analisis produktivitas menggunakan...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS PRODUKTIVITAS MENGGUNAKAN PENDEKATAN GREEN
PRODUCTIVITY PADA PROSES PRODUKSI KERIPIK TEMPE (Studi Kasus
pada UKM Putra Ridhlo Sanan, Malang)
SKRIPSI
Oleh: RIZQI NURLAIL AKBAR
135100307111011
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
ii
ANALISIS PRODUKTIVITAS MENGGUNAKAN PENDEKATAN GREEN
PRODUCTIVITY PADA PROSES PRODUKSI KERIPIK TEMPE (Studi Kasus
pada UKM Putra Ridhlo Sanan, Malang)
SKRIPSI
Oleh:
RIZQI NURLAIL AKBAR NIM 135100307111011
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Analisis Produktivitas Menggunakan Pendekatan
Green Productivity pada Proses Produksi Keripik
Tempe (Studi Kasus pada UKM Putra Ridhlo
Sanan, Malang)
Nama Mahasiswa : Rizqi Nurlail Akbar
NIM : 135100307111011
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
Dr. Retno Astuti, STP. MT. Riska Septifani, STP, MP.
NIP. 19700521 200212 2 001 NIK. 201405 900925 2 001
Tanggal Persetujuan : Tanggal Persetujuan :
………………………………. ……………………………….
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Analisis Produktivitas Menggunakan Pendekatan
Green Productivity pada Proses Produksi Keripik
Tempe (Studi Kasus pada UKM Putra Ridhlo
Sanan, Malang)
Nama Mahasiswa : Rizqi Nurlail Akbar
NIM : 135100307111011
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Penguji I
Dr. Panji Deoranto, STP, MP
NIP. 19710806 200212 1 002
Dosen Penguji II Dosen Penguji III
Dr. Retno Astuti, STP. MT. Riska Septifani, STP, MP.
NIP. 19700521 200212 2 001 NIK. 201405 900925 2 001
Ketua Jurusan
Dr. Sucipto, STP, MP.
NIP. 19710806 200212 1 002
Tanggal Lulus Tugas Akhir :..........................................
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Rizqi Nurlail Akbar, lahir di Probolinggo, 29 Agustus 1994. Penulis merupakan putri kedua dari Bapak Harijono dan Ibu Aniek Nurhajati. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Negeri Tisnonegaran 1 Probolinggo pada tahun 2007. Penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Probolinggo dan menyelesaikan pendidikannya tahun 2010, kemudian melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri 01 Probolinggo dan lulus pada tahun
2013. Selanjutnya ditahun yang sama melanjutkan pendidikannya di Universitas Brawijaya Malang, Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Industri Pertanian.
Tahun 2017 penulis berhasil menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Selama masa pendidikannya di Universitas Brawijaya, penulis aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Bioindustri dan Penanganan Bahan dan Perencanaan Tata Letak Fasilitas. Penulis tercatat sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian.
vi
Alhamdulillah..... Terima kasih Ya Allah
Karya kecil ini aku persembahkan kepada
Kedua Orang Tuaku, kakakku, dan semua orang yang telah berjuang dan selalu
mendoakanku..
vii
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Rizqi Nurlail Akbar NIM : 135100307111011 Jurusan : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian Judul Skripsi: Analisis Produktivitas Menggunakan Pendekatan Green
Productivity pada Proses Produksi Keripik Tempe (Studi Kasus pada UKM Putra Ridhlo Sanan, Malang)
Menyatakan bahwa, Tugas Akhir dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku. Malang, 11 Agustus 2017 Pembuat Pernyataan, Rizqi Nurlail Akbar NIM. 135100307111011
viii
RIZQI NURLAIL AKBAR. 135100307111011. Analisis Produktivitas Menggunakan Pendekatan Green Productivity pada Proses Produksi Keripik Tempe (Studi Kasus pada UKM Putra Ridhlo Sanan, Malang). TA. PEMBIMBING Dr. Retno Astuti, STP. MT. dan Riska Septifani, STP, MP.
RINGKASAN
Keripik tempe merupakan salah satu makanan khas Kota Malang yang diproduksi oleh salah satunya UKM Putra Ridhlo. UKM merupakan sektor industri kecil yang masih mementingkan output dan laba tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan. Permasalahan tersebut ditimbulkan dengan adanya pembuangan material dan energi selama proses produksi. Suatu pendekatan yang tepat bertujuan untuk membantu sektor industri agar mampu meningkatkan produktivitas dan menurunkan dampak lingkungan adalah dengan model pendekatan Green Productivity. Tujuan penelitian ini mengukur nilai produktivitas, menentukan beberapa alternatif perbaikan, dan estimasi pengaruh dari alternatif terpilih.
Analisis limbah dilakukan dengan mengukur neraca massa berdasarkan diagram alir produksi. Green Value Stream Mapping (GVSM) untuk mengidentifikasi green waste. Alternatif disusun untuk menanggulangi beberapa masalah green waste. UKM Putra Ridhlo memiliki limbah hijau, yaitu energi, bahan, sampah, air, dan emisi. Pemilihan alternatif terbaik ditentukan dengan menggunakan perbandingan berpasangan. Pemilihan alternatif dilakukan oleh 2 orang ahli, yaitu pemilik UKM Putra Ridhlo dan salah satu pegawainya.
Hasil penelitian menunjukkan pada peta GVSM current yang memiliki nilai waste tergolong banyak yaitu pada proses penggorengan berupa emisi, dan waste air pada pembuatan bumbu, serta penerapan prosedur yang kurang tepat pada proses pengemasan. Alternatif perbaikan untuk meningkatkan nilai produktivitas ada 3 alternatif yaitu standarisasi berat kemasan dengan nilai GPI 0,30, penggunaan blower pada saat penggorengan dengan nilai GPI 0,29, dan penakaran air dengan gelas ukur saat pembuatan bumbu dengan nilai GPI 0,28. Ketiga alternatif tersebut dengan pemilihan oleh pakar mendapatkan alternatif prioritas yaitu standarisasi berat kemasan dengan rentang 100-101 gram per kemasan yang berisi 15 keripik tempe.
Penerapan green produktivity ini mungkin dapat diimplementasikan pada UKM karena dapat memperbaiki dari segi ekonomi dan dampak lingkungan. Pada UKM hal yang paling penting dalam peningkatan produktivitas yaitu standarisasi yang telah dibuat harus dipenuhi apapun kendalanya. Penelitian selanjutnya dapat mengukur produktivitas dengan metode yang lain seperti Benefit Cost Rasio (BCR).
Kata Kunci: green productivity,keripik tempe, pairwise comparison,
ix
RIZQI NURLAIL AKBAR. 135100307111011. Analysis of Productivity Using Green Productivity Approach in Process of Tempeh Chips Production (Study Case in UKM Putra Ridhlo Sanan, Malang). TA. ADVISOR Dr. Retno Astuti, STP. MT. dan Riska Septifani, STP, MP.
SUMMARY
Tempeh chips is one of special snacks from Malang that produced by UKM Putra Ridhlo. Small and Medium Enterpase (SME) is small industrial sector which only corcern in output and profit without considering environmental impact. This problem is caused by disposal material and energy during its production. The right approach to help industrial sector in increase productivity and decreasing environmental impact, is Green Productivity model. This research aimes to measure productivity value in a bussiness, determine productivity of recomend, and estimate the impact of the best alternatif
Waste analysis was carries out by measuring mass balance base on production flowchart. Green waste was identified based on Green Value Stream Mapping. Some alternatives for overcoming the green waste then were identified. UKM Putra Ridhlo has green waste, i.e energy, material, trash, water, and emision. The selection of the best alternatives was determined using pairwise comparison. Its by 2 experts, i.e the owner of UKM Putra Ridhlo and one of its employee.
The result of this research showed that the whish waste value were on the frying process in form of emision, water waste in seasoning, and inappropriate procedures on packing process. There was 3 improvement alternatives to increase the productivity value, i.e product weight standarization with GPI value of 0,30, the use of blower is only for frying with GPI value of 0,29, and water measurement with measuring glass in seasoning process with GPI value of 0,28. The best alternative was product standarization in packaging should be implemented in UKM Putra Ridhlo to increase the productivity with range of 100-101 grams per pack which consist of 15 tempe chips.
Green productivity could be implemented in UKM Putra Ridhlo because it can improve the economic sector and environmental impact. The important thing in UKM Putra Ridhlo to increase the productivity is standarization that have been made must be fulfilled whatever barriers are. Sugeestion fot the next research is productivity measurement using with other methods, such as like Benefit Cost Rasio (BCR).
Keyword: green productivity, pairwise comparison ,tempeh chips
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan anugerah-Nya
penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Produktivitas
Menggunakan Pendekatan Green Productivity pada Proses Produksi Keripik
Tempe (Studi Kasus pada UKM Putra Ridhlo Sanan, Malang) dengan baik.
Penyusunan TA ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Teknologi Pertanian.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua dan segenap keluarga yang banyak memberi dukungannya dan doa.
2. Dr. Retno Astuti, STP, MT selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal ini.
3. Riska Septifani, STP, MP selaku selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal ini.
4. Pemilik dan Seluruh Tenaga Kerja UKM Putra Ridhlo yang telah membantu berjalannya penilitian.
Penyusun menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi dan
pengalaman dalam pembuatan laporan ini. Penyusun mengharapkan saran dan masukan demi lebih baiknya TA ini. Akhirnya harapan penyusun semoga TA ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun semua pihak yang membutuhkan.
Malang, 17 Juli 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJAN .................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... iv
HALAMAN PERUNTUKKAN ............................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ vi
RINGKASAN ..................................................................................................... vii
SUMMARY .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 5
2.1 Keripik Tempe .......................................................................................... 5
2.2 Produktivitas ............................................................................................ 6
2.3 Green Productivity .................................................................................... 7
2.3.1 Konsep Green Productivity .............................................................. 7
2.3.2 Metode Green Productivity .............................................................. 8
2.4 Neraca Massa .......................................................................................... 8
2.5 Green Value Stream Mapping (GVSM) .................................................. 11
2.6 Penilaian Kinerja .................................................................................... 12
2.3.1 Dampak Lingkungan ...................................................................... 12
2.3.1 Green Productivity Index (GPI) ...................................................... 13
2.7 Pairwise Comparison ............................................................................. 14
2.8 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 14
III. METODE PENELITIAN ............................................................................... 16
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 16
xii
3.2 Batasan Masalah dan Asumsi ................................................................ 16
3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................ 16
IV. PEMBAHASAN ........................................................................................... 16
4.1 Profi UKM Putra Ridhlo .......................................................................... 28
4.2 Diagram Alir Pembuatan Keripik Tempe................................................. 29
4.3 Neraca Massa ........................................................................................ 30
4.4 Green Value Stream Mapping Current (GVSM) ...................................... 34
4.5 Nilai Green Productivity Index (GPI) ....................................................... 36
4.6 Pemilihan Alternatif ................................................................................ 39
4.7 Perhitungan Alternatif Terpilih ................................................................ 41
4.8 Peningkatan Nilai GPI Alternatif Terpilih ................................................. 42
4.9 Green Value Stream Mapping Future GVSM) ........................................ 43
V. PENUTUP .................................................................................................... 45
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 45
5.2 Saran ..................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45
LAMPIRAN ........................................................................................................ 49
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kerangka Kerja, Tahapan, dan Tools Green Productivity .................... 9
Tabel 2.2 Tujuh Sumber Pembangkit Limbah .................................................... 12
Tabel 3.1 Kategori Variabel Green Waste ......................................................... 20
Tabel 3.2 Hasil Analisis Green Waste Produksi Keripik Tempe ......................... 22
Tabel 3.3 Bobot Indikator Pada ESI................................................................... 24
Tabel 3.4 Matriks Perbandingan Berpasangan .................................................. 25
Tabel 3.5 Nilai Acak (RI) Matriks ....................................................................... 26
Tabel 4.1 Hasil Analisa Green Waste Produksi Keripik Tempe ......................... 34
Tabel 4.2 Tiga Indikator Lingkungan GPI dan Hasil Bobot dalam GPI ....................... 38
Tabel 4.3 Bobot Alternatif Solusi dari 2 Pakar ........................................................ 42
Tabel 4.4Perbandingan Nilai IE serta EI Current dan Future........................................43
Tabel 4. 5 Nilai GPI rasio Alternatif Perbaikan ........................................................ 43
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Neraca Massa Lengkap beserts Ilustrasi ....................................... 10
Gambar 2.2 Ilustrasi Diagram Alir ..................................................................... 10
Gambar 2.3 Peta Green Value Stream Mapping ............................................... 12
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ....................................................................... 17
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Keripik Tempe ........................................ 21
Gambar 3.3 GVSM Keripik Tempe .................................................................... 23
Gambar 4.1 Diagram Alir Pembuatan Keripik Tempe ........................................ 30
Gambar 4.2 Neraca Massa Pemotongan Tempe .............................................. 31
Gambar 4.3 Neraca Massa Pembuatan Bumbu ................................................ 31
Gambar 4.4 Neraca Massa Penggorengan ....................................................... 33
Gambar 4.5 Neraca Massa Pengemasan ......................................................... 33
Gambar 4.6 Pemetaan GVSM Current Produksi Keripik Tempe ....................... 35
Gambar 4.7 Pemetaan GVSM Future Produksi Keripik Tempe ......................... 45
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Konversi Air dan Minyak ........................................... 49
Lampiran 2. Analisis Konversi Energi menjadi Emisi ........................................ 50
Lampiran 3. Rincian Biaya Produksi ................................................................. 51
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian ..................................................................... 53
Lampiran 5. Perhitungan Konsistensi Pakar ..................................................... 56
Lampiran 6. Perhitungan GPI Rasio Alternatif 1................................................ 59
Lampiran 7. Perhitungan GPI Rasio Alternatif 2................................................ 62
Lampiran 8. Perhitungan GPI Rasio Alternatif 3................................................ 65
Lampiran 9. Gpi Rasio ...................................................................................... 68
Lampiran 10. Dokumentasi ............................................................................... 69
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peningkatan wisatawan domestik pada suatu daerah akan berdampak
pada meningkatnya pemintaan pada makanan atau pusat oleh-oleh khas suatu
daerah. Meningkatnya permintaan ini akan mendorong sektor industri untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut data Badan Pusat Statistik kota Malang
pada tahun 2014 terjadi kenaikan wisatawan domestik sebesar 28% yaitu
dengan jumlah pengunjung 158.343 jiwa dan kenaikan signifikan terjadi pada
tahun 2015 sebesar 77% dengan jumlah pengunjung 281.394 jiwa. Peningkatan
wisatawan Kota Malang yang sangat signifikan dari waktu ke waktu maka akan
meningkatkan permintaan kebutuhan pada sektor transportasi, penginapan, dan
sektor industri pangan. Kebutuhan sektor industri pangan oleh wisatawan
domestik terdiri dari dua klasifikasi yaitu makanan pokok (restoran) dan pusat
oleh-oleh. Di Kota Malang terdapat beberapa pusat oleh-oleh merupakan tempat
untuk menjual makanan khas Malang. Salah satu makanan khas Kota Malang
adalah keripik tempe.
