analisis potensi air sungai pada embung 190 di pg ... · pembangunan embung. embung yang berfungsi...

50
ANALISIS POTENSI AIR SUNGAI PADA EMBUNG 190 DI PG. BUNGAMAYANG PTPN VII, LAMPUNG MELVIN CLASSY ALEXANDER TARIGAN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: dinhnhi

Post on 08-Mar-2019

278 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

ANALISIS POTENSI AIR SUNGAI PADA EMBUNG 190

DI PG. BUNGAMAYANG PTPN VII, LAMPUNG

MELVIN CLASSY ALEXANDER TARIGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Potensi Air

Sungai pada Embung 190 di PG. Bungamayang PTPN VII, Lampung adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Melvin Classy Alexander Tarigan

NIM F44100063

ABSTRAK

MELVIN CLASSY ALEXANDER TARIGAN. Analisis Potensi Air Sungai pada

Embung 190 di PG. Bungamayang PTPN VII, Lampung. Dibimbing oleh Asep

Sapei.

Air merupakan elemen yang sangat penting bagi keberlanjutan hidup makhluk

hidup setiap harinya. Air juga digunakan untuk irigasi pertanian. Penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis potensi air sungai di PG. Bungamayang PTPN VII, Lampung.

Penelitian ini terbatas pada embung 190 PG. Bungamayang PTPN VII yang merupakan

bagian dari DAS Tulang Bawang yang secara geografi terletak pada 104° 52' 07" BT dan

04° 35' 24" LS. Pada penelitian ini, analisis SWAT dilakukan menggunakan ArcSWAT

2012 sebagai plug-in pada ArcGIS 10. Pada simulasi ini, terdapat 4 tahapan proses, yaitu

delineasi daerah DAS, pembentukan HRU, pengolahan data dan simulasi SWAT, serta

proses visualisasi. Untuk proses validasi, digunakan perbandingan antara debit simulasi

SWAT dengan debit observasi dari tanggal 20 Maret hingga 5 April 2014. Hasil simulasi

SWAT menunjukan debit rata-rata sebesar 0.066 m3/s. Sedangkan untuk debit observasi,

diperoleh debit rata-rata sebesar 0.043 m3/s dengan koefesien korelasi sebesar 0,897.

Potensi air sungai dapat ditunjukan dengan debit rataan tahunan permodelan SWAT

dengan debit rataan maksimum tahunan sebesar 0.143 m3/s pada bulan April and debit

rataan minimum tahunan sebesar 0.018 m3/s yang terjadi pada bulan Septembar sehingga

diperoleh total potensi air sungai pada Embung 190 di PG. Bungamayang PTPN VII,

Lampung sebesar 2 373 950.55 m3 tiap tahunnya.

Kata kunci: DAS Tulang Bawang, HRU, potensi air sungai, SWAT

ABSTRACT

MELVIN CLASSY ALEXANDER TARIGAN. The Analysis of River Water

Potential on 190th

Small Dam in PG. Bungamayang PTPN VII, Lampung

Supervised by Asep Sapei.

Water is a very important element for sustainability of daily needs. Water also used

as field irrigation. This research was serves to analyze the potential of river water in PG.

Bungamayang PTPN VII, Lampung. This research conducted at 190th small dam in Sugar

Factory of Bungamayang which is part of Tulang Bawang watershed and geographically

located at 104° 52' 07" SL and 04

° 35' 24" EL. In this research, the SWAT analyze

performed using ArcSWAT 2012 as a plug-in for ArcGIS 10. In these simulations,

performed of 4 process, including the process of watershed delineation, establishment of

hydrological response units (HRU), data processing and SWAT simulation, and

visualization process. For validation process, observation discharge and simulation

discharge of SWAT used for comparison from March 20th until April 5

th 2014. Based on

SWAT simulation, shown 0.066 m3/s average discharge and for observation discharge,

shown 0.043 m3/s average discharge with 0.897 coeffesien correlation. The potential

water shown by the annual average discharge which has been simulated by SWAT. The

maximum average annual discharge is 0.143 m3/s on April and minimum average annual

discharge is 0.018 m3/s on September. With the result, potential water river on 190

th small

dam in PG. Bungamayang PTPN VII, Lampung is 2 373 950.55 m3 every years.

Keywords: Tulang Bawang watershed,HRU, potential water, SWAT.

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

ANALISIS POTENSI AIR SUNGAI PADA EMBUNG 190

DI PG. BUNGAMAYANG PTPN VII, LAMPUNG

MELVIN CLASSY ALEXANDER TARIGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Analisis Potensi Air Sungai pada Embung 190 di PG.

Bungamayang PTPN VII, Lampung

Nama : Melvin Classy Alexander Tarigan

NIM : F44100063

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Asep Sapei MS

Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema

yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah

potensi air sungai, dengan judul Analisis Potensi Air Sungai pada Embung 190 di

PG. Bungamayang PTPN VII, Lampung..

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Asep Sapei MS

selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,

penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ali Badami selaku Kepala

Pelayanan Teknik PG Bungamayang, Bapak Andri selaku Askep Litbang PG

Bungamayang PTPN VII, Lampung, Bapak M. Ivan Allisan dan Bapak Ziyan

Alhamdi , yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima

kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa

dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Melvin Classy Alexander Tarigan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Potensi Air Sungai 2

Geographic Information System (GIS) 3

Soil and Water Assessment Tool (SWAT) 4

METODE 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Alat dan Bahan 7

Prosedur Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kondisi Lokasi Penelitian 9

Penggunaan Lahan 10

Analisis SWAT 11

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 18

RIWAYAT HIDUP 39

DAFTAR TABEL

1 Luasan jenis tanah daerah aliran sungai Embung 190 10 2 Sebaran penggunaan lahan daerah aliran sungai Embung 190 11

DAFTAR GAMBAR

1 Skema siklus hidrologi 2 2 Lokasi PG. Bungamayang PTPN VII, Lampung 7 3 Lokasi penelitian Embung 190 PG. Bungamyang PTPN VII, Lampung 9 4 Peta jenis tanah daerah aliran sungai Embung 190 10 5 Peta penggunaan lahan daerah aliran sungai Embung 190 11 6 Peta hasil delineasi daerah aliran sungai Embung 190 12

7 Peta sebaran kemiringan daerah aliran sungai Embung 190 13 8 Peta HRU daerah aliran sungai Embung 190 13 9 Fluktuasi debit harian simulasi SWAT dan debit harian observasi 15

10 Fluktuasi debit rataan tahunan lokasi penelitian (dari tahun 2002

sampai 2013) 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Parameter SWAT untuk file .gw, .bsn, .mgt, .hru, .sol, .sun, .rte 18 2 File data input pada SWAT untuk analisis hidrologi 22 3 Diagram alir pelaksanaan penelitian 23 4 Lokasi Penelitian PG. Bungamayang PTPN VII 24

5 Sebaran Penggunaan Lahan DAS Tulangbawang 25

6 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun 2002 26

7 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun 2003 27

8 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun 2004 28

9 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun 2005 29

10 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun 2006 30

11 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun 2007 31

12 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun 2008 32

13 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun 2009 33

14 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun 2010 34

15 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun 2011 35

16 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun 2012 36

17 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun 2013 37

18 Curah Hujan Harian Pos Bungamayang tahun Mei 2014 38

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan elemen yang sangat penting bagi keberlangsungan

kehidupan makhluk hidup. Selain untuk tubuh, manusia memerlukan air guna

mendukung dan memanfaatkan sektor lain yang berguna sebagai lahan usaha.

Manusia yang memanfaatkan lahan pertanian memanfaatkan air hujan sebagai alat

utama dalam pertanian. Namun, seiring berkembangnya waktu, manusia

melakukan berbagai pembangunan guna menampung air hujan serta

memanfaatkannya sebagai cadangan saat terjadi musim kering.

Gambaran umum mengenai potensi air suatu daerah tercermin dari daerah

aliran sungai (DAS). DAS merupakan suatu kawasan tata air, dibatasi oleh

pemisah topografi (pegunungan atau perbukitan) berfungsi menampung,

menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di kawasan tersebut ke

sungai utama dan bermuara di laut atau danau. Informasi mengenai potensi

ketersediaan air ini diperlukan pengembangan sektor pertanian di suatu kawasan.

Untuk melaksanakan kegiatan ini maka diperlukan dukungan prasarana dan

data pendukung yang berkelanjutan, dengan melakukan penetapan sistem irigasi

dan tata kelola air irigasi berikut unit pengelolanya serta dan analisis

keseimbangan air di unit Pg. Bungamayang PTPN VII, secara utuh. Selain itu

untuk mendukung kegiatan tata kelola air irigasi yang efektif, diperlukan unit

pengelola yang terpadu sesuai dengan kebutuhan sistem budidaya di lokasi

perkebunan, sehingga kegiatan pembangunan sistem irigasi yang diinginkan dapat

memenuhi tujuan yang diinginkan.

Salah satu pengembangan sistem kelola air yang dilakukan adalah

pembangunan embung. Embung yang berfungsi sebagai penampung air hujan

maupun air sungai sehingga mampu dimanfaatkan saat musim kering. Hingga

tahun 2012, total 273 embung yang telah dibangun di berbagai lokasi dengan total

luasan mencapai 623 Ha dari total ± 10 000 Ha luas PG. Bungamayang yang

tersebar dalam 4 rayon. Pada umumnya, embung yang dibangun merupakan

embung tadah hujan sehingga hanya memanfaatkan curah hujan sebagai sumber

air tampungan. Namun demikian, terdapat pula embung yang dibangun untuk

memanfaatkan daerah aliran sungai. Embung 190 merupakan embung yang

memanfaatkan aliran DAS Tulang Bawang yang mengaliri PG. Bungamayang

sebagai cadangan air.

Perumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan

sebelumnya, akan diteliti analisis potensi air sungai pada embung yang

memanfaatkan aliran DAS. Maka karakteristik perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah

1. Analisis potensi air sungai pada embung 190 di PG. Bungamayang

PTPN VII, Lampung menggunakan permodelan SWAT.

2. Debit rataan maksimum dan minimum tahunan pada embung 190 di PG.

Bungamayang PTPN VII, Lampung.

2

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi air sungai

pada embung 190 di PG. Bungamayang PTPN VII, Lampung menggunakan

permodelan SWAT serta memperoleh debit rataan maksimum dan minimum

tahunan/

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Sebagai bahan evaluasi dan rekomendasi bagi perusahaan perkebunan

tebu untuk meningkatkan tata kelola air irigasi

2. Dengan adanya tata kelola air yang baik, perusahaan perkebunan tebu

dapat mengoptimalkan potensi air yang ada.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada analisis potensi air sungai pada

embung 190 yang memanfaatkan aliran DAS Tulang Bawang dan terletak pada

PG. Bungamayang PTPN VII, Lampung dengan menggunakan permodelan

SWAT.

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Air Sungai

Pergerakan air di permukaan bumi dapat ditelusuri melalui siklus hidrologi.

Pada Gambar 1, energy panas matahari yang menyebabkan terjadinya proses

evaporasi dan evapotranspirasi. Uap air akan terbawa oleh angina dan kemudian

naik ke atmosfer serta mengalami kondensasi. Apabila keadaan atmosfer

Gambar 1 Skema siklus hidrologi Sumber: Arnold (2005)

3

memungkinkan, maka air akan turun kembali ke bumi dalam bentuk hujan. Air

yang turun sebagai hujan dapan tertahan oleh tajuk vegetasi maupun bangunan.

Sebagian sisanya ada yang jatuh langsung ke permukaan tanah, danau, sungai dan

lau, yang nantinya akan menguap kembali ke atmosfer dan mengalami siklus yang

sama (Asdak 1995).

Oleh karena adanya siklus hidrologi, maka terbentuklah Daerah Aliran

Sungai (DAS) yang merupakan daerah resapan air yang dapat mengatur system

tata air. Secara alami, kualitas DAS dipengaruhi oleh faktor biofisik pembentuk

tanah yaitu relief, topografi, fisiografi, iklim, tanah, air dan vegetasi. (Tan, 1991).

Sedangkan menurut Linsley (1980), DAS merupakan ekosistem, dimana unsur

organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis

dan di dalamnya terdapat keseimbangan dari inflow dan outflow dari material dan

energi.Pengeleloaan DAS dapat diartikan sebagai suatu bentuk pengembangan

wilayah yang yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber

daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi

pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan.

Potensi air sungai adalah ketersediaan air yang diperoleh dari badan sungai

yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari makhluk hidup yang berada di

ekosistemnya. Dengan adanya musim hujan dan musim kemarau di Indonesia, hal

ini harus sangat diperhatikan, dimana kondisi badan aliran sungai harus tetap

terjaga ketinggiannya pada saat musim hujan dan tetap tersedianya air pada

musim kemarau.

Dalam potensi air sungai, dibutuhkan data-data yang mencakup dan

berkaitan dengan air yakni data-data hidrologis. Hal ini dapat diperoleh melalui

data curah hujan stasiun iklim, debit aliran sungai, panjang sungai, lebar sungai

dan elevasi serta topografi sungai. Sungai yang digunakan untuk mengairi lahan

pertanian maupun perkebunan harus memiliki ketersediaan air yang memadai

sehingga mampu membuat lahan pertanian maupun perkebunan terjaga kebutuhan

airnya (Zhang, 2004).

Analisis mengenai potensi air sungai telah dilakukan oleh Willy Candra

Rompies (2013) pada jurnalnya yang berjudul “Analisis Potensi Sumber Daya Air

Sungai Kayuwatu Wangko untuk Perencanaan Pembangkit Listrik di Desa Karor

Kec. Lembean Timur, Kab. Minahasa.

Geographic Information System (GIS)

Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geogrefis

(SIG) merupakan system yang memberikan banyak bantuan dan informasi

terhadap keruangan. GIS merupakan suatu system yang dirancang untuk

mengumpulkan, menyimpan, mengubah, memanipulasi, menganalisis,

menampilkan , dan mengeluarkan data yang berhubungan dengan fitur-fitur

geografis. Sistem ini tidak hanya meliputi penggunaan perangkat lunak dan keras,

tetapi juga database yang diperlukan atau dikembangkan dan personal yang

mengerjakan (Bettinger dan Wing 2004). Software Sistem Informasi Geografis

(SIG) banyak digunakan karena penggunaannya lebih mudah dan akurat

dibandingkan dengan penggunaan metode secara konvensional.

4

Aplikasi GIS digunakan dalam berbagai keperluan informasi keruangan,

selama data yang digunakan memiliki referensi geografi. Pada pelaksanaannya,

GIS digunakan untuk melakukan pengolahan data peta digital yang memiliki

system koordinat sendiri. System Indonesia terdiri dari system koordinat geografis

dan system koordinat Universal Transverse Mecator (UTM). Kedua system ini

memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Pada koordinat geografis,

bumi dibagi menurut garis khayal yang biasa disebut dengan garis lintang

(latitude) dan garis bujur (longatitude). Pada system koordinat UTM, permukaan

bumi dibagi ke dalam 60 bagian zona bujur dan setiap zona dibatasi oleh 2

meridian selebar 6° yang memiliki meridian tengah sendiri. Zona 1 sampai 60

dimulai dari 180° -174°, 174°-168° BT dan seterusnya sampai 174°-180° BB.

Sedangkan pada wilayah Indonesia sendiri terdapat 9 zona yaitu 46-54

(Gandasasmita et al 2003)

GIS sendiri memiliki 2 jenis data yang berbeda yaitu data vector dan data

raster. Data vector merupakan data yang tidak memiliki bentuk dan ketentuan,

dimana data ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu point, line, dan polygon. Data

vector menggunakan koordinat x dan y dalam menampilkan data spasial (Chang

2004). Data raster merupakan informasi data yang terdiri dari satuan piksel yang

memiliki kolom serta baris tertentu, seperti data hasil citra satelit maupun Digital

Elevation Model (DEM). Data raster merupakan hal penting dalam penerapan GIS.

Soil And Water Assessment Tools (SWAT)

Soil and Water Assesment Tools (SWAT) adalah model yang pertama kali

dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold pada awal tahun 1990-an. Untuk

pengembangan Agriculture Research Service (ARS) dari USDA. Model tersebut

dikembangkan untuk melakukan prediksi dampak dari manajemen lahan pertanian

terhadap air, sedimentasi, dan jumlah bahan kimia, pada suatu area DAS yang

kompleks dengan mempertimbangkan variasi jenis tanahnya, tata guna lahan,

serta kondisi manajemen suatu DAS setelah melalui periode yang lama. SWAT

merupakan hasil gabungan dari beberapa model, diantaranya adalah Simulator for

Water Resources in Rural Basin (SWWRRB), Chemical,Runoff and Erosion from

Agricultural Management System (CREAMS), Groundwater Loading Effect an

Agricultural Management System (GREAMS), dan Erosion Productivity Impact

Calculator (EPIC) (Neitsch et al 2004)

Model ini memungkinkan untuk diterapkan dalam berbagai analisis serta

simulasi suatu DAS, sehingga agar menghasilkan output yang baik, model SWAT

melakukan simulasi berdasarkan beberapa hal, diantaranya adalah :

1. Menjalankan proses secara fisik, yaitu menghasilkan output berdasarkan

informasi yang spesifik mengenai iklim, karakteristik tanah, topografi,

vegetasi, dan manajemen lahan pada suatu DAS. Hal ini memungkinkan

model SWAT dalam memodelkan DAS walaupun tanpa data observasi,

serta dapat menghitung pengaruh alternative data input, seperti

perubahan penggunaan lahan, data iklim dan lainnya.

2. Menggunakan input yang telah tersedia, saat SWAT akan digunakan

untuk melakukan proses analisa yang lebih spesifik maka diperlukan

tambahan data yang diperoleh dari instansi pemerintah.

5

3. Menggunakan perhitungan dengan proses yang lebih efisien, sehingga

dalam melakukan simulasi DAS yang luas serta dengan banyak strategi

pengelolaan dapat menghemat waktu dan materi.

4. Memungkinkan untuk dapat melakukan penelitian untuk dampak dalam

jangka waktu yang lama.

Dalam menjalankan setiap siklus hidrologi, swat menggunakan neraca air

sebagai dasar permodelan. Siklus hidrologi yang digunakan oleh SWAT dibagi

menjadi dua yaitu:

1. Fase lahan yang mengatur jumlah air, sedimen, unsur hara, dan pestisida

dalam pengisian saluran utama pada masing-masing sub basin.

2. Fase air yang berupa pergerakan air, sedimen, dan lainnya melalui

jaringan sungai pada DAS menuju outlet.

∑ (1)

Keterangan:

SWt : kandungan air tanah pada hari ke-t (mm)

SW0 : kandungan air tanah awal pada hari ke-i (mm)

Rday : Jumlah presipitasi pada hari ke-i (mm)

Qsurf : Jumlah surface runoff pada hari ke I (mm)

Ea : Jumlah evapotranspirasi pada hari ke-i (mm)

Wseep : Jumlah air yang memasuki vadose zone pada profil tanah hari

ke-i (mm)

Qgw : Jumlah air yang ke ground water pada hari ke-i (mm)

Dalam mengestimasikan aliran permukaan (Qsurf), SWAT menggunakan 2

buah metode yaitu SCS curve number (CN) dan infiltrasi Green and Ampt.

Berdasarkan volume aliran permukaan dan puncaknya, dilakukan simulasi pada

setiap HRU (Hidrological Response Units). SCS curve number merupakan fungsi

dari permeabilitas tanah, tata guna lahan, dan kondisi air tanah. Persamaan SCS

curve number disajikan pada persamaan (2) berikut

……(2)

Keterangan:

Rday : curah hujan per hari (mm)

S : retention parameter (mm)

(

)…….(3)

Besarnya laju Wseep dan Qgw dihitung dengan persamaan (4) dan (5)

……(4)

Keterangan:

Wseep : : total air yang berada di bawah tanah pada hari ke-i (mm)

Wpercy,ly : jumlah air perkolasi yang keluar dari lapisan terbawah (mm)

Wcrk,btm: : jumlah air yang mengalir melewati lapisan yang lebih bawah

dari muka tanah untuk mengalirkan aliran (mm).

6

… (5) Keterangan:

Qgw : jumlah air yang kembali pada hari ke-i (mm)

µ : specific yield dari aquifer dangkal (m/m)

αgw : konstanta resesi aliran mantap

hwtbl : tinggi muka air pada watertable (mm).

Pada penentuan nilai evapotranspirasi, model SWAT melakukan

perhitungan berdasarkan tiga metode yaitu metode Penman-Monteith, metode

Priestley and Taylor, serta metode Hargreaves. Metode Penman-Monteith

merupakan salah satu metode perhitungan besar evapotranspirasi potensial dari

permukaan air terbuka maupun permukaan vegetasi. Model ini membutuhkan

lima parameter iklim yaitu suhu, kelembaban relative, kecepatan angina, tekanan

uap jenuhm dan radiasi netto. Persamaan Penman Monteith disajikan dengan

persamaan:

[

]

(6)

Keterangan:

E : Laju evaporasi (m s -1

)

λE : Panas laten akibat densitas sinar matahari (MJ m-2

d-1

)

∆ : Kemiringan pada kurva tekanan uap air jenuh-temperatur,

de/dt (kPa°C-1

)

Hnet : radiasi yang mengenai permukaan (W m-2

)

G : Kerapatan fluks panas ke tanah (MJ m-2

d-1

)

Cp : Kapasitas panas spesifik dari udara (J kg-1

K-1

)

ρair : Densitas udara (kg m-3

)

ez0

: tingkat tekanan uap air jenuh di udara pada ketinggian z (kPa)

ez : tekanan uap air di udara pada ketinggian z (kPa)

rc : resistensi dari kanopi tanaman (s m-1

)

gs : Difusi resistansi lapisan udara atau aerodynamic resistance

(s m-1

)

Γ : Konstanta Psychrometri (γ = 66 Pa K-1

)

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan April Tahun 2014 di

PG. Bungamayang PTPN VII, Kecamatan Bungamayang, Lampung. PG.

Bungamayang secara geografis terletak pada posisi 104°57’ BT dan 4°22’ LS

dengan ketinggian 10 - 50 m dpl serta memiliki topografi bergelombang (0-8%)

terletak di Desa Negara Tulang Bawang, Kecamatan Bungamayang, Kabupaten

Lampung Utara, ± 157 km dari Bandar Lampung sebagai ibukota provinsi dan ±

45 km Kotabumi sebagai ibukota kabupaten yang ditunjukkan oleh Gambar 2.

7

Alat dan Bahan

Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah peta tanah dengan skala

1:250 000, peta DEM (Digital Elevation Model) dengan resolusi 30 meter, dan

citra landsat TM. Data penunjang lainnya yaitu data pengukuran debit sungai, data

aliran sungai, data curah hujan, serta data fisik tanah.

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah seperangkat

computer dengan kebutuhan minimum sebagai berikut:

1. Komputer desktop dengan prossesor Intel Pentium 1 dengan clock

166MHz.

2. RAM dengan kapasitas 64 MB.

3. Sistem Operasi Microsoft Windows 95,98, NT 4.0, XP, 7 atau Win2000

dengan kernel patch terbaru.

4. Adapter VGA dan monitor

5. Kapasitas harddisc minimum 300 MB.

6. Software yang terinstal, diantaranya adalah Microsoft Office 2013,

ArcGIS 10, ArcSWAT 2012 dan SWAT Plot and Graph

7. Alat ukur debit : Pelampung, pita ukur, stopwatch.

Analisis potensi air sungai pada embung 190 di PG. Bungamayang PTPN

VII, Lampung dilakukan dengan menggunakan model SWAT yang akan dengan

Arcgis 10.1 sebagai sotware tambahan dengan menggunakan bahan-bahan sebagai

berikut:

1. Data Pengukuran Debit Sungai di PTPN VII PG. Bungamayang,

Lampung

2. Peta Digital Elevation Model (DEM) untuk wilayah Bungamayang

dengan resolusi 30 meter.

3. Data Klimatologi Provinsi Lampung untuk daerah Bungamayang dari

tahun 2002-Mei 2014.

4. Data Landuse DAS di PG. Bungamayang, Lampung tahun 2011.

5. Peta tanah eksplorasi Provinsi Lampung.

Gambar 2 Lokasi PG. Bungamayang Sumber: Google Earth

8

Data input berupa karakteristik tanah, iklim, tata guna lahan, dan hidrologi

yang telah disiapkan pada proses pengumpulan data dimasukkan ke dalam data

input file.

Prosedur Analisis Data

Tahapan kegiatan analisis yang dilakukan adalah

1. Delineasi Daerah Observasi

Proses delineasi menggunakan data DEM SRTM yang diolah

menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10. Daerah observasi ini akan

didelineasi berdasarkan batas topografi alami DAS.

2. Pembentukan HRU (Hydrological Response Unit)

HRU adalah unit satuan lahan dengan unsur karakteristik sub DAS yang

berpengaruh terhadap terjadinya erosi. Setiap HRU akan memiliki

informasi sub DAS, nomor HRU, jenis penutupan lahan, jenis tanahm

dan luas HRU. HRU didapatkan dari overlay peta tanah dan peta

penggunaan lahan. Pembuatan HRU terdiri dari interval slope, peta

raster landuse dan peta raster tanah format system koordinasi proyeksi

UTM, dan threshold dari presentase total luasan landuse 10% jenis

tanah sebesar 5% dan slope sebesar 5%.

3. Penggabungan HRU dengan data iklim

Proses penggabungan HRU dan data iklim dilakukan setelah saruan

analisis terbentuk. Pada tahap ini ditentukan periode simulasi terlebih

dahulu untuk kemudian dilakukan pemasukan data iklim.

4. Simulasi

Proses simulasi dilakukan setelah proses penggabungan HRU dengan

data iklim. Persamaan yang digunakan di dalam simulasi SWAT untuk

melakukan prediksi aliran permukaan adalah metode SCS Curve

Number pada persamaan (2) dan (3).

5. Validasi

Dalam proses validasi ini, dilakukan plot hasil debit simulasi yang

dihasilkan oleh SWAT dan debit observasi hasil pengamatan selama

penelitian dilakukan. Untuk melihat kevalidan data sehingga dapat

dilihat apakah data tersebut layak (valid) maupun tidak untuk

dilanjutkan ke proses selanjutnya.

6. Simulasi dengan SWAT.

Setelah model SWAT sesuai dengan data aktual DAS, dilakukan analisis

potensi debit air sungai rataan tahunan. Analisis yang dilakukan adalah

dengan melakukan perbandingan antara debit hasil prediksi model

SWAT terkalibrasi dengan kebutuhan air di PG. Bungamayang PTPN

VII, Lampung.

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian yang secara geografis terletak pada 4o 35’ 24” LS dan

104o 52’ 07” BT yang merupakan anak sungai dari Daerah Aliran Sungai (DAS)

Tulang Bawang termasuk dalam zona 48 UTM. Lokasi penelitian memiliki luas

sebesar 12.73 km2 atau 0.99 % dari DAS Tulang Bawang yang memiliki daerah

tangkapan seluas 1 285 km2. Lokasi penelitian yang berada pada daerah Negara

Ratu, Bungamayang yang berjarak ± 45 km dari Kotabumi sebagai ibukota

kabupaten Lampung Utara dan ± 157 dari Bandarlampung sebagai ibukota

Propinsi Lampung. Keadaan topografi wilayah ini merupakan dataran rendah

yang dimanfaatkan sebagai areal perkebunan tebu. Wilayah Utara DAS Tulang

Bawang berbatasan dengan Kabupaten Way Kanan, wilayah selatan berbatasan

dengan Kabupaten Lampung Tengah, wilayah barat meliputi Kabupaten Lampung

Barat, dan wilayah timur yang meliputi Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Pada penelitian ini, lokasi embung 190 yang terletak pada rayon I, PG.

Bungamayang PTPN VII, Lampung digunakan sebagai outlet yang berlokasi pada

04° 34’ 28” LS dan 104° 51’ 51” BT. Penempatan outlet pada lokasi embung

menghasilkan luasan DAS yang lebih sempit yaitu sebesar 12.73 km2.

Penempatan dilakukan karena debit sungai yang diukur dapat dibandingkan

dengan informasi total potensi air sungai yang mengalir di PG. Bungamayang

PTPN VII, Lampung

Gambar 3 Lokasi penelitian embung 190 PG. Bungamayang

PTPN VII, Lampung

10

Penggunaan Lahan

Berdasarkan peta jenis tanah eksplorasi DAS Tulangbawang dari Lembaga

Penelitian Tanah berskala 1 : 250 000, jenis tanah yang terdapat pada lokasi

penelitian didominasi oleh Grumusol yang ditujukan oleh Gambar 4 dengan

luasan sebesar 7.08 km2 (ditunjukkan pada Tabel 1). Pada umumnya kriteria tanah

adalah masam dengan pH < 4,5, kadar C organic rata-rata rendah < 2% dan

tekstur lapisan atas berpasir sampai berlempung, dengan kadar makro N, P dan K

juga rata-rata rendah. Sifat fisika tanah pada PG. Bungamayang memiliki tanah

yang padat, dengan berat jenis antara 1,26 – 1,51 g/cc pada kedalaman 0-15 cm.

Tabel 1 Sebaran jenis tanah daerah aliran sungai Embung 190

Jenis

Tanah

Luas

km2 %

Grumosol 7.08 55.6

Argosol 5.65 44.4

Total 12.73 100

Pada penelitian ini digunakan citra landsat 7 ETM+ yang diperoleh dari

Kementrian Kehutanan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai informasi

penggunaan lahan. Sebelum data citra dapat digunakan, dilakukan proses

pengolahan terlebih dahulu menggunakan Arcgis 10.1. Pada tahap pertama, data

citra diproyeksikan dengan WGS 1984 pada zona 48 S , kemudian dilakukan

pemotongan wilayah DAS terhadap citra

Gambar 4 Peta jenis tanah daerah aliran sungai Embung 190

11

Tabel 2 Sebaran penggunaan lahan daerah aliran sungai Embung 190

Jenis

Penggunaan Lahan

Luas

km2

%

Perkebunan 3.22 25.28

Pertanian Lahan Kering 9.45 74.26

Pemukiman 0.06 0.46

Total 12.73 100

Pada Gambar 5 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa wilayah daerah aliran

sungai Embung 190 didominasi oleh Pertanian Lahan Kering seluas 9.45 km2 atau

seluas 74.26%.

Analisis SWAT

Pada penelitian ini dilakukan analisis SWAT menggunakan ArcSWAT 2012.

ArcSWAT merupakan sub-aplikasi dari ArcGIS 10, yaitu perangkat lunak

berbasis open source yang berguna dalam distribusi data, mengembangkan tools

yang berkaitan dengan analisis spasial, ilmu ketataruangan, dan melakukan proses

sebagaimana dilakukan perangkat lunak GIS lainnya. Pada simulasi SWAT ini,

dilakukan 4 proses, diantaranya adalah proses delineasi DAS, pembentukan

hydrological response unit (HRU), pengolahan data SWAT, dan proses simulasi.

Proses Delineasi DAS

Pada tahap pertama dilakukan, dilakukan delineasi daerah aliran sungai

berdasarkan data digital elevation model (DEM) wilayah DAS yang akan diteliti.

Data DEM yang digunakan pada penelitian ini adalah data ASTER Global DEM

V2 dengan resolusi 30 meter. Pada tahap ini, data DEM dimasukkan terlebih

dahulu, kemudian batas DAS ditentukan sehingga dapat diperoleh aliran sungai

Gambar 5 Peta penggunaan lahan daerah aliran sungai Embung 190

12

serta sub DAS. Ketepatan pembentukan aliran sungai dan sub DAS ditentukan

oleh ketelitian dalam melakukan delineasi. Semakin kecil nilai kolom cells yang

digunakan, maka semakin banyak aliran sungai serta sub DAS yang terbentuk.

Pada Gambar 6, digunakan ketelitian sebesear 50 ha, sehingga terbentuk

DAS dengan total luasan 1 273 ha. Total luas DAS yang diperoleh lebih kecil

dibandingkan total keseluruhan DAS, karena Embung PG. Bungamayang PTPN

VII, Lampung merupakan salah satu embung yang terhubung langsung oleh DAS

Tulang Bawang. Hal ini menunjukkan outlet tersebut dapat dilakukan analisis

debit sehingga dapat dibandingkan potensi air sungainya guna kebutuhan irigasi di

PG. Bungamayang, PTPN VII, Lampung.

Pembentukan HRU

Setelah dilakukan proses delineasi, dilakukan pembentukan HRU

(hidrologycal response unit). Pada tahap ini dilakukan overlay antara hasil data

DEM, data penggunaan lahan, serta data tanah. Selain dapat melakukan analisis

hidrologi berdasarkan karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik,

proses ini berguna dalam pemasukan data slope (kemiringan). Pada Gambar 7,

dilakukan pengelompokan kemiringan sebesar 0-5% (datar), 5-15%

(bergelombang), 15-30% (agak curam) dan 30-45% ( curam)

Gambar 6 Peta hasil delineasi daerah aliran sungai Embung 190

13

Hasil pembentukan HRU memberikan informasi mengenai penggunaan

lahan, tanah, kemiringan lahan, luas area, dan presentase luas HRU pada sub DAS.

Pada Gambar 8, diperoleh 18 HRU, di mana titik Embung 190 PG. Bungamayang

berada di bagian hilir..

Pengolahan Data dan Simulasi SWAT

Pada tahap ini dilakukan pemasukan data iklim untuk mendapatkan keluaran

berupa debit harian simulasi. Simulasi SWAT membutuhkan data iklim berupa

curah hujan dan suhu pada stasiun yang mewakili daerah DAS, serta data weather

Gambar 7 Peta sebaran kemiringan daerah aliran sungai Embung 190

Gambar 8 Peta HRU daerah aliran sungai Embung 190

14

generator berupa radiasi matahari, kecepatan angin, suhu, curah hujan, dan titik

embun. Data curah hujan pada daerah DAS Sungkai diperoleh dari Stasiun

Bungamayang yang merupakan stasiun milik PG. Bungamayang PTPN VII,

Lampung yang terletak pada 5° 02’ 32” LS dan 105

° 05’ 10” BT dengan elevasi 25

meter diatas permukaan laut. Data curah hujan yang digunakan serta data suhu

yang digunakan diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan PG.

Bungamayang PTPN VII, Lampung dari tahun 2002 sampai tahun 2013.

Proses Visualisasi

Pada tahap ini dilakukan proses visualisasi debit. Data debit yang

divisualisasikan merupakan data debit harian serta debit bulanan. Hasil dari

simulasi ditampilkan dengan menggunakan SWAT Plot and Graph. SWAT Plot

and Graph juga dapat digunakan sebagai acuan validasi data. Berdasarkan Gambar

9, debit simulasi harian maksimum yang terjadi pada tanggal 20 Maret hingga 5

April 2014 adalah sebesar 0.463 m3/detik dengan debit minimum sebesar 0.024

m3/detik, serta debit rata-rata sebesar 0.066 m

3/detik. Sedangkan untuk debit

observasi, debit maksimum yang diperoleh sebesar 0.116 m3/detik, debit

minimum sebesar 0.024 m3/detik, serta debit rata-rata sebesar 0.043 m

3/detik.

Dengan menggunakan SWAT Plot and Graph diperoleh koefesien korelasi sebesar

0.897.

Pada Gambar 10, menunjukkan fluktuasi potensi debit rataan tahunan

Embung 190 PG. Bungamyang, PTPN VII, Lampung dari tahun 2002-2013 yang

telah disimulasi oleh model SWAT. Berdasarkan grafik tersebut, diperoleh debit

rataan maksimum tahunan sebesar 0.143 m3/detik yang terjadi pada bulan April,

debit rataan minimum tahunan sebesar 0.018 m3/detik yang terjadi pada bulan

September

Gambar 9 Fluktuasi debit harian dengan debit simulasi SWAT menggunakan

SWAT Plot and Graph

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0.45

0.5

DEB

IT (

M3

/DET

IK)

TANGGAL

Debit Simulasi Debit Observasi

15

Analisis Debit Sungai

Setelah melalui tahap validasi model SWAT yang diperoleh dengan cara

memplotkan hasil simulasi SWAT, dilakukan analisis terhadap simulasi SWAT

dari tahun 2002 hingga 2013 guna memperoleh potensi debit rataan tahunan

Embung PG. Bungamayang PTPN VII, Lampung. Namun demikian, analisis

rataan tahunan model SWAT tidak dapat dilakukan kalibrasi dikarenakan tidak

tersedianya data debit pengukuran yang mencukupi dalam jangka waktu tertentu

sehingga hanya dilakukan proses validasi menggunakan debit hasil simulasi dan

debit hasil observasi dari tanggal 20 Maret hingga 05 Juli 2014. Berdasarkan hal

itu, permodelan SWAT dalam penelitian ini menggunakan parameter default

tanpa kalibrasi.

Berdasarkan model SWAT untuk validasi, diperoleh debit simulasi harian

maksimum yang terjadi pada tanggal 20 Maret hingga 5 April 2014 adalah sebesar

0.463 m3/detik dengan debit minimum sebesar 0.024 m

3/detik, serta debit rata-rata

sebesar 0.066 m3/detik. Sedangkan untuk debit observasi, debit maksimum yang

diperoleh adalah sebesar 0.116 m3/detik yang terjadi pada tanggal 28 Maret 2014,

debit minimum sebesar 0.024 m3/detik yang terjadi pada tanggal 20 Maret 2014,

serta debit rata-rata sebesar 0.043 m3/detik.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa error yang terjadi antara debit

observasi dengan dengan debit simulasi SWAT. Hal ini dapat terjadi akibat

adanya kesalahan dalam pengulangan pengukuran debit dimana pengukuran debit

yang dilakukan menggunakan peralatan manual (pelampung dan stopwatch).

Untuk potensi debit rataan tahunan Embung 190 PG Bungamayang PTPN

VII, Lampung dimana debit rataan maksimum tahunan diperoleh pada bulan April

sebesar 0.143 m3/detik dan potensi debit rataan minimum tahunan sebesar 0.018

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0.16

Deb

it (

m3

/det

ik)

Bulan

Gambar 10 Fluktuasi debit rataan tahunan lokasi penelitian

(dari tahun 2002 hingga 2013)

16

m3/detik yang terjadi pada bulan September. Dengan menggunakan debit rataan

tahunan dari tahun 2002-2013, dapat diperoleh total volume potensi air sungai

yang masuk ke Embung 190 PG Bungamayang PTPN VII sebesar 2 373 950.55

m3 tiap tahunnya. Volume debit ini yang masuk ke Embung 190 PG

Bungamayang untuk digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan irigasi perkebunan

tebu.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Dengan melakukan analisis potensi debit rataan tahunan, diperoleh debit

rataan maksimum tahunan sebesar 0.143 m3/detik yang terjadi pada

bulan April dan rataan minimum tahunan sebesar 0.018 m3/detik yang

terjadi pada bulan September.

2. Berdasarkan debit rataan tahunan, diperoleh volume total potensi air

sungai di Embung 190 PG. Bungamayang PTPN VII, Lampung sebesar

2 373 950.55 m3 tiap tahunnya.

Saran

1. Diperlukan pos pengukuran curah hujan dan stasiun iklim yang berada

dalam area DAS, sehingga data iklim yang diperoleh dapat lebih

menggambarkan kondisi DAS.

2. Diperlukan pengukuran debit aktual sungai yang sesuai dengan lokasi

tinjau penelitian, yaitu Embung 190 Rayon II PG. Bungamayang PTPN

VII, Lampung.

DAFTAR PUSTAKA

Abbaspour, KC. 2008. SWAT-CUP2: SWAT Calibration and Uncertainty

Programs. Duebendorf. Departement of System Analysis, Integrated

Assessment and Modelling (SIAM), Eawag, Swiss Federal Institute of Aquatic

Science and Technology

Ahl RS, Scott W. Woods dan Hans R. Zuurig. 2008. Hidrological Calibration and

Validation of SWAT in A Snow-Dominated Rocky Mountain Watershed,

Montana. USA. Journal of The American Water Resources Association.

Anggana. 2013. Analisa Kebutuhan Air Irigasi pada Tanaman di Daerah Irigasi

Poncowati dengan Menggunakan Software Cropwate 8. Jurusan Teknik

Pengairan. Fakultas Teknik. Universitas Brawijaya Press

Arnold, J.G., J.R. Kiniry, dan J.R. Williems. 2005. Soil and Water Assessment

Tool Theoretical documentation (version 2005). Agriculture Research Sevice

US. Retrieved October 31, 2008.

http://swat.tamu.edu/media/1292/swat2005theory

17

Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengolahan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press

Buku Standar Perencanaan Irigasi (Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama

KP-02), CV Galang Persada 1986, Dirjen Pengairan, Departemen Pekerjaan

Umum

Chang KT.2004. Introduction to Geographic Information Systems.2nd Edition.

Iowa: McGraw-Hill

Emiyati. 2012. Hydrological Response Unit (HRU) dan Debit Aliran Daerah

Aliran Ci Rasea. Thesis. Jurusan Geografi. Universitas Indonesia Press

Flugel, W. A. 1997. Combining GIS with regional hydrological modelling using

hydrological response unit (HRUs). An application from Germany.

Mathematics and Computers in Simulation 43 (297-304). Elsevier.

Fitrian, Hani. 2002. Analisis Potensi dan Ketersediaan Air Berdasarkan Neraca

Air di DAS Brantas Hulu, Jawa Timur. Jurusan Geofisika dan Meteorologi

FMIPA IPB, Bogor

Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta : Pustaka Jaya

Gandasasmita K, Hadi SA, Saroinsonng FB. 2003. Data structure developing for

land resources information storage and management (in Indonesian). The 10th

National Seminat of Persada 3-4 July 2003. Nikko Hotel, Jakarta.

Junaidy, Edy dan Surya Dharma Tarigan. 2010. Penggunaan Model Hidrologi

SWAT (Soil and Water Assessment Tool) Dalam Pengelolaan DAS Cisadane.

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. IPB :

Press.

Kodoatie dan Robert J. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.

Yogyakarta: CV Andi Offset

Matlock M, Greg Thoma, Eric Cummings, Jackson Cothren, Mansoor Leh dan

John Wilson. 2013. Geospatial Analysis of Potential Water Use, Water Stress

and eutrophication impacts from US dairy production. International Dairy

Journal. Departement Of Agriculture and Biological Engineering. University of

Arkansas. Elsevier.

Tan, K. H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Terjemahan Goenadi, D.H. Gajah

Mada University Press. Yogyakarta.

Soil Survey Staff. 1998. Key to Soil Taxonomy 8th edition. USDA-NRCS

Washington DC.

Srinivasan, R dan Chris George. 2011. Map Window Interface for Soil and Water

Assessment Tool (SWAT). United Nations University International Institute

for Software Technology. Macao.

Zhang, X. 2006. Evaluations of Spatial Heterogenity of Watershed through HRU

concept using SWAT. http://twri.tamu.edu/docs/funding/usgs/2005-06/zhang

(3 Juni 2014) [terhubung berkala]

18

Lampiran 1 Parameter SWAT untuk file .gw, .bsn, .mgt, .hru, .sol, .sub, dan .rte.

No Parameter Definisi Satuan

1 RCHRG_DP.gw Fraksi perkolasi akuifer dalam

2 ALPHA_BF.gw Faktor alfa untuk aliran permukaan (hari)

3 GW_DELAY.gw P Perlambatan aliran bawah tanah (hari)

4 GWQMN.gw Kedalaman ambang air pada akuifer dangkal yang dibutuhkan agar terjadi arus balik (mm)

5 GW_REVAP.gw Koefisien "revap" air bawah tanah

6 GW_SPYLD.gw Kapasitas lapang akuifer dangkal (m3/m3)

7 7 SHALLST_N.gw Jumlah nitrat pada akuifer dangkal (Kg N/ha)

8 HLIFE_NGW.gw hal life of nitrate in the shallow aquifer (hari)

9 GWSOLP.gw Konsentrasi fosfor yang larut pada aliran bawah tanah (mg P/L)

10 SFTMP.bsn temperatur salju / uap air (˚C)

11 SNOCOVMX.bsn Kedalaman ambang salju

12 SNO50COV.bsn Fraksi dari SNOCOVMX yang mencakup 50% tutupannya

13 TIMP.bsn Faktor lag suhu salju

14 SMFMN.bsn Faktor leleh salju

15 SMFMN.bsn Temperatur ambang lelehan salju (˚C)

16 SMFMX.bsn Faktor leleh pada 21 Juni (mm/hari - ˚C)

17 ISED_DET.bsn Nilai yang mengatur perhitungan curah hujan setengah jam harian maksimum

18 ADJ_PKR.bsn Faktor kesesuaian rasio puncak

19 IPET.bsn Metode Evapotranspirasi potensial

20 IEVENT.bsn Pemilihan faktor curah hujan, aliran permukaan, dan ruting

21 ICN.bsn Metode perhitungan curve number harian

22 CNCOEF.bsn

Faktor pembobot yang digunakan dalam menghitung koefisien retensi untuk perhitungan curve number harian pada evapotranspirasi tanaman

23 SURLAG.bsn Koefisien lag aliran limpasan permukaan

24 ICRK.bsn Kode bypass flow

25 DEPIMP_BSN.bsn Kedalaman lapisan kedap air (mm)

26 CMN.bsn Koefisien rasio untuk kandungan mineral pada nutrien humus organik aktif

27 RSDCO.bsn Koefisien rasio untuk kandungan mineral pada nutrien residu organik segar

28 CDN.bsn Koefisien rasio pada proses denitrifikasi

29 SDNCO.bsn Nilai ambang untuk faktor siklus air nutrien pada proses denitrifikasi yang berlangsung

30 RCN.bsn Konsentrasi nitrogen saat hujan (mg N/L)

31 PSP.bsn indeks ketersediaan fosfor

32 PPERCO.bsn Koefesien perkolasi fosfor (10 m3/Mg)

33 WOF_P.bsn Nilai fraksi pencucian untuk bakteri gigih

19

Lampiran 1 Lanjutan

34 WOF_LP.bsn Nilai fraksi pencucian untuk bakteri kurang gigih

35 WDPQ.bsn Faktor kematian untuk bakteri gigih pada tanah saat 20 C (l/hari)

36 WGPQ Faktor pertumbuhan untuk bakteri gigih pada tanah saat 20˚

37 WDLPQ.bsn Faktor kematian untuk bakteri kurang gigih pada tanah saat 20˚C

38 WGLPQ.bsn Faktor kematian untuk bakteri kurang gigih pada tanah saat 20˚C

39 WDPS.bsn Faktor pertumbuhan untuk bakteri kurang gigih pada tanah saat 20˚C

40 WGPS.bsn Faktor kematian untuk bakteri gigih yang diserap partikel tanah saat

41 WDLPS.bsn Faktor kematian untuk bakteri kurang gigih yang diserap partikel tanah

42 WGLPS.bsn Faktor pertumbuhann untuk bakteri kurang gigih yang diserap partikel

43 WDPF.bsn Faktor kematian untuk bakteri gigih pada dedaunan saat 20˚C (1/hari)

44 WGPF.bsn Faktor pertumbuhan untuk bakteri gigih pada dedaunan saat 20˚C

45 WDLPF.bsn Faktor kematian untuk bakteri kurang gigih pada dedaunan saat 20˚C

46 WGLPF.bsn Faktor pertumbuhan untuk bakteri kurang gigih pada dedaunan saat

47 THBACT.bsn Faktor kesesuaian suhu pada kematian/pertumbuhan bakteri

48 BACTMINLP.bsn Kehilangan bakteri kurang gigih minimum harian (cfu/m2)

49 BACTMINP.bsn Kehilangan bakteri gigih minimum harian (cfu/m2)

50 BACTMIX.bsn Koefisien perkolasi bakteri (10 m3/Mg)

51 NPERCO.bsn Koefisien perkolasi nitrat

52 PHOSKD.bsn Koefisien keterpisahan kandungan fosfor tanah (m3/Mg)

53 PERCOP.bsn Koefisien perkolasi pestisida

54 BACTKDQ.bsn Koefisien keterpisahan bakteri tanah

55 N_UPDIS.bsn Parameter distribusi penyerapan nitrogen

56 CN2.mgt SCS curve number pada kondisi II

57 CNOP.mgt SCS curve number pada kondisi kelembaban III

58 LAT_TIME.mgt Waktu pegaliran aliran lateral (hari)

59 GDRAIN.mgt Waktu lag pengurasan atap/genting (jam)

60 USLE_P.mgt Faktor USLE

61 PHU.mgt Unit panas potensial pada tanaman yang tumbuh saat awal simulasi pada HRU

62 HEAT UNITS.mgt Unit panas potensial pada tanaman yang tumbuh berdasarkan waktu pemanasan

63 HUSC.mgt Nilai fraksi unit panas potensial saat operasi penanaman sedang dilakukan

64 BIO_TARG.mgt Target biomassa (metrik ton/ha)

65 HI_TARG.mgt Target index pemanenan

66 HI_OVR.mgt Target index pemanenan

67 HARVEFF.mgt Efisiensi pemanenan

20

Lampiran 1 Lanjutan

68 MGT_OP.mgt Kode operasi

69 PLANT_ID.mgt Kode penutupan lahan/tanaman dari crop.dat

70 LAI_INIT.mgt Index luasan daun pada kanopi

71 BIO_INIT.mgt Total biomassa tanaman (kg/ha)

72 IGRO.mgt Kode status penutupan lahan

73 GRZ_DAYS.mgt Jumlah hari pemanenan

74 BIO_EAT.mgt Berat kering biomassa tanaman yang dikonsumsi per hari (kg/ha)

75 MANURE_ID.mgt Kode pemupukan dari fert.dat

76 MANURE_KG.mgt Jumlah berat kering pupuk yang digunakan (kg/ha)

77 BIO_TRMP.mgt Berat kering biomassa tanaman yang diinjak per hari (kg/ha)

78 BIO_MIN.mgt Biomassa tanaman minimum untuk proses pemanenan yang terjadi

79 CANMX.hru Tampungan maksimum kanopi (H2O)

80 EPCO.hru Faktor pergantian terusan tanaman

81 ESCO.hru Faktor pergantian evaporasi tanah

82 SLSUBBSN.hru Panjang kemiringan rata-rata (m)

83 SLSOIL.hru Panjang kemiringan aliran bawah permukaan lateral (m)

84 HRU_FR.hru Nilai fraksi pada sub basin di HRU

85 HRU_SLP.hru kemiringan rata-rata (m/m)

86 OV_N.hru Nilai manning "n" untuk aliran overland

87 IWATABLE.hru Kode muka air tinggi

88 DEP_IMP.hru Kedalaman lapisan kedap air (mm)

89 RSDIN.hru Material genangan residu pada 10 mm di atas tanah (kg/ha)

90 SLOPE.hru kemiringan rata-rata subbasin (% atau m/m)

91 LAT_SED.hru Konsentrasi sedimen pada aliran lateral dan aliran bawah tanah (mg/L)

92 ERORGN.hru Rasio penyuburan nitrogen organik

93 ERORGP.hru Rasio penyuburan fosfor

94 IPOT.hru Jumlah HRU yang menampung air

95 POT_FR.hru Nilai fraksi pada luasan HRU yang terendam pada lubang

96 SOL_AWC.sol Kapasitas air pada lapisan tanah (mm)

97 SOL_K.sol Konduktivitas hidrolik saat jenuh (mm/hari)

98 SOL_BD.sol moist bulk density (Mg/m3 atau g/cm3)

99 SOL_ALB.sol Nilai albedo tanah saat basah

100 SOL_Z.sol Kedalaman dari permukaan tanah hingga bawah lapisan (mm)

101 CLAY.sol Persentase kandungan lempung

102 SAND.sol Persentase kandungan pasir

103 SOL_CRK.hru Potensial volume retakan pada profil tanah

104 SOL_CBN.sol Jumlah kandungan organik karbon pada lapisan (%)

105 USLE_K.sol Faktor erodibilitas tanah USLE

106 ROCK.sol Persentase batuan pada lapisan pertama tanah (%)

21

Lampiran 1 Lanjutan

107 ANION_EXCL.sol Fraksi porositas berdasarkan anion yang dikeluarkan

108 SOL_ZMX.sol Kedalaman ruting maksimum pada tanah (mm)

109 CH_N11.sub Nilai manning "n" untuk saluran cabang

110 CH_L1.sub Saluran cabang terpanjang pada sub-basin (km)

111 CH_K1.sub Konduktivitas hidrolik efektif pada saluran cabang (m/m)

112 CO2.sub Konsentrasi karbon dioksida (ppmv)

113 SUB_LAT.sub Derajat latitude dari subbasin

114 ISGAGE.sub Jumlah radiasi solar terekam yang digunakan pada subbasin

115 ITGAGE.sub Suhu terekam yang digunakan pada subbasin

116 IWGAGE.sub Kecepatan angin terekam yang digunakan pada subbasin

117 IRGAGE.sub Curah hujan terekam yang digunakan pada subbasin

118 SUB_ELEV.sub Elevasi (m)

119 IHGAGE.sub Kelembaban terekam yang digunakan pada subbasin

120 SNO_HUB.sub Kandungan air salju pada subbasin (mm)

121 SNOEB.sub Kandungan air salju pada bidang elevasi subbasin (mm)

122 ELEVB.sub Elevasi pada pertengan bidang elevasi (m)

123 ELEVB_FR.sub Nilai fraksi area subbasin pada bidang elevasi

124 PLAPS.sub Nilai kehilangan curah hujan (mm)

125 TLAPS.sub Nilai kehilangan suhu (˚C/km)

126 RFINC.sub Persentase perubahan hujan dalam hitungan bulan

127 TMPINC.sub Kenaikan atau penurunan suhu dalam hitungan bulan (˚C)

128 RADINC.sub Kenaikan atau penurunan radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi dalam hitungan bulan (MJ/m2)

