analisis pengaruh investasi, tenaga kerja, dan ... · skripsi yang berjudul analisis pengaruh...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA, DAN
INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
PROVINSI JAWA BARAT
ARYANTI UTAMI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Aryanti Utami
NIM H14090107
ABSTRAK
ARYANTI UTAMI. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh TANTI
NOVIANTI. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan di suatu daerah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh
investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Barat pada tahun 1990-2011. Penelitian ini menggunakan data runtut waktu
tahun 1990-2011 dengan menggunakan analisis regresi OLS melalui perangkat lunak
Eviews 6 dan Minitab. Hasil dari penelitian ini menunjukkan variabel independen
yaitu PMA, PMDN, dan tenaga kerja memiliki hubungan positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Panjang jalan memiliki hubungan negatif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada variabel independen
pengeluaran pemerintah untuk belanja modal memiliki hasil tidak signifikan. Upaya
pemerintah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah, sebaiknya pemerintah
menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga realisasi perbaikan infrastruktur
dapat cepat dilakukan, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan pengeluaran
pemerintah guna meningkatkan jalannya perekonomian provinsi jawa barat.
Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Jawa Barat, OLS
iv
ABSTRAK
ARYANTI UTAMI. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh TANTI
NOVIANTI. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan di suatu daerah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh
investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Barat pada tahun 1990-2011. Penelitian ini menggunakan data runtut waktu
tahun 1990-2011 dengan menggunakan analisis regresi OLS melalui perangkat
lunak Eviews6 dan Minitab. Hasil dari penelitian ini menunjukkan variabel
independen yaitu PMA, PMDN, dan tenaga kerja memiliki hubungan positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Panjang jalan memiliki hubungan
negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada variabel
independen pengeluaran pemerintah untuk belanja modal memiliki hasil tidak
signifikan. Peningkatan pendapatan daerah oleh pemerintah seharusnya dilakukan
dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga realisasi perbaikan
infrastruktur dapat cepat terselesaikan, memperluas kesempatan kerja, dan
meningkatkan pengeluaran pemerintah guna meningkatkan perekonomian
provinsi jawa barat.
Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Jawa Barat, OLS
ABSRACT
ARYANTI UTAMI. Analyze the Effect of investment, work labour, and
infrastructure on the Gross Regional Domestic Product (GDRP) of West Java
Province. Supervised by TANTI NOVIANTI.
Economic growth is one indicator of development success in an area. This
study is to analyze the effect of investment, work labour, and infrastructure to
economic growth in West Java during the period 1990-2011. This study using
time series data of 1990-2011 and it’s utilizes regression analysis of Ordinary
Least Square (OLS) and supporting software from Eviews 6 and Minitab. The
results of this study indicate that the independent variables FDI, domestic
investment, and work labour has a positive and significant relationship to
economic growth. It is also found that road length has a negative and significant
relationship to economic growth, while government expenditure has not
significant effect. Increased of local revenues by goverment should be done with
create a conducive invesment climate so that the realization of infrastructure
improvements can be accomplished, expanding employment opportunities, and
boost government spending to improve the economy of West Java Province.
Keyword: Economic Growth, West Java, OLS
v
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
ANALISIS PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA, DAN
INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
PROVINSI JAWA BARAT
ARYANTI UTAMI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
vi
vii
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat
Nama : Aryanti Utami
NIM : H14090107
Disetujui oleh
Tanti Novianti, M.Si
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Tanti Novianti, M.Si selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan kritik terhadap penelitian
ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Wiwik Rindayanti selaku penguji
utama dan kepada Dewi Ulfah M.Si selaku penguji Komisi Pendidikan yang telah
memberikan masukan berupa saran dan kritik sehingga skripsi ini menjadi lebih
baik. Di samping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada staf Badan Pusat
Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada sahabat Ilmu Ekonomi 46, teman satu bimbingan (Desi, Dita,
Mayda), dan chrysalis yang telah memberikan semangat sampai penulisan skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Terima Kasih penulis ucapkan kepada ibunda, manusia yang telah banyak
mengajarkan arti hidup.
Bogor, Juli 2013
Aryanti Utami
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8
Hipotesis Penelitian 9
Ruang Lingkup Penelitian 9
TINJAUAN PUSTAKA 9
Tinjauan Pustaka 9
Penelitian Terdahulu 12
Kerangka Pemikiran 15
METODE PENELITIAN 17
Jenis dan Sumber Data 17
Metode Analisis 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 22
Gambaran Umum 22
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat 23
Analisis Model Penelitian 28
SIMPULAN DAN SARAN 33
Simpulan 33
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 37
RIWAYAT HIDUP 40
x
DAFTAR TABEL
1 Urutan komponen indeks pemeringkatan investasi 2008 8 2 Penelitian terdahulu 13 3 Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 1990-2011 (dalam persen) 23 4 Perkembangan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat, 2000-2011 24 5 Perkembangan investasi di Jawa Barat tahun 1990-2011 (jutaan rupiah) 25 6 Proporsi pengeluaran pemerintah untuk belanja modal terhadap
PDRBJawa Barat Tahun 1990-2011 26 7 Laju perkembangan panjang jalan Provinsi Jawa Barat 27 8 Hasil estimasi investasi, tenaga kerja, infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat 29 9 Perkembangan pengangguran dan investasi provinsi Jawa Barat 31
DAFTAR GAMBAR
1 Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000 di pulau
Jawa, 2004 - 2011 (Juta Rupiah) 1 2 Realisasi perkembangan PMDN Jawa Barat 2000-2012 (juta rupiah) 3 3 Realisasi perkembangan PMA Jawa Barat 2000-2012 (ribu US$) 4 4 Jumlah tenaga kerja Provinsi Jawa Barat 1990-2011 5 5 Perkembangan pengeluaran pemerintah untuk belanja modal di Provinsi
Jawa Barat 6 6 Panjang jalan Provinsi Jawa Barat tahun 1990-2011 (Km) 7 7 Kerangka Pemikiran 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Estimasi Persamaan 37 2 Persamaan Model 37 3 Uji Asumsi 37 4 Matriks Korelasi 38
5 Data Analisis 39
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kearah lebih
baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Faktor yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain ketersediaan sumberdaya manusia,
sumberdaya alam, pembentukan modal, dan teknologi (Kurniawan 2011).
Dalam proses pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi merupakan
salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Kenaikan dalam
pertumbuhan ekonomi terjadi karena adanya kenaikan di dalam aktivitas ekonomi
di daerah tersebut, sebaliknya jika terjadi penurunan maka kegiatan ekonomi di
daerah tersebut akan mengalami penurunan (Chandra 2012). Pusat kegiatan yang
terdapat di Indonesia berpusat di Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pusat
aktivitas sosial dan ekonomi dengan tingkat yang cukup tinggi. Di antara enam
Provinsi di Pulau Jawa, Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat selama 7
tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan dengan posisi tertinggi
ketiga dalam PDRB Pulau Jawa selain Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur.
Gambar 1 Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000 dipulau
Jawa, 2004 - 2011 (Juta Rupiah) Sumber: BPS 2012, diolah
Gambar 1menunjukkan bahwa berdasarkan tahun 2004 hingga tahun 2011
Provinsi Jawa Barat menempati posisi ketiga dengan jumlah PDRB terbesar
terhadap PDB Indonesia.Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki potensi
yang sangat tinggi dalam mencapai pembangunan ekonomi daerah. Pertumbuhan
ekonomi yang meningkat diharapkan dapat meningkatkan pembangunan ekonomi
baik di tingkat nasional maupun daerah.
Peranan pembangunan daerah secara makro tidak lepas dari perkembangan
distribusi dan alokasi investasi antar daerah. Persoalan yang muncul sebagai
konsekuensi logis dari pembangunan daerah dalam era globalisasi adalah tingkat
persaingan yang semakin tajam secara langsung diantara pemda Provinsi, baik di
pasar domestik maupun internasional. Selain persoalan eksternal, di era otonomi
daerah pemerintah Provinsi juga dihadapkan pada masalah internal. Secara
kelembagaan, otonomi daerah memberikan tantangan perubahan peran atau
0
200000000
400000000
600000000
Ju
taan
Ru
pia
h
Tahun
DKI Jakarta
Jawa Timur
Jawa Barat
Jawa Tengah
Banten
DI. Yogyakarta
2
kewenangan Provinsi dalam penanaman modal setelah otonomi daerah yang tidak
sebesar masa otonomi daerah (BKPM dan KPPOD 2008).
Salah satu teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang
berkembang semenjak tahun 1950-an adalah teori ekonomi neo-klasik yang
dikemukakan oleh Solow-Swan. Menurut Solow-Swan pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor
produksi seperti tenaga kerja,akumulasi modal, dan tingkat kemajuan teknologi.
Investasi merupakan salah satu tolak ukur pertumbuhan ekonomi dalam
bentuk akumulasi modal.Dalam Upaya membangun perekonomian baik pada
tingkat nasional maupun regional, kegiatan investasi memiliki peran penting
dalam memperkuat pertumbuhan ekonomi. Peran investasi merupakan landasan
kokoh bagi berlangsungnya pembangunan yang berkualitas dan berkelanjutan.
Dari berbagai studi iklim investasi dan daya saing daerah di Indonesia
selama sepuluh tahun terakhir, sebagian besar mengambil fokus pada level
kabupaten atau kota. Dalam konteks kewenangan desentralisasi, hal itu bisa
dipahami karena desain otonomi kita memang bertitik berat di kabupaten atau
kota, dan sebagian besar faktor pengaruh bagi pembentukan iklim usahan ada di
ranah tersebut. Namun, itu tak berarti potret iklim investasi di wilayah provinsi
tak penting untuk dilihat, terutama dilihat berdasarkan sudut pandang pelaku
usaha. Lingkungan usaha pada level provinsi tetap menentukan iklim usaha secara
umum. Hal tersebut ditunjukkan oleh beberapa alasan yang pertama
adalaheconomies of scale. Fakta menunjukkan, batas wilayah pemerintahan tidak
selalu jatuh berhimpitan dengan skala ekonomi dan kegiatan usaha. Terjadinya
basis potensi ekonomi atau ruang gerak usaha melampaui batas yuridiksi
kabupaten atau kota sehingga membutuhkan peran pemda provinsi yang memiliki
kewenangan atas urusan lintas daerah. Kedua, regional specific. Para calon
investor yang ingin memiliki usaha di kabupaten atau kota, bahkan di lokasi lebih
terbatas, mencermati skala makro, yakni lingkungan regional dan pola kebijakan
khusus yang berlaku secara keseluruhan di wilayah provinsi sebelum menentukan
pilihan lokasi per lokasi investasi. Ketiga, externality impact, sebagai penentu
kebijakan di tingkat kewilayahan (perencanaan, tata ruang, dan lain-lain),
jangkauan dampak tentu memengaruhi pilihan kebijakan pemda kabupaten atau
kota mengenai penanaman modal (BKPM dan KPPOD 2008).
Kuncoro (2004) mengatakan dalam kondisi persaingan daerah yang cukup
tajam, pemerintah memiliki beban tugas yang harus dipikul yaitu menyiapkan
daerahnya sedemikian rupa sehingga mampu menjadi wadah bagi pertumbuhan
dan perkembangan investasi. Pemerintah daerah memiliki cara tersendiri dalam
meningkatkan investasi daerahnya dengan pengetahuan akan keunggulan lebih di
daerahnya.
Ada empat strategi untuk menarik investasi, orang, dan industri masuk ke
dalam suatu daerah yaitu image marketing merupakan sejenis citra yang dimiliki
orang terhadap suatu daerah, attraction marketing (daya tarik) merupakan alasan
penting untuk wisatawan, investor, dan modal datang ke suatu tempat,
infrastructure marketing merupakan dasar utama dalam memasarkan daerah
seperti kualitas infrastruktur dan aksesibilitas atau kemudahan sarana dan
prasarana mencakup jalan, kereta api, bandara, dan pelabuhan, serta people
marketingmerupakan strategi dalam memasarkan daerah yang terakhir adalah
3
memasarkan orang seperti sikap masyarakat, orang-orang terkenal, pemimpin
daerah, dan orang-orang kompeten atau wirausaha (Kuncoro 2004).
Ada beberapa hal yang sebenarnya berpengaruh dalam investasi. Investasi
sendiri dipengaruhi oleh investasi asing dan domestik. Investasi yang terjadi di
daerah terdiri dari investasi pemerintah dan investasi asing. Investasi dari sektor
asing dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri (asing) (Rustiono 2008).
Investasi dibagi kembali menjadi dua bagian yaitu berupa investasi asing
(Penanaman Modal Asing) dan investasi domestik (Penanaman Modal Dalam
Negeri).