Pusat oleh - oleh keripik tempe di Kota Malang berada di daerah Sanan,
dimana terdiri dari beberapa UKM. UKM merupakan usaha kecil dan menengah
dengan ciri-ciri yaitu skala usaha kecil dengan omset kekayaan bersih paling
banyak Rp 200.000.000 juta rupiah, bersifat padat karya, berbasis sumber daya
lokal dan sumber daya alam, serta pelaku binis tersebar dengan jumlah yang
relatif banyak (Arifin dan Giana, 2007). Menurut UU No. 9 tahun 1995 ciri-ciri
UKM adalah sebagai berikut : memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, hasil penjualan
tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000, milik Warga Negara Indonesia dan
bukan merupakan anak atau cabang perusahaan, dan berbentuk usaha orang
perorangan. Putra Ridhlo merupakan salah satu UKM keripik khas Malang di
daerah Sanan yang memproduksi beberapa macam keripik dengan produk
utama yaitu keripik tempe. UKM Putra Ridhlo menjadi tempat penelitian ini
dikarenakan UKM ini hanya memproduksi tempe dari supplier menjadi keripik
tempe dengan kapasitas produksi yang tinggi. Pembuatan keripik tempe memiliki
beberapa tahapan proses dengan bahan baku utamanya yaitu tempe. Proses
pembuatan keripik tempe pada UKM ini masih tergolong usaha padat karya.
UKM Putra Ridhlo memproduksi keripik tempe kurang lebih 2000 bungkus
2
perhari yang terdiri dari varian rasa dan original setiap harinya. Bahan baku
tempe yang digunakan sebanyak 48 kg dengan waktu produksi rata-rata 8
jam/hari. Pemasaran keripik tempe Putra Ridhlo ini cukup luas yaitu pada pusat
oleh-oleh di beberapa tempat daerah Kab/Kota Malang seperti Lawang, Batu,
dan Pandaan. Peningkatan jumlah wisatawan akan mempengaruhi permintaan
konsumen. Kebutuhan konsumen dapat terpenuhi dengan cara meningkatkan
produktivitas pada setiap lini proses produksi, baik dari segi peningkatan hasil
produksi, kualitas produksi dan efisiensi penggunaan sumber daya.
Produktivitas dapat diukur dengan membandingkan antara output dengan
input. Output merupakan produk yang dihasilkan melalui suatu proses produksi
sedangkan input adalah sumber daya (resource) yang digunakan dalam suatu
proses produksi (Fitri dkk, 2014). Proses produksi yang kurang maksimal
menimbulkan beberapa permasalahan pada lingkungan sekitar. Permasalahan
tersebut ditimbulkan dengan adanya pembuangan material dan energi selama
proses produksi yang akan membebani lingkungan. Strategi perbaikan
produktivitas yang baik yaitu meningkatkan output dengan memperkecil atau
menghemat input. Output yang terdiri dari produk dan limbah/emisi dipengaruhi
oleh waste yang dihasilkan dalam proses produksi yang kurang efisien.
Permasalahan lingkungan yang ditimbulkan pada sekitar area produksi
berasal dari pembuangan limbah yang relatif banyak. Limbah yang dihasilkan
selama proses pembuatan keripik tempe yaitu penggunaan air pada saat
produksi, sisa material, minyak sisa proses penirisan, gas LPG yang
menghasilkan asap, sisa kemasan yang rusak, dan plastik bahan baku tempe.
Beberapa limbah tersebut memiliki dampak negatif pada lingkungan. UKM Putra
Ridlho memerlukan sekitar 12 tabung gas yang berukuran 3 kg dan minyak
sebanyak 15 Liter untuk memproduksi 48 kg tempe perharinya. Menurut Ahmadi
(2009) minyak goreng bekas sisa dari proses produksi berjumlah cukup tinggi
dengan sumber kerusakan yang utama pada minyak yang dapat diamati secara
visual adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebabkan oleh autooksidasi
radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak dan peningkatan bilangan
peroksida dan Thiobarbituric Acid (TBA), serta dihasilkan senyawa aldehida dan
keton.
Suatu pendekatan yang tepat untuk membantu sektor industri agar
mampu meningkatkan produktivitas sekaligus menurunkan dampak lingkungan
adalah dengan model Green Productivity. Green Productivity adalah suatu
3
strategi untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dan performansi
lingkungan secara bersamaan dalam pembangunan sosial-ekonomi secara
menyeluruh. Strategi perbaikan produktivitas di dalamnya, termasuk aspek
ekonomi dan kualitas lingkungan serta pengembangan sosial ekonomi
merupakan kunci dari definisi produktivitas hijau (APO, 2006). Pendekatan ini
melakukan kegiatan perbaikan proses produksi melalui pemanfaatan yang lebih
baik dari sumber daya dan material yang mampu untuk mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan. Green Productivity menerapkan pemikiran bahwa
lingkungan yang sehat dan faktor ekonomi yang kompetitif adalah saling
berpengaruh. Pada green productivity penentuan nilai dampak pada lingkungan
yang diidentifikasi pada setiap proses dengan menggunakan green value stream
mapping (GVSM). Pemetaan tersebut akan menjabarkan beberapa masalah
yang memerlukan alternatif terbaik untuk solusi penanganan.
Pemilihan alternatif ini harus memperhatikan beberapa aspek pada green
productivity. Pemilihan alternatif pada suat masalah dengan beberapa aspek
dapat menggunakan metode pairwise comparison. Metode ini memberikan suatu
kerangka berpikir yang terorganisir, rasional, dan komprehensif dalam
menstruktur suatu masalah untuk mendapatkan alternatif terbaik. Penelitian
dengan metode pairwise comparison melalui mekanisme perbandingan
berpasangan. Elemen kriteria yang terdapat pada level yang sama dapat
dibandingkan antara satu dengan yang lain.
1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa produktivitas proses produksi keripik tempe di UKM Putra Ridhlo
diukur menggunakan metode Green Productivity?
2. Bagaimana prioritas alternatif upaya untuk mereduksi limbah guna
meningkatkan produktivitas UKM Putra Ridhlo menggunakan pairwise
comparison?
3. Bagaimana pengaruh alternatif terpilih untuk peningkatan produktivitas?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu :
1. Mengukur produktivitas proses produksi keripik tempe di UKM Putra Ridhlo
diukur menggunakan metode Green Productivity.
4
2. Menentukan prioritas alternatif upaya untuk mereduksi limbah guna
meningkatkan produktivitas UKM Putra Ridhlo menggunakan pairwise
comparison
3. Mengestimasi pengaruh alternatif terpilih dalam upaya peningkatan
produktivitas
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yaitu :
1. Dapat memberikan gambaran produktivitas UKM serta dampak lingkungan
yang diberikan sehingga dapat mengetahui beberapa upaya alternatif yang
dapat digunakan untuk perbaikan untuk metode maupun beberapa perbaikan
pada alat yang digunakan.
2. Diharapkan Green Productivity merupakan metode yang tepat untuk upaya
peningkatan produktivitas UKM dan mengurangi dampak lingkungan yang
ditimbulkan akibat proses produksi.
6
plastik atau kaca, alumunium foil, dan masih banyak lagi yang lainnya, yang
penting kemasan tidak menembus udara dan tidak terkontaminasi oleh minyak
yang dapat merubah rasa dan bentuk keripik. Sertakan silica gel dimasukkan ke
dalam kemasan untuk menjaga kerenyahan. Beras yang akan dibuat tepung,
sebelum ditumbuk atau digiling lebih dulu direndam dalam air kapur selama satu
jam. Tepung beras yang akan dipakai untuk adonan keripik tempe harus baru
dan berasal dari beras padi dipanen pada saat umur lebih dari 165 hari dan
termasuk varietas lokal. Fungsi tepung adalah untuk memperkuat tempe yang
sangat tipis dan untuk melekatkan bumbu. Tepung beras digunakan agar tekstur
keripik tempe keras dan kaku, sedangkan tepung kanji memperkuat tekstur
permukaan keripik tempe yang tipis (Sarwono, 2007).
2.2 Produktivitas Produktivitas merupakan kunci pendorong vitalitas dan pertumbuhaan
ekonomi suatu bangsa, dan mutu kehidupan suatu bangsa tidak ditentukan oleh
kekayaan sumber daya alamnya, melainkan oleh tingginya tingkat produktivitas
masyarakatnya. Produktivitas merupakan tingkat efisiensi dan efektivitas dari
penggunaan elemen produksi. Produktivitas merupakan sikap mental yang selalu
mencari perbaikan terhadap apa yang telah ada dan menerapkan teori-teori serta
metode-metode baru untuk kemajuan organisasi (Idris, 2016). Faktor-faktor yang
digunakan dalam pengukuran produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas
kerja, dan ketepatan waktu. Produktivitas terdiri dari dua dimensi yaitu efektivitas
dan efisiensi. Efektivitas mengarah kepada pencapaian target berkaitan dengan
kualitas, kuantitas, dan waktu. Efisiensi berkaitan dengan upaya membandingkan
input dengan realisasi penggunaannya serta terlaksananya perkerjaan tersebut
dengan baik (Afandi, 2016).
Nilai Produktivitas dapat menunjukkan seberapa efektif suatu proses yang
bertujuan untuk meningkatkan output serta seberapa besar efisiensi yang
dilakukan pada penggunaan input (Gaspersz, 2000). Efisiensi merupakan suatu
ukuran dalam membandingkan input yang sebenarnya. Apabila penghematan
penggunaan input besar maka tingkat efisiensinya tinggi, dan sebaliknya apabila
penghematan input kecil maka tingkat efisiensi rendah. Efektivitas merupakan
suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai
(output). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka rumus produktivitas yaitu
(Umar 2003):
7
(1)
2.3 Green Productivity 2.3.1 Konsep Green Productivity Green Productivity (GP) dapat diartikan sebagai produktivitas ramah
lingkungan yang merupakan bagian dari program peningkatan produktivitas
ramah lingkungan dalam rangka menjawab isu global tentang pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Konsep green productivity diambil dari
penggabungan dua hal penting yaitu perlindungan lingkungan dan peningkatan
produktivitas (Fitri dkk., 2015). Green productivity merupakan strategi
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup secara
keseluruhan dan bersamaan untuk keberlanjutan. Faktanya, ketika green
producitvity diimplementasikan pada perusahaan, maka akan mengalami
perbaikan produktivitas melalui biaya limbah yang memberikan pengaruh pada
pengelolaan lingkungan, seperti pengurangan sumber daya, minimasi limbah,
pengurangan polusi, dan produksi yang lebih baik. Pengimplementasian tersebut
dapat menyebabkan peningkatan keuntungan dan melindungi lingkungan yang
akan mengarah pada terjadinya sustainable development (APO, 2006).
Konsep GP atau produktivitas hijau memandang produktivitas dalam
beberapa lensa, yaitu konsep teknis, sosial, ekonomi, manajemen, dan integrasi.
Konsep produktivitas secara teknis atau produksi sangat berguna dalam
pengukuran, misalnya mendayagunakan (utilitas) sumber daya yang ada untuk
menghasilkan keluaran (output) yang dikehendaki sehingga adanya perubahan
dalam produktivitas. Produktivitas sebagai konsep ekonomi berarti kemampuan
untuk menciptakan nilai bagi konsumen. Perolehan secara ekonomi (economic
gains) untuk karyawan, manajemen, pemerintah beserta semua stakeholder
diukur dalam bentuk nilai tambah (value added) yang dapat berasal dari
peningkatan input atau peningkatan produktivitas bertujuan untuk eksistensi
organisasi bisnis. Produktivitas sebagai konsep manajemen berkaitan dengan
efektivitas dan efiensi yang berarti manajemen memberikan definisi kerja untuk
mengelola dan meningkatkan produktivitas pada level mikro atau organisasi
(Marimin dkk.,2015). Konsep produktivitas secara sosial mengacu pada aspek-
aspek untuk perlindungan lingkungan. Pengurangan zat polusi menyebabkan
berkurangnya limbah padat, emisi udara, dan kebisingan. Konservasi sumber
daya terbarukan dan tidak terbarukan (Rao, 2003).
8
2.3.2 Metode Green Productivity Kerangka upaya menuju GP merupakan kombinasi aplikasi teknologi
produktivitas dan manajemen lingkungan yang dapat mengurangi dampak
negatif lingkungan sebagai akibat dari aktivitas perusahaan/ industri untuk
menghasilkan produk atau jasa serta meningkatkan profit dan keunggulan daya
saing industri. Green productivity sebagai suatu strategi penyelesaian masalah
yang menempatkan pola pikir korektif dan preventif untuk mengembangkan
tindakan manajerial dan teknikal (Suder, 2006). Metodologi dalam GP, awalnya
dikembangkan untuk memecahkan masalah lingkungan dan teknis dalam industri
manufaktur. Metodologi GP diperbaiki oleh APO berdasarkan prinsip Kaizen (5R)
dan siklus Plan, Do, Check, Action (PDCA). Saat ini metodologi GP dapat
digunakan untuk semua perusahaan baik skala kecil (UKM) maupun skala besar
seperti perusahaan tekstil, makanan dan minuman (APO, 2006).
Metodologi green productivity terdapat enam langkah penting yang
dilengapi dengan spesifikasi spesifikasi tugas, yaitu getting started, planning,
generation and evaluation of GP options, implementation of GP options,
monitoring and review, and sustaining GP. Metodologi yang dapat diterapkan
pada perusahaan atau industri rumah tangga berguna dalam proyek
pengembangan masyarakat (APO, 2006). GP memiliki berbagai alat, teknik dan
teknologi. Setiap perusahaan atau industri menggunakan lebih dari satu alat,
teknik, dan teknologi. Beberapa teknik tersebut seperti daur ulang, pengendalian
proses, modifikasi tata letak, modifikasi teknologi, dll untuk memaksimumkan
hasil dan perbaikan efisiensi (Marimin dkk., 2015). Kerangka Kerja, Tahapan dan
Tools Green Poduktivity dapat dilihat pada Tabel 2.1. 2.4 Neraca Massa
Neraca massa (Mass Balance) digunakan untuk melihat jumlah aliran
bahan yang masuk dengan bahan yang keluar dalam suatu proses berdasarkan
hukum kekekalan massa, yaitu jumlah aliran yang masuk sama dengan jumlah
aliran keluar. Prinsip dasar yang digunakan apabila dalam suatu proses tidak ada
akumulasi dalam peralatan processing, maka jumlah bahan yang masuk akan
sama dengan jumlah bahan keluaran. Hal tersebut menyatakan bahwa tidak ada
bahan yang hilang maupun tidak ada penambahan dari luar (Maflahah, 2010).
