analisis pengenaan pajak reksa dana terhadap...
TRANSCRIPT
1
“ANALISIS PENGENAAN PAJAK REKSA DANA TERHADAP
PERTUMBUHAN INVESTASI REKSA DANA SEBELUM DAN
SESUDAH PELAKSANAAN UU PAJAK No. 17 TAHUN 2000”
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Stara Satu Program Studi Akuntansi Perpajakan
Oleh
Nama : Ria Nurhafizah
Nim : 104082002770
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYRIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
2
Analisis pengenaan pajak Reksa Dana terhadap pertumbuhan investasi
Reksa Dana sebelum dan sesudah pelaksanaan UU pajak No. 17 tahun 2000
ABSTRACT
The purpose of this research is to Analyse which uses tax of Money Fund
in growing of investment Money Fund before and after performer UU number 17
in year 2000. This research used data of secondary like the sum score of Net
Assets Value (NAV) and the sum of Unit Enclose of Money fund who revolve
from 1998 until 2007. This data can get from yearly publication in Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam). To analyze data, this research use the
statistics test non parametric and wilcoxon as an instrument of testing.
The result from this research as follows: 1. Based the sum of Net Assets
Value (NAV), to indicate if its found difference in growth of Money Fund before
and after performance of UU number 17 in year 2000, 2. Based the sum of Unit
Enclose, to indicate if its found difference in growth of Money Fund before and
after performance of UU number 17 in year 2000, 3. Money Fund has unstable an
inclined fluctuation.
Keywords: Application the tax of Money Fund, Growth investment of Money
Fund
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan spektakular pasar modal Indonesia terjadi dari muali
akhir tahun 1998 hingga sekitar pertengahan tahun 1990. Setelah iyu pasar
modal akan terus berkembang secara berkesinambungan dengan didukung
beberapa factor penting yang menentukan yaitu kondisi makro ekonomi
Indonesia dan stabilitas polotik ekonomi. Pasar modal tidak akan
berkmbang pesat jika perkembangan makro suatu Negara mengalami
pertumbuhan ekonomi yang negative atau stagnan. Tingkat inflasi yang
double digit atau sampai hyper inflation, cadangan devisa yang amat tipis
yang disertai deficit neaca transaksi berjalan yang amat tinggi, perolehan
ekspor yang rendah dan kebutuhan impor yang tidak bias dipenuhi lagi
karena terbatasnya devisa yang tersedia.
Ekonomi Indonesia bertumbuh selama repelita IV setinggi rata-rata
5,1% per tahun, dengan tingkat inflasi pada tahun 1989 hanya sekitar 7%,
ekspor non migas meningkat pesat dan cadangan devisa di bawah kendali
Bank Sentral dan Bank-bank Negara lebi besar US$ 6 milyar. Kondisi
makro ekonomi yang demikianlahyang menghasilkan “ledakan” pasar
modal secara objektif.
4
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalh diatas, maka masalh yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan
antara tingkat pertumbuhan investasi reksa dana pada saat sebelum dan
sesudah dilaksanakan Undang-undang No. 17 Tahun 2000”.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
“Untuk mengetahui apakah perbedaan antara tingkat perrtumbuhan
investasi reksa dana pada saat sebelum dan sesudah dilaksanakan
Undang-undang No. 17 Tahun 2000?”.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi dirjen pajak sebagai evaluasi atas
dampak yang dihasilkan atas kebijaksanaan tertentu.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Perpajakan
1. Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007,
adalah:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
2. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun
pajak. (Resmi, 2003:74). Adapun peraturan perundangan yang mengatur
Pajak Penghasilan di Indonesia adalah UU No. 7 Tahun 1983 yang telah
disempurnakan dengan UU No. 7 Tahun 1991, UU No. 10 Tahun 1994, dan
terakhir UU No. 17 Tahun 2000. Adapun tujuan dan araha dari
penyempurnaan UU PPh tersebut adalah sebagai berikut:
a. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak.
b. Lebih memberikan kemudahan kepada wajib pajak.
6
c. Menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan investasi
langsung di Indonesia.
3. Subjek Pajak Penghasilan
Menurut Resmi (2003:74) subjek pajak penghasilan adalah segala
sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan
menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Menurut Pasal 2 ayat
(1) UU No. 17 Tahun 2000 mengelompokkan subjek pajak sebagai berikut:
a. Subjek pajak orang pribadi,
b. Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
meggantikan yang berhak
c. Subjek pajak badan,
d. Subjek pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
B. Konsep Dasar Investasi
Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan berarti
juga produksi) dari capital atau modal barang-barang yang tidak dikonsumsi
tetapi juga digunakan untuk produksi yang akan dating (barang produksi).
(http://wikipedia.org/wiki/reksadana). Sedangkan menurut Halim (2005:4)
investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini
dengan harapan memperoleh keuntungan di masa mendatang.
7
C. Konsep Reksa Dana
1. Pengertian Reksa Dana
Reksa dana adalah wadah dan pola pengelolaan dana atau modal bagi
sekumpulan investor untuk berinvestasi dalam instrument-instrument investasi
yng tersedia di pasar modal dengan cara membeli unit penyertaan reksa dana.
Dana ini kemudian dikelola oleh Manajer Investasi (MI_ ke dalam portofolio
investasi, baik berupa saham, obligasi, pasar uang ataupuun efek atau sekuriti
lainnya. Sedangkan menurut Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun
1995 pasal 1 ayat (27): ‘Reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan
dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi.”
2. Bentuk Hukum Reksa Dana
Berdasarkan Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 Pasal
18 Ayat (1), bentuk hokum reksa dana di Indonesia ada dua, yakni reksa
dana berbentuk Perseroan Terbatas (PT. Reksa Dana) dan reksa dana
berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.
(http://nofieiman.com/2007/04/investasi-di-reksadan/-29k).
8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengenai pertumbuhan investasi reksa dana di Indonesia
yang mungkin akan mengalami perubahan setelah adanya pengenaan pajak
reksa dana atau setelah adanya pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2000. Data
yang dibutuhkan untuk mengetahui perubahan pertumbuhan investasi reksa
dana yaitu jumlah Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana dan jumlah Unit
Penyertaan yang beredar antara tahun 1998 sampai dengan 2007. Data yang
digunakan untuk keperluan analisis adalah data sekunder yang diperoleh dari
publikasi tahunan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
B. Metode Pemilihan Sampel
Penelitian ini menggunakan convenience sampling atau pemilihan
sampel berdasarkan kemudahan sebagai metode pemilihan sampelnya.
Dimana metode ini memilih sampel dari elemen populasi yang datanya mudah
diperoleh peneliti. Elemen populasi yang dipilih sebagai subjek sampel adalah
tidak terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel
yang paling cepat dan murah. (Indriantoro, 2002:130).
9
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Penelitian Pustaka (Library Research)
Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data
sekunder dan penelusuran data sekunder memerlukan cara agar penelitian
data sekunder lebih cepat dan efisien. (Indriantoro, 2002:150). Sehingga,
dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan bahan yang diperlukan dari
buku, bahan kuliah, Undang-undang perpajakan, peraturan perpajakan,
dan sumber lain yang berhubungan dengan judul dan isi skripsi ini.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Untuk memperoleh guna melengkapi penelitian ini, maka peneliti
mengadakan penelitian ke Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
secara langsung guna memperoleh data yang diperlukan.
D. Metode Analisis
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis kualitatif
bersifat deskriptif dengan menjabarkan data yang diperoleh melalui observasi
lapangan dengan menggunakan analisis statistik melalui suatu bentuk
pengujian untuk melihat seberapa besarkah perbedaan yang dihasilkan atas
pengenaan pajak reksa dana terhadap pertumbuhan investasi reksa dana di
Indonesia. Adapun bentuk pengujian yang digunakan adalah uji statistik non
parametrik.
10
Uji statistik non parametrik khusus digunakan untuk menguji dua sampel
berhubungan. Pengujian dua sampel yang berhubungan pada prinsipnya ingin
menguji apakah dua sampel yang berhubungan satu dengan yang lain berasal
dari populasi yang sama. Jika benar demikian, maka ciri-ciri kedua sampel
(rata-rata, median dan lainnya) relatif sama untuk kedua sampel ataupun
populasinya. Yang dimaksud sampel berhubungan adalah subjek yang diukur
sama, namun diberi dua macam perlakuan.
Dalam menggunakan uji statistik non parametrik, data yang digunakan
dalam penelitian harus memiliki beberapa kriteria, seperti data bertipe nominal
atau ordinal dan data bertipe interval atau rasio, namun tidak berdistribusi
normal. Wilcoxon merupakan salah satu alat uji dua sampel berhubungan
yang digunakan secara luas dalam praktek. (Santoso, 2005:143).
Proses pengambilan keputusan, diantaranya :
1. Hipotesis :
Ho : d = 0 atau pertumbuhan investasi reksa dana sebelum dan sesudah
pengenaan pajak reksa dana tidak ada bedanya.
Hi : d ≠ 0 atau pertumbuhan investasi reksa dana sebelum dan sesudah
pengenaan pajak reksa dana berbeda secara nyata.
2. Dasar pengambilan keputusan :
a. Dengan membandingkan angka z hitung dan z tabel :
Jika z hitung < z tabel, maka Ho diterima
Jika z hitung > z tabel, maka Ho ditolak
11
b. Dengan melihat angka probabilitas, dengan ketentuan:
Probabilitas > 0,05 maka Ho diterima
Probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak
3. Keputusan :
a. Dengan membandingkan angka z hitung dan z tabel :
Mencari z hitung :
Rumus : z = T – [1/4N(N+1)]
1/24(N)(N+1)(2N+1)
Mencari z tabel :
Untuk tingkat kepercayaan 95% dan uji dua sisi (standar untuk
perhitungan di SPSS), didapat nilai z tabel adalah ± 1,96.
b. Dengan melihat angka probabilitas, dengan ketentuan :
Jika angka pada kolom Asymp. SIG adalah lebih kecil dari 0,05, maka
Ho ditolak, dan sebaliknya. (Santoso, 2005:148).
E. Operasional Variabel
1. Pengenaan pajak reksa dana
Pengenaan pajak reksa dana dapat diartikan sebagai suatu kebijakan
pemerintah atas pembebanan pajak terhadap reksa dana yang sebelumnya
tidak dibebankan atau bebas pajak. Dimana atas pengenaan pajak tersebut
diharapkan akan menambah pendapatan bagi Negara.
12
2. Pertumbuhan investasi reksa dana
Pertumbuhan investasi reksa dana dapat diartikan sebagai suatu
perubahan yang mungkin terjadi akibat adanya kebijakan pemerintah atas
pembebanan pajak reksa dana. Perubahan yang dimaksud adalah
kemungkinan terjadinya peningkatan atau penurunan pertumbuhan
investasi reksa dana pada tiap periodenya.
13
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Pasar Modal
Dalam sejarah Pasar Modal Indonesia, kegiatan jual beli saham dan
obligasi dimulai pada abad ke-19. Menurut buku Effectengids yang
dikeluarkan oleh Verreniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual
beli efek telah berlangsung sejak 1880. Pada tanggal 14 Desember 1912,
Amserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa efek di Batavia. Di
tingkat Asia, bursa Batavia tersebut merupakan yang tertua ke empat setelah
Bombay, Hongkong, dan Tokyo.
1. Zaman Penjajahan
Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai
membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah
satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-
baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan
Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari
penghasilan penduduk pribumi. Atas dasar itulah maka pemerintahan
kolonial waktu itu mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan
persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi pasar modal di Indonesia
yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 dan
bernama Vereniging voor de Effectenhandel (bursa efek) dan langsung
14
memulai perdagangan. Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang
aktif (makelar) yaitu : Fa. Dunlop & Kolf; Fa. Gijselman & Steup; Fa.
Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul
Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink
& Co; Wieckert & V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa.
Gebroeders.
Sedangkan Efek yang diperjual-belikan adalah saham dan obligasi
perusahaan atau perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia,
obligasi yang diterbitkan Pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat
saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor
administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya.
Perkembangan pasar modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga
menarik masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada
tanggal 11 Januari 1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang
resmi didirikan bursa. Anggota bursa di Surabaya waktu itu adalah : Fa.
Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. V. Van Velsen, Fa.
Beaukkerk & Cop, dan N. Koster. Sedangkan anggota bursa di Semarang
waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. Monad
& Co, Fa. Companien & Co, serta Fa. P.H. Soeters & Co. Perkembangan
pasar modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat dari nilai efek
yang tercatat yang mencapai NIF 1,4 milyar (jika di indeks dengan harga
beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah + Rp. 7 triliun)
yang berasal dari 250 macam efek.
15
2. Perang Dunia II
Pada permulaan tahun 1939 keadaan suhu politik di Eropa
menghangat dengan memuncaknya kekuasaan Adolf Hitler. Melihat
keadaan ini, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijaksanaan untuk
memusatkan perdagangan Efek-nya di Batavia serta menutup bursa efek di
Surabaya dan di Semarang. Namun pada tanggal 17 Mei 1940 secara
keseluruhan kegiatan perdagangan efek ditutup dan dikeluarkan peraturan
yang menyatakan bahwa semua efek-efek harus disimpan dalam bank
yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penutupan ketiga bursa
efek tersebut sangat mengganggu likuiditas efek, menyulitkan para
pemilik efek, dan berakibat pula pada penutupan kantor-kantor pialang
serta pemutusan hubungan kerja. Selain itu juga mengakibatkan banyak
perusahaan dan perseorangan enggan menanam modal di Indonesia.
Dengan demikian, dapat dikatakan, pecahnya Perang Dunia II menandai
berakhirnya aktivitas pasar modal pada zaman penjajahan Belanda.
3. Pasar Modal Indonesia – Orde Lama
Setahun setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI,
tepatnya pada tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh
pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal
Indonesia. Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No.
13 tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkankan sebagai Undang-
undang No. 15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka
16
kembali Bursa Efek di Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti
selama 12 tahun. Adapun penyelenggaraannya diserahkan kepada
Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3
bank negara dan beberapa makelar Efek lainnya dengan Bank Indonesia
sebagai penasihat.
Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun Efek yang
diperdagangkan adalah Efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II.
Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank Industri Negara
mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan
1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik
perorangan maupun badan hukum. Semua anggota diperbolehkan
melakukan transaksi abitrase dengan luar negeri terutama dengan
Amsterdam.
Masa Konfrontasi
Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958,
karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di
Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah
RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua
negara dan mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan
Indonesia. Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan
memburuknya hubungan Republik Indonesia dengan Belanda mengenai
sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua
17
perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang
Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958. Kemudian disusul dengan instruksi dari
Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960,
yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan semua
Efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk
semua Efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin memperparah
perdagangan Efek di Indonesia.
Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, makin
menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar
uang dan pasar modal, juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai
puncaknya pada tahun 1966. Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal
saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak menarik lagi bagi
investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada
zaman Orde Lama.
4. Pasar Modal Indonesia – Orde Baru
Langkah demi langkah diambil oleh pemerintah Orde Baru untuk
mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang rupiah.
Disamping pengerahan dana dari masyarakat melalui tabungan dan
deposito, pemerintah terus mengadakan persiapan khusus untuk
membentuk Pasar Modal. Dengan surat keputusan direksi BI No. 4/16
Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI di bentuk tim persiapan Pasar Uang
dan Pasar Modal. Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih dari Pasar
18
Modal di Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun
1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakat masih awam tentang
pasar modal, maka pertumbuhan Bursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958
s/d 1976 mengalami kemunduran.
Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat
keputusan Kep-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972
tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam (Badan Pembina
Pasar Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri
Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral. Dengan
terbentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk
membentuk kembali Pasar Uang dan Pasar Modal. Selain sebagai
pembantu menteri keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda
yaitu sebagai pengawas dan pengelola bursa efek.
Pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan kepres RI No. 52 tahun
1976 pasar modal diaktifkan kembali dan go publik-nya beberapa
perusahaan. Pada jaman orde baru inilah perkembangan Pasar Modal dapat
di bagi menjadi 2, yaitu tahun 1977 s/d 1987 dan tahun 1987 s/d sekarang.
Perkembangan Pasar Modal selama tahun 1977 s/d 1987 mengalami
kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada
perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan dana dari bursa efek.
Fasilitas-fasilitas yang telah diberikan antara lain fasilitas perpajakan
untuk merangsang masyarakat agar mau terjun dan aktif di Pasar Modal.
19
Tersendatnya perkembangan Pasar Modal selama periode itu
disebabkan oleh beberapa masalah antara lain mengenai prosedur emisi
saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga
saham dan lain sebagainya. Untuk mengatasi masalah itu pemerintah
mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan
pasar modal, yaitu Paket Kebijaksanaan Desember 1987, Paket
Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988.
a. Pakdes 1987
Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses
emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya
dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain
itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek
maksimal 49% dari total emisi. Pakdes 87 juga menghapus batasan
fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa
paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat
untuk memasuki bursa efek.
b. Pakto 88
Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankan, namun mempunyai
dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan
tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak
atas bunga deposito. Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap
perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini
20
berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor
perbankan dan sektor pasar modal.
c. Pakdes 88
Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh
pada Pasar Modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk
menyelenggarakan bursa. Karena tiga kebijaksanaan inilah Pasar
Modal menjadi aktif untuk periode 1988 hingga sekarang.
5. Sejarah Reksa Dana
Reksa dana yang pertama kali bernama Massachusetts Investors
Trust yang diterbitkan tanggal 21 Maret 1924, yang hanya dalam waktu
setahun telah memiliki sebanyak 200 investor reksa dana dengan total aset
senilai US$ 392.000. Pada tahun 1929 sewaktu bursa saham jatuh maka
pertumbuhan industri reksa dana ini menjadi melambat. Menanggapi
jatuhnya bursa maka Kongres Amerika mengeluarkan Undang-undang
Surat Berharga 1933 (Securities Act of 1933) dan Undang-undang Bursa
Saham 1934 (Securities Exchange Act of 1934). Berdasarkan peraturan
tersebut maka reksa dana wajib didaftarkan pada Securities and Exchange
Commission atau biasa disebut SEC yaitu sebuah komisi di Amerika yang
menangani perdagangan surat berharga dan pasar modal.
Selain itu pula, penerbit reksa dana wajib untuk menyediakan
prospektus yang memuat informasi guna keterbukaan informasi reksa
dana, juga termasuk surat berharga yang menjadi objek kelolaan,
21
informasi mengenai manajer investasi yang menerbitkan reksa dana. SEC
juga terlibat dalam perancangan Undang-undang Perusahaan Investasi
tahun 1940 yang menjadi acuan bagi ketentuan-ketentuan yang wajib
dipenuhi untuk setiap pendaftaran reksa dana hingga hari ini.
Dengan pulihnya kepercayaan pasar terhadap bursa saham, reksa
dana mulai tumbuh dan berkembang. Hingga akhir tahun 1960
diperkirakan telah ada sekitar 270 reksa dana dengan dana kelolaan
sebesar 48 triliun US Dollar. Salah satu kontributor terbesar dari
pertumbuhan reksa dana di Amerika yaitu dengan adanya ketentuan
mengenai rekening pensiun perorangan (individual retirement account -
IRA), yang menambahkan ketentuan kedalam Internal Revenue Code
(peraturan perpajakan di Amerika) yang mengizinkan perorangan
(termasuk mereka yang sudah memiliki program pensiun perusahaan)
untuk menyisihkan sebesar 2.000 US $ setahun.
Instrumen investasi reksa dana pertama kali diperkenalkan di
Indonesia pada tahun 2006. Pada awal penerapannya, reksa dana belum
menunjukkan adanya perkembangan dan pertumbuhan. Dengan adanya
sosialisasi kepada para investor, pembebasan pajak dan memiliki rate of
return yang tinggi, maka pada tahun 2002 reksa dana mengalami
pertumbuhan yang luar biasa.
22
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Uji Statistik Non Parametrik
Untuk mengetahui perbedaan yang terjadi pada pertumbuhan
investasi reksa dana sebelum dan sesudah pelaksanaan UU No.17 Tahun
2000, peneliti menggunakan data berupa jumlah Nilai Aktiva Bersih
(NAB) reksa dana dan jumlah Unit Penyertaan yang beredar antara tahun
1998 sampai dengan 2007. Peneliti menggunakan uji statistik non
parametik, dengan wilcoxon sebagai alat ukurnya.
a. Uji Analisis Data Nilai Aktiva Bersih (NAB)
Berikut merupakan tabel yang menyajikan perbedaan yang
terjadi pada pertumbuhan investasi reksa dana sebelum dan sesudah
pelaksanaan UU No.17 Tahun 2000, dilihat dari jumlah Nilai Aktiva
Bersih (NAB):
Tabel 4.1
Hasil Uji Statistik Non Parametrik
Nilai Aktiva Bersih (NAB)
Ranks
0a .00 .00
5b 3.00 15.00
0c
5
Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total
sesudahpajak -
sebelumpajak
N Mean Rank Sum of Ranks
sesudahpajak < sebelumpajaka.
sesudahpajak > sebelumpajakb.
sesudahpajak = sebelumpajakc.
23
Test Statistics b
-2.023a
.043
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
sesudah
pajak -
sebelum
pajak
Based on negative ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Sumber: Hasil Olah Data
Hasil uji statistik non parametrik dengan menggunakan wilcoxon
sebagai alat ujinya, yang berdasarkan jumlah Nilai Aktiva Bersih
(NAB) menunjukkan bahwa Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,043 yang
berarti lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak. Jadi, berdasarkan hasil
uji tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
pada pertumbuhan investasi reksa dana pada saat sebelum pelaksanaan
UU No. 17 Tahun 2000 dan sesudah pelaksanaan UU No. 17 Tahun
2000.
b. Uji Analisis Data Unit Penyertaan
Selain melalui jumlah Nilai Aktiva Bersih (NAB), peneliti juga
menganalisa pertumbuhan investasi reksa dana melalui jumlah Unit
Penyertaan dengan menggunakan wilcoxon sebagai alat ukurnya.
Berikut merupakan tabel yang menyajikan perbedaan yang terjadi pada
pertumbuhan investasi reksa dana sebelum dan sesudah pelaksanaan
UU No.17 Tahun 2000, dilihat dari jumlah Unit Penyertaan:
24
Tabel 4.2
Hasil Uji Statistik Non Parametrik
Unit Penyertaan
Ranks
0a .00 .00
5b 3.00 15.00
0c
5
Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total
sesudahpajak -
sebelumpajak
N Mean Rank Sum of Ranks
sesudahpajak < sebelumpajaka.
sesudahpajak > sebelumpajakb.
sesudahpajak = sebelumpajakc.
Test Statistics b
-2.023a
.043
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
sesudah
pajak -
sebelum
pajak
Based on negative ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Sumber: Hasil Olah Data
Hasil uji statistik non parametrik dengan menggunakan wilcoxon
sebagai alat ujinya, yang berdasarkan jumlah Unit Penyertaan juga
menunjukkan bahwa jumlah Asymp. Sig. (2-tailed) besarnya sama
dengan jumlah hasil uji statistik non parametrik berdasarkan jumlah
Nilai Aktiva Bersih (NAB) yaitu sebesar 0,043 yang berarti lebih kecil
dari 0,05 maka Ho ditolak. Sehingga, hasil uji statistik non parametrik
baik berdasarkan jumlah Nilai Aktiva Bersih (NAB) maupun
berdasarkan jumlah Unit Penyertaan menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan investasi reksa dana
25
pada saat sebelum pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2000 dan sesudah
pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2000. Hal tersebut dikarenakan bahwa
Unit Penyertaan yang merupakan satuan ukuran yang menunjukkan
bagian kepentingan yang tidak terbagi-bagi dalam reksa dana, dalam
pertumbuhannya juga mengalami hal yang sama dengan Nilai Aktiva
Bersih (NAB). Sehingga, pada saat jumlah Nilai Aktiva Bersih (NAB)
reksa dana mengalami peningkatan maka jumlah Unit Penyertaan akan
cenderung mengalami peningkatan pula dan sebaliknya.
2. Analisis Pertumbuhan Investasi Reksa Dana
Untuk mengetahui perbedaan yang terjadi pada pertumbuhan
investasi reksa dana sebelum dan sesudah pelaksanaan UU Pajak No. 17
Tahun 2000, maka dalam penelitian ini memerlukan data berupa jumlah
Nilai Aktiva Bersih (NAB) dan jumlah Unit Penyertaan pada setiap
periode. Nilai Aktiva Bersih (NAB) merupakan alat ukur kinerja investasi
reksa dana, sehingga melalui jumlah Nilai Aktiva Bersih (NAB) pada
setiap periode akan diketahui pula mengenai perkembangan investasi reksa
dana. Begitu pula dengan jumlah Unit Penyertaan, melalui jumlah Unit
Penyertaan maka akan diketahui mengenai tingkat pertumbuhan investasi
reksa dana pada saat sebelum pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2000 dan
sesudah pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2000. Adapun data mengenai
jumlah Nilai Aktiva Bersih dan Unit Penyertaan adalah sebagai berikut:
26
Tabel 4.3
Data Persentase Pertumbuhan Investasi Reksa Dana
melalui Nilai Aktiva Bersih (NAB) dan Unit Penyertaan
Tahun Nilai Aktiva
Bersih (NAB)
Persentase
Pertumbuhan
Unit Penyertaan Persentase
Pertumbuhan
1998 2.99217E+12 -39,1 3.680.892.097,25 -38,7 1999 4.97411E+12 66,2 4.349.952.950,81 18,1
2000 5.51595E+12 10,8 5.006.049.769,65 15,0
2001 8.00377E+12 45,1 7.303.771.880,36 45,8
2002 4.66138E+13 482,3 41.655.523.049,21 470,3
2003 6.73947E+13 44,5 58.080.137.916,24 39,4 2004 1.00987E+14 49,8 82.766.354.939,48 42,5
2005 2.83854E+13 -71,8 20.795.838.961,95 -74,8 2006 5.08692E+13 79,2 38.242.502.919,82 83,8
2007 9.11538E+13 79,1 53.278.235.813,52 39,3
Sumber: Laporan Tahunan Bapepam
Berdasarkan data jumlah Nilai Aktiva Bersih, jumlah Unit
Penyertaan maupun persentase pertumbuhan investasi reksa dana tiap
periodenya pada tabel 4.1, dapat diketahui bahwa investasi reksa dana
mengalami pertumbuhan yang tidak stabil atau cenderung berfluktuasi
pada periode sebelum pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000 (tahun
1998 – tahun 2002) maupun pada periode setelah pelaksanaan UU Pajak
No. 17 Tahun 2000 (tahun 2003 – tahun 2007). Hal tersebut dikarenakan
bahwa pertumbuhan investasi reksa dana dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya stabilitas perekonomian secara mikro maupun makro,
persaingan pasar dan kondisi pasar modal, stabilitas sosial dan politik, tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance), termasuk kejelasan dan
efektivitas peraturan, perpajakan, sistem hukum, sektor keuangan serta
isu-isu ekonomi lainnya yang dapat menyebabkan minat investor menjadi
menurun dalam berinvestasi, Ginting (2008:20). Selanjutnya, akan
27
dijelaskan mengenai pertumbuhan investasi reksa dana pada saat sebelum
dan sesudah pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000:
a. Pertumbuhan Investasi Reksa Dana Sebelum Pelaksanaan UU
Pajak No. 17 Tahun 2000
Pada tahun 1999 yang merupakan masa awal pertumbuhan
investasi reksa dana yang sangat besar yaitu dengan jumlah Nilai
Aktiva Bersih (NAB) meningkat sebesar 66,2%. Hal ini disebabkan
dengan adanya kenaikan tingkat suku bunga dan belum adanya
pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000, sehingga menyebabkan
tingginya minat investor untuk menanamkan modalnya pada instrumen
investasi reksa dana. Pada tahun-tahun berikutnya reksa dana tidak
mengalami pertumbuhan yang signifikan seperti pada tahun 1999,
investasi reksa dana hanya mengalami pertumbuhan dibawah 50%.
Namun, pada tahun 2002 investasi reksa dana mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat dibandingkan dengan pertumbuhan yang terjadi pada
tahun 1999, yaitu sebesar 482,3%, hal ini disebabkan karena investasi
reksa dana menawarkan tingkat suku bunga yang sangat tinggi yaitu
lebih dari 30% untuk jangka waktu satu tahun.
Adanya pertumbuhan investasi reksa dana yang terjadi secara
terus-menerus, maka pemerintah menilai bahwa investasi reksa dana
memiliki potensi pajak yang sangat besar bagi pendapatan negara dan
menurutnya pengenaan pajak terhadap investasi reksa dana dianggap
28
perlu karena harus ada perlakuan yang sama dengan pajak deposito
supaya netral dan terciptanya asas keadilan. Sehingga pemerintah
mengubah UU No. 7 Tahun 1983 menjadi UU Pajak No. 17 Tahun
2000 yang mengatur tentang Pajak Penghasilan, dimana dalam
undang-undang tersebut terdapat penjelasan mengenai pajak yang
dikenakan atas penghasilan yang diterima dari instrumen investasi
reksa dana. Selain itu, hal tersebut juga diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 6 Tahun 2002 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga
dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan atau Dilaporkan
Perdagangannya di Bursa Efek.
Walaupun pelaksanaan UU tersebut akan menguntungkan bagi
pemerintah karena akan menghasilkan sumber pendapatan baru dari
sektor pajak dan akan membantu mengurangi tingginya volatilitas
pasar, namun jika pemberlakuan pajak reksa dana tersebut telah
dilaksanakan maka dikhawatirkan kebijakan tersebut akan
mengakibatkan shock bagi pelaku pasar, terutama investor yang baru
saja mulai memiliki kepercayaan diri terhadap pasar modal dan akan
merusak pasar. Sehingga, jika hal yang dikhawatirkan tersebut terjadi
maka pemerintah perlu membuat kebijakan-kebijakan yang diharapkan
dapat membantu menstabilkan pertumbuhan investasi reksa dana yang
mulai meningkat, seperti menaikkan tingkat bunga, menjaga stabilitas
inflasi, meningkatkan cadangan devisa, menguatkan pertukaran rupiah
terhadap USD, menjaga pertumbuhan perekonomian dan membuat
29
kebijakan investasi, serta membuat regulasi atau peraturan-peraturan
yang tidak hanya menguntungkan pemerintah. Selain itu, Manajer
Investasi (MI) juga perlu melakukan usaha-usaha seperti
meningkatkan profesionalisme dan kinerjanya dalam mengelola dana
dan portofolio reksa dana para investor, hal tersebut dilakukan guna
memberikan kepercayaan kepada para investor agar tetap berminat
untuk melakukan investasi.
b. Pertumbuhan Investasi Reksa Dana Sesudah Pelaksanaan UU
Pajak No. 17 Tahun 2000
Kebijakan pemerintah mengenai pelaksanaan UU Pajak No. 17
Tahun 2000 yang menempatkan reksa dana sebagai objek pajak secara
potensial dapat menghambat atau memperlambat pertumbuhan reksa
dana karena dalam perhitungannya menyamaratakan seluruh pemodal
tanpa memperhatikan jumlah atau nilai investasi masing-masing
pemodal. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Riel Pasaribu
(2002) dengan judul “Analisis Dampak Perpajakan terhadap Reksa
Dana dan Upaya Pemecahannya”, dikarenakan adanya pengenaan
pajak reksa dana maka seluruh pemodal baik individual, badan hukum
berbentuk PT, yayasan, dana pensiun, atau asuransi yang selama ini
menikmati perlakuan khusus dibidang perpajakan, menjadi kurang
tertarik melakukan investasi reksa dana. Para investor menjadi lebih
tertarik menginvestasikan dananya secara langsung (investasi
30
konvensional). Pengenaan pajak pada reksa dana dianggap bersifat
ambivalensi, yaitu di satu sisi mencoba memberikan sweetener kepada
investor tertentu, namun di sisi lain hal tersebut sulit direalisasikan bila
dilihat dalam praktiknya. Sehingga, pengenaan pajak reksa dana
menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan industri reksa
dana di Indonesia. Dengan pengenaan pajak terlihat jelas bahwa reksa
dana kurang mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan dengan
instrumen investasi lainnya.
Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ginting
(2008:28) dengan judul “Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia” berdasarkan hasil studi Badan
Pusat Statistik (BPS) tentang Iklim Investasi dan Produktivitas di
Indonesia pada tahun 2003 secara umum menunjukkan tingkat
investasi mengalami penurunan menjadi hanya sekitar 16% dari
Produk Domestik Bruto (PDB), jauh dari kondisi sebelum
dilaksanakannya UU Pajak No. 17 Tahun 2000 dan sebelum krisis
keuangan pada tahun 1997-1998 yang sudah mencapai lebih dari 30%.
Sehingga, secara umum pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000
dianggap sebagai salah satu penyebab turunnya pertumbuhan investasi.
Untuk mendorong pertumbuhan investasi dan memicu pertumbuhan
ekonomi di atas 6% per tahun, maka pemerintah harus segera
mengambil tindakan-tindakan konkret, diantaranya yaitu: pertama,
menjalankan dengan benar Undang-undang yang mengatur tentang
31
Penanaman Modal; kedua, mereformasi sistem perpajakan; ketiga,
menyederhanakan sistem perizinan; dan keempat, memperbaiki sistem
ketenagakerjaan.
Oleh karena itu salah satu upaya yang sangat tepat yang telah
dilakukan pemerintah saat ini adalah merevisi Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1967 yo. UU No. 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing, melalui UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Sebagai upaya implementasi dari UU No. 25 Tahun 2007 Presiden RI
telah menerbitkan dua Peraturan Presiden yakni Perpres No. 76 dan
Perpres No. 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di
Bidang Penanaman Modal. Diterbitkannya peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
maksudnya tak lain guna mendorong pertumbuhan investasi di negeri
ini.
Sedangkan pada penelitian kali ini, berdasarkan laporan tahunan
Bapepam mengenai data persentase pertumbuhan investasi reksa dana
melalui Nilai Aktiva Bersih (NAB) dan Unit Penyertaan, menunjukkan
bahwa setelah adanya pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000
mengenai Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun
2002 yang mengatur tentang Pajak Penghasilan atas Bunga dan
Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan atau Dilaporkan
Perdagangannya di Bursa Efek , maka pada tahun 2003 pertumbuhan
32
investasi reksa dana mengalami penurunan yaitu sebesar 44,5%, yang
sebelumnya pada tahun 2002 investasi reksa dana mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat. Salah satu penyebab terjadinya
penurunan pertumbuhan investasi reksa dana ini adalah adanya
pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000. Dimana dengan adanya
sosialisasi atas pelaksanaan UU tersebut terhadap pelaku pasar dan
aktivitas reksa dana mengakibatkan kondisi pasar modal menjadi tidak
stabil dan pertumbuhan investasi reksa dana mengalami penurunan.
Penyebab lain yang lebih dapat mempengaruhi penurunan
pertumbuhan invetasi reksa dana pada tahun 2003 adalah adanya isu
marked to market (penilaian portofolio berdasarkan nilai pasar wajar)
dan adanya penegasan Bank Indonesia tentang larangan penjaminan
oleh industri perbankan dalam industri reksa dana. Dengan adanya
masalah tersebut, pada tahun berikutnya pertumbuhan investasi reksa
dana tidak mengalami perkembangan yang pesat, sampai akhirnya
pada tahun 2005 terjadi redemption atau pencairan besar-besaran yang
dilakukan oleh investor atas reksa dananya, yang disebabkan oleh
adanya penurunan harga obligasi. Dengan adanya implikasi dari
penurunan harga obligasi terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB)
tersebut, maka investasi reksa dana diimplementasikan dengan metode
marked-to-market. Dengan terjadinya redemption secara besar-
besaran, maka pertumbuhan investasi reksa dana mengalami
penurunan yang sangat signifikan yaitu sebesar 71,8%.
33
Pada tahun 2006 pertumbuhan investasi reksa dana kembali
meningkat sebesar 79,2%, hal ini terjadi karena adanya upaya
pemerintah guna meningkatkan pertumbuhan investasi reksa dana
yang mengalami penurunan, yaitu dengan cara melakukan sosialisasi
kepada para pemain saham atas UU Pajak No. 17 Tahun 2000 dan
menaikkan tingkat suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia,
selain itu meningkatnya pertumbuhan investasi reksa dana disebabkan
pula oleh terjadinya penurunan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) pada tingkat terendah. Pada tahun 2007 pertumbuhan investasi
reksa dana juga mengalami peningkatan sebesar 79,1%. Peningkatan
yang terjadi tidak berbeda jauh dengan peningkatan yang terjadi pada
tahun 2006. Hal tersebut dikarenakan kinerja reksa dana relatif bagus,
IHSG yang menembus level 2.000, dan reksa dana rata-rata memberi
return 20% secara kontinu pada tahun-tahun tersebut. Sedangkan pada
level makro ekonomi, terlihat bahwa BI mempertahankan BI rate-nya
stabil di 9%, cadangan devisa per Maret 2007 naik hingga US$ 47,221
miliar, serta ekonomi tumbuh 5,4% pada kuartal pertama 2007,
sementara rupiah menguat terhadap USD.
Sehingga, walaupun UU Pajak No. 17 Tahun 2000 dan Peraturan
Pemerintah No. 6 Tahun 2002 telah dilaksanakan, namun pertumbuhan
investasi reksa dana pada tahun 2006 dan tahun 2007 dapat mengalami
peningkatan kembali karena adanya kebijakan pemerintah yang
membantu mempertahankan pertumbuhan investasi reksa dana agar
34
tetap meningkat dan kondisi perekonomian yang terus membaik.
Begitu pula pertumbuhan investasi reksa dana pada tahun 2008 tetap
mengalami peningkatan dengan dana kelolaan reksa dana sebesar Rp
130 triliun. Hal tersebut terjadi dengan adanya indikasi bahwa tingkat
BI rate sebesar 7,5%, tingkat inflasi sebesar 7%, IHSG sebesar 3250,
dan tingkat return jangka panjang mencapai 20%.
Dengan demikian, terdapat perbedaan pada pertumbuhan
investasi reksa dana saat sebelum dan sesudah pelaksanaan UU Pajak
No. 17 Tahun 2000 dan pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
investasi reksa dana. Pertumbuhan investasi reksa dana juga dapat
dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dan isu-isu yang berkembang
di pasar modal karena dapat mempengaruhi kepercayaan para investor
bahwa jika membeli reksa dana akan lebih menguntungkan dibanding
menempatkan dananya pada instrumen investasi lainnya. Selain itu,
masih terdapat beberapa faktor pendukung lainnya yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan investasi reksa dana,
(http://qmfinancial.com/). Beberapa faktor pendukung tersebut
diantaranya sebagai berikut:
a. Bank Indonesia diperkirakan masih akan terus menurunkan suku
bunga searah dengan laju inflasi yang terkendali dan dijaga di level
6% plus minus 1%. Penurunan tingkat bunga berkorelasi negatif
terhadap harga produk pasar modal termasuk obligasi dan saham.
35
b. Likuiditas di pasar uang masih sangat besar karena belum
maksimalnya proses pencairan kredit. Dana yang beredar ini akan
mencari potensi return yang tinggi dan akan masuk ke pasar modal.
c. Nilai tukar rupiah yang tetap terjaga stabil terhadap dollar. Dengan
semakin baiknya sentimen dan persepsi asing terhadap kinerja
perekonomian dan stabilitas politik dalam negeri, maka Bank
Indonesia memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga tanpa
memberikan pengaruh yang berarti terhadap nilai tukar.
d. Sentimen dan persepsi asing terhadap Indonesia yang semakin
membaik adalah faktor pendukung dari terus mengalirnya dana
asing masuk ke pasar uang dan pasar modal Indonesia. Walau
diperkirakan dana asing ini adalah hot money yang hanya
mengincar return tinggi dan mudah sekali untuk profit taking
hingga saat dana asing ini keluar akan memberikan dampak
negatif, namun keberadaan dana asing ini terbukti telah mendorong
kenaikan indeks saham dan harga obligasi.
e. Semakin tingginya pemahaman investor terhadap produk reksa
dana. Investor telah belajar banyak mengenai risiko yang dimiliki
oleh produk investasi reksa dana.
f. Semakin berkembangnya bisnis financial planning dan wealth
management yang telah membantu memberikan edukasi dan
promosi terutama kepada para investor pemula untuk mulai
mencoba melakukan investasi di reksa dana.
36
Sedangkan jika dilihat pada tingkat persentase tiap tahunnya,
pertumbuhan pada Unit Penyertaan reksa dana cenderung akan
mengalami tingkat pertumbuhan yang sama dengan pertumbuhan pada
Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana, yaitu cenderung berfluktuasi
pada tiap tahunnya. Dimana pada tahun 1998 persentase pertumbuhan
Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana mengalami penurunan sebesar -
39,1%, maka persentase pertumbuhan Unit Penyertaan reksa dana juga
mengalami penurunan dengan tingkat penurunan yang tidak terlalu
berbeda dengan penurunan pada Nilai Aktiva Bersih (NAB) yaitu
sebesar -38,7%. Begitu pula pada tahun 2002, persentase pertumbuhan
Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana mengalami peningkatan yang
sangat signifikan yaitu sebesar 482,3%, maka hal tersebut diikuti pula
dengan kenaikan persentase pertumbuhan Unit Penyertaan reksa dana
sebesar 470,3%, dan demikian pula pada tahun-tahun berikutnya.
Hal tersebut dikarenakan bahwa Unit Penyertaan merupakan
satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan yang tidak
terbagi-bagi dalam reksa dana. Sehingga, turun naiknya jumlah Unit
Penyertaan tidak terlepas dari kenaikan atau penurunan harga efek
ekuitas dan/atau efek utang yang menjadi alat investasi reksa dana
tersebut dan dapat pula mempengaruhi turun naiknya jumlah Nilai
Aktiva Bersih (NAB). Selain itu, berkurangnya nilai Unit Penyertaan
juga dapat disebabkan karena adanya biaya-biaya yang dikenakan oleh
perusahaan reksa dana atas produknya.
