analisis keruangan, kelingkungan, dan kewilayahan terhadap fenomena banjir rob di kota semarang

17
Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang 0

Upload: guntherrem248

Post on 01-Dec-2015

1.098 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Makalah ini berisi kajian tentang banjir ROB yang terjadi di Kota Semarang. Masalah banjir ROB ini dikaji melalui pendekatan Geografi (Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan), sehingga menghasilkan kajian yang komprehensif dalam mengkaji banjir ROB.

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

0

Page 2: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

1

A. LATAR BELAKANG Banjir rob merupakan pekerjaan rumah bersama yang masih terus menjadi kajian masyarakat Semarang. Banjir rob setia menyapa masyarakat Semarang, khususnya wilayah Semarang Utara, setiap musim hujan tiba. Ironisnya, meskipun fenomena ini terjadi setiap tahun, hingga kini masih belum ditemukan strategi tepat guna dalam upaya penyelesaiannya. Rob di Kota Semarang dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang signifikan, hal ini dapat dilihat dari luas genangan rob yang terus meningkat. Hasil penelitian (Bakti, 2010: 62) luas genangan rob di Kota Semarang selama sepuluh tahun terakhir (2000-2010) diprediksi terjadi kenaikan 76,8 hektar/tahun, sedangkan di Kota Semarang wilayah utara selama tiga tahun (2007-2010) terjadi kenaikan 186 hektar/tahun (Kompas, 22 Mei 2010). Berita terbaru yang dirilis Antara Jateng: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofiska (BMKG) Maritim Semarang memprakirakan ketinggian air pasang atau rob di Kota Semarang pada akhir Februari hingga minggu pertama Maret 2013 berkisar 0,7 hingga 1,1 meter. Fakta ini semakin menegaskan bahwa banjir rob Semarang sudah merupakan masalah serius yang mendesak untuk dicarikan upaya penyelesaiannya. Dampak negatif dan kerugian dari peristiwa genangan rob akan semakin terasa dengan bertambahnya luas genangan banjir rob dari tahun ke tahun (Diposaptono, dkk, 2009). Hal ini membuat pentingnya menyusun pemetaan risiko banjir rob kota Semarang. Pemetaan risiko sendiri mempunyai tujuan meminimalisir dampak dan kerugian dari bencana melalui pengelolaan risiko bencana. Perlunya suatu pengelolaan risiko bencana yang matang dalam penanggulangan permasalahan genangan banjir rob di kota Semarang yang cepat, tepat, dan efisien dengan teknik visualisasi yang mampu mengakomodasi tujuan peta dengan penggunanya. Makalah ini, lebih dulu akan menyajikan analisis keruangan, kelingkungan, dan kompleks kewilayahan tentang rob di Semarang. Peta-peta terkait persebaran wilayah rawan rob juga akan ditampilkan guna memberikan visualisasi rob di Semarang. Peta-peta ini nantinya akan mempermudah dalam membaca situasi dan kondisi suatu wilayah. Kajian ini diharapkan mampu untuk memberi gambaran tentang persebaran wilayah rawan rob, tujuan akhirnya adalah memberi masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam menentukan keputusan yang berperspektif lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN

Page 3: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

2

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana analisis keruangan terhadap rob di Semarang? 2. Bagaimana analisis kelingkungan terhadap rob di Semarang? 3. Bagaimana analisis kompleks kewilayahan terhadap rob di Semarang?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui analisis keruangan terhadap rob di Semarang. 2. Mengetahui analisis kelingkungan terhadap rob di Semarang. 3. Mengetahui analisis kompleks kewilayahan terhadap rob di Semarang.

D. MANFAAT PENULISAN MAKALAH Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis

a. Menambah pengetahuan penulis tentang analisis keruangan, kelingkungan, dan kompleks kewilayahan terhadap fenomena rob di Semarang.

b. Menambah cakrawala khasanah keilmuan kajian perkuliahan Pendidikan IPS Program Pascasarjana tentang fenomena rob di Semarang.

2. Manfaat Praktis a. Kajian terhadap fenomena rob merupakan stimulus untuk mengkaji lebih

dalam tentang Perspektif Geografi terhadap kejadian di lingkungan sekitar. b. Kajian terhadap fenomena rob merupakan bahan uji terhadap konsep-

konsep dan teori-teori yang telah dipelajari di bangku perkuliahan terhadap fenomena nyata di lapangan.