Hukum kekekalan massa (Lomonosov-Lavoiser) adalah suatu hukum yang
menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan meskipun terjadi
9
bebagai macam proses di dalam sistem tersebut, dan berlaku sebaliknya pada
sistem terbuka. Pernyataan yang umum digunakan untuk menyatakan hukum
kekekalan massa adalah massa dapat berubah bentuk tetapi tidak dapat
diciptakan atau dimusnahkan (Wahyu dan Ruzita, 2009). Tabel 2.1 Kerangka Kerja, Tahapan, dan Tools Green Poductivity
Tahapan Tasks Tools Step 1 Tahapan Memuai
a. Membentuk Tim GP b. Walk through survey and
mengumpulkan informasi
a. Brainstorming b. Attribute analysis c. Needs analysis d. Responsibility matrix e. Checklists, tally charts f. Flowcharts and process
flow diagram g. Material balance
Step 2: Perencanaan
a. Identifikasi masalah dan penyebab
b. Menetukan objek dan target
a. Brainstorming b. Cause and effect analysis
(Ishikawa) c. Critical path analysis d. Eco-mapping e. Gantt chart
Step 3: pemilihan dan evaluasi opsi GP
a. Menyusun alternatif, alternatif GP
b. Screening, evaluation, and priorization alternatif GP
a. Brainstorming b. Cost benefit analysis c. Eco-mapping d. Failure made and effect
analysis e. Pareto charts f. Program Evaluation
Review Technique (PERT) Step 4: Implementasi
a. Merencanakan implementasi GP
b. Mengimplementasikan alternatif GP
c. Training, awareness building dan mengembangkan kompetensi
a. Training need analysis b. Team briefing c. Responsibility matrix d. Critical path analysis e. Gantt chart f. Spider web diagrams
Step 5: Pemantauan dan review
a. Monitor dan mengevaluasi hasil
b. Managemen review
a. Solution effect analysis b. Eco-mapping c. Failure mode and effect
and analysis d. Charts (control, tally, etc.)
Step 6: pelestarian
a. Menggabungkan perubahan b. Mengidentifikasi permasalahan
baru
a. The tools are repeated here, since the activities are looped back to the previous step
Sumber : APO ( 2006).
Model neraca massa menjelaskan beberapa aliran. Aliran sumber
menggambarkan aliran sumbedaya alam ke dalam kegiatan ekonomi. Aliran
residu (limbah) menggambarkan bahan dasar memasuki proses dan dibuang
kembali ke alam sebagai hasil samping atau limbah. Aliran pada model neraca
massa menunjukkan sebagian limbah dapat dipulihkan kembali (dibuang dalam
tingkat pencemaran standar) dan daur ulang untuk kegunaan lain atau dipakai
10
kembali dalam bentuk semula (Yasa, 2010). Analisis aliran material
menggunakan peta aliran material hijau (GVSM) untuk menganalisa tujuh jenis
sumber pembangkit limbah (seven green wastes). Tahap pengukuran tingkat
produktivitas dilakukan setelah didapatkan data tujuh sumber pembangkit limbah
dari peta aliran material hijau (GVSM). Peta ini dapat digunakan sebagai alat
identifikasi peluang dalam berbagai teknik penghematan (Marimin dkk., 2013).
Neraca massa lengkap beserta ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.1. Ilustrasi diagram alir dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.1 Neraca Massa Pengolahan Minyak Kelapa
Sumber: Wardana (2008)
Gambar 2.2 Diagram Pembuatan Keripik Tempe
Sumber: Ersa, (2009)
Tempe
Diiris tipis (+1,1,5 mm)
Dicelup dalam adonan bumbu
Digoreng sampai masak
Keripik Tempe
Bawang Putih, Ketumbar, Kemiri
Dihaluskan
Dicampur
Adonan
Tepung beras, kapur sirih, garam, santan
11
2.5 Green Value Stream Mapping (GVSM)
Green Value Stream Mapping (GVSM) merupakan pengembangan dari
Value Steam Mapping (VSM). VSM mengidentifikasi cara untuk mendapatkan
aliran material dan aliran informasi tanpa adanya gangguan. Metode GVSM
menganalisis limbah yang dilihat dari aspek lingkungan (Fitri dkk., 2015). VSM
berusaha mengurangi limbah produksi yang diterjemahkan sebagai pemborosan,
sedangkan GVSM berusaha mengurangi limbah lingkungan yang diterjemahkan
sebagai limbah lingkungan. Metode pemetaan ini dikembangkan oleh Wills
(2009) sebagai teknik untuk menerapkan prinsip green intenstion yaitu dengan
menggunakan metode GVSM. Pemetaan GVSM memiliki dua jenis pemetaan,
yaitu pemetaan saat ini (current state) dan pemetaan masa mendatang (future
state). Pemetaan GVSM dapat dilihat pada Gambar 2.3. Menurut Marimin dkk
(2015) Konsep GVSM menggunakan tujuh sumber pembangkit limbah yang
antara lain:
1. Pemakaian energi
2. Air
3. Material
4. Sampah
5. Transportasi
6. Emisi
7. Biodiversitas
Pada GVSM kegiatan operasi bisnis harus memperhatikan aspek atau
perspektif lingkungan, apabila operasi bisnis tersebut memberikan beban
lingkungan, sehingga harus diubah atau dihilangkan. Tujuan GVSM adalah
mentransformasikan organisasi manjadi berkelanjutan secara lingkungan dengan
pembentuk limbah pada GVSM, yaitu energi, air, bahan, sampah, transportasi,
emisi, dan biodiversitas (Wills, 2009). Pemakaian energi didapatkan dari
konsumsi energi tiap mesin dan energi untuk mengkondisikan ruang produksi
dengan kondisi suhu dan kelembaban udara sesuai standar perusahaan.
Konsumsi air didapatkan dari pencucian mesin dan peralatan produksi, sampah
bahan baku, dan sampah proses didapatkan dari hasil produksi. Transportasi
didapatkan dari proses pemindahan dari bahan baku dan produk jadi.
Biodiversity didapatkan dari pencemaran terhadap tanah karena konservasi
12
tanah (Bahara dkk., 2015). Tujuh sumber pembangkit limbah dapat dilihat pada
Tabel 2.2 Tabel 2.2 Tujuh Sumber Pembangkit Limbah (Wills,2009)
Limbah Definisi dari Limbah
Energi Biaya untuk mengkonsumsi lebih banyak energi dari yang dibutuhkan dari sumber yang berdampak negatif lingkungan
Air Biaya untuk menggunakan air lebih dari yang dibutuhkan Material Penggunaan bahan-bahan yang dirancang menjadi produk yang
berakhir di TPA daripada digunakan kembali
Sampah Biaya untuk membayar sesuatu yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan jika anda membuangnya
Transportasi Biaya karena perjalanan yang menghasilkan dampak negatif pada lingkungan dari pembakaran bahan bakar fosil
Emisi Biaya yang terkait dengan pembuangan polutan di lokasi Biodiversitas Biaya yang terkait dengan kerusakan langsung flora, fauna, dan
organisme yang dihasilkan dari pembangunan infrastruktur
Gambar 2.3 Peta Green Value Stream Mapping Sumber: Marimin, (2013)
2.6 Penilaian Kerja 2.6.1 Dampak Lingkungan Bobot dan indikator GP ditentukan berdasarkan hasil analisis para pakar
dunia yang terangkum dalam Environmental Sustainability Index atau ESI.
Pembuatan ESI didasarkan oleh penentuan lima jenis komponen penilaian
kualitas lingkungan yang mencakup 21 indikator kelestarian lingkungan dan 76
13
variabel yang mendasari penilaian bobot masing-masing indikator (Yale Center
for Environmental Law and Policy Report 2005 dalam marimin, 2015). Menurut
Gandhi et al., (2006) Nilai dampak lingkungan merupakan penjumlahan dari
limbah udara, limbah air, dan limbah padat. Dampak Lingkungan merupakan
penjumlahan tiga bobot variabel lingkungan (GPI). Tiga variabel tersebut yaitu
limbah gas atau gaseous wastes generation (GWG), limbah padat atau solid
wastes generation (SWG), dan limbah cair atau water consumption (WC).
Tingkat pencemaran pada tanah (LC).
Nilai dampak lingkungan atau environment impact (EI) tergantung pada
hasil perkalian antara penjumlahan persamaan bobot indikator produktivitas hijau
dengan besarnya jumlah limbah setiap jenis indikator. Semakin besar nilai
dampak lingkungan menunjukkan semakin besarnya dampak terhadap
lingkungan yang dihasilkan dari suatu proses (Marimin et.al, 2014).
2.6.2 Green Productivity Indeks (GPI) Green Productivity Indeks (GPI) merupakan ukuran dari dua dimensi
yang berbeda yaitu dimensi perlindungan lingkungan dan peningkatan
produktivitas. Indeks GPI mengkombinasikan penggerak nilai menjadi satu
ukuran untuk menggambarkan kinerja perusahaan. Green Productivity Indeks
(GPI) sebagai rasio antara produktivitas suatu sistem dan dampaknya terhadap
lingkungan (Marimin, 2015). GPI merupakan perhitungan dampak
lingkungan,hasil analisis generasi ketujuh limbah yang memiliki diperoleh dari
peta aliran material hijau (keadaan saat) memproses kegiatan ini diklasifikasikan
menjadi empat GPI variabel lingkungan. Emisi dalam proses gas diklasifikasikan
sebagai Gaseous Wastes Generation (GWG), penggunaan air diklasifikasikan ke
dalam Water Consumption (WC), yang limbah yang dihasilkan diklasifikasikan ke
dalam Solid Wastes Generation (SWG), dan penggunaan bahan rahasia ke
tanah variabel (LC) (Marizka dkk., 2015).
Metodologi untuk mengembangkan GPI merupakan upaya untuk
menggeneralisasi desain GPI untuk perhitungan yang lebih besar. Langkah-
langkah metodologi GPI terdiri dari tiga aspek yaitu 1) konseptualisasi value yang
ingin dicapai perusahaan, 2) pengembangan value driver, dan 3) mengaitkan
value driver melalui pembobotan (Gandhi et al., 2006). Menurut Marimin (2015),
Green Productivity Indeks (GPI) dapat membantu kekosongan dalam evaluasi
kinerja lingkungan dan juga langkah menuju pendekatan kuantitatif pada
pengambilan keputusan lingkungan.
14
2.7 Pairwise Comparison Comparative judgement dilakukan dengan memberikan penilaian tentang
kepentingan relatif antar kriteria. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk
matriks perbandingan berpasangan atau matriks keputusan. Metode
perbandingan berpasangan melibatkan satu-satu perbandingan antara masing-
masing indikator. Tim ahli diminta untuk membuat penilaian komparatif pada
kepentingan relatif dari masing-masing pasangan indikator dalam hal kriteria
mereka mengukur. Penilaian ini digunakan untuk menetapkan bobot relatif
terhadap indikator (Macoun and Ravi, 1999). Metode perbandingan berpasangan
dapat dianalisis untuk konsistensi. Indeks konsistensi ini dapat menunjukkan bila
ada inkonsistensi besar di antara tanggapan, dan membantu untuk pin titik di
mana inkonsistensi telah terjadi. Hal ini dapat membantu membuat analisis yang
lebih handal dan akurat. Asumsi yang mendasari adalah: a) di bawah diberikan
kriteria dua alternatif memiliki nilai subjektif bagi pengambil keputusan dan b)
pernyataan menghakimi dimana preferensi relatif dari beberapa alternatif
memberikan perkiraan rasio (Lootsma,2007)
Perbandingan berpasangan adalah kemudahannya untuk menganalisis
konsistensi penilaian yang dibuat oleh tiap pakar. Bentuk dari skala
perbandingan untuk penilaian yaitu skala penilaian perbandingan berpasangan
(paired comparison rating scale) dan skala penilaian jumlah konstan (constan
sums ratting scales) (Hermawan, 2009). Pembobotan prioritas dari faktor internal
dan eksternal dalam suatu penelitian dapat dilakukan dengan menggunakan
metode perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara, penyebaran kuesioner, pengamatan
langsung, dan pencatatan data internal perusahaan (Marimin, 2004).
2.8 Penelitian Terdahulu Bahara dkk (2015) baikan
tersebut berada pada PT. XYZ. Permasalahan pada perusahaan tersebut yaitu
pada PT XYZ masih berfokus pada peningkatan citra produk yang terjual ke
pasar, sedangkan di area pabrik pelaksanaan aktivitas hijau masih belum terlihat.
Faktor-faktor dan limbah yang terkait dengan dampak lingkungan diidentifikasi
menggunakan Green Value Steam Mapping (GVSM). Nilai dampak lingkungan
yang didapatkan dari penjumlahan nilai indeks produktivitas awal yaitu 27,20.
15
Peningkatan nilai indeks dengan menurunkan biaya produksi dan menurunkan
dampak pada lingkungan. Strategi peningkatan tersebut melibatkan pakar dan
menggunakan metode AHP. Alternatif solusi untuk meningkatkan GPI yaitu yang
terbesar pada alternatif menggunakan mesin pengemas otomatis dengan bobot
sebesar GPI:29,44. Faktor yang mempengaruhi GPI pada aspek produksi yaitu
biaya energi dan biaya tenaga kerja, sedangkan pada aspek dampak lingkungan
dipengaruhi oleh emisi CO2 dan penggunaan air.
Produktivitas Dan Kinerja Lingkungan Menggunakan Pendekatan Green
Productivity
dilakakukan di PT. Tiara Kurnia, Malang. Perusahaan tersebut merupakan
industri pupuk organik granul dengan permasalahan memiliki limbah yang relatif
banyak salah satunya yaitu karbondioksida dan gas methana. Penelitian diawali
dengan mengidentifikasi sumber penyebab limbah, menentukan tujuan dan
target, dan menyusun alternatif green productivity. Alternatif perbaikan dipilih
berdasarkan kelayakan untuk diimplementasikan melalui analisa finansial.
Alternatif yang terpilih yaitu pembuatan digester biogas pengganti bahan bakar
LPG yang mampu meningkatkan produktivitas penggunaan material sebesar
16%, peningkatan produktivitas sebesar 34%, dengan bobot peningkatan GPI
0,2, dan penurunan limbah gas sebesar 3232,5kg/jam.
Value
Chain Analysis for Green Productivity Improvement In The Natural Rubber
Supply Chain : A Case Study
yang bergerak di bidang usaha perkebunan dan pengolahan karet alam.
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan alternatif strategi terbaik pada
peningkatan produktivitas proses budidaya karet, karena kebutuhan karet alam
semakin meningkat. Analisis aliran menggunakan peta aliran material dengan
menganalisis seven green wastes. Alternatif strategi terbaik ditentukan
menggunakan metode AHP. Pengukuran kinerja alternatif terpilih yaitu dengan
membandingkan nilai indeks GPI saat ini (current) dan nilai GPI perbaikan
(future). Analisis tersebut menghasilkan GPI future dapat mengurangi
penggunaan material penunjang sebesar 61,985 kg dan pengurangan sampah
proses sebesar 132,934 kg.
16
III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada UKM Putra Ridhlo yang berlokasi di
Jalan Sanan No. 46 Malang. Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret 2017
sampai April 2017. Pengolahan data penelitian dilakukan di Laboratorium
Manajemen Agroindustri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang.
