analisis kesesuaian syariah terhadap polis asuransi...
TRANSCRIPT
ANALISIS KESESUAIAN SYARIAH TERHADAP POLIS
ASURANSI JIWA UNIT LINK SYARIAH PADA PT
PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum (S.H.)
Oleh:
ASRI HAMDI FAUZIAH
11140460000064
HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
v
ABSTRAK
Asri Hamdi Fauziah. NIM 11140460000064. ANALISIS KESESUAIAN
SYARIAH TERHADAP POLIS ASURANSI JIWA UNIT LINK SYARIAH
PADA PT PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE JAKARTA. Program Studi
Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M. x + 97 halaman 18 halaman
lampiran.
Studi ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian syariah terhadap
berbagai ketentuan yang diatur di dalam polis asuransi jiwa unit link pada PT
Prudential Life Assurance Jakarta, yaitu dari perspektif Fatwa DSN-MUI dan
POJK. Analisis kesesuaian syariah terhadap polis bertujuan untuk memperjelas
pembagian porsi dan pengelolaan pada iuran tabarru’ dan iuran investasi yang
dilakukan oleh perusahaan, melihat kelengkapan objek pada akad wakalah bil
ujrah dan menjelaskan status ujrah akuisisi yang dibebankan kepada pemegang
polis atau peserta. Dalam ketentuan Fatwa DSN-MUI dan POJK telah diatur
mengenai pemisahan pengalokasian pada dana tabarru’ dan investasi peserta serta
objek akad wakalah bil ujrah, namun kedua peraturan tersebut tidak ada yang
mengatur tentang ujrah akuisisi. Jika dibandingkan antara ketentuan Fatwa DSN-
MUI dan POJK dengan ketentuan tertulis pada polis asuransi, maka terdapat
beberapa hal yang tidak sesuai pada penerapan ketiga masalah tersebut.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan
jenis pendekatan yuridis empiris, yaitu dengan melakukan pengkajian terhadap
Fatwa DSN-MUI dan POJK tentang asuransi syariah. Pada penelitian ini, peneliti
mengkaji dokumen PT Prudential berupa polis asuransi jiwa unit link syariah
dengan melakukan analisis perbandingan terhadap Fatwa DSN-MUI dan POJK
tentang asuransi syariah.
Hasil penelitian di lapangan menunjukan bahwa untuk ketentuan objek
akad wakalah bil ujrah telah sesuai dengan ketentuan Fatwa dan POJK. Namun
setelah dibandingkan antara hasil wawancara dengan Fatwa DSN-MUI dan POJK,
hasil penelitian menunjukan bahwa pada pegelolaan dana tabarru’ dan dana
investasi peserta tidak sesuai dengan ketentuan syariah dengan mengandung unsur
gharar, hal tersebut disebabkan, karena kegiatan asuransi ini lebih terlihat seperti
kegiatan investasi bukan kegiatan asuransi. Kemudian untuk ketentuan ujrah
akuisisi, peneliti berkesimpulan bahwa hal tersebut terlalu membebankan peserta,
yaitu dengan membebankan porsi yang sangat besar pada dua tahun pertama.
Selain itu, terdapat unsur gharar, karena terdapat fasilitas yang menjadi bagian
ujrah akuisisi, namun peserta tidak mendapatkannya, sedangkan pembebanan
ujrah akuisisi tidak adil jika dilakuka hingga tahun ke 5 polis.
Kata Kunci: unit link, iuran tabarru’ dan investasi, ujrah akuisisi.
Pembimbing : A.M. Hasan Ali, M.A.
Daftar Pustaka : 2004 s.d. 2017.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, peneliti panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, dan kepada ummatnya yang senantiasa melaksanakan segala
ajarannya.
Dalam penulisan skripsi ini tentu masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, untuk itu peneliti ingin menyampaikan permohonan kritik dan
saran dalam rangka menyempurnakan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini tidak
mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan yang baik ini, peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini,
terutama kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada
peneliti untuk mengikuti studi di Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengikuti studi di fakultas
ini.
3. A.M. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta sekaligus Pembimbing skripsi yang telah
memberikan dorongan dan mengarahkan kepada peneliti untuk
menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
4. Dr. Hasanudin, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing akademik yang telah
mengarahkan peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
vii
5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu
yang bermanfaat kepada peneliti selama perkuliahan berlangsung.
6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
7. Arief Hidayatullah, selaku Konsultan Asuransi Syariah pada Perusahaan
Asuransi Prudential yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan
penelitian terhadap polis ini.
8. Keluarga, saudara, dan teman-teman semua yang tidak dapat disebutkan
satu per satu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan serta
semangat kepada peneliti dalam rangka penyelesaian studi dan skripsi ini.
Peneliti sangat menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan
dalam penelitian analisis kesesuaian syariah terhadap polis asuransi jiwa unit link
syariah ini. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang
dapat membangun demi kesempurnaan penelitian analisis kesesuaian syariah
terhadap polis ini. Harapan peneliti semoga analisis kesesuaian syariah terhadap
polis asuransi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi
semua pihak.
Jakarta, 31 Mei 2018
Asri Hamdi Fauziah
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN COVER
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................ iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ...................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 8
D. Metode Penulisan Skripsi ....................................................................... 9
E. Kerangka Teori dan Konseptual ............................................................. 9
F. Sistematika Penulisan ............................................................................ 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kesesuaian Syariah ................................................................................ 16
B. Asuransi Jiwa ......................................................................................... 21
C. Polis Asuransi ........................................................................................ 25
D. Unit link .................................................................................................. 26
E. Review Studi Terdahulu ......................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian ................................................................................... 35
B. Profil Perusahaan ................................................................................... 37
ix
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Unit Link di Prudential Syariah Indonesia ............................................. 40
B. Kontribusi Top Up pada Asuransi Jiwa Unit Link Prudential
Syariah .................................................................................................... 43
C. Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Jiwa Unit Link
Prudential Syariah ................................................................................... 44
D. Ujrah Akuisisi pada Asuransi Jiwa Unit Link
Prudential Syariah ................................................................................... 45
E. Pengelolaan Dana Tabarru’ dan Investasi pada Asuransi Jiwa
Unit Link Prudential Syariah ................................................................... 46
F. Simpulan Hasil Wawancara .................................................................... 53
G. Analisis perbandingan Fatwa DSN-MUI, POJK, dan Polis Asuransi
Jiwa Unit Link syariah ........................................................................... 55
H. Simpulan dari Hasil Perbandingan antara Fatwa, POJK, dan Polis ....... 94
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................ 96
B. Saran ....................................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
KERANGKA KONSEPTUAL
DAFTAR TABEL
Tabel Statistik Laporan Triwulan OJK
Tabel Analisis Perbandingan Fatwa DSN-MUI, POJK, dan Polis Asuransi
Jiwa Unit Link Syariah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Asuransi merupakan sebuah sistem untuk mengurangi risiko kerugian
baik dalam bentuk finansial maupun jiwa. Pada dasarnya lembaga asuransi
akan menawarkan suatu perlindungan atau proteksi untuk masa yang akan
datang terhadap harta benda, individu maupun kelompok dalam masyarakat,
dan institusi lainnya dari kemungkinan terjadinya risiko kerugian. Dengan
demikian, hadirnya lembaga asuransi merupakan bentuk solusi yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
Saat ini, risiko akan terjadinya suatu kerugian yang menimpa harta dan
jiwa merupakan suatu kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap manusia.
Sehingga terjadinya berbagai risiko tersebut membutuhkan persiapan dana
sejak dini guna meminimalisir tingkat kerugian. Oleh karena itu, banyak
orang yang ikut serta dalam kegiatan asuransi agar risiko yang mereka hadapi
dapat terselesaikan dengan mudah.
Seiring dengan perkembangan zaman dan meningkatnya ilmu
pengetahuan, khususnya dalam pengetahuan agama, membuat kesadaran
masyarakat terhadap agama semakin tinggi, baik dalam hal ibadah maupun
muamalah. Kesadaran masyarakat terhadap muamalah membuka peluang
bagi lembaga-lembaga ekonomi untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Maraknya berbagai lembaga ekonomi syariah di Indonesia saat ini
merupakan fenomena menarik dalam perkembangan dunia perekonomian dan
bisnis. Dalam perkembangannya, muncul salah satu lembaga ekonomi syariah
yaitu asuransi syariah. Kehadirannya merupakan alternatif bagi masyarakat
muslim saat ini yang sangat sensitif terhadap ajaran keagamaan bagi seluruh
aspek kehidupan terutama dalam aspek ekonomi.
Sejak kehadirannya, pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia sangat
baik. Hal tersebut terlihat dari banyaknya minat masyarakat yang menjadi
peserta dari berbagai perusahaan asuransi syariah. Hal menarik yaitu terdapat
2
berbagai kalangan masyarakat yang menjadi peserta asuransi syariah,
sehingga tidak hanya masyarakat muslim, melainkan masyarakat non muslim
yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Fenomena di atas mencerminkan bahwa kegiatan asuransi syariah
memiliki sifat universal yang diiringi dengan prinsip saling tolong menolong,
bekerja sama, dan saling menanggung di antara sesama peserta saat
mengalami kesulitan, dengan tidak melihat perbedaan agama diantara para
peserta asuransi.
Melihat perkembangan yang kian pesat, maka berbagai perusahaan
asuransi di Indonesia mulai mengeluarkan produk asuransi yang sesuai
dengan syariah. Sehingga saat ini telah banyak perusahaan asuransi yang
membuka usaha asuransi syariah, salah satunya yaitu Prudential Life
Assurance yang merupakan perusahaan asuransi besar di Indonesia.1
Seiring dengan perkembangan dunia asuransi syariah, maka muncul
salah satu produk terbaru dari asuransi jiwa, yaitu produk unit link. Produk
unit link merupakan salah satu produk dari asuransi jiwa yang sedang
berkembang saat ini di samping produk asuransi jiwa tradisional. Produk
tersebut dibentuk dengan mengaitkan antara produk asuransi jiwa dengan
instrumen investasi, dimana peserta akan diberikan dua manfaat sekaligus,
yaitu manfaat pertanggungan risiko (proteksi) dan manfaat investasi
(tabungan).
Tujuan produk unit link yaitu memberikan alternatif bagi para
pemegang polis untuk dapat dengan mudah mengakses investasi mereka dan
mempunyai keunggulan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan biaya
yang disiapkan. Sebenarnya produk semacam ini telah diperkenalkan di
Inggris pada tahun 1960 an dan di Amerika Serikat yang diperkenalkan pada
1 Rusyati dan Abdul Ghafur Anshori, “Pelaksanaan Akad Wakalah Bil Ujrah dalam
Asuransi Jiwa Syariah di PT Prudential Life Assurance BNJ Agency Banjarmasin”, (Jurusan
Kenotariatan : tesis Universitas Gajah Mada, 2015), h., 3, t.d.
3
tahun 1970 an. Selanjutnya mulai berkembang pada berbagai Negara seperti
Jepang, Hongkong, Taiwan, Cina, Indonesia, dan lain sebagainya.2
Melihat perkembangan yang sangat baik pada produk asuransi jiwa unit
link syariah di Indonesia, membuat pertumbuhan pada asuransi jiwa syariah
semakin meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut dapat dilihat pada data yang
tercatat oleh OJK tahun 2012—2016 mengenai Laporan Perkembagan
Keuangan Syariah sebagai berikut3:
Tahun Jumlah
Perusahaan
Aset (dalam
triliun rupiah)
Investasi (dalam
triliun rupiah)
2012 20 10,02 9,09
2013 20 12,79 11,54
2014 21 18,08 16,4
2015 24 21,73 19,60
2016 27 27,08 24,57
Sumber: Data Statistik dari OJK
Adapun untuk laporan perkembangan pada tahun 2017 yang
menjelaskan tentang laporan Triwulan II dan Laporan Triwulan IV mengenai
pertumbuhan, aset dan investasi pada asuransi jiwa syariah, sebagai berikut4:
Tahun Jumlah
Perusahaan
Aset (dalam
triliun rupiah)
Investasi (dalam
triliun rupiah)
Triwulan III 2017 - 31,32 28,78
Triwulan IV 2017 63 33,48 30,42
Sumber: Data Statistik dari OJK
2 Pungky Jati Aji Suprabawa, “Asuransi Jiwa (Study Tentang Pelaksanaan Link
Assurance di PT. Prudential Life Surakarta)”, (Jurusan Ilmu Hukum : skripsi Universitas
Muhamadiyah Surakarta, 2010), h., 6, t.d.
3 www.ojk.go.id, Laporan Perkembangan Keuangan Syariah 2016, h. 108—109.
4 www.ojk.go.id, Laporan Triwulan IV 2017, h. 121.
4
Dari pemaparan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
perkembangan asuransi jiwa syariah mengalami perkembangan setiap tahun
nya. Hal tersebut terlihat dari jumlah perusahaan, perkembangan jumlah aset
dan investasi yang terus mengalami perkembangan.
Berdasarkan data perkembangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
produk unit link syariah pada asuransi jiwa menghadapi berbagai tantangan.
Diantaranya yaitu penyesuaian budaya perusahaan, sumber daya manusia
yang paham dengan berbagai konsep syariah dalam mekanisme
operasionalnya, sosialisasi terhadap masyarakat dan tingkat kepercayaan
masyarakat, karena saat ini masyarakat masih beranggapan bahwa tidak ada
perbedaan antara asuransi syariah dengan konvesional, bahkan asuransi
konvensional yang lebih memberikan keuntungan.
Dengan berbagai tantangan tersebut, maka lembaga asuransi syariah
dituntut untuk bekerja secara efektif dan efisien agar masyarakat mulai
tertarik dan beralih, serta lebih transparan agar masyarakat menyadari bahwa
terdapat perbedaan besar antara asuransi syariah dengan konvensional. Akan
tetapi faktanya justru tidak seperti yang diharapkan, masih terdapat beberapa
masalah pada produk unit link syariah, yaitu mengenai penerapan syariah
pada pengelolaannya, prosedur pengajuan klaim dan kurangnya pemahaman
masyarakat.
Saat ini terjadinya berbagai masalah pada kegiatan asuransi syariah
disebabkan oleh peserta yang malas untuk membaca ketentuan polis, padahal
mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup seputar produk unit link,
yang terbilang produk asuransi baru. Yang lebih buruknya, hal tersebut
disertai dengan pemberian pemahaman yang kurang dari agen asuransi dan
penggunaan berbagai istilah yang sulit difahami oleh peserta pada berbagai
ketentuan di dalam polis asuransi syariah.5
Masalah tentang ketidakfahaman peserta terhadap isi polis,
menyebabkan berbagai kesalahfahaman ketika peserta ingin mengajukan
5 Isro Subadri, Guru, Interview Pribadi, Depok, 8 November 2017.
5
klaim terhadap perusahaan asuransi syariah dan ketika peserta ingin
memutuskan perjanjian sebelum masa akhir pertanggungan. Ketidakfahaman
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diatarana yaitu penjelasan yang
tidak rinci oleh agen asuransi sejak awal kesepakatan, tidak diberikannya
kesempatan bagi peserta untuk mempelajari isi polis, dan malasnya peserta
dalam membaca ketentuan isi polis.6
Mengenai klaim asuransi, banyak peserta saat ini yang mengeluhkan
tentang prosedur klaim pada produk unit link karena tidak sesuai dengan apa
yang sudah dijanjikan sejak awal oleh agen asuransi. Sehingga membuat
peserta menjadi ragu dengan nilai-nilai syariah yang diterapkan pada
perusahaan asuransi syariah.
Masalah lain yang sering kali muncul dalam hal penggunaan bahasa
yang tidak rinci dan sulit dipahami pada ketentuan polis. Sehingga, hal
tersebut membuat peserta semakin malas untuk membaca ketentuan polis dan
membuat peserta semakin tidak memahami mekanisme operasional unit link,
yang mana hal tersebut akan menimbulkan kerugian bagi pihak peserta.
Masalah dalam penggunaan bahasa yang terjadi yaitu seperti pada
ketentuan akad wakalah bil ujrah, di mana objek yang tercatat di dalam polis
diduga tidak disebutkan secara rinci sebagaimana yang telah dijelaskan di
dalam Fatwa DSN-MUI dan POJK. Hal tersebut akan menimbulkan masalah
bagi perjanjian syariah, karena akad wakalah yang digunakan adalah akad
wakalah bil ujrah, dengan demikian, ketentuan objek harus disebutkan secara
rinci, agar tidak terjadi kerancuan yang akan menimbulkan unsur gharar.
Selain ketentuan objek akad yang tidak lengkap, masalah kedua yaitu
tentang ketentuan ujrah akuisisi. Menurut peneliti perlu diadakan penelitian
lebih lanjut mengenai ujrah akuisisi, karena melihat bahwa ketentuan ujrah
tersebut tidak diatur baik oleh Fatwa DSN-MUI maupun POJK, dan jika tidak
diaplikasikan dengan baik dan benar, maka akan menimbulkan unsur gharar
pada akad asuransi syariah.
6 http://m.liputan6.com/bisnis/read/3113239/tips-beli-polis-asuransi-agar-tidak-tertipu-
agen, 30 September 2017.
6
Masalah terakhir yaitu pada pembagian porsi dana tabarru’ dan dana
investasi, karena diduga terdapat porsi yang tidak seimbang antara porsi dana
tabarru’, dana investasi dan ujrah bagi perusahaan, sekaligus dalam hal
pemisahan pengelolaan dana tabarru’ dan investasi. Pengelolaan dan
pemisahan kedua dana tersebut menjadi inti dari kegiatan asuransi syariah
terutama dalam produk unit link yang mengandung unsur tabarru’ dan unsur
saving.
Didasari oleh latar belakang yang telah disebutkan, peneliti merasa
perlu dan tertarik untuk menganalisis berbagai ketentuan dalam polis asuransi
jiwa unit link, terutama dalam hal penerapan objek akad wakalah bil ujrah,
ketentuan ujrah akuisisi, jumlah pembagian porsi iuran tabarru’ yang
disetorkan oleh peserta, dan pengelolaan dana investasi peserta, yang akan
ditinjau dari peraturan Fatwa DSN-MUI maupun POJK.
Penelitian ini akan meneruskan dan melengkapi dari penelitian
sebelumnya yaitu penelitian tentang Asuransi Jiwa (Studi Tentang Link
Assurance di PT. Prudential Life Surakarta) oleh Pungky Jati Aji Suprabawa
dan Islamic Unit Linked: Is it Profitable and Fully Sharia Compliance, oleh
Nur Kholis dengan pembahasan yang berbeda. Beberapa perbedaan tersebut
terletak pada tahun, tempat, dan objek penelitian.
Penelitian sebelumnya hanya membahas tentang perbandingan
pengelolaan dana tabarru’, administrasi, dan investasi dengan sistem yang
diterapkan perusahaan asuransi syariah yang dilihat pada peraturan Fatwa
DSN-MUI, UU maupun PMK.
Pada penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada analisis
kesesuaian syariah yang akan dilihat dari ketentuan Fatwa DSN-MUI dan
POJK terhadap ketentuan objek akad wakalah bil ujrah, pengelolaan dana
tabarru’, yang termasuk di dalamnya yaitu tentang pembagian porsi untuk
iuran tabarru’ dan pengelolaan dana investasi, serta ketentuan tentang ujrah
akuisisi pada polis asuransi jiwa unit link syariah PT Prudential Jakarta.
7
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Masalah tentang ketidakfahaman peserta terhadap isi polis
menimbulkan berbagai masalah yang timbul terkait kesesuaian mekanisme
operasional dari kegiatan asuransi jiwa unit link syariah terhadap berbagai
peraturan yang mengatur tentang asuransi syariah. Oleh karena itu, akan
dikumpulkan berbagai penyebab terjadinya masalah tersebut yang pada
gilirannya nanti akan diteliti sesuai dengan batasan kemampuan peneliti.
Masalah yang dapat diidentifikasikan peneliti adalah sebagai berikut:
a. Tidak diberikannya kesempatan terhadap peserta untuk mempelajari isi
polis.
b. Ketidakfahaman peserta asuransi jiwa unit link syariah terhadap isi
polis karena penggunaan bahasa yang sulit difahami.
c. Terdapat ketidakjelasan porsi persentase untuk berbagai macam ujrah
yang disebutkan pada bab ujrah.
d. Terdapat kerancuan terhadap jumlah pembagian porsi dana tabarru’
pada isi polis.
e. Terdapat ketidakjelasan mengenai penerapan objek dari akad wakalah
bil ujrah.
f. Terdapat ketidakjelasan mengenai pengelolaan dana tabarru’ dan dana
investasi peserta asuransi.
g. Terdapat ketidakjelasan terhadap penerapan ujrah akuisisi yang
menjadi beban pemegang polis atau peserta.
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, peneliti
membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya akan
lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti. Dalam
penelitian ini, peneliti hanya akan membatasi penelitiannya pada polis
asuransi jiwa unit link syariah Prudential Jakarta sebagai objek dari
penelitian. Adapun masalah yang akan diteliti yaitu tentang ketentuan
8
objek akad wakalah bil ujrah, pengelolaan dana tabarru’, yang termasuk
di dalamnya yaitu tentang pembagian porsi untuk iuran tabarru’, dan
pengelolaan dana investasi, serta ketentuan tentang ujrah akuisisi yang
terdapat pada isi polis yang bersangkutan.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah
ditulis di atas, maka peneliti merumuskan masalahnya yaitu kesesuaian
syariah terhadap polis asuransi jiwa unit link syariah Prudential Jakarta.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis menguraikannya
dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah penerapan objek akad wakalah bil ujrah dalam polis telah
memenuhi kriteria yang disebutkan di dalam Fatwa DSN-MUI dan
POJK?
b. Bagaimana pengelolaan dana tabarru’ dan dana investasi dalam
mekanisme operasional asuransi jiwa unit link syariah?
c. Bagaimana ketentuan tentang ujrah akuisisi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui kesesuaian penerapan objek akad wakalah bil ujrah
pada polis terhadap Fatwa DSN-MUI dan POJK.
b. Untuk mengetahui pengelolaan dana tabarru’, yang termasuk di
dalamnya tentang pembagian porsi untuk iuran tabarru’, dan
pengelolaan dana investasi dalam mekanisme operasional asuransi jiwa
unit link syariah.
c. Untuk mengetahui ketentuan mengenai ujrah akuisisi.
