analisis psikologi tokoh arsena dalam novel cermin cinta

Upload: indra-bombom

Post on 19-Oct-2015

153 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH ARSENA DALAM NOVEL CERMIN CINTA KARYA N. RIANTIARNO1. Latar BelakangSastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain itu sastra juga merupakan hasil karya seseorang yang diekspresikan melalaui tulisan yang indah, sehingga karya yang dinikmati mempunyai nilai estetis dan dapat menarik para pembaca untuk menikmatinya Pada hakitanya sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Walaupun berbentuk fiksi, misalnya cerpen, novel, dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tidak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata sehari-hari. Hanya saja dalam penyampaiannya, pengarang sering mengemasnya dengan gaya yang berbeda-beda dan syarat pesan moral bagi kehidupan manusia.Menurut Iswanto dalam Jabrohim (2003:59), Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Pendapat tersebut mengandung implikasi bahwa karya sastra (terutama cerpen, novel, dan drama) dapat menjadi potret kehidupan melalui tokoh-tokoh ceritanya. Meskipun demikian, karya sastra yang diciptakan pengarang terkadang mengandung subjektivitas yang tinggi. Seperti dikemukakan oleh Siswantoro (2005:2) berikut ini. Imajinasi yang tertuang dalam karya sastra, meski dibalut dalam semangat kreativitas, tidak luput dari selera dan kecenderungan subjektif, aspirasi, dan opini personal ketika merespon objek di luar dirinya, serta muatan-muatan khas individualistik yang melekat pada diri penulisnya sehingga ekspresi karya bekerja atas dasar kekuatan intuisi dan khayal, selain kekuatan menyerap realitas kehidupan. Itulah sebabnya di dalam sebuah cerita, cerpen atau novel, seorang pengarang sering mengangkat fenomena yang terjadi di masyarakat. Dengan harapan para pembaca dapat mengambil hikmah dari fenomena tersebut.Pada dasarnya isi sebuah karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Sangat beragam perilaku manusia yang bisa dimuat dalam cerita. Kadang-kadang hal ini terjadi perulangan jika diamati secara cermat. Pola atau keterulangan inilah yang ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu seperti gejala kejiwaan, sosial, dan masyarakat. Misalnya perilaku yang berhubungan dengan psikologi tokoh dalam karya sastra dapat dilakukan dengan mengadakan pendekatan psikologis.Menurut Semi (1993:79) bahwa pendekatan psikologis menekanka analisis terhadap karya sastra dari segi intrinsik, khususnya pada penokohan atau perwatakannya. Penekanan ini dipentingkan, sebab tokoh ceritalah yang banyak mengalami gejala kejiwaan. Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi, sebab sebagaimana sudah kita pahami sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni (art) sedang psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski berbeda, keduanya memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian. Berbicara tentang manusia, psikologi jelas sangat berpngaruh karena psikologi mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya. Hal ini dinyatakan oleh Teeuw (1991:62-64), Konvensi sastra merupakan alat yang mengarahkan kemungkinan pemberian makna yang sesuai pada sebuah karya sastra. Novel atau cerpen sebagai bagian bentuk sastra, merupakan jagad realita di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia (tokoh). Realita sosial, realita psikologis, realita religius merupakan terma-terma yang sering kita dengar ketika seseorang mempersoalkan novel sebagai realita kehidupan. Secara spesifik realita psikologis misalnya adalah kehadiran fenomena kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika merespons atau bereaksi terhadap diri dan lingkungan. Sebagai contoh, penampakan gejala jiwa dapat penulis temui di dalam novel Cermin Cinta Karya N.Riantiarno. Tokoh utama Arsena adalah seorang lelaki muda yang terlibat cinta segitiga, dan ini membuat Arsena tidak dapat menentukan sikap karena berhadapan dengan temannya sendiri yaitu Edu yang mengidap penyakit homoseksual, Edu mencintai Arsena layaknya seorang lelaki mencintai perempuan pada umumnya, ini tentu saja merusak hubungan cinta antara Arsena dan Nancy, karena kecewa akhirnya Nancy meninggal setelah selesai melakukan aborsi buah cintanya bersama Arsena. Novel Cermin Cinta karya N. Riantiarno sangat menarik apabila dikaji dengan pendekatan psikologi (kejiwaan). Novel ini mempunyai kelebihan di antaranya ialah tokoh utama cerita ternyata mampu dan tegar menghadapi berbagai fenomena hidup meskipun di dalamnya banyak terjadi konflik. Di lain pihak, melalui tokoh cerita pengarang ingin menyampaikan pesan moral kepada pembaca bahwa pentingnya orang tua memberikan pendidikan yang baik kepada anak. Hanya saja dalam cerita, pengarang tidak memberikan penilaian bahwa apa yang diperbuat oleh sang tokoh cerita merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap aturan agama sehingga apa yang diperbuat oleh sang tokoh cerita semata-mata akibat dari rasa frustasi dan kecewa karena menghadapi masalah yang datang silih berganti tanpa adanya tempat untuk mencurahkan semuanya.Berdasarkan hal tersebut di atas maka dipandang perlu melakukan penelitian untuk menganalisis aspek structural dan aspek psikologi, dalam novel Cermin Cinta Karya N. Riantiarno, dengan tujuan agar dapat memahami aspek kejiwaan serta sifat dan sikap para tokohnya dalam menjalani kehidupan yang terdapat dalam suatu cerita.2. Rumusan Masalah Berkaitan dengan penelitian yang penulis pergunakan dalam penelitian ini dan bertitik tolak dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalaan sebagai berikut:1. Bagaimanakah struktur yang terkandung dalam novel Cermin Cinta Karya N. Riantiarno?.2. Bagaimananakah aspek psikologi tokoh Arsena dalam novel Cermin Cinta Karya N. Riantiarno?.

