analisis kinerja direktorat jenderal pajak dalam upaya menaikkan jumlah penerimaan pajak tahun 2015

46
ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015 Oleh AGUSTIN LIELA MANU KELAS D 161502040

Upload: oshinmanu

Post on 31-Jan-2016

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Oleh

AGUSTIN LIELA MANU

KELAS D

161502040

UNIVERSITAS WIDYATAMA BANDUNG

MAGISTER AKUNTANSI

Page 2: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pemerintah negara Indonesia dari tahun ke tahun selalu melakukan kegiatan-kegiatan

dalam upaya mensejahterakan rakyatnya yaitu antara lain pengadaan fasilitas umum, pendidikan,

kesehatan, lapangan pekerjaan, dan lain-lain. Namun, masih banyak daerah-daerah terpencil

yang belum dapat dijangkau oleh pemerintah dalam hal penerapan fasilitas-fasilitas tersebut.

Masih banyak daerah yang kekurangan air, pendidikan, jalan umum, transportasi, tempat tinggal,

lapangan pekerjaan dan sebagainya. Dana adalah salah satu alasan keterbatasan tersebut dan

yang diharapkan pemerintah untuk dapat mewujudkan hal itu.

Pendapatan negara Indonesia berasal dari perpajakan, sumber daya alam, laba BUMN,

PNBP lainnya dan pendapatan BLU. Berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) tahun 2014, pendapatan negara terbesar diperoleh dari perpajakan. Dapat dilihat pada

gambar diagram lingkaran berikut ini :

Gambar I.1 Pendapatan Negara

Sumber : www.fiskal.kemenkeu.go.id

76%

15%

2%5%

1%

Pendapatan Negara tahun 2014

Penerimaan Pajak Penerimaan SDA Pendapatan Bagian Laba BUMNPNBP Lainnya Pendapatan BLU

Page 3: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Berdasarkan tabel diatas, penerimaan pajak tahun 2014 mendapat porsi yang paling besar

diantara penerimaan negara lainnya yaitu sebesar 76%. Meskipun penerimaan pajak merupakan

penerimaan terbesar yang diperoleh negara Indonesia, namun pencapaian tiap tahunnya

terkadang tidak sesuai dengan yang ditargetkan oleh pemerintah sendiri atau dengan kata lain

kenaikan penerimaan pajak masih jauh dari yang diharapkan pemerintah. Dapat dilihat pada

gambar diagram dibawah ini

Gambar I.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak tahun 2010-2014

2010 2011 2012 2013 20140

200

400

600

800

1000

1200

1400

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak tahun 2010-2014(Rp Triliun)

Target Realisasi

Sumber : koran tempo (2015)

Berdasarkan diagram diatas, terlihat bahwa pada tahun 2010, 2011, 2012 dan 2014,

penerimaan pajak yang telah ditargetkan oleh pemerintah tidak dapat dipenuhi oleh Direktorat

Jenderal Pajak (DJP) dilihat dari nilai realisasi yang tercapai tidak sebesar target yang ditetapkan.

Oleh karena itu pada tahun 2015 pemerintah bermaksud untuk menaikkan penerimaan pajak

dengan berbagai upaya dan kebijakan-kebijakan baru yang akan diterapkan diawali dengan

pemilihan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak baru dan tentunya dengan strategi-strategi yang

berbeda dengan sebelumnya. Upaya-upaya tersebut antara lain menjangkau para penunggak

pajak yang bertahun-tahun enggan membayar pajak karena diperkirakan terdapat Rp. 77 Triliun

penerimaan pajak yang berasal dari para penunggak pajak tersebut. Adapula upaya dalam

Page 4: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

menambahkan objek pajak dalam Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), dan kebijakan-

kebijakan lainnya yang akan diterapkan dengan tujuan menaikkan penerimaan pajak tahun 2015

hingga mencapai ataupun melebihi target yang telah ditetapkan dalam Rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Hal ini menjadi alasan dalam meng- “Analisis

Kinerja Direktorat Jenderal Pajak dalam Upaya Menaikkan Penerimaan Pajak Tahun 2015”.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hal diatas, yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam Menaikkan Penerimaan Pajak di

tahun 2015?

2. Bagaimana Kendala yang Dihadapi Direktorat Jenderal Pajak dalam Melakukan

Kebijakan-Kebijakan Baru?

3. Bagaimana Perbandingan Target Penerimaan Pajak di Tahun 2014 dan Tahun 2015?

4. Bagaimana Hasil dari Penerimaan Pajak Triwulan I Tahun 2015?

I.3 Pembatasan Masalah

Batasan masalah dalam penulisan makalah ini adalah penerimaan pajak yang dianalisa diambil

dari triwulan I tahun 2015.

I.4 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari diadakan penulisan makalah ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam Menaikkan

Penerimaan Pajak di tahun 2015.

2. Untuk Mengetahui Bagaimana Kendala yang Dihadapi Direktorat Jenderal Pajak dalam

Melakukan Kebijakan-Kebijakan Baru

3. Untuk Mengetahui Bagaimana Perbandingan Target Penerimaan Pajak di Tahun 2014

dan Tahun 2015.

4. Untuk Mengetahui Bagaimana Hasil dari Penerimaan Pajak Triwulan I Tahun 2015.

Page 5: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

BAB IITINJAUAN TEORI

II.1 Pajak

Berdasarkan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Undang-Undang (UU)

No. 16 pasal 1 tahun 2009, “pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”.

Menurut (Waluyo 2013), ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai

berikut:

1. Pajak dipungut berdasarkan UU serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat

dipaksakan.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi indivudual

oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari

pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public

investment.

5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.

II.2 Penerimaan Pajak

Berdasarkan UU Republik Indonesia (RI) No. 19 Tahun 2012 Tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013, “penerimaan perpajakan adalah semua

penerimaan negara yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak

Perdagangan Internasional. Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara

yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pertambahan nilai barang dan jasa

dan pendapatan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan,

pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya sedangkan Pendapatan Pajak Perdagangan

Page 6: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan

pendapatan bea keluar.

II.3 Fungsi Pajak

Menurut (Waluyo 2013), terdapat 2 fungsi pajak yaitu sebagai berikut:

1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-

pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai penerimaan dalam negeri.

2. Fungsi Mengatur (Reguler)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang

sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap

minuman keras dan barang mewah.

II.4 Asas Pemungutan Pajak

Menurut (Marsyahrul 2012), terdapat 3 asas pemungutan pajak yaitu sebagai berikut:

1. Asas Sumber

Asas sumber adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang tergantung

pada adanya sumber penghasilan di suatu negara. Jika di suatu negara terdapat suatu

sumber penghasilan, negara tersebut berhak memungut pajak tanpa melihat Wajib

Pajak itu bertempat tinggal.

2. Asas Domisili

Asas domisili adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang tergantung

pada tempat tinggal (domisili) Wajib Pajak di suatu negara. Negara di tempat Wajib

Pajak itu bertempat tinggal, negara itulah yang berhak mengenakan pajak atas segala

penghasilan yang diperoleh dari mana pun.

3. Asas Nasional

Asas nasional adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang berhubungan

dengan kebangsaan dari suatu negara. Untuk menghindari seorang Wajib Pajak (WP)

dikenakan pajak dari berbagai negara yang menganut salah satu dari ketiga asas

tersebut, maka diadakan suatu perjanjian perpajakan (tax treaty).

Page 7: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

II.5 Pajak Penghasilan Migas dan Non Migas

Pajak Penghasilan Migas adalah Pajak Penghasilan yang diperoleh DJP dari perusahaan

hulu migas (atau lebih dikenal dengan kontraktor migas) atas perolehan penghasilan bagian

migas yang diperoleh seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara.

Pajak Penghasilan Non Migas adalah Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23,

Pasal 25/29, dan PPh Final.

II.6 Pajak Penghasilan (PPh) Umum

Menurut (Resmi 2012), “PPh adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak”. Dasar hukum yang

mengatur PPh adalah UU No. 7 Tahun 1983, UU No 7 Tahun 1991, UU No. 10 Tahun 1994, UU

No.17 Tahun 2000, UU No. 36 Tahun 2008.

Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008, ada beberapa Pajak Penghasilan yaitu sebagai

berikut:

1. PPh Pasal 21

PPh sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh WP OP

Subyek Pajak Dalam Negeri, yang disebutkan dalam PPh Pasal 21, merupakan pajak atas

penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama

dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan

yang dilakukan oleh WP OP Dalam Negeri.

2. PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan

lembaga-lembaga lain, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan

badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan

dibidang impot atau kegiatan usaha bidang lain.

3. PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau

diperoleh WP dalam negeri (OP maupun badan), dan dalam Bentuk Usaha Tetap (BUT)

yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang

telah dipotong PPh Pasal 21.

Page 8: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

4. PPh Pasal 24

PPh Pasal 24 merupakan pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri atas penghasilan

dari luar negeri yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri.

5. PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap

bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU No.7 Tahun

1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang PPh,

Pembayaran angsuran setiap bulan itu sendiri dimaksudkan untuk meringankan beban

WP dalam membayar pajak terutang.

6. PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber dari

Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri selain untuk BUT.

7. PPh Final

PPh Final merupakan PPh yang pengenaannya sudah final (berakhir) sehingga tidak

dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total PPh terutang pada akhir tahun pajak.

II.6.1 Subjek Pajak Penghasilan

Menurut (Resmi 2012), “Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang

mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak

Penghasilan”. Subjek Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan jika menerima atau memperoleh

penghasilan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 pasal 2, yang menjadi subjek pajak yaitu sebagai

berikut:

1. Orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak,

2. Badan, dan

3. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Page 9: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Subjek Pajak Penghasilan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu antara lain sebagai

berikut:

1. Subjek Pajak Dalam Negeri.

a. Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat

tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari

dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak

berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

b. Subjek Pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat

kedudukan di Indonesia kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang

memenuhi kriteria:

Pembentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undanga,

Pembiayaan bersumber dari Anggaram Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),

Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau

Pemerintah Daerah, dan

Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

c. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan

yang berhak.

2. Subjek Pajak Luar Negeri.

a. Subjek Pajak orang pribadi luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat

tinggal di Indonesia, atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam

jangka waktu 12 bulan , dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat

kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan

melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

b. Subjek Pajak badan luar negeri adalah badan yang tidak didirikan atau bertempat

kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan

melalui BUT di Indonesia atau menerima dan memperoleh penghasilan dari

Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di

Indonesia.

Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang

tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183

Page 10: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

hari dalam jangka 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

II.6.2 Objek Pajak Penghasilan

Menurut (Resmi 2012), “Objek Pajak Penghasilan merupakan segala sesuatu (barang,

jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak. Objek pajak penghasilan adalah penghasilan,

yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik

yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau

untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk

apapun.

Penghasilan yang menjadi Objek Pajak dapat dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu

sebagai berikut:

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas,

2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan,

3. Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun tak gerak, dan

4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

II.7 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut:

1. Pajak Objektif

Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak

ditentukan oleh faktor kondisi objektifnya, yaitu keadaan, peristiwa atau

perbuatan hokum yang dikenakan pajak juga disebut dengan nama objek pajak.

2. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung

Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban

pajak (destinataris pajak) dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke

Kas Negara berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak ini secara

nyata berkedudukan sebagai Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa

Kena Pajak. Sementara itu, penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Kas

Negara adalah Pengusaha Kena Pajak yang bertindak selaku Penjual Barang Kena

Pajak atau Pengusaha Jasa Kena Pajak.

Page 11: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Sebagai Pajak Tidak Langsung, PPN memiliki ciri sebagai berikut:

a. Secara ekonomis, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak

yang akan mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak.

b. Secara juridis, tanggung jawab pembayaran kepada Kas Negara tidak

berada ditangan pihak yang memikul beban pajak.

3. Multi Stage Tax

Multi Stage Tax adalah karakteristik PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai

jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan barang menjadi objek

PPN mulai dari tingkat Pabrikan (Manufacturer) kemudian ditingkat Pedagang

Besar dalam berbagai bentuk atau nama (Wholesaler) sampai dengan tingkat

Pedagang Pengecer (Retailer) dikenakan PPN.

4. Mekanisme Pemungutan PPN menggunakan Faktur Pajak

Dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebagai

konsekuensi penggunaan credit method untuk menghitung PPN yang terutang

maka Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak wajib memungut PPn yang terutang dan memberikan Faktur Pajak

sebagai bukti pungutan pajak. Dalam ketentuan yang baru, Faktur Pajak tidak

perlu dibuat secara khusus atau berbeda denga faktur penjualan. Faktur Pajak

dapat berupa faktur penjualan atau dokujmen tertentu yang ditetapkan sebagai

Faktur Pajak oleh DJP. Atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva

yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, wajib diterbitkan

Faktur Pajak sepanjang Barang Kena Pajak berupa aktiva yang diserahkan

tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak.

5. PPN adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri

Sebagai Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri, PPN hanya dikenakan atas

konsumsi Barang Kena Pajak ata Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam negeri.

Oleh karena itu, komoditi impor dikenakan PPN dengan prosentase yang sama

dengan produk domestik.

Page 12: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

II.8 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak kebendaan atas bumi/bangunan yang dikenakan

terhadap orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak dan memperoleh manfaat

atas bumi dan memiliki, menguasai, dan memperoleh manfaat atas bangunan. PBB merupakan

pajak kebendaan, dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu

bumi/tanah/bangunan, sedangkan keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan

besarnya pajak.

II.9 Wajib Pajak (WP)

Berdasarkan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan UU No. 16 Pasal 1 tahun 2009,

“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemeungutan

pajak atau pemotongan pajak tertentu”.

II.10 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Menurut Resmi (2012), “NPWP adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang

dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP”. Setiap WP hanya diberikan satu

NPWP. NPWP juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam

pengawasan administrasi perpajakan. Dengan memiliki NPWP, WP memperoleh beberapa

manfaat langsung lainnya, seperti sebagai pembayaran dimuka (angsuran/kredit pajak) atas

Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu WP bertolak ke Luar Negeri, sebagai persyaratan

ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan sebagai salah satu

syarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank. Terhadap WP yang tidak mmendaftarkan diri

untuk mendapatkan NPWP dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

II.11 Surat Pemberitahuan (SPT)

Menurut Resmi (2012), “SPT adalah Surat Pemberitahuan unutk suatu Masa Pajak atau

Bagian Tahun Pajak”.

Page 13: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Fungsi SPT adalah sebagai berikut:

1. Bagi WP PPh, fungsi SPT sebagai sarana untuk melaporkan dan

mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.

2. Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk

melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPnBM

yang sebenarnya terutang.

3. Bagi Pemotong/Pemungut Pajak, fungsi SPT adalah sebagai saran untuk

melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut

dan disetorkannya.

Jenis-jenis SPT ada dua yaitu sebagai berikut:

1. SPT Tahunan, yaitu SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

2. SPT Masa, yaitu SPT untuk suatu Masa Pajak.

II.12 Pembukuan dan Pencatatan Bagi WP

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk

mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan

dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan

menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak

berakhir.

Pencatatan yaitu pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan atau

penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk

penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak bersifat final.

II.13 Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,

keterangan, dan bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu

standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk

tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tujuan

dilakukannya pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan

dan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 14: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

II.14 Penyegelan

Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas segel dalam rangka Pemeriksaan pada

tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak atau tidak bergerak yang digunakan atau patut

diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen,

termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain, yang dapat memberi

petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas WP yang diperiksa.

II.15 Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Sita dan Sandera

Berikut ini adalah tindakan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak jika WP terlambat

membayar pajak terutangnya, yaitu:

1. Surat Teguran

Surat teguran berupa surat pemberitahuan bahwa WP harus melakukan pembayaran pajak

terutang secepatnya. Surat ini diterbitkan jika dalam 7 hari dari jatuh tempo pembayaran

WP tidak membayar hutang pajaknya.

2. Surat Paksa

Surat paksa berupa surat pemaksaan dalam membayar pajak terutang setelah surat

teguran diabaikan oleh wajib pajak. Surat ini diterbitkan dalam jangka 21 hari setelah

Surat Teguran apabila WP tetap tidak melunasi hutang pajaknya.

3. Surat Sita

Surat sita berupa surat tanda penyitaan harta benda wajib pajak yang bersangkutan

seharga pajak yang terutang setelah surat teguran dan surat paksa diabaikan oleh wajib

pajak. Surat ini diterbitkan 2x24 jam sejak Surat Paksa disampaikan.

4. Sandera

Cara ini merupakan cara terakhir dalam penagihan pajak terutang yang dilakukan setelah

surat teguran, surat paksa, dan surat sita pun ditolak dan wajib pajak diketahui telah kabur

maka cara terakhir yang dilakukan adalah sandera sampai pada wajib pajak tersebut

berhasil membayar pajak terutang beserta dendanya.

Page 15: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

BAB IIIPEMBAHASAN

III.1 Upaya Pemerintah dalam Menaikkan Penerimaan Pajak tahun 2015

Penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2015 diperkirakan mencapai Rp. 1,370 Triliun

atau meningkat 10% jika dibandingkan dengan target dalam APBN 2014. Peningkatan tersebut

disebabkan oleh membaiknya kondisi perekonomian dosmestik yang didukung oleh perbaikan

stabilitas dan fundamental ekonomi, serta membaiknya perekonomian global yang diharapkan

dapat meningkatkan kinerja ekspor. Untuk mencapai target yang telah ditetapkan oleh

pemerintah dalam RAPBN 2015, upaya pemerintah dalam beberapa kebijakan-kebijakan

perpajakan yang diterapkan pada tahun 2015 ini adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan perpajakan dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan melalui

penyempurnaan peraturan perundang-undangan perpajakan, ekstensifikasi dan

intensifikasi perpajakan, serta penggalian potensi penerimaan perpajakan secara sektoral.

2. Kebijakan perpajakan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi nasional melalui

penyesuaian kebijakan dibidang bea masuk, bea keluar, dan PPh Non Migas.

3. Kebijakan perpajakan dalam rangka peningkatan daya saing dan nilai tambah dalam

bentuk pemberian intensif fiskal serta penerapan kebijakan hilirisasi pada sektor atau

komoditas tertentu.

4. Kebijakan perpajakan dalam rangka pengendalian konsumsi barang kena cukai antara

lain dalam bentuk penyesuaian tarif cukai hasil tembakau.

Pemerintah juga akan mengambil beberapa langkah kebijakan yang bersifat teknis terkait

dengan upaya optimalisasi penerimaan, baik dari sisi penerimaan pajak maupun penerimaan

kepabeanan dan cukai.

Kebijakan yang bersifat teknis dibidang penerimaan pajak antara lain :

1. Meningkatkan penggalian potensi WP OP dengan sasaran orang pribadi golongan

pendapatan tinggi dan menengah atas.

Page 16: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

2. Mengintensifikasikan penggalian sektor ekonomi non-tradable (misalnya

properti, jasa keuangan, dan perdagangan) serta kegiatan ekonomi di bidang

sumber daya alam dan perkebunan.

3. Menyempurnakan sistem administrasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan

WP dengan mengembangkan sistem administrasi berbasis IT seperti e-filing untuk

SPT PPh dan e-invoice untuk PPN.

4. Menggali potensi pajak secara langsung dari beberapa transaksi ekonomi stategis

melalui pengembangan sistem online dengan institusi yang mengadministrasikan

transaksi ekonomi strategis tersebut.

5. Meningkatkan efektivitas pemeriksaan dan penagihan melalui pemeriksaan yang

berorientasi pada pemeriksaan khusus bagi WP strategis dan implementasi model

compliance risk management (CRM).

6. Meningkatkan sinergi dengan kepolisian dan kejaksaan dalam pelaksanaan law

enforcement dibidang perpajakan.

7. Memperbaiki regulasi yang memperluasbasis pajak untuk meningkatkan

penerimaan pajak.

8. Meningkatkan infrastruktur administrasi perpajakan dan kualitas serta kuantitas

SDM.

Dibidang kepabeanan, pemerintah akan melanjutkan dan menyempurnakan kebijakan

teknis yaitu :

1. Menggalkkan pemberitahuan dini lewat skema pra-notifikasi.

2. Mendorong peralihan pengiriman Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan

dokumen pelengkap pabean impor secara tunggal (single submission).

3. Mengembangkan sistem layanan dan pengawasan yang berjenjang dan terotomasi

berdasarkan manajemen risiko terpusat di kawasan berikat.

4. Implementasi penuh aplikasi perizinan tempat penimbunan berikat (TBP) online.

5. Meluncurkan intgrated monitoring room untuk pengawasan kawasan berikat di

dua belas kantor pelayanan.

6. Meningkatkan ketersediaan informasi untuk pengiriman dan penerimaan barang

kiriman dengan melibatkan penyelenggaraan pos, dengan cara menyediakan

Page 17: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

informasi mengenai prosedur, larangan dan pembatasan, klarifikasi barang, dan

ketentuan nilai pabean, serta menyediakan informasi untuk tracking pengiriman

barang kiriman pada saat proses custom clearance.

7. Meningkatkan akurasi penetapan nilai pabean, klasifikasi barang, dan

pemeriksaan fisik.

8. Meningkatkan konfirmasi surat keterangan asal dalam rangka skema free trade

area.

9. Meningkatkan akurassi penelitian jumlah dan jenis barang ekspor.

10. Meningkatkan pengawasan modus antar pulau dan modus switching jenis barang

ekspor.

11. Optimalisasi operasi pengawasan terpadu, patroli laut, dan patroli darat.

12. Melakukan joint audit dengan Direktorat Jenderal Pajak.

Sementara itu, kebijakan teknis di bidang cukai pada tahun 2015 lebih diarahkan kepada

manajemen risiko dan perbaikan sistem, antara lain :

1. Mendesain risk engine cukai terintegrasi yang handal, meliputi penentuan fokus

strategis dan area risiko, identifikasi risiko pada tiap area risiko, menganalisis dan

memprediksi risiko, dan formulasi risk engine.

2. Mendesain database cukai terpusat, melalui identifikasi data untuk manajemen

risiko, memilih data untuk disimpan di database, mengembangkan pemetaan data,

formulasi mekanisme update, dan otomasi database.

3. Peluncuran sistem otomasi cukai melalui deklarasi secara elektronik untuk

permohonan penyediaan pita cukai (P3C), permohonan pemesanan pita cukai

hasil tembakau (CK-1), pemberitahuan barang kena cukai yang selesai dibuat

(CK-4), pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5) dan pemberitahuan

pelindung pengangkutan etil alkohol (EA)/minuman mengandung etil alkohol

(MMEA) yang sudah dilunasi cukainya di peredaran bebas (CK-6).

4. Meluncurkan sistem laporan aplikasi cukai (LACK).

5. Melakukan penyesuaian besaran tarif cukai.

Page 18: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Selain itu, kebijakan lain yang daoat mendukung pengamanan pendapatan kepabeanan

dan cukai antara lain :

1. Persiapan ASEAN Economic Community (AEC) 2015 melalui integrasi ASEAN

Single Window (ASW).

2. Evaluasi sistem aplikasi piutang dan pengembalian (SAPP).

3. Integrasi sistem kepabeanan dan cukai dengan government agencies dan entitas

pelabuhan atau bandara.

4. Pengembangan portal pertukaran data dengan instansi terkait lainnya.

5. Perbaikan layanan informasi dan optimalisasi publikasi media.

6. Penyelarasan organisasi, sumber daya manusia, dan infrastruktur.

Selain dari kebijakan-kebijakan yang tertera pada RAPBN 2015 tentang penerimaan

pajak, beberapa artikel juga memuat tentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang baru dalam

menaikkan penerimaan pajak tahun 2015 antara lain sebagai berikut :

1. Pemilihan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak baru yang memiliki nilai tambah

dalam menaikkan penerimaan pajak tahun 2015 antara lain Dirjen Pajak baru

merupakan mantan Kepala Kantor Wilayah Pajak Besar, hal ini tentunya

merupakan modal penting disebabkan Dirjen Pajak baru sering mengurusi WP

kelas kakap (sekitar 400 WP perusahaan besar) sehingga dengan pengalaman

tersebut ketika menjabat menjadi Dirjen Pajak, tugas-tugas yang berat dengan WP

yang berat pun tidak ada kesulitan.

2. Pemilihan 3 deputi sebagai Pembantu Dirjen Pajak. Tugas-tugas yang harus

ditanggung Dirjen Pajak baru tidak dapat di kelola sendiri. Oleh karena itu 3

deputi ini bertugas membawahkan beberapa Kantor Wilayah (Kanwil) untuk

dilaporkan ke Dirjen Pajak.

3. Mengejar para penunggak pajak yang menunggak pajak selama 5-15 tahun.

Diperkirakan sebanyak Rp. 77 Triliun penerimaan pajak yang berasal dari para

penunggak pajak tersebut. Persentasenya 99% dari WP badan usaha dan sisanya

dari WP OP non karyawan. Sekitar Rp. 15 Triliun yang sudah dicicil oleh

penunggak pajak, sekitar Rp. 15 Triliun lain dikategorikan kadaluwarsa,

sedangkan sekitar Rp. 40 Triliun masuk kategori macet atau sulit ditagih karena

penanggung pajak sudah tidak memiliki aset, atau WP tidak beroperasi lagi,

Page 19: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

sedangkan sekitar Rp. 7 Triliun lainnya masuk kategori diragukan karena

sebagian besar perusahaan tersebut sudah tidak lancar tetapi belum macet. Para

penunggak pajak tersebut kebanyakan berasal dari pegawai swasta, agen asuransi,

pedagang, manajer financial, dokter, sektor industri pengolahan, pertambangan,

kehutanan, transportasi, pergudangan, dan lain-lain.

4. Memverifikasikan dengan teliti laporan penghasilan yang disampaikan WP badan,

pengecekan rekening bank, pembelian rumah, kendaraan, total aset, dan upaya-

upaya lainnya yang berhubungan dengan laporan keuangan WP sehingga dapat

mengetahui total tunggakan atau total pajak terutang yang seharusnya dibayar.

5. Upaya yang dilakukan pada penunggak pajak adalah yang pertama mengirim

surat paksa untuk melunasi pajak, kemudian jika WP yang bersangkutan belum

melunasi pajaknya, maka langkah selanjutnya adalah penyitaan aset, jika WP

tersebut beum juga melunasi pajaknya maka dilakukan pemblokiran rekening dan

pencekalan. Jika sampai dua kali pencekalan tidak ada pelunasan pun, langkah

terakhir adalah melakukan penyanderaan (gijzeling). Penyanderaan dilakukan

selama 6 bulan. Tetapi setelah 6 bulan tidak melunasi maka akan diperpanjang 6

bulan lagi. Penyanderaan hanya dapat dilakukan selama 1 tahun.

6. Perluasan objek pajak PPnBM. Produk-produk yang dikenai berupa tas,

perhiasan, apartemen Rp. 2 Miliar, pesawat udara pribadi, kapal pesiar, rumah

mewah, kendaraan mewah, kendaraan roda dua, jam tangan, sepatu. Dapat dilihat

dengan jelas pada tabel dibawah ini :

Tabel I.1 Daftar Barang Mewah yang Terkena Pajak Tambahan

JENIS BARANG SEMULA DIUBAH

Pesawat Udara Pribadi PPnBM dikenakan bila

harga jual lebih dari Rp.

20 Miliar.

Tanpa batasan harga

jual

Kapal Pesiar dan

sejenisnya

PPnBM dikenakan bila

harga jual lebih dari Rp.

10 Miliar

Tanpa batasan harga

jual

Rumah Beserta Tanah PPh bila harga jual atau

pengalihan lebih dari

Lebih dari Rp. 2 Miliar

dengan luas bangunan

Page 20: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Rp. 10 Miliar dan luas

bangunan lebih dari 500

meter persegi.

lebih dari 400 meter

persegi.

Apartemen,

Kondominium

PPnBM dikenakan bila

harga jual Rp. 10 Miliar

atau luas bangunan 400

meter persegi.

Harga jual Rp. 2 Miliar

atau luas bangunan

lebih dari 350 meter

persegi.

Kendaraan bermotor roda

4

PPnBM dipungut bila

harga jual lebih dari Rp.

5 M, kapasitas kurang

dari 10 orang, kapasitas

silinder lebih dari 3.000

cc

Harga jual lebih dari

Rp. 1 Miliar atau

kapasitas silinder lebih

dari 3.000 cc.

Kendaraan bermotor roda

2 atau 3

Tidak dikenai PPnBM PPnBM dikenakan bila

harga jual Rp. 75 juta

atau kapasitas silinder

lebih dari 250 cc.

Perhiasan (berlian, emas,

intan, dan batu permata)

Tidak dikenai PPnBM PPh dikenakan bila

harga jual lebih dari Rp.

100 juta.

Jam tangan, tas, dan

sepatu

Tidak dikenai PPnBM PPh dikenakan bila

harga jual jam tangan

lebih dari Rp. 50 juta,

tas lebih dari Rp. 15 juta

dan harga jual sepatu

lebih dari Rp. 5 juta.

Sumber : Koran Tempo (2015)

Page 21: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Hal-hal lain yang diharapkan oleh pemerintah dalam menaikkan penerimaan pajak

adalah perbaikan dari DJP itu sendiri yatu sebagai berikut :

1. Mempermudah proses administrasi pada pemodal asing, khususnya untuk

mendapatkan NPWP. Begitu juga dengan Nomor Induk Kepabeanan dan

palayanan tax allowances.

2. Mempermudah pengaksesan data, dukungan kekuatan hukum agar bisa tegas

terhadap pengemplang pajak dan dukungan internal seperti penguatan SDM,

pendanaan, fasilitas, dan kapasitas petugas pajaknya.

3. Investasi dibidang TI untuk menguatkan sistem integritas data pajak agar data

perpajakan lebih lengkap, detail, dan akurat.

III.2 Kendala Pemerintah dalam Menaikkan Penerimaan Pajak tahun 2015

Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam menaikkan penerimaan pajak 2015

tentunya diimbangi dengan kendala-kendala yang dihadapi antara lain sebagai berikut :

1. Dengan diterapkannya penambahan terhadap objek pajak PPnBM, maka akan menambah

kegiatan penyelundupan barang mewah yang diimpor ke Indonesia. Hal ini membuat DJP

harus mempunyai tenaga dan pekerjaan yang lebih berat untuk mengatasi adanya

penyelundupan hal tersebut.

2. Kebanyakan WP perusahaan besar memanipulasi laporan keuangan sehingga

mengecilkan pajaknya. Bahkan ada perusahaan yang mengatakan rugi. Pemodal Asing

(Luar Negeri) seharusnya menyetor modal kepada perusahaannya di Indonesia. Tetapi

prakteknya pemilik perusahaan tidak menyuntikkan modal, melainkan memberikan

pinjaman yang sebenarnya merupakan dividen. Pinjaman ini dihitung sebagai hutang dan

dikenaik bunga sehingga mengurangi laba. Hal ini membuat DJP harus meningkatkan

pekerjaannya dengan memeriksa secara detail kebenaran-kebenaran dari lapora keuangan

yang disampaikan WP yang bersangkutan. Sehingga dapat mengetahui pajak terutang

yang seharusnya dibayarkan.

III.3 Hasil Penerimaan Pajak Triwulan I tahun 2015

Berdasarkan upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah selama kuartal I di tahun

2015 ini membuahkan hasil yang cukup memuaskan jika dibandingkan dengan tahun

Page 22: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

sebelumnya tahun 2014 diperiode yang sama. Penerimaan pajak mengalami kenaikan dan

penurunan di awal triwulan I tahun 2015. Kenaikkan penerimaan pajak antara lain sebagai

berikut : PPh Non Migas mengalami kenaikan sebesar 1% dibandingkan periode yang sama di

tahun 2014. pertumbuhan tertinggi berasal dari PPh Final yaitu 20,62% dari tahun 2014 sebesar

Rp. 18,318 Triliun menjadi Rp. 22,095 ditahun 2015. Kenaikkan pada PPh Final terjadi

dikarenakan adanya PP No. 46 Tahun 2013 yang bersifat final yang berasal dari WP yang

peredaran brutonya tidak melebihi Rp. 4,8 Miliar per tahun sehingga menambah jumlah

penerimaan PPh Final.

Adapun kenaikan penerimaan pajak yang berasal dari PPh Pasal 21 yaitu dari tahun 2014

periode yang sama sebesar Rp. 23,996 Triliun menjadi Rp. 26,554 Triliun pada tahun 2015

dengan persentase kenaikan sebesar 10,62% dibandingkan dengan tahun lalu. PPh Pasal 23 juga

mengalami kenaikan sebesar 9,68% dari tahun 2014 periode yang sama sebesar Rp. 5,687 Triliun

menjadi Rp. 6,328 Triliun. Kenaikkan lainnya berasal dari PPh Pasal 25/29 OP yakni 8,53% atau

sebesar Rp. 2,371 Triliun pada tahun 2015 dibandingkan dengan tahun 2014 periode yang sama

hanya sebesar Rp. 2,184 Triliun. PPh Pasal 26 juga mengalami kenaikan dari Rp. 6,096 Triliun

ditahun 2014 periode yang sama menjadi Rp. 6,395 Triliun ditahun 2015 triwulan I dengan

persentase kenaikan sebesar 4,90%. Kenaikan-kenaikan yang berasal dari PPh Final, PPh Pasal

21,PPh Pasal 23, PPh Pasal 25/29 OP, dan PPh Pasal 26. Kenaikan terakhir disumbangkan oleh

PPN Dalam Negeri sebesar 2,86% yaitu dari tahun 2014 triwulan I sebesar Rp. 46,102 Triliun

naik menjadi Rp. 47,419 Triliun ditahun 2015 periode yang sama.

Meskipun pada triwulan I tahun 2015 mengalami kenaikan terhadap beberapa

penerimaan pajak, namun triwulan I ini juga mengalami penurunan pertumbuhan dibandingkan

dengan tahun 2014 diperiode yang sama yaitu yang berasal dari PPh Pasal 22 impor sebesar

9,95% atau dari tahun 2014 periode yang sama sebesar Rp. 11,443 Triliun turun menjadi Rp.

10,304 Triliun. Hal ini disebabkan karena turunnya kegiatan impor di Indonesia mulai dari awal

tahun hingga akhir Maret 2015 yang kemudian memicu pula pada penurunannya penerimaan

PPN Impor sebesar 11,78% yaitu dari tahun 2014 periode yang sama sebesar Rp. 35,148 Triliun

dan ditahun 2015 hanya menerima PPN sebesar Rp. 31,008 Triliun. PPh Pasal 25/29 Badan juga

mengalami penurunan yaitu sebesar Rp. 29,639 Triliun ditahun 2015 triwulan I dibandingkan

Page 23: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

dengan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp. 34,740. Turun sebanyak 14,68% dari tahun

sebelumnya.

PPh Non Migas Lainnya juga ikut mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya

tahun 2014 diperiode yang sama yaitu sebesar 8,62% dengan nilai Rp. 9,99 Miliar turun menjadi

Rp. 9,13 Miliar pada tahun 2015 triwulan I. Adapun penurunan yang berasal dari PPnBM Impor

yang pada tahun 2014 triwulan I sebesar Rp. 1,607 Triliun turun menjadi Rp. Rp. 1,105 Triliun

di tahun 2015 periode yang sama dengan persentase penurunan sebesar 31,27% dari tahun

sebelumnya. Penurunan penerimaan pajak terbesar berasal dari PPN/PPnBM Lainnya yaitu

sebesar 55,44% dari tahun 2014 triwulan I sebesar Rp. 58,64 Miliar turun menjadi Rp. Rp. 26,13

Miliar ditahun 2015 periode yang sama. PBB juga mengalami penurunan sebesar 59,62% yaitu

dari Rp. 795,49 Miliar di triwulan I tahun 2014 turun menjadi Rp. 321, 24 Miliar ditahun 2015

periode yang sama disebabkan karena belum terealisasinya pemindahbukuan dari rekening

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke rekening penerimaan pajak serta disebabkan juga

karena diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan No 267/PMK.011 tahun 2014 Tentang

Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak

Bumi dan Gas Bumi Pada Tahap Eksplorasi. Tidak hanya itu, mengingat akan terjadinya

penurunan harga minyak memberi dampak turunnya juga penerimaan PPh Migas pada tahun

2015 triwulan I yaitu sebesar Rp. 8,778 Triliun dibandingkan dengan tahun 2014 diperiode yang

sama sebesar Rp. 19,006 Triliun.

Secara detail, perbandingan penerimaan pajak triwulan I tahun 2015 dan 2014 dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel I.2 Penerimaan Pajak Triwulan I tahun 2014 dan 2015 (Miliar Rp)

  2014 2015PPh Non Migas : 102,558 103,777 PPh Final 18,318 22,095 PPh Pasal 21 23,990 26,554 PPh Pasal 22 impor 11,443 10,304 PPh Pasal 23 5,687 6,328 PPh Pasal 25/29 OP 2,184 2,371 PPh Pasal 25/29 Badan 34,740 29,639 PPh Pasal 26 6,096 6,395 PPh Non Migas Lainnya 100 91

Page 24: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

PPN/PPnBM : 82,916 79,557 PPN Dalam Negeri 46,102 47,419 PPN Impor 35,148 31,008 PPnBM Impor 1,607 1,105 PPN/PPnBM Lainnya 59 25      PBB 796 321 PPh Migas 19,006 8,778

Sumber : www.pajak.go.id (2015)

Dapat dilihat pula perbandingan antara target penerimaan pajak untuk tahun 2015 yang

terdapat dapat RAPBN 2015 dengan hasil penerimaan pajak triwulan I tahun 2015 pada tabel

berikut ini:

Tabel I.3 Perbandingan Antara Target Penerimaan Pajak Berdasarkan RAPBN

dan Hasil Triwulan I tahun 2015 (Miliar Rp)

  RAPBN 2015 2015 RASIOPPh Non Migas : 553,119 195 0.035%PPh Final 22PPh Pasal 21 27PPh Pasal 22 impor 10PPh Pasal 23 6PPh Pasal 25/29 OP 2PPh Pasal 25/29 Badan 30PPh Pasal 26 6PPh Non Migas Lainnya 91PPN/PPnBM : 524,972 105 0.020%PPN Dalam Negeri 47PPN Impor 31PPnBM Impor 1PPN/PPnBM Lainnya 25 PBB 26,680 321 1.204%PPh Migas 82,912 9 0.011%

Sumber : RAPBN (2015)

Page 25: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa rasio perkembangan penerimaan pajak

pada triwulan I tahun 2015 menunjukkan bahwa sebesar 0,035% pencapaian PPh Non Migas

triwulan I terhadap target pemerintah, sebesar 0,020% pencapaian PPN/PPnBM triwulan I

terhadap target pemerintah, sebesar 1,204% pencapaian PBB triwulan I terhadap target

pemerintah dan sebesar 0,011% pencapaian PPh Migas triwulan I terhadap target pemerintah.

Melalui ini, diharapkan pada bulan-bulan berikutnya hingga akhir Tahun Pajak 2015,

penerimaan pajak dapat mencapai target yang telah ditetapkan berdasarkan RAPBN 2015.

III.4 Perbandingan Target Penerimaan Pajak Tahun 2014 dan Tahun 2015

Perbandingan target penerimaan pajak tahun 2014 dan tahun 2015 dapat dilihat pada

tabel berikut ini :

Tabel I.4 Target Penerimaan Pajak tahun 2014 dan 2015 (Triliun Rp)

Penerimaan Pajak APBN 2014 RAPBN 2015PPh Migas 83,889.8 82,912.8 PPh Non Migas 485,976.9 553,119.0 PPN dan PPnBM 475,587.2 524,972.2 PBB 21,742.9 26,684.1 Pendapatan Cukai 117,450.2 125,946.3 Pendapatan Pajak Lainnya 5,179.6 5,689.1 Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional 56,280.4 51,503.8 Pendapatan Bea Masuk 35,676.0 37,203.9 Pendapatan Bea Keluar 20,604.4 14,299.9 TOTAL 1,302,387.4 1,422,331.1

Sumber : RAPBN 2015

Page 26: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Target penerimaan pajak tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pula dalam diagram berikut

ini yaitu :

Gambar I.3 Target Penerimaan PPh Migas dan Non Migas Tahun 2014 dan 2015

2014 20150

100

200

300

400

500

600

700

486553.1

83.9

82.9

Triliun (Rp)

PPh Non Migas PPh Migas

Sumber : RAPBN (2015)

Gambar I.4 Target Penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2014 dan 2015

2014 20150

100

200

300

400

500

600

185.1 210.7

290.5314.3

Triliun (Rp)

Impor Dalam Negeri

Sumber : RAPBN (2015)

Page 27: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Gambar I.5 Target Penerimaan PBB Tahun 2014 dan 2015

2014 20150

5

10

15

20

25

30

21.726.7

Triliun (Rp)

PBB

Sumber : RAPBN (2015)

Gambar I.6 Target Pendapatan Cukai Tahun 2014-2015

2014 2015112

114

116

118

120

122

124

126

128

117.5

125.9

Triliun (Rp)

Pendapatan Cukai

Sumber : RAPBN (2015)

Page 28: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Gambar I.7 Target Pendapatan Pajak Lainnya Tahun 2014 dan 2015

2014 20154.9

5

5.1

5.2

5.3

5.4

5.5

5.6

5.7

5.8

5.2

5.7

Pendapatan Pajak Lainnya (Triliun Rp)

Pendapatan Pajak Lainnya

Sumber : RAPBN (2015)

Gambar I.8 Target Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional Tahun 2014 dan 2015

2014 20150

10

20

30

40

50

60

35.7 37.2

20.6 14.3

Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional (Triliun Rp)

Bea Masuk Bea Keluar

Sumber : RAPBN (2015)

Page 29: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

IV.I Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai

berikut:

1. Upaya-upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam menaikkan penerimaan pajak tahun

2015 adalah dengan menerapkan beberapa kebijakan-kebijakan baru baik dari

sistem internal DJP itu sendiri maupun penjangkauan WP OP maupun Badan

yang lebih ditingkatkan lagi ditahun 2015.

2. Dengan diterapkannya kebijakan-kebijakan baru dari DJP, terdapat kendala-

kendala dalam upaya menaikkan penerimaan pajak tahun 2015 berupa

ketidakpatuhan WP yang masih sangat besar yaitu berupa terjadinya

penyelundupan barang mewah yang diperkirakan akan tinggi dan manipulasian

laporan keuangan dari pihak WP perusahaan besar untuk mendapatkan pajak yang

kecil sehingga membuat DJP harus meningkatkan kinerja dan berusaha lebih

keras lagi untuk bias mencapai target.

3. Hasil dari penerimaan pajak tahun 2015 sudah dapat dinilai dari hasil penerimaan

pajak triwulan I tahun 2015 yaitu dengan kenaikan 1% jika dibandingkan dengan

penerimaan pajak tahun 2014 diperiode yang sama. Dan diharapkan penerimaan

pajak penuh tahun 2015 nantinya akan membuahkan hasil yang memuaskan

tentunnya dengan pencapaian target.

4. Upaya pemrintah tahun 2015 dapat dilihat dari perbandingan antara target

penerimaan pajak dalam APBN tahun 2014 dengan penerimaan pajak dalam

RAPBN tahun 2015.

Page 30: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

IV.II Saran

Berdasarkan dengan kesimpulan diatas, yang dapat disarankan antara lain adalah sebagai

berikut :

1. Mengupgrade sistem internal Direktorat Jenderal Pajak agar dapat mempermudah

mengakses data WP yang harusnya terdaftar atau agar data perpajakan lebih

lengkap, detail dan akurat.

2. Penguatan Sumber Daya Manusia baik jumlahnya maupun keterampilan dan

kejujuran dari petugas pajaknya sehingga adanya kepercayaan dari masyarakat

yang lebih baik.

3. Penambahan fasilitas-fasilitas bagi masyarakat agar timbal balik masyarakat pun

baik sehingga meningkatkan kepatuhan WP dan memicu kenaikan penerimaan

pajak.

Page 31: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

DAFTAR PUSTAKA

Artining, T. (2015, Januari 23). Obyek Pajak Barang Mewah Akan Diperluas. Koran Tempo.

Ernis, D. (2015, Januari 2015). Ditjen Pajak Kejar Tunggakan Pajak Rp. 21 Triliun. Koran

Tempo.

Kementrian Keuangan Republik Indonesia. (2015, April 09). Retrieved from Direktorat Jenderal

Pajak: http://www.pajak.go.id/content/article/penerimaan-pph-non-migastumbuh-1-

ditjen-pajak-optimis-capai-target-penerimaan-pajak

Marsyahrul, T. (2012). Pengantar Perpajakan. PT. Grasindo.

Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A & B Terpadu. (2013). Jakarta: Ikatan Akuntan

Indonesia.

Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendaptan dan Belanja Negara Tahun Anggaran

2015. (2015).

Ortax. (2000, Agustus 02). Retrieved from Observation and Research of Taxation:

http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=4

Putri, T. A. (2015, Januari 2015). Pemerintah Yakin Sigit Mampu Penuhi Target Pajak. Koran

Tempo.

Putri, T. A. (2015, Januari 31). Usulan Posisi Deputi Dirjen Pajak Disetujui. Koran Tempo.

Resmi, S. (2012). Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Rusli, A. (2015, Desember 2014). Ditjen Pajak Akan Diperkuat. Koran Tempo.

Rusli, A. (2015, Januari 16). Penerimaan Pajak DIgenjot Hingga Rp. 1.250 Triliun. Koran

Tempo.

Sukmawijaya, A. (2015, Januari 28). Mardiasmo Usulkan Cegah 568 Pengemplang Pajak. Koran

Tempo.

Supriadin, J. (2015, Januari 7). 10 Pengemplang Pajak Kena Gijzeling. Koran Tempo.

Page 32: ANALISIS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK  DALAM UPAYA MENAIKKAN JUMLAH PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2015

Supriadin, J. (2015). Pajak barang Mewah Ditargetkan Rp. 27 Triliun. Koran Tempo.

Supriyadin, J. (2015, Januari 5). Memburu Pengemplang Sampai Dapat. Koran Tempo.

Waluyo. (2013). Perpajakan Indonesia. Jakarta Selatan: Salemba Empat.