analisis penolakan republik rakyat tiongkok...

90
ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP HASIL KEPUTUSAN PERMANENT COURT OF ARBITRATION ATAS GUGATAN FILIPINA DI LAUT CHINA SELATAN TAHUN 2016 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh : Adam Risman Adhimarif 1113113000075 PORGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019

Upload: others

Post on 05-Oct-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

TERHADAP HASIL KEPUTUSAN PERMANENT COURT OF

ARBITRATION ATAS GUGATAN FILIPINA DI LAUT CHINA SELATAN

TAHUN 2016

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Adam Risman Adhimarif

1113113000075

PORGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019

Page 2: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP
Page 3: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP
Page 4: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP
Page 5: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

iv

ABSTRAK

Skripsi ini secara khusus bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi kebijakan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam penolakannya

terhadap Hasil keputusan Permanent Court of Arbitrations (PCA) atas gugatan

Filipina atas kepemilikan wilayah Laut China Selatan pada tahun 2016. Penelitian

ini memiliki tektnik pengumpulan data berupa studi pustaka dengan metode

penelitian kualitatif sebagai acuan pengolahan data. Kerangka teoritis yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu teori neoliberal dan konsep kepentingan

nasional. Dari hasil analisis menggunakan teori dan konsep tersebut ditemukan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penolakan Tiongkok yaitu pertama

bahwa Tiongkok merupakan sebuah negara yang derajatnya lebih tinggi dari PCA

yang merupakan sebuah institusi internasional. Kedua, sistem internasional yang

anarki membuat tidak ada badan yang lebih tinggi dari negara sehingga tidak ada

entitas apapun yang dapat mengatur sebuah negara. Selanjutnya dengan

memperhitungkan rasionalisme, dalam penolakannya Tiongkok dapat mengurangi

cost yang mungkin timbul dan mendapatkan benefit atas penolakannya tersebut.

Terakhir Tiongkok dapat mempertahan kan kepentingan nasionalnya di kawasan

ini. Kepentingan nasional tersebut terdapat dari beberapa bidang. Yaitu bidang

wilayah kedaulatan, bidang ekonomi dan bidang militer.

Kata kunci: Sengketa, Laut China Selatan, Tiongkok, Filipina, PCA, kepentingan

nasional

Page 6: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrrahim, segala puji dan syukur selalu penulis ucapkan

kepada Allah SWT atas segala rakhmat dan nikmatnya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam tak lupa dihaturkan kepada Nabi

Muhammad saw.

Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis telah melibatkan beberapa pihak

yang sangat membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, disini penulis

sampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Keluarga penulis, ayahanda Alm. Adjrisman dan ibunda Alm. Dewi,

Kakak penulis Dea Adreanni dan Suami Adnan Afif, Abang penulis Adi

Nurghany, Adik Penulis Fadhil Azharrisman dan Keponakan tercinta

Ibrahim yang selalu memberikan semangat, doa, dukungan, cinta dan

nasehat kepada penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan;

2. Bapak Ahmad Alfajri, MA., selaku Ketua Program Studi Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan

skripsi;

3. Bapak Dr. Badrus Sholeh, M.A. selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai;

4. Dosen-dosen Hubungan Internasional UIN Jakarta. Terima kasih atas segala

ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan;

5. Rekan-rekan di PT. Iron Bird Logistics terutama divisi Finance and

Accounting yang telah memberikan semangat dan dukungannya selama

Page 7: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

vi

saya mengerjakan skripisi ini;

6. Kawan-kawan HI UIN Jakarta angkatan 2013;

7. Rekan-rekan ANTABUR yang selalu menyemangati untuk dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan berbagai cara;

8. Sanak Saudara dan Teman-teman yang tidak bisa Penulis sebutkan satu-

persatu;

Penulis berharap segala dukungan dan bantuan ini mendapatkan balasan

dari Allah SWT. Terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis

harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat dan menambah wawasan bagi setiap pembacanya dan bagi

perkembangan studi Hubungan Internasional

Jakarta, April 2019

Adam Risman Adhimarif

Page 8: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

vii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................................... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................................................ iii

SKRIPSI ................................................................................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix

DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Penelitian ............................................................................ 1

B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 7

D. KerangkaTeoritis .......................................................................................... 8

a. Neo-Realisme ........................................................................................... 9

b. Konsep Kepentingan Nasional ............................................................... 10

E. Metode Penelitian....................................................................................... 13

F. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 14

G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 18

BAB II DINAMIKA KEPEMILIKAN LAUT CHINA SELATAN DAN KLAIM

TIONGKOK .......................................................................................................... 22

A. Kepemilikan Laut China Selatan ............................................................... 22

B. Klaim Tiongkok ......................................................................................... 33

BAB III POSISI FILIPINA DAN PENOLAKAN TIONGKOK PADA HASIL

KEPUTUSAN PERMANENT COURT OF ARBITRATION ............................. 41

A. Posisi Filipina dan Gugatan ke Permanent Court of Arbitration (PCA) ... 41

B. Keputusan Permanent Court of Arbitration (PCA) dan Penolakan

Tiongkok ........................................................................................................... 50

BAB IV ANALISA PENOLAKAN TIONGKOK ATAS HASIL KEPUTUSAN

PERMANENT COURT OF ARBITRATION (PCA) .......................................... 56

Page 9: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

viii

A. Menurut pandangan Neo-Realisme ............................................................ 56

B. Kepentingan Nasional Tiongkok di Laut China Selatan ............................ 60

a. Bidang Kedaulatan Teritorial Negara ..................................................... 61

b. Bidang Ekonomi ..................................................................................... 62

c. Bidang Militer ........................................................................................ 64

C. Penolakan Tiongkok Terhadap Hasil Keputusan PCA .............................. 65

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 68

A. Kesimpulan ................................................................................................ 68

B. Saran ........................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 72

Page 10: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 0-1 Peta Laut China Selatan berdasarkan klaim RRT dan UNCLOS ................... 4

Page 11: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

x

DAFTAR SINGKATAN

AMTI Asia Maritime Transparency Intiative

ARF ASEAN Regional Forum

AS Amerika Serikat

ASEAN Association of Southeast Asian Nations

DoC Declaration on the Conduct

EEZ Economic Exclusive Zone

LCS Laut China Selatan

PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa

PCA Permanent Court of Arbitrations

PRC People Republic of China

RRT Republik Rakyat Tiongkok

SCS South China Sea

UN United Nations

UNCLOS United Nations Convention on the Law of the Sea

US United States

ZEE Zona Ekonomi Eksklusif

Page 12: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Laut China Selatan merupakan wilayah di kawasan Asia Pasifik yang

mengalami beberapa kasus sengketa perbatasan maritim. Kasus-kasus tersebut

mulai muncul sejak awal abad 20 dengan ditandai dengan perebutan klaim

teritorial oleh Republik Rakyat Tiongkok dan dua kekuatan kolonial yaitu Jepang

dan Perancis di perairan ini.1 Pasca Perang Dunia II muncul klaim-klaim baru dari

negara-negara yang baru memerdekakan diri di kawasan Laut China Selatan. Saat

ini, sengketa yang terjadi di Laut China Selatan berasal dari beberapa kepulauan

yang berada dalam kawasan Laut China Selatan. Kepulauan tersebut yaitu

Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly, Kepulauan Pratas dan Macclesfield Bank.

Namun, yang menjadi inti dalam sengketa ini merupakan Kepulauan Spratly dan

Kepulauan Paracel.2

Sengketa kawasan Maritim ini dinilai cukup rumit mengingat banyak negara

yang terlibat, pada Kepulauan Spratly melibatkan Tiongkok, Taiwan, Vietnam,

Brunei, Filipina dan Malaysia. Selain itu terdapat pula pihak-pihak lain seperti

Indonesia dan Amerika Serikat yang terkena dampak spill over. Indonesia

memang tidak terlibat dalam sengketa kepulauan di LCS, namun klaim RRT

1Fitriyasa, Akbar,Kerjasama Militer Vietnam dengan Amerika Serikat dalam Mengelola Ancaman

Keamanan Laut Tiongkok Selatan Tahun 2011 (Skripsi FISIP UIN Jakarta: Tidak diterbitkan,

2011), 1 2Faudzan Farhana, “Memahami Perspektif Tiongkok dalam Upaya Penyelesaian Sengketa Laut

Cina Selatan,” Jurnal Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 11 (Juni 2014):

169

Page 13: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

2

mencakup sebagian perairan Indonesia yang saat ini disebut dengan Laut Natuna

Utara sedangkan AS ikut terkena dampak mengingat AS menjunjung tinggi

kebebasan bernavigasi.3

Konflik Laut China Selatan mulai menjadi perhatian dunia sejak RRT pada

masa pemerintahan partai Kuomintang yang dipimpin oleh Chiang Kai Sek pada

tahun 1947 mengklaim Laut China Selatan sebagai bagian dari teritorialnya

dengan menerbitkan peta Laut China Selatan menurut sejarah RRT. Wilayah yang

di klaimnya itu saat ini dikenal dengan „nine-dash line’. Klaim RRT ini juga

mendapatkan dukungan dari Taiwan yang sebelumnya merupakan bagian dari

kedaulatan RRT.4

Memandang banyaknya kasus mengenai sengketa teritorial perairan pasca

perang dunia kedua, PBB membentuk sebuah konvensi yang mengatur tentang

hukum-hukum laut. Konvensi ini diberi nama United Nations Convention on the

Law of the Sea (UNCLOS). UNCLOS juga lahir atas tuntutan negara-negara

pantai yang ingin memperluas kontrol mereka atas wilayah laut yang berdekatan

dengan garis pantai negaranya.

UNCLOS I dirangkum dalam 4 konvensi yaitu, Konvensi tentang High

Seas, Konvensi tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan, Konvensi tentang

Landas Kontinen dan Konvensi tentang Perikanan dan Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati Laut Tinggi. Namun UNCLOS I dinilai masih belum bisa

memecahkan beberapa masalah salah satunya mengenai lebar laut teritorial. Pada

3 Hukumpedia.com, Natuna Milik Kita Indonesia, diakses pada 17 Agustus 2018 dari

http://www.hukumpedia.com/agungh28/natuna-milik-kita-indonesia 4 BBC.com, Why is the South China Sea Contentious?, diakses pada 30 Juli 2018 dari

http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-13748349

Page 14: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

3

akhirnya di bentuk UNCLOS II dangan tujuan menyempurnakan hasil-hasil yang

telah dicapai pada konvensi sebelumnya. UNCLOS II di bentuk pada tahun 1960,

namun UNCLOS II kembali dianggap gagal karena tidak bisa menghasilkan

perjanjian internasional.

Setelah kegagalan UNCLOS II dalam menyempurnakan UNCLOS I, pada

tahun 1982 PBB kembali mengadakan konvensi ketiga yang dikenal sebagai

UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 ditandatangani oleh 119 negara (Termasuk RRT

dan Filipina)5 dan menghasilkan 3 pembagian laut, yaitu, laut yang termasuk

kedalam wilayah kedaulatan negara yang bersangkutan (laut teritorial, laut

pedalaman), laut yang tidak termasuk kedalam wilayah kedaulatan, namun negara

bersangkutan mendapatkan yurisdiksi terhadap aktifitas-aktifitas tertentu (ZEE)

dan laut yang berada diluar kedua wilayah tersebut dengan kata lain tidak

termasuk kedalam kedaulatan negara yang bersangkutan (laut bebas).6

Selain membahas pembagian wilayah teritorial, UNCLOS 1982 juga

membahas mengenai penyelesaian sengketa. Pada UNCLOS 1982 bagian 15

mengenai penyelesaian sengketa, menyatakan bahwa sengketa yang terjadi harus

diselesaikan dengan cara damai. Bertukar pendapat dan konsoliasi merupakan

cara yang pertama kali disarankan dalam pasal ini. Namun, jika cara tersebut tidak

membuahkan hasil, para pihak dapat mengangkat kasus ke jenjang pengadilan

internasional maupun arbitrase internasional sesuai yang telah diatur pada

UNCLOS bagian 15 mengenai penyelesaian sengketa. Pada pasal 287, para pihak

5 Table of Recapitulating the Status of the Convention and the Related Agreement, (Jenewa: United

Nations, 10 Oktober 2014), Diakses pada 31 Juli 2018 dari

http://www.un.org/depts/los/reference_files/status2010.pdf 6 UN.org, Convention Historical Perspective, diakses pada 5 Agustus 2018 dari

http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/convention_historical_perspective.htm

Page 15: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

4

yang terlibat dapat memilih beberapa institusi dengan menggunakan cara yang di

rujuk UNCLOS pada lampiran VI, VII dan VIII.7

Dalam kasus Laut China Selatan, Klaim RRT yang hampir mencakup

seluruh Laut China Selatan tentu melebihi hak wilayahnya seperti yang telah

diatur dalam UNCLOS 1982. Selain itu, klaim RRT juga merengut hak-hak

wilayah negara-negara di sekitar Laut China Selatan hal ini menjadi dasar

sengketa kepulauan di wilayah tersebut saat ini. Untuk lebih jelas mengenai klaim

dan pembagian wilayah UNCLOS 1982 dapat melihat peta berikut:

Gambar 0-1 Peta Laut China Selatan berdasarkan klaim RRT dan UNCLOS8

7United Nations Convention on the Law of the Sea, (Jenewa: United Nations, 17 Desember 1970),

diakses pada 31 Juli 2018 dari

www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf 8BBC.com, Why is the South China Sea Contentious?

Page 16: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

5

Sengketa ini kembali memanas sejak AS mulai menekan Tiongkok untuk

segera menyelesaikan konflik sengketa di Laut China Selatan. Namun Tiongkok

justru mengeluarkan peringatan yang menentang perilaku provokatif di Laut

China Selatan yang sepertinya di tujukan untuk AS. Tiongkok yang meningkatkan

kekuatan militernya untuk pertama kali pada 2006, semakin memperkeruh

sengketa ketika menurunkan kapal dengan tenaga nuklirnya pada 2009. Hingga

saat ini upaya-upaya terus dilakukan dari berbagai pihak untuk menyelesaikan

konflik di Laut China Selatan, namun belum menemui titik terang. Upaya mediasi

yang dilakukan oleh organisasi internasional seperti ASEAN masih belum

membuahkan hasil.

Sengketa yang berlarut menyebabkan Filipina memutuskan untuk

mengajukan sebuah kasus kepada Pengadilan Arbitrase Permanen (Permanent

Court of Arbitration) di Den Haag pada 2013. Pengaduan ini terkait interpretasi

dan aplikasi Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) tahun 1982, mengenai batas-

batas wilayah Laut China Selatan. Laporan Filipina ini pun diterima oleh PCA.9

PCA pun membuka sebuah arbitrase yang di beri nama The South China Sea

Arbitration (The Republic of Philippines v. The People’s Republic of China).

Awal mula kehadiran PCA yaitu dari sebuah treaty atau perjanjian

internasional yang merupakan hasil dari Konferensi Perdamaian Den Haag I tahun

1899 dan Konferensi Perdamaian Den Haag II tahun 1907.10

Pada konferensi

9 Ben Westcott, Philippines vs China: Why the South China Sea rulling may change Asia, diakses

pada 04 Agustus 2018 dari http://edition.cnn.com/2016/07/04/asia/south-china-sea-un-case-

explainer/ 10

Permanent Court of Arbitration,”History” diakeses pada 03 Agustus 2018 dari https://pca-

cpa.org/en/about/introduction/history/

Page 17: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

6

pertama, terdapat 68 negara telah meratifikasinya sedangkan sebanyak 64 negara

telah meratifikasi konferensi kedua. RRT termasuk salah satu negara yang

meratifikasi kedua konferensi tersebut, sedangkan Filipina hanya meratifikasi

konferensi yang kedua.11

Fungsi PCA yaitu memberikan bantuan administratif

melalui arbitrase internasional dalam menyelesaikan kasus sengketa yang berasal

dari sebuah perjanjian internasional (treaties) antar aktor internasional baik

Negara, Organisasi Internasional maupun pihak Swasta atau Individu.12

Pada 12 Juli 2016, PCA mengeluarkan keputusan mengenai gugatan

Filipina atas klaim RRT di Laut China Selatan. Hasil kepututsan PCA menyatakan

bahwa RRT tidak memiliki hak atas klaimnya di wilayah perairan tersebut. PCA

menyatakan bahwa klaim RRT yang berdasarkan sejarah dinilai tidak memiliki

dasar.13

Tiongkok yang dianggap kalah dalam pengadilan, tidak mengakui akan

hasil keputusan PCA tersebut. Sejak awal gugatan yang diajukan oleh Filipina

telah ditolak dan RRT tidak pernah sekalipun berpartisipasi dalam setiap

persidangan yang di gelar PCA. Oleh karena itu RRT menganggap bahwa PCA

tidak memiliki hak untuk memutuskan kasus tersebut. RRT menolak keputusan

Pengadilan Arbitrase Permanen tersebut melalui Menteri Luar Negerinya,

mendeklarasikan bahwa hasil keputusan ini tidak sah dan tidak mengikat.14

11

Permanent Court of Arbitration,”Contracting Parties” diakeses pada 03 Agustus 2018 dari

https://pca-cpa.org/en/about/introduction/contracting-parties/ 12

Permanent Court of Arbitration, “Arbitration Services”,diakses pada 17 Agustus 2018 dari

https://pca-cpa.org/en/services/arbitration-services/ 13

Jane Perlez, “Tribunal Rejects Beijing‟s Claims in South China Sea”, diakses pada 17 Agustus

2018 dari https://www.nytimes.com/2016/07/13/world/asia/south-china-sea-hague-ruling-

philippines.html 14

Theguardian.com, “Beijing Rejects Tribunal‟s Ruling in South China Sea Case”, [berita on-

line], diakses pada 17 Agustus 2018 dari

Page 18: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

7

Dilihat dari fakta-fakta yang terkumpul, sikap RRT yang menolak secara

tegas hasil keputusan PCA memperlihatkan bahwa RRT memiliki kepentingan

yang besar di Laut China Selatan. Sebenarnya apa saja kepentingan RRT di Laut

China Selatan dan apa saja faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi kebijakan

RRT tersebut. Dan apabila kepentingan RRT sangat mendesak apakah

kepentingan itu sepadan dengan akibat yang akan diterima RRT atas kebijakannya

yang menolak keputusan PCA tersebut.

B. Pertanyaan Penelitian

Mengapa Republik Rakyat Tiongkok menolak hasil keputusan Permanent

Court of Abitration atas gugatan Filipina di Laut China Selatan Tahun 2016?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan dan manfaat yang di

maksudkan untuk mendapatkan keterangan dari sumber yang jelas yang

membahas tentang alasan mengapa Republik Rakyat Tiongkok menolak hasil

keputusan Permanent Court of Arbitration. Adapun tujuan yang ingin dicapai

penulis yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui alasan-alasan yang mempengaruhi keputusan RRT

dalam penolakannya terhadap hasil keputusan PCA.

https://www.theguardian.com/world/2016/jul/12/philippines-wins-south-china-sea-case-against-

china

Page 19: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

8

2. Mengetahui dasar-dasar klaim RRT dalam konflik Laut China Selatan.

3. Mengetahui dasar dari keputusan PCA dalam kasus sengketa teritorial di

Laut China Selatan atas gugatan Filipina tahun 2013.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini diantaranya, yaitu:

1. Manfaat secara teoritis, skripsi ini diharapkan dapat memberikan

masukan bagi ilmu pengetahuan, masukan atau tambahan dokumentasi

karya tulis dalam bidang Hukum Laut Internasional.

2. Manfaat secara praktis, skripsi ini bertujuan untuk lebih mengetahui

informasi mengenai bagaimana Penegakan Hukum Internasional

terhadap permasalahan yang sangat sensitive mengenai daerah territorial

setiap negara yang bersengketa dan bagaimana pertimbangan sebuah

negara dalam membentuk suatu kebijakan dalam menanggapi kasus

tersebut.

D. Kerangka Teoritis

Dalam sebuah penelitian kerangka teori digunakan sebagai dasar bagi

peneliti unyuk menemukan kebenaran. Selain itu teori juga membantu penulis

dalam memahami permasalahan yang sedang di teliti. Dalam memahami

penelitian mengenai penolakan Republik Rakyat Tiongkok atas hasil keputusan

Permanent Court of Arbitration ini, penulis menggunakan beberapa pendekatan.

Page 20: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

9

Pendekatan yang diguanakan diantaranya yaitu neo-realisme dan konsep

kepentingan nasional.

a. Neo-Realisme

Neo-realisme atau realisme strutural hadir sebagai kritik atas teori klasik

realisme sekaligus perpanjangan intelektulal yang substansial dari tradisi teorits

yang berada diantara perubahan-perubahan cepat dalam wilayah politik global.15

Neo-realisme muncul pada tahun 1970-an dicetuskan oleh seorang pemikir,

Kennth Waltz melalui karyanya yang berjudul Theory of International Politics.

Namun sebelumnya Waltz telah mengkritik realisme klasik sejak 1950-an melalui

disertasinya yang berjudul Man, The State and War.

Waltz mengkritik enam prinsipal yang dikemukakan oleh Morgenthau

dalam realisme Klasik. Kritik tersebut diantaranya yaitu Morgenthau

menggunakan human nature untuk menjelaskan Nation-States, menurutnya

masalah utama yang menyebabkan perang dalam hubungan internasional berada

di level sistem, keadaan anarki yang membentuk karakter negara di sistem

internasional dan bukan karakter homo homini lupus16

. Para tradisionalis terlalu

fokus pada data empiris namun tidak membangun framework, yang berpengaruh

pada pengambilan keputusan yang membutuhkan waktu lama.Tradisionalis juga

dalam menganalisa terlalu deskriptif, padahal teori yang baik haruslah eksplanatif.

Terakhir, teori yang baik adalah tentang „what is‟ bukan „what it should be‟.

15

Scott Burchill dan Andrew Linklater, Theories of Internatinal Relations (New York: ST

Martin‟s Press, INC, 1996), h. 112-113. 16

Homo homini lupus merupakan bahasa latin yang berarti ‘Manusia merupakan serigala atas

manusia lainnya’.

Page 21: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

10

Sama halnya dengan realisme klasik, neo-realisme juga memandang bahwa

aktor utama dalam struktur internasional adalah Negara. Negara merupakan aktor

yang rasional dan mencari keuntungan dengan mempertimbangkan cost dan

benefit. Namun jika dalam realisme klasik negara merupakan satu-satunya aktor,

neo-realis justru mengkui adanya aktor-aktor lain selain negara. Dalam sistem

internasional neo-realis percaya bahwa struktur lah yang membentuk perilaku

aktor internasional tersebut.17

Dalam kasus penolakan RRT terhadap keputusan PCA, Neo-realisme

menjelaskan bahwa PCA merupakan suatu aktor internasional yang diakui.

Namun, konsep negara sebagai aktor utama menjelaskan mengapa RRT yang

memiliki status sebagai negara menjadi aktor utama yang rasional tidak bisa

dengan mudah di kendalikan oleh aktor non-state (PCA) sehingga timbul

penolakan dari RRT terhadap hasil keputusan PCA. Penolakan RRT terhadap

hasil keputusan PCA dinilai diperlukan demi mempertahankan kepentingan

nasional RRT. Hasil keputusan PCA yang merupakan produk dari struktur

internasional dalam hal ini menjadi faktor yang mempengaruhi kebijakan RRT.

Ini merupakan penjelasan Neo-realisme dimana sebuah struktur internasional

membentuk perilaku sebuah negara yang diperlihatkan melalui sebuah kebijakan.

b. Konsep Kepentingan Nasional

Kepentingan Nasional adalah tujuan yang perlu dicapai oleh sebuah Negara

demi mencapai kesejahteraan. Dengan begitu kepentingan nasional akan

17

Scott Burchill dan Andrew Linklater, Theories of Internatinal Relations (New York: ST

Martin‟s Press, INC, 1996), h. 116-118.

Page 22: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

11

membentuk perilaku suatu Negara. Hal ini dikarenakan Suatu negara akan

melakukan segala cara demi memenuhi kepentingan nasionalnya. Menurut

pandangan neo-realisme yang merupakan turunan dari realisme menganggap

bahwa dalam kondisi yang anarkis suatu negara harus memenuhi kepentingan

nasionalnya dalam rangka survival.18

Menurut Hans J. Morgenteau kepentingan utama setiap Negara yaitu

mengejar kekuasaan atau power. Dengan adanya kekuasaan seuatu negara dapat

memenuhi kepentingan lainnya dengan lebih mudah. Kepentingan nasional suatu

Negara dapat dicapai dengan beberapa cara diantaranya dengan bekerjasama atau

dengan sedikit paksaan.19

Sedangkan dalam bukunya Roy Olton dan Jack C. Plano berpendapat bahwa

dalam mencapai kepentingan nasional, harus turut mempertimbangkan kekuatan

nasional yang dimiliki oleh negara tersebut. Mereka juga menambahkan bahwa

terdapat elemen-elemen dari kepentingan nasional, yaitu, pertahanan diri (self

preservation), kemandirian (independence), integritas teritorial (territorial

integrity), keamanan militer (military security) dan kemakmuran ekonomi

(economic wellbeing).20

Setiap negara tentu saja memiliki perbedaan prioritas, tergantung dari

bagaimana keadaan suatu negara. Prioritas tersebut tentu akan memperlihatkan

18 Mohtar Mas‟oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplindan Metodologi (LP3ES: Jakarta,

1990),h. 140. 19

Mohtar Mas‟oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplindan Metodologi 20

Jack C Plano dan Roy Olton, The International Dictionary (Wentern Michigan University: New

York, 1973), h. 217.

Page 23: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

12

kepentingan nasional yang perlu dicapai dan tentu saja dengan berbedanya

keadaan antar suatu negara dengan negara lain akan berbeda juga cara yang

digunakan untuk memenuhi kepentingan nasionalnya.

Kepentingan nasional nantinya akan disalurkan melalui politik luar negeri

negara tersebut. Politik luar negeri yang dikeluarkan telah melewati proses

pertimbangan matang oleh pengambil keputusan (decision makers) dan pihak

pihak yang terkait. Hal yang menjadi pertimbangan utama bagi setiap negara pada

umumnya yaitu kesejahteraan ekonomi.

Sengketa di Laut China Selatan timbul akibat terdapatnya klaim-klaim dari

kedua negara. keduanya tentu ingin menyalurkan kepentingannya di kawasan

tersebut dengan menggunakan klaim-klaim tersebut. Selain untuk memenuhi

kepentingan dalam hal kekuasaan wilayah, dalam sengketa ini juga terdapat

kepentingan ekonomi didalamnya. Banyak pihak meyakini bahwa kawsan Laut

China Selatan memiliki cadangan minyak dan gas bumi. Selain itu, kawasan Laut

China Selatan merupakan jalur perdagangan yang strategis.

Dalam kasus penolakan RRT atas putusan PCA terlihat bahwa RRT

mencoba terus mempertahankan kepentingannya di Laut China Selatan. PCA

yang telah menyatakan bahwa klaim RRT tidak memiliki dasar, secara tidak

langsung akan mepengaruhi kedaulatan RRT di kawasan tersebut. Oleh karena itu

penolakan tegas harus dilakukan RRT demi mempertahankan kepentingan

nasionalnya.

Page 24: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

13

E. Metode Penelitian

Dalam sebuah penelitian, metode penelitian digunakan sebagai alat yang

memudahkan penulis untuk mendapatkan cara yang sistematis dalam melakukan

sebuah penelitian. Adapun tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian

ini adalah tipe deskriptif, yakni menggambarkan, mencatat, menganalisis serta

menginterpretasikan kondisi-kondisi atau peristiwa-peristiwa yang terkait dengan

permasalahan yang diangkat.21

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik pengumpulan data

berupa telaah pustaka (Library Research) yaitu dengan cara pengumpulkan data

dan informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku,

artikel, dokumen, internet, majalah maupun surat kabar. Selain itu juga penulis

melakukan wawancara dengan beberapa ahli yang juga menguasai atau telah

melakukan penelitian mengenai tema yang sedang diteliti oleh penulis.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data teoritis yang

bersumber dari berbagai litelatur yang berkaitan dengan materi skripsi penulis.

Adapun data yang diperlukan antara lain mengenai Sengketa di Laut China

Selatan, Klaim-klaim RRT di Laut China Selatan dan Hasil Keputusan PCA.

Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif berupa studi kasus artinya

penulis berusaha menampilkan beberapa fakta yang terjadi dari beberapa sumber

yang menggambarkan sengketa Kepulauan Paracel beserta klaim-klaimnya.

21

Suryana, Metodologi Penelitian Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif(Bandung:

UPI, 2010), h. 19-20.

Page 25: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

14

F. Tinjauan Pustaka

Kasus sengketa toritorial Laut China Selatan sudah menjadi perhatian dunia.

Oleh karena itu penelitian mengenai kasus tersebut cukup banyak dikaji oleh

beberapa peneliti. Selain itu, penolakan terhadap hasil keputusan sebuah Arbitrase

Internasional juga bukan kali pertama terjadi. Berikut beberapa penelitian yang

relevan dengan kasus yang diangkat oleh penulis.

Penelitian pertama berjudul An International History of the Dispute in The

South China Sea. Penelitian ini merupakan sebuah working paper oleh Dr. Stein

Tønnesson. Dalam tulisannya ini, Stein membahas mengenai sejarah sengketa

teritorial Laut China Selatan terutama pada kepulauan yang berada di dalamnya,

yaitu kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel. Stein membagi sejarah sengketa

Laut China Selatan menjadi beberapa masa-masa yang penting, yaitu pada tahun

1877, 1909, 1933, 1946-1947, 1951-1952, 1956, 1971, 1974, 1982-1983, dan

1988.22

Penelitian ini memiliki persamaan dalam hal tema sengketa yang diangkat

dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Dari penelitian ini penulis dapat

memahami lebih lanjut bagaimana awal mula sengketa teritorial di Laut China

Selatan. Selain itu dalam penelitian ini dijelaskan bagaimana awal mula klaim-

klaim bermunculan di kawasan ini yang pada akhirnya menghasilkan sengketa.

22

Stein Tønnesson, “An International History of the Dispute in the South China Sea”, EAI

Working Paper No.71, 2001, h. 1.

Page 26: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

15

Perbedaan antara penelitian ini dan penelitian yang akan dilaksanakan oleh

penulis terletak pada fokus permasalahan yang diangkat, jika Stein lebih

membahas mengenai sejarah dan klaim-klaim yang pada akkhirnya menimbulkan

sengketa di Laut China Selatan. Penulis memfokuskan kepada klaim Republik

Rakyat China yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan RRC

dalam menolak hasil keputusan PCA.

Rujukan kedua berasal dari buku yang berjudul Konflik Laut China Selatan

dan Implikasinya Terhadap Kawasan. Buku ini ditulis Oleh Prof. Dr. Phil. Poltak

Partogi Nainggolan, M.A. dan diterbitkan oleh P3DI Setjen DPR Republik

Indonesia dan Azza Grafika. Buku ini merupakan gabungan dari beberapa laporan

yang sudah dilakukan sebelumnya pada tahun 2012-2013. Laporan-laporan

tersebut memiliki topik yang saling terikat yaitu mengenai dinamika ketegangan

yang terjadi di kawasan Laut China Selatan. Dalam buku ini dijelaskan bahwa

konflik yang terjadi dikawasan ini akibat dari terdapatnya klaim tumpang tindih

dari negara-negara di sekitar kawasan ini. Diantaranya yaitu, Tiongkok, Vietnam,

Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam. Dalam buku ini juga dijelaskan

mengenai kepentingan apasaja yang ada di dalam konflik ini.23

Rujukan Pustaka ini memiliki kesamaan mengenai topik yang dibahas yaitu

mengenai konflik yang terjadi di kawasan Laut China Selatan. Dari Rujukan

Pustaka ini penulis dapat memahami mengenai tumpang tindihnya klaim-klaim di

wilayah ini dan kepentingan-kepentingan apa saja yang di perjuangkan dalam

23 Poltak Partogi Nainggolan, Konflik Laut China Selatan dan Implikasinya Terhadap Kawasan

(P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika: Jakarta, 2013),h. 140.

Page 27: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

16

sengketa ini. Perbedaan antara penelitian yang sedang Penulis kerjakan dan

Rujukan Pustaka ini yaitu mengenai fokus penelitiannya. Penulis lebih terfokus

terhadap kebijakan Tiongkok dalam menanggapi keputusan Permanent Court of

Arbitrations (PCA).

Rujukan Pustaka Selanjutnya merupakan sebuah Jurnal Yudisial Fakultas

Hukum Universitas Indonesia dengan judul Penolakan Putusan Arbitrase

Internasional dalam kasus Astro All Asia Network Plc yang di tulis oleh Mutiara

Hikmah. Dalam penelitiannya, Mutiara menjelaskan mengenai pertimbangan

Pemerintah Indonesia menolak keputusan Arbitrase Internasional. Hal ini

bertentangan dengan status Indonesia yang ikut serta dalam Konvensi New York

1958 mengenai pengakuan dan undang-undang Arbitrase Asing.24

Dalam penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian penulis yaitu

dalam hal tema yang dibahas. Penelitian ini juga membahas mengenai penolakan

sebuah negara atas hasil keputusan arbitrase internasional. Namun perbedaanya

terletak pada pemilihan kasus dan negara yang menjadi subjek utama penelitian.

Rujukan keempat berjudul South China Sea: How We Got to This Stage di

tulis oleh Fu Ying dan Wu Shicun. Dalam penelitian ini dijelaskan mengenai

sumber dari ketegangan yang terjadi di wilayah yang di sengketakan ini. Dalam

jurnal ini dijelaskan bagaimana ketegangan mulai terjadi sejak 2009 dan

meningkat pada 2012.25

Ketegangan mulai terjadi ketika AS yang menjunjung

24

Mutiara Hikmah, “Penolakan Putusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Astro All Asia

Network Plc”, Jurnal Yudisial Vol. 5 No.1 Fakultas Hukum UI (2012): h. 64-65. 25

Fu Ying dan Wu Sichun, “South China Sea : How We Got to This Stage”, Institue for Security &

Developement Policy (ISDP) Jurnal Publikasi (2016): h. 4-5.

Page 28: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

17

kebebasan bernavigasi memperingati Tiongkok yang mengklaim sebagian besar

wilayah Laut China Selatan dan meningkatkan kekuatan militernya di Kawasan

Tersebut.

Jurnal ini membantu Penulis untuk dapat memahami awal mula ketegangan

terjadi dalam sengketa yang terjadi dikawasan Laut China Selatan. Jurnal ini juga

menjelaskan bagaimana dinamika sengketa sejak sebelum terbentuknya

kedaulatan nasional, hingga terbentuknya UNCLOS, konflik pada masa perang

dingin hingga ketegangan yang terjadi hingga tulisan ini dibuat. Perbedaan

dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu terdapat pada fokus penelitian.

Penulis membahas mengenai respon Tiongkok terhadap hasil keputusan PCA

setelah Filipina mengangkat sengketa ini ke Pengadilan Arbitrase tersebut.

Rujukan pustaka yang terakhir merupakan sebuah jurnal penelitian politik

dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jurnal ini di tulis oleh salah satu

peneliti lembaga tersebut bernama Faudzan Farhana dengan judul Memahami

Perspektif Republik Rakyat Tiongkok dalam Upaya Penyelesaian Sengketa Laut

China Selatan. Jurnal ini merupakan sebuah review dari sebuah buku yang di tulis

oleh Prof. Wu Sichun yang berjudul Disputes for Regional Coorporation and

Development in the South China Sea: A Chinese Prespective.

Jurnal ini mengulas mengenai materi yang di bahas dalam buku Prof. Wu

mengenai prespektif RRT yang merupakan aktor penting dalam sengketa teritorial

ini. Dalam Jurnal ini menjelaskan mengenai klaim RRT atas keempat kepulauan

yang termasuk dalam wilayah LCS. Selain itu juga dalam jurnal ini membahas

Page 29: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

18

mengenai penyelesaian konflik di LCS tentu dalam pandangan RRT. Jurnal ini

akan membantu penulis dalam memahami lebih dalam mengenai pandangan RRT

dalam Sengketa di LCS.

Kesamaan jurnal ini dengan penelitian yang dilakukan penulis yaitu sama-

sama menjelaskan mengenai pandangan RRT dalam konflik LCS. Sedangkan

perbedaannya yaitu jika dalam tulisannya Faudzan dan Prof. Wu menjelaskan

pandangan RRT dalam keseluruhan sengketa di LCS. Penulis hanya membahas

pandangan RRT dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pertimbangan RRT

yang memutuskan untuk menolak hasil keputusan PCA.

G. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Bab ini akan menjelaskan secara singkat mengenai pernyataan masalah

penelitian dan dikembangkan menjadi sebuah pertanyaan penelitian. Bab ini juga

akan membahas mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Kemudian akan

dijelaskan mengenai kerangka teoritis dari penelitian ini. Bab ini juga membahas

mengenai metode penelitian, tinjauan pustaka dan sisitematika penulisan yang di

gunakan dalam penelitian ini.

BAB II Dinamika Kepemilikan Laut China Selatan dan Klaim Tiongkok

Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai dinamika kepemilikan di Laut China

Selatan dan Klaim Tiongkok di wilayah Laut China Selatan. Sub-bab pertama

akan menjelaskan mengenai kepemilikan Laut China Selatan pada periode

Page 30: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

19

sebelum hadirnya kedaulatan nasional hingga awal mula terbentuknya konflik

Laut China Selatan. Selanjutnya akan dibahas mengenai hubungan antara negara-

negara yang terlibat di konflik ini, salah satunya antara Tiongkok dengan negara-

negara ASEAN.

Pada sub-bab Selanjutnya akan membahas lebih spesifik mengenai klaim

sejarah Republik Rakyat Tiongkok yang ditandai dengan sembilan garis putus-

putus. Selanjutnya akan dibahas mengenai presfektif RRT sehingga pada akhirnya

menimbulkan sengketa dengan Filipina.

Bab ini perlu dibahas karena pada bab ini dijelaskan bagaimana awal mula

terjadinya konflik di LCS yang pada akhirnya berkepanjangan dan pada akhirnya

kasus ini dtangani oleh PCA. Dengan mengetahui akar dari konflik akan

mempermudah mengetahui mengenai pertimbangan RRT yang pada akhirnya

menolak keputusan PCA.

BAB III Posisi Filipina dan Penolakan Tiongkok pada Hasil Keputusan

Permanent Court of Arbitration

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai posisi Filipina yang menggugat

Tiongkok atas klaimnya di Laut China Selatan dan hasil keputusan Permanent

Court of Arbitration (PCA) sebagai instansi yang ditunjuk untuk menyelesaikan

kasus sengketa ini.

Pada sub-bab pertama akan dijelaskan mengenai kedudukan Filipina pada

sengketa wilayah tersebut. Selanjutnya dibahas mengenai tuntutan-tuntuan

Filipina terhadap Tiongkok dan pengajuan gugatan Filipina ke Permanent Court

Page 31: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

20

of Arbitration. Pada sub-bab ini juga akan dibahas mengenai pembentukan United

Nations Conventions on Law of the Sea (UNCLOS) yang menjadi dasar hukum

baik dalam tuntutan Filipina maupun PCA sebagai instansi hukum yang dipercaya

untuk menyelesaikan sengketa ini.

Pada sub-bab seanjutnya akan dijelaskan mengenai landasan hukum dan

kedudukan PCA dalam kasus sengketa kepemilikian LCS ini. Selanjutnya akan

dibahas mengenai hasil keputusan PCA atas kasus sengketa wilayah di Laut China

Selatan. Bab ini penting untuk dibahas karena dengan mengetahui pertimbangan

dan hasil keputusan dari PCA akan memudahkan penulis dalam mengetahui

alasan RRT menolak hasil keputusan tersebut.

BAB IV Analisa Penolakan Tiongkok atas hasil keputusan PCA

Bab ini akan menjelaskan secara spesifik mengenai penolakan RRT atas

keputusan PCA dalam kasus kepemilikan LCS. Pada sub-bab pertama akan

dijelaskan mengenai kronologis penolakan RRT atas keutusan PCA. Pada sub-bab

selanjutnya akan membahas mengenai alasan-alasan RRT dalam menolak

keputusan PCA.

Bab ini merupakan bab yang akan menjawab pertanyaan penelitian yang

didukung oleh fakta-fakta yang sudah diungkapkan pada bab-bab selanjutnya

menggunakan teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB V Penutup

Page 32: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

21

Bab ini berisi kesimpulan secara keseluruhan penelitian dan jawaban

penulis mengenai pertanyaan penelitian dan terkait penolakan Republik Rakyat

Tiongkok atas hasil keputusan Permanent Court of Arbitration dalam kasus

kepemilikan Laut China Selatan atas gugatan Filipina.

Page 33: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

22

BAB II

DINAMIKA KEPEMILIKAN LAUT CHINA SELATAN

DAN KLAIM TIONGKOK

A. Kepemilikan Laut China Selatan

Konflik Laut China Selatan telah berlangsung cukup lama sejak awal abad

ke-20, telah banyak klaim-klaim dari banyak negara atas wilayah perairan ini.

Pasca perang dingin isu kedaulatan menjadi hal yang sangat sensitif. Dalam

membahas sengketa kedaulatan internasional, Stein menjelaskan bahwa terdapat 3

cara, yaitu: Pertama, yaitu dengan melihat prespektif nasional. Digunakan dengan

cara melihat sejauh mungkin kedalam sejarah negara-negara yang bersangkutan.

Hal ini digunakan untuk mencari bukti-bukti mengenai status teritorial tersebut,

dengan cara mencari jawaban dari apakah wilayah tersebut warisan turun-temurun

dan bagaimana wilayah tersebut dapat bertahan dari okupasi dan sebagainya.

Kedua, menyusun naskah-naskah hukum yang tidak memihak, menyajikan

kronologis klaim yang tidak sesuai dengan kedaulatan dan mengevaluasi mana

yang relatif berhak berdasarkan hukum internasional. Ketiga yaitu menjadikan

sengketa sebagai bagian dari sejarah internasional secara umum dan menganalisa

kejadian atau tren berdasarkan perubahan dari sistem internasional dan balance of

power.26

26

Stein Tønnesson, “An International History of the Dispute in the South China Sea”, EAI

Working Paper No.71, 2001, h. 1-2.

Page 34: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

23

Dalam membahas sengketa kedaulatan di wilayah Laut China Selatan,

sejarah memilki peran yang sangat penting. Sengketa kepulauan di Laut China

Selatan ini mulai muncul pada abad ke-19 didukung dengan munculnya

kedaulatan nasional. Konflik Laut China Selatan memang baru mencuat sejak

abad ke-19.27

Namun beberapa pihak yang terlibat menggunakan sejarah berupa

peninggalan prasasti dan artefak yang mereka temukan di wilayah Laut China

Selatan. Memang sebelum terbentuknya kedaulatan nasional di wilayah ini, Laut

China Selatan sudah di gunakan sebagai jalur perdagangan bahkan sejak 2000

tahun yang lalu.

Jalur perdagangan ini pada saat itu dipenuhi dengan barang-barang kerajaan

menengah dan delewati oleh macam-macam kapal dari berbagai bangsa. Wilayah

ini dikuasai oleh Tiongkok sebagai kerajaan besar pada saat itu. Tiongkok pada

saat itu berada di bawah kepemimpinan Dinasti Han dan Dinasti-dinasti

dibawahnya. Namun, pada masa peperangan, pedagang Tiongkok lebih sering

menggunakan jalur sutra di Asia Tengah, hal ini menjadikan beberapa kerjaan

lainnya lebih leluasa dalam melakukan perdagangan di wilayah Laut China

Selatan.

Beberapa kerajaan menengah yang pada saat itu ikut menggunakan wilayah

ini diantaranya yaitu, Kerajanaan Funan, Angkor, Sriwijaya, Ayunthaya, Champa

dan Kesultanan Malaka. Jalur perdagangan ini meliputi garis pantai Tiongkok

melewati Taiwan dan Hainan, lalu turun ke semenanjung Indochina, lalu melewati

27

Poltak Partogi Nainggolan, Konflik Laut China Selatan dan Implikasinya Terhadap Kawasan

(P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika: Jakarta, 2013),h. 7.

Page 35: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

24

teluk Thailand hingga ke selat Malaka. Selama abad ke-8 hingga abad ke-12

kerajaan Sriwijaya yang pada saat itu mengontrol kedua sisi Selat Malaka

mendominasi wilayah perdagangan ini. 28

Hingga pada abad ke-12 hingga abad ke-15 kekaisaran Tiongkok

mendominasi perdagangan dan diakhiri dengan ekspedisi laksamana Zheng He.

Baru sejak abad ke-16 perdagangan baru muncul jauh dari barat, sepanjang jalan

hingga sekitar Afrika. Portugis mulai menguasai malaka pada 1511 dan

membentuk sebuah kehadiran permanen di Makau sejak 1557. Di tahun 1571

Spanyol merebut manila. Pada 1612 Belanda mengambil alih Malaka dari spanyol

dan mendominasi penjualan rempah-rempah yang menguntungkan selama abad

ke-17. Selama abad ke-18 hingga ke-19 timbul penolakan terhadap kehadiran

barat di wilayah ini, hal ini dimanfaatkan Tiongkok untuk membangun kembali

peperkapalan, namun Inggris dan Perancis datang dengan kapal tempur yang

menyeramkan dan memulai kolonialisme di wilayah ini.

Selama abad ke-19, terdapat dua tambahan kekuatan baru di kawasan.

Jepang yang memenangkan Perang Sino-Jepang di tahun 1895 dan AS yang

memenangkan Perang Spanyol-Amerika di tahun 1898 dan mengambil wilayah

Filipina. Pada akhirnya ini membagi kekuatan perairan di wilayah Laut China

Selatan menjadi 5 kekuatan, Inggris, Perancis, Belanda, Jepang dan AS.29

28

Stein Tønnesson, “An International History of the Dispute in the South China Sea”, EAI

Working Paper No.71, 2001, h. 3 29

Stein Tønnesson, “An International History of the Dispute in the South China Sea”, h. 6.

Page 36: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

25

Faktor yang memicu ketertarikan terhadap wilayan ini yaitu dengan

perkembangan Jepang, terutama saat invasinya ke Manchuria pada tahun 1932.

Invasi ini menjadikan Jepang diasingkan oleh keempat kekuatan besar lainnya

yang berasal dari barat. Sudah sejak lama pedagang Jepang bersaing dengan

kekuatan barat dalam perdagangan Tiongkok. Pada 1920 bahkan perusahaan

Jepang di Taiwan telah melakukan aktivitas di kedua kepulauan besar di wilayah

ini, meskipun tidak secara resmi mengklaimnya.

Perancis secara formal mengklaim beberapa Kepulauan Spratly pada tahun

1933 dan menyatakan bahwa Kepulauan Paracel sebagai Annam pada tahun

1938.30

Namun mendapat penolakan dari Jepang yang juga mengklaim wilayah

ini melalui Taiwan. Sistem kolonial sedikit demi sedikit digantikan dengan sistem

Negara bebas dengan ideologinya masing-masing. Awal mula periode ini dimulai

dengan kegagalan Inggris dalam mempertahankan Singapura dari serangan

Jepang.

Selama tahun 1942 hingga tahun 1945 Wilayah Laut China Selatan

mendapatkan julukan „Japanese Lake’, ini menjadi kali pertama dimana hanya

ada satu Negara saja yang mengontrol wilayah ini.31

Pada tahun 1941 Jepang

mengadakan kerjasama dengan Perancis dengan tujuan untuk dapat menggunakan

pelabuhan dan landasan udara di wilayah Indochina.

30

Stein Tønnesson, “An International History of the Dispute in the South China Sea”, EAI

Working Paper No.71, 2001, h. 9. 31

Poltak Partogi Nainggolan, Konflik Laut China Selatan dan Implikasinya Terhadap Kawasan

(P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika: Jakarta, 2013),h. 7

Page 37: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

26

Republik Rakyat Tiongkok yang baru terbentuk pada 1949 di bawah

kepemimpinan Mao Zedong menandatangani kerjasama dengan Uni Soviet.

Dengan kerjasama ini Tiongkok dan Uni Soviet terbentuk pada 1949 di bawah

kepemimpinan Mao Zedong menandatangani kerjasama dengan Uni Soviet.

Dengan kerjasama ini Tiongkok dan Uni Soviet berhasil menyebarkan ketakutan

atas penyebaran komunis ke seluruh Asia dengan „teori domino‟. Namun,

kehadiran komunis bertujuan untuk penyebaran ideologi, tidak terfokuskan untuk

menguasai kekuatan maritim.

Selama periode ini berlangsung, kejatuhan jepang menjadikan AS sebagai

pemimpin dalam kekuatan maritim. Bahkan kehadiran kekuatan maritim kolonial

seperti Perancis berakhir pada tahun 1956-57 dan dan Inggris pada tahun 1968.

Sedangkan Tiongkok pada saat itu tidak melakukan pengembangan terhadap

kekuatan maritimnya.

Pasca perang dunia kedua, klaim yang paling aktif terhadap wilayah

perairan ini berasal dari Tiongkok di bawah kepemimpinan Chiang Kai-shek.32

Pada tahun 1946-47 Tiongkok mengirimkan ekspedisi kelautan ke kedua

kepulauan di wilayah Laut China Selatan yaitu Kepulauan Paracel dan Kepulauan

Spratly. Tiongkok juga menyiapkan pembentukan kedaulatan dan kehadiran

permanen di Itu Aba dan Woody Island yang merupakan pulau terbesar di

masing-masing kepulauan.

32

Fu Ying dan Wu Sichun, “South China Sea : How We Got to This Stage”, Institue for Security &

Developement Policy (ISDP) Jurnal Publikasi (2016): h. 5-6.

Page 38: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

27

Selanjutnya, pada tahun 1948 Tiongkok mempublikasikan sebuah peta

berbentuk huruf „U‟ yang mencangkup hampir keseluruhan wilayah perairan Laut

China Selatan.33

Meskipun legal, status peta ini tidak pernah di klarifikasi. Bahkan

belum jelas juga bahwa peta yang menjadi klaim Tiongkok ini mencangkup

kepulauan yang berada dalam batas yang di klaim, atau keseluruhan wilayah laut

hingga dasar laut wilayah perairan ini di klaim Tiongkok sebagai wilayahnya.

Disisi lain pada tahun yang sama Perancis juga ikut mengadakan expedisi ke

kedua kepulauan ini. Melalui ‘Annamese’ –nya yang saat ini menjadi Vietnam,

Perancis mencoba mengusir Tiongkok dari Woody Island. Namun perancis gagal

menandingi kekuatan Tiongkok, dan hanya dapat menduduki Pattle Island yang

berada disisi barat kepulauan Paracel. Setelah Filipina resmi terbentuk pada tahun

1946, pemerintah Filipina mencoba untuk mengklaim sebagian besar wilayah

kepulauan Spartly, namun klaim tersebut tidak di dukung oleh AS mengacu

kepada perjanjian Spanyol – Amerika pada 1989 menjelaskan bahwa wilayah

Filipina tidak termasuk kepulauan Spartly. Selain itu klaim Filipina tersebut juga

akan mengakibatkan konflik dengan Tiongkok dan Prancis. 34

Vietnam menjadi negara dekolonisasi pertama yang mengambil langkah

nyata untuk mengklaim wilayah perairan ini. Pada saat itu Vietnam diakui secara

internasional dengan memiliki dua rezim, rezim The Democratic Republic of

Vietnam diakui oleh Tiongkok, Uni Soviet dan negara-negara di Eropa Timur,

33

Fu Ying dan Wu Sichun, “South China Sea : How We Got to This Stage”, Institue for Security &

Developement Policy (ISDP) Jurnal Publikasi (2016): h. 5-6. 34

Poltak Partogi Nainggolan, Konflik Laut China Selatan dan Implikasinya Terhadap Kawasan

(P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika: Jakarta, 2013),h. 9-12

Page 39: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

28

sedangkan The State of Vietnam diakui oleh Inggris dan AS, dan masih dalam

bayang-bayang Prancis.35

The Democratic Republic of Vietnam yang

mendapatkan dukungan dari Tiongkok tidak mengganggu gugat kepualaun

Paracel dan Spratly yang telah lebih dahulu di klaim oleh Tiongkok, sedangkan

disisi lain The State of Vietnam dengan aktif mencoba mengambil alih kekuasaan

di kedua kepulauan ini. Tindakan ini mendapatkan tanggapan positif dari

Perancis. Meskipun Perancis mengakui bahwa kepulauan Paracel seluruhnya

merupakan bagian dari Vietnam, namun Perancis tidak melepaskan klaimnya atas

Kepulauan Spratly.

Pada konferensi perdamaian San Francisco 1951, Jepang secara formal

melepaskan klaimnya atas Hainan, Taiwan dan Kepulauan lainnya di Laut China

Selatan.36

Sayangnya, dalam konferensi ini tidak dijelaskan mengenai siapa yang

memiliki hak penuh atas seluruh kepulauan ini. Meskipun sudah Jelas Hainan dan

Taiwan akan menjadi bagian dari Tiongkok, namun Tiongkok tidak mengirimkan

perwakilan dalam konferensi ini. Sedangkan Perancis dan Vietnam yang hadir

dalam Konferensi tetap mempertahankan klaimnya atas kedua kepulauan

diwilayah tersebut, Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly.

Inggris dan AS pada saat itu membiarkan masalah ini tidak terpecahkan dan

menyisakan beberapa pihak yang saling mengklaim, Prancis, Vietnam, Taiwan

dan Filipina. Banyaknya kepentingan yang dimiliki masing-masing pihak yang

35

Poltak Partogi Nainggolan, Konflik Laut China Selatan dan Implikasinya Terhadap Kawasan

(P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika: Jakarta, 2013),h. 9-12 36

Fu Ying dan Wu Sichun, “South China Sea : How We Got to This Stage”, Institue for Security &

Developement Policy (ISDP) Jurnal Publikasi (2016): h. 8-9.

Page 40: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

29

terlibat, menciptakan beberapa protes dalam klaim dan klaim balasan atas wilayah

perairan ini.37

Faktor utama yang menjadi daya tarik utama pada wilayah ini yaitu

keberadaan minyak dan UNCLOS 1982.38

Pada pertengahan 1950 perusahaan

Inggris dan AS mulai tertarik terhadap kemungkinan menemukan minyak di

wilayah Spratly. Baru pada tahun 1969, kemungkinan terdapatnya minyak

menjadi faktor yang sangat kuat dalam perselisihan kedaulatan di wilayah ini

dimulai dengan negoisasi AS-Vietnam Utara. Hal ini mendorong negara

sekitarnya untuk mengklaim kedaulatannya masing-masing. Ini sejalan dengan

faktor lainnya, dengan adanya klaim-klaim mengenai kedaulatan sebuah negara,

timbul pertanyaan umum mengenai seberapa luas kedaulatan sebuah negara yang

memiliki wilayah pantai. Hal ini dijawab dengan diadakannya negosiasi terbuka

dibawah naungan PBB yaitu United Nations on Law of the Sea atau biasa disebut

UNCLOS.

UNCLOS mengatur mengenai zona-zona yang termasuk dalam kedaulatan

sebuah negara yang memiliki wilayah perairan termasuk hak dan kewajiban bagi

negara tersebut. Zona-zona ini di tarik dari garis pantai wilayah negara tersebut

sesuai yang sudah di atur dalam konferensi. Kemungkinan untuk memperluas

wilayah kedaulatan dan adanya rumor ketersediaan cadangan minyak di wilayah

37

Fu Ying dan Wu Sichun, “South China Sea : How We Got to This Stage”, Institue for Security &

Developement Policy (ISDP) Jurnal Publikasi (2016): h. 8-9. 38

Stein Tønnesson, “An International History of the Dispute in the South China Sea”, EAI

Working Paper No.71, 2001, h. 15.

Page 41: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

30

LCS mulai mulai dipertimbangkan oleh negara-negara di sekitar Laut China

Selatan.39

Filipina menjadi negara pertama yang bertindak, pada tahun 1971 Filipina

mengokupasi setidaknya lima kepulauan kecil di area Reed Bank di wilayah timur

perairan ini. Sedangkan pada sisi barat, Vietnam Selatan mencoba mengeksplorasi

wilayah barat kepulauan Spratly dan menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian

administrasi provisi Vietnam Selatan. Pada sisi selatan wilayah Laut China

Selatan, Malaysia dan Brunei juga ikut berpartisipasi. Brunei menjadi yang

pertama yang membuka ladang minyak di dekat pesisir pantainya. Sedangkan

Malaysia mempublikasikan sebuah peta yang mencangkup wilayah bekas jajahan

Inggris di wilayah Borneo Utara atau Kalimantan Utara. Dengan peta yang

mencangkup beberapa kepulauan kecil dan terumbu karang di wilayah selatan

LCS, malaysia mengirim pasukan dan mulai mengokupasi wilayah tersebut.

Tindakan ini mendapat tanggapan negatif dari Brunei yang juga sebelumnya

negara jajahan Inggris. 40

Sedangkan Vietnam yang mencoba meraih wilayah barat Kepulauan Paracel

pada akhirnya gagal karena sejak 1974 wilayah ini sudah dalam kontrol penuh

Tiongkok.41

Pada akhirnya Vietnam memilih untuk mengirimkan tentaranya

untuk menginjakan kaki di wilayah barat Spratly yang belum diduduki oleh

negara lain lain yang juga menginvasi wilayah kepulauan ini.

39

Poltak Partogi Nainggolan, Konflik Laut China Selatan dan Implikasinya Terhadap Kawasan

(P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika: Jakarta, 2013),h.7. 40

Stein Tønnesson, “An International History of the Dispute in the South China Sea”, EAI

Working Paper No.71, 2001, h. 16-17. 41

Stein Tønnesson, “An International History of the Dispute in the South China Sea”., h. 18.

Page 42: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

31

Baik AS maupun Rusia mengurangi peran mereka di wilayah Laut China

Selatan. Hampir tidak ada sama sekali kegiatan militer Rusia di wilayah ini.

Sedangkan AS juga perlu menarik pasukannya dari wilayah Subic Bay karena

Pemerintah Filipina yang menyatakan untuk membebaskan wilayahnya dari

lindungan angkatan laut AS.

Dengan menghilanya kekuasaan besar dari wilayah Laut China Selatan ini,

memicu adanya perlombaan senjata diantara Tiongkok dan Negara-negara

ASEAN, terutama yang berada di wilayah ini. Pada 1995 Tiongkok mulai

menunjukan ancamannya dengan membuat sebuah pulau buatann di Mischiefs

Reefs di Kepulauan Spratly dekat dengan Filipina, Lalu pada 1996 ketika

Tiongkok mengadakan latihan perang dengan meluncurkan misil di wilayah

Taiwan.42

Langkah Tiongkok ini mendapat respon tegas dari AS. Untuk dapat

bermain aman, Tiongkok perlu untuk mempererat kerjasama dengan AS yang

juga pernah menjadi musuh ASEAN.

Sengketa teritorial menjadi perhatian utama dalam hubungan Tiongkok dan

ASEAN. Hal ini menempatkan Taiwan berada diposisi yang sulit. Taiwan yang

juga ikut mengklaim wilayah di Laut China Selatan mendapatkan dukungan dari

Tiongkok. Sedangkan disisi lain, Taiwan yang ini memerdekakan dirinya dari

Tiongkok perlu dukungan dan pengakuan dari dunia internasional termasuk

negara-negara ASEAN. Diantara negara-negara ASEAN sendiri beberapa negara

melakukan klaim tumpang-tindih di wilayah Laut China Selatan. Hal ini juga

42

Poltak Partogi Nainggolan, Konflik Laut China Selatan dan Implikasinya Terhadap Kawasan

(P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika: Jakarta, 2013),h.49-53.

Page 43: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

32

mempersulit penyelesaian sengketa ini mengingat bahkan untuk menyatukan

suara untuk ASEAN akan sangat sulit.

Beberapa usaha dilakukan ASEAN untuk menyelesaikan sengketa ini

dengan mengundang Tiongkok, namun Tiongkok selalu menolak. Baru pada

ASEAN Regional Forum (ARF) Tiongkok mulai melunak dan membiarkan topik

ini diangkat dalam Forum. Pada akhirnya Tiongkok dan ASEAN mencapai

kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa di wilayah ini dengan cara damai

tanpa kekerasan. Namun, belum ada kesepakatan akhir mengenai bagaimana

sengketa ini dapat diselesaikan.

Pada tahun 2001, Hasjim Djalal ahli hukum laut yang menjabat sebagai

Duta Besar Indonesia berkerjasama dengan profesor hukum asal Kanada Ian

Townsend-Gault, mengadakan sebuah workshop dengan tema „Managing

Potential Conflicts in the South China Sea Workshop’. Workshop ini diikuti oleh

seluruh negara di sekitar Laut China Selatan termasuk Taiwan. Meskipun

workshop ini gagal untuk menyelasai konflik sengketa ini, namun terdapat

capaian yang cukup baik untuk mengurangi potensi konflik. Capaian itu

diantaranya yaitu, Tiongkok dan Taiwan setuju untuk berpartisipasi bersama

menjadi satu pihak dan persetujuan bersama mengenai pentingnya untuk menjaga

kelestarian lingkungan perairan di wilayah Laut China Selatan. Seluruh pihak

Page 44: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

33

pada akhirnya setuju untuk berkerjasama dalam riset ilmiah dan monitoring

keragaman biologis.43

Beberapa pendekatan sudah dilakukan, baik secara formal maupun informal,

untuk menyelesaikan sengketa ini. Pendekatan itu diantaranya pendekatan

informal melalui institusi akademik, melalui pejabat-pejabat resmi namun dalam

kapasitas personal masing-masing dan Pendekatan informal yang telah diinisiasi

oleh Indonesia melalui Workshop Process on Managing Potential Conflict in the

South China Sea sejak tahun 1989. Sedangkan pendekatan formal melalui

beberapa forum dan perjanjian international seperti pada pembentukan

“Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea” (DoC) yang

ditandatangani oleh Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN dan Tiongkok pada

tahun 2002. Pada bulan Juli 2011 dalam ASEAN Regional Forum (ARF)

kemudian lalu dikeluarkan pula “Guidelines for the Implementation of DoC.”

Selain itu, ada kesepakatan antara Tiongkok dan Filipina (1995), dan Filipina

dengan Vietnam (1996) dalam pembentukan Confidence Building Measures, kode

etik di antara mereka.44

B. Klaim Tiongkok

Dengan banyaknya upaya dalam menyelesaikan sengketa ini, potensi

konflik masih tetap ada. Ketegangan kembali muncul ketika pertama kalinya

43

Stein Tønnesson, “An International History of the Dispute in the South China Sea”, EAI

Working Paper No.71, 2001, h. 20. 44

Faudzan Farhana, “Memahami Presfektif Tiongkok dalam Upaya Penyelesaian Sengketa Laut

Cina Selatan”, Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2014): hlm. 2-3,

review buku Sichun, Wu, Solving Disputes for Regional Coorporation and Development in the

South China Sea: A Chinese Perspective (Chanos Publishing, 2013).

Page 45: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

34

Tiongkok mempublikasikan sebuah peta yang mencakup empat gugus kepulauan

di LCS yang ditandai dengan 9 garis putus-putus pada tahun 2009. Peta ini

diperlihatkan ke Publik internasional dengan cara dilampirkan di dalam Nota

Verbal kepada United Nations Commission on the Limits of the Continental Shelf

sebagai aksi protes terhadap misi kerja sama antara Vietnam dan Malaysia yang

dilakukan di batas terluar landas kontinen mereka di Laut China Selatan.45

Tidak

hanya berhenti disitu, Tiongkok juga meningkatkan aktivitasnya di wilayah Laut

China Selatan.

Meskipun Tiongkok sudah myatakan klaimnya secara resmi, namun

Tiongkok tidak pernah mengklarifikasi makna yang tepat maupun detail yang

jelas dari Sembilan garis putus atau sifat hukum yang di klaim di Laut China

Selatan. Makna klaim ini masih sangan umum dan luas, Tiongkok bisa saja

menegaskan kedaulatan atas pulau-pulau dan seluruh laut hingga dasar laut yang

tercakup dalam sembilan garis putus-putus. Atau bisa jadi klaim terbatas hanya

kedaulatan atas pulau-pulau di dalam cakupan tersebut dengan hak maritim di

bawah hukum internasional. Taiwan yang berada dalam posisi yang sama dengan

Tiongkok menegaskan bahwa yang menjadi klaimnya yaitu seluruh wilayah yang

tercakup sebagai laut tradisional.

Klaim Tiongkok secara resmi sudah dimulai sejak 1947, saat Tiongkok

masih dikuasai Partai Kuomintang yang dipimpin oleh Chiang Kai Sek,

45

Tran Truong Thuy, “China‟s U-shaped Line in the South China Sea: Interpretations, Asserting

Activities, and Reactions from Outside”, diakses pada 20 Oktober 2018 dari

http://nghiencuubiendong.vn/en/publications/vietnamese-publications/784-chinas-u-shaped-line-

in-the-south-china-sea-possible-interpretations-asserting-activities-and-reactions-from-outside-by-

tran-truong-thuy

Page 46: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

35

menetapkan klaim teritorialnya atas Laut China Selatan. Pada masa itu

pemerintahan Kuomintang mendeklarasikan garis dalam peta Laut China Selatan

yang mereka sebut sebagai "eleven-dash line". Dengan klaim ini Tiongkok

menguasai hampir seluruh wilayah Laut China Selatan termasuk Kepulauan

Pratas, Macclesfield Bank serta Kepulauan Spratly dan Paracel yang didapat

China dari Jepang usai Perang Dunia II.46

Perang Saudara Tiongkok antara kaum komunis dan kaum nasionalis, tahun

1949 dimenangkan oleh kaum komunis terjadi pada saat perang ini kau nasionalis

melarikan diri ke Taiwan. Kemenangan dipakai kaum komunis untuk membentuk

Republik Rakyat Tiongkok. Dalam kepemimpinan komunis mengenai klaim

Tiongkok di Laut China Selatan yang ditandai dengan sebelas garis putus-putus

tetap di pertahankan. Namun, pada 1953, pemerintah Tiongkok mengeluarkan

wilayah Teluk Tonkin dari peta "eleven-dash line" buatan Kuomintang.47

Hal ini

dilakukan untuk memungkinkan Tiongkok untuk mencapai kesepakatan dengan

Vietnam. Klaim Tiongkok pun disederhanakan menjadi klaim 9 garis putus-putus

di peta klaim mereka di Laut China Selatan yang kita kenal hingga saat ini.

Klaim yang dilancarkan oleh Tiongkok di Laut China Selatan tentu

memancing konflik bagi negara-negara di sekitar wilayah ini mengingat wilayah

yang masuk sebagai wilayah klaim Tiongkok merupakan wilayah negara-negara

46

Ervan Hardoko, “Laut China Selatan, Perairan Menggiurkan Sumber Sengketa 6 Negara”,

Kompas Internasional, diakses pada 20 Okotber 2018 dari

http://internasional.kompas.com/read/2016/07/13/17401251/laut.china.selatan.perairan.menggiurk

an.sumber.sengketa.6.negara?page=all 47

Council on Foreign Policy, “China’s Maritime Disputes”, Council on Foreign Policy, diakses 20 Okotber 2018 dari http://www.cfr.org/asia-and-pacific/chinas-maritime-

disputes/p31345#!/?cid=otr-marketing_use-china_sea_InfoGuide#overview

Page 47: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

36

yang memiliki kedekatan geografis dan bahkan masuk batas teritorial kepemilikan

mereka. Adapun beberapa negara yang terlibat dalam konflik akibat klaim

Tiongkok ini yaitu beberapa negara di Asia Tenggara diantaranya Vietnam,

Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Negara-negara ini selain memprotes

klaim Tiongkok, juga turut mengklaim sebagian wilayah di Laut China Selatan

yang termasuk kedalam wilayah kedaulatannya atau berada di sekitar wilayah

kedaulatannya. Namun terdapat pula negara yang tidak ikut mengklaim wilayah,

namun merasa dirugikan dengan adanya klaim dari Tiongkok ini. Diantaranya

yaitu Indonesia dan AS. Klaim Tiongkok yang ditandai sembilan garis putus-

putus, mencangkup sebagian wilayah Laut Natuna Utara yang merupakan bagian

dari kedaulatan Indonesia. Setelah klaim Tiongkok ini pada akhirnya berlanjut

pada ketegangan antara ASEAN dengan Tiongkok mengingat terdapatnya

tumpang tindih klaim kedaulatan antara Tiongkok dengan beberapa wilayah

negara anggota ASEAN.

Klaim dan ketegangan di wilayah Laut China Selatan terus berlanjut.

Tiongkok semakin Frontal dengan melakukan pembangunan di pulau Mischief

Reef, yang dikatakan akan berfungsi sebagai tempat penampungan bagi nelayan.48

Kemudian, pada tahun 1997, kapal angkatan laut Filipina mencegah kapal

Tiongkok mendekati Scarborough Shoal, sebuah pulau karang tidak berpenghuni

yang dikenal sebagai pulau Huangyan oleh Tiongkok. Penghadangan tersebut

memicu protes keras dari Tiongkok. Dalam tahun-tahun berikutnya, Filipina

48

Yon Dema, “Ini Perjalanan Sengketa Kawasan Laut Cina Selatan”, Tempo.co, diaskes pada 27

Oktober 2018 dari https://m.tempo.co/read/news/2016/07/12/118787130/ini-perjalanan-sengketa-

kawasan-laut-cina-selatan

Page 48: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

37

menahan nelayan Tiongkok berkali-berkali untuk dugaan pencurian ikan di

kawasan itu.

Tiongkok terus meningkatkan aktivitasnya di Laut China Selatan guna

menjaga stabilitas klaim yang diakui sebagai sebagian wilayah milik mereka.

Salah satu kegiatan yang dilakukan Tiongkok di Laut China Selatan antara lain

dengan menggelar latihan militer di wilayah tersebut. Beberapa latihan militer

bahkan dilakukan bersama militer negara lain dengan menggelar sebuah latihan

gabungan militer antara kedua negara, seperti pada oktober 2015, Tiongkok

menggelar latihan gabungan militer dengan Australia di wilayah Laut China

Selatan.49

Tiongkok juga menggelar latihan militer sendiri pada Juli 2016. Latihan

ini dilaksanakan selama 7 Hari dan Tiongkok melarang kapal-kapal memasuki

wilayah itu pada saat latihan berlangsung.50

Tiongkok merupakan negara yang cukup besar dan memiliki power yang

cukup besar pula. Dengan power yang besar Tiongkok memanfaatkan kekuatan

militernya untuk melakukan pengamanan militer di wilayah sengketa tersebut.

Dalam bidang militer, Tiongkok dianggap unggul dibanding negara-negara lain

49

Denny Armandhanu, “Australia Latihan Gabungan dengan China di Laut Sengketa”, CNN

Indonesia, diakses pada 3 November 2018dari

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20151029112559-113-88122/australia-latihan-

gabungan-dengan-china-di-laut-sengketa/ 50

BBC Indonesia, “Cina Menggelar Latihan Militer di Laut China Selatan”, BBC Indonesia,

diakses pada 3 November 2018 dari

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/07/160704_dunia_cina_lautcinaselatan#orb-banner

Page 49: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

38

yang juga mengklaim wilayah Laut China Selatan. Bahkan, dalam peringkat

kekuatan militer dunia, Tiongkok berada pada urutan ke 3 dunia.51

Keagresifitasan Tiongkok pun ditunjukan dengan mereklamasi beberapa

batu karang yang berada di kepulauan Spratly. Kegiatan reklamasi pulau yang

sedang berjalan akan mendukung kemampuan Tiongkok untuk dapat

mempertahankan patroli yang lebih lama di Laut China Selatan.52

Sesuai dengan

laporan dari Panglima Komando Pasifik Amerika (PACCOM), Laksamana AL

Amerika Samuel Locklear kepada anggota kongres anggota komite Angkatan

bersenjata DPR Amerika, laporan ini berkaitan dengan upaya reklamasi yang

dilakukan Tiongkok di daratan cukup besar di pulau-pulau yang disengketakan di

Laut China Selatan.53

Asia Maritime Transparency Intiative (AMTI) mengatakan bahwa Tiongkok

melakukan reklamasi dimulai tahun 2013 dan daerah-daerah yang telah

direklamasi berada di kepulauan Spratly yang lebih dari 3.200 area tanah baru.54

Terdapat 20 wilayah di Kepulauan Paracel dan 7 wilayah di Kepulauan Spratly

yang direklamasi oleh Tiongkok beberapa diantaranya berupa pulau dan terumbu

karang yang direklamasi menjadi beberapa fasilitas militer. Diantaranya yaitu

pada Subi Reef dibangun landasan pacu, helipad dan fasilitas satelit. Pada

51

Global Fire Power, “Countrie Ranked by Military Strength”, Global Fire Power , diakses pada

10 November 2018 dari http://www.globalfirepower.com/countries-listing.asp 52

Secretary of Defense, “China Military Power Report”, Defense.Gov, diakses pada 10 November

2018 dari

https://www.defense.gov/Portals/1/Documents/pubs/2015_China_Military_Power_Report.pdf 53

Victor Beattie, “China Reklamasi Daratan yang Dipersengketakan”, VOA Indonesia, diakses

pada 17 November 2018 dari http://www.voaindonesia.com/a/china-reklamasi-daratan-yang-

dipersengketakan/2722864.html 54

Asia Maritime Transparency Initiative, “China”, Asia Maritime Transparency Initiative, diakses

pada 17 November 2018 dari https://amti.csis.org/island-tracker/china/

Page 50: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

39

Mischief Reef dibangun fasilitas militer, satelit komunikasi dan pangkalan armada

laut. Pada Fiery Cross Reef dibangun pertahanan udara, radar, helipad dan

mercusuar. Pada Johnson South Reef dibangun fasilitas radar dan pelabuhan kecil.

Gaven Reefs dibangun pelabuhan kapal, radar dan satelit komunikasi. Terakhir

pada Cuarteron Reef dibangun lima antena komunikasi, dua helipad dan lima

fasilitas rudal.55

Wilayah-wilayah yang telah direklamasi oleh Tiongkok menimbulkan

tumpang tindih klaim oleh beberapa negara Asia lain termasuk Vietnam dan

Filipina. Negara-negara itu mengatakan bahwa Tiongkok melakukan reklamasi

tanah secara tidak sah didaerah yang diperbutkan untuk membuat pulau buatan

dengan fasilitas yang berpotensi untuk digunakan bagi kepentingan militer.

Aktivitas Tiongkok yang semakin aktif ini tentu menjadi perhatian bagi

negara-negara di sekitarnya terutama beberapa negara yang juga mengklaim

wilayah yang di reklamasi oleh Tiongkok. Filipina merupakan salah satu negara

tersebut, kepulauan Spratly yang reklamasi oleh Tiongkok merupakan wilayah

yang masuk dalam teritorial klaim Filipina. Pemerintah Filipina mengatakan

upaya Tiongkok mereklamasi tujuh pulau di kepulauan Spratly menjadi pulau-

pulau buatan bukan hanya masalah kawasan, hal ini juga menjadi masalah dunia

karena 40% perdagangan global melewati Laut China Selatan.56

55

Australia Plus ABC, “China diduga Ubah Terumbu Karang Jadi Pangkalan Militer di Laut

China Selatan”, Detiknews, diakes pada 24 November 2018 dari http://news.detik.com/australia-

plus-abc/3025378/china-diduga-ubah-terumbu-karang-jadi-pangkalan-militer-di-laut-china-selatan 56

Simone Orendain, “China bangun Landasan Udara di Kawasan Laut China Selatan”, VOA

Indonesia, diakses pada 24 November 2018 dari http://www.voaindonesia.com/a/chinabangun-

landasan-terbang-di-kawasan-laut-china-selatan/2723475.html

Page 51: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

40

Terkait dengan reklamasi yang dilakukan Tiongkok di wilayah kepulauan

Spratly, Tiongkok menyampaikan kejelasan dengan reklamasi tersebut melalui

juru bicara Kementrian Luar Negeri Ching Hong Lei yang menjelaskan bahwa

pembangunan dilakukan di wilayah kedaulatan Tiongkok. Beliau juga

menambahkan “Itu wajar, bisa dimengerti dan sah di mata hukum. Pembangunan

itu tidak menarget atau mengganggu negara manapun. Kami berharap negara-

negara yang terkait dan pihak-pihak yang relevan bisa mempertimbangkan hal

ini.”57

57

Simone Orendain, “China bangun Landasan Udara di Kawasan Laut China Selatan”, VOA

Indonesia, diakses pada 24 November 2018 dari http://www.voaindonesia.com/a/chinabangun-

landasan-terbang-di-kawasan-laut-china-selatan/2723475.html

Page 52: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

41

BAB III

POSISI FILIPINA DAN PENOLAKAN TIONGKOK PADA HASIL

KEPUTUSAN PERMANENT COURT OF ARBITRATION

A. Posisi Filipina dan Gugatan ke Permanent Court of Arbitration (PCA)

Klaim tupang tindih di wilayah Laut China Selatan merupakan permaslahan

utama dari konflik yang mulai memanas di wilayah ini. Reklamasi besar-besaran

yang dilakukan Tiongkok menjadi pemicu awal konflik antara Tiongkok dan

Filipina. Empat wilayah yang menjadi permasalahan utama diantaranya adalah

wilayah sekitar Kepulauan Batanes, Scarborough Shoal, Kepulauan Kalayaan dan

Bank Reed.

Kepulauan Batanes terdiri dari sepuluh pulau yang terletak di selat antara

Taiwan dan Luzon. Kepulauan ini termasuk kedalam wilayah paling utara

Filipina, provinsi Batanes. meskipun Taiwan dan Filipina tidak aktif

memperebutkan kepemilikan pulau-pulau ini, beberapa akademisi Taiwan telah

terus-menerus mempertanyakan legalitas kepemilikan Filipina atas Batanes.

Mengingat dalam sejarah wilayah ini tidak termasuk kedalam wilayah yang

diberikan Spanyol ke AS dalam Perjanjian Paris pada 1898.58

Nelayan Taiwan

sering datang dan mayoritas kapal dituduh mencuri ikan di wilayah ini. Akhirnya

sering terjadi penyitaan bahkan sebuah insiden penembakan yang memburuk

hubungan bilateral antara Taiwan dan Filipina terjadi di sini. Sedangkan Tiongkok

58

Chunjuan Nancy Wei dan William Lay,”International Law and the South China Sea Disputes:

China, Taiwan and The Philippines.” Harvard Asia Quarterly 15.2 (2013) : h. 2-3.

Page 53: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

42

yang menganggap Taiwan sebagai bagian dari Tiongkok, memberikan dukungan

penuh untuk Taiwan dalam insiden ini.

The Scarborough Shoal berupa terumbu karang yang berjajar membentuk

segitiga yang terletak sekitar 220 kilometer barat provinsi Zambales Filipina.

Tiongkok menyebutnya Huangyan Island, dan Filipina menyebutnya sebagai Bajo

de Masinloc (yang berarti “di bawah Masinloc,” sebuah kota di Zambales) atau

Panatag Shoal. Wilayah ini juga tidak termasuk kedalam wilayah yang diberikan

AS pada perjanjian Paris, namun tetap masuk dalam klaim Filipina.59

Kepulauan Kalayaan biasa dikenal dengan Kalayaan Island Group (KIG),

merupakan kelompok pulau-pulau yang berada di Wilayah Spratly. Wilayah ini

bukan hanya diperebutkan oleh Filipina dan Tiongkok saja, namun Vietnam,

Malaysia dan Brunei juga ikut mengklaim sebagian wilayah ini sebagai bagian

dari kedaulatannya.60

Filipina sudah menduduki Thitu Island yang merupakan

pulau terbesar kedua sejak 1970-an. selama mengokupasi wilayah ini, Filipina

sudah membangun sebuah pangkalan militer dengan landasan pacu. Thitu Island

menjadi satu-satunya wilayah yang dapat dihuni oleh penduduk Filipina, wilayah

ini mampu mengakomodasi sekitar 60 warga sipil dan sudah dilengkapi dengan

sebuah balai desa kecil. Meskipun hanya Thitu Island yang dapat di tinggali,

namun klaim Filipina di wilayah ini mencangkup lebih dari 35 pulau kecil,

terumbu karang dan wilayah memancing yang mereka sebut sebagai. Thomas

59

Chunjuan Nancy Wei dan William Lay,”International Law and the South China Sea Disputes:

China, Taiwan and The Philippines.” Harvard Asia Quarterly 15.2 (2013) : h. 3-4. 60

Chunjuan Nancy Wei dan William Lay,”International Law and the South China Sea Disputes:

China, Taiwan and The Philippines.”

Page 54: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

43

Cloma seorang Nelayan asal Filipina mendarat di wilayah ini dan memberi nama

wilayah ini sebagai Kalayaan (Freedomland)61

dan mendapat dukungan dari

pemerintah Filipina. Menganggap status “terra nullius”62

untuk pulau-pulau

tersebut, akhirnya pada tahun 1978, Presiden Filipina saat itu Ferdinand Marcos

menganeksasi delapan pulau di wilayah ini dan menciptakan Kalayaan Kota di

bawah Provinsi Palawan. Filipina meresmikan taman kanak-kanak untuk setengah

lusin siswa pada Thitu pada pertengahan 2012. Tindakan ini mendapat protes dari

Tiongkok, Taiwan, dan Vietnam meminta Filipina untuk menghapus semua warga

dan fasilitas dari Kalayaan.

Reed Bank terletak sekitar 149 kilometer sebelah barat dari provinsi

Palawan. Wilayah ini diyakini memiliki persediaan hidrokarbon yang cukup

besar. Cadangan minyak diwilayah ini diperkirakan mencapai 5,4 miliar barel dan

55,1 triliun kaki kubik gas.63

Wilayah ini menjanjikan kekayaan alam yang

banyak bagi siapa saja yang mampu mengembangkannya. Filipina sudah

menawarkan sekitar 15 kontrak dengan perusahaan minyak asing di wilayah ini.

Sayangnya rencana Filipina terganggu setelah pada 2011 dua kapal patroli

Tiongkok mengganggu proses survei wilayah ini. Tiongkok pun memaksa Filipina

untuk membubarkan kerjasama ekplorasi Minyak dengan negara-negara lain, baik

disekitar maupun negara diluar kawasan. Selain keempat wilayah tersebut,

Taiping Island menjadi wilayah yang termasuk kedalam daftar klaim tumpang

61

Kingdom of Colonia St. John, The History of the Kingdom of Colonia St John. Diakses pada 1

Desember 2018 dari http://www.colonia.asia/history%20-

%20the%20history%20of%20the%20kingdom%20of%20colonia%20st%20john.htm 62

Sebuah wilayah yang tidak bertuan dan tidak termasuk kedalam kedaulatan negara manapun 63

Pia Randa, “Reed Bank 'holds huge oil, gas reserves'.”, diakses pada 8 Desember 2018 dari

https://www.rappler.com/business/21460-reed-bank-holds-untapped-riches-us-agency

Page 55: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

44

tindih antara Tiongkok dan Filipina. Filipina juga dengan penuh semangat

menentang reklamasi besar-besaran yang dilakukan Tiongkok di pulau-pulau kecil

di sekitar spratly.

Perselisihan dan percobaan penyelesaian konflik diantara Filipina dan

Tiongkok terus berlanjjut, namun hingga saat ini sengketa masih terus berlanjut.

Menteri Luar Negeri Filipina saat itu, Albert del Rosario mengatakan bahwa

Filipina sudah melakukan hampir semua jalan politik maupun diplomatik untuk

menyelesaikan sengketa maritim secara damai dengan Tiongkok, namun belum

bisa membuahkan hasil.64

Ketegangan kembali mencuat antara kedua negara ini

ketika kedua kekuatan militer negara ini bertemu situasi buntu di wilayah

terpencil di wilayah yang disengketakan. Hal ini berlangsung hingga berbulan

bulan dan berpotensi berhakir dengan konflik yang besar. Namun pada akhirnya

Filipina menarik pasukannya dengan alasan cuaca yang buruk.

Akhirnya pada Januari 2013, Filipina menyatakan akan mengangkat kasus

ini ke ranah hukum internasional. Filipina menentang klaim Tiongkok atas

kepemilikan hampir seluruh kawasan Laut China Selatan yang ditandai dengan

sembilan garis putus-putus sesuai peta yang dirilis Tiongkok. Selain itu juga

Filipina menuntut hak kedaulatannya atas wilayah Laut China Selatan yang telah

diatur pada United Nation Convention Of The Law Of The Sea (UNCLOS).

64

Jethro Mullen, “Philippines takes territorial fight with China to international tribunal”, Diakses

Pada 9 Desember 2018 dari https://edition.cnn.com/2013/01/22/world/asia/philippines-china-

territorial-dispute/

Page 56: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

45

United Nation Convention Of The Law Of The Sea (UNCLOS) adalah

sebuah konvensi dibawah naungan PBB yang membahas mengenai hukum laut.

UNCLOS pertama kali dilaksanakan pada 1958 sebagai jawaban atas tutuntutan

negara-negara pantai yang ingin memperluas wilayahnya ke perairan. UNCLOS I

dirangkum dalam 4 konvensi yaitu, Konvensi tentang High Seas, Konvensi

tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan, Konvensi tentang Landas Kontinen

dan Konvensi tentang Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Laut

Tinggi. UNCLOS I dianggap gagal karena belum bisa menyelesaikan beberapa

permasalahan teritorial laut. UNCLOS II di bentuk dangan tujuan

menyempurnakan UNCLOS I yang telah dianggap gagal. UNCLOS II di bentuk

pada tahun 1960, namun karena kearoganan negara-negara maritim yang bersar

dan maju dalam bidang teknologi UNCLOS II kembali dianggap gagal karena

tidak bisa menghasilkan perjanjian internasional.

UNCLOS III hadir sebagai upaya untuk menyempurnakan UNCLOS I dan

UNCLOS II. UNCLOS III berlangsung pada tahun 1973 hingga tahun 1982,

hingga saat ini menjadi dasar hukum bagi negara-negara pantai yang menetapkan

kedaulatannya di wilayah perairan dan dikenal sebagai UNCLOS 1982. Hingga

April 2018 UNCLOS 1982 telah diratifikasi oleh 168 negara.65

Baik Tiongkok

maupun Filipina telah meratifikasi konvensi ini. Tingkok telah meratifikasi

65

United Nations Convention on the Law of the Sea, “Chronological List of Ratifications”, Diakses pada 16 Desember 2018 dari http://www.un.org/depts/los/reference_files/chronological_lists_of_ratifications.htm

Page 57: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

46

konvensi ini pada 7 Juni 1996 sedangkan Filipina sudah terlebih dahulu pada 8

Mei 1984.66

UNCLOS 1982 membagi wilayah laut menjadi tiga bagian, yaitu, laut yang

termasuk kedalam wilayah kedaulatan negara yang bersangkutan (laut teritorial,

laut pedalaman), laut yang tidak termasuk kedalam wilayah kedaulatan, namun

negara bersangkutan mendapatkan yurisdiksi terhadap aktifitas-aktifitas tertentu

(ZEE) dan laut yang berada diluar kedua wilayah tersebut dengan kata lain tidak

termasuk kedalam kedaulatan negara yang bersangkutan (laut bebas). Untuk

menentukan batasan-batasan tersebut, maka diperlukan garis pangkal sebagai

acuan penentuan wilayah laut. Garis pangkal ditarik pada pantai ketika pasang

surut. Terdapat tiga jenis garis pangkal, yaitu garis pangkal normal, dimana sesuai

dalam pasal 5 UNCLOS, garis pangkal normal merupakan garis pangkal yang

ditarik pada pantai pada saat air laut surut dengan mengikuti lekukan-lekukan

pantai. 67

Kedua, garis pangkal lurus, sesuai pasal 7 UNCLOS, garis yang ditarik

tidak mengikuti lekukan pantai tetapi menghubungkan titik-titik atau yang terluar

dari pantai.68

Garis pangkal ini dapat digunakan apabila lekukan pantai benar-

benar menikung atau menjorok dan memotong kedalam atau jika terdapat pulau

tepi disepanjang pantai yang tersebar disekitar garis pantai. Terakhir, garis pantai

kepulauan, dalam pasal 47 UNCLOS garis pangkal kepulauan merupakan garis

66

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”, Diakses pada 23 Desember 2018 dari http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/convention_overview_convention.htm 67

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”. 68

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”

Page 58: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

47

yang ditarik dengan menghubungkan titik terluar pulau-pulau atau karang terluar

dari kepulauan suatu negara.69

Garis pangkal kepulauan hanya bisa dipakai oleh

negara kepualaun seperti Indoensia dan Filipina. Negara pantai seperti Malaysia

tidak boleh menggunakan garis pangkal kepulauan untuk mengukur wilayahnya,

namun dapat menggunakan garis pangkal normal atau garis pangkal lurus sesuai

dengan karakteristik wilayahnya.

Dalam UNCLOS 1982, yang termasuk kedalam wilayah kedaulatan yaitu,

Wilayah Perairan Dalam, dijelaskan dalam pasal 8 UNCLOS, wilayah ini

mencangkup perairan nasional atau interior merupakan perairan yang terletak

pada sisi darat dari garis pangkal yang digunakan untuk mengkur laut teritorial.70

Contohnya adalah teluk. Pada wilayah ini berlaku kedaulatan penuh dari negara

yang bersangkutan. Wilayah Perairan Kepulauan, dalam pasal 49 UNCLOS,

wilayah perairan kepuluan merupakan peraian yang berada pada sisi dalam garis

pangkal untuk mengukur laut teritorial tanpa memerhatikan kedalaman dan

jaraknya pada pantai, asalkan karakteristik wilayah negara tersebut adalah negara

kepualaun.71

Pada wilayah laut ini, negara bersangkutan memiliki kedaulatan

namun tidak berlaku kerdaulatan penuh. Karena negara bersangkutan

berkewajiban untuk menyediakan alur laut yang ditetapkan oleh negara

kepulauan. Dijelaskan pula dalam Pasal 34-44 UNCLOS, merupakan selat yang

69

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text” Diakses pada 23 Desember 2018 dari http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/convention_overview_convention.htm 70

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”. 71

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”.

Page 59: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

48

digunaka untuk pelayaran internasional. Penggunaan selat untuk pelayaran

internasional ini tidak memengaruhi status hukum dari perairan suatu negara.72

Terakhir, Wilayah Laut Teritorial, sesuai dalam pasal 3 UNCLOS, Rezim wilayah

laut teritorial yaitu wilayah laut yang diukur sejauh 12 mil laut yang diukur dari

garis pangkal. Pada wilayah laut ini negara mempunyai kedaulatan penuh dan

yurisdiksi untuk menetapkan dan melaksanakan hukum dinegaranya.73

Wilayah laut tambahan termasuk kedalam wilayah diluar kedaulatan sebuah

negara pantai, namun negara tersebut memiliki yurisdiksi terhadap aktifitas-

aktifitas tertentu di wilayah ini. Wilayah ini memiliki luas 24 mil dari garis

pangkal, dalam wilayah ini, sesuai dengan pasal 33 UNCLOS, negara

bersangkutan memiliki kedaulatan terbatas hanya untuk penegakan hukum,

keimigrasian, fiskal dan saniter.74

Wilayah laut tambahan berikutnya disebut

dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Pada pasal 57 UNCLOS, ZEE diukur

dari garis pangkal seluas 200 mil.75

Sama dengan zona wilayah tambahan, yaitu

hanya berlaku hak berdaulat bagi negara yang berpantai diantara lain untuk

melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan SDA, hak

penerbangan udara, pendirian dan pengggunaan pulau buatan, riset imiah, dan

penanaman kabel serta jalur pipa.

72

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”, Diakses pada 23 Desember 2018 dari http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/convention_overview_convention.htm 73

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”. 74

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”. 75

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”.

Page 60: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

49

Wilayah laut yang melewati 200 mil dari garis pangkal, sesuai yang

dijelaskan pada pasal 86-120 UNCLOS, disebut dengan Zona Bebas.76

Wilayah

ini merupakan laut internasional dimana semua negara berhak melakukan

eskplorasi dan eksploitasi diwilayah ini dengan batas-batas yang telah ditentukan

dalam UNCLOS. Tidak hanya wilayah perairan, UNCLOS 1982 juga membahas

mengenai wilayah dasar laut. Wilayah dasar laut, disebut juga sebagai Landas

Kontinen, wilayah ini dibahas pada pasal 76 UNCLOS, landas kontinen yaitu

daerah dasar laut dan tanah dibawahnya yang berada diluar laut teritorial yang

merupakan kelanjutan alamiah dari daratan sampai batas terluar tepian kontinen

atau sampai jarak 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Jika batas terluar tepian

kontinen lebih dari 200 mil maka luas landas kontinen dapat ditarik hingga 350

mil laut dari garis pangkal. Namun, landas kontinen tidak boleh terletak lebih dari

100 mil laut dari kedalaman 2,500 meter.77

Di wilayah Laut China Selatan sendiri sejumlah negara sudah meratifikasi

perjanjian hukum laut ini. Namun dengan hadirnya UNCLOS tidak semerta-merta

dapat menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan. Oleh karena itu, mengacu

pada bagian XV pada konvensi ini menjelaskan bahwa setiap perselisihan

haruslah diselesaikan dengan cara-cara damai. Namun, jika cara diplomasi dinilai

masih belum bisa menyelesaikan konflik ini, maka para pihak yang terlibat dapat

menggunakan Jasa mahkamah arbitrase internasional dengan syarat-syarat dan

76

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”, Diakses pada 23 Desember 2018 dari http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/convention_overview_convention.htm 77

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”.

Page 61: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

50

prosedur yang sudah diatur dalam konvensi ini. Pada akhirnya setelah

menganggap bahwa seluruh langkah diplomasi dengan Tiongkok sudah dilalui,

namun masih belum dapat menyelesaikan perselisihan di wilayah ini. Filipina

pada Januari 2013 mengajukan permohonannya arbitrase yang di tunjuk yaitu

Permanent Court of Arbitrartion (PCA) yang berbasis di Den Haag, Belanda.78

B. Keputusan Permanent Court of Arbitration (PCA) dan Penolakan

Tiongkok

Permanent Court of Arbitration (PCA) merupakan sebuah organisasi

internasional yang didirikan pada Convention for the Pacific Settlement of

International Disputes, disimpulkan di Den Haag pada tahun 1899 selama

Konferensi Damai Den Haag pertama. Konferensi ini diadakan atas inisiatif Tsar

Nicolas II dari Rusia “dengan tujuan mencari cara yang paling objektif untuk

memastikan bagi semua orang manfaat dari perdamaian yang nyata dan abadi, dan

yang terpenting, membatasi perkembangan progresif persenjataan yang ada".79

Sejak abad ke-18, prestasi arbitrase cukup baik dan dinilai sebagai sebuah

sarana yang ampuh dalam menyelesaikan beberapa sengketa. Dimulai dengan

Komisi Campuran "Jay Treaty" pada akhir abad ke-18, dan mencapai puncak

78

Jethro Mullen, “Philippines takes territorial fight with China to international tribunal”, Diakses

Pada 9 Desember 2018 dari https://edition.cnn.com/2013/01/22/world/asia/philippines-china-

territorial-dispute/ 79

Permanent Court of Arbitration,”History” diakeses pada 24 Desember 2018 dari https://pca-

cpa.org/en/about/introduction/history/

Page 62: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

51

dengan arbitrasi Alabama, pada 1871-1872. Selain itu, Institut de Droit

International telah mengadopsi kode prosedur arbitrase pada tahun 1875.80

Penyelesaian perselisihan internasional dengan bantuan mahkamah arbitrase

terus berlanjut hingga tahun 1899, dan pencapaian paling konkret dari Konferensi

1899 adalah pembentukan PCA sebagai mekanisme global pertama untuk

penyelesaian perselisihan antar negara. Pasal 16 Konvensi 1899 mengakui bahwa

“Dalam masalah yang bersifat hukum, dan khususnya dalam penafsiran atau

penerapan Konvensi Internasional” arbitrase merupakan “cara yang paling efektif,

dan pada saat yang sama paling adil, untuk menyelesaikan perselisihan yang tidak

dapat diselesaikan melalui jalur diplomasi”.81

Oleh karena itu, Pasal 20 Konvensi 1899 secara resmi membentuk PCA, 82

yang menyatakan:

“With the object of facilitating an immediate recourse to arbitration for

international differences which it has not been possible to settle by diplomacy, the

signatory Powers undertake to organize a Permanent Court of Arbitration,

accessible at all times and operating, unless otherwise stipulated by the parties, in

accordance with the rules of procedure inserted in the present Convention.”

“Dengan tujuan memfasilitasi jalan lain dari perselisihan internasional yang

tidak dapat diselesaikan dengan diplomasi, para pihak dapat mengadakan sebuah

pengadilan arbitrase permanen, dapat diakses setiap saat dan beroperasi, atau

80

Permanent Court of Arbitration,”History”, Diakeses pada 24 Desember 2018 dari https://pca-

cpa.org/en/about/introduction/history/ 81

Permanent Court of Arbitration,”History”. 82

Permanent Court of Arbitration,”History”.

Page 63: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

52

sesuai yang ditetapkan oleh setiap pihak, sesuai aturan dan prosedur yang sudah

ada dalam konvensi ini.”

PCA diselenggarakan dalam dua Konvensi, yaitu Konvensi 1899 dan

Konvensi 1907. Hingga saat ini sudah terdapat 121 Negara yang tergabung atau

telah meratifikasi satu atau kedua konvensi PCA tersebut. Pada situs resmi PCA

Filipina hanya meratifikasi konvensi kedua PCA pada 12 September 2010.

Sedangkan Republik Rakyat Tiongkok telah meratifikasi kedua konvensi PCA

pada 21 November 1904 dan 26 Januari 1910.83

Sebelum dapat melaksanakan tugasnya, sebagai sebuah mahkamah tentu

PCA harus memiliki yurisdiksi yang jelas atas kasus yang akan ditanganinya.

Dengan adanya yurisdiksi, sebuah Arbitrase dapat mengetahui dengan jelas

batasan dalam melaksanakan tugasnya. Jika tidak ada yurisdiksi yang jelas,

namun suatu arbitrase sudah melaksanakan tugasnya, maka hasil keputusan yang

dikeluarkannya dinyatakan tidak sah, sehingga salah satu pihak dapat menolak

hasil keputusan tersebut. Keputusannya dianggap batal demi hukum dan

mengakibatkan tidak terlaksananya hasil keputusan tersebut. Yurisdiksi suatu

badan arbitrase lahir berdasarkan instrumen hukum yang melandasi lahirnya

badan arbitrase tersebut, atau dari instrumen hukum yang memberi dasar hukum

mengenai hal-hal apa saja yang menjadi kewenangan hukumnya untuk memutus

sengketa danjuga dari kesepakatan para pihak. Instrumen hukum baik

internasional atau nasional merupakan prasyarat utama untuk lahirnya

83

Permanent Court of Arbitration,”Contracting Parties” diakeses pada 24 Desember 2018 dari

https://pca-cpa.org/en/about/introduction/contracting-parties/

Page 64: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

53

kewenangan hukum atau yurisdiksi arbitrase.84

Dalam kasus sengketa di Laut

China Selatan, dasar hukum yang menjadi Yurisdiksi bagi PCA untuk menangani

permohonan Filipina yaitu merujuk pada United Nations Convention on Law of

the Sea (UNCLOS). Sesuai Convensi ini, diatur dalam Bagian XV, membahas

mengenai berbagai prosedur penyelesaian sengketa, termasuk didalamnya melalui

arbitrase yang diatur sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam Lampiran VII

Konvensi. Dalam kasus ini Filipina menunjuk PCA sebagai Arbitrase untuk dapat

menyelesaikan sengketanya dengan Tiongkok.

Berikut merupakan tiga hal yang menjadi dasar gugatan dari Filipina,85

(1)

Menyatakan bahwa hak dan kewajiban masing-masing Pihak terkait dengan

perairan, dasar laut dan fitur maritim dari Laut China Selatan diatur oleh

UNCLOS, dan bahwa klaim China berdasarkan "sembilan garis putus-putus"

tidak konsisten dengan Konvensi dan oleh karena itu tidak valid. (2) menentukan

apakah, berdasarkan Pasal 121 dari UNCLOS, beberapa fitur maritim yang

diklaim oleh Cina dan Filipina adalah pulau-pulau, ketinggian air pasang rendah

atau kekayaan alam dasar laut, dan apakah mereka mampu menghasilkan hak

untuk zona maritim yang lebih besar dari 12 M. (3) memungkinkan Filipina untuk

menggunakan dan menikmati hak-hak di dalam dan di luar zona ekonomi

eksklusif dan landas kontinen yang ditetapkan dalam Konvensi.

84

Muhammad Rafi Darajati, Huala Adolf dan Idris, “Implikasi Hukum atas Putusan Permanent Court of Arbitration Terkait Sengketa Laut China Selatan Terhadap Negara di Sekitar Kawasan Tersebut”, Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2, Nomor 1 (2017): h. 7-8. 85

Muhammad Rafi Darajati, Huala Adolf dan Idris, “Implikasi Hukum atas Putusan Permanent Court of Arbitration Terkait Sengketa Laut China Selatan Terhadap Negara di Sekitar Kawasan Tersebut”, Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2, Nomor 1 (2017): h. 9.

Page 65: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

54

Penyelidikan PCA beranggotakan seorang Arbitrator, komisi bersama

anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak bersengketa dan komisi campuran

yang terdiri atas orang-orang yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa

ditambah anggota yang dipilih dengan cara lain. Penyelidikan ini berlangsung

selama lebih dari tiga tahun. Pada 12 Juli 2016 PCA mengumumkan hasil

keputusannya diantaranya yaitu:86

a. Tiongkok tidak memiliki hak histois di perarian LCS dan berdasarkan

Konvensi Hukum Laut 1982 konsep nine dash line dinyatakan tidak

memiliki landasan hukum

b. Tidak ada apa pun di Kepulauan Spratly yang memberikan China hak

Zona Ekonomi Ekslusif

c. Tiongkok telah mencampuri hak tradisional warga Filipina untuk

menangkap ikan, terutama di Scarborough Shoal

d. Eksplorasi minyak Tiongkok di dekat Reed Bank melanggar kedaulatan

Filipina

e. Tiongkok merusak ekosistem di Kepulauan Spratly dengan aktivitas

seperti penangkapan ikan berlebihan dan menciptakan pulau buatan

f. Tindakan Tiongkok telah memperburuk konflik dengan Filipina

Pada Hasil keputusan pengadilan ini juga dijelaskan bahwa, PCA

menyatakan bahwa arbitrase ini dibentuk atas dasar yang kuat sesuai lampiran VII

86

Muhammad Rafi Darajati, Huala Adolf dan Idris, “Implikasi Hukum atas Putusan Permanent Court of Arbitration Terkait Sengketa Laut China Selatan Terhadap Negara di Sekitar Kawasan Tersebut”, Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2, Nomor 1 (2017): h. 9.

Page 66: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

55

UNCLOS. Hasil keputusan ini bersifat mengikat dan Ketidakhadiran Tiongkok

dalam proses pengadilan ini tidak berpengaruh atas yurisdiksi arbitrase.87

Menanggapi hasil keputusan PCA tersebut, pemerintah Tiongkok

menyatakan dengan tegas bahwa Tiongkok menolak hasil keputusan tersebut.

Menurut Tiongkok, pihaknya tidak pernah menyetujui keputusan Filipina yang

mengambil jalur arbitrase sejak awal, sehingga dengan begitu keputusan PCA ini

dapat dikatakan batal demi hukum, tidak sah dan tidak mengikat.88

Menurut

Tiongkok, PCA tidak memiliki wewenang untuk menentukan hal tersebut.

Penolakan dari Tiongkok ini tentu menjadi perhatian masyarakat internasional,

terutama negara-negara yang terlibat dalam sengketa Laut China Selatan ini

termasuk Filipina. Tiongkok yang sudah meratifikasi UNCLOS maupun PCA,

tidak seharusnya menyatakan penolakan atas keputusan yang dikeluarkan PCA.

Penolakan Tiongkok ini tentu tidak sesuai dengan kebijakannya yang telah

meratifikasi baik UNCLOS maupun PCA. Namun, Tiongkok tentu memiliki

pertimbangan yang matang sebelum akhirnya mendeklarasikan penolakan tersebut

dan tentu ada faktor-faktor yang mendukung penolakan tersebut.

87

Permanent Court of Arbitration, “PCA Case Nº 2013-19 In the Matter of an Arbitration before an Arbitral Tribunal Constituted Under ANNEX VII to the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea between The Republic Of The Philippines and The People’s Republic Of China”, diakses pada 25 Desember 2018 dari http://www.pcacases.com/web/sendAttach/1506 88

Christine Novita Nababan,”China Tolak Hasil Arbitrase Laut China Selatan”, diakses pada 25 Desember 2018 dari https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160712183026-113-144380/china-tolak-hasil-arbitrase-laut-china-selatan

Page 67: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

56

BAB IV

ANALISA PENOLAKAN TIONGKOK ATAS HASIL KEPUTUSAN

PERMANENT COURT OF ARBITRATION (PCA)

Pada bab-bab sebelumnya sudah dibahas mengenai dinamika kepemilikan

wilayah Laut China Selatan sejak periode sebelum kemunculan kedaulatan

nasional, awal mula timbulnya konflik, klaim Tiongkok hingga gugatan Filipina

ke Permanent Court of Arbitration (PCA). Setelah PCA menganalisis sengketa

yang terjadi di wilayah ini dan klaim-klaim pihak yang terkait, pada akhirnya

PCA mengeluarkan keputusan memenangkan Filipina pada sidang arbitrase

tersebut. Secara garis besar, PCA menyatakan bahwa klaim Tiongkok di Laut

China Selatan yang ditandai dengan sembilan garis putus-putus tidak memiliki

dasar hukum yang kuat. Menanggapi hal tersebut Tiongkok segera mengeluarkan

pernyataan yang tegas mengenai penolakan terhadap keputusan PCA tersebut.89

Dalam menganalisa sikap Tiongkok ini, penulis mencoba mejabarkan analisa

yang disusun dengan menggunakan pendekatan-pendekatan teoritis yang

digunakan dalam penelitian ini.

A. Menurut pandangan Neo-Realisme

Dalam usaha memahami alasan Tiongkok yang berani menolak keputusan

PCA, terdapat beberapa asumsi dari pendekatan neo-realisme yang ideal untuk

89

Tom Phillips, Oliver Holmes dan Owen Bowcott,” Beijing rejects tribunal's ruling in South China Sea case”, diakses pada 15 Januari 2019 dari https://www.theguardian.com/world/2016/jul/12/philippines-wins-south-china-sea-case-against-china

Page 68: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

57

menjawab atau menjelaskan pertanyaan dari penelitian ini. Kenneth Waltz dan

Neo-realisme yang merupakan turunan dari realisme klasik memiliki asumsi

utama bahwa negara merupakan aktor utama dalam hubungan internasional.

Tetapi, menurut Waltz berpendapat bahwa aktor-aktor non-negara juga termasuk

kedalam Hubungan Internasional, namun kedudukannya tetap dibawah negara.90

Waltz berpendapat bahwa sistem internasional bersifat anarki, dimana tidak

ada entitas yang memiliki kekuasaan lebih besar dari negara. Hal ini

mempengaruhi asumsi sebelumnya. Dengan sistem internasional yang anarki,

negara yang merupakan aktor utama dan tidak ada yang lebih tinggi dari negara,

maka tidak ada entitas yang mampu mengendalikan negara.91

Selain itu dalam

hukum internasional, meskipun ada sanksi, namun tidak ada otoritas yang

berperan sebagai polisi. Sehingga, hukum internasional pun tidak dapat

memaksakan aturan-aturannya kepada suatu negara.92

Sanksi yang diberlakukan

dalam hukum internasional hanya berupa sanksi sosial seperti embargo,

pemutusan hubungan kerjsama atau diplomatik, dan sebagainya.

Dalam kasus sengketa wilayah di Laut China Selatan, Tiongkok sebagai

sebuah negara merupakan aktor utama dalam hubungan internasional. Selama ini

meskipun Tiongkok mengakui dan ikut tergabung dalam beberapa organisai

Internasional, Tiongkok sebisa mungkin menghindari kehadiran organisasi atau

entitas lain selain negara dalam menyelesaikan masalahnya. Tiongkok cenderung

90

Scott Burchill dan Andrew Linklater, Theories of Internatinal Relations (New York: ST

Martin‟s Press, INC, 1996), h. 116-118. 91

Scott Burchill dan Andrew Linklater, Theories of Internatinal Relations. 92

Sefriani, Hukum Internasional : Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 15-16.

Page 69: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

58

menggunakan cara diplomasi bilateral dibandingkan melalui forum-forum

internasional dan sebagainya. Sedangkan PCA merupakan sebuah aktor non

negara yang kedudukannnya berada dibawah negara.

Pada kasus sengketa ini Tiongkok menolak dengan tegas hasil keputusan

PCA dan menyatakan bahwa PCA bukan sebuah instansi yang sah dalam

menyelesaikan kasus sengketa ini. Tiongkok menyatakan bahwa tidak pernah

terlibat atau pun melibatkan dirinya dalam pemilihan penyelesaian kasus.

Tiongkok juga tidak pernah menghadiri persidangan PCA mengenai kasus

sengketa ini. Pemerintah Tiongkok menyatakan bahwa hasil keputusan ini tidak

akan berpengaruh terhadap wilayah kedaulatan Tiongkok. 93

Secara hukum internasional tindakan Tiongkok ini dapat dipertanyakan.

Mengingat dalam kasus ini, status hukum PCA sudah jelas, Pada UNCLOS

dinyatakan bahwa jika diplomasi bilateral sudah tidak dapat menyelesaikan

sengketa, setiap negara yang terlibat berhak untuk menunjuk salah satunya yaitu

pengadilan arbitrase internasional dengan syarat-syarat dan cara-cara yang sudah

di tentukan dalam UNCLOS. PCA sudah memenuhi syarat-syarat dan dilakukan

dengan cara-cara sesuai dengan pasal UNCLOS tersebut.94

Pada kapabilitasnnya,

PCA dapat melakukan proses penyelidikan terhadap suatu kasus dengan atau

93

Tom Phillips, Oliver Holmes dan Owen Bowcott,” Beijing rejects tribunal's ruling in South China Sea case”, diakses pada 15 Januari 2019 dari https://www.theguardian.com/world/2016/jul/12/philippines-wins-south-china-sea-case-against-china 94

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”, Diakses pada 23 Januari 2019 dari http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/convention_overview_convention.htm

Page 70: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

59

tanpa kehadiran pihak tergugat atau dalam kasus ini Tiongkok.95

Namun

meskipun Tiongkok sudah jelas-jelas melanggar sebuah bentuk hukum

internasional, dengan sistem internasional yang anarki, PCA tidak dapat

memaksakan hasil keputusannya dan tidak dapat memberikan sanksi kepada

Tiongkok. Hal ini mempengaruhi keputusan Tiongkok dalam menolak keputusan

PCA tersebut.

Namun, penolakan Tiongkok ini tentu melalui pertimbangan yang jelas,

sesuai asumsi neo-realisme berikutnya bahwa negara merupakan aktor yang

rasional.96

Menurut neo-realisme sebuah negara akan bertindak rasional dengan

menggunakan konsep rational choice dalam setiap kebijakannya. Dengan rational

choice sebuah negara akan memperhitungkan cost dan benefit atas keputusannya.

Cost merupakan biaya atau harga yang dibayarkan atau dikorbankan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan benefit merupakan keuntungan yang

akan didapatkan atas tindakan tersebut. Setiap negara tentu akan mengeluarkan

kebijakan yang memiliki benefit yang lebih besar dibandingkan dengan cost yang

harus dikeluarkan. Dengan kata lain, cost dan benefit ini juga menjadi

pertimbangan dalam menentukan kebijakan sebuah negara.

Begitu pula dalam kasus sengketa di LCS ini, Tiongkok tentu sudah

mempertimbangkan cost dan benefit dari kebijakan yang akan dikeluarkan.

95

Permanent Court of Arbitration, “PCA Case Nº 2013-19 In the Matter of an Arbitration before an Arbitral Tribunal Constituted Under ANNEX VII to the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea between The Republic Of The Philippines and The People’s Republic Of China”, diakses pada 25 Januari 2019 dari http://www.pcacases.com/web/sendAttach/1506 96

Scott Burchill dan Andrew Linklater, Theories of Internatinal Relations (New York: ST

Martin‟s Press, INC, 1996), h. 116-118.

Page 71: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

60

Sebelum memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan untuk menolak hasil

keputusan PCA. Cost yang perlu dikeluarkan oleh Tiongkok dalam keputusannya

untuk menolak keputusan PCA, yaitu dengan sikap Tiongkok yang dinilai telah

melanggar sebuah bentuk hukum internasional, akan berdampak terhadap

kerjasama Tiongkok dengan Filipina dan negara-negara yang berada dikawasan

Laut China Selatan lainnya. Mengingat Filipina dan beberapa negara lainnya

merupakan bagian dari ASEAN hal ini juga akan berdampak kepada kerjasama

Tiongkok dengan ASEAN. Sentimen yang nantinya muncul dari negara-negara

ASEAN terhadap Tiongkok akan berbahaya terhadap pengaruh atau hegemoni

Tiongkok di kawasan ini.

Sedangkan benefit yang akan didapatkan Tiongkok dengan penolakan yang

dilakukan Tiongkok ini, Tiongkok dapat mempertahankan beberapa kepentingan

nasionalnya di kawasan Laut China Selatan. Seperti yang sudah dijelakan bahwa

kepentingan nasional ini merupakan tujuan utama semua negara yang perlu

diperjuangkan untuk mencapai kesejahteraan.

B. Kepentingan Nasional Tiongkok di Laut China Selatan

Kepentingan national merupakan tujuan-tujuan yang perlu dicapai oleh

suatu negara demi mencapai keamanan dan kesejahteraan yang merupakan tujuan

umum bagi setiap negara.97

Kepentingan nasional ini memiliki peran penting bagi

97 Mohtar Mas‟oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplindan Metodologi (LP3ES: Jakarta,

1990),h. 140.

Page 72: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

61

decision makers. Dengan adanya kepentingan nasional sebuah negara

mendapatkan tolak ukur dalam menentukan kebijakannya. Dalam sengketa Laut

China Selatan, Tiongkok memiliki kepentingan dalam beberapa bidang

diantaranya yaitu, bidang kedaulatan teritorial negara, bidang ekonomi dan bidang

militer.

a. Bidang Kedaulatan Teritorial Negara

Dalam hukum internasional sebuah negara dapat terbentuk dengan beberapa

syarat, yaitu, rakyat, wilayah, pemerintahan yang berdaulat dan kemampuan untuk

melakukan hubungan internasional.98

Mengacu pada pernyataan tersebut, wilayah

merupakan hal yang penting dalam pembentukan sebuah negara. Sebuah negara

yang berdaulat atas teritorialnya memiliki hak dan kewajiban dalam

memanfaatkan wilayahnya baik untuk tempat tinggal hingga memanfaatkan

sumber daya alam dari wilayahnya. Semakin besar suatu negara dan semakin

banyak rakyat nya, maka suatu negara memiliki tuntutan untuk memperluas

wilayahnya dengan maksud untuk dapat memenuhi kebutuhan rakyatnya.

Tiongkok merupakan negara dengan jumlah penduduk paling banyak di dunia

dengan 1,4 milyar orang.99

Dengan banyaknya penduduk, tentu sebuah negara

perlu sumber daya lebih untuk dapat mensejahterakan rakyatnya. Dengan

memperluas wilayahnya Tiongkok dapat memenuhi kebutuhan tempat tinggal dan

sumber daya lainnya untuk kesejahteraan penduduknya yang banyak dan padat.

98

Sefriani, Hukum Internasional : Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 103-107. 99

World meters,”China Population (Live)”, diakses pada 01 Februari 2019 dari http://www.worldometers.info/world-population/china-population/

Page 73: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

62

Dalam klaimnya di Laut China Selatan, Tiongkok mengklaim lebih dari 80

persen wilayah tersebut merupakan wilayahnya. Klaim Tiongkok ini berdasarkan

sejarah terbentuknya negara ini dan ditambah dengan penemuan-penemuan

artefak masa Dinasti Tiongkok kuno.100

Berdasarkan Klaim Tiongkok tersebut,

Laut China Selatan merupakan bagian dari kedaulatan Tiongkok dan dengan

begitu Tiongkok memiliki hak dan kewajiban atas wilayah tersebut. Dengan

adanya hasil keputusan PCA yang menyatakan bahwa klaim Tiongkok tersebut

tidak berdasar dan Tiongkok tidak memiliki hak atas wilayah Laut China Selatan,

akan mempengaruhi kedaulatan nasional Tiongkok. Sebagai negara yang

berdaulat, Tiongkok tentu harus mempertahankan wilayah yang merupakan

bagian dari kedaulatannya. Melihat dari permasalahan tersebut, mempertahankan

wilayah kedaulatan menjadi prioritas bagi Tiongkok. Prioritas ini akhirnya

membentuk kepentingan nasional Tiongkok untuk menolak hasil kepuutusan

PCA.

b. Bidang Ekonomi

Dalam bidang Ekonomi, Laut China Selatan merupakan jalur lalu lintas

kapal terpadat di Dunia.101

Dengan menguasai wilayah strategis ini tentu akan

menguntungkan Tiongkok yang memiliki intensitas perdagangan internasional

yang tinggi. Perdagangan merupakan salah satu cara yang menjadi tujuan utama

bagi sebuah negara untuk meningkatkan perekonomian negaranya. Dengan

100

Faudzan Farhana, “Memahami Perspektif Tiongkok dalam Upaya Penyelesaian Sengketa Laut

Cina Selatan,” Jurnal Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 11 (Juni 2014):

hlm. 6-9. 101

Faudzan Farhana, “Memahami Perspektif Tiongkok dalam Upaya Penyelesaian Sengketa Laut

Cina Selatan,” hlm. 4-5.

Page 74: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

63

memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya, setiap negara berlomba untuk

meningkatkan produksi untuk ikut serta dalam perdagangan internasional. Disisi

lain, beberapa negara memiliki kebutuhan atas produksi negara lain, menjadi

elemen penting yang melengkapi perdagangan internasional. Dengan begitu peran

jalur perdagangan yaitu menyediakan alur yang dapat dilewati dengan aman untuk

melancarkan kegiatan perdagangan internasional.

Selain dari jalur perdagangan internasional, keuntungan ekonomi yang

terdapat di Laut China Selatan juga didapat dari sumber daya alam yang

terkandung di dalamnya. Dengan penduduk yang sangat banyak, krisis pangan

menjadi fokus utama yang perlu diantisipasi. Tiongkok dalam mempertahankan

kesejahteraan rakyatnya, meningkatkan aspek pertaniannya untuk memenuhi

kebutuhan pangan rakyatnya,102

namun krisis pangan dapat terjadi kapanpun dan

Tiongkok tidak dapat hanya mengandalkan bidang pertaniannya. Wilayah Laut

China Selatan memiliki luas sekitar 3.685.000 kilometer persegi103

tentu memiliki

kekayaan makhluk hidup yang cukup banyak, hal ini dapat membantu Tiongkok

dalam upaya memenuhi pangan masyarakat Tiongkok.

Laut China Selatan juga di prediksi memiliki sumber daya alam yang cukup

banyak. Pada Februari 2018, perusahaan penyulingan minyak Korea Selatan, SK

Innovation Co., menemukan minyak mentah di ladang China di Laut Cina

102

National Bureau of Statistics of China,” Office of the Leading Group of the State Council for the Second National Agricultural Census”, diakses pada 25 Februari 2019 dari http://www.stats.gov.cn/was40/reldetail.jsp?docid=402464541 103

Eugene C. LaFond,”South China Sea”, diakses pada 18 Februari 2019 dari https://www.britannica.com/place/South-China-Sea

Page 75: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

64

Selatan.104

Ini bukanlah kali pertama ekplorasi wilayah ini dilakukan, sebelumnya

Amerika Serikat sudah terlebih dahulu melakukan eksplorasi dan pada 2016

Badan Informasi Energi AS menyatakan bahwa dikawasan ini tersimpas sekitar

11 miliar barel cadangan minyak bumi dan sekitar 190 triliun kaki kubik gas

alam.105

c. Bidang Militer

Dalam bidang militer Tiongkok memiliki kepentingan yang cukup terlihat.

Tiongkok telah melakukan beberapa kali latihan militer di wilayah ini. Pada 2015

bahkan tiongkok menggelar latihan militer terbesar di wilayah Laut China Selatan

dengan melibatkan 10.000 personil, 48 kapal angkatan laut, 76 jet tempur dan dua

kapal andalan Tiongkok yaitu kapal perusak Changsa dan kapal induk

Liaoning.106

Banyaknya pulau karang di wilayah ini, dimanfaatkan Tiongkok

sebagai sasaran Tembak dalam latihan militernya ini.

Selain latihan militer Tiongkok juga membangun pangkalan militer di

beberapa kepulauan di Laut China Selatan. Sebelumnya Tiongkok sudah

membangun beberapa pulau buatan di wilayah Laut China Selatan tepatnya di

Kepulauan Spratly, Kepulauan Paracel dan Kepulauan Woody. Diatas kepulauan-

kepulauan tersebut Tiongkok membangun pangkalan militer yang beberapanya

memiliki skala yang besar. Dalam pangkalan militer tersebut di bangun landasan

104

Kim Da-sol,”SK Innovation discovers crude oil in South China Sea”, diakses pada 25 Februari 2019 dari http://www.koreaherald.com/view.php?ud=20180222000742 105

Lin Shu-yuan dan Jamie Wang,” U.S. report details rich resources in South China Sea. ”, diakses pada 13 Maret 2019 dari http://focustaiwan.tw/news/aipl/201302090013.aspx 106

Rizky Chandra Septania,” China Gelar Latihan Militer Terbesar di Laut China Selatan diakses pada 27 maret 2019 dari https://internasional.kompas.com/read/2018/04/13/13345231/china-gelar-latihan-militer-terbesar-di-laut-china-selatan

Page 76: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

65

udara, radar, fasilitas pertahanan rudal dan penyimpanan senjata milik militer

Tiongkok.107

Melihat Perkembangan kekuatan militer Tiongkok di kawasan Laut

China Selatan diatas, terlihat hal ini juga menjadi faktor yang mempengaruhi

keputusan Tiongkok untuk menolak hasil keputusan PCA. Jika Tiongkok tidak

menolak hasil keputusan PCA dalam sidang kepemilikan Laut China Selatan,

Tiongkok tentu harus menutup pangkalan-pangkalan militer yang telah di bangun

di wilayah Laut China Selatan. Hal ini akan mengurangi kekuatan militer

Tiongkok khusunya di wilayah Laut China Selatan.

C. Penolakan Tiongkok Terhadap Hasil Keputusan PCA

Keputusan Permanent Court of Arbitrations pada keputusannya menyatakan

bahwa Tiongkok tidak memiliki hak atas klaim nya di Laut China Selatan. PCA

menyatakan bahwa klaim sejarah Tiongkok tidak memiliki dasar dan tidak bisa

dijadikan dasar atas klaimnya di Laut China Selatan.108

Meskipun Tiongkok

memutuskan untuk tidak berpartisipasi dalam pengadilan dan tidak menghadiri

semua sidang yang digelar PCA, namun dengan adanya keputusan PCA yang

menolak klaimnya di Laut China Selatan Tiongkok harus merespon keputusan

tersebut untuk mempertahankan posisinya di sengketa ini.

107

Reuters.com,”China building on new reef in South China Sea, think tank says”, diakses pada 20 Maret 2019 dari https://www.reuters.com/article/us-china-southchinasea/china-building-on-new-reef-in-south-china-sea-think-tank-says-idUSKCN1NQ08Y 108

Permanent Court of Arbitration, “PCA Case Nº 2013-19 In the Matter of an Arbitration before an Arbitral Tribunal Constituted Under ANNEX VII to the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea between The Republic Of The Philippines and The People’s Republic Of China”, diakses pada 25 Desember 2018 dari http://www.pcacases.com/web/sendAttach/1506

Page 77: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

66

Penolakan Tiongkok ini tentu memiliki pertimbangan dan dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Faktor pertama yaitu Status Tiongkok yang merupakan Negara

sebagai aktor utama dalam hubungan internasional dan sistem internasional yang

anarki sehingga Tiongkok sebagai sebuah negara memiliki kedudukan yang lebih

tinggi dari PCA yang merupakan sebuah organisasi internasional. Selain itu,

mekanisme sanksi dalam hukum internasional tidak cukup kuat untuk dapat

memaksa Tiongkok agar dapat mengikuti hasil keputusan PCA.

Faktor selanjutnya, mengenai cost atau kerugian yang akan didapatkan

Tiongkok ketika menyatakan menolak hasil Keputusan PCA tersebut. Tiongkok

akan mengalami kesulitan dalam kerjasama dengan Filipina dan negara-negara

ASEAN lainnya, terutama negara-negara yang terlibat di sengketa ini. Namun,

Tiongkok lebih memilih untuk melakukan kerjasama bilateral. Dengan

meningkatkan kerjasama bilateral, Tiongkok akan mengurangi dampak cost yang

akan dihadapinya. Disisi lain, dengan menolak hasil keputusan PCA Tiongkok

akan mendapatkan benefit berupa mempertahankan kepentingan nasionalnya di

Laut China Selatan. Faktor terakhir yaitu dari benefit yang akan diraih Tiongkok

jika Tiongkok menolak hasil keputusan tersebut. Dengan penolakannya, Tiongkok

dapat mempertahankan kepentingan nasionalnya di wilayah Laut China Selatan

dalam beberapa bidang, yaitu bidang kedaulatan teritorial, ekonomi dan militer

seperti yang sudah dijelaskan dalam sub-bab sebelumnya.

Pada akhirnya, Faktor-faktor tersebut mendorong Tiongkok memutuskan

untuk menyatakan dengan tegas dengan mengeluarkan pernyataan resmi bahwa

Tiongkok menolak hasil keputusan PCA tersebut. Tiongkok menyatakan bahwa

Page 78: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

67

PCA bukan sebuah lembaga yang berhak untuk memutuskan hal tersebut.

Terakhir Tiongkok tidak akan mengakui klaim-klaim yang berdasarkan kepada

hasil keputusan PCA tersebut. Langkah tiongkok tersebut merupakan langkah

yang tepat. Dengan sikapnya, Tiongkok dapat mempertahankan posisinya di

sengketa Laut China Selatan. Namun juga, dapat tetap mempertahankan

kerjasamanya dengan negara-negara lain yang juga terlibat sengketa ini, terutama

Filipina.

Page 79: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

68

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Sengketa kelautan di wilayah Laut China Selatan sudah ada cukup lama. Saat

ini beberapa negara yang terlibat di sengketa ini yaitu Tiongkok, Taiwan, Filipina,

Vietnam, Malaysia dan Brunei Darrusalam. Selain itu Indonesia terkena dampak

spillover karena klaim Tiongkok mencangkup wilayah Natuna Utara. Sedangkan

Amerika Serikat juga ikut terkena dampak karena sengketa dan klaim di wilayah

ini tidak sesuai dengan prinsip kebebasan navigasi AS.

Permasalahan utama pada sengketa di Laut China Selatan mulai muncul ketika

Tiongkok merilis peta kedaulatannya. Pada peta ini menunjukan wilayah Laut

China Selatan di klaim Tiongkok sebagai bagian dari kedaulatannya. Klaim

Tiongkok ini di tandai dengan sembilan garis putus-putus yang mencangkup

sekitar 80 persen dari wilayah Laut China Selatan. Klaim ini juga menimpa

beberapa wilayah ZEE beberapa negara di wilayah Laut China Selatan

diantaranya yaitu Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darrusalam dan Indonesia.

Namun, selain Tiongkok beberapa negara juga ikut mengklaim beberapa

kepulauan di wilayah Laut China Selatan yang mendekati wilayah ZEE nya.

Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly merupakan kedua kepulauan yang

menjadi fokus utama dalam klaim tumpang tindih beberapa negara yang menjadi

peserta sengketa wilayah ini. Dengan adanya klaim yang saling tumpang tindih,

ditambah dengan tindakan Tiongkok yang mulai membangun fasilitas militer

Page 80: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

69

diatas pulau-pulau buatan di wilayah Laut China Selatan membuat konflik

semakin memanas.

Beberapa usaha untuk menyelesaikan sengketa ini sudah sering dilakukan baik

secara bilateral maupu dalam forum-forum internasional, namun belum

membuahkan hasil. Tiongkok selalu menghindar dalam beberapa forum

internasional. Konflik terus berlangsung, tidak jarang terjadi konflik bersenjata

diantana negara-negara yang klaimnya tumpang tindih hingga penangkapan

nelayan yang dianggap telah melewati batas teritorial. Hingga pada akhirnya

Filipina merasa memerlukan tindakan tegas untuk Tiongkok yang mengklaim

hampir seluruh wilayah Laut China Selatan dan membangun fasilitas militer

disana. Pada 2013 Filipina memutuskan untuk mengajukan kasus klaim ini ke

Permanent Court of Arbitrations (PCA). Tuntutan Filipina ini mengenai hak

kedaulatannya atas sebagian wilayah di Laut China Selatan sesuai yang sudah

diatur di United Nations on Law of the Sea (UNCLOS) dan klaim Tiongkok atas

kepemilikian Laut China Selatan.

Setelah melewati bebrapa persidangan, pada 2016, PCA mengeluarkan

keputusan yang menyatakan bahwa Klaim Tiongkok di Laut China Selatan yang

berdasarkan sejarah tidak sah dan tidak berdasar. Tiongkok meskipun tidak

pernah menghadiri persidangan yang digelar PCA, perlu merespon hasil

keputusan PCA tersebut karena akan mempengaruhi posisi Tiongkok di Laut

China Selatan. Dalam neo-realisme, sebuah negara merupakan aktor utama dalam

hubungan internsaional. Meskipun neo-realisme mengakui adanya aktor lain

selain negara, namun negara tetap merupakan aktor utama. Oleh karena itu sebuah

Page 81: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

70

negara tidak dapat diatur oleh aktor internasional lainnya seperti PCA. Namun,

Tiongkok perlu berhati-hati dalam menentukan kebijakan dalam merespon hasil

keputusan PCA tersebut. Sesuai asumsi neo-realisme lainnya yaitu sebuah negara

merupakan aktor yang rasional. Sebuah negara akan mempertimbangkan cost dan

benefit sebelum melakukan sebuah kebijakannya. Dalam merespon keputusan

PCA, Tiongkok tentu tidak bisa menerima hasil keputusan PCA tersebut

mengingat keputusan tersebut memberatkan posisi Tiongkok di Laut China

Selatan. Namun, sebelum Tiongkok memberikan pernyataan resmi, sebagai

negara yang bersifat rasional, Tiongkok tentu lebih dulu memperhitungkan cost

dan benefit yang akan dia dapatkan apabila dia melakukan penolakan atas hasil

kepustusan PCA.

Cost yang mungkin akan didapatkan oleh Tiongkok yaitu merusak hubungan

kerjasama antara Tiongkok dan beberapa negara ASEAN terutama yang terlibat

dalam sengketa di wilayah Laut China Selatan ini. Namun cost ini dapat dikurangi

dengan meningkatkan kerjasama bilateral dengan negara-negara terkait. Disisi lain

dengan menolak keputusan PCA ini Tiongkok dapat mempertahankan

kepentingan nasionalnya di Laut China Selatan sebagai benefit yang akan diterima

oleh Tiongkok. Kepentingan Tiongkok ini terdapat dalam beberapa bidang,

diantaranya yaitu dalam bidang kedaulatan wilayah nasional, bidang ekonomi dan

bidang militer.

Melihat faktor-faktor diatas, pada akhirnya Tiongkok mengeluarkan

pernyataan resmi yang menunjukan respon Tiongkok terhadap hasil keputusan

PCA. Tiongkok menyatakan bahwa PCA bukan lembaga yang berhak untuk

Page 82: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

71

mengeluarkan keputusan tersebut dan Tiongkok dengan tegas menolak hasil

keputusan yang dikeluarkannya. Tiongkok juga menyatakan tidak akan mengakui

segala bentuk klaim yang berdasarkan kepada hasil keputusan PCA tersebut.

B. Saran

Penelitian ini mengenai penolakan Tiongkok kepada hasil keputusan

Pemanent Court of Arbitrations (PCA) atas gugatan Filipina dalam sengketa Laut

China Selatan tahun 2016. Penelitian ini diharapakan mampu menjadi referensi

bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan sengketa kelautan di wilayah Laut

China Selatan. Untuk menyempurnakan penelitian ini, diharapkan agar penelitian

selanjutnya dapat menggunakan narasumber yang lebih beragam untuk semakin

memperkaya sudut pandang dan fakta. Selain itu juga dapat menggunakan

kerangka teori yang berbeda sesuai dengan perkembangan hubungan maupun

kebijakan Tiongkok khusunya di wilayah Laut China Selatan.

Page 83: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

72

DAFTAR PUSTAKA

Armandhanu, Denny.“Australia Latihan Gabungan dengan China di Laut

Sengketa”, CNN Indonesia, diakses dari

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20151029112559-113-

88122/australia-latihan-gabungan-dengan-china-di-laut-sengketa/

Asia Maritime Transparency Initiative, “China”, Asia Maritime Transparency

Initiative, diakses dari https://amti.csis.org/island-tracker/china/

Australia Plus ABC, “China diduga Ubah Terumbu Karang Jadi Pangkalan

Militer di Laut China Selatan”, Detiknews, diakes dari

http://news.detik.com/australia-plus-abc/3025378/china-diduga-ubah-

terumbu-karang-jadi-pangkalan-militer-di-laut-china-selatan

BBC Indonesia, “Cina Menggelar Latihan Militer di Laut China Selatan”, BBC

Indonesia, diakses dari

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/07/160704_dunia_cina_lautcinas

elatan#orb-banner

BBC.com, Why is the South China Sea Contentious?, dari

http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-13748349

Beattie, Victor. “China Reklamasi Daratan yang Dipersengketakan”, VOA

Indonesia, diakses dari http://www.voaindonesia.com/a/china-reklamasi-

daratan-yang-dipersengketakan/2722864.html

Page 84: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

73

Burchill, Scott dan Linklater, Andrew. Theories of Internatinal Relations. New

York: ST Martin‟s Press, INC, (1996)

Council on Foreign Policy, “China‟s Maritime Disputes”, Council on Foreign

Policy, diakses dari http://www.cfr.org/asia-and-pacific/chinas-maritime-

disputes/p31345#!/?cid=otr-marketing_use-china_sea_InfoGuide#overview

Darajati, Muhammad Rafi, Adolf, Huala dan Idris, “Implikasi Hukum atas

Putusan Permanent Court of Arbitration Terkait Sengketa Laut China

Selatan Terhadap Negara di Sekitar Kawasan Tersebut”, Jurnal Bina Mulia

Hukum Volume 2, Nomor 1 (2017)

Da-sol, Kim. “SK Innovation discovers crude oil in South China Sea”, diakses

dari http://www.koreaherald.com/view.php?ud=20180222000742

Dema, Yon. “Ini Perjalanan Sengketa Kawasan Laut Cina Selatan”, Tempo.co,

diaskes dari https://m.tempo.co/read/news/2016/07/12/118787130/ini-

perjalanan-sengketa-kawasan-laut-cina-selatan

Farhana, Faudzan. “Memahami Perspektif Tiongkok dalam Upaya Penyelesaian

Sengketa Laut Cina Selatan,” Jurnal Penelitian Politik Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (2014)

Fitriyasa, Akbar. Kerjasama Militer Vietnam dengan Amerika Serikat dalam

Mengelola Ancaman Keamanan Laut China Selatan Tahun 2011 Skripsi

FISIP UIN Jakarta (2011)

Page 85: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

74

Global Fire Power, “Countrie Ranked by Military Strength”, Global Fire Power ,

diakses dari http://www.globalfirepower.com/countries-listing.asp

Hardoko, Ervan. “Laut China Selatan, Perairan Menggiurkan Sumber Sengketa 6

Negara”, Kompas Internasional, diakses dari

http://internasional.kompas.com/read/2016/07/13/17401251/laut.china.selat

an.perairan.menggiurkan.sumber.sengketa.6.negara?page=all

Hikmah, Mutiara. “Penolakan Putusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Astro

All Asia Network Plc”, Jurnal Yudisial Vol. 5 No.1 Fakultas Hukum UI

(2012)

Hukumpedia.com, Natuna Milik Kita Indonesia, diakses dari

http://www.hukumpedia.com/agungh28/natuna-milik-kita-indonesia

Kingdom of Colonia St. John, The History of the Kingdom of Colonia St John.

Diakses dari http://www.colonia.asia/history%20-

%20the%20history%20of%20the%20kingdom%20of%20colonia%20st%20

john.htm

LaFond, Eugene C. “South China Sea”, diakses dari

https://www.britannica.com/place/South-China-Sea

Mas‟oed, Mohtar. Ilmu Hubungan Internasional Disiplindan Metodologi. Jakarta

: LP3ES (1990)

Page 86: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

75

Mullen, Jethro. “Philippines takes territorial fight with China to international

tribunal”, dari https://edition.cnn.com/2013/01/22/world/asia/philippines-

china-territorial-dispute/

Nababan, Christine Novita. “China Tolak Hasil Arbitrase Laut China Selatan”,

diakses dari https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160712183026-

113-144380/china-tolak-hasil-arbitrase-laut-china-selatan

Nainggolan, Poltak Partogi. Konflik Laut China Selatan dan Implikasinya

Terhadap Kawasan. Jakarta : P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan

Azza Grafika (2013)

Nancy Wei, Chunjuan dan Lay, William,”International Law and the South China

Sea Disputes: China, Taiwan and The Philippines.” Harvard Asia Quarterly

15.2 (2013)

National Bureau of Statistics of China,” Office of the Leading Group of the State

Council for the Second National Agricultural Census”, diakses dari

http://www.stats.gov.cn/was40/reldetail.jsp?docid=402464541

Orendain, Simone. “China bangun Landasan Udara di Kawasan Laut China

Selatan”, VOA Indonesia, diakses dari

http://www.voaindonesia.com/a/chinabangun-landasan-terbang-di-kawasan-

laut-china-selatan/2723475.html

Page 87: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

76

Perlez, Jane. “Tribunal Rejects Beijing‟s Claims in South China Sea”, diakses dari

https://www.nytimes.com/2016/07/13/world/asia/south-china-sea-hague-

ruling-philippines.html

Permanent Court of Arbitration, “Arbitration Services”,diakses dari https://pca-

cpa.org/en/services/arbitration-services/

Permanent Court of Arbitration, “PCA Case Nº 2013-19 In the Matter of an

Arbitration before an Arbitral Tribunal Constituted Under ANNEX VII to

the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea between The

Republic Of The Philippines and The People‟s Republic Of China”, diakses

dari http://www.pcacases.com/web/sendAttach/1506

Permanent Court of Arbitration, ”Contracting Parties” diakeses dari https://pca-

cpa.org/en/about/introduction/contracting-parties/

Permanent Court of Arbitration, ”History” diakeses dari https://pca-

cpa.org/en/about/introduction/history/

Phillips, Tom, Holmes, Oliver dan Bowcott, Owen. “Beijing rejects tribunal's

ruling in South China Sea case”, diakses dari

https://www.theguardian.com/world/2016/jul/12/philippines-wins-south-

china-sea-case-against-china

Plano, Jack C dan Olton, Roy. The International Dictionary. New York : Wentern

Michigan University (1973)

Page 88: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

77

Randa, Pia. “Reed Bank 'holds huge oil, gas reserves'.”, diakses dari

https://www.rappler.com/business/21460-reed-bank-holds-untapped-riches-

us-agency

Reuters.com,”China building on new reef in South China Sea, think tank says”,

diakses dari https://www.reuters.com/article/us-china-southchinasea/china-

building-on-new-reef-in-south-china-sea-think-tank-says-

idUSKCN1NQ08Y

Secretary of Defense, “China Military Power Report”, Defense.Gov, diakses dari

https://www.defense.gov/Portals/1/Documents/pubs/2015_China_Military_

Power_Report.pdf

Sefriani. Hukum Internasional : Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press (2010)

Septania, Rizky Chandra. “China Gelar Latihan Militer Terbesar di Laut China

Selatan”, diakses dari

https://internasional.kompas.com/read/2018/04/13/13345231/china-gelar-

latihan-militer-terbesar-di-laut-china-selatan

Shu-yuan, Lin dan Wang, Jamie, ” U.S. report details rich resources in South

China Sea. ”, diakses dari

http://focustaiwan.tw/news/aipl/201302090013.aspx

Suryana. Metodologi Penelitian Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan

Kualitatif Bandung: UPI (2010)

Page 89: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

78

Theguardian.com, “Beijing Rejects Tribunal‟s Ruling in South China Sea Case”,

[berita on-line], diakses dari

https://www.theguardian.com/world/2016/jul/12/philippines-wins-south-

china-sea-case-against-china

Thuy, Tran Truong. “China‟s U-shaped Line in the South China Sea:

Interpretations, Asserting Activities, and Reactions from Outside”, diakses

dari http://nghiencuubiendong.vn/en/publications/vietnamese-

publications/784-chinas-u-shaped-line-in-the-south-china-sea-possible-

interpretations-asserting-activities-and-reactions-from-outside-by-tran-

truong-thuy

Tønnesson, Stein. “An International History of the Dispute in the South China

Sea”, EAI Working Paper No.71 (2001)

UN.org, “Convention Historical Perspective”, Diakses dari

http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/convention_historical_

perspective.htm

UN.org, “Table of Recapitulating the Status of the Convention and the Related

Agreement”, (Jenewa: United Nations, 10 Oktober 2014), Diakses dari

http://www.un.org/depts/los/reference_files/status2010.pdf

UN.org, “United Nations Convention on the Law of the Sea”, (Jenewa: United

Nations, 17 Desember 1970), diakses dari

www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf

Page 90: ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49162... · 2020. 1. 13. · ANALISIS PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK TERHADAP

79

United Nations Convention on the Law of the Sea, “Chronological List of

Ratifications”, Diakses dari

http://www.un.org/depts/los/reference_files/chronological_lists_of_ratificati

ons.htm

United Nations Convention on the Law of the Sea, “United Nations Convention

on the Law of the Sea of 10 December 1982 Overview and full text”,

Diakses dari

http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/convention_overview_

convention.htm

Westcott, Ben. “Philippines vs China: Why the South China Sea rulling may

change Asia”, diakses dari http://edition.cnn.com/2016/07/04/asia/south-

china-sea-un-case-explainer/

World Meters, ”China Population (Live)”, diakses dari

http://www.worldometers.info/world-population/china-population/

Ying, Fu dan Sichun, Wu. “South China Sea : How We Got to This Stage”,

Institue for Security & Developement Policy (ISDP) Jurnal Publikasi

(2016).