3.2 Batasan Masalah dan Asumsi Agar penelitian berfokus pada tujuan penelitian diperlukan suatu batasan
masalah. Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Penelitian ini berfokus pada proses pengolahan keripik tempe original
dalam satu kali produksi yaitu pembuatan bumbu, pemotongan,
penggorengan, dan pengemasan.
2. Jenis waste yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu emisi, sampah, dan
air.
3. Emisi berasal dari energi yang diperhitungkan dari konsumsi LPG dan
listrik.
4. Biaya yang dihitung pada penelitian ini yaitu satu kali siklus produksi
keripik tempe bulat original
5. Alternatif solusi hanya berupa usulan saja dengan perhitungan analisis
perubahan nilai GPI tetapi tidak sampai pada implementasi sebenarnya
pada objek penelitian.
3.3 Prosedur Penelitian Prosedur Penelitian merupakan tahap-tahap penelitian yang disusun
secara sistematis untuk mengidentifikasi masalah sampai dengan mendapatkan
solusi alternatif. Tahapan-tahapan penelitian yang sistematis tersebut dapat
mempermudah menunjukkan alur penelitian. Tahapan-tahapan penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 3.1. Secara lebih terperinci prosedur penelitian ini
adalah sebagai berikut :
17
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian
Mulai
Studi Literatur Studi lapang
Identifikasi Masalah
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data
1. Alur Proses Produksi2. Limbah yang dihasilkan
Pengolahan Data
1. Diagram Alir2. Neraca Massa3. Green Value Stream Mapping (GVSM) Current
Dampak ekonomi / Environmental Impact Indikator Lingkungan
GPI awal
Penyusunan beberapa alternatif untuk mereduksi limbah (waste)
Penyusunan kuesioner pairwise comparison
Pengisian kuesioner
Pemilihan alternatif menggunakan pairwise comparison
GVSM Future
Dampak ekonomi/ Environmental Impact Indikator Lingkungan
Perbandingan GPI ratio
Analisis Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
18
1. Studi Lapang Studi lapang yaitu melakukan observasi dengan terjun langsung ke UKM
Putra Ridhlo. Kegiatan observasi meliputi meliputi wawancara dan survei
langsung pada UKM Putra Ridhlo. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk
mendapatkan gambaran awal objek penelitian terkait pemasalahan yang ada.
Tahap ini merupakan tahapan awal untuk menganalisis permasalahan yang ada
pada UKM Putra Ridhlo pada efisiensi dan efektivitas proses produksi.
2. Studi Literatur Studi kepustakaan atau literatur, dilakukan dengan cara mempelajari
buku dan literatur penunjang yang relevan untuk mengetahui perbandingan
antara teori dengan praktik yang terjadi di lapang. Studi literatur yang digunakan
yaitu media jurnal (online maupun offline), buku, skripsi (penelitian terdahulu),
dan beberapa dokumentasi. Jurnal dan skripsi (penelitian terdahulu) dapat
diakses untuk perbandingan penelitian dan penunjang penelitan ini. Buku dan
beberapa dokumen terkait untuk penunjang teori yang digunakan dalam
penelitian.
3. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan studi lapang, maka dapat diidentifikasi permasalahan di UKM Putra Ridhlo yaitu berkaitan dengan manajemen yang diterapkan antara
tenaga kerja dengan target (permintaan agen) serta limbah yang dihasilkan. UKM
Putra Ridhlo ini termasuk pada usaha padat karya dengan 10 orang tenaga kerja
memproduksi 2000 bungkus keripik tempe perhari. UKM Putra Ridhlo
menghadapi masalah pada peralatan yang digunakan dan biaya yang
dikeluarkan.
Peralatan yang digunakan tergolong manual sehingga masih
menggunakan tenaga kerja manusia untuk mengoperasikannya. Pemilihan
peralatan manual dikarenakan lebih mudah penggunaannya dan spesifikasi
bahan baku dapat dipenuhi oleh supplier. Oleh karena itu harga yang ditawarkan
oleh UKM Putra Ridhlo juga hanya terpaut Rp3.500,00 untuk semua jenis keripik
tempe, karena keripik yang dihasilkan tidak sama antara manual dengan
menggunakan mesin. Kelemahan dari penggunaan alat manual ini apabila telah
menjelang siang maka produk cacat pada proses pemotongan akan meningkat
dan bentuk bulat tidak maksimal.
Tiga kategori sumber limbah yaitu energi, material, dan air yang menghasilkan
limbah yaitu emisi, sampah, dan air. Energi berasal dari gas LPG dan
19
menghasilkan emisi berupa emisi yang dihasilkan dari pemakaian energi. Limbah
sampah berasal dari plastik bahan baku tempe dan kemasan yang rusak.
Katagori air berasal dari pembuatan bumbu. Material berasal dari bahan baku
cacat saat proses penggorengan dan rontokan keripik tempe. Penanganan
minyak sisa penerisan dan plastik mendapatkan perlakuan sederhana tanpa
pengolahan lebih lanjut. Perumusan masalah dibuat berdasarkan identifikasi
masalah tersebut. Rumusan masalah terdiri dari tiga permasalahan yaitu nilai
produktivitas awal dari UKM, bagaimana penyelesaian permasalahan
menggunakan green productivity, dan simulasi pengukuran keberhasilan
alternatif solusi yang diajukan.
4. Penetapan Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ditetapkan berdasarkan dengan perumusan masalah.
Tujuan penelitian ini untuk keberhasilan suatu penelitian tersebut dalam
penanggulangan masalah. Hal ini untuk mempermudah dalam penyelesaian dan
mencapai tujuan diperlukan adanya batasan-batasan yang digunakan untuk
mencapai hasil yang maksimal, karena fokus pada permasalahan.
5. Penentuan Variabel Penentuan variabel pada penelitian ini berfokus pada limbah yang
dihasilkan pada proses pembuatan keripik tempe original mulai dari proses
pemotongan hingga pengemasan. Variabel sumber limbah yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu lima green waste dari seven green waste yang meliputi
emisi, sampah, material air dan energi. Pada proses produksi terdapat sumber
limbah yang dianggap nol atau tidak ada yaitu transportasi dan biodiversity.
Transportasi dianggap nol karena selama proses produksi tidak memerlukan
transportasi antar prosesnya. Biodiversity dianggap nol karena tidak terjadi
kerusakan lingkungan akibat lahan yang digunakan. Variabel sumber limbah
pada penelitian ini secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.1. variabel
limbah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3.2. 6. Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu:
a. Data Primer Data primer berasal dari pengamatan langsung pada lokasi penelitian
selama penelitian. Data primer ini berasal dari wawancara, observasi, dan
brainstorming.
20
1) Wawancara yaitu mencari informasi pada pihak terkait pada lokasi penelitian
mengenai aspek teknis pada proses produksi.
2) Observasi pada proses pembuatan keripik tempe original yang berfokus pada
limbah yang dihasilkan berupa padat, gas, dan cair.
3) Dokumentasi berupa berkas-berkas yang diperlukan untuk perlengkapan
penelitian
4) Brainstorming dan kuesioner, brainstorming merupakan diskusi dengan para
ahli berkaitan dengan identifikasi limbah, dampak lingkungan, dan alternatif
solusi. Pengisian kuesioner oleh pemilik UKM dan pegawai yang memiliki
masa kerja ralatif lama. Tabel 3.1 Kategori Variabel green waste Katagori Variabel Keterangan Indikator
Sumber Limbah
Energi Jumlah penggunaan energi selama proses produksi berasal dari proses penggorengan menggunakan LPG dan konsumsi energi listrik saat produksi. Menurut Bahara (2015), pemakaian energi berasal dari konsumsi energi tiap mesin dan energi untuk mengkodisikan ruang produksi dengan suhu dan kelembaban udara.
Kualitas udara, penurunan tingkat polusi udara, dan Efek Gas Rumah Kaca (ESI, 2005)
Air Jumlah konsumsi air selama proses produksi. Menurut Bahara (2015), pada konsep GVSM konsumsi air didapatkan dari pencucian mesin dan peralatan produksi, serta penggunaan air selama proses produksi.
Jumlah air (ESI, 2005)
Material Sisa bahan utama (cacat) dari proses produksi dan tidak berdampak pada lingkungan. Pada proses pemotongan menghasilkan scrap rajangan yang kurang sempurna dan rontokan keripik saat penggorengan dan pengemasan
Penurunan Jumlah Limbah Padat dan Konsumsi Material (ESI, 2005)
Limbah Emisi Jumlah emisi yang dihasilkan saat proses produksi bersal dari konsumsi energi. Konsumsi energi LPG saat penggorengan akan menghasilkan asap, dan penggunaan blower serta blender saat pembuatan bumbu. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2012), emisi yang diakibatkan oleh penggunaan energi di industri dikategorikan sebagai emisi dari sektor energi.
Kualitas udara, Penurunan tingkat polusi udara (ESI, 2005)
Air
Pemborosan jumlah konsumsi air selama proses produksi terutama saat pembuatan bumbu dan air untuk cuci tangan saat penggorengan
Jumlah air (ESI, 2005)
Sampah Sisa bahan yang tidak dapat digunakan lagi (non Value added) dan apabila dibuang akan berdampak pada lingkungan (Wills, 2009). Pada proses pemotongan dan pengemasan akan menghasilkan plastik sisa pembungkus, serta sampah rontokan bumbu pada saat penggorengan.
Penurunan Jumlah Limbah Padat dan Konsumsi Material (ESI, 2005)
21
b. Data Sekunder Data sekunder berasal dari dokumen dan arsip sebagai penunjang data
primer dalam penelitian. Pada penelitian ini data sekunder yang dibutuhkan
yaitu:
1. Gambaran umum dari UKM, meliputi, sejarah berdirinya UKM Putra Ridhlo
beserta pendiri awal dari usaha tersebut
2. Alur Proses Produksi
Pada alur proses produksi akan menggambarkan aliran produksi dan
bahan yang dimasukkan dalam proses produksi.
3. Limbah yang dihasilkan
Identifikasi limbah pada proses produksi keripik tempe dengan kategori
limbah gas berasal dari energi, emisi, penggunaan air, dan material dan
sampah.
7. Pengolahan Data Pengolahan data pada penilitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu :
a. Diagram Alir
Diagram alir menunjukkan urutan proses dalam pembuatan keripik tempe
bulat rasa original dengan berat isi kemasan 100 gram. Pada diagram alir
tersebut menunjukkan beberapa bahan yang digunakan dan limbah (scrap) yang
dihasilkan. Diagram alir tersebut akan memberikan beberapa limbah yang akan
menghasilkan dampak pada lingkungan.
b. Neraca Massa
Neraca massa digunakan untuk mengidentifikasi aliran bahan masuk dan
keluar dalam suatu proses secara keseluruhan. Neraca massa pada penelitian ini
akan dibuat pada setiap proses pembuatan keripik tempe yaitu pembuatan
bumbu, pemotongan, penggorengan, dan pengemasan. Pada masing-masing
proses akan mendapatkan jumlah input dan output yang digunakan sebagai data
pada GVSM. Neraca massa dibuat berdasarkan diagram alir pembuatan keripik
tempe. Perhitungan neraca massa secara umum adalah sebagai berikut
(Santoso dkk, 2015) :
jumlah perubahan massa = massa yang masuk - massa yang keluar (2)
- massa yang menguap
22
c. Current Green Value Steam Mapping (GVSM)
Pada GVSM terdapat dua tahap yaitu awal (current) dan akhir (future).
Pada tahap analisis ini dilakukan identifikasi tiga dari tujuh sumber limbah yang
dihasilkan pada UKM Putra Ridhlo. GVSM current yaitu menggambarkan
pemetaan identifikasi limbah saat ini. Pemetaan akan dilakukan pada setiap
proses pada neraca massa. Pemetaan berasal dari hasil analisis lima jenis
limbah (green waste) produksi keripik tempe dapat dilihat pada Tabel 3.3. Rancangan GVSM keripik tempe dapat dilihat pada Gambar 3.3 Tabel 3.3 Hasil Analisis Green Waste Produksi Keripik Tempe
Jenis limbah
Proses Produksi (dalam Satu kali produksi) Pembuatan Bumbu
Pemotongan Penggorengan Penirisan Pengemasan
Energi (Kwh) ... ... ... ... ...
Air (liter) ...
... ... ... ...
Sampah (kg) ...
... ... ... ...
Material (kg) ...
... ... ... ...
Emisi (ton CO2 /hari)
... ... ... ... ...
Sumber : Marimin et.al (2015) Perhitungan emisi merupakan hasil dari konversi penggunaan energi.
Energi yang digunakan dalam UKM Putra Ridhlo yaitu gas LPG dan listrik.
Rumus konversi energi ke emisi untuk gas LPG dan listrik adalah :
a. Energi listrik
(3)
Keterangan: Faktor konversi Listrik : 0,891 kg/kwh
b. Gas LPG Emisi gas LPG = Fcy x Ef CO2 x NC/lpg (4)
Keterangan :
Fcy = konsumsi energi
EF CO2 = faktor Emisi (Kg/Terra Jouler)
NC per LPG = Nilai Kalor (Terra Joule/ Kg)
Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup, 2012
23
Gambar 3.3 GVSM Keripik Tempe
d. Perhitungan GPI
Perhitungan GPI dilakukan untuk mengetahui rasio produktivitas terhadap
dampak lingkungannya. Indikator ekonomi dan dampak lingkungan merupakan
faktor yang digunakan dalam perhitungan tingkat produktivitas. Persamaan
umum rumus GPI yaitu :
(5)
1) Indikator Ekonomi
Indikator ekonomi merupakan rasio antara harga jual dengan biaya
produksi yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit produk dalam satu
jenis satuan yang sama. Pada UKM Putra Ridhlo masih menggunakan
peralatan manual maka biaya produksi berasal dari biaya bahan baku,
pembelian alat, dan tenaga kerja serta biaya tidak tetap lainnya. Perhitungan
indikator ekonomi menggunakan rumus sebagai berikut :
(6)
2) Dampak lingkungan
Dampak lingkungan merupakan besarnya dampak limbah yang
ditimbulkan dari proses produksi pada lingkungan. Besarnya nilai
Environmental Impact (EI) bergantung dari akumulasi tiga jenis indikator
lingkungan. Masing-masing nilai indikator lingkungan didapatkan melalui
perkalian antara bobot menurut pakar pada ESI (2005) dengan jumlah limbah
yang dihasilkan dari proses produksi tersebut. Bobot indikator lingkungan
CustomerSupplier
Pembuatan Bumbu
Cycle time
Qty per cycle
...
...
Menit
Item
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
Pemotongan
Cycle time
Qty per cycle
...
...
Menit
Item
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
Penggorengan
Cycle time
Qty per cycle
...
...
Menit
Item
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
Penirisan
Cycle time
Qty per cycle
...
...
Menit
Item
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
Pengemasan
Cycle time
Qty per cycle
...
...