Gambar 2Realisasi perkembangan PMDN Jawa Barat 2000-2012 (juta rupiah) Sumber: BKPM 2012, diolah
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat adanya fluktuasi realisasi PMDN pada
provinsi Jawa Barat dari tahun 2000-2012.Realisasi perkembangan PMDN di
provinsi Jawa Barat melalui data sepuluh tahunan mengalami trend yang
cenderung meningkat. Hal ini didasarkan pada peningkatan pendapatan daerah
yang diiringi dengan meningkatnya sektor pembangunan daerah sehingga menarik
pada pihak swasta untuk menanamkan modal nya di provinsi Jawa Barat. Pada
tahun 2004 hingga 2007 cenderung mengalami peningkatan sebesar 121.85 persen
lalu menurun pada tahun 2008 sebesar -57 persen. Sedangkan investasi PMDN
tertinggi terdapat pada tahun 2010 dengan presentasi peningkatan investasi
PMDN sebesar 166.59 persen dari tahun sebelumnya yang bernilai 5,926,662,000
juta rupiah menjadi 15,799,857,000 juta rupiah pada tahun 2010.
Pada awalnya pelaksanaan penanaman modal asing (PMA) sedikit
mengalami kesulitan, karena masih banyak masyarakat yang memiliki pemikiran
perebutan kekuasaan daerah oleh pihak swasta. Hal ini, dikhawatirkan pihak
swasta yang ikut menanamkan modalnya akan mengeruk keuntungan di daerah
tersebut. Penanaman modal asing(PMA) sekarang ini telah dirasakan manfaatnya
karena secara tidak langsung akan meningkatkan penanaman modal di daerah.
Pada jangka panjang, penanaman modal asing mampu meningkatkan tingkat
keahlian pekerja lokal,guna meningkatkan keahlian dalam bidang yang dilakukan
oleh investorasing. Penanaman modal asing mampu meningkatkan teknologi di
daerah, terutama teknologi yang digunakan untuk pembangunan daerah.
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000
18,000,000
2000200120022003200420052006200720082009201020112012
(ju
ta r
up
iah
)
tahun
4
Gambar 3 Realisasi perkembangan PMA Jawa Barat 2000-2012 (ribu US$) Sumber: BKPM 2012, diolah
Gambar 3menunjukkan perkembangan realisasi PMA di provinsi Jawa
Barat dari tahun 2000 hingga 2012 yang mengalami trendyang cenderung
mengalami peningkatan sebesar 14.31 persen. Pada tahun 2004-2005 terjadi
peningkatan PMA hingga mencapai 113.83 persen dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang berkisar peningkatan sebesar 7.71 persen pada tahun 2004
namun kembali mengalami penurunan pada tahun 2006 sebesar -36.50 persen dan
tahun 2007 sebesar -21.35 persen. Investasi PMA tertinggi diraih oleh provinsi
Jawa Barat pada tahun 2011 dengan peningkatan investasi sebesar 126.91 persen
yang bernilai 3,839,360,000 US$ dari tahun sebelumnya yang mengalami
penurunan -8.01 persen yang bernilai 1,692,006 US$.Pertumbuhan realisasi
PMDN selama 22 tahun terakhir rata-rata tumbuh sebesar 0.53 persen dengan
jumlah proyek sebesar 1,672 sedangkan jumlah proyek PMA dari tahun ke tahun
meningkat dengan rata-rata tumbuh sebesar 1.48 persen dengan jumlah proyek
sebesar 4,718.
Investasi merupakan langkah awal dalam kegiatan ekonomi. Dinamika
investasi, selanjutnya akan mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan
ekonomi. Pendapatan yang ditabung dan diinvestasikan dengan tujuan
memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari menyebabkan terjadinya
akumulasi modal. Akumulasi modal tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk
membuat pabrik baru, pengadaan mesin, peralatan, dan material guna
meningkatkan stok modal produktif secara fisik suatu daerah dan memungkinkan
tercapainya peningkatan output (Wijayanti dan Yusuf 2010).
Aspek pemerintah lain yang penting adalah terkait dengan ketersediaan
tenaga kerja, fasilitas infrastruktur yang memadai, dan belanja modal. Teori
pertumbuhan endogen (endogeneous growth theory) menjelaskan bahwa investasi
modal fisik dan modal manusia berperan dalam menentukan pertumbuhan
ekonomi jangka panjang. Kontribusi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi
dapat dijelaskan melalui pengaruhnya dalam melakukan perubahan konsumsi atau
pengeluaran untuk investasi publik dan penerimaan dari pajak. Kelompok teori ini
juga menganggap bahwa keberadaan infrastruktur, hukum dan peraturan, stabilitas
politik, kebijakan pemerintah, birokrasi, dan dasar tukar internasional sebagai
faktor penting yang turut memengaruhi pertumbuhan ekonomi (Ma’ruf dan
Wihastuti 2008).
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
4,500,000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
(rib
u U
S $
)
tahun
5
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam menyelenggarakan
pembangunan ekonomi agar makin meningkat. Pada dasarnya tenaga kerja
merupakan modal sumberdaya manusia untuk pertumbuhan dan perbaikan suatu
wilayah. Partisipasi aktif dari masyarakat dalam perwujudan kuantitas dan
kualitas pekerjanya dapat meningkatkan kesejahteraan wilayah tersebut.
Peningkatan jumlah penduduk memberikan dampak positif dan negatif dalam
pelaksanaan pembangunan ekonomi. Peningkatan penduduk menyebabkan
bertambahnya tingkat tenaga kerja, sedangkan peningkatan penduduk yang tidak
sepadan dengan tingkat kesempatan kerja akan berakibat tingginya tingkat
pengangguran yang tercipta.Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi pada
wilayah tersebut tidak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan.
Gambar 4 Jumlah tenaga kerja Provinsi Jawa Barat 1990-2011 (jiwa) Sumber: Statistik Indonesia 2012, diolah
Gambar 4menunjukkan perkembangan jumlah tenaga kerja di Provinsi
Jawa Barat selama periode penelitian. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat adanya
peningkatan tenaga kerja pada tahun 1990 hingga 2000 namun menurun pada
tahun 2001 dan 2002 dengan penurunan 0.12 persen sejumlah 14,649,647 jiwa
dan 0.07 persen sejumlah 13,750,448 jiwa dari nilai sebelumnya sebesar
16,350,426 jiwa dan kembali meningkat pada tahun 2003 hingga tahun 2011
dengan rata-rata laju peningkatan angkatan kerja 0.005 persen. Hal ini
mengindikasikan masih rendahnya tingkat tenaga kerja Provinsi Jawa Barat
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
diantaranya melalui kebijakan pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa yang
akan mendorong peningkatan permintaan produksi dalam perekonomian
(Kurniawan 2011). Pada peningkatan pendapatan daerah sebagai tolak ukur yang
menentukan peningkatan pertumbuhan ekonomi juga tidak terlepas dari
pengeluaran pemerintah. Tingginya tingkat penanaman modal di provinsi Jawa
Barat menandakan bahwa masih relatif tingginya keinginan pihak asing untuk
menanamkan modalnya di provinsi Jawa Barat. Selain pihak swasta yang
memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, pemerintah pun
memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan guna meningkatkan kekayaan
daerah agar terus dinikmati oleh pihak swasta untuk berinvestasi. Pemerintah
diharapkan mampu meningkatkan porsi pengeluaran pemerintah dalam bentuk
belanja modal. Untuk mendukung pemerintah dalam rangka meningkatan
02000000400000060000008000000
1000000012000000140000001600000018000000
19
90
19
91
19
92
19
93
19
94
19
95
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
Jiw
a
Tahun
6
produktivitas pendapatan daerah maka dilihat melalui berbagai jenis belanja yaitu
belana aparatur, belanja publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, serta
belanja tak tersangka. Peningkatan pembangunan daerah dapat dilihat dari belanja
modal yang dilaksanakan untuk penunjang investasi daerah.
Gambar 5Perkembangan pengeluaran pemerintah untuk belanja modal di
Provinsi Jawa Barat Sumber : BPS 2012, diolah
Gambar 5 menunjukkan besarnya belanja modal berdasarkan tahun
penelitian yang cenderungberfluktuatif. Dengan peningkatan terbesar pada
periode setelah krisis tahun 1999 sebesar 1,026,530.36 juta rupiahdan laju 0.66
persen dibandingkan dengan nilai tahun sebelumnya sebesar 617,871,33 juta
rupiah. Hal ini disebabkan karena kenaikan pengeluaran pemerintah akibat
guncangan besar seperti inflasi. Serupa dengan krisis pada tahun 1998, krisis
tahun 2008 pun meningkatkan pengeluaran pemerintah pada tahun setelahnya
yaitu tahun 2009 dengan nilai sebesar 726,481 juta rupiah dengan nilai pada tahun
krisis sebesar 354,305 juta rupiah. Peningkatan laju belanja modal terlihat pada
tahun 2009 dengan peningkatan laju sebesar 1.05 persen.
Salah satu hal yang turut membangun pertumbuhan ekonomi di suatu
daerah tertentu adalah sarana infrastruktur. Infrastruktur yang baik akan
memudahkan tingkat perdagangan dan perekonomian di daerah tersebut.
Infrastruktur membantu terbukanya akses yang lebar dalam memenuhi tuntutan
kegiatan perekonomian guna meningkatkan pendapatan daerah. Perkembangan
infrastruktur di setiap wilayah merupakan hal yang penting guna meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Sebagai contoh, tersedianya jalan akan sangat membantu
berkembangnya kegiatan bisnis atau usaha masyarakat suatu wilayah seiring
dengan semakin baiknya ketersediaan infrastruktur jalan yang merupakan akses ke
wilayah tersebut.
Pada Gambar 6 terlihat perkembangan panjang jalan di Provinsi Jawa
Barat sepanjang tahun 1990 hingga 2011 cenderung berfluktuatif. Hal ini
dikarenakan banyaknya kondisi jalan yang kurang baik sehingga menurukan
jumlah panjang jalan beraspal dan meningkatkan jumlah panjang jalan kerikil.
Pada tahun 1996 dan 2008 mengalami peningkatan panjang jalan masing-masing
memiliki sebesar 23,047.96 km dan 23,017.69 km.
-
200,000.00
400,000.00
600,000.00
800,000.00
1,000,000.00
1,200,000.00
19
90
19
91
19
92
19
93
19
94
19
95
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
juta
an
ru
pia
h
Tahun
7
Gambar 6 Panjang jalan Provinsi Jawa Barat tahun 1990-2011 (Km) Sumber: BPS 2012, diolah
Perumusan Masalah
Agar terjadi pembangunan ekonomi maka diperlukan syarat perlu dan
syarat cukup adanya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dianggap
sebagai syarat perlu dalam pembangunan jika pertumbuhan ekonomi benar-benar
secara fisik telah terjadi, sedangkan pertumbuhan ekonomi sebagai syarat cukup
jika telah terjadi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas perkembangan ekonomi,
sehingga pertambahan output agregat berarti pula pertambahan pendapatan yang
semakin baik. Pertumbuhan ekonomi hanya merupakan salah satu aspek dari
pembangunan ekonomi, karena aspek lain seperti pemerataan dan stabilitas juga
merupakan dua aspek yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi
(Prasetyo 2009).
Beberapa hal penting terkait tata kelola ekonomi adalah peningkatan daya
saing melalui perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur,
peningkatan pembangunan industri di berbagai koridor ekonomi, dan penciptaan
kesempatan kerja. Langkah-langkah terobosan telah dilakukan dimana salah
satunya penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Ditetapkannya delapan program utama
dan 22 kegiatan ekonomi utama, dan ditetapkannya enam koridor ekonomi
sebagai pusat pertumbuhan yang diharapkan dapat mendorong perkembangan
ekonomi di seluruh wilayah Nusantara. Dengan demikian, para pelaku ekonomi
dapat memilih bidang usahanya secara jelas sesuai dengan minat maupun
keunggulan potensi wilayahnya.
Kondisi perkembangan investasi dan pelayanan penanaman modal di
provinsi Jawa Barat masih memiliki peringkat cukup rendah yaitu peringkat 15
pada pemeringkatan yang dilakukan KPPOD dan BKPM. Pada komponen indeks
infrastruktur, indeks tenaga kerja, indeks pelayanan penanaman modal memiliki
nilai cukup rendah sehingga indeks keseluruhan iklim investasi daerah masih
menempati peringkat cukup rendah dibandingkan dengan provinsi lain di
Indonesia. Urutan komponen pemeringkatan berdasarkan KPPOD dan BKPM
Provinsi Jawa Barat disajikan dalam Tabel 1.
