analisis pengaruh suhu perkerasan dan loading …eprints.ums.ac.id/59712/29/2. naskah publikasi...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH SUHU PERKERASAN DAN LOADING
TIME TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN
MENGGUNAKAN METODE ANALITIS
(STUDI PERBANDINGAN JALAN TOL DAN NON TOL)
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada
Jurusan Magister Teknik Sipil
Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh :
NOLA RIWIBOWO
S 100 130 002
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar magister di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, Desember 2017
Penulis
NOLA RIWIBOWO
S 100 130 002
iii
1
ANALISIS PENGARUH SUHU PERKERASAN DAN LOADING TIME
TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN MENGGUNAKAN
METODE ANALITIS
(STUDI PERBANDINGAN JALAN TOL DAN NON TOL)
Abstrak
Penentuan jenis aspal perkerasan lentur harus mempertimbangkan
faktor suhu perkerasan dan loading time. Material aspal yang bersifat
visco-elastic menyebabkan karakteristik lapisan beraspal sensitif
terhadap perubahan suhu dan loading time. Kendaraan dengan beban
yang sama akan menghasilkan tingkat kerusakan yang berbeda karena
adanya perbedaan loading time. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
akan dibahas mengenai pengaruh suhu perkerasan dan loading time
terhadap umur pelayanan jalan menggunakan metode analitis.
Ruas jalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jalan Tol
Semarang Seksi A (STA. 2+400 - 7+508) dan Jalan Pantura Ruas
Rembang - Bulu (STA. 0+000 - 3+000). Data sekunder kedua ruas
jalan tersebut kemudian diolah menggunakan Nottingham Design
Method dengan program BISAR 3.0 (Bitumen Stress Analysis in
Roads) untuk menghitung strain yang terjadi pada lapis perkerasan
jalan. Selanjutnya, strain yang berupa asphalt mix horizontal tensile
strain (εt) dan subgrade vertical strain (εz) tersebut digunakan untuk
menghitung umur pelayanan jalan. Sehingga perbandingan umur
pelayanan akibat pengaruh suhu perkerasan dan loading time kedua
ruas jalan tersebut dapat diketahui.
Berdasarkan analisis diperoleh kesimpulan bahwa suhu perkerasan
dan loading time dapat mempengaruhi umur pelayanan jalan.
Peningkatan suhu udara dari 23 °C menjadi 31 °C mengakibatkan
penurunan kekakuan campuran elastik lapis AC-WC dari 1870,02
MPa menjadi 145,89 MPa; lapis AC-BC dari 1040,30 MPa menjadi
101,31 MPa; dan lapis AC-Base dari 1209,95 MPa menjadi 122,63
MPa sehingga umur pelayanan jalan cenderung semakin menurun.
Demikian juga peningkatan kecepatan kendaraan dari 20 km/jam
menjadi 80 km/jam mengakibatkan peningkatan kekakuan campuran
elastik lapis AC-WC dari 618,60 MPa menjadi 2146,41 MPa; lapis
AC-BC dari 399,03 MPa menjadi 1201,22 MPa; dan lapis AC-Base
dari 472,26 MPa menjadi 1393,20 MPa sehingga umur pelayanan
jalan cenderung semakin meningkat. Umur pelayanan jalan tol lebih
besar daripada jalan non tol karena jalan tol mempunyai kekakuan
lapis pondasi atas yang lebih besar (9900,31 MPa > 203,606 MPa)
dan lalu lintas harian rata-rata yang lebih kecil (0,5 million of
standard axles < 2,0 million of standard axles) daripada jalan non tol.
Hasil analisis signifikansi menunjukkan nilai F loading time sebesar
4,013 pada sig 0,004. Sedangkan nilai F suhu sebesar 0,003 pada sig
1,000 (sig > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa loading time
lebih berpengaruh terhadap umur pelayanan jalan daripada suhu
perkerasan.
2
Kata-kata kunci : suhu perkerasan, loading time, umur pelayanan
jalan.
Abstract
Determination of bitumen type for flexible pavement shall consider
the design temperature and loading time. Visco-elastic asphalt
material causes the asphalt layer characteristics to be sensitive to
temperature changes and loading time. Vehicles with the same load
will produce different levels of damage due to the difference in
loading time. Therefore, in this research will be discussed about the
influence of design temperature and loading time on the age of road
service using analytical method.
The roads used in this study are Semarang Section A Toll Road (STA.
2+400 - 7+508) and Rembang - Bulu road segment at the Pantura
Road (STA. 0+000 - 3+000). Secondary data of the two road
segments are then processed using Nottingham Design Method with
BISAR 3.0 program (Bitumen Stress Analysis in Roads) to calculate
the strain that occurs in pavement layer. Furthermore, strains of
horizontal asphalt tensile strain (εt) and vertical strain subgrade (εz)
are used to calculate the service life of the road. So, the comparison of
service age due to the influence of design temperature and loading
time of both roads can be known.
Based on the analysis, it can be concluded that design temperature and
loading time can affect the service life of the road. Increasing the air
temperature from 23 °C to 31 °C resulted in decreasing the elastic mix
stiffness of the AC-WC layer from 1870.02 MPa to 145.89 MPa; the
AC-BC layer from 1040.30 MPa to 101.31 MPa; and the AC-Base
layer from 1209.95 MPa to 122.63 MPa so that the service life of the
road tends to decrease. Similarly, an increase in vehicle speed from 20
km/h to 80 km/h resulted in increased the elastic mix stiffness of the
AC-WC layer from 618.60 MPa to 2146.41 MPa; the AC-BC layer
from 399.03 MPa to 1201.22 MPa; and the AC-Base layer from
472.26 MPa to 1393.20 MPa so that the service life of the road tends
to increase. The age of toll road services is greater than non-toll roads
since toll roads have greater upper layer stiffness (9900.31 MPa >
203.606 MPa) and smaller average daily traffic (0.5 million of
standard axles < 2.0 million of standard axles) rather than non-toll
roads. The results of the significance analysis show the F value of
loading time 4.013 on sig 0.004. While the value of F temperature
0.003 on sig 1.000 (sig > 0.05). So, it can be concluded that loading
time is more influential on the service life of the road than the design
temperature.
Keywords : design temperature, loading time, service life of road.
3
1. PENDAHULUAN
Jalan raya merupakan salah satu prasarana yang dibutuhkan dalam sistem
transportasi darat, sehingga dalam perencanaannya harus mempertimbangkan
beberapa parameter seperti : suhu udara dan kecepatan kendaraan. Besarnya nilai
suhu udara rata-rata tahunan dapat mempengaruhi nilai dari suhu perkerasan
(temperatur desain). Sedangkan kecepatan rata-rata kendaraan berpengaruh
terhadap waktu pembebanan (loading time). Suhu udara rata-rata tahunan perlu
dipertimbangkan mengingat sifat visco-elastic yang dimiliki aspal. Parameter lain
yang tidak kalah penting untuk dipertimbangkan dalam perencanaan jalan adalah
waktu pembebanan (loading time). Kendaraan dengan beban yang sama akan
menghasilkan tingkat kerusakan yang berbeda karena perbedaan kecepatan.
Pengembangan penelitian mengenai parameter yang mempengaruhi umur
pelayanan jalan seperti : suhu perkerasan (temperatur desain) dan waktu
pembebanan (loading time) sangat perlu untuk dilakukan.
Perencanaan struktur perkerasan jalan menggunakan metode analitis dapat
mempermudah penelitian dengan berbagai macam variasi dalam proses desain.
Variasi suhu udara dan kecepatan kendaraan perlu dilakukan untuk mendapatkan
nilai kekakuan (stiffness) campuran elastik yang diinginkan. Salah satu metode
analitis perencanaan perkerasan jalan adalah Nottingham Design Method. Metode
tersebut dilengkapi dengan program yang dapat mempermudah perhitungan
tegangan (stress), regangan (strain), dan displacements dalam satu sistem
berlapis-lapis. Program yang dikembangkan oleh Universitas Nottingham tersebut
bernama BISAR (Bitumen Stress Analysis in Roads). Kekakuan (stiffness) aspal
dalam analisis struktur perkerasan jalan dengan Nottingham Design Method
bergantung pada beberapa parameter yaitu : suhu udara di lapangan, kecepatan
rata-rata kendaraan dan nilai penetrasi aspal awal. Suhu udara di lapangan dapat
mempengaruhi besarnya nilai suhu perkerasan (temperatur desain) berdasarkan
kriteria kerusakan yang ditinjau.
Penggunaan aspal dalam perkerasan lentur menjadikan lapis perkerasan tersebut
sensitif terhadap perubahan suhu perkerasan (temperatur desain) dan waktu
pembebanan (loading time). Salah satu ruas jalan tol yang menggunakan
perkerasan lentur adalah Jalan Tol Semarang Seksi A (Krapyak - Jatingaleh).
4
Jalan tersebut berperan penting dalam mengurai kemacetan di wilayah Kota
Semarang. Selain itu, jalan tersebut dapat digunakan sebagai jalur alternatif
menuju Solo, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Sedangkan ruas jalan non tol yang
menggunakan desain perkerasan lentur adalah Jalan Pantura. Jalan tersebut
merupakan jalan nasional pesisir utara Pulau Jawa sepanjang 1.316 km. Jalan
Pantura mempunyai peranan penting dalam menghubungkan Wilayah Pulau Jawa.
Salah satu ruas Jalan Pantura yang memiliki lalu lintas cukup padat adalah Jalan
Pantura Ruas Rembang - Bulu. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), suhu udara rata-rata tahunan Kota Semarang
sebesar 27 ºC dan Kabupaten Rembang sebesar 23 ˚C. Kecepatan kendaraan dan
beban lalu lintas yang melewati Jalan Tol Semarang Seksi A (Krapyak -
Jatingaleh) dan Jalan Pantura Ruas Rembang - Bulu juga sangat berbeda.
Kendaraan yang melintasi Jalan Tol Semarang Seksi A (Krapyak - Jatingaleh)
memiliki kecepatan rata-rata sebesar 58,36 km/jam (PT. Jasa Marga (Persero) Tbk
Cabang Semarang, 2011). Sedangkan pada Jalan Pantura Ruas Rembang - Bulu,
rata-rata kendaraan hanya mampu melaju dengan kecepatan 43 km/jam (Dinas
Bina Marga Jawa Tengah, 2009). Penelitian untuk mengetahui pengaruh suhu
perkerasan (temperatur desain) dan waktu pembebanan (loading time) terhadap
umur pelayanan jalan menggunakan metode analitis perlu dikembangkan.
Perbandingan umur pelayanan jalan tol dan non tol akibat pengaruh suhu
perkerasan (temperatur desain) dan waktu pembebanan (loading time) juga perlu
dilakukan. Sehingga signifikansi pengaruh suhu perkerasan (temperatur desain)
dan waktu pembebanan (loading time) terhadap umur pelayanan jalan dapat
diketahui.
2. METODE
Penelitian ini menggunakan program yang telah didesain berdasarkan Nottingham
Design Method yang bernama Bisar 3.0 untuk menghitung regangan (strain) yang
terjadi pada lapis perkerasan. Sedangkan nilai kekakuan (stiffness) lapis pondasi
dan konversi satuan umur pelayanan dalam msa (millions of standard axles) ke
tahun menggunakan Bina Marga 2002 (Pt T-01-2002-B). Berikut prosedur
Nottingham Design Method yang dilakukan dalam penelitian ini :
5
1. Menentukan Beban Gandar Standar
Beban standar merupakan beban sumbu tunggal beroda ganda seberat 18.000 lbs
(8,16 ton) (Sukirman, 1999).
2. Menghitung Kekakuan Tanah Dasar (E3 = Ss)
Menurut Brown dan Brunton (1986) nilai kekakuan tanah dasar dapat
dikorelasikan secara kasar dengan nilai CBR (California Bearing Ratio) maupun
nilai IP (Index Plastisitas) tanah dasar dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Ss = 10 x CBR
Ss = 70 – IP
dengan Ss = kekakuan tanah dasar (MPa)
3. Menghitung Kekakuan Lapis Pondasi
Lapis pondasi terdiri dari dua lapisan yaitu lapis pondasi atas (base course) dan
lapis pondasi bawah (sub base course). Biasanya lapis pondasi tersebut terdiri atas
lapisan dari material berbutir (granular material) yang dipadatkan, baik
distabilisasi maupun tidak, atau lapisan tanah yang distabilisasi. Lapis pondasi
atas merupakan bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung di
bawah lapis permukaan. Nilai kekakuan lapis pondasi atas bersemen seperti CTB
(Concrete Treated Base) dapat dikorelasikan dengan nilai kuat tekan umur 7 hari.
Nomogram yang digunakan untuk mengkorelasikan nilai kekakuan lapis pondasi
bersemen dengan nilai kuat tekan umur 7 hari adalah nomogram Bina Marga
2002. Adapun persamaan nilai kekakuan lapis pondasi bersemen yang sesuai
berdasarkan nomogram Bina Marga 2002 tersebut adalah sebagai berikut :
SCTB = 0,005σ + 4,02
Sedangkan untuk lapis pondasi atas granular, nomogram Bina Marga 2002 juga
digunakan untuk mengkorelasikan nilai kekakuan lapis pondasi atas granular
dengan nilai CBR (California Bearing Ratio).
Lapis pondasi bawah merupakan bagian dari struktur perkerasan lentur yang
terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi atas. Nilai kekakuan lapis pondasi
bawah granular dapat dikorelasikan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio)
sesuai dengan nomogram Bina Marga 2002.
6
4. Menghitung Kekakuan Bitumen (Sb)
Ketika tegangan diberlakukan pada material aspal, hasil regangan bergantung
pada suhu dan lama waktu tegangan tersebut diterapkan, karena itu konsep
sederhana Modulus Young menjadi rasio tegangan terhadap regangan dan
mempunyai suatu nilai yang tetap untuk bahan tertentu jelas tidak berlaku.
Sebagai gantinya, Van der Poel memperkenalkan istilah "kekakuan" (sb) seperti
rasio tegangan terhadap regangan untuk aspal pada suhu dan waktu pembebanan
tertentu.
Dalam proses desain struktur perkerasan lentur secara analitis, besarnya pengaruh
temperatur dapat diperhitungkan dengan pendekatan desain praktis yang
menggunakan faktor temperatur desain. Faktor temperatur desain tersebut
dikalikan dengan temperatur udara rata-rata tahunan untuk memperoleh
temperatur lapisan campuran beraspal (temperatur perkerasan) rata-rata tahunan
yang digunakan untuk menghitung nilai modulus lapisan campuran beraspal.
Menurut Brown dan Brunton (1986) temperatur desain dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
a. Untuk kriteria kerusakan retak lelah (fatigue cracking)
Temperatur desain = 1,92 T
b. Untuk kriteria kerusakan deformasi permanen (permanent deformation)
Temperatur desain = 1,47 T
dengan T = suhu udara rerata tahunan (°C)
Menurut Brown dan Brunton (1986) waktu pembebanan (loading time)
merupakan lamanya beban yang diterima oleh perkerasan jalan ketika roda
kendaraan melintasi perkerasan jalan. Kendaraan dengan beban yang sama akan
menghasilkan tingkat kerusakan yang berbeda karena perbedaan kecepatan. Nilai
kecepatan yang semakin kecil akan mengakibatkan waktu pembebanan (loading
time) yang semakin lama. Dengan demikian waktu pembebanan (loading time)
tergantung dari besarnya nilai kecepatan kendaraan. Waktu pembebanan dapat
ditentukan dari bagan yang memerlukan satu taksiran ketebalan lapisan campuran
aspal (h dalam mm). Sebagai alternatif menurut Brown dan Brunton (1986), bisa
digunakan persamaan berikut :
log t = 5 x 10-4
h – 0,2 - 0,94 log v
7
dengan :
t = waktu pembebanan (detik)
h = ketebalan lapisan (mm)
v = kecepatan kendaraan (km/jam)
Berikut persamaan yang telah diturunkan oleh Ullidtz (1979) untuk menghitung
nilai kekakuan bitumen pada sebuah kondisi yang terbatas tetapi praktis :
Sb = 1,157 x 10-7
x t -0.368
x 2,718–PIr
(SPr – T)5
dengan :
Sb = kekakuan bitumen (MPa)
t = waktu pembebanan (detik)
PIr = recovered penetration index (0,1 mm)
SPr = recovered softening point (°C)
T = temperatur desain (°C)
Pfeiffer dan Van Doormaal (1950), menyatakan bahwa nilai Penetration Index
dapat dihitung dengan persamaan berikut :
A = log (penetrasi pada temperatur titik lembek ) − log (penetrasi pada 25C)
titik lembek − 25C
Penetration Index = 20 – 500A
50A + 1
Menurut Brown dan Brunton (1986) Recovered Penetration Index dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
PIr = 27,00 x log P i – 21,65
76,35 x log P i – 232,82
Sedangkan Recovered Softening Point (SPr) menurut Brown dan Brunton (1986)
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
SPr = 98,4 − 26,35 x log 0,65 x Pi
dengan Pi = penetrasi aspal awal (0,1 mm)
Batasan penggunaan prosedur untuk mencari modulus kekakuan bitumen dengan
cara Brown dan Brunton adalah sebagai berikut :
t = 0,01 sampai dengan 0,10 detik
PIr = -1 sampai dengan +1
(SPr – T) = 20 oC sampai dengan 60
oC
8
Apabila salah satu nilai dari batasan tersebut tidak terpenuhi maka kekakuan
bitumen dapat diperkirakan dengan nomogram Van der Poel (1954).
5. Menghitung Kekakuan Campuran Elastik
Uji laboratorium merupakan metode terbaik untuk menentukan nilai kekakuan
campuran aspal. Suatu respon elastik yang berhubungan dengan pergerakan lalu
lintas dapat diketahui menggunakan metode prediksi handal yang telah tersedia.
Nilai minimum kekakuan pengikat untuk perilaku elastik adalah 5 MPa. Di atas
nilai minimum 5 MPa ini, kekakuan campuran aspal hanya bergantung pada
kekakuan pengikat dan ukuran volumetric. Pada nilai kekakuan di bawah 5 MPa,
sebagian besar parameter yang berhubungan dengan sifat-sifat agregat menjadi
penting seperti berkurangnya pengaruh pengikat. Dalam analisis perkerasan, jika
nilai yang diukur tak tersedia maka kekakuan campuran elastik (Sme) dapat
dihitung dari kekakuan aspal (Sb). Persamaan yang sesuai menurut Heukelom dan
Klomp (1964) adalah sebagai berikut :
Sme = Sb 1 + 2,5
n
Cv
1 − Cv
n
n = 0,83 log 4 x 104
Sb
Cv = VA
VA + VB
dengan :
Sme = kekakuan campuran elastik (MPa)
Sb = kekakuan bitumen (MPa)
Cv = konsentrasi volume agregat (%)
n = konstanta kekakuan campuran elastik berdasarkan kekakuan bitumen
VA = volume of aggregate (%)
VB = volume of binder (%)
Rumus di atas hanya digunakan untuk kepadatan dengan volume rongga kurang
dari 3%. Untuk kepadatan dengan volume rongga lebih besar dari 3% digunakan
rumus sebagai berikut :
C'v = Cv
1 + (0,01.VIM − 0,03)
dengan :
C'v = modifikasi konsentrasi volume agregat (%)
9
VIM = voids in mix/volume rongga udara dalam campuran (%)
Modifikasi ini hanya berlaku jika volume konsentrasi bitumen (Cb) memenuhi
nilai Cb > 2/3 (1 – C'v). Besarnya volume konsentrasi bitumen (Cb) dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
Cb = VB
VB + VA
dengan :
VA = volume of aggregate (%)
VB = volume of binder (%)
6. Menghitung Horisontal dan Vertikal Strain
Nilai horisontal strain yang berupa εt (asphalt mix horizontal tensile strain) dan
vertikal strain yang berupa εz (subgrade vertical strain) pada penelitian ini
dihitung dengan menggunakan program Bisar 3.0.
7. Menghitung Umur Pelayanan Jalan
Berikut rumus yang dapat digunakan untuk menghitung umur pelayanan pada
kriteria retak lelah menurut Brown dan Brunton (1986) :
log N = 15,8 log εt – k – (5,13 log εt – 14,39) log VB – (8,63 log εt – 24,2) log SPi
dengan :
N = umur pelayanan (msa)
εt = asphalt mix horizontal tensile strain (µstrain)
k = konstanta retak lelah
untuk kondisi kritis, k = 46,82
untuk kegagalan, k = 46,06
VB = volume of binder (%)
SPi = initial softening point (°C)
Sedangkan pada kriteria deformasi permanen untuk menghitung umur pelayanan
menurut Brown dan Brunton (1986) dapat digunakan rumus sebagai berikut :
a. Untuk kondisi kritis
N = fr 7,6 x 108
εz3,7
b. Untuk kegagalan
N = fr 3 x 109
εz3,57
10
dengan :
N = jumlah kumulatif beban sumbu standar selama umur pelayanan (msa)
εz = subgrade vertical strain (µstrain)
fr = rut factor
Berikut besarnya nilai rut factor untuk beberapa tipe material :
Hot rolled asphalt : 1,00
Dense bitumen macadam : 1,56
Modified rolled asphalt : 1,37
Modified dense bitumen macadam : 1,52
Jika terdapat keraguan tentang identifikasi campuran aspal dapat diasumsikan fr =
1 untuk standard rolled asphalt dalam keadaan aman. Penggunaan kriteria
tersebut beranggapan bahwa praktek telah dilakukan dengan baik dan rutting
berlebihan pada lapis aus dicegah oleh memadainya desain campuran yang sesuai
dengan prosedur pelaksanaan.
Berdasarkan persamaan Brown dan Brunton (1986) di atas, didapat umur
pelayanan dalam satuan msa (millions of standard axles). Adapun persamaan
yang sesuai untuk mengkonversi satuan umur pelayanan dalam msa (millions of
standard axles) ke tahun dengan prosedur yang telah dikembangkan Ditjen Bina
Marga (Departemen Pekerjaan Umum). Langkah-langkah dari prosedur tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Mengkalkulasi angka ekivalen beban gandar sumbu kendaraan (E)
Dalam Pd T-05-2005-B angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban
sumbu setiap kendaraan dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
Angka ekivalen Sumbu Tunggal Roda Tunggal = beban sumbu dalam ton
5,40
4
Angka ekivalen Sumbu Tunggal Roda Ganda = beban sumbu dalam ton
8,16
4
Angka ekivalen Sumbu Dual Roda Ganda = beban sumbu dalam ton
13,76
4
Angka ekivalen Sumbu Triple Roda Ganda = beban sumbu dalam ton
18,45
4
11
b. Menentukan faktor distribusi arah (DD) dengan Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Koefisien Distribusi Kendaraan (DD)
Jumlah
Lajur
Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **)
1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah
1 Jalur 1,000 1,000 1,000 1,000
2 Jalur 0,600 0,500 0,700 0,500
3 Jalur 0,400 0,400 0,500 0,475
4 Jalur - 0,300 - 0,450
5 Jalur - 0,250 - 0,425
6 Jalur - 0,200 - 0,400
Sumber : Pd T-05-2005-B
Keterangan : *) Mobil Penumpang
Keterangan : **) Truk dan Bus
c. Menentukan faktor distribusi lajur (DL) dengan Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Faktor Distribusi Lajur (DL)
Jumlah Lajur Per
Arah
% Beban Gandar Standar Dalam Lajur
Rencana
1 100
2 80 - 100
3 60 - 80
4 50 - 75
Sumber : Pt T-01-2002-B
d. Mengkorelasikan umur pelayanan dengan jumlah beban gandar tunggal
standar kumulatif. Adapun persamaan yang sesuai menurut Bina Marga
adalah sebagai berikut :
Wt = W18 x 1+g n −1
g
dengan :
Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif
W18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun
W18 = DD x DL x Ŵ18
Ŵ18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah
n = umur pelayanan (tahun)
g = perkembangan lalu lintas (%)
12
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, umur pelayanan jalan dihitung berdasarkan kriteria kerusakan
retak lelah (fatigue cracking) dan deformasi permanen (permanent deformation)
dengan menggunakan beberapa variasi suhu udara rata-rata tahunan dan
kecepatan rata-rata kendaraan.
Tabel 3. Umur Pelayanan Jalan Tol Semarang Seksi A pada STA. 2+400 - 7+508
kriteria kerusakan retak lelah (fatigue cracking)
No v t T Td Sme (MPa) εt n
(km/jam) (detik) (°C) (°C) AC - WC AC - BC (μstrain) (tahun)
1 30,00 0,0258 27 51,84 364,83 464,08 20,22 42807,37
2 40,00 0,0197 27 51,84 476,56 602,38 20,07 44186,46
3 58,75 0,0137 27 51,84 574,87 723,36 19,93 45523,43
4 70,00 0,0116 27 51,84 629,33 790,14 19,86 46210,65
5 80,00 0,0103 27 51,84 664,12 832,71 19,81 46709,37
6 58,36 0,0155 24 46,08 1032,65 1280,47 19,33 52294,24
7 58,36 0,0155 25 48,00 896,89 1116,15 19,50 50379,17
8 58,36 0,0155 27 51,84 746,64 933,47 19,70 48235,71
9 58,36 0,0155 29 55,68 476,55 602,38 20,07 44559,10
10 58,36 0,0155 30 57,60 364,83 464,08 20,22 43167,60
Tabel 4. Umur Pelayanan Jalan Tol Semarang Seksi A pada STA. 2+400 - 7+508
kriteria kerusakan deformasi permanen (permanent deformation)
No v t T Td Sme (MPa) εz n
(km/jam) (detik) (°C) (°C) AC - WC AC - BC (μstrain) (tahun)
1 30,00 0,0258 27 39,69 1032,65 1280,47 54,16 1940,39
2 40,00 0,0197 27 39,69 1157,72 1431,30 53,80 1987,14
3 58,75 0,0137 27 39,69 1488,66 1828,26 52,93 2106,23
4 70,00 0,0116 27 39,69 1518,97 1864,48 52,86 2116,20
5 80,00 0,0103 27 39,69 1538,95 1888,34 52,80 2124,80
6 58,36 0,0155 24 35,28 2413,36 2924,80 50,83 2433,73
7 58,36 0,0155 25 36,75 2266,47 2751,64 51,13 2383,14
8 58,36 0,0155 27 39,69 1588,12 1947,03 52,67 2143,58
9 58,36 0,0155 29 42,63 1157,72 1431,30 53,80 1987,14
10 58,36 0,0155 30 44,10 1096,35 1357,35 53,97 1964,88
Tabel 5. Umur Pelayanan Jalan Pantura Ruas Rembang – Bulu pada STA. 0+000 -
3+000 kriteria kerusakan retak lelah (fatigue cracking)
No v t T Td Sme (MPa) εt n
(km/jam) (detik) (°C) (°C) AC - WC AC - BC AC - Base (μstrain) (tahun)
1 43,00 0,0229 24 46,08 507,213 350,833 416,143 303 0,544
2 43,00 0,0229 26 49,92 326,669 243,728 290,886 322 0,409
3 43,00 0,0229 28 53,76 233,867 181,879 218,117 332 0,356
4 43,00 0,0229 30 57,60 161,867 109,514 132,398 336 0,334
5 43,00 0,0229 31 59,52 145,888 101,313 122,632 337 0,333
6 20,00 0,0470 23 44,16 618,603 399,033 472,264 292 0,611
7 30,00 0,0320 23 44,16 740,180 488,210 575,760 278 0,759
8 43,00 0,0230 23 44,16 852,160 609,070 715,470 262 1,000
9 60,00 0,0170 23 44,16 956,787 719,041 842,091 248 1,270
10 80,00 0,0130 23 44,16 1055,500 853,580 996,480 234 1,659
13
Tabel 6. Umur Pelayanan Jalan Pantura Ruas Rembang – Bulu pada STA. 0+000 -
3+000 kriteria kerusakan deformasi permanen (permanent deformation)
No v t T Td Sme (MPa) εz n
(km/jam) (detik) (°C) (°C) AC - WC AC - BC AC - Base (μstrain) (tahun)
1 43,00 0,0229 24 35,28 1566,595 853,583 996,480 246 8,78
2 43,00 0,0229 26 38,22 990,299 753,821 882,055 256 7,56
3 43,00 0,0229 28 41,16 618,603 488,213 575,769 272 6,13
4 43,00 0,0229 30 44,10 575,343 399,033 472,264 277 5,74
5 43,00 0,0229 31 45,57 408,657 299,414 356,114 287 5,03
6 20,00 0,0470 23 33,81 1574,888 869,924 1015,196 245 8,93
7 30,00 0,0320 23 33,81 1725,320 956,590 1114,340 241 9,46
8 43,00 0,0230 23 33,81 1870,020 1040,300 1209,950 237 9,95
9 60,00 0,0170 23 33,81 2013,920 1123,950 1305,260 234 10,45
10 80,00 0,0130 23 33,81 2146,410 1201,220 1393,200 231 10,91
Suhu perkerasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu udara yang
telah dikalikan dengan faktor temperatur desain sesuai dengan kriteria kerusakan
retak lelah (fatigue cracking) dan deformasi permanen (permanent deformation).
Dengan variasi suhu udara yang semakin meningkat maka diperoleh suhu
perkerasan semakin meningkat. Hal tersebut, mengakibatkan nilai dari kekakuan
campuran elastik dan umur pelayanan jalan cenderung semakin menurun.
Sedangkan pengaruh loading time terhadap umur pelayanan jalan dapat diketahui
berdasarkan nilai dari kecepatan rata-rata kendaraan. Dengan variasi kecepatan
kendaraan yang semakin meningkat maka diperoleh nilai loading time yang
semakin menurun. Hal tersebut, mengakibatkan nilai dari kekakuan campuran
elastik dan umur pelayanan jalan cenderung semakin meningkat.
Pada penelitian ini diperoleh umur pelayanan jalan yang berbeda dengan umur
pelayanan jalan perkerasan lentur umumnya yang hanya berkisar ± 20 tahun.
Umur pelayanan jalan tol jauh lebih besar dari umur pelayanan jalan non tol. Hal
ini dikarenakan adanya perbedaan susunan lapis perkerasan jalan dan lalu lintas
harian rata-rata (LHR) pada jalan tersebut. Perbedaan susunan lapis perkerasan
jalan mengakibatkan nilai kekakuan (stiffness) setiap lapis perkerasan jalan yang
dihasilkan juga akan berbeda. Jalan Tol Semarang Seksi A STA. 2+400 - 7+508
menggunakan lapis pondasi atas berupa CTB (Concrete Treated Base) yang
mempunyai nilai kekakuan (stiffness) sebesar 9900,31 MPa dan lapis pondasi
bawah agregat klas B dengan nilai kekakuan (stiffness) sebesar 126,6 MPa.
Sedangkan Jalan Pantura Ruas Rembang – Bulu pada STA. 0+000 - 3+000
menggunakan lapis pondasi atas agregat klas A dengan nilai kekakuan (stiffness)
14
sebesar 203,606 MPa dan lapis pondasi bawah agregat klas B dengan nilai
kekakuan (stiffness) sebesar 189,606 MPa. Nilai kekakuan (stiffness) tanah dasar
jalan tol sebesar 159 MPa sedangkan pada jalan non tol sebesar 52 MPa. Nilai lalu
lintas harian rata-rata (LHR) Jalan Tol Semarang Seksi A STA. 2+400 - 7+508
adalah sebesar 0,5 million of standard axles. Sedangkan nilai lalu lintas harian
rata-rata (LHR) Jalan Pantura Ruas Rembang - Bulu pada STA. 0+000 - 3+000
sebesar 2,0 million of standard axles. Nilai kekakuan (stiffness) lapis perkerasan
jalan tersebut mempengaruhi nilai strain yang dihasilkan oleh program Bisar 3.0.