Page 4: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

3

A. WHAT

Rob adalah banjir yang terjadi akibat pasang surut air laut menggenangi lahan/ kawasan yang lebih rendah dari permukaan air laut rata-rata (mean sealevel). Genangan rob dapat berlangsung berhari-hari, bahkan satu minggu terus menerus dengan tinggi genangan bervariasi dengan adanya gaya grafitasi dimana air akan mengalir ke daerah yang paling rendah dan mengisi seluruh ruang yang ada pada bagian yang lebih rendah (Nurhayati, 2012). Rob atau banjir air laut adalah banjir yang diakibatkan oleh air laut yang pasang yang menggenangi daratan, merupakan permasalahan yang terjadi di daerah yang lebih rendah dari muka air laut. Di Semarang permasalahan rob ini telah terjadi cukup lama dan semakin parah karena terjadi penurunan muka tanah sedang muka air laut meninggi sebagai akibat pemanasan suhu bumi. Rob menjadi permasalahan di kota-kota seperti Semarang, Jakarta serta kota-kota yang berada di Pantura Jawa dan akan menjadi permasalahan besar dikemudian hari sejalan dengan pemanasan suhu dunia dan tidak terkendalinya penyedotan air tanah sehingga muka tanah turun (Wikipedia).

B. WHO Banjir rob merupakan objek dalam kajian makalah ini, jadi pertanyaan who dalam hal ini akan lebih jauh membicarakan tentang karakteristik banjir rob. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Learning Toolbox – Steppingstone Technology Grant – James Madison University bahwa bab who menjelaskan tentang: Identify the characters in the reading and make a list of them. Draw connecting lines between the characters and describe to yourself the

relationship between the characters Jadi, karakteristik rob merupakan fenomena alam yang terjadi di wilayah sekitar pesisir pantai, di beberapa titik yang tanahnya mengalami penurunan. Kemudian ketika air laut pasang, terjadi hujan, dan faktor-faktor lain, maka air akan tergenang di titik-titik tertentu di suatu wilayah.

C. WHERE Kawasan pantai Semarang memiliki empat Kecamatan yang berbatasan langsung dengan laut Jawa, yaitu Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, dan Genuk. Kawasan pantai Semarang memiliki dua puluh Kelurahan, delapan Kelurahan mengalami banjir rob paling parah, dimana tiga Kelurahan

BAB II BANJIR ROB:

ANALISIS KERUANGAN

Page 5: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

4

yang mengalami banjir rob paling parah tersebut berada di Kecamatan Semarang Utara, yaitu Bandarharjo, Tanjung Mas, dan Panggung Lor (Suryanti, 2008: 339). Masalah rob kawasan Semarang Utara di perparah juga oleh adanya banjir yang diakibatkan oleh air hujan dan banjir kiriman dari daerah yang lebih tinggi, hal ini di karenakan sistem drainase yang ada di kawasan Semarang Utara belum berjalan secara optimal (Ali, 2010: 4). Kelurahan Bandarharjo yang terletak di Kecamatan Semarang Utara termasuk Kelurahan yang paling parah terkena dampak rob, hal ini dibuktikan dengan jumlah penduduk yang paling sedikit dan tingkat kerusakan infrastruktur yang paling tinggi. Kelurahan Bandarharjo di kelilingi dua sungai yaitu Kali Semarang dan Kali Baru yang merupakan dua diantara tiga sungai pintu utama masuknya rob di Kota Semarang. Banjir rob telah menyebabkan dampak terhadap gangguan fisik, sosial ekonomi dan lingkungan. Dampak terhadap bidang sosial ekonomi antara lain, pendidikan, mata pencaharian, pendapatan, kesehatan, dan transportasi.

D. WHEN Tempo mengabarkan bahwa hingga tiga bulan ke depan, Semarang dan beberapa daerah pantai utara di Jawa Tengah akan terkena rob (limpasan air laut) hingga 110 sentimeter di atas permukaan laut. Prakirawan di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Maritim Semarang, Wahyu Srimulyani, mengatakan, ketinggian tersebut merupakan siklus tahunan dampak gravitasi. "Mei hingga Juli, titik matahari di Semarang dekat dengan bulan". Air rob mulai naik selepas zuhur dan berangsur surut sekitar pukul 19.00. Berdasarkan pantauan Tempo, genangan rob di Kota Semarang sampai bundaran Bubakan dan Pasar Johar, atau sekitar hampir 2 kilometer dari bibir pantai. Di depan Pasar Johar, sejak pukul 13.00 hingga pukul 17.00 tinggi rob hingga 10 sentimeter. Kantor berita Antara Jateng menjelaskan secara rinci tentang waktu-waktu puncak rob, diantaranya: Puncak rob 0,9 meter diperkirakan terjadi pada pukul 18.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB dan baru surut menjadi 0,4 meter pada pagi hari pukul 10.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. Pada 1-3 Maret, ketinggian rob 0,7 meter pada pukul 18.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB dan surut 0,5 meter pada pukul 03.00 WIB hingga 15.00 WIB (tanggal 1 dan 2 Maret), sedangkan pada 3 Maret rob terjadi pada pukul 14.00 WIB hingga 18.00 WIB dan surut pada dini hari 0,5 meter pada pukul 05.00 WIB hingga 11.00 WIB Tanggal 4 dan 5 Maret ketinggian rob masih sekitar 0,8 meter dan 0,9 meter yang terjadi pada sore hari pukul 15.00 WIB hingga 17.00 WIB dan surut 0,4 meter pada pukul 08.00 hingga pukul 09.00 WIB. Ketinggian rob mulai naik lagi mencapai 1 meter terjadi pada 6 dan 7 Maret pukul

Page 6: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

5

16.00 WIB hingga 18.00 WIB dan surut 0,4 meter pada pukul 09.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Paling tinggi, ketinggian rob mencapai 1,1 meter terjadi pada tanggal 8 dan 9 Maret pada pukul 18.00 WIB dan surut 0,3 meter pada pukul 01.00 WIB hingga 02.00 WIB.

E. WHY Banjir rob di Semarang disebabkan oleh banyak faktor, dalam kesempatan ini akan saya paparkan beberapa pendapat ahli, yakni pertama, Aktivitas manusia yang melakukan peru-bahan penggunaan lahan di wilayah pantai: lahan tambak, rawa, dan sawah yang dulu secara alami dapat menampung pasang air laut telah berubah menjadi lahan pemukiman, kawasan industri, dan pemanfaatan lainnya, dengan cara menguruk tambak, rawa, dan sawah sehingga air pasang laut tidak tertampung lagi kemudian menggenangi kawasan yang lebih rendah lainnya. Dari 790,5 hektar lahan di Kecamatan Semarang Utara sudah tidak ada lahan tambak, dan dari sekitar 585 hektar lahan total di Kecamatan Semarang Barat hanya terdapat sekitar 126,5 hektar lahan tambak (Waskito, 2008 : 79). Kedua, selain karena tingginya air pasang di Laut Jawa, sejumlah akibat banjir rob diantaranya adalah kenaikan muka laut akibat global warming (Wirastriya, 2005) dan juga adanya penurunan permukaan tanah (land subsidence) (Gumilar, dkk, 2009), yang juga mempunyai peran dalam perluasan genangan banjir rob tersebut. Pada masa yang akan datang dampak genangan rob diprediksikan akan semakin besar dengan asumsi faktor kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah meningkat secara konstan. Ketiga, Banjir rob yang terjadi di bulan Oktober 2010 merupakan anomali bergesernya permulaan musim hujan yang disebabkan oleh fenomena global La Nina. Bulan Oktober yang seharusnya musim pancaroba dari musim kemarau ke musim hujan telah terjadi curah hujan yang tinggi disebabkan La Nina yang menggangu sistem fasa dingin. La Nina menyebabkanpenumpukan massa udara yang banyak mengandung uap air di atmosfir Indonesia, sehingga potensi terbentuknya awan hujan menjadi semakin tinggi. Akibatnya pada bulan-bulan di pertengahan tahun 2010 yang seharusnya berlangsung musim kemarau kini justru turun hujan deras di berbagai daerah. Hasil prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan sejumlah lembaga pemantau cuaca dunia seperti NOAA (USA), BOM (Australia), Jamstec (Jepang) menunjukkan adanya anomali suhu muka laut negatif. Pada bulan Agustus hingga September 2010 diprediksi terjadi fenomena La Nina moderat, sedangkan pada Oktober 2010 hingga Januari 2011 akan terjadi fenomena La Nina kuat (BMKG, 23 September 2010).

Page 7: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

6

F. HOW Pada poin ini, akan dijelaskan mengenai beberapa cara yang telah dilakukan dan yang seharusnya dilakukan Pemerintah kota Semarang dalam menanggulangi banjir rob. Sebagaimana dilansir oleh Pusat Komunikasi Publik Kota Semarang: bahwa banjir dan pasang air laut (rob) yang sering terjadi di Kota Semarang akan semakin berkurang. Pasalnya, Kota Semarang akan memiliki stasiun pompa drainase dan kolam retensi yang dapat mengendalikan banjir yang akan selesai dibangun 2012 nanti. Pembangunan Stasiun Pompa Semarang terdiri dari pompa drainase berkapasitas 30 m3/detik, lima pintu air, kolam retensi seluas 6,8 ha dengan kapasitas tampungan 170.000 m3, tanggul darurat sepanjang 26 meter dan saringan sampah. Selain itu juga akan dilakukan perbaikan sistem drainase Kali Semarang, Kali Asin dan Kali Baru mencakup pengerukan dasar sungai, masing-masing sepanjang 6.550 meter untuk Kali Semarang, Kali Asin 1.200 meter dan Kali Baru 950 meter.

G. ANALISIS KERUANGAN Sub-bab sebelum ini sudah secara gamblang menjelaskan secara teoretis tentang rob semarang. Sub bab ini akan menggambarkan beberapa persebaran rob yang terjadi di Semarang. Hal ini bertujuan agar pembaca memiliki gambaran nyata tentang rob di Semarang.

Gambar 1.1. Peta Penurunan tanah di wilayah Semarang

Page 8: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

7

Gambar 1.1. menunjukkan tentang penurunan tanah di wilayah Semarang. Penurunan tanah inilah yang merupakan salah satu faktor terjadinya rob. Gambar 1.1. juga menunjukkan betapa wilayah pesisir Semarang tingkat penurunan tanahnya sudah sangat parah. Berdasarkan data ini kemudian dipetakan wilayah-wilayah yang terancam rob di kota Semarang, visualisasi opini ini dijelaskan dalam gambar 1.2. sebagai berikut,

Gambar 1.2. Peta Ancaman Banjir Rob Kota Semarang Gambar 1.2. menujukkan wilayah-wilayah di kota Semarang yang terancam banjir rob. Resiko ancaman terbesar berada di wilayah Semarang Utara atau daerah pesisir yang berhadapan langsung dengan pantai Laut Jawa. Gambaran selanjutnya adalah tentang wilayah-wilayah yang beresiko terjadi rob, visualisasinya dijelaskan dalam gambar 1.3. di bawah ini. Ancaman-ancaman ini semestinya bisa diantisipasi sedini mungkin dengan melakukan upaya-upaya reboisasi dan revvitalisasi wilayah pesisir pantai utara kota Semarang. Pemerintah dalam hal ini perlu merapatkan barisan dengan kementerian lingkungan, kementerian kelautan dan perikanan guna melakukan upaya-upaya strategis mengenai wilayah pesisir pantai utara kota Semarang. Kiranya tidak hanya Semarang, wilayah-wilayah sekitarnya juga perlu mendapat perhatian sama guna mensinergiskan pembangunan di tanah Jawa.

Page 9: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

8

Gambar 1.3. Peta Resiko Banjir Rob Kota Semarang Gambar 1.3. menujukkan wilayah-wilayah yang beresiko terkena banjir rob di Kota Semarang. Gambaran ini harapannya bisa menjadi peringatan bahwa sebagian besar wilayah kota Semarang beresiko terkena banjir rob. Kebijakan-kebijakan pemerintah secara ideal harus mempertimbangkan pemetaan-pemetaan ini yang kemudian akan sampai pada kebijakan yang tepat guna. Bagaimanapun harus kita sadari bahwa Semarang merupakan wilayah yang terletak di pesisir pantai Laut Jawa. Dalam beberapa hal kondisi geografis ini sangat menentukan hidup dan kehidupan orang banyak. Manajemen resiko yang tepat perlu diterapkan dalam hal ini. Kepemimpinan yang baik tentu akan melakukan manajemen resiko yang tepat. Hal ini memerlukan kemampuan khusus dan kemantapan menentukan keputusan guna sampai pada pembangunan masyarakat yang merata. Kebijakan-kebijakan antara wilayah pesisir pantai dan wilayah pegunungan tentu harus berbeda dan masing-masing memiliki proporsi masing-masing. Kaitannya dengan rob, banyak pihak yang menyayangkan upaya penanganannya yang terkesan lamban dan ada pembiaran. Kiranya hal-hal demikian bisa diminimalisir ketika manajemen resiko dilakukan jauh-jauh hari sebelum rob datang menggenangi wilayah Semarang.

Page 10: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

9

Gambar 1.4. Peta Kapasitas Banjir Rob Kota Semarang Gambar 1.4 menunjukkan bahwa wilayah Semarang memiliki kapasitas tertentu dalam mengakomodir banjir rob. Aspek ini juga membutuhkan perhatian khusus, bahwa ketika kapasitas ini sudah tidak dapat mengakomodir debit air dalam jumlah banyak, maka banjir rob akan semakin meluap dan menimbuklan dampak sistemik yang cukup signifikan. Hal yang perlu diperhatikan adalah, ketika sebelum musim hujan tiba, lakukan upaya-upaya preventif guna menghadang banjir rob. Dan jika upaya ini ternyata belum berhasil dan masih terjadi rob, perlu ada penanganan dengan segera sebelum kapasitas wilayah Semarang dalam menghalau banjir rob tidak terlampaui.

Page 11: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

10

Fenomena alam yang terjadi di dunia ini, sedikit banyak juga merupakan imbas dari apa yang dilakukan manusia. Fenomena banjir rob juga salah satunya disebabkan oleh tangan manusia. Aktivitas manusia yang melakukan peru-bahan penggunaan lahan di wilayah pantai: lahan tambak, rawa, dan sawah yang dulu secara alami dapat menampung pasang air laut telah berubah menjadi lahan pemukiman, kawasan industri, dan pemanfaatan lainnya, dengan cara mengu-ruk tambak, rawa, dan sawah sehingga air pasang laut tidak tertampung lagi kemudian menggenan-gi kawasan yang lebih rendah lainnya. Dari 790,5 hektar lahan di Kecamatan Semarang Utara sudah tidak ada lahan tambak, dan dari sekitar 585 hektar lahan total di Kecamatan Semarang Barat hanya terdapat sekitar 126,5 hektar lahan tambak (Waskito, 2008 : 79).

Gambar 1.5. Peta Kerentanan Banjir Rob Kota Semarang berdasarkan Komponen Demografi Sosial Budaya

Gambar 1.4. menujukkan bahwa ada keterkaitan antara banjir rob dengan komponen demografi sosial budaya. Maksudnya, masyarakat dalam hal ini juga sangat memberi andil bagi terjadinya berbagai macam fenomena alam.

BAB III BANJIR ROB:

ANALISIS KELINGKUNGAN

Page 12: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

11

Hasil penelitian yang dilakukan Nurhayati (2012) perlu dipaparkan disini, guna menunjukkan bahwa ada keterkaitan erat antara apa yang terjadi di alam dengan hdup dan kehidupan manusia. Nurhayati menyatakan bahwa genangan rob yang disebabkan pasang air laut pada puncaknya pada bulan (April, Mei, dan Juni) dengan ketinggian 20-60 cm dan lama genangan 4-8 jam, meskipun tidak terlalu besar tapi juga mengakibatkan gangguan aktivitas pelajar dan guru seperti terlambat datang ke sekolah, ketika banjir rob mencapai batas tertinggi sebagian anak tidak masuk sekolah. Dampak bagi aktifitas guru di pagi hari ke tempat mengajar menjadi terlambat, kalau banjir rob tinggi tidak berangkat mengajar. Genangan rob yang disebabkan fenomena La Nina yang terjadi pada bulan Oktober 2010 dengan ketinggian lebih kurang 65 cm dan lama genangan lebih kurang 12 jam sangat mengganggu aktivitas pelajar dan guru karen mayoritas pe-lajar tidak berangkat ke sekolah dan disebagian sekolah tidak ada kegiatan pembelajaran atau siswa diliburkan. Dampak genangan rob juga menggangu aktifitas masyarakat umum seperti karyawan, pegawai, TNI,dan nelayan baik itu rob harian, pasang air laut mupun rob musim hujan. Untuk rob dengan ketinggian 05-15 cm dan lama genangan 2-4 jam yang disebabkan pasang air laut secara umum tidak mengakibatkan gangguan aktivitas utama mata pencaharian (kerja), gangguan yang dirasakan hanya perjalanan ke tempat kerja tidak nyaman melewati genangan dan jalan yang becek. Genangan rob di bulan basah (Desember, Januari, Februari) dengan ketinggian 40-100 cm dan lama genangan 6-12 jam mengakibatkan gangguan pada PNS/ABRI/POLRI, Buruh industri, buruh bangunan: Rob terjadi di pagi hari ke tempat kerja terlambat, rob terjadi di siang hari pulang kerja terlambat. Rob tinggi tidak kerja. Sedangkan unit pengusaha sedang (kontraktor bangunan dan pengasapan ikan mangut): Hasil usaha tidak optimal, rob terjadi di pagi hari karyawan datang terlambat, rob di siang hari ka-ryawan pulang cepat dan saat rob tinggi pekerja libur. Pengusaha kecil (bengkel sepeda motor dan cuci motor) adanya rob di pagi hari atau di siang menjadi rejeki tersendiri, karena akan banyak order service karena kendaraan macet tergenang dan kendaraan yang terkena air laut harus segera dicuci,hal ini menjadikan usaha cuci motor menjadi membludak, ini merupakan masalah tersendiri karena banyak kerusakan dan kerugian serta pengeluaran ekstra untuk biaya perawatan, sedangkan ketika rob tinggi tidak ada order. Bagi pedagang kelontong rob terjadi pagi atau siang hari pembeli sepi sampai genangan rob surut ke-tika rob tinggi maka penjual tidak jualan. Kondisi yang sama juga terjadi untuk pedagang asongan, pedagang ikan dan sayur, untuk sopir angkutan barang adanya rob menjadi kendala yaitu proses bongkar muat yang terlambat atau dengan terpaksa menunda pekerjaan sampai rob surut. Untuk tukang ojek dan tukang Becak: Rob di pagi, siang, dan malam hari antar jemput penumpang terlambat rob tinggi tidak kerja.Kondisi seperti yang dijelaskan diatas secara langsung mempunyai dampak negatif bagi gerak roda perekonomian dan kegiatan siswa, satu-satunya pihak yang beruntung adalah tukang cuci mobil dan bengkel service, akan tetapi keuntungan tersebut merupakan kerugian dari pihak si pemilik kendaraan. Jika dilihat dari sisi

Page 13: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

12

kesehatan, banjir rob akan menggenangi sebagian tempat yang merupakan aktifitas masyarakat, akibatnya penyakit kulit dan gatal-gatal sangat berpotensi didaerah tersebut. Penurunan kualitas kesehatan dan perekonomian masih diperparrah dengan semakin sempitnya ruang gerak bermain bagi anak-anak sehingga kondisi ini juga akan mempengaruhi tingkat perkembangan dan pemi-kiran.

Page 14: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

13

Berbagai kajian tentang banjir rob kota Semarang telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Penelitian-penelitian tersebut sebenarnya mempunyai satu tujuan yaitu sebagai landasan dalam penanganan banjir rob. Penelitian-penelitian banjir rob yang telah dipelajari oleh penulis memberikan kesimpulan tentang penyebab, ancaman dan risiko dari daerah yang terdampak, dan penanganannya. Dalam penelitian Wirasatriya (2005) menyebutkan bahwa kenaikan muka laut akibat dari pemanasan global menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir rob kota Semarang. Penelitian tersebut didasari dengan melakukan analisis dari data stasiun pasang surut Semarang dalam 20 tahun terakhir penelitian tersebut. Kemudian dalam penelitian Gumilar, dkk (2009) yang menggunakan data GPS dan sipat datar, menyebutkan bahwa telah terjadi penurunan muka tanah di wilayah Semarang, dimana hal tersebut menjadi penyumbang penyebab terjadinya banjir rob kota Semarang. Masih dalam penelitian tersebut mengemukakan bahwa penurunan muka tanah akan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya populasi dan pembangunan perkotaan di wilayah ini melaui pengambilan air tanah yang berlebihan dan beban bangunan/urugan. Kajian tentang banjir rob kota Semarang selanjutnya adalah tentang pemodelannya. Penelitian yang dilakukan Marfai (2003) melakukan pemodelanbanjir rob dengan pendekatan hidrografik dan penggunaan analisis spasial dengan SIG. Kemudian hal yang sama dilakukan dalam penelitian Sutanta, dkk (2005) yang melakukan pemodelan banjir rob menggunakan data peta topografi skala 1 : 5.000 dan sipat datar. Pada penelitian Bakti (2010) dan Frits (2010) juga melakukan pemodelan dengan mengakomodasi data topografi dari DEM SRTM dikombinasikan dengan penurunan muka tanah dan kenaikan muka laut untuk menghasilkan peta sebaran banjir rob kota Semarang. Dari pemodelan banjir rob kota Semarang yang dimodelkan secara matematis dapat dijadikan prediksi daerah mana saja yang terdampak dari banjir rob tersebut untuk tiap tahunnya. Hasil pemodelan matematis dari penelitian tersebut diatas dapat dijadikan acuan dalam menilai ancaman bahaya banjir rob kota Semarang. Dari ancaman bahaya banjir rob tentunya akan membawa dampak negatif dari daerah yang terdampak. Seperti dalam penelitian Marfai (2003) dan Sutanta, dkk (2005), melakukan kalkulasi dan prediksi kerugian dari perubahan penggunaan lahan dari daerah yang terkena banjir rob. Kemudian dalam penelitian Gumilar, dkk (2009) menyatakan akibat dari banjir rob akan menghasilkan kerugian ekonomi yang meliputi kerugian ekonomi langsung (Direct economics losses) seperti bangunan yang rusak, dan hancurnya fasilitas-fasilitas umum, dan kerugian ekonomi tak langsung (Indirect economics losses) seperti guncangan pada dunia bisnis,

BAB IV BANJIR ROB:

ANALISIS KOMPLEKS KEWILAYAHAN

Page 15: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

14

berkurangnya pendapatan, dan meningkatnya pengeluaran sektor publik, dan juga kerugian yang ditanggung individu dan rumah tangga. Perlunya penanganan banjir rob kota Semarang sehingga mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari banjir rob tersebut. Pada penelitian Bakti (2010) memberikan gambaran penanganan banjir rob dilakukan yaitu dengan pembentukan bangunan fisik seperti bangunan air pengendali banjir rob, peninggian dan penguatan tanggul laut dan sungai, dan revitalisasi saluran pembuang. Sebagai landasan dari usulan tersebut yaitu dilakukannya analisis stream linedan daerah tangkapan air di wilayah Semarang. Usulan penanganan juga dilakukan dalam penelitian Miladan (2009) yang melakukan pemetaan kerentanan sebagai landasan dalam melakukan penanganan banjir rob menggunakan strategi akomodatif dan strategi mundur dalam perencanaan tata ruang wilayah yang terdampak. Pemetaan kerentanan dalam penelitian tersebut meliputi kerentanan fisik, sosial ekonomi, sosial kependudukan, lingkungan, dan ekonomi wilayah, dimana dalam penentuan komponen kerentanan tersebut didasarkan pada Undang-Undang Penanggulangan bencana, Perencanaan tata kota, Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan konsep praktis dari Good Local Governance (GLG) Provinsi Jawa Tengah dan Bakornas Penanggulangan bencana. Kemudian penelitian diluar permasalahan banjir rob tapi dapat menjadi referensi dalam penelitian penulis terkait dengan manajemen mitigasi bencana yaitu penelitian yang dilakukan Fanggi (2011), dimana dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa dalam rangka meminimalisir dampak kerugian bencana tanah longsor dilakukan pemetaan risiko. Hal yang sama juga dilakukan oleh Kurnianti (2011), yaitu melakukan pemetaan risiko multi bahaya di daerah Kali Code Yogyakarta. Dalam kedua penelitian tersebut menyebutkan bahwa pemetaan risiko dihasilkan dari pemetaan bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Hasil pemetaan risiko merupakan nilai indeks risiko dari hasil matriks risiko yang divisualkan menggunakan SIG.

Page 16: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

15

A. SIMPULAN Simpulan yang dapat diambil dari pembahasan panjang lebar tentang banjir rob jika dianalisis dari analisis keruangan memiliki banyak segi yang dapat dijabarkan, bahwa rob di Semarang terjadi karena tingginya air pasang di Laut Jawa, sejumlah akibat banjir rob diantaranya adalah kenaikan muka laut akibat global warming (Wirastriya, 2005) dan juga adanya penurunan permukaan tanah (land subsidence). Di Semarang, rob menyebar diantara wilayah Kecamatan Semarang Utara, yaitu Bandarharjo, Tanjung Mas, dan Panggung Lor. Analisis kelingkungan menjelaskan bahwa banjir rob disebabkan karena aktivitas manusia yang melakukan peru-bahan penggunaan lahan di wilayah pantai: lahan tambak, rawa, dan sawah yang dulu secara alami dapat menampung pasang air laut telah berubah menjadi lahan pemukiman, kawasan industri, dan pemanfaatan lainnya, dengan cara menguruk tambak, rawa, dan sawah sehingga air pasang laut tidak tertampung lagi kemudian menggenangi kawasan yang lebih rendah lainnya. Dari 790,5 hektar lahan di Kecamatan Semarang Utara sudah tidak ada lahan tambak, dan dari sekitar 585 hektar lahan total di Kecamatan Semarang Barat hanya terdapat sekitar 126,5 hektar lahan tambak. Analisis kompleks kewilayahan menjelaskan bahwa ada korelasi yang signifikan antara kebiasaan buruk yang dilakukan oleh masyarakat pesisir pantai utara Semarang Utara dengan bencana banjir rob yang kerap kali melanda ketika musim hujan tiba. Upaya untuk menanggulanginya juga salah satunya ditentukan oleh kemampuan masyarakat untuk mengubah perilakunya yang lebih kooperatif dengan alam sekitarnya.

B. SARAN Dalam setiap masalah pasti ada solusi yang bisa ditempuh, termasuk dalam hal ini masalah banjir rob di Kota Semarang. Saran yang dapat disampaikan dalam kesempatan ini adalah bahwa masyarakat perlu bersikap responsif aktif, dan kiranya berangkat dari kesadaran diri untuk mengubah perilaku yang tidak kooperatif bagi pelestarian alam. Sikap-sikap konservasi alam sekitar merupakan virus yang perlu disebarluaskan kepada masyarakat luas. Jika hal ini sudah diinternalisasikan dalam diri masing-masing individu, maka alam yang lestari merupakan keniscayaan. Pemerintah dalam hal ini sebagai penentu kebijakan juga harus secara responsif memfasilitasi dan menginspirasi masyarakat untuk bangkit bergerak untuk memiliki jiwa konservasi dan peduli akan lingkungan hidup. Lingkungan hidup yang lestari, merupakan cerminan kehidupan bahagia.

BAB V PENUTUP

Page 17: Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kewilayahan terhadap Fenomena Banjir ROB di Kota Semarang

Makalah | Analisis Keruangan, Kelingkungan, dan Kompleks Kewilayahan terhadap Fenomena ROB di Semarang

16

http://id.wikipedia.org/wiki/rob http://koran.tempo.co/konten/2013/05/03/308874/Hingga-Juli-Rob-Semarang

Tinggi http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=74801#.UYDUyaKnroI L.N., Arief. dkk. Pemetaan Resiko Bencana Banjir Rob Kota Semarang.

Dipublikasikan dalam The 1st Conference on Geospatial Information Science and Engineering.

Nurhayati, Erna Pandi. 2012. Dampak Rob terhadap Aktivitas Pendidikan dan

Mata Pencaharian di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Jurnal. Journal of Education Social Studies 1 (2) (2012).

Pusat Komunikasi Publik. 2012. Perbaikan Drainase Akan Kendalikan Banjir dan

Rob Semarang. Wirasatria, Anindya. dkk. 2006. Kajian Kenaikan Muka Laut sebagai Landasan

Penanggulangan Rob di Pesisir Kota Semarang. Jurnal. Jurnal Pasir Laut, Vol. 1, No.2, Januari 2006 : 31-42.

DAFTAR PUSTAKA