analisis penanggulangan banjir kota bekasi dengan ... · (unsteady), pergerakan sedimen dan...
TRANSCRIPT
STUDI PUSTAKA
Model Banjir
Banjir adalah setiap aliran yang relatif tinggi yang melampaui tanggul
sungai sehingga aliran air menyebar ke dataran sungai dan menimbulkan
masalah pada manusia (Chow, 1970). Definisi di atas menjelaskan bahwa banjir
terjadi apabila kapasitas alir sungai telah terlampaui dan air telah menyebar ke
dataran banjir, bahkan lebih jauh yang mengakibatkan terjadinya genangan.
Genangan air tidak dikatakan banjir apabila tidak menimbulkan masalah bagi
manusia yang tinggal pada daerah genangan tersebut.
Untuk dapat menganalisis masalah banjir diperlukan alat bantu untuk
mengenali penyebab terjadinya banjir dan mencari upaya penanggulangannya
(Benavides, 2001). Pada dasarnya model sebagai alat bantu untuk menganalisis
banjir dapat dibedakan menjadi model hidrologi dan hidrolika.
Model Hidrologi DAS
Beberapa model hidrologi yang telah dikembangkan untuk menganalisis
proses hidrologi sebagai komponen daur hidrologi, hubungan hujan-limpasan,
dan pembangunan sumber daya air adalah model SSARR, Stanford Model IV,
model Dawdy-O’Donnell, model SCS, model Sacramento, model TOPOG (Indah,
2003). Sementara itu US. Army Corps. of Engineers banyak mengembangkan
model HEC (Hydrologic Engineering Centre) untuk keperluan analisis hidrologi.
Salah satu model hidrologi yang dikembangkan adalah HEC-HMS (Hydrologic
Modelling System). Program ini merupakan versi yang lebih baru dari program
HEC-1 dan berbasis Graphical User Interface (GUI). Model hidrologi dengan
program HEC-HMS dirancang untuk mensimulasikan proses hujan-limpasan dari
sistem aliran. Program ini dirancang agar dapat diaplikasikan dalam luasan
tertentu untuk merepresentasikan proses hidrologi DAS (Pitocchi dan Mozzali,
2001). Hitungan yang dihasilkan dapat dipakai secara langsung atau sebagai
penghubung dengan perangkat lunak lain untuk studi ketersediaan air, drainase
perkotaan, debit aliran, rancangan bangunan air, prakiraan kerusakan akibat
banjir dan sistem operasi.
9
Program ini terintegrasi dengan sistem database, sehingga data dapat
dimasukan secara manual maupun melalui DSS (Data Storage System). DSS
digunakan sebagai interface antara berbagai model yang terintegrasi dan juga
antara komponen yang ada dalam program HEC-HMS untuk memudahkan
sistem operasi.
Program ini terdiri dari tiga komponen yaitu model basin, model hidrologi
dan kontrol spesifikasi. Keluaran model ini didapat berupa hidrograf limpasan
dalam suatu sistem hidrologi DAS yang dilengkapi dengan hidrograf limpasan
pada setiap Sub-DAS pada sistem hidrologi tersebut. Bagan alir tahapan
program HEC-HMS adalah seperti pada Gambar 2.
Gambar 2 Bagan Alir model hidrologi HEC-HMS.
Basin Meteorologi Kontrol Spesifikasi
Data curah hujan
Input data
Data Biofisik DAS
Run Konfigurasi Run Manager
Running HEC-HMS
Tampilan Hasil Tabel Debit Hidrograf
Interpretasi Hasil
Inisiasi Program
10
Fenomena banjir merupakan salah satu bagian dari proses hidrologi yang
terjadi dalam DAS, sehingga perlu dilakukan analisis secara menyeluruh
terhadap proses hujan-limpasan yang terjadi dalam DAS. Simulasi hidrologi
dengan menggunakan HEC-HMS dapat digunakan untuk mengetahui proses
hujan-limpasan yang terjadi, sehingga dapat dicari alternatif penanggulangan
banjir dengan melihat permasalahan hidrologi melalui simulasi hidrologi.
Metode SCS
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menentukan laju puncak
aliran permukaan terhadap hujan, salah satu metoda yang dikembangkan
adalah Soil Conservation Service (SCS). Metode ini memberikan variasi
komponen biofisik terlengkap, karena merupakan fungsi dari bilangan kurva atau
curve number (CN) yang ditentukan berdasarkan kelompok hidrologi tanah,
penggunaan lahan, dan kondisi pengelolaan lahan tersebut. Di sisi lain
permasalahan banjir merupakan permasalahan yang komplek sehingga
diperlukan metoda yang mempunyai keragaman variasi kompoenen biofisik.
Metode SCS merupakan metode yang dikembangkan oleh Dinas
Konservasi Tanah Amerika Serikat (US SCS, 1973) dan digunakan untuk
menentukan laju puncak aliran permukaan terhadap curah hujan yang seragam
dengan asumsi penggunaannya pada hidrograf segitiga seperti pada Gambar 3.
Waktu yang diperlukan untuk mencapai laju puncak aliran permukaan adalah:
Tp = D/2 + Tl = D/2 + 0,6 Tc
Tp adalah waktu mencapai puncak aliran (jam), D adalah waktu (lamanya)
hujan lebih (jam), Tl adalah waktu tenggang (jam), dan Tc adalah waktu
konsentrasi (jam). Waktu konsentrasi pada persamaan ini adalah waktu
perjalanan yang terpanjang. Waktu tenggang adalah suatu perkiraan waktu
perjalanan rerata aliran permukaan. Waktu puncak aliran permukaan diperlukan
untuk membuat hidrograf desain bagi keperluan penguraian (routing) aliran
permukaan melalui simpanan atau untuk menyatukan hidrograf dari beberapa
DAS (Arsyad, 2010).
11
Gambar 3 Hubungan Curah Hujan dan Aliran permukaan dengan Metoda SCS
(US SCS, 1973).
Model Hidrolika Sungai
Model hidrolika aliran satu dimensi yang banyak digunakan saat ini ialah
HEC-RAS (River Analysis System) (Pitocchi dan Mozzali, 2001). Program HEC-
RAS adalah sebuah program yang didalamnya terintegrasi analisa hidrolika, di
mana pengguna program dapat berinteraksi dengan sistem menggunakan fungsi
Graphical User Interface (GUI). Program ini dapat menunjukkan perhitungan
profil permukaan aliran mantap (steady), termasuk juga aliran tak mantap
(unsteady), pergerakan sedimen dan beberapa hitungan desain hidrolika. Dalam
terminologi HEC-RAS, sebuah pengaturan file data akan berhubungan dengan
sistem sungai. Data file dapat dikategorikan sebagai berikut: plan data, geometric
data, steadyflow data, unsteady flow data, sediment data dan hydraulic design
data. Bagan alir model hidrolika HEC-RAS dapat dilihat pada Gambar 4.
Program ini berkemampuan untuk melakukan simulasi mengenai (a) model
aliran steady (mantap/ tunak); (b) model aliran unsteady (tidak mantap/ tak
tunak); (c) mengakomodasi berbagai pengaturan air seperti daerah tampungan,
pompa, pintu air dan lain-lain dan (d) memfasilitasi bentuk infrastruktur yang
berada di badan air dan dampaknya seperti efek pintu air, jembatan dan lain-lain.
12
Program HEC-RAS dilengkapi dengan DSS yang merupakan penghubung
data antar berbagai program HEC dan beberapa produk perangkat lunak di
bidang hidrologi dan hidrolika lain. Perangkat lunak ini dimaksudkan untuk
memudahkan dalam mengambil dan mengirim data dari dan ke program lain
seperti HEC-HMS, WMS, Arc GIS dan lain-lain. Seperti juga HEC-HMS, HEC-
RAS juga dilengkapi dengan fasilitas kalibrasi dengan memasukan data hasil
pengamatan/pengukuran lapangan ke dalam model dan kemudian model akan
merubah estimasi parameter kecepatan yang sesuai dengan hasil pengukuran/
pengamatan di lapangan.
Gambar 4 Bagan alir model hidrolika HEC-RAS.
Alur Sungai Penampang Kontrol Aliran
Data Aliran
Input data
Data Geometri Sungai
Plan Aliran Plan Geometri
Running HEC-RAS
Tampilan Hasil Tabel Debit Hidrograf
Interpretasi Hasil
Inisiasi Program
13
Pendekatan Integrasi Model Genangan Banjir
Pada prinsipnya, sistem DAS dapat disimulasikan dalam dua bentuk yang
berbeda, yaitu dengan model skala fisik dan model matematis (Indah, 2003).
Model skala fisik adalah model fisik dengan ukuran skala terhadap ukuran
prototype yang sesungguhnya. Model matematis merupakan abstraksi atau
penyederhanaan yang berupa satu set pernyataan matematik yang diharapkan
dapat menduplikasi perilaku dasar dari fenomena. Kedua model tersebut dapat
digunakan untuk mengambarkan fenomena banjir yang terjadi, akan tetapi untuk
mensimulasikan fenomena gerakan air pada suatu DAS lebih disarankan
menggunakan model matematis mengingat sulit membuat model skala fisik yang
besar. Tujuan utama dari permodelan banjir ialah untuk mensimulasikan atau
mempresentasikan fenomena banjir, menduga atau memprakirakan akibat gejala
yang akan terjadi, dan memberikan pemahaman atas gejala bersangkutan.
Untuk mempermudah integrasi antara model hidrolika, hidrologi dan Sistem
Informasi Geografis (SIG), US. Army Corps of Engineer mengembangkan HEC-
GeoHMS dan HEC-GeoRAS. Program ini kemudian dapat digunakan sebagai
interface dengan perangkat lunak SIG seperti ArcView sehingga dapat secara
langsung memproses data spasial yang terdapat dalam SIG kedalam model
tersebut. Selanjutnya ini dapat menjadi extension pada ArcView yang membantu
menjadi media dari analisis model ke dalam analisis spasial. Integrasi ini
merupakan integrasi eksternal mengingat masing-masing program telah
mempunyai bahasa masing-masing akan tetapi dapat disatukan dengan adanya
program interface (Moges, dkk. 2002).
Ghani, dkk (2000) menerangkan bahwa interface HEC-GeoRAS
membentuk Shape file pada ArcView sebagai hasil dari hitungan HEC-RAS,
shape file ini yang kemudian dapat diaktifkan di layar untuk mengetahui daerah
banjir. Apabila telah didapatkan daerah genangan, maka kemudian dapat
diekplorasi lebih lanjut mengenai kerugian yang akan terjadi seperti beberapa
banyak rumah atau bangunan yang akan terendam, kerusakan lahan pertanian
atau peruntukan lain, beberapa jiwa yang harus diungsikan dan lain-lain sesuai
dengan tujuan analisis dan keberadaan data base spasial yang terkait dalam
ArcView.
14
Integrasi Eksternal
Integrasi Internal
Gambar 5 Integrasi model dan GIS.
Model interface ini memungkinkan menanggulangi aspek dua dimensi
pada aliran melalui hubungan antara geometri sungai dengan model dijital terrain
dalam bentuk format Triangulated Irregular Network (TIN). Dengan interface ini,
keluaran dari HEC-RAS untuk setiap potongan penampang dapat
diinterpolasikan, termasuk didalamnya kedalaman air dan kecepatan air
permukaan. Model ini memungkinkan untuk memetakan daerah genangan banjir
untuk hidrograf banjir pada perioda ulang tertentu.
Penerapan Integrasi Model HEC-RAS, HEC-HMS dengan ArcView
Integrasi model HEC-RAS, HEC-HMS dengan Sistem Informasi Geografis
berbasis ArcView 3.2 dikembangkan oleh Pistocchi dan Mazzoli (2001) untuk
analisis manajemen resiko hidrologi (hydrologic risk management) di DAS
Romagna, Italia. Sistem ini secara khusus dikembangkan untuk keperluan
rekonstruksi kurva debit dan neraca air pada DAS tersebut dan memberikan
hasil yang memuaskan untuk mengambarkan hubungan debit dan kedalaman air
dalam kondisi muka air tinggi dan rendah dengan membangkitkan parameter
Manning. Selain itu Pitocchi dan Mazzoli (2001) juga menggunakan sistem model
ini untuk proses perencanaan dan manajemen DAS Romagna. Masalah utama
yang dihadapi dalam penerapan sistem model ini ialah konsistensi dalam
GIS Data Spasial Program interface
Model Hidrologi Model Hidrolika
GIS
Model Hidrologi Model Hidrolika
Pangkalan Data Spasial
15
pembangunan bangunan air yang tidak sesuai rencana, sehingga sistem model
ini harus bisa terhubungan dengan berbagai data perencanaan.
Berbeda dengan Pitocchi dan Mazzoli (2001), Johnson, dkk. (2001)
meragukan penggunakan HEC-HMS untuk analisis hidrologi dalam suatu DAS.
Ditekankan bahwa bagaimanapun juga HEC-HMS adalah Lumped Basin Models,
sehingga perlu dipisahkan dalam sub-DAS yang merepresentasikan masing-
masing parameter hidrologi, efeknya parameter tersebut dirata-ratakan untuk
keseluruhan sub-DAS. Terlalu banyaknya variasi parameter dalam sub-DAS
dirata-ratakan menjadi satu kedalam DAS yang kemudian digunakan dalam
analisis, sehingga memberikan hasil yang tidak baik.
Lebih lanjut Johnson, dkk. (2001) menjabarkan penggunaan HEC-GeoHMS
sebagai interface pada ArcView 3.2 belum cukup untuk membentuk Grid-based
hydrologic analysis, karena masih banyak keterbatasannya. Studi kasus di DAS
East Fork Sungai San Jacinto, Texas memperkuat pendapat Johnson (2001)
bahwa HEC-GeoHMS belum cukup untuk memproses data hujan dalam grid-
based sehingga dapat dimasukan kedalam HEC-HMS. Sayangnya Johnson.
(2001) tidak melakukan studi keterkaitannya dengan HEC-RAS sehingga tidak
secara khusus dibahas kelemahan sistem integrasi antara HEC-HMS dan HEC-
RAS dan lebih menyoroti akan kemampuan HEC-GeoHMS untuk membentuk
grid-based dari analisis hidrologi pada suatu DAS.
Secara terpisah Fongers (2002) melakukan studi hidrologi di DAS Ryerson
Michigan, dan menghasilkan hasil yang baik untuk memprediksi volume limpasan
dan aliran puncak pada hujan dengan perioda ulang 2, 10 dan 100 tahunan.
Untuk mengatasi grid-based analisis hidrologi seperti yang diungkapkan oleh
Johnson, dkk. (2001), Fongers (2002) membagi DAS Ryerson menjadi sub-sub
DAS kecil yang kemudian dimasukan ke dalam elemen hidrologi pada HEC-
HMS. Secara rinci Fongers (2002) melakukan uji terhadap berbagai Curve
Number agar diperoleh nilai yang paling sesuai untuk setiap sub-sub DAS
tersebut dan sekaligus diuji untuk setiap perioda ulang tertentu (Gambar 6).
Lebih jauh Fongers (2002) menyatakan bahwa sistem ini dapat
dikembangkan untuk pengelola hujan deras (storm water) secara efektif dan
menjabarkan kemungkinan untuk mengembangkan manajemen storm water
untuk daerah hulu DAS.
16
Benavides (2001) mengaplikasikan HEC-HMS, HEC-RAS, dan HEC-
GeoRAS dengan sistem informasi geografis dengan ArcView 3.2 dan
menggunakan data dari NEXRAD radar untuk menganalisis alternatif metode
pengendalian banjir pada DAS Clear dengan luas 260 mil2 dengan fokus daerah
banjir seluas 164 mil2 di Houston Amerika Serikat (Gambar 7). Tujuan dari studi
ini ialah untuk menguji keragaman dan efektivitas dari alternatif pengendalian
banjir yang spesifik untuk mendapatkan hasil yang dapat diterima. Untuk
pengendalian banjir pada DAS Clear dibuat kombinasi saluran sepanjang 4 mil
dengan perioda ulang 10 tahunan dan dilakukan uji efektivitas dari kombinasi
saluran yang direncanakan tersebut.
Gambar 6 Sub-DAS dan elemen hidrologi (Fongers, 2002).
Sistem model ini kemudian digunakan untuk mengevaluasi rencana saluran
yang ada dengan berbagai skenario kombinasi dengan mendasarkan analisis
Elemen Hidrologi
Drainase Holland Selatan
M46 bawah
M46 atas
Drainase Holland atas
Drainase Marsh atas
Drainase Marsh Tengah
Mouth
Wood
Geety
Home
Drainase Marsh bawah
17
dengan SIG dan HEC-GeoRAS. Skenario tersebut digunakan Benavides (2001)
untuk menghitung kerugian atau biaya yang harus dikeluarkan untuk
memperbaiki kerusakan akibat banjir dengan memperhitungkan berapa rumah
atau bangunan yang rusak akibat banjir tersebut.
Perlunya metoda hitungan kerugian banjir diperkuat oleh Sanders dan
Tabuchis (2000) yang membahas secara rinci mengenai analisis resiko banjir
pada Sungai Thames, Inggris. Sistem informasi geografis berbasis ArcView 3.2
dikembangkan untuk mengetahui nilai kerugian (value of damage) akibat
terjadinya banjir. Dengan menggunakan data kedalaman air, portofolio asuransi
dan fungsi kehilangan, maka dapat ditentukan perkiraan kerugian berdasarkan
jumlah dan banyaknya permukiman yang terendam, sistem ini memanfatkan
pada kode pos bangunan yang telah memuat data tipe bangunan dan lokasinya
dalam sistem informasi geografis. Lebih lanjut Sanders dan Tabuchis (2000)
mengisyaratkan perlunya dibuat loss curve atau kurva kerugian sebagai fungsi
dari kedalaman banjir.
Gambar 7 Susunan metode oleh Benavides (2001).
Untuk mengetahui daerah genangan banjir berdasarkan perioda ulang
tertentu seperti yang dibutuhkan pada analisis kerugian di atas. Ghani (2000)
mengembangkan model integrasi antara ArcView 3.2 dengan HEC-6, Fluvial 12
dan HEC-RAS. Model integrasi ini digunakan untuk meramalkan perubahan
Keseluruhan Metodologi
18
muka air sungai, sehingga dapat diketahui luapan air sungai yang akan terjadi.
Lebih lanjut Ghani (2000) menyarankan hasil hitungan model ini kemudian
digambarkan dalam bentuk poligon dengan bantuan HEC-GeoRAS dan
kemudian diekspor ke dalam sistem informasi geografis. Hal ini merupakan
overlay antar peta dasar lokasi dengan hasil hitungan model yang digambarkan
secara spasial pada ArcView. Overlay ini memberikan penampakan yang jelas
akan daerah rawan banjir. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa luasan dan
kedalaman daerah genangan.
Interface HEC-GeoRAS membentuk shape file pada ArcView sebagai hasil
dari hitungan HEC-RAS, shape file ini yang kemudian dapat diaktifkan di layar
untuk mengetahui daerah rawan banjir. Apabila telah didapatkan daerah
genangan, maka kemudian dapat diekplorasi lebih lanjut mengenai resiko banjir
yang akan terjadi seperti banyaknya rumah atau bangunan yang akan terendam,
kerusakan lahan pertanian atau peruntukkan lain, banyaknya jiwa yang harus
diungsikan dan lain-lain sesuai dengan tujuan analisis dan keberadaan data base
spasial yang terkait dalam ArcView.
Pengembangan sistem model yang hampir sama di Malaysia dilakukan
oleh Sinnakuadan dkk. (2001) untuk mendefinisikan dataran banjir secara tepat
berdasarkan analisis SIG berbasis ArcView 3.2 dan diintegrasikan dengan HEC-
6 dengan bantuan interface AVHEC-6.avx untuk mengetahui pergerakan
sedimen atau menentukan gerakan morfologi sungai (Gambar 8). Lebih jauh
Sinnakuadan dkk. (2001) melakukan analisis untuk menentukan garis batas
dataran banjir Sungai Pari di Ipoh Malaysia sehingga dapat memberikan arahan
bagi perkembangan kawasan dengan didasari batas daerah rawan banjir pada
perioda ulang tertentu.
19
Gambar 8 Prakiraan luapan air dari sungai/ saluran (Ghani, 2000).
Kerugian Akibat Terjadinya Banjir
Kerusakan akibat banjir tidaklah terlepas dari peluang terjadinya banjir itu
sendiri yang umumnya dinyatakan dalam suatu perioda ulang tertentu.
Keterkaitan antara aspek fisik seperti debit, tinggi muka air dengan aspek
ekonomis pada memperkirakan kerugian akibat banjir disajikan pada Gambar 9
yang menunjukkan derivasi kurva peluang kerugian akibat banjir (Departemen
Pekerjaan Umum, 1996). Kurva peluang akan menentukan debit banjir pada
perioda ulang tertentu dan apabila telah diketahui kurva debit (rating curve) pada
penampang sungai dapat diperkiraan tinggi muka air yang akan terjadi.
Kurva kerusakan terhadap muka air sangat menentukan dalam analisis
kerugian akibat banjir, Sanders dan Tabuchis (2000) menegaskan perlunya
kurva kerusakan terhadap tinggi muka air sehingga dapat dipergunakan untuk
memperkirakan kemungkinan kerusakan pada perioda ulang tertentu.
Gambar 9 menunjukkan peluang kerusakan/ kerugian akibat banjir dan sangat
ditentukan oleh prioda ulang rancangan bangunan air, sehingga keterbatasan
biaya akan memberikan kontribusi kerusakan akibat banjir yang lebih besar.
Estimasi kerugian akibat banjir dapat didiskripsikan sebagai (a) Kerusakan fisik
langsung, yaitu setiap kerusakan fisik langsung diperkirakan dengan
menggunakan hubungan antara frekuensi-tinggi muka air-unit luas dan
perkiraan kerusakan unit tempat spesifik. Kerusakan yang sesungguhnya sangat
tergantung pada kondisi-kondisi lokal, karakteristik banjir (tinggi dan lama banjir).
Seperti kondisi pemukiman (perdesaan dan perkotaan); perdagangan/komersial;
20
industri; tanaman beririgasi; tanaman tegalan; ternak; kolam ikan; bangunan
yang berhubungan dengan air; infrastruktur fisik yang lain; dan lain-lain; (b)
kerugian komersial “tidak langsung”, Kehilangan tidak langsung dapat terdiri dari
gangguan lalu lintas, turunnya harga tanah, produktivitas industri, kehilangan
yang berasal dari gangguan karena pengaruh banjir untuk kegiatan pelayanan,
biaya operasi darurat dan lain-lain dan (c) kerugian non-pasar atau “tak nyata”,
metoda yang dapat digunakan untuk menentukan kerugian tidak nyata atau non-
market seperti timbulnya rasa takut, gelisah, turunnya kesehatan dll adalah
metoda valuasi (Braden, 2000).
Gambar 9 Derivasi kurva probabilitas kerugian.
21
Metoda ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1936 di Amerika Serikat untuk
mengkaji kesetimbangan lingkungan dalam analisis kelayakan sebuah
pengendali banjir. Analisis ini dilakukan untuk menentukan nilai dampak
pengendali banjir tersebut terhadap berbagai aspek lingkungan. Pada tahun
1970, pada ahli mulai mengembangkan berbagai metoda untuk menilai atau
valuasi terhadap kerugian akibat bencana alam yang tidak secara langsung
dapat didasarkan pada acuan harga yang berlaku dan dapat dihitung dalam
analisis kelayakan ekonomis.