129 HUMINC.sub Kenaikan atau penurunan kelembaban dalam hitungan bulan

130 SUB_KM.sub Luasan area subbasin (km2)

131 CH_N2.rte Nilai manning "n" untuk saluran utama

132 CH_K2.rte Konduktivitas hidrolik efektif pada saluran utama (mm/hari)

133 CH_W.rte Lebar saluran pada bagian atas pesisir sungai

134 CH_D.rte Kedalaman air di saluran saat sedang terisi (m)

135 CH_L2.rte Panjang saluran utama (km)

136 CH_S2.rte Rata-rata kemiringan sepanjang saluran (m/m)

137 ALPHA_BNK.rte Aliran resesi konstan atau resesi proporsional pada tepi sungai

138 CH_COV.rte Faktor penutupan pada saluran

139 CH_EROD.rte Faktor erodibilitas saluran (cm/jam/Pa)

140 CH_WDR.rte Rasio antara lebar saluran dengan kedalaman Sumber: Neitsch et al 2004

22

Lampiran 2 File data input pada SWAT untuk analisis hidrologi

Nama File Fungsi

CIO File untuk mengontrol data input dan output

COD Mengontrol file input dan output

FIG Mengidentifikasi jaringan hidrologi sungai

BSN Mengontrol keragaman parameter di tingkat DAS

SUB Mengontrol keragaman parameter di tingkat sub-DAS

HRU Mengontrol keragaman parameter di tingkat HRU

GW File air bawah tanah

RTE File pergerakan air, sedimen, hara, dan pestisida

CROP File parameter tumbuh tanaman

URBAN File data lahan terbangun atau urban area

PCP File data curah hujan harian

TMP File temperature udara maksimum dan minimum harian

SLR File radiasi matahari harian

HMD File kelembaban udara harian

WGN File data generator iklim

SOL File data tanah

MGT File pengelolaan dan penutupan lahan

23

Lampiran 3 Diagram alir pelaksanaan penelitian

Mulai

Pengumpulan dan persiapan

data (data karakteristik tanah,

iklim, tata guna lahan, dan

hidrologi DAS)

Analisis Spasial

Analisis SWAT

Validasi SWAT

Plot and Graph

Analisis Potensi Air

tidak

Ya

Analisis Debit Rataan Tahunan

Kondisi

Penggunaan Lahan

24

Lampiran 4 Lokasi Penelitian PG Bungamayang PTPN VII, Lampung

Sumber : Google Earth

25

26

Lampiran 5 Sebaran penggunaan lahan DAS Tulang Bawang

Sumber: Website Kementrian Kehutanan Republik Indonesia

27

Lampiran 6 Data curah hujan Stasiun Bungamayang Tahun 2002

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

1-Jan-02 1-Feb-02 1-Mar-02 1-Apr-02 1-May-02 1-Jun-02 1-Jul-02 1-Aug-02 1-Sep-02 1-Oct-02 1-Nov-02 1-Dec-02

Cu

rah

Hu

jan

(m

m/h

ari)

28

Lampiran 7 Data curah hujan Stasiun Bungamayang Tahun 2003

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

1-Jan-03 1-Feb-03 1-Mar-03 1-Apr-03 1-May-03 1-Jun-03 1-Jul-03 1-Aug-03 1-Sep-03 1-Oct-03 1-Nov-03 1-Dec-03

Cu

rah

Hu

jan

(m

m/h

ari)

Tanggal

29

Lampiran 8 Data curah hujan Stasiun Bungamayang tahun 2004

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

1-Jan-04 1-Feb-04 1-Mar-04 1-Apr-04 1-May-04 1-Jun-04 1-Jul-04 1-Aug-04 1-Sep-04 1-Oct-04 1-Nov-04 1-Dec-04

Cu

rah

Hu

jan

(m

m/h

ari)

Tanggal

30

Lampiran 9 Data curah hujan Stasiun Bungamayang tahun 2005

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

1-Jan-05 1-Feb-05 1-Mar-05 1-Apr-05 1-May-05 1-Jun-05 1-Jul-05 1-Aug-05 1-Sep-05 1-Oct-05 1-Nov-05 1-Dec-05

Cu

rah

Hu

jan

(m

m/h

ari)

Tanggal

31

Lampiran 10 Data curah hujan Stasiun Bungamayang Tahun 2006

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

1-Jan-06 1-Feb-06 1-Mar-06 1-Apr-06 1-May-06 1-Jun-06 1-Jul-06 1-Aug-06 1-Sep-06 1-Oct-06 1-Nov-06 1-Dec-06

Cu

rah

Hu

jan

(m

m/h

ari)

Tanggal

32

Lampiran 11 Data curah hujan Stasiun Bungamayang Tahun 2007

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

1-Jan-07 1-Feb-07 1-Mar-07 1-Apr-07 1-May-07 1-Jun-07 1-Jul-07 1-Aug-07 1-Sep-07 1-Oct-07 1-Nov-07 1-Dec-07

Cu

rah

Hu

jan

(m

m/h

ari)

Tanggal

33

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

1-Jan-08 1-Feb-08 1-Mar-08 1-Apr-08 1-May-08 1-Jun-08 1-Jul-08 1-Aug-08 1-Sep-08 1-Oct-08 1-Nov-08 1-Dec-08

Cu

rah

Hu

jan

(m

m/h

ari)

Tanggal

Lampiran 12 Data curah hujan Stasiun Bungamayang Tahun 2008

34

Lampiran 13 Data curah hujan Stasiun Bungamayang Tahun 2009

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

1-Jan-09 1-Feb-09 1-Mar-09 1-Apr-09 1-May-09 1-Jun-09 1-Jul-09 1-Aug-09 1-Sep-09 1-Oct-09 1-Nov-09 1-Dec-09

Cu

rah

Hu

jan

(m

m/h

ari)

Tanggal

35

Lampiran 14 Data curah hujan Stasiun Bungamayang Tahun 2010

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

1-Jan-10 1-Feb-10 1-Mar-10 1-Apr-10 1-May-10 1-Jun-10 1-Jul-10 1-Aug-10 1-Sep-10 1-Oct-10 1-Nov-10 1-Dec-10

Cu

rah

Hu

jan

(m

m/h

ari)

Tanggal

36

Lampiran 15 Data curah hujan Stasiun Bungamayang Tahun 2011

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

100.00

1-Jan-11 1-Feb-11 1-Mar-11 1-Apr-11 1-May-11 1-Jun-11 1-Jul-11 1-Aug-11 1-Sep-11 1-Oct-11 1-Nov-11 1-Dec-11

Cu

rah

hu

jan

(m

m/h

ari)

Axis Title

37

Lampiran 161 Data curah hujan Stasiun Bungamayang Tahun 2012

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

1-Jan-12 1-Feb-12 1-Mar-12 1-Apr-12 1-May-12 1-Jun-12 1-Jul-12 1-Aug-12 1-Sep-12 1-Oct-12 1-Nov-12 1-Dec-12

Cu

rah

Hu

jan

(m

m/h

ari)

38

Lampiran 17 Data curah hujan Stasiun Bungamayang Tahun 2013

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

1-Jan-13 1-Feb-13 1-Mar-13 1-Apr-13 1-May-13 1-Jun-13 1-Jul-13 1-Aug-13 1-Sep-13 1-Oct-13 1-Nov-13 1-Dec-13

Cu

rah

Hu

jan

(m

m/h

ari)

DATA CURAH HUJAN TAHUN 2013

39

Lampiran 28 Data curah hujan Stasiun Bungamayang s/d Mei 2014

0

50

100

150

200

250

Cu

rah

hu

jan

(m

m/h

ari)

Tanggal

40

RIWAYAT HIDUP

Melvin Classy Alexander Tarigan lahir di Bandarlampung

pada 28 Maret 1992 dari ayah Agusta Tarigan dan ibu

Bangkuseh br Sembiring. Penulis merupakan putra pertama

dari lima bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK-

Kristen Dharmawiyata (1998-1999), lalu di SD-Kristen BPK

Penabur (1999-2004) dan dilanjutkan di SMP Negeri 1

Bandarlampung (2004-2007) . Penulis lulus dari SMA Negeri

2 Bandarlampung pada tahun 2010. Penulis diterima di IPN

melalui jalur tes SNMPTN di Departemen Teknik Sipil dan

Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis

melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2013 di PT. Krakatau Steel (persero)

TBk dengan judul “Implementasi Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001) Pada

Industri Baja di PT. Krakatau Steel Tbk (persero) Cilegon, Banten. Untuk menyusun

skripsi berjudul “Analisis Potensi Air Sungai pada Embung 190 di PG. Bungamayang

PTPN VII, Lampung” yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS.