analisis lapkeu blu

25
1 ANALISIS IMPLEMENTASI POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PPK-BLU) PADA RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL BUKITTINGGI MEIDYAWATI BP 0821221038 1. Latar Belakang Sejak dua dekade terakhir, pelaksanaan reformasi administrasi publik makin nyata di berbagai negara termasuk Indonesia. Dotrin New Public Management (NPM)/Reinventing Government yang di dasarkan atas pengalaman negara-negara Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru secara berangsur-angsur diadopsi ke dalam manajemen pemerintahan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Transformasi manajemen pemerintahan dalam New Public Management mulai dari penataan kelembagaan /Institutional Arrangement, reformasi kepegawaian /Civil Servant Reform, dan reformasi pengelolaan keuangan Negara /New Management Reform (Mahmudi, 2003). Di dalam dotrin NPM tersebut pemerintah dianjurkan untuk meninggalkan paradigma administrasi tradisional yang cenderung mengutamakan sistem dan prosedur, birokratis yang tidak efisien, pemberian layanan yang lambat serta tidak efektif, dan menggantikannya dengan orientasi pada kinerja dan hasil. Pemerintah dianjurkan untuk melepaskan diri dari birokrasi klasik, dengan mendorong organisasi dan pegawai agar lebih fleksibel, dan menetapkan tujuan, serta target organisasi secara lebih jelas sehingga memungkinkan pengukuran hasil (D.Moynihan, Sanjai K Pandey, 2003). Melalui reformasi ini pemerintah diharapkan menerapkan praktek managemen strategik melalui sistem anggaran berbasis kinerja dan akuntansi berbasis accrual secara double entry. Negara Indonesia telah mengadopsi pemikiran NPM dengan melakukan reformasi keuangan negara yang mulai bergulir sejak akhir tahun 2003, dengan dikeluarkannya tiga paket peraturan keuangan negara yang baru, yaitu

Upload: basofi-aji-bastomo

Post on 06-Aug-2015

305 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Lapkeu BLU

1

ANALISIS IMPLEMENTASI POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PPK-BLU) PADA RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL

BUKITTINGGI

MEIDYAWATI BP 0821221038

1. Latar Belakang

Sejak dua dekade terakhir, pelaksanaan reformasi administrasi publik makin

nyata di berbagai negara termasuk Indonesia. Dotrin New Public Management

(NPM)/Reinventing Government yang di dasarkan atas pengalaman negara-negara

Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru secara berangsur-angsur diadopsi

ke dalam manajemen pemerintahan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Transformasi manajemen pemerintahan dalam New Public Management mulai dari

penataan kelembagaan /Institutional Arrangement, reformasi kepegawaian /Civil

Servant Reform, dan reformasi pengelolaan keuangan Negara /New Management

Reform (Mahmudi, 2003).

Di dalam dotrin NPM tersebut pemerintah dianjurkan untuk meninggalkan

paradigma administrasi tradisional yang cenderung mengutamakan sistem dan prosedur,

birokratis yang tidak efisien, pemberian layanan yang lambat serta tidak efektif, dan

menggantikannya dengan orientasi pada kinerja dan hasil. Pemerintah dianjurkan untuk

melepaskan diri dari birokrasi klasik, dengan mendorong organisasi dan pegawai agar

lebih fleksibel, dan menetapkan tujuan, serta target organisasi secara lebih jelas

sehingga memungkinkan pengukuran hasil (D.Moynihan, Sanjai K Pandey, 2003).

Melalui reformasi ini pemerintah diharapkan menerapkan praktek managemen strategik

melalui sistem anggaran berbasis kinerja dan akuntansi berbasis accrual secara double

entry.

Negara Indonesia telah mengadopsi pemikiran NPM dengan melakukan

reformasi keuangan negara yang mulai bergulir sejak akhir tahun 2003, dengan

dikeluarkannya tiga paket peraturan keuangan negara yang baru, yaitu

Page 2: Analisis Lapkeu BLU

2

UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No.1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No.15 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan

Keuangan Negara. Dengan ketiga paket peraturan keuangan negara tersebut telah

merubah mindset atau pola pikir yang lebih efisien, profesionalitas, akuntabel, dan

transparan, dengan melakukan perubahan dari penganggaran tradisional menjadi

penganggaran berbasis kinerja, yang membuka koridor bagi penerapan basis kinerja di

lingkungan pemerintah. Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah

menjadi lebih jelas dari hanya membiayai input dan proses menjadi berorientasi pada

output. Perubahan ini sangat berarti mengingat kebutuhan dana yang semakin tinggi,

sedangkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas (Ahmad Hag, 2009).

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok

dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola

pengelolaan keuangan yang fleksibel, berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-

praktek bisnis yang sehat dalam rangka memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat

dengan tetap menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektifitas melalui Badan

Layanan Umum. BLU pada dasarnya adalah alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan

publik melalui penerapan manajemen keuangan yang berbasis pada hasil,

profesionalitas, akuntabilitas dan transparansi. Untuk dapat menjadi BLU, suatu instansi

harus memenuhi tiga persyaratan pokok, yaitu persyaratan substantif, yang terkait

dengan penyelanggaraan layanan umum, persyaratan teknis yang terkait dengan kinerja

pelayanan dan kinerja keuangan, serta persyaratan administratif terkait dengan

terpenuhinya dokumen seperti pola tata kelola, rencana strategis bisnis, standar layanan

minimal, laporan keuangan pokok, dan laporan audit/bersedia untuk diaudit.

Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan publik memegang peranan

penting bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit dituntut untuk

dapat melayani masyarakat, dapat berkembang dan mandiri serta harus mampu bersaing

dan memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat. Dengan

semakin tingginya tuntutan bagi rumah sakit untuk meningkatkan pelayanannya, banyak

permasalahan yang muncul terkait dengan terbatasnya anggaran yang tersedia bagi

operasional rumah sakit, alur birokrasi yang terlalu panjang dalam proses pencairan

dana, aturan pengelolaan keuangan yang menghambat kelancaran pelayanan dan

Page 3: Analisis Lapkeu BLU

3

sulitnya untuk mengukur kinerja, sementara rumah sakit memerlukan dukungan SDM,

teknologi, dan modal yang sangat besar. Melalui konsep pola pengelolaan keuangan

BLU ini rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme, mendorong

enterpreneureship, transparansi, dan akuntabilitas dalam rangka pelayanan publik,

sesuai dengan tiga pilar yang diharapkan dari pelaksanaan PPK-BLU ini, yaitu

mempromosikan peningkatan kinerja pelayanan publik, fleksibilitas pengelolaan

keuangan dan tata kelola yang baik (Sri Mulyani, 2007).

Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi sebagai salah satu sub sistem

penyelenggaraan peningkatan kesehatan memiliki peran dalam penyelenggaraan

pelayanan kesehatan melalui tenaga dokter yang profesional, peralatan medis,

pelayanan laboratorium, farmasi, pelayanan perawatan, penelitian dan pendidikan

tenaga dokter dan paramedis. Karena sangat pentingnya peranan rumah sakit ini dalam

sistem kesehatan masyarakat, khususnya dalam menangulangi penyakit stroke yang

cenderung meningkat, maka diperlukan pendekatan terpadu untuk melakukan kegiatan

secara ekonomis, efisien, efektif. Sebagai lembaga yang padat modal, padat karya, dan

padat ilmu serta teknologi, rumah sakit ini memerlukan profesionalisme yang handal

dalam pengelolaan bisnis modern. Melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

Umum,(PPK-BLU), Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi diharapkan mampu

meningkatkan kinerja pelayanannya kepada masyarakat dalam rangka memajukan

kesejahteraan umum dan mencerdaskaan kehidupan bangsa, dengan memberikan

fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan

produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dibahas pada bagian

sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1) Apakah implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-

BLU) pada Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi telah berjalan sesuai dengan

konsep dan aturan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-

BLU)?

Page 4: Analisis Lapkeu BLU

4

2) Bagaimanakah kinerja Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi setelah

mengimplementasikan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-

BLU)?

3) Kendala-kendala apa yang dihadapi oleh Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukittinggi di dalam implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

Umum (PPK-BLU)?

3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1). Menggambarkan dan menjelaskan konsep Pola Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum (PPK-BLU).

2). Menggambarkan dan menganalisis implementasi Pola Pengelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum (PPK-BLU) pada Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukittinggi.

3). Menggambarkan dan menganalisis kinerja Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukittinggi sebelum dan setelah mengimplementasikan Pola Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU).

4). Mengindentifikasi dan menjelaskan kendala yang dihadapi oleh Rumah Sakit

Stroke Nasional Bukittinggi di dalam implementasi Pola Pengelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum (PPK-BLU).

4. Kerangka Teoritis

4.1 Pengertian PPK-BLU

Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada Pasal 1

menyatakan bahwa Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah

yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan

barang dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam

melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pengertian

Page 5: Analisis Lapkeu BLU

5

ini diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Pasal 1 Angka 1 PP

No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Yang

termasuk dalam jenis BLU antara lain rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan

lisensi, dan penyiaran.

Sedangkan pola pengelolaan keuangan (PPK-BLU) diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 1 tentang Pengelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum (PPK-BLU) dinyatakan bahwa PPK-BLU adalah pengelolaan

keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-

praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam

rangka memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai

pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.

4.2 Tujuan dan Azaz Dibentuknya Badan Layanan Umum

Dalam PP No.23 Tahun 2005 Pasal 68 ayat 1 disebutkan bahwa BLU bertujuan

untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan

kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan

fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan

produktifitas dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Yang dimaksud dengan dengan

praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-

kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan

manajemen berkesinambungan. Sedangkan azaz Badan Layanan Umum adalah:

1. Menyelenggarakan pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan

kewenangan yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi

induknya.

2. Pejabat BLU bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum

kepada pimpinan instansi induk.

3. BLU tidak mencari laba.

4. Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dengan instansi induk tidak terpisah.

5. Pengelolaan sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.

Page 6: Analisis Lapkeu BLU

6

4.3 Karakteristik Badan Layanan Umum

BLU memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan instansi

pemerintah lainnya, yaitu (Sie Infokum-Ditama Binbangkum BPK, 2008):

1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan

negara.

2. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat.

3. Tidak bertujuan untuk mencari laba.

4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktifitas ala korporasi.

5. Rencana kerja, anggaran, dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada

instansi induk.

6. Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara

langsung.

7. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil.

8. BLU bukan subyek pajak.

Bentuk keistimewaan/privilese dalam hal fleksibilitas pengelolaan keuangan

yang dimiliki BLU antara lain (Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU,

2010):

1. Pendapatan operasional dapat digunakan langsung sesuai Rencana Bisnis dan

Anggaran tanpa terlebih dahulu disetorkan ke rekening kas negara, namun

seluruh pendapatan tersebut merupakan PNBP yang wajib dilaporkan dalam

Laporan Realisasi Anggaran.

2. Anggaran belanja BLU merupakan anggaran fleksibel berdasarkan kesetaraan

antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, belanja dapat

bertambah/berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatan terkait

bertambah atau berkurang, setidaknya proporsional.

3. Dalam rangka pengelolaan kas BLU dapat merencanakan penerimaan dan

pengeluaran kas, melakukan pemungutan/tagihan, menyimpan kas dan

mengelola rekening bank, melakukan pembayaran, mendapatkan sumber dana

untuk menutup defisit jangka pendek, dan memanfaatkan kas yang menganggur

(idle cash) jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.

Page 7: Analisis Lapkeu BLU

7

4. BLU dapat mengelola piutang dan utang sepanjang dikelola dan diselesaikan

secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab serta

memberikan nilai tambah sesuai praktik bisnis yang sehat.

5. BLU dapat melakukan investasi jangka pendek maupun jangka panjang.

6. Pengadaan barang dan jasa BLU yang sumber dananya berasal dari pendapatan

operasional, hibah tidak terikat, hasil kerjasama dengan pihak lainnya dapat

dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan

pimpinan BLU.

7. BLU dapat mengembangkan kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan

keuangan.

8. BLU dapat memperkerjakan tenaga profesional non PNS.

9. Pejabat pengelola, dewan pengawas dan pegawai dapat diberikan remunerasi

berdasarkan tingkat tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme yang

diperlukan.

4.4 Persyaratan Badan Layanan Umum

Tidak semua instansi pemerintah mendapatkan peluang untuk menjadi BLU,

karena kesempatan tersebut secara khusus hanya disediakan bagi satuan kerja

pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik dibidang

penyediaan barang dan jasa seperti rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi,

instansi yang mengelola wilayah atau suatu kawasan seperti kawasan ekonomi terpadu,

dan instansi yang mengelola dana khusus seperti dana UKM dan dana bergulir.

Kesempatan menjadi BLU dapat diberikan kepada instansi di lingkungan pemerintah

yang telah memenuhi tiga persyaratan yang diwajibkan, yaitu (PP No. 23 Tahun 2005):

1. Persyaratan Substantif, apabila menyelenggarakan layanan umum yang

berhubungan dengan : penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum,

pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian

masyarakat atau layanan umum, dan pengelolaan dana khusus dalam rangka

meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.

2. Persyaratan Teknis, yaitu kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan

fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU

Page 8: Analisis Lapkeu BLU

8

sebagaimana direkomendasikan oleh Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD

sesuai dengan kewenangannya, dan kinerja keuangan satuan kerja instansi yang

bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan

penetapan BLU.

3. Persyaratan Administratif

Persyaratan administratif ini terdiri dari (Dirjen Perbendaharaan Depkeu, 2008):

1) Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan,

dan manfaat bagi masyarakat.

2) Pola tata kelola (yang baik) ; merupakan peraturan internal satker yang

menetapkan organisasi dan tata laksana, akuntabilitas, dan transparansi.

3) Rencana Strategis Bisnis (RSB) ; merupakan suatu proses perencanaan yang

berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu)

sampai 5 (lima) tahun, yang disusun secara sistematis dan berkesinambungan

dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau yang

mungkin timbul dan memuat visi, misi, tujuan, sasaran, indikator sasaran,

strategi (kebijakan dan program) serta ukuran keberhasilan dan kegagalan

dalam pelaksanaan.

4) Laporan keuangan pokok ; terdiri atas laporan realisasi anggaran, neraca dan

catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan disusun berdasarkan SAP

Untuk Satker yang sebelumnya telah memiliki DIPA sendiri, menyusun

laporan keuangan berdasarkan SAP yang dihasilkan dari sistem akuntansi

instansi (SAI). Sedangkan untuk satker yang baru dibentuk dan belum

beroperasi sebelumnya, maka laporan keuangan pokok dapat berupa

prognosa laporan keuangan tahun berjalan.

5) Standar pelayanan minimum ; merupakan ukuran pelayanan yang harus

dipenuhi oleh satker, yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga dalam

rangka penyelenggaraan kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus

mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan,

serta kemudahan memperoleh layanan.

6) Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara

independen.

Page 9: Analisis Lapkeu BLU

9

Instansi pemerintah yang telah memenuhi ketiga persyaratan diatas ditetapkan

sebagai BLU oleh Menteri Keuangan/Gubernur/Walikota/Bupati. Penetapan yang

diberikan dapat berupa status BLU secara penuh apabila ketiga persyaratan diatas

(substantif, teknis, dan administratif) telah dipenuhi dengan memuaskan, sedangkan

status BLU bertahap diberikan apabila persyaratan subtantif dan teknis telah terpenuhi

tetapi persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan.

4.5 Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan

Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar

Akuntansi Keuangan (SAK), sesuai dengan jenis layanannya. Dalam hal tidak terdapat

standar akuntansi keuangan, BLU dapat menerapkan standar akuntansi industri yang

spesifik setelah mendapat persetujuan dari menteri keuangan. Dalam rangka

pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya BLU

menyusun dan menyajikan laporan keuangan dan laporan kinerja. Laporan keuangan

yang disusun meliputi laporan realisasi anggaran/laporan operasional (dapat dalam

bentuk laporan aktivitas/laporan surplus defisit), neraca, laporan arus kas, dan catatan

atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai kinerja. Laporan keuangan BLU

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan pertanggungjawaban keuangan

kementrian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah. Penggabungan laporan keuangan

BLU pada laporan keuangan kementrian negara/ lembaga/SKPD/pemerintah daerah

dilakukan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

4.6 Perbandingan Satuan kerja Non BLU dengan Satuan kerja BLU

Untuk melihat perbandingan satuan kerja Non BLU dengan satuan kerja BLU

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Page 10: Analisis Lapkeu BLU

10

No Uraian Satker Non BLU Satker BLU 1 Pengelola PNS PNS dan Non PNS 2 Tarif Layanan Atas dasar adil dan patut Atas dasar biaya per unit

layanan 3 Dokumen Perencanaan Jangka Menengah RPJM RSB 4 Dokumen Penganggaran Rencana Kerja Anggaran

(RKA) Rencana Bisnis Anggaran (RBA)

5 Pengeluaran Anggaran Setelah DIPA disyahkan Dapat dikeluarkan jika DIPA belum disahkan

6 Keuangan Tidak memiliki rekening bank

Memiliki rekening bank

7 Pendapatan Setor langsung ke kas negara

Digunakan langsung

8 Surplus Kas Disetor ke kas negara Dapat digunakan langsung

9 Piutang/Utang Tidak Diperbolehkan melakukan piutang/utang

Diperbolehkan melakukan piutang/utang

10 Laporan Keuangan SAP SAK 11 Laporan Keuangan Diaudit oleh BPK selaku

entitas Diaudit oleh Auditor Independen

12 Investasi Jangka Panjang Tidak diperbolehkan Diperbolehkan 13 Pengadaan Barang /Jasa Keppres Dapat menyusun

pedoman sendiri 4.7 Pengertian Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan salah satu elemen penting sistem pengendalian

manajemen suatu organisasi, yang dapat digunakan untuk mengendalikan aktivitas-

aktivitas. Setiap aktivitas harus terukur kinerjanya agar dapat diketahui tingkat efisiensi

dan efektifitasnya. Suatu aktivitas yang tidak memiliki ukuran kinerja akan sulit bagi

organisasi untuk menentukan apakah aktivitas tersebut sukses atau gagal (Mahmudi,

2005). D Stout (2003) menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan proses

mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi

(mission accomplish) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa atau pun

proses. Proses pengukuran kinerja dimaksudkan untuk menilai pencapaian setiap

indikator kinerja guna memberikan gambaran tentang keberhasilan dan pencapaian

tujuan dan sasaran. Proses pengukuran kinerja suatu organisasi sebaiknya

mempergunakan indikator-indikator kinerja yang komprehensif yang mengandung baik

indikator-indikator keuangan maupun non keuangan, sehingga diperlukan suatu sistem

pengukuran kinerja yang dapat mengakomodasi indikator-indikator yang komprehensif

tersebut.

Page 11: Analisis Lapkeu BLU

11

4.8 Aspek-Aspek Pengukuran Kinerja

Bastian (2002) mengemukakan bahwa setiap organisasi terlepas dari besar,

jenis, sektor atau spesialisasinya memerlukan pengukuran kinerja pada aspek-aspek:

1. Finansial, yang meliputi anggaran rutin dan pembangunan.

2. Kepuasan Pelanggan, dimana pelanggan mempunyai peran dan posisi yang

sangat krusial dalam penentuan strategi organisasi.

3. Operasi bisnis internal, dimana informasi operasi bisnis internal diperlukan

untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan instansi pemerintah sudah seirama

untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi.

4. Kepuasan pegawai, dimana dalam setiap organisasi pegawai merupakan asset

yang harus dikelola dengan baik.

5. Kepuasan komunitas dan stakeholders, dimana instansi pemerintah di dalam

menjalankan kegiatannya berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh

kepentingan terhadap keberadaannya.

6. Waktu, dimana ukuran waktu merupakan variabel yang perlu diperhatikan agar

informasi dapat digunakan tepat waktu dan tidak kadaluarsa.

4.9 Sistem Penilaian Kinerja Rumah Sakit

Sistem penilaian kinerja melalui indikator merupakan salah satu alat yang dapat

digunakan untuk menilai suatu proses kegiatan BLU Rumah Sakit secara terus menerus.

Sebagai rumah sakit milik Negara, BLU rumah sakit harus mampu memberikan

informasi yang menggambarkan kemajuan rumah sakit pada suatu periode tertentu.

Indikator kinerja rumah sakit BLU mengacu pada Keputusan Menteri Negara

Pendayagunaan BUMN No. KEP215/M.BUMN/1999 tanggal 27 September 1999 dan

disempurnakan melalui Keputusan Menteri BUMN No. 100/MBU/2002 tanggal 4 Juni

2002 tentang penilaian tingkat kesehatan Badan Usaha Milik Negara, yang kemudian

disesuaikan dengan jenis dan sifat kegiatan rumah sakit melalui Kepmenkes N0.

550/Menkes/SK/VII/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran

(RBA) Badan Layanan Umum Rumah Sakit. Jenis indikator yang dinilai untuk BLU

rumah sakit sesuai Kepmenkes No. 550/Menkes/SK/VII/2009 meliputi tiga aspek,

yaitu: Indikator Kinerja Keuangan, dengan bobot 20, Indikator Kinerja Operasional

Page 12: Analisis Lapkeu BLU

12

dengan bobot 40, Indikator kinerja mutu pelayanan dan manfaat bagi masyarakat

dengan bobot 40.

5. Hasil Penelitian

5.1 Analisis Implementasi Pola Tata Kelola

Berdasarkan hasil analisis, implementasi pola tata kelola Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukittinggi telah berjalan cukup baik. Namun masih terdapat kelemahan-

kelemahan yang terkait dengan:

1) Organisasi dan tata laksana yang dibangun belum sepenuhnya memperhatikan

kebutuhan organisasi, perkembangan misi dan strategi, serta belum merubah

paradigma budaya kerja unit-unit organisasi yang ada di lingkungan Rumah

Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Organisasi rumah sakit secara keseluruhan

belum siap merubah paradigma dari PNS menjadi wirausahawan

(enterpreneurship).

2) Fungsi Dewan Pengawas dan Satuan Pemeriksaan Internal (SPI) belum berjalan

optimal. Dewan Pengawas yang berperan sangat penting ini baru dibentuk pada

bulan April 2011, sehingga belum menjalankan tugas dan fungsinya secara

optimal. Satuan Pemeriksaan Intern (SPI) juga belum didukung dengan

kompetensi SDM yang memadai untuk melaksanakan tugas dengan ruang

lingkup yang sangat luas, sehingga keberadaannya belum memberikan hasil

yang optimal dalam mengawasi perbaikan kinerja BLU Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukittinggi.

3) Dalam pelaksanaan akuntabilitas tidak semua usulan dari unit kerja dapat

dipenuhi sehingga pelaksanaan tupoksi dari unit kerja tersebut belum maksimal

mencapai sasaran. Selanjutnya masih terdapat program-program titipan/susulan

dari Kementrian Kesehatan yang harus dijalankan oleh rumah sakit yang

memerlukan koordinasi dalam pelaksanaannya dan membutuhkan waktu untuk

merealisasikannya. Kemudian atas program-program yang belum mencapai

target yang direncanakan belum dilakukan evaluasi atas penyebab dan

kendalanya.

4) Dalam pelaksanaan transparansi, penyebaran informasi bagi kebutuhan intern

rumah sakit masih memerlukan perbaikan dalam hal komunikasi, koordinasi dan

Page 13: Analisis Lapkeu BLU

13

rekonsiliasi data. Untuk penggunaan Media Informasi seperti website, pamflet

dan leaflet sebagai sarana pengenalan/promosi Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukittinggi belum optima, padahal Sakit Stroke Nasional Bukittinggi sebagai

satu-satunya rumah sakit yang khusus menangani stroke di Indonesia perlu

memperkenalkan keberadaannya secara luas.

5.2 Analisis Implementasi Rencana Strategis Bisnis (RSB)

Hasil analisis atas dokumen Rencana Strategis Bisnis Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukittinggi menunjukkan belum semua unsur-unsurnya disusun sesuai dengan

pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan dan Kementrian Kesehatan

yang terlihat dari:

1) Analisis lingkungan internal dan eksternal dengan menggunakan analisis SWOT

belum didasarkan pada data-data kinerja riil yang dicapai selama 1 – 3 tahun

terakhir, sehingga identifikasi atas faktor-faktor kunci yang menjadi kekuatan

dan kelemahan rumah sakit belum dapat dilakukan secara akurat.

2) Sasaran, kebijakan, program, dan kegiatan yang disusun belum semuanya

mendukung pencapaian visi dan misi.

3) Tujuan, sasaran, kebijakan dan program yang disusun belum semuanya

mendukung pencapaian indikator standar pelayanan minimal dan indikator

kinerja rumah sakit.

4). Perumusan sasaran tidak sejalan dengan perumusan kebijakan, ini terlihat pada

kebijakan sistem manajemen rumah sakit telah bertitik tolak pada empat

perspektif balance score card (keuangan, pelanggan, bisni internal, dan

pembelanjaran dan pertumbuhan), sedangkan pada sasaran belum.

5). Matriks keterkaitan misi, tujuan, sasaran, kebijakan, dan program belum

menggambarkan peta strategi yang akan dijalankan rumah sakit, terutama untuk

strategi dibidang pendidikan dan penelitian.

6). Rencana Strategis Bisnis (RSB) hanya dijadikan sebagai dokumen perencanaan

yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan administratif rumah sakit

untuk menjadi BLU, belum sepenuhnya dijadikan pedoman dalam penyusunan

RBA setiap tahunnya. RSB ini juga belum dievaluasi dan direvisi sesuai dengan

perkembangan dan perubahan yang terjadi tahun berikutnya.

Page 14: Analisis Lapkeu BLU

14

5.3 Analisis Implementasi Rencana Bisnis Anggaran (RBA)

Hasil analisis atas RBA yang disusun oleh Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukittinggi masih mengandung beberapa kelemahan sebagai berikut:

1) Analisa SWOT yang dilakukan belum mencerminkan situasi lingkungan internal

dan eksternal yang dihadapi rumah sakit, yang berpengaruh terhadap program

dan strategi yang harus disusun.

2) RBA yang disusun belum mengacu kepada Rencana Strategis Bisnis (RSB) lima

tahunan rumah sakit dan Renstra Kementrian/Lembaga.

3) Di Dalam pelaksanaannya rumah sakit terlebih dahulu menyusun RKA-KL,

setelah disetujui baru diikuti dengan menyusun RBA defenitif. Seharusnya

RBA rumah sakit disusun terlebih dahulu berdasarkan RBA unit-unit yang telah

dibahas dalam rapat direksi dan struktural, baru diikuti dengan penyusunan

RKA.

4) Target kinerja di dalam RBA yang meliputi sasaran, strategi, kebijakan program

kerja dan kegiatan disusun secara global, tidak per unit kerja yang terdiri atas

unit pelayanan, unit keuangan, unit organisasi dan sumber daya manusia, dan

unit sarana dan prasarana, serta belum dilengkapi dengan waktu

pelaksanaannya.

5) RBA yang disusun belum didasarkan kepada analisis dan perkiraan biaya per

output dan agregat, serta belum dilengkapi dengan rencana pendapatan dan

biaya operasional per unit kerja.

6) Format penyusunan RBA sering mengalami revisi, yang menyulitkan rumah

sakit didalam melakukan penyesuaian-penyesuaian.

5.4 Analisis Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Berdasarkan analisis yang penulis lakukan atas implementasi SPM yang disusun

oleh Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi menunjukkan:

1) SPM yang disusun lebih difokuskan pada SPM penanganan stroke, padahal

rumah sakit ini juga melayani pasien non stroke (umum).

Page 15: Analisis Lapkeu BLU

15

2) Belum adanya monitoring dan evaluasi atas implementasi SPM dan

pencapaiannya, baik oleh pihak internal rumah sakit maupun oleh pihak

eksternal.

5.5 Analisis Implementasi Laporan Keuangan Pokok

Sistem Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi.

Apabila tidak terdapat standar akuntansi maka BLU dapat menerapkan standar

akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU diatur di dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor : 76/PMK.05/2008 dan Pedoman Akuntansi BLU Rumah Sakit yang

dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan.

Untuk pengintegrasian Laporan Keuangan BLU dengan Laporan Keuangan

Kementrian Negara/Lembaga, BLU harus mengembangkan sub sistem akuntansi

keuangan yang menghasilkan laporan keuangan sesuai SAP setiap semester dan tahun.

Untuk penggabungan (konsolidasi) laporan keuangan BLU dengan laporan keuangan

kementrian/lembaga dilakukan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dengan

dilampiri laporan keuangan sesuai dengan SAK. Laporan keuangan tahunan BLU

diaudit oleh auditor eksternal. Laporan keuangan BLU meliputi laporan realisasi

anggaran/laporan operasional (laporan aktivitas), neraca, laporan arus kas, dan catatan

atas laporan keuangan serta laporan kinerja. Laporan keuangan Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukittinggi telah diaudit setiap tahunnya oleh auditor independen dan sejak

menjadi BLU dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 memperoleh opini Wajar

Tanpa Pengecualian.

Analisis atas laporan keuangan yang disusun oleh Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukittinggi telah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan dan Pedoman Akuntansi

BLU Rumah Sakit. Namun masih terdapat beberapa hal yang menjadi

keterbatasan/kendala dalam penyusunan laporan keuangan tersebut, yaitu:

1) BLU diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan dengan SAK yang accrual

basis dan SAP yang cash basis untuk kepentingan konsolidasi, dimana

keduanya mempunyai sistem akuntansi dan perkiraan yang berbeda yang

menyulitkan rumah sakit dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk

Page 16: Analisis Lapkeu BLU

16

konsolidasi dengan laporan keuangan dengan Kementrian/Lembaga, sehingga

konsolidasi hanya baru bisa dilakukan atas perkiraan neraca, sedangkan untuk

laporan aktivitas (pendapatan dan biaya) belum dilakukan konsolidasi.

2) Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi belum mengembangkan Sistem

Akuntansi Biaya untuk menghasilkan informasi tentang harga pokok produksi,

biaya satuan (unit cost) per unit layanan, dan evaluasi varians, yang sangat

penting bagi perencanaan dan pengendalian, pengambilan keputusan,

perhitungan tarif layanan dan remunerasi.

3) Reviu atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksaan Intern

(SPI) masih belum optimal karena SPI belum sepenuhnya didukung oleh SDM

yang memenuhi kualifikasi kompetensi untuk melakukan reviu atas laporan

keuangan.

5.6 Analisis Kinerja Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

Secara keseluruhan skor nilai kinerja yang diperoleh Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukittinggi adalah sebagai berikut:

No Indikator Kinerja Sebelum BLU

Setelah BLU

1 Keuangan 18,50 18,00 18,30 18,90 2 Operasional 24,00 26,40 29,30 29,55 3 Peningkatan Mutu Layanan dan

Manfaat bagi Masyarakat 31,75 31,50 31,50 30,75

Jumlah 74,25 75,90 79,10 79,20

Dari tabel diatas terlihat bahwa setelah menjadi BLU terjadi kenaikan nilai kinerja yang

diperoleh pada tahun tahun pertama sebesar 1,65 poin, tahun kedua 3,20 poin dan tahun

ketiga 0,10 poin. Walaupun belum terjadi kenaikan yang cukup signifikan, rumah sakit

tetap berada pada tingkat kesehatan “ SEHAT” dengan nilai A.

Implementasi PPK-BLU pada Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi baru

berjalan hampir 3 tahun, menjadi BLU Bertahap pada bulan Juli 2008 dan BLU Penuh

bulan Juli 2009. Status BLU rumah sakit telah diperoleh tanpa didahului oleh kesiapan

semua pihak rumah sakit dalam melakukan berbagai perubahan sesuai dengan tujuan

pemerintah menjadikan rumah sakit sebagai BLU, sehingga perubahan-perubahan dan

penyesuaian yang perlu dilakukan berjalan lambat dan bertahap. Perbaikan atas sistem

Page 17: Analisis Lapkeu BLU

17

pengumpulan data kinerja perlu dilakukan, terutama untuk menghasilkan nilai kinerja

yang akurat dan dapat dihandalkan bagi pengambilan keputusan.

Peningkatan nilai kinerja keuangan, pelayanan, mutu pelayanan dan manfaat

kepada masyarakat tidak dapat berjalan dengan sendirinya, karena sangat terkait dengan

aspek-aspek lainnya seperti adanya peningkatan transparansi dan akuntabilitas,

pelaksanaan tata kelola yang berjalan baik, peningkatan kualitas sumber daya manusia,

penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, pengelolaan sumber

daya yang baik dan tertib serta keandalan sumber data kinerja. Selanjutnya sangat

diperlukan dukungan manajemen yang profesional, yang mempunyai komitmen untuk

senantiasa fokus pada perbaikan kinerja.

Walaupun belum terlihat perubahan yang berarti pada nilai-nilai indikator

kinerja rumah sakit, PPK-BLU telah memberikan manfaat bagi kelancaran pemberian

layanan kepada pasien, antara lain:

1). PPK-BLU memberikan fleksibilitas penggunaan dana, dimana rumah sakit dapat

menggunakan dana yang diperoleh dari operasionalnya tanpa harus disetor dulu

ke kas negara dan melalui prosedur birokrasi pencairan yang panjang dan

memakan waktu cukup lama, yang pada akhirnya menggangu operasional rumah

sakit karena kehabisan dana.

2). PPK-BLU mempermudah proses pengadaan barang dan jasa, terutama obat-

obatan dan bahan habis pakai yang secara rutin harus tersedia dengan cepat

karena rumah sakit dapat melakukan pembelian secara langsung ke distributor,

sehingga bisa mendapatkan harga yang lebih murah serta adanya diskon secara

resmi di faktur (discount on factur) menyebabkan harga jual obat yang

dibebankan kepada pasien menjadi lebih murah.

3). PPK-BLU memberikan fleksibilitas rumah sakit untuk melakukan kerjasama

dalam bentuk KSO (kerja sama operasi) atau MOU dengan pihak ketiga.

Dengan KSO/MOU proses mendapatkan alat menjadi lebih mudah, tidak

membutuhkan birokrasi yang panjang dan apabila terjadi kerusakan/gangguan

pada alat yang di-KSO kan pihak perusahaan akan segera

memperbaiki/menggantinya sehingga tidak menganggu kelancaran pelayanan

kepada pasien.

Page 18: Analisis Lapkeu BLU

18

5.7 Kendala dalam Implementasi PPK-BLU

Ada beberapa hal yang menjadi kendala sehingga implementasi PPK-BLU pada

Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi belum memberikan hasil yang optimal bagi

perbaikan dan peningkatan kinerja rumah sakit, yaitu:

1. Aspek Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan yang terkait dengan pengelolaan BLU Rumah Sakit belum semuanya

didukung dengan peraturan pelaksanaannya, seperti untuk pelaksanaan

pengadaan barang dan jasa, investasi dan remunerasi, sehingga pihak rumah

sakit masih ragu untuk menjalankan fleksibilitas yang sudah dimilikinya.

2. Aspek Sistem Pengendalian Internal

1). Belum adanya komitmen dari jajaran manajemen dan pelaksana untuk

melaksanakan PPK-BLU dengan menjunjung tinggi nilai integritas dan

nilai etika serta menerapkan pola manajemen enterpreneur.

2). Sistem pengumpulan data kinerja belum berjalan dengan baik.

3). Sosialisasi mengenai PPK-BLU belum dilakukan menyeluruh

4). Kebijakan pengelolaan sumber daya manusia belum berjalan efisien.

3. Sistem Manajemen Pelayanan Kesehatan belum terpadu

4. Evaluasi atas implementasi PPK-BLU oleh instansi pengelola teknis dan instansi

pengelola keuangan belum berjalan optimal.

5. Keterbatasan Sumber Daya dan Birokrasi Pemerintahan

6. Belum berjalannya sistem informasi manajemen yang terintegrasi, dalam rangka

menghasilkan berbagai informasi yang diperlukan bagi kegiatan pengendalian,

pengawasan, dan pengambilan keputusan.

6. Kesimpulan

1. Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi telah menyusun dan

mengimplementasikan semua persyaratan administratif PPK-BLU yang meliputi

Pola Tata Kelola, Rencana Strategis Bisnis, Rencana Bisnis Anggaran, Standar

Pelayanan Minimal, dan Laporan Keuangan. Implementasi pola tata kelola

diwujudkan dalam bentuk organisasi dan tata laksana, akuntabilitas, serta

transparansi.

Page 19: Analisis Lapkeu BLU

19

2. Untuk memenuhi persyaratan BLU, Rumah sakit Stroke Nasional Bukittinggi

telah melakukan penilaian kinerja atas tiga aspek, yaitu keuangan, operasional,

dan peningkatan mutu layanan dan manfaat bagi masyarakat, dengan

memperoleh nilai kinerja “A” dengan skor 79,20, dengan tingkat kesehatan

“SEHAT”.

3. Implementasi PPK-BLU telah memberikan peningkatan nilai kinerja,

peningkatan pertumbuhan pendapatan, dan peningkatan kemandirian rumah

sakit, serta memberikan manfaat langsung dalam mempermudah proses

pengadaan obat-obatan, bahan habis pakai, dan peralatan dalam rangka

peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat.

4. Rumah sakit Stroke Nasional Bukittinggi masih menghadapi kendala dalam

implementasi PPK-BLU diantaranya aturan pelaksanaan untuk beberapa

kegiatan yang belum ada, kelemahan sistem pengendalian internal, sistem

manajemen pelayanan kesehatan yang belum terpadu, belum dilakukannya

evaluasi secara berkala oleh instansi pengelola teknis dan keuangan, dan

keterbatasan sumber daya yang dimiliki rumah sakit serta birokrasi

pemerintahan.

5. Konsep PPK-BLU yang baik untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas

pelayanan publik memerlukan pengawasan dan pengendalian dalam

implementasinya, dimulai dari proses perencanaan sampai pelaksanaannya, agar

tidak terjadi penyimpangan dengan memanfaatkan berbagai fleksibilitas yang

diberikan oleh pemerintah kepada rumah sakit sebagai BLU.

7. Saran

1. Menyempurnakan organisasi dan tata laksana yang mendukung pencapaian

strategi dan pengembangan budaya enterpreneur.

2. Mengintegrasikan sistem informasi manajemen dari semua unit-unit organisasi

yang ada.

3. Melakukan revisi dan evaluasi secara berkala atas RSB, RBA, dan SPM.

4. Mengembangkan sistem akuntansi biaya dalam rangka perencanaan dan

pengendalian, pengambilan keputusan, perhitungan tarif layanan dan remunerasi

yang tepat.

Page 20: Analisis Lapkeu BLU

20

5. Departemen Kesehatan dan Departemen Keuangan agar secara berkala

melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap implementasi PPK-BLU.

6. Departemen Kesehatan agar menciptakan sistem manajemen pelayanan yang

terpadu untuk mendukung implementasi PPK-BLU.

Page 21: Analisis Lapkeu BLU

21

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Ahmad Hag, 2009, Ensiklopedia Perbendaharaan Badan Layanan Umum, Diakses 21 Juli 2010 Jam 8.50 PM < http://www.ensiklopedia .multiply.com/journal/BLU.

Aditama, Tjandra Yoga, 2007, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Edisi Kedua, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Ahmad, Hardiyansyah, 2009, Pelaksanaan Prinsip-Prinsip good Governance dan Reinventing Government, Diakses 19 Januari 2011 Jam 12.00, < http://hardiyansyah-ahmad, blogspot.com/2009.

Bastian, Indra, 2001, Akuntansi Sektor Publik, BPFE, Yogyakarta.

Bastian, Indra, 2008, Akuntansi Kesehatan, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Direktorat Pembinaan PK BLU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan RI, 2008, Modul Bimbingan Teknis Penyusunan Persyaratan Adminstratif untuk Menerapkan PPK-BLU.

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementrian Kesehatan RI, 2010, Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Badan Layanan Umum Rumah Sakit.

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementrian Kesehatan RI, 2010, Pedoman Akuntansi BLU Rumah Sakit.

Dwiyanto, Agus, 2010, Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, inklusif dan Kolaboratif, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dwinugroho, Priyono, 2008, Workshop Badan Layanan Umum, Jakarta.

Fernandes, HA, Pengaruh Komitmen Manajemen pada Budaya Organisasi, Komitmen Individu, dan Kinerja Rumah Sakit Nirlaba, Diakses 10 Agustus 2010 Jam 9.50 PM < http://www.skripsi-teso/kinerja-rumah-sakit-umum-daerah-rsud.

Haidir, Iman, 2010, Tesis Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan dengan Menggunakan Analisis Rasio pada RSUPN Dr. Cipto Mangun Kusumo dan RS Kanker Darmais sebelum dan sesudah Penerapan PPK-BLU.

Page 22: Analisis Lapkeu BLU

22

Hamka dkk, 2009, Kualitas Pelayanan Publik, Implikasi Reorganisasi Kelembagaan Pemerintah Kabupaten/Kota Diakses 10 Februari 2010 Jam 9.50 PM.

Indrawati, Srimulyani, Keynote Speech pada Diskusi Panel Pengelolaan Keuangan BLU dan Peningkatan Kinerja Rumah Sakit : Kondisi, Ekspektasi, dan Tata Kelola, Oktober 2007.

Ingram, W Robert, J Peterson, Russel, W Martin, Susan, 2001, Accounting and Financial Reporting for Govermental and Non Profit Organization Basic Concepts, New York, Mc Graw-Hill Inc.

Kaplan, Robert S, Norton, David P, 2000, Menerapkan Strategi Menjadi Aksi, Balance Score Card, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Keputusan Presiden Nomor 38 tahun 1991 tentang Lembaga Unit Swadana.

Keputusan Menteri BUMN No. 100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Penilaian Tingkat kesehatan BUMN.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tanggal 6 Februari 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 231/Menkes/SK/II/2007 tanggal 26 Februari 2007 tentang Standar Pelayan Minimal Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.

Kurniawan, Teguh, Pergeseran Paradigma Administrasi Publik: dari Prilaku model Klasik dan NPM ke Good Governance, Diakses 20 Juli 2010 Jam 10.55, < http://teguhkurniawan.multiply.com .

Laking, Rob, 2003, Agencies; Their Benefit and Risk, OECD Journal on Budgeting, Number 4, Volume 4.

Mardiasmo, 2006, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Marsono, 2009, Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik: Melalui Kebijakan Badan Layanan Umum, Diakses 21 Juli 2010 Jam 9.55, < http;//marsono64.blogspot.com.

Mahmudi, 2005, Manajemen Kinerja Sektor Publik, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Page 23: Analisis Lapkeu BLU

23

Mahmudi, 2003, New Public Management (NPM): Pendekatan Baru Manajemen Sektor Publik, Diakses 10 Februari 20110 Jam 09.00, http://journal.vii.ac.id/index.php/sinerji/artikel.

M.Nazir, 2003, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Maynihan, Donald dan Sanjay K Pandey, 2003, Testing a Model of Public Sector Performance : How Does Management Matter ?, Diakses 15 Agustus 2010 Jam 10.55, http://www.resources.bnet.com.

Muhammad, Fadel, Rayendra L, 2008, Reinventing Local Government : Pengalaman dari Daerah, Diakses 30 Juli 2010 Jam 10.55, < http://books.google.co.id.

Muluk, MR.Khairul, Budaya Organisasi Pelayanan Publik (Kasus pada Rumah Sakit X di Malang) Diakses 20 Januari 2011 Jam 10.55, < http://www.muluk.blogspot.com.

Nagi, Hessel S Tangkilisan, 2005, Manajemen Publik, Gramedia, Jakarta.

Neuman, 2003, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, Fifth Edition, Allyn and Bacon Peason Education, Inc. Boston, USA.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2005 tentang Standar Pelayan Minimal.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66.PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengajuan, Penetapan dan Perubahan RBA serta DPA BLU.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Badan Layanan Umum.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.05/2009 tentang Rencana Bisnis Anggaran dan Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Page 24: Analisis Lapkeu BLU

24

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Sie Infokum-Ditama Binbangkum, 2009, Badan Layanan Umum, Diakses tanggal 25 Juli 2010 Jam 9.15, http//:www.jdih.bpk.go.id.

Sri Wahyuni, 2010, Tesis Manajemen Konflik dalam Merespon Perubahan Kebijakan (Studi Kasus Penerapan Pengelolaan Keuangan BLU Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Suharto, Edi, Penerapan Kebijakan Pelayanan Publik bagi Masyarakat dengan Kebutuhan Khusus Disampaikan pada Focused Group Discussion “ Kajian Penerapan Pelayanan Khusus pada Sektor Publik, Lembaga Administrasi Negara di Bogor tanggal 9-10 Oktober 2008, Diakses tanggal 5 Januari 2011jam 10.00, http//:www.edisuharto, multiply.com.

Supriatna, Dadan, 2007, Tesis Analisis Kesiapan RSUD Kota Bandung dalam Rangka Menuju BLUD, Universitas Padjajaran Bandung.

Supriyanto, Joko dan Suparjo, 2005, Badan Layanan Umum: Sebuah Pola Pemikiran Baru atas Unit Pelayanan Masyarakat, Diakses 10 Januari 2010 Jam 11.00, > http://www.perbendaharaan.go.id.

Sutedi, Adrian, 2010, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta.

Stout, Lary D, 2003, Performance Measurement, Asisstant Commission Federal Finance.

Wahyudiharto, 2009, Mengenal Teori Keagenan, Diakses 30 Januari 2010 Jam 11.55 > http://s2.wahyudiharto.com/2009/opini-teori-keagenan-agency-theory.

Wikipedia, Principle Agent Problem Diakses 22 Februari 2010 Jam 14.30 > http://wikipedia.org/wiki/principle/agent-problem

Page 25: Analisis Lapkeu BLU

25

Wiranto, Tommy, Permasalahan Badan Layanan Umum (BLU) di Indonesia, Diakses 30 Agustus 2010 Jam 10.55 > http://tommywiranto.blogspot.com.