik menggarap tindak-tindak verbal atau

performansi-performansi yang berlangsung di dalam situasi-situasi

khusus dalam waktu tertentu. Dalam hal ini pragmatik menggarap

bahasa dalam tingkatan yang lebih konkret ketimbang tata bahasa.

Singkatnya, ucapan dianggap sebagai bentuk kegiatan: suatu tindak

ujar.

(5) Ucapan Sebagai Produk Tindak Verbal

Kata ucapan yang dapat dipakai dalam pragmatik, yaitu mengacu

kepada produk suatu tindak verbal, dan bukan hanya kepada tindak

verbal itu sendiri. Suatu ucapan dapat merupakan suatu contoh

kalimat, atau suatu bukti kalimat; tetapi jelas tidak dapat merupakan

suatu kalimat. Dalam pengertian ini, ucapan merupakan unsur yang

maknanya kita telaah dalam pragmatik. Sesungguhnya secara tepat

kita dapat memerikan pragmatik sebagai ilmu yang menelaah makna

ucapan, dan semantic yang menelaah makna kalimat. Dengan

demikian, pragmatik adalah telaah makna dalam hubungannya dengan

situasi ujar.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang struktural-semiotik ini pernah dilakukan oleh

Nurhayati yang berjudul “Kajian Stilistika dalam Puisi Rendra” (1995).

29

Page 30: Analisis PUISI

Dalam penelitian Nurhayati, kajian stilistika yang dilakukan dalam

menganalisis puisi-puisi Rendra melibatkan ciri-ciri linguistik dan ciri-ciri

kesasteraan yang memasukkan kajian terhadap struktur batin puisi karena

pada hakikatnya sebuah puisi terdiri atas struktur fisik (fokus kajian

stilistik) dan struktur batin. Dengan demikian, penelitian ini meliputi kajian

terhadap unsur-unsur perimaan, linguistik, diksi, citraan, kata-kata konkret,

bahasa figuratif dan struktur batin yang diserap melalui tema, perasaan,

nada dan amanat. Dari hasil penelitian terhadap puisi-puisi Rendra dapat

disimpulkan bahwa kajian linguistik dan kesasteraan saling menunjang

dalam menafsirkan dan memahami puisi-puisi Rendra.

Penelitian Shita Dewi Ratih Permatasari yang berjudul “Tema

Kesedihan dalam Sajak Priangan Si Jelita karya Ramadhan K.H (2001).

Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural dalam menganalisis

aspek-aspek linguistik yang meliputi aspek irama, bunyi, sintaksis,

semantik dan isotopi puisi-puisi Ramadhan K.H menghasilkan bahwa

puisi-puisi tersebut mengandung tema kesedihan. Judul kumpulan sajak

Priangan Si Jelita yang terkesan indah tersebut ternyata berlawanan

makna dengan sajak-sajak yang terkandung di dalamnya.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

30

Page 31: Analisis PUISI

1) Mendeskripsikan aspek fonologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul

Hadi W.M. yang meliputi penggunaan/peranan bunyi, dan perulangan

bunyi (rima/ritme).

2) Mendeskripsikan aspek morfologi puisi Pembawa Matahari karya

Abdul Hadi W.M. yang meliputi imbuhandan pembentukan kata.

3) Mendeskripsikan aspek sintaksis puisi Pembawa Matahari karya Abdul

Hadi W.M. yang meliputi struktur, jenis kalimat dan fungsi-fungsi

gramatikalnya.

4) Mendeskripsikan aspek semantik puisi Pembawa Matahari karya

Abdul Hadi W.M. yang meliputi isotopi-isotopi yang menghasilkan

motif-motif sehingga menimbulkan tema puisi.

5) Mendeskripsikan aspek pragmatik puisi Pembawa Matahari karya

Abdul Hadi W.M. yang melipuiti siapa yang berujar, penerima ujaran

dan apa yang diujarkan.

B. Metode dan Prosedur Penelitian

Metode yang dilakukan ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan analisis struktural semiotik. Metode deskriptif analitik digunakan

untuk memecahkan masalah yang aktual, dengan mengumpulkan,

menyusun, mengklasifikasikan, menggeneralisasikan serta menganalisis

dan menginterpretasikan data (Surachmad, 1975:51).

