analisis pragmatik dalam kartun editorial “kabar

104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR BANG ONE” PADA PROGRAM BERITA TV ONE SKRIPSI SKRIPSI Oleh: NURYATI YULIANA NIM X1207043 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: dinhanh

Post on 16-Jan-2017

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR BANG ONE” PADA PROGRAM BERITA TV ONE

SKRIPSI

SKRIPSI

Oleh:

NURYATI YULIANA

NIM X1207043

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR BANG ONE” PADA PROGRAM BERITA TV ONE

Oleh:

NURYATI YULIANA

NIM X1207043

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 3: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK Nuryati Yuliana. X1207043. Analisis Pragmatik dalam Kartun Editorial “Kabar Bang One” pada Program Berita TV One. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Juni 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) konteks yang melatarbelakangi tuturan dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One; (2) praanggapan yang muncul dalam kartun editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One; (3) implikatur dalam kartun editorial “Bang One” pada program berita TV One; dan (4) bentuk-bentuk penyimpangan maksim kerjasama dalam kartun editorial “Bang One” pada program berita TV One. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang memusatkan pada pendeskripsian terhadap aspek-aspek penggunaan dan faktor-faktor yang melatarbelakangi konteks, praanggapan, implikatur dan penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumen dan wawancara. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat bentuk-bentuk konteks, praanggapan, implikatur, dan penyimpangan terhadap prinsip kerjasama yang terdapat dalam tayangan/ dokumen kartun editorial “Kabar Bang One”. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model interaktif. Validitas data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teori dan sumber. Berdasarkan analisis data hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Konteks yang melatarbelakangi kartun editorial Kabar Bang One dapat diidentifikasi berdasarkan konteks fisik, pengguna bahasa, topik pembicaraan, tujuan, media, dan nada. Secara keseluruhan kartun editorial Kabar Bang One dilatarbelakangi oleh konteks dengan karakteristik yang tidak hanya menghibur, tetapi juga cerdas dan aktual dalam menyampaikan pesan politik, sosial, maupun pendidikan; (2) Praanggapan yang muncul dalam kartun editorial Kabar Bang One didominasi oleh praanggapan faktif. Daya kemustahilan praanggapan tersebut tidak dapat dijelaskan dengan perlakuan semantik apa pun karena pengertian tersebut didasarkan pada kondisi faktual; (3) Implikatur dalam kartun editorial Kabar Bang One dapat dapat dijelaskan berdasarkan pemerian antara implikatur konvensional yang timbul dari komentar Bang One yang berusaha mengkomunikasikan makna, dan implikatur konversasional agar pernyataan yang disampaikan itu lebih santun dan ringan; dan (4) Penyimpangan terhadap prinsip kerjasama pada kartun editorial Kabar Bang One meliputi penyimpangan terhadap maksim kuantitas yang bertujuan untuk mendapatkan nilai kelucuan dan pesan khusus kepada pemirsa. Selanjutnya, penyimpangan terhadap maksim relevansi, maksim kualitas dan maksim pelaksanaan yang dilakukan dalam kartun editorial Kabar Bang One bertujuan untuk mengolah pengalihan dari topik yang diulas ke bentuk lain untuk memperkaya komentar.

Page 6: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT Nuryati Yuliana. X1207043. Pragmatic Analysis in Editorial Cartoons "Kabar Bang One " on TV One News Program. Thesis, Indonesia Department of Teacher Training and Education Faculty Sebelas Maret University Surakarta, June 2011. The purpose of this study was to describe and explain: (1) the context surrounding the speech in an editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One (2) the presupposition that appears in the editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One; (3) implikatur in editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One, and (4) forms of deviation maxims of cooperation in the editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One. This study used descriptive qualitative method that focuses on description of the aspects of use and the factors underlying the context, presuppositions, and deviations implicature principles of cooperation in the editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One. Samples were taken with a purposive sampling technique. Data collection techniques used were documents and interviewing techniques. The data was collected by way of noting the forms of context, presuppositions, implicature, and deviations from the principle of cooperation found in impressions / document editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One. Data analysis technique used is an interactive model of data analysis techniques. The validity of the data in this study using triangulation theory and sources. Based on the analysis of research data, it can be summed up as follows: (1) The context surrounding the news editorial cartoons Bang One can be identified based on the physical context, user language, subject, purpose, media, and tone. Overall Bang One editorial cartoon news against the backdrop of context with the characteristics that are not only entertaining, but also intelligent and actual in delivering political messages, social, and education (2) the presupposition that appear in editorial cartoons “Kabar Bang One” is dominated by the Factif presupposition. Power impossibility presuppositions can not be explained by any semantic treatment for such understanding based on factual conditions, (3) Implikatur in editorial cartoons “Kabar Bang One” can be explained based on the descriptions of the conventional impicature arising from Bang One comments is attempting to communicate meaning, and conversational implicature (implies) that the statement conveyed was more polite and mild, and (4) Violations of the principle of cooperation in editorial cartoons Kabar Bang One includes the aberration of the maxims of quantity which aims to get the value of humor and gave a special message to the viewers. Furthermore, the deviation from the maxims of relevance, quality and maxims implementation (how) conducted in news editorial cartoons Kabar Bang One aims to process the transfer of a featured topic to other forms (visual expression) to enrich the comments.

Page 7: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah

selesai dari urusan, kerjakan dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”.

(Q.S.Al Insyirah: 6-7)

“Kata-kata adalah bentuk tindakan, mampu mempengaruhi perubahan dan

artikulasi merepresentasikan pengalaman hidup yang lengkap"

(Ingrid Bengis)

Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang

harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka

menyukainya atau tidak.

(Aldous Huxley)

“Kehidupan, nadi dan nadanya ada bersama waktu. Lakukan yang terbaik tetapi

jangan pernah merasa menjadi yang paling baik”.

(Penulis)

Page 8: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan sebuah karya dari hasil kerjaku untuk jiwa

yang merangkul ragaku dan untuk orang-orang yang

menghiasi jejak-jejak nafasku. Tak pernah kuhenti ucap

syukur Alhamdulillah karena aku memiliki kalian. Skripsi ini

penulis persembahkan untuk:

1. Abah dan Ummi tersayang yang selalu memberikan

semangat, doa dan kasih sayang yang tak lekang oleh

waktu;

2. De`Dy, De’ Iin dan De’ Fajarku tersayang yang selalu

memberiku semangat dan inspirasi;

3. Mel, Zhie, Vien, Ash,Oem,Cit, Ika atas support yang

telah diberikan dan persahabatan yang indah;

4. Sahabat-sahabatku Lazuardi dan lainnya;

5. Teman-teman prodi Bastind angkatan 2007; dan

6. Almamater UNS.

Page 9: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik dan

hidayah-Nya, sehingga skipsi ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis

untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan.

Hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan

penulisan skipsi ini dapat diatasi berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,

atas segala bentuk bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta;

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Seni yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini;

3. Dr. Andayani, M.Pd, selaku Ketua Program Studi pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia dan Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan

pengarahan dengan bijaksana, serta motivasi sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik;

4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah

memberikan dukungan, semangat, dan bimbingan dalam penyusunan skripsi;

5. Drs. Edy Suryanto, M.Pd., selaku pembimbing akademik yang selama ini telah

memberikan bimbingan dan dukungan;

6. Bapak dan Ibu dosen di Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

yang dengan ikhlas berbagi ilmu dan pengalaman;

7. Abah dan Ummi tercinta, yang selalu memberikan dorongan baik moril

maupun spiritual, kasih sayang serta doa yang tak henti-hentinya mengiringi

penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

8. Direktur Pemberitaan dan redaktur TV One yang telah mengizinkan dan

membantu saya untuk memperoleh data penelitian; dan

9. Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 10: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari

Allah SWT. Amin.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,

namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya dan perkembangan ilmu pengetahuan pada khususnya.

Surakarta, Juni 2011

Penulis

Page 11: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................... i

PENGAJUAN ............................................................................................. ii

PERSETUJUAN ........................................................................................ iii

PENGESAHAN .......................................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................. v

MOTTO ...................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN ...................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ................................................................................. ix

DAFTAR ISI .............................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Pembatasan Masalah ................................................................. 6

C. Rumusan Masalah .................................................................... 7

D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7

E. Manfaat Penelitian .................................................................. 8

BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................... 9

A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 9

1. Hakikat Kartun .................................................................... 9

a. Pengertian Kartun ............................................................ 9

b. Klasifikasi Kartun ............................................................ 11

c. Bahasa Ungkap dalam Kartun Editorial ............................ 14

2. Hakikat Pragmatik ............................................................... 18

a. Pengertian Pragmatik ....................................................... 18

b. Situasi Tutur .................................................................... 20

c. Konteks ............................................................................ 22

Page 12: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

d. Praanggapan .................................................................... 25

e. Implikatur ........................................................................ 29

f. Prinsip Kerjasama ............................................................. 32

B. Penelitian yang Relevan ............................................................ 34

C. Kerangka Berpikir ..................................................................... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 38

A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 38

1. Tempat Penelitian ................................................................. 38

2 . Waktu Penelitian .................................................................. 38

B. Bentuk dan Strategi Penelitian .................................................. 38

C. Sumber Data ............................................................................. 39

D. Teknik Sampling (Cuplikan) ...................................................... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 40

F. Validitas Data ............................................................................. 41

G. Teknik Analisis Data ................................................................. 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 44

A. Deskripsi Latar Penelitian .......................................................... 44

B. Deskripsi Hasil Penelitian ......................................................... 45

1. Konteks yang Melatarbelakangi Kartun Editorial Kabar Bang

One pada Program Berita TV One......................................... 45

2. Praanggapan (presuposisi) yang Muncul dalam Kartun Editorial

Kabar Bang One pada Program Berita TV One ..................... 67

3. Implikatur dalam Kartun Editorial Kabar Bang One .............. 70

4.Bentuk-bentuk Penyimpangan Prinsip kerja Sama dalam Kartun

Editorial Kabar bang One....................................................... 75

C. Pembahasan Temuan Penelitian ................................................ 82

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................................... 88

A. Simpulan ................................................................................... 88

B. Implikasi ................................................................................... 89

C. Saran ......................................................................................... 91

Page 13: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 92

LAMPIRAN ............................................................................................... 96

Page 14: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kartun Komik......................................................................... 11

2. Kartun Gag (lelucon) ............................................................. 12

3. Kartun Animasi ...................................................................... 12

4. Kartun Editorial...................................................................... 13

5. Kerangka Berpikir ................................................................. 36

6. Analisis Model Data Interaktif Miles dan Hubberman........... 42

7. Kartun Bang One .................................................................. 44

Page 15: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan dalam Penelitian.................. 38

Page 16: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Data ....................................................................... 96

2. Kartu Identifikasi Data....................................................... 97

3. Rangkaian gambar kartun editorial..................................... 112

4. Transkrip Wawancara I....................................................... 136

5. Transkrip Wawancara II...................................................... 138

6. Biodata Informan I.............................................................. 140

7. Biodata Informan II............................................................. 141

Page 17: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR SINGKATAN

1. FF : Fakta vs Fiksi

2. SRPN : Senjata Renta Penjaga Negara

3. TBC : Tubercolosis/ Tuberkolosis

4. KJ : KPK vs Jaksa

5. AT : Antre Terus

6. MM : Mobil Mutakhir

7. GP : Golongan Putih

8. P : Pejuang

9. BB : Bersih-bersih

10. MPL : Melawan Pembalak Liar

11. JJW : Jangan Jebak Warga

12. MB : MA vs BPK

13. BS : Badut Senayan

14. H : Harmoko

15. EG : Efek Gayus

Page 18: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya bahasa dalam masyarakat bersifat konvensional sebagai

interaksi sosial serta bagian dari sistem, arti, bentuk dan ekspresi untuk

merealisasikan komunikasi. Oleh karena itu, dibutuhkan pembelajaran bahasa

yang dapat membuat komunikasi berlangsung secara efektif dan efisien. Namun,

banyak pengamat dan pemerhati pendidikan menilai pembelajaran bahasa

Indonesia belum sepenuhnya mampu merangsang siswa untuk berlatih berbahasa,

berpikir, dan melakukan curah pikir secara kritis, logis, dan kreatif. Padahal dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diterbitkan oleh Badan

Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) dikemukakan bahwa tujuan

pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar “siswa mampu berkomunikasi secara

efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun

tulis dan memahami bahasa Indonesia dan menggunakanya dengan tepat dan

kreatif untuk berbagai tujuan”. (BSNP, 2006)

Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh

karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah diarahkan untuk

meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun

tulisan. Bahasa sebagai sarana komunikasi digunakan dalam bermacam-macam

fungsi dan disajikan dalam konteks yang bermakna, tidak dalam bentuk kalimat-

kalimat lepas. Sebagai piranti untuk membangun hubungan dengan orang lain,

bahasa memiliki fungsi yang sangat bervariasi.

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, kajian pragmatik sebagai telaah

mengenai relasi antarbahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan

atau laporan pemahaman bahasa. Dengan demikian, ia merupakan telaah

mengenai kemampuan pemakai bahasa dalam menghubungkan serta

menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks secara tepat. Pragmatik merupakan

suatu kajian bahasa dengan melibatkan berbagai aspek di luar bahasa yang

mampu memberi makna. Kemampuan untuk mengkaji hal-hal di luar bahasa

Page 19: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

pastilah akan sangat membantu peserta didik (siswa) dalam mengaplikasikan

kompetensi berbahasa yang dimilikinya secara praktis dalam kondisi senyatanya.

Selain itu, bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam

seluruh proses berpikir ilmiah, dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat

komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik

pikiran yang yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Menggunakan

bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang

benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan tidak benar. Hal ini juga berlaku

dalam memahami atau memaknai sebuah informasi. Oleh karena itu, setiap

manusia harus dapat memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh

lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah

diujarkan oleh si penutur, tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran

tersebut. Hal ini patut dinilai kebenarannya karena pada penggunaan bahasa di

kehidupan sehari-hari sering terjadi salah paham (misunderstanding) yang

menyebabkan maksud dan informasi dari sebuah ujaran tidak tersampaikan

dengan baik.

Dalam lingkup yang luas (massa) informasi dapat disampaikan melalui

media massa baik lisan maupun tulisan. Dalam media lisan, pihak yang

melakukan tindak tutur adalah penutur (pembicara) dan mitra tuturnya

(penyimak); sedangkan dalam media tulis, tuturan disampaikan oleh penulis

(penutur) kepada mitra tuturnya, yaitu pembaca. Sementara, untuk tuturan melalui

media penutur dapat mengekspresikan tulisannya baik lisan maupun tulisan

dengan memanfaatkan media massa. Media massa yang dapat dimanfaatkan

untuk tuturan lisan adalah media elektronik, seperti televisi dan radio.

Media elektronik ternyata mendapat tempat yang paling dominan dalam

masyarakat. Daya akses yang mudah dan kemudahan dalam mencerna informasi

merupakan salah satu faktor mengapa orang lebih memilih televisi sebagai sumber

informasi utama bagi masyarakat. Terlepas dari pengaruh yang ditimbulkan baik

yang positif maupun yang negatif, pada dasarnya media televisi telah menjadi

cerminan budaya, tontonan bagi pemirsa di zaman berkembang pesatnya

informasi dan komunikasi sehingga sampai saat ini televisi menjadi media massa

yang paling banyak dikonsumsi. Oleh karena itu, pada umumnya setiap rumah

Page 20: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

tangga pasti telah memiliki televisi untuk dapat memberikan hiburan berupa

tontonan murah dan gratis (Darwanto, 2007:122).

Televisi menghadirkan berbagai bentuk program acara yang dikemas

sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian penonton, salah satunya adalah

info berita. Kemajuan teknologi digital saat ini menyebabkan program berita lebih

inovatif dan lebih aktual. Program berita kini tidak hanya berisi reportase dan

laporan kejadian dari berbagai peristiwa, namun juga disertai penyampaian opini

dari redaksi. Opini atau pendapat (wujud dari fungsi pers sebagai alat kontrol

sosial), opini ini bisa berupa opini umum (public opinion) dan bisa berupa opini

redaksi (desk opinion).

Setiap stasiun televisi yang menayangkan program berita biasanya

memiliki editorial policy atau kebijakan redaksi atas suatu peristiwa atau kasus-

kasus yang sedang terjadi. Kebijakan ini juga menunjukkan keberpihakan stasiun

TV tersebut dan sekaligus penerapan etika jurnalistik. Biasanya kebijakan redaksi

ini dikemas dalam bentuk paket berita yang sudah berlaku umum di televisi.

Namun, tim News TVOne melakukan hal berbeda dengan menayangkan editorial

policy lewat penggunan animasi kartun. Program berita di TV One menampilkan

tokoh kartun editorial pertama yang lahir di dunia broadcast Indonesia yang

dikenal dengan sebutan “Bang One” dalam program “Kabar Bang One” sebagai

media untuk menyampaikan opini yang menyorot segala macam persoalan. Dari

masalah kriminal, hukum, politik, ekonomi hingga urusan politik tingkat tingggi

dikritisi dengan karikatural (redaktur TV One).

Kartun editorial menyampaikan opini dalam situasi yang lebih santai.

Meskipun pesan-pesan di dalam kartun editorial sama seriusnya dengan pesan-

pesan yang disampaikan lewat berita, pesan-pesan kartun sering lebih menarik

dibandingkan berita utama sehubungan dengan sifatnya yang menghibur.

Gambar-gambar dan tulisan-tulisan dalam kartun dibuat lucu, menggelitik, dan

mengandung sindiran. Sebagai media ekspresi, kartun juga mengajak pemirsa

untuk berpikir kritis dan merenungkan pesan-pesan yang tersirat di dalamnya.

Tambahan pula kritikan-kritikan yang disampaikan secara jenaka tidak begitu

dirasakan melecehkan atau mempermalukan. Kartun editorial tidak bisa lepas dari

bahasa, karena tanpa bahasa komunikasi tidak dapat tersampaikan dengan baik.

Page 21: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Tanpa bahasa makna yang terkandung dalam kartun editorial tersebut sulit

dipahami oleh pemirsa. Bahasa yang digunakan dalam kartun editorial biasanya

berupa tuturan singkat yang dipadukan dengan gambar.

Penggunaan bahasa terutama dalam wacana kartun editorial memang

agak berbeda dengan penggunaan bahasa dalam berkomunikasi pada umumnya.

Dalam wacana kartun editorial sering dijumpai penggunan bahasa yang tidak

sesuai dengan prinsip atau aturan yang telah ada sehingga menjadikan bahasa

dalam kartun tersebut menjadi rancu dan menjadi sulit dipahami. Sebuah tuturan

yang terdapat dalam kartun editorial mempunyai makna yang berbeda-beda yang

dikaitkan dengan gambar. Sebuah kartun editorial dapat dilihat maknanya secara

tersirat atau penafsiran melalui gambar. Tuturan tanpa gambar dalam kartun opini

dapat menyulitkan penafsiran pemirsa.

Bahasa dan kartun merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. Keduanya merupakan bentuk yang saling mendukung satu sama lain,

bila salah satu unsur yang ada tidak ada dapat mengakibatkan ketidakwajaran

sehingga tujuan untuk penyampaian pesan menjadi tidak sempurna. Bahasa dalam

kartun ini mirip seperti sebuah permainan kata atau penggunaan kata atau susunan

kalimat yang aneh atau tidak wajar yang apabila tidak dipahami sering

mengakibatkan pelanggaran atau penyimpangan terhadap aturan yang telah ada.

Hal ini berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi haruslah

dipahami secara tepat oleh penutur dan mitratuturnya sehingga penggunaannya

tidak menimbulkan salah pengertian. Makna tersurat suatu ujaran dapat

dimengerti dengan mencari arti semantis kata-kata yang membentuk ujaran

tersebut. Sementara itu, untuk memahami makna tersirat suatu ujaran,

pengetahuan semantis saja tidaklah memadai, diperlukan pengetahuan pragmatik.

Pemilihan kajian pragmatik dalam penelitian ini dilandasi karena

penelitian ini memberikan kerangka kerja untuk menganalisis fungsi bahasa

dalam Kartun editorial melalui pendekatan pragmatik. Fungsi dan makna bahasa

yang tidak dapat dianalisis dalam pendekatan struktural dapat dijabarkan

melalui pendekatan pragmatik. Analisis dalam tataran struktural hanya

melihat bentuk bahasa (form). Bentuk dalam hal ini merupakan satuan-satuan

lingual (linguistic units) bunyi, suku kata, morfem, kata, frasa, klausa,

Page 22: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

kalimat, dan sebagainya. Walaupun makna terdapat di balik satuan-satuan

lingual itu, tetapi ilmu bahasa dengan pendekatan struktural hanya dapat

membahas makna dalam tataran makna literal atau tersurat, sedangkan dalam

tataran fungsi (function), makna bahasa dapat ditelaah, dianalisis sampai pada

makna non-literal, implisit, atau tersirat.

Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji tentang tindak tutur

yang juga mengkaji tentang cara berbicara atau cara melakukan komunikasi yang

baik dan benar sehingga pesan atau maksud dari pembicaraan tersebut dapat atau

bisa ditangkap oleh lawan bicara. Untuk mendapatkan pemahaman yang

komprehensif dibutuhkan pendekatan pragmatik yang meliputi tindak tutur,

prinsip kerja sama, implikatur, konteks dan praanggapan yang dimunculkan oleh

kartun editorial tersebut. Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam bahasa kartun

editorial para pengarang atau kartunis berusaha agar wacana yang diciptakan

dalam kartun sebanyak mungkin dapat menyimpang dari aturan yang telah ada.

Dalam pragmatik, pengkajian bahasa didasarkan pada penggunaan

bahasa bukan pada struktural semata. Wijana (1996:14) menyatakan bahwa

pragmatik menganalisis tuturan, baik tuturan panjang, satu kata atau injeksi. Ia

juga mengatakan bahwa pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari

struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana suatu kebahasaan itu digunakan

dalam komunikasi.