Menit
Item
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
Produksi Keripik Tempe
Inventory
24
pada ESI dapat dilihat pada Tabel 3.3. Dampak lingkungan didapatkan
dituliskan dengan rumus :
Dampak lingkungan = a GWG + b WC + c SWG (7)
Keterangan :
GWG : pembangkit limbah gas (gaseous wastes generation)
SWG : pembangkit limbah padat (solid waste generation)
WC : konsumsi air (water consumption).
a,b,c : konstanta untuk nilai dari masing-masing indikator Tabel 3.3 Bobot Indikator pada ESI (2005)
Kesetaraan Indikator ESI Bobot dalam ESI
Kualitas Udara 0,05
Efek Gas Rumah Kaca 0,05
Penurunan Tingkat Polusi Udara 0,05
Kualitas Air 0,05
Jumlah Air 0,05
Penurunan Jumlah Limbah Padat dan Konsumsi Material 0,05
Sumber ESI (2005) dalam Widhiarti (2014)
8. Pairwise Comparison
Analisa selanjutnya untuk menentukan alternatif terbaik dengan
menggunakan metode pairwise comparison. Pemilihan metode ini karena
alternatif pada masing-masing waste (kriteria) tidak dapat digunakan untuk
penanganan silang, artinya alternatif tersebut hanya bisa menangani masing-
masing sumber limbah.
a) Penyusunan Alternatif Solusi Penyusunan kuesioner digunakan untuk memenuhi data yang
dibutuhkan. Kuesioner akan diisi oleh pakar yang telah di tetapkan yaitu pemilik
UKM Putra Ridhlo dan salah satu karyawan yang telah memiliki masa kerja yang
relatif lama. Kuesioner pada penelitian ini berisi tentang tingkat kepentingan atau
bobot untuk setiap key performance indicator (KPI) dengan skala perbandingan
berpasangan (pairwise comparison) pada penerapan metode pairwise
comparison terdapat uji konsistensi pendapat pakar (uji CR). Pengujian tersebut
menunjukkan tingkat kepakaran responden dapat dipertanggungjawabkan. Tabel
Matriks perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 3.4.
25
Tabel 3.4 Matriks Perbandingan Berpasangan Tujuan (goal) F1 F2 ...... Fn
F1
F2
....
Fn
Tahapan perhitungan yang dilakukan yaitu (Kusrini 2007):
1. Perkalian baris dari masing-masing matriks
2. Nilai vector eigen merupakan rata-rata geometri dari unsur-unsur matrik
tiap baris. Menentukan nilai vector eigen (EV) yang dapat diperoleh
dengan rumus:
= = (8)
Keterangan:
= rata-rata geometrik
= banyak data (total responden)
= skor yang diberikan atau besar data
= jumlah responden yang memilih skor Xi
3. Perhitungan Vektor Prioritas (VP)
Nilai VP merupakan presentase dari EV, dimana VP baris merupakan
rasio EV tiap baris terhadap jumlah total EV. VP tiap baris diperoleh
dengan rumus:
VPt = (9)
Keterangan:
= vector eigen tiap baris
= jumlah vector eigen
4. Menentukan konsistensi maksimum ( maks) bertujuan untuk melihat
penyimpangan konsistensi suatu matriks. maks diperoleh dari hasil
perkalian jumlah kolom dengan vektor prioritas baris. Penjumlahan maks
maks = (jumlah kolom ke j x Vpi untuk i = j) (10)
maks selalu lebih besar daripada ukuran matriks (n)l, semakin dekat
maks dengan nilai n maka nilai observasi dalam matriks semakin
konsisten.
26
5 Semakin nilai CI mendekati nilai 0, maka semakin konsisten suatu
observasi. Perhitungan indeks konsistensi atau consistency index (CI) ,
dengan rumus
CI = (11)
Keterangan:
CI = indeks konsistensi
maks = nilai eigen terbesar dari matrik berordo (n)
= banyaknya elemen
6. Nilai consistency ratio (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0,1 (10%)
merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan atau hasil perhitungan dinyatakan benar.
Sedangkan apabila nilai CR lebih besar dari 0,1 (10%) maka perlu
dilakukan perbaikan data (Kusrini, 2007). Tabel CR dapat dilihat pada
Tabel 3.5 Perhitungan Ratio Konsistensi atau consistency ratio (CR),
dengan rumus:
(12)
Keterangan:
CR = Consistency Ratio (ratio konsistensi)
CI = Consistency Index (indeks konsistensi)
RI = Random Index (indeks acak)
Tabel 3.5 Nilai acak (RI) matriks
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
Sumber: Kusrini, (2007)
b) Pengisian Kuesioner Kuesioner pairwise comparison akan diisi oleh dua pakar dari UKM Putra
Ridhlo. Kuesioner tersebut menggunakan dua pakar yaitu pemilik dari UKM Putra
Ridhlo sendiri dan salah satu pegawai yang memiliki masa kerja yang relatif
lama. Pemilihan pakar ini untuk mendapatkan hasil alternatif yang terbaik untuk
permasalahan yang ada di internal UKM Putra Ridhlo. Contoh kuesioner dapat
dilihat pada Lampiran 4. c) Pemilihan Alternatif Pemilihan alternatif menggunakan pairwise comparison. Hal tersebut
dikarenakan masing-masing alternatif yang dihasilkan untuk masing-masing
27
penanggulangan limbah tidak dapat digunakan secara silang. Pada penelitian ini,
metode pairwise comparison diselesaikan dengan bantuan program. Metode
pairwise comparison akan menghasilkan alternatif terbaik untuk sumber limbah
yang dihasilkan.
9 Evaluasi Alternatif Evaluasi alternatif yaitu dengan penggambaran future GVSM dan
dilanjutkan dengan perhitungan GPI. GVSM future state pemetaan yang
menggambarkan keadaan di masa depan atau setelah adanya alternatif
perbaikan. Perhitungan GPI rasio dari future GVSM yaitu bertujuan untuk
membandingkan ratio GPI bahwa perbaikan akan meningkatkan meningkatkan
nilai GPI.
10. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan akan menjawab tujuan dari penelitian dengan
mempertimbangkan hasil-hasil yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dan teori yang mendukung. Alternatif yang terpilih merupakan strategi
terbaik untuk meningkatkan produktivitas dan dampak lingkungan. Saran
didapatkan dari hasil penelitian sebagai masukan perbaikan dan pengembangan
untuk penelitian berikutnya.
28
IV PEMBAHASAN 4.1 Profil UKM Putra Ridhlo
UKM Putra Ridhlo berdiri pada tahun 2000. Putra Ridhlo didirikan oleh
pasangan suami istri yang bernama H. Khosem Sasmito dan Hj. Frimiyanti yang
dikenal dengan sebutan abah dan umi. Abah (38 tahun) dan Umi (34 tahun)
merupakan sarjana pendidikan agama Universitas Islam Negeri Malang. UKM
Putra Ridhlo bertempat di jalan Sanan No. 46, Malang. Awal perjalanan bisnis
UKM ini tidak memproduksi sendiri melainkan hanya sebagai distributor dari
usaha ayah ibu Hj. Frimiyanti. Selama 6 bulan UKM ini telah memiliki pelanggan
tetap sehingga ibu Hj. Frimiyanti dan bapak H. Khosem berani mengambil resiko
yaitu memproduksi keripik tempe sendiri.
Awal mula UKM ini hanya memiliki 10 orang pekerja yaitu empat bekerja
memotong tempe, tiga orang bekerja menggoreng tempe, serta tiga orang
bekerja untuk mengemas keripik tempe dalam plastik. Pada awal berdiri keripik
tempe ini hanya memproduksi keripik yang berbentu persegi pajang dengan rasa
original dan jeruk purut. Minat pasar pada tahun 2000 masih sangat sedikit. Oleh
karena itu, Abah dan Umi memilih letak distributor yang berbeda dengan UKM
lainnya di Sanan dan letaknya relatif jauh. Pasar yang dituju sebagai tempat
pemasaran pada awalnya yaitu penjual yang berada di tenda-tenda di pasar
Lawang dan toko-toko di pasar Lawang. Modal awal yang dikeluarkan yaitu dua
alir tempe dengan modal sekitar Rp 1.000.000,00 menghasilkan 250 keripik
tempe persegi panjang dalam kemasan. Pada UKM istilah alir adalah ukuran
untuk satu kali produksi. Satu alir terdiri dari dua lonjor bungkus tempe yang
masing-masing memiliki panjang satu meter, berdiameter 5,5 cm, dan beratnya
masing-masing kurang lebih 2,4 Kg. Istilah alir juga digunakan UKM untuk
mempermudah menghitung kapasitas produksi berkaitan dengan input dan
output yang dihasilkan.
Varian bentuk keripik tempe pada tahun 2005 berkembang menjadi dua
bentuk, yaitu persegi panjang dan bulat, serta 17 varian rasa antara lain pedas
manis, pedas, ayam bawang, sambal udang, udang pedas, sapi lada hitam,
pizza, balado, jagung bakar, keju, jagung manis, barbeque. Rasa original jeruk
purut merupakan produk yang paling digemari. Pemasaran UKM ini semakin
meluas yaitu sampai area Pandaan dan Batu. Pemilihan pasar yang merupakan
pusat oleh-oleh Kota Malang dan jalan utama menuju Pasuruan dan Surabaya
29
merupakan teknik pemasaran yang tepat. Kapasitas produksi UKM Putra Ridhlo
saat ini telah mencapai minimal 16 alir tempe yang menghasilkan 1005 kemasan
keripik tempe, sedangkan pemesanan maksimal 30 alir tempe menghasilkan
2500 kemasan. Teknik pemasaran yang digunakan UKM Putra Ridhlo adalah
menjual di outlet yang bertempat di rumah produksi keripik tempe tersebut dan
menerima pemesanan dari tiga pasar utama yaitu Lawang, Batu, dan Pandaan.
UKM Putra Ridhlo pada saat ini
250 gr.
4.2 Diagram Alir Pembuatan Keripik Tempe Pembuatan keripik tempe dimulai dengan bahan baku tempe yang
kemudian mendapatkan beberapa perlakuan sehingga menjadi keripik tempe.
Pada masing-masing proses terdapat input, output, serta limbah yang dihasilkan.
Proses produksi pada pembuatan keripik tempe ini merupakan continuous
process. Menurut Subagyo (2007), berdasarkan kontinuitasnya, proses produksi
dibagi menjadi tiga tipe, yaitu batch process, continuous process, serta
gabungan antara batch process dan continuous process. Continuous process
merupakan sistem produksi yang berjalan secara terus-menerus dengan interval
produksi yang relatif pendek dan jumlah produksi yang relatif tetap.
Proses pembuatan tempe memiliki empat tahap utama yaitu pemotongan,
pemberian bumbu, penggorengan, dan pengemasan. Proses tersebut berjalan
berurutan karena masing-masing proses saling berkaitan satu sama lain dan
harus berurutan. Apabila proses pemotongan belum selesai maka proses
selanjutnya yaitu penggorengan tidak dapat berlangsung dikarenakan input
belum tersedia. Pembuatan bumbu dilakukan berdasarkan kuantitas tempe yang
akan dipotong. Waktu pemotongan tempe untuk tiga pekerja di UKM ini tidak
bersamaan, yaitu malam hari, pagi hari, dan yang terakhir siang hari. Pembagian
waktu tersebut merupakan strategi agar proses selanjutnya dapat berjalan mulai
pagi hari dan kapasitas pemesanan dapat terpenuhi. Diagram alir pembuatan
keripik tempe dapat dilihat pada Gambar 4.1
30
Gambar 4,1 Diagram Alir Pembuatan Keripik Tempe
Sumber : UKM Putra Ridhlo, 2016
4.3 Neraca Massa Neraca massa merupakan merupakan suatu alat untuk menghitung nilai
produktivitas dalam metode Green Productivity Index (GPI). Neraca massa akan
memberikan informasi tentang jumlah input yang masuk dan jumlah output yang
keluar. Input dapat berupa bahan baku dan bahan penunjang, serta energi yang
digunakan sedangkan output berupa produk keripik tempe dan limbah yang
dihasilkan. Perhitungan neraca massa untuk masing-masing proses yaitu
sebagai berikut:
1. Pemotongan Tempe Tahapan pertama saat pembuatan keripik tempe adalah pemotongan
tempe. Pemotongan ini dilakukan dengan menggunakan pisau khusus yaitu
berbentuk panjang dan memiliki gerigi pada bagian pinggir pisau. Mata pisau ini
harus memiliki mata pisau yang tajam untuk menghasilkan potongan tempe yang
tipis sesuai dengan kriteria dan bentuknya bulat sempurna atau mendekati
sempurna. Pembuatan keripik tempe ini berjalan selama beberapa siklus
produksi. Satu siklus produksi memiliki kapasitas yaitu tiga alir tempe lonjong.
Tiga alir tempe ini memiliki berat yaitu 14.061 gram menghasilkan potongan
tempe seberat 13.532 gram, sedangkan limbah yang dihasilkan yaitu rontokan
rajangan (495 gram) dan plastik (34 gram). Limbah plastik pembungkus tempe
lonjong tersebut termasuk dalam kategori waste sampah. Rontokan hasil
pemotongan merupakan masih kategori material dan dapat diolah kembali
menjadi (makanan tradisional Malang berbahan baku tempe) atau
Dipotong
Diberian Bumbu
Digoreng
ditiriskan
Dikemas
Tempe Lonjong
Minyak Goreng
Plastik dan stiker
Scrap berupa potongan cacat dan plastik
Scrap berupa padatan rontokan
Sisa Minyak
Scrap berupa padatan rontokan
Keripik Tempe
31
digoreng lagi. Rincian neraca massa pemotongan tempe dapat dilihat pada
Gambar 4.2
Gambar 4.2 Neraca Massa Pemotongan Tempe
2. Pembuatan Bumbu Proses pembuatan keripik tempe berlangsung kontinyu. Selama
pemotongan berlangsung pembuatan bumbu sebagai pelapis luar tempe juga
dilakukan. Kapasitas pembuatan bumbu akan menyesuaikan kapasitas produksi.