37
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai perbedaan antara
tingkat pertumbuhan investasi reksa dana pada saat sebelum dan sesudah
dilaksanakannya Undang-undang No. 17 Tahun 2000. Dalam menganalisis,
penelitian ini menggunakan data sekunder berupa jumlah Nilai Aktiva Bersih
(NAB) reksa dana dan jumlah unit penyertaan yang beredar antara tahun 1998
sampai dengan 2007 yang diperoleh dari publikasi tahunan Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam). Pengujian ini menggunakan uji statistik non
parametrik dan wilcoxon sebagai alat ujinya dengan bantuan program SPSS
15.0.
Dari hasil pengujian dan analisis data, dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan jumlah Nilai Aktiva Bersih (NAB), hasil uji menunjukkan
nilai signifikan dibawah 5%, sehingga terdapat perbedaan pada
pertumbuhan investasi reksa dana pada saat sebelum pelaksanaan UU No.
17 Tahun 2000 dan sesudah pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2000.
2. Demikian pula berdasarkan jumlah Unit Penyertaan, hasil uji
menunjukkan nilai siginifikan yang sama dibawah 5%, sehingga terdapat
perbedaan pada pertumbuhan investasi reksa dana pada saat sebelum
pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2000 dan sesudah pelaksanaan UU No. 17
Tahun 2000.
38
3. Berdasarkan data jumlah Nilai Aktiva Bersih, jumlah Unit Penyertaan
maupun persentase pertumbuhan tiap periodenya dapat diketahui bahwa
investasi reksa dana mengalami pertumbuhan yang tidak stabil atau
cenderung berfluktuasi.
4. Setelah adanya pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000 dan Peraturan
Pemerintah No. 6 Tahun 2002, pada tahun 2003 pertumbuhan investasi
reksa dana mengalami penurunan yaitu hanya sebesar 44,5%, setelah
sebelumnya investasi reksa dana mengalami pertumbuhan yang sangat
pesat pada tahun 2002
5. Pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000 merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan investasi reksa dana dan
pertumbuhan investasi reksa dana juga dapat dipengaruhi oleh kondisi
perekonomian dan kepercayaan para investor untuk berinvestasi pada
instrumen reksa dana.
B. IMPLIKASI
Meskipun faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan investasi
reksa dana adalah kondisi perekonomian negara, namun dengan adanya
pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000 mengenai Pajak Penghasilan dan
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2002 yang mengatur tentang Pajak
Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan atau
Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek, pertumbuhan investasi reksa dana
sempat mengalami penurunan yang sangat drastis dan mengalami
39
pertumbuhan yang tidak terlalu besar pada tahun-tahun berikutnya, padahal
sebelum adanya pelaksanaan UU dan peraturan tersebut investasi reksa dana
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.
Namun, pada tahun-tahun berikutnya setelah dilaksanakannya UU dan
peraturan tersebut, pertumbuhan investasi reksa dana kembali mengalami
peningkatan yang tidak pesat. Hal tersebut dikarenakan adanya sosialisasi
yang baik yang dilakukan oleh pemerintah atas pelaksanaan UU Pajak No.17
Tahun 2000 tersebut kepada para pemain saham, selain itu upaya keras dan
inovasi juga dilakukan oleh Manajer Investasi guna menarik minat para
investor untuk tetap menanamkan sahamnya pada instrumen investasi reksa
dana, serta terjadinya kondisi perekonomian yang sangat mendukung.
Sehingga diharapkan untuk tahun-tahun berikutnya investasi reksa dana akan
tetap mengalami peningkatan dan pertumbuhan yang stabil.
Akhirnya, skripsi ini diharapkan akan menjadi tolak ukur dan bahan
evaluasi bagi para pembuat peraturan atau pemerintah dan bagi Manajer
Investasi serta pihak-pihak yang berkepentingan. Selain itu, diharapkan skripsi
ini akan dapat berpartisipasi bagi dunia pendidikan khususnya di bidang ilmu
akuntansi dan menjadi referensi ilmiah mengenai ilmu perpajakan.
40
Daftar Pustaka
Alwi Iskandar Z. “Pasar Modal Teori dan Aplikasi”, Yayasan Pancur Siwah,
Jakarta 2003 Antara News. “Pajak Reksa Dana Hambat Pertumbuhan Investasi”, 14 Februari
2008. Ginting, Budiman. “Kepastian Hukum dan Implikasi terhadap Pertumbuhan
Investasi di Indonesia”, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008. Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”. FEIS UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2007. Hamid, Abdul. “Analisis Investasi”, Salemba Empat, Jakrta, 2005. Indriantoro Nur, Supomo Bambang. “Metodologi Penelitian Bisnis”. BPFE UGM,
Yogyakarta, 2002, Cet. Ke-2. Junarsin, John E. “Menariknya Investasi Reksa Dana”. Investor, 10 Maret 2008. Manurung, Adler H. “Wacana Pajak Reksa Dana danm Solusi Perbaikan Total”’
Jakarta, 2004. Iman, Nofie. “Investasi Reksa Dana “, http://nofieiman.com/2007/04/investasi-di-
reksadana/239k. Pasaribu Riel. “Analisis Dampak Perpajakan Terhadap Reksa Dana dan Upaya
Pemecahannya”, Jurnak Ekonomi & bisnis, Volume 2 Nomor 1, Februari 2002.
Priman dita, dkk. “Kompilasi UU Perpajakan Terlengkap”, Salemba Empat,
Jakarta, 2005. Resmi, Siti. “Perpajakn Teori dan Kasus”, Salemba Empat, Jakarta, 2003. Santoso, Singgih. “SPSS Menolah Data Statistik secara Profesional”. Elek
Komputindo, Jakarta, 2002. Wibowo, H. “Pajak Reksa Dana”, Jurnal Perpajakan Indonesia, Volume 3, Nomor
12, Juli 2004.