Kartun editorial dipilih karena berkenaan dengan isu-isu aktual, adanya

perbedaan kartun editorial dengan wacana yang lain, yaitu kartun sebagai wacana

yang singkat, sederhana, humoris, dan memuat informasi, dewasa ini kartun

editorial memegang peranan yang cukup penting dalam media massa. Isi media

pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai

perangkat dasarnya. Berdasarkan fungsinya, bahasa bukan saja sebagai alat

merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa

yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut, dengan arti

media massa mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang

dapat membentuk opini publik. Akibatnya, media massa mempunyai peluang

yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan

dari realitas yang dikonstruksikan. Dengan kata lain, dapat menciptakan

Page 23: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

peristiwa, menafsirkan dan mengarahkan kebenaran. Untuk itu, kajian ini

menelaah makna dan fungsi bahasa dalam lingkup kajian pragmatik. Selain itu,

penelitian ini menarik untuk dilakukan karena beragamnya konteks, praanggapan,

implikatur dan penyimpangan maksim kerjasama yang dimunculkan dalam kartun

editorial “Kabar Bang One”.

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,

diketahui bahwa permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini ternyata cukup

luas. Permasalahan tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Bagaimana relasi konteks antara bahasa dan kartun yang digunakan dalam

kartun editorial “Kabar Bang One”?

2. Bagaimana opini yang disajikan melalui kalimat-kalimat dan konteks dalam

kartun editorial “Kabar Bang One”?

3. Mengapa terjadi penyimpangan prinsip kerja sama dalam kartun editorial

“Kabar Bang One”?

4. Bagaimana penggunaan bahasa dalam kartun editorial “Kabar Bang One”

dalam kajian pragmatik?

5. Bagaimana kartun editorial “Kabar Bang One” diintegrasikan dalam

pembelajaran bahasa melalui kajian pragmatik?

Agar penelitian berjalan secara terarah dalam hubungannya dengan

pembahasan maka diperlukan pembatasan permasalahan yang diteliti. Pembatasan

ini setidaknya memberi gambaran ke mana arah penelitian dan memudahkan

peneliti dalam menganalisis permasalahan yang sedang diteliti. Penelitian ini

dibatasi pada pembahasan wacana dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada

stasiun televisi TV One. Dalam hal ini tidak hanya terbatas pada tuturan yang ada

dalam balon kata dalam percakapan antartokoh dalam kartun editorial saja,

melainkan ditinjau berdasarkan kajian pragmatik, berupa konteks, praanggapan,

implikatur, serta penyimpangan prinsip kerja sama yang muncul dalam wacana

kartun editorial “Kabar Bang One”.

D. Rumusan Masalah

Page 24: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah identifikasi konteks yang melatarbelakangi kartun

editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One?

2. Bagaimanakah praanggapan yang muncul dalam kartun editorial“Kabar Bang

One” pada program berita TV One

3. Bagaimanakah implikatur dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada

program berita TV One?

4. Bagaimanakah bentuk penyimpangan terhadap maksim kerjasama dalam

kartun editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai kajian pragmatik kartun editorial “Bang One” pada

program berita TV One ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang

analisis bidang pragmatik, terutama jenis implikatur, konteks, maksim kerja sama,

praanggapan, serta maksud dan tujuan bahasa dalam kartun editorial.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan dan menjelaskan konteks yang melatarbelakangi

tuturan dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita

TV One.

b. Mendeskripsikan dan menjelaskan praanggapan yang muncul dalam

kartun editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One.

c. Mendeskripsikan dan menjelaskan implikatur dalam kartun editorial

“Bang One” pada program berita TV One.

d. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk penyimpangan maksim

kerjasama dalam kartun editorial “Bang One” pada program berita TV

One.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara teoretis

maupun praktis. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:

Page 25: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas terhadap

pembaca mengenai konteks, praanggapan,implikatur, dan prinsip kerjasama

di dalam kartun editorial Bang One pada program berita TV One.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa

Menambah pengetahuan tentang kartun editorial yang ada pada saat ini,

baik dalam isi atau pesan, konteks, praanggapan, implikatur, dan bentuk

penyimpangan maksim kerja sama dan faktor penyebab penyimpangan

tersebut.

b. Bagi pengajar bahasa Indonesia

Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan pengajaran

bahasa pada umumnya dan memperkaya khasanah ilmu pragmatik pada

khususnya.

c. Bagi peneliti lain

Memberi peluang bagi peneliti bahasa selanjutnya agar meneliti dan

mengkaji lebih dalam tentang analisis pragmatik pada kartun editorial dan

menginspirasi peneliti lain untuk mengkaji bidang pragmatik.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Kartun

a. Pengertian Kartun

Kartun (Cartoon) berasal dari bahasa Italia cartone, yang artinya kertas.

Pada mulanya kartun adalah penamaan bagi sketsa pada kertas a lot (stout paper)

sebagai rancangan atau desain untuk lukisan kanvas atau dinding. Pada saat ini

Page 26: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

kartun adalah gambar yang bersifat dan bertujuan sebagai humor satir (Wijana,

2004 : 4). Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi atau simbolik,

mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul dalam

publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti masalah politik atau

masalah publik. Namun masalah-masalah sosial kadang juga menjadi target,

misalnya dengan mengangkat kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa olahraga,

atau mengenai kepribadian seseorang (Setiawan, 2002:34). Dengan kata lain,

kartun merupakan metafora visual hasil ekspresi dan interpretasi atas lingkungan

sosial politik yang tengah dihadapi oleh pembuatnya.

Media kartun biasanya disajikan sebagai selingan setelah para pembaca

menikmati rubrik-rubrik atau artikel yang lebih serius. Melalui kartun, para

pembaca dibawa ke dalam situasi yang lebih santai. Meskipun pesan-pesan di

dalam beberapa kartun sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan

lewat berita dan artikel, namun dengan kartun dapat dengan mudah dicerna dan

dipahami maknanya. Walaupun bukanlah menjadi tujuan utama orang dalam

membaca suatu surat kabar kehadiran kartun sebagai bagian dari rubrik dari surat

kabar. Kehadiran kartun harus diakui mampu menyampaikan pesan yang amat

luas, mendalam, dan tajam dalam menyikapi kondisi real yang berkembang di

masyarakat kita.

Menurut Anderson (Wijana, 2004 : 5), aspek pertentangan dalam tradisi

penciptaan kartun sebenarnya bukanlah lebih mementingkan naluri untuk

mengkritik, melainkan lebih menekankan fakta-fakta historis bahwa masyarakat

telah memasuki bentuk komunikasi politik yang modern, dan tidak lagi

mempergunakan kekuatan atau kekuasaan. Seperti kutipan ini :” Cartoons were a

way of creating collective consciences by people without acces of bureaucratic or

other institutionalized forms of political muscle”.

Kartun editorial adalah alat untuk menciptakan kesadaran kolektif tanpa

harus memasuki birokrasi atau berbagai bentuk kekuatan politik. Kartun, seperti

halnya film merupakan bentuk komunikasi politik biasanya diciptakan sebagai

reaksi terhadap peristiwa sejarah tertentu sehingga memungkinkan digali atau di

cari isi faktanya. Penggunaan istilah antara karikatur dan kartun masih sering

digunakan dan menjadikan keduanya rancu. Karikatur diartikan sebagai gambar

Page 27: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

sindir serius (satire), sedangkan kartun hanyalah gambar lucu (Sibarani, 2001:9-

11). Masyarakat selama ini menganggap karikatur sama dengan kartun yang

bersifat atau bertujuan mengkritik atau menyindir, sedangkan pengertian kartun

sering di batasi hanya pada gambar bermuatan humor. Sebenarnya karikatur

hanyalah bagian dari kartun dengan ciri deformasi atau distorsi wajah, biasanya

wajah manusia (tokoh) yang dijadikan sasarannya. Noerhadi di dalam artikelnya

yang berjudul kartun dan karikatur sebagai wahana kritik sosial mendefinisikan

kartun sebagai suatu bentuk tanggapan lucu dalam citra visual (Wijana, 2004 : 7).

Konsep kartun berbeda dengan karikatur. Tokoh-tokoh kartun bersifat

fiktif yang dikreasikan untuk menyajikan komedi-komedi sosial serta visualisasi

jenaka. Sementara itu, tokoh-tokoh karikatur adalah tokoh-tokoh tiruan lewat

pemiuhan (distortion) untuk memberikan persepsi tertentu kepada pembaca

sehingga sering kali disebut portrait caricature. Kata karikatur (caricature)

berasal dari bahasa Italia caricatura, yang artinya memberi muatan atau beban

tambahan, yang direka adalah tokoh-tokoh politik atau orang-orang yang karena

peristiwa tertentu menjadi pusat perhatian. Dalam hal ini deformasi jasmani

tokoh-tokohnya itu tidak selamanya dimaksudkan sebagai sindiran, melainkan

dapat juga hanya untuk menampilkannya secara humoristis.

b. Klasifikasi Kartun

Sebagai bentuk komunikasi grafis, kartun merupakan suatu gambar

interpretatif yang menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan suatu pesan

secara cepat dan ringkas. Kartun biasanya hanya mengungkapkan esensi pesan

yang harus disampaikan dan menuangkanya ke dalam gambar sederhana dengan

simbol dan karakter. Berikut adalah ciri kartun, antara lain: (1) menggunakan

gambar yang ringkas; (2) tidak banyak menggunakan kata; (3) mudah dikenali;

dan (4) memiliki pesan aktual.

Dalam The Encyclopaedia of Cartoons (Horn, 1980:15-24), pengertian

cartoon dibagi lagi menjadi empat jenis sesuai dengan kegiatan yang ditandainya,

yaitu : (1) comic cartoon; (2) gag cartoon untuk lelucon sehari-hari; (3) Political

Page 28: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Cartoon untuk gambar sindir politik; dan (4) Animated Cartoon untuk film kartun

Berikut adalah penjelasannya.

1) Comic Cartoon (kartun komik). Merupakan perpaduan antara seni dan

gambar seni sastra. Komik terbentuk dari rangkaian gambar yang secara

keseluruhan merupakan rentetan suatu cerita yang pada tiap gambar

terdapat balon ucapan sebagai narasi dengan tokoh/ karakter yang mudah

dikenal. Sebagai contoh comic cartoon dapat dilihat pada Gambar 1

berikut ini.

Gambar 1. Kartun Komik (Benny & Mice dalam www.tantomo.co.cc)

2) Gag Cartoon ( kartun gag/ lelucon). Gambar kartun yang dimaksud hanya

sekadar gambar lucu tanpa maksud untuk mengulas permasalahan atau

suatu peristiwa aktual. Sebagai contoh kartun Gag dapat dilihat pada

Gambar 2 berikut ini.

Page 29: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Gambar 2. Kartun Gag /lelucon (www.duniakartun.com)

3) Animated Cartoon (kartun animasi). Kartun yang dapat bergerak secara

visual dan bersuara. Biasanya terdiri daripada susunan gambar yang

ditayangkan dan merupakan bagian penting industri perfilman. Sebagai

contoh animated cartoon dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Kartun Animasi (Upin dan Ipin dalam www.lescopaque.com)

4) Political Cartoon (kartun politik/ editorial). Merupakan gambar sindiran

yang mengomentari berita dan isu yang sedang ramai dibahas di

masyarakat pada masanya. Sebagai contoh political cartoon dapat dilihat

pada Gambar 4 berikut ini.

Page 30: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Gambar 4: Kartun politik/ editorial (www.inilah.com)

Kartun politik biasa disebut dengan istilah kartun editorial, biasanya

membicarakan masalah politik atau peristiwa aktual. Dalam kartun politik,

seringkali muncul figur dari tokoh terkenal yang dikaitkan dengan tema yang

sedang hangat-hangatnya yang terjadi di dalam masyarakat. Karikatur bisa saja

muncul dalam sebuah karya kartun editorial untuk menampilkan tokoh yang

disindir (Priyanto,2005:4).

Banyak orang yang tidak membaca edisi surat kabar atau menyimak berita

dengan seksama akan tetapi mengikuti kartunnya secara tetap. Inilah salah satu

sisi keunggulan kartun dalam menginformasikan berita yang sebenarnya

merupakan kritikan yang keras tetapi karena dikemas menjadi sebuah kartun

editorial yang sifatnya jenaka maka kritikan tersebut seolah-olah menjadi lelucon

tetapi tetap mengenai sasaran.

Kartun yang menjadi bahan penelitian skripsi ini adalah kartun editorial

Kabar Bang One yang berisi sindiran terhadap polah tingkah tokoh masyarakat,

kebijakan pemerintah, ataupun berita maupun isu yang sedang ramai dibicarakan.

Karena ditampilkan secara rutin pada program berita TV One, maka kartun

tersebut dianggap sebagai sikap dan opini redaksi, sejalan dengan misi media

yang memuatnya. Melalui ungkapan kartun editorial dapat dipahami bagaimana

hubungan media dengan masyarakat, dengan pemerintah, dan dapat dipelajari

budaya komunikasi masyarakat pada tempat dan saat tertentu.

Page 31: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

c. Bahasa Ungkap dalam Kartun Editorial

Kartun editorial dipandang sebagai lahan untuk melempar kritik. Melalui bentuknya

yang visual dan total maka ungkapannya segera dapat ditangkap dibandingkan tulisan

yang linear. Kekuatan ini yang dimanfaatkan surat kabar untuk menampilkan opini.

Kartun menjadi opini visual dari pandangan dan kebijakan surat kabar. Kartun editorial

dalam posisi ini dimanfaatkan sebagai media kritik terhadap kebijakan maupun ideologi

yang tak sepaham, pun pihak lawan politik yang kebetulan sedang berkuasa. Dalam

situasi politik yang berimbang, nyaris tak ada tekanan untuk beropini terbuka baik

dengan bahasa verbal maupun non-verbal

1) Bahasa Verbal

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan

satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal

(Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol,

dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang

digunakan dan dipahami suatu komunitas.

Penggunaan bahasa verbal adalah aspek lingusitik yang seringkali tidak

dapat dihindari dalam tampilan sebuah karya kartun. Pemanfaatan unsur-

unsur verbal seperti kata, frasa, kalimat, wacana disamping gambar-gambar

jenaka sangat diperlukan sebagai unsur terpenting dalam kartun. Dalam

kartun sering terdapat ungkapan-ungkapan khas yang menempati wilayah

diantara visual dan verbal, yaitu bentuk-bentuk gambar yang telah menyimbol

atau sebaliknya bentuk tulisan yang mengikon. Menurut Basnendar (2007)

ungkapan-ungkapan ini dikenal sebagai quipu (tanda atau simbol), dan

onomatopea. Bentuk quipu yang menonjol adalah balon dan panel. Balon

menunjukkan ucapan atau pikiran suatu objek, dan panel menunjukkan

pemisahan waktu dan ruang.

Ada beberapa cara di dalam kartun untuk menampilkan tulisan atau huruf

secara visual, yakni : sebagai judul yang ditulis besar dan biasanya terletak

diatas, sebagai caption (keterangan gambar), sebagai balon kata (berisi

dialog), sebagai identitas nama atau ”label” (identifikasi tertulis yang

diletakkan pada objek), dan sebagai onomatopea (peniruan verbal pada bunyi

tanpa arti seperti gubrak, hmm) (Priyanto, 2005:116).

Page 32: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa

verbal dalam kartun editorial berupa simbol atau teks verbal dalam bentuk

balon kata atau simbol, salah satunya adalah pemasangan label nama yang

diterakan pada orang atau pun benda pada kartun editorial, hal ini bertujuan

untuk mempermudah dalam mengartikan dan memahami konteks kartun

editorial tersebut.

2) Bahasa Non-verbal

Komunikasi non-verbal sering dipergunakan untuk menggambarkan

perasaan dan emosi, komunikasi non-verbal biasanya disebut komunikasi

tanpa kata (karena tidak berkata-kata). Karakteristik dari komunikasi non-

verbal adalah pemaknaan pesan non-verbal maupun fungsi non-verbal

memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya. Pemaknaan (meanings)

merujuk pada cara interprestasi suatu pesan; sedangkan fungsi (functions)

merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi.

Duncan (dalam Liliweri, 1994:114) menjelaskan pembagian dimensi

bahasa non-verbal menjadi enam jenis, yaitu : gerakan tubuh: misalnya

perilaku kinesik: gestures dan gerakan anggota tubuh termasuk ekspresi

wajah, gerakan mata, dan postur tubuh, paralinguistik: kualitas suara,

pengaruh ujaran, suara-suara seperti tertawa, teriakan, berdengung,

proksemik: persepsi pribadi maupun sosial terhadap cara penggunaan ruang

dan jarak fisik ketika berkomunikasi, penciuman, kepekaan kulit, penggunaan

artefak seperti pakaian dan kosmetik.

Untuk penelaahan karya kartun, pengamatan untuk bahasa non-verbal

kinesik dan pesan artifaktual akan membantu untuk mengkaji dan mengetahui

makna dari kartun tersebut, seperti menurut Bellak dan Baker (1981) dalam

Liliweri (1994:143-148) ada tiga macam bentuk dan tipe gerakan tubuh,

yaitu :

a) Kontak mata (Gaze). Kontak mata juga mengacu pada sesuatu yang

disebut dengan gaze yang meliputi suatu keadaan penglihatan secara

langsung antar orang (selalu pada wilayah wajah) di saat sedang

berbicara.

Page 33: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

b) Ekspresi wajah. Didalamnya meliputi raut wajah yang dipergunakan

untuk berkomunikasi secara emosional atau bereaksi terhadap suatu

pesan. Wajah setiap orang selalu menyatakan hati dan perasaannya.

Wajah ibarat cermin dari pikiran, dan perasaan. Melalui wajah orang juga

bisa membaca makna suatu pesan. Pernyataan wajah menjadi masalah

ketika (1) ekspresi wajah tidak merupakan tanda perasaan; atau (2)

ekspresi wajah yang dinyatakan tidak seluruhnya/tidak secara total

merupakan tanda pikiran dan perasaan.

c) Gestures. Gestures merupakan bentuk perilaku non verbal pada gerakan

tangan, bahu, dan jari-jari. Penggunaan anggota tubuh secara sadar

maupun tidak sadar yang berfungsi untuk menekankan suatu pesan.

Ternyata manusia mempunyai banyak cara dan bervariasi dalam

menggerakan tubuh dan anggota tubuhnya ketika mereka sedang

berbicara. Mereka yang cacat bahkan berkomunikasi hanya dengan

tangan saja. Gerakan tubuh dapat dikategorikan menjadi beberapa macam

tipe, yakni :

(1) Affect display. Perilaku affect display selalu mengambarkan

perasaan dan emosi. Wajah merupakan media yang paling banyak

digunakan untuk menunjukkan reaksi terhadap pesan yang

direspons.

(2) Emblem. Merupakan terjemahan pesan non verbal yang

melukiskan sesuatu makna bagi suatu kelompok sosial.

(3) Ilustrator atau tanda-tanda non verbal dalam komunikasi. Tanda

ini merupakan gerakan anggota tubuh yang menjelaskan atau

menunjukkan contoh sesuatu. Seorang tukang parkir

menggambarkan dan mengarahkan jalan dengan cara

menggerakkan tangan ke depan dan belakang.

(4) Adaptor. Sebuah gerakan anggota tubuh yang bersifat spesifik.

Pada mulanya gerakan ini berfungsi untuk menyebarkan atau

membagi ketegangan anggota tubuh, misalnya meliuk-meliukan

tubuh, memulas tubuh, menggaruk kepala, dan loncatan kaki.

Sebagai contoh gerakan mengusap-usap kepala orang lain sebagai

Page 34: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

tanda kasih sayang (alters adaptors), sedangkan gerakan

menggaruk kepala untuk menunjukkan kebingungan (self

adaptors).

(5) Regulator. Gerakan yang berfungsi mengarahkan, mengawasi,

mengkoordinasi interaksi dengan seksama. Sebagai contoh, kita

menggunakan kontak mata sebagai tanda untuk memperhatikan

orang lain yang sedang berbicara dan mendengarkan orang lain.

Ketika berkomunikasi non-verbal maka banyak orang mempelajari

mengenai pernyataan diri dengan melalui tanda dan simbol yang memberikan

pesan tertentu. Salah satu bentuk pernyataan diri adalah pakaian. Sebagai

pesan artifaktual, adalah pakaian akan membentuk citra tubuh. Pakaian

merupakan salah satu bentuk daya tarik fisik yang melekat pada tubuh

seseorang. Orang bisa menerka ekspresi emosi dan perasaan melalui pakaian

dan asesories yang melengkapinya. Dalam kartun pemanfaatan ini biasanya

dilakukan dari tampilan sosok, anggota badan, proporsi tubuh, selain atribut

(pakaian) sebagai ciri, dan yang biasa kita temukan orang kaya digambarkan

dengan perut gendut, dan orang susah dengan badan kurus kecil.

2. Hakikat Pragmatik

a. Pengertian Pragmatik

Pragmatik mulai berkembang dalam bidang kajian linguistik pada tahun

1970-an. Kehadirannya dilatarbelakangi oleh adanya ketidakpuasan terhadap

kaum strukturalis yang hanya mengkaji bahasa dari segi bentuk, tanpa

mempertimbangkan bahwa satuan-satuan kebahasaan itu sebenarnya hadir dalam

konteks yang bersifat lingual maupun ekstralingual. Pragmatik (pragmatics)

adalah merupakan kajian atau makna yang muncul dalam penggunaan bahasa.

Pragmatik didefinisikan berbeda-beda menurut pandangan berbagai pakar.

Pragmatik adalah kajian tentang arti yang disampaikan atau dikomunikasikan oleh

pembicara dan diinterpretasikan oleh pendengar. Dengan kata lain pragmatik

mencakup kajian makna yang dikomunikasikan oleh pemakai bahasa. Arti atau

makna yang disampaikan oleh pemakai bahasa melebihi dari makna yang terucap

dalam tulisan.

Page 35: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Perkembangan lebih lanjut tentang pragmatik memunculkan berbagai

batasan. Leech (dalam terjemahan Oka, 1993:32) mengemukakan bahwa,

“Pragmatik merupakan studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-

situasi ujar atau speech situations.” Lubis (1993:4) menambahkan bahwa bahasa

merupakan gejala sosial dan pemakaiannya jelas banyak ditentukan oleh faktor-

faktor nonlinguistik. Faktor linguistik saja seperti kata-kata, kalimat-kalimat saja

tidak cukup untuk melancarkan komunikasi.

Menurut Levinson (dalam Tarigan, 1990:33), pragmatik merupakan

telaah mengenai relasi antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar bagi

suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa. Dengan kata lain, pragmatik

adalah telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta

menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Pendapat lain

dikemukakan oleh Wijana (1996:14) bahwa pragmatik menganalisis tuturan, baik

tuturan panjang, satu kata atau injeksi. Ia juga mengatakan bahwa pragmatik

sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal,

yakni bagaimana suatu kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Gunarwan

(dalam Rustono, 1999:4) menambahkan bahwa pragmatik adalah bidang

linguistik yang mengkaji hubungan (timbal-balik) fungsi ujaran dan bentuk

(struktur) kalimat yang mengungkapkan ujaran.

Penerapan pragmatik dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui

dengan menganalisis bentuk-bentuk penggunaan bahasa baik secara lisan maupun

tulisan yang berwujud tuturan. Menurut Cruse (dalam Cummings, 2007:3),

pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam

pengertian yang luas) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan

oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang

digunakan, namun (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada

makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat

penggunaan bentuk-bentuk tersebut (penekanan ditambahkan). Dalam tulisan Tri

Sulistyaningtyas, (Yule, 1996:3) menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (a)

bidang yang mengkaji makna pembicara; (b) bidang yang mengkaji makna

menurut konteksnya; (c) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang

diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasi-kan oleh

Page 36: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

pembicara; (d) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang

membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik

merupakan cabang ilmu bahasa yang mengkaji segala aspek makna tuturan

berdasarkan maksud penutur yang dihubungkan dengan konteks bahasa dan

konteks nonbahasa. Konteks ini sangat mempengaruhi makna satuan bahasa,

mulai dari kata sampai pada sebuah wacana.

Pemahaman terhadap konteks merupakan salah satu ciri kajian

pragmatik. Untuk memahami bahwa kartun tersebut tidak semata-mata sebagai

editorial tetapi juga mengandung maksud dan tujuan, diperlukan pemahaman

terhadap konteks yang melatarbelakanginya. Alasan pemilihan kajian pragmatik

dalam mengkaji kartun editorial Kaba Bang One dilandasi karena penelitian ini

memberikan kerangka kerja untuk menganalisis fungsi bahasa dalam kartun

editorial. Fungsi dan makna bahasa yang tidak dapat dianalisis dalam

pendekatan struktural dapat dijabarkan melalui pendekatan pragmatik.

Analisis dalam tataran struktural hanya melihat bentuk bahasa (form). Bentuk

dalam hal ini merupakan satuan-satuan lingual (linguistic units) bunyi,

sukukata, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan sebagainya. Walaupun

makna terdapat di balik satuan-satuan lingual itu, tetapi ilmu bahasa dengan

pendekatan struktural hanya dapat membahas makna dalam tataran makna

literal atau tersurat, sedangkan dalam tataran fungsi (function), makna bahasa

dapat ditelaah, dianalisis sampai pada makna non-literal, implisit, atau

tersirat.

Kajian pragmatik digunakan untuk mengeksplisitkan norma-norma

dan aturan-aturan bahasa yang implisit, dengan menelaah aspek-aspek tindak

tutur, deiksis, presuposisi, dan implikatur. Hal ini diperkuat dengan pendapat

Dowty (melalui Tarigan, 1990:33) bahwa pragmatik merupakan telaah mengenai

ujaran langsung dan tak langsung, presuposisi, implikatur, konvensional dan

konversasional sehingga kajian pragmatik dipandang paling ideal dalam

menganalisis kartun editorial dalam skripsi ini. Kajian pragmatik dipergunakan

untuk memahami strategi yang digunakan Bang One untuk menyampaikan

Page 37: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

pandangan dalam kartun editorial tersebut. Implikatur dan tindak tutur banyak

dimanfaatkan Bang One untuk menciptakan praanggapan bagi penonton.

b. Situasi Tutur

Pragmatik merupakan kajian bahasa yang mencakup tataran

makrolinguistik. Hal ini berarti bahwa pragmatik mengkaji hubungan unsur-unsur

bahasa yang dikaitkan dengan pemakai bahasa, tidak hanya pada aspek

kebahasaan dalam lingkup ke dalam saja. Tataran pragmatik lebih tinggi

cakupannya. Secara umum, pragmatik dapat diartikan sebagai kajian bahasa yang

telah dikaitkan dengan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa

dalam hubungannya dengan pengguna bahasa. Pragmatik terpola dan berkaitan

dengan ilmu lain sehingga menelurkan beberapa kajian. Kajian dalam bidang

pragmatik sangat beragam. Bidang kajian itu meliputi: variasi bahasa, tindak

bahasa, implikatur, percakapan, teori deiksis, praanggapan, analisis wacana dan

lain-lain. Bidang kajian tersebut memiliki lingkup kajian yang lebih sempit.

Seluruh bidang kajian ini tentu berpokok pada penggunaan bahasa dalam konteks.

Leech (1993:19) menjelaskan bahwa aspek yang perlu diperhatikan dalam

sebuah konteks adalah situasi tutur, dalam mengkajinya perlu dipertimbangkan

beberapa aspek seperti di bawah ini.

1) Penutur dan lawan tutur

Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penyampai informasi

dan penonton bila tuturan yang bersangkutan dikomunikasikan dalam

bentuk visual.

2) Konteks tuturan

Konteks di sini meliputi semua latar belakang pengetahuan yang

diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh penutur dan lawan tutur,

serta yang menunjang interpretasi lawan tutur terhadap apa yang dimaksud

penutur dengan suatu ucapan tertentu.

3) Tujuan tuturan

Setiap situasi tuturan atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan

tertentu pula. Kedua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur terlibat

dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.

4) Tuturan sebagai bentuk tindakan dan kegiatan tindak tutur

Page 38: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Dalam pragmatik ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan yaitu

kegiatan tindak ujar.

5) Tuturan sebagai produk tindak verbal

Dalam pragmatik tuturan mengacu kepada produk suatu tindak verbal, dan

bukan hanya pada tindak verbalnya itu sendiri. Jadi, yang dikaji oleh

pragmatik bukan hanya tindak ilokusi, tetapi juga makna atau kekuatan

ilokusinya.

Penutur dan lawan tutur biasanya terbantu oleh keadaan di sekitar

lingkungan tuturan itu. Keadaan semacam ini, termasuk juga tuturan-tuturan

yang lain, disebut peristiwa tutur. Pengertian peristiwa tutur yang lain

menyatakan bahwa peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik

dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua belah pihak, yaitu

penutur dan lawan tutur dengan satu pokok pikiran dalam waktu, tempat dan

situasi tertentu (Chaer, 1995: 61).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa situasi tutur

merupakan hubungan unsur-unsur bahasa yang dikaitkan dengan pemakai

bahasa, berdasarkan aspek yang berpengaruh terhadap pemahaman konteks

yang terdiri dari (1) penutur dan lawan tutur; (2) konteks tuturan; (3) tujuan

tuturan; (4) tuturan sebagai bentuk tindakan dan kegiatan tindak tutur; dan (5)

tuturan sebagai produk tindak verbal

c. Konteks

Cummings (2007:5) mengungkapkan bahwa definisi pragmatik yang

lengkap tidak akan lengkap apabila konteksnya tidak disebutkan. Konteks adalah

benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi

penggunaan bahasa. Perhatikan defenisi pragmatik berikut:

Pragmatics is the study of the relations between language and context that are

basic to an account of language understanding (Levinson, 1983:21).

‘Pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks sebagai

dasar pertimbangan untuk memahami bahasa.’

Berdasarkan definisi tersebut jelas sekali bahwa pragmatik itu memang

harus mengkaji bahasa dan konteks secara bersamaan Dalam tata bahasa konteks

Page 39: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

tuturan itu mencakupi semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan dengan

tuturan yang diekspresi. Konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan dengan

tuturan lain, biasa disebut ko-teks. Sementara itu, konteks latar sosial lazim

dinamakan konteks. Di dalam pragmatik konteks itu berarti semua latar belakang

pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks ini

berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin

dinyatakan oleh penutur.

Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa

konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian

teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut

konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti

partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa

lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog atau polilog).

Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan

bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain,

pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks

yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.

Wujud konteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, paragraf, dan

bahkan wacana. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa

unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan,

partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah

pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa.

Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan

waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan

sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau

dialek yang digunakan dalam wacana.

Konteks wacana terdiri atas berbagai unsur seperti situasi, pembicara,

pendengar, waktu, tempat, adegan, peristiwa, topik, bentuk amanat, kode, dan

sarana (dalam Dardjowidjojo, 2003 : 421).

Konteks pemakaian bahasa dibedakan menjadi empat macam (Lubis,

1993: 58), yaitu :

Page 40: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

1) Konteks fisik, yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam

suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu

dan tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu.

2) Konteks epistemis atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama

diketahui oleh pembicara atau pendengar.

3) Konteks linguistik, yang terdiri dari kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan

yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa

komunikasi.

4) Konteks sosial, yaitu relasi sosial dan latar seting yang melengkapi

hubungan antara pembicara dengan pendengar.

Keempat konteks tersebut mempengaruhi kelancaran komunikasi. Ciri-ciri

konteks harus dapat diidentifikasikan untuk menangkap pesan si pembicara.

Dengan konteks linguistik, kita dapat berkomunikasi dengan baik, namun harus

dilengkapi dengan konteks fisiknya, yaitu di mana komunikasi itu terjadi, apa

objek yang dibicarakan dan begitu juga bagaimana tindakan si pembicara. Kita

pun harus melengkapi dengan konteks sosial dan epistemiknya.

Sejalan dengan pernyataan tersebut Nurkamto (2002:2) memberikan

penjabaran konteks berdasarkan pendapat Hymes meliputi enam dimensi.

Pertama, tempat dan waktu (setting); seperti di ruang kelas, di pasar, stasiun,

masjid, dan warung kopi. Kedua, pengguna bahasa (participants); seperti dokter

dengan pasien, dosen dengan mahasiswa, penjual dengan pembeli, menteri dengan

presiden, dan anak dengan orang tua. Ketiga, topik pembicaraan (content); seperti

pendidikan, kebudayaan, politik, bahasa, dan olah raga. Keempat, tujuan

(purpose); seperti bertanya, menjawab, memuji, menjelaskan, dan menyuruh.

Kelima, nada (key); seperti humor, marah, ironi, sarkastik, dan lemah lembut.

Keenam, media/saluran (channel); seperti tatap muka, melalui telepon, melalui

surat, melalui e-mail, dan melalui telegram. Peneliti memutuskan untuk

menggunakan deskripsi konteks tersebut karena lebih spesifik dan mudah untuk

dipahami.

Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur

kalimat, tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu

konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik. Tiga manfaat konteks dalam

Page 41: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

analisis wacana, yaitu: (1) penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu

pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik; (2) penggunaan konteks

untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan

ditentukan oleh konteks wacana; dan (3) penggunaan konteks untuk mencari

bentuk tak terujar, yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis

adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.

Dari penjelasan tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa makna yang

dikaji dalam pragmatik pada prinsipnya berkaitan dengan maksud penutur

(speaker meaning). Oleh sebab itu, pemakaian konteks pada hakikatnya adalah

semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama penutur dan lawan

tutur (Yule, 2006:146).

Melalui beberapa penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa maksud

ataupun tujuan pembicara akan dipahami dan dapat dimengerti melalui konteks

yang berupa tempat dan waktu (setting); Kedua, pengguna bahasa (participants);

Ketiga, topik pembicaraan (content); Keempat, tujuan (purpose); Kelima, nada

(key); dan Keenam, media/saluran (channel); seperti tatap muka, melalui

telepon,antara penutur dan lawan tutur. Berkaitan dengan penelitian ini untuk

memahami makna kartun editorial diperlukan pemahaman terhadap konteks-

konteks tersebut.

d. Praanggapan (Presuposisi)

1) Pengertian Praanggapan

Presuposisi atau praanggapan berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam

bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti

sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan

sebelumnya tentang lawan bicara atau yang dibicarakan. Selain definisi tersebut

beberapa definisi lain tentang praanggapan diantaranya adalah Levinson (dalam

Nababan, 19887: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan

maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau

pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan

mempunyai makna. Lubis (1991:59) mengatakan bahwa yang disebut presuposisi

(praanggapan) adalah hakikat rujukan yang dirujuk oleh kata atau frasa atau

kalimat. Maksudnya kalau ada suatu pernyataan, maka selalu ada presuposisi

Page 42: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

bahwa nama-nama (atau kata benda) yang dipakai baik secara sederhana maupun

majemuk mempunyai suatu rujukan.

Cummings (2007: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-

asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik

tertentu. Nababan (1987: 46) memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar

atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan

bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna

bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara

menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan

makna atau pesan yang dimaksud. Kridalaksana (dalam Sarwidji, dkk. 1996: 40)

memberi batasan praanggapan sebagai syarat yang diperlukan bagi benar tidaknya

suatu kalimat.

Yule ( 2006: 43) menegaskan bahwa presupposisi adalah suatu yang

diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan.

Yang menghasilkan presupposisi adalah penutur bukan kalimat Kita dapat

mengindentifikasi sebagai informasi yang diasumsikan secara tepat. Sebenarnya

semua presupposisi ini menjadi milik penutur dan semua anggapan itu boleh jadi

salah.

Pendapat senada diungkapkan oleh Cummings (1999: 42) bahwa memang

ciri-ciri praanggapan itu sendirilah yang telah menyebabkan pokok permasalahan

ini diteliti baik dilihat dari perspektif semantik maupun perspektif pragmatik.

Selanjutnya, Cummings (2007: 52) mengatakan bahwa perlakuan pragmatik

didasarkan pada ketidakcukupan semantik yang bergantung pada kebenaran untuk

menerangkan banyak fenomena praanggapan. Adapun Sarwidji, dkk. (1996: 51a)

mengungkapkan hal yang sama. Praanggapan dibagi menjadi dua jenis, yaitu

praanggapan semantik dan praanggapan pragmatik. Praanggapan semantik adalah

praanggapan yang dihasilkan oleh pengetahuan leksikon, sedangkan praanggapan

pragmatik adalah praanggapan yang ditentukan oleh konteks kalimat atau

percakapan.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

presupposition yang dalam bahasa Indonesia berarti praanggapan dimaknai secara

berbeda dari tiap-tiap ahli bahasa. Namun demikian, dapat dilihat bahwa para ahli

Page 43: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang, sehingga dapat disimpulkan

bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum

melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra

tutur. Untuk memperjelas hal ini, perhatikan contoh berikut :

A: “Aku sudah membeli bukunya Pak sarwiji kemarin”

B:“Dapat potongan 30 persen kan?

Contoh percakapan di atas menunjukkan bahwa sebelum bertutur A memiliki

praanggapan bahwa B mengetahui maksudnya, yaitu terdapat sebuah buku yang

ditulis oleh Pak Sarwiji.

2) Ciri Praanggapan (presuposisi)

Ciri praanggapan yang mendasar adalah sifat keajegan di bawah

penyangkalan (Yule;2006:45). Hal ini memiliki maksud bahwa praanggapan

(presuposisi) suatu pernyataan akan tetap ajeg (tetap benar) walaupun kalimat itu

dijadikan kalimat negatif atau dinegasikan. Sebagai contoh perhatikan beberapa

kalimat berikut.

a) Sepatu Adi itu baru

b) Sepatu Adi tidak baru

Kalimat (b) merupakan bentuk negatif dari kaliamt (a). Praanggapan

dalam kalimat (a) adalah Adi mempunyai sepatu. Dalam kalimat (b), ternyata

praanggapan itu tidak berubah meski kalimat (b) mengandung penyangkalan

tehadap kalimat (a), yaitu memiliki praanggapan yang sama bahwa Adi

mempunyai sepatu.

Wijana (dalam Nadar, 2009 : 64) menyatakan bahwa sebuah kalimat

dinyatakan mempresuposisikan kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat

yang kedua (kalimat yang diprosuposisikan) mengakibatkan kalimat pertama

(kalimat yang memprosuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. Untuk

memperjelas pernyataan tersebut perhatikan contoh berikut.

c) Istri pegawai itu cantik sekali

d) pegawai itu mempunyai istri

Kalimat (d) merupakan praanggapan (presuposisi) dari kalimat (c). Kalimat

tersebut dapat dinyatakan benar atau salahnya bila pegawai tersebut mempunyai

Page 44: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

istri. Namun, bila berkebalikan dengan kenyataan yang ada (pegawai tersebut

tidak mempunyai istri), kalimat tersebut tidak dapat ditentukan kebenarannya.

3) Jenis-jenis Praanggapan (presuposisi)

Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian

sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule; 2006 : 46). Selanjutnya Yule

(2006) mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan, yaitu

presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi

leksikal, presuposisi struktural,dan presuposisi konterfaktual.

a) Presuposisi Esistensial

Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah praaanggapan yang

menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan

dengan kata yang definit.

(1) Orang itu berlari

(2) Ada orang berlari

b) Presuposisi Faktif

Presuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi

yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu

kenyataan.

(3) Dia tidak menyadari bahwa ia mengantuk

(4) Dia mengantuk

c) Presuposisi Leksikal

Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan

di mana makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan

praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) dipahami.

(5) Dia berhenti mendengkur

(6) Dulu dia biasa mendengkur

d) Presuposisi Non-faktif

Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang

diasumsikan tidak benar.

(7) Saya membayangkan bahwa saya berada di Bali

(8) Saya tidak berada di Bali

e) Presuposisi Struktural

Page 45: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada struktur kalimat-

kalimat tertentu dan telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan

konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya.

Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional diinterpretasikan

dengan kata tanya (kapan dan di mana) sesudah diketahui sebagai masalah.

(9) Di mana Anda membeli mobil itu?

(10) Anda membeli mobil

f) Presuposisi konterfaktual

Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti bahwa yang di

praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan

(lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan, contohnya

adalah kata “seandainya”.

e. Implikatur

Implikatur disebut-sebut sebagai penemuan yang mengagumkan dan

mengesankan dalam kajian ilmu pragmatik. Hal ini patut dinilai kebenarannya

karena pada penggunaan bahasa di kehidupan sehari-hari sering terjadi salah

paham (misunderstanding) yang menyebabkan maksud dan informasi dari sebuah

ujaran tidak tersampaikan dengan baik.

Konsep tentang implikatur pertama kali dikenalkan oleh Grice (1975)

untuk memecahkan masalah tentang makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan

dengan teori semantik biasa. Suatu konsep yang paling penting dalam ilmu

pragmatik dan yang menonjolkan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu bahasa

ialah konsep implikatur percakapan. Konsep implikatur ini dipakai untuk

menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan

“apa yang diimplikasi”.

Implikatur dalam percakapan telah banyak dikaji dan diteliti. Gazdar

(1979) dalam bukunya Pragmatics: Implicature, Presupposition, and Logical

Form membahas mengenai implikatur, tindak ilokusi, pragmatik dan semantik.

Pembahasannya mengenai implikatur memiliki makna yang penting. Ia mencoba

merumuskan kembali urutan bidal prinsip kerjasama Grice sebagai dasar

timbulnya implikatur. Baginya, bidal yang paling penting adalah bidal cara,

Page 46: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

disusul kemudian oleh bidal relevansi, kualitas, dan kuantitas. Modifikasi urutan

bidal itu dapat dipandang sebagai kritik sekaligus perbaikan atas pendapat Grice.

Sayang sekali bahwa tumpang tindihnya bidal-bidal itu tidak terungkap.

Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan preposisi, yang sebenarnya bukan

merupakan bagian dari ujaran tersebut dan bukan pula merupakan konsekuensi

logis dari ujaran. Dapat didefinisikan bahwa implikatur adalah maksud yang

tersirat dalam sebuah ujaran. Kadang kala suatu ujaran sulit mendapat pengertian

karena menyembunyikan suatu maksud tertentu. Levinson (dalam Rani dkk,

2006:173) mengemukakan ada empat kegunaan konsep implikatur, yaitu:

1) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta yang tidak terjangkau

oleh teori linguistik.

2) Dapat memberikan suatu penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah

dari yang dimaksud si pemakai bahasa.

3) Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang hubungan

klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama.

4) Dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak

berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora). Penggunaan implikatur

dalam berbahasa bukan berarti sebuah ketidaksengajaan atau tidak memiliki

fungsi tertentu. Penggunaan implikatur dalam berbahasa mempunyai

pertimbangan seperti untuk memperhalus tuturan, menjaga etika kesopanan,

menyindir dengan halus (tak langsung), dan menjaga agar tidak menyinggung

perasaan secara langsung.

Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus mempunyai

konsep yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan terjadi suatu

kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Dalam hubungan

timbal balik di konteks budaya kita, penggunaan implikatur terasa lebih sopan,

misalnya untuk tindak tutur menolak, meminta, memberi nasihat, menegur dan

lain-lain. Tindak tutur yang melibatkan emosi mitra tutur pada umumnya lebih

diterima jika disampaikan dengan implikatur.

Mulyana (2005: 11) dengan merujuk ke Grice menyimpulkan bahwa

implikatur ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang

sebenarnya diucapkan. Sesuatu yang berbeda tersebut adalah maksud pembicara

Page 47: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

yang tidak dikemukakan secara ekplisit. Dengan kata lain, implikatur adalah

maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi. Hal tersebut

diperkuat oleh Yuan (2005:45) denga memberikan penjelasan sebagai berikut.

.... In daily communication, our conversation includes both conventional and non-conversational implicatures. People can easily make out the sentence meaning from what literally expressed by the conventional sense of the linguistic expressions uttered. Non-conventional implicature indicates more than what is actually“said”. The conversational implicature of the speaker is expressed through the combination of literal semantic meaning with a specific context. Pragmatics recognizes the importance of context, and thus can reveal the meaning underlying a certain utterance... .

Dalam kutipan tersebut Yuan menjelaskan bahwa bahasa sebagai media

komunikasi alat bertukar informasi memiliki implikatur yang mengekspresikan

maksud dari pembicara.

Grice, seperti diungkap oleh Thomas (1995: 57), menyebut dua macam

implikatur, yaitu implikatur konvensional dan implikatur konversasional.

Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran

logika, ujaran yang mengandung implikatur jenis ini, seperti diungkap oleh

Gunarwan (2004: 14), dapat dicontohkan dengan penggunaan kata bahkan.

Implikatur konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena tuntutan

konteks tertentu (Thomas, 1995: 58). Contoh.

1) Bahkan Presiden pun minta naik gaji

2) Saya kebetulan adalah seorang wiraswasta yang sudah berpenghasilan

cukup

Contoh (1) di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti

Presiden biasanya tidak minta naik gaji, sedangkan contoh (2) merupakan

implikatur konversasional yang bermakna ‘tidak’ dan merupakan jawaban atas

pertanyaan “apakah anda tidak ingin naik gaji? “.

Selanjutnya, Grice (1991) merumuskan adanya lima ciri implikatur

percakapan. Pertama, dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan dapat

dibatalkan baik dengan cara eksplisit maupun dengan cara kontekstual. Kedua,

ketidakterpisahan antara implikatur percakapan dengan cara mengatakan sesuatu.

Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengatakan sesuatu itu

sehingga orang menggunakan tuturan bermuatan implikatur percakapan untuk

Page 48: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

menyampaikannya. Ketiga, implikatur percakapan mempersyaratkan makna

konvensional dari kalimat yang digunakan, tetapi isi implikatur percakapan tidak

masuk dalam makna konvensional kalimat. Keempat, kebenaran isi implikatur

percakapan tidak bergantung pada apa yang dikatakan, tetapi dapat

diperhitungkan dari bagaimana tindakan mengatakan apa yang dikatakan. Kelima,

implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti sifatnya.

Kemampuan untuk memahami implikatur dalam sebuah tuturan

tergantung pada kompetensi linguistik yang dikuasai seseorang. Seorang penutur

tidak mungkin menguasai seluruh unsur bahasa karena kompetensi linguistik

seseorang itu terbatas. Namun dengan keterbatasan ini, seorang penutur mampu

menghasilkan ujaran yang tidak terbatas. Seorang penutur dan lawan tutur akan

mampu memahami dan menghasilkan ujaran baru yang benar-benar baru dalam

bahasanya.

f. Prinsip Kerjasama (Cooperative Principle)

Gunarwan (1994:52) menyebutkan bahwa dalam setiap ujaran manusia

terdapat makna tambahan. Makna tambahan ini akan tertangkap oleh pendengar

sebagai mitratutur. Makna tambahan ini tidak muncul sebagai akibat adanya

aturan semantis ataupun sintaksis, tetapi lebih merupakan penerapan kaidah dan

prinsip kerja sama. Prinsip ini oleh Grice (1975) dinamakan prinsip kerja sama

atau cooperative principle. Prinsip kerja sama dari Grice ini adalah: Make your

conversational contribution such as required, at the stage at which it occurs, by

the accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged

(Buatlah kontribusi percakapan anda sesuai dengan apa yang dibutuhkan pada saat

berbicara dengan mengikuti tujuan percakapan yang anda ikuti).

Grice (dalam Thomas, 1995: 61) mengemukakan bahwa percakapan yang

terjadi di dalam anggota masyarakat dilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu

prinsip kerja sama (cooperative principle). Grice mengemukakan bahwa dalam

rangka melaksanakan prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat

maksim percakapan (conversational maxim), yaitu maksim kuantitas (maxim of

quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of

relevance) dan maksim pelaksanaan (maxim of manner) (Wijana, 1996:46).

Page 49: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

1) Maksim Kuantitas

Maksim ini mengharapkan agar peserta tutur memberikan respons atau

jawaban secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan lawan tutur saja.

Contohnya ketika seseorang ditanya siapa namanya, maka dia tidak perlu

memberikan jawaban selain informasi tentang namanya, seperti alamat,

status, dan lain sebagainya.

2) Maksim Kualitas

Maksim percakapan ini mengharuskan setiap partisipan komunikasi

mengatakan hal yang sebenarnya. Artinya jawaban atau respons hendaknya

didasarkan pada bukti yang memadai. Contohnya ketika seorang murid

ditanya gurunya apa ibukota Jepang, maka dia kalau memang tahu harus

menjawab Tokyo, karena hal tersebut tidak terbantahkan lagi. Namun bisa

saja terjadi kesengajaan, seorang penutur melanggar maksim kualitas ini. Hal

ini tentu mempunyai maksud seperti menimbulkan efek lucu (Wijana,

1996:49).

3) Maksim Relevansi

Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta tutur memberikan kontribusi

relevan dengan pokok pembicaraan. Maksim relevansi menekankan

keterkaitan isi tuturan antar peserta percakapan. Setiap peserta percakapan

saling memberikan kontribusi yang relevan dengan topik pembicaraan

sehingga tujuan percakapan dapat tercapai secara efektif. Namun terkadang

secara tersurat (eksplisit) respons yang diberikan tidak terlihat relevansinya

dengan pokok pembicaraan, karena sudah ada latar belakang pengetahuan

(background knowledge) yang sama antara penutur dan lawan tutur maka

komunikasi masih tetap bisa berjalan. Dengan kata lain, yang tersurat

(eksplisit) nampak tidak relevan namun, yang tersirat (implisit) sebenarnya

relevan.

4) Maksim Pelaksanaan atau Maksim Cara

Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara

secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, secara runtut dan tidak berlebih-

lebihan. Bila hal ini dilanggar, biasanya penutur mempunyai tujuan tertentu,

misalnya mengelabuhi, menimbulkan efek lucu. Bidal ini berisi anjuran agar

Page 50: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

penutur memberikan kontribusi dengan jelas, yaitu kontribusi yang

menghindari ketidakjelasan dan ketaksaan. Sehingga, kontribusi penutur

harus singkat, tertib dan teratur.

Berkaitan dengan prinsip kerja sama Grice, pada kenyataannya, dalam

komunikasi kadang kita tidak mematuhi prinsip tersebut. Hal ini, seperti diungkap

oleh Gunarwan (2004: 12-14), didasarkan atas beberapa alasan, misalnya untuk

memberikan informasi secara tersirat (implicature) dan menjaga muka lawan

bicara (politeness) justru pelanggaran-pelanggaran itulah yang menarik untuk

dikaji.

Rohmadi dan Wijana (2009:41) mengungkapkan bahwa “berbahasa

termasuk aktivitas sosial yang baru terwujud apabila manusia terlibat di

dalamnya”. Ketika seseorang berbicara kepada orang lain pasti ingin

mengemukakan sesuatu. Selanjutnya orang lain diharapkan menangkap apa (hal)

yang dikemukakan. Dengan adanya tujuan ini, maka orang akan berbicara sejelas

mungkin, tidak berbelit-belit, ringkas, tidak berlebihan, berbicara secara wajar

(termasuk volume suara yang wajar). Hanya saja dalam pragmatik terdapat

penyimpangan-penyimpangan, ada maksud-maksud tertentu, tetapi ia harus

bertanggung jawab atas penyimpangan itu, sehingga orang lain bisa mengetahui

maksudnya.

B. Penelitian yang Relevan Salah satu penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Purwanti (2006). Penelitian tersebut merupakan jenis penelitian

yang menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan strategi tunggal

terpancang. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa: (1) Fenomena-

fenomena pragmatik yang muncul dalam bahasa plesetan pada kaos Dagadu

Djokdja meliputi fenomena inferensi, praanggapan, dan implikatur; (2)Teknik

penciptaan bahasa plesetan pada kaos Dagadu Djokdja memanfaatkan

penyimpangan prinsip kerja sama yang memuat penyimpangan maksim kuantitas,

penyimpangan maksim kualitas, penyimpangan maksim relevansi, dan

penyimpangan maksim pelaksanaan. Bahasa plesetan pada kaos Dagadu Djokdja

juga memanfaatkan bentuk singkatan, bentuk ungkapan asing, aspek situasional

dan entailment, aspek visual yang populer, dan aspek bunyi dan lagu yang

Page 51: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

populer; dan (3) Tindak tutur yang terdapat dalam bahasa plesetan pada kaos

Dagadu Djokdja meliputi tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.

Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Marsonet (2009). Dalam penelitian tersebut kartun editorial yang

kebanyakan menggunakan manusia sebagai pengantar pesan, bentuk ekspresi dan

wajah, gerak tubuh menjadi pesan khusus yang dipahami pengamat sebagai

bentuk pragmatik dalam pluralisme politik, khususnya pembentukan opini.

Dengan kata lain, pragmatik kartun editorial tidak mengarah pada resolusi tertentu

dan tepat dari masalah, tetapi meninggalkan lebih ruang untuk alternatif dan cara-

cara bersaing untuk membentuk opini.

Selain dua penelitian tersebut, Gezgin (2004) dalam penelitianya

mengungkapkan bahwa analisis pragmatis kartun menggunakan studi teoritis,

pragmatis dan eksperimental untuk mengungkap kualitas humor, tetapi tidak ada

teori khusus dirancang untuk memperhitungkan sumber dan tingkat humorosity di

kartun maupun teori umum berlaku untuk domain dari kartun. Namun tiga model

yang lazim dalam penelitian humor: model pertama (teori script berbasis semantik

humor; SSTH) alamat apa yang membuat teks lucu dan account cognitivistic

memobilisasi gagasan skrip dan oposisi script. Model kedua (Setup, keganjilan,

Resolusi; SIR), dan yang ketiga menyangkut tahap-tahap yang terlibat dalam

pemahaman humor: tiga tahap diusulkan. Akhirnya model ketiga (teori umum

humor verbal; GTVH) membahas masalah apa yang membuat sebuah teks lucu

lagi dengan cara yang tampaknya komprehensif meskipun gagal untuk

mempertimbangkan sifat kartun karena merupakan teori humor lisan saja dan

sejak kartun tidak selalu didasarkan pada humor verbal untuk menjadi lucu.

Dalam studi ini, kartun Band Piyale Madra diambil untuk diteliti. Berdasarkan

potongan-potongan ini kartun gambaran umum dari teori kartun disajikan

meskipun teori semacam kebutuhan cross-validasi melampaui keistimewaan

seorang kartunis tunggal. Artinya, dalam rangka untuk membangun sebuah teori,

studi lebih lanjut diperlukan di mana kartun oleh kartunis mentalitas yang sangat

berbeda diperlukan. Ini adalah salah satu keterbatasan utama dari Gezgin.

Kesamaan ketiga penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penggunaan

metode deskriptif kualitatif dan kajian pragmatik. Namun, ada sedikit perbedaan

Page 52: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

dalam objek kajian, yaitu penelitian ini difokuskan pada kartun editorial Bang

One sedangkan dalam penelitian Purwanti difokuskan pada wacana plesetan pada

kaos Dagadu Djokdja. Sementara Marsonet (2009) hanya mengungkapkan secara

umum bahwa kartun editorial merupakan bentuk pragmatis dalam pluralisme

politik untuk pembentukan opini, dan Gezgin (2004) hanya menyoroti tentang

humor dalam kartun. Penelitian ini memiliki kelebihan dengan mengkaji lebih

dalam berdasarkan pada konteks tuturan, implikatur, penyimpangan maksim

kerjasama, dan praanggapan yang dimunculkan oleh kartun editorial Bang One.

C. Kerangka Berpikir

Bahasa dan kartun merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Keduanya merupakan bentuk yang saling mendukung satu sama lain, bila salah

satu unsur yang ada tidak ada dapat mengakibatkan ketidakwajaran sehingga

tujuan untuk penyampaian pesan menjadi tidak sempurna. Bahasa dalam kartun

ini mirip seperti sebuah permainan kata atau penggunaan kata atau susunan

kalimat yang aneh atau tidak wajar yang apabila tidak dipahami sering

mengakibatkan pelanggaran atau penyimpangan terhadap aturan yang telah ada.

Kartun editorial tidak bisa lepas dari bahasa, karena tanpa bahasa

komunikasi tidak dapat tersampaikan dengan baik. Tanpa bahasa makna yang

terkandung dalam kartun editorial tersebut sulit dipahami oleh pemirsa. Bahasa

yang digunakan dalam kartun editorial biasanya berupa tuturan singkat yang

dipadukan dengan gambar. Sebuah tuturan yang terdapat dalam kartun editorial

mempunyai makna yang berbeda-beda yang dikaitkan dengan gambar/ konteks.

Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dibutuhkan kajian

pragmatik yang meliputi tindak tutur, prinsip kerja sama, implikatur, konteks dan

praanggapan yang dimunculkan oleh kartun editorial tersebut. Hal ini perlu

dilakukan mengingat dalam bahasa kartun editorial para pengarang atau kartunis

berusaha agar wacana yang diciptakan dalam kartun sebanyak mungkin dapat

menyimpang dari aturan yang telah ada. Kesengajaan ini dibuat agar

menghasilkan sesuatu yang aneh atau unik yang dapat menimbulkan reaksi

humor.

Kajian pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antar bahasa dan

konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman

Page 53: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

bahasa. Dengan demikian ia merupakan telaah mengenai kemampuan pemakai

bahasa dalam menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks

secara tepat. Pragmatik merupakan suatu kajian bahasa dengan melibatkan

berbagai aspek di luar bahasa yang mampu memberi makna.

Skema kerangka berpikir analisis pragmatik dalam kartun editorial “Bang

One” pada program berita TV One dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. Kerangka Berpikir

Kartun Edittorial

“Kabar Bang One”

Kajian Pragmatik

Konteks Prinsip Kerja Sama

Praanggapan Implikatur Bentuk-bentuk penyimpangan

Page 54: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Objek penelitian ini adalah

dokumen berupa kartun editorial “Kabar Bang One”. Penelitian ini tidak terikat

pada suatu tempat atau lokasi tertentu untuk dijadikan objek kajian. Adapun

waktu untuk melaksanakan penelitian ini adalah pada bulan Januari 2011 hingga

Juni 2011. Adapun rincian waktu dan jenis kegiatan penelitian dapat dilihat dalam

Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian

Jenis Kegiatan Tahun 2010/1011

Jan Feb Mar Apr Mei Juni a. Persiapan Penelitian

1. Pengajuan Judul 2. Penyusunan Proposal 3. Izin Penelitian b. Implementasi 1. Pengumpulan Data 2. Penganalisaan Data c. Pembuatan Laporan 1. Penyusunan Laporan

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dalam bentuk analisis isi

(content analysis) dimana diharuskan seorang peneliti bersikap kritis dan teliti

(Sutopo, 2002:69-70)

Adapun alasan penggunaan metode ini adalah karena ia lebih mampu

mendekatkan peneliti dengan objek yang dikaji, sebab peneliti langsung

mengamati objek yang dikaji dengan kata lain peneliti bertindak sebagai alat

utama riset (human instrument) (Sutopo, 2002: 35-36). Selain itu Bogdan dan

Taylor seperti yang dikutip oleh Moleong (2004: 3) berpendapat bahwa

“Metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang

dapat diamati.

Page 55: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Data yang akan dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi, tidak

berupa angka-angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel. Peneliti

berusaha menganalisis data dengan seluruh kekayaan informasi sebagaimana

terekam dalam kumpulan data. Dalam hal ini, narasi tertulis menjadi sangat

penting, baik dalam perekaman data maupun saat penulisan hasil penelitian. Ini

mengingat, menurut Bogdan dan Biklen (1985:28) bahwa setiap gejala adalah

potensial sebagai kunci pembuka bagi pemahaman tentang apa yang sedang

dipelajari. Data dikumpulkan dari tayangan berupa tulisan dan gesture pada

kartun editorial Bang One, disusun, dianalisis dan disajikan yang nantinya hasil

tersebut merupakan suatu gambaran hasil penelitian secara sistematis.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut: (1) menentukan sampel termasuk teknik sampling yang digunakan; (2)

menentukan metode pengumpulan data; dan (3) menentukan teknik analisis data

yang digunakan dalam penelitian ini.

C. Sumber Data

Menurut Moleong (2002:155) sumber data utama dalam penelitian kualitatif

adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen

dan lain-lain”. Sutopo (2002:50) menyatakan bahwa, “sumber data kualitatif dapat

berupa manusia, peristiwa dan tingkah laku, tempat atau lokasi, dokumen dan

arsip, serta berbagai benda lain”. Sumber data dalam penelitian ini adalah:

1. Dokumen

Dokumen merupakan bahan tertulis atau dokumentasi tayangan yang

berkaitan dengan objek penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut,

peneliti menggunakan dokumen berupa cakram yang berisi tayangan

kartun editorial “Kabar Bang One” untuk memberikan informasi yang

lebih jelas dan luas.

2. Informan

Informasi diperoleh dari informan, yaitu orang-orang yang memberikan

informasi kepada peneliti karena orang tersebut dirasakan mengetahui dan

memahami permasalahan yang sedang dikaji dalam penelitian ini. Dalam

penelitian ini informan utamanya adalah pakar pragmatik dan pengajar

bahasa Indonesia.

Page 56: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

D. Teknik Sampling

Teknik yang digunakan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

purposive sampling, artinya bahwa penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan

supaya diperoleh data secara tepat dan relevan dengan tujuan penelitian. Dimana

pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data penting

yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Bogdan & Biklen

(dalam Sutopo, 2002: 56-57) menyebut, teknik ini dalam penelitian kualitatif

sering juga dinyatakan sebagai internal sampling karena sama sekali bukan

dimaksudkan untuk mengusahakan generalisasi pada populasi, tetapi untuk

memperoleh kedalaman studi di dalam suatu konteks tertentu. Peneliti mencari

dan memilih data utama yang digunakan untuk menjawab pertanyaan dalam

penelitian ini.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dipilih dan dilakukan untuk

memperoleh data yang berkaitan dengan proses penelitian. Dalam menggali dan

mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik studi dokumen dan wawancara.

Dengan memanfaatkan dokumen resmi berupa dokumentasi tayangan

katunceditorial “Kabar Bang One” dan melakukan wawancara terhadap informan.

Menurut Moelong (2004:219), dokumen resmi terbagi atas dokumen

internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman,

instruksi maupun laporan rapat, sedangkan dokumen eksternal berisi bahan-bahan

informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin,

pernyataan dan berita yang disiarkan oleh media massa. Teknik wawancara adalah

teknik yang paling banyak digunakan dalam pelaksanaan penelitian kualitatif,

terutama dalam pelaksanaan penelitian lapangan. Sementara itu, wawancara

menurut Arikunto (2005:144), “..adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh

pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara”. Wawancara

merupakan suatu teknik untuk mendekati sumber informasi dengan jalan tanya

jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasarkan kepada tujuan

penelitian. Wawancara ini tidak dilakukan secara terstruktur ketat dan dengan

pertanyaan yang tertutup akan tetapi lebih bersifat “open ended” dan mengarah

pada kedalaman informasi serta dengan cara yang tidak secara formal terstruktur

Page 57: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

(Sutopo, 2002:59). Teknik ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara

langsung dan mendalam dengan responden atau narasumber yang dianggap

berkompeten terhadap permasalahan yang akan diteliti. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara mencatat dan mengelompokkan data yang sesuai dengan

objek penelitian.

F. Validitas Data

Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan, dicatat dan dikelompokkan

dalam kegiatan penelitian harus diusahakan kemantapan dan kebenaranya.

Validitas data atau kesahihan data merupakan kebenaran data dari kancah

penelitian. Agar data yang diperoleh benar-benar valid maka pemeriksaan

keabsahan data menggunakan teknik triangulasi. Moleong (2004:178) menyatakan

bahwa, “triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain dari data tersebut untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data tersebut”.

Patton (dalam Sutopo, 2002: 78) mengemukakan akan adanya empat macam

triangulasi, yaitu: data triangulation, investigator triangulation, methodological

triangulation, dan theoritical triangulation. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik triangulasi teori dengan menggunakan perspektif lebih dari

satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji dan triangulasi sumber

dalam pemeriksaan derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui

alat yang tersedia dengan sumber penelitian kualitatif.

G. Teknik Analisis Data

Data yang berupa tayangan kartun editorial “Kabar Bang One” dianalisis

dengan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menggambarkan

keadaan subjek/objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain,

pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya. Dalam kaitan

dengan ini maka peneliti menggunakan model analisis interaktif dari Miles &

Huberman (1988).

Page 58: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Gambar 6. Analisis Model Data Interaktif

(Miles dan Huberman, dalam Sutopo 2002: 96)

Dalam model analisis data terdiri atas tiga komponen yaitu Reduksi data,

sajian data, dan penarikan kesimpulan serta verifikasinya. (Sutopo, 2002:91)

Ketiga komponen tersebut aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses

pengumpulan data. Tiga komponen tersebut terlibat dalam proses analisis dan

saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis.

Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan

dan abstraksi data kasar yang dilakukan selama berlangsungnya proses penelitian.

Sajian data merupakan rangkaian informasi untuk mempermudah pemahaman

yang disusun secara sistematis berdasar reduksi yang dilakukan sebelumnya.

Sajian data selain bisa dilakukan dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi

berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan dan juga

table pendukung narasinya (Sutopo, 2002:92). Sementara itu kesimpulan

merupakan proses akhir dalam analisis data guna memperoleh jawaban atas

pertanyaan penelitian. Dalam hal ini perlu dilakukan verifikasi agar mantap dan

bisa dipertanggungjawabkan. Verifikasi ini bisa dilakukan dengan pengulangan

untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat.

Pengumpulan Data

Displai Data

Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Reduksi Data

Page 59: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Latar Penelitian Sumber data yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah kartun

editorial Bang One yang terdapat dalam program berita TV One. Dalam

penelitian ini, data yang dianalisis berupa penggalan wacana percakapan dalam

kartun editorial Bang One yang dianalisis berdasarkan pada judul yang terdapat

disetiap tayangan kartun editorial tersebut.

Karakter kartun ini pertama kali diciptakan oleh tim kreatif dari

gabungan karikaturis yang dipimpin oleh Boyke Nathanael Sandroto, Rahmat

Riyadi, dan Syarif Hidayat. Pertama kali diciptakan sebagai bagian dari tajuk

pemberitaan yang disampaikan pada setiap akhir penayangan berita di TV One.

Bang One memang tidak serta merta lahir. Ada beberapa evolusi yang harus

dilaluinya. Tanggal 4 Maret 2008, Bang One pertama kali muncul di layar

menampilkan beban rakyat atas kenaikan harga bahan pokok, bahan bakar,

transportasi, dan lain-lain. Tokoh kartun editorial Bang One dapat dilihat pada

Gambar 7 berikut ini.

Gambar 7. Bang One (www.tvonenews.co.id)

Animasi ini dibuat oleh 46 animator. Konsep dasarnya adalah gambaran

seorang wartawan yang tidak gentar memberitakan kebenaran kepada masyarakat.

Page 60: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Bang One merupakan perwujudan dari aspirasi rakyat yang mengkritisi berbagai

macam kebijakan pemerintah dari sudut pandang yang objektif. Berpenampilan

pendek dan gemuk dengan wajahnya yang dihiasi oleh kumis dan kaca mata

sebagai ciri khasnya serta suaranya yang khas (diisi oleh pimpinan redaksi

pemberitaan TV One, Karni Ilyas). Kemunculan karakter Bang One diterima

dengan baik oleh masyarakat.

Dalam penelitian ini peneliti akan membahas mengenai bagaimana

analisis pragmatik dalam kartun editorial Bang One. Aspek-aspek pragmatik

dalam kartun editorial bang one yang akan dibahas dalam penelitian ini, meliputi:

(1) konteks yang melatarbelakangi judul dalam kartun editorial Kabar Bang One,

(2) praanggapan yang muncul berdasarkan kartun editorial tersebut (3)

penggunaan implikatur, dan (4) bentuk pelanggaran bidal prinsip kerjasama.

Identifikasi data dalam penelitian ini selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran.

B. Hasil Penelitian

1. Konteks yang Melatarbelakangi Kartun Editorial “Kabar Bang One”

Pada Program Berita TV One

a. Konteks Fisik (Setting)

Konteks fisik/ setting meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa

dalam suatu komunikasi dan objek yang disajikan dalam peristiwa

komunikasi tersebut. Dalam kartun editorial Bang One judul yang

digunakan berkaitan erat dengan gambaran tempat/ setting peristiwa yang

berhubungan dengan isu atau permasalahan yang sedang hangat

dibicarakan oleh media cetak maupun elektronik, meskipun ada beberapa

yang tidak jelas tempat/settingnya. Kartun editorial yang memiliki

kejelasan setting adalah sebagai berikut.

1) Bioskop dan sebuah pedesaan yang sebagian besar anak-

anaknya penderita gizi buruk dan busung lapar. (FF-1)

2) Di dalam helikopter yang hampir jatuh (pilot mengatakan “may

day..may day” (SRPN-2).

Page 61: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Berdasarkan setting bisa dipahami bahwa itu merupakan kode

darurat, karena may day juga memiliki makna sebagai “Hari

Buruh” yang biasa diperingati setiap tanggal 1 Mei.

3) Di ruang pemeriksaan di kantor Komite Pemberantasan Korupsi

(KPK). (KJ-4)

Melalui setting ini bisa dipahami bahwa yang berada di dalam

dan sedang melakukan penyelidikan adalah seorang penyidik

KPK, bukan polisi.

4) Di Pangkalan minyak tanah dan pangkalan gas. (AT-5)

Berdasrkan setting dapat dipahami bahwa antrean terjadi di

tempat tersebut bukan di tempat lain, misalnya toko atau pasar.

5) Di dalam sebuah mobil dan dealer mobil. (MM-6)

Kedua tempat ini mempengaruhi asumsi pemakaian bahasa

bahwa yang dimaksud mutakhir adalah mobil, bukan tank atau

bahkan pesawat.

6) Di warung, rumah makan, dan balai desa (pedesaan). (GP-7)

Dalam hal ini judul dapat dipahami berdasarkan tempat tersebut

dan peristiwa bahasa yang terjadi.

7) Taman makam pahlawan dan lingkungan di sekitarnya. (P-8)

Dalam judul ini setting mengalami perubahan sesuai perilaku

para peran dalam peristiwa komunikasi dengan Bang One yang

berperan sebagai pejuang.

8) Di tengah hutan gundul di daerah Ketapang. (MPL-10)

Setting tersebut memberikan kontribusi yang kuat untuk

menunjukkan konteks adanya tindakan ilegal logging

(pembalakan liar), karena para pelaku komunikasi berpakaian

layaknya koboi sehingga dimungkinkan terjadi salah persepsi

dalam memahaminya.

9) Di sebuah jalan dengan rambu-rambu yang tertutup pohon.

(JJW-11)

Setting ini menguatkan konteks bahwa sang pengendara/ Bang

One tidak mengetahui keberadaan rambu-rambu tersebut.

Page 62: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

10) Sebuah kamar di hotel Ritz Carlton Hilton dan gedung

pertunjukkan Srimulat. (BS-13)

Kedua setting tersebut menguatkan konteks adanya

perbandingan peristiwa di dalamnya.

11) Di dalam mikrolet dengan jurusan Harmoni-Kota. (H-14)

Setting tersebut memberikan gambaran jelas bahwa sang Supir

mengatakan hal yang ia ketahui tentang “Harmoko”.

12) Rumah reyot di pinggiran kota Jakarta. (EG-15)

Selain menjadi setting tetap dalam setiap peristiwa komunikasi

dalam judul ini, setting peristiwa tersebut memperkuat ucapan

tokoh anak kecil dalam kartun editorial ini. Anak kecil

cenderung mengucapkan sesuatu sesuai dengan apa yang dilihat.

Berdasarkan penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa tempat

terjadinya peristiwa/ setting pemakaian bahasa merupakan konteks fisik

yang paling sering digunakan dan mempunyai keterkaitan yang erat

dalam tiap judul kartun editorial Bang One. Selain itu dengan adanya

konteks tersebut dapat memudahkan kita untuk memahami maksud

pemakaian bahasa dan menghindari salah persepsi salah satunya pada

judul MPL-10, karena pemeran dalam peristiwa komunikasi justru

menggunakan pakaian koboi yang notabene kontras dengan tempat

terjadinya pemakaian bahasa.

b. Pengguna Bahasa (Participant)

1) Seorang anak yang terkena penyakit gizi buruk dan busung lapar

(FF-1).

Ratapan dan penampilan anak tersebut menunjukkan adanya

perbandingan yang menonjol antara booming film fiksi“Ayat-

Ayat Cinta” dengan fakta penderitaan rakyat.

2) Pilot Helikopter dan Bang One (SRPN-2).

Keduanya tidak melakukan percakapan, akan tetapi bahasa yang

diucapkan merepresentasikan kondisi persenjataan yang

diandalkan sebagai peralatan utama yang menjaga sistem

ketahanan negara dari serangan luar.

Page 63: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

3) Seorang bapak yang terbatuk-batuk, anak kecil dan Bang One.

(TBC-3)

Bapak tersebut hadir sebagai pembuka komunikasi, keduanya

menciptakan sinergi komunikasi yang menarik dan Bang One

hadir untuk memberikan peringatan sesuai dengan konteks.

4) Anggota KPK dan jaksa (KJ-4)

Keduanya melakukan perdebatan hal ini direpresentasikan dari

gesture kedua tokoh.

5) Pegawai Pertamina, agen gas, ibu-ibu rumah tangga dan Bang

One. (AT-5)

Ibu-ibu rumah tangga berperan aktif dalam komunikasi,

sedangkan Pegawai Pertamina tidak terlibat komunikasi dengan

agen gas. Bang One hadir sebagai komentator.

6) Sales Mobil, Jenderal TNI berbintang satu, dan Bang One (MM-

6).

7) Bang One, pedagang, petani, pengusaha, aktivis, penjual rujak,

pria berkumis, dan massa di sebuah balai desa (GP-7).

Berdasarkan kelompok pengguna bahasa yang digambarkan

dengan berbagi profesi dan perilaku dapat dipahami konteks dari

berbagai alasan yang diungkapkan oleh participant.

8) Bang One (pejuang veteran), pengemis, ibu-ibu, koruptor,

pencari kerja, dan anak-anak. (P-8)

Diangkat dari fenomena sosial yang terjadi di masyarakat,

dengan demikian konteks dapa dipahami berdasarkan latar

belakang dan faktor usia participant.

9) Hendarman Supandji (jaksa agung), Untung Uji, Wisnu Subroto,

Kemas Yahya, istri Kemas Yahya, dan Bang One. (BB-9)

Participant berasal dari lingkungan kejaksaan, digambarkan

dalam berbagi ekspresi sesuai dengan judul.

Page 64: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

10) Menteri kehutanan dan Bang One (MPL-10).

Disajikan dengan sosok koboi yang heroik namun terkepung

oleh kawanan koboi berseragam militer, jaksa dan berdasi,

hingga Bang One nampak kesal mengetahui hal tersebut.

11) Bang One dan Polisi lalu lintas (JJW-11).

Digambarkan dengan Bang One yang mengendarai sepeda

motor ditilang karena tidak tahu kalau ada tanda dilarang

melintas karena tertutup pohon.

12) Anggota Mahkamah Agung (MA), staff Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK), Presiden, dan Bang One. (MB-12)

Digambarkan dengan silang pendapat antara anggota MA dan

BPK yang ditengahi oleh presiden. Bang One hadir sebagai

komentator.

13) Badut, Kaka Slank, Bang One, dan pelawak srimulat (BS-13).

Dalam judul ini hanya bang one dan pelawak Srimulat yang

melakukan percakapan, sementara Kaka Slank menyanyi dan

badut melakukan beberapa tiindakan komunikasi.

14) Mantan Menteri Penerangan Harmoko, sopir mikrolet,

mahasiswa UI, anggota koperasi, dan Bang One (H-14).

Para partisipan yang berasal dari kalangan sosial yang berbeda

menjadikan konteks ucapan semakin mudah untuk dipahami.

15) Pegawai pajak, anak kecil, dan Bang One (EG-15).

Digambarkan dengan seorang anak yang memberikan

pertanyaan kepada seseorang yang dianggap pegawai pajak

dengan penuh justifikasi. Bang One hadir sebagai komentator.

Secara umum konteks fisik yang didasarkan pada pengguna bahasa/

partisipan yang disajikan dalam peristiwa komunikasi kartun editorial

Bang One digunakan untuk menunjukkan bentuk tak terujar, sehingga

akan memperjelas maksud tuturan. Diantaranya adalah label nama yang

diterakan pada orang ataupun benda pada kartun editorial merupakan

identifikasi agar mengetahui siapa tokoh yang dimaksud.

Page 65: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

c. Topik Pembicaraan (Content)

Topik/ konten dalam peristiwa komunikasi memiliki peran penting

untuk mengungkap konteks yang melatarbelakangi kartun editorial

tersebut. Dalam hal ini penegasan sisi lain tindakan manusia terdapat

makna yang harus ditangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan

interaksi sosial melalui bentuk-bentuk komunikasi yang menggunakan

simbol-simbol. Dengan kata lain, untuk menginterpretasikan maksud

dari suatu kartun editorial, haus dipahami terlebih dahulu topiknya.

Topik/ konten yang terdapat dalam peristiwa komunikasi kartun

editorial Bang One adalah sebagai berikut.

1) Rendahnya kepedulian pemerintah terhadap penderitaan

rakyat. Dikiaskan dengan perbedaan sikap dalam menyikapi

booming film Ayat-Ayat Cinta dengan penderitaan rakyat.

(FF-1)

Dalam hal ini Film Ayat-Ayat Cinta digambarkan sebagai

fiksi dan penderitaan rakyat sebagi faktanya.

2) Buruknya kondisi persenjataan sebagai alat utama sistem

ketahanan negara. (SRPN-2)

Digambarkan dengan berbagai kerusakan dan keadaan

persenjataan yang mengkhawatirkan.

3) Buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia. (TBC-3)

Merujuk pada tingginya penderita tuberkolosis di Indonesia.

Percakapan ketiganya mengisyaratkan adanya pesan serius

yang bisa didapatkan dari tindakan para peran dalam

komunikasi tersebut.

4) Politisasi dan kriminalisasi dalam KPK dan Kejaksaan. (KJ-4)

Adanya perdebatan mengisyaratkan ketidakcocokan antara

keduanya.

5) Konversi minyak tanah ke gas, hingga terjadinya kelangkaan

gas. (AT-5)

Digambarkan dengan sedemikian rupa hingga bisa dipahami

permasalahan yang coba diangkat oleh editor.

Page 66: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

6) Rencana pemerintah untuk membeli alutsista untuk TNI.

(MM-6)

Digambarkan dengan sebuah mobil yang serba bisa dan penuh

fasilitas.

7) Tingginya angka golput pada pemilu (GP-7)

Sikap masyarakat yang memilih golput didukung dengan

alasan yang sesuai semakin memperjelas sikap pesimis

terhadap pemilu sebagai sebuah jaminan perubahan.

8) Pejuang kemerdekaan. (P-8)

Sikap Bang One meneriakkan kata “merdeka” bukan tanpa

tujuan, tetapi secara sadar dan patriotis untuk mengetahui

opini dan pandangan mengenai kemerdekaan.

9) Pembersihan di kalangan kejaksaan. (BB-9)Sikap para jaksa

yang ketakutan dapat diinterpretasikan bahwa keduanya tidak

memiliki kedekatan secara personal dengan jaksa agung,

sementara sikap Kemas Yahya yang tenang dan yakin

(mengetahui kebiasaan Hendarman) mengisyaratkan sikap

optimis bahwa ia memiliki kedudukan dan kedekatan secara

personal dengan Hendarman Supanji.

10) Pemberantasan pembalak liar oleh departemen kehutanan.

(MPL-10)

Sikap koboi yang terkejut dan Bang One yang geram dan

melempar topi dapat diinterpretasikan bahwa ada suatu hal

yang tidak diduga sebelumnya oleh sang koboi dan Bang One

yang melempar topi sebagai tanda ketidaksanggupan (terpaksa

menyerah)

11) Maraknya penjebakan yang dilakukan oleh aparat. (JJW-11)

Berawal dari pembelaan anggota DPR yang tertangkap KPK

bahwa ia dijebak, kemudian memunculkan pernyataan

presiden agar tidak menjebak warga yang tidak tahu atau tidak

bersalah.

Page 67: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

12) Mahkamah Agung menolak diaudit oleh BPK mengenai

penerimaan biaya perkara. (MB-12)

Sikap keduanya menjelaskan bahwa adanya perbedaan

pendapat di kedua lembaga tersebut, sementara presiden yang

datang menengahi dapat diinterpretasikan bahwa presiden

sudah mengetahui pokok permasalahan antara keduanya,

sementara sikap Bang One yang penuh tanda tanya

menggambarkan keraguan terhadap sikap presiden.

13) Tingkah laku kurang tidak terpuji anggota DPR. (BS-13)

Dikiaskan dengan sosok badut yang selama ini kita ketahui

bertingkah lucu penuh atraksi konyol. Tidak jauh berbeda

dengan anggota dewan yang berkantor di Senayan yang

bertingkah laku konyol dengan mempermainkan UUD, jalan-

jalan dengan uang rakyat atau hasil makelar proyek,

berpacaran, menerima suap hingga tertangkap KPK, sungguh

ironis.

14) Harmoko mendirikan PKN. (H-14)

Sikap Harmoko menggambarkan bahwa ia kembali

mengibarkan karirnya di dunia politik melalui PKN, disikapi

berbeda oleh berbagai kalangan.

15) Efek kasus mafia pajak Gayus Tambunan. (EG-15)

Gambaran pegawai pajak yang dihakimi oleh seorang anak.

Tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi

dalam kartun editorial Bang One dengan kemampuan visualnya secara

umum mampu menyampaikan topik yang terkandung di dalamnya

yakni makna sosial dibalik tindakan peran dalam kartun editorial

tersebut. Tindakan atau perilaku tersebut relatif mudah untuk dipahami

sehingga cukup efektif untuk memahami topik/ konten yang

melatarbelakangi.

d. Tujuan (Purpose)

Sebagai kartun editorial tujuan/ purpose mengacu pada latar

belakang pengetahuan editor mengenai berita dan isu yang sedang ramai

Page 68: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

dibahas di masyarakat. Dengan kata lain, editor dapat menciptakan

peristiwa, menafsirkan dan mengarahkan kebenaran, ini merupakan

peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran

yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikan. Sebagai editorial

visual, kartun tersebut mencerminkan kebijakan dan garis politik media

yang memuatnya. Berikut adalah konteks tujuan yang terdapat pada

sampel penelitian ini.

1) Kartun editorial berjudul Fakta vs Fiksi (FF-1) merupakan wujud

kritik terhadap pemerintah yang kurang peka terhadap fakta

penderitaan rakyat.

Editor menggunakan latar belakang booming film AAC (Ayat-Ayat

Cinta) yang ditonton oleh berbagai lapisan masyarakat hingga

presiden dan wakil presiden menyempatkan diri untuk menonton

dengan menyewa sebuah gedung bioskop. Sementara itu keadaan

rakyat semakin memprihatinkan dengan berbagai permasalahan

ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

2) Kartun editorial berjudul Senjata Renta Penjaga Negara (SRPN-2)

menyoroti tentang buruknya kondisi persenjataan Indonesia, dan

terbatasnya anggaran pertahanan.

Editor menggunakan peristiwa kecelakaan helikopter milik TNI

AU di Subang sebagai referensinya, terbatasnya anggaran

pertahanan mempengaruhi kondisi persenjataan itu. Anggaran

pertahanan dipotong 15 persen dengan alasan penghematan APBN.

Dengan dana terbatas, alokasi untuk pemeliharaan persenjataan

yang sudah uzur pun jadi kurang. Begitu pula dana untuk membeli

suku cadang. Yang terjadi justru kanibalisme: mencopot suku

cadang satu alat untuk dipasangkan ke alat lain.

3) Kartun editorial berjudul Tuberkolosis (TB-3) menggunakan tema

kesehatan, bertujuan khusus menyoroti permasalahan tentang

buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia.

Editor mengacu pada Laporan WHO dalam Global Report,

menyebut Indonesia berada pada peringkat 3 dunia penderita TB

Page 69: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

(Tuberkulosis) terbanyak setelah India dan China.

4) Kartun editorial berjudul KPK vs Jaksa (KJ-4) bertujuan untuk

menyampaikan pandangan dalam menyikapi konflik antara KPK

dan kejaksaan agung yang saling tuding.

Editor mengkonstruksikanya berdasarkan pada manuver KPK

menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan yang menerima uang 660 ribu

dolar AS dari Artalyta Suryani pada Minggu, 2 Maret 2008, terkait

kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Bank Dagang

Nasional Indonesia (BDNI).

5) Kartun editorial berjudul Antre Terus (AT-5) bertujuan untuk

mengkritisi kebijakan pemerintah yang ditunjukkan dengan

permasalahan di balik dan pasca konversi gas.

Editor menggunakan kondisi yang terjadi di tengah masyarakat

pasca konversi minyak tanak ke gas. Lonjakan pemakaian elpiji

pascakonversi bergulir membuat Pertamina kewalahan karena

kondisi infrastruktur bongkar muat elpiji yang terbatas. Akibatnya,

rawan terjadi gangguan pasokan gas elpiji ke masyarakat hingga

menyebabkan antrean panjang.

6) Kartun editorial berjudul Mobil Mutakhir (MM-6) bertujuan untuk

memberikan pandangan terhadap rencana pembelian alutsista baru

untuk TNI dari pemerintah.

Editor menggambarkan ilustrasi berdasarkan pada isu sosial

penyalahgunaan anggaran untuk alutsista yang tidak tepat karena

pemerintah membatasi penggunaan pinjaman luar negeri dan lebih

memanfaatkan pinjaman dalam negeri. Pembelian alutsista juga

diutamakan yang berasal dari industri dalam negeri, begitu pula

bahan bakunya.

7) Kartun editorial berjudul Golongan Putih (GP-7) bertujuan untuk

menyampaikan pendapat tentang meningkatnya angka golput pada

pemilu.

Editor menggunakan fenomena yan terjadi di masyarakat yang

memiliki kesadaran rendah menggunakan hak pilihnya dikarenakan

Page 70: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

berbagai alasan mulai dari ekonomi hingga money politic.

8) Kartun editorial berjudul Pejuang (P-8) bertujuan untuk mengkritisi

keadaan Indonesia 65 tahun setelah merdeka.

Editor menggunakan momen hari kemerdekaan sebagai moment

cerita. arti MERDEKA yang dipahami para pejuang kemerdekaan

'45 berbeda dengan apa yang kita pahami saat ini. Memang arti dari

kata MERDEKA adalah lepas dari penjajahan atau lepas dari

genggaman para penjajah, tapi saat ini yang kita diperangi adalah

penjajahan ekonomi.

9) Kartun editorial berjudul Bersih-Bersih (BB) bertujuan untuk

mengkritisi komitmen jaksa Agung yang terkesan pilih kasih.

Editor mengilustrasikan tindakan Hendarman “membersihkan”

Kejaksaan dengan menyingkirkan kedua jaksa yang diketahui

berhubungan dengan Artalyta Suryani berdasarkan bukti dari

Komisi Pemberantasan Korupsi, tapi tidak berlaku tegas terhadap

Kemas Yahya.

10) Kartun editorial berjudul Melawan Pembalak Liar (MPL) bertujuan

untuk mengkritisi merebaknya pembalakan liar di daerah Ketapang

yang sulit untuk dihentikan.

Editor menggunakan opini yang berkembang mengenai peran

aparat penegak hukum dan instansi pemda yang terlibat sehingga

sulit untuk menghentikanya.

11) Kartun editorial berjudul Jangan Jebak Warga (JJW) bertujuan

untuk mengkritisi kinerja aparat yang suka menjebak warga

berdasarkan pernyatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang

menekankan pentingnya aspek pendidikan, sebelum aspek

penegakan hukum, dalam pemberantasan korupsi. Jika warga

negara melakukan korupsi karena tidak tahu, aparat penegak

hukum turut mempunyai andil terhadap terjadinya korupsi itu.

Editor mengilustrasikanya dengan peristiwa yang lebih sederhana.

Misalnya saat razia kendaraan bermotor sering kita lihat polisi

mengendap-endap menunggu pelanggar.

Page 71: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

12) Kartun editorial berjudul MA vs BPK (MB-12) bertujuan untuk

mengkritisi sikap Mahkamah Agung yang menolak penerimaan

biaya perkara diaudit oleh BPK. Sengketa ini bisa diselesaikan jika

peraturan pemerintah (PP) yang mengatur masalah ini diterbitkan.

Editor mengilustrasikan dengan perdebatan antara anggota MA

dengan anggota BPK yang dilerai oleh presiden.

13) Kartun editorial berjudul Badut Senayan (BS-13) bertujuan untuk

menggambarkan sekaligus mengkritisi tingkah laku angota DPR.

Editor mengilustrasikan tingkah laku anggota DPR sebagai seorang

badut yang penuh trik permainan.

14) Kartun editorial berjudul Harmoko (H-14) bertujuan untuk

mengungkapkan pendapat mengenai kembalinya Harmoko, mantan

menteri penerangan pada era orde baru dalam dunia politik dengan

mendirikan PKN (Partai Kerakyatan Nasional).

Editor mengilustrasikan citra Harmoko pada masa lalu dengan

berbagai akronim.

15) Kartun editorial berjudul Efek Gayus (EG-15) bertujuan untuk

menggambarkan salah satu efek ramainya pemberitaan mengenai

terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh pegawai pajak

bernama Gayus Halomoan Tambunan.

Editor mengilustrasikan salah satu efeknya dengan gambaran

pelecehan anggota masyarakat terhadap pegawai pajak.

Konteks tujuan kartun editorial Bang One secara keseluruhan

dipengaruhi oleh pemberitaan yang sedang marak di media, khususnya

media elektronik. Dengan demikian editor/redaktur memiliki latar

pengetahuan yang sama dengan pemirsa terhadap pemberitaan yang

sedang berkembang akan mempermudah pemahaman dengan

mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam

satuan bahasa yang terdapat dalam kartun editorial tersebut.

Page 72: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

e. Nada (Key)

Nada merupakan salah satu dimensi penting untuk mengetahui

konteks komunikasi, berhubungan dengan manner, nada suara ( nada suara

bias halus, keras, dan netral).Nada merupakan intonasi yang digunakan

dalam pembicaraan yang akan berpengaruh pada konteks seperti humor,

marah, ironi, sarkastik, dan lemah lembut. Berikut adalah penjelasan

tentang nada yang terdapat dalam sampel penelitian.

1) Satu-satunya ucapan yang terdapat dalam kartun editorial berjudul

Fakta vs Fiksi (FF-1) memiliki nada ironi untuk menyindir, hal ini

didasarkan pada ucapan anak kecil yang mengatakan “aku dan

banyak lagi yang gizinya buruk koq nggak ada yang nangis?”

2) Dalam kartun editorial berjudul Senjata Renta Penjaga Negara

(SRPN-2) terdapat dua nada yang berbeda, yaitu ucapan pilot

helikopter “may day..may day” yang bernada keras pertanda

keadaan gawat dan ucapan Bang One “Senjata renta untuk

menjaga negara?..beli baru!! Tapi anggaranya ada nggak ya?”

netral namun bermakna bias antara humor dan sindiran.

3) Pada ucapan pertama bapak yang terkena tuberkolosis (TBC-3)

“kita peringkat 3 dunia! Cuma kalah sama India dan Cina”

bernada netral namun menyindir, sedangan ucapan sang anak “Di

bidang apa pak? Tenis, bulu tangkis, teknologi, reboisasi, atau mis

dunia, Asian idol, pariwisata?” bernada antusias penuh tanda

tanya, sementara jawaban sang bapak “bukan! Di bidang penyakit

tuberkolosis” bernada marah untuk menyindir, dan ucapan Bang

One “jangan dekat-dekat bisa menular!” (sambil menunjuk ke

arah bapak) bernada keras untuk memberi peringatan.

4) Dalam kartun editorial berjudul KPK vs Jaksa terdapat percakapan

sebagai berikut.

Jaksa : “kitakan sama-sama penyelidik” Pet. KPK :“kita sama-sama penyelidik! Tapi di sini aku periksa kamu bukan kamu periksa aku!!”

Page 73: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Dalam percakapan tersebut nada dari ucapan jaksa adalah nada

keras untuk membantah, sementara petugas KPK menjawab dengan

nada yang lebih keras untuk penegasan.

5) Kartun editorial berjudul Antri Terus (AT-5) memiliki beberapa

jenis nada berdasarkan percakapan berikut.

Pet. Pertamina: “daripada antri minyak tanah pindah saja ke gas, dapat tabung gratis, dapat kompor gratis” (ucapan ini bernada halus untuk membujuk/persuasif) Ibu M: “iya kita pakai gas saja” Ibu K: “setuju konversi” Ibu P: “gas lebih oke” Ucapan ketiga ibu tersebut bernada halus dan menujukkan ketertarikan. Di sebuah pangkalan gas “MangQ-rah” Ibu M: “isi gas ada?’ (ucapan ibu ini bernada halus penuh tanda tanya) Agen gas: “gas kosong belum ada kiriman” (ucapan agen gas ini bernada agak kasar) Ibu K: “tabungnya ada?’ (ucapan ibu ini bernada halus penuh harap) Agen gas: “Kosong, kalo ada harganya mahal”. (ucapan agen gas ini bernada netral agak sedikit berbisik namun penuh maksud) Bang One: “tabung mahal, gas langka, antre lagi!! Sama saja antre..apa kata dunia?” (ucapan Bang One bernada ironi untuk menyindir sekaligus mengandung konteks humor)

6) Ucapan dalam kartun editorial berjudul Mobil Mutakhir (MM-6)

memiliki konteks yang berbeda

Agen : “ini pas buat bapak dech”. Ucapan ini memiliki nada halus

dan persuasif, sementara ucapan Bang One: “pilih Alutsista yang

tepat” bernada humor namun memiliki konteks pesan yang serius.

7) Nada yang berbeda terdapat dalam kartun editorial berjudul

Golongan Putih (GP-7) meskipun sebenarnya memiliki konteks

yang hampir sama, berikut adalah penjelasanya.

Bang one: “Nggak nyoblos?” (hal ini ditanyakan kepada beberapa

pihak, berikut adalah jawabanya)

Ibu penjual makanan: “saya harus jualan dong”

Petani: “panen dulu”

Pengusaha: “tidak ada yang berubah buat apa?”

Page 74: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Aktivis: “dari dulu aku golput”

Penjual rujak: “Istri nanti dikasih makan apa?”

Bapak kumis: “semua jualan kecap no.1 padahal aku nggak suka

kecap”

Penduduk: “kami nunggu serangan fajar”

Bang One bertanya dengan nada penuh tanya, sementara jawaban

yang diberikan rata-rata bernada netral antara halus dan kasar,

namun kesemunanya mengandung konteks untuk mengatakan

“tidak” dengan memberikan alasan.

Bang One: “yang golput banyak artinya rakyat sudah bosan

dikibulin sama janji-janji palsu kale”

Ucapan Bang One mengandung nada humor namun memiliki

konteks serius untuk menyimpulkan pendapat.

8) Terdapat kesamaan dengan judul sebelumnya dalam kartun

editorial berjudul Pejuang (P-8) terdapat perbedaan nada namun

dengan konteks yang hampir serupa.

Bang One: “aku pejuang 45, bagaimana negara ini setelah 43 tahun...” (dengan sikap berdiri tegak setelah berdoa di makam para pahlawan) “merdeka!” (kata ini diucapkan kepada beberapa orang dan seperti inilah jawaban mereka. Dalam ucapan ini terdapat nada tanya dan ucapan keras penuh

semangat.

Pengemis: “merdeka apa? Sejak kecil kami miskin” Ucapan pengemis mengandung nada bantahan sekaligus ironi yang

bertujuan untuk meminta belas kasihan.

Ibu kuning: “kalo selalu dililit hutang apa itu merdeka!!” Ucapan ini bernada sarkastik bertujuan untuk menunjukkan

amarah.

Ibu biru: “semua barang naik/hilang atau antre, itu merdeka!!” Ucapan ini bernada agak kasar untuk menunjukkan konteks serius.

Koruptor: “merdeka!! Kita bebas berkorupsi ria” Ucapan ini bernada penuh semangat tapi memiliki maksud yang

berbeda dengan konteks.

Pencari kerja: “ tapi jutaan dari kami menganggur!”

Page 75: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Ucapan ini bernada keras penuh ironi dengan konteks mengeluh

bertujuan untuk mendapatkan simpati.

Bang One: “lalu apa artinya para pahlawan bangsa!aku marah!marah! sedih!” (sambil berjalan lunglah menuju kembali ke makam) Ucapan Bang One bernada bias antara marah dan sedih bertujuan

untuk menunjukkan rasa kecewa dalam konteks yang sebenarnya.

Anak-anak: (kaget melihat bang one) “hi..serem ada mayat hidup” Ucapan anak-anak tersebut halus dalam konteks menunjukkan rasa

kaget sekaligus takut

Bang One: “aduh..generasi baru” Ucapan Bang One bernada netral dan pasrah dalam konteks serius.

9) Kartun editorial berjudul Bersih-Bersih (BB-9) menggunakan nada

yang relatif halus, meskipun ada beberapa yang berbeda.

Hendarman: “saya akan sapu bersih Kejagung, saya akan tunjukkan kalau saya tegas” Ucapan Hendarman bernada tegas dalam konteks untuk

menunjukkan keseriusan.

Untung Uji: sedang menerima panggilan dari telepon seluler “Mas Untung tolong” Ucapan yang berasal dari telepon Untung bernada halus dalam

konteks memohon bantuan.

Hendarman: datang menghampiri Untung “yang kotor singkirkan” Ucapan Hendarman bernada keras dalam konteks marah. Wisnu: “kita keduluan KPK” Ucapan wisnu bernada halus dalam konteks memberi informasi. Kemas Yahya: “nanti..nanti itu sudah diatur!” Hampir serupa dengan ucapan Wisnu ucapan Kemas Yahya

bernada halus namun dalam konteks menenangkan atau memberi

jaminan.

Di sebuah kamar... Adegan seorang suami (Kemas Yahya) jatuh dari tempat tidur setelah bermimpi buruk Istri : “kenapa pak?” Suami: “ ah Cuma mimpi, nggak apa-apa. Biasanya pak Hendarman menyelesaikan secara adat”

Page 76: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Ucapan istri Kemas Yahya bernada halus dalam konteks bertanya,

sementara ucapan Kemas Yahya bernada yakin dan sedikit humor

namun dalam konteks serius.

Bang One: “secara adat=tidak dipecat”

Ucapan Bang One merupakan anti klimaks dari percakapan

sebelumnya, nada yang digunakan adalah nada humor dalam

konteks menyindir.

10) Dalam kartun editorial berjudul Melawan Pembalak Liar (MPL-10)

terdapat kesamaan konteks antara dua ucapan yang disajikan oleh

dua tokoh yang berbeda.

Koboi biru: “pembalak liar akan saya basmi” (dengan wajah penuh semangat) Bang One “Cukong aparat polisi, jaksa, TNI, pemerintah semua ikut main. Parah” (dengan wajah geram) Koboi biru mengatakanya dengan nada penuh semangat dalam

konteks yang serius, sementara Bang one mengatakan dengan nada

keras dalam konteks serius (antara kaget, marah, dan kecewa).

11) Percakapan yang terdapat dalam kartun editorial berjudul Jangan

jebak Warga (JJW-11) terjadi antara Bang One dan Polisi.

Bang One: “Presiden bilang jangan jebak warga yang tidak tahu, kalau ada warga melakukan pelanggaran, atau kesalahan karena tidak tahu, kita ikut bersalah. Apa maksudya ya? Al-amin?” Polisi: “Bapak tidak melihat tanda larangan itu?” Bang One: “ah bapak jangan jebak warga yang tidak tahu”(sambil tertawa) Ucapan pertama Bang One bernada serius dan ingin tahu dalam

konteks memahami berita yang baru saja ia baca, sementara ucapan

polisi bernada keras dalam konteks bertanya sekaligus

memperingatkan, sedangkan jawaban Bang One bernada humor

namun dalam kontek bercanda sekaligus menyindir.

12) Dalam kartun editorial MA vs BPK (MB-12) terdapat percakapan

antara anggota MA dengan anggota BPK.

Anggota BPK: “laporan keuangan MA tidak akuntabel” Anggota MA: “terserah” Anggota BPK: “aneh itu tidak bisa diaudit” Anggota MA: “nggak aneh. Ini titipan orang, dibalikin kalo lebih.”

Page 77: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Anggota BPK:”kenapa nggak bisa diperiksa?” Anggota MA:” ubah dulu hukum acara perdata” Anggota BPK:”di rekening anda ada uang 7,4 M harus diaudit, masuk neraca keuangan MA, aneh..” Anggota MA: “nggak aneh” Anggota BPK:”harus tetap diaudit, aneh..” Presiden:”sabar..sabar PP biaya perkara MA sedang dibuat” Bang One:” kapan PP biaya MA turun pak?”

Dalam percakapan tersebut anggota BPK cenderung menggunakan

nada keras untuk menunjukkan keberatan, sementara anggota MA

menggunakan nada yang lebih santai dalam menjawab dan

memberi alasan, sedangkan presiden menggunakan nada netral

dalam konteks sebagai penengah dan Bang One menggunakan nada

halus dalam konteks bertanya dan ragu-ragu akan ucapan presiden.

13) Dalam kartun editorial berjudul Badut Senayan (BS-13)terdapat

beberapa ungkapan yang memiliki nada yang berbeda seiring

dengan perjalanan tokohnya.

Badut bermain jugling kotak bertuliskan “RUU”, kemudian “UUD” Kaka Slank: “ UUD (ujung-ujungnya duit)” Badut: “jalan-jalan (London, New York) ada yang ngongkosin (sponsor)” Badut: (berduaan dengan PSK)”pacaran ah..” Badut: (tertangkap KPK karena menerima suap di hotel Ritz Carlton) “itu uang untuk betulin pagar, itu duit di kamar Azirwan, itu uang reses, itu uang pinjaman” sementara itu dipanggung pertunjukan Srimulat, Bang One: “kok sepi?” Pelawak: “yang ini sudah tutup, yang ramai sebelah pak!!”. Sambil menunjuk ke arah Senayan/ gedung DPR)

Kaka Slank mengucapkan kata-kata tersebut dengan nada

bernyanyi (lagu Seperti Para Koruptor) dengan konteks menyindir.

Ucapan badut Senayan kebanyakan menngunakan nada netral,

kecuali ucapan ketika tertangkap KPK yang bernada halus dan

memohon dalam konteks memberi alasan. Sedangkan ucapan Bang

One kepada si pelawak bernada halus dalam konteks bertanya,

kemudian si pelawak menjawab dengan nada santai dengan sedikit

Page 78: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

humor dalam konteks memberi jawaban sekaligus menyindir badut

Senayan.

14) Kartun editorial berjudul Harmoko (H-14) berisi tentang berbagai

akronim Harmoko, mengandung nada yang bervariasi sesuai

dengan konteks.

Harmoko: “namaku Harmoko” Supir Mikrolet: “itu karena kantor bapak, antara Harmoni-kota ya?” Mahasiswa UI: “bukan, itu singkatan hari-hari omong kosong” Dalam percakapan tersebut harmoko menggunakan nada santai

dalm kontek memperkenalkan diri, sementara sang sopir mikrolet

menggunakan nada bertanya dalam konteks menyindir; sedangkan

mahasiswa UI menggunakan nada sarkastik dalam konteks

memberikan bantahan sekaligus menghina.

Anggota Koperasi:” bersama bapak hari-hari omong koperasi” Harmoko: “sekarang hari-hari (aku) omong koordinasi partaiku” Bang One:”Harmoko bisa juga berarti hari-hari menuju ko istana” Harmoko:” begini, senua ini atas petunjuk bapak rakyat” Bang One: “bukan presidan lagi, ya?” Berbeda dengan percakapan sebelumnya, pada bagian ini nada

yang digunakan lebih santai, salah satunya adalah ungkapan

anggota koperasi dalam konteks memberi dukungan dan ucapan

Harmoko dalam konteks memberi konfirmasi menanggapi ucapan

Bang One yang bernada santai dalam konteks meminta konfirmasi

sekaligus menyindir.

15) Dalam kartun editorial berjudul Efek Gayus (EG-15) nada yang

digunakan cenderung nada tanya namun agak bias dalam konteks

menghakimi/ menuduh dengan pendapat, sementara Bang One

menggunakan nada humor dalam konteks memberikan komentar.

Anak Kecil: ”Bapak pegawai pajak?” “Masak rumah reyot begini?” “ Ke kantor naik motor?” “Nggak punya mobil, apartemen?” “Perhiasan juga tidak?” ”Tabungan Cuma puluhan juta?” “Kesimpulanku cuma ada dua !”

Page 79: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

“Kamu pembohong atau kamu gila!” Bang One: “efek gayus hehehe”

f. Media/ Saluran (Channel)

Media atau saluran merupakan cara para peserta (partisipan) untuk

berinteraksi dalam proses komunikasi seperti tatap muka, melalui telepon,

melalui surat, melalui e-mail, dan melalui telegram.

Pada data 1 (FF) dan data 2 (SRPN) tidak terjadi tatap muka,

dalam kartun editorial tersebut terdapat seorang anak penderita gizi buruk

dan Bang One yang sedang melontarkan pertanyaan dan pendapatnya yang

disampaikan secara langsung melalui lisan. Hal ini bertujuan bahwa pesan

tersebut tidak diperuntukkan khusus untuk seseorang melainkan untuk

siapa saja yang merasa tersindir oleh ilustrasi yang disajikan dalam kartun

editorial tersebut. Selain itu pada data 2 (SRPN) terdapat komunikasi lisan

melalui microphone yang dilakukan pilot helikopter dengan tujuan untuk

meminta bantuan sekaligus memberi peringatan.

Komunikasi tatap muka dengan jelas digambarkan pada data 3

hingga data 15 dengan penjelasan sebagai berikut.

1) Pada data 3 (TB) terdapat komunikasi langsung (tatap muka)

dengan lisan antara bapak, anak dan Bang One, sehingga

komunikasi berlangsung baik tanpa ada kesalahpahaman.

2) Pada data 4 (KJ) terjadi komunikasi langsung melalui lisan hingga

menjurus ke perdebatan antara penyidik KPK dengan jaksa. Dalam

hal ini jelas digambarkan bahwa komunikasi diantara keduanya

tidak berlangsung baik.

3) Pada data 5 (AT) terdapat komunikasi langsung antara pegawai

Pertamina dengan ibu-ibu yang sedang antri minyak tanah,

komunikasi antara ketiga ibu tersebut dan komunikasi langsung

antara agen gas dengan ibu-ibu yang sama.

4) Pada data 6 (MM) digambarkan bahwa terjadi komunikasi lisan

(tatap muka) antara agen mobil dengan jenderal berbintang satu,

meskipun sang jenderal belum merespon ucapan sang agen.

5) Pada data 7 (GP) dan 8 (P) terjadi komunikasi langsung dengan

Page 80: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

lisan (dialog) antara bang One dengan beberapa pihak , kemudian

ditutup dengan monolog Bang One. Dalam kartun editorial tersebut

tatap muka berlangsung dimulai dengan Bang One bertanya/

memberikan salam terlebih dahulu.

6) Pada data 9 (BB) terdapat adegan komunikasi melalui telepon

genggam (handphone) yang diperankan oleh Untung Uji, Wisnu,

dan Kemas Yahya dengan partisipan yang sama yang tidak

disebutkan identitasnya, juga komunikasi langsung (tatap muka)

antara Kemas Yahya dan Istrinya di dalam kamar tidur mereka.

Bagi pembaca adegan komunikasi melalui handphone cenderung

sulit untuk dipahami karena ketidakjelasan partisipan

komunikasinya.

7) Pada data 10 (MPL) terjadi tatap muka antara koboi biru dengan

para pembalak liar, namun tidak terjadi komunikasi secara lisan.

8) Pada data 11 (JJW) Bang One bersemuka dengan seorang Polisi

kemudian melakukan komunikasi verbal secara langsung.

9) Pada data 12 (MB) terjadi komunikasi verbal yang intens antara

anggota BPK dengan anggota MA hingga mengarah pada

perdebatan, kemudian Presiden datang untuk melerai kedua belah

pihak dengan bahasa verbal.

10) Pada data 13 (BS) terjadi komunikasi verbal langsung antara Bang

One dengan pelawak Srimulat, selebihnya adalah monolog lisan

badut Senayan.

11) Pada data 14 (H) seluruh peristiwa komunikasi terjadi secara

langsung, baik antara Harmoko dengan Sopir mikrolet, harmoko

dengan anggota koperasi hingga Harmoko dengan Bang One.

12) Pada data 15 (EG) peristiwa komunikasi terjadi antara seorang

anak dengan pegawai pajak, dalam hal ini komunikasi verbal hanya

dilakukan oleh anak tersebut, sementara sang pegawai pajak hanya

berkomunikasi melalui ekspresi wajah yang terlihat keberatan

dengan pertanyaan dan pernyataan anak tersebut.

Page 81: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Secara umum media/ saluran komunikasi yang digunakan

partisipan dalam kartun editorial Bang One berinteraksi dengan bersemuka

antara satu sama lain, sedangkan komunikasi tak langsung dilakukan tanpa

adanya tokoh partisipan sehingga dikondisikan bahwa yang diajak

berkomunikasi adalah pemirsa melalui media televisi tempat kartun

editorial tersebut ditayangkan, dalam hal ini kebanyakan dilakukan oleh

Bang One dengan hadir sebagai penutup dalam tiap episode/ judul dengan

melemparkan pernyataan atau bahkan pertanyaan yang bernada kritik

sehingga secara tidak langsung menarik pemirsa untuk ikut berpartisipasi

menanggapi dan menjawabnya.

2. Praanggapan (presuposisi) yang muncul dalam kartun editorial “Kabar

Bang One” pada program berita TV One

Praanggapan (presuposisi) merupakan kondisi yang dianggap ada sebelum

membuat ujaran. Dalam penelitian ini penulis menggunakan 6 klasifikasi

praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-

faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural,dan presuposisi konterfaktual.

a. Presuposisi Eksistensial

Berikut adalah presuposisi eksistensial yang terdapat dalam kartun

editorial Bang One.

1) Data 1 (FF) “aku dan banyak lagi yang gizinya buruk koq nggak

ada yang nangis?” kata aku menunjukkan eksistensi/ keberadaan/

jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit

menimbulkan praanggapan bahwa tidak ada (seorangpun) yang

menangis melihat banyak anak yang menderita gizi buruk.

2) Data 9 (BB) “Saya akan sapu bersih Kejagung, saya akan

tunjukkan kalau saya tegas” kata saya menunjukkan eksistensi/

keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang

definit menimbulkan praanggapan bahwa Hendarman akan

membersihkan kejagung sebagai bukti ketegasanya.

3) Data 10 (MPL) “pembalak liar akan saya basmi” kata saya

menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang

Page 82: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

diungkapkan dengan kata yang definit menimbulkan praanggapan

bahwa orang tersebut akan membasmi pembalak liar.

b. Presuposisi Faktif Berikut adalah presuposisi faktif yang terdapat dalam kartun editorial

Bang One.

1) Data 5 (AT) Konversi minyak tanah ke gas dinilai tidak efektif-

konversi minyak tanagh ke gas tidak efektif , informasi yang

dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu

kenyataan.

2) Data 8 (P) Mereka menganggap merdeka adalah bebas dari segala

permasalahan, kata kerja faktif menganggap memicu praanggapan

bahwa merdeka adalah bebas dari segala permasalahan.

3) Data 11 (JJW) presiden mengatakan bahwa jangan jebak warga

yang tidak tahu, kalau ada warga melakukan pelanggaran, atau

kesalahan karena tidak tahu, kita ikut bersalah memicu

praanggapan bahwa ada oknum yang menjebak warga.

4) Data 12 (MB) BPK mengalami kesulitan dalam mengaudit

keuangan MA. Kata kerja faktif mengalami memunculkan

praanggapan bahwa BPK kesulitan mengaudit keuangan MA.

5) Data 15 (EG) Terungkapnya kasus Gayus Tambunan membuat

citra pegawai pajak menjadi buruk di mata masyarakat. Kata kerja

menjadi memunculkan praanggapan bahwa Terungkapnya kasus

Gayus Tambunan membuat citra pegawai pajak buruk di mata

masyarakat

c. Presuposisi Non-faktif Berikut adalah presuposisi non-faktif yang terdapat dalam kartun editorial

Bang One.

Page 83: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

1) Data 3 (TBC) saya mengharapkan Indonesia menempati peringkat

ke-3 dunia dalam bidang tenis, bulu tangkis, teknologi, reboisasi,

Miss World, Asian idol, dan pariwisata yang sebenarnya adalah

Indonesia tidak menempati peringkat ke-3 dunia dalam bidang

tenis, bulu tangkis, teknologi, reboisasi, Miss World, Asian idol,

dan pariwisata.

2) Data 4 (KJ) Jaksa seharusnya menghormati tugas dan wewenang

KPK yang sebenarnya terjadi dalam kartun editorial tersebut jaksa

tidak menghormati tugas dan wewenang KPK.

d. Presuposisi Leksikal 1) Data 7 (GP) Pada pemilu kali ini angka golput semakin tinggi

praanggapan yang muncul pada pemilu yang lalu angka golput

rendah.

2) Data 9 (BB) Biasanya pak Hendarman menyelesaikan secara adat

apabila dipahami secara konvensional maka akan muncul

praanggapan seharusnya kali ini pak Hendarman tidak

menyelesaikan secara adat.

3) Data 10 (MPL) Oknum pemerintah dan hukum ikut berperan

dalam pembalakan liar secara konvensional muncul praanggapan

bahwa seharusnya mereka tidak ikut berperan.

4) Data 13 (BS) ...pertunjukan di senayan jauh lebih ramai

dibandingkan pentas Srimulat memunculkan praanggapan dulu

Pertunjukkan Srimulat adalah pertunjukkan yang paling ramai.

e. Presuposisi Struktural 1) Data 9 (BB) “Bagaimana cara anda menunjukkan ketegasan?”

praanggapan ini sudah diasumsikan kebenarannya sesuai dengan

praanggapan terhadap komitmen Hendarman “anda akan

tunjukkan kalau anda tegas”

2) Data 10 (MPL) “bagaimana pembalakan liar di Ketapang?”

sesuai dengan praanggapan yang diasumsikan benar bahwa

pembalakan liar di Ketapang parah.

Page 84: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

f. Presuposisi Konterfaktual Berikut adalah hasil penelitianya:

1) Data 2 (SRPN) seandainya negara memiliki Alutsista yang canggih

untuk menjaga pertahanan negara keadaan yang sesungguhnya

adalah negara tidak memiliki alutsista canggih dan menggunakan

senjata tua untuk menjaga negara.

2) Data 13 (BS) seandainya anggota DPR tidak korupsi dan jujur

kenyataanya Anggota DPR yang tertangkap tangan oleh KPK

menerima suap selalu berkelit dengan berbagai alasan.

Berdasarkan hasil penelitian, praanggapan yang paling banyak muncul

dalam kartun editorial Bang One adalah presuposisi faktif, hal ini disebabkan

karena informasi yang ditampilkan dalam kartun editorial Bang One merupakan

informasi yang marak diberitakan oleh media, sehingga masyarakat akan

cenderung tahu bahwa apa yang disampaikan adalah kebenaran. Selain itu daya

kemustahilan praanggapan tersebut tidak dapat dijelaskan dengan perlakuan

semantik apapun karena pengertian tersebut didasarkan pada kondisi faktual.

3. Implikatur dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program

berita TV One

Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus mempunyai

konsep yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan terjadi suatu

kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Hal tersebut juga

berlaku dalam memahami kartun editorial Bang One. Terdapat dua macam

implikatur, yaitu implikatur konvensional dan implikatur konversasional.

a. Implikatur Konvensional

Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari

penalaran logika. Berikut adalah implikatur konvensional yang terdapat

dalam sampel penelitian.

1) Dalam data 2 (SRPN) terdapat ucapan Bang One “Senjata renta

untuk menjaga negara?..beli baru!! Tapi anggaranya ada nggak

ya?”. Awalnya ucapan Bang One menciptakan implikatur bahwa

pembelian senjata baru adalah solusi terbaik untuk merevitalisasi

Page 85: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

persenjataan negara, namun penggunaan kata “tapi” membatalkan

implikatur tersebut dan menciptakan anomali bahwa ketersediaan

anggaran merupakan permasalahan selanjutunya.

2) Hampir serupa dengan data 2 (SRPN), data 4 (KJ) juga memiliki

implikatur konvensional paja jawaban petugas KPK “kita sama-

sama penyelidik! Tapi di sini aku periksa kamu bukan kamu

periksa aku!!”. Ucapan tersebut menciptakan implikatur bahwa

petugas KPK menyetujui ucapan jaksa, namun penggunaan kata

“tapi” membatalkan implikatur tersebut dan menciptakan

implikatur baru bahwa terdapat perbedaan sesuai dengan konteks

yang sedang berlangsung.

3) Dalam data 5 (AT) ucapan petugas Pertamina Pet. Pertamina,

“daripada antre minyak tanah pindah saja ke gas, dapat tabung

gratis, dapat kompor gratis” secara konvensional terdapat

perbedaan antara minyak tanah dan gas sehingga menimbulkan

implikatur bahwa dengan beralih ke gas maka tidak perlu lagi antri

juga mendapatkan kompor dan tabung secara gratis.

4) Terdapat implikatur konvensional pada data 6 (MM) khususnya

pada ucapan Agen : “ini pas buat bapak dech” dan Bang One:

“pilih Alutsista yang tepat”. Ucapan agen menimbulkan implikatur

bahwa mobil mutakhir tersebut sesuai dengan selera/ kebutuhan

pembeli, sedangan ucapan Bang One secara konvensional

menguraikan sikap peringatan dan menimbulkan implikatur bahwa

mobil mutakhir tersebut kurang tepat untuk dijadikan alutsista.

5) Ucapan Bang One “yang golput banyak artinya rakyat sudah

bosan dikibulin sama janji-janji palsu kale” pada data 7 (GP)

menimbulkan implikatur bahwa jangan lagi mengumbar janji-janji/

gunakan strategi baru untuk menarik simpati rakyat dalam pemilu.

6) Pada data 13 (BS) terdapat percakapan Bang One: “kok sepi?” dan

Pelawak: “yang ini sudah tutup, yang ramai sebelah pak!!”.

Jawaban pelawak atas pertanyaan Bang One menciptakan

implikatur bahwa tempat tersebut sepi karena sudah tutup dan

Page 86: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

tempat sebelah (gedung senayan) sedang memberikan tontonan

yang lebih ramai. Dipahami secara konvensional bahwa keramaian

yang dimaksud adalah sepak terjang para politisinya yang lebih

ahli dalam melakukan lelucon politik.

7) Pada data 15 (EG) menimbulkan implikatur yang dipahami secara

konvensional bahwa pegawai pajak memiliki kehidupan ekonomi

kelas atas.

Secara umum implikatur konvensional dalam kartun editorial Bang One

menggunakan konteks logika sebagai landasan untuk memahaminya.

Implikatur tersebut sebagian besar timbul dari ucapan Bang One yang

berusaha mengkomunikasikan makna yang bersifat ironis, metaforis, dan

sebagainya.

b. Implikatur Konversasional

Implikatur konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena

tuntutan konteks tertentu. Biasanya menyiratkan sesuatu yang berbeda

dengan yang sebenarnya diucapkan. Berikut adalah implikatur

Konversasional yang terdapat dalam sampel penelitian.

1) Pada data 1 (FF) terdapat ucapan anak penderita gizi buruk: “aku

dan banyak lagi yang gizinya buruk koq nggak ada yang nangis?”.

Penutur memaksudkan untuk menunjukkan perasaanya tanpa

menyinggung orang-orang tertentu, yang sebenarnya akan lebih

mudah dipahami apabila dalam ucapan tersebut menjadi “melihat

film saja menangis..melihat aku dan banyak lagi yang gizinya

buruk koq nggak ada yang nangis?”

2) Percakapan antara bapak dan anak dalam data 3 (TB) secara

konversasional mengimplikasikan bahwa Indonesia berada pada

tingkat ke-3 dalam hal tuberkolosis bukan dalam prestasi dan kita

tidak boleh berdekatan dengan penderita TBC karena penyakit

tersebut bisa menular.

3) Pada data 8 (Pejuang) terdapat implikatur percakapan yang

mengimplikasikan perbedaan dalam memaknai kemerdekaan baik

Page 87: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

secara positif maupun negatif, khususnya kemerdekaan ekonomi.

Terdapat maksud untuk menyindir beberapa pihak. Relasi tuturan

berdasarkan percakapan dapat dijabarkan sebagai berikut

Pengemis (+) merdeka Merdeka itu tidak miskin

(-) tidak miskin

Ibu Kun (+) merdeka Merdeka itu tidak dililit Hutang

(-) tidak dililit hutang

Ibu biru (+) merdeka

(-) barang murah dan tidak antre Merdeka itu barang

murah dan tidak antre

4) Implikatur percakapan pada data 9 (BB) dapat dijelaskan

berdasarkan percakapan berikut.

Istri : “kenapa pak?” Suami: “ ah Cuma mimpi, nggak apa-apa. Biasanya pak Hendarman menyelesaikan secara adat” Bang One: “secara adat=tidak dipecat” Berdasarkan percakapan tersebut terdapat kalimat yang

menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya

diucapkan, ah Cuma mimpi digunakan untuk menutupi perasaan

yang sebenarnya, kemudian muncul implikatur bahwa si suami

(Kemas Yahya) tidak akan dipecat, Hendarman biasanya

menyelesaikan masalah tidak dengan cara memecat, dan

Menyelesaikan secara adat artinya tidak dipecat.

5) Pada data 10 (MPL) implikatur percakapan terdapat pada ucapan

berikut.

Bang One: “Cukong aparat polisi, jaksa, TNI, pemerintah semua

ikut main. Parah”

Ucapan tersebut merupakan ironi yang disengaja untuk

menunjukkan kemarahan dan kekecewaan, ucapan tersebut

menciptakan implikatur keadaan parah karena cukong, aparat

polisi, jaksa, TNI, dan pemerintah ikut bermain (peran) dalam

pembalakan hutan.

Page 88: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

6) Pada data 11 (JJW) implikatur konversasional dapat ditemukan

pada percakapan berikut ini.

Polisi: “bapak tidak melihat tanda larangan itu?” Bang One: “ah bapak jangan jebak warga yang tidak tahu”

Jawaban Bang One mengimplikasikan sebuah sindiran yang

muncul akubat inferensi yang didasari oleh latar belakang

pengalaman tentang polisi dengan perilaku suka menjebak dan

menciptakan implikatur bahwa Bang One tidak melihat tanda

larangan yang dimaksud oleh polisi tersebut.

7) Jawaban yang dilontarkan anggota MA pada data 12 (MB)

mengimplikasikan sikap mengelak dengan alasan. Selain itu

ucapan Presiden:”sabar..sabar PP biaya perkara MA sedang

dibuat” menimbulkan implikatur PP biaya MA belum selesai

dibuat, sementara ucapan Bang One :” kapan PP biaya MA turun

pak?” implikatur yang timbul adalah PP biaya MA belum turun,

muncul akibat adanya inferensi pengetahuan bahwa PP tersebut

sudah lama dibahas sajak lama namun hingga kini belum ada

hasilnya.

8) Percakapan yang terjadi pada data 14 (H) berikut ini.

a) Harmoko: “namaku Harmoko”, Supir Mikrolet: “itu karena kantor bapak, antara Harmoni-kota ya?”

Implikatur yang muncul adalah Supir mikrolet tidak yakin kantor

Harmoko terletak antara Harmoni-Kota

b) Mahasiswa UI: “bukan, itu singkatan hari-hari omong kosong” Implikatur yang muncul adalah bahwa menurut mahasiswa UI

Harmoko memiliki gemar beromong kosong

c) Anggota Koperasi:” bersama bapak hari-hari omong koperasi” Implikatur yang muncul adalah bahwa para anggota kopersai setiap

hari membicarakan tentang koperasi dengan Harmoko

d) Harmoko: “sekarang hari-hari (aku) omong koordinasi partaiku”

Implikatur yang muncul adalah bahwa saat ini Harmoko sedang

berbicara masalah koordinasi partainya.

e) Bang One:”Harmoko bisa juga berarti hari-hari menuju ko istana”

Page 89: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Implikatur yang muncul adalah bahwa Harmoko memiliki arti lain

dibanding yang sebelumnya menurut Bang one

Harmoko:” begini, senua ini atas petunjuk bapak rakyat” Bang One: “bukan presidan lagi, ya?” Implikatur yang muncul adalah yang memberi petunjuk kepada

Harmoko adalah bapak rakyat yang sebelumnya adalah presiden.

Berdasarkan analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

implikatur konversasional yang digunakan dalam kartun editorial Bang

One digunakan agar pernyataan yang disampaikan itu lebih santun.

Secara umum kartun editorial Bang One menggunakan implikatur sebagai

sarana untuk menyindir, menanggapi, mengkritik, memberi simpati dan lain-

lain kepada pihak-pihak tertentu dengan tujuan agar pihak-pihak yang menjadi

objek implikatur mengerti dan merefleksikan apa yang telah dilakukannya.

Kartun editorial Bang One memakai implikatur dengan aplikasi konteks sosial

yang terjadi dalam masyarakat. Pemakaian implikatur dalam editorial ini juga

dapat menjadi sebuah dasar jika sindiran, kritikan, bahkan makian dapat

disampaikan dengan ringan.

4. Bentuk-bentuk penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial

“Kabar Bang One” pada program berita TV One.

Untuk menjalin komunikasi yang baik maka orang akan berbicara sejelas

mungkin, tidak berbelit-belit, ringkas, tidak berlebihan, berbicara secara

wajar. Hanya saja dalam pragmatik terdapat penyimpangan-penyimpangan,

ada maksud-maksud tertentu, tetapi ia harus bertanggung jawab atas

penyimpangan itu, sehingga orang lain bisa mengetahui maksudnya. Dengan

kata lain diperlukan sebuah kerja sama. Dalam rangka melaksanakan prinsip

kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan

yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi dan maksim

pelaksanaan.

a. Maksim Kuantitas

Penyimpangan terhadap maksim kuantitas terdapat pada:

1) data 3 (TBC),

anak : “Di bidang apa pak? Tenis, bulu tangkis, teknologi,

Page 90: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

reboisasi, atau mis dunia, Asian idol, pariwisata?”

pertanyaan sang anak sebenarnya sudah jelas, namun ujaran yang

mengikutinya justru bertentangan dengan maksim kuantitas,

namun nampaknya ini sengaja dilakukan untuk menggambarkan

rasa ingin tahu sang anak.

2) data 5 (AT), jawaban agen gas terhadap pertanyaan ibu M dan K

Ibu M: “isi gas ada?’ Agen gas: “gas kosong belum ada kiriman” Ibu K: “tabungnya ada?’ Agen gas: “Kosong, kalo ada harganya mahal”

jawaban agen gas tersebut bertentangan dengan maksim kuantitas

karena dengan menjawab kosong atau tidak ada sudah memberikan

kontribusi yang cukup terhadap lawan tuturnya. maksim ini

sengaja dilanggar untuk mengilustrasikan adanya maksud

tersembunyi dari jawaban tersebut.

3) data 7 (GP), jawaban para responden Bang One

Bang one: “Nggak nyoblos?” (hal ini ditanyakan kepada beberapa pihak, berikut adalah jawabanya) Ibu penjual makanan: “saya harus jualan dong” Petani: “panen dulu” Pengusaha: “tidak ada yang berubah buat apa?” Aktivis: “dari dulu aku golput” Penjual rujak: “Istri nanti dikasih makan apa?” Bapak kumis: “semua jualan kecap no.1 padahal aku nggak suka kecap” Massa: “kami nunggu serangan fajar” Jawaban-jawaban tersebut bertentangan dengan maksim kuantitas

yang menghendaki setiap peserta tuturan memberikan kontribusi

secukupnya, dalam hal ini responden cukup menjawab dengan kata

“tidak” atau “nanti”, namun penyimpangan ini sengaja dilakukan

untuk menggambarkan kompleksnya sikap masyarakat terhadap

pemilu.

4) data 8 (P), jawaban salam merdeka

Pengemis: “merdeka apa? Sejak kecil kami miskin” Ibu kuning: “kalo selalu dililit hutang apa itu merdeka!!” Ibu biru: “semua barang naik/hilang atau antre, itu merdeka!!” Koruptor: “merdeka!! Kita bebas berkorupsi ria”

Page 91: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Pencari kerja: “ tapi jutaan dari kami menganggur!”

kontribusi yang diharapkan oleh pejuang (Bang One) hanyalah

jawaban kata “merdeka” layaknya salam perjuangan dahulu,

namun terjadi penyimpangan terhadap maksim kuantitas, hal ini

dikarenakan untuk menggambarkan kesulitan masyarakat pasca 65

tahun merdeka.

5) data 9 (BB), pada percakapan Kemas Yahya dan istrinya.

Istri : “kenapa pak?” Suami: “ ah Cuma mimpi, nggak apa-apa. Biasanya pak Hendarman menyelesaikan secara adat” Sebenarnya Kemas Yahya berkontribusi cukup dengan hanya

menjawab “nggak apa-apa” ,namun ia melanggar maksim

kuantitas dengan mengatakan sesuatu yang tidak ditanyakan oleh

istrinya. Hal ini sengaja dilakukan untuk menenangkan diri

memperkuat pendapatnya mengenai sikap Hendarman.

6) data 11 (JJW) pada jawaban Bang One terhadap pertanyaan polisi,

Polisi: “bapak tidak melihat tanda larangan itu?” Bang One: “ah bapak jangan jebak warga yang tidak tahu”(sambil tertawa)

kontribusi yang diharapkan polisi tersebut dari Bang One adalah

jawaban “ya” atau “tidak”, namun Bang One justru

menanggapinya dengan kalimat santai. Penyimpangan ini sengaja

dilakukan untuk mendapatkan efek lucu.

7) data 13 (BS) jawaban pelawak Srimulat terhadap pertanyaan Bang

One.

Bang One: “kok sepi?” Pelawak: “yang ini sudah tutup, yang ramai sebelah pak!!”. (Sambil menunjuk ke arah Senayan/ gedung DPR) Sebenarnya pelawak tersebut cukup menjawab “sudah tutup”,

namun sengaja menambahi dengan kalimat “yang ramai sebelah

pak”, penyimpangan yang terjadi sengaja dilakukan untuk

mengungkapkan sesuatu yang sifatnya konvensional.

Page 92: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

8) data 15 (EG) pertanyaan yang diajukan anak tersebut terlalu

berlebihan sehingga tidak memberikan kesempatan kepada lawan

tuturnya untuk berkontribusi dalam komunikasi tersebut.

Penyimpangan ini justru menimbulkan kesan tidak berimbang dan

menghakimi.

Berdasarkan hasil penelitian kartun editorial Bang One penyimpangan

terdapat maksim kuantitas cukup sering digunakan dalam kartun editorial

Bang One, hal ini sengaja dilakukan untuk mendapatkan nilai kelucuan dan

memberi pesan khusus kepada pemirsa.

b. Maksim Kualitas

Penyimpangan terhadap maksim kualitas pada kartun editorial Bang One

hanya terdapat terdapat dalam data 11 (JJW) pada ucapan Bang One.

Bang One: “presiden bilang jangan jebak warga yang tidak tahu, kalau ada warga melakukan pelanggaran, atau kesalahan karena tidak tahu, kita ikut bersalah. Apa maksudnya ya? Al-amin?” Polisi: “bapak tidak melihat tanda larangan itu?” Bang One: “ah bapak jangan jebak warga yang tidak

tahu”(sambil tertawa)

Ucapan Bang One tidak mendasar pada bukti meskupun bersifat

komunikatif karena yang terlihat memang ada tanda larangan meskipun

sedikit tertutup pohon, namun penyimpangan ini sengaja untuk

mengungkapkan pendapat dengan efek lucu.

Berdasarkan hasil penelitian kontribusi yang mengarah pada penyimpangan

maksim kualitas sangat sedikit karena kartun editorial Bang One memiliki

konteks yang jelas dalam tiap judulnya, selain itu minim terjadi peristiwa tanya

jawab antartokoh dalam kartun editorial tersebut.

c. Maksim Relevansi

Penyimpangan terhadap maksim relevansi dalam kartun editorial Bang

One terdapat pada:

1) data 8 (P) pada kontribusi responden terhadap salam “merdeka”

Pengemis: “merdeka apa? Sejak kecil kami miskin” Ibu kuning: “kalo selalu dililit hutang apa itu merdeka!!”

Page 93: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Ibu biru: “semua barang naik/hilang atau antre, itu merdeka!!” Koruptor: “merdeka!! Kita bebas berkorupsi ria” Pencari kerja: “ tapi jutaan dari kami menganggur!”

jawaban di atas adalah jawaban responden terhadap salam

“merdeka” dari seorang veteran. Bila responden sebagai peserta

yang kooperatif, maka tidak selayaknya mereka langsung

membantah, seharusnya mereka menjawab “merdeka” karena yang

memberi salam bukanlah pihak yang terkait yang dapat memberi

solusi terhadap permasalahan yang mereka alami. Penyimpangan

ini sengaja dilakukan untuk menguatkan kesan kata “merdeka”

seperti yang seharusnya.

2) data 12 (MB) pada percakapan antara anggota MA dengan anggota

BPK.

Anggota BPK: “laporan keuangan MA tidak akuntabel” Anggota MA: “terserah” Anggota BPK: “aneh itu tidak bisa diaudit” Anggota MA: “nggak aneh. Ini titipan orang, dibalikin kalo lebih.” Anggota BPK:”kenapa nggak bisa diperiksa?” Anggota MA:” ubah dulu hukum acara perdata” Anggota BPK:” di rekening anda ada uang 7,4 M harus diaudit, masuk neraca keuangan MA, aneh..” Anggota MA: “nggak aneh” Anggota BPK:”harus tetap diaudit, aneh..”

Jawaban anggota MA yang terkesan asal tidak relevan dengan

pertanyaan yang diajukan oleh anggota BPK, sebagai penegak

hukum seharusnya anggota MA memberikan jawaban yang

memiliki landasan hukum atau sesuai dengan apa yang

diketahuinya. Penyimpangan ini sengaja dilakukan untuk

memperkuat konteks perdebatan yang terjadi diantara kedua

lembaga tersebut.

3) data 14 (H) pada tanggapan terhadap akronim Harmoko

Harmoko: “namaku Harmoko” Supir Mikrolet: “itu karena kantor bapak, antara Harmoni-kota ya?” Mahasiswa UI: “bukan, itu singkatan hari-hari omong kosong” Anggota Koperasi:” bersama bapak hari-hari omong koperasi” Harmoko: “sekarang hari-hari (aku) omong koordinasi partaiku”

Page 94: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Bang One:”Harmoko bisa juga berarti hari-hari menuju ko istana” Dialog di atas adalah reaksi terhadap Harmoko yang dalam konteks

sebelumnya telah disebutkan bahwa ia berniat mendirikan partai.

Tanggapan tersebut tidak relevan dengan konteks yang

dimaksudkan, namun secara konvensional sebenarnyarespon

dengan menggunakan akronim Harmoko sesuai dengan konteks

masa lalu Harmoko. Penyimpangan ini sengaja dilakukan untuk

menyampaikan pesan kepada pemirsa mengenai masa lalu

Harmoko.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyimpangan maksim relevansi

dalam kartun editorial Bang One terdapat penyimpangan relevansi

meskipun penyimpangan tersebut bukanlah mayoritas. hal ini dikarenakan

secara tersurat (eksplisit) respons yang diberikan tidak terlihat

relevansinya dengan pokok pembicaraan, karena sudah ada latar belakang

pengetahuan (background knowledge) yang sama antara penutur dan lawan

tutur maka komunikasi masih tetap bisa berjalan. Dengan kata lain, yang

tersurat (eksplisit) nampak tidak relevan namun, yang tersirat (implisit)

sebenarnya relevan.

d. Maksim Pelaksanaan/ Cara

Penyimpangan terhadap maksim pelaksanaan dalam kartun editorial Bang

One terdapat pada:

1) data 4 (KJ) terdapat pada ucapan jaksa kepada penyidik KPK

Jaksa: “kitakan sama-sama penyelidik” Petugas KPK: “kita sama-sama penyelidik! Tapi di sini aku periksa kamu bukan kamu periksa aku!!”

Ucapan jaksa menyebabkan penyimpangan terhadap maksim

pelaksanaan karena maksim pelaksanaan mengharuskan setiap

peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak

taksa, secara runtut, dan tidak berlebih-lebihan. Jaksa

mengucapkan kalimat tersebut secara langsung, namun kalimat

tersebut bermakna kabur karena tidak sesuai dengan konteks.

Page 95: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Penyimpangan tersebut sengaja dilakukan untuk menimbulkan efek

mengalihkan pembicaraan penyelidik KPK dan efek lucu kepada

pemirsa.

2) data 14 (H) ucapan Bang One menanggapi alasan Harmoko

Harmoko:” begini, senua ini atas petunjuk bapak rakyat” Bang One: “bukan presidan lagi, ya?” Bang One sebenarnya memahami konteks bapak rakyat yang

dimaksud oleh Harmoko adalah mantan Presiden Soeharto, namun

Bang One memberikan tanggapan yang berlebihan dengan

mengatakan “bukan presidan lagi, ya?”. Penyimpangan ini sengaja

dilakukan untuk memperkuat segi latar belakang pengetahuan

(background knowledge) terhadap masa lalu Harmoko sebagai

orang kepercayaan Presiden Soeharto.

Berdasarkan hasil penelitian, penyimpangan terhadap maksim

pelaksanaan dalam kartun editorial Bang One sebenarnya bukan untuk

melucu, tetapi justru untuk berlindung di balik lelucon tokohnya. Jurus ini

digunakan upaya pembenaran dari apa yang telah dilontarkan karena

ketidakberdayaan untuk mempertanggungjawabkan lontaran yang ternyata

tidak memiliki dasar.

Secara umum bentuk-bentuk penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun

editorial Bang One dapat dengan mudah diidentifikasi apabila dipahami

kontek dari tiap judulnya. Penyimpangan tersebut sengaja dilakukan untuk

tujuan agar percakapan yang terdapat dalam kartun editorial tersebut

mengajak pemirsa berpikir dan mengaitkanya dengan peristiwa konvensional

sesuai dengan latar belakang pengetahuan pemirsa terhadap peristiwa aktual

yang berkembang dalam pemberitaan.

C. Pembahasan Temuan Penelitian

Kartun editorial “Kabar Bang One” memiliki kesesuaian dengan

pengertian kartun sebagai gambar yang bersifat reprensentasi atau simbolik,

mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun editorial Kabar Bang

One menggunakan dual communication yakni secara verbal dan non-verbal.

Page 96: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Komunikasi verbal direoresentasikan melalui balon kata, sedangkan komunikasi

non-verbal sering dipergunakan untuk menggambarkan perasaan dan emosi,

komunikasi non-verbal biasanya disebut komunikasi tanpa kata (karena tidak

berkata-kata). Selaras dengan teori yang digunakan, karakteristik dari

komunikasi non-verbal Bang One adalah pemaknaan pesan non-verbal maupun

fungsi non-verbal memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya. Pemaknaan

(meanings) merujuk pada cara interprestasi suatu pesan; sedangkan fungsi

(functions) merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi.

Kartun editorial “Kabar Bang One” senantiasa mengandung pesan yang

disampaikan melalui sindiran, lelucon atau humornya. Pesan tersebut dapat

dipahami secara komprehensif melalui pemahaman terhadap konteks,

praanggapan, implikatur, dan penyimpangan prinsip kerjasama.

Berikut adalah pembahasan hasil penelitian terhadap konteks, praanggapan,

implikatur, dan penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial Kabar

Bang One.

1. Konteks yang melatarbelakangi kartun editorial “Kabar Bang One”

pada program berita TV One

Berdasarkan pendapat Cummings bahwa pragmatik adalah kajian tentang

hubungan antara bahasa dan konteks sebagai dasar pertimbangan untuk

memahami bahasa, maka pemahaman terhadap konteks sangat dibutuhkan agar

dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula.

Begitu pun dengan kartun editorial kabar Bang One. Konteks berperan membantu

pemirsa dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh redaktur dalam

tiap tayangan kartun editorial tersebut. Dalam kartun editorial kata digunakan

sebagai penyambung dengan konteks peristiwa yang dibahas, melalui cara ini

sebuah kartun dibangun untuk menyampaikan pesannya, pengertian ini sesuai

dengan bentuk konteks yang terdapat dalam kartun editorial Kabar Bang One.

Konteks yang melatarbelakangi kartun editorial Bang One cenderung

berkembang sesuai dengan teori yang telah diungkapkan sebelumnya. Di dalam

pragmatik konteks itu berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami

bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks ini berperan membantu mitra

tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur. Selaras

Page 97: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

dengan teori tersebut dalam kartun editorial kabar Bang One konteks dasar adalah

peristiwa aktual yang sedang marak diberitakan, khususnya oleh media TV One,

sehingga latar belakang yang dimiliki oleh redaktur relatif selaras dengan pemirsa

televisi yang mengikuti pemberitaan rutin.

Konteks fisik (setting) merupakan konteks yang mempunyai keterkaitan yang

erat dalam kartun editorial Kabar Bang One, selain itu konteks fisik yang

didasarkan pada pengguna bahasa/ partisipan yang disajikan dalam peristiwa

komunikasi kartun editorial Kabar Bang One digunakan untuk menunjukkan

bentuk tak terujar, sehingga akan memperjelas maksud tuturan. Selanjutnya,

konteks tujuan dalam kartun editorial Kabar Bang One secara keseluruhan

dipengaruhi oleh pemberitaan yang sedang marak di media, sementara konteks

perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi dalam kartun editorial

sebagian besar mengandung tema sosial. Secara umum Konteks media/ saluran

komunikasi yang digunakan partisipan (tokoh) dalam kartun editorial Kabar Bang

One berinteraksi dengan bersemuka antara satu sama lain, sedangkan komunikasi

tak langsung dilakukan tanpa adanya tokoh partisipan sehingga dikondisikan

bahwa yang diajak berkomunikasi adalah pemirsa yang menyaksikan tayangan

kartun editorial tersebut.

2. Praanggapan (presuposisi) yang muncul dalam kartun editorial “Kabar

Bang One” pada program berita TV One

Kartun editorial Bang One merupakan kartun editorial pertama yang lahir di

dunia broadcast Indonesia, inovasi kartun opini yang merupakan hasil konstruksi

realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Selain konteks,

praanggapan juga diperlukan untuk membuat bentuk bahasa (kalimat atau

ungkapan) mempunyai makna bagi pemirsa dan sebaliknya, membantu redaktur

untuk menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk

mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.

Praanggapan (presuposisi) merupakan kondisi yang dianggap ada sebelum

membuat ujaran. Praanggapan umumnya diklasifikasikan dalam enam

praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-

faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural,dan presuposisi konterfaktual.

Dalam kartun editorial Bang One praanggapan yang paling sering muncul

Page 98: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

adalah praanggapan faktif, hal ini disebabkan karena informasi yang ditampilkan

dalam kartun editorial Bang One merupakan informasi yang marak diberitakan

oleh media, sehingga masyarakat akan cenderung tahu bahwa apa yang

disampaikan adalah kebenaran. Selain itu daya kemustahilan praanggapan

tersebut tidak dapat dijelaskan dengan perlakuan semantik apapun karena

pengertian tersebut didasarkan pada kondisi faktual.

Praanggapan dalam kartun editorial Kabar Bang One memiliki kesesuaian

dengan pengertian praanggapan dalam teori yang sudah dijelaskan sebelumnya

(Bab II) yaitu sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum

menghasilkan suatu tuturan. Yang menghasilkan presupposisi adalah penutur

bukan kalimat Kita dapat mengindentifikasi sebagai informasi yang diasumsikan

secara tepat. Sebenarnya semua presupposisi ini menjadi milik penutur dan semua

anggapan itu boleh jadi salah, namun dalam hal ini kartun editorial mayoritas

cenderung menggunakan praanggapan faktif dibandingkan dengan praanggapan

lain karena senantiasa menggunakan kondisi faktual sebagai dasar pembuatannya.

3. Implikatur dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program

berita TV One

Berdasarkan teori suatu konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatik

dan yang menonjolkan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu bahasa ialah konsep

implikatur percakapan. Nampaknya hal ini teruji kebenaranya dalam kartun

editorial Kabar Bang One. Konsep implikatur ini dipakai untuk menerangkan

perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang

diimplikasi”. Konsep implikatur memiliki kesesuaian dengan penggunaan bahasa

baik verbal maupun nonverbal dalam kartun editorial Bang One,khususnya

percakapan antartokoh dalam kartun editorial tersebut memiliki tujuan tertentu

untuk disampaikan kepada pembaca, dalam teori disebut tuturan implikatif.

Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus mempunyai konsep yang

sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan terjadi suatu kesalahpahaman

atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Hal tersebut juga berlaku dalam

memahami kartun editorial Bang One, implikatur yang digunakan adalah

implikatur konvensional dan implikatur konversasional.

Page 99: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Penggunaan implikatur dalam berbahasa bukan berarti sebuah

ketidaksengajaan atau tidak memiliki fungsi tertentu. Implikatur konvensional

dalam kartun editorial Bang One menggunakan konteks logika sebagai landasan

untuk memahaminya. Implikatur tersebut sebagian besar timbul dari komentar

Bang One yang berusaha mengkomunikasikan makna yang bersifat ironis,

metaforis, dan sebagainya. Sedangkan implikatur konversasional yang digunakan

dalam kartun editorial Bang One digunakan agar pernyataan yang disampaikan itu

lebih santun. Implikatur tersebut dapat memberikan berbagai fakta yang secara

lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).

Kartun editorial Bang One menggunakan implikatur sebagai sarana untuk

menyindir, menanggapi, mengkritik, memberi simpati dan lain-lain kepada pihak-

pihak tertentu dengan tujuan agar pihak-pihak yang menjadi objek implikatur

mengerti dan merefleksikan apa yang telah dilakukannya. Kartun editorial Bang

One memakai implikatur dengan aplikasi konteks sosial yang terjadi dalam

masyarakat. Pemakaian implikatur dalam editorial ini juga dapat menjadi sebuah

dasar jika sindiran, kritikan, bahkan makian dapat disampaikan dengan ringan.

4. Bentuk-bentuk penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial

“Kabar Bang One” pada program berita TV One.

Dalam teori Grice tentang prinsip kerja sama ia mengatakan “Buatlah

kontribusi percakapan anda sesuai dengan apa yang dibutuhkan pada saat

berbicara dengan mengikuti tujuan percakapan yang anda ikuti”, dalam konteks

formal atau percakapan verbal teori tersebut sangat sesuai, namun dalam kartun

editorial Kabar Bang One nampaknya tidak demikian halnya. Hal ini dikarenakan

kartun editorial kabar Bang One tidak berkontribusi sesuai dengan yang

dibutuhkan, melainkan hanya berfokus pada tujuan, sehingga tibul banyak

penyimpangan.

Kartun editorial Bang One tak selalu lucu, karena sangat tergantung situasi

sosial-politik yang dikomentari kartun tersebut. Isu yang diangkat pun tak selalu

lucu, demikian pula mengutarakannya. Tapi dalam menciptakan makna baru

terhadap topik yang diangkat, kartun editorial Bang One menggunakan

penyimpangan prinsip kerjasama untuk mengolah pengalihan dari topik yang

Page 100: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

diulas ke bentuk lain (ekspresi visual) untuk memperkaya komentar, inilah tujuan

prinsip kerjasama dalam kartun editorial tersebut

Dalam kartun editorial Bang One penyimpangan terhadap maksim kuantitas

cukup sering dilakukan, hal ini sengaja dilakukan untuk mendapatkan nilai

kelucuan dan memberi pesan khusus kepada pemirsa, sedangkan penyimpangan

terhadap maksim kualitas sangat sedikit karena kartun editorial Bang One

memiliki konteks yang jelas dalam tiap judulnya, selain itu minim terjadi

peristiwa tanya jawab antartokoh dalam kartun editorial tersebut.

Bentuk penyimpangan terhadap maksim relevansi juga ditemukan,

meskipun penyimpangan tersebut bukanlah mayoritas, hal ini dikarenakan secara

tersurat (eksplisit) respons yang diberikan tidak terlihat relevansinya dengan

pokok pembicaraan, karena sudah ada latar belakang pengetahuan (background

knowledge) yang sama antara penutur dan lawan tutur maka komunikasi masih

tetap bisa berjalan.

Page 101: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis pragmatik terhadap kartun editorial “Bang One”

pada program berita TV One seperti yang telah dijelaskan pada bab IV maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Konteks yang melatarbelakangi kartun editorial Bang One cenderung

berkembang. Konteks peristiwa komunikasi kartun editorial Bang One

berperan sebagai esensi utama yang digunakan untuk menunjukkan bentuk

tak terujar, sehingga akan memperjelas maksud tuturan. Selanjutnya, konteks

tujuan dalam kartun editorial Bang One secara keseluruhan dipengaruhi oleh

pemberitaan yang sedang marak di media. Konteks perilaku dari para peran

dalam peristiwa komunikasi dalam kartun editorial sebagian besar

mengandung tema sosial. Selanjutnya, secara umum Konteks media/ saluran

komunikasi yang digunakan partisipan (tokoh) dalam kartun editorial Bang

One berinteraksi dengan bersemuka antara satu sama lain, sedangkan

komunikasi tak langsung dilakukan tanpa adanya tokoh partisipan sehingga

dikondisikan bahwa yang diajak berkomunikasi adalah pemirsa yang

menyaksikan tayangan kartun editorial tersebut.

2. Praanggapan yang paling sering muncul dalam kartun editorial Bang One

adalah praanggapan faktif, hal ini disebabkan karena informasi yang

ditampilkan dalam kartun editorial Bang One merupakan informasi yang

marak diberitakan oleh media, sehingga masyarakat akan cenderung tahu

bahwa apa yang disampaikan adalah kebenaran. Selain itu daya kemustahilan

praanggapan tersebut tidak dapat dijelaskan dengan perlakuan semantik

apapun karena pengertian tersebut didasarkan pada kondisi faktual.

3. Implikatur yang digunakan dalam kartun editorial Bang One adalah

implikatur konvensional dan implikatur konversasional. Implikatur

konvensional dalam kartun editorial Bang One menggunakan konteks logika

sebagai landasan untuk memahaminya. Implikatur tersebut sebagian besar

timbul dari komentar Bang One yang berusaha mengkomunikasikan makna

Page 102: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

yang bersifat ironis, metaforis, dan sebagainya. Sedangkan implikatur

konversasional yang digunakan dalam kartun editorial Bang One digunakan

(implikasi) agar pernyataan yang disampaikan itu lebih santun dan ringan.

4. Penyimpangan prinsip kerjasama yang dilakukan dalam kartun editorial Bang

One bertujuan untuk mengolah pengalihan dari topik yang diulas ke bentuk

lain (ekspresi visual) untuk memperkaya komentar. Penyimpangan terhadap

maksim kuantitas cukup sering dilakukan ini sengaja dilakukan untuk

mendapatkan nilai kelucuan dan memberi pesan khusus kepada pemirsa,

sedangkan penyimpangan terhadap maksim kualitas sangat sedikit karena

kartun editorial Bang One memiliki konteks yang jelas dalam tiap judulnya

dan minimnya peristiwa tanya jawab antartokoh dalam kartun editorial

tersebut. Bentuk penyimpangan terhadap maksim relevansi juga ditemukan,

hal ini dikarenakan secara tersurat (eksplisit) respons yang diberikan tidak

terlihat relevansinya dengan pokok pembicaraan, karena sudah ada latar

belakang pengetahuan (background knowledge) yang sama antara penutur

dan lawan tutur maka komunikasi masih tetap bisa berjalan.

B. Implikasi

Secara umum Konteks media/ saluran komunikasi yang digunakan

partisipan (tokoh) dalam kartun editorial Bang One berinteraksi dengan

bersemuka antara satu sama lain, sedangkan komunikasi tak langsung dilakukan

tanpa adanya tokoh partisipan sehingga dikondisikan bahwa yang diajak

berkomunikasi adalah pemirsa yang menyaksikan tayangan kartun editorial

tersebut, hal ini dimaksudkan agar pemirsa ikut berpartisipasi dalam menyikapi

pemberitaan yang diangkat dalam kartun editorial tersebut. Namun yang demikian

justru sering menimbulkan tanda tanya bagi pemirsa, karena komentar dan sikap

Bang One tidak mampu dipahami oleh pemirsa yang tidak memiliki pemahaman

terhadap konteks.

Televisi merupakan media elektronik yang jamak dimiliki oleh setiap

keluarga. Pemirsa televisi berasal dari berbagai lapisan masyaraka dengan tingkat

pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda. Tidak semua pemirsa dapat

memahami implikatur yang digunakan dalam kartun editorial tersebut, hal ini

Page 103: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

akan menimbulkan kesulitan untuk memahami maksud redaktur, sebaiknya

redaktur diharapkan tidak terlalu sering menggunakan istilah-istilah rumit dan

memberikan penjelasan untuk singkatan yang kurang familiar, agar berimplikasi

sesuai tujuan.

Selanjutnya, tayangan yang terbuka dan berimbang seharusnya melahirkan

keberagaman tidak hanya sebagai sarana kritik, kartun editorial Bang One

diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam sosialisasi bahasa yang baik,

benar, dan informatif. Sebagai salah satu tayangan yang menarik yang dapat

diakses oleh seluruh pemirsa televisi, penggunaan konteks dan penyimpangan

terhadap prinsip kerja sama bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran Bahasa

Indonesia, khususnya siswa kelas Menengah. Kartun editorial yang tidak hanya

menghibur tapi juga cerdas dan aktual dapat digunakan oleh guru untuk melatih

siswa untuk memahaminya, kemudian menanggapi (memberikan kritik dan

memberikan persetujuan) dalam bentuk lisan (berbicara) maupun tulisan

(menulis) dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif,ekspositif).

Penggunaan kartun editorial Kabar Bang One sebagai media dan bahan

pembelajaran memiliki kesesuaian dengan KTSP khususnya kelas X, dalam hal

ini kartun editorial Kabar bang One merupakan produk berita yang dapat

digunakan sebagi sumber informasi yang dipahami oleh siswa berdasarkan

konteks untuk kemudian disimpulkan, diungkapkan baik secara lisan maupun

tulisan, dan dikritisi (disanggah atau didukung). Secara khusus siswa diharapkan

memiliki skemata terhadap pemberitaan yang berkembang untuk dapat memahami

kartun editorial tersebut, sehingga akan melibatkan ketrampilan berbahasa mulai

dari membaca, menyimak, berbicara hingga menulis. Selain itu, guru diharapkan

selektif dalam memilih kartun editorial yang akan digunakan dalam pembelajaran

agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, salah satunya adalah

ketidakmampuan guru untuk menjelaskan konteks. Dengan ini diharapkan siswa

dan guru mampu melakukan curah pikir bahasa secara kreatif dan kritis sebagai

salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran bahasa aktif.

Page 104: ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

C. Saran

1. Bagi redaktur

Para redaktur diharapkan dapat lebih memperhatikan penggunaan bahasa

untuk mengungkap konteks agar tidak provokatif dan tidak terlalu sering

menggunakan istilah-istilah rumit dan memberikan penjelasan untuk

singkatan yang kurang familiar, agar berimplikasi sesuai tujuan.

2. Bagi pengajar bahasa Indonesia

Para guru atau pengajar bahasa Indonesia sekolah menengah diharapkan

dapat membantu mengarahkan dan membekali siswa dengan pengetahuan

bahasa yang luas, khususnya pragmatik dalam jurnalistik.

3. Bagi peneliti lain

Penelitian mengenai analisis pragmatik dalam kartun editorial Bang One pada

program berita TV One ini hanya difokuskan pada analisis konteks,

praanggapan, implikatur dan penyimpangan prinsip kerja sama. Penulis

mengharapkan kiranya peneliti lain dapat mengembangkan penelitian yang

serupa dengan pembahasan yang lebih berkembang.