analisis kinerja perbankan dengan menggunakan metode risk based bank rating
DESCRIPTION
analisis ini merupakan terbaruTRANSCRIPT
ANALISIS TINGKAT KESEHATAN PERBANKAN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE RGEC
(Studi kasus pada bank yang listed pada Bursa Efek Indonesia pada periode
tahun 2010 sampai 2012)
Atniel D Mek Cahyanto F0210038
Universitas Sebelas Maret
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Prodi Manajemen
2014
BAB I
1.1. PENDAHULUAN
Pangsa pasar akan kebutuhan dana masyarakat yang ada di Indonesia yang
besar cukup menarik bank untuk semakin berinvestasi di dunia perbankan. Tak
hanya bank dalam negeri yang tertarik berinvestasi namun bank asing juga mulai
melirik untuk berinvestasi di Indonesia. Ketertarikan tersebut membuat segala
langkah di lakukan untuk memasuki dunia perbankan mulai dari akusisi, merger
sampai mendirikan kantor cabang di negara ini. Ketertarikan banyak pihak ini
menunjukkan bahwa hal ini baik bagi roda perekonomian yang semakin bergairah
namun di sisi lain hal ini juga menimbulkan persaingan antar bank yang semakin
ketat. Diketahui bahwa industri perbankan di Indonesia bertujuan menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataaan,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan rakyat banyak
(Hasibuan, 2007: 4).
Menurut Bank Indonesia, pada tahun 2010 jumlah aset berdasarkan sektor
keuangan di Indonesia masih didominasi oleh industri perbankan. Data bahwa
bank umum komersial masih tetap unggul dengan pangsa sekitar 79,5% dari total
aset sektor keuangan. Sementara, pangsa industri keuangan lainnya seperti Bank
Perkreditan Rakyat (1,1%), perusahaan asuransi (8,8%), dana pensiun (3,1%),
perusahaan pembiayaan (4,4%) perusahaan sekuritas (2,7%) dan pegadaian
(0,4%) relatif rendah.
Persaingan antar bank yang semakin terbuka di dukung oleh pemerintah
hal itu nampak pada Deregulasi 1 Juni 1983 yang dapat dikatakan sebagai awal
dari liberalisasi di bidang keuangan dan perbankan yang kemudian disusul dengan
Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (Pakto 27, 1988) dan Paket Kebijaksanaan
20 Desember 1988 (Pakdes 20, 1988) serta kebijaksanaan-kebijaksanaan
lanjutannya merubah total pola dan strategi pengelolaan lembaga-lembaga
keuangan di Indonesia (Abdul Malik dkk, 2004:6-7).
Kesehatan Bank yang merupakan cerminan kondisi dan kinerja Bank
merupakan sarana bagi otoritas pengawas dalam menetapkan strategi dan fokus
pengawasan terhadap Bank. Kinerja merupakan hasil nyata yang dicapai, kadang-
kadang dipergunakannya untuk menunjukkan dicapainya hasil yang positif.
Kinerja sebuah bank bisa di lihat dalam laporan keuangannya karena dalam
rangka mencapai tujuan laporan keuangan, laporan keuangan menyajikan
informasi mengenai entitas yang meliputi: asset, liabilitas, ekuitas, pendapatan
dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi
kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik dan arus kas menurut (PSAK
No.1 Paragraf ke 7 Revisi 2009).
Selain itu, kesehatan bank juga menjadi kepentingan semua pihak terkait
seperti investor, manajemen, pemerintah dan masyarakat pengguna jasa bank.
Hasil penilaian terhadap kinerja sangatlah penting bagi manajemen karena ini
terkait dengan unit bisnisnya, yaitu untuk memastikan keberhasilan para manajer
dan sebagai bahan evaluasi penyusunan perencanaan pada masa akan datang. Bagi
pemerintah hal ini berguna sebagai penentuan sikap dan keputusan terhadap bank
yang ada di Indonesia. Sedangkan bagi investor hal ini menambah jaminan
keamanan investasi atas dana yang di tanamkan, selain itu investor akan berusaha
untuk mencari return yang tinggi atas dana yang di investasikannya (Dedy,
2003:3). Untuk masyarakat sangat menginginkan agar badan usaha pada sektor
lembaga keuangan ini sehat dan maju sehingga dapat dicapai efisiensi dana,
berupa biaya yang murah dan efisien (Ardana, 2003:3-4).
Metode CAMEL yang berlaku mulai tahun 1991 berdasarkan Surat Edaran
Bank Indonesia No. 23/21/BPPP tanggal 28 Februari 1991. Pada Metode
CAMEL, sebagian besar proses penilaian kesehatan bank menggunakan rumus-
rumus matematika dan sistem scoring dari hasil penilaian untuk setiap parameter,
yaitu dengan skala 0 sampai 100. Dan nilai akhir dari kesehatan bank pun
akhirnya berupa angka yang selanjutnya menentukan klasifikasi kesehatan bank
yaitu “Sehat”, “Cukup Sehat”, “Kurang Sehat” dan “Tidak Sehat”. Indikator pada
Metode CAMEL tersebut juga sangat sederhana, yaitu: Capital, Asset,
Management, Earning, Liquidity.
Indikator penilaian variabel “Capital” hanya menggunakan satu ukuran
saja sebagai proxy pada metode pengukurannya yaitu CAR (Capital Adequacy
Ratio) yaitu “Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko”. Penilaian
yang kedua yaitu “Asset Quality” berdasarkan kualitas aktiva produktif bank
dengan menggunakan dua indikator yaitu “Rasio aktiva produktif yang
diklasifikasikan terhadap aktiva produktif” dan “Rasio penyisihan penghapusan
aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan” dengan proxy
rasio Return on Risked Assets (RORA).
Penilaian “Management” menggunakan 250 pertanyaan, yang mencakup
manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen umum, manajemen
rentabilitas, dan manajemen likuiditas.Kemudian penilaian “Earning”
menggunakan dua ukuran proxy yaitu ROA (rasio laba terhadap total aset) dan
BOPO (rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional); dan penilaian
yang terakhir yaitu “Liquidity” menggunakan LDR sebagai proxy atau sering di
sebut “rasio kredit terhadap dana yang diterima” dan “Rasio kewajiban call
money bersih terhadap aktiva lancar”.
Dalam penelitian Marlupi Nanda Permata Sari (2006), menganalisis
kinerja perbankan yang listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode tahun
2002- 2004 dengan menggunakan metode CAMEL, hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel-variabel yang terdiri dari CAR, RORA, Profit Margin, ROA,
BOPO, dan LDR merupakan variabel pembeda dalam membedakan status tingkat
kesehatan bank. Berdasarkan hasil pengujian diskriminan dengan metode stepwise
dapat diketahui bahwa variabel yang terbukti paling dominan dalam membedakan
status tingkat kesehatan bank adalah ROA, RORA dan CAR, sedangkan ketiga
variabel lain yaitu LDR, BOPO, Profit Margin tidak mampu membedakan status
tingkat kesehatan bank.
Metode penilaian yang kedua adalah Metode CAMELS yang dimana
struktur atau komponen penilaian bank yang tertuang dalam Peraturan Bank
Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 serta ketentuan
pelaksanaannya sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31
Mei 2004. Semua komponen pada CAMELS 2004 lebih mengarah pada ukuran-
ukuran kinerja perusahaan secara internal, mulai dari Asset Quality, Management,
Earning Power, dan Liquidity, serta Sensitivity to Market Risk. Sistem penilaian
dengan 5 faktor tersebut sering disebut dengan CAMELS Rating System.
Perbedaan Metode CAMEL dengan Metode CAMELS yang dikeluarkan
sesuai Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004
adalah penambahan satu indikator penilaian yaitu Sensitivity to Market Risk,
penilaian sensitivitas terhadap risiko pasar merupakan penilaian terhadap
kemampuan modal bank untuk mengantisipasi akibat-akibat yang ditimbulkan
oleh perubahan risiko pasar dan kecukupan manajemen risiko pasar.
Tingkat kesehatan bank berdasarkan metode CAMELS, selama ini telah
efektif dalam memberikan gambaran kesehatan perbankan di Indonesia namun
perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan bisnis bank yang semakin
lama kompleks dan memenuhi ekspektasi stakeholders maupun shareholders
yang semakin tinggi.
Keterkaitan antara faktor-faktor dalam metode CAMELS belum saling
terhubung sehingga belum memberikan gambaran yang utuh tentang bagaimana
bank dikelola. Masing-masing komponen dan faktor masih dianalisis secara
terpisah dan belum memperhatikan adanya keterkaitan antara satu parameter
dengan parameter lainnya dalam metode terebut. Selain itu Metode CAMELS
juga belum memperhitungkan kinerja masa depan serta perbandingan bank
dengan bank sejenis. Seperti dalam penilaian faktor Asset Quality, CAMELS
belum memperhitungkan potensi penurunan kualitas kredit atau potensi
peningkatan NPL.
Berdasarkan hasil penelitian diskriminan dengan metode stepwise
diketahui bahwa variabel ROA memiliki koefisien yang paling besar diantara
kedua variabel dominan yang lain (RORA dan CAR), yang berarti ROA
merupakan variabel yang paling dominan dalam membedakan status tingkat
kesehatan bank.
Kemudian seiringnya waktu dimana segala peraturan diperbaharui untuk
yang lebih baik maka Bank Sentral mengeluarkan Peratuan Bank Indonesia
Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank
wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan
pendekatan berdasarkan Risiko (Risk-based Bank Rating). Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank dilakukan terhadap Bank secara individual maupun konsolidasi
Tahap-tahap penilaian bank pada RGEC dapat disebut model penilaian
kesehatan bank yang sarat dengan manajemen resiko. Menurut BI dalam PBI
tersebut, Manajemen Bank perlu memperhatikan prinsip-prinsip umum berikut ini
sebagai landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank: Berorientasi Risiko,
Proporsionalitas, Materialitas dan Signifikansi, serta Komprehensif dan
Terstruktur.
Cara perhitungan pada RGEC dibandingkan metode CAMELS relatif
berbeda signifikan pada komponen Risk Profile. Salah satu perbedaan utama
metode RGEC dibanding Metode CAMELS adalah perhitungan profil risiko pada
metode RGEC menggunakan dua faktor penilaian, yaitu (1) Penilaian Risiko
Inheren dan (2) Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan menggunakan pendekatan (Risk-based Bank Rating). Pendekatan tersebut
menggunakan metode RGEC, yaitu singkatan dari Risk Profile, Good Corporate
Governance, Earning, dan Capital. Akhirnya, peneliti melakukan pengujian
terhadap kinerja perbankan sebagai usulan skripsi dengan judul : “ ANALISIS
TINGKAT KESEHATAN PERBANKAN DENGAN METODE RGEC
( Studi kasus pada Bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
periode tahun 2010 sampai 2012)”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tingkat kesehatan perbankan yang listed di Bursa Efek
Indonesia pada periode tahun 2010 sampai tahun 2012 dengan metode
RGEC ?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui tingkat kesehatan perbankan yang listed di Bursa Efek
Indonesia pada periode tahun 2010 sampai tahun 2012
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti : Hal ini akan menambah wawasan dan pengetahuan bagi
penulis tentang bagaimana tingkat kesehatan bank yang ada di Indonesia
dan ini menjadi hal baru karena baru sedikit akademisi yang melakukan
studi pada metode RGEC.
2. Bagi Bank : Menjadi bahan evaluasi bagi bank yang mendapat tingkat
kesehatan yang tidak sesuai ketetapan bank Indonesia sehingga
memperbaiki hal yang kurang baik tersebut dan bagi bank yang mendapat
tingkat kesehatan sesuai ketetapan Bank Indonesia mempertahankannya
bahkan bisa meningkatkan sampai predikat maksimal dan sesuai
ekspektasi.
3. Bagi Masyarakat : Mendapat referensi tentang tingkat kesehatan
perbankan yang ada di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Fungsi Bank
Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya hanya memberikan
pelayanan jasa kepada masyarakat (Hasibuan, 2007: 1).
Pengertian bank dapat pula ditinjau dari Pasal 1 Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan. Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Dendawijaya, 2009:5).
Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya
usaha perbankan selalu berkaitan dengan masalah bidang keuangan. Jadi usaha
perbankan meliputi tiga kegiatan utama, yaitu menghimpun dana, menyalurkan
dana, dan memberikan jasa lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana
merupakan kegiatan pokok perbankan, sedangkan kegiatan memberikan jasa-jasa
lain hanyalah merupakan pendukung dari kedua kegiatan pokok (Kasmir,
2007:12).
Secara lebih spesifik bank dapat berfungi sebagai agent of trust, agent of
development, dan agent of services (Triandaru dan Budisantoso, 2008: 9).
a. Agent of Trust
Dasar utama perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal
penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau
menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan.
Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank,
uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan pada
saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari
bank.
b. Agent of Development
Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat
diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan
bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi,
kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat
ketiga kegiatan tersebut tidak dapat terlepas dari uang.
c. Agent of Service
Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank
juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat.
Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang
berharga, pemberian jaminan bank dan penyelesaian tagihan.
2.2. Risk Profile
Metode RGEC, Risk profile menggunakan dua dimensi penilaian, yaitu
a. Penilaian Risiko Inheren dan
b. Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko.
a. Penilaian Risiko Inheren
Penilaian Risiko inheren merupakan penilaian atas Risiko yang
melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan
maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan Bank.
Karakteristik Risiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun
eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk
dan aktivitas Bank, industri dimana Bank melakukan kegiatan usaha, serta
kondisi makro ekonomi. Penilaian atas Risiko inheren dilakukan dengan
memperhatikan parameter/indikator yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif. Penetapan tingkat Risiko inheren atas masing-masing jenis Risiko
mengacu pada prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum. Dalam resiko inheren ini terdapat 8 resiko yang di perhitungkan :
1. Risiko Kredit
Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi
kewajiban kepada bank. Risiko kredit pada umumnya terdapat pada seluruh
aktivitas bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan
(counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja peminjam peminjam dana
(borrower).
Risiko Kredit juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan
dana pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan
usaha tertentu. Risiko ini lazim disebut Risiko Konsentrasi Kredit dan wajib
diperhitungkan pula dalam penilaian Risiko inheren.
2. Risiko Pasar
Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi
derivatif, akibat perubahan dari kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan harga
option. Risiko Pasar meliputi antara lain Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar,
Risiko ekuitas, dan Risiko komoditas. Risiko suku bunga dapat berasal baik dari
posisi trading book maupun posisi banking book.
Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko ekuitas dan komoditas wajib
diterapkan oleh Bank yang melakukan konsolidasi dengan Perusahaan Anak.
Cakupan posisi trading book dan banking book mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan
memperhitungkan Risiko Pasar.
3. Risiko Likuiditas
Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang
jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid berkualitas
tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan
Bank. Risiko ini disebut juga Risiko likuiditas pendanaan (funding liquidity risk).
Risiko Likuiditas juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan Bank
melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar
aktif atau adanya gangguan pasar (market disruption) yang parah. Risiko ini
disebut sebagai Risiko likuiditas pasar (market liquidity risk).
4. Risiko Operasional
Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal,
kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang
mempengaruhi operasional Bank. Sumber Risiko Operasional dapat disebabkan
antara lain oleh sumber daya manusia, proses, sistem, dan kejadian eksternal.
5. Risiko Hukum
Risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek
yuridis. Risiko ini juga dapat timbul antara lain karena ketiadaan peraturan
perundang-undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak
dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai.
6. Risiko Stratejik
Risiko akibat ketidaktepatan Bank dalam mengambil keputusan dan/atau
pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis. Sumber Risiko Stratejik antara lain ditimbulkan dari
kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam perumusan
strategi, ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
7. Risiko Kepatuhan
Risiko yang timbul akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
Sumber Risiko Kepatuhan antara lain timbul karena kurangnya pemahaman atau
kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum.
8. Risiko Reputasi
Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber
dari persepsi negatif terhadap Bank. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam
mengkategorikan sumber Risiko Reputasi bersifat tidak langsung (below the line)
dan bersifat langsung (above the line).
Tingkat kualitas penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing
Risiko dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yakni Peringkat 1 (strong),
Peringkat 2 (satisfactory), Peringkat 3 (fair), Peringkat 4 (marginal), dan
Peringkat 5 (unsatisfactory).
b. Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko
Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko mencerminkan penilaian
terhadap kecukupan sistem pengendalian Risiko yang mencakup seluruh pilar
penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Penilaian
kualitas penerapan Manajemen Risiko bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas
penerapan Manajemen Risiko Bank sesuai prinsip-prinsip yang diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum.
Penerapan Manajemen Risiko Bank sangat bervariasi menurut skala,
kompleksitas, dan tingkat Risiko yang dapat ditoleransi oleh Bank. Dengan
demikian, dalam menilai kualitas penerapan Manajemen Risiko perlu diperhatikan
karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian kualitas penerapan
Manajemen Risiko merupakan penilaian terhadap 4 (empat) aspek yang saling
terkait yaitu:
1. Tata Kelola Risiko
Tata kelola Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat
Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance); dan
(ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk
pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2. Kerangka Manajemen Risiko
Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi
Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan
toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung
terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan
tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3. Proses Manajemen Risiko,
Kecukupan Sumber Daya Manusia, dan Kecukupan Sistem Informasi
Manajemen. Proses Manajemen Risiko, kecukupan Sumber Daya Manusia, dan
kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i)
proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii)
kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan
kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses Manajemen
Risiko.
4. Kecukupan Sistem Pengendalian Risiko
Kecukupan sistem pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i)
kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak
independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen
Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). Kaji ulang oleh
SKMR antara lain mencakup metode, asumsi, dan variabel yang digunakan untuk
mengukur dan menetapkan limit Risiko, sedangkan kaji ulang oleh SKAI antara
lain mencakup keandalan kerangka Manajemen Risiko dan penerapan Manajemen
Risiko oleh unit bisnis dan/atau unit pendukung.
2.3. Good Corporate Governance
Suatu tata kelola Bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi, dan kewajaran ( PBI nomor
8/4/PBI/2006). Pokok-pokok pelaksanaan GCG diwujudkan dalam pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi; kelengkapan dan
pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi
pengendalian intern bank; penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan
auditor eksternal; penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian
intern; penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar; rencana
strategis bank; dan transparasi kondisi keuangan dan non keuangan. Kemudian
peringkat faktor Good Corporate Governance dikategorikan dalam 5 (lima)
peringkat dari angka 1 (satu) sampai 5 (lima). Urutan peringkat faktor Good
Corporate Governance yang lebih kecil mencerminkan penerapan yang lebih baik.
2.4. Earnings
Menurut Martono (2002:89) pada aspek rentabilitas ini yang dilihat adalah
kemampuan bank dalam meningkatkan laba dan efisiensi usaha yang dicapai.
Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus
meningkat. Metode penilitiannya sebagai berikut :
1. Perbandingan laba terhadap total asset (Return on Assets/ROA) Dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
ROA = Laba sebelum pajak
Total Aktivax 100%
Perhitungan angka kredit dilakukan sebagai berikut :
a. ROA sebesar 10% atau lebih, nilai kredit = 0
b. Setiap kenaikan 0,015%, angka kredit ditambah 1 dengan maksimum 100
2. Perbandingan biaya operasi dengan pendapatan operasi (BOPO) Besarnya
nilai BOPO dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
BOPO =Beban OperasionalTotal Pendapatan
x 100%
Angka kredit dapat dihitung sebagai berikut :
a. Rasio 100% atau lebih, nilai kredit = 0
b. Setiap penurunan sebesar 0,08%, angka kredit ditambahkan 1 dengan
maksimum 100
2.5. Capital
Berkaitan dengan penyediaan modal sendiri yang diperlukan untuk
menutup resiko yang mungkin timbul dari penanaman dana dalam aktiva-aktiva
produktif yang mengandung resiko serta untuk membiayai penanaman dalam
RISK PROFILE
CAPITAL
EARNINGS
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
TINGKAT KESEHATAN BANK INDONESIA
benda tetap dan inventaris Martono (2002: 88). Bank Indonesia menyatakan
bahwa batas minimum CAR (Capital Adeque Ratio) adalah 8%.
Capital Adequacy Ratio = Jumlah ModalJumlah ATMR
x 100%
2.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis, hasil penelitian terdahulu, dan rumusan
masalah maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1: Risk Profile sebagai faktor yag sangat paling berpengaruh dalam penilaian
tingkat kesehatan perbankan.
H2: Good Corporate Governance sebagai faktor yang paling kecil pengaruhnya
terhadap penilaian tingkat kesehatan perbankan.
2.7. Kerangka Pemikiran
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian dan Jenis Data
Peneliti melakukan penelitian yaitu pengukuran fenomena
sosial tertentu dalam hal ini tingkat kesehatan perbankan.
Peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi
tidak melakukan pengujian hipotesis atau sering disebut
penelitian deskriptif (descriptive research) Masri Singarimbun
(1995:4-5).
Menurut Imam Ghozali (2009: 12) ada tiga jenis data yang
di gunakan dalam analisis regresi yaitu data runtut waktu (time
series), data antar waktu ( crossectional) dan pooled data
(gabungan antara time series dan crossectional).
3.2. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan perbankan
yang beroperasi selama periode tahun 2012. Total seluruh bank yang menjadi
populasi dalam penelitian ini ada 36 bank yang listed di Bursa Efek Indonesia.
Peneliti tidak mengambil sampel karena semua data di pakai oleh peneliti.
3.3. Variabel yang Digunakan dalam Model
1. Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Variabel terikat terdiri Risk Profile dengan proxy , variable Good
Corporate Governance terdiri dari proxy ukuran dewan direksi, proporsi komisaris
independen, kebijakan hutang, ukuran perusahaan. Variabel Earings diukur
dengan proxy ROA dan BOPO kemudian variabel terakhir yaitu Capital di ukur
dengan proxy CAR.
2. Variabel Bebas (Independent Variabel )
Tingkat kesehatan perbankan menjadi variabel bebas yang di gunakan
dalam penelitian ini.
3.4. Uji Serempak (Uji F)
Uji f digunakan untuk menguji apakah variabel-variabel independen secara
bersama-sama signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen
(Sulaiman,2004:86). Langkah-langkah Uji f sebagai berikut :
a. Menentukan Hipotesis
Ho : β = 0, artinya variabel independen secara bersama-sama tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen
Ha : β ≠ 0, artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen
b. Menentukan Tingkat Signifikan
Tingkat signifikan pada penelitian ini adalah 5% artinya risiko kesalahan
mengambil keputusan 5%
c. Pengambilan Keputusan
1. Jika probabilitas (sig F) > α (0,05) maka Ho diterima, artinya tidak
ada pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap
variabel dependen.
2. Jika probabilitas (sig F) < α (0,05) maka Ho ditolak, artinya ada
pengaruh yang signifikan dari variabel independent terhadap variabel
dependen.
3.5. Uji Parsial (Uji T)
Uji t digunakan untuk menguji variabel-variabel independen secara individu
berpengaruh dominan dengan taraf signifikansi 5%. Langkah-langkah dalam
menguji t adalah sebagai berikut :
a. Merumuskan Hipotesis
Ho : β = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antar variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y). CAR, NPL, dan LDR secara
parsial tidak berpengaruh terhadap ROA
Ha : β ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y). CAR, NPL, dan LDR secara
parsial berpengaruh terhadap ROA.
b. Menentukan Tingkat Signifikan
Tingkat signifikan pada penelitian ini adalah 5%, artinya risiko kesalahan
mengambil keputusan adalah 5%.
c. Pengambilan Keputusan
1. Jika probabilitas (sig t) > α (0,05) maka Ho diterima, artinya tidak ada
pengaruh yang signifikan secara parsial dari variabel independen (X)
terhadap variabel dependen (Ys) .
2. Jika probabilitas (sig t) < α (0,05) maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh
yang signifikan secara parsial dari variabel independen (X).
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Malik dkk, 2004, Sistem dan Manajemen Bank Umum, Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Malang.
Agung Ardana, 2003, Analisis Perbedaan Kinerja Lembaga Keuangan Bank dan Asuransi (Studi Empiris di BEJ), Skripsi, Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, Malang.
Dedy Handoko, 2003, Metode CAMEL Untuk Mengevaluasi Kinerja bank Hasil Merger (Studi kasus pada Bank Mandiri dan Bank Central Asia), Jurnal Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Hal 1-19, Malang.
Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Ghozali, Imam. 2006. Ekonometrika : Teori,Konsep dan aplikasi dengan SPSS 17. Universitas Diponegoro, Semarang.
Hasibuan, Malayu. 2007. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Kasmir. 2007. Manajemen Perbankan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Singarimbun, Masri & Soffian Efendi, 1996, Metode Penelitian Survei, Edisi Revisi, LP3ES, Jakarta.
Nanda Marlupi, 2006,Analisis Kinerja Perbankan dengan Menggunakan metode CAMEL (Studi Pada Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2004, Skripsi, Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, Malang.
Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.