Metode deskriptif adalag metode yang memberikan gambaran atau

lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-

31

Page 32: Analisis PUISI

sifat serta menerangkan hubungan, menguji dan mendapatkan makna dari

suatu masalah yang ingin dipecahkan (Nazir, 1983:63). Pendeskripsian ini

diarahkan pada analisis struktural semiotik aspek-aspek linguistik yang

terdapat dalam puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M.

Analisis struktural menurut Barthes (1988:221-222) secara

metodologis berawal dari linguistik yang akhirnya dikenal sebagai

semiotika. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa analisis naratif

struktural sama halnya dengan semiologi teks, karena memusatkan kajian

pada karya, dalam hal ini mencoba memahami suatu karya dengan

menyusun kembali makna-makna yang tersebar dalam karya tersebut

dengan suatu cara tertentu.

Mengacu pada pendapat-pendapat di atas, maka penelitian ini

dimulai dengan analisis struktur sajak sebagai penanda dan dilanjutkan

dengan analisis semiotik untuk pemaknaan sajak-sajak.

Menurut Zaimar (1990:20), strukturalisme dan semiotika berkaitan

erat. Dengan strukturalisme bisa dicapai pembahasan tentang bentuk

tanpa menyentuh bidang interpretasi, sedangkan untuk menyentuh bidang

interpretasi digunakan semiotik. Eratnya kaitan strukturalisme dan

semiotik dibuktikan oleh lahirnya ahli-ahli semiotik yang berasal dari kaum

strukturalisme, seperti Ferdinand de Sausurre dan Charles Sanders

Pierce.

C. Data dan Sumber Data

32

Page 33: Analisis PUISI

Puisi Abdul Hadi W.M. yang berjudul Pembawa Matahari terbitan

bulan April tahun 2002 oleh Yayasan Bentang Budaya. Dari dua puluh

delapan puisi yang terdapat dalam kumpulan tersebut, penulis mengambil

sepuluh puisi dengan menggunakan teknik purposif, yaitu pengambilan

sampel dengan alasan-alasan tertentu. Sepuluh puisi yang dijadikan

sampel didasari keragaman struktur sintaksisnya, yaitu puisi yang struktur

kalimatnya sederhana dan komplek. Di samping itu pula, didasari oleh

panjang dan pendeknya puisi. Ada puisi yang panjangnya terdiri dari

beberapa bait dan ada juga puisi yang hanya terdiri dari satu bait saja.

Kesepuluh puisi tersebut adalah sebagai berikut.

1) Ketika Masih Bocah

2) Kembali Tak ada Sahutan di Sana

3) Nyanyian Hamzah Fansuri

4) Doa Ayub

5) Barat dan Timur

6) Mimpi

7) Cinta

8) Menjenguk Mimpi

9) Jalan ke Pantai

10)Pembawa Matahari

D.Prosedur Analisis Data

33

Page 34: Analisis PUISI

Berdasarkan analisis struktural semiotik, untuk memberikan

pemahaman secara mendalam mengenai analisi puisi, maka penulis

menggunakan langkah-langkah analisis data sebagai berikut:

1) Aspek fonologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang

meliputi penggunaan/peranan bunyi, dan perulangan bunyi

(rima/ritme).

2) Aspek morfologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M.

yang meliputi imbuhan dan pembentukan kata.

3) Aspek sintaksis puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang

meliputi struktur, jenis kalimat dan fungsi-fungsi gramatikalnya.

4) Aspek semantik puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang

meliputi isotopi-isotopi yang menghasilkan motif-motif sehingga

menimbulkan tema puisi.

5) Aspek pragmatik puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M.

yang melipuiti siapa yang berujar, penerima ujaran dan apa yang

diujarkan.

34

Page 35: Analisis PUISI

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Arikunto, Suharsimi.1993. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Atmazaki, 1990. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: Angkasa Raya.

Chaer, Abdul.1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

De Saussure, Ferdinand.1993. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Greimas, A.J.1993. Structural Semantic: An Attempt At A Method. Lincoln, NE: The University of Nebraska Press.

Hadi, Abdul W.M. 2002. Pembawa Matahari: Kumpulan Sajak-Sajak. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Hutagalung, M.S. 1998. Telaah Puisi Penyair Angkatan Baru. Jakarta: Tulila.