Pembuatan bumbu biasanya dilakukan lima kali dalam sehari Tiga alir tempe ini
menghasilkan potongan tempe seberat 13.532 gram, sehingga membutuhkan
bumbu sebanyak 24.796 gram. Bahan-bahan utama pembuatan bumbu yaitu
tepung terigu, tepung tapioka, dan bumbu (garam, bawang putih, ketumbar, jeruk
purut dan kemiri). Bahan tambahan sebagai pelarut yaitu air. Pencampuran
bumbu tersebut membutuhkan tepung terigu 9.400 gram, tepung tapioka 3.000
gram, dan bumbu 1.875 gram, dan air sebanyak 10.521 gram yang
menghasilkan bumbu sebanyak 24.796 gram. Konversi perhitungan bumbu
dapat dilihat pada lampiran 1. Lapisan bumbu pada keripik tempe akan
memberikan rasa renyah dan gurih. Pembuatan bumbu ini mengasilkan waste
berupa air sebanyak 75 gram digunakan untuk mencuci tangan setelah proses
pengadukan bumbu. Rincian neraca massa dapat dilihat pada Gambar 4.3
Gambar 4.3 Neraca Massa Pembuatan Bumbu
Pemotongan
Rontokan : 495 gramTempe lonjong : 14.061 gram
Tempe potongan : 13.532 gram
Plastik : 34 gram
Pembuatan bumbu
Air : 10.521 gramTerigu : 9.400 gram
Bumbu : 24.796 gramTapioka : 3.000 gram
Bumbu : 1.875 gram
Air cuci tangan : 75 gram
Air cuci : 75 gram
32
3. Penggorengan Perhitungan neraca energi penggorengan tempe ini dilakukan selama
satu siklus produksi yaitu tiga alir tempe lonjong. Persiapan penggorengan
meliputi persiapan energi yang digunakan untuk menggoreng yaitu gas LPG
ukuran 3 Kg dan persiapan untuk sanitasi berupa penyedian air cuci tangan
sebanyak 1600 gram. Penggorengan ini menggunakan nyala api yang stabil,
dengan menggunakan dua kompor gas dan dua wajan. Proses penggorengan
akan dilakukan per siklus produksi. Input yang dimasukkan dalam sekali proses
produksi yaitu potongan tiga alir tempe seberat 13.532 gram. Potongan tempe
akan dilapisi oleh bumbu yang telah dibuat. Tiga alir keripik tempe membutuhkan
bumbu sebanyak 24.796 gram. Satu per satu potongan tempe dengan balutan
bumbu dimasukkan ke dalam wajan. Penggorengan tiga alir tempe ini
membutuhkan gas LPG yaitu 5400 gram. Selama penggorengan juga
membutuhkan input yaitu berupa minyak goreng (8.000 gram) menghasilkan
output limbah minyak yang ditiriskan setelah tempe digoreng sebanyak 2.000
gram. Minyak sisa penirisan mengoreng keripik tempe tersebut akan digunakan
kembali untuk penggorengan keripik tempe, sehingga tidak terdapat minyak yang
terbuang. Minyak tersebut akan menyerap ke dalam tempe yang telah dibalut
bumbu dan digoreng dengan pembuktikan yaitu berat 1 tempe yaitu seberat 2-4
gram setelah digoreng beratnya bertambah menjadi 5-7 gram. Perubahan berat
tersebut dipengaruhi oleh balutan bumbu (2 gram) dan minyak yang meresap (1
gram).
Proses penggorengan menggunakan dua penggorengan, karena keripik
tempe mengalami dua kali penggorengan. Perlakuan dua kali penggorengan
bertujuan kematangan pada keripik tempe sesuai standar dari pemilik UKM, yaitu
keripik telah berwana kuning pekat dan lapisan bumbu telah matang (tidak
berwarna putih). Output penggorengan ini yaitu keripik tempe dengan berat
38.003 gram,rontokan gorengan (2.325 gram), serta sisa bumbu yang jatuh dan
menempel pada baskom sebanyak 4.000 gram. Rontokan gorengan masih
merupakan kategori material dan dapat digunakan sebagai bahan bakar
tambahan dalam merebus kedelai pada pembuatan tempe di supplier,
sedangkan sisa bumbu yang jatuh dan menempel pada baskom merupakan
kategori waste sampah. Konversi perhitungan minyak dan air yang dibutuhkan
selama penggorengan dapat dilihat pada lampiran 1. Rincian neraca massa
dapat dilihat pada Gambar 4.4.
33
Gambar 4.4 Neraca Massa Penggorengan
4. Pengemasan
Pengemasan primer keripik tempe menggunakan kemasan plastik
polypropylene dengan ketebalan 0,10 mm, dan berat 5 gram. Menurut Wulandari
(2013), Polypropylene merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses
polimerisasi gas propilena. Polypropylene mempunyai titik leleh yang cukup
tinggi (190-200oC), sedangkan titik kristalisasinya antara 130-1350C.
Polypropylene mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (hemical resistance)
yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) nya rendah. Berat standar
perkemasan pada UKM Putra Ridhlo yaitu 100 gram. Input pada proses
pengemasan ini yaitu keripik tempe 38.003 gram, plastik kemasan (1.695 gram)
serta stiker (500 gram). Pengemasan potongan keripik tempe seberat 38.003
gram menghasilkan 339 kemasan keripik tempe dengan berat 36.944 gram dan
rontokan keripik tempe 3.107 gram. Limbah yang dihasilkan termasuk jenis waste
sampah yaitu limbah kemasan seberat 147 gram. Rontokan keripik saat
pengemasan merupakan masih kategori material dan dapat dijual kembali
dengan harga murah yaitu Rp7.000,00/Kg. Proses pengemasan menggunakan
api (dihasilkan dari kaleng yang berisi minyak goreng (380 ml) dan terdapat
sumbu untuk nyala api). Rincian neraca massa dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Neraca Massa Pengemasan
Penggorengan
Bumbu : 24.796 gram
Keripik tempe : 38.003 gram
Sisa bumbu : 4.000 gram
Tempe potongan : 13.532 gram
Minyak : 8.000 gram
Rontokan gorengan : 2.325 gram
LPG : 5.400 gram
Minyak tirisan : 2.000 gram
Air cuci tangan : 1.600 gram
Air cuci tangan : 1.600 gram
Pengemasan
Plastik : 1.695 gram
Kemasan Keripik tempe : 36.944 gram
Limbah kemasan : 147 gram
Rontokan gorengan : 3107 gram
Keripik tempe : 38.003 gram
Stiker : 500 gram
34
4.4 Green Value Stream Mapping Current (GVSM) Salah satu alat analisis pada metode Green Productivity yaitu peta Green
Value Stream Mapping (GVSM). Sebelum membuat peta GVSM terlebih dahulu
ada tabel analisis hasil green waste dalam setiap proses dibuat selama satu kali
produksi. Analisis proses dilakukan dengan menganalisis proses pengolahan
kebutuhan bahan baku menjadi produk serta green waste yang dihasilkan.
Menurut Marimin (2015), pengukuran tingkat produktivitas proses produksi
dilakukan berdasarkan hasil analisis tujuh sumber pembangkit waste dengan
menggunakan pemetaan Green Value Stream. Pada proses pembuatan keripik
tempe terdapat sumber limbah yaitu air, material dan energi sehingga
menghasilkan green waste yaitu air, sampah, dan emisi. Hasil analisis green
waste produksi keripik tempe dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Hasil Analisis Green Waste Produksi Keripik Tempe
Jenis limbah Proses Produksi (dalam Satu kali produksi) Total Pemotongan Pembuatan
Bumbu Penggorengan Pengemasan
Energi (Kwh) - 0,0375 0,45 - 1,3875 Air (liter) - 10,596 5,6 - 16,196 Sampah (kg) 0,034 - - 0,147 0,181 Material (kg) 0,495 - 3,925 3,887 6,807 Emisi (ton CO2 /hari)
- 0,0000334125 0,005596074 - 0,005629487
Sumber : UKM Putra Ridhlo (2017).
Waste air yang diperhitungkan yaitu air yang digunakan selama proses
produksi berupa
1. Air pada proses pembuatan bumbu yaitu jumlah air yang digunakan saat
proses pencampuran bumbu.
2. Pada proses penggorengan waste air berupa air yang digunakan untuk cuci
tangan saat penggorengan dan sisa-sisa bumbu yang menempel pada wadah
dan tercecer saat proses penggorengan.
Energi yang digunakan pada proses pembuatan bumbu menggunakan
listrik untuk menggerakkan blender, sedangkan pada proses penggorengan
energi berasal dari penggunaan gas LPG dan blower. Energi ini akan
menimbulkan emisi dengan dua indikator green waste yaitu kualitas udara,
penurunan tingkat polusi udara dan efek gas rumah kaca. Menurut Kementrian
Lingkungan Hidup (2012) Energi merupakan salah satu sektor penting dalam
inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK) salah satunya yaitu konversi batubara
menjadi tenaga listrik di pembangkit tenaga listrik. Perhitungan energi yang
digunakan akan menghasilkan emisi yang dapat dilihat pada Lampiran 2.
35
Green waste material tidak diperhitungkan dalam indikator lingkungan
(dampak lingkungan) karena material tersebut dapat digunakan kembali dan
dijual. Waste material pada pemotongan berupa rontokan potongan (0,495 Kg)
yang tidak digunakan untuk pembuatan keripik tempe. Rontokan ini dapat diolah
(makanan tradisional Malang berbahan baku tempe).
Waste material pada penggorengan berupa rontokan gorengan (2,325
Kg) dan sisa minya penirisan (1,6 Kg atau sama dengan 2 liter). Rontokan
gorengan tersebut dapat digunakan untuk energi pembakaran pada proses
perebusan tempe supplier. Sisa minyak tirisan digunakan untuk pengisian kaleng
untuk energi sumbu pengemasan serta dituang kembali pada wajan
penggorengan.
Waste material pada proses pengemasan berupa rontokan pengemasan
dan dijual dengan harga Rp7.000,00/Kg. Minyak untuk mengisi kaleng yang
dibutuhkan pada proses pengemasan sebanyak 0,288 Kg atau 0,360 liter agar
api dapat menyala dari sumbu. Api proses pengemasan ini tidak menimbulkan
emisi yang berbahanya, seperti GRK karena bahan bakar yang digunakan
adalah minyak goreng. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2012) Jenis Gas
Rumah Kaca (GRK) dan polusi udara yang diemisikan oleh sektor energi adalah
CO2, CH4 dan N2O. Ekplorasi dan eksploitasi energi primer berupa minyak
mentah dan gas bumi. Konversi energi primer menjadi energi akhir yang dapat
menimbulkan GRK adalah BBM (premium, solar, minyak tanah), LPG, dan gas
pipa. Hal tersebut menyatakan bahwa minyak goreng tidak menimbulkan gas
yang berbahaya. Analisis green waste menunjukkan beberapa limbah yang dihasilkan pada
setiap proses. Proses pembacaan lebih mudah dan terperinci dapat
menggunakan pemetaan green value stream mapping (GVSM). Peta GVSM in
menunjukkan limbah pada setiap proses yang berkesinambungan. Menurut
Marizka (2015), identifikasi setiap aktivitas yang mempengaruhi tingkat
produktivitas dapat menggunakan Green Value Stream Mapping (GVSM),
sehingga mendapatkan seven green waste. Analisis nilai seven green waste
kemudian digunakan untuk menghitung indikator lingkungan dan indikator
ekonomi untuk mengukur produktivitas. Pada pemetaan proses produksi keripik
tempe ini terdapat empat proses yang dianalisis limbahnya. Pemetaan
menunjukkan bahwa proses pembuatan bumbu dan penggorengan memiliki dua
waste, yaitu air dan emisi sedangkan proses pemotongan dan pengemasan
36
hanya memiliki satu waste yaitu sampah. Oleh karena itu, dalam satu proses
pembuatan keripik tempe menghasilkan tiga green waste yaitu sampah, air, dan
emisi. Pemetaan green value stream mapping (GVSM) dapat dilihat pada
Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Pemetaan GVSM Current Produksi Keripik Tempe
4.5 Nilai Green Productivity Index (GPI) Berdasarkan hasil analisis Green Value Stream Mapping proses
pembuatan keripik tempe menghasilkan tiga green waste yaitu air, sampah, dan
emisi. Nilai GPI didapatkan dari dua indikator yaitu indikator ekonomi dan
dampak lingkungan. Indeks GPI digunakan untuk memperkirakan performa GP
suatu sistem produk atau proses dan membandingkannya dengan pesaing.
Perhitungan nilai GPI pada pembuatan keripik tempe ini yaitu yaitu pada siklus
satu kali produksi. Satu kali proses ini pada UKM Putra Ridhllo disebut dengan
kemasan keripik tempe bulat.
Menurut Marimin (2015), konsep perhitungan GPI menggunakan beberapa
macam pengambilan data yaitu, pada satu jam selama proses produksi, pada
satu siklus produksi, dan satu hari selama proses produksi berlangsung. Indikator
yang mempengaruhi nilai GPI adalah sebagai berikut:
1. Indikator Ekonomi Perhitungan produktivitas di lakukan dengan membagi keluaran dengan
masukan, Keluaran pada prinsip green produktivitas adalah harga jual produk
CustomerSupplier
Pemotongan
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
Pembuatan BumbuCycle timeQty per cycle
10524,796Kg
MenitItem
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
PenggorenganCycle timeQty per cycle
41538,003Kg
MenitItem
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
PengemasanCycle timeQty per cycle
1.01736,944 Kg
MenitItem
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
Inventory
--
0,034 --
0,037510,596
- -
0,0000334125
1,355,6- -
0,005596074
--
0,147--
Cycle timeQty per cycle
13513,532 Kg
MenitItem
Produksi Keripik TempeCycle timeQty per cycle
...27.336
MenitItem
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
1,387516,2960,181
-0,005629487
37
sedangkan biaya produksi menjadi faktor masukan. Menurut Bahara (2015),
Green Productivity Index (GPI) didefinisikan sebagai rasio produktivitas terhadap
dampak lingkungan. Produktivitas didefinisikan sebagai rasio perbandingan
antara harga jual produk terhadap biaya produksi. Rincian biaya produksi dan
harga jual dapat dilihat pada Lampiran 3. Perhitungan indikator ekonomi yaitu perbandingan antara harga jual
dengan biaya produksi. Pada perhitungan ekonomi tersebut untuk kapasitas
produksi normal UKM yaitu 16 alir atau sekitar 72 Kg. Pada penelitian ini
berfokus pada kemasan 100 gram pada sekali produksi yaitu 3 alir (339
kemasan) dengan harga jual Rp3.500,00. Pada persaamaan 1 nilai indikator
ekonomi yaitu 2,29. Nilai ini merupakan nilai yang telah baik karena nilai > 1 yang
berarti penjualan tersebut telah mendapatkan keuntungan. Menurut Marimin
(2015) perhitungan indikator ekonomi dihitung sebagai perbandingan antara
pendapatan penjualan produk dengan total biaya produksi produk tersebut.
Apabila nilai dari indikator ekonomi > 1 maka dapat dikatakan baik. Perhitungan
indikator ekonomi ini juga sering didefinisikan sebagai produktivitas perusahaan.
Pada prinsip green productivity perhitungan produktivitas tidak hanya
memperhitungkan keuntungan finansial, tetapi tahap selanjutnya yaitu
membandingkan dengan dampak lingkungan yang dihasilkan. pehitungan nilai
indikator ekonomi menggunakan rumus (6) adalah sebagai berikut:
2. Dampak Lingkungan Indeks produktivitas hijau (GPI) didefinisikan sebagai rasio produktivitas
terhadap dampak lingkungan. Nilai GPI tersebut menggambarkan yaitu tingkat
produktivitas UKM Putra Ridhlo. Menurut Gandhi et al (2006) nilai dampak
lingkungan (EI) merupakan penjumlahan dari limbah udara, limbah air dan limbah
padat. Dampak lingkungan ditentukan dengan menjumlahkan bobot untuk
masing-masing indikator produktivitas hijau. Dampak lingkungan didefinisikan
sebagai penjumlahan tiga bobot variabel lingkungan. Tiga variabel tersebut
adalah limbah gas atau gaseous wastes generation (GWG), limbah padat atau
solid wastes generation (SWG) dan limbah cair atau water consumption (WC).