9
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut :
a. Akademisi
Menambah khazanah pengetahuan, melengkapi, dan memberikan
informasi terkait tinjauan hukum terhadap isi polis pada asuransi jiwa unit
link syariah Prudential Jakarta.
b. Praktisi
Menambah sumbangan wacana pemikiran dan motivasi kepada praktisi
dalam mengevaluasi tinjauan hukum terhadap isi polis pada asuransi jiwa
unit link syariah Prudential Jakarta.
c. Peserta Asuransi Syariah
Memberikan dan menambah pengetahuan para peserta asuransi syariah,
khususnya peserta asuransi jiwa unit link syariah dalam memahami
ketentuan yang tertera di dalam polis agar tidak mudah tertipu oleh agen.
d. Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat dan memberikan informasi mengenai
isi polis pada asuransi jiwa unit link syariah Prudential Jakarta.
D. Metode Penulisan Skripsi
Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti mengacu kepada Buku
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2017.
E. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Sistem hukum nasional berasal dari nilai-nilai The Living Law yang
menyebabkan masyarakat berharap bahwa nilai-nilai hukum Islam tidak
hanya masuk ke dalam hukum nasional, akan tetapi menjadi bagian
10
penting dalam sistem hukum yang dibangun. Salah satunya yaitu sistem
hukum ekonomi syariah.7
Maqashid syariah menduduki posisi yang sangat penting dalam
merumuskan ekonomi syariah dan pembentukan regulasi keuangan
syariah. Tanpa maqashid syariah, maka regulasi seperti Fatwa akan
kehilangan substansi kesyariahannya, karena dengan maqashid maka
hukum akan bersifat fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman.8
Menurut Asy-syatibi maslahat adalah bagian dari konteks maqashid.
Beliau mengatakan bahwa tujuan utama pembuatan hukum syariah adalah
tahqiq mashalih al-khalqi (merealisasikan kemaslahatan makhluk), bahwa
kewajiban syariat adalah untuk memelihara maqashid (memelihara agama,
jiwa, akal, kehormatan dan keturunan, dan harta).9
Penjelasan di atas menegaskan bahwa kedudukan Fatwa sangat
penting dalam mendudukan status kesyariahan suatu produk keuangan
syariah. Hal tersebut karena ijtihad yang terkandung di dalam Fatwa
mengandung unsur maqashid yang tidak lain adalah untuk kemaslahatan
umat.
Fatwa menjadi landasan dalam pembuatan hukum perundang-
undangan, sehingga meskipun bukan merupakan hukum positif, Fatwa
dapat dikodifikasi menjadi peraturan perundang-undangan, sehingga
berkekuatan hukum mengikat. Seperti sebelum adanya peraturan nasional
dan belum diserap ke dalam peraturan perundang-undangan perihal aturan
ekonomi syariah, Fatwa dijadikan sebagai dasar hukum dan dasar untuk
memutus.
7 Andi Fariana, “Urgensi Fatwa MUI dalam Pembangunan Sistem Hukum Ekonomi Islam
di Indonesia”, Jurnal Al Ahkam, (juni 2017), h. 95.
8 http://sofyanhotel.com/workshop-eksekutif-aplikasi-maqashid-syariah-pada-ekonomi-
keuangan-perbankan-syariah-10-11-juni-2015-di-jakarta, 5 Juni 2018.
9 Galuh Nashrullah Kartika Mayangsari R. dan H. Hasni Noor, “Konsep Maqashid
Syariah dalam Menentukan Hukum Islam (Perspektif Al-Syatibi dan Jasser Auda)”, Jurnal Al
Iqtishadiyah, (Desember 2014), h. 53.
11
Jika ditelusuri lebih lanjut perihal pemberlakuan hukum Islam di
Indonesia, terdapat satu teori, yaitu teori eksistensi yang dikemukakan oleh
H. Ictijanto S.A., yang merupakan seorang dosen pengajar mata kuliah
Kapita Selekta Hukum Islam dan Sejarah Hukum Islam pada Fakultas
Pascasarjana Universitas Indonesia.10
Menurut teori eksistensi, bahwa adanya hukum Islam di dalam hukum
nasional. Sehingga keberadaan hukum Islam di dalam hukum nasional,
merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah. Bahkan lebih dari
itu, hukum Islam merupakan unsur utama dari hukum nasional.11
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa hukum nasional Indonesia adalah hukum nasional
yang bersumber pada falsafah Negara pancasila. Hukum nasional memuat
nilai-nilai kebinekaan, pancasila, terutama keyakinan agama, sebagaimana
yang dimuat dalam pancasila nomor satu. Oleh karena itu, jelas sekali
bahwa hukum agama harus ada dalam hukum nasional, salah satunya yaitu
Fatwa.12
Menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 12/2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, bahwa Fatwa DSN-MUI bukan
merupakan salah satu dari produk perundang-undangan, sehingga
kedudukannya tidak mengikat, karena MUI merupakan sebuah organisasi
alim ulama umat Islam, bukan institusi milik Negara.
Fatwa MUI bukan hukum Negara yang bisa dipaksakan, tidak
memiliki sanksi, dan harus ditaati oleh seluruh warga Negara, karena
hadirnya Fatwa atas dasar kebutuhan dan didukung oleh masyarakat.
Sehingga Fatwa MUI bertugas dan berwenang untuk memastikan
10
A. Rahmat Rosyadi dan H.M. Rais Ahmad, Formalisasi Syariat Islam dalam Perspektif
Tata Hukum Indonesia, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2006), h. 87.
11 Mustofa dan Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),
h. 150.
12 A. Kusmedi Ja‟far, “Teori-teori Pemberlakuan Hukum Islam”, Jurnal Hukum dan
Ekonomi Islam, (Juni 2012), h. 5.
12
kesesuaian syariah terhadap produk ekonomi yang telah diatur oleh
peraturan perundang-undangan.13
Melihat tujuan Fatwa MUI yang harus ditaati oleh seluruh masyarakat,
maka Fatwa perlu di transformasikan ke dalam peraturan perundang-
undangan agar Fatwa bersifat mengikat dan ditaati oleh seluruh pelaku
bisnis syariah.14
Oleh karena itu, Fatwa MUI merupakan solusi yang
dianggap mampu memberikan pedoman dan rujukan. Selain itu, bahwa
Fatwa menjadi substansi dalam berbagai produk perundang-undangan,
sehingga Fatwa menjadi materi dalam pembentukan perundang-
undangan.15
Dapat disimpulkan bahwa Fatwa DSN-MUI bukan merupakan suatu
bentuk peraturan sebagaimana hierarki dalam tata aturan hukum positif
yang memiliki kekuatan mengikat, namun Fatwa dapat memiliki kekuatan
yang mengikat setelah ditransformasikan ke dalam hukum positif. Seperti
dalam penelitian ini yang akan digambarkan pada bagan kerangka
konseptual, acuan peraturan yang akan digunakan yaitu dengan
mengkombinasikan antara Fatwa DSN-MUI dengan POJK yang mengatur
tentang asuransi syariah.
2. Kerangka Konseptual
Untuk memudahkan penelitian ini, peneliti membuat kerangka
pemikiran yang bertujuan untuk membentuk suatu konsep penelitian dari
awal hingga akhir yang digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
13
Andi Fariana, “Urgensi Fatwa MUI dalam Pengembangan Sistem Hukum Ekonomi
Islam di Indonesia”, Jurnal Hukum dan Pranata Sosial, Vol. 12, (Juni 2013), h. 99—100.
14 Ibid., h. 100.
15 Ibid., h. 102.
13
aaaaa
Analisis Kesesuaian Syariah terhadap Polis
Asuransi Jiwa Unit Link Syariah
Wawancara
Analisis Hasil Wawancara dan Simpulan
Peserta Asuransi
Syariah
Konsultan dan Agen
Prudential Syariah
Pegawai (Call
Center) Prudential
Syariah
Analisis Perbandingan
Fatwa DSN-MUI
No. 52 Tahun
2006 dan No. 53
Tahun 2006
POJK No. 23
Tahun 2015, No.
69 Tahun 2016,
dan No. 72 Tahun
2016
Polis Asuransi Jiwa
Unit Link Syariah
Prudential
Simpulan
14
Kerangka konseptual tersebut menjelaskan bahwa, dalam penelitian
ini, masalah yang akan dibahas yaitu mengenai analisis kesesuaian syariah
terhadap isi polis asuransi jiwa unit link syariah pada PT Prudential Life
Assurance Jakarta. Langkah selanjutnya yaitu dengan mewawancarai
peserta asuransi syariah, konsultan, agen, dan pegawai (call center)
Prudential syariah. Setelah peneliti mendapatkan data berdasarkan hasil
wawancara, kemudian peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan
ketentuan Fatwa DSN-MUI dan POJK.
Tahap kedua yaitu, setelah peneliti mendapatkan simpulan dari hasil
wawancara, kemudian peneliti membandingkan antara isi polis asuransi
jiwa unit link syariah dengan peraturan Fatwa DSN-MUI dan POJK.
Peraturan tersebut digunakan, karena keduanya saling mendukung dan
Fatwa akan menjadi hukum positif apabila ditransformasikan kepada
hukum positif Negara.
Perbandingan tersebut bertujuan untuk mendukung hasil wawancara
sebelumnya, memperkuat hukum yang akan digunakan sebagai alat untuk
mengukur kesesuaian syariah, dan agar penelitian yang dihasilkan sesuai
dengan harapan peneliti serta dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.
Tahap terakhir yaitu, setelah menganalisis hasil wawancara dan
membandingkan antara ketentuan Fatwa DSN MUI dan POJK, maka
peneliti membuat suatu kesimpulan terkait dengan kesesuaian syariah pada
tiga persoalan yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini.
F. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan,
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penulisan
skripsi, kerangkan konseptual yang bertujuan untuk memberikan pemahaman
terhadap alur penelitian ini, dan sistematika penulisan.
15
BAB II Tinjauan Pustaka
Pada bab ini diawali dengan pemaparan teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian agar tidak terjadi kerancuan pemahaman terhadap istilah-istilah dan
teori yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti teori kesesuaian syariah,
teori asuransi jiwa, teori polis asuransi, teori unit link.
Bagian kedua pada bab ini yaitu pemaparan tentang studi review
terdahulu yang bertujuan untuk melihat hasil penelitian terdahulu yang
pembahasannya sama dengan penelitian ini dan untuk mencari perbedaan
pada masalah yang diangkat.
BAB III Metodologi Penelitian
Pada bagian awal bab ini memaparkan tentang berbagai jenis metode
yang digunakan sehubungan dengan penelitian ini, yaitu terdiri dari jenis
penelitian, jenis pendekatan, jenis data, responden, teknik pengumpulan data,
teknik pengolahan data, subjek-objek penelitian.
Pada bagian kedua menjelaskan secara singkat profil perusahaan yang
terdiri dari perkembangan perusahaan, misi dan kredo perusahaan, berbagai
produk yang dimiliki oleh perusahaan asuransi syariah Prudential, dan yang
terakhir yaitu produk unit link syariah account.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bagian awal bab ini yaitu mengenai analisis terhadap hasil
wawancara terhadap konsultan, agen, dan call center Prudential. Kemudian
untuk bagian kedua terdiri dari tabel perbandingan antara ketentuan Fatwa
DSN-MUI No 53 Tahun 2006 Tentang Akad Tabarru’ dan Fatwa No. 52
Tahun 2006 Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah, beberapa peraturan OJK
terkait, dan Polis asuransi jiwa unit link syariah.
BAB V Penutup
Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Saran.
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kesesuaian Syariah
Kesesuaian syariah merupakan sebuah pernyataan tertulis yang
dikeluarkan oleh DSN-MUI terhadap suatu kegiatan ekonomi, bahwa
kegiatan tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Pernyataan
mengenai kesesuaian syariah mengacu kepada Fatwa yang telah disahkan.
Dapat disimpulkan, bahwa setiap kegiatan ekonomi akan dikatakan sesuai
dengan prinsip syariah apabila dinyatakan telah sesuai dengan ketentuan
Fatwa.
Terdapat tiga parameter yang digunakan untuk menentukan suatu
kebijakan atau kegiatan ekonomi sesuai dengan prinsip syariah. Pertama
terbebas dari transaksi yang dilarang, seperti riba, gharar, maysir, dan
lainnya. Kedua, produk tersebut sesuai dengan akad syariah, sebagaimana
yang telah diatur oleh Fatwa DSN-MUI. Dengan akad syariah, maka akan
memperjelas hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam akad. Dan
ketiga yaitu menjaga adab islami dalam bermuamalah, seperti bekerja secara
professional dan berlaku adil.1
Asuransi jiwa unit link merupakan salah satu bentuk muamalah
kontemporer yang perlu dilakukan analisis kesesuaian syariah terhadap
kegiatan operasionalnya. Hal tersebut dilakukan, karena terdapat beberapa
perusahaan asuransi syariah yang masih keliru dalam penerapan berbagai
ketentuan yang diatur oleh Fatwa DSN-MUI maupun POJK tentang asuransi
syariah.
Hadirnya Fatwa DSN-MUI tentang asuransi syariah, untuk
mempertimbangkan kegiatan asuransi yang telah ada sebelumnya karena
tidak sesuai dengan prinsip syariah, dan untuk menciptakan suatu
1 http://m.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/18/04/03/p6m3h4416-
konsultasi-syariah-parameter-kesesuaian-syariah, 03 April 2018.
17
kemaslahatan dalam kehidupan di dunia dan di akhirat yang terangkum dalam
al maqashid syari’ah.2
Acuan Fatwa dalam memberikan pernyataan kesesuaian syariah
terhadap kegiatan asuransi adalah pada ayat Al qur‟an dan hadist sebagai
berikut:
البر والت قوى ول ت عاون على اإلثم والعدوان والت قوا اهلل إن اهلل شديد العقاب و ت عاون على
Artinya: “… tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan
dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
(QS AL Maidah: 2).
Ayat tersebut memuat perintah untuk saling tolong menolong diantara
sesama manusia. Dengan perintah tersebut, terlihat dalam kegiatan asuransi
syariah dimana para peserta diwajibkan untuk memberikan dana hibah berupa
iuran tabarru’ yang akan dikumpulkan dalam suatu rekening khusus yang
akan digunakan untuk menolong peserta lain yang mengalami musibah.
ما اصاب من مصيبة ال بإذن اهلل
Artinya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang
kecuali dengan izin Allah …” (QS At Taghabun: 11).
سب غدا وما إن اهلل عنده علم الساعة وي ن زل الغيث وي علم ما في الرحام وما تدري ن فس ماذا تك
ر تدري ن فس ب اي ارض تموت إن اهلل عليم خبي
Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisiNya sajalah pengetahuan
tentang hari kiamat, dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa
yang ada di dalam rahim. Dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui
dengan pasti apa yang kan diusahakan besok; dan tidak seorangpun yang
2 Mustofa dan Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),
h. 6.
18
dapat menggetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah maha
mengetahui lagi maha mengenal.” (QS Luqman: 34).
Menurut penjelasan yang terkandung di dalam tafsir Ibn. Katsir, surat
At-Taghabun ayat 11, Ibn. Abbas mengatakan bahwa ayat tersebut bermakna
musibah yang akan terjadi dan menimpa manusia adalah atas perintah Allah,
yaitu atas kekuasaan-Nya dan kehendak-Nya.
Pada surat Luqman ayat 34 dijelaskan bahwa, tidak ada seorangpun
yang dapat mengetahui kapan ia akan mati, yaitu dinegerinya atau bahkan di
negeri lain di antara negeri-negeri yang ada. Penafsiran tersebut juga semakna
dengan surat Al-An‟am ayat 59 bahwa hanya di sisi-Nya lah kunci-kunci
semua yang gaib, tidak ada yang mengetahui kecuali Allah semata.3
Menurut kedua penjelasan diatas, bahwa segala musibah yang akan
terjadi dan telah terjadi adalah atas kehendak Allah. Tidak ada seorangpun
yang mengetahui kapan dan dimana musibah akan terjadi. Oleh karena itu, di
era seperti saat ini, yang mana segala sesuatu membutuhkan dana yang besar
terutama pada risiko yang terjadi harus menggunakan suatu metode yang
akan memberikan kemudahan dan ketenangan bagi manusia dalam
menghadapai berbagai risiko tersebut, yaitu dengan ikut serta dalam kegiatan
asuransi syariah.
ا عن ابي ىري رة )رض( قال: إق تت لت إمراتان من ىذ يل ف رمت إحداىما الخرى بحجر ف قت ل ت
ا فاختصموا إلى النبي صلى اهلل عليو وسلم ف قضى رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: وما في بطن
ا ولد ا و ورث ا غرة عبد او وليدة وقضى بد ية المراة على عاقلت م ان دية جنين ىا و من مع
ذلي ل ف قال حمل ابن النابغة ال : يا رسول اهلل كيف ي غرم من ل شرب ول أكل ول نطق ول است
ان من أج ل فمثل ذلك يطل ف قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: إنما ىذا من إخواان الك
عليو( سجعو الذي سجع )مت فق
3 Ibn. Katsir, Tafisr Ibn. Katsir.
19
Artinya: “Abu Hurairah r.a. menyampaikan, “Dua orang perempuan
dari suku Hudzail bertengkar. Salah seorang melempar yang lain dengan batu
sehingga ia dan anaknya masih ada dalam kandungannya mati. Keluarga
korban lalu mengadukan hal ini kepada Rasulullah saw. Beliau memutuskan,
bahwa denda janin dalam perut harus dibayar dengan memerdekakan seorang
budak laki-laki atau perempuan, dan denda perempuan yang dibunuh
diberikan kepada ashabah yang diwariskan kepada anak-anak dan ahli waris
mereka. Hamal bin an-Nabighah al-Hudzaili lalu berkata, wahai Rasulullah,
bagaimana mungkin ada denda terhadap janin yang belum bisa makan
maupun minum, dan juga belum bisa bicara maupun bersuara? Harusnya hal
itu dibebaskan. Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya orang ini pasti
berasal dari saudara-saudara tukang tenung.” Itu karena ucapannya yang
bersajak”. (muttafaq „alaih).4
Hadist tersebut menjelaskan tentang tradisi aqilah yang diterapkan pada
masa jahiliyah. Tradisi tersebut dimana kerabat dari orang tua laki-laki
memiliki kewajiban untuk menanggung denda jika salah seorang dari satu
suku membunuh seseorang dari suku lain.
Menurut M. Muhsin Khan, bahwa ide pokok dari aqilah adalah suku
arab zaman dahulu harus siap untuk berkontribusi atas nama pembunuh untuk
membayar pewaris korban. Hal tersebut sana dengan membayar premi dalam
praktik asuransi dan kompensasi yang dibayar berdasarkan aqilah sama
dengan nilai pertanggungan. Oleh karena itu, hal tersebut sama dengan
bentuk perlindungan finansial untuk pewaris atas kematian korban yang tidak
diharapkan.5
ب عن ابي ىري رة )رض( عن النبي صلى اهلل عليو وسلم قال: من ن فس عن مسلم كربة من كر
ن يا ن فس اهلل عن ن يا الد و كربة من كرب ي وم القيامة ومن يسر على معسر يسر اهلل عليو في الد
4 Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqlani, Terjemahan Lengkap Bulughul Maram (Jakarta:
Akbarmedia, 2015), h. 320—321.
5 https://www.kompasiana.com/luthfidamanhuri/hadist-yang-dijadikan-landasan-asuransi-
jiwa-syariah, 3 Juni 2018.
20
ن يا واآلخرة واهلل في عون العبد ما كان العبد ف ي عون واآلخرة ومن ست ر مسلما ست ره اهلل في الد
أخرجو مسلم(أخيو )
Artinya: “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, nabi Muhammad
bersabda: “Barang siapa yang melepaskan kesusahan seorang muslim di
antara kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskan
kesusahannya di antara kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barangsiapa
memudahkan orang yang sedang kesulitan, niscaya Allah akan memberinya
kemudahan di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang
muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah
akan selalu menolong seorang hamba selama ia mau menolong saudaranya”.
(HR Muslim).6
Hadist tersebut dijadikan sebagai landasan dalam kegiatan asuransi
syariah, karena dalam kegiatannya asuransi syariah memiliki satu unsur yang
sangat penting yaitu saling tolong menolong. Tolong menolong disini berarti
diantara satu peserta dengan peserta yang lain telah melepaskan satu kesulitan
dan kesusahan orang lain, yang mana perbuatan tersebut akan dibalas oleh
Allah SWT.
ا او ات وكل؟ عن انس إبن مالك )رض( قال: قال رجل يارسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم اعقل
ا و ت وك قال: اعقل
Artinya: ”Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bertanya seorang
kepada Rasulullah SAW, tentang (untanya): “Apa unta ini saya ikat saja atau
langsung saya bertawakal pada (Allah SWT)?” bersabda Rasulullah SAW:
“Pertama ikatlah unta itu kemudian bertawakalah kepada Allah SWT.” (HR.
at-Turmudzi).7
6 Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqlani, Terjemahan Lengkap Bulughul Maram (Jakarta:
Akbarmedia, 2015), h. 404—405.
7 Imam Nawawi, Riyadush Shalihin BAB I Jilid 7 Tentang Keyakinan dan Tawakal.
21
Hadist tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan takwa
adalah bukan semata-mata menyerahkan segala urusan kepada Allah tanpa
didampingi dengan usaha. Akan tetapi, takwa adalah usaha yang telah
dilakukan, kemudian menyerahkan segala urusan kepada Allah yang disebut
dengan ikhtiar. Seperti halnya dengan berasuransi, bukan berarti manusia
tidak percaya kepada takdir Allah. Namun dengan ketakwaannya kepada
Allah, maka ia berusaha dengan ikut serta dalam kegiatan asuransi syariah
untuk meminimalisir risiko yang akan terjadi.
B. Asuransi Jiwa
1. Pengertian Asuransi Jiwa
Asuransi dikelompokkan ke dalam dua bentuk, yaitu asuransi
kerugian dan asuransi jiwa. Dalam literatur Islam, asuransi jiwa dikenal
dengan istilah ta’min al-asykhash. Asuransi jiwa yaitu perjanjian antara
dua pihak atau lebih, yang mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada pihak tertanggung dengan menerima premi asuransi, yang nantinya
akan digunakan untuk memeberikan suatu pembayaran yang didasarkan
atas hidup atau mati nya peserta.8
Usaha asuransi jiwa syariah menurut UU No. 40 Tahun 2014 yaitu
usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling
menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang
didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain
kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang
diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau
didasarkan pada hasil pengelolaan dana.9
Asuransi jiwa merupakan bentuk asuransi yang mempertanggungkan
jiwa seseorang, dimana penanggung berjanji akan membayar sejumlah
8 Amin Suma, Asuransi Syariah & Asuransi Kovensional (Tangerang: Kholam
Publishing, 2006), h. 42—43.
9 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 1 Ayat 9.
22
uang kepada orang yang disebutkan di dalam polis apabila mengalami
risiko kematian atau risiko lainnya sesuai dengan kesepakatan.10
Jasa yang diberikan oleh asuransi jiwa berkaitan erat dengan
ketidakpastian produktivitas ekonomis manusia, seperti kematian, PHK,
dan kemungkinan atas terjadinya cacat. Karena faktor-faktor tersebutlah
banyak orang yang rela untuk membayar premi guna mendapatkan
manfaat dari asuransi jiwa. Manfaat tersebut antara lain, santunan bagi
tertanggung ketika meninggal dunia, cadangan dana untuk pensiun, dan
menghindari pajak pendapatan.11
2. Plan Dasar Asuransi Jiwa
Secara garis besar plan dasar asuransi jiwa terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu:
a. Term Insurance, yaitu plan di mana manfaat akan diberikan apabila
peserta meninggal dunia dan dalam kurun waktu asuransi berjangka itu
berlaku.
b. Endowment Insurance (asuransi dwiguna), yaitu asuransi yang berlaku
untuk satu kurun waktu tertentu. Tetapi, asuransi dwiguna menyediakan
satu bentuk santunan yang sama dengan jumlah santunan, dengan tidak
memperdulikan hidup atau meninggalnya tertanggung sampai akhir
kurun waktu yang dipilih atau meninggal selama kurun waktu tersebut.
c. Whole Life Insurance (asuransi seumur hidup), yaitu menyediakan
penutupan asuransi selama hidupnya tertanggung. Pada plan tersebut
tidak ada batas akhir yang pasti tentang jangka waktu penutupan.12
10
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 309.
11 Martono, Bank & Lembaga Keuangan Lain (Yogyakarta: EKONISIA, 2010), h. 154.
12 Muhamaad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 215—216.
23
3. Sistem Asuransi Jiwa
Asuransi jiwa merupakan salah satu bentuk asuransi yang berkaitan
dengan bahaya dan risiko yang dapat menimpa jiwa seseorang, seperti luka
akibat kecelakaan, sakit, meninggal, atau pensiun. Dari risiko-risiko
tersebut asuransi jiwa memiliki beberapa model yaitu asuransi hidup,
kecelakaan, sosial, dan asuransi sakit.13
Model asuransi jiwa dalam konsep asuransi hidup yaitu merupakan
kesepakatan peserta dengan perusahaan asuransi untuk membayar
kontribusi secara berkala dengan kompensasi perusahaan harus
memberikan sejumlah uang kepada peserta atau ahli waris yang telah
disepakati sebelumnya, ketika peserta telah mencapai usia tertentu atau
meninggal dunia. Nominal yang dapat diberikan dalam bentuk kontan atau
pemasukan bulanan sesuai dengan kesepakatan.14
Asuransi jiwa syariah memiliki beberapa produk yang mengandung
unsur tabungan, diantaranya yaitu produk dana hari tua, dana pendidikan,
dana haji, dana investasi, dan produk asuransi dana kesejahteraan
keluarga.15
Program tersebut memuat beberapa aturan dimana setiap peserta
disyaratkan untuk membayar kontribusi sesuai dengan kemampuan
peserta, namun tidak kurang dari jumlah minimal yang ditentukan oleh
perusahaan dengan cara pembayaran secara berkala selama masa asuransi.
Kontribusi yang dibayarkan oleh peserta terdiri atas unsur tabungan
dan tabarru’, yang mana unsur tabarru’ diambil dari tabel moralita yang
13
Husain Husain Syahatah, Asuransi dalam Perspktif Syariah (Jakarta: AMZAH, 2006),
h. 5—6.
14 Husain Husain Syahatah, Asuransi dalam Perspktif Syariah, h. 22.
15 Machzumy Ibrahim, Dasar-dasar Asuransi Syariah (Jakarta: PT PP Mardi Maluyo,
t.th.), h. 87.
24
besarnya tergantung pada usia dan masa perjanjian. Besarnya tabungan
berada pada 0,75%-12%.16
Pada produk dana investasi, setiap kontribusi berkala yang dibayarkan
oleh peserta dibagi ke dalam dua rekening yang terpisah yaitu rekening
tabungan dan rekening tabarru’ yang akan dibagikan kepada ahli waris
dari peserta yang meninggal dunia dalam masa asuransi. Dalam hal ini
rekening tabungan peserta menampung pengakumulasian simpanan,
sedangkan rekening tabarru’ merupakan kumpulan dana bersama para
peserta yang dapat dibayarkan pada saat meninggalnya peserta.17
4. Mekanisme Pengelolaan Risiko
Asuransi jiwa syariah memiliki cara kerja yang mirip dengan plan-
plan unit link, kecuali jika dana investasi tidak diinvestasikan ke dalam
“unit trust” tetapi pada instrument investasi yang berbeda. Kontrak
asuransi jiwa syariah didasarkan pada prinsip mudharabah dan tabarru’.
Asuransi jiwa syariah membagi kontribusi peserta ke dalam dua bentuk
yaitu rekening tabungan dan rekening risiko yang dalam hal ini disebut
sebagai rekening tabarru’.
Peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik dana dan
perusahaan sebagai pengelola dana. Kedua bentuk dana akan
diinvestasikan secara bersama-sama atau terpisah, dan setiap keuntungan
akan dibagikan sesuai dengan kesepakatan. Keuntungan dari hasil
investasi kemudian dialokasikan kepada rekening tabarru’ dan rekening
risiko secara proporsional (jika kedua jenis dana kontrsibusi diinvestasikan
bersama-sama). Biaya moralita, reasuransi, cadangan, biaya manajemen,
dan komisi dikurangi dari rekening risiko.
16
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah: Keberadaannya dan Kelebihannya di Tengah
Asuransi Konvensional (Jakarta: PT Elex Media Kompetindo, 2006), h. 68.
17 Machzumy Ibrahim, Dasar-dasar Asuransi Syariah (Jakarta: PT PP Mardi Maluyo,
t.th.), h. 88—89.
25
C. Polis Asuransi
Polis Asuransi yaitu menurut POJK No. 23 Tahun 2015 Tentang
Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi, yang dimaksud dengan
polis asuransi yaitu akta perjanjian asuransi atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan perjanjian akta perjanjian asuransi, serta dokumen lain
yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian
asuransi, yang dibuat secara tertulis dan memuat perjanjian antara pihak
perusahaan asuransi dan pemegang polis.18
Pasal 255 KUHD menyatakan bahwa setiap pertanggungan harus dibuat
secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis. Dari pernyataan
tersebut dapat disimpulkan bahwa polis asuransi merupakan bukti tertulis atau
surat perjanjian antara pemegang polis atau peserta asuransi dengan
perusahaan asuransi. Dengan demikian, polis memegang peranan penting
dalam menjaga konsistensi perjanjian antara para pihak dan membuat
perjanjian para pihak berkekuatan hukum tetap.
Polis asuransi termasuk ke dalam jenis perjanjian baku, karena pada
bentuk dokumen polis terdapat perjanjian yang klausulnya telah dirancang
oleh perusahaan asuransi, sedangkan peserta atau pemegang polis hanya
diminta untuk menerima atau menolak isi perjanjian. Selain itu, di dalam
polis juga terdapat klausula baku yang akan merugikan peserta, sehingga
ketentuan klausula tersebut diatur oleh OJK.
Polis juga memiliki beberapa manfaat diantaranya yaitu, sebagai bukti
jaminan atas uang tunai ganti rugi yang akan diberikan oleh perusahaan
asuransi dan juga sebagai bukti pembayaran kontribusi atau premi dari
peserta kepada perusahaan asuransi.19
Polis asuransi memuat hal-hal sebagai berikut yaitu nomor polis, nama
dan alamat tertanggung, uraian risiko, uraian pengelolaan investasi, jumlah
18
POJK No. 23 Tahun 2015 Tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi,
Pasal 1 ayat 6.
19 Martono, Bank & Lembaga Keuangan Lain (Yogyakarta: EKONISIA, 2010), h. 150.
26
pertanggungan, jangka waktu pertanggungan, besar kontribusi, bea materai,
bahaya-bahaya yang dijaminkan, dan berbagai ketentuan lainya sesuai dengan
kesepakatan para pihak .20
D. Unit Link
1. Pengertian Unit Link
Unit link syariah menurut Mila Sartika yaitu, suatu bentuk gabungan
asuransi sekaligus investasi dalam memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi suatu risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan prinsip
syariah.21
Unit link dapat dikatakan sebagai bentuk asuransi jiwa yang
mengandung unsur tabungan. Produk tersebut dapat memberikan bentuk
perlindungan untuk perorangan yang mengikatkan dan merencanakan
pengumpulan dana sebagai investasi yang diperuntukan bagi ahli waris
jika peserta meninggal dunia atau sebagai bekal untuk hari tua peserta.22
2. Gambaran Umum Unit Link
Produk asuransi syariah merupakan suatu model proteksi yang
ditawarkan oleh perusahaan asuransi kepada masyarakat agar menjadi
peserta dari sebuah perkumpulan pertanggungan yang secara materi akan
memberikan keamanan untuk harta dan jiwa.
Proteksi yang diberikan untuk melindungi harta dan jiwa disebut
dengan asuransi jiwa dan asuransi kerugian. Kedua bentuk asuransi terebut
memiliki manfaat yang berbeda dan mekanisme yang berbeda. Akan tetapi
20
Martono, Bank & Lembaga Keuangan Lain (Yogyakarta: EKONISIA, 2010), h. 150—
151.
21 Mila Sartika, “Konsep dan Implementasi Dana Premi Unit Link Syariah”, Jurnal
Asuransi dan Manajemen Resiko, Vol. 1, 2, (September 2013), h. 26.
22 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: EKONISIA,
2005), h. 128.
27
keduanya menganut prosedur akad yang sama, yaitu saling tanggung
menanggung (takafuli).23
Unit link merupakan kegiatan baru yang tercipta dari asuransi jiwa,
yang mana asuransi jiwa yang telah ada sebelumnya, merupakan bentuk
asuransi jiwa tradisional. Sedangkan untuk unit link merupakan bentuk
asuransi jiwa yang memberikan dua manfaat sekaligus, yaitu manfaat
proteksi dan investasi.
Produk unit link mengacu pada suatu perencanaan asuransi jiwa
dimana elemen investasi dari setiap kontribusi ditempatkan dalam unitized
fund yang sesuai dengan nilai pasar pada saat kontribusi dibayarkan.
Benefit akan dinyatakan dalam unit-unit pada nilai pasar saat benefit
dibayarkan. Bidang investasi yang dapat dipilih cukup luas, yaitu seperti
reksa dana, saham, dan lain sebagainya.24
Menurut cara kerja unit link, sebagian dari kontribusi yang dibayarkan
oleh peserta akan diinvestasikan ke dalam unit-unit dari suatu unit trust
atau suatu internal unitized life fund. Hasil investasi bersih, setelah
dipotong pajak, akan digunakan untuk tambahan unit-unit yang di
alokasikan ke polis. Jumlah yang dibayar pada saat peserta meninggal
dunia biasanya akan lebih besar dari jumlah unit-unit yang dialokasikan
dan dari jumlah pertanggungan minimum yang digaransi.25
23
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis, & Pranktis (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 167.
24 Machzumy Ibrahim, Dasar-dasar Asuransi Syariah (Jakarta: PT PP Mardi Maluyo,
t.th.), h. 81.
25 Machzumy Ibrahim, Dasar-dasar Asuransi Syariah, h. 81—82.
28
3. Bentuk Unit Link Syariah
Menurut Bahrul Ulum dalam skripsinya yang membahas tentang unit
link, mengatakan bahwa terdapat dua bentuk unit link yang telah dijual
oleh perusahaan asuransi syariah di Indonesia, yaitu26
:
a. Back End Load Syariah Link
Jenis unit link tersebut, dimana perusahaan asuransi tidak akan
membebankan biaya akuisisi (ujrah) yang persentasenya cukup besar
pada tahun pertama dan kedua, walaupun perusahaan tersebut telah
mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk ujrah agen dan
bancassurance. Sehingga nilai investasi akan menjadi lebih besar.
Pada bentuk tersebut, peserta biasanya tidak diperkenankan untuk
mengambil dananya yang telah terkumpul dengan tetap membayar
kontribusi selama tujuh tahun. Jika peserta melanggar kesepakatan
tersebut, maka perusahaan akan mengenakan biaya yang disebut
surrender charge (sama dengan biaya akuisisi).
b. Front and Load Syariah
Jenis unit link tersebut merupakan kebalikan dari jenis yang telah
dijelaskan sebelumnya. Pada jenis unit link tersebut perusahaan asuransi
akan membebankan kepada peserta biaya akuisisi (ujrah) yang
presentasenya sangat besar pada tahun pertama dan kedua. Biasanya
porsi persentase yang dibebankan oleh perusahaan asuransi berkisar
antara 60—100% dari kontribusi dasar yang dibayarkan.
4. Produk Unit Link
Produk unit link memiliki beberapa bentuk, salah satunya yaitu yang
dilihat berdasarkan pembayaran kontribusi yang dilakukan oleh peserta
asuransi, maka produk unit link terbagi menjadi dua bentuk, yaitu27
:
26
Bahrul Ulum, “Perbandingan Asuransi Jiwa Unit Link PT Prudential antara
Konvensional dengan Syariah” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang, 2015), h. 47—48, t.d.
29
a. Single Contribution (kontribusi tunggal)
Pada bentuk pembayaran kontribusi tunggal, peserta diwajibkan
untuk membayar kontribusi sekali saja, dan biasanya untuk tujuan
investasi. Besarnya dana yang dikeluarkan untuk kontribusi tersebut
sebesar 8—12 juta rupiah. Dan untuk ujrah nya hanya dibebankan satu
kali pada awal, kemudian kontribusi yang disetorkan akan diinvestasikan
pada instrument investasi syariah.
b. Regular Contribution
Pada bentuk pembayaran kontribusi regular contribution, peserta
diwajibkan untuk membayar kontribusi secara berkala sesuai dengan
metode yang telah disepakati. Pada jenis tersebut juga, peserta dapat
menentukan porsi pembagian dana yang akan dialokasikan kepada basic
contribution dan untuk top up.
5. Mekanisme Pengelolaan Dana
Produk asuransi jiwa unit link merupakan produk asuransi yang
memberikan dua manfaat sekaligus, yaitu manfaat proteksi dan manfaat
investasi. Dalam kegiatannya asuransi jiwa unit link mewajibkan kepada
setiap peserta untuk membayar konribusi yang nantinya akan dibagi ke
dalam dua bagian kontribusi yaitu iuran tabarru’ dan kontribusi untuk
investasi. Hal tersebut yang disebut dengan produk asuransi dengan sistem
saving.
Dalam mekanisme produk saving para peserta membayarkan
kontribusi kepada perusahaan asuransi syariah setiap bulannya dengan
besaran yang sesuai dengan kemampuan peserta. Kontribusi yang
dibayarkan akan dimasukan kedalam dua rekening yang berbeda yaitu:
27
Bahrul Ulum, “Perbandingan Asuransi Jiwa Unit Link PT Prudential antara
Konvensional dengan Syariah” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang, 2015), h. 49—50, t.d.
30
a. Rekening tabungan peserta (saving)
Rekening tabungan peserta (saving) merupakan dana milik peserta
yang akan diinvestasikan oleh perusahaan kepada beberapa instrumen
investasi syariah dengan pembagian keuntungan akan dibayarkan secara
proporsional kepada peserta apabila perjanjian berakhir, peserta
mengundurkan diri, dan peserta meninggal dunia.28
b. Rekening tabarru’
Rekening tabarru’ merupakan kumpulan dana yang diberikan oleh
para peserta dengan niat untuk menghibahkan dana tersebut guna
membantu peserta lain yang mengalami musibah. Dana tersebut akan
dibayarkan apabila peserta meninggal dunia dan perjanjian telah berakhir
jika terdapat surplus underwriting.
Apabila pada akhir kontrak terjadi surplus underwriting yaitu jumlah
dana tabarru’ ditambah dengan hasil investasi lebih besar dari jumlah
dana yang disalurkan untuk klaim peserta dan segala biaya yang
dibebankan untuk dana tersebut, maka surplus akan dibagikan kepada
setiap peserta dengan berbagai pilihan, yaitu:
1) Seluruh surplus tersebut akan dimasukan kedalam cadangan kembali
dalam rekening dana tabarru’.
2) Sebagian surplus dikembalikan kepada peserta dan sebagian lainnya
dikembalikan kedalam cadangan rekening tabarru’.
3) Sebagian surplus dikembalikan kepada peserta, sebagian lainnya
dibayarkan kepada perusahaan asuransi syariah dan sebagian lainnya
dicadangkan kedalam rekening tabarru’.
Apabila perusahaan asuransi syariah merasa risiko yang dikelola
melebihi kapasitas dan kemampuannya, maka risiko tersebut di bagikan
kepada perusahaan reasuransi syariah. Dengan demikian, risiko yang
dikelola akan lebih baik. Namun, kosekuensi dari sistem tersebut yaitu
28
Muhamaad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 217.
31
sebagian dana tabarru’ yang dikelola oleh perusahaan asuransi syariah
juga akan dibayarkan kepada perusahaan reasuransi syariah.29
Sistem tersebut sebagai implementasi dari akad takafuli, sehingga
kegiatan asuransi dapat terhindar dari unsur riba, gharar, dan maysir.
Selanjutnya dana tersebut diinvestasikan oleh perusahaan sesuai dengan
prinsip syariah. Setiap keuntungan dari hasil investasi dan setelah
dikurangi oleh beban asuransi dan biaya-biaya akan diserahkan kepada
peserta secara kolektif, karena hal tersebut menjadi hak setiap perseta.30
E. Review Studi Terdahulu
Dalam upaya meneliti penerapan konsep syariah pada isi polis dan akad
asuransi syariah yang sesuai dengan Fatwa, perlu dilakukan kajian pustaka
sebagai salah satu dari penerapan metode penelitian yang akan dilakukan.
Diantaranya adalah mengidentifikasikan kesenjangan (identify gaps),
menghindari perbuatan ulang, mengidentifikasikan metode yang pernah
dilakukan, meneruskan dari penelitian sebelumnya, serta mengetahui orang
lain yang spesialisasi dan area penelitiannya di bidang ini.
Selanjutnya peneliti akan menganalisis mengenai aspek pembahasan
dan aspek pembeda dari penelitian sebelumnya yang bersumber dari jurnal,
skripsi, dan tesis. Oleh karena itu di bawah ini merupakan kesimpulan dari
apa yang sudah peneliti dapatkan, yaitu:
1. Destri Budi Nugraheni31
Penelitian tersebut membahas tentang hal-hal yang diatur terkait
kesesuaian PMK dan Fatwa DSN MUI terhadap penerapan akad tabarru’,
pemilihan akad tijarah dan tanggung jawab perusahaan jika terjadi
kegagalan investasi pada produk unit link dalam tiga perusahaan asuransi
29
Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, Halal & Maslahat (t.t., Tiga Serangkai, 2007), h. 8—
9.
30 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional (Jakarta: Gema Insani Press, 2013), h. 177.
31 Destri Budi Nugraheni, “Analisis Yuridis Akad Tabarru’ dan Akad Tijarah dalam
Produk Unit Link Syariah”.
32
yang berbeda, yaitu PT AXA Financial Indonesia, Prudential Syariah dan
PT Takaful Keluarga.
Yang membedakan dengan penelitian tersebut terletak pada
peraturan yang digunakan sebagai alat analisis dan pembahasan objek
penelitian. Pada penelitian ini peraturan yang akan digunakan sebagai alat
analisis yaitu Fatwa DSN-MUI dan POJK, serta objek pembahasannya
yaitu pada penerapan objek akad wakalah bil ujrah, pembagian porsi dana
tabarru, pengelolaan dana tabarru’ dan dana investasi pada polis asuransi
jiwa unit link syariah Prudential Jakarta.
2. Nur Kholis32
Penelitian tersebut membahas tentang manfaat dan kesesuaian syariah
produk unit link pada PT Prudential Syariah. Penelitian tersebut membahas
mengenai pengelolaan terhadap dana tabarru’, administrasi dan investasi
yang terdapat unsur gharar jika dilihat dari Fatwa DSN-MUI No. 21 dan
No. 53, kemudian hal-hal yang harus dicermati oleh peserta sebelum
mengambil produk, dan mengenai pembayaran ujrah agen oleh peserta
yang mana menurut peneliti hal tersebut akan merugikan peserta.
Yang membedakan dengan penelitian tersebut terletak pada
peraturan yang digunakan sebagai bahan analisis dan permasalahan yang
akan dibahas. Pada penelitian ini peraturan yang akan digunakan yaitu
Fatwa DSN-MUI dan POJK. Permasalahan yang akan diteliti yaitu
ketentuan objek akad wakalah bil ujrah, pembagian porsi dana tabarru’
yang menurut peneliti diduga terjadi pembagian yang tidak imbang,
pengelolaan dana tabarru’ dan dana investasi, serta ketentuan mengenai
ujrah akuisisi.
Satu hal lagi, yang membedakan dengan penelitian sebelumnya
yaitu, pada penelitian ini tidak melakukan perbandingan dengan
32
Nur Kholis, “Islamic Unit Linked : Is it Profitable and Fully Sharia Compliance?”.
33
perusahaan asuransi syariah lain, melainkan perbandingan antara Fatwa
DSN-MUI, POJK dan polis.
3. Rusyanti dan Abdul Ghafur Anshori33
Penelitian tersebut membahas tentang pelaksanaan akad wakalah bil
ujrah pada asuransi jiwa syariah PT Prudential Life Assurance BNJ
Agency Banjarmasin, yang mana pembahasannya terfokus pada agency
Banjarmasin yang dibandingkan dengan Fatwa DSN-MUI No. 10 Tahun
2000, dan mengenai objek dari akad wakalah bil ujrah yang telah
menyebutkan semua unsur objeknya, oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa hal tersebut telah sesuai dengan ketentuan Fatwa.
Yang membedakan dengan penelitian tersebut terletak pada tempat
dan pembahasan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi
pembahasan peneliti yaitu tentang ketentuan objek akad wakalah bil ujrah
yang tercantum di dalam ketentuan polis asuransi jiwa unit link syariah
pada PT Asuransi Prudential Jakarta. Selain itu dalam penelitian ini, hal
yang akan dibahas hanya pada pembagian porsi dana tabarru’ dan
pengelolaan dana tabarru’ dan dana investasi.
4. Mila Sartika dan Hendri Hermawan34
Penelitian tersebut membahas tentang deskripsi konsep dan
implementasi terhadap pengelolaan dana premi unit link syariah secara
komperhensip pada perusahaan asuransi. Kesimpulan dari penelitian
tersebut yaitu produk unit link syariah pada perusahaan asuransi
mengaplikasikan akad tabarru’ dan akad wakalah bil ujrah yang
bersumber pada Fatwa DSN-MUI. Dan untuk pengelolaan dana premi
dalam unit link telah sesuai dengan prinsip syariah, karena perusahaan
33
Rusyanti dan Abdul Ghafur Anshori, “Pelaksanaan Akad Wakalah Bil Ujrah dalam
Asuransi Jiwa Syariah Di PT Prudential Life Assurance BNJ Agency Banjarmasin”.
34 Mila Sartika dan Hendri Hermawan Adinugraha, “Konsep dan Implementasi
Pengelolaan Dana Premi Unit Link Syariah”.
34
asuransi menempatkan dana-dana investasinya di JII yang dijamin
kesyariahannya.
Yang membedakan dengan penelitian tersebut yaitu pada penelitian
ini hanya terfokus pada perusahaan prudential dan penelitian tidak hanya
terfokus pada pengalokasian dana investasi pada instrumen investasi
syariah, namun juga melihat kepada pembagian porsi presentase iuran
tabarru’ dan ujrah akuisisi yang menjadi beban peserta.
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Peran metode penelitian dalam sebuah penelitian sangat penting untuk
menentukan berbagai upaya yang akan dilakukan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data sekaligus menjawab pertanyaan dari berbagai masalah
yang timbul dalam penelitian ini. Oleh karena itu, keberadaan sebuah metode
penelitian akan memberikan petunjuk dalam pelaksanaan penelitian. Metode
penelitian ini akan diuraikan dalam beberapa tahapan, mulai dari cara dan
proses yang meliputi:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan yaitu deskriptif
kualitatif, yaitu dengan memecahkan suatu kasus kesesuaian syariah
terhadap isi polis asuransi jiwa unit link syariah Prudential Jakarta.
2. Jenis Pendekatan
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan yuridis empiris, di
mana kajian yang dilakukan menyelaraskan antara peraturan-peraturan
dengan kegiatan asuransi syariah yang dalam hal ini yaitu berupa polis
asuransi jiwa unit link syariah.
3. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan bersifat kualitatif yang terdiri dari data
primer dan data sekunder.
a. Data primer diambil langsung dari beberapa peraturan yaitu:
1) Undang-undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
2) Fatwa DSN MUI No. 21 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah
3) Fatwa DSN MUI No. 52 Tahun 2006 Tentang Akad Wakalah Bil
Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah
4) Fatwa DSN MUI No. 53 Tahun 2006 Tentang Akad Tabarru’ pada
Asuransi Syariah
36
5) POJK No. 23 Tahun 2015 Tentang Produk Asuransi dan Pemasaran
Produk Asuransi
6) POJK No. 69 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
Reasuransi
7) POJK No. 72 Tahun 2016 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah
8) Polis asuransi jiwa unit link syariah Prudential Jakarta.
9) Wawancara kepada:
Peserta asuransi syariah atas nama Isro Subadri, pada tanggal 8
November 2017, bertempat di Depok.
Konsultan asuransi Prudential atas nama Arief Hidayatullah, pada
tanggal 11 Februari 2018, bertempat di kantor Direktorat Reserse
Kriminal Khusus, Jakarta Selatan.
Agen asuransi syariah atas nama Nazhirah Zahra Fauziyyah, pada
tanggal 26 Maret 2018, bertempat di Perpustakaan Umum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pegawai (call center) pada perusahaan Prudential atas nama David,
pada tanggal 19 April 2018, melalui via telepon.
10) Hasil riset berupa tesis, skripsi dan jurnal tentang polis dan ketentuan
akad pada lembaga asuransi syariah.
b. Data sekunder diambil dari membaca buku dan literature lainnya yang
terdiri dari buku-buku teks tentang asuransi syariah dan berita serta
laporan OJK pada lembaga asuransi syariah.
4. Responden
Yang menjadi responden adalah konsultan, agen, pegawai perusahaan
Prudential, dan peserta asuransi syariah yang bersangkutan.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara terhadap
konsultan, agen, pegawai asuransi pada PT Prudential Life Assurance,
dan peserta asuransi syariah untuk mendapatkan informasi.
37
b. Teknik kepustakaan, yaitu dengan mencari data pada berbagai sumber
seperti buku tentang asuransi syariah, beberapa penelitian tentang
asuransi syariah, dan melihat peraturan-peraturan yang mengatur
tentang kegiatan asuransi syariah.
6. Teknik Pengolahan Data
Untuk memudahkan dalam pemaparan data yang telah didapatkan, peneliti
mengolah data hasil wawancara kepada peserta, konsultan, agen dan
pegawai perusahaan prudential berupa audio visual menjadi data teks yang
sesuai dengan kebutuhan.
7. Subjek-Objek
a. Subjek penelitian ini yaitu pegawai perusahaan, konsultan, agen, dan
peserta asuransi jiwa unit link syariah Prudential Jakarta.
b. Objek penelitian ini yaitu polis asuransi jiwa unit link syariah
Prudential Jakarta atau yang disebut dengan prulink syariah assurance
account.
B. Profil Perusahaan
1. Sejarah Perkembangan Perusahaan
Prudential Corporation plc didirikan di London pada tahun 1848 yang
merupakan perusahaan jasa keuangan ritel dan asuransi terbesar di Inggris
dengan total dana mencapai 509 miliar US Dollar. Di Indonesia PT
Prudential Life Assurance didirikan pada tahun 1995 yang merupakan
bagian dari Prudential plc. Sebagai bagian dari grup yang berpengalaman
lebih dari 168 tahun di industri asuransi jiwa, Pruential Indonesia memiliki
komitmen untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia.
Sejak peluncuran produk asuransi terkait investasi (unit link)
pertamnya tahun 1999, Prudential telah menjadi pemimpin pasar untuk
kategori produk tersebut di Indonesia. Sehingga dari tahun 2002—2017 PT
Prudential selalu menjadi nomor satu pada majalah investor. Prudential
Indonesia menyediakan berbagai produk dan layanan yang dirancang
38
untuk memenuhi dan melengkapi setiap kebutuhan keuangan para
nasabahnya di Indonesia.
2. Produk Asuransi Prudential
Asuransi Prudential memiliki beberapa produk asuransi yang dapat
dipilih oleh calon peserta, diantaranya yaitu proteksi, asuransi terkait
investasi, dan asuransi tambahan.
Produk proteksi dari asuransi Prudential meliputi pruuniversal life,
prulife cover, pruprotector plan, pruaccident plus, dan pruhospital care.
Produk asuransi terkait investasi meliputi prulink assurance account,
prulink syariah assurance account, prulink investor account, prulink
syariah investor account, dan prulink fixed pay. Dan yang terakhir yaitu
produk asuransi tambahan yang tersedia cukup banyak pada asuransi
Prudential dan dapat dipilih salah satunya atau kombinasi dari beberapa
asuransi yang sesuai dengan kebutuhan oleh para pemegang polis.
3. Produk Prulink Syariah Account
Salah satu produk asuransi jiwa syariah yang dimiliki oleh PT
Prudential yaitu Prulink syariah assurance account, yang merupakan
produk asuransi jiwa terkait investasi berdasarkan prinsip syariah dengan
pembayaran kontribusi secara berkala yang memberikan fleksibilitas tak
terbatas yang memungkinkan pemegang polis atau peserta untuk sewaktu-
waktu mengubah jumlah pertanggungan, kontribusi serta cara pembayaran
yang sesuai dengan kebutuhan. Bahkan pemegang polis atau peserta dapat
menambah asuransi tambahan seperti rawat inap, kecelakaan atau kondisi
kritis.
Produk asuransi jiwa unit link syariah ini memiliki beberapa ketentuan
dalam produknya yaitu untuk mata uang yang digunakan yaitu mata uang
rupiah dengan jumlah minimal premi atau kontribusi sebesar 400 ribu
rupiah. Selain itu, terdapat beberapa manfaat yang akan diberikan kepada
pemegang polis atau peserta, sebagai berikut:
39
a. Berupa uang santunan meninggal dunia.
b. Perlindungan asuransi jiwa hingga usia 99 tahun, perlindungan asuransi
kesehatan hingga usia 75 tahun, dan proteksi atas risiko kecelakaan.
c. Kebebasan dalam memilih jenis investasi.
d. Nilai tunai hasil investasi yang perkembangannya dilaporkan secara
tertulis dan dapat diambil sewaktu-waktu.
e. Kebebasan untuk menambah perlindungan asuransi.
f. Kesempatan untuk melakukan cuti kontribusi.
g. Pembagian surplus underwriting.
h. Fasilitas pembebasan premi, yang mana ketika pemegang polis
mengalami kondisi kritis, maka akan dibebaskan dari kewajiban
membayar kontribnusi, karena kontribusi akan dibayarkan oleh
perusahaan hingga usia 65 tahun, diberikan uang pertanggungan kondisi
kritis dan biaya pengobatan.
i. Manfaat tambahan yang dapat direncanakan dan dipilih sesuai
kebutuhan.
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Unit Link di Prudential Syariah Indonesia
Menurut konsultan Arief Hidayatullah, asuransi syariah menerapkan
sistem keadilan, yang diterapkan dalam bentuk bagi hasil. Artinya ketika
perusahaan mendapatkan keuntungan atau kerugian, maka peserta pun
demikian. Pada asuransi syariah terdapat istilah surplus sharing dan risk
sharing. Berbeda dengan asuransi konvensional, ketika awal kesepakatan
telah ditentukan pembagian keuntungannya, demikian pembagian presentase
akan berlaku hingga akhir masa kontrak.
Pada jenis asuransi jiwa syariah yang diteliti, terdapat berbagai manfaat
yang diberikan oleh perusahaan kepada peserta sesuai dengan kebutuhan,
yaitu terdiri dari 18 produk atau manfaat. Asuransi tersebut terdiri dari
asuransi pokok dan asuransi turunan.
Salah satu manfaat yang diberikan oleh produk unit link yaitu
bergantung pada usia peserta, dimana apabila peserta meninggal sebelum usia
85 tahun maka uang waris akan diberikan, bisa saja peserta mendapatkan 457
juta ditambah 100 juta untuk ahli waris. Akan tetapi jika peserta meninggal
lebih dari usia 85 tahun, maka peserta hanya akan mendapatkan santunan 457
juta dan untuk uang 100 juta tidak akan diberikan.
Nilai 100 juta yang tidak diberikan akan tetap mengendap pada
rekening tabarru’, jadi tidak ada kata pengembalian, karena ketentuannya
berada pada usia 85 tahun. Berbeda halnya dengan asuransi konvensinal,
ketika terjadi klaim, maka dana yang diberikan oleh perusahaan berasal dari
dana perusahaan. Oleh karena itu, ketika peserta tidak mengajukan klaim,
maka dana yang terkumpul akan menjadi milik perusahaan. Hal tersebutlah
yang disebut dengan istilah dana hangus.
Asuransi jiwa unit link syariah merupakan jenis asuransi semacam
investasi forex pada saham, yang dalam hal ini, jika saham menggunakan
lembar saham, sedangkan untuk unit link menggunakan istilah unit yang
41
sifatnya seperti maya. Uang peserta akan dimasukan dan dikelola oleh JII.
Bedanya dengan asuransi konvensional, ketika JII memutarkan uang peserta,
pembagiannya jelas 50% untuk JII dan 50% untuk peserta. Dengan begitu
pembagian keuntungan adil setelah dipotong dengan biaya-biaya seperti
administrasi dan lainnya.
MUI memberikan ketentuan bahwa dana peserta tidak boleh diputar
pada tempat-tempat yang diharamkan, seperti diskotik, miras, hotel, dan
pabrik rokok, karena pabrik rokok dianggap haram oleh MUI dan sudah ada
fatwanya. Kemudian uang para peserta diputar pada beberapa perusahaan
yang dihalalkan oleh MUI seperti Telkom, Idofood, Astra (untuk transportasi)
dan infrastruktur.
Dapat disimpulkan bahwa unit link seperti investasi atau saham yang
dikelola oleh JII, dan untuk porsi ditentukan oleh agen sesuai dengan
kebutuhan nasabah. Jadi jika disebut sebagai polis asuransi, polis tersebut
bukanlah polis asuransi dalam artian sebenarnya, namun tabungan dengan
bonus asuransi (proteksi). Jadi, dapat disimpulkan untuk tabungan disini
mendapatkan bonus asuransi berupa uang warisan yang akan diberikan
kepada ahli waris. Dan untuk pembagian porsi kontribusi peserta, akan
disesuaikan pada kebutuhan.
Pada asuransi jiwa prudential syariah, ketika dalam waktu satu tahun
peserta tidak mengajukan klaim, maka mereka akan mendapatkan semacam
bagi hasil atas kelebihan dana tabarru’ yang telah diinvestasikan yang disebut
dengan surplus underwriting. Dalam hal ini, peserta tidak mengambil fasilitas
kesehatan, dengan demikian peserta sudah dipastikan akan mendapatkan bagi
hasil seperti hal nya SHU dalam koperasi.
Pada pengelolaan dana tabarru’ dan investasi sudah terpisah. Berbeda
dengan bank-bank syariah yang ada saat ini, yang mana pengelolaan uang nya
masih tercampur. Hal tersebut tidak pantas, karena uang syariah dengan
konvensional tercampur, kemudian ketika nasabah akan mengambil uang nya,
maka uang yang terambil itu tidak murni syariah. Pada Prudential syariah,
42
pengelolaan dan pembukuannya sudah benar-benar terpisah dan
pengawasannya sudah berbeda dari Prudential konvensional.
Dasar peraturan dari kegiatan asuransi pada Prudential syariah yaitu
Fatwa DSN-MUI No. 21 dan beberapa ayat al qur‟an dan untuk hadist nya
yaitu seperti kisah Rasulullah SAW yang mana ketika pergi untuk berjihad,
maka Rasulullah meminta kepada salah seorang sahabat untuk memungut
sebagian harta dari penduduk kota, lalu dikumpulkan dan dijaga pada suatu
tempat. Kemudian ketika ada salah satu dari yang berjihad itu gugur, maka
harta tersebut akan diberikan kepada keluarga yang ditinggalkan untuk
bertahan hidup.
Pada polis yang sedang diteliti, maka penentuan porsi dilakukan oleh
seorang konsultan, karena ia melihat kearah mana kebutuhan peserta.
Kontribsi peserta sebesar 600 ribu, dan pembagian kontribusi lebih dari 50%,
yaitu 40:60 persen, yang akan dialokasikan kepada dua jenis investasi.
Berbeda dengan seorang agen yang hanya menjalankan asuransi kedalam dua
bentuk yaitu jiwa dan kesehatan.
Pada awal kesepakatan asuransi, konsultan memberikan ilustrasi kepada
calon peserta. Dengan proposal yang diberikan, kemudian dipertimbangkan
dan ditanyakan terlebih dahulu, apakah hal tersebut sesuai dengan kebutuhan
calon peserta. Berbeda dengan seorang agen, bahwa calon peserta akan
dipaksakan untuk mengikuti kehendaknya agar mendapatkan komisi yang
besar. Hal tersebut bertentangan dengan syariat Islam. Oleh karena itu, dalam
polis ini yang difokuskan adalah kepada investasi peserta.
Asuransi adalah percepatan pembangunan aset terbaik. Pada asuransi
yang sedang diteliti, dana tabarru’ yang akan diterima oleh ahli waris yaitu
sebesar 132 juta dan sudah disiapkan sejak awal kesepakatan peserta untuk
ikut dalam kegiatan asuransi, yaitu ketika H+1 setelah peserta memberikan
kontribusi kepada perusahaan. Ketika peserta telah mengikuti asuransi dalam
waktu satu hari, kemudian meninggal dunia, maka ahli warisnya akan
mendapatkan klaim sebesar 132 juta ditambah dengan 600 ribu dari
kontribusi yang telah dibayarkan.
43
Pada polis asuransi yang diteliti, terdapat ketentuan mengenai penyakit
kritis. Untuk ketentuan tersebut maka terdapat dua keputusan, yaitu
permintaan untuk pengadaan polis akan diterima atau ditolak, karena tidak
semua orang bisa mengadakan asuransi. Jika polis diterima pasti akan ada
pengecualian. Seperti, jika peserta tutup usia atau masuk rumah sakit karena
penyakit kritis, maka hal tersebut tidak akan terklaim. Oleh karena itu, orang
yang dapat ikut serta dalam kegiatan asuransi adalah orang-orang yang sehat,
karena risiko yang akan terjadi lebih besar jika peserta mengidap penyakit
kronis.
B. Kontribusi Top Up pada Asuransi Jiwa Unit Link Prudential Syariah
Menurut konsultan Arief Hidayatullah, kontribusi top up yang
diterapkan pada asuransi jiwa unit link syariah dibayarkan apabila peserta
ingin melebihkan pembayaran kontribusinya diluar kontribusi berkala yang
dibayarkan. Seperti contoh, ketika peserta mendapatkan rezeki lebih,
kemudian peserta meminta persetujuan kepada konsultan untuk menambah
kontribusi asuransi.
Kontribusi top up yang disebutkan didalam polis peserta adalah top up
untuk investasi yang setiap bulan rutin dibayarkan (top up berkala),
sedangkan top up yang lainnya yaitu top up untuk situasi tertentu (top up
insidential). Oleh kerena itu, prinsip dari asuransi yang dijalani oleh peserta
ini yaitu menabung dengan bonus asuransi.
Hasil analisis peneliti
Menurut peneliti penggunaan kata kontribusi top up berkala untuk
menggantikan istilah iuran investasi yang dibayarkan rutin setiap bulannya
adalah kurang tepat, karena istilah tersebut tidak pernah disebutkan di dalam
peraturan, baik di dalam UU, POJK maupun Fatwa DSN-MUI. Dengan
demikian akan semakin sulit bagi para pemengang polis atau peserta untuk
memahami ketentuan yang tertulis di dalam polis asuransi.
Pernyataan yang dijelaskan oleh konsultan Arief Hidayatullah, bahwa
asuransi yang dijalani oleh peserta adalah menabung dengan bonus asuransi
44
telah menyalahi asas dari kegiatan tersebut. Bahwa seharusnya yang disebut
dengan asuransi unit link adalah suatu bentuk asuransi dengan bonus
investasi. Sehingga yang menjadi pokok adalah kegiatan asuransi bukan
investasi, sebagaimana yang dijelaskan pada beberapa literatur tentang
asuransi syariah.
C. Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Jiwa Unit Link Prudential
Syariah
Menurut konsultan Arief Hidayatullah, akad wakalah yang diterapkan
merupakan suatu bentuk perwakilan seorang konsultan dalam mengurus
klaim peserta seperti mengurus biaya rumah sakit, dan hal tersebut
merupakan salah satu bentuk objek dari akad wakalah. Peserta hanya
memberikan dokumen yang dibutuhkan oleh konsultan.
Polis asuransi hanya menyebutkan lima dari tujuh objek yang telah
diatur di dalam Fatwa DSN-MUI dan POJK. Seharusnya hal tersebut ada atau
selebihnya ada di dalam polis. Untuk dua objek yang kurang merupakan
objek tambahan, seperti fasilitas asuransi kesehatan pada produk asuransi
jiwa.
Dapat disimpulkan, bahwa kalimat yang digunakan dalam akad
wakalah bil ujrah mengindikasikan, bahwa terdapat objek lain dalam akad
tersebut, dan jika terdapat tambahan objek, maka akan segera diberitahukan
kepada peserta.
Hasil analisis peneliti
Untuk objek akad wakalah bil ujrah yang tercantum di dalam bab akad
wakalah bil ujrah hanya lima dari ketujuh objek yang telah dijelaskan di
dalam Fatwa DSN-MUI dan POJK. Akan tetapi dua objek akad wakalah bil
ujrah yang tidak disebutkan pada bab akad wakalah bil ujrah telah
dicantumkan pada bab ujrah. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa polis
asuransi telah memenuhi ketujuh objek akad wakalah bil ujrah sebagaimana
yang telah diatur didalam Fatwa DSN-MUI No. 52 Tahun 2006 dan POJK
No. 69 Tahun 2017 Pasal 57 ayat 1 tentang objek akad wakalah bil ujrah.
45
Peneliti kurang setuju dengan pernyataan yang disampaikan oleh
konsultan Arief Hidayatullah, bahwa kedua objek yang tidak disebutkan
merupakan jenis objek tambahan. Menurut peneliti, kedua objek yang tidak
disebutkan pada bab akad wakalah bil ujrah merupakan objek pokok, karena
ketujuh objek tersebut telah diatur di dalam Fatwa DSN-MUI dan POJK. Dan
menurut peneliti ketujuh objek tersebut merupakan kegiatan inti dari akad
wakalah bil ujrah pada asuransi syariah yang tidak dapat dihilangkan agar
tidak terjadi unsur gharar.
D. Ujrah Akuisisi pada Asuransi Jiwa Unit Link Prudential Syariah
Menurut konsultan Arief Hidayatullah bahwa ujrah akuisisi, yaitu ujrah
atas biaya administrasi dan biaya-biaya yang harus dikelurakan oleh peserta.
Untuk biaya seperti pencetakan polis dan lainnya konsultan kurang
mengetahui, namun untuk biaya komisi agen sebesar 30% (termasuk dalam
ujrah akuisisi sebesar 80%) dari kontribusi peserta yaitu uang sebesar 250
ribu.
Menurut agen Nazhirah Zahra Fauziyyah, ujrah akuisisi yang
diterapkan oleh perusahaan merupakan sejumlah biaya yang sesungguhnya
digunakan untuk menutupi dana akibat klaim dini yang diajukan oleh
pemegang polis atau peserta. Oleh karena itu, perusahaan menetapkan porsi
presentase yang besar pada tahun pertama dan kedua. Hal tersebut dilakukan,
karena jika H+1 sejak persetujuan kontrak peserta meninggal dunia, maka
perusahaan akan memberikan seluruh dana proteksi.
Hasil analisis peneliti
Jika dibandingkan pengertian ujrah akuisisi yang dijelaskan oleh
konsultan Arief Hidayatullah dan agen Nazhirah Zahra Fauziyyah dengan
pengertian yang dijelaskan di dalam polis tidak sesuai. Menurut peneliti,
dalam penerapan ujrah akuisisi terdapat unsur gharar, karena ujrah akuisisi
yaitu ujrah pemrosesan permohonan pertanggungan dan penerbitan polis,
antara lain yaitu biaya pemeriksanaan kesehatan, pengadaan polis, pencetakan
dokumen, pos dan telekomunikasi dan biaya tenaga pemasar atau agen.
46
Berdasarkan pengertian tersebut, sangat tidak adil jika pemegang polis
atau peserta harus membayar ujrah akuisisi, sedangkan ia tidak pernah
melakukan tes kesehatan sejak awal kesepakatan dan pengadaan polis hanya
dilakukan satu kali oleh perusahaan. Sedangkan jika diperhatikan pada
ketentuan ringkasan polis, maka ujrah akuisisi dibebankan kepada pemegang
polis atau peserta setiap tahun nya sampai tahun ke lima polis, bahkan jumlah
persentase yang dibebankan untuk ujrah akuisisi sangat besar pada tahun
pertama dan kedua.
Lebih lanjut, jika melihat pada penjelasan oleh agen Nazhirah Zahra
Fauziyyah, maka terdapat unsur gharar dalam pembebanan ujrah akuisisi,
karena di dalam polis tidak dijelaskan bahwa fungsi pembebanan ujrah
akuisisi adalah untuk menutupi klaim dini yang diajukan oleh pemegang polis
atau peserta, dan tidak dapat dipastikan waktu pengajuan klaim tersebut yang
membuat perusahaan harus mengeluarkan biaya besar, sedangkan hasil
investasi yang dikelola belum mendapat keuntungan. Oleh karena itu, tidak
adil jika perusahaan membebankan porsi yang sangat besar untuk ujrah
akuisisi.
E. Pengelolaan Dana Tabarru’ dan Investasi pada Asuransi Jiwa Unit Link
Prudential Syariah
Penelitian terhadap pengelolaan dana tabarru’ dan investasi, terdapat
beberapa bagian yang akan dibahas secara terperinci berdasarkan hasil
wawancara dan analisis peneliti, diantaranya sebagai berikut:
1. Biaya Asuransi
Menurut konsultan Arief Hidayatullah, biaya asuransi merupakan
biaya yang dikenakan untuk uang pertanggungan atau uang warisan yang
akan diberikan kepada ahli waris dari peserta asuransi atau pemegang
polis. Biaya asuransi akan terbentuk dari pembayaran kontribusi yang
dialokasikan kepada bentuk porsi investasi. Dengan demikian biaya
asuransi atau iuran tabarru’ ditarik dari nilai investasi yang terbentuk atas
kontribusi dasar (250 ribu) dan prusaver syariah (350 ribu).
47
Hasil analisis peneliti
Menurut peneliti, dapat disimpulkan bahwa biaya asuransi sama
dengan pengertian iuran tabarru’. Namun peneliti kurang setuju jika iuran
tabarru’ atau biaya asuransi ditarik dari nilai tunai atau nilai investasi yang
terbentuk atas kontribusi dasar dan prusaver syariah, karena asuransi akan
tetap berjalan tanpa adanya investasi. Jika ketentuannya demikian, maka
dana tabarru’ bergantung pada dana investasi, yang demikian telah
menyalahi aturan dari kegiatan asuransi syariah.
Hal tersebut di atas telah menyalahi aturan dalam pengelolaan iuran
tabarru dan investasi, sebagaimana yang disebutkan di dalam Fatwa DSN-
MUI dan POJK, bahwa dalam akad tabarru’ harus disebutkan sekurang-
kurangnya cara dan waktu pembayaran kontribusi. Kemudian pada POJK
No. 72 Tahun 2016 Pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa pembukuan dana
tabarru’ harus terpisah dari dana yang lainnya, dan pada Fatwa DSN-MUI
No. 21 Tahun 2001 bagian keenam bahwa pembayaran premi didasarkan
atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru’.
Demikian, peneliti menyimpulkan bahwa jika melihat pada ketentuan
ringkasan polis, maka apa yang dijelaskan oleh konsultan adalah benar,
bahwa inti dari kegiatan ini adalah menabung dengan bonus asuransi,
karena pada ketentuan tersebut hanya dijelaskan bahwa seluruh kontribusi
peserta dibentuk menjadi porsi investasi.
2. Pengelolaan Dana Tabarru’ dan Investasi Peserta
Menurut konsultan Arief Hidayatullah, jenis asuransi yang diadakan
oleh peserta memiliki dua manfaat, yaitu 91 juta dari keuntungan investasi
dan 132 juta dari asuransi jiwa yang merupakan uang warisan atau
proteksi. Jika ditanyakan, apakah pemegang polis atau peserta dapat
menggunakan uang pertanggungan yang nilainya sebesar 132 juta, maka
jawabannya adalah tidak boleh, karena hal tersebut merupakan hak ahli
waris. Jika peserta membutuhkan dana, maka peserta dapat menggunakan
dari keuntungan investasi yaitu sebesar 91 juta.
48
Setelah sepuluh tahun, jika peserta tidak mengambil seluruh hasil
investasi dan tidak membayar kontribusi, maka keuntungan peserta akan
terus bertambah, karena dana yang tersimpan tetap diinvestasikan oleh
perusahaan. Saran konsultan dan pegawai Prudential yang bernama David,
jika peserta ingin menggunakan uang dari hasil investasi, maka sebaiknya
hanya selisih dari total keuntungan atau disisakan 3 juta rupiah untuk biaya
cuti kontribusi. Karena jika peserta mengambil seluruh kentungan dari
hasil investasi, maka peserta tidak akan mendapatkan uang proteksi.
Jangka waktu berlakunya polis tidak ditentukan, karena asuransi
merupakan kegiatan dengan sistem perencanaan. Menurut konsultan Arief
Hidayatullah, bahwa perbedaannya dengan asuransi konvensional, yaitu
seluruh biaya akan dikembalikan kepada peserta, jika syariah maka peserta
akan diberikan pilihan, dapat diambil seluruhnya, namun semua fasilitas
asuransi yang diberikan oleh perusahaan akan dicabut, karena hal tersebut
sifatnya adalah penutupan polis.
Menurut karyawan Prudential atas nama David terdapat dua alternatif,
yaitu peserta dapat menyisihkan 3 juta sebagai biaya untuk cuti kontribusi,
atau peserta tetap membayar seluruh kontribusi yang berjumlah 600 ribu
rupiah. Dengan begitu, ketika peserta meninggal dunia, maka ahli waris
akan tetap mendapatkan santunan asuransi sebesar 132 juta.
Hasil analisis peneliti
Menurut peneliti, dari penjelasan tersebut terdapat unsur gharar,
karena sejak awal peserta tidak dijelaskan mengenai masalah tersebut
begitupun polis tidak membahasnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan syariah, karena hasil investasi dan
uang santuan dari iuran tabarru’ merupakan dua hal yang berbeda dan
berjalan masing-masing, sebagaimana yang telah di atur di dalam Fatwa
No. 21 Tahun 2006 bagian ke tujuh tentang klaim.
Jika peserta hendak menggunakan dana dari hasil investasi selama
sepuluh tahun yaitu sebesar 91 juta, seharusnya jumlah uang santunan
yang menjadi hak peserta dan ahli waris akan tetap dikembalikan ketika
49
peserta meninggal dunia, dengan alternatif berupa pembayaran iuran
tabarru’ yang tetap dilakukan setiap bulanya oleh peserta.
Lebih lanjut, jika diihat pada penjelasan salah satu karyawan
Prudential yang bernama David, bahwa salah satu alternatifnya adalah
dengan tetap membayar kontribusi berkala sebesar 600 ribu rupiah, yang
terdiri dari iuran tabarru’ dan investasi.
Berdasarkan hasil wawancara bahwa iuran tabarru’ diambil dari nilai
tunai, maka pembagian porsi iuran tabarru’ bukan diambil dari kontribusi
peserta. Hal tersebut tidak sesuai dengan syariah sebagaimana pada Fatwa
DSN-MUI No. 21 Tahun 2001 bagian keenam, bahwa kontribusi terdiri
dari jenis akad tijarah dan akad tabarru’ yang berjalan masing-masing.
Sehingga, menurut peneliti solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan
hanya membayar iuran tabarru’, agar tidak terlalu membebankan peserta.
Demikian, maka tidak dibenarkan jika terdapat dana yang digugurkan,
karena kontrak asuransi tersebut tidak terikat oleh batas waktu tertentu.
Kecuali, jika kontrak tersebut memiliki batas waktu tertentu, maka dapat
dimungkinkan jika sudah mencapai sepuluh tahun dan pemegang polis
atau peserta tidak mengajukan klaim, uang santunan tidak akan diberikan
kepada peserta atau ahli waris.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat unsur gharar dalam pengembalian
dana investasi dan iuran tabarru’. Hal tersebut dikarenakan iuran tabarru’
dibentuk dari nilai tunai atau investasi, yang mana sejak awal penjelasan
polis tidak terdapat pembagian secara rinci antara iuran tabarru’ dengan
investasi. Demikian, hal tersebut akan merugikan peserta, karena tidak ada
alternatif bagi peserta dengan tidak membagi secara jelas porsi dana
tabarru’ dan investasi.
3. Pembagian Porsi Iuran Tabarru’
Persoalan mengenai pembagian porsi iuran tabarru’ yang disebutkan
di dalam polis yaitu sebesar 50% telah dijawab oleh seorang karyawan
Prudential sebagai call center yang bernama David. David menjelaskan,
50
bahwa iuran tabarru’ telah dibebankan sejak awal peserta menyetujui
kontrak asuransi. Iuran tersebut dikenakan setiap bulannya dan terjadi
kenaikan setiap tahunnya yang ditarik dari nilai investasi, yang terbentuk
dari kontribusi peserta yang dialokasikan kepada kontribusi dasar dan
prusaver syariah.
Kontribusi yang dibayarkan oleh peserta dialokasikan kepada dua
bentuk investasi, dan seluruh kontribusi dialokasikan kepada dua jenis
investasi yang telah disepakati oleh peserta. Sedangkan porsi untuk iuran
tabarru’ yaitu melalui nilai investasi (kontribusi dasar sebesar 20% untuk
tahun pertama dan terjadi perubahan untuk tahun-tahun berikutnya dan
prusaver sebesar 95%) yang telah terbentuk sejak awal kesepakatan
kontrak.
Pembebanan ujrah 0% atas pengelolaan dana tabarru’ merupakan
beban peserta atau pemegang polis.
Hasil analisis peneliti
Terdapat dua penjelasan, pertama jika dilihat pada ketentuan
“Ringkasan Polis” dengan tidak ada penjelasan tentang pembagian kedua
iuran tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sejak awal polis tersebut tidak
sesuai dengan syariah. Seharusnya sejak awal dijelaskan bahwa kontribusi
tersebut dipisahkan ke dalam dua bentuk dana sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam Fatwa DSN-MUI No. 21 Tahun 2006 bagian keenam
tentang premi, bahwa pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah
dan tabarru’, dan Fatwa No. 53/2006 dan POJK No. 69/2016 tentang cara
dan waktu pembayaran kontribusi iuran tabarru’.
Lebih lanjut, ketika 50% porsi untuk iuran tabarru’ diambil dari nilai
investasi yang terbentuk, maka seharusnya di dalam “Ringkasan Polis”
tidak disebutkan bahwa porsi investasi adalah 20% (untuk kontribsi
berkala) dan 95% (untuk prusaver syariah). Karena porsi yang telah
dijelaskan akan berubah ketika dibagi untuk iuran tabarru’.
Kedua, terjadi ketidakjelasan pada pembebanan ujrah untuk
pengelolaan investasi dana tabarru’. Pada bab dana tabarru’ dijelaskan
51
bahwa dalam pengelolaan dana tersebut, perusahaan membebankan ujrah
kepada pemegang polis atau peserta. Sedangkan dalam ketentuan lampiran
ujrah dan iuran tabarru’ disebutkan bahwa ujrah atau pengelolaan dana
tabarru’ yaitu sebesar 0%. Dapat disimpulkan bahwa akad yang tepat
digunakan adalah akad wakalah.
4. Pembagian Alokasi Kontribusi Peserta
Menurut konsultan Arief Hidayatullah, pembagian kontribusi peserta
dibagi menjadi dua bagian, yaitu 250 ribu dan 350 ribu, sesuai dengan
kebutuhan peserta atas kebijakan konsultan. Uang sebesar 250 ribu
merupakan kontribusi dasar yang akan diinvestasikan pada jenis investasi
prulink syariah rupiah managed fund dan uang sebesar 350 ribu merupakan
kontribusi top up berkala (prusaver syariah) yang akan diinvestasikan pada
jenis investasi prulink syariah rupiah equity fund.
Dapat disimpulkan bahwa seluruh kontribusi peserta akan
diinvestasikan seluruhnya oleh perusahaan. Dan alasan uang tersebut
dibagi menjadi 250 ribu dan 350 ribu adalah sesuai dengan kebutuhan
peserta dan sesuai dengan kebijakan konsultan.
Hasil analisis peneliti
Menurut peneliti, pembagian kedua dana peserta telah sesuai dengan
apa yang menjadi kebutuhan pemegang polis atau peserta. Pembagian
tersebut terlebih dahulu dipertimbangkan oleh seorang konsultan dan
pemegang polis atau peserta.
Jika dilihat pada pernyataan hasil wawancara diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kegiatan asuransi tersebut tidak sesuai dengan aturan
pada kegiatan asuransi syariah. Dengan mengalokasikan seluruh kontribusi
peserta pada porsi investasi maka membuat inti dari kegiatan asuransi ini
adalah investasi atau seperti reksa dana bukan proteksi.
Menurut peneliti, sebaiknya sejak awal pada bagian “Ringkasan Polis”
telah dijelaskan mengenai pembagian kedua alokasi dana, yaitu untuk
investasi dan tabarru’ secara terpisah, sebagaimana yang telah diatur
52
dalam Fatwa DSN-MUI No. 21 Tahun 2001 bagian keenam tentang premi
dan Fatwa DSN-MUI No. 53 Tahun 2006 dan POJK No. 69 Tahun 2016
yang menjelaskan bahwa di dalam akad tabarru’ harus disebutkan cara
dan waktu pembayaran kontribusi.
5. Prulink Syariah Rupiah Managed Fund dan Prulink Syariah Rupiah
Equity Fund
Persoalan mengenai kedua jenis investasi tersebut dijelaskan oleh
konsultan Arief Hidayatullah. Menurutnya dalam kegiatan saham maka
terdapat istilah, jika ingin mendapatkan keuntungan besar, maka risiko nya
juga besar, begitupun sebaliknya. Demikian adalah prinsip untuk bermain
di saham atau forex. Maksud risiko disini adalah peserta yang mengalami
kerugian atau bahkan minus. Disinilah letak investasinya, yaitu:
Pertama Prulink Syariah Rupiah Equity Fund, yaitu prinsip
berinvestasi dimana jika ingin mendapatkan keuntungan besar maka risiko
nya juga besar. Dan saham nya dimainkan didalam negeri.
Kedua Rupiah Managed Fund, kebalikan dari euity fund, yaitu jika
ingin memiliki risiko kecil, maka keuntungannya pun kecil. Oleh karena
itu, untuk kontibusi peserta sebesar 600 ribu, jika dianalogikan maka
keuntungan peserta setelah 10 tahun, dan menggunakan kedua pilihan
investasi tersebut, maka akan memperoleh hasil antara 54, 69 sampai
dengan 91 juta rupiah.
Pada prinsipnya, konsultan menyimpan uang peserta dalam dua
bentuk jenis Prulink Syariah Rupiah Equity Fund dan Rupiah Managed
Fund, yaitu agar kedua jenis tersebut saling menopang. Dapat disimpulkan
bahwa pada investasi peserta disini risikonya diminimalisir.
Peserta memiliki 826 unit saham untuk rupiah equty dan 559 unit
untuk rupiah managed fund, yang mana perunit itu seharga 2390 dan 2361.
Peserta sudah memiliki 1.925 dan 1.300, dan jika digabung sudah
memiliki uang sebesar 3 juta rupiah. Uang peserta disebar ke beberapa
perusahaan yaitu Astra, Telkom dan Indofood.
53
Jika peserta ingin mengambil keuntungan tersebut sebelum jangka
waktu 10 tahun, maka menurut konsultan hal tersebut bisa dilakukan,
namun sifat atau ciri-ciri dari investasi adalah untuk jangka panjang. Oleh
karena itu, banyak peserta lain mengeluh, bahwa sudah menabung dalam
jangka waktu beberapa tahun, tetapi dana yang tersimpan sangat minim.
Oleh kerena itu, keuntungan akan dirasakan ketika sudah mencapai 10
tahun lebih. Karena investasi itu baru berjalan pada tahun ke enam.
Hasil analisis peneliti
Penjelasan di atas menurut peneliti sudah tepat, sebagaimana diatur
dalam Fatwa DSN-MUI No. 52 Tahun 2006 dan POJK No. 72 Tahun
2016, karena konsultan dengan bijak telah mengalokasikan uang investasi
peserta kepada jenis instrumen investasi syariah yang menguntungkan.
Dengan demikian, maka apa yang menjadi tujuan peserta untuk mengikuti
kegiatan asuransi telah terealisasikan oleh bantuan konsultan.
F. Simpulan Hasil Wawancara
Dari hasil wawancara dan analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa data yang telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI dan POJK,
dan adapula data yang tidak sesuai. Data hasil wawancara yang menunjukan
bahwa beberapa data yang telah sesuai dengan ketentuan syariah, yaitu
pengelolaan dana peserta asuransi pada instrument investasi syariah yang
menguntungkan, kelengkapan objek akad wakalah bil ujrah, pembagian
kontribusi yang telah disepakati oleh peserta.
Adapun data yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah terdapat empat
hal yaitu, pertama pembagian porsi ujrah akuisisi yang sangat membebankan
peserta pada dua tahun pertama. Kedua kontribusi iuran tabarru’ yang
diambil dari nilai tunai atau nilai investasi yang terbentuk, sehingga pada
bagian awal polis hanya menjelaskan pembagian porsi nilai investasi dari
seluruh kontribusi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kegiatan
tersebut adalah kegiatan investasi seperti reksa dana bukan asuransi.
54
Hal ketiga yaitu mengenai penyerahan dana proteksi atau
pertanggungan dan dana hasil investasi yang saling bergantung. Ketentuan
tersebut tidak sesuai dengan ketetuan syariah, sebagaimana dalam Fatwa
DSN-MUI No. 21 Tahun 2001 bagian ketujuh tentang klaim. Yang terakhir
yaitu mengenai akad wakalah yang tidak sesuai pada pengelolaan investasi
dana tabarru’.
55
G. Analisis Perbandingan Fatwa DSN-MUI, POJK, dan Polis Asuransi Jiwa Unit Link Syariah Prudential
No. Fatwa DSN MUI No. 53
Tahun 2006 Tentang Akad
Tabarru’ pada Asuransi
Syariah
POJK Terkait Akad
Tabarru’ pada Asuransi
Syariah
Polis Asuransi Jiwa Unit
Link Syariah
Hasil Analisis Perbandingan
Peraturan dengan Polis
1. Akad tabarru’ merpakan
akad yang harus melekat
pada semua produk asuransi.
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB IV Pasal 54 ayat 1:
polis asuransi syariah dan
perjanjian reasuransi syariah
wajib mengandung akad
tabarru’ dan akad tijarah.
BAB XVIII tentang akad
tabarru’ pasal 47:
a. Pemegang polis dengan
ini setuju untuk
mengikatkan diri dengan
pemegang polis lainnya
dalam suatu akad tabarru’
b. Sebagai wujud dari
kesepakatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
diatas, pemegang polis
akan memberikan iuran
tabarru‟ sebagaimana
tercantum dalam lampiran
ujrah dan iuran tabarru’
c. Iuran tabarru’ yang
diberikan oleh pemegang
polis sehubungan dengan
asuransi jiwa syariah yang
diselenggarakan atau
dikelola oleh pengelola
akan dimasukkan ke
dalam dana tabarru’
Sesuai, karena pada polis telah
dijelaskan tentang akad tabarru’
yaitu pada BAB XVIII tentang
akad tabarru’ dan BAB XIX
tentang dana tabarru’.
56
BAB XIX tentang dana
tabarru‟ pasal 48:
a. Pengelola membentuk
dana tabarru’ secara
gabungan dari beberapa
lini usaha sejenis
b. Dana tabarru’ hanya
dapat digunakan untuk
hal-hal sebagai berikut:
pembayaran santunan
kepada pemegang polis
dan/atau penerima
manfaat, pembayaran
kontribusi reasuransi,
pembayaran kembali
qardh kepada pengelola,
pengembalian dana
tabarru’ dalam masa
mempelajari polis,
pengembalian dana
tabarru’ apabila polis
diakhiri oleh pemegang
polis sebelum tanggal
akhir pertanggungan, dan
pengembalian dana
tabarru’ dalam hal
pembayaran iuran
tabarru’ lebih besar dari
57
seharusnya
c. Dana tabarru’ akad
diinvestasikan oleh
pengelola berdasarkan
akad wakalah bil ujrah
dengan mengenakan ujrah
pengelolaan dana tabarru’
d. Apabila terjadi suatu
peristiwa yang ditanggung
atas diri peserta yang
diasuransikan dan atas
peristiwa tersebut harus
dibayarkan manfaat
asuransi, maka pembayran
manfaat asuransi selain
nilai tunai akan dilakukan
dengan menggunakan
dana tabarru’.
2. Akad tabarru’ pada asuransi
adalah semua bentuk akad
yang dilakukan antar peseta
pemegang polis.
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB I ketentuan umum Pasal
1 ayat 31: akad tabarru’
adalah akad hibah dalam
bentuk pemberian dana dari
satu peserta kepada dana
tabarru’ untuk tujuan tolong
menolong di antara para
peserta, yang tidak bersifat
dan bukan untuk tujuan
BAB I pasal 1 ayat 11:
dana tabarru’ yaitu
kumpulan dana yang
berasal dari kontribusi
para pemegang polis, yang
mekanisme
penggunaannya sesuai
dengan akad tabarru’
yang disepakati dan BAB
XVIII tentang akad
Sesuai.
58
komersial. tabarru’ pasal 47 ayat 1:
Pemegang polis dengan
ini setuju untuk
mengikatkan diri dengan
pemegang polis lainnya
dalam suatu akad
tabarru’.
3. Asuransi syariah yang
dimaksud pada ponit 1
adalah asuransi jiwa,
asuransi kerugian dan
reasuransi.
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB IV Pasal 54 ayat 1:
polis asuransi syariah dan
perjanjian reasuransi syariah
wajib mengandung akad
tabarru’ dan akad tijarah.
BAB XVIII tentang akad
tabarru’ pasal 47 ayat 3:
Iuran tabarru’ yang
diberikan oleh pemegang
polis sehubungan dengan
asuransi jiwa syariah yang
diselenggarakan atau
dikelola oleh pengelola
akan dimasukkan ke
dalam dana tabarru’ dan
BAB XIX tentang dana
tabarru’ pasal 48 ayat 2
huruf B: dana tabarru’
hanya dapat digunakan
untuk hal-hal sebagai
berikut: pembayaran
kontribusi reasuransi.
Sesuai.
4. Akad tabarru’ pada asuransi
adalah akad yang dilakukan
dalam bentuk hibah dengan
tujuan kebajikan dan tolong
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB I Pasal 1 ayat 31: akad
tabarru’ adalah akad hibah
dalam bentuk pemberian
BAB I tentang ketentuan
umum pasal 1 ayat 2: akad
tabarru’ yaitu akad hibah
dalam bentuk pemberian
Sesuai.
59
menolong antar peserta,
bukan untuk tujuan
komersial.
dana dari satu peserta kepada
dana tabarru’ untuk tujuan
tolong menolong diantara
para peserta, yang tidak
bersifat dan bukan untuk
tujuan komersial.
dana dari satu pemegang
polis kepada dana
tabarru’ untuk tujuan
tolong menolong diantara
para pemegang polis yang
tidak bersifat dan bukan
untuk tujuan komersial.
5. Dalam akad tabarru’ harus
disebutkan sekurang-
kurangnya:
a. Hak dan kewajiban peserta
secara individu
b. Hak dan kewajiban antara
peserta secara individu
dalam akun tabarru’ selaku
peserta dalam arti
badan/kelompok
c. Cara dan waktu
pembayaran premi dan klaim
d. Syarat-syarat lain yang
disepakati, sesuai dengan
jenis asuransi yang diadakan.
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB IV, pasal 56 ayat 2:
akad tabarru‟ yang digunakan
dalam asuransi syariah wajib
memuat paling sedikit, yaitu
a. Kesepakatan para
pemegang polis atau peserta
untuk saling tolong menolong
(ta’awun)
b. Hak dan kewajiban
masing-masing pemegang
polis atau peserta secara
individu
c. Hak dan kewajiban
pemegang polis atau peserta
secara kolektif dalam
kelompok
d. Cara dan waktu
pembayaran kontribusi
e. Cara dan waktu
pembayaran santunan/klaim
Hak dan kewajiban
peserta atau pemegang
polis secara individu
maupun kelompok: BAB
II tentang dasar
pertanggungan pasal 5
ayat 3 huruf B dan C,
pasal 4, pasal 5, pasal 6,
pasal 8 ayat 4, BAB IV
tentang masa mempelajari
polis pasal 11 ayat 2 dan
3, BAB VI tentang
pembayaran dan
pengalokasian kontribusi
pasal 13: kontribusi terdiri
atas kontribusi berkala,
kontribusi top up berkala,
dan kontribusi top-up
tunggal, pasal 14, pasal
17, pasal 19, pasal 20,
BAB X tentang ujrah
Hak dan kewajiban baik bagi
peserta secara individu telah
dijelaskan dalam beberapa pasal
yang terangkum pada polis, akan
tetapi untuk hak dan kewajiban
peserta atau pemegang polis
secara kolektif tidak disebutkan
secara detail dalam pasal-pasal
tersebut.
Kemudian mengenai cara
pemayaran premi dana tabarru’
tidak sesuai dengan syariah,
karena porsi presentasenya
diambil dari nilai tunai, bukan
dari kontribusi dasar. Hal
tersebut juga tidak dijelaskan di
dalam polis. Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka
terdapat unsur gharar pada cara
pembagian iuran tabarru’, karena
polis menjelaskan bahwa 50%
60
f. Ketentuan mengenai boleh
atau tidaknya kontribusi
ditarik kembali oleh
pemegang polis atau peserta
dalam hal terjadi pembatalan
oleh pemegang polis atau
peserta
g. Ketentuan mengenai
alternatif dan persentase
pembagian surplus
underwriting
h. Ketentuan lain yang
disepakati.
pasal 31 ayat 2 dan 3,
pasal 35, BAB XII tentang
pajak pasal 41: setiap
pembayaran suatu jumlah
berdasarkan polis
dikenakan pajak
berdasarkan peraturan
perundang-undangan
dibidang perpajakan, BAB
XIII tentang manfaat
asuransi pasal 42 ayat 1:
manfaat asuransi akan
dibayarkan setelah
dikurangi dengan
kewajiban yang
tertunggak dari pemegang
polis kepada pengelola
dan/atau dana tabarru’,
kecuali apabila ditentukan
berdasarkan polis, BAB
XVIII tentang akad
tabarru’ pasal 47 ayat 2:
sebagai wujud dari
kesepakatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
di atas, pemegang polis
akan memberikan iuran
tabarru’ sebagaimana
iuran tabarru’ dari biaya asuransi
bukan dari nilai tunai. Dapat
disimpulkan bahwa kontribusi
peserta hanya dialokasikan pada
dua jenis investasi, bukan kepada
pembagian untuk iuran tabarru’
dan investasi.
61
tercantum dalam lampiran
ujrah dan iuran tabarru’.
Hak dan kewajiban
perusahaan atau
pengelola: BAB II tentang
dasar pertanggungan pasal
5 ayat 2 dan 3, pasal 8,
BAB VI tentang
pembayaran dan
pengalokasian kontribusi
pasal 22 ayat 1 dan 4,
BAB IX tentang biaya
asuransi pasal 29 ayat 2, 5,
dan 6, BAB X tentang
ujrah pasal 31 ayat 2,
BAB XIII tentang manfaat
asuransi pasal 42 ayat 2,
BAB XVIII tentang akad
tabarru’ pasal 47 ayat 3:
iuran tabarru’ yang
diberikan oleh pemegang
polis sehubungan dengan
asuransi jiwa syariah yang
diselenggarakan atau
dikelola oleh pengelola
akan dimasukkan ke
dalam dana tabarru’, BAB
XIX tentang dana tabarru‟
62
pasal 48 ayat 1 dan 3,
BAB XX tentang qardh
pasal 49, BAB XXI
tentang surplus
underwriting pasal 50 ayat
12.
Cara dan waktu
pembayaran premi dan
klaim: pada bagian
ringkasan polis dan
ketentuan lampiran ujrah
dan iuran tabarru’
asuransi dasar, BAB XIII
pasal 42, ketentuan khusus
asuransi dasar pada BAB
II pasal 2, BAB III pasal
3: manfaat asuransi
meninggal dunia untuk
peserta utama yang
diasuransikan yaitu berupa
pembayaran santunan
asuransi, atas beban dana
tabarru’, untuk manfaat
meninggal dunia dan
seluruh nilai tunai akan
dibayarkan sekaligus
segera setelah pengajuan
klaim manfaat asuransi
63
yang bersangkutan
disetujui oleh pengelola,
dan BAB VI tentang
syarat pengajuan klaim
manfaat asuransi.
6. Dalam akad tabarru’ (hibah),
peserta memberikan dana
hibah yang akan digunakan
untuk menolong peserta atau
peserta lain yang tertimpa
musibah.
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB IV, pasal 56 ayat 3:
dalam akad tabarru’ harus
dibentuk dana tabarru’ dari
kontribusi pemegang polis
atau peserta sejak awal
perjanjian asuransi syariah
atau perjanjian reasuransi
syariah.
BAB I tantang ketentuan
umum pasal 1 ayat 2: akad
tabarru’ yaitu akad hibah
dalam bentuk pemberian
dana dari satu pemegang
polis kepada dana
tabarru’ untuk tujuan
tolong menolong di antara
para pemegang polis yang
tidak bersifat dan bukan
untuk tujuan komersial,
BAB I tentang ketentuan
umum pasal 1 ayat 15:
iuran tabarru’ yaitu iuran
dalam bentuk pemberian
sejumlah uang dari satu
pemegang polis kepada
dana tabarru’ untuk
pertanggungan asuransi
dasar dan tambahan (jika
diadakan), dan BAB
XVIII tentang akad
tabarru’ pasal 47: para
Sesuai, karena telah dijelaskan di
dalam polis bahwa peserta wajib
berkontribusi untuk iuran
tabarru’ sebesar 50% dari nilai
tunai. Namun, jika diteliti lebih
lanjut terdapat unsur gharar,
karena tidak dijelaskan jumlah
nominal iuran tabarru’.
64
pemegang polis sepakat
untuk mengikatkan diri
dalam membuat
kesepakatan untuk
memberikan iuran
tabarru’.
7. Peserta secara individu
merupakan pihak yang
berhak menerima dana
tabarru’
(mu’amman/mutabarra’lahu)
dan secara kolektif selaku
penanggung
(mu’ammin/mutabarri’).
POJK No. 72 Tahun 2016,
BAB II pasal 4 ayat 2:
perusahaan hanya dapat
menggunakan dana tabarru’
untuk:
a.Pembayaran
santunan/klaim/manfaat
kepada pemegang polis atau
peserta yang mengalami
musibah atau pihak lain yang
berhak berdasarkan polis
asuransi syariah
b. Pembayaran kontribusi
tabarru’ kepada reasuradur
c. Pembayaran kembali
qardh kepada perusahaan
d. Pengembalian dana
tabarru’
e. Biaya terkait pengelolaan
aset dana tabarru’.
BAB XVIII pasal 47,
BAB IXI pasal 48 ayat 2
dan 4, dan pada ketentuan
khusus asuransi dasar
BAB III pasal 3
menjelaskan bahwa
manfaat asuransi
meninggal dunia untuk
peserta yang diasuransikan
yaitu berupa pembayaran
santunan asuransi, atas
beban dana tabarru’, dan
seluruh nilai tunai akan
dibayarkan sekaligus
segera setelah pengajuan
klaim manfaat asuransi
yang bersangkutan
disetujui oleh pengelola
dan BAB XVIII tentang
akad tabarru’ pasal 47
ayat 1 dan 2: Pemegang
polis dengan ini setuju
Dari beberapa keterangan pasal-
pasal yang terangkum dalam
polis, tidak dijelaskan bahwa
kedudukan pemegang polis atau
peserta secara kolektif adalah
sebagai pihak penanggung atas
risiko yang terjadi pada peserta
lain. Akan tetapi pada BAB
XVIII tentang akad tabarru’
pasal 47 ayat 1: pemegang polis
dengan ini setuju untuk
mengikatkan diri dengan
pemegang polis lainnya dalam
suatu akad tabarru’. Dapat
disimpulkan bahwa secara tidak
langsung pasal tersebut
menjelaskan bahwa para
pemegang polis atau peserta
merupakan pihak penanggung.
65
untuk mengikatkan diri
dengan pemegang polis
lainnya dalam suatu akad
tabarru’ dan sebagai
wujud dari kesepakatan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatas,
pemegang polis akan
memberikan iuran
tabarru’ sebagaimana
tercantum dalam lampiran
ujrah dan iuran tabarru’.
8. Perusahaan asuransi
bertindak sebagai pengelola
dana hibah atas dasar akad
wakalah dari peserta selain
dalam hal pengelolaan dana
investasi.
POJK No. 69 BAB I Pasal 1
ayat 33: akad wakalah bil
ujrah adalah akad tijarah
yang memberikan kuasa
kepada perusahaan asuransi
syariah, perusahaan
reasuransi syariah atau unit
syariah sebagai wakil peserta
untuk mengelola dana
tabarru’ dan/atau investasi
peserta, sesuai kuasa atau
wewenang yang diberikan,
dengan imbalan berupa ujrah
POJK No. 69 BAB IV, Pasal
54 ayat 7: perusahaan
asuransi syariah, perusahaan
BAB I ketentuan umum
pasal 32: pengelola adalah
PT Prudential Life
Assurance, berkedudukan
di Jakarta, yang didirikan
berdasarkan hukum
Negara Republik
Indonesia, BAB VI
tentang pembayaran dan
pengalokasian kontribusi
pasal 22 ayat 1: porsi
investasi yang terbentuk
dari kontribusi berkala dan
kontribusi top-up berkala,
akan dialokasikan untuk
membeli unit yang
Terdapat unsur gharar dalam
penentuan akad wakalah
terhadap pengelolaan dana
tabarru’. Pada BAB XIX tentang
dana tabarru’ dijelaskan bahwa
dana tabarru’ akan
diinvestasikan oleh pengelola
berdasarkan akad wakalah bil
ujrah dengan mengenakan ujrah
pengelolaan dana tabarru’.
Sedangkan jika dilihat pada
ketentuan lampiran ujrah dan
iuran tabarru’, disebutkan bahwa
ujrah atas pengelolaan dana
tabarru’ yaitu sebesar 0%. Maka
dapat disimpulkan bahwa
66
reasuruahansi syariah atau
unit syariah, dapat
menggunakan akad tijarah
dalam rangka pengelolaan
investasi dari dana tabarru’
atau dana tanahud yang
berbeda dengan akad tijarah
dalam rangka kegiatan lain
POJK No. 72 Tahun 2016,
BAB V pasal 13 ayat 2: aset
yang diperkenankan dari
dana tabarru’, dana tanahud
dan dana perusahaan dalam
bentuk investasi harus
ditempatkan dalam jenis:
a. Deposito berjangka pada
bank umum syariah, UUS
pada BU (paling tinggi 20%),
atau BPRS (paling tinggi 1-
5%), termasuk deposit on call
dan deposito yang berjangka
waktu kurang dari atau sama
dengan 1 bulan
b. Sertifikat deposito pada
BUS atau UUS pada BU
(paling tinggi 50%)
c. Saham syariah yang
tercatat di bursa efek (paling
penempatannya sesuai
dengan intruksi pemegang
polis atas dana investasi
prulink syariah untuk
kontribusi berkala yang
tercatat terakhir pada
pengelola dan BAB XIX
pasal 48 ayat 3: dana
tabarru’ akan
diinvestasikan oleh
pegelola berdasarkan akad
wakalah bil ujrah dengan
mengenakan ujrah atas
pengelolaan tersebut.
pengelolaan atas dana tabarru’
tidak dibebankan ujrah.
Persentase 0% untuk ujrah iuran
tabarru’ merupakan beban
pemegang polis atau peserta,
yang mana hal tersebut telah
menguntungkan pihak peserta.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa sebaiknya
akad yang digunakan adalah akad
wakalah bukan akad wakalah bil
ujrah.
67
tinggi 10-40%)
d. Sukuk atau obligasi
syariah yang tercatat di bursa
efek (paling tinggi 20-50%)
e. MTN syariah (paling tinggi
20-40%)
f. Surat berharga syariah
yang diterbitkan oleh NRI
(paling tinggi 20-40%)
g. Surat berharga syariah
yang diterbitkan oleh negara
selain NRI (paling tinggi
10%)
h. Surat berharga syariah
yang diterbitkan oleh BI
i. Surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh lembaga
multinasinal yang NRI
menjadi salah satu anggota
atau pemegang saham
j. Reksa dana syariah (paling
tinggi 20-50%)
k. Efek beragun aset syariah
(paling tinggi 10-20%)
l. Dana investasi real estat
syariah berbentuk kontrak
investasi kolektif (paling
tinggi 10-20%)
68
m. Transaksi surat berharga
syariah melalui REPO
(paling tinggi 2-10%)
n. Pembiayaan syariah
melalui mekanisme kerja
sama dengan pihak lain
dalam bentuk kerja sama
pemberian pembiayaan
syariah (paling tinggi 10-
20%)
o. Emas murni (paling tinggi
10%).
9. Pengelolaan asuransi dan
reasuransi syariah hanya
boleh dilakukan oleh suatu
lembaga yang berfungsi
sebagai pemegang amanah.
- - Penjelasan yang dimaksud dalam
Fatwa, tidak dijelaskan di dalam
polis. Polis hanya menjelaskan
bahwa pengelolaan asuransi
dilakukan oleh pengelola yaitu
PT Prudential Life Assurance
yang berkedudukan di Jakarta,
dengan tidak menjelaskan secara
spesifik bahwa pengelola
merupakan pemegang amanah.
10. Pembukuan dana tabarru’
harus terpisah dari dana yang
lainnya.
POJK No. 72 Tahun 2016,
BAB II pasal 2:
a. Ayat 1: aset dan liabilitas
yang terkait dengan hak
pemegang polis atau peserta
wajib dipisahkan dari aset
BAB XVIII pasal 47 ayat
3: iuran tabarru’ yang
diberikan oleh pemegang
polis sehubungan dengan
asuransi jiwa syariah yang
dikelola oleh pegelola
Sesuai, akan tetapi polis tidak
menjelaskan bahwa pembukuan
dana tabarru’ terpisah dari dana
yang lainnya. Kemudian, jika
dilihat pada ketentuan ringkasan
polis, tidak dijelaskan pembagian
69
dan liabilitas yang lain dari
perusahaan
b. Ayat 2: pemisahan aset
dan liabilitas sebagaimana
yang dimaksud yaitu terdiri
dari dana tabarru’, dana
tanahud, dana perusahaan,
dan dana investasi peserta
c. Perusahaan wajib membuat
pencatatan terpisah untuk
dana tabarru’, dana tanahud,
dana perusahaan, dan dana
investasi peserta.
akan dimasukkan ke
dalam dana tabarru’.
porsi yang jelas mengenai iuran
tabarru’ dengan iuran investasi,
melainkan hanya dijelaskankan,
bahwa seluruh kontribusi peserta
hanya dialokasikan kepada porsi
investasi saja. Sedangkan pada
BAB XVIII tentang akad
tabarru’ pasal 47 ayat 3
dijelaskan bahwa iuran tabarru’
yang diberikan oleh pemegang
polis akan dimasukkan ke dalam
dana tabarru’, yang mana dapat
disimpulkan bahwa iuran
tabarru’ tidak dicampur dengan
iuran atau dana lainnya. Akan
tetapi peneliti merasa terdapat
kesenjangan antara teori dengan
faktanya. Karena, jika
diperhatikan pada penjelasan
yang diberikan oleh pegawai
Prudential, bahwa iuran tabarru’
akan ditarik dari nilai investasi,
sehingga sejak awal kontribusi
yang disetorkan tidak dipisah
pada rekening yang berbeda,
melainkan hanya dibentuk pada
porsi investasi saja, bukan
investasi dengan tabarru’, dan
70
pada lampiran ujrah dan iuran
tabarru’ hanya menyebutkan
porsi presentase untuk iuran
tabarru’ saja, tanpa dijelaskan
jumlah yang pasti untuk iuran
tabarru’ tersebut.
11. Hasil investasi dari dana
tabarru’ menjadi hak
kolektif peserta dan
dibukukan dalam akun
tabarru’.
POJK No. 72 Tahun 2016,
BAB III pasal 6: surplus
underwriting dapat
didistribusikan dengan
pilihan sebagai berikut:
a. Seluruhnya ditambahkan
ke dalam dana tabarru’
b. Sebagian ditambahkan ke
dalam dana tabarru’ dan
sebagian dibagikan kepada
pemegang polis atau peserta
c. Sebagian ditambahkan ke
dalam dana tabarru’,
sebagian dibagikan kepada
pemegang polis atau peserta
dan sebagian dibagikan
kepada perusahaan.
BAB XXI tentang surplus
underwriting pasal 50 ayat
4, 5, 6, 7, 9, dan 10.
Sesuai, namun tidak ada
penjelasan mengenai berapa porsi
persentase dana tabarru’ yang
akan diinvestasikan oleh
perusahaan dan hasil investasi
dana tabarru’ akan dibukukan
dalam akun tabarru’. Dapat
dilihat pada polis pasal 50
tentang surplus underwriting ayat
10 yang intinya yaitu dalam hal
pemegang polis pada saat
berakhirnya suatu tahun
keuangan berhak atas pembagian
surplus underwriting namun pada
saat pembagiannya menjadi tidak
berhak, maka hak nya akan
diberikan kepada pemegang polis
lain yang memenuhi persyaratan
dan selanjutnya jumlah
pembagian tersebut yang semula
menjadi hak pemegang polis
yang bersangkutan harus
71
dikembalikan ke dalam dana
tabarru’. Penjelasan di atas
menegaskan bahwa iuran
tabarru’ para peserta telah
diinvestasikan oleh perusahaan,
sedangkan di dalam polis tidak
dijelaskan berapa jumlah porsi
persentase investasi dari iuran
tabarru’.
12. Dari hasil investasi,
perusahaan asuransi dan
reasuransi syariah dapat
memperoleh bagi hasil
berdasarkan akad
mudharabah atau
mudharabah musytarakah
atau mendapatkan ujrah (fee)
berdasarkan akad wakalah
bil ujrah.
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB IV, Pasal 57 ayat 3:
dalam hal pengelolaan dana
investasi dana tabarru’ dana
tanahud, atau dana investasi
peserta didasarkan pada akad
wakalah bil ujrah,
perusahaan asuransi syariah,
perusahaan reasuransi syariah
atau unit syariah tidak boleh
memperoleh bagian dari hasil
investasi.
BAB XIX tentang dana
tabarru’ pasal 48 ayat 3:
dana tabarru’akan
diinvestasikan oleh
pengelola berdasarkan
akad wakalah bil ujrah
dengan mengenakan ujrah
pengelolaan dana tabarru’
sebagaimana tercantum
dalam lampiran ujrah dan
iuran tabarru’.
Sesuai, karena perusahaan telah
menentukan porsi pembebanan
ujrah bagi peserta. Akan tetapi
dalam ringkasan polis disebutkan
bahwa sampai dengan tahun ke 5
peserta dibebankan atas ujrah
akuisisi, yang merupakan ujrah
pemrosesan permohonan
pertanggungan dan penerbitan
polis yang terdiri dari biaya
pemeriksanaan kesehatan,
pengadaan polis, pencetakan
dokumen, pos dan
telekomunikasi, dan biaya tenaga
pemasar. Dengan ketentuan
tersebut dapat disimpulkan
bahwa pembebanan atas ujrah
akuisisi tidak sesuai dengan
syariah, karena salah satu
72
parameter untuk menentukan
kesyariahan suatu kegiatan
adalah dengan adanya unsur
keadilan. Sedangkan pemegang
polis atau peserta tidak pernah
melakukan pemeriksaan
kesehatan dan pengadaan polis
hanya dilakukan satu kali pada
awal kesepakatan kontrak.
Selanjutnya untuk ujrah-ujrah
lain yang telah disebutkan
macamnya dalam bab x tentang
ujrah, dan merupakan objek akad
wakalah bil ujrah, tidak
dijelaskan jumlah porsi
presentasenya, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat
unsur gharar dalam pembagian
persentase ujrah.
13. Jika terdapat surplus
underwriting atas dana
tabarru’, maka boleh
dilakukan beberapa alternatif
sebagai berikut:
a. Diperlakukan seluruhnya
sebagai dana cadangan
dalam akun tabarru’
b. Disimpan sebagian
POJK No. 69 BAB IV pasal
56 ayat 2 huruf G akad
tabarru’ yang digunakan
dalam asuransi syariah wajib
memuat paling sedikit, yaitu:
Ketentuan mengenai
alternatif dan persentase
pembagian surplus
underwriting, POJK No. 23
BAB XXI tentang surplus
underwriting pasal 50 ayat
7:
a. 56% dibagikan kepada
seluruh pemegang polis
dengan ketentuan
pembagian sebagaimana
yang telah diatur
sebelumnya
Sesuai.
73
sebagai dana cadangan dan
dibagikan sebagian lainnya
kepada para peserta yang
memenuhi syarat
aktuaria/manajemen risiko
c. Disimpan sebagian sebagai
dana cadangan dan dapat
dibagikan sebagian lainya
kepada perusahaan asuransi
dan para peserta sepanjang
disepakati oleh para peserta
d. Pilihan terhadap salah satu
alternatif tersebut di atas
harus disetujui terlebih
dahulu oleh peserta dan
dituangkan dalam akad.
Tahun 2015 pasal 12 huruf E
polis asuransi dengan prinsip
syariah harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
Alokasi penggunaan surplus
underwriting untuk dana
tabarru’, dana peserta
dan/atau dana perusahaan dan
POJK No. 72 Tahun 2016,
BAB III pasal 6: surplus
underwriting dapat
didistribusikan dengan
pilihan sebagai berikut:
a. Seluruhnya ditambahkan
ke dalam dana tabarru’
b. Sebagian ditambahkan ke
dalam dana tabarru’ dan
sebagian dibagikan kepada
pemegang polis atau peserta
c. Sebagian ditambahkan ke
dalam dana tabarru’,
sebagian dibagikan kepada
pemegang polis atau peserta
dan sebagian dibagikan
kepada perusahaan
POJK No. 72 Tahun 2016,
BAB III pasal 6 ayat 4:
pemegang polis atau peserta
b. 30% dari kelebihan
tersebut akan tetap
disimpan dalam dana
tabarru’
c. 14% merupakan hak
dan diserahkan kepada
pengelola.
74
yang menerima surplus
underwriting sebagaimana
dimaskud pada peraturan
sebelumnya, harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Telah membayar
kontribusi untuk periode
perhitungan surplus
underwriting
b. Tidak sedang dalam proses
penyelesaian klaim
c. Tidak pernah menerima
pembayaran klaim yang
melebihi jumlah kontribusi
yang dialokasikan ke dalam
dana tabarru’
d. Tidak menghentikan polis
pada periode perhitungan
surplus underwriting.
14. Jika terjadi defisit
underwriting atas dana
tabarru’ (defisit tabarru’),
maka perusahaan asuransi
wajib menanggulangi
kekurangan tersebut dalam
bentuk qardh (pinjaman).
POJK No. 23 Tahun 2015
pasal 12 huruf F: Pemberian
qardh oleh perusahaan dalam
hal dana tabarru’ tidak cukup
untuk membayar manfaat
asuransi, POJK No. 72 Tahun
2016, BAB I ketentuan
umum pasal 1 ayat 19: qardh
adalah pinjaman dana dari
BAB XX tentang qardh
pasal 49 ayat 1: apabila
dana tabarru’ tidak cukup
untuk membayar manfaat
asuransi selain nilai tunai,
maka pengelola akan
menalangi kekurangan
pembayaran manfaat
asuransi tersebut dalam
Sesuai.
75
perusahaan kepada dana
tabarru’ dan/atau dana
tanahud dalam rangka
menanggulangi
ketidakcukupan aset dana
tabarru’ untuk membayar
santunan/klaim/manfaat
kepada pemegang polis atau
peserta, dan POJK No. 72
Tahun 2016, BAB IV Qardh
pasal 8 ayat 2 huruf C dan D,
yaitu perusahaan wajib
menyediakan aset yang
tersedia untuk qardh pada
dana perusahaan dalam hal:
a. Tingkat solvabilitas dana
tabarru’ dan dan dana
tanahud lebih keil dari target
tingkat solvabilitas dana
tabarru’ dan dana tanahud
b. Jumlah investasi dalam
aset yang diperkenankan dari
dana tabarru’ lebih kecil dari
jumlah penyisihan teknis dan
liabilitas pembayaran
santunan/klaim/manfaat
retensi sendiri dari dana
tabarru’ dana tanahud
bentuk qardh.
76
c. Terjadi defisit
underwriting dana tabarru’
dan/atau
d. Dana tabarru’ dan dana
tanahud tidak cukup untuk
membayar
santunan/klaim/manfaat
kepada pemegang polis atau
peserta.
15. Pengembalian dana qardh
kepada perusahaan asuransi
disisihkan dari dana
tabarru’.
POJK No. 72 Tahun 2016,
BAB II pasal 4 ayat 2 huruf
C: perusahaan hanya dapat
menggunakan dana tabarru’
untuk: pembayaran kembali
qardh kepada perusahaan dan
POJK No. 72, BAB IV pasal
8 ayat 7: pengembalian qardh
kepada dana perusahaan
dilakukan dari dana tabarru’
dan/atau dana tanahud.
BAB XX tentang qardh
pasal 49 ayat 2:
pengembalian qardh
kepada pengelola
dilakukan dengan
menggunakan surplus
underwriting dan/atau
dana tabarru’.
Sesuai.
No. Fatwa DSN MUI No. 52
Tahun 2006 Tentang Akad
Wakalah Bil Ujrah pada
Asuransi Syariah
POJK Terkait Akad
Tijarah pada Asuransi
Syariah
Realisasi terhadap Polis
Asuransi
Hasil Analisis Perbandingan
Peraturan dengan Polis
1. Dalam fatwa ini yang
dimaksud dengan:
a. Asuransi adalah asuransi
- BAB I tentang ketentuan
umum pasal 5: asuransi
jiwa syariah yaitu usaha
Sesuai.
77
jiwa, asuransi kerugian, dan
reasuransi syariah
b. Peserta adalah peserta
asuransi (pemegang polis)
atau perusahaan asuransi
dalam reasuransi syariah.
saling tolong menolong
(ta’awuni) dan melindungi
(takafuli) diantara para
pemegang polis melalui
pembentukan kumpulan
dana (dana tabarru’) yang
dikelola sesuai dengan
prinsip syariah untuk
menghadapi risiko
tertentu, dan pasal 26:
pemegang polis adalah
orang perseorangan atau
badan usaha yang
membuat perjanjian
pertanggungan jiwa
berdasarkan prinsip
syariah dengan pengelola
sebagaimana tertera dalam
ringkasan polis dan setiap
perubahannya (jika ada).
2. Wakalah bil ujrah boleh
dilakukan antara perusahaan
asuransi dengan peserta.
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB I ketentuan umum pasal
1 ayat 33: akad wakalah bil
ujrah adalah akad tijarah
yang memberikan kuasa
kepada perusahaan asuransi
syariah, perusahaan
reasuransi syariah, atau unit
BAB XVII tentang akad
wakalah bil ujrah pasal 46
ayat 1: pemegang polis
selaku pemberi kuaasa
dengan ini memberi kuasa
kepada pengelola selaku
penerima kuasa
berdasarkan akad wakalah
Sesuai.
78
syariah, sebagai wakil peserta
untuk mengelola dana
tabarru’ dan/atau dana
investasi peserta, sesuai
kuasa atau wewenang yang
diberikan, dengan imbalan
berupa ujrah (fee).
bil ujrah, BAB 1 tentang
ketentuan umum pasal 1
ayat 32: pengelola adalah
PT Prudential Life
Assurance, berkedudukan
di Jakarta, yang didirikan
berdasarkan hukum
Negara Republik
Indonesia.
3. Wakalah bil ujrah adalah
pemberian kuasa dari peserta
kepada perusahaan asuransi
untuk mengelola dana
peserta dengan imbalan
pemberian ujrah (fee).
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB I ketentuan umum pasal
1 ayat 33: akad wakalah bil
ujrah adalah akad tijarah
yang memberikan kuasa
kepada perusahaan asuransi
syariah, perusahaan
reasuransi syariah, atau unit
syariah, sebagai wakil peserta
untuk mengelola dana
tabarru’ dan/atau dana
investasi peserta, sesuai
kuasa atau wewenang yang
diberikan, dengan imbalan
berupa ujrah (fee).
BAB I tentang ketentuan
umum pasal 1 ayat 3: akad
wakalah bil ujrah adalah
akad antara pemegang
polis secara kolektif atau
orang perseorangan
dengan pengelola dengan
tujuan komersial yang
memberikan kuasa kepada
pengelola sesuai kuasa
atau wewenang yang
diberikan, dengan imbalan
berupa ujrah dan BAB
XVII tentang akad
wakalah bil ujrah pasal 46
ayat 1: pemegang polis
selaku pemberi kuasa
dengan ini memberi kuasa
kepada pengelola selaku
Sesuai.
79
penerima kuasa
berdasarkan akad wakalah
bil ujrah dan BAB XIX
tentang dana tabarru’
pasal 48 ayat 3: dana
tabarru’ akan
diinvestasikan oleh
pengelola berdasarkan
akad wakalah bil ujrah
dengan mengenakan ujrah
pengelolaan dana tabarru’
sebagaimana tercantum
dalam lampiran ujrah dan
iuran tabarru’.
4. Wakalah bil ujrah dapat
diterapkan dalam produk
asuransi yang mengandung
unsur tabungan (saving)
maupun unsur tabarru’ (non
saving).
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB I ketentuan umum pasal
1 ayat 33: akad wakalah bil
ujrah adalah akad tijarah
yang memberikan kuasa
kepada perusahaan asuransi
syariah, perusahaan
reasuransi syariah, atau unit
syariah, sebagai wakil peserta
untuk mengelola dana
tabarru’ dan/atau dana
investasi peserta, sesuai
kuasa atau wewenang yang
diberikan, dengan imbalan
BAB VI tentang
pembayaran dan
pengalokasian kontribusi
pasal 22 ayat 1: porsi
investasi yang terbentuk
dari kontribusi berkala dan
kontribusi top-up berkala,
akan dialokasikan untuk
membeli unit yang
penempatannya sesuai
dengan intruksi pemegang
polis atas dana investasi
prulink syariah untuk
kontribusi berkala yang
Sesuai.
80
berupa ujrah (fee) dan POJK
No. 69 Tahun 2016 BAB IV
tentang penerapan prinsip
syariah dalam
penyelenggaraan usaha
asuransi umum syariah,
usaha asuransi jiwa syariah
dan usaha reasuransi syariah
Pasal 54 ayat 7: perusahaan
asuransi syariah, perusahaan
reasuransi syariah atau unit
syariah, dapat menggunakan
akad tijarah dalam rangka
pengelolaan investasi dari
dana tabarru’ atau dana
tanahud yang berbeda
dengan akad tijarah dalam
rangka kegiatan lain.
tercatat terakhir pada
pengelola, BAB VI
tentang pembayaran dan
pengalokasian kontribusi
pasal 22, BAB VII tentang
dana investasi prulink
pasal 24, BAB X tentang
ujrah pasal 32, dan 33,
dan BAB XIX pasal 48
ayat 3: dana tabarru’ akan
diinvestasikan oleh
pegelola berdasarkan akad
wakalah bil ujrah dengan
mengenakan ujrah
pengelolaan dana tabarru’
sebagaimana tercantuk
dalam lampiran ujrah dan
iuran tabarru’.
5. Akad yang digunakan adalah
akad wakalah bil ujrah.
- BAB XVII tentang akad
wakalah bil ujrah pasal 46
dan BAB XIX tentang
dana tabarru’ pasal 48
ayat 3: dana tabarru’ akan
diinvestasikan oleh
pegelola berdasarkan akad
wakalah bil ujrah dengan
mengenakan ujrah
Sesuai.
81
pengelolaan dana tabarru’
sebagaimana tercantuk
dalam lampiran ujrah dan
iuran tabarru’.
6. Objek akad wakalah bil
ujrah meliputi antara lain:
a. Kegiatan administrasi
b. Pengelolaan dana
c. Pembayaran klaim
d. Underwriting
e. Pengelolaan portofolio
risiko
f. Pemasaran
g. Investasi.
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB IV tentang penerapan
prinsip syariah dalam
penyelenggaraan usaha
asuransi umum syariah,
usaha asuransi jiwa syariah
dan usaha reasuransi syariah
pasal 57 ayat 1: objek akad
wakalah bil ujrah yaitu
a. Kegiatan administrasi
b. Pengelolaan dana
c. Pembayaran klaim
d. Underwriting
e. Pengelolaan portofolio
risiko
f. Pemasaran
g. Investasi dana tabarru‟,
dana tanahud dan/atau dana
investasi peserta
h. Kegiatan lain sesuai
dengan kesepakatan dalam
polis.
BAB XVII pasal 46 ayat 1
huruf a: pemegang polis
selaku pemberi kuasa
kepada pengelola selaku
penerima kuasa
berdasarkan akad wakalah
bil ujrah untuk kegiatan
sebagai berikut: mengelola
asuransi jiwa syariah
termasuk namun tidak
terbatas pada melakukan
kegiatan administrasi,
underwriting, pembayaran
klaim, pemasaran dan
investasi dana tabarru’
berdasarkan polis atau
formulir lain yang relevan
yang dapat dipelajari oleh
pemegang polis sebelum
melakukan transaksi dan
BAB X pasal 30 ayat 1:
jeniss ujrah dalam polis
asuransi tersebut, terdiri
dari:
Dalam ketentuan akad wakalah
bil ujrah di dalam polis, tidak
disebutkan tujuh objek akad
wakalah bil ujrah seperti yang
telah dijelaskan di dalam Fatwa
DSN-MUI maupun POJK. Di
dalam polis hanya menjelaskan
lima dari tujuh objek yang telah
disebutkan dalam Fatwa DSN-
MUI maupun POJK, dengan
memberikan klausul “termasuk
namun tidak terbatas pada
pengelolaan ...”. Akan tetapi, 2
objek yang tidak disebutkan telah
disebutkan pada Bab ujrah yang
terdapat dalam polis.
Dalam polis dijelaskan bahwa
ujrah akuisisi yaitu ujrah
pemrosesan permohonan
pertanggungan dan penerbitan
polis yang terdiri dari beberapa
biaya yang menjadi beban
pemegang polis atau peserta,
salah satunya yaitu biaya
82
a. Ujrah akuisisi (biaya
pemeriksaan kesehatan,
biaya pengadaan polis,
biaya pencetakan
dokumen, biaya pos dan
telekomunikasi, dan biaya
tenaga pemasar)
b. Ujrah top-up
c. Ujrah pengalihan dana
investasi prulink syariah
d. Ujrah administrasi
e. Ujrah pengelolaan dana
investasi
f. Ujrah pengelolaan dana
tabarru’
g. Ujrah pengelolaan
risiko
h. Ujrah perubahan polis
i. Ujrah cetak ulang polis
dan kartu kepesertaan
asuransi.
pemeriksaan kesehatan.
Realitanya pemegang polis atau
peserta tidak pernah melakukan
pemeriksanaan kesehatan atas
permintaan pihak Prudential,
sedangkan ujrah akuisisi menjadi
beban peserta hingga tahun
kelima, dan jumlahnya sangat
besar pada tahun pertama dan
kedua. Oleh karena itu, sangat
tidak adil jika dibebankan hingga
80% pada tahun pertama dan
kedua.
Selanjutnya menurut peneliti,
jika di dalam polis dijelaskan
mengenai macam-macam ujrah
yang akan dibebankan kepada
peserta, maka akan lebih baik
jika disebutkan pula porsi
presentase untuk setiap jenis
ujrah yang dibebankan.
7. Dalam akad wakalah bil
ujrah, harus disebutkan
sekurang-kurangnya:
a. Hak dan kewajiban peserta
dan perusahaan asuransi
b. Besaran, cara dan waktu
pemotongan ujrah atas premi
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB IV tentang penerapan
prinsip syariah dalam
penyelenggaraan usaha
asuransi umum syariah,
usaha asuransi jiwa syariah
dan usaha reasuransi syariah
Hak dan kewajiban
peserta dan perusahaan
asuransi : BAB VI tentang
pembayaran dan
pengalokasian kontribusi
pasal 14, 15, 16, 17, 19,
20, 21, dan 22, BAB VII
Untuk batasan wewenang yang
diberikan oleh pemegang polis
atau peserta kepada perusahaan
tidak dijelaskan dalam pasal
tersendiri, namun pada
keseluruhan isi polis dijelaskan
bahwa perusahaan sebagai
83
c. Syarat-syarat lain yang
disepakati, sesuai dengan
jenis asuransi yang diadakan.
pasal 57 ayat 2: akad
wakalah bil ujrah wajib
memuat paling sedikit:
a. Objek/kegiatan yang
dikuasakan pengelolanya
b. Hak dan kewajiban
pemegang polis atau peserta
secara kolektif dan/atau
pemegang polis atau peserta
secara individu sebagai
muwakkil
c. Hak dan kewajiban
perusahaan asuransi syariah,
perusahaan reasuransi syariah
atau unit syariah sebagai
wakil
d. Batasan kuasa atau
wewenang yang diberikan
pemegang polis atau peserta
kepada perusahaan reasuransi
syariah atau unit syariah
e. Besaran, cara dan waktu
pemotongan ujrah
f. Ketentuan lain yang
disepakati.
tentang dana investasi
prulink syariah pasal 23,
24, dan 27, BAB X
tentang ujrah pasal 32,
BAB XVII tentang akad
wakalah bil ujrah, dan
BAB XIX tentang dana
tabarru’ pasal 48 ayat 3.
Besaran, cara dan waktu
pemotongan ujrah atas
premi: ketentuan
ringkasan polis (akad
wakalah bil ujrah), BAB
X tentang ujrah pasal
30—37, dan ketentuan
lampiran ujrah dan iuran
tabarru’ asuransi dasar
prulink syariah assurance
account BAB II tentang
biaya pasal 2.
Objek akad wakalah bil
ujrah: BAB X tentang
ujrah pasal 30 dan BAB
XVII tentang akad
wakalah bil ujrah pasal
46: pemegang polis selaku
pemberi kuasa kepada
pengelola selaku penerima
pengelola diberikan batasan
untuk mengelola dana peserta
khususnya dengan menggunakan
akad wakalah bil ujrah, seperti
dengan menginvestasikan dana
peserta sesuai dengan perintah
pemegang polis atau peserta dan
penempatan dana investasi pada
instrumen investasi yang sesuai
dengan syariah. Untuk besaran,
cara dan waktu pemotongan
ujrah, polis tidak mencantumkan
hal tersebut. Hanya saja polis
menjelaskan mengenai
pemotongan ujrah akuisisi, yang
mana jenis ujrah tersebut tidak
diatur oleh Fatwa maupun POJK.
POJK hanya mengatur mengenai
mengenai besaran, cara dan
waktu pemotongan ujrah
merupakan syarat atas penerapan
akad wakalah bil ujrah.
84
kuasa berdasarkan akad
wakalah bil ujrah untuk
kegiatan sebagai berikut:
mengelola asuransi jiwa
syariah termasuk namun
tidak terbatas pada
melakukan kegiatan
administrasi,
underwriting, pembayaran
klaim, pemasaran dan
investasi dana tabarru’
berdasarkan polis atau
formulir lain yang relevan
yang dapat dipelajari oleh
pemegang polis sebelum
melakukan transaksi.
Batasan kuasa yang
diberikan pemegang polis
kepada perusahaan: BAB
VI tentang pembayaran
dan pengalokasian
kontribusi pasal 21 ayat 1,
pasal 22 ayat 2, dan BAB
II tentang jenis dana
investasi prulink syariah
pasal 2.
8. Dalam akad ini, perusahaan
bertindak sebagai wakil
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB I ketentuan umum pasal
BAB XVII pasal 46 ayat 1
huruf a: pemegang polis
Sesuai.
85
(yang mendapat kuasa) untuk
mengelola dana.
1 ayat 33: akad wakalah bil
ujrah adalah akad tijarah
yang memberikan kuasa
kepada perusahaan asuransi
syariah, perusahaan
reasuransi syariah, atau unit
syariah, sebagai wakil peserta
untuk mengelola dana
tabarru’ dan/atau dana
investasi peserta, sesuai
kuasa atau wewenang yang
diberikan, dengan imbalan
berupa ujrah (fee).
selaku pemberi kuasa
kepada pengelola selaku
penerima kuasa
berdasarkan akad wakalah
bil ujrah untuk kegiatan
sebagai berikut: mengelola
asuransi jiwa syariah
termasuk namun tidak
terbatas pada melakukan
kegiatan administrasi,
underwriting, pembayaran
klaim, pemasaran dan
investasi dana tabarru’
berdasarkan polis atau
formulir lain yang relevan
yang dapat dipelajari oleh
pemegang polis sebelum
melakukan transaksi.
9. Peserta (pemegang polis)
sebagai individu, dalam
produk saving dan tabarru’,
bertindak sebagai muwakkil
(pemberi kuasa) untuk
mengelola dana.
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB I ketentuan umum pasal
1 ayat 33: akad wakalah bil
ujrah adalah akad tijarah
yang memberikan kuasa
kepada perusahaan asuransi
syariah, perusahaan
reasuransi syariah, atau unit
syariah, sebagai wakil peserta
untuk mengelola dana
BAB XVII pasal 46 ayat 1
huruf a: pemegang polis
selaku pemberi kuasa
kepada pengelola selaku
penerima kuasa
berdasarkan akad wakalah
bil ujrah.
Sesuai .
86
tabarru’ dan/atau dana
investasi peserta, sesuai
kuasa atau wewenang yang
diberikan, dengan imbalan
berupa ujrah (fee).
10. Peserta sebagai suatu
badan/kelompok, dalam akun
tabarru‟ bertindak sebagai
muwakkil (pemberi kuasa)
untuk mengelola dana.
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB I ketentuan umum pasal
1 ayat 33: akad wakalah bil
ujrah adalah akad tijarah
yang memberikan kuasa
kepada perusahaan asuransi
syariah, perusahaan
reasuransi syariah, atau unit
syariah, sebagai wakil peserta
untuk mengelola dana
tabarru’ dan/atau dana
investasi peserta, sesuai
kuasa atau wewenang yang
diberikan, dengan imbalan
berupa ujrah (fee).
BAB XVIII tentang akad
tabarru’ pasal 47 ayat 3:
iuran tabarru’ yang
diberikan oleh pemegang
polis sehubungan asuransi
jiwa syariah yang
diselenggarakan atau
dikelola oleh pengelola
akan dimasukkan ke
dalam dana tabarru’ dan
BAB XIX tentang dana
tabarru’ pasal 48 ayat 3:
dana tabarru’ akan
diinvestasikan oleh
pengelola berdasarkan
akad wakalah bil ujrah
dengan mengenakan ujrah
pengelolaan dana tabarru’
sebagaimana tercantum
dalam lampiran ujrah dan
iuran tabarru’.
Sesuai, akan tetapi pada polis
tidak dijelaskan bahwa peserta
sebagai suatu kelompok
merupakan pihak pemberi kuasa.
11. Wakil tidak boleh
mewakilkan kepada pihak
- BAB VII tentang dana
investasi prulink syariah
Sesuai .
87
lain atas kuasa yang
diterimanya, kecuali atas izin
muwakkil (pemberi kuasa).
pasal 24 ayat 1 dan 2,
BAB XVII tentang akad
wakalah bil ujrah pasal 46
ayat 1 huruf B: dalam hal
pengelolaan dana investasi
prulink syariah, disepakati
bahwa pemegang polis
memberikan izin kepada
pengelola untuk dapat
mewakilkan pengelolaan
dana investasi prulink
syariah pemegang polis
kepada pihak lain yang
kompeten apabila
diperlukan dengan
ketentuan bahwa
pengelola dana investasi
prulink syariah tersebut
dilakukan sesuai dengan
prinsip syariah.
12. Akad wakalah adalah
bersifat amanah (yad
amanah) dan bukan
tanggungan (yad dhaman)
sehingga wakil tidak
menanggung risiko terhadap
kerugian investasi dengan
mengurangi fee yang telah
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB IV tentang penerapan
prinsip syariah dalam
penyelenggaraan usaha
asuransi umum syariah,
usaha asuransi jiwa syariah
dan usaha reasuransi syariah
pasal 54 ayat 8: berdasarkan
BAB VI tentang
pembayaran dan
pengalokasian kontribusi
pasal 21 ayat 1: pemegang
polis harus memilih dana
investasi dan menentukan
alokasi untuk setiap dana
investasi dan ayat 2:
Sesuai.
88
diterimanya, kecuali atas
kecerobohan atau
wanprestasi.
akad wakalah bil ujrah, akad
mudharabah, dan akad
mudharabah musytarakah,
perusahaan asuransi syariah,
perusahaan reasuransi
syariah, atau unit syariah
wajib menanggung seluruh
kerugian yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan risko
dan/atau kegiatan
pengelolaan investasi yang
diakibatkan oleh kesalahan
yang disengaja, kelalaian,
atau wanprestasi yang
dilakukan perusahaan
asuransi syariah perusahaan
reasuransi syariah, atau unit
syariah.
segala kerugian, risiko,
beban atau keuntungan
yang timbul atas
pemilihan dan
pegalokasian dan investasi
merupakan tanggung
jawab dan hak pemegang
polis.
13. Perusahaan sebagai wakil
tidak berhak memperoleh
bagian dari hasil investasi,
karena akad yang digunakan
adalah akad wakalah.
POJK No. 69 BAB IV pasal
57 ayat 3: dalam hal
pengelolaan dana investasi
dana tabarru’ dana tanahud,
atau dana investasi peserta
didasarkan pada akad
wakalah bil ujrah,
perusahaan asuransi syariah,
perusahaan reasuransi syariah
atau unit syariah tidak boleh
- Dalam polis tidak ada ketentuan
demikian, namun secara tidak
langsung polis menjelaskan
bahwa tidak terdapat peraturan
yang mengatur mengenai nisbah
atau bagi hasil atas pengelolaan
dana, akan tetapi yang diatur
yaitu penetapan ujrah atas
pengelolaan dana tabarru’ dan
investasi pemegang polis atau
89
memperoleh bagian dari hasil
investasi.
peserta. Ujrah yang ditetapkan
atas pengelolaan iuran tabarru’
dan investasi tidak disebutkan
persentasenya secara jelas di
dalam polis.
14. Perusahaan asuransi selaku
pemegang amanah, wajib
menginvestasikan dana yang
terkumpul dan investasi
wajib dilakukan sesuai
dengan syariah.
POJK No. 72 Tahun 2016,
BAB VI tentang dana
investasi peserta pasal 33
ayat 1: aset dana investasi
peserta dalam bentuk
investasi wajib ditempatkan
dalam jenis:
a. Deposito berjangka pada
bank umum syariah, UUS
pada BU atau BPRS
termasuk deposit on call dan
deposito yang berjangka
waktu kurang dari atau sama
dengan 1 bulan
b. Sertifikat deposito pada
bank syariah
c. Saham syariah yang
tercatat di bursa efek
d. Sukuk atau obligasi
syariah yang tercatat di bursa
efek
e. MTN syariah
f. Surat berharga syariah
Ketentuan lampiran dana
investasi prulink syariah
asuransi dasar prulink
syariah assurance account
BAB II tentang jenis dana
investasi prulink syariah
pasal 2: Prulink syariah
rupiah equity fund (dana
investasi dalam mata uang
rupiah yang memiliki
strategi investasi saham
dengan rincian alokasi
aset yaitu 80%-100% pada
efek bersifat ekuitas
termasuk reksa dana
saham yang sesuai dengan
syariah, Prulink syariah
rupiah managed fund
(dana investasi prulink
syariah dalam mata uang
rupiah yang memiliki
strategi investasi
campuran dengan rincian
Sesuai, karena setiap dana yang
diinvestasikan oleh perusahaan
Prudential yaitu kepada
perusahaan yang tidak
bertentangan dengan ketentuan
syariah, seperti perusahaan
Telkom, Astra, dan Indofood.
90
yang diterbitkan oleh NRI
g. Surat berharga syariah
yang diterbitkan oleh negara
selain NRI
h. Surat berharga syariah
yang diterbitkan oleh BI
i. Surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh lembaga
multinasinal yang NRI
menjadi salah satu anggota
atau pemegang saham
j. Reksa dana syariah
k. Efek beragun aset syariah
l. Transaksi surat berharga
syariah melalui REPO
m. Emas murni.
alokasi aset yaitu 0%-79%
pada efek yang bersifat
utang termasuk reksa dana
pendapatan tetap yang
sesuai dengan syariah,
0%-79% pada efek
bersifat ekuitas termasuk
reksa dana saham yang
sesuai dengan syariah, dan
0%-79% pada kas,
deposito, dan/atau
instrumen pasar uang
termasuk reksa dana pasar
uang yang sesuai dengan
prinsip syariah, Prulink
syariah rupiah cash &
bond fund (dana investasi
prulink syariah dalam
mata uang rupiah yang
memiliki strategi investasi
campuran dengan rincian
yaitu 75%-100% pada
efek bersifat utang
termasuk reksa dana
pendapatan tetap yang
sesuai dengan prinsip
syariah dan 0%-25% pada
kas, deposito, dan/atau
91
instrumen pasar uang
termasuk reksa dana pasar
uang yang sesuai denga
syariah, Prulink syariah
rupiah infrastucture
&consumer equity fund
(dana investasi prulink
syariah dalam mata uang
rupiah yang memiliki
strategi investasi saham
dengan rincian yaitu 80%-
100% pada efek bersifat
ekuitas termasuk reksa
dana saham yang sesuai
dengan prinsip syariah
dengan fokus pada sektor
infrastruktur, sektor
konsumsi, dan sektor lain
yang berkaitan, dan 0%-
20%pada kas, deposito,
dan/atau instrumen pasar
uang termasuk reksa dana
pasar uang yang sesuai
degan prinsip syariah,
Prulink syariah rupiah
pacific equity fund (dana
investasi prulink syariah
dalam mata uang rupiah
92
yang memiliki strategi
investasi saham dengan
rincian alokasi yaitu 80%-
100% pada efek bersifat
ekuitas termasuk reksa
dana saham yang sesuai
dengan prinsip syariah
dengan fokus pada
perusahaan yang tercatat,
didirikan, atau melakukan
kegiatan operasional
utama wilayah asia pasifik
(kecuali jepang) dan 0%-
20% pada kas, deposito,
dan/atau instrumen pasar
uang termasuk reksa dana
yang sesuai dengan
prinsip syariah.
15. Dalam pengelolaan dana
investasi, baik tabarru’
maupun saving, dapat
digunakan akad wakalah bil
ujrah dengan mengikuti
ketentuan seperti di atas,
akad mudharabah dengan
mengikuti ketentuan fatwa
mudharabah.
POJK No. 69 Tahun 2016
BAB I ketentuan umum pasal
1 ayat 33: akad wakalah bil
ujrah adalah akad tijarah
yang memberikan kuasa
kepada perusahaan asuransi
syariah, perusahaan
reasuransi syariah, atau unit
syariah, sebagai wakil peserta
untuk mengelola dana
BAB XVII tentang akad
wakalah bil ujrah pasal 46
ayat 1 huruf a: pemegang
polis selaku pemberi
kuasa kepada pengelola
selaku penerima kuasa
berdasarkan akad wakalah
bil ujrah untuk kegiatan
sebagai berikut: mengelola
asuransi jiwa syariah
Sesuai, karena dalam kegiatan
asuransi jiwa unit link tersebut
menggunakan akad wakalah bil
ujrah, baik dalam pengelolaan
dana tabarru’ maupun dana
investasi pemegang polis atau
peserta. Namun peneliti kurang
setuju dengan penerapan akad
wakalah bil ujrah pada
pengelolaan iuran tabarru’,
93
tabarru’ dan/atau dana
investasi peserta, sesuai
kuasa atau wewenang yang
diberikan, dengan imbalan
berupa ujrah (fee) dan POJK
No. 69 Tahun 2016 BAB IV
tentang penerapan prinsip
syariah dalam
penyelenggaraan usaha
asuransi umum syariah,
usaha asuransi jiwa syariah
dan usaha reasuransi syariah
Pasal 54 ayat 7: perusahaan
asuransi syariah, perusahaan
reasuransi syariah atau unit
syariah, dapat menggunakan
akad tijarah dalam rangka
pengelolaan investasi dari
dana tabarru’ atau dana
tanahud yang berbeda
dengan akad tijarah dalam
rangka kegiatan lain.
termasuk namun tidak
terbatas pada melakukan
kegiatan administrasi,
underwriting, pembayaran
klaim, pemasaran dan
investasi dana tabarru’
berdasarkan polis atau
formulir lain yang relevan
yang dapat dipelajari oleh
pemegang polis sebelum
melakukan transaksi dan
BAB XIX tentang dana
tabarru’ pasal 48 ayat 3:
dana tabarru’ akan
diinvestasikan oleh
pengelola berdasarkan
akad wakalah bil ujrah
dengan mengenakan ujrah
pengelolaan dana tabarru’
sebagaimana tercantum
dalam lampiran ujrah dan
iuran tabarru’.
karena dalah polis dijelaskan
bahwa ujrah untuk pengelolaan
dana tabarru’ adalah sebesar 0%
dan merupakan beban peserta.
Demikian maka seharusnya akad
yang digunakan adalah akad
wakalah.
94
H. Simpulan dari Hasil Perbandingan antara Fatwa DSN-MUI, POJK, dan
Polis
Hasil perbandingan antara Fatwa DSN-MUI, POJK, dan polis
menunjukan bahwa terdapat data di dalam polis yang sesuai dan tidak sesuai
dengan Fatwa DSN-MUI dan POJK. Adapun data pada polis yang sesuai
dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI dan POJK adalah sebagai berikut:
1. Klausul mengenai akad tabarru’ pada BAB XVIII tentang akad tabarru’
dan BAB XIX tentang dana tabarru’.
2. Klausul mengenai akad tabarru’ yang dilakukan antar sesama peserta atau
pemegang polis.
3. Klausul bahwa akad tabarru’ adalah akad yang dilakukan dalam bentuk
hibah untuk tujuan kebajikan dan tolong menolong antar sesama peserta
atau pemegang polis.
4. Ketentuan tentang hak dan kewajiban peserta secara individu dalam akad
tabarru’.
5. Klausul bahwa peserta secara kolektif adalah pihak penanggung atas risiko
yang terjadi pada peserta lain.
6. Pemisahan pembukuan dana tabarru’.
7. Pembagian surplus underwriting kepada peserta yang berhak.
8. Penentuan kebijakan qardh kepada perusahaan apabila terjadi defisit
underwriting atas dana tabarru’.
9. Penerapan akad wakalah bil ujrah antara perusahaan dengan peserta dan
pembebanan fee kepada peserta.
10. Objek dan syarat akad wakalah bil ujrah.
11. Kedudukan perusahaan sebagai wakil dan peserta sebagai muwakkil dalam
akad wakalah bil ujrah.
12. Pengelolaan dana peserta atau pemegang polis pada instrumen investasi
syariah.
Adapun data polis yang tidak sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI
dan POJK adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan dana tabarru’ peserta atau pemegang polis.
95
2. Hak dan kewajiban peserta atau pemegang polis secara kolektif dalam
akad tabarru’.
3. Penerapan akad wakalah bil ujrah terhadap pengelolaan dana tabarru’
peserta atau pemegang polis.
4. Tidak ada penjelasan jumlah porsi persentase dana tabarru’ yang akan
diinvestasikan oleh perusahaan.
5. Pembebanan ujrah akuisisi kepada peserta atau pemegang polis.
6. Tidak ada penjelasan mengenai cara dan waktu pemotongan ujrah untuk
akad wakalah bil ujrah.
96
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan terhadap data yang telah
diperoleh selama melakukan penelitian ini sebagaimana yang telah diuraikan
pada Bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ketentuan mengenai objek akad wakalah bil ujrah dalam polis telah
disebutkan seluruhnya sebagaimana dengan ketentuan yang telah
dijelaskan di dalam Fatwa DSN-MUI dan POJK. Walaupun di dalam polis
pada bab tersendiri yang mengatur mengenai akad wakalah bil ujrah
hanya menyebutkan lima dari ketujuh objek, namun dua objek yang
kurang telah disebutkan pada bab ujrah yang tercantum di dalam polis.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan akad wakalah bil ujrah
telah sesuai dengan ketentuan syariah.
2. Pada ketentuan pengelolaan iuran tabarru’ dan iuran investasi dapat
disimpulkan bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan syariah karena
terdapat unsur gharar. Seperti, tidak dijelaskannya secara detail mengenai
pembagian porsi untuk iuran tabarru’ dan investasi pada bagian
“Ringkasan Polis”. Namun sebaliknya, pada bagian tersebut hanya
dijelaskan mengenai porsi investasi saja. Dengan demikian membuat polis
tersebut terlihat seperti kegiatan investasi, karena lebih condong pada
kegiatan investasi bukan asuransi. Kemudian mengenai pengembalian
manfaat investasi dan proteksi yang saling menggugurkan salah satunya
jika hasil investasi diambil seluruhnya oleh peserta, dengan alternatif yang
juga tidak sesuai dengan syariah.
3. Pada ketentuan ujrah akuisisi dapat disimpulkan bahwa sangat tidak adil
jika perusahaan membebankan porsi yang sangat besar pada tahun pertama
dan kedua untuk mengantisipasi klaim dini, karena tidak bisa dipastikan
bahwa pemgang polis atau peserta akan mengajukan klaim dini. Hal
tersebut dilakukan oleh perusahaan, karena tidak ada ketentuan mengenai
97
batasan dalam penentuan jumlah porsi untuk ujrah akuisisi. Dan juga
peneliti menyimpulkan bahwa, terdapat unsur gharar pada pembebanan
ujrah akuisisi yang di dalamnya termasuk yaitu biaya pemeriksaan
kesehatan dan pengadaan polis. Hal tersebut dapat disimpulkan, karena
sejak awal kesepakatan dibuat, pemegang polis atau peserta tidak pernah
melakukan pemeriksaan kesehatan dan pengadaan polis hanya dilakukan
satu kali.
B. Saran
Berdasarkan simpulan penelitian seperti yang telah diuraikan di atas,
maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah, diharapkan dapat memberikan suatu aturan terkait
batasan atas dan batasan bawah pada ketentuan ujrah akuisisi.
2. Bagi pengelola, hendaknya gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh
para pemegang polis atau peserta, seperti penggunaan istilah kontribusi
berkala, kontribusi top up berkala, dan istilah ujrah akuisisi. Selain itu
juga agar seluruh ketentuan di dalam polis dijelaskan lebih rinci, salah
satunya yaitu dalam pembagian porsi alokasi dana tabarru’ dan investasi
dan porsi persentase untuk setiap ujrah yang dibebankan kepada
pemegang polis atau peserta.
3. Bagi peserta asuransi, hendaknya membaca dan memahami berbagai
ketentuan yang dijelaskan di dalam polis, serta konsultasikan lebih lanjut
kepada konsultan atau agen asuransi mengenai kegiatan operasional
asuransi jiwa unit link tersebut, agar seluruh informasi dapat diterima
dengan baik.
4. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya dapat melakukan penelitian lebih
lanjut dan melengkapi penelitian terhadap polis asuransi jiwa unit link
syariah, seperti pada porsi persentase pembagian untuk setiap ujrah yang
telah dijelaskan di dalam polis dan porsi investasi dana tabarru’, karena
penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya seperti
wawancara terhadap para ahli dan objek pembahasan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqlani, Buluughul Maram Min Adillatil Ahkam.
Penerjemah Abdul Rasyad Siddiq. Terjemahan Lengkap Bulughul Maram.
Jakarta: Akbarmedia, 2015.
Ali, AM Hasan. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis, & Praktis. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Amrin, Abdullah. Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah. Jakarta: PT Elex Media
Kompuindo, 2011.
--------------. Asuransi Syariah : Keberadaannya dan Kelebihannya di Tengah
Asuransi Konvensional. Jakarta: PT Elex Media Kompetindo, 2006.
Anwar, Khairil. Asuransi Syariah Halal & Mashlahat. T.t., Tiga Serangkai, 2007.
Fariana, Andi. “Urgensi Fatwa MUI dalam Pengembangan Sistem Hukum Ekonomi
Islam di Indonesia”. Jurnal Hukum dan Pranata Sosial, Vol. 12, Juni 2013.
Fatwa DSN MUI No. 21 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
Fatwa DSN MUI No. 52 Tahun 2006 Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada
Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah.
Fatwa DSN MUI No. 53 Tahun 2006 Tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah.
Hafidhuddin, Didin, dkk. Solusi Berasuransi Lebih Indah dengan Syariah. Bandung:
PT Syarikat Takaful Indonesia, 2009.
HS, Salim dan Erlies Septiana Nurbani. Penerapan Teori Hukum pada Penelitian
Tesis dan Disertasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Ibn. Katsir. Tafisr Ibn. Katsir.
Ibrahim, Machzumy. Dasar-dasar Asuransi Syariah. Jakarta: PT PP Mardi Mulyo,
t.th.
Imam Nawawi, Riyadush Shalihin BAB I Jilid 7 Tentang Keyakinan dan Tawakal.
Interview Pribadi dengan Isro Subadri, Guru, Depok, 8 November 2017.
Ja’far, A. Kusmedi. “Teori-teori Pemberlakuan Hukum Islam”. Jurnal Hukum dan
Ekonomi Islam, Juni 2012.
Kholis, Nur. “Islamic Unit Linked: Is It Profitable and Fully Sharia Compliance?”.
Jurnal Madina, Vol. 20 No. 1, Juni 2016.
Martono. Bank & Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: EKONISIA, 2010.
Marzuki, Mahmud. Penelitian Hukum : Edisi Revisi. T.tp.: PrenadaMedia, 2017.
Mughits, Abdul. Ushul Fikih bagi Pemula. Jakarta: CV Artha Rivera, t.th.
Mustofa dan Abdul Wahid. Hukum Islam Kontemporer. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.
Naja, HR Daeng. Akad Bank Syariah. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011.
Nugraheni, Destri Budi. “Analisis Yuridis Akad Tabarru’ dan Akad Tijarah dalam
Produk Unit Link Syariah”. Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 26 No. 2, Juni 2016.
OJK. “Laporan Perkembangan Keuangan Syariah 2016”, Laporan diakses pada 11
Desember 2017 dari www.ojk.go.id.
OJK. “Laporan Triwulan II 2017”, Laporan diakses pada 11 Desember 2017 dari
www.ojk.go.id.
OJK. “Laporan Triwulan IV 2017”, Laporan diakses pada 27 April 2017 dari
www.ojk.go.id
POJK No. 23 Tahun 2015 Tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi.
POJK No. 69 Tahun Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan
Reasuransi Syariah.
POJK No. 72 Tahun 2016 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah.
Praditya, Ilyas Istianur. “Tips Beli Polis Asuransi agar Tidak Tertipu Agen”, Artikel
diakses pada 30 September 2017 dari http://m.liputan6.com
/bisnis/read/3113239/tips-beli-polis-asuransi-agar-tidak-tertipu-agen.
Purnama, Deni. “Penerapan Akad Wakalah Bil Ujrah dalam Industri Asuransi dan
Lembaga Keuangan Syariah Lainnya”. Economic : Jurnal Ekonomi dan Hukum
Islam, ISSN: 2088-6365, Vol. 2 No. 1, 2012.
R., Galuh Nashrullah Kartika Mayangsari dan H. Hasni Noor, “Konsep Maqashid
Syariah dalam Menentukan Hukum Islam (Perspektif Al-Syatibi dan Jasser
Auda)”, Al Iqtishadiyah Jurnal Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah,
ISSN Elektronik: 2442-2282, Vol. I, Issue I, 2014.
Rusyati dan Abdul Ghafur Anshori. “Pelaksanaan Akad Wakalah Bil Ujrah dalam
Asuransi Jiwa Syariah di PT Prudential Life Assurance BNJ Agency
Banjarmasin”. Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada, 2015.
Rosyadi, A. Rahmat dan H.M. Rais Ahmad, Formalisasi Syariat Islam dalam
Perspektif Tata Hukum Indonesia, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2006.
Sahroni, Oni. “Konsultasi Syariah: Parameter Kesesuaian Syariah”. Artikel diakses
pada 21 April 2018 dari http://m.republika.co.id/berita/ekonomi /syariah-
ekonomi/18/04/03/p6m3h4416-konsultasi-syariah-parameter-kesesuaian-
syariah.
Sartika, Mila dan Hendri Hermawan Adinugraha. “Konsep dan Implementasi Dana
Premi Unit Link Syariah”, Jurnal Asuransi dan Manajemen Resiko, Vol. 1 No.
2, 2013.
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: EKONISIA,
2005.
Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah (Life and Geneal) Konsep dan Sistem
Operasionl. Jakarta: Gema Insani, 2013.
Suma, Amin. Asuransi Syariah & Asuransi Kovensional. Tangerang: Kholam
Publishing, 2006.
Suprabawa, Pungky Jati Aji. “Asuransi Jiwa (Study Tentang Pelaksanaan Link
Assurance di PT. Prudential Life Surakarta)”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 2010.
Syahatah, Husain Husain. Asuransi dalam Perspektif Syariah. Jakarta: AMZAH,
2006.
Ulum, Bahrul. “Perbandingan Asuransi Jiwa Unit Link PT Prudential antara
Konvensional dengan Syariah”. Skripsi S1 Fakultas Syariah, Universitas Islam
Negeri Mulana Malik Ibrahim Malang, 2015.
UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.
Workshop Eksekutif Aplikasi Maqashid Syariah pada Ekonomi, Keuangan dan
Perbankan Syariah. Artikel diakses pada 5 Juni 2018 dari http://
sofyanhotel.com/workshop-eksekutif-aplikasi-maqashid-syariah-pada-ekonomi-
keuangan-perbankan-syariah-10-11-juni-2015-di-jakarta, 5 Juni 2018.