Junus, U.. 1981. Dasar-dasar Interpretasi Sajak. Kuala Lumpur: Heinemann Asia Singapore Hongkong.

Kentjono, Djoko, 1984. Sintaksis: Dasar-dasar Linguistik Umum. Jakarta:FSUI.

Kurniawan.2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang: Indonesia Tera.

35

Page 36: Analisis PUISI

Luxemburg, Jan Van. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.

Moeliono, Anton. M (Penyunting). 1988. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Noth, Winfried. 1990. Handbook of Semiotic. Bloomington: Indiana University Press.

Nurhadi (ed.) 1987. Kapita Selekta Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Malang: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS IKIP Malang.

Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.

Pateda, Mansoer.1994. Linguistik: Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa.

Piget, Jean. 1995. Structuralisme. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Prodopo, Rachmat Djoko. 1995. Pengkajian Puisi Analisis strata Norma dan analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Keraf, Gorys. 1995. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Rosidi, ajip. 1969. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Binacipta.

Schleifer, Ronald A.j. 1987. Greimas and The Nature of Meaning Linguistics, Semiotics and Discourse Theory. Sidney: Croom Helm.

Selden, Raman.1993. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Semi, Atar. 1984. Kritik Sastra. Bandung: angkasa.

Simpson, Paul. 1997. Language Through Literature: An Introduction. London: Routledge.

36

Page 37: Analisis PUISI

Slametmulyana. 1956. Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Sastra. Bandung: N.V. Ganaco.

Subroto, D.E. 1976. “Hakekat Bahasa dan Realisasinya dalam Puisi”. Majalah Bahasa dan Sastra. I. (4) 23-25.

Sudjiman, Panuti. 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: University Indonesia.

Surachmad, Winarno. 1975 Dasar dan Teknik Researh. Bandung: Tarsito.

Suroso. 1995. Ikhtisar Seni Sastra. Solo: Tiga Serangkai.

Tarigan, Hendry Guntur. 1987. Pengajaran Pragmatik. Bandung:Angkasa. Teeuw, A. 1084. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta:

Pustaka Jaya.

Teeuw, A. 1989. Sastra Indonesia Modern II. Jakarta: Pustaka Jaya,

Teeuw, A. 1983. Membaca dab Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.

Teeuw, A. 1980. Tergantung Pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.

Todorov, Tzevetan. 1985. Tata Sastra, terj. Okke K. S. Zaimar. Jakarta: Djambatan.

Waluyo, Herman. 1987. Teori dan Apresiaisi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Yusuf, Suhendra. 1998. Fonetik dan Fonologi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Zaimar, Okke K.S. 1990. Menelusuri Makna Ziarah Karya Iwan Simatupang. Jakarta: Seri ILDEP.

Zoest Van Aart. 1993. Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang Kita Lakukan Dengannya. Jakarta: Erlangga.

Zoest Van Aart. 1993. Semiotika. Jakarta: Sumber Agung.

37

Page 38: Analisis PUISI

Lampiran:

Puisi 1

Ketika Masih Bocah

Ketika masih bocah, rumahku di tepi lautBila pagi pulang dari perjalanan jauhnyaMenghalau malam dan bayang-bayangnya, setiap kaliKulihat matahari menghamburkan sinarnyaSeraya menertawakan gelombangYang hilir mudik di antara kekosongan

Sebab itu aku selalu riangBermendung atau berawan, udara tetap terangSetiap butir pasir buku pelajaran bagikuKusaksikan semesta di dalamDan keluasan mendekapku seperti seorang ibu

Batang kayu untuk perahu masih lembut tapi kuatKuhadapkan senantiasa jendelaku ke wajah kebebasanAku tak tahu mengapa aku tak takut pada bahayaDeru dan kepedihan kukenalMelalui kakiku sendiri yang telanjangArus begitu akrab dengankuSelalu ada tempat bernaung jika udara panasDan angin bertiup kencangTak banyak yang mesti dicemaskanOleh hati yang selalu terjaga

Pulau begitu luas dan jalan lebarSeperti kepercayaan

38

Page 39: Analisis PUISI

Dan kukenal tangan pengasih TuhanSeperti kukena; getaran yang bangkitDi hatiku sendiri

Puisi 2

Kembali Tak Ada Sahutan Di Sana

Kembali tak ada sahutan di sanaRuang itu bisu sejak lamaDan kami gedor teru pintu-pintunyaHingga runtuh dan berderak menimpa tahun-tahunPenuh kebohongan dan terror yang tak henti-hentinya

Hingga kami tak bisa tinggal lagi di sanaMemerah keputusan dan cuaca

Demikian kami tinggalkan panji-panji gemerlapItu dan mulai bercerai-ceraiLari dari kehancuran yang satu ke kehancuran lainnyaBertikai memperebutkan yang tak pernah pasti dan adaDari generasi ke generasi

Menenggelamkan rumah sendiriRibut tak henti-henti

Hingga kutanyakan lagi padaku Penduduk negeri damai macam apa kami iniRaja-raja datang dan pergiSeperti sambaran kilat dan apiDan kami bangun kota kamiDari beribu mati. Tinggi gedung-gedungnyaDi atas jurang dan tumpukan belulangDan yang takut mendirikan menara sendiriMembusuk bersama sendiri

39

Page 40: Analisis PUISI

Demikian kami tinggalkan janji-janji gemerlapItu dan matahari ‘kan lama terbit lagi

Puisi 3

Nyanyian Hamzah Fanzuri

Tiada yang lebih kurindu selain DiaDan mendirikan kemah di padang kehendak-NyaMenjadikan Dia satu-satunya matahariDan hujan bagi bumi kerontang dalam jiwa

Demikian ayat orang asyik masuk bercintaTak terikat apa pin selain kungkungan hasrat-NyaMerdeka berjalan di antara taring ajal dan raung serigala

40

Page 41: Analisis PUISI

Puisi 4

Doa Ayub

Kau topan dahsyatBeratus kali kaupatahkan dayung dan kemudikuTapi dalam sekarat kalbuku tambah liatDilimpahi beribu tenaga dan zat

Nyala api neraka-Mu yang berkobar-kobarMerobek dinding dan layar kapalDengan napas tersengal-sengalKusingkap ratusan tiraiKejatuhan adalah kebangkitan kembaliDi atas reruntuhan terbangin menara tinggiTanpa kuasamu langit dan bumiTak bisa menampikku

Lihat ke dada koyak iniAngin pun dapat membaca kisah yang marakDari derita ini pun akan lahir seekor singaDan istana-Mu tambah kemilau dalam jiwa

41

Page 42: Analisis PUISI

Puisi 5

Barat dan Timur

Barat dan Timur adalah gurukuMuslim, Hindu, Kristen, Budha,Pengikut Zen atau TaoSemua dalah gurukuKupelajari dari semua orang saleh dan pemberaniRahasia cinta, rahasia bara menjadi api menyalaDan tikar sembahyang sebagai pelana menuju arasy-NyaYa, semua adalah gurukuIbrahim, Musa, Daud, Lao TzeBuddha, Zarahustra, Socrates, Isa AlmasihNabi Muhammad RasulullahTapi hanya di masjid aku berkhidmatWalau jejak-NyaKujumpai di mana-mana

42

Page 43: Analisis PUISI

Puisi 6

Mimpi

Aneh tiap mimpiMembuka kelopak mimpi yang lain,Berlapis-lapis mimpi, tiada dindingDan tirai akhir, hingga kau semakinJauh dan semakin dalam tersembunyiDalam ratusan tirai rahasiaMembiarakan aku asing pada wujudHampa dan wajah sendiri. Kudatangi kemudianPintu-pintu awan, nadi-nadi cahayaDan kegelapan, rimba sepi dan kejadianDi jalan-jalannya, di gedung-gedungnyaKucari sosok bayanganku yang hilangDalam kegaduhan. Tetap, yang fanaMengulang kesombongan dan keangkuhannyaDan berkemas pergi entah kemanaGelisah, ading memasuku rumah sendiriMenjejakkan kaki, bergumul benda-bendaGanjil yang tak pernah dikenal, menulisSajak, menemukan mimpi yang lain lagiBerlapis-lapis mimpi, tiada dindingAkhir sebelum menjumpai-Mu

43

Page 44: Analisis PUISI

Puisi 7

Cinta

Cinta serupa dengan lautSelalu terikat pada arusSetiap kali ombaknya bertarngSeperti tutur dalam hatimuSebelum mendapat bibir yang mengucapkannya

Angin kencang datang dari cintaAir berpusar dan gelombang naikMemukul hati kita yang telanjangDan menyelimutinya dengan kegelapan

Sebab keinginan begitu kuatUntuk menangkap cahayaMaka kesunyian pun pecahDan yang tersembunyi menjelma

Kau di sampingkuAku di sampingmuKata-kata adalah jembatanWaktu adalah jembatanTapi yang mempertemukanAdalah kalbu yang saling memandang

44

Page 45: Analisis PUISI

Puisi 8

Menjenguk Rumah

Menjenguk rumah di kampungYang pantainya riuh dengan pemandanganMasa kana, angin terdengar selaluMengalunkan jeritan anehTapi karib, dan hati bergaduhDengan keriangan liar, seakan tak kenyangMenenggak sari buah tahun-tahunDan derita yang akhirnya terperahPohon mangga di halaman, tampakSenantiasa lebat, mengirim cahayaDari akar-akarnya yang bekerja kerasDalam kegelapan tanah, dan dariDaun-daun serta rerantingnyaYang tak henti-hentinya berdoaMengulang isyarat gaib dari musim tengkuyuhYa. Aku pernah tumbuh bersamaTunas-tunas ini, bersama dahan-dahan barunyaBersama angin dan curahan air hujanBerlayar di langit luas keberadaan Mencari jejak yang membuat kamiBangkit kembali dari ketiadaan dan kekosonganDi rumah ini, semua seakan adaDalam senyum dan duka ibuku

45

Page 46: Analisis PUISI

Puisi 9

Jalan Ke Pantai

Jalan ke pantai dari rumahkuKecil berkerikil, namun terasa lebarDuri-duri semak selalu berkisahSumur-sumur tak pernah keringDi tengah ketandusan. LukaTak terasa sebagai luka bila terciumHarum darah kebang-kembang kaktus liarDan usia membuang semua usianyaAkar akan kebebasan bangkit kembaliDan tunasnya menghijau menyikap cakrawalaApa yang mesti kucemaskan ?Telah banyak hari-hari kulaluikuMelalui semak-semak, duri-duriMelalui jalan ke pantai dari rumahkuMembawa langit, membentang lautMenuntun anak kepada ibunyaKelopak-kelopak mawar kepada sari-sari bunga.

46

Page 47: Analisis PUISI

Puisi 10

Pembawa Matahari

Piring-piring lokan itu pecah kembaliMembangunkan tubuh cahaya dan si bocahMuncul lagi di pantai, mendirikan menaraDari gundukan pasir dan serakan-serakan kerangNamun segera dijala oleh siangDan diterbangkan ke udara

Sore itu aku duduk, membaca buku laut dan gelombangMendengarkan kisah dari jauh namun dekatBendera perang hampir kumalDan jarum hari mulai menjahit sepiMembentangkan malam

“Selamat tinggal Ahmas!” seru sebuah suara“Berapa anakmu sekarang Leila?” kata yang lain“Kiambang-kiambang bertaut di sungai dan hanyut mengisahkan nasib kitaKemudiku selalu patah, selalu patah“Namun rumah senantiasa indahSenantiasa indah

Nyanyian-nyanyian tak semerdu dulu lagiTapi masa kanak-kanakku memasang lagi telinganya

Hingga percakapan-percakapan butir pasir bisa terdengarBersama kegaiban ratusan malaikatDan dalam rongga kecilnya yang berkaca-kacaKutemukan semesta yag juga ada dalam diriku

Di sanalah rumahku, kata si bocahDalam kemilau embun, di pangkuan sunyiDi lubuk kecemasan yang senantiasa gelisah

47

Page 48: Analisis PUISI

Dalam keluasan ke mana ombak selalu berbenah

Tak kuperlukan lagi pintu dan jendela dunia kiniTak kuperlukan lagi jalan pulang

Semua ada di sana seperti jantera dan benang tenunnyaKemudian si bocah pulangMembawa matahari Dan esoknya datang lagiMembawa matahari

48

Page 49: Analisis PUISI

49