Bobot indikator ESI dapat dilihat pada Tabel 3.3. Penggunaan ESI sebagai dasar
pembobotan dampak lingkungan (EI) pada penelitian ini mengacu pada
penelitian yang telah dilakukan Widhiarti (2014).
38
Indikator dampak lingkungan yang dihasilkan dari beberapa waste pada
penelitian ini adalah
a. Limbah emisi (GWG) yang mempunyai indikator kualitas udara, efek GRK,
dan penurunan tingkat polusi udara. Limbah emisi berasal dari pemakaian
energi yaitu gas LPG, dan listrik yang digunakan untuk blender dan blower.
b. Limbah padat (SWG) yang mempunyai indikator penurunan jumlah limbah
padat dan konsumsi material. Limbah padat berasal dari sisa plastik
pembungkus tempe dan stiker untuk kemasan.
c. Limbah cair (WC) yang mempunyai indikator penurunan kualitas air dan
jumlah air. Limbah air berasal dari sanitasi pada saat pembuatan bumbu dan
penggorengan serta sisa bumbu yang menempel pada bak ember atau
baskom.
Perhitungan bobot tiga indikator dalam GPI dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Tiga Indikator Lingkungan GPI dan Hasil Bobot dalam GPI (ESI 2005)
Variabel GPI Kesetaraan Indikator GPI
Bobot ESI
Gabungan Bobot (x)
Bobot (w) dalam GPI (x/0,3)
Gaseous Waste Generation (GWG)
Kualitas Udara 0,05
0,15 0,5 Penurunan Tingkat Polusi Udara
0,05
Efek GRK 0,05 Water Consumption (WC)
Kualitas Air 0,05 0,10 0,33 Jumlah Air 0,05 Solid Waste Generation (SWG)
Penurunan Limbah Padat dan Konsumsi Material
0,05 0,05 0,17
Total 0,3 0,3 Sumber : Widhiarti (2014)
Nilai pada tabel tersebut akan mewakili persentase ketiga variabel (gas,
cair, dan padat) yang disumbangkan dari green waste pada lingkungan. Limbah
tersebut akan mencemari lingkungan apabila persentasenya besar. Perhitungan
konstanta masing-masing indikator dalam dampak lingkungan (environmental
impact) yaitu didapatkan dari perjumlahan masing-masing nilai limbah gas
(emisi), cair (air), dan padat (sampah) pada Tabel 4.1. Perhitungan dampak
lingkungan yang di hasilkan selama proses pembuatan keripik tempe dilakukan
dengan menggunakan rumus (7) sebagai berikut:
Dampak lingkungan = a GWG + b WC + c SWG
Dampak lingkungan = a (0,5) + b (0,33) +c (0,17)
Dampak lingkungan=0,005629487 (0,5) + 0,016196 (0,33) + 0,000181 (0,17)
= 0,00824 Ton = 8,24 Kg
39
Indikator ekonomi dan dampak lingkungan merupakan variabel yang
digunakan dalam menghitung nilai GPI menurut metode green productivity yang
dihitung menggunakan rumus (2). Nilai GPI yang diperoleh sebesar 0,28. Nilai
dampak lingkungan (indikator lingkungan) lebih besar dibandingkan dengan
indikator ekonomi. Menurut Fitri (2015), semakin tinggi nilai indeks produktivitas
hijau yang dicapai, maka tingkat produktivitas dan indikator ekonomi akan
semakin tinggi, sedangkan dampak lingkungan yang dihasilkan dari proses
produksi akan semakin rendah. Oleh karena itu, beberapa alternatif pilihan
diperlukan untuk meningkatkan nilai GPI tersebut. Nilai indikator ekonomi pada
GPI yang diperoleh telah benilai lebih dari 1 berarti dapat dinyatakan telah baik,
tetapi nilai dampak lingkungan yang dihasilkan lebih besar. Perhitungan nilai GPI
kondisi awal UKM Putra Ridlho menggunakan rumus (5) adalah sebagai berikut:
4.6 Pemilihan Alternatif
Analisis pemilihan, alternatif strategi terpilih dengan menggunakan
metode Pairwise Comparison diperoleh bobot dari masing-masing level.
Pendapat pakar tentang alternatif yang mampu meningkatkan nilai indeks
produktivitas hijau pada proses produksi (Darmawan, 2012). Alternatif yang
dirancang bertujuan untuk meningkatkan nilai indikator ekonomi atau mengurangi
dampak lingkungan (mereduksi green waste). Nilai indikator ekonomi akan
berpengaruh kepada biaya produksi dan nilai jual, sedangkan mereduksi green
waste berfokus pada dua variabel, yaitu air dan emisi. Hal tersebut dikarenakan
limbah air dan emisi memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan limbah
sampah. Menurut Ariani (2011), beberapa metode yang digunakan untuk
pengurangan terjadinya limbah pada sumbernya yaitu dengan cara: merubah
input bahan baku, merubah teknologi, merubah proses, merubah produk,
optimasi proses dan minimisasi limbah yang meliputi : reduce, reuse, recycle dan
recovery pada sumbernya yang bertujuan untuk mereduksi limbah yang harus
diolah atau dibuang.
Berdasarkan hasil diskusi peneliti dengan pemilik UKM Putra Ridhlo dan
pegawai dengan masa kerja paling lama, mendapatkan tiga alternatif yaitu
standarisasi berat perkemasan 100 gram (X1), Penggunaan blower pada siang
hari (X2), dan penakaran air saat pembuatan bumbu menggunakan gelas ukur
(X3). Alternatif yang diusulkan berdasarkan beberapa proses yang menghasilkan
40
green waste paling banyak (dengan memperhitungkan peningkatan indikator
ekonomi atau penurunan dampak lingkungan) dan alternatif dapat
diimplementasikan. Alternatif strategi untuk peningkatan nilai GPI sebagai
berikut:
1. Standarisasi Berat Kemasan (Optimasi Proses) Pada UKM Putra Ridhlo berat kemasan pada saat proses pengemasan
kurang seragam. Standar berat keripik tempe adalah 100 gram per kemasan
kecil, tetapi standarisasi tersebut belum terpenuhi. Hasil observasi menunjukkan
bahwa terdapat ketidak seragaman berat berat keripik tempe per kemasan
dengan rentang berat 106 -113 gram. Permasalahan tersebut dikarenakan tidak
adanya proses penimbangan. Standarisasi berat kemasan ini termasuk pada
optimasi proses yang berpengaruh kepada kapasitas output yang dihasillkan.
Berat keripik tempe per kemasan yang dihasilkan bergantung pada isi setiap
kemasan dan akan berpengaruh kepada bentuk kemasan. Bentuk kemasan akan
rapi apabila isi dan berat kemasan sesuai dengan standar. Standar prosedur
yang telah ditetapkan pemilik pada proses pengemasan hendaknya lebih
diperhatikan implementasinya. Teknik yang dapat dilakukan dalam pengemasan
ini agar berat memenuhi standar yaitu potongan keripik tempe diseragamkan
yaitu dengan rentang berat 2-3 gram dengan bentuk yang bulat sempurna serta
isi kemasan terdiri dari 15 potongan keripik tempe. Menurut Fitri (2015), alternatif
dilihat dari meningkatnya nilai produktivitas serta kinerja lingkungan. Penerapan
alternatif optimasi proses akan memberikan penghematan biaya dan
keuntungan karena tidak adanya bahan yang terbuang.
2. Penggunaan Blower Pada Saat Proses Penggorengan Selama ini blower pada UKM ini digunakan mulai pagi hari pukul 06.00
sampai sore hari sekitar pukul 15.00 ketika proses penggorengan selesai.
Penggunaan blower tersebut yaitu selama 9 jam. alternatif kedua untuk
mengurangi green waste yaitu mengurangi penggunaan blower pada saat tidak
melakukan proses penggorengan. Penggunaan blower pada yang berlebihan
akan berpengaruh pada energi listrik yang digunakan saat proses produksi.
Apabila penggunaan blower hanya digunakan saat proses penggorengan, maka
waktu pengunaan blower berkurang 2 3/4 jam dari biasanya. Hal tersebut akan
berpengaruh pada emisi yang dihasilkan dan biaya produksi untuk penggunaan
41
energi. Penggorengan dalam satu hari dilakukan sebanyak 2 kali (pagi dan
siang). Penggorengan tersebut dilakukan untuk menggoreng produk pada 5
siklus produksi. Setiap siklus membutuhkan 3 alir tempe. Waktu yang dibutuhkan
untuk menggoreng 1 alir tempe adalah 25 menit sehingga dalam 5 siklus
dibutuhkan waktu penggorengan selama 375 menit (6,25 jam). Jika
penggorengan yang digunakan pada pagi dan siang adalah sama, maka setiap
keli penggorengan membutuhkan waktu 187,5 menit. Penggorengan untuk pagi
hari terdapat dua sesi penggorengan dengan istirahat satu kali yaitu sesi 1 pada
pukul 06.00-07.15 dan sesi 2 pada pukul 09.00-10.15. Pada siang hari juga
dilakukan 2 sesi dan terdapat satu jam istirahat, sehingga jam kerja dalam
penggorengan yaitu sesi 1 pada pukul 10.15-12.45 dan sesi 2 pada pukul 13.45-
15.00. Istirahat untuk pagi hari yaitu pada pukul 7.15-9.00 dan istirahat siang hari
yaitu pada pukul 12.45-13.45. Perhitungan hasil perubahan indikator ekonomi
dan indikator lingkungan (dampak lingkungan) dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pengurangan penggunaan blower pada saat tidak bekerja dikarenakan
ventilasi yang cukup memadai dapat memberikan sirkulasi udara sehingga
mengurangi suasana panas dalam ruangan. Penggunaan blower pada proses
penggorengan ini termasuk pada reduce, yaitu mengurangi waste emisi.
Pengurangan tersebut tidak merubah signifikansi perubahan pada jumlah emisi
yan dihasilkan, tetapi memberikan kontribusi pada pengurangan jumlah emisi
yang dihasilkan dan menghemat peggunaan energi. Menurut Wulandari (2013),
energi memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat
karena energi merupakan parameter penting bagi pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi. Hampir semua sektor kehidupan (industri, transportasi,
rumah tangga, jasa, dan lain-lain) tidak bisa dipisahkan dari energi.
Permasalahan muncul ketika konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer
bertambah. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca, menyebabkan semakin
banyak panas yang ditahan di permukaan bumi dan akan mengakibatkan suhu
permukaan bumi menjadi meningkat. Kualitas udara juga dapat menurun apabila
polusi semakin banyak.
3. Penakaran Air Menggunakan Gelas Ukur Pada Saat Pembuatan Bumbu Penakaran air menggunakan ember kecil selama ini saat pembuatan
bumbu merupakan salah satu upaya optimasi proses. Penakaran air juga
berfungsi untuk menstabilkan kekentalan bumbu yang telah dibuat. Kekentalan
42
bumbu harus sesuai standar yang ditentukan oleh pemilik UKM Puta Ridhlo.
Apabila kekentalan kurang tepat maka akan berpengaruh pada ketebalan dan
kerenyahan keripik tempek yang dihasilkan. Takaran air yang digunakan untuk
membuat bumbu tiga alir tempe adalah 10,521 liter air. Air tersebut digunakan
untuk mencampur 9,4 kg tepung terigu, 3 kg tepung tapioka, dan 1,875 gram
bumbu yang telah diblender. Penakaran air tersebut dapat menggunakan gelas
ukur berukuran 2 liter. Hal tesebut akan mengurangi sisa air takaran yang
terbuang. Menurut Darmawan (2012), kinerja suatu perusahaan tidak lagi dapat
dievaluasi berdasarkan parameter ekonomi saja karena saat ini kinerja
perusahaan juga harus terintegrasi dengan kinerja lingkungan. Optimasi proses
dengan menerapkan standar terhadap penggunakaan sumber daya alam seperti
air, listrik, serta energi untuk pembakaran sangat penting untuk mengurangi
dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan sumber daya alam.
4.7 Perhitungan Alternatif terpilih Pemilihan alternatif menggunakan metode pairwise comparison yang
penilaiannya dilakukan oleh dua pakar, pemilik UKM Putra Ridhlo dan pekerja
yang memiliki masa kerja paling lama, yaitu empat tahun. Kuesioner penyusunan
alternatif dapat dilihat pada Lampiran 4. Penilaian kedua pakar tersebut telah
konsisten. Perhitungan dan bobot alternatif solusi dihasilkan dapat dilihat pada
Lampiran 5. Perhitungan yang ditunjukkan dari nilai CR<0,1 dapat dilihat pada
Tabel 4.3. Tabel 4.3 Bobot Alternatif Solusi dari 2 Pakar
Pengabungan Pendapat Pakar
Nilai Bobot Ranking
X1 0,48 1 X2 0,27 2 X3 0,24 3
Hasil pembobotan menunjukkan bahwa alternatif solusi menempati
rangking tertinggi adalah standarisasi berat perkemasan 100 gram. Pemilihan
alternatif tersebut dipertimbangkan karena yang paling memungkinkan untuk
dilakukan dalam waktu perbaikan terdekat. Standarisasi berat per kemasan
dapat dilaksanakan dengan cara penimbangan setelah selesai memasukkan
keripik tempe ke dalam kemasan. Kemudian dilakukan tahap packaging
perekatan bagian ujung kemasan agar kemasan terjaga dari udara yang ada di
sekitar. Perbandingan kedua alternatif saat pakar melakukan pemilihan di
43
kuesioner dengan beberapa pertimbangan yaitu dapat diimplementasikan dalam
waktu dekat dan alternatif mana yang dapat meningkatkan ptoduktivitas dilihat
dalam segi kemudahan pelaksaan prosedurnya.
4.8 Peningkatan Nilai GPI Alternatif Terpilih Peningkatan nilai GPI dapat berasal dari peningkatan nilai indikator
ekonomi dan pengurangan dampak lingkungan. Ketiga alternatif tersebut
memiliki kontribusi masing-masing terhadap peningkatan nilai indikator ekonomi
untuk alternatif (X1) dan (X3) dan pengurangan dampak lingkungan untuk
alternatif (X2) dan (X3). Perbandingan nilai indikator ekonomi dan dampak
lingkungan current dan future Tabel 4.4. Hasil nilai indikator dan dampak
lingkungan alternatif X1 dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil nilai indikator dan
dampak lingkungan alternatif X2 dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil nilai
indikator dan dampak lingkungan alternatif X2 dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 4.4 Perbandingan Nilai Indikator Ekonomi Dan Dampak Lingkungan Current Dan
Future
Alternatif Indikator Ekonomi
future
Indikator Ekonomi current
Dampak Lingkungan
future
Dampak Lingkungan
current X1 2,30 2,49 8,24 8,25 X2 2,30 2,35 8,24 8,00 X3 2,30 2,35 8,24 8,22
Perbandingan nilai future dan current akan digunakan untuk mengetahui
nilai GPI rasio yang dihasilkan oleh masing masing alternatif. Alternatif yang
terpilih menurut penilaian kedua pakar tersebut akan diuji kelayakannya dengan
menghitung nilai perbandingan GPI future dan current yang menghasilkan nilai
GPI rasio. Nilai GPI rasio menunjukkan bahwa alternatif terpilih dapat
meningkatan pada produktivitas. Masing-masing alternatif memiliki peran dalam
meningkatkan nilai indikator ekonomi atau menurunkan nilai dampak lingkungan.
