analisis kelayakan teknis dan ekonomi terhadap mesin penggiling padi keliling (studi kasus kabupaten...

62
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggilingan merupakan salah satu tahapan dalam pasca panen padi yaitu suatu proses pelepasan sekam dari beras. Karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian- bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian- bagian tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses penggilingan padi. Beras sosoh adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul dan menir.

Upload: fadliatsyie9216

Post on 19-Jan-2016

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggilingan merupakan salah satu tahapan dalam pasca panen padi yaitu suatu proses

pelepasan sekam dari beras. Karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses

penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih.

Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan,

sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu

demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang disebut dengan beras

sosoh atau beras putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses penggilingan padi. Beras

sosoh adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering

disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala

dan beras patah besar. Hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul dan

menir.

Mesin-mesin penggilingan padi berfungsi melakukan pelepasan dan pemisahan bagian-

bagian butir padi yang tidak dapat dimakan dengan seminimal mungkin, membuang bagian

utama beras dan sesedikit mungkin merusak butiran beras. Terdapat dua tahap dalam proses

penggilingan yaitu husking dan polishing. Husking adalah tahap melepaskan beras yang

menghasilkan beras pecah kulit (brown rice). Dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang

akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan glume. Seluruhnya bagian tersebut dinamakan kulit

gabah atau sekam. Sebagian besar gabah yang dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit

(husker) akan terkupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkupas. Butiran gabah yang

terkupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Selanjutnya

Page 2: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

butiran gabah yang belum terkupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk

dimasukkan kembali ke dalam mesin pemecah kulit.

Sektor pertanian di Aceh Besar menjadi sektor utama bagi perekonomian Aceh Besar.

Pada tahun 2009, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian Aceh

Besar yaitu sebesar 30,74%, terutama subsektor tanaman pangan seperti padi. Aceh Besar juga

merupakan salah satu lumbung padi dan penyangga pangan di provinsi Aceh. Produksi padi di

Kabupaten Aceh Besar selama periode 2007-2008, mengalami sedikit penurunan. Produksi

padi menurun dari 186.141 ton pada tahun 2007 menjadi 147.136 ton pada tahun 2008. Namun

kembali meningkat menjadi 247.986 ton pada tahun 2009 (naik menjadi 1,69 kali lipat).

Penurunan produksi padi pada tahun 2008 lebih disebabkan oleh turunnya produktivitas yang

hanya mencapai 4,55 ton per hektar. Pada tahun 2009, peningkatan produktivitas padi mampu

ditingkatkan sehingga menjadi 6,58 ton per hektar (Badan Pusat Statistik, 2010).

Budidaya padi di Kabupaten Aceh Besar tersebar pada seluruh kecamatan. mulai dari

kecamatan Lhoong sampai dengan Kecamatan Pulo Aceh. Luas tanam, luas panen dan

produksinya juga berbeda-beda. Hasil produksi tertinggi terdapat di Kecamatan Montasik

dengan dengan hasil produksi 33.700,8 ton. Sedangkan hasil produksi terendah terdapat di

Kecamatan Pulo Aceh dengan produksi 164,5 ton. Kecamatan yang memberikan sumbangsih

terbesar untuk produksi padi sawah adalah Kecamatan Montasik yaitu mencapai 33.700,8 ton

atau 13,59 persen dari seluruh produksi padi sawah di Kabupaten Aceh Besar. Kemudian

diikuti dengan Kecamatan Indrapuri yang menghasilkan 29.518,2 ton. (Badan Pusat Statistik,

2010)

Petani kerap kali menghadapi kendala dalam proses penggilingan padi. Hal ini

disebabkan karena jarak tempuh ke lokasi kilang padi yang cukup jauh, ataupun sulitnya akses

untuk menuju kilang padi tersebut. Oleh karena itu, para petani padi yang sebahagian besar

Page 3: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

membudidayakan padinya di daerah pedesaan lebih memilih menggunakan mesin penggiling

padi keliling.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin melakukan analisa terhadap mesin

penggiling padi keliling yang akan penulis tuangkan dalam karya ilmiah yang berjudul:

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMI TERHADAP MESIN

PENGGILING PADI KELILING (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

B. Identifikasi masalah

Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi petani dan pengusaha penggiling padi

keliling, antara lain belum terujinya kelayakan teknis, diantaranya menghitung kapasitas kerja

alat penggilingan, efisiensi alat, dan rendemen. Dan kelayakan ekonomis, diantaranya biaya

tetap dan biaya tidak tetap, break even point, B/ C ratio, payback period dari penggunaan alat

tesebut.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan teknis dan ekonomi usaha penggilingan padi

keliling pada tingkat petani di Kabupaten Aceh Besar.

D. Ruang lingkup

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada mesin penggiling padi keliling yang

beroperasi di wilayah Kabupaten Aceh Besar dibeberapa kecamatanKuta Malaka, Montasik,

indra Puri, dan Seulimum. meliputi diantaranya prospek kelayakan mesin tersebut dari aspek

teknis dan ekonomi.

Page 4: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Padi

Klasifikasi tanaman padi:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Oryza

Spesies : O. sativa

Setiap bunga padi memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala putik (stigma)

bercabang dua berbentuk sikat botol. Kedua organ seksual ini umumnya siap reproduksi dalam

waktu yang bersamaan. Kepala sari kadang-kadang keluar dari palea dan lemma jika telah

masak (Utomo dan Nazarudin, 2002).

Dari segi reproduksi, padi merupakan tanaman berpenyerbukan sendiri, karena 95%

atau lebih serbuk sari membuahi sel telur tanaman yang sama. Setelah pembuahan terjadi, zigot

dan inti polar yang telah dibuahi segera membelah diri. Zigot berkembang membentuk embrio

dan inti polar menjadi endosperm. Pada akhir perkembangan, sebagian besar bulir padi

mengandung pati di bagian endosperm. Bagi tanaman muda, pati berfungsi sebagai cadangan

makanan. Bagi manusia, pati dimanfaatkan sebagai sumber gizi (Garris, 2004).

B. Pasca Panen Padi

Page 5: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Sebelum digiling, gabah biasanya dibersihkan dari benda lain yang bercampur seperti

jerami, kayu, pecahan batu, logam dan sebagainya. Benda lunak seperti jerami akan

mengurangi kapasitas giling, sedangkan benda keras seperti batu akan merusak mesin

penggiling. Penggilingan gabah dimulai dengan proses:

1) Pengeringan

Agar tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras maka gabah harus

dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari.

Gabah yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka.

Penggunaan lantai semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh

diterima gabah. Bila tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen

maka halaman tanah pun dapat dipakai untuk penjemuran. Gabah perlu

diletakkan pada alas anyaman bambu, tikar atau lembaran plastik tebal. Hal ini

dilakukan agar gabah tidak bercampur dengan tanah. Lama jemuran tergantung

iklim dan cuaca, bila cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari,

penjemuran hanya berlangsung sekitar 2 – 3 hari. Bila keadaan cuaca terkadang

mendung atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat

berlangsung lama, sekitar seminggu.

2) Penggilingan

Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras

dari kulit yang membungkusnya. Pemisahan beras dari kulitnya dapat

dilakukan dengan cara modern atau dengan alat penggiling. Alat yang sering

digunakan berupa huller. Hasil yang diperoleh pada penggilingan, yaitu pada

Page 6: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua,

beras akan menjadi putih bersih.

3) Penyimpanan / penggudangan

Beras yang sudah digiling dapat langsung dipasarkan. Namun, karena

umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada

tempat penyimpanan, dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang

oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering

benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena

keras. Hama lebih menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus

tetap kering dan di lengkapi dengan ventilasi udara.

4) Pemasaran

Umumnya ada dua cara pemasaran beras yang dilakukan di Propinsi Aceh,

pertama petani menjual langsung di lahan pada saat sudah siap panen kepada

pedagang pengumpul yang disebut penebas. Penebas inilah yang akan

memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras. Kedua, petani sendiri

yang memanen, mengeringkan, lalu menjualnya ke pedagang pengumpul, baik

berupa gabah kering giling atau sudah menjadi beras. Penjualan beras biasanya

dilakukan petani langsung kepada pedagang beras di pasar, dititipkan ke pasar

swalayan atau dijual langsung ke konsumen.

C. Penggilingan Padi

Penggilingan merupakan proses pelepasan sekam dari beras. Karakteristik fisik padi

sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari

Page 7: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat

dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut

dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang

disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses

penggilingan padi. Beras sosoh adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras

patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dapat dikonsumsi

sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Jadi, hasil samping proses

penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir (Ritonga et al, 2008).

Penggilingan padi berfungsi untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan lapisan

aleuron, sebagian mapun seluruhnya agar menghasilkan beras yang putih serta beras pecah

sekecil mungkin. Setelah gabah dikupas kulitnya dengan menggunakan alat pecah kulit,

kemudian gabah tersebut dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk membuang lapisan

aleuron yang menempel pada beras. Selama penyosohan terjadi, penekanan terhadap butir

beras sehingga terjadi butir patah. Menir merupakan kelanjutan dari butir patah menjadi bentuk

yang lebih kecil daripada butir patah (Damardjati, 1988).

Secara umum, mesin-mesin yang digunakan dalam usaha industri jasa penggilingan

padi adalah mesin pemecah kulit/ sekam, (huller atau husker), Connveyor, mesin pemisah

gabah dan beras pecah kulit (brown rice separator), mesin penyosoh atau mesin pemutih

(polisher), mesin pengayak bertingkat (sifter), mesin atau alat bantu pengemasan (timbangan

dan penjahit karung).

D. Rice Milling Unit (RMU)

Rice milling unit (RMU) merupakan jenis mesin penggilingan padi generasi baru yang

kompak dan mudah dioperasikan, dimana proses pengolahan gabah menjadi beras dapat

Page 8: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

dilakukan dalam satu kali proses (one pass process). RMU rata-rata mempunyai kapasitas

giling kecil yaitu antara 0.2 hingga 1.0 ton/ jam, mesin ini menyerupai mesin tunggal dengan

fungsi banyak, dan menggunakan tenaga penggerak motor diesel/ motor listrik. Di dalam RMU

terdapat beberapa bagian mesin yang berfungsi memecah sekam atau mengupas gabah, bagian

mesin yang berfungsi memisahkan gabah dari sekam lalu membuang sekamnya, bagian mesin

yang berfungsi mengeluarkan gabah yang belum terkupas untuk dikembalikan ke pengumpan,

bagian mesin yang berfungsi menyosoh dan mengumpulkan dedak, dan bagian mesin yang

berfungsi melakukan pemutuan berdasarkan jenis fisik beras (beras utuh, beras kepala, beras

patah, dan beras menir). Skema penanganan bahan dalam penggilingan padi yang

menggunakan RMU diperlihatkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Proses penggilingan padi

E. Analisis Teknis

Page 9: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

a. Kapasitas kerja alat penggilingan

Kapasitas kerja alat penggilingan yang dimaksudkan adalah kapasitas produksi

ekonomis yaitu volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama satu satuan waktu

tertentu secara menguntungkan (Sutojo, 1993).

b. Efisiensi alat

Pengertian efisiensi dalam produksi merupakan perbandingan antara output dan input,

berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input. Jika rasio ouput besar

maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan

input terbaik dalam memproduksi output (Susantun, 2000). Farel (1957) membedakan efisiensi

menjadi tiga yaitu: efisiensi teknik, efisiensi alokatif (harga), dan efisiensi ekonomi.

c. Rendemen

Menurut Nugraha et al. (1998). Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air

dan kemurnian gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air

dalam butiran gabah. Nilai rendemen beras giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi

dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui

pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang

meliputi varietas, teknik budidaya, cekaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok

kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah menjadi

beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas

beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh maka

rendemen akan semakin rendah.

F. Analisis Ekonomi

Page 10: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Analisis teknis ekonomi suatu industri dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan

studi kelayakan proyek. Suatu kelayakan atau feasibility study adalah suatu study atau telaah

agar sesuatu yang didirikan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien (Soetrisno, 1984).

Husnan dan Suwarsono (2000) juga menyatakan bahwa studi kelayakan adalah penelitian

tentang dapat tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil.

Dari segi ekonomi, usaha mesin penggiling padi keliling dapat menguntungkan kedua

belah pihak apabila biaya pokok penggilingan dapat ditekan. Untuk menganalisa pemikiran

ekonomi lebih lanjut maka harus dicari faktor-faktor dominan yang sangat mempengaruhi

biaya pokok penggiling padi tersebut. Faktor-faktor yang menimbulkan kenaikan biaya pokok

harus ditekan dengan cara memberikan kondisi atau persyaratan yang mempengaruhi turunnya

biaya agar lebih murah (Irwanto, 1980).

Apabila seorang petani hendak memiliki alat dan mesin pertanian hendaknya harus

menentukan buatan, ukuran, dan tipe mesin apa yang paling efesien untuk usaha tani. Ketika

seseorang petani membeli mesin dan peralatan untuk usaha taninya, petani tersebut harus

menanggung sejumlah pengeluaran tertentu. Biaya-biaya usaha tani diklasifikaikan menjadi

dua, yaitu (a) Biaya tetap (fixed cost) dan (b) Biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap ini

sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang

diperoleh banyak atau sedikit. Sedangkan biaya yang tidak tetap adalah biaya total yang besar

kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Sebagai contoh sarana produksi, jika

menginginkan produksi yang tinggi maka tenaga kerja perlu ditambah, Sehingga biaya ini

sifatnya tidak tetap dapat berubah-ubah tergantung besar kecilnya produksi yang diinginkan.

(Loekman, 1984).

Dimana komponen biaya terdiri dari:

Page 11: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

1. Biaya Tetap (Fix Cost)

Biaya tetap adalah suatu biaya yang tidak dipengaruhi oleh naik turunnya produksi yang

dihasilkan, seperti biaya tenaga kerja tidak langsung, penyusutan, bunga bank dan

asuransi(Khotimah, 2002).

Menurut Irwanto (1980) Biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung dari sistem pemakaian

alat mesin tersebut. Dengan kata lain bahwa biaya tetap per jam tidak berubah dengan

perubahan jam kerja tiap tahun dari pemakaian alat dan mesin pasca panen tersebut. Ini berarti

bahwa biaya ini tetap dihitung sebagai pengeluaran walaupun alat dan mesin tidak

dipergunakan. Komponen biaya ini sama sekali bersifat independen terhadap pemakaian dari

pada mesin atau alat. menyatakan bahwa yang termasuk unsur biaya tetap mesin adalah:

a. Depresiasi (Penyusutan)

Penyusutan adalah berkurangnya nilai suatu benda modal karena pemakaian sepanjang

umur pakainya akibat berkurangnya fisik benda modal tersebut dan berkurangnya

fungsi benda modal. Wijanto (1996) menyatakan bahwa harga pembelian mesin adalah

harga mesin sampai di lokasi. Nilai sisa adalah harga jual mesin setelah mencapai umur

teknisnya. Nilai sisa diperkirakan senilai 10% dari harga pembelian. Irwanto (1980)

menyatakan biaya penyusutan bervariasi menurut umur desain dan perkiraan umur

pemakaian dari mesin atau alat. Penyusutan dapat didefinisikan sebagai penurunan

(pemerosotan) dari nilai modal suatu mesin atau alat akibat pertambahan umurnya.

Biaya penyusutan sering merupakan biaya yang terbesar per jamnya dan juga dