analisis perhitungan harga pokok produksi tahu dengan ... · dengan adanya ukm akan membantu...

75
ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI TAHU DENGAN METODE FULL COSTING PADA INDUSTRI KECIL (STUDI KASUS CV LAKSA MANDIRI) Oleh SILVANIA EPRILIANTA H24097115 PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMAN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Upload: hamien

Post on 08-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

��

��

ANALISIS PERHITUNGAN

HARGA POKOK PRODUKSI TAHU DENGAN METODE

FULL COSTING PADA INDUSTRI KECIL

(STUDI KASUS CV LAKSA MANDIRI)

Oleh

SILVANIA EPRILIANTA

H24097115

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

���

���

RINGKASAN

SILVANIA EPRILIANTA. H24097115. Analisis Perhitungan Harga Pokok

Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus CV

Laksa Mandiri). Di bawah bimbingan FARIDA RATNA DEWI.

UKM seringkali kurang akurat dalam menentukan harga jual produknya,

khususnya UKM yang bergerak di bidang manufaktur. Hal ini disebabkan karena

kesalahan dalam perhitungan harga pokok produknya. Metode yang tepat

digunakan dalam menghitung biaya produksi tersebut ialah metode full costing.

Tujuan Penelitian ini adalah (1) Menganalisis perhitungan harga pokok produksi

produk tahu yang dilakukan oleh CV Laksa Mandiri, (2) Menganalisis

perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan metode full costing pada

CV Laksa Mandiri, (3) Menganalisis perbedaan antar metode full costing dan

metode yang digunakan oleh CV Laksa Mandiri serta pengaruhnya terhadap harga

jual

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diambil dengan melakukan wawancara secara langsung

dengan pemilik dan karyawan yang bekerja pada CV Laksa Mandiri tersebut

sedangkan data sekunder diperoleh melaui buku-buku yang terkait, literatur yang

sesuai dengan judul penelitian, hasil penelitian.

Hasil analisis data diperoleh bahwa perhitungan harga pokok produksi yang

dilakukan oleh CV Laksa Mandiri untuk tahu putih adalah Rp 203,50 dan tahu

kuning adalah Rp 222,94 sedangkan hasil analisa perhitungan harga pokok

produksi dengan metode full costing untuk tahu putih adalah Rp 207,84 dan tahu

kuning adalah Rp 227,57 jadi selisih antara metode full costing dengan metode

yang dilakukan oleh perusahaan adalah tahu putih Rp 4,34 dan tahu kuning Rp

4,63. Jadi metode yang paling tepat adalah metode full costing karena metode ini

memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi.

��

��

ANALISIS PERHITUNGAN

HARGA POKOK PRODUKSI TAHU DENGAN METODE

FULL COSTING PADA INDUSTRI KECIL

(STUDI KASUS CV LAKSA MANDIRI)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SILVANIA EPRILIANTA

H24097115

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

���

���

Judul Skripsi : Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan

Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus

CV Laksa Mandiri)

Nama : Silvania Eprilianta

NIM : H24097115

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Farida Ratna Dewi, SE, MM

NIP. 19710307 200501 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc

NIP. 19610123 198601 1 002

Tanggal Lulus :

����

����

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 April1988 di Medan, Sumatera Utara.

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, putri pasangan ayahanda

Menang Ginting dan ibunda Ngalemi Tarigan.

Penulis lulus dari Sekolah Dasar Masehi pada tahun 2000 dan melanjutkan

pendidikan di SLTP Negeri 2 Tembung. Penulis menyelesaikan pendidikan di

SLTP N 2 selama 3 tahun kemudian melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 11

Medan. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah umum pada tahun

2006, kemudian melanjutkan pendidikan di Diploma Tiga Institut Pertanian

Bogor. Penulis Menyelesaikan pendidikannya di Diploma Tiga Institut Pertanian

Bogor pada tahun 2009 dan melanjutkan pendidikannya di Program Sarjana Alih

Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor.

Penulis melaksanakan Penelitian sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana pada Program Sarjana Alih Jenis Manajeman

Departeman Manajeman Fakultas Ekonomi Manajemen. Penelitian dilaksanakan

pada bulan April sampai dengan bulan Juli dengan judul “Analisis Perhitungan

Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil

(Studi Kasus CV Laksa Mandiri).

���

���

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas

segala berkat yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi yang berjudul “Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu Pada

Industri Kecil dengan Metode Full Costing (Studi kasus : CV Laksa Mandiri).

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh

karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan

kedepannya. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya.

Bogor, Agustus 2011

Penulis

��

��

UCAPAN TERIMA KASIH

� Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, serta

dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku Dosen Pembimbing yang dengan

sabar memberikan bimbingan, dorongan, masukan, dan motivasi pada

penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai.

2. CV Laksa Mandiri beserta karyawan CV Laksa Mandiri yang telah

memberikan informasi yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini.

3. Kedua orang tua, adik-adikku, Oktavianus, ddan seluruh keluarga besar atas

doa, dukungan, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

4. Seluruh staf sekretariat Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen

Manajeman Fakultas Ekonomi Manajeman yang selalu menjembatani setiap

kegiatan perkuliahan dan pada saat bimbingan.

5. Seluruh teman dan sahabat yang telah membantu saya dalam menyelesaikan

skripsi ini.

���

���

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iv

UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .............................................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... x

I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 2

1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 2

1.2. Perumusan Masalah .................................................................................................... 4

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 5

1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 5

1.5. Ruang Lingkup ............................................................................................................ 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 7

2.1. Usaha Kecil Menengah ............................................................................................... 7

2.2. Peranan Usaha Kecil Menengah ................................................................................. 9

2.3. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah ................................................................. 9

2.4. Upaya Pengembangan UKM ..................................................................................... 11

2.5. Konsep dan Pengertian Biaya ................................................................................... 13

2.6. Klasifikasi Biaya ....................................................................................................... 14

2.7. Harga Pokok Produksi .............................................................................................. 17

2.8. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi ............................................................... 18

2.9. Metode Pengumpulan Biaya Produksi ...................................................................... 20

2.10. Metode Penentuan Biaya Produksi ........................................................................... 22

2.11. Hasil Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 25

III. METODE PENELITIAN ......................................................................................... 28

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................................ 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................... 30

3.3. Jenis dan Sumber Data .............................................................................................. 30

3.4. Metode Pengumpulan Data ....................................................................................... 30

3.5. Pengolahan dan Analisis Data .................................................................................. 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 32

4.1. Gambaran Umum Perusahaan .................................................................................. 32

4.1.1 Sejarah Perusahaan ................................................................................................... 32

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan ............................................................................... 33

4.1.3 Peralatan Produksi Tahu........................................................................................... 34

4.1.4 Proses Produksi Tahu ............................................................................................... 36

����

����

4.2. Perhitungan Harga Pokok Produk Tahu CV Laksa Mandiri ..................................... 40

4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Perusahaan .................... 40

4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing .................. 44

4.3. Perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan

cara perusahaan dan metode full costing .................................................................. 55

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 57

1. Kesimpulan.................................................................................................................. 57

2. Saran ............................................................................................................................ 58

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 59

LAMPIRAN .................................................................................................................. 60

�����

�����

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka penelitian.........................................................................................29

2. Struktur organisasi CV Laksa Mandiri............................................................33

3. Proses produksi tahu putih...............................................................................38

4. Proses produksi tahu kuning............................................................................39

5. Tahu putih........................................................................................................42

6. Tahu kuning.....................................................................................................43

���

���

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Peralatan produksi tahu usaha Bapak Mumu...................................................35

2. Kebutuhan bahan baku produksi tahu per hari.................................................36

3. Perhitungan harga pokok produksi tahu putih dengan metode

perusahaan........................................................................................................42

4. Perhitungan harga pokok produksi tahu kuning dengan

metode perusahaan...........................................................................................43

5. Pengeluaran biaya bahan baku tahu selama satu bulan...................................45

6. Biaya tenaga kerja langsung selama bulan April............................................46

7. Biaya kain selama satu bulan..........................................................................47

8. Biaya kayu bakar selama satu bulan...............................................................47

9. Penggunaan solar selama satu bulan..............................................................48

10. Biaya penggunaan bahan penolong per April 2011......................................48

11. Biaya listrik selama satu bulan......................................................................48�

12. Biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dan peralatan

selama satu bulan...........................................................................................49

13. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per tahun.....................50

14. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per bulan.....................50

15. Biaya overhead pabrik per April 2011.........................................................51

16. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode

full costing per potong/unit tahu..................................................................52

17. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama

satu bulan......................................................................................................53

18. Biaya penggunaan kayu bakar per bulan......................................................53

19. Beban penyusutan peralatan per tahun.........................................................54

20. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu

bulan..............................................................................................................54

21. Biaya overhead pabrik selama satu bulan....................................................54�

22. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing

per potong/unit tahu.....................................................................................55

23. Perbandingan antara perhitungan harga pokok produksi

dengan metode full costing dan metode perusahaan....................................55 �

��

��

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Peralatan produksi CV Laksa Mandiri..............................................................61

2. Bahan baku produksi tahu CV Laksa Mandiri..................................................62

3. Pertanyaan untuk wawancara langsung dengan pemilik CV Laksa Mandiri..63

��

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha Kecil dan Menengah disingkat dengan UKM adalah sebuah istilah

yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak

Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan usaha yang

berdiri sendiri. UKM memiliki peran yang besar bagi perekonomian di Indonesia,

salah satu sumber pendapatan daerah berasal dari UKM, semakin berkembang dan

bertambah banyaknya UKM di Indonesia sangat memberi pengaruh terhadap

perekonomian Indonesia, selain memberi sumbangan bagi devisa Negara, UKM

juga berperan dalam mengurangi angka pengangguran. Oleh karena itu

pemerintah harus lebih memperhatikan perkembangan UKM di Indonesia karena

dengan adanya UKM akan membantu pemerintah dalam mengurangi masalah

ekonomi di Indonesia.

CV Laksana Mandiri merupakan usaha kecil yang bergerak dalam bidang

produksi tahu dan melakukan produksi setiap hari. Dalam melakukan perhitungan

harga pokok produksinya CV Laksa Mandiri masih menggunakan metode yang

sangat sederhana sehingga masih ada biaya overhead yang digunakan untuk

memproduksi tahu namun belum dimasukkan ke dalam komponen biaya produksi.

Hal ini karena kurang terincinya biaya overhead pabrik yang digunakan dalam

menghitung biaya produksi.

Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 industri kecil di

Indonesia mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.447.260 orang. Penyerapan

tenaga kerja didominasi oleh industri makanan yang menyerap sebanyak

2.152.981 orang atau 33,39 persen sedangkan industri yang menyerap tenaga kerja

paling sedikit yaitu industri peralatan listrik sebanyak 1.121 orang atau 0,02

persen dan industri elektronik dan optik sebanyak 1.481 orang atau 0,02 persen.

Dari data penyerapan tenaga kerja, provinsi Jawa Barat mampu menyerap tenaga

kerja sebanyak 1.000.499 orang atau 15,58 persen dari total penyerapan tenaga

kerja. Sedangkan nilai kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan PDB

��

2010 sebesar 187,71 triliun rupiah. Industri makanan memiliki kontribusi terbesar

yaitu sebanyak 61,32 triliun rupiah atau 32,67 persen sedangkan pendapatan

terkecil pada industri peralatan listrik yaitu sebesar 45 miliar atau 0,02 persen.

Dari total penyerapan tenaga kerja, provinsi Jawa Barat mampu memberi

kontribusi sebesar 30,92 triliun rupiah atau 16,47 persen.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, tercatat bahwa

jumlah industri kecil di Indonesia sebanyak 2.732.724 usaha yang terbagi dalam

23 klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia. Banyaknya perusahaan/usaha

diurutka dari yang terbanyak, yaitu industri makanan sebanyak 929.910 usaha

atau 34,03 persen, industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk

furniture), dan barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya sebanyak

639.106 usaha atau 23,39 persen, industri pakaian jadi sebanyak 276.548 usaha

atau 10, 12 persen, industri tekstil sebanyak 234.657 usaha atau 8,59 persen,

industri peralatan listrik sebanyak 199 usaha atau 0,01 persen, industri komputer,

industri elektronik dan optik sebanyak 434 usaha atau 0,02 persen, dan industri

mesin dan perlengkapannya sebanyak 1.540 usaha atau 0,06 persen. Sedangkan

untuk provinsi Jawa Barat sendiri jumlah industri kecil pada tahun 2010 ialah

sebanyak 397.331 atau 14,54 persen.

Keuntungan merupakan hal utama yang ingin diperoleh oleh perusahaan

demikian halnya dengan UKM. Keuntungan yang maksimal merupakan tujuan

dari UKM atas kegiatan usaha yang dilakukannya. Semakin berkembangnya

perusahaan yang diiringi dengan semakin kompleksnya persaingan di pasar maka

perusahaan dituntut untuk lebih efisien dan efektif dalam melakukan kegiatan

produksi agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus sehingga

memiliki daya jual yang bagus di pasar, namun selain memiliki kualitas yang baik

perusahaan juga dituntut untuk menjual produknya dengan harga yang wajar agar

mampu bersaing di pasar. Untuk menentukan harga jual yang wajar perusahaan

harus melakukan perhitungan yang tepat dan akurat dalam memproduksi

produknya.

UKM seringkali kurang akurat dalam menentukan harga jual produknya,

khususnya UKM yang bergerak di bidang manufaktur seringkali kurang tepat

dalam menetapkan harga jual produknya, hal ini dikarenakan kurang tepatnya

��

dalam penghitungan harga pokok produksi dari produk yang dihasilkan oleh

UKM tersebut. Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produk yang dihasilkan

seringkali menyebabkan harga jual yang ditetapkan terlalu rendah atau terlalu

tinggi. Hal ini berdampak pada salahnya atau tidak sesuainya keuntungan yang

diharapkan dengan keuntungan yang sebenarnya kita peroleh.

Ketatnya persaingan di dunia bisnis menuntut perusahaan untuk

meningkatkan efisiensi dalam menghitung biaya produksinya karena merupakan

dasar bagi perusahaan untuk menentukan harga jual produknya. Sehingga jika

perhitungan biaya produksi dilakukan dengan tepat maka akan diperoleh biaya

produksi yang tepat. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkat

efisiensi biaya yaitu dengan mengendalikan biaya produksi perusahaan. UKM

pada umumnya termasuk CV Laksa Mandiri belum melakukan pengendalian yang

tepat pada perhitungan biaya produksi dimana biasanya UKM menghitung biaya

produksi dengan metode tradisional. Akuntansi biaya tradisional (traditional

costing), biaya overhead pabrik dialokasikan berdasarkan unit atau volume based

measurement misalnya jam tenaga kerja langsung, jam mesin ataupun unit bahan

baku yang digunakan. Meskipun traditional costing dapat mengukur secara

cermat sumber daya yang dikonsumsi produk sesuai dengan jumlah unit dari

setiap produk yang dihasilkan, tetapi banyak sumber daya lain yang secara tidak

langsung diperlukan dalam proses produksi (misalnya sumber daya penunjang)

yang tidak berkaitan langsung dengan volume fisik dari unit-unit yang diproduksi

tidak dibebankan dalam perhitungan harga pokok produksi. Distorsi atas

pengalokasian biaya overhead pabrik ke produk akan menimbulkan kesalahan

dalam penentuan harga pokok produk dan dalam pengendalian biaya tidak

melakukan perhitungan biaya secara terinci oleh karena itu biaya produksi yang

dihasilkan seringkali tidak akurat hal ini berimplikasi pada salahnya penetapan

harga jual.

Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam perhitungan biaya produksi

dan agar menghasilkan biaya yang efisien diperlukan suatu metode yang baik.

Metode yang tepat digunakan dalam menghitung biaya produksi tersebut ialah

metode full costing. Full costing digunakan untuk meningkatkan akurasi analisis

biaya dengan memperbaiki cara penelusuran biaya ke objek biaya karena pada

��

teknik ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga

pokok pejualan berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau

aktivitas yang sesungguhnya terjadi (Bustami dan Nurlela, 2006). Metode full

costing memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada

harga pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses

yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk tersebut

sudah habis dijual. Dengan demikian maka perusahaan akan memperoleh biaya

yang akurat serta dapat menetapkan harga jual yang lebih kompetitif.

1.2. Perumusan Masalah

Kesalahan dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi disebabkan

oleh tidak detail atau kurang terincinya dalam menghitung biaya yang

dikerluarkan dalam proses produksi. Salah satu komponen yang seringkali tidak

terinci secara detail ialah komponen biaya overhead pabrik. Hal ini disebabkan

karena banyaknya komponen biaya overhead tersebut dan seringkali biaya

overhead itu tidak terlihat secara langsung kaitannya dengan proses produksi hal

inilah yang seringkali menyebabkan biaya overhead pabrik sering diabaikan atau

tidak dimasukkan ke dalam perhitungan harga pokok produksi oleh perusahaan

manufaktur termasuk juga UKM yang bergerak di bidang manufaktur. Untuk

melakukan perhitungan harga pokok produksi yang tepat diperlukan pencatatan

akuntasi yang benar agar diperoleh hasil perhitungan yang sebenarnya. Oleh

karena itu perusahaan membutuhkan pengendalian biaya dalam perhitungan harga

pokok produksinya agar dapat memperoleh harga yang akurat sehingga dapat

menetapkan harga jual yang tepat atau wajar bagi produk yang dihasilkanya.

Full costing digunakan untuk meningkatkan akurasi analisis biaya dengan

memperbaiki cara penelusuran biaya ke objek biaya karena pada teknik ini biaya

overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok penjualan

berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang

sesungguhnya terjadi (Bustami dan Nurlela, 2006). Metode full costing

memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada harga

pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses yang

belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk tersebut sudah

��

habis dijual. Dengan demikian maka perusahaan akan memperoleh biaya yang

akurat serta dapat menetapkan harga jual yang lebih kompetitif.

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan diteliti

pada CV Laksa Mandiri adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi produk tahu yang

dilakukan oleh CV Laksa Mandiri?

2. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan

metode full costing?

3. Bagaimana perbedaan perhitungan harga pokok produksi antara

metode full costing dengan metode perhitungan harga pokok produksi

yang dilakukan oleh perusahaan dan pengaruhnya terhadap harga jual?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu yang

dilakukan oleh CV Laksa Mandiri

2. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan

metode full costing pada CV Laksa Mandiri

3. Menganalisis perbedaan antar metode full costing dan metode yang

digunakan oleh CV Laksa Mandiri serta pengaruhnya terhadap harga

jual

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat

dipakai sebagai masukan oleh berbagai pihak yang membutuhkannya, antara lain

adalah sebagai berikut :

1. Bagi perusahaan (UKM) penelitian ini dapat digunakan sebagai

masukan dalam menghitung harga pokok produksi yang tepat bagi

perusahaan (UKM) untuk mendapatkan hasil perhitungan harga pokok

produksi yang akurat sehingga dapat menetapkan harga jual yang

wajar

2. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

memberikan gambaran nyata dari penerapan ilmu pengetahuan yang

diperoleh di perkuliahan

3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

masukan dalam menghitung harga pokok produksi serta sebagai

rujukan dan pembanding untuk penelitian selanjutnya

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini difokuskan pada aktivitas produksi CV Laksa Mandiri.

Kemudian melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan metode full

costing serta menganalisis perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh

perusahaan. Penelitian ini hanya membahas mengenai produksi procces costing

karena CV Laksa Mandiri melakukan kegiatan usahanya secara terus menerus dan

berkesinambungan bukan berdasarkan pesanan yang dilakukan oleh konsumen.

Selain itu penelitian ini juga mengidentifikasi pengaruh perhitungan harga pokok

produksi dengan dua metode tersebut terhadap harga jual CV Laksa Mandiri.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Kecil Menengah

Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil adalah perusahaan dengan

jumlah tenaga kerja 1-4 orang, yang digolongkan sebagai industri kerajinan dan

rumah tangga, tenaga kerja 5-19 orang sebagai industri kecil, perusahaan dengan

tenaga kerja 20-99 orang sebagai industri menengah, dan usaha dengan tenaga

kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar. Usaha Kecil dan Menengah

disingkat dengan UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil

yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk

tanah dan bangunan tempat usaha dan usaha yang berdiri sendiri. Usaha kecil

menengah saat ini merupakan usaha yang berkembang pesat di negara Indonesia.

Usaha ini sangat berperan dalam memperbaiki tingkat perekonomian masyarakat

karena usaha kecil menengah mengurangi angka pengangguran.

a. Usaha Kecil

Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil

adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang

secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk

mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Menurut Undang-Undang No. 9

Tahun 1995 usaha Kecil adalah usaha produktif yang berskala kecil dan

memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus

juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil

penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta

dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp 50.000.000,- (lima puluh

juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Ciri-ciri usaha kecil :

a. Jenis barang yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah

b. Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah

c. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih

sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan

keluarga, sudah membuat neraca usaha

��

d. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk

NPWP

e. Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira

usaha

f. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal

g. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti

business planning

b. Usaha Menengah

Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah

usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih

besar dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak

sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar

rupiah).

Ciri-ciri usaha menengah :

1. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik,

lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas

antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi

2. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem

akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan

penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan

3. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah

ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll

4. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin

usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll

5. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan

6. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan

terampil

��

2.2. Peranan Usaha Kecil Menengah

Industri kecil dan menengah (UKM) di Indonesia memiliki peranan yang

cukup besar, antara lain penyerapan tenaga kerja yang tinggi, penghasil devisa dan

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia mengalami

masalah seperti negara berkembang lainnya, masalah tersebut berupa tingginya

laju pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan laju pertumbuhan

tenaga kerja.

Industri kecil dan menengah menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar

seperti halnya industri besar. Industri kecil dan menengah tidak hanya menyerap

tenaga kerja dalam jumlah besar, bahkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan

yang rendah. Kemampuan industri kecil dan menengah menyerap tenaga kerja

yang pendidikanya rendah sangat sesuai dengan angkatan kerja Indonesia yang

rata-rata pendidikan rendah.

Penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi akan meningkatkan pendapatan

dan kesejahteraan para pekerja. Peningkatan pendapatan para pekerja pada

akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah dan akan mengurangi

kecendrungan penduduk untuk berimigrasi ke daerah lain atau ke kota.

2.3. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah

Menurut Hasfah (2004) bahwa terdapat beberapa permasalah yang dihadapi

oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada umumnya diantaranya sebagai

berikut :

a. Faktor Internal

1. Kurangnya permodalan

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk

mengembangkan suatu unit usaha. UKM merupakan usaha perorangan atau

perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari pemilik

yang jumlahnya sangat terbatas. Sedangkan modal pinjaman bank atau

lembaga keuangan lainya sulit diperoleh karena persyaratan yang rumit

secara administratif dan teknis dari bank.

��

2. Sumber daya manusia yang terbatas

Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha

keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM, baik dari segi pendidikan

formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh

terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit

berkembang dengan optimal. Disamping itu unit usaha tersebut relatif sulit

untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya

saing produk yang dihasilkan.

3. Lembaga jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar

Usaha kecil yang pada umumnya merupakan usaha keluarga mempunyai

jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang

rendah karena produk yang diihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan

mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar

yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan

teknologi yang dapat menjangkau pasar tingkat internasional dan promosi

yang baik.

b. Faktor Eksternal

1. Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif

Kebijaksanaan pemerintah menumbuhkan Usaha Kecil Menengah (UKM),

meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum

sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan

yang kurang sehat diantara pengusaha kecil dan pengusaha besar.

2. Terbatasnya sarana dan prasarana

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang

mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung

kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.

3. Implikasi otonomi daerah

Dengan berlakunya undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi

daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan

mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami

implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-

pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera

dibenahi maka akan menurunkan daya saing mereka.

4. Implikasi perdagangan bebas

Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku tahun 2003 dan

APEC tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan

menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini UKM

dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien.

Sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar

global dengan standar kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000) dan

isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan.

5. Sifat produk dengan lifetime pendek

Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai

produk-produk fashion dan kerajinan dengan life time pendek.

6. Terbatasnya akses pasar

Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak

dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun

internasional.

2.4. Upaya Pengembangan UKM

Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM maka perlu

diupayakan langkah-langkah untuk pengembangan Usaha Kecil dan Menengah

(UKM) yang pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara

pemerintah dan masyarakat. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan

adalah sebagai berikut :

1. Penciptaan iklim usaha yang kondusif

Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif seperti

dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta

penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya,

sehingga unit bisnis yang ada dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

2. Bantuan permodalan

Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang

tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya,

baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal,

��

skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha

Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan

Mikro (LKM) yang ada maupun nonbank. Lembaga Keuangan mikro bank

antara Lain: BRI unit desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal yang

harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan

LKM ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM nonkoperasi memilki

kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.

3. Perlindungan usaha

Jenis-jenis usaha tertentu terutama jenis usaha tradisional yang merupakan

usaha golongan ekonomi lemah harus mendapatkan perlindungan dari

pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah

yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).

4. Pengembangan kemitraan

Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau

antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri

untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga

untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien.

Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan

pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

5. Pelatihan

Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek

kewiraswastaan, manajemen, administrasi, dan pengetahuan serta

keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu

diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk

mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.

6. Membentuk lembaga khusus

Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam

mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya

penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam

rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi

oleh UKM.

��

7. Memantapkan asosiasi

Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat untuk meningkatkan perannya antara

lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan

untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.

8. Mengembangkan promosi

Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar

diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang

dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan

mitra usahanya.

9. Mengembangkan kerjasama yang setara

Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan

dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang

terkait dengan perkembangan usaha.

2.5. Konsep dan Pengertian Biaya

Menurut Horngren (2006) biaya adalah sumber daya yang dikorbankan atau

dilepaskan untuk mencapai tujuan tertentu. Hansen dan Mowen (2004)

mendefinisikan biaya sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk

mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di

masa datang bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen kas karena sumber

nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Mulyadi (2005)

berpendapat bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur

dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang mungkin akan terjadi untuk tujuan

tertentu. Terdapat empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut, yaitu :

1. Biaya merupakan sumber ekonomi

2. Diukur dalam satuan uang

3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi

4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu

Adanya informasi biaya yang akurat memungkinkan manajeman untuk

melakukan pengelolaan alokasi berbagai sumber ekonomi untuk menjamin

dihasilkannya output yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi

dibandingkan dengan nilai input yang dikorbankan. Selain itu, dengan informasi

biaya yang lengkap maka pimpinan perusahaan dapat lebih menyempurnakan

��

lagi prosedur dan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan untuk masa yang

akan datang.

2.6. Klasifikasi Biaya

Klasifikasi atau penggolongan adalah proses mengelompokkan secara

sistematis atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan

tertentu yang lebih ringkas untuk memberikan informasi yang lebih mempunyai

arti atau lebih penting. Menurut Usry (2004) ada beberapa cara penggolongan atau

klasifikasi biaya yang pokok, yaitu :

A. Penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok dari kegiatan

perusahaan

1. Biaya produksi atau biaya manufaktur

Biaya produksi adalah jumlah dari tiga elemen biaya yaitu bahan baku

langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Ketiga elemen

tersebut mengandung pengertian sebagai berikut :

a. Biaya bahan langsung

Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian

itegral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan

biaya produk. Contoh dari bahan baku langsung adalah kayu yang

digunakan untuk membuat mebel dan minyak mentah yang digunakan untuk

membuat bensin.

b. Biaya tenaga kerja langsung

Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan

baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke

produk tertentu.

c. Biaya overhead pabrik

Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan

biaya tenaga kerja langsung yang elemennya dapat digolongkan menjadi 6

bagian, yaitu :

a) Biaya bahan penolong

b) Biaya tenaga kerja tidak langsung

c) Penyusutan dan amortisasi aktiva tetap pabrik

d) Reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik

��

e) Biaya listrik dan air

f) Biaya asuransi pabrik

g) Biaya overhead lain-lain

2. Biaya komersial

Biaya komersial digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :

a. Biaya pemasaran

Biaya pemasaran adalah biaya yang dimulai dari titik dimana biaya

manufaktur berakhir yaitu ketika proses manufaktur selesai dan produk ada

dalam kondisi siap jual. Biaya ini meliputi biaya untuk melaksanakan

kegiatan pemasaran atau kegiatan menjual barang dan jasa perusahaan

kepada para pembeli seperti biaya promosi, biaya penjualan dan pengiriman.

b. Biaya administrasi dan umum

Biaya administrasi dan umum adalah semua biaya yang berhubungan

dengan administrasi dan umum seperti, biaya perencanaan, penentuan

strategi dan kebijakan, pengarahan dan pengawasan kegiatan perusahaan

secara menyeluruh.

c. Biaya keuangan

Biaya keuangan adalah semua biaya yang terjadi dalam melaksanakan

fungsi keuangan seperti biaya bunga, biaya penerbitan atau emisi obligasi,

dan biaya finansial lainnya.

B. Penggolongan biaya sesuai dengan periode akuntansi dimana biaya

akan dibebankan

a. Pengeluaran modal (Capital Expendtures)

Pengeluaran modal adalah pengeluaran yang akan dapat memberikan

manfaat pada periode yang akan datang dan dilaporkan sebagai aktiva.

b. Pengeluaran penghasilan (Revenue Expenditures)

Pengeluaran penghasilan adalah pengeluaran yang akan memberikan

manfaat hanya pada periode akuntansi dimana pengeluaran terjadi dan

dilaporkan sebagai beban.

C. Penggolongan biaya berdasarkan pola perilaku biaya

Perilaku biaya dapat diartikan sebagai perubahan biaya yang terjadi akibat

perubahan aktivitas bisnis ( Bustami dan Nurlela, 2006). Berdasarkan pola

perilaku, biaya dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu :

a. Biaya tetap

Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat

aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Pada biaya tetap, biaya satuan akan

berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan, semakin tinggi

volume kegiatan semakin rendah biaya satuan dan semakin rendah volume

kegiatan semakin tinggi biaya satuan.

b. Biaya variabel

Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkat

secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara

proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk biaya

bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa

tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan unit-unit yang

rusak.

c. Biaya semi variabel

Biaya semi variabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik

dari karakteristik biaya tetap maupun biaya variabel. Biaya ini adalah biaya yang

jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan

tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan

semakin besar jumlah biaya total, semakin rendah volume kegiatan semakin

rendah biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding.

D. Penggolongan biaya untuk tujuan pengendalian

a. Biaya terkendali

Biaya terkendali adalah biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh

seorang pimpinan tertentu dalam jangka waktu tertentu.

b. Biaya tidak terkendali

Biaya tidak terkendali adalah biaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh

seorang pimpinan berdasar wewenang yang dimiliki atau tidak dapat

dipengaruhi oleh seorang pejabat dalam jangka waktu tertentu.

E. Penggolongan biaya berdasarkan objek atau pusat biaya yang dibiayai

a. Biaya langsung

Biaya langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya dapat

diidentifikasikan pada objek atau pusat biaya tertentu secara langsung atau

biaya yang dapat ditelusuri secara langsung ke satu unit output.

b. biaya tidak langsung

Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya tidak

dapat diidentifikasi pada objek biaya atau pusat biaya tertentu, atau biaya

yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa objek.

F. Penggolongan biaya sesuai dengan tujuan pengambilan keputusan

a. Biaya relevan

Biaya relevan adalah biaya yang akan mempengaruhi pengambilan

keputusan. Oleh karena itu biaya tersebut akan diperhitungkan dalam

pengambilan keputusan.

b. Biaya tidak relevan

Biaya tidak relevan adalah biaya yang tidak mempengaruhi pengambilan

keputusan. Oleh karena itu, biaya ini tidak perlu diperhitungkan dalam

pengambilan keputusan.

2.7. Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk

memproduksi barang atau jasa selama periode bersangkutan. Dengan kata lain

bahwa harga pokok produksi merupakan biaya untuk memperoleh barang jadi

yang siap jual (kuswadi, 2005). Jadi perhitungan harga pokok produksi adalah

menghitung besarnya biaya atas pemakaian sumber ekonomi dalam memproduksi

barang dan jasa. Adapun tujuan dilakukan perhitungan harga pokok produksi

adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan harga jual suatu produk

2. Menentukan kebijakan dalam penjualan

3. Pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan

Penetapan harga pokok produksi yang tepat sangat penting bagi

perusahaan dalam menjalankan usahanya. Terdapat dua kemungkinan yang akan

��

ditemui jika perusahaan tidak teliti dalam melakukan perhitungan harga pokok

produksi, yaitu :

a. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah

Rendahnya harga pokok yang ditetapkan dapat merugikan perusahaan itu

sendiri karena harga pokok yang rendah akan menyebabkan harga jualnya pun

menjadi rendah. Walaupun perusahaan dapat menjual produknya dengan cepat

karena harga jual yang terlalu rendah, akan tetapi dapat merugikan perusahaan

karena keuntungan yang didapat tidak menutupi biaya yang dikeluarkan untuk

memproduksi produk tersebut.

b. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu tinggi

Kondisi ini juga dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan karena harga

pokok yang tinggi akan menyebabkan harga jual produk di pasar menjadi mahal.

Sehingga akan sulit bagi perusahaan dalam memasarkan produknya dan kalah

dalam bersaing dengan perusahaan lain.

2.8. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi

Menurut Mulyadi (2005) dalam perusahaan yang berproduksi massa,

informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu

bermanfaat bagi manajemen untuk :

1. Menentukan harga jual

Perusahaan yang berproduksi massa memproses produknya untuk

memenuhi persediaan di gudang. Dengan demikian biaya produksi dihitung untuk

jangka waktu tertentu untuk menghasilkan informasi biaya produksi per satuan

produk. Dalam penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan

salah satu informasi yang dipertimbangkan disamping informasi biaya lain serta

informasi nonbiaya.

2. Memantau realisasi biaya produksi

Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk

dilaksanakan, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang

sesungguhnya dikeluarkan di dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. Oleh

karena itu akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya

produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah

proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang

��

diperhitungkan sebelumnya. Pengumpulan biaya produksi untuk jangka waktu

tertentu tersebut dilakukan dengan menggunakan metode harga pokok proses.

3. Menghitung laba atau rugi bruto periode tertentu

Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan

dalam periode tertentu mampu menghasilkan laba bruto atau mengakibatkan rugi

bruto, manajeman memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan

untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba atau rugi bruto

periodik diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam menutup biaya

nonproduksi dan menghasilkan laba atau rugi. Oleh karena itu, metode harga

pokok proses digunakan oleh manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya

produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk periode tertentu guna

menghasilkan informasi laba atau rugi bruto tiap periode.

4. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses

yang disajikan dalam neraca

Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertangggungjawaban

keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa

neraca dan laporan laba rugi. Di dalam neraca, manajemen harus menyajikan

harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada tanggal

neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut, manajemen perlu

menyelenggarakan catatan biaya produksi tiap periode. Berdasarkan catatan biaya

produksi tiap periode tersebut manajemen dapat menentukan biaya produksi yang

melekat pada produk jadi yang belum laku dijual pada tanggal neraca. Disamping

itu, berdasarkan catatan tersebut, manajemen dapat pula menentukan biaya

produksi yang melekat pada produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses

pengerjaan. Biaya produksi yang melekat pada produk jadi yang belum laku dijual

pada tanggal neraca disajikan dalam neraca sebagai harga pokok persediaan

produk jadi. Biaya produksi yang melekat pada produk yang pada tanggal neraca

masih dalam proses pengerjaan disajikan dalam neraca sebagai harga pokok

persediaan produk dalam proses.

���

2.9. Metode Pengumpulan Biaya Produksi

a. Job Costing

Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (Job Costing), biaya

produksi diakumulasikan untuk setiap pesanan yang terpisah (Usry, 2009). Pada

sistem job costing, menurut Horngren (2005) objek biaya adalah unit atau multi

unit suatu produk atau jasa yang khas yang disebut pekerjaan dimana produk atau

jasa ini biasanya unit tunggal. Ada tujuh langkah dalam pembebanan biaya

dalam sistem job costing pada perusahaan manufaktur :

1. Identifikasi pekerjaan (job) yang dipilih sebagai objek biaya

2. Identifikasi biaya langsung pekerjaan itu

3. Pilih dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak

langsung ke pekerjaan

4. Identifikasi biaya tidak langsung yang terkait dengan setiap dasar alokasi

biaya

5. Hitung tarif per unit dari setiap dasar alokasi biaya yang digunakan untuk

mengalokasikan biaya tidak langsung ke pekerjaan

6. Hitung biaya tidak langsung yang dialokasikan ke pekerjaan

7. Hitung biaya total pekerjaan dengan menambahkan seluruh biaya langsung

dan tidak langsung yang dibebankan ke pekerjaan itu

Beberapa karakteristik sistem penentuan harga pokok pesanan menurut

Sulastiningsih dan Zulkifli (1999) yaitu :

1. Kegiatan produksi dilakukan atas dasar pesanan, sehingga bentuk barang

atau produk tergantung pada spesifikasi pesanan

2. Biaya produksi dikumpulkan untuk setiap pesanan sehingga perhitungan

total biaya produksi dihitung pada saat pesanan selesai

3. Pengumpulan biaya produksi dilakukan dengan membuat kartu harga pokok

pesanan yang berfungsi sebagai buku pembantu biaya yang memuat

informasi umum seperti nama pemesan, jumlah yang dipesan, tanggal

pemesanan dan tanggal diselesaikan, informasi biaya bahan baku, biaya

tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang ditentukan dimuka

� �

b. Procces Costing

Pada sistem biaya proses, objek biaya adalah unit-unit produk atau jasa

yang identik atau mirip dalam jumlah besar ( Horngren, 2005). Menurut Usry

(2002), sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, bahan baku, tenaga kerja,

dan overhead pabrik dibebankan ke pusat. Pusat biaya biasanya adalah

departemen tetapi bisa juga pusat pemrosesan dalam departemen. Persyaratan

utama dalam sistem biaya proses adalah semua produk yang diproduksi dalam

satu pusat biaya selama satu periode harus sama dalam hal sumberdaya yang

dikonsumsi. Jika semua unit dari produk yang dihasilkan dalam suatu pusat biaya

adalah sama (homogen) pencatatan biaya dari setiap batch produk secara terpisah

tidak lagi diperlukan. Menurut Bustami dan Nurlela (2006), karakteristik

penentuan biaya proses antara lain adalah :

1. Proses produksi bersifat homogen

2. Produk bersifat massal, tujuannya mengisi persediaan yang siap jual

3. Produk yang dihasilkan dalam suatu departemen atau pusat biaya bersifat

homogen

4. Biaya dibebankan ke setiap unit dengan membagi total biaya yang

dibebabankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi

5. Akumulasi biaya yang dilakukan berdasarkan periode tertentu

Adapun perbedaan antara metode harga pokok proses dengan metode harga

pokok pesanan terletak pada :

1. Pengumpulan biaya produksi

Metode harga pokok pesanan mengumpulkan biaya produksi menurut

pesanan, sedangkan metode harga pokok proses mengumpulkan biaya

produksi per departemen produksi per periode akuntansi.

2. Perhitungan harga pokok produksi per satuan

Metode harga pokok pesanan menghitung harga pokok produksi per satuan

dengan cara membagi total biaya yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu

dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam pesanan yang

bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan pada saat pesanaan telah selesai

diproduksi. Metode harga pokok proses menghitung harga produksi per

satuan dengan cara membagi total biaya produksi yang dikeluarkan selama

���

periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama

periode yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan setiap akhir periode

akuntansi (biasanya akhir bulan)

3. Penggolongan biaya produksi

Di dalam metode harga pokok pesanan, biaya prouksi harus dipisahkan

menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Biaya

produksi langsung dibebankan kepada produk berdasarkan pada tarif yang

ditentukan di muka. Dalam metode harga pokok proses, pembebanan biaya

produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung seringkali tidak

diperlukan, terutama jika perusahaan hanya menghasilkan satu macam

produk (seperti perusahaan semen, pupuk, dan bumbu masak). Karena harga

pokok per satuan produk dihitung setiap akhir bulan, maka umumnya biaya

overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar biaya yang

sesungguhnya terjadi.

4. Unsur biaya yang dikelompokkan ke dalam biaya overhead pabrik

Di dalam metode harga pokok pesanan, biaya overhead pabrik terdiri dari

biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan biaya

produksi lain selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.

Dalam metode ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas

dasar tarif yang ditentukan di muka. Di dalam metode harga pokok proses,

biaya overhead pabrik terdiri dari biaya produksi selain biaya bahan baku

dan bahan penolong dan biaya tenaga kerja (baik yang langsung maupun

tidak langsung). Dalam metode ini biaya overhead pabrik dibebankan

kepada produk sebesar biaya yang sesungguhnya terjadi selama periode

akuntansi tertentu.

2.10. Metode Penentuan Biaya Produksi

Metode penentuan biaya produksi adalah cara memperhitungkan unsur-

unsur biaya ke dalam kos produksi (Mulyadi, 2005). Dalam memperhitungkan

unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi, terdapat dua pendekatan yaitu :

a. Kalkulasi biaya penuh (Full costing)

Full costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang

memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam biaya produksi yang

���

terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead

pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap (Mulyadi, 2005) sedangkan

menurut Bustami dan Nurlela (2006) Kalkulasi biaya penuh (full costing)

merupakan suatu metode dalam perhitungan harga pokok yang dibebankan kepada

produk dengan memperhitungkan seluruh biaya produksi baik yang bersifat

variabel maupun yang bersifat tetap. Pada metode ini biaya overhead pabrik

dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok penjualan berdasarkan tarif

yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang sesungguhnya terjadi.

Metode full costing memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap

melekat pada harga pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang

dalam proses yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk

tersebut sudah habis dijual. Dengan demikian biaya produksi menurut metode full

costing terdiri dari unsur-unsur biaya sebagai berikut :

Biaya bahan baku xx

Biaya tenaga kerja langsung xx

Biaya overhead pabrik variabel xx

Biaya overhead pabrik tetap xx

Biaya produksi xx

b. Variabel costing

Variabel costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang hanya

memperhitungkan biaya produksi yang hanya berperilaku variabel ke dalam biaya

produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan

biaya overhed pabrik variabel (Mulyadi, 2005). Dengan demikian biaya produksi

menurut metode variabel costing terdiri dari unsur-unsur biaya produksi berikut

ini :

Biaya bahan baku xx

Biaya tenaga kerja langsung xx

Biaya overhead pabrik variabel xx

Biaya produksi xx

Biaya produk yang dihitung dengan pendekatan variabel costing terdiri dari

unsur biaya produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan

���

biaya overhead variabel) ditambah dengan biaya nonproduksi variabel (biaya

pemasaran variabel dan biaya administrasi dan umum variabel).

c. Sistem kalkulasi biaya berdasarkan Aktivitas (ABC)

Salah satu cara terbaik untuk memperbaiki sistem kalkulasi biaya adalah

dengan menerapkan sistem kalkulasi biaya berdasarkan aktivitas (activity base

costing). Sistem activity base costing (ABC) memperbaiki sistem kalkulasi biaya

dengan mengidentifikasi aktivitas individual sebagai objek biaya pokok

(fundamental). Aktivitas bisa berupa kejadian, tugas atau unit kerja dengan tujuan

khusus. sistem ABC menghitung biaya setiap aktivitas serta membebankan biaya

ke objek biaya seperti produk dan jasa berdasarkan setiap aktivitas yang

dibutuhkan untuk menghasilkan tiap produk atau jasa. Hierarki biaya di dalam

ABC mengkategorikan biaya tidak langsung menjadi pool biaya yang berbeda

berdasarkan jenis pemicu biaya, atau dasar alokasi biaya yang berbeda, atau

perbedaan tingkat kesulitan dalam menentukan hubungan sebab akibat. Sistem

ABC biasanya menggunakan hierarki biaya dalam empat tingkatan yaitu :

1) Biaya tingkat unit output adalah biaya aktivitas yang dilaksanakan atas

setiap unit produk atau jasa individual. Biaya operasi mesin cetak (sepert

biaya listrik, penyusutan mesin, dan reparasi) yang terkait dengan aktivitas

pengoperasian mesin cetak otomatis merupakan biaya tingkat output. Biaya-

biaya tersebut merupakan biaya tingkat unit output karena biasanya biaya

aktivitas ini meningkat seiring dengan penambahan unit output yang

diproduksi.

2) Biaya tingkat batch adalah biaya aktivitas yang berkaitan dengan kelompok

unit, produk atau jasa, dan bukan dengan setiap unit produk atau jasa

individual.

3) Biaya pendukung produk merupakan biaya aktivitas yang dilakukan untuk

mendukung setiap produk atau jasa tanpa menghiraukan jumlah unit atau

batch yang dibuat.

4) Biaya pendukung fasilitas adalah biaya aktivitas yang tidak dapat ditelusuri

ke produk atau jasa individual namun mendukung operasi perusahaan secara

keseluruhan.

���

2.11. Hasil Penelitian Terdahulu

Widiyastuti (2007) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Perhitungan

Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag

Collection) menyimpulkan bahwa perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan

masih sangat sederhana dimana biaya overhead pabrik tidak dialokasikan ke

masing-masing produk secara rinci dan tidak disesuaikan dengan pemakaian biaya

secara nyata melainkan hanya merupakan suatu estimasi biaya yang dianggarkan

dalam kelompok biaya lain-lain. Hal ini mengakibatkan harga pokok produksi

yang diperoleh tidak sesuai dengan kaidah.

Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan

harga pokok produksi yang lebih besar daripada metode yang digunakan

perusahaan, yaitu sebesar 32,47 % untuk model 876 A dan 2,5 % untuk model

858. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penggunaan sumber daya yang dilakukan

dalam proses produksi dibandingkan dengan jika menggunakan metode ABC

setiap aktivitas yang berhubungan dengan proses produksi dimasukkan dalam

perhitungan. Margin dari penetapan harga jual yang diperoleh perusahaan

berdasarkan metode perusahaan lebih besar daripada dengan metode ABC, yaitu

sebesar 56,52 % untuk model 876 A dan 34,85 % untuk model 858.

Walaupun dengan metode ABC margin yang diperoleh lebih rendah

daripada margin dengan metode perusahaan, namun dengan metode ABC semua

biaya produksi yang diperlukan dalam proses produksi sudah diperhitungkan

sesuai dengan pemakaian biaya yang sebenarnya sehingga menghasilkan harga

pokok produksi yang lebih akurat.

Irna (2010) dalam skripsinya berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok

Produksi Roti dengan Metode Procces Costing dan Pengaruhnya Terhadap Harga

Jual (Studi Kasus UKM Edie’s Bakery, Bogor) dengan tujuan untuk

mengidentifikasi perhitungan harga pokok produksi yang diterapkan oleh UKM

Edie’s Bakery, menghitung harga pokok produksi pada UKM Edie’s Bakery, dan

menghitung harga jual produk UKM Edie’s Bakery.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perhitungan harga pokok produksi

berdasarkan metode perusahaan mempunyai hasil harga pokok produksi yang

sama untuk setiap jenis topping yaitu sebesar Rp. 641,183 sedangkan berdasarkan

��

perhitungan harga pokok produksi dengan metode procces costing menunjukkan

bahwa harga pokok produksi setiap jenis topping berbeda-beda. Harga pokok

produksi topping coklat adalah Rp. 805,316, roti dengan topping keju adalah

sebesar Rp 1.151,470, roti dengan topping sosis adalah sebesar Rp 534,162, roti

dengan topping abon sebesar Rp. 555,316, dan roti dengan topping coctail sebesar

Rp. 583,361.

Harga jual yang ditetapkan berdasarkan metode perusahaan juga sama untuk

semua jenis roti kecil yang diproduksi yaitu sebesar Rp. 1.200. Sedangkan

berdasarkan metode cost plus menunjukkan harga jual setiap jenis topping

berbeda-beda. Harga jual untuk roti dengan topping coklat adalah sebesar Rp.

1.300, roti dengan topping keju adalah sebesar Rp. 1.800, roti dengan topping

sosis adalah sebesar Rp. 900, roti dengan topping abon sebesar Rp. 900 dan roti

dengan topping coctail sebesar Rp. 950

Dewi (2011) dalam skripsinya berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok

Produksi Sepatu dengan Metode Full Costing (studi kasus : UKM Galaksi

Kampung Kabandungan Ciapus, Bogor) pada UKM yang memproduksi sepatu.

Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana pengalokasian perhitungan harga

pokok produksi sepatu dengan metode perusahaan dan metode full costing serta

membandingkan kedua metode tersebut dan menetapkan metode mana yang

paling baik yang diterapkan oleh perusahaan kemudian diharapkan terciptanya

ketepatan biaya-biaya yang seharusnya terjadi pada aktivitas produksi. Penelitian

ini mengambil contoh tiga model sepatu yang dihasilkan oleh UKM yaitu model

BM01, model BM02, dan model BM03.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada perhitungan harga

pokok produksi, diperoleh dua nilai yaitu berdasarkan perhitungan perusahaan dan

berdasarkan metode full costing. Elemen biaya yang dihitung berdasarkan metode

yang diterapkan oleh perusahaan adalah meliputi biaya bahan baku langsung,

biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (biaya lain-lain)

sedangkan elemen biaya yang dihitung berdasarkan metode full costing meliputi

biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel,

dan biaya overhead pabrik tetap. Dari hasil analisis yang dilakukan diketahui

bahwa berdasarkan perhitungan perusahaan untuk harga pokok produksi adalah

��

Rp 16.029,106 (Model BM01), Rp 15.185,936 (Model BM02) dan Rp 15.429,106

(Model BM03). Metode harga pokok produksi dengan full costing adalah Rp

18.191,439 (Model BM01), Rp 17.233,269 (Model BM02), dan Rp 17.476,439

(Model BM03). Perbedaan ini sangat mempengaruhi pihak perusahaan dalam

menentukan harga jual produk, karena harga pokok produk merupakan unsur

utama dalam penentuan harga jual produk.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bawha perhitungan harga

pokok produksi sebagai dasar penetapan harga jual menurut metode full costing

lebih akurat karena dalam perhitungannya membebankan biaya overhead pabrik

lebih tepat termasuk pembebanan biaya penyusutan.

���

���

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Untuk menghitung harga pokok produksi perusahaan membutuhkan

berbagai informasi yang berkaitan dengan proses produksi, mulai dari biaya bahan

baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja hingga biaya overhead pabrik.

Biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi harus dihitung secara keseluruhan

dan dirinci secara akurat agar diperoleh hasil perhitungan yang sebenarnya

sehingga perusahaan dapat menetapkan harga jual yang wajar. Salah satu metode

yang dapat digunakan untuk memperoleh biaya secara akurat yaitu dengan

memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi secara

keseluruhan, baik itu biaya tetap maupun biaya variabel yang dikeluarkan oleh

perusahaan untuk menghasilkan produk yang mereka produksi.

Dalam penelitian ini dilakukan untuk menganalisis biaya-biaya yang

dikeluarkan dalam menghitung harga pokok produksi tahu CV Laksa Mandiri.

Dalam menghitung harga pokok produksi, perusahaan belum menggambarkan

biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh perusahaan karena perusahaan belum

merinci biaya overhead pabrik secara akurat. Dalam penelitian ini akan dihitung

biaya produksi secara tradisional, yaitu dengan menggunakan metode yang biasa

digunakan oleh perusahaan dalam menghitung harga pokok produksi kemudian

melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full

costing yaitu dengan memperhitungkan seluruh biaya yang digunakan dalam

memproduksi tahu, baik itu biaya variabel maupun biaya tetap.

Hasil dari perhitungan dengan kedua metode tersebut akan dianalisis untuk

melihat perbedaannya terhadap perhitungan harga pokok produksi tahu dan

mengetahui pengaruhnya terhadap harga jual produk. Sehingga dapat ditentukan

metode mana yang efektif digunakan dalam menghitung biaya produksi sehingga

perusahaan dapat memilih metode yang tepat, efektif, dan efisien dalam

menghitung harga pokok produksi dalam upaya menciptakan harga jual yang

kompetitif dan dapat bersaing di pasar. Alur penelitian ini telah disusun secara

sistematis pada gambar 1

���

Gambar 1. Kerangka penelitian

CV.Laksa Mandiri

Identifikasi biaya produksi :

� Biaya bahan baku

� Biaya tenaga kerja langsung

� Biaya overhead pabrik variabel

� Biaya overhead pabrik tetap

����������������������������������

������������������������

����������������������������

�����

������������ ������ ������

��������� �������������� � � �

!������"�������

���#��������������������

�������������$�����������

������%��&�

�������������������������������

$����������

���

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di CV Laksa Mandiri yang berlokasi di Tegal

Gundil RT 02 RW 02 kelurahan Tegal Gundil kecamatan Bogor Utara, Bogor.

Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja karena CV Laksa Mandiri bergerak

di bidang manufaktur yaitu memproduksi dan memasarkan tahu sehingga cocok

sebagai tempat penelitian mengenai harga pokok produksi serta adanya kesediaan

dari pemilik untuk memberikan data yang dibutuhkan dalam melakukan

penelitian. Penelitian ini dilakukan pada April 2011-Juli 2011.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diambil dari data produksi CV Laksa Mandiri tersebut

sedangkan data sekunder diperoleh melalui buku-buku yang terkait, literatur yang

sesuai dengan judul penelitian, hasil penelitian terdahulu dan data-data serta data-

data yang sudah ada di CV Laksa Mandiri serta data dari Badan Pusat Statistik

(BPS).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis secara langsung mendatangi perusahaan dan

mengambil data dan informasi yang dibutuhkan pada pihak-pihak yang terkait

dengan judul penelitian. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu :

1. Wawancara : Peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan pihak

yang terkait yaitu dengan pemilik dan karyawan CV Laksa Mandiri dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai harga pokok produksi tahu

pada CV Laksa Mandiri.

2. Pengamatan (Observasi) secara langsung terhadap aktivitas produksi tahu.

Penulis mengamati bagaimana proses produksi CV Laksa Mandiri dan

mengidentifikasi biaya-biaya yang digunakan selama proses produksi.

3.5. Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode full costing. Pemilihan metode ini

dilakukan dengan pertimbangan bahwa dengan metode full costing biaya

overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok produksi

� �

berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang

sesungguhnya terjadi sehingga meningkatkan akurasi analisis biaya.

Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis

kuantitatif dilakukan dengan menghitung harga pokok produksi dengan metode

yang digunakan perusahaan yaitu dengan metode tradisional (traditional costing)

dimana dalam menghitung biaya produksi biaya overhead pabrik dialokasikan

berdasarkan unit atau volume based measurement misalnya jam tenaga kerja

langsung, jam mesin ataupun unit bahan baku yang digunakan dan dengan metode

full costing. Adapun unsur biaya produksi yang digunakan dalam perhitungan

metode full costing adalah sebagai berikut :

Biaya bahan baku xx

Biaya tenaga kerja langsung xx

Biaya overhead pabrik variabel xx

Biaya overhead pabrik tetap xx

Harga pokok produksi xx

Sedangkan analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan hasil

perhitungan yang diperoleh antara metode full costing dengan metode yang

digunakan perusahaan (analisis deskriptif komparatif).

���

���

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah Perusahaan

Usaha tahu yang menjadi objek penelitian ini adalah usaha milik Bapak

Mumu, yang berlokasi di Jalan Arzimar II, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan

Bogor Utara. CV Laksa Mandiri mengawali karir pada usaha tahu sebagai kuli di

tempat usaha orang lain pada tahun 1987, setelah itu beliau pun mencoba

berdagang untuk mempelajari masalah pemasaran. Pada tahun 1997 beliau pun

akhirnya memulai untuk membuka usaha tahu sendiri, namun krisis moneter yang

melanda di pertengahan tahun saat itu mempengaruhi usaha beliau secara tidak

langsung.

Krisis moneter yang berlangsung waktu itu membuat harga kedelai

meningkat dari Rp 1.250 per kilogram menjadi Rp 6.200 per kilogram. Tak hanya

CV Laksa Mandiri saja tetapi usaha-usaha kecil lainnya yang ada di Indonesia pun

ikut terpengaruhi. Pemerintah saat itu pun mengeluarkan kebijakan berupa subsidi

pinjaman yang disalurkan melalui departemen perdagangan, untuk membantu

usaha-usaha yang terkena dampak krisis moneter. CV Laksa Mandiri sendiri pada

saat itu menerima bantuan subsidi pinjaman sebesar Rp 5.000.000 dan harus

dikembalikan lagi, sehingga pada saat itu beliaupun belum dapat menikmati hasil

usahanya sendiri.

Setelah beberapa tahun berjalan usaha beliau akhirnya menghasilkan

keuntungan, hingga kini usaha beliau masih bertahan dan merupakan salah satu

usaha tahu yang cukup maju di Kota Bogor. Kenaikan harga kedelai yang juga

terjadi sepanjang tahun 2011 diakui CV Laksa Mandiri cukup mempengaruhi

usahanya, namun ini masih dapat teratasi dengan manajemen yang baik dari

beliau selaku pemilik usaha. Adapun jumlah tenaga kerja yang bekerja pada usaha

tahu kini adalah sepuluh orang, yang berasal dari luar Kota Bogor dengan jam

kerja per hari kurang lebih 12 jam.

Bertambahnya skala usaha di CV Laksa Mandiri mendorong pemilik

usaha melakukan renovasi sederhana terhadap tempat usaha tersebut yang

menghabiskan biaya Rp 1.500.000, juga menambah kan akses menuju jalan utama

���

berupa jembatan besi yang menghabiskan biaya sebesar Rp 25.000.000. Sepuluh

tahun kemudian pemilik usaha melakukan renovasi ulang terhadap tempat usaha

secara total untuk menjaga ketahanan bangunan agar lebih lama, yang

menghabiskan biaya sebesar Rp 200.000.000. Kendaraan operasional yang

digunakan pada usaha untuk memperlancar kegiatan usaha berupa kendaraan pick

up kecil seharga Rp 45.000.000 yang digunakan untuk mengantar tahu kepada

pelanggan.

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan

CV Laksa Mandiri memiliki struktur organisasi yang sangat sederhana,

dimana pemilik perusahaan bertindak sebagai pemimpin perusahaan dan langsung

membawahi bagian pencetakan, bagian penggumpalan, bagian menimbang,

bagian kayu, dan bagian pemasaran. Adapun struktur organisasi perusahaan

adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Struktur organisasi CV Laksa Mandiri

CV Laksa mandiri memiliki delapan 10 karyawan, yang terdiri dari bagian

pencetakan sebanyak dua orang, bagian penggumpalan 2 orang, bagian

menimbang 2 orang, bagian kayu 2 orang, dan bagian pemasaran 2 orang. Setiap

bagian melakukan tugas yang berbeda-beda.

1. Bagian Penggumpalan

Sebelum melakukan penggumpalan bagian ini terlebih dahulu merendam

kacang kedelai kemudian melakukan proses penggilingan dengan mesin

diesel, setelah kacang kedelai digiling hingga lunak maka masuk ke dalam

tahap pembuburan, pada tahap ini kacang kedelai yang sudah digiling

kemudian dimasak selama 30 menit, setelah menjadi bubur maka proses

penggumpalan dilakukan. Bubur kedelai akan diberi bibit tahu kemudian

diendapkan hingga bubur tersebut menggumpal menjadi tahu. Bibit

���

kedelai yang digunakan pada CV Laksa mandiri ialah air tahu yang telah

didiamkan selama satu malam.

2. Bagian Kayu

Bagian ini bertugas untuk memotong kayu yang besar menjadi potongan-

potongan yang kecil sehingga kayu tersebut bisa dibakar, selain itu bagian

kayu ini juga bertugas memasukkan kayu jika kayu dibutuhkan untuk

memasak bubur kedelai.

3. Bagian Menimbang

Bagian ini bertugas untuk melakukan penimbangan kacang kedelai ketika

kacang akan diproduksi menjadi tahu, selain itu bagian ini juga bertugas

untuk membersihkan kedelai yang ada digudang sehingga ketika kacang

diproduksi kacang dalam keadaan bersih artinya bahwa tidak ada sampah-

sampah kecil ataupun batu-batu kecil pada kedelai yang akan diproduksi

tersebut.

4. Bagian Pemasaran

Bagian pemasaran bertugas untuk mengantarkan tahu yang telah

diproduksi kepada langganan yang membeli tahu CV Laksa Mandiri.

5. Bagian Pencetakan

Bagian pencetakan bertugas untuk melakukan pencetakan bubur tahu yang

telah menggumpal dengan menggunakan alat pencetak.

4.1.3 Peralatan Produksi Tahu

Terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum berproduksi yaitu

peralatan dan bahan baku. Peralatan yang digunakan dalam memproduksi tahu

masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda. Adapun peralatan-peralatan

yang digunakan dalam produksi dapat dilihat pada Tabel 1.

���

Tabel 1. Peralatan produksi tahu usaha CV Laksa Mandiri

No Keterangan Jumlah (Unit) Biaya (Rp/Unit) Total (Rp)

1 Mesin Diesel 1 8.000.000 8.000.000

2 Mesin Giling 1 4.000.000 4.000.000

3 Tungku Semen 2 1.500.000 3.000.000

4 Tanggok Bambu 1 100.000 100.000

5 Bak Plastik 3 400.000 1.200.000

6 Pompa Air 2 300.000 600.000

7 Cetakan 6 80.000 480.000

8 Jerigen 3 5.000 15.000

9 Serok 2 15.000 30.000

10 Kain (50 cm x 50 cm) 6 5.000 30.000

11 Bak Air (1 m2) 1 500.000 500.000

12 Bak Biang (1 m2) 3 150.000 450.000

13 Lumpang 1 300.000 300.000

Total Biaya Peralatan Produksi ( Rp) 18.705.000

Sumber : CV Laksa Mandiri, 2011

Dari Tabel 1 terlihat bahwa terdapat 13 peralatan yang digunakan untuk

proses produksi, antara lain mesin diesel dan mesin giling, pompa air, tungku

semen, cetakan, tanggok bambu, bak plastik, jerigen, serok, kain, bak air dan bak

biang, dan lumpang. Mesin diesel dan mesin giling yang dimiliki CV Laksa

Mandiri ada sebanyak satu unit. Adapun kegunaan mesin diesel adalah untuk

menambah energi listrik yang dibutuhkan dalam proses produksi tahu, sedangkan

mesin giling digunakan untuk menggiling kacang kedelai menjadi bubur.

Tungku semen adalah tungku yang terbuat dari semen yang dicor

membentuk tungku, yang berfungsi sebagai tempat untuk merebus kedelai yang

sudah digiling dan untuk merendam tahu ke dalam air kunyit. Usaha tahu CV

Laksa Mandiri memiliki tungku semen sebanyak dua unit. Bak plastik merupakan

bak yang terbuat dari plastik dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan air tahu

yang digunakan sebagai bibit untuk menggumpalkan kacang kedelai yang sudah

menjadi bubur. CV Laksa Mandiri memiliki tiga bak plastik.

��

Usaha ini memiliki dua unit pompa air, yang berfungsi untuk memudahkan

akses penggunaan air yang dibutuhkan dalam proses produksi. CV Laksa Mandiri

memiliki cetakan sebanyak 6 dengan fungsi untuk mencetak kedelai yang sudah

diolah menjadi tahu. Jerigen dan bak biang pada usaha masing-masing sebanyak

tiga unit, dimana jerigen berfungsi sebagai tempat menampung air sedang bak

biang berfungsi sebagai tempat kedelai yang sudah menjadi bubur dan sudah siap

untuk dicetak. Lumpang digunakan sebagai alat untuk menggiling kunyit.

Dalam rangka menjaga ketahanan peralatan, maka secara berkala pemilik

usaha melakukan pemeliharaan. Pemeliharaan peralatan produksi yang dilakukan

oleh pemilik bertujuan agar kegiatan produksi dapat berjalan lancar yaitu dengan

membersihkan sebagian peralatan dan mengganti beberapa bagian pada mesin

yang sudah karat selain itu perawatan yang dilakukan setiap dua minggu sekali

ialah mengganti oli mesin diesel.

4.1.4 Proses Produksi Tahu

Bahan baku utama dalam pembuatan tahu adalah kacang kedelai. Usaha

tahu pada penelitian ini membutuhkan kurang lebih dua kuintal kacang kedelai

untuk memproduksi tahu per harinya. Selain itu juga dibutuhkan beberapa bahan

baku penunjang lainnya dalam menghasilkan tahu, yang dapat dilihat pada Tabel

2.

Tabel 2. Kebutuhan bahan baku produksi tahu per hari

No Uraian Jumlah

1 Kacang kedelai 200 kg

2 Garam 10 kg

3 Kunyit 5 kg

4 Bibit tahu (air tahu) Secukupnya

Sumber : CV Laksa Mandiri, 2011

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa dalam satu hari usaha ini mengelola

rata-rata sebanyak 200 kg kacang kedelai, dengan garam yang digunakan kurang

lebih sebanyak 10 kg. Kunyit dalam pembuatan tahu digunakan sebagai pewarna

pada tahu tahu kuning. Selain itu usaha ini juga menggunakan bibit tahu

��

secukupnya, guna mendapatkan bubur kedelai yang disaring agar memadat

menjadi tahu. Adapun proses produksi dari tahu itu sendiri dapat terlihat dengan

jelas pada gambar 3 dan gambar 4.

���

Gambar 3. Proses produksi tahu putih

���

Gambar 4. Proses produksi tahu kuning

Berdasarkan gambar tiga terlihat bahwa terdapat beberapa tahapan untuk

mengolah kedelai menjadi tahu. Sebelum dan setelah direndam selama satu jam,

kedelai harus dicuci agar kulit kacangnya mengelupas dan kebersihannya terjaga

sehingga tidak cepat masam. Setelah itu kedelai tersebut ditiriskan, untuk

kemudian dilumat menggunakan mesin giling bersamaan dengan penambahan air

hangat hingga menjadi bubur.

���

Bubur kedelai tersebut kemudian dimasak hingga muncul gelembung-

gelembung kecil pada suhu 70o

– 80o

C. Setelah sedikit mengental bubur kedelai

kemudian disaring lalu diendapkan dengan bibit tahu yaitu air tahu dari sisa hasil

proses produksi. Air tahu ditambahkan secukupnya hingga hasil saringan bubur

kedelai bisa menggumpal dan bisa dicetak, sisa hasil saringan yang berupa ampas

tahu dapat dijual atau diolah kembali menjadi oncom.

4.2. Perhitungan Harga Pokok Produk Tahu CV Laksa Mandiri

4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Perusahaan

CV Laksa Mandiri sudah melakukan perhitungan harga pokok produksi

produk tahu, namun perhitungan yang dilakukan masih dengan metode yang

sederhana dan belum merinci seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses

produksi. Dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi tahu perusahaan

hanya membebankan biaya bahan baku yaitu kacang kedelai, biaya kayu, serta

biaya listrik dan solar. Perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan ini belum

memasukkan seluruh biaya overhead pabrik. Biaya overhead yang dibebankan

perusahaan pada perhitungan harga pokok produksi hanya biaya solar, kayu, dan

biaya listrik sedangkan biaya overhead lainnya seperti kain, biaya pemeliharaan

mesin dan peralatan, biaya penyusutan bangunan, mesin, dan peralatan belum

dibebankan oleh perusahaan.

Harga jual ditetapkan oleh CV Laksa Mandiri setelah memperhitungkan

harga pokok produksi yang dikeluarkan ditambah dengan keuntungan yang ingin

diperoleh oleh CV Laksa Mandiri. CV Laksa Mandiri memproduksi dua jenis

tahu, yaitu tahu putih dan tahu kuning. Setengah dari jumlah produksi tahu putih

akan diolah lebih lanjut menjadi tahu kuning dengan cara dicelupkan kedalah air

kunyit kurang lebih selama setengah jam.

Satu cetakan tahu menghasilkan delapan puluh potong tahu, satu cetakan

tahu membutuhkan dua kilogram kacang kedelai jadi satu kilogram kacang

kedelai menghasilkan empat puluh potong tahu. Selama bulan April CV Laksa

Mandiri memproduksi 5.500 kilogram kacang kedelai yang menghasilkan 220.000

potong tahu. Harga satu kilogram kacang kedelai Rp. 6.200. Sedangkan untuk

biaya tenaga kerja langsung dihitung berdasarkan jumlah kedelai yang diproduksi

per hari. Untuk memproduksi satu kilogram kacang kedelai di gaji Rp 1.000 jadi

� �

selama bulan April 2011 CV Laksa Mandiri mengeluarkan biaya tenaga kerja

langsung sebesar Rp 5.500.000. Biaya listrik yang dikeluarkan oleh perusahaan

selama April 2011 adalah Rp 127.000, biaya solar Rp 495.000, biaya kayu bakar

Rp 6.000.000, biaya garam Rp 550.000, biaya kunyit Rp 137.500. Untuk lebih

jelas memahami mengenai perhitunggan harga pokok produksi dengan metode

perusahaan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

���

Tabel 3. Perhitungan harga pokok produksi tahu putih dengan cara

perusahaan pada April 2011

Biaya

Kebutuhan

Per Bulan

Harga Per

Kilogram (Rp)

Harga

per

Liter

(Rp)

Jumlah (Rp)

Kacang kedelai (Kg) 5.500 6.200 Rp 34.100.000

Garam (Kg) 275 2.000 Rp 550.000

Tenaga kerja (Kg) 5.500 1.000 Rp 5.500.000

Biaya listrik Rp 127.000

Solar (liter) 110 4.500 Rp 495.000

Kayu (Kg) 4.000 1.000 Rp 4.000.000

Total biaya Rp 44.772.000

Jumlah produksi (Potong) 220.000

HPP per potong Rp 203,50

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Gambar 5. Tahu putih

���

Tabel 4. Perhitungan harga pokok produksi tahu kuning dengan cara

perusahaan.

Biaya Kebutuhan Satu

Bulan (Kg)

Harga per

kilogram (Rp) Jumlah (Rp)

Tahu putih Rp 22.386.000

Kunyit 68,75 Rp 2.000 Rp 137.500

Kayu bakar 2000 Rp 1.000 Rp 2.000.000

Total biaya Rp 24.523.500

Jumlah produksi

(Potong)

110.000

HPP per potong Rp 222,94

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Gambar 6. Tahu kuning

Pada Tabel 3 dan Tabel 4 diketahui bahwa harga pokok produksi tahu putih

Rp 203,50 dan harga pokok produksi tahu kuning adalah Rp 222,94 yang

diperoleh dari total biaya dibagi jumlah produksi. Pada tabel tersebut jelas terlihat

perbedaan harga pokok produksi antara tahu putih dan tahu kuning, dimana harga

���

pokok produksi tahu kuning sedikit lebih mahal dibandingkan dengan harga

pokok produksi tahu putih. Perbedaan ini disebabkan oleh karena pada tahu

kuning digunakan kunyit dalam proses produksinya sedangkan untuk tahu putih

tidak menggunakan kunyit, hal inilah yang menyebabkan perbedaan harga pokok

produksi dari kedua jenis tahu tersebut.

4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing

CV Laksa Mandiri memproduksi dua jenis tahu yaitu tahu putih dan tahu

kuning. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data produksi pada

bulan April 2011. Selama bulan April CV Laksa Mandiri memproduksi 5.500

kilogram kacang kedelai yang menghasilkan 220.000 potong tahu putih. Setengah

dari produksi tahu putih yaitu sebanyak 110.000 potong akan diolah lebih lanjut

menjadi tahu kuning.

1. Tahu Putih

Untuk memproduksi tahu putih dibutuhkan biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.

A. Biaya Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan untuk membuat tahu putih adalah kacang

kedelai dan garam. CV Laksa Mandiri memproduksi dua jenis tahu yaitu tahu

putih dan tahu kuning. Jumlah tahu kuning yang diproduksi setengah dari

produksi tahu putih. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data

produksi pada bulan April 2011. Jadi untuk menghitung biaya produksi tahu

digunakan dengan data produksi tahu selama satu bulan.

Pada produksi tahu CV Laksa Mandiri biaya kacang kedelai yang digunakan

dalam proses produksi selama April 2011 adalah Rp 34.100.000. Garam

digunakan pada produksi tahu agar tahu yang dihasilkan memiliki rasa namun

jumlah garam yang digunakan hanya sedikit yaitu sebanyak 275 kilogram selama

bulan April 2011. Sedangkan untuk bibit tahu digunakan air tahu jadi untuk bibit

tahu perusahaan tidak mengeluarkan biaya. Untuk perhitungan biaya bahan baku

yang diperlukan per potong tahu dapat dilihat pada Tabel 5.

���

Tabel 5. Pengeluaran biaya bahan baku tahu selama satu bulan

Biaya Bahan Baku

Kebutuhan Selama

Satu Bulan (Kg)

Harga per

Kilogram (Rp) Total Biaya (Rp)

-Kacang Kedelai (Rp)

-Garam

5.500

275

6.200

2.000

Rp 34.100.000

Rp 550.000

Jumlah Rp 34.650.000

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah kacang kedelai yang

dibutuhkan dalam satu bulan sebanyak 5.500 kilogram dengan harga per

kilogramnya Rp 6.200 jadi biaya yang dikeluarkan untuk membeli kacang kedelai

selama satu bulan Rp 34.100.000. Garam yang diperlukan selama satu bulan yaitu

sebanyak 275 kilogram. Harga satu kilogram garam Rp 2.000 jadi biaya yang

dikeluarkan untuk membeli garam selama bulan April adalah Rp 550.000. Dalam

produksi tahu putih digunakan bibit tahu yang berfungsi sebagai bahan agar tahu

dap menggumpal secara sempurna. CV Laksa Mandiri menggunakan air tahu sisa

hasil produksi pada produksi tahu sebelumnya sehingga perusahaan tidak perlu

mengeluarkan biaya untuk membeli bibit tahu. Jadi total biaya yang dikeluarkan

selama satu bulan untuk tahu putih adalah Rp Rp 34.650.000 dengan jumlah

produksi sebanyak 220.000 potong.

B. Penggunaan Tenaga Kerja Langsung

Tenaga kerja terbagi menjadi dua yaitu tenaga kerja langsung dan tenaga

kerja tidak langsung. Tenaga kerja tidak langsung yaitu tenaga kerja yang tidak

langsung terlibat dalam proses produksi sedangkan tenaga kerja langsung adalah

tenaga kerja yang langsung terlibat dalam proses produksi. Pada CV Laksa

Mandiri tenaga kerja yang digunakan hanya tenaga kerja langsung yaitu meliputi

pekerja bagian penggumpalan, pencetakan, penimbangan, dan bagian kayu.

Sistem pembayaran gaji dilakukan berdasarkan jumlah kacang kedelai yang

digunakan pada proses produksi. Satu kilogram kacang kedelai dibayar sebesar Rp

1.000. Selama bulan April CV Laksa Mandiri memproduksi kacang kedelai

sebanyak 5.500 kilogram. Besarnya pengeluaran biaya untuk tenaga kerja

��

langsung selama satu bulan yaitu Rp 5.500.000 Penggunaan biaya tenaga kerja

langsung selama bulan April dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Biaya tenaga kerja langsung selama bulan April

Jumlah Produksi

(Kg)

Biaya per Kilogram

(Rp) Total Biaya (Rp)

5.500 1.000 Rp 5.500.000

Jumlah Rp 5.500.000

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa biaya tenaga kerja langsung yang

dikeluarkan selama bulan April sebanyak Rp 5.500.000 dan tidak ada perbedaan

biaya antara tahu putih dan tahu kuning karena tidak ada perbedaan upah antara

tenaga kerja langsung untuk tahu putih dan tahu kuning.

C. Penggunaan biaya Overhead Pabrik

Biaya overhead pabrik adalah biaya yang mempengaruhi proses produksi

secara tidak langsung. Biaya inilah yang sering kali tidak dihitung secara rinci

oleh perusahaan dalam menghitung harga pokok produksinya. Biaya overhead

yang digunakan pada CV Laksa Mandiri adalah sebagai berikut :

1. Biaya Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau

bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil

dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut. Pada CV Laksa mandiri,

bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi tahu adalah :

a. Kain

Dalam proses produksi tahu, kain digunakan pada saat pencetakan tahu.

Tahu yang sudah menggumpal akan di cetak pada tempat pencetakan, kain

tersebut diletakkan pada alat pencetak tahu kemudian tahu yang sudah

menggumpal akan dimasukkan ke dalam alat pencetak. Kain ini digunakan

pada tempat pencetakan agar tahu yang dihasilkan menjadi padat. CV Laksa

Mandiri memiliki 6 kain yang berukuran 50 cm2

x 50 cm2, satu kain

menghabiskan biaya Rp 2.500 jadi biaya yang dikeluarkan selama satu

bulan untuk kain adalah Rp 15.000.

��

Tabel 7. Biaya kain selama satu bulan

Pemakaian kain

(Potong)

Biaya per Potong

(Rp) Total Biaya (Rp)

6 2.500 Rp 15.000

Jumlah Rp 15.000

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

b. Kayu Bakar

Kayu bakar digunakan untuk proses pembuburan kedelai. Biaya yang

dikeluarkan CV Laksa Mandiri untuk membeli kayu bakar selama bulan

April sebanyak Rp 6.000.000. Kebutuhan kayu bakar antara tahu kuning dan

tahu putih adalah 1:2, berarti tahu kuning menghabiskan biaya Rp 2.000.000

dan tahu putih Rp 4.000.000.

Tabel 8. Biaya kayu bakar selama satu bulan

Pemakaian kayu

(Kg)

Biaya per Kilogram

(Rp)

Total Biaya (Rp)

4.000 1.000 Rp 4.000.000

Jumlah Rp 4.000.000

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

c. Solar

Solar digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel pada usaha Bapak

Mumu. Solar yang digunakan per harinya rata-rata sebanyak 5 liter per 250

kilogram kacang kedelai, selama satu bulan CV Laksa Mandiri

memproduksi 5.500 kilogram kacang kedelai jadi penggunaan solar selama

satu bulan sebanyak 110 liter dengan harga Rp 4.500 per liter jadi biaya

yang dikeluarkan selama bulan April sebesar Rp 495.000. Untuk lebih

jelasnya penggunaan bahan penolong pada produksi tahu CV Laksa Mandiri

dapat dilihat pada Tabel 9.

���

Tabel 9. Penggunaan solar selama satu bulan

Pemakaian Solar (Liter) Biaya per Liter

(Rp)

Total Biaya (Rp)

110 4.500 Rp 495.000

Jumlah Rp 495.000

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Jadi total keseluruhan biaya bahan penolong selama April 2011 dapat dilihat

pada Tabel 10.

Tabel 10. Biaya penggunaan bahan penolong per April 2011

Bahan Penolong Total Biaya (Rp)

Kain Rp 15.000

Kayu Bakar Rp 4.000.000

Solar Rp 495.000

Jumlah Rp 4.510.000

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

2. Biaya Listrik

Listrik digunakan oleh CV Laksa Mandiri untuk memberi penerangan pada

saat proses produksi. Biaya listrik yang dikeluarkan CV Laksa Mandiri pada

bulan April adalah Rp 127.000.

Tabel 11. Biaya listrik selama satu bulan

Keterangan Total Biaya (Rp)

Biaya Listrik (Rp) Rp 127.000

Jumlah Rp 127.000

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

3. Biaya Perawatan dan Pemeliharaan Mesin dan Peralatan

Biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dilakukan untuk menjaga mesin

dan peralatan agar tahan lebih lama. Pemeliharaan dan perawatan yang

dilakukan oleh CV Laksa Mandiri adalah dengan mengganti peralatan yang

sudah tidak layak pakai dan memperbaiki mesin dan peralatan yang rusak.

Biaya yang dikeluarkan CV Laksa Mandiri untuk pemeliharaan Mesin dan

peralatan selama bulan April ialah Rp 130.000 yang terdiri dari

pemeliharaan mesin giling Rp 30.000 dan mesin diesel 100.000. Untuk lebih

���

jelasnya, perhitungan biaya pemeliharaan mesin dan peralatan dijelaskan

pada Tabel 12.

Tabel 12. Biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dan peralatan

selama satu bulan

Keterangan Total Biaya

Mesin Diesel Rp 100.000

Mesin Giling Rp 30.000

Jumlah Rp 130.000

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

4. Biaya Penyusutan Mesin, Peralatan, dan Bangunan

Penggunaan mesin dan peralatan menyebabkan penyusutan nilai dari mesin

dan peralatan yang digunakan tersebut. Penyusutan yang terjadi

menyebabkan menurunnya atau berkurangnya nilai mesin dan peralatan.

Untuk menghitung nilai penyusutan mesin dan peralatan yang digunakan

oleh CV Laksa Mandiri selama bulan April digunakan dengan metode umur

ekonomis atau disebut dengan metode garis lurus. Perhitungan dengan

metode garis lurus dilakukan dengan :

Beban Penyusutan =

���

Tabel 13. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per tahun

Keterangan Harga per

Unit (A)

(Rp)

Jumlah

Unit

(B)

(Unit)

Harga Beli

(AXB)

(Rp)

Nilai Sisa

(Rp)

Umur

ekonomis

(Tahun)

Beban

Penyusustan

(Rp/Thn)

Mesin Diesel 8.000.000 1 8.000.000 4.000.000 15 266.667

Mesin Giling 4.000.000 1 4.000.000 1.000.000 10 300.000

Tungku Semen 1.500.000 1 1.500.000 0 5 300.000

Tanggok

Bambu

100.000 1 100.000 0 6 16.667

Bak Plastik 400.000 3 1.200.000 0 5 240.000

Pompa Air 300.000 2 600.000 0 3 200.000

Cetakan 80.000 6 480.000 0 3 160.000

Jerigen 5.000 3 15.000 0 5 3.000

Serok 15.000 2 30.000 0 3 10.000

Bak Air (1 m2) 500.000 1 500.000 0 5 100.000

Bak Biang

(1 m2)

150.000 3 450.000 0 5 90.000

Bangunan 200.000.000 1 200.000.000 0 25 8.000.000

Jumlah Rp 9.686.334

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 201

Tabel 14. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per bulan

Keterangan Penyusutan per

Tahun (A)

Penyusutan per Bulan

(B)

B = A/12

Penyusutan peralatan,

mesin, dan bangunan

Rp 9.686.334 Rp 807.194,5

Jumlah Rp 807.194,5

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri

� �

Berdasarkan Tabel 13 dan Tabel 14 diketahui bahwa beban penyusutan

mesin, peralatan dan bangunan selama satu tahun adalah Rp 9.686.334. Jadi

penyusutan peralatan per bulan adalah Rp 807.194. Selama bulan April CV

Laksa Mandiri mengeluarkan biaya penyusutan sebesar Rp 807.194.

Jadi total biaya overhead pabrik yang digunakan selama bulan April adalah

jumlah dari biaya bahan penolong, biaya listrik, biaya perawatan dan

pemeliharaan mesin dan peralatan, dan biaya penyusutan mesin, peralatan, dan

bangunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Biaya overhead pabrik per April 2011

Keterangan Total Biaya (Rp)

Biaya Bahan Penolong Rp 4.510.000

Biaya Listrik Rp 127.000

Biaya Perawatan dan pemeliharaan mesin dan

peralatan Rp 130.000

Biaya penyusutan mesin dan peralatan Rp 807.194,5

Jumlah Rp 5.574.194,5

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Setelah diketahui biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung,

dan biaya overhead pabrik maka dapat dilakukan perhitungan harga pokok

produksi per potong tahu. Proses perhitungan harga pokok produksi dengan

metode full costing dapat dilihat pada Tabel 16.

���

Tabel 16. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing per

potong/unit tahu, April 2011

Keterangan Total Biaya (Rp)

Biaya Bahan Baku Langsung Rp 34.650.000

Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 5.500.000

Biaya Overhead Pabrik Rp 5.574.194,5

Jumlah Total (per April 2011) Rp 45.724.194,5

Jumlah Produksi 220.000

Biaya per potong tahu putih Rp 207,84

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa harga pokok produksi per potong tahu

putih adalah Rp 207,84 yang diperoleh dari jumlah total (per April 2011) dibagi

dengan jumlah produksi.

2. Tahu Kuning

Untuk memproduksi tahu kuning, tahu putih diolah lebih lanjut yaitu dengan

merebus tahu putih ke dalam air kunyit selama kurang lebih setengah jam.

Selama April 2011 CV Laksa Mandiri memproduksi tahu kuning sebanyak

110.000 potong atau setengan dari tahu putih diproses lebih lanjut menjadi tahu

kuning. Pada proses produksi tahu kuning ini membutuhkan tambahan biaya yaitu

biaya kunyit sebagai bahan pewarna, biaya lumpang yang digunakan sebagai alat

untuk menumbuk kunyit, tungku semen yang digunakan sebagai tempat untuk

merebus tahu, dan juga kayu bakar yang digunakan sebagai bahan bakar untuk

merebus tahu.

A. Biaya Bahan Baku

Biaya bahan baku yang digunakan untuk tahu kuning adalah biaya untuk

memproduksi tahu putih yaitu sebesar Rp 22.862.097,25 atau setengah dari total

biaya produksi tahu putih dan biaya untuk pembelian kunyit. Pada bulan April

kunyit yang digunakan sebanyak 68,75 kilogram dengan harga per kilogramnya

���

adalah Rp 2.000. Untuk lebih jelasnya, penggunaan biaya bahan baku yang

digunakan untuk memproduksi tahu kuning dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu bulan

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

B. Biaya Overhead Pabrik

Biaya overhead yang digunakan untuk memproduksi tahu kuning ialah

biaya overhead yang telah digunakan pada produksi tahu putih dan biaya

overhead yang digunakan pada proses produksi lanjutan dari tahu putih menjadi

tahu kuning yaitu kayu bakar dan biaya penyusutan peralatan.

a. Biaya Bahan Penolong

Adapun bahan penolong yang digunakan pada proses produksi tahu kuning

ialah kayu bakar. Kayu bakar digunakan untuk merebus tahu putih. Kayu

bakar yang digunakan selama bulan April sebanyak 2.000 kilogram dengan

harga per kilogramnya adalah Rp 1.000. Untuk lebih jelasnya, penggunaan

kayu bakar dalam memproduksi tahu kuning dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Biaya penggunaan kayu bakar per bulan

Pemakaian kayu

(Kg)

Biaya per Kilogram

(Rp)

Total Biaya

(Rp)

2.000 1.000 Rp 2.000.000

Jumlah Rp 2.000.000

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

b. Biaya Penyusutan Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam proses produksi tahu kuning adalah

lumpang yang digunakan sebagai tempat menumbuk kunyit dan tungku

semen yang digunakan sebagai tempat merebus tahu putih atau sebagai

Keterangan Kebutuhan Selama

Satu Bulan (Kg)

Harga per

Kilogram (Rp)

Biaya Bahan

Baku

a. Tahu putih Rp 22.862.097,25

b. Kunyit 68,75 Rp 2.000 Rp 137.500

Jumlah Rp 22.999.597,25

���

tempat pewarnaan tahu. Untuk lebih jelas memahami mengenai penyusutan

peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Beban penyusutan peralatan per tahun

Keterangan Harga per

Unit (A)

(Rp)

Jumlah

Unit (B)

(Unit)

Harga

Beli

(AXB)

(Rp)

Nilai

Sisa

(Rp)

Umur

ekonomis

(Tahun)

Beban

Penyusustan

(Rp/Thn)

Tungku Semen 1.500.000 1 1.500.000 0 5 Rp 300.000

Lumpang 300.000 1 300.000 0 3 Rp 100.000

Jumlah Rp 400.000

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Tabel 20. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu bulan

Keterangan Penyusutan per

Tahun (A)

Penyusutan per Bulan (B)

B = A/12

Penyusutan peralatan Rp 400.000 Rp 33.333,33

Jumlah Rp 33.333,33

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Jadi total biaya overhead pabrik yang digunakan selama bulan April adalah

jumlah dari biaya bahan penolong dan biaya penyusutan peralatan. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Biaya overhead pabrik selama satu bulan

Keterangan Total Biaya (Rp)

Biaya Bahan Penolong Rp 2.000.000

Biaya penyusutan

peralatan

Rp 33.333,33

Jumlah Rp 2.033.333,33

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Setelah biaya bahan baku langsung dan biaya overhead pabrik diketahui

maka perhitungan harga pokok produksi dapat dilakukan. Untuk lebih jelasnya

perhitungan harga pokok produksi per potong tahu dapat dilihat pada Tabel 22.

���

Tabel 22. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing per

potong/unit tahu

Keterangan Total Biaya (Rp)

Biaya Bahan Baku Langsung Rp 22.999.597,25

Biaya Overhead Pabrik Rp 2.033.333,33

Jumlah Total (per April 2011) Rp 25.032.930,58

Jumlah Produksi 110.000

Biaya per potong tahu kuning Rp 227,57

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Dari Tabel 22 diketahui bahwa biaya per potong tahu kuning adalah Rp

227,57 yang diperoleh dari jumlah total (per April 2011) dibagi dengan jumlah

produksi.

4.3. Perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan

menggunakan cara perusahaan dan metode full costing

Berdasarkan perhitungan sebelumnya dapat dianalisis perbedaan kedua

metode perhitungan yaitu antara perhitungan harga pokok produksi dengan

metode yang dilakukan perusahaan dengan metode full costing. Perbedaan antara

kedua metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Perbandingan antara perhitungan harga pokok produksi dengan

metode full costing dan metode perusahaan

Keterangan Metode Full costing

(Rp)

Metode

Perusahaan (Rp)

Selisih (Rp)

Tahu Putih Rp 207,84 Rp 203,50 Rp 4,34

Tahu Kuning Rp 227,57 Rp 222,94 Rp 4,63

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Dari Tabel 23 diketahui bahwa selisih biaya produksi tahu putih adalah Rp

4,34 per potong, jumlah produksi tahu putih sebanyak 110.000 jadi selisih biaya

produksi tahu putih selama bulan April adalah Rp 477.400 sedangkan untuk tahu

��

kuning selisih biaya produksi per potong adalah Rp 4,63 selama bulan April CV

Laksa Mandiri memproduksi 110.000 potong tahu jadi selisih biaya produksi tahu

kuning selama bulan April adalah Rp 509.300. Jadi total selisih biaya produksi

tahu putih dan tahu kuning dengan metode perusahaan dan metode full costing

selama April 2011 adalah Rp 986.700.

Diketahui bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan metode

perusahaan dan metode full costing memiliki perbedaan. Pada perhitungan harga

pokok produksi dengan metode full costing harga pokok produksi yang dihasilkan

lebih besar dibandingkan dengan perhitungan harga pokok produksi dengan

metode perusahaan. Hal ini karena dengen menggunakan metode full costing

semua biaya dirinci secara jelas, baik itu biaya bahan baku, tenaga kerja langsung,

dan biaya overhead pabrik sedangkan pada perhitungan harga pokok produksi

dengan metode yang digunakan perusahaan harga pokok produksi yang dihasilkan

lebih kecil karena perusahaan tidak memasukkan biaya overhead pabrik secara

rinci ke dalam biaya produksinya. Perusahaan hanya merinci biaya bahan baku

langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead namum biaya overhead

yang dihitung pada proses perhitungan biaya produksi yang dilakukan perusahaan

hanya biaya listrik, biaya solar, dan biaya kayu bakar. Untuk biaya penyusutan

mesin, peralatan, dan bangunan, biaya pemeliharaan mesin dan peralatan, dan

biaya kain tidak di bebankan oleh perusahaan oleh karena itu perhitungan biaya

produksi dengan metode perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan metode full

costing.

Jika perusahaan menggunakan metode full costing dalam menghitung

biaya produksinya maka perusahaan harus :

1. Mengidentifikasi seluruh biaya yang digunakan dalam proses produksi

2. Membedakan antara biaya variabel dengan biaya tetap

3. Memisahkan biaya produksi dengan biaya non produksi

4. Memperhitungkan biaya produksi selain biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja langsung, dan biaya overhead

��

��

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. CV Laksa Mandiri telah melakukan perhitungan biaya produksi untuk

produk tahu kuning dan tahu putih. Perhitungan harga pokok produksi yang

dilakukan oleh CV Laksa Mandiri masih sangat sederhana dengan

menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, biaya

yang dihitung oleh CV Laksa Mandiri sebagai biaya produksi adalah biaya

kacang kedelai, biaya garam, biaya solar dan listrik, biaya kayu bakar, dan

biaya tenaga kerja serta khusus untuk tahu kuning ada biaya tambahan yaitu

biaya untuk membeli kunyit. Masih terdapat biaya overhead yang

dikeluarkan dalam proses produksi namun CV Laksa Mandiri tidak

menghitung biaya tersebut. Hasil perhitungan harga pokok produksi yang

dilakukan CV Laksa Mandiri atas produk tahu putih dan tahu kuning adalah

sebagai berikut :

1. Tahu putih : Rp 203,50

2. Tahu kuning : Rp 222,94

b. Perhitungan biaya produksi yang dilakukan dengan metode full costing pada

CV Laksa mandiri ialah dengan menghitung seluruh biaya yang

dikeluarkan dalam proses produksi tahu putih dan tahu kuning. Adapun

biaya yang dibebankan pada produksi tahu putih adalah biaya kacang

kedelai, biaya garam, biaya solar, biaya kain, biaya kayu bakar, biaya listrik,

biaya perawatan dan pemeliharaan mesin, dan biaya penyusutan peralatan,

mesin, dan bangunan. Biaya yang dikeluarkan untuk produksi tahu kuning

sama saja dengan biaya tahu putih namun pada tahu kuning ada biaya

tambahan yaitu biaya kunyit, kayu bakar dan penyusutan peralatan yaitu

lumpang dan tungku semen. Hasil perhitungan biaya produksi dengan

metode full costing adalah :

1. Tahu putih :Rp 207,84

2. Tahu kuning :Rp227,57

���

���

c. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode perusahaan dan

metode full costing memiliki perbedaan. Pada perhitungan harga

pokok produksi dengan metode full costing harga pokok produksi yang

dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan perhitungan harga pokok

produksi dengan metode perusahaan. Selisih biaya produksi antara

kedua metode tersebut adalah : tahu putih Rp 4,34 per potong, jumlah

produksi tahu putih sebanyak 110.000 jadi selisih biaya produksi tahu

putih selama bulan April adalah Rp 477.400 sedangkan untuk tahu

kuning selisih biaya produksi per potong adalah Rp 4,63 selama bulan

April CV Laksa Mandiri memproduksi 110.000 potong tahu jadi

selisih biaya produksi tahu kuning selama bulan April adalah Rp

509.300. Jadi total selisih biaya produksi tahu putih dan tahu kuning

dengan metode perusahaan dan metode full costing selama April 2011

adalah Rp 986.700.

2. Saran

a) Sebaiknya CV Laksa Mandiri menggunakan metode full costing dalam

mengitung biaya produksinya karena metode ini lebih akurat dibandingkan

dengan metode yang dilakukan oleh perusahaan. Metode full costing

merinci seluruh biaya produksi yang terkait dengan proses produksi

sehingga hasil perhitungan yang diperoleh menunjukkan hasil aktual yang

dikeluarkan selama proses produksi.

b) Sebaiknya CV Laksa Mandiri memperhitungkan biaya gaji pemilik karena

pemilik juga ikut bekerja pada proses produksi CV Laksa Mandiri.

���

���

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2010. Survei Industri Mikro dan Kecil 2010. Bogor.

Bustami, N. 2006. Akuntansi Biaya . Graha Ilmu, Yogyakarta.

. 2006. Akuntansi Biaya Tingkat Lanjut. Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Dewi, K. R. 2011. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Sepatu dengan

Metode Full Costing (studi kasus : UKM Galaksi Kampung Kabandungan

Ciapus, Bogor) Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi

dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Horngren, Datar, Foster. 2006. Akuntansi Biaya : Penekanan Manajerial Edisi 12.

Erlangga, Jakarta.

Hasfah, J. M. 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

www.smecda.com/deputi7/file_Infokop. [14 April 2011]

Hansen, Mowen. 2004. Akuntansi Manajemen. Salemba Empat, Jakarta.

Irna. 2011 . Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Roti dengan Metode

Procces Costing dan Pengaruhnya Terhadap Harga Jual (Studi Kasus UKM

Edie’s Bakery, Bogor) Skirpsi pada Departemen Manajemen, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mulyadi. 2005. Akuntansi biaya. Unit Penerbit Dan Percetakan Akademi

Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta.

Sulastiningsih, Z. 1999. Akuntansi Biaya Dilengkapi dengan Isu-Isu

Kontenporer.Unit Penerbit Dan Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta.

Usry, C. 2002. Akuntansi Biaya. Salemba Empat, Jakarta.

. 2004. Akuntansi Biaya. Salemba Empat, Jakarta.

. 2009. Akuntansi Biaya. Salemba Empat, Jakarta.

Widiyastuti, S. 2007. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita

(Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection) Skirpsi pada Departemen

Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

��

��

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peralatan produksi CV Laksa Mandiri

Mesin diesel

Tungku semen

��

Lampiran 2. Bahan baku produksi tahu CV Laksa Mandiri

Kacang kedelai

Bubur kedelai

��

Lampiran 3. Pertanyaan untuk wawancara langsung dengan pemilik CV

Laksa Mandiri

1. Kapan bapak mulai merintis usaha ini?

2. Darimana sumber modal awal bapak ketika mendirikann usaha ini?

3. Bagaimana proses produksi produk tahu ini?

4. Berapa orang karyawan yang bapak miliki?

5. Dari semua karyawan yang bapak miliki, apa saja pekerjaan mereka?

6. Bagaimana sistem penggajian karyawan yang bapak lakukan dan berapa gaji

masing-masing karyawan?

7. Peralatan apa saja yang dibutuhkan dalam produksi tahu ini?

8. Selain kedelai, bahan baku apa saja yang dibutuhkan untuk membuat tahu?

9. Berapa kilogram kacang kedelai yang bapak produksi selama bulan April?

10. Berapa harga bahan baku dan bahan penolong untuk produksi tahu per

kilogramnya?

11. Berapa harga alat-alat yang dibutuhkan untuk produksi tahu yang bapak

miliki dan berapa lama masa manfaat dari peralatan itu?

12. Berapa biaya listrik bapak pada bulan April?

13. Berapa biaya pemeliharaan peralatan untuk produksi tahu pada bulan April?

14. Bagaimana cara bapak melakukan perhitungan biaya produksi produk tahu?

15. Berapa harga tanah dan bangunan yang bapak gunakan untuk produksi tahu?