Perhitungan GPI rasio dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai GPI rasio masing-
masing alternatif dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Nilai GPI rasio Alternatif Perbaikan Produktivitas
Alternatif GPI current GPI future GPI rasio Standarisasi berat perkemasan 100 gr
0,28
0,30 1,08 Penggunaan blower pada saat penggorengan
0,29 1,05
Penakaran air saat pembuatan bumbu 0,28 1,02
44
Alternatif yang terpilih berdasarkan penilaian oleh pakar yaitu alternatif
standarisasi berat perkemasan. Standarisasi per kemasan yaitu 100 gram,
namun berat sebenarnya saat pengemasan tidak seragam. Apabila dilakukan
standarisasi kapasitas produk yang dihasilkan akan bertambah 27 kemasan
setiap satu kali proses produksi. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan
harga jual (laba) karena jumlah produk meningkat. Hasil dari pengingkatan
kapasitas produksi dari alternatif 1 dapat dilihat pada Lampiran 6. Peningkatan
nilai GPI rasio untuk standarisasi berat per kemasan yaitu 1,08. Nilai GPI rasio
alternatif 1 (X1) merupakan nilai paling tinggi apabila dibandingkan dengan
ketiga alternatif yang lainnya. Peningkatan nilai GPI tersebut karena perbaikan
alternatif 1 dapat meningkatkan nilai indikator ekonomi sebesar 2,49. Menurut
Marizka et al (2015), GPI rasio dikembangkan pada pengambilan keputusan
untuk memilih salah satu alternatif terbaik dalam peningkatan kinerja
produktivitas hijau dari sistem yang ada. GPI rasio diartikan perbandingan GPI
alternatif dan GPI kondisi awal. Jika GPI rasio ini lebih besar dari 1, berarti
alternatif peningkatan produktivitas yang terpilih lebih baik daripada GPI kondisi
awal sebelum adanya perbaikan. Alternatif dapat diimplementasikan dalam waktu
terdekat karena hanya merubah teknis dalam pengemasan.
Alternatif kedua yaitu pengurangan penggunaan blower pada saat
penggorengan dapat mengurangi biaya produksi (indikator ekonomi meningkat)
serta pengurangan pada dampak lingkungan terutama waste emisi (nilai dampak
lingkungan menurun). Emisi berkurang dikarenakan penggunaan blower
berkurang selama 2,75 jam. Alternatif ketiga yaitu pengurangan penggunaan air
pada saat pembuatan bumbu dengan menakar air yang digunakan untuk cuci
tangan (dampak lingkungan menurun) dan pengurangan pada biaya produksi
(indikator ekonomi meningkat). Pemilihan alternatif yang dipilih adalah alternatif 1
(X1). Hal tersebut dikarenakan nilai GPI rasio alternatif 1 lebih tinggi daripada
alternatif 2 dan alternatif 3.
4.9 Green Value Stream Mapping (GVSM) Future
Pemetaan green value stream future merupakan tahap akhir dari bentuk
gambaran perbaikan alternatif yang terpilih. Alternatif yang terpilih adalah
alternatif pertama yaitu optimasi proses pada pengemasan 100-101 gram.
Optimasi proses ini dapat diimplementasikan jika jumlah isi kemasan yaitu 15
potong keripik tempe bulat. Setiap penggorengan satu keripik tempe mempunyai
45
berat 6-7 gram, dengan berat plastik 5 gram dan stiker 2 gram maka dengan 15
potong akan menghasilkan berat 97-105 gram. Pada GVSM future ini terdapat
perubahan yaitu pada proses pengemasan terdapat penambahan limbah
sampah menjadi 170 gram, berupa plastik dan stiker. Penambahan ini terjadi
karena output yang dihasilkan dari tiga alir tempe bertambah sebanyak 27
kemasan keripik tempe. Pemilihan ini terjadi bahwa nilai GPI meningkat karena
alternatif 1 ini dapat meningkatkan indikator ekonomi tetapi dampak lingkungan
yang dihasilkan tidak berkurang. Segi pertimbangan yang dilakukan pakar dalam
pemilihan alternatif yaitu implementasi dalam waktu terdekat dan keuntungan
yang dilakukan dalam pelaksanaan implementasi. Keuntungan yang diperoleh
oleh pemilik UKM yaitu adanya peningkatan produktivitas, sedangkan pada
pekerja yaitu meningkatnya upah karena gaji karyawan pengemasan bergantung
pada berapa bungkus keripik tempe yang dihasilkan sehari. GVSM future dapat
dilihat pada Gambar 4.9
Gambar 4.9 GVSM future Pembuatan Keripik Tempe
CustomerSupplier
Pemotongan
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
Pembuatan BumbuCycle timeQty per cycle
10524,796Kg
MenitItem
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
PenggorenganCycle timeQty per cycle
41538,003Kg
MenitItem
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
PengemasanCycle timeQty per cycle
109836,944 Kg
MenitItem
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
Inventory
--
0,034 --
--
0,170--
Cycle timeQty per cycle
MenitItem
Produksi Keripik TempeCycle timeQty per cycle
...27.336
MenitItem
Energi (Kwh) ....Air (Liter) ....Sampah (Kg) ....Material (Kg) ....Emisi (ton CO2/hari) ...
1,355,6- -
0,005596074
0,037510,596
- -
0,0000334125
1,387516,2960,204
-0,005629487
13513,532 Kg
46
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Kesimpulan pada penelitian ini yaitu:
1. Produktivitas awal atau nilai GPI pada UKM Putra Ridhlo adalah 0,28.
Nilai GPI tersebut dapat dikatakan rendah.
2. Alternatif perbaikan untuk meningkatkan nilai produktivitas ada 3 alternatif
yaitu standarisasi berat kemasan dengan nilai GPI 0,30, penggunaan
blower pada saat penggorengan dengan nilai GPI 0,29, dan penakaran
air dengan gelas ukur saat pembuatan bumbu dengan nilai GPI 0,28.
Ketiga alternatif tersebut dengan pemilihan oleh pakar mendapatkan
alternatif prioritas yaitu standarisasi berat kemasan dengan rentang 100-
101 gram per kemasan yang berisi 15 keripik tempe.
3. Alternatif terpilih standarisasi berat per kemasan dapat meningkat nilai
indikator ekonomi menjadi 2,48. Alternatif ini juga memiliki peningkatan
nilai GPI future menjadi 0,30 serta GPI rasio 1,08. Alternatif ini sangat
memungkinkan apabila diterapkan dalam waktu terdekat.
5.2 Saran Pada penelitian selanjutnya dapat memberikan gambaran produktivitas
UKM. Penerapan green produktivity ini mungkin dapat diimplementasikan pada
UKM mulai awal produksi karena dapat memperbaiki dari segi ekonomi dan
dampak lingkungan. Pada UKM hal yang paling penting dalam peningkatan
produktivitas yaitu standarisasi yang telah dibuat harus dipenuhi apapun
kendalanya. Hal tersebut karena kedisiplinan dalam bekerja harus diterapkan
meskipuan pada UKM. Penelitian selanjutnya dapat mengukur produktivitas
dengan metode yang lain seperti Benefit Cost Rasio (BCR) karena pendapat
pakar telah diperoleh untuk perubahan sementara dan dapat implementasi dalam
waktu terdekat.
47
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, P. 2016. Concept And Indicator Human Resources Management For Management Research Edition 1. Deepublish. Yogyakarta
Ahmadi, K. 2009. Kinerja Zeolit Alam Teraktivasi Pada Penjernian Minyak Bekas Penggorengan Keripik Tempe. Jurnal Teknologi Pertanian.
10(2):136-143
Ariani, N., M. 2011. Kajian Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Pengolahan Ikan. Barita Litbang Industri.26(1):71.
Arifin, I. dan Giana, H. W. 2007. Membuka Cakrawala Ekonomi. PT. Setia
Purna Inves. Bandung.
Asian Productivity Organization. 2006. Handbook on Green Productivity. Asian
Productivity Organization.Tokyo
Badan Pusat Statistik. 2016. Data time series Kota Malang Dalam AngkaKota Malang
Bahara, R., Marimin, dan Yandra, A. 2015. Perbaikan Produktivitas Hijau Pada Proses Produksi Susu Bubuk Dewasa. Jurnal Aplikasi Bisnis dan Manajemen. 1(2) : 65-74
Damari. 2014. Panduan Lengkap Eksperimen Fisika SMA. WahyuMedia. Jakarta
Darmanto, E., Noor, L., dan Nanik, S. 2014. Penerapan Metode AHP (Analythic Hierarchy Process) Untuk Menentukan Kualitas Gula Tumbuh. Jurnal Simetris. 5(1) : 75-82
Darmawan, M., A., Bangkit, W., dan Marimin. 2012. Peningkatan Produktivitas Proses Produksi Karet Alam Dengan Pendekatan Green Productivity: Studi Kasus Di Pt X. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 22 (2):98-105.
Fitri, J. L, Nasir, W. S., dan Lely, R. 2015. Peningkatan Produktivitas Dan Kinerja Lingkungan Menggunakan Pendekatan Green Productivity Pada Proses Produksi Pupuk Organik (Studi Kasus di PT. Tiara Kurnia, Malang).. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Sistem Industri. 3(2):363-374.
Gandhi, M., Selladurai, V., dan Santhi, P. 2006.Green Productivity Indexing: A Practical Step Towards Integrating Environmental Protection Into Corporate Performance. International Journal of Cleaner Production. 12(7) : 673-683
48
Gaspersz, V. 2000. Manajemen Produktivitas Total. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Hermawan, A. 2009. Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif. Grasindo. Jakarta
Idris, A. 2016. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia Edisi 1. Deepublish. Yogyakarta
Kementrian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.
Kusrini. 2007. Konsep Dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Andi offset. Yogyakarta
Lootsma, F. A. 2007. MultiCriteria Decision Analysis Via Ratio and Difference Judgement. Springer Science & Business Media. New York
Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Pengolahan Terasi Skala Rumah Tangga Di Dusun Selangan Laut Pesisir Bontang (Application Cleaner Production Options on Fermented Shrimp Processing Industry in Household Scale in Selangan Laut, Bontang Waters). Jurnal Ilmu P 84 erikanan Tropis. 18(2):72-92.
Macoun, P and ravi, P. 1999. Guidelines for Applying Multi-Qriteria Analysis to The Assessment of Criteria and Indicators. Afterhours. Washington D.C
Marimin, Muhammad, A. D., Machfud, dan Muhammad P. I. F. P. 2013. Peningkatan Produktivitas Proses Budidaya karet Alam Dengan Pendekatan Green Productivity : Studi Kasus PT. XYZ. Agritech. 33(4) : 433-441.
Marimin, Machfud, Muh, A. D., Sri, M., Dede, R., Bangkit, W., Muh, P., I., dan Wibisono, A..2015. Teknik Dan Aplikasi Produktivitas Hijau (Green Productivity) Pada Agroindustri. IPB Press. Bogor
Marimin, MA Darmawan, Machfud, Puta, M.P., and Bangkit, W.. 2014. Value Chain Analysis For Green Productivity Improvement In The Natural Rubber Supply Chain : A Case Study. Journal of Cleaner Production. 85 : 201-211
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta
Marizka, D. A., Taufik, D., dan Yatna, A. 2015. A Model of Green Value Stream Mapping for Rubber Based Automotive Products. Sciences and Engineering Journal. 2(1):18-19.
49
Marizka, D.A., Taufik, D., and Yandra, A. 2015. A Model of Green Value Stream Mapping For Rubber Based Automotive Prducts. Science Journal and Engineering. 2(1) : 17-23
Matondang, Z. 2009. Validitas dan Reliabilitas suatu Instrumen Penelitian. Junal Tabularasa PPS UNIMED. 6(1): 87-97
Miflahah, I. 2010. Analisi Proses Pembuatan Pati Jagung (Maizena) Berbasis Neraca Massa. Jurnal Embryo. 7(1) :40-45
Nasibu, I. Z. 2009. Penerapan Metode AHP Dalam Sistem Pendukung Keputusan Penempatan Karyawan Menggunakan Aplikasi Expert Choice. Jurnal Pelangi Ilmu. 2(5) : 180-193
Rao, P. 2004. Green Productivity: A South East Asian Experience. International Journal of Operation and Production Management. 24(3) : 289-320.
Membuat Keripik Tempe Aneka Rasa. Penebar Swadaya. Jakarta
Santoso, H. B. 2008. Bisnis Tempe. Penerbit Kanisius. Yoyakarta
Santoso ,H., Viorie G. S., Yogie S., dan Hartono, A. P. 2015. Pemodelan dan
Simulasi Secara Tunak dan Dinamik pada Pengeringan dengan Rotary
Dryer . 2 : 1-8
Sarwono, B. 2007. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya. Jakarta
Subagyo, A. 2007. Studi Kelayakan. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Suder, A. 2006. Green Productivity and Management. PICMET 2006 Poceeding. Istanbul, turkey.
Susianto, dan Rita R. 2013. Fakta Ajaib Khasiat Tempe. Penebar Plus. Jakarta
Umar, H. 2003. Riset Sumber Daya Manusia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Wahyu, D. dan Ruzita, S. 2009. Analisis Energi Pada Sistem Rotary Kiln Unit Indarung IV PT. Semen Padang. Jurnal teknik Mesin.6(2) : 79-91
Wardana, S. 2008. Membuat Aplikasi Berbasis Pendekatan Sistem dengan Visual Basic Net 2008. PT Elex Media Komputindo. Jakarta
Widhiarti, R. P. 2014. Peningkatan Produktivitas Proses Produksi Ban dengan Pendekatan Produktivitas Hijau (Studi Kasus di PT. XYZ). IPB
(Skripsi).
50
Wills, B. 2009. Green Intentions: Creating a Green Value Stream to Compete and Win. Productivity Press. New York
Wulandari, M. T., Hermawan, dan Purwanto. 2013. Kajian Emisi CO2 Berdasarkan Penggunaan Energi Rumah Tangga Sebagai Penyebab Pemanasan Global (Studi Kasus Perumahan Sebantengan, Gedang Asri, Susukan RW 07 Kab. Semarang). J. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 1(2): 434-435.
Yasa, I. G. W. M. 2010. Ekonomi Hijau, Produksi Bersih dan Ekonomi Kreatif : Pendekatan Mencegah Resiko Lingkungan Menuju Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas Di Provinsi Bali. Jurnal Bumi Lestari. 10(2). 285-294