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
19
90
19
91
19
92
19
93
19
94
19
95
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
Km
8
Tabel 1. Urutan komponen indeks pemeringkatan investasi Provinsi Jawa Barat
2008
Komponen Urutan
Indeks Keseluruhan Iklim Investasi Daerah 15
Indeks Pelayanan Penanaman Modal 23
Indeks Promosi Investasi Daerah 08
Indeks Komitmen Pemprov dalam Mengembangan Dunia Usaha 15
Indeks Infrastruktur 14
Indeks Akses Lahan Usaha 26
Indeks Tenaga Kerja 25
Kondisi Keamanan Usaha 06
Kinerja Ekonomi Daerah 09
Sumber: KPPOD dan BKPM 2008, diolah
Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu akumulasi
modal, tenaga kerja, dan teknologi. Penelitian yang dilakukan KPPOD dengan
BKPM mendapatkan Jawa Barat dengan peringkat 15 berdasarkan segi investasi
total masih lebih rendah nilainya terutama dilihat pada potensi daerah,
infrastruktur, tenaga kerja, pelayanan penanaman modal, dan akses lahan usaha.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk melihat pengaruh investasi, tenaga
kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik permasalahan dalam penulisan
skripsi ini, diantaranya:
1. Bagaimana kondisi umum pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat?
2. Bagaimana pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat?
Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan sehingga
terdapat beberapa tujuan dalam penelitian kali ini, yaitu:
1. Mendeskripsikan kondisi umum pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa
Barat Tahun 1990-2011
2. Menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat Tahun 1990-2011
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk kehidupan yang lebih
baik. Manfaat-manfaat tersebut diantaranya bagi pemerintah daerah provinsi Jawa
Barat mampu meningkatkan pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan
pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang. Penelitian ini juga diharapkan
berguna bagi masyarakat atau peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis
9
sebagai bahan acuan untuk perkembangan pertumbuhan ekonomi khususnya
Provinsi Jawa Barat.
Hipotesis
Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan, maka di penelitian
ini dapat dikemukakan beberapa hipotesis sebagai berikut:
1. Investasi diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Adanya pertumbuhan
investasi yang meningkat secara langsung dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Barat.
2. Tenaga kerja diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Dengan jumlah penduduk
yang tinggi tersedia angkatan kerja yang memadai sehingga meningkatkan
pendapatan daerah.
3. Infrastruktur diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa barat. Infrastruktur jalan merupakan
faktor utama roda perekonomian. Semakin memadai suatu infrastruktur di
daerah tertentu semakin tinggi pula pendapatan yang dapat diterima.
4. Pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat.
Belanja modal merupakan bentuk investasi yang berupa capital
expenditure sebagai belanja atau pengeluaran yang memberi manfaat lebih
dari satu tahun sehingga peningkatan belanja modal akan menjadi sumber-
sumber penerimaan daerah.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh investasi, tenaga kerja, dan
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Barat. Analisis data
yang digunakan merupakan data tahunan dari tahun 1990-2011. Data yang
diperlukan dalam model penelitian kali ini yaitu PDRB provinsi Jawa Barat dalam
harga konstan 2000, pertambahan realisasi Penanaman Modal dalam Negeri
(PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA), Pengeluaran pemerintah dalam
bentuk belanja modal, dan panjang jalan yang merupakan proxy dari Infrastruktur.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran kuantitatif atas
perkembangan suatu perekonomian dalam suatu waktu tertentu apabila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pendapatan nasional adalah nilai barang
dan jasa yang diproduksikan dalam suatu negara pada tahun tertentu dan secara
konsepsial nilai yang disebut Produk Domestik Bruto (PDB) (Sukirno 2006).
Salah satu teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang
berkembang sejak tahun 1950-an adalah teori pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi Neo-Klasik yang dikemukakan Solow-Swan. Pertumbuhan ekonomi
10
bergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk,
tenaga kerja, dan akumulasi modal (Badrudin 2012).
Menurut Solow (1956) mengemukakan suatu model pertumbuhan seperti
yang diuraikan dibawah ini.
..............................................................................................(1)
Fungsi produksi ini menunjukkan bahwa output nasional adalah fungsi
dari input-input yang digunakan dalam proses produksi, yang dalam hal ini
diasumsikan terdiri dari faktor modal (K) dan faktor tenaga kerja (L). Fungsi ini
bersifat agregat karena menghubungkan antara total ekonomi dengan jumlah
keluaran total dua faktor utama yang digunakan untuk menghasilkan keluaran
tersebut. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa produktivitas marginal
(marginal productivity) setiap faktor produksi yang bersifat constan return to
scale yng dinyatakan secara matematis:
.........................................................................................(2)
dimana X adalah notasi untuk setiap faktor produksi K dan L. Disini
terlihat bahwa kedua faktor produksi yaitu modal dan tenaga kerja adalah faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya produksi output. Teori pertumbuhan Neo-
Klasik dikembangkan oleh dua penulis Amerika, yaitu Charles Cobb dan Paul
Douglass, yang sekarang dikenal dengan fungsi produksi Cobb-Douglass.
Menurut teori pertumbuhan Neo-Klasik, laju tingkat pertumbuhan yang dapat
dicapai suatu negara tergantung kepada tingkat perkembangan teknologi, peranan
modal dalam menciptakan pendapatan negara, dan peranan tenaga kerja (Sukirno
2006).
Investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan
pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi
rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan.
Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan perekonomian, setiap negara senantiasa
berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang
dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan asing dalam negeri, tapi juga
investor asing. Penggairahan iklim investasi di Indonesia disempurnakan dengan
UU No. 11/Tahun 1970 tentang PMA dan UU No.12/Tahun 1970 tentang PMDN
(Dumairy 1996).
Jenis investasi dapat dibedakan atas public investment dan private
investment, domestic investment dan foreign investment, gross investment dan net
investment. Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang
dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan
sifatnya resmi. Sedangkan private investment adalah investasi yang dilaksanakan
oleh pihak asing. Perbedaan antara investasi pemerintah dan investasi asing
adalah, bahwa dalam investasi asing keuntungan menjadi prioritas utama,
sedangkan investasi pemerintah adalah untuk melayani dan menciptakan
kesejahteraam bagi rakyat banyak. Domestic investment adalah penanaman modal
dalam negeri, sedangkan foreign investment adalah penanaman modal asing.
Gross investment adalah total seluruh investasi yang dilaksanakan pada suatu
waktu, baik itu autonomous maupun induced atau private maupun public.
Sedangkan net investment adalah selisih antara investasi bruto dan penyusutan
(Sitompul 2007).
Sukirno (2006) menyatakan daya beli masyarakat merupakan pasar barang
yang dihasilkan oleh sektor produktif. Daya beli masyarakat yang rendah akan
11
menyebabkan pasar untuk barang dan jasa yang diciptakan sektor produktif
menjadi sangat terbatas. Ini tidak merangsang para pengusaha untuk menanamkan
modal. Karena pasar merupakan faktor terpenting yang akan membatasi
penanaman modal, maka dalam menyusun kebijakan dan program pembangunan
adalah tingkat produktivitas. Dengan demikian, pembangunan seimbang akan
menjadi perangsang untuk memperluas permintaan terhadap modal dan
menciptakan perangsang untuk mengadakan lebih banyak penanaman modal.
Todaro mengemukakan investasi memainkan peran penting dalam menggerakkan
kehidupan ekonomi bangsa, karena pembentukan modal memperbesar kapasitas
produksi, menaikkan pendapatan nasional maupun menciptakan lapangan kerja
baru, dalam hal ini akan memperluas kesempatan kerja.
Menurut UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pengertian tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Rustiono (2008) mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan
pertumbuhan angkatan kerja (AK) secara tradisional dianggap sebagai salah satu
faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang
lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan
penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski
demikian hal tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan
penduduk yang cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif
dari pembangunan ekonominya. Pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan
penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut
dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja
tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi
modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial
dan administrasi.
Penanaman modal publik telah memiliki porsi yang relatif besar terhadap
pengeluaran pemerintah, pemerintah pusat, dan pemerintah lokal. Telah terjadi
kesepakatan bersama mengenai potensi keuntungan dari investasi modal publik
untuk meningkatkan produktivias input lain dan pertumbuhan regional. Sehingga
modal publik mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Terdapat tiga macam cara
yang berbeda yang menyatakan infrastruktur dapat mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Pertama, infrastruktur dapat bereaksi langsung ke dalam fungsi produksi
suatu perusahaan. Sebagai contoh, ketika layanan yang menyediakan infrastruktur
publik dapat langsung mempercepat pertumbuhan produktivitas suatu perusahaan.
Kedua, infrastruktur publik juga dapat membuat input lainnya seperti tenaga kerja
dan modal asing menjadi lebih produktif. Dalam hal ini, input yang lain (modal
atau tenaga kerja) adalah fungsi dari modal publik sehingga infrastruktur publik
tersebut melengkapi modal atau tenaga kerja. Ketiga, infrastruktur publik dapat
menarik pendapatan dari daerah lain. Oleh karena itu dalam hal ini, infrastruktur
publik mempengaruhi output ekonomi dengan meningkatkan investasi dari faktor
lainnya seperti tenaga kerja dan modal asing (Kim 2006)
Pembangunan infrastruktur, baik ekonomi dan sosial, adalah salah satu
faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi, khususnya di negara berkembang.
Investasi langsung di infrastruktur menciptakan, fasilitas produksi yang
12
merangsang kegiatan ekonomi, mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan
daya saing, serta memberikan kesempatan pekerjaan (Sahoo2010).
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 59 Tahun 2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Ketentuan Pasal 52, belanja
modal adalah barang atau jasa yang dianggarkan pada pengeluaran APBD yang
digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap
berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Nilai aset tetap berwujud yang
dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli atau bangun aset ditambah
seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan atau pembangunan aset tersebut
siap digunakan (Badrudin 2012).
Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan dari pendapatan nasional yang
terjadi dari tahun ke tahun. Sementara itu pengeluaran pemerintah merupakan
salah satu komponen dari pendapatan nasional. Maka dalam upaya melihat
peranan pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi, maka dilihat dari pengaruh
pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional (Salhab dan Soedjono
2010).
Teori pertumbuhan endogen (endogeneous growth theory) menjelaskan
bahwa investasi modal fisik dan modal manusia berperan dalam menentukan
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kontribusi pemerintah terhadap
pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan melalui pengaruhnya dalam melakukan
perubahan konsumsi atau pengeluaran untuk investasi publik dan penerimaan dari
pajak. Kelompok teori ini juga menganggap bahwa keberadaan infrastruktur,
hukum dan peraturan, stabilitas politik, kebijakan pemerintah, birokrasi, dan dasar
tukar internasional sebagai faktor penting yang turut memengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Pengeluaran pemerintah sebagai salah satu instrumen penting kebijakan
fiskal diharapkan mampu mendorong kegiatan ekonomi dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi (Ma’ruf dan Wihastuti 2008).
Teori Rostow dan Musgrave menghubungkan antara pengeluaran yang
dilakukan oleh pemerintah dengan tahap-tahap dalam pembangunan ekonomi
yakni tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Teori lainnya yang
membahas tentang pengeluaran pemerintah yaitu teori Peacock dan Wiseman
yang mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku perkembangan.
pengeluaran pemerintah. Perkembangan ekonomi mengakibatkan kenaikan
jumlah pungutan pajak meskipun tarifnya tidak berubah. Kenaikan penerimaan
pemerintah ini juga akan mengakibatkan jumlah pengeluaran pemerintah naik
(Chandra 2012).
PENELITIAN TERDAHULU
Beberapa penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar pertumbuhan
ekonomi digambarkan oleh investasi, pengeluaran pemerintah, dan tenaga kerja.
Menurut Sahoo et al (2010) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa tenaga
kerja, infrastruktur memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
13
Dengan variabel private investment, public investment, tenaga kerja, infrastruktur,
dan pengeluaran pemerintah. Pengembangan infrastruktur di China memiliki
kontribusi positif dibandingkan dengan public investment dan private investment.
Penelitian sebelumnya yang menganalisis alokasi belanja modal
pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat
menyimpulkan DAK, penerimaan pembiayaan, angkatan kerja, jumlah penduduk,
pendidikan penduduk usia kerja, belanja pegawai berpengaruh signifikan.
Sedangkan belanja modal, PAD pendidikan dasar memiliki nilai positif namun
tidak signifikan.Alexiou (2009) menyimpulkan pertumbuhan ekonomi
dipengaruhi oleh belanja modal pemerintah, belanja konsumsi pemerintah,
investasi, tenaga kerja, perdagangan bebas serta bantuan luar negeri. Sodik (2007)
meneliti pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi regional dengan studi
kasus data panel di indonesia. Variabel yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
adalah pengeluaran pemerintah, investasi pemerintah, tenaga kerja, dan
keterbukaan perdagangan. Variabel investasi asing didapat hasil tidak
memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Canning (1999) menganalisis kontribusi
infrastruktur terhadap agregat output menyimpulkan efek infrastruktur telepon
memiliki dampak positifdan signifikan sedangkan panjang jalan diperoleh hasil
negatif dan signifikan.
Beberapa penelitian menggunakan pendekatan panel data, persamaan
simultan, dan regresi berganda. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur. Metode yang digunakan adalah OLS,
sehingga dapat melihat besaran pengaruh suatu variabel dalam memengaruhi
variabel lain. Secara ringkas dalam Tabel disajikan penelitian-penelitian sejenis
yang menjadi referensi dalam penelitian ini.
Tabel2. Penelitian terdahulu
Judul dan peneliti Variabel Metode Hasil
1. Infrastructure
Development and
Economic Growth
in China (Pravakar
Sahoo, Ranjan
Kumar Dash,
2010)
Private
invesment,
public
invesment,
labour,
infrastruktur,
pengeluaran
publik (seperti
untuk kesehatan
dan pendidikan)
ARDL
dan
GMM
- Infrastruktur, Labour,
public and private
invesment berperngaruh
positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di
China
- Pengembangan
infrastruktur di China
memiliki kontribusi yang
positif dibanding dengan
public and private
invesment
14
(Lanjutan Tabel 2)
Judul dan peneliti Variabel Metode Hasil
2. Goverment
Spending and
Economic Growth:
Econometric
Evidence from the
South Europe
(SEE)
(Constantinos
Alexiou, 2009)
Private
investment,
labour force,
goverment
spending for
capital
information, and
trade-openness
Panel
Data - Pengeluaran pemerintah
untuk pembentukan modal
memiliki dampak positif
dan signifikan begitu pula
investasi swasta dan
keterbukaan perdagangan
- Angkatan kerja ditemukan
tidak signifikan
3. On Export and
Economic Growth
(Gershon Feder,
1982)
Rate of Growth
(%), labour
growth, export
Regresi
Berganda - Penambahan faktor ekspor
memberikan kontribusi
positif dan signifikan
sehingga faktor lainnya
seperti modal dan tenaga
kerja bisa di realokasi
kepada pertumbuhan
ekspor
4. Analisis Peranan
Pengeluaran
Pemerintah,
Tenaga Kerja, dan
Penanaman Modal
Dalam Negeri
(PMDN) Terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi Provinsi
Jawa Timur Tahun
2001-2010 (Eddy
Wibowo Candra,
2012)
Pengeluaran
Pemerintah,
Tenaga Kerja,
dan Penanaman
Modal Dalam
Negeri
OLS - Variabel berpengaruh
positif dan signifikan
kecuali variabel
penanaman modal dalam
negeri
- Pengeluaran pemerintah,
tenaga kerja, penanaman
modal dalam negerii tidak
mempunyai hubungan
dengan variabel
pertumbuhan ekonomi
5. Pengaruh Inflasi,
Jumlah Tenaga
Kerja, dan
Pengeluaran
Pemerintah
terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi Bali
(Amira Salhab,
Lasmini Soedjono,
2012)
Inflasi, Jumlah
Tenaga Kerja,
Pengeluaran
Pemerintah
Regresi
Linier
Berganda
- Secara simultan dan
parsial tingkat inflasi,
jumlah tenaga kerja, dan
pengeluaran pemerintah
berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan
ekonomi Provinsi Bali
15
(Lanjutan Tabel 2)
Judul dan peneliti Variabel Metode Hasil
6. Infrastructure’s
Contribution to
Aggregate Output
(David Canning,
1999)
Telepon, listrik,
transportasi,
lamanya
pendidikan
Berdasark
an fungsi
produksi
Coubb
Dougglas,
panel
data: fixed
effect
model
- Efek infrastruktur lebih
besar dari human capital,
karena sampel sizenya
terlalu kecil
- Hasilnya hampir sama dari
dua grup negara tsb
- Telepon memiliki dampak
yang positif dan signifikan
di dua grup negara
tersebut
7. Pengaruh
Ketersediaan
Tenaga Kerja,
Infrastruktur,
Pendapatan
Perkapita dan Suku
Bunga terhadap
Investasi Industri
Kota Semarang
Investment in
Industrial
Sector,namely
labour,
infrastructure,
income per
capita, and loan
interest rates
ECM - Tenaga kerja dan
infrastruktur memiliki
tidak mempengaruhi
investasi industri di jangka
pendek dan jangka
panjang
- Pendapatan per kapita dan
tingkat suku bunga
memiliki pengaruh
terhadap investasi industri
pada jangka pendek
maupun jangka panjang
8. Pengeluaran
Pemerintah dan
Pertumbuhan
Ekonomi Regional:
Studi Kasus Data
Panel di Indonesia
(Jamzani Sodik,
2007)
Private
investment,
goverment
investment,
goverment
consumption, and
labor force,
openess
economic
provinces (X-M)
Panel
Data - Pertumbuhan ekonomi
dipengaruhi oleh investasi
pemerintah, pengeluaran
pemerintah, tenaga kerja,
dan keterbukaan
perdagangan memiliki
pengaruh positif dan
signifikan, sedangkan
investasi swasta tidak
mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi
Kerangka Berfikir
Peningkatan agregat output diharapkan mampu meningkatan pertumbuhan
ekonomidi Provinsi Jawa Barat. Karakteristik alam, ekonomi, sosial, dan budaya
yang beraneka ragam diharapkan dapat menjadi modal dalam peningkatan
pendapatan daerah. Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan adanya saling
keterkaitan antara peran pemerintah dan pihak asing dalam meningkatkan
pendapatan daerah, dengan asumsi ada lima variabel yang memengaruhi yaitu
tenaga kerja, realisasi perkembangan PMA dan PMDN, keadaan infrastruktur
yang dilihat melalui moda transportasi darat atau penggunaannya yaitu panjang
jalan, dan pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal. Pertumbuhan
penduduk yang tinggi dapat menjadi faktor pendukung pertumbuhan ekonomi
16
dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja. Hal ini didasari oleh peningkatan
investasi baik dalam negeri maupun yang berasal dari asing.
Dari sisi penawaran, tenaga kerja, investasi, dan infrastruktur merupakan
faktor pendorong bagi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi laju PDRB Provinsi Jawa
Barat antara lain tenaga kerja, investasi, dan infrastruktur sehingga didapat
rekomendasi kebijakan yang sesuai agar terjadi peningkatan pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Analisis tersebut dilakukan dengan metode OLS
(Ordinary Least Square).
Keterangan: bukan merupakan variabel yang akan diteliti
Gambar 7 Kerangka Pemikiran
Peningkatan Agregat Output di
Provinsi Jawa Barat
Keadaan Ekonomi di Provinsi
Jawa Barat
Tenaga Kerja Kapital Teknologi
Pengeluaran
Pemerintah Untuk
Pembentukan Modal
Infrastruktur Investasi
Infrastruktur
Sosial
Infrastruktur
Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
Rekomendasi Kebijakan
17
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam data penelitian kali ini menggunakan data
sekunder time series tahunan periode 1990-2011. Data yang digunakan dalam
penelitian ini mencakup data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
provinsi Jawa Barat, Panjang Jalan (Km), investasi yang diteliti adalah dalam
bentuk penanaman modal yaitu Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing
(PMA), Perkembangan Realisasi Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN),
tenaga kerja, (AK) dan Pengeluaran Pemerintah dalam bentuk belanja modal
(EXPD). Sumber-sumber tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS),
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), selain itu sumber data dan
literatur yang digunakan berasal dari penelusuran internet dan literatur terkait.
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis regresi berganda. Teknik estimasi variabel dependen yang digunakan
adalah Ordinary Least Square (OLS), diharapkan dengan menggunakan metode
ini dapat diketahui pengaruh dari investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur
terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Barat. Pengolahan data
dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel 2007, Minitab 16, dan Eviews 6.
Analisis regresi berganda pada dasarnya adalah studi ketergantungan
variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel
penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-
rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel
independen yang diketahui (Gujarati 2003).
Model Penelitian
Model yang digunakan dalam penelitian mengacu pada teori pendekatan
Neo-Klasik Solow-Swan didasarkan pada fungsi produksi yang sudah dikenal,
yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan angkatan
kerja yang dituliskan pada persamaan berikut:
dimana:
Y : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
K : Pembentukan Modal
L : Tenaga Kerja
Berdasarkan penelitian Guseh (1997), Alexiou (2009), Cooray (2009), dan
Sahoo, et al. (2010) pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal (G)
dapat dimasukkan sebagai variabel independen dan dirumuskan sebagai:
18
Perumusan model yang digunakan berdasarkan pada model umum
pertumbuhan ekonomi dengan elaborasi yang mengacu pada model dalam
penelitian Alexiou (2009), Candra (2012), Rustiono (2008), dan Sahoo, et al.
(2010). Model yang digunakan untuk menganalisis pengaruh investasi, tenaga
kerja, pengeluaran pemerintah, dan infrastruktur di provinsi Jawa Barat adalah:
PDRBt =f(AKt, EXPDt, PMAt, PMDNt, RDt)
Dalam penelitian ini, model pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat
dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:
: Logaritma Natural untuk Produk Domestik Regional Bruto Atas
Dasar Harga Konstan (persen)
: Logaritma Natural untuk Jumlah Angkatan Kerja yang Bekerja
(persen)
: Logaritma Natural untuk Pengeluaran Pemerintah dalam bentuk
Belanja Modal (persen)
: Logaritma Natural untuk Realisasi Penanaman Modal Asing
(persen)
: Logaritma Natural untuk Realisasi Penanaman Modal Dalam
Negeri (persen)
: Logaritma Natural untuk Panjang Jalan (persen)
: Nilai Koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas
: Konstanta
: Kesalahan Pengganggu (error)
Definisi Operasional Variabel
Analisis regresi berganda pada dasarnya adalah studi ketergantungan
variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel
penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-
rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel
independen yang diketahui (Gujarati 2003). Adapun variabel memiliki definisi
operasional variabel sebagai berikut:
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai barang dan
jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu daerah
tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. PDRB atas dasar harga konstan
sangat penting untuk melihat perkembangan Riil dari tahun ke tahun
berbagai agregat ekonomi yang diamati, dan benar-benar menggambarkan
kenaikan pendapatan yang riil tanpa pengaruh kenaikan harga. Data PDRB
19
dapat diperoleh dari Badan Pusat Statistik provinsi Jawa Barat. Satuan
harga yang digunakan adalah jutaan rupiah.
2. Tenaga kerja merupakan tenaga kerja di provinsi Jawa Barat. Satuan yang
digunakan menggunakan satuan jiwa.
3. Pengeluaran Pemerintah adalah pengeluaran pemerintah yang dilakukan
guna meningkatkan pendapatan daerah tersebut. Pengeluaran pemerintah
yang diambil merupakan pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja
modal karena pengeluaran tersebut merupakan salah satu proxy dari
kapital. Satuan yang digunakan dalam pengeluaran pemerintah untuk
belanja modal adalah jutaan rupiah.
4. Penanaman Modal Asing(PMA) merupakan salah satu proxy dari kapital,
sehingga digunakan dalam penelitian kali ini. Diduga semakin tinggi
tingkat PMA di provinsi Jawa Barat akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Variabel yang digunakan dalam PMA ini menggunakan realisasi
nilai penanaman modal asing. Satuan harga yang digunakan adalah jutaan
rupiah.
5. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan salah satu proxy
dari kapital, sehingga digunakan dalam penelitian kali ini. Penanaman
modal dalam negeri yang semakin tinggi diharapkan mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan nilai kekayaan di
daerah tersebut. Variabel yang digunakan dalam penelitian kali ini
merupakan realisasi nilai penanaman modal dalam negeri. Satuan harga
yang digunakan adalah jutaan rupiah.
6. Panjang Jalan merupakan salah satu proxy dari infrastruktur. Infrastruktur
itu sendiri terbagi atas infrastruktur ekonomi dan sosial yang terbagi
kembali atas panjang jalan dan listrik atas infrastruktur ekonomi dan
kesehatan serta pendidikan untuk infrastruktur sosial. Pada penelitian kali
ini peneliti tidak memasukkan infrastruktur sosial dikarenakan bukan
satuan yang dapat dihitung. Sehingga penelitian kali ini membahas
infrastruktur dalam proxy panjang jalan yang diduga dengan meningkatnya
infrastruktur fisik dalam bentuk panjang jalan dapat meningkatkan
perekonomian. Satuan yang dipakai dalam panjang jalan merupakan
satuan jarak Km.
Pengujian Asumsi Klasik
Istilah regresi dikemukakan untuk pertama kali oleh Francis Galton
mengatakan bahwa analisis regresi diartikan sebagai suatu analisis tentang
ketergantungan suatu variabel terhadap variabel lain (yaitu variabel bebas) dalam
rangka membuat estimasi atau prediksi dari nilai rata-rata variabel tergantung
dengan diketahuinya nilai variabel bebas (Lains 2003).
Metode OLS paling sering digunakan bukan hanya karena mudah
melainkan juga karena memiliki beberapa sifat teoritis yang yang kokoh. Menurut
teorema Gauss-Markov berdasarkan asumsi-asumsi dari model regresi linear
klasik, penaksir OLS memiliki varians terendah di antara penaksir-penaksir linear
lainnya; dalam hal ini, penaksir OLS disebut sebagai penaksir tak bias linear
20
terbaik (best linear unbiased estimators atau BLUE). Penaksir OLS mempunyai
sifat:
1. dan merupakan penaksir linear; dalam hal ini kedua penaksir
tersebut merupakan fungsi linear dari variabel acak .
2. Kedua penaksir tersebut tidak bias; dalam hal ini, dan
. Oleh karena itu, dalam penerapan yang dilakukan secara
berulang-ulang, secara rata-rata dan akan tepatsama dengan
masing-masing nilai dan .
3. ̂ ; dalam hal ini, varians kesalahan dari penaksir OLS tidak
bias. Dalam penerapan yang dilakukan secara berulang-ulang, secara
nilai taksiran dari varians kesalahan akan tepat sama dengan nilai
varians yang sebenarnya.
4. merupakan penaksir yang efisien; dalam hal ini, lebih kecil daripada varians penaksir tak bias linear lainnya untuk ,
dan lebih kecil daripada varians penaksir tak bias linear
lainnya untuk . Oleh karena itu, kita akan mampu menaksir dan
yang sebenarnya secara lebih tepat jika kita menggunakan OLS
ketimbang metode lainnya yang juga memberikan penaksir tak bias
linear dari parameter yang sebenarnya.
Pengujian Statistik Analisis Regresi
Uji Koefisien Determinan ( )
Koefisien determinasi ( ) dapat mengukur ukuran kesesuaian (goodness
of fit) secara keseluruhan dari suatu model, yang menunjukkan seberapa cocok
garis regresi yang ditaksir terhadap nilai Y yang sebenarnya (Gujarati 2007).
dihitung untuk menjelaskan berapa persen keragaman Y dapat dijelaskan oleh
model tersebut. Nilai berkisar dari nol sampai satu ( 0 ≤ ≤ 1 ). Sehingga
garis regresi yang mendekati satu dapat meramalkan Y mendekati sempurna.
Sedangkan jika bernilai berarti tidak ada hubungan antara X dan Y atau model
yang terbentuk tidak tepat untuk meramalkan Y.
Uji F-statistik
Uji F digunakan untuk menguji hipotesis koefisien (slope) regresi secara
bersama-sama. Jika model signifikan dapat menjelaskan atau memprediksi
keragaman variabel dependent (Y). Pengujian ini menggunakan hipotesa sebagai
berikut:
H0 : b1=b2=....=bn=0
H1 : minimal ada b yang ≠ 0 (ada pengaruh)
Untuk H0=0 berarti tidak memiliki pengaruh, sedangkan H1 memiliki
pengaruh. Tolak H0 jika Fhit> Fα (k,n-k-1) dengan kata lain paling tidak terdapat satu
variabel bebas yang signifikan dan berpengaruh terhadap variabel tak bebas secara
statistik. Terima H0 jika Fhit< Fα (k,n-k-1) dengan kata lain tidak ada satu pun
21
variabel bebas yang signifikan dan berpengaruh nyata terhadap variabel tidak
bebas.
Uji t-statistik
Hartawatie (2012) mengemukakan bahwa jika dalam uji-F disimpulkan
bahwa suatu model signifikan dapat menjelaskan keragaman Y maka akan
dilanjutkan dengan uji-t. Uji-t atau uji parsial berguna untuk mengidentifikasi
faktor-faktor mana saja yang dapat menjelaskan atau berpengaruh nyata terhadap
Y. Uji-t berkaitan dengan masing-masing koefisien model regresi.
Terima H0, jika | thitung | < ttabel, artinya secara statistik belum dapat
dibuktikan bahwa faktor ke-n berpengaruh nyata terhadap Y. Terima H1 (tolak
H0), jika | thitung | > ttabel, artinya secara statistik dapat dibuktikan bahwa faktor ke-n
berpengaruh nyata terhadap Y.
Uji Ekonometrik
Multikolinieritas
Multikolinieritas atau kolinearitas ganda menunjukan adanya hubungan
linier yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua varibael yang
menjelaskan dari model regresi. (Kusumaningrum 2007) mengemukakan adanya
indikasi adanya multikolinieritas adalah sebagai berikut:
1. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2. R-squared-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak bahkan tidak ada
yang nyata.
3. Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (rij tinggi).
4. R2 lebih kecil dari rij
2 menunjukkan adanya masalah multikolinieritas.
Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi di antara anggota observasi
yang diurut berdasarkan waktu (time series) atau ruang (cross section). Dapat
dikatakatan pula korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel atau
korelasi error masa yang lalu dan error masa sekarang. Uji autokorelasi yang
dilakukan di software Eviews 6 dapat dilihat dari nilai Durbin Watson (Uji-DW)
untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan
membandingkan DW-statistiknya dengan DW-tabelnya.
Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika asumsi dasar metode OLS berbentuk
( ) untuk i = j tidak dipenuhi. Dengan dilanggarnya asumsi
homoskedastisitas berarti variabel disturbansi tidak lagi mempunyai varian yang
kosntan untuk setiap observasi. Varian tersebut mungkin naik atau turun dengan
22
berubahnya nilai variabel bebas. Variabel disturbansi dapat pula menjadi
nonrandom jika kita gagal menspesifikasikan model yang benar sehingga
beberapa variabel tergantung terabaikan dan tidak masuk ke dalam model (Lains
2003).
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat error term berdistribusi normal
atau tidak. Uji normalitas ini dapat dilihat melalui Jarque-Bera Test (J-B)atau
melihat plot sisaan yang pengujiannya pada error term yang harus terdistribusi
secara normal. Kriteria uji yang digunakan adalah:
a. Jika nilai probabilitas pada (J-B) > taraf nyata α, maka error term dalam
model yang digunakan berdistribusi secara normal.
b. Jika nilai probabilitas pada (J-B) < taraf nyata α, maka error term dalam
model yang digunakan tidak terdistribusi secara normal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5050’ – 7
050’
lintang selatan dan 104048’-108
048’ bujur timur, dengan batas wilayah: sebelah
utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta; sebelah Timur,
berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah; sebelah Selatan berbatasan dengan
Samudra Indonesia; dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Banten.
Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi pertama dibentuk di wilayah Indonesia.
Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No. 11 tahun 1950, tentang
Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi
dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia.
Luas wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah daratan seluas
3,701,061.32 hektar dan garis pantai sepanjang 755,829 Km. Daratan Jawa Barat
dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9.5 persen dari total luas
wilayah Jawa Barat) terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1,500
m di atas permukaan laut (dpl); wilayah lereng bukit yang landai (36.48 persen)
terletak di bagian tengah dengan ketinggian 10-1,500 m dpl. Tutupan lahan terluas
di Jawa Barat berupa kebun campuran (22.89 persen dari luas wilayah Jawa
Barat), sawah (20.27 persen), dan perkebunan (17.41 persen). Sementara itu hutan
primer dan hutan sekunder di Jawa Barat hanya 15.93 persen dari seluruh luas
wilayah Jawa Barat.
Jumlah penduduk provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai
46,497,175 jiwa. Secara administratif sejak tahun 2008, kabupaten dan kota di
Provinsi Jawa Barat berjumlah 26 kabupaten/kota terdiri atas 17 kabupaten dan 9
kota dengan 625 kecamatandan 5,877 desa/kelurahan. Jawa Barat terbagi dalam 4
Badan Koordinasi Pemerintahan Pembangunan (Bakor PP) wilayah, sebagai
berikut wilayah I Bogor meliputi Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kab.
Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kab. Cianjur. Wilayah II Purwakarta meliputi
23
Kab. Purwakarta, Kab. Subang, Kab. Karawang, Kab. Bekasi, dan Kota Bekasi.
Wilayah III Cirebon meliputi kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Indramayu, Kab.
Majalengka, dan Kab. Kuningan. Wilayah IV Priangan meliputi Kab. Bandung,
Kota Bandung, Kota Cimahi, Kab. Bandung Barat, Kab, Sumedang, Kab. Garut,
Kab. Tasikmalaya, Kab, Ciamis, dan Kota Banjar.
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat
Kondisi Perekonomian Jawa Barat
Keberhasilan Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari adanya
pertumbuhan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas harga
berlaku maupun harga konstan. Pengukuran laju pertumbuhan ekonomi lebih baik
digunakan berdasarkan harga konstan karena pengaruh naik turunnya tingkat
harga setiap tahun atau tingkat inflasi dapat dihilangkan sehingga perhitungannya
menjadi lebih riil. Data laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat dapat
dilihat pada Tabel 3 yang ditunjukkan oleh BPS Provinsi Jawa Barat.
Tabel 3.Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 1990 s/d 2011 (dalam persen)
Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi
1990 9.45 2001 4.76
1991 6.89 2002 3.94
1992 7.23 2003 4.84
1993 8.01 2004 5.16
1994 7.04 2005 5.47
1995 7.90 2006 6.01
1996 8.34 2007 6.48
1997 5.05 2008 6.21
1998 -18.74 2009 4.19
1999 3.42 2010 6.20
2000 4.15 2011 6.60
Rata-rata 4.94 Sumber: BPS 2012, diolah
Tabel 2 memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun
penelitian ekonomi tidak begitu fluktuatif. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Barat pada tahun pengamatan memiliki rata-rata nilai pertumbuhan ekonomi
sebesar 4.94 persen dengan pertumbuhan paling rendah terjadi pada masa krisis
tahun 1998 sebesar -18.74.
Kondisi Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat
Tenaga kerja turut memiliki peran dalam pembangunan ekonomi.
Penyediaan lapangan kerja yang memadai diharapkan cukup untuk memenuhi
24
pertambahan angkatan kerja. Tenaga kerja merupakan suatu faktor produksi yang
mampu meningkatkan faktor produksi seperti mengolah tanah, memanfaatkan
modal sehingga perusahaan memandang tenaga kerja sebagai suatu investasi.
Terdapat dua faktor yang memengaruhi keadaan ketenagakerjaan, yaitu
faktor penerimaan dan penawaran. Faktor permintaan dipengaruhi oleh dinamika
pembangunan ekonomi, sedangkan faktor penawaran dipengaruhi oleh perubahan
struktur umur penduduk. Pembangunan ekonomi yang semakin meningkat juga
akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sehingga akan memengaruhi
ketersediaan tenaga kerja di suatu daerah. Pertumbuhan industri di perkotaan
menjadi salah satu daya tarik tenaga kerja dari berbagai daerah, termasuk
pedesaan untuk menjadi pekerja di sektor industri (Sitompul 2007).
Perkembangan jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat disajikan pada Tabel 4
berikut.
Tabel 4. Perkembangan Tenaga Kerja di Jawa Barat, 2001-2011
Tahun Tenaga
Kerja (jiwa) Perkembangan
(persen)
Pengangguran
Jabar (jiwa)
Angkatan
Kerja (jiwa)
Perkembangan
(persen)
2001 14,649,647 -10.40 1,036,119 15,685,766 -10.74
2002 13,750,448 -6.14 2,191,531 15,941,979 1.63
2003 14,795,297 7.60 1,979,065 16,774,362 5.22
2004 14,598,311 -1.33 2,319,715 16,918,026 0.86
2005 15,011,002 2.83 2,527,807 17,538,809 3.67
2006 15,441,639 2.87 2,561,525 18,003,164 2.65
2007 15,853,822 2.67 2,386,214 18,240,036 1.32
2008 16,480,395 3.95 2,263,584 18,743,979 2.76
2009 16,901,430 2.55 2,079,830 18,981,260 1.27
2010 16,942,444 0.24 1,951,391 18,893,835 -0.46
2011 17,454,781 3.02 1,901,843 19,356,624 2.45
Rata-rata 0.72 0.97 Sumber: BPS 2012, diolah
Jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat menunjukkan peningkatan
setiap tahun, kecuali tahun 2002 dan 2004. Rata-rata peningkatan jumlah tenaga
kerja adalah 0.67. Selanjutnya jumlah angkatan kerja menunjukkan peningkatan
setiap tahun dengan rata-rata peningkatan jumlah angkatan kerja adalah 0.97
persen. Peningkatan ini sejalan dengan pertumbuhan tenaga kerja dengan rata-rata
0.72 persen. Penurunan jumlah tenaga kerja pada tahun 2002 dan 2004 merupakan
dampak dari terjadinya krisis di Indonesia, sehingga menyebabkan situasi
perekonomian masih sulit khususnya di Provinsi Jawa Barat.
Kondisi Investasi di Provinsi Jawa Barat
Investasi dibutuhkan untuk meningkatkan pembangunan daerah.
Pembangunan daerah dapat berkembang apabila investasi terus meningkat.
Investasi merupakan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya
investasi secara langsung dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja di daerah
25
tersebut.Invetasi pada umumnya dibedakan berdasarkan sumber modal, yaitu
PMDN (penanaman modal dalam negeri) dan PMA (penanaman modal asing).
Investasi ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah,
karena selain menyerap tenaga kerja juga memberikan peningkatan pendapatan
kepada daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tabel 5. Perkembangan investasi di Jawa Barat 1990-2011 (jutaan rupiah)
Tahun PMDN Laju (%) PMA Laju (%)
1990 482,730.90 - 161,370.74 -
1991 579,148.90 19.97 327,121.68 102.71
1992 1,240,155.80 114.13 517,523.85 58.21
1993 4,034,326.70 225.31 8,259,607.53 1,495.99
1994 4,125,531.80 2.26 2,078,976.71 (74.83)
1995 2,900,620.10 (29.69) 2,680,725.44 28.94
1996 3,102,422.00 6.96 27,521,287.40 926.64
1997 6,848,927.10 120.76 3,398,358.04 (87.65)
1998 4,076,866.70 (40.47) 16,305,456.89 379.80
1999 3,096,458.80 (24.05) 12,469,338.16 (23.53)
2000 4,732,038.20 52.82 17,441,007.56 39.87
2001 1,331,051.90 (71.87) 6,002,371.51 (65.58)
2002 8,021,465.70 502.64 10,648,365.38 77.40
2003 2,517,762.00 (68.61) 9,511,043.35 (10.68)
2004 3,027,163.50 20.23 10,676,654.51 12.26
2005 3,483,011.50 15.06 24,786,373.13 132.15
2006 5,320,965.20 52.77 14,854,574.27 (40.07)
2007 11,805,068.40 121.86 11,660,297.08 (21.50)
2008 5,075,016.60 (57.01) 23,923,281.47 105.17
2009 5,926,662.00 16.78 19,112,185.09 (20.11)
2010 15,799,857.10 166.59 15,381,065.92 (19.52)
2011 11,194,259.00 (29.15) 33,672,847.41 118.92
Rata-Rata 53.20 148.31 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal daerah Jawa Barat, diolah
Tabel 5menyajikan perkembangan realisasi Penanaman Modal Asing
(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) masih berfluktuatif.
Apabila dibandingkan secara nasionalJawa Barat menempati urutan ketiga
dibandingkan dengan provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur, sehingga Jawa Barat
merupakan salah satu tujuan investasi yang utama. Untuk PMA dengan nilai
proyek 4,718 proyek dan untuk PMDN dengan nilai proyek 1,672 selama periode
penelitian. Pada PMA Jawa Barat menempati urutan kedua dari DKI Jakarta
dengan proyek sebesar 6,634 dan Jawa Timur sebesar 1,419 proyek. Pada PMDN
Jawa Barat menempati urutan pertama dengan 1,672 proyek diikuti oleh Jawa
Timur 1,286 proyek dan DKI Jakarta 1,099 proyek. Rata-rata pertumbuhan
investasi Provinsi Jawa barat didominasi oleh Penanaman Modal Asing (PMA)
hal ini membuktikan bahwa kebijakan ekonomi yang dilaksanakan oleh
26
pemerintah daerah di bidang investasi telah kondusif dalam rangka mencapai
peningkatan investasi daerah.
Kondisi Pengeluaran Pemerintah di Provinsi Jawa Barat
Menurut Halim (2008) belanja modal merupakan bentuk investasi yang
berupa capital expenditure sebagai belanja atau biaya atau pengeluaran yang
memberi manfaat lebih dari satu tahun. Proporsi pengeluaran pemerintah untuk
belanja modal terhadap PDRB Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6.Proporsi pengeluaran pemerintah untuk belanja modal terhadap PDRB
Jawa Barat tahun 1990-2011 (jutaan rupiah)
Tahun PDRB Pengeluaran Pemerintah
untuk Belanja Modal G/PDRB
1990 124,520,890 44,093.48 0.03541
1991 136,288,120 108,759.97 0.07980
1992 145,678,370 175,967.11 0.12079
1993 156,210,910 153,365.82 0.09818
1994 168,723,410 275,115.83 0.16306
1995 180,601,530 139,386.75 0.07718
1996 194,869,060 317,592.42 0.16298
1997 211,121,140 475,998.29 0.22546
1998 221,803,860 617,871.33 0.27857
1999 180,237,820 1,026,530.36 0.56954
2000 186,401,950 408,305.38 0.21905
2001 194,137,640 852,197.61 0.43897
2002 203,378,590 1,044,593.22 0.51362
2003 211,391,590 413,290.00 0.19551
2004 221,628,170 277,489.00 0.12520
2005 233,057,690 335,096.00 0.14378
2006 245,798,060 371,826.00 0.15127
2007 257,499,446 360,690.00 0.14007
2008 274,180,300 354,305.00 0.12922
2009 291,205,800 726,481.00 0.24947
2010 303,405,200 1,055,536.00 0.34790
2011 322,223,800 718,650.00 0.22303
Rata-Rata 0.21309 Sumber: BPS 2012, diolah
Rata-rata proporsi pengeluaran pemerintah untuk belanja modal Jawa
Barat terhadap pertumbuhan ekonomi periode tahun 1990-2011 sebesar 0.21
persen. Rata-rata tersebut menunjukkan peran pemerintah dalam pembentukan
PDRB Jawa Barat masih sangat kecil sehingga peran pemerintah dalam
meningkatkan prioritas pengeluaran pemerintah untuk belanja modal belum dapat
27
meningkatkan permintaan agregat. Hal ini dikarenakan masih tingginya
pengeluaran pemerintah untuk belanja rutin seperti pemberian gaji pegawai yang
cukup tinggi nilainya dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah dalam bentuk
belanja modal.
Kondisi Panjang Jalan di Provinsi Jawa Barat
Infrastruktur merupakan salah satu pendorong pembangunan suatu
wilayah. Jika keadaan infrastruktur masih belum mengalami perbaikan yang
signifikan dan bahkan cenderung mengalami kemunduran maka hal ini akan
mengakibatkan rendahnya daya saing dan daya tarik investor swasta untuk
menanamkan modalnya di indonesia.
Tabel 6. Laju perkembangan panjang jalan Provinsi Jawa Barat
Tahun Panjang
Jalan (Km)
Laju
Perkembangan
Jalan
Tahun Panjang
Jalan (Km)
Laju
Perkembangan
Jalan
1990 17939.74 - 2001 21192.70 -11.7
1991 19799.31 10.4 2002 22174.01 4.63
1992 20100.51 1.52 2003 22356.14 0.82
1993 21180.50 5.37 2004 23017.69 2.96
1994 21165.70 -0.07 2005 21717.11 -5.65
1995 22036.22 4.11 2006 21289.66 -1.97
1996 23047.96 4.59 2007 21744.48 2.14
1997 21421.13 -7.06 2008 23138.76 6.41
1998 23136.85 8.01 2009 22757.61 -1.65
1999 22106.22 -4.45 2010 21795.75 -4.23
2000 23992.63 8.53 2011 22732.79 4.30
Rata-rata 1.29 Sumber: BPS, Statistik Indonesia 2012, diolah
Tabel 6 menunjukkan laju perkembangan panjang jalan Provinsi Jawa
Barat. Panjang jalan yang digunakan dalam penelitian kali ini merupakan panjang
jalan secara keseluruhan yaitu panjang jalan dengan kondisi beraspal dan kerikil.
Perkembangan kondisi panjang jalan Provinsi Jawa Barat selama periode 1990
hingga 2011 tidak banyak mendapatkan perkembangan. Begitu pula dengan rata-
rata laju panjang jalan selama tahun penelitian didapat hasil 1.29 dimana masih
relatif rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat
yang mencapai 4.94 persen. Dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, infrastruktur berperan dalam fungsi sebagai roda penggerak ekonomi.
Perbaikan infrastruktur yang lamban memperhambat mobilitas perdagangan.
Diperlukan upaya langsung dari pemerintah dalam rangka pelestarian kondisi
infrastruktur sebagai akses penyaluran hasil industri melalui jalan darat sehingga
pemerataan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan dapat meningkat.
28
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Jawa
Barat
Pada penelitian kali ini, variabel yang diteliti merupakan tenaga kerja,
penanaman modal asing, penanaman modal dalam negeri, pengeluaran pemerintah
untuk belanja modal, dan panjang jalan. Sebelum melakukan estimasi model,
terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik pada model.
Pada penelitian kali ini dilihat uji multikolinieritas yang merupakan suatu
keadaan dimana terjadinya satu atau dua variabel bebas yang berkorelasi dengan
variabel lainnya. Masalah multikolinier dapat dilihat melalui Correlation Matrix
yaitu korelasi antara variabel-variabel independen yang menyusun model. Suatu
model dikatakan terbebas dari masalah apabila korelasi antar variabel-variabelnya
tidak lebih dari 0.8 dalam Tabel 7 dapat dilihat bahwa terdapat variabel yang
melebihi 0.8 yaitu sebesar 0.89 yang berarti terdapat multikolinieritas, namun hal
ini dapat diabaikan dengan uji Klien jika nilai R-squared keseluruhan lebih besar
dari nilai korelasi antara variabel tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
persamaan ini terbebas dari multikolinieritas. Uji multikolinieritas pun dapat
digunakan dengan melihat hasil VIF, yang apabila VIF bernilai kurang dari
sepuluh maka tidak terdapat masalah multikolinieritas.
Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar
normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan Jarque-Bera Test. Hasil uji
didapat nilai probabilitas (P-value) yaitu sebesar 0.234616 sedangkan taraf nyata
bernilai α = 0.05. Hasil uji pada Jarque-Bera Test didapat nilai 2.899606
sedangkan taraf nyata bernilai α = 0.05.Oleh karena nilai (P-value) >α maka error
term menyebar normal.
Heteroskedatisitas merupakan gejala yang terjadi dalam model regresi
linier jika variannya berbeda-beda atau bervariasi. Pengujian masalah
heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan Breusch-Pagan-Godfrey Test.
hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa persamaan fungsi pada
penelitian ini tidak mengandung gejala heteroskedastisitas. Pada persamaan
didapat nilai Prob. Chi Square sebesar 0.1207 lebih besar dari nilai α = 0.05.
Dengan nilai hasil dapat ditanyakan dalam penelitian kali ini telah
homoskedastisitas.
Autokorelasi merupakan korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu
variabel atau korelasi error masa yang lalu dan error masa sekarang. Pengujian
adanya permasalahan dalam pengolahan data autokorelasi dilakukan dengan
menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation Test dengan hasil didapat
Prob-Chi Squared sebesar 0.8561 yang lebih besar dari nilai α = 0.05, sehingga
pada persamaan kali ini tidak terdapat gejala autokorelasi.
Dari pengujian hasil kriteria ekonometrika pada model tersebut yang telah
dilakukan maka hasil estimasi yang didapat tidak terdapat masalah dalam
pemodelan ekonometrika. Persamaan hasil estimasi dapat dilihat pada dapatTabel
7.
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 7 didapat nilai R-Square sebesar
91.2 persen yang digunakan untuk menguji goodness-of-fit dari model regresi. Hal
ini berarti 91.2 persen perekonomian Provinsi Jawa Barat dapat dijelaskan dengan
variabel independen, sedangkan sisanya yaitu 8.8 persen dijelaskan oleh sebab-
sebab yang lain. Berdasarkan pada hasil estimasi pada tabel didapat nilai Adjusted
29
R-Square sebesar 88 persen. Hasil penelitian didapat invetasi dalam bentuk PMA
dan PMDN memiliki nilai yang signifikan serta panjang jalan dan angkatan kerja,
sedangkan pada variabel pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal
didapatkan hasil yang tidak signifikan.
Tabel 7.Hasil estimasi investasi, tenaga kerja, infrastruktur terhadappertumbuhan
ekonomi Provinsi Jawa Barat
Variabel Koefisien Std. Error t-statistik Probabilitas VIF
C 8.017672 9.038593 0.887049 0.3900
LNEXPD 0.017249 0.043944 0.392527 0.7006*** 2.8
LNAK 1.365992 0.442649 3.085948 0.0081 3.4
LNPMA 0.094668 0.036103 2.622188 0.0201** 7.3
LNPMDN 0.073699 0.040267 1.830241 0.0886* 3.3
LNRD -1.426894 0.635732 -2.244488 0.0415** 4.2
R-squared 0.911602 Durbin-Watson stat 1.82424
Adjusted R-squared 0.880031 F-statistic 28.8749
S.E of regression 0.089593 Prob (F-statistic) 0.000001 Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 10%
**signifikan pada taraf nyata 5%
***signifikan pada taraf nyata 1%
Pengujian dengan menggunakan uji F-statistik menunjukkan bahwa nilai
F-statistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (0.000001<0.05),sehingga
dapat dikatakan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang digunakan dalam
model mempunyai pengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Barat pada tingkat kepercayaan 5 persen (α=5 persen).
Uji t-statistik ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masing-
masing variabel independen. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa probabilitas
dari masing-masing uji t-statistik adalah signifikan pada variabel Angkatan Kerja,
Penanaman Modal Asing (PMA), dan Panjang Jalan masing-masing signifikan
pada taraf nyata 5 persen dengan variabel tenaga kerja signifikan pada taraf nyata
1 persen. Sedangkan, pada variabel Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
signifikan pada taraf nyata 10 persen. Variabel pengeluaran pemerintah untuk
pembelanjaan modal tidak signifikan karena nilai probabilitasnya lebih besar dari
taraf nyata yang digunakan.
Peran investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan
ekonomi. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 6 dapat disimpulkan
bahwa variabel-variabel bebas yang terdiri dari PMA, angkatan kerja, dan panjang
jalan dalam model tersebut signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat pada taraf nyata 5 persen dan variabel PMDN signifikan pada taraf nyata 10
persen. Sedangkan pengeluaran pemerintah untuk belanja modal tidak signifikan.
Masing-masing variabel akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengeluaran Pemerintah untuk Belanja Modal
Berdasarkan nilai probabilitas t-statistik menunjukkan bahwa
pengeluaran pemerintah untuk belanja modal tidak berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini bertentangan dengan hipotesis
yang dikemukakan sebelumnya yang mengatakan bahwa pengeluaran
30
pemerintah untuk belanja modal berpengaruh positif dan signifikan.
Pengeluaran pemerintah untuk belanja modal memliki peran penting dalam
kegiatan perekonomian suatu daerah. Peningkatan pendapatan daerah
secara tidak langsung akan meningkatkan pengeluaran pemerintah dalam
bentuk belanja modal agar tercipta nya kondisi perekonomian yang stabil.
Pengeluaran pemerintah untuk belanja modal yang tidak signifikan dapat
terjadi karena laju pertumbuhan belanja pemerintah yang lebih kecil
dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi sehingga dampak
pertambahan belanja pemerintah relatif kecil terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Pada hasil estimasi didapat nilai koefisien pengeluaran pemerintah
untuk belanja modal memiliki hubungan positif namun tidak signifikan.
Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat lebih
mengutamakan investasi dari pihak swasta untuk perekonomian ekonomi,
sehingga pengeluaran pemerintah untuk belanja modal dari tahun ke tahun
cenderung menurun. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Candra (2012) dengan hasil pengeluaran pemerintah
berpengaruh positif dan signifikan namun tidak mempunyai hubungan
timbal balik dengan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ma’ruf dan
wihastuti (2008) mengungkapkan bahwa pengeluaran pemerintah riil
adalah positif dan signifikan.
Penelitian lainnya mengenai pengeluaran pemerintah dilakukan oleh
Mahapurta (2002) mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah tidak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sari (2012) menunjukkan
pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal ditemukan tidak
signifikan berpengaruh. Hasil penelitian Sidik (2007) menyatakan juga
pengeluaran pemerintah memiliki efek positif namun tidak signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian lainnya mengenai pengeluaran
pemerintah untuk belanja modal dilakukan oleh Kurniawan et al
(2011)menjelaskan pengaruh tidak signifikan ditunjukkan oleh rendahnya
alokasi belanja modal untuk kegiatan pembangunan berbagai fasilitas
publik sehingga belum berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sidik (2007) mengatakan pengeluaran pembangunan sangat
diperlukan oleh suatu daerah untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan
kemampuannya sendiri.
b. Tenaga Kerja
Berdasarkan nilai probabilitas t-statistik menunjukkan bahwa
angkatan kerja berpengaruh signifikan pada taraf nyata 1 persen terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang
menyatakan bahwa angkatan kerja diduga berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Pengaruh
yang sama diperoleh dari penelitian Candra (2012), Suryanto (2010)
menjelaskan bahwa sinyal kontribusi angkatan kerja di daerah bagi
pertumbuhan ekonomi cukup signifikan. (Sukirno, 2006) mengemukakan
tingkat realisasi penanaman modal asing yang cukup tinggi turut dirasakan
oleh pemerintah, masyarakat, dan asing akan mendapatkan keuntungan.
31
Penanaman modal langsung akan menambah kesempatan kerja dan
mengurangi masalah pengangguran yang dihadapi pemerintah.
Berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa tenaga kerja mempunyai
pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat.
Nilai koefisien regresi dari variabel angkatan kerja sebesar 1.365992. Hal
ini dapat dikatakan bahwa jika terjadi peningkatan angkatan kerja sebesar
1 persen maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar
1.365992 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini menunjukkan
bahwa angkatan kerja berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi
yang berdampak dengan semakin tingginya pendapatan di Provinsi Jawa
Barat.
Tabel 8.Perkembangan penggangguran dan investasi provinsi Jawa
Barat
Tahun Pengangguran Investasi
2006 2,561,525 20,175,539
2007 2,386,214 23,465,365
2008 2,263,584 28,998,298
2009 2,079,830 25,038,847
2010 1,951,391 31,180,923
2011 1,901,843 44,867,106 Sumber: BPS dan BKPM, diolah
Berdasarkan Tabel 7 terlihat perkembangan pengganguran dan
investasi tahun 2006 sampai 2011 memiliki indikasi hubungan ketika
investasi meningkat pengangguran berkurang. Hal ini mengindikasikan
bahwa investasi memberikan kesempatan kerja lebih banyak dan
menurunkan tingkat pengangguran.
c. Penanaman Modal Asing (PMA)
Berdasarkan nilai probabilitas t-statistik menunjukkan bahwa PMA
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam taraf nyata
5 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa
nilai PMA berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jawa Barat. Hal ini sesuai dengan penelitian Candra
(2012) bahwa investasi penanaman modal asing memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa nilai PMA mempunyai
pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat.
Nilai koefisien regresi dari variabel PMA sebesar 0.094668. Hal ini dapat
dikatakan bahwa jika terjadi peningkatan PMA sebesar 1 persen maka
akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.094668
persen, dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin besar nilai PMA akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jawa Barat.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Sitompul (2007)
mengemukakan peningkatan investasi merupakan hasil dari kebijakan
pemerintah dalam rangka meningkatkan iklim investasi daerah.
32
d. Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN)
Berdasarkan nilai probabilitas t-statistik menunjukkan bahwa nilai
PMDN berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal ini sesuai
dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa nilai PMDN berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat.
Lain halnya dengan PMA, dimana PMDN memiliki pengaruh signifikan
pada taraf nyata 10 persen. Angka ini lebih besar dari taraf nyata PMA
yang berkisar pada taraf nyata 5 persen. Hal ini terjadi karena investasi
yang berada di Provinsi Jawa Barat memang sebagian besar didominasi
oleh para investor asing (PMA). Penelitian Candra (2012), Rustiono
(2008), dan Sitompul (2007) memiliki pengaruh yang sama terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa nilai PMDN mempunyai
pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat.
Nilai koefisien regresi dari variabel PMDN sebesar 0.073699. Hal ini
dapat dikatakan bahwa jika terjadi peningkatan PMDN sebesar 1 persen
maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar
0.073699 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini menunjukkan
bahwa apabila PMDN semakin besar akan berdampak dengan peningkatan
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat.
e. Panjang Jalan
Berdasarkan uji signifikansi didapat panjang jalan memiliki pengaruh
signifikan dengan taraf nyata 5 persen. Hal ini berarti panjang jalan
Provinsi Jawa Barat lebih bersifat inelastis artinya dalam keadaan
bagaimanapun jalan akan tetap digunakan oleh masyarakat Provinsi Jawa
Barat karena merupakan akses perekonomian daerah. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa keadaan suatu wilayah yang memiliki jumlah penduduk
yang terlalu banyak akan menghasilkan tingkat aksesibilitas yang rendah.
Hal ini dapat terjadi karena penambahan jalan lebih rendah dibandingkan
dengan penambahan jumlah penduduk (Radiansyah 2012). Hasil estimasi
pada penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Canning (1999)
memiliki hasil negatif pada infrastruktur jalan. Menurut Badrudin (2012)
jalan-jalan yang tidak dipelihara dengan baik akan menghambat mobillitas
perpindahan barang atau pergerakan orang. Padahal, perekonomian akan
tumbuh ketika aspek mobilitas atau perpindahan orang.
Berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa nilai panjang jalan
mempunyai pengaruh negatif namun signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jawa Barat. Nilai Koefisien regresi dari variabel panjang
jalan sebesar -1.426894.Hal ini dapat dikatakan bahwa jika terjadi
kenaikan panjang jalan 1 persen maka akan menyebabkan penurunan
pertumbuhan ekonomi sebesar -1.426894 persen, dengan asumsi ceteris
paribus. Berdasarkan nilai probabilitas t-statistik menunjukkan bahwa
panjang jalan berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini
bertentangan dengan asumsi awal yang mengatakan bahwa panjang jalan
diduga memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Panjang jalan merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung
kegiatan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Perekonomian ekonomi dapat
33
meningkat apabila terdapat infrastruktur yang mempermudah
pendistribusian faktor produksi barang dan jasa. Pada hasil didapat bahwa
variabel panjang jalan memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Hasil ini disebabkan karena pertumbuhan akan perbaikan
kondisi jalan dalam kurun waktu 1990 hingga 2011 tidak banyak
menunjukkan perubahan yang berarti. Hal ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan infrastruktur di Provinsi Jawa Barat lebih kecil dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan mengenai pengaruh investasi,
tenaga kerja, dan infrastruktur Provinsi Jawa Barat, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat periode 1990-2011
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jadi, berdasarkan variabel
independen pada penelitian dapat disimpulkan pertumbuhan ekonomi
sebesar8.01 persen.
2. Berdasarkan hasil uji R2variabel pengeluaran pemerintah untuk belanja
modal, tenaga kerja, PMDN, PMA, dan panjang jalan mampu menjelaskan
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa barat sebesar 91.2 persen.
3. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara nyata adalah
tenaga kerja dengan nilai koefisien yang cukup tinggi apabila
dibandingkan dengan variabel lainnya.
4. Variabel investasi seperti PMA dan PMDN memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat
meskipun dengan nilai PMDN dengan signifikansi 10 persen menandakan
perkembangan investasi di Provinsi Jawa Barat masih didominasi oleh
pihak asing. Variabel pengeluaran pemerintah untuk pembentukan modal
memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jawa Barat. Hal itu berarti pengeluaran pemerintah
mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi namun masih memiliki laju
perkembangan yang kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jawa Barat.
5. Variabel tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hal ini menandakan pertumbuhan penduduk pada
usia kerja di Provinsi Jawa Barat memiliki kualitas yang mampu bersaing
di pasar kerja dengan kualitas yang baik sehingga mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
6. Variabel infrastruktur panjang jalan memiliki pengaruh negatif dan
signifikan, hal ini menandakan bahwa panjang memiliki pengaruh tinggi
terhadap perkembangan perekonomian Jawa Barat. Kondisi jalan yang
kurang mengalami perbaikan dalam kurun waktu 1990-2011 sehingga
pemerintah harus mengeluarkan dana tambahan untuk perbaikan jalan.
Panjang jalan itu sendiri dalam keadaan bagaimanapun keadaan jalan
34
masih merupakan akses penting dalam mempermudah mobilitas
perdagangan daerah.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang
dapat dilakukan diantaranya:
1. Pertumbuhan ekonomi dapat terbentuk apabila tercipta iklim investasi
yang kondusif sehingga pemerintah selaku pembuat kebijakan
meningkatkan iklim investasi yang kondusif, pengurusan perizinan usaha
dan pajak yang lebih mudah dan tidak memakan waktu, realisasi
pembangunan infrastruktur dengan perbaikan sarana dan prasarana
infrastruktur lainnya dalam waktu cepat, dan memperluas kesempatan
kerja dengan memperlakukan pekerja sesuai dengan peraturan.
2. Pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan infrastruktur dimana
infrastruktur jalan merupakan salah satu penunjang perekonomian daerah
dengan meningkatkan kegunaannya dengan perbaikan jalan atau
penambahan jalan seperti jalan layang guna mengefisiensikan pengguna
jalan sehingga pertumbuhan ekonomi sejalan dengan kondisi infrastruktur
yang baik.
3. Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu tolak ukur pertumbuhan
ekonomi dimana peningkatan pendapatan akan meningkatkan pengeluaran
pemerintah untuk mendukung jalannya perekonomian. Lebih banyaknya
pengeluaran pemerintah yang dilakukan untuk belanja rutin seperti gaji
pegawai. Pemerintah sebaiknya lebih memfokuskan pengeluaran
pemerintah dalam bentuk belanja modal agar meningkatkan daya saing
dan daya tarik investor guna meningkatkan investasi Provinsi Jawa Barat.
4. Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebaiknya dapat meningkatkan anggaran
pendidikan agar meningkatkan kualitas tenaga kerja Provinsi Jawa Barat
karena tenaga kerja terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Barat.
5. Untuk penelitian lainnya diharapkan mengkaji kembali penelitian ini
dengan menggunakan metode lainnya dan penambahan variabel yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sehingga dapat membuat temuan
baru.
DAFTAR PUSTAKA
[BKPM dan KPPOD]. 2008. Pemeringkatan Iklim Investasi 33 Provinsi di
Indonesia Tahun 2008. Jakarta (ID): BKPM dan KPPOD
__________________. 2012. Infrastruktur: Peranan dan Problematiknya. Jakarta
(ID): BKPM dan KPPOD
[BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2012. Laporan Perkembangan
Investasi di Indonesia. Jakarta (ID): BKPM
35
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Barat Dalam Angka, Berbagai Edisi.
Jakarta (ID): BPS Provinsi Jawa Barat.
______________________. 2012. Statistik Indonesia, Berbagai Edisi. Jakarta
(ID): BPS
[IPB] Institut Pertanian Bogor. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Ed Ke-3.
Bogor (ID): IPB Pr
Alexiou C. 2009. Government Spending and Economic Growth: Econometric
Evidence from the South Easterm Europe (SEE). Journal of Economic and
Social Research hal 1-16
Badrudin R. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta (ID): UPP STIM
YKPN Cahyono E.F, Kaluge D. 2008. Analisis Pengaruh Infrastruktur Publik terhadap
Produk Domestik Bruto Perkapita di Indonesia. Universitas Brawijaya,
Malang
Candra E.W. 2012. Analisis Peranan Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja, dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2001-2010. [jurnal ilmiah]. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya, Malang
Canning D. 1999. The Contribution of Infrastructure to Aggregate Output.
Departement of Economics The Queen’s University at Belfast. United
Kingdom
Cooray V.A. 2009. Government Expenditure, Governance, and Economic
Growth. Comparative Economic Studies, 51 (3), 401-418
Dewi M. 2009.Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap Output
Sektor Industri di Kabupaten Bekasi. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institur Pertanian Bogor, Bogor
Dornbusch, Rudiger, Fischr, Stanley. 1997. Ekonomi Makro. Drs. Sahat
Simamora [penerjemah]. Jakarta (ID): RINEKA CIPTA
Dumairy, 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga
Firdaus M. 2012. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series.
Bogor (ID): IPB Pr
Gujarati D. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Julius A Mulyadi [penerjemah].
Jakarta (ID): Erlangga
Guseh S.J. 1997. Government Size and Economic Growth in Developing
Countries: A Political-Economy Framework. Journal of Macroeconomics
Hsieh E, Lai K.S. 1994. Government Spending on Economic Growth: the G-7
Experience. Applied Economics Hal 535-542
Kuncoro M. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan,
Strategi, dan Peluang. Jakarta (ID): Erlangga
Kurniawanet al. 2011. Analisis Alokasi Belanja Modal Pemerintah terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2004-2010.
[jurnal ilmiah]. Universitas Padjadjaran
Lains A. 2003. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): Pustaka LP3ES
Indonesia, anggota IKAPI
Lipseyet al. 1997. Pengantar Makroekonomi. Ir. Agus Maulana MSM
[penerjemah]. Jakarta (ID): Binarupa Aksara
36
Ma’ruf A, Wihastuti L. 2008. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Determinan dan
Prospeknya. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. Volume 9, nomor 1, halm
44-55. April 2008
Mankiw N.G. 2000. Teori Makroekonomi Ed Ke-5. Imam Nurmawan
[penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga.
Miro F. 2012. Pengantar Sistem Transportasi. Jakarta (ID): Erlangga
Nanga M. 2005. Makroekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan. Jakarta (ID):
Rajawali Pers
Nurudeen A, Usman A. 2010. Government Expenditure and Economic Growth in
Nigeria, 1970-2008: A Disaggregated Analysis. Bussiness and Economics
Journal, Volume 2010: BEJ-4
Olopade B.C. 2010. The Impact of Government Expenditure on Economic Growth
and Development in Developing Countries: Nigeria as a Case Study.
Economic in Lgbinedion University, Nigeria
Prasetyo P.E.2011. Fundamental Makro Ekonomi. Yogyakarta (ID): Beta Offset
Radiansyah D. 2012. Analisis Kontribusi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Regional di Indonesia (Periode tahun 1993 s.d 2008). [tesis].
Universitas Indonesia, Jakarta
Rao B.B. 2006. Time Series Econometrics of Growth Models: A Guide for
Applied Economists. MPRA Paper No. 1547. Dapat diakses di
[http://mpra.ub.uni-nuenchen.de/1547/]
Regina D. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan Regional
Provinsi Banten. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor, Bogor
Rustiono D. 2008. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran
Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.
[tesis]. Universitas Diponegoro, Semarang
Sahooet al. 2010. Infrastructure Development and Economic Growth in China.
IDE Discussion Paper No. 261
Salhab A, Lasmini S. 2011. Pengaruh Inflasi, Jumlah Tenaga Kerja, dan
Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Bali. Jurusan
Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi. Universitas Udayana, Bali
Sitompul N.L. 2007.Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap
PDRB Sumatera Utara. [tesis]. Universitas Sumatera Utara, Medan
Sodik J. 2007. Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional:
Studi Kasus Data Panel di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan
Hal:27-36
Sukirno S.2006.Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan.
Edisi ke-2.Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group.
Suryanto D. 2010.Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, dan
Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Subosokawonosraten Tahun 2004-2008. [jurnal ilmiah]. Universitas
Diponegoro
Todaro MP, Stephen CS. 2006. Pembangunan Ekonomi Ed Ke-9. Haris Munandar
[penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga.
Wijayanti P. 2010. Pengaruh Ketersediaan Tenaga Kerja, Infrastruktur,
Pendapatan Perkapita, dan Suku Bunga terhadap Investasi Industri Kota
Semarang. [jurnal ilmiah]. Yogyakarta
37
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Estimasi Persamaan Dependent Variable: LNPDRB
Method: Least Squares
Date: 04/22/13 Time: 10:18
Sample: 1 20
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. VIF
LNAK 1.365992 0.442649 3.085948 0.0081 3.4
LNEXPD 0.017249 0.043944 0.392527 0.7006 2.8
LNPMA 0.094668 0.036103 2.622188 0.0201 7.3
LNPMDN 0.073699 0.040267 1.830241 0.0886 3.3
LNRD -1.426894 0.635732 -2.244488 0.0415 4.2
C 8.017672 9.038593 0.887049 0.3900
R-squared 0.911602 Mean dependent var 19.16166
Adjusted R-squared 0.880031 S.D. dependent var 0.258667
S.E. of regression 0.089593 Akaike info criterion -1.743746
Sum squared resid 0.112378 Schwarz criterion -1.445027
Log likelihood 23.43746 Hannan-Quinn criter. -1.685433
F-statistic 28.87485 Durbin-Watson stat 1.824240
Prob(F-statistic) 0.000001
Lampiran 2. Persamaan Model
LNPDRB = 1.36599247822*LNAK + 0.0172492716487*LNEXPD + 0.0946684259545*LNPMA + 0.0736991474267*LNPMDN - 1.4268939741*LNRD + 8.01767190476
Lampiran 3. Uji Asumsi
- Kenormalan
Nilai Jarque-Bera dan Prob lebih besar dari α 5 persen sehingga asumsi
residual menyebar normal
0
2
4
6
8
10
12
-0.2 -0.1 -0.0 0.1
Series: Residuals
Sample 1 20
Observations 20
Mean 3.20e-15
Median -0.009683
Maximum 0.148503
Minimum -0.206330
Std. Dev. 0.076906
Skewness -0.684029
Kurtosis 4.268048
Jarque-Bera 2.899606
Probability 0.234616
38
- Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
F-statistic 3.348318 Prob. F(5,14) 0.0338
Obs*R-squared 10.89182 Prob. Chi-Square(5) 0.0536
Scaled explained SS 8.720771 Prob. Chi-Square(5) 0.1207
Nilai Prob lebih besar dari α 5 persen sehingga model homoskedastisitas
- Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.094685 Prob. F(2,12) 0.9103
Obs*R-squared 0.310713 Prob. Chi-Square(2) 0.8561
Nilai Prob. Chi-Square > α 5 persen artinya tidak ada autokorelasi
- Multikolinieritas
Dilihat dari nilai VIF < 10 maka tidak terdapat multikolinieritas
Lampiran 4. Matriks Korelasi
LNPDRB LNAK LNEXPD LNPMA LNPMDN LNRD
LNPDRB 1.000000 0.892037 0.748991 0.855654 0.845200 0.655970
LNAK 0.892037 1.000000 0.677068 0.809394 0.768956 0.707161
LNEXPD 0.748991 0.677068 1.000000 0.764689 0.746880 0.657858
LNPMA 0.855654 0.809394 0.764689 1.000000 0.763751 0.872481
LNPMDN 0.845200 0.768956 0.746880 0.763751 1.000000 0.653926
LNRD 0.655970 0.707161 0.657858 0.872481 0.653926 1.000000
39
Lampiran 5. Data Analisis
LnPDRB LnAK LnPMDN LnPMA LnEXPD LnRD
1 18.6400 16.3586 13.0872 11.9915 10.6941 9.7948
2 18.7303 16.3989 13.2693 12.6981 11.5969 9.8934
3 18.7969 16.4469 14.0307 13.1568 12.0781 9.9085
4 18.9438 16.4457 15.2327 14.5474 12.5249 9.9601
5 19.0118 16.4662 14.8804 14.8016 11.845 10.0004
6 19.0878 16.5353 14.9477 17.1305 12.6685 10.0453
7 19.1679 16.5439 15.7396 15.0388 13.0732 9.9721
8 19.2173 16.5643 15.2208 16.607 13.3340 10.0492
9 19.0434 16.6098 15.3699 16.6743 12.9198 10.0855
10 19.0841 16.4999 14.1015 15.6077 13.6556 9.9614
11 19.1306 16.4366 15.8976 16.1809 13.8591 10.0067
12 19.1692 16.5098 14.7389 16.068 12.9319 10.0149
13 19.2165 16.4964 14.9231 16.1836 12.5335 10.044
14 19.2668 16.5243 15.0634 17.0258 12.7222 9.9859
15 19.3200 16.5526 15.4872 16.5138 12.8262 9.9660
16 19.3665 16.5789 16.2840 16.2717 12.7958 9.9871
17 19.4293 16.6177 15.4398 16.9904 12.7779 10.0493
18 19.4895 16.6429 15.595 16.7658 13.496 10.0327
19 19.5306 16.6453 16.5755 16.5486 13.8696 9.9895
20 19.5908 16.6751 16.2309 17.3322 13.4851 10.0316
40
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bogor, pada Tanggal 31 Agustus 1991 dengan
nama lengkap Aryanti Utami. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Al-Ghazaly Bogor,
kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 12 Bogor pada Tahun 2003. Pada tahun
2009 penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas pada SMA Negeri 5
Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui Ujian Talenta Mandiri (UTM) dan Seleksi Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SMPTN). Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan
kepanitiaan baik yang diadakan oleh Departemen maupun Fakultas. Pada tahun
2010 penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) untuk kategori PKM bidang Penelitian. Selain itu, penulis
dipercaya untuk menjadi anggota Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi
Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada divisi Information, Promotion,and
Internal Relationship (INTEL)untuk kepengurusan tahun 2010-2011 dan 2011-
2012. Penulis aktif pula pada kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan baik di
lingkungan Departemen, Fakultas, dan Kampus IPB. Penulis juga aktif mengikuti
seminar yang diadakan di lingkungan kampus IPB.