Semakin besar nilai kekakuan (stiffness) lapis perkerasan jalan maka akan
semakin kecil nilai strain yang dihasilkan oleh program Bisar 3.0. Untuk lebih
jelasnya perbedaan nilai strain dan umur pelayanan jalan dapat dilihat pada Tabel
7 berikut :
Tabel 7. Perbandingan Umur Pelayanan Jalan Tol Dengan Jalan Non Tol
Jalan Pantura Jalan Tol Semarang Seksi A
Ruas Rembang - Bulu (Krapyak - Jatingaleh)
No t Td ε n
No t Td ε n
(detik) (°C) (μstrain) (tahun) (detik) (°C) (μstrain) (tahun)
1 0,0229 46,08 302,50 0,2718 1 0,0258 51,84 20,22 172,90
2 0,0229 49,92 321,90 0,2046 2 0,0197 51,84 20,07 173,55
3 0,0229 53,76 331,80 0,1782 3 0,0137 51,84 19,93 174,16
4 0,0229 57,60 336,30 0,1676 4 0,0116 51,84 19,86 174,47
5 0,0229 59,52 336,50 0,1671 5 0,0103 51,84 19,81 174,69
6 0,0470 44,16 292,00 0,3050 6 0,0155 46,08 19,33 177,00
7 0,0320 44,16 278,00 0,3785 7 0,0155 48,00 19,50 176,24
8 0,0230 44,16 262,00 0,4969 8 0,0155 51,84 19,70 175,35
9 0,0170 44,16 248,00 0,6295 9 0,0155 55,68 20,07 173,72
10 0,0130 44,16 234,00 0,8181 10 0,0155 57,60 20,22 173,07
11 0,0229 35,28 245,70 4,0000 11 0,0258 39,69 54,16 109,58
12 0,0229 38,22 256,20 3,4894 12 0,0197 39,69 53,80 110,07
13 0,0229 41,16 271,70 2,8733 13 0,0137 39,69 52,93 111,26
14 0,0229 44,10 276,70 2,7036 14 0,0116 39,69 52,86 111,35
15 0,0229 45,57 287,20 2,3858 15 0,0103 39,69 52,80 111,44
16 0,0470 33,81 245,00 4,0639 16 0,0155 35,28 50,83 114,21
17 0,0320 33,81 241,00 4,2806 17 0,0155 36,75 51,13 113,78
18 0,0230 33,81 237,00 4,4810 18 0,0155 39,69 52,67 111,62
19 0,0170 33,81 234,00 4,6800 19 0,0155 42,63 53,80 110,07
20 0,0130 33,81 231,00 4,8629 20 0,0155 44,10 53,97 109,84
15
Visualisasi karakteristik yang mempengaruhi perbedaan umur pelayanan jalan tol dan non tol untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 1 berikut :
Gambar 1. Visualisasi Karakteristik Yang Mempengaruhi Perbedaan Umur Pelayanan Jalan Tol Dan Non Tol
≤ 5 tahun
≥ 230 μstrain
≥ 230 μstrain
52 MPa
189,606 MPa
203,606 MPa
2,0 million of standard axles
≥ 100 tahun
≥ 19 μstrain
≥ 50 μstrain
159 MPa
126,6 MPa
9900,31 MPa
0,5 million of standard axles
Umur Pelayanan
Regangan Horisontal (εt)
Regangan Vertikal (εz)
Kekakuan Tanah Dasar
Kekakuan Lapis Pondasi Bawah
Kekakuan Lapis Pondasi Atas
Lalu Lintas Harian Rata-rata
Jalan Tol Jalan Non Tol
16
Pengolahan data secara statistik pada penelitian ini dilakukan dengan Two Ways
ANOVA menggunakan program SPSS 18 (Stastistical Package for the Social
Science). Output data program SPSS 18 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 8 berikut :
Tabel 8. Output Data Program SPSS 18
Dari hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung loading
time terhadap umur pelayanan jalan. Hal ini dapat dilihat dari nilai F sebesar 4,013
dan signifikan pada sig 0,004. Sementara variable temperatur udara ternyata tidak
memiliki pengaruh terhadap umur pelayanan jalan. Hasil uji menunjukkan nilai F
sebesar 0,003 pada sig 1,000 (sig > 0,05). Nilai R Squared sebesar 0,821 diartikan
bahwa variabilitas loading time dan temperatur udara menjelaskan umur
pelayanan jalan adalah sebesar 82,1%.
17
4. PENUTUP
Berdasarkan analisis pengaruh suhu perkerasan dan loading time terhadap
umur pelayanan jalan menggunakan Nottingham Design Method dengan bantuan
program BISAR (Bitumen Stress Analysis in Roads) pada Jalan Tol Semarang
Seksi A pada STA. 2+400 - 7+508 dan Jalan Pantura Ruas Rembang – Bulu pada
STA. 0+000 - 3+000 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Peningkatan suhu udara dari 23 °C menjadi 31 °C mengakibatkan peningkatan
suhu perkerasan (temperatur desain) dan penurunan kekakuan campuran
elastik lapis AC-WC dari 1870,02 MPa menjadi 145,89 MPa; lapis AC-BC
dari 1040,30 MPa menjadi 101,31 MPa; dan lapis AC-Base dari 1209,95 MPa
menjadi 122,63 MPa sehingga umur pelayanan jalan cenderung semakin
menurun. Demikian juga peningkatan kecepatan kendaraan dari 20 km/jam
menjadi 80 km/jam mengakibatkan penurunan waktu pembebanan (loading
time) dan peningkatan kekakuan campuran elastik lapis AC-WC dari 618,60
MPa menjadi 2146,41 MPa; lapis AC-BC dari 399,03 MPa menjadi 1201,22
MPa; dan lapis AC-Base dari 472,26 MPa menjadi 1393,20 MPa sehingga
umur pelayanan jalan cenderung semakin meningkat.
2. Umur pelayanan jalan tol lebih besar daripada jalan non tol karena jalan tol
mempunyai kekakuan (stiffness) lapis pondasi atas yang lebih besar (9900,31
MPa > 203,606 MPa) dan lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang lebih kecil
(0,5 million of standard axles < 2,0 million of standard axles) daripada jalan
non tol.
3. Hasil analisis signifikansi menunjukkan nilai F waktu pembebanan (loading
time) sebesar 4,013 pada sig 0,004. Sedangkan nilai F suhu sebesar 0,003 pada
sig 1,000 (sig > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu pembebanan
(loading time) lebih berpengaruh terhadap umur pelayanan jalan daripada suhu
perkerasan (temperatur desain).
18
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, 2001. Pengaruh Variasi Suhu Perkerasan Terhadap Modulus Elastisitas
Dan Angka Poisson Campuran Beton Aspal Yang Menggunakan Aspal
Keras AC 60/70 Merk Pertamina Dan Aspal Keras AC 60/70 Merk
ESSO, Tesis (Tidak diterbitkan) Magister Sistem dan Teknik
Transportasi, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Anonim, 2004. Pedoman Penyusunan Laporan Kerja Praktek Usulan Tugas
Akhir dan Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Surakarta.
Aschuri, I. dkk., 2003. Temperatur And Time Loading Influence On Stiffness
Modulus Of Asphalt Concrete Mixture And Design Life By Using
Analytical Method On Indonesian Tropical Condition, Proceedings of
the Eastern Asia Society for Transportation Studies Vol.4.
Brown, S.F. dan Brunton, J.M., 1986. An Introduction To The Analytical Design
Of Bituminous Pavements (3rd Edition), University of Nottingham.
Departemen Pekerjaan Umum, 2005. Perencanaan Tebal Lapis Tambah
Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Prasarana Transportasi, Jakarta.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002. Pedoman Perencanaan
Tebal Perkerasan Lentur, Kimpraswil, Jakarta.
Hardwiyono, S., 2011. Pengaruh Perubahan Suhu pada Modulus Elastik Lapisan
Beraspal Perkerasan Lentur dalam Pengujian Regangan yang Berbeda,
Jurnal Ilmiah Semesta Teknika Vol. 14, No. 1, 72-80, Mei 2011,
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Huang, Y.H., 2004. Pavement Analisys and Design Second Edition, Pearson
Prentice Hall, Kentucky.
Hutasoit, C.P., 2009. Perhitungan Kerusakan Struktur Perkerasan Lentur Akibat
Pengaruh Temperatur (Study Literatur), Skripsi (Tidak diterbitkan)
Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
Kosasih, D. dkk., 2001. Modulus Resilient Tanah Dasar Dalam Desain Struktur
Perkerasan Lentur Secara Analitis, Makalah Simposium, Universitas
Udayana, Bali.
Kosasih, D., 2008. Proses Desain Struktur Perkerasan Lentur Yang
Memperhitungkan Variasi Modulus Perkerasan Akibat Pengaruh
Temperatur. Dinamika Teknik Sipil, Volume 8, Nomor 1, Januari 2008 :
1 – 9, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB, Bandung.
19
Nugroho, A., 2012. Analisis Pengaruh Kecepatan Kendaraan Terhadap Umur
Rencana Jalan Dengan Menggunakan Metode Analitis (Studi Kasus
Ruas Jalan Rembang - Bulu), Skripsi (Tidak diterbitkan) Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS), Surakarta.
Prasetyo, A., 2012. Analisa Pengaruh Beban Berlebih (Overload) Terhadap
Umur Rencana Perkerasan Jalan Menggunakan Nottingham Design
Method (Studi Kasus : Ruas Jalan Pantura), Skripsi (Tidak diterbitkan)
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Surakarta.
Premana, HK., 2012. Analisis Pengaruh Kecepatan Kendaraan Terhadap Umur
Rencana Perkerasan Jalan Dengan Metode Analitis (Studi Kasus Jalan
Tol Semarang), Skripsi (Tidak diterbitkan) Universitas Muhammadiyah
Surakarta (UMS), Surakarta.
Riwibowo, N., 2012. Analisis Pengaruh Suhu Perkerasan Terhadap Umur
Pelayanan Jalan Dengan Menggunakan Metode Analitis (Studi Kasus
Jalan Tol Semarang), Skripsi (Tidak diterbitkan) Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS), Surakarta.
Rizqi, Dwi Wahyu G., 2012. Analisa Pengaruh Suhu Terhadap Umur Pelayanan
Jalan Dengan Metode Analitis (Studi Kasus Pada Jalan Pantura
Ruas Rembang - Bulu), Skripsi (Tidak diterbitkan) Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS), Surakarta.
Sukirman, S., 1999. Perkerasan Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung.
Shell International Oil Products BV., BISAR 3.0 – User’s Manual, 1998. The
Hague.
Widajat, Djoko., 2010. Pengaruh Temperatur Pemanasan Aspal Dan Air
Pembentuk Aspal Busa Terhadap Sifat Asli Aspal, Pusat Litbang Jalan
dan Jembatan, Bandung.
Wiyono, AWW. dan Setiawan, A., 2015. Pengaruh Temperatur Terhadap
Modulus Elastisitas Dan Angka Poisson Beton Aspal Lapis Aus Dengan
Bahan Pengisi Kapur, Jurnal Transportasi Vol. 15 No. 3 Desember
2015: 209-218, Fakultas Teknik, UNTAD, Palu.