3. Tujuan PenelitianAdapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Untuk mendeskripsikan struktur yang terkandung dalam novel Cermin Cinta Karya N. Riantiarno.2. Untuk mendeskripsikan aspek psikologi tokoh Arsena dalam novel Cermin Cinta Karya N. Riantiarno.4. Manfaat PenelitianAdapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:Suatu penelitian ilmiah harus memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis bagi pembaca sehingga teruji kualitas penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Adapun manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

4.1 Manfaat Teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan terutama di bidang bahasa dan sastra Indonesia, khususnya bagi pembaca dan pencinta sastra.4.2 Manfaat Praktisa. Bagi pembaca dan penikmat SastraPenelitian novel Cermin Cinta karya N. Riantiarno dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan penelitian-penelitian lain yang telah ada sebelumnya khususnya dalam menganalisis aspek psikologi tokoh dalam karya sastra.b. Bagi Mahasiswa Bahasa,sastra Indonesia dan daerahPenelitian ini dapat digunakan mahasiswa untuk memotivasi ide atau gagasan baru yang lebih kreatif dan inovatif di masa yang akan datang, demi kemajuan diri mahasiswa dan jurusan.5. Landasan Teori1. Konsep DasarTeori sastra, khususnya sejak awal abad ke-20, berkembang dengan pesat.Perkembangan itu sejajar dengan kompleksitas kehidupan manusia, yang kemudian memicu perkembangan genre sastra. Fungsi utama karya sastra adalah melukiskan, mencerminkan kehidupan manusia, sedangkan kehidupan manusia itu sendiri mengalami perkembangan. Dalam hubungan inilah diperlukan teori yang berbeda untuk memahami karya sastra tersebut sesuai genre sastranya (Ratna, 2004:75). Dimensi psikologis tokoh-tokoh dalam sebuah karya satra dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan tekstual. Pendekatan tekstual merupakan suatu pendekatan yang berusaha mengkaji aspek-aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra, maka karya sastra yang dijadikan sasaran kajian di sini adalah karya sastra yang mengembangkan kejiwaan tokoh-tokohnya, yakni karya sastra yang berupa cerkan (Rizkiani,2004:18-19). Semua masalah kejiwaan menyangkut tokoh dalam cerkan dapat dipandang sebagai masalah psikologi. Demikian halnya dalam penelitian ini yang berkutat pada tokoh, lepas dari hal ikhwal di balik latar belakang psikologi pengarang. Maka, pendekatan tekstual bertumpu dari teks untuk mencermati derap jiwa melalui aspek psikologi.Ditinjau dari asal katanya, psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan (Dirgagunarsa,1982:9). Menurut Ahmadi, jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi dan manusia. Perbuatan pribadi adalah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang dimungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah, sosial, dan lingkungan (Ahmadi,2003:1).Secara sederhana psikologi sastra merupakan gabungan dari ilmu psikologi dan sastra. Menurut Endraswara psikologi sastra adalah ilmu yang mempelajari sastra dari sisi psikologi. Gabungan kedua disiplin ilmu itu dilakukan karena tuntutan keadaan. Maka, lahirlah psikologi sastra untuk menjembatani kesenjangan interpretasi (Endraswara,2008:70-71). Sedangkan pengertian kepribadian menurut Ahmadi adalah organisasi dinamis dari sistem psikologi fisik dirinya dengan lingkungan. Freud berhasil mengembangkan teori kepribadian yang membagi struktur mind ke dalam tiga bagian yaitu : consciousness (alam sadar), preconsciousness (ambang sadar) dan unconsciousness (alam bawah sadar). Pada hakikatnya pribadi manusia tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu kesatuan saja (individu saja), tetapi harus memperhatikan hubungan dengan lingkungannya sebab kepribadian itu baru menjadi kepribadian apabila sudah menyatu dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan (Ahmadi,1985:35). Berdasarkan pengertian di atas, psikologi kepribadian dapat dirumuskan sebagai psikologi yang khusus membahas kepribadian seseorang secara keseluruhan, sebagai paduan antara kehidupan jasmani dan rohani. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikologi kepribadian Sigmud Freud. Freud membagi kepribadian manusia menjadi tiga unsur kejiwaan, yakni the id (Das Es), the ego (Das Ich), dan the superego (Das Uber Ich). Id (Das Es) adalah aspek kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tidak kenal nilai dan berupa energi buta. Id adalah dorongan-dorongan primitif yang harus dipuaskan. Dengan demikian id merupakan kenyataan subjektif primer, dunia batin sebelum individu memiliki pengalaman tentang dunia luar. Ego (Das Ich) adalah kepribadian implementatif yang berupa kontak dengan dunia luar. Ego bertugas untuk mengontrol id. Sedangkan superego (Das Uber Ich) adalah sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai aturan yang bersifat evaluatif (menyangkut baik buruk). Superego berisi kata hati yang merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional, karena itu superego dapat dianggap sebagai aspek moral dari kepribadian manusia (Endraswara,2008:199).Apabila terdapat keseimbangan yang wajar dan stabil dari ketiga unsur (id, ego, dan superego), maka akan diperoleh struktur kepribadian yang wajar. Namun, apabila terjadi ketidakseimbangan antara ketiga unsur tersebut, maka akan diperoleh kepribadian yang tidak wajar dan akan muncul neurosis yang menghendaki penyaluran (Suryabrata,1995:124-128). Ketidakwajaran kepribadian tersebut dapat disebabkan oleh suatu persoalan di masa kanak-kanak. Menurut Elizabeth B. Harlock terjemahan Istiwidayanto, persoalan dalam keluarga dapat membuat orang tua mengabaikan tekanan pada anak yang mengakibatkan pertumbuhan fisik dan mental anak terhambat. Bahaya psikologis pada awal masa kanak-kanak lebih banyak daripada bahaya fisik dan lebih merusak penyesuaian pribadi serta penyesuaian sosial anak (Harlock/Istiwidayanto,1980:133).Pola kepribadian manusia mulai terbentuk pada masa kanak-kanak. Perlakuan dari orang tua dan orang-orang di sekitar merupakan faktor terpenting dalam pembentukan pola kepribadian anak. Harlock menjelaskan, semua bidang perkembangan perilaku anak dikaitkan dengan potensi bahaya yang dapat membawa akibat buruk pada penyesuaian pribadi dan sosial. Bahaya psikologis pada masa kanak-kanak yang terpenting adalah isi pembicaraan yang bersifat sosial, ketidakmampuan mengadakan kompleks empati, gagal belajar menyesuaikan sosial karena kurangnya bimbingan, lebih menyukai teman khayalan atau hewan kesayangan, terlalu menekankan pada hiburan dan kurang penekanan pada bermain aktif, kionsep-konsep dengan bobot emosi yang kurang baik, disiplin yang tidak konsisten atau disiplin yang terlalu didasarkan pada hukum, gagal dalam mengambil peran seks sesuai dengan pola yang disetujui oleh kelompok sosial, kemerosotan dalam hubungan keluarga dan konsep diri yang kurang baik (Harlock/Istiwidayanto,1980:132-141). Berdasarkan penjelasan Harlock di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan perlakuan dari keluarga berperan penting dalam keberhasilan anak dalam membentuk pola kepribadianya. Oleh sebab itu, kebahagiaan pada masa kanak-kanak tergantung pada kejadian yang menimpa anak di dalam rumah.Perlakuan orang tua yang tidak menyenangkan atau suatu peristiwa tidak menyenangkan yang terjadi di dalam rumah dapat membuat anak menjadi trauma. Menurut Supratiknya, trauma adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri, sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya (Supratiknya,1995:27). Trauma psikologis yang dialami pada masa kanak-kanak cenderung akan dibawa sampai ke masa dewasa, terlebih bila trauma tersebut tidak pernah disadari oleh lingkungan sosial anak. Akibatnya dalam pertumbuhannya, anak dapat mengalami kejadian yang mengingatkan kembali pada trauma yang pernah dialaminya itu, maka luka lama itu pun akan muncul kembali dan menimbulkan depresi. Menurut Wikipedia depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan biasanya seseorang mengalami depresi akibat suatu kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpanya, misalnya kematian seseorang yang sangat dicintai atau kehilangan pekerjaan yang sangat dibanggakan Depresi yang berkepanjangan membuat seseorang rentan mengalami neurosis. Neurosis sering disebut juga psikoneurosis, adalah istilah umum yang merujuk pada ketidakseimbangan mental yang menyebabkan stress, seperti sakit saraf dan mental yang membuatnya berada dalam kondisi sangat tertekan. Neurosis tidak mempengaruhi pemikiran rasional dan tidak diartikan dalam kondisi gila. Konsep neurosis berhubungan dengan bidang psikoanalisis, suatu aliran pemikiran dalam psikologi. Neurosis dapat diartikan sebagai suatu gangguan kejiwaan yang mempunyai akar psikologis dengan tujuan menghindari atau mengurangi rasa cemas. Sigmund Freud berpendapat bahwa sumber dari neurosis adalah konflik batin (Supratiknya,1995:36-37). 6. Pengertian novelKata novel berasal dari kata Latin novella yang diturunkan dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan yang lainnya, maka jenis novel ini muncul kemudian. Novel Inggris yang pertama sekali lahir adalah Famela pada tahun 1740.Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2002:470), novel adalah tulisan berupa karangan prosa yang panjang dan menceritakan sebuah kisah, sedangkan dalam Buku Pintar Bahasa dan Sastra Indonesia novel yaitu prosa yang menceritakan suatu kejadian luar biasa yang melahirkan suatu konflik yang mengakibatkan adanya perubahan nasib pelakunya.Ada beberapa ciri-ciri novel yang membedakannya dengan karya sastra lain, yakni:a. novel itu bergantung pada tokoh artinya dalam sebuah novel tokoh yang terlibat didalamnya itu tidak hanya satu saja melainkan lebih. Setiap tokoh dalam novel memiliki peran dan karakter berbeda-beda yang membentuk satu kesatuan atau jalinan peristiwa yang utuh sehingga cerita yang tersaji menjadi lebih menarik dan dinamis.b. novel menyajikan lebih dari satu impresi, artinya impresi yang ditimbulkan dalam cerita novel bermacam-macam sehingga dapat memberikan kesan yang mendalam, mengharukan, membahagiakan, menyedihkan yang dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan bahkan dapat mempengaruhi tindakan dan perbuatan pembaca.c. novel menyajikan lebih dari satu efek, artinya cerita novel yang menimbulkan efek yang bermacam-macam dapat memberikan pengaruh yang banyak, baik terhadap indera, pikiran, perasaan, maupun perbuatan pembaca dalam kehidupannya. d. novel menyajikan lebih dari satu emosi. Emosi-emosi yang ditimbulkan dari masing-masing tokoh dalam novel menjadikan cerita yang menarik. Emosi-emosi tersebut akan saling beradu dan bertentangan sehingga menimbulkan konflik dan ketegangan antar tokoh. Konflik yang muncul tersebut dapat menarik pembaca untuk membaca novel secara mendalam.Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah suatu cerita prosa fiktif yang panjang dengan mengeksplorasi kehidupan tokoh pria dan wanita secara imajinatif dan melukiskannya dalam adegan nyata yang refresentatif dengan alur yang bergerak dari satu adegan ke adegan lainnya dengan penyajian- penyajian emosi yang berbeda dari setiap tokoh.6.1 Jenis-jenis novelBerdasarkan tujuannya, Stanton (1965) membedakan novel menjadi 2, yaitu:a. Novel Populer adalah novel yang populer atau terkenal pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja/pelajar. Novel populer lebih mudah dibaca dan mudah difahami karena ia semata-mata menyampaikan cerita. Tujuannya tidak berpretensi mengejar efek estetis, melainkan hiburan semata dan lebih mengejar selera pembaca dan lebih komersil.b. Novel serius adalah novel yang tujuannya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara pengucapan yang baru pula. Novel ini tidak mengikuti selera pembaca dan pembacanya juga tidak mungkin banya. Biasanya novel jenis ini banyak dibicarakan pada dunia kritik sastra.Berdasarkan isi ceritanya, novel itu ada bermacam-macam, antara lain:a. Novel avontur yaitu novel yang dipusatkan pada seorang lakon atau peran utama. Pengalaman lakon mulai pada titik A dan melalui pengalaman-pengalaman yang lain hingga ke titik akhir cerita.b. Novel psikologis yaitu novel yang mengutamakan pemeriksaan seluruhnya dari pikiran-pikiran pelaku, baik keadan lahir maupun rohaninya.c. Novel detektif yaitu novel yang mengutamakan clue atau tanda bukti, baik dalam rupa seorang pelaku atau tanda lain sebagai penunjuk jalan mencapai penyelesaian cerita. Untuk membongkar rahasia kejahatan dalam novel detektif , tentu dibutuhkan bukti-bukti agar menangkap si pembunuh, dan sebagainya.d. Novel sosial, yaitu novel yang menunjukkan suatu kelas dalam masyarakat, misalnya kelas kaum buruh. Persoalan yang ditinjau dalam novel ini bukan persoalan orang-orang sebagai individu, tetapi persoalan ditinjau melingkupi persoalan golongan-golongan dalam masyarakat, reaksi setiap masyarakat terhadap masalah-masalah yang timbul, dan pelaku hanya digunakan sebagai pendukung jalan cerita.e. Novel kolektif yaitu novel yang lebih mengutamakan cerita sebagai suatu totalitas, suatu keseluruhan. Novel jenis ini merupakan novel yang paling sukar dan banyak seluk-beluknya. Dalam novel ini individu sebagai pelaku tidak terlalu dipentingkan. Novel ini mencampuradukkan pandangan-pandangan antropologis dan sosiologis.

6.2 Struktur NovelPada aspek ini semua karya sastra baru biasa disebut bernilai jika ada masing-masing unsur pembentuk yang tercermin dalam strukturnya. Karya sastra sebagai sebuah unsur strukturalisme merupakan sebuah bangunan yang terdiri atas berbagai unsur, yang satu dengan yang lainnya saling berkaita.Karena itu setiap ada perubahan yang terjadi pada sebuah unsur struktur menyebabkan hubungan antara unsur berubah, pembagian unsur pembangun dalam karya sastra yang digunakan dalam menganalisis karya sastra antara lain sebagai berikuta. TemaNovel merupakan salah satu karya sastra yang memaparkan sebuah cerita yang terjadi di sekitar pengarang atau yang berisi pengalaman pengarang. Hal yang akan dituangkan pengarang dalam sebuah novel merupakan pokok pikiran pengarang atau sering disebut tema. Tema tersebut menjadi salah satu acuan terpenting berjalanya sebuah cerita dalam sebuah novel. Stanton (2007: 36) mengemukakan bahwa tema adalah aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan pengalaman begitu diingat. Tema merupakan salah satu unsur pembangun karya sastra yang penting. Dalam tema terkandung makna yang akan disampaikan penulis pada pembaca. Jadi tema adalah gagasan utama penulis sebagai dasar pengembang cerita. Tema bersifat menjiwai seluruh bagian pada cerita. Dengan demikian teori strukturalisme adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra merupakan suatu struktur yang terdiri dari beberapa unsur yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menciptakan kebulatan makna. Unsur-unsur dalam karya sastra saling berkaitan dan membentuk satu-kesatuan makna yang digunakan untuk menganalisis karya sastra. b. Alur/PlotAlur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan hubungan kausalitas. Secara garis besar alur dibagi dalam tiga bagian, awal, tengah, dan akhir (Sayuti, 2000). Bagian awal berisi eksposisi, bagian tengah mengandung klimaks yang merupakan puncak konflik, dan bagian akhir mengandung denoument (penyelesaian).1. Bagian awal (Eksposisi) Bagian awal sebuah alur berisi eksposisi. Eksposisi mendasari serta mengatur gerak yang berkaitan dengan masalah waktu dan tempat. Dalam eksposisi inilah diperkenalkan para tokoh pelaku kepada pembaca, mencerminkan situasi para tokoh, merencanakan konflik yang akan terjadi, dan sementara itu memberikan suatu indikasi mengenai resolusi cerita. Dengan kata lain eksposisi adalah proses penggarapan serta memperkenalkan informasi penting kepada para pembaca, misalnya, berupa penunjukan dan pengenalan latar, seperti nama tempat, suasana alam, waktu kejadiannya (misalnya yang berkaitan dengan sejarah).2. Bagian tengah (Komplikasi)Bagian tengah mengandung klimaks yang merupakan puncak konflik. Klimaks adalah puncak peristiwa yang mencapai titik kulminasi, kerumitan, problema mulai teratasi atau konflik mencapai intensifikasi yang tertinggi (titik-titik teratasi konflik). Pada tahap ini jalinan kejadian menimbulkan kerumitan atau komplikasi. Disinilah mulai terjadi ketegangan (konflik-konflik). Tahap ini disebut juga sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan sebelumnya, menjadi semakin meningkat. konflik yang dikisahkan semakin menegangkan. Konflik dibagi dua: 1, konflik internal ialah konflik yang terjadi dalam diri tokoh sendiri atau pikirannya.2. konflik eksternal ialah konflik yang terjadi antar tokoh/pelaku berupa konflik ide atau pikiran para pelaku, dapat juga berupa konflik fisik seperti berkelahi, bergulat, saling tinju, dan sebagainya. Puncak peristiwa yang mencapai titik kulminasi, kerumitan, problema mulai teratasi atau konflik mencapai intensifikasi yang tertinggi (titik-titik teratasi konflik).3. Bagian Akhir (Denoument)Bagian akhir mengandung denouement atau penyelesaian atau pemecahan masalah. Disinilah sang pengarang memberikan pemecahan masalah dari semua peristiwa yang terjadi atau sesuatu yang memberi pemecahan terhadap alur. Tahap ini juga disebut sebagai tahap pelarian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat dari klimaks. Jadi, tahap ini berisi bagian yang menyaran pada bagaimana klimaks kesudahan cerita atau menyaran pada hal bagaimanakah akhir sebuah cerita. Ada beberapa jenis alur cerita, antara lain:a. Menurut kuantitasnnya1. Alur/plot tunggal, alur disebut tunggal ketika rangkaian peristiwa yang terjadi hanya mengandung satu peristiwa primer.2. Alur/plot ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Alur disebut ganda ketika mengandung berbagai peristiwa primer dan peristiwa lain (minor). b. Menurut urutan waktu1. Alur maju, yaitu alur yang menyampaikan jalinan cerita dari awal sampai akhir cerita dengan urutan waktu yang terus bergerak maju. Misalnya dalam drama.2. Alur mundur, yaitu alur yang menyampaikan suatu jalinan cerita dengan urutan waktu yang terkini hingga waktu yang paling lampau atau dari kisah yang terakhir hingga pada awal mula kejadian (flashback).3. Alur maju mundur (gabungan), yaitu alur yang menyampaikan jalinan cerita dalam urutan waktu yang beragam atau sebagian beralur maju dan sebagian beralur mundur. Alur ini biasanya dimulai dari suatu masa tertentu (masa kini) lalu mundur ke belakang untuk menguraikan peristiwa demi peristiwa sehingga akhirnya sampai ke titik awal. Setelah itu dilanjutkan dengan urutan maju. 4. Menurut kualitasnya Alur rapat yaitu apabila alur utama cerita tidak memiliki celah yang memungkinkan untuk disisipi alur lain. Alur ini biasanya terdapat dalam cerpen yang sedikit pelakunya.Alur longgar yaitu apabila alur utamanya memiliki kemungkinan adanya penyisipan plot lain. Alur ini biasanya terdapat pada cerita yang panjang atau banyak pelakunya, sehingga karena adanya tokoh pembantu, maka timbullah alur sampingan, di samping alur pokok.c. latar/SettingCerita dalam sebuah novel akan seolah hidup karena pengaruh latar yang digunakan dalam cerita tersebut. Latar merupakan salah satu unsur-unsur pembentuk cerita dalam novel. Latar yang dipakai dalam novel akan mempengaruhi makna yang akan disampaikan oleh pengarang.Stanton (2007: 35) mengemukakan bahwa latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.Latar merupakan tempat terjadinya peristiwa dalam cerita sehingga menimbulkan kesan realistis dan benar-benar terjadi pada pembaca. latar dalam novel tidak hanya terbatas pada penempatan lokasi saja, melainkan nilai-nilai adat yang berlaku di tempat yang bersangkutan.d. Tokoh/PenokohanIstilah tokoh menunjuk kepada orang atau pelaku cerita. Jadi, tokoh ialah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam fiksi diciptakan oleh pengarang, meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di dunia nyata. Oleh karena itu, dalam sebuah fiksi, tokoh hendaknya dihadirkan secara alamiah dalam arti tokoh-tokoh itu memiliki kehidupan atau berciri hidup, atau memiliki derajat lifelikeness (kesepertikehidupan) (Sayuti, 2000:68). Sama halnya dengan manusia yang hidup dalam dunia nyata, yang bersifat tiga dimensi, maka tokoh dalam fiksi pun hendaknya memiliki dimensi fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Dimensi fisiologis meliputi usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri muka, dan sebagainya.Dimensi sosiologis meliputi status sosial, pekerjaan, jabatan, peranan di dalam masyarakat, pendidikan, agama, pandangan hidup, idiologi, aktivitas sosial, organisasi, hobi, bangsa, suku, dan keturunan. Dimensi psikologis meliputi mentalitas, ukuran moral, keinginan, perasaan pribadi, sikap, dan kelakuan(tempramen), juga intelektualitasnya (IQ). Menurut Sayuti (2000) tokoh-tokoh dalam sebuah cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan.1. Tokoh utama (sentral) dan tokoh tambahan (periferal)Berdasarkan keterlibatannya dalam cerita, tokoh dibedakan antara tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan, yang menjadi pusat perhatian, dan dialah yang membawa ide-ide prinsipil dalam cerita, sedangkan tokoh tambahan muncul hanya jika ada kaitannya dengan tokoh utama baik langsung maupun tidak langsung.Macam maam tokoh anntara lain sebagai berikut:1. Tokoh protagonis dan antagonisDilihat dari fungsi penampilannya, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik. Dia adalah tokoh yang selalu menentang dan selalu bertolak belakang dengan tokoh utama, beroposisi dengan tokoh protagonis baik secara langsung ataupun tidak, baik fisik maupun batin.2. Tokoh sederhana dan tokoh kompleksBerdasarkan wataknya dikenal tokoh sederhana dan tokoh kompleks. Tokoh sederhana adalah tokoh yang kurang mewakili keutuhan personalitas manusia dan hanya ditonjolkan satu sisi karakternya. Sementara tokoh kompleks, sebaliknya lebih menggambarkan keutuhan personalitas manusia, yang memiliki sisi baik dan sisi buruk secara dinamis.Perwatakan adalah sifat-sifat pribadi pelaku. Sayuti (dalam Wiyatmi, (2009: 32) mengatakan watak tokoh dapat diceritakan dengan 2 cara, yakni:a. secara langsung/telling ialah pelukisan tokoh dengan mendeskripsikan, menguraikan, menjelaskan secara langsung, tidak berbelit-belit. Karakter tokoh dijelaskan secara detail dalam cerita sehingga pembaca mengetahui secara langsung bagaimana karakter tokoh cerita.b. secara tidak langsung. Watak tokoh digambarkan melalui beberapa cara, yaitu:1. Penamaan tokoh (naming). Dalam teknik naming atau pemberian nama tokoh, nama tokoh tertentu mengisyaratkan karakter sang tokoh. Tokoh Para Priyayi , misalnya mengisyaratkan karakter yang cerdas dan cekatan.2. Cakapan/percakapan. Apa yang diucapkan oleh tokoh, baik dalam bentuk dialog maupun monolog, seringkali menunjukkan karakternya. 3. Penggambaran pikiran dan perasaan tokoh. Bagaimana keadaan dan jalan pikiran serta perasaan tokoh, apa yang melintas dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang sering mencerminkan sifat-sifat tokoh. Perbuatan dan kata-kata merupakan perwujudan kongkret tingkah laku dan perasaan. Namun, orang tidak mungkin dapat berlaku pura-pura terhadap pikiran dan hatinya sendiri.4. Perbuatan tokoh/tingkah laku. Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal atau fisik. Apa yang dilakukan orang dalam tingkah laku atau perbuatan, dapat dipandang sebagai menunjukkan reaksi, tanggapan, dan sikap yang menunjukkan karakternya. 5. Sikap tokoh/reaksi tokoh. Sikap atau reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, sikap tingkah laku orang lain, dan sebagainya berupa rangsang dari luar diri tokoh yang bersangkutan. Bagaimana reaksi tokoh terhadap hal-hal tersebut dapat dipandang sebagai suatu bentuk penampilan yang mencerminkan sifat-sifat atau karakter tokoh.6. Pandangan tokoh lain/reaksi tokoh lain. Pandangan atau reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya yang berupa pandangan, pendapat, komentar, dan lain-lain. Pendek kata, penilaian terhadap tokoh (utama) cerita dalam sebuah karya oleh tokoh-tokoh cerita yang lain. 7. Pelukisan fisik tokoh. Keadaan fisik seseorang misalnya, bentuk bibir, wajah, dan keadaan kejiwaannya, atau paling tidak pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu. Misalnya, bibir tipis menyaran pada sifat ceriwis dan bawel, rambut lurus menyaran pada sifat tak mau mengalah, pandangan mata tajam, hidung agak mendongak, dan lain-lain yang dapat menyaran pada sifat tertentu. Pelukisan keadaan fisik tokoh dalam kaitannya dengan penokohan kadang-kadang memang terasa penting agar pembaca dapat menggambarkan tokoh tersebut secara imajinatif.8. Pelukisan latar. Suasana yang ada di sekitar tokoh juga sering dipakai unntuk melukiskan karakternya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan berbagai teknik yang lain. Keadaan latar tertentu memang dapat menimbulkan kesan tertentu. Misalnya, suasana rumah yang bersih, rapi, teratur, menandakan bahwa pemilik rumah itu cinta kebersihan, teliti, dan teratur.e. Gaya BahasaBahasa dalam karya sastra memiliki fungsi ganda, tidak hanya sebagai alat penyampaian maksud pengarang, melainkan juga sebagai penyampaian perasaan.Penyampaian tersebut misalnya dengan menggunakan perbandingan perbandigan seperti mengidupkan benda benda mati seolah seolah dapat bergerak dan berbicara seperti manusia,melukiskan sesuatu keadaan dan menggunakan gaya bahasa yang berlebihan, semua itu dilakukan oleh pengarang agar pembaca tertarik dan terpengaruh oleh gagasan yang disampaikan dalam karya sastra tersebut. Macam - macam gaya bahasa adalah sebagai berikut:1. Personifikasi 2. Metafora3. Alegori4. Perumpamaan5. Hiperbola6. Ironi7. Litotes 8. Alusio9. Efimisme dan lain lain.f. Amanat/Pesan MoralAmanat pesan adalah pesan-pesan yang hendak disampaikan pengarang melalui karyanya, pesan itu bisa secara implisit dan eksplisit. Sujiman (1993:5) mengatakan bahwa amanat adalah gagasan yang mendasari suatu karya sastra atau pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca atau pendengar.Amanat/pesan moral disebut juga makna. Sebuah makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita. Pesan/makna tersebut biasanya biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai yang kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Menurut Kenny (1966) (dalam Diktat Kajian Prosa dan Fiksi) pesan merupakan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis yang dapat diambil (ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan.

Bentuk penyampaian pesan moral dalam karya sastra ada dua, yaitu:a. Penyampaian secara langsungBentuk penyampaian ini identik dengan cara pelukisan watak tokoh uraian atau penjelasan. Cerita yang bersifat memberitahu atau memudahkan pembaca untuk memahaminya. Moral yang ingin diajarkan atau disampaikan itu dilakukan secara langsung dan ekpslisit. Pengarang dalam hal ini bersifat menggurui pembaca, secara langsung memberikan nasehat dan petuahnya.b. Penyampaian secara tidak langsungBentuk penyampaian ini hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain. Sesuatu yang ditampilkan dalam cerita adalah peristiwa-peristiwa, konflik, sikap, dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa dan konflik itu, baik yang terlihat secara verbal, yang ditampilkan fisik, maupun hanya terjadi dalam pikiran dan perasaannya.Melalui berbagai hal tersebut pesan disalurkan, sebaliknya, dilihat dari pembaca, jika ingin memahami atau menafsirkan pesan itu, haruslah ia melakukannnya berdasarkan cerita, sikap, dan tingkah laku para tokoh tersebut.7. Pendekatan PsikologiPendekatan psikologi adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Manusia senantiasa memperhatikan perilaku yang beragam. Bila ingin melihat dan mengenal manusia lebih dalam dan lebih jauh diperlukan psikologi. Di zaman kemajuan teknologi seperti sekarang ini manusia mengalami konflik kejiwaan yang bemula dari sikap kejiwaan tertentu bermuara pula ke permasalahan kejiwaan (Semi, 1990:76).Pendekatan psikologi sastra ternyata memiliki beberapa manfaat dan keunggulan, seperti diungkapkan Semi (1990:80), sebagai berikut: (1) sangat sesuai untuk mengkaji secara mendalam aspek perwatakan, (2) dengan pendekatan ini dapat memberi umpan balik kepada penulis tentang masalah perwatakan yang dikembangkannya, dan (3) sangat membantu dalam menganalisis karya sastra Surrealis, abstrak, atau absurd dan akhirnya dapat membantu pembaca memahami karya-karya semacam itu.Selanjutnya, menurut Aminuddin (2004:55) dan Semi (1988:66), pendekatan psikologi sastra juga dapat dimanfaatkan untuk beberapa hal. Pertama, untuk memahami aspek kejiwaan pengarang dalam kaitannya dengan proses kreatif karya sastra yang dihadirkannya. Kedua, untuk mengeksplorasi segi-segi pemikiran dan kejiwaan tokoh-tokoh utama cerita, terutam menyangkut alam pikiran bawah sadar.8. Biografi Pengarang NovelN. Riantiarno lahir di Cirebon, 6 Juni 1949. Selama SMA (1967) ia melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta. Pada 1968 ia bergabung dengan Teguh Karya dan ikut mendirikan TEATER POPULER. TEATER KOMA didirikannya pada 1977, dan hingga 2005 sudah menggelar 107 produksi panggung dan televise. Nano Riantiarno menulis sebagian besar karya panggungnya, juga mementaskan karya karya William Shakespeare, Bertolt Brecht, Moliere, Georg Buchner, George Orwell, Aristophanes, Arthur Millerr, dan Beaurmarchais.Skenario film karyanya, Jakarta Jakarta, meraih piala Citra pada Festival Film Indonesia 1978. Karya sinetronnya, Karina, meraih piala Vidia pada Festival Film Indonesia 1987.Selain itu, ia juga meraih lima hadiah sayembara penulisan naskah drama Dewan Kesenian Jakarta, 1972-1973-1974-1975 dan 1998. Juga, merebut hadiah sayembara naskah drama anak anak yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978.Dua novelnya, Ranjang Bayi dan Percintaan Senja, meraih hadiah sayembara novel Majalah Femina dan Kartini. Pada 1993, ia dianugerahi Hadiah seni Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Pada 1999, ia meraih penghargaan dari Festival Film Bandung untuk serial film televisi berjudul Kupu Kupu ungu, sebagai Penulis Skenario Terpuji 1999.