analisis perbandingan perilaku struktur rangka beton bertulang dan baja
DESCRIPTION
ANALISISTRANSCRIPT
1
ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DAN BAJA
GEDE BUANA BUDIARTA
NIM.1191561015
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - STRUKTUR
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era yang modern ini banyak pembangunan yang telah dilaksanakan. Bangunan
struktur yang sering dibangun adalah pembangunan hotel, villa, dll. Dalam peraturan
pembangunan yang diberlakukan di Bali adalah pembangunan yang adanya batasan tinggi
bangunan, maka dari itu sangat susah untuk menerapkan pembangunan gedung bertingkat
tinggi seperti halnya di daerah ibukota ( Jakarta).
Struktur yang sering diterapkan pada bangunan adalah struktur beton bertulang dan
struktur baja, namun yang sering dijumpai pada bangunan di bali adalah bangunan dengan
struktur beton bertulang, namun pada struktur beton bertulang memerlukan waktu yang lebih
lama dalam penyelesaian bangunan dibandingkan struktur baja.
Oleh sebab itu maka akan diadakan analisis tentang perbandingan perilaku rangka
batang struktur beton bertulang dan baja, dalam laporan ini akan dibahas tentang nilai
daripada gaya Momen, Lintang, Normal. Gaya – gaya yang dihasilkan dari analisis yang
dilakukan akan dibandingkan nilai-nilai dengan catatan perilaku pada struktur beton
bertulang dan baja disamakan.
Disamping itu juga akan dibahas tentang simpangan pada struktur, hal ini dilakukan
agar dapat mengetahui kekakuan dari struktur beton bertulang dan baja.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam paper
ini adalah bagaimana gaya – gaya yang terjadi pada struktur serta membandingkannya antara
struktur beton bertulang dengan struktur baja, bagaimana simpangan total dan simpangan
antar lantai yang terjadi pada struktur tertentu serta membandingkan nilai yang didapat antara
struktur beton bertulang dengan struktur baja.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan paper ini yaitu untuk mengetahui pengaruh kekakuan tiap tingkat
bangunan hotel dimana setiap tingkat memiliki tinggi yang berbeda, serta membandingkan
tipe struktur beton bertulang dengan struktur baja.
1.4 Batasan Masalah
Melihat keterbatasan waktu penulisan paper ini maka batasan masalah pada paper ini adalah:
1. Analisis dilakukan pada Proyek Pembangunan Hotel Sens canggu.
2. Permodelan dilakukan dengan menggunakan struktur beton bertulang, dan juga dengan
struktur baja.
3. Parameter yang dicari adalah gaya-gaya pada element frame, seperti Momen, Lintang,
Normal serta mencari nilai simpangan dari struktur.
4. Permodelan dan pembebanan menggunakan pedoman SNI Beton Bertulang 03-2847-
2002 dan SNI Baja 03-1729-2002
5. Alat bantu analisis menggunakan software program SAP 2000 V10.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum
Faktor daktilitas suatu struktur gedung merupakan dasar bagi penentuan beban gempa
yang bekerja pada struktur gedung. Karena itu, tercapainya tingkat yang diharapkan harus
terjamin dengan baik. Hal ini dapat tercapai apabila batang-batang horisontal (balok) harus
leleh lebih dahulu sebelum terjadi kerusakan-kerusakan batang vertikal (kolom), hal ini
berarti bahwa akibat pengaruh gempa rencana, sendi-sendi plastis di dalam struktur gedung
hanya pada ujung-ujung balok dan pada kaki-kaki kolom.
Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur untuk mengalami simpangan pasca
elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa yang
menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan
yang cukup, sehingga struktur itu tetap berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi ambang
keruntuhan. Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, terbentuknya sendi-sendi plastis
yang diharapkan terjadi pada struktur saat terjadi gempa kuat perlu dikontrol dan dibatasi
lokasinya pada komponen struktur tersebut. Pada struktur rangka akan lebih baik apabila
pemencaran/disipasi energi gempa melalui pelelehan (sendi plastis) pada komponen
4
horisontal (balok) daripada komponen vertikal (kolom) yang diharapkan memberikan
kekuatan, kekakuan, dan kestabilan pada waktu menahan gaya-gaya yang bekerja melalui
aksi lentur, geser dan aksial. Sistem rangka ruang di dalam komponen-komponen struktur dan
join-joinnya menahan gaya-gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial disebut
dengan Sistem Rangka Pemikul Momen.
Sistem Rangka Pemikul Momen dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) atau Elastik Penuh
Struktur yang memiliki daktilitas tingkat 1 dengan nilai faktor daktilitas sebesar 1,0 yang
harus direncanakan agar tetap berperilaku elastik saat terjadi gempa kuat dan hanya
dipakai untuk wilayah gempa 1 dan 2.
2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) atau Daktail Parsial
Seluruh tingkat daktilitas struktur gedung dengan nilai faktor daktilitas antara struktur
gedung yang elastik penuh 1,0 dan struktur gedung yang daktail penuh sebesar 5,3 dan
hanya digunakan pada wilayah gempa 3 dan 4.
3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) atau Daktail Penuh
Suatu tingkat daktilitas struktur gedung, dimana strukturnya mampu mengalami
simpangan pasca elastik pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan yang paling
besar, yaitu mencapai nilai faktor daktilitas sebesar 5,3 dan digunakan pada wilayah
gempa 5 dan 6.
5
Gambar 2.1 Mekanisme khas yang dapat terjadi pada portal rangka terbuka
2.2. Pembebanan pada bangunan
Perencanaan pada suatu struktur gedung harus direncanakan kekuatannya terhadap
beban mati, beban hidup, beban gempa atau kombinasi dari beban-beban tersebut. Besarnya
beban yang bekerja pada struktur diambil dari Peraturan Pembebanan Indonesia Gedung
(PPIUG) 1983.
2.2.1 Beban Vertikal
1. Beban Mati
Beban mati mencakup semua bagian struktur gedung yang bersifat tetap, termasuk
segala tambahan serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari gedung tersebut. Selanjutnya beban mati dihitung berdasarkan atas Tabel 2.1
Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983.
2. Beban Hidup
Beban hidup merupakan semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
pengggunaan atau keduanya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa
a. Sendi plastis pada balok tidak menyebabkan keruntuhan
b. Sendi plastis pada kolom menyebabkan keruntuhan lokal pada satu tingkat (soft story)
6
hidup gedung tersebut, sehingga hal ini dapat merubah pembebanan pada lantai dan
atap. Beban hidup pada lantai gedung harus sesuai dengan Tabel 3.1 PPIUG 1983.
Adapun yang termasuk beban hidup pada perencanaan gedung ini adalah :
Lantai Hotel : 250 kg/m2
Plat Atap : 100 kg/m2
2.2.1. Beban Gempa
Beban dinamik adalah beban dengan variasi perubahan intensitas beban terhadap
waktu yang cepat. Beban dinamis terdiri dari beban gempa dan beban angin. Gempa bumi
adalah fenomena getaran yang berkaitan dengan kejutan pada kerak bumi. Beban kejut ini
dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi salah satu factor utamanya adalah benturan/gesekan
kerak bumi yang mempengaruhi permukaan bumi. Kejutan tersebut akan menjalar dalam
bentuk gelombang. Gelombang ini menyebabkan permukaan bumi dan bangunan di atasnya
bergetar. Pada saat bangunan bergetar timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena
adanya kecenderungan dari massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan.
Dalam penulisan jurnal ini, factor – factor yang berpengaruh antara lain :
Faktor Keutamaan Struktur (I)
Untuk gedung hotel, nilai factor keutamaan struktur yang dimiliki sebesar 1.
(berdasarkan SNI Gempa 03-1726-2003)
Faktor Reduksi Gempa (R)
Gedung hotel dalam Paper ini menrut SNI Gempa 03-1726-2003 tabel 2.2 masuk
dalam kategori point 3.3, yaitu sistem rangka pemikul momen dimana sistem struktur
memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap dan beban lateral
dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur. Sistem pemikul
beban gempanya adalah struktur rangka pemikul momen biasa (SPRMB). Nilai faktor
7
reduksi gempa (R) dari SPRMB beton bertulang adalah sebesar 3,5 dan untuk baja
adalah 4,5
Respon Spectrum
Untuk penulisan paper ini, dalam hal pembebanan gempa digunakan respon
spectrum,untuk kombinasi pembebanan dan langkah- langkah dalam sap2000 akan
dipaparkan sebagai berikut :
Klik menu Define > Functions > Response Spectrum > User Spectrum > Add
New Function. Masukkan data respon spektrum Wilayah gempa 4 Indonesia.
Untuk struktur beton bertulang dengan memperhatikan retak maka nilai redaman
yang direkomendasikan adalah 3-5% (Anil Chopra,2000).
8
Klik menu Define > Load Case > Add New Load Case. Untuk mengaktifkan
beban gempa, maka harus dibuat terlebih dahulu load case dari beban tersebut.
Beban gempa dibagi menjadi dua, yaitu beban gempa QX (arah utama sumbu X
koordinat global) dan beban gempa QY (arah utama sumbu Y koordinat global).
Load case untuk gempa arah X sebagai berikut :
9
Secara default, arah U1 merupakan arah yang sama dengan arah X dalam
koordinat global. Scale factor = I x g/R dimana I adalah faktor keutamaan struktur
(gedung parkir, I = 1), g = satuan percepatan gravitasi (g = 9,8 m/s2) dan R adalah
faktor reduksi gaya gempa (Struktur Rangka Pemikul Momen Menegah, maks nilai
R = 5,5). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa nilai ordinat respon
spektrum SNI 1726-2002 merupakan nilai pseudo percepatan struktur (Sa) yang telah
dinormalisasi dalam satuan g. Untuk menjadikannya komponen dari gaya luar yang
bekerja pada struktur maka nilai C harus dikalikan satuan gravitasi. Nilai I/R
merupakan nilai modifikasi berdasarkan peraturan kegempaan Indonesia. Untuk
semua mode, redaman diasumsikan memiliki nilai konstan yaitu 5 %.
2.2.2. Kombinasi Pembebanan
10
Untuk keperluan desain, analisis dari sistem struktur perlu diperhitungkan terhadap
adanya kombinasi pembebanan (Load combinatian) dari beberapa kasus beban yang dapat
bekerja secara bersamaan selama umur rencana. Menurut peraturan pembebanan Indonesia
untuk rumah dan gedung 1983, ada dua kombinasi pembebanan yang perlu ditinjau pada
struktur yaitu: Kombinasi pembebanan tetap dan kombinasi pembebanan sementara.
Kombinasi pembebanan tetap dianggap beban bekerja secara terus-menerus pada struktur
selama umur rencana. Kombinasi pembebanan tetap disebabkan oleh bekerjanya beban mati
dan beban hidup.
Kombinasi pembebanan sementara tidak bekerja secara terus-menerus pada stuktur,
tetapi pengaruhnya tetap diperhitungkan dalam analisa struktur. Kombinasi pembebanan ini
disebabkan oleh bekerjanya beban mati, beban hidup, dan beban gempa. Nilai-nilai tersebut
dikalikan dengan suatu faktor magnifikasi yang disebut faktor beban, tujuannya agar struktur
dan komponennya memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadap berbagai kombinasi
beban.
Kombinasi pembebanan yang dipakai sesuai dengan SNI 03-2847-2002 adalah :
1. Kuat perlu untuk menahan beban mati (D) paling tidak harus sama dengan :
U = 1,4D (2.1)
Kuat perlu untuk menahan beban mati (D), beban hidup (L), paling tidak harus sama
dengan :
U = 1,2D + 1,6 L (2.2)
2. Bila ketahanan terhadap gempa E, harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka
nilai U harus diambil sebagai berikut :
U = 1,2D + 1,0L ± 1,0E (2.3)
2.3. Permodelan dan Analisis Struktur dengan Program SAP 2000 V10
Permodelan struktur dalam 3D memiliki kelebihan dibandingkan model 2D. pertama
dapat mengetahui perilaku struktur secara keseluruhan, sehingga penyaluran beban dari dan
11
ke masing-masing unsure struktur tidak lagi menjadi masalah. Kedua diperoleh perilaku
struktur yang mendekati kenyataan dibandingkan permodelan 2D. ketiga dapat menyertakan
elemen pelat sehingga akan meperkaku struktur secara keseluruhan dan memudahlan dalam
perhitungan beban akibat berat sendiri struktur.
Program yang digunakan dalam permodelan 3D adalah SAP 2000 V10. Secara umum,
langkah-langkah permodelan dengan program SAP 2000 meliputi : (1) mendefinisikan
material, penampang, jenis elemen struktur, beban, kombinasi beban; (2) membuat model; (3)
memasukan definisi langkah (1) ke dalam masing-masing elemen struktur yang telah
dimodelkan; (4) melakukan Run Analysis; (5) Interpretasi hasil. (Manual SAP Tutorial).
Dalam teori elemen hingga dikenal sebagai macam elemen struktur yaitu: elemen
frame, Shell, dan solid. Bentuk elemen shell maupun solid digunakan adalah segi empat dan
segi tiga. Elemen Frame mempunyai 2 titik nodal dengan 3 derajat kebebasan tiap titik
nodalnya. Elemen shell segi empat dan segitiga mempunyai masing-masing 4 dan 3 titik
nodal dengan 3 derajat kebebasan tiap nodalnya. (Logan, 1983).
2.4. Kolom Beton Bertulang
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari
balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari
suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat
menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total
collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996).
SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang
tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak
ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Fungsi kolom adalah sebagai penerus
beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh
12
manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk
meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang),
serta beban hembusan angin. Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah
roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang
diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom didistribusikan ke permukaan
tanah di bawahnya. Kesimpulannya, sebuah bangunan akan aman dari kerusakan bila besar
dan jenis pondasinya sesuai dengan perhitungan.
Menurut SNI-03-2847-2002 ada empat ketentuan terkait perhitungan kolom:
1) Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada
semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor
pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi
pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban
aksial juga harus diperhitungkan.
2) Pada konstruksi rangka atau struktur menerus pengaruh dari adanya beban tak
seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar atau dalam harus
diperhitungkan. Demilkian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab lainnya
juga harus diperhitungkan.
3) Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom, ujung-
ujung terjauh kolom dapat dianggap jepit, selama ujung-ujung tersebut menyatu
(monolit) dengan komponen struktur lainnya.
4) Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus didistribusikan
pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relative
kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekekangan pada ujung kolom.
13
2.5. Rangka Baja
Portal dengan bresing merupakan tipe struktur yang sudah banyak diterapkan pada
bangunan. Struktur dengan bresing dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: rangka batang
berpenopang eksentrik dan rangka batang berpenopang konsentrik. Rangka baja berpenopang
eksentrik (eccentrically braced frame/EBF) merupakan suatu sistem struktur rangka baja
tahan gempa yang mempunyai kekakuan elastik yang sangat baik (excellent elastic stiffness)
dibawah pembebanan lateral sedang dan mempunyai daktilitas yang bagus (good ductility)
dibawah beban gempa besar. Elemen yang sangat penting dalam desain EBF adalah bagian
yang terletak antara joint pengaku diagonal dengan joint kolom-balok yang disebut dengan
elemen link. Element link merupakan elemen yang diharapkan sebagai elemen yang
menyerap energi gempa dan mengalami proses plastifikasi pada bagian elemen yang rusak
tersebut sebagai sarana pemencaran energi.
Penelitian tentang link yang banyak dilakukan sampai saat ini baik secara eksperimental
maupun analitis didominasi oleh link geser.Hal ini disebabkan karena link geser
memperlihatkan perilaku yang baik dalam hal kekakuan, kekuatan dan energi
disipasi.Sehingga dalam desain lebih direkomendasikan penggunaan link geser pada
Eccentrically Braced Frames (EBF). Namun deformasi pada link pendek ditandai dengan
sudut deformasi yang besar yang erat kaitannya dengan drift yang terjadi pada struktur dan
berpotensi menyebabkan kerusakan terhadap elemen-elemen non-struktural. Pada sisi lain,
link panjang terbukti mempunyai sudut deformasi yang lebih kecil dari link pendek, tetapi
mempunyai tingkat daktilitas yang lebih rendah.
2.5.1 Struktur Rangka Baja Eksentrik (Eccentrically Braced Frame, EBF)
Eccentrically Braced Frames (EBF) merupakan konsep desain gabungan antara konsep
daktilitas dan disipasi energi yang baik dari desain Moment-Resisting Frames (MRF) dengan
14
karakteristik kekakuan elastik yang tinggi dari desain Concentrically Braced Frames
(CBF).Karakteristik yang membedakan EBF dengan desain struktur tahan gempa MRF dan
CBF adalah adanya penghubung yang terdapat pada setidaknya salah satu ujung dari bracing
yang disebut sebagai link (Gambar 1). Konsep desain tahan gempa EBF adalah elemen link
ditetapkan sebagai bagian yang akan rusak sedangkan elemen lain diharapkan tetap berada
dalam kondisi elastik. Kelehan yang terjadi pada elemen link dapat berupa kelelehan geser
atau kelelehan lentur.Tipe kelelehan ini sangat tergantung pada panjang link tersebut.
(Engelhardt dan Popov ,1989;1992)
15
Gambar 2.2. Konfigurasi link pada beberapa sistem portal (AISC, 2005)
2.5.2 Struktur Rangka Baja Konsentrik (concentrically Braced Frame, CBF)
struktur rangka baja konsentrik merupakan struktur dengan bresing yang penempatan
bresingnya terletak pada joint, sehingga pada struktur rangka baja konsentrik tidak terdapat
link. Tujuan dari pemasangan bresing adalah kemampuan struktur untuk mempertahankan
stabilitas akibat beban lateral dan stabilitas struktur secara keseluruhan. Adapun jenis-jenis
bresing konsentrik yang digunakan antara lain:
16
1. Single diagonal brecing.
2. double diagonal brecing.
3. inverted V.
4. V brecing.
5. X brecing.
6. K brecing.
Gambar2. 3.Rangka Bresing Konsentrik
17
2.6. Elemen Link
Link berperan sebagai ductile fuse, mendisipasi energi sepanjang perilaku histerisis yang
stabil dan membatasi gaya terhadap brace, kolom dan balok diluar link. Link berperilaku
sebagai balok pendek dengan gaya geser yang bekerja berlawanan arah pada kedua ujungnya.
Karena adanya gaya geser yang bekerja pada kedua ujung balok, maka momen yang
dihasilkan pada kedua ujung balok mempunyai besar dan arah yang sama . Deformasi yang
dihasilkan berbentuk S dengan titik balik pada tengah bentang dan besarnya momen yang
bekerja adalah sebesar 0.5 kali besar gaya geser dikali dengan panjang link. Plastifikasi yang
terjadi pada suatu elemen link disebabkan karena kedua gaya tersebut. Gambaran gaya yang
bekerja pada elemen link diperlihatkan pada Gambar 6.
Sesuai dengan fungsinya sebagai sekering (fuse) yang mendisipasikan energi lewat
mekanisme sendi plastik (fully plastic hinge mechanism) maka link tidak boleh mengalami
tekuk elastik dan tekuk inelastik (partially plastic buckling) sebelum kapasitas rotasi sendi
plastik yang disyaratkan dalam peraturan tercapai. Oleh karena itu dalam pemilihan
penampang link yang akan dipakai sesuai dengan modulus elastisitas (E) dan mutu baja yang
dipakai (fy) telah ditetapkan batasan kelangsingan yang harus dipenuhim sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
18
Gambar2.4. Gaya yang bekerja pada link
(Engelhart dan Popov,1988 ; Becker dan M. Isler, 1996)
Panjang link yang disyaratkan (eall) disesuaikan dengan klasifikasi link berdasarkan
perbedaan panjang berdasarkan AISC, Seismic Provisions for Structual Steel Buildings
.Mekanisme kelelehan link, kapasitas energi disipasi dan mode kegagalan sangat erat
hubungannya dengan faktor panjang dari link. Untuk link pendek, perilaku inelastik dominan
terhadap gaya geser, sebaliknya untuk link panjang perilaku inelastik didominasi oleh lentur.
Untuk link antara (intermediate link), kelelehan dipengaruhi oleh geser dan lentur.
Semakin pendek link, maka semakin besar pengaruh gaya geser terhadap perilaku
inelastik. Kelelehan geser terjadi seragam sepanjang link. Untuk link yang sangat pendek
gaya geser link mencapai kapasitas geser plastis Vp = 0.6.d.tw.Fy , sebelum momen ujung
mencapai momen plastis Mp = Zx.Fy, dan link leleh akibat geser membentuk sebuah sendi
19
geser. Link geser mempunyai sifat sangat daktil dengan kapasitas inelastik yang melebihi
kapasitas geser badan, sehingga kegagalan buckling tejadi pada web. (Yurisman, 2010).
Untuk link yang lebih panjang, momen ujung mencapai Mp membentuk sendi-sendi
lentur sebelum terjadinya kelelehan geser.Mekanisme keruntuhan yang terjadi pada link
panjang disebabkan karena deformasi lentur yang menyebabkan terjadinya kegagalan yang
merupakan kombinasi dari terjadinya buckling pada sayap (flens), compression buckling pada
badan (web) dan/atau lateral torsional buckling.Sebagai tambahan, akibat regangan yang
sangat besar pada kedua ujung link maka besar kemungkinan terjadinya fracture pada
sambungan las ujung pada saat terjadi mode keruntuhan batas (the ultimate failure mode).
Klasifikasi link berdasarkan perbedaan panjang berdasarkan AISC, Seismic Provisions
for Structual Steel Buildings adalah sebagai berikut : (AISC, 2005).
a. Link geser murni, e 1.6 Mp/Vp
Kelelehan pada link jenis ini didominasi oleh geser.
b. Link dominan geser, 1.6 Mp/Vp e 2.6 Mp/Vp
Kelelehan pada link jenis ini merupakan kombinasi antara geser dan lentur
c. Link dominan lentur 2.6 Mp/Vp < e 5 Mp/Vp
Kelelehan pada link jenis ini merupakan kombinasi antara geser dan lentur
d. Link lentur murni e 5 Mp/Vp
Kelelehan pada link jenis ini didominasi oleh lentur
2.7. Hubungan Pengaku Badan (web stiffner) dan sudut rotasi terhadap kinerja link
Pengaku setinggi badan penuh diperlukan pada sisi-sisi ujung link agar bisa mentransfer
gaya geser sebaik mungkin tanpa terjadi tekuk badan. Untuk link yang berperilaku sebagai
link geser/pendek, jarak maksimum pengaku badan bagian tengah sangat tergantung pada
besaran sudut rotasi link, semakin besar sudut rotasi link maka akan semakin rapat
pengakunya. Pengaku badan bagian tengah pada link geser ini berfungsi untuk
memperlambat terjadinya tekuk geser inelastik pada badan.Sedangkan untuk link yang
20
berperilaku sebagai link lentur/panjang, pengaku badan bagian tengah berfungsi untuk
membatasi penurunan kekuatan yang disebabkan tekuk lokal pelat sayap (flange local
buckling) dan tekuk lateral torsi.
AISC 2005 mendefinisikan sudut rotasi link (link rotation angle) adalah sudut inelastic
diantara link dan balok diluar link ketika total drift (simpangan) tingkat sama dengan
simpangan tingkat disain. Sudut rotasi link tidak boleh melebihi nilai-nilai berikut:
a) 0,08 radian untuk link yang panjangnya 1,6Mp/Vp atau kurang.
b) 0,02 radian untuk link yang panjangnya 2,6Mp/Vp atau lebih.
c) Untuk link yang panjangnya antara 1,6Mp/Vp dan 2,6Mp/Vp ditentukan dengancara
interpolasi linier.
Tabel 1. Klasifikasi jarak pengaku badan antara (intermediate stiffener)
21
BAB III
ANALISIS
3.1 Umum
Pada penulisan paper ini dilakukan analisis dengan menggunakan 2 (dua) permodelan
yaitu permodelan pertama dengan struktur beton bertulang, permodelan kedua dengan
struktur baja. Dimana nilai pembebanan diperlakukan sama untuk kedua permodelan ini
(beban mati, beban hidup, dan beban gempa). Perhitungan dibantu dengan penggunaan
program SAP 2000 V10.
3.2. Permodelan Struktur Dalam Program SAP2000 Versi 10
3.2.1 permodelan Portal
Pemodelan struktur gedung ini menggunakan model 3D. Pemodelan dilakukan dengan
menentukan geometri model struktur dan jenis tumpuan terlebih dahulu dan dilanjutkan
mendefinisikan data struktur, pemberian beban, serta disain struktur. Dalam memodel
struktur pada program SAP, pelat-pelat dianggap sebagai beban dan pengaku pada portal
sedangkan tangga diperhitungkan sebagai beban dan tidak diperhitungkan kekakuan
strukturnya saat pemodelan. Struktur akan dianggap sendi pada pondasi.
3.2.1.1 Menentukan Geometri Struktur
Untuk menentukan model struktur yang digunakan bantuan garis grid (grid line). Garis
grid merupakan garis bantu yang dapat memudahkan penggambaran model struktur yang
akan dianalisis. Adapun langkah-langkah adlah sebagai berikut :
1. Penggambaran Grid
1. Klik icon New Model pada Tool Bar yang ada
Gambar 3.1 Membuat model baru pada SAP 2000
22
2. Setelah itu akan muncul kotak dialog yang akan meminta kita untuk memilih satuan yang
akan digunakan (N,m,C) dan template yang dipilih (Grid Only).
Gambar 3.2 Kotak Dialog (Jendela) New Model
Pada kotak dialog New Coord/Grid System, tentukan jumlah grid dan spasi antar grid
yang akan digunakan.
Pada Number of Grid lines :
Ketik 13 untuk X direction, (jumlah grid dalam arah sumbu x adalah 13).
Ketik 6 untuk Y direction, (jumlah grid dalam arah sumbu y adalah 6).
Ketik 8 untuk Z direction, (jumlah grid dalam arah sumbu z adalah 8).
Pada Grid Spacing :
Ketik 7 untuk X direction, (jarak antar grid dalam arah sumbu x adalah 7 m).
Ketik 3 untuk Y direction, (jarak antar grid dalam arah sumbu y adalah 3 m).
Ketik 3,5 untuk Z direction, (jarak antar grid dalam arah sumbu z adalah 3,5 m).
Klik Edit Grid untuk mengubah data grid yang ada, hal ini dikarenakan data pada
denah struktur tidak memiliki dimensi yang sama sehingga perlu diubah kembali.
Pada kotak Define Grid Data, pilih Spacing pada Display Grid as dan ubah spacing
sesuai pada data yang dimiliki pada X, Y dan Z Grid Data.
23
Gambar 3.3 Kotak dialog Define Grid Data
3. Klik Menu File > Save as, kemudian simpan dengan nama SENS
Gambar 3.4 Menyimpan model yang telah dibuat
2. Definisi Material dan Penampang Kolom,Balok, plat.
Material dan penampang komponen struktur perlu didefinisikan. Dalam kasus ini
diigunakan mutu beton (f’c) 25 MPa. Mutu baja (fy) adalah 400 MPa untuk tulangan
longitudinal pada balok, kolom dan pondasi sedangkan 240 MPa untuk pelat dan tulangan
geser.
1. Mendefinisikan jenis dan kekuatan bahan
24
Ubahlah satuan yang terdapat pada bagian pojok kanan bawah tampilan layar sesuai
dengan satuan pada data material
Klik Define > Materials, maka muncul kotak dialog seperti gambar berikut .
Gambar 3.5 Kotak dialog Define Materials
Pada bagian Define Materials pilih CONC untuk menetukan material yang akan
digunakan, kemudian klik Add New Material.
Isilah bagian Material Property Data pada gambar berikut sesuai data masing-
masing elemen struktur.
Gambar 3.6 Kotak Dialog Material Property Data untuk material beton
2. Menentukan profil penampang rencana
a. Penampang kolom
25
Klik menu Define >Frame Sections > Add New Properties.
Pada bagian Choose Property Type to Add, Import rectangular dan Add
Rectangular. Kemudian klik Add New Property.
Gambar 3.7 Kotak Dialog Frame Properties
Pada kotak Rectangular Section, isilah Section Name dengan elemen yang akan
direncanakan. Pada kolom material sesuaikan dengan material yang akan dgunakan.
Isi Dimensions sesuai dimensi kolom. Kemudian klik Concrete Reinforcement.
Gambar 3.8 Kotak Rectangular Section
26
Pada kotak Concrete Reinforcement Data, isikan data sebagai berikut ;
Pastikan Design Type adalah Column, Configuration of Reinforcement adalah
Rectangular, dan Lateral Reinforcement adalah Ties. Kemudian klik OK.
Gambar 3.9 Kotak Dialog Concrete Reinforcement Data
b. Penampang balok
Mendefinisikan profil balok caranya hampir sama dengan menentukan profil kolom.
pada lembar Rectangular Section sesuaikan Section Name, Material dan Dimensions
dengan data balok yang direncanakan. Kemudian dalam mendefinisikan balok
Design Type gunakan pilihan Beam.
c. Pelat
Klik menu Define > Area Sections > Add New Section. Isikan Section Name sesuai
dengan tipe pelat yang akan direncanakan. Klik Shell Thick pada Type, pilih Material
Name Concrete dan isi data Thickness (ketebalan pelat) yang akan direncanakan.
Kemudian klik OK.
27
Gambar 3.10 Kotak Dialog Shell Section Data
28
3. Definisi load case
1. Menentukan Jenis Beban Yang Bekerja
Klik menu Define > Load Case
Gambar 3.11 Kotak Dialog Define Load
Isi beban mati (DL) dengan Type DEAD dan Self Weight Multiplier adalah 1, yang
artinya program SAP secara otomatis akan menghitung berat sendiri berdasarkan info
luas penampanng elemen berat jenis material yang dipakai. Klik tombol Add New
Load.
Isikan beban hidup (DL) dengan Type Live, adalah 0, yang artinya beban tersebut
tidak dihitung oleh program SAP secara otomatis. Klik Add New Load.
2. Menentukan Respon Spectrum Gempa.
Klik menu Define > Functions > Response Spectrum > User Spectrum >
Add New Function. Masukkan data respon spektrum Wilayah gempa 4
Indonesia. Untuk struktur beton bertulang dengan memperhatikan retak
maka nilai redaman yang direkomendasikan adalah 3-5% (Anil
Chopra,2000).
29
Gambar 3.12 Kotak Dialog Response spectrum Function Definition
nilai – nilai pada kotak period dan acceleration didapat dari SNI gempa
(SNI 03-1726-2002). Nilai tersebut adalah nilai dari gempa wilayah 4
kondisi tanah adalah tanah sedang.
3. Menentukan Beban Gempa yang Bekerja.
Klik menu Define > Analysis Case > Add New Case. Untuk mengaktifkan
beban gempa, maka harus dibuat terlebih dahulu load case dari beban
tersebut. Beban gempa dibagi menjadi dua, yaitu beban gempa QX (arah
30
utama sumbu X koordinat global) dan beban gempa QY (arah utama sumbu
Y koordinat global). Load case untuk gempa arah X sebagai berikut :
Gambar 3.13 Kotak Dialog Analiysis Case
Gambar 3.14 Kotak Dialog Analiysis Case Data – Respon Spectrum(X)
31
Secara default, arah U1 merupakan arah yang sama dengan arah X dalam
koordinat global. Scale factor = I x g/R dimana I adalah faktor keutamaan struktur
(gedung umum, I = 1(SNI 03-1726-2002(gempa)), g = satuan percepatan gravitasi (g
= 9,8 m/s2) dan R adalah faktor reduksi gaya gempa (Struktur Rangka Pemikul
Momen Menegah, maks nilai R = 5,5). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa nilai ordinat respon spektrum SNI 1726-2002 merupakan nilai pseudo
percepatan struktur (Sa) yang telah dinormalisasi dalam satuan g. Untuk
menjadikannya komponen dari gaya luar yang bekerja pada struktur maka nilai C
harus dikalikan satuan gravitasi. Nilai I/R merupakan nilai modifikasi berdasarkan
peraturan kegempaan Indonesia. Untuk semua mode, redaman diasumsikan memiliki
nilai konstan yaitu 5 %.
4. Menentukan Beban Gempa yang Bekerja untuk arah Y.
Lakukan hal yang sama pada load case arah Y seperti load case sebelumnya
pada load case arah X.
Gambar 3.15 Kotak Dialog Analiysis Case Data – Respon Spectrum(Y)
32
5. Menentukan kombinasi beban rencana
a. Kik menu Define > Load Combination. Kemudian muncul kotak dialog Define
Respon Combination kemudian klik tombol Add New Combo.
b. Isilah Case Name dengan sesuai dengan kombinasi pembebanan yang direncanakan
yaitu DL dengan Scale Factor 1.4. klik Add kemudian klik OK untuk menentukan
kombinasi beban yang pertama (1,4D) dengan nama COMB 1. Ulanglah langkah
diatas hingga semua kombinasi dimasukkan.
Gambar 3.16 Kotak Dialog Respone Combination Data
4. Menggambar Struktur
1. Menggambar Elemen Frame (Balok dan Kolom).
Klik tombol Draw Frame/Cable Element atau > Pilih Section yang diinginkan > klik
dua titik yang akan menjadi titik awal dan titik akhir balok/kolom > klik kanan pada
mouse untuk mengakhirinya. Perintah lain yang terkait dengan penggambaran elemen
frame yaitu Quick Draw Frame/Cable Object , Quick Draw Secondary Beams
Gambar 3.17 Kotak Dialog Properties of Object(kolom)
33
2. Menggambar Area Section.
Klik tombol Draw Poly Area Object > Pilih section yang diinginkan > klik titik-titik
yang diperlukan untuk menggambar area (pembaran dimulai dari satu titik dan
kembali ke titik yang sama) > klik kanan pada mouse untuk mengakhirinya.
Gambar 3.18 Kotak Dialog Properties of Object(plat)
Perintah lain yang terkait dengan penggambaran area section yaitu Draw Rectangular
Object dan Quick Draw Area Object
3. Mesh Area.
Setelah menggambar pelat pada model struktur yang telah dibuat sebelumnya, blok
kembali area pelat . Klik Assign > Area > Automatic Area Mesh .
Tandai Auto Mesh Area into This Number of Element, kemudian isi kolom Along
Edge from Point 1 to 2 dan Along Edge from Point 1 to3masing-masing 6.
Tandai. kemudian klik OK.
34
Gambar 3.19 Kotak Dialog Assign Automatic Area Mesh
Blok kembali area pelat, kemudian klik Assign > Frame/Cable/Tendon > Automatic
Frame Mesh. Kemudian tandai ketiga item termasuk Minimum Number of Segments
yang diisikan sesuai dengan nilai minimum 6.
Gambar 3.20 Kotak dialog Assign Automatic Frame Mesh
35
4. perletakan joint
Terakhir klik semua joint yang akan diberi perletakan, kemudian klik tombol Assign
> Joint > Restraints. Pada bagian Fast Restraints klik tombol dukungan sendi. Klik
OK.
Gambar 3.21 Kotak dialog Joint Restraints
3.2.2 Pengerjaan Beban Pada Model Struktur
Beban yang diberlakukan untuk kedua model ini adalah merupakan beban mati, beban
hidup dan beban gempa. Dimana beban mati berupa beban dari tembok serta beban plafon
beserta penggantungnya yang bekerja pada pelat lantai. Untuk lebih jelasnya beban mati yang
bekerja dapat diuraikan sebagai berikut :
Beban-beban yang digunakan pada desain hotel yaitu :
Beban Mati (DL)
Beban mati sendiri (SW) dihitung secara otomatis oleh program SAP 2000
Beban mati tambahan (SIDL) terdiri dari ME, keramik, spesi semen, dll :
a. lantai 1 sd roof, SIDL = 130 kg/m2
Beban dinding pasangan ½ bata=250 kg/m2. Beban dinding dipisahkan karena pemodelan
struktur bersifat open frame sehingga dinding dianggap sebagai beban garis pada balok.
36
Beban hidup (LL)
a. lantai 1 sd lantai 5, LL = 250 kg/m2
b. lantai dak atap, LL = 100 kg/m2
1. Pembebean Area
Pilih pelat yang akan diberi beban > Assign > Area Loads > Pilih jenis beban pada
Load Pattern Name, kemudian isi nilai beban-nya. Option Add existing load akan
menambahkan beban yang kita berikan pada beban yang sudah ada atau sudah
terlebih dahulu diberikan pada pelat. Option Replace existing load akan mengganti
beban yang sudah ada dengan beban yang kita berikan. Arah gravitasi merupakan
arah -Z dalam koordinat global. Jika diperlukan, maka arah beban ini dapat diganti
menurut arah tertentu dalam koordinat global maupun koordinat lokal.
Gambar 3.22 Kotak dialog Area Uniform Loads
Untuk melakukan pengcekan apakah beban sudah terdefinisi pada pelat maka klik kanan
mouse pada pelat yang ditinjau.
37
Gambar 3.23 Kotak dialog Area information loads
38
Gambar 3.24 Beban mati yang bekerja sepanjang pelat.
39
Gambar 3.25 Beban Hidup yang bekerja sepanjang pelat.
2. Pembebean Garis
Contoh beban garis yaitu beban dinding yang menumpu pada balok. Pilih elemen
frame (balok/kolom) yang akan diberi beban > Assign > Frame Load > Distributed.
Misal dinding bata setinggi 3,5 m dan setebal 0,15 m yang berada pada perimeter
Hotel. Beban dinding = 250 kg/m2 x 3,5 m = 875 kg/m.
40
Gambar 3.26 Beban mati tambahan akibat beban tembok yang bekerja pada balok
3. Pembebean Gempa.
Untuk beban gempa menggunakan respon spectrum gempa wilayah 4 tanah sedang dapat
dilihat pada gambar 3.12.
41
3.2.3 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebana pada kedua permodelan mengikuti SNI Beton dan SNI baja
pasal 6.2.2 (03-1729-2002). Dimana kombinasi pembebanan dapat dituliskan sebagai berikut
:
1. 1.4 DL
2. 1.2 DL + 1.6 LL
3. 1.2 DL + 1.0 LL + 1.0 E
4. 1.2 DL + 1.0 LL - 1.0 E
5. 0.9DL+1.0E
6. 0.9DL-1.0E
Keterangan : DL = beban mati, LL = beban hidup, E = beban gempa.
3.3. Ketentuan Permodelan
Untuk membandingkan dan menyempurnakan permodelan maka, pada struktur beton
bertulang dibatasi tidak boleh overstress dan tulangan lebih kecil dari tulangan minimum,
sedangkan untuk permodelan struktur baja dibatasi antara 0,4-1,0.
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembahasan permodelan struktur beton bertulang
Setelah dilakukan analisis dengan bantuan software SAP 2000 V10, maka didapatkan
hasil pada permodelan struktur beton bertulang sebagai berikut :
Ditinjau pada portal melintang, pada grid (C-6)
Pada combinasi 2 (1.2 DL + 1.6 LL) nilai gaya pada frame akan dipaparkan sebagai
berikut:
43
Gambar 4.1 Diagram Gaya Momen Struktur Beton Bertulang (a) dan baja ( b) comb 2
a. b.
44
Gambar 4.2 Diagram Gaya Lintang Struktur Beton Bertulang (a) dan baja ( b) comb 2
a. b.
45
46
Gambar 4.3 Diagram Gaya Normal Struktur Beton Bertulang (a) dan baja ( b) comb 2
Pada combinasi 3 (1.2 DL + 1.0 LL + 1.0 E) nilai gaya pada frame akan dipaparkan
sebagai berikut:
a.
b
47
Gambar 4.4 Diagram Gaya Momen Struktur Beton Bertulang (a) dan baja ( b) comb 3
Gambar 4.5 Diagram Gaya Lintang Struktur Beton Bertulang (a) dan baja ( b) comb 3
a.
a.
48
Gambar 4.6 Diagram Gaya Normal Struktur Beton Bertulang (a) dan baja ( b) comb 3
a.
49
Untuk lebih jelasnya, nilai – nilai gaya pada rangka akan dirangkum dalam tabel.
Gambar 4.7 Nomer batang pada portal grid 6
50
Gambar 4.8 Kolom dan balok yang akan dibandingkan
Diambil kolom dan balok yang digaris merah yang terdapat pada gambar untuk
mempermudah perbandingan.Untuk struktur baja, stress ratio dibatasi ± 1, dalam desain
struktur baja ini diambil batasan stress ratio( 0,4-1)
51
Gambar 4.9 stress ratio pada portal grid 6
52
Gambar 4.10 nomor joint pada portal grid 6
53
Gambar 4.11 joint yang dipilih untuk dibandingkan perpindahannya
54
Tabel 4.1 perbandingan nilai M, D, N pada struktur beton dan baja (comb2) di daerah
kolom
KOLOMSTRUKTUR BETON BERTULANG STRUKTUR BAJA
N D M.A M.B N D M.A M.B
LABEL KN KN KNm KNm KN KN KNm KNm
1223 -544.495 141.986 244.8241 -181.1336 -492.195 68.807 125.2863 -81.1351224 -1018.813 95.283 135.9151 -149.9333 -929.535 84.847 131.8784 -122.6631225 -1463.465 95.442 142.4954 -143.8296 -1354.86 69.363 93.6286 -114.4601226 -1935.219 79.034 120.0919 -117.0092 -1792.434 61.612 89.2181 -95.6161227 -2430.906 87.581 137.8069 -124.9371 -2263.111 64.875 102.9114 -91.7121228 -2928.413 56.354 141.3075 -55.9302 -2734.936 30.347 93.5475 -12.667
Tabel 4.2 perbandingan nilai M, D, N pada balok tengah struktur beton dan baja
(comb2) di daerah balok tengah
BALOK TENGAH
STRUKTUR BETON BERTULANG STRUKTUR BAJA
LABEL N D M N D M
KN KN KNm KN KN KNm 12 17.903 32.822 108.2158 1.245 3.039 2.0275
A B C D
55
77 -5.693 33.677 100.5112 -0.398 2.914 2.1159
387 7.344 22.284 92.429 0.691 2.758 2.0464
683 3.528 22.15 92.1701 1.108 2.662 2.0466
1305 24.708 23.724 89.9566 -0.968 2.783 2.0302
379 -50.922 28.264 105.9939 -1.792 0.54 2.2834
BALOK TEPI STRUKTUR BETON BERTULANG STRUKTUR BAJA
LABEL N D M N D M
KN KN KNm KN KN KNm 11 12.674 -214.731 -227.1717 1.906 -10.006 -7.4695
13 25.008 184.558 -249.4368 1.077 5.688 -3.3689
76 -5.046 -199.585 -211.8734 -0.307 -9.696 -7.4739
78 -3.37 186.616 -241.7662 0.608 19.781 -38.9468
383 15.126 -219.453 -211.9152 3.141 -59.788 -59.2122
414 6.037 178.926 -225.237 0.677 20.673 -37.9475
682 2.786 -221.666 -215.2055 4.235 -62.243 -62.0907
684 3.121 173.769 -221.1364 1.358 19.226 -36.0266
56
Tabel 4.3 perbandingan nilai M, D, N pada balok tengah struktur beton dan baja
(comb2) di daerah balok tepi
Tabel 4.4 perbandingan nilai M, D, N pada struktur beton dan baja (comb3) di daerah
kolom
KOLOMSTRUKTUR BETON BERTULANG STRUKTUR
N D M.A M.B N D
LABEL KN KN KNm KNm KN KN 1223 -469.299 147.07 258.3555 -185.1339 -422.03 63.565 1224 -869.763 128.558 197.7426 -189.6578 -823.361 81.403 1
1304 38.557 -226.639 -221.2481 -4.021 -61.667 -61.4485
1306 12.807 154.757 -207.9673 -0.794 19.665 -35.8768
376 -69.575 -206.556 -215.3155 -4.306 -5.709 -5.616
380 -36.82 188.057 -236.7999 -1.432 4.09 -5.2355
57
1225 -1251.057 142.089 219.5806 -208.4226 -1216.413 68.3 91226 -1646.434 135.435 206.1822 -201.3996 -1624.998 63.489 91227 -2056.11 145.746 210.1318 -228.1278 -2062.899 68.101 11228 -2487.341 57.491 157.3761 -78.7421 -2499.047 30.002 9
Tabel 4.5 perbandingan nilai M, D, N pada balok tengah struktur beton dan baja
(comb3) di daerah balok tengah
BALOK TENGAH
STRUKTUR BETON BERTULANG STRUKTUR BAJA
LABEL N D M N D M
KN KN KNm KN KN KNm 12 33.353 36.413 104.0191 2.741 2.997 1.847577 -22.181 40.571 97.4929 -1.006 -2.437 1.9623387 14.821 30.123 91.1423 0.659 2.698 1.8912683 8.54 28.358 89.2923 1.331 -2.697 1.89351305 35.903 27.89 85.8418 1.483 2.779 1.8766379 -53.185 28.286 95.7442 -2.128 0.384 1.9878
58
Tabel 4.6 perbandingan nilai M, D, N pada balok tengah struktur beton dan baja
(comb3) di daerah balok tepi
BALOK TEPI STRUKTUR BETON BERTULANG STRUKTUR BAJA
LABEL N D M N D M
KN KN KNm KN KN KNm 11 40.548 -223.347 -251.3915 2.338 -10.414 -7.2373 13 48.591 192.15 -190.9406 1.516 5.752 -2.9061 76 -12.704 -216.555 -247.5083 -0.545 -11.643 -7.8706 78 -19.734 216.593 -281.5521 1.225 26.748 -41.2322 383 27.314 -243.955 -250.8517 4.47 -58.795 -57.0887 414 11.726 204.535 -260.6587 -1.372 21.325 -39.7332 682 18.903 -238.781 -244.779 4.303 -54.014 -54.5335 684 6.065 193.36 -248.5764 1.542 24.488 -37.4736 1304 54.998 -231.713 -235.2188 -7.005 -59.377 -58.3144 1306 19.815 157.057 -221.1895 -2.274 19.896 -34.9071 376 -71.569 -191.672 -206.3615 -4.119 -5.402 -5.0852 380 -38.733 177.307 -226.1919 -1.515 3.109 -4.7402
BETON BERTULANG BAJA Joint U1 U2 U3 U1 U2 U3 Text mm mm mm mm mm mm 111 0 0 0 0 0 0
59
Tabe
l 4.7
perb
andi
ngan displacement struktur beton dan baja (comb3)
186 0.196597 0.818686 -1.259637 0.227273 0.936655 -1.969706 256 10.530608 2.23385 -2.152392 13.740933 3.094 -3.36174 326 22.176617 3.675542 -2.868879 26.431842 4.031319 -4.463883 396 31.209863 4.929677 -3.415888 35.139843 5.475671 -5.295284 466 37.9837 5.717533 -3.799126 38.81224 6.204462 -5.8624 536 41.474069 5.766973 -4.009609 44.03879 6.740628 -6.398445
60
Dari hasil yang didapat dari perencanaan gedung bertingkat dengan struktur beton
bertulang dan struktur baja dapat dipaparkan sebagai berikut :
1. Pada tabel 4.1 didapat nilai perbandingan nilai- nilai gaya M, D, N pada comb 2 (1.2
DL + 1.6 LL) di daerah kolom struktur beton bertulang lebih besar dibandingkan
dengan baja, dengan perbedaan rata-rata ± 6%.
2. Pada tabel 4.2 didapat nilai perbandingan nilai- nilai gaya M, D, N pada comb 2 (1.2
DL + 1.6 LL) di daerah balok tengah struktur beton bertulang lebih besar
dibandingkan dengan baja, dengan perbedaan rata-rata untuk gaya N dan D ± 10%,
perbedaan rata-rata untuk gaya M ± 90%.
3. Pada tabel 4.3 didapat nilai perbandingan nilai- nilai gaya M, D, N pada comb 2 (1.2
DL + 1.6 LL) di daerah balok tepi struktur beton bertulang lebih besar dibandingkan
dengan baja, dengan perbedaan rata-rata untuk gaya N ± 10%, perbedaan rata-rata
untuk gaya D, M ± 95%.
4. Pada tabel 4.4 didapat nilai perbandingan nilai- nilai gaya M, D, N pada comb 3 (1.2
DL + 1.0 LL + 1.0 E) di daerah kolom struktur beton bertulang lebih besar
dibandingkan dengan baja, dengan perbedaan rata-rata ± 10%.
5. Pada tabel 4.5 didapat nilai perbandingan nilai- nilai gaya M, D, N pada comb 3 (1.2
DL + 1.0 LL + 1.0 E) di daerah balok tengah struktur beton bertulang lebih besar
dibandingkan dengan baja, dengan perbedaan rata-rata untuk gaya N dan D ± 10%,
perbedaan rata-rata untuk gaya M ± 90%.
6. Pada tabel 4.6 didapat nilai perbandingan nilai- nilai gaya M, D, N pada comb 3 (1.2
DL + 1.0 LL + 1.0 E) di daerah balok tepi struktur beton bertulang lebih besar
dibandingkan dengan baja, dengan perbedaan rata-rata untuk gaya N ± 10%,
perbedaan rata-rata untuk gaya D, M ± 95%.
61
7. Pada tabel 4.7 didapat nilai dari pada displacemen bahwa struktur beton bertulang
lebih kecil dibandingkan struktur baja.
.
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis diatas dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Nilai gaya M, D, N di daerah kolom pada struktur beton bertulang lebih besar
dibandingkan dengan baja, dengan nilai perbedaan rata-rata ± 6%.
2. Nilai gaya M, D, N di daerah balok pada struktur beton bertulang lebih besar
dibandingkan dengan baja, dengan nilai perbedaan rata-rata untuk gaya N dan D ±
10%, nilai perbedaan rata-rata untuk gaya M ± 90%.
3. nilai dari pada displacemen struktur beton bertulang lebih kecil daripada baja,
sehingga kekakuannya lebih besar dibandingkan struktur baja.
5.2. Saran
Dari hasil analisis diatas dapat disarankan bahwa, pemakaian struktur beton bertulang
lebi kaku dibandingkan dengan struktur baja.
63
DAFTAR PUSTAKA
Anil K.Chopra.2000. Dynamics Of Structures. University of California at berkeley.New Jersey
Anonim.1983. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung. Jakarta.
Anonim.2002. Tata cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 2847-2002).
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta
Anonim.2002. Tata cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 1729-2002).
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta
Anonim.2002. Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-
2002). Badan Standardisasi Nasional. Bandung
Anonim. 2005. Tutorial and Design Manual SAP 2000 V.10. Computers And Structure. California
Hibbeler, R.C.1997. Mechanics Of Materials Third Edition. Prentice Hall.Inc.New Jersey
Logan L Daryl.1983. A First Course in the Finite Element Method.United States of America
Moestopo (2005) Perkembangan Terkini Desain Struktur Baja Tahan Gempa, Seminar HAKI 2005,
Jakarta.
Popov, Egor P., Engelhardt, Michael D. (1988). Seismic Eccentrically Braced Frames, Journal
Construction Steel Research 10. P.321-354.
Lopez, Walterio A., and Rafael Sabelli. (2004). Steel Tips: Seismic Design of Buckling Restrained
Braced Frames. Kusuma, Tavio Benny. 2009 .Desain Sistem Rangka Pemikul Momen dan
Dinding Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa .Surabaya : ITS Press.
Schueller, Wolfgang.1989. High-Rise Building Structure. PT. Eresco. Bandung
Sudarmoko.1996. Analysis and Design of Reinforce Concrete Slab. FT Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta
Yurisman. (2010). Perilaku Link dengan Pengaku Diagonal Badan pada Sistem Struktur Rangka Baja
Berpenopang Eksentrik (EBF). Disertasi Doktoral Teknik Sipil. Pengutamaan Rekayasa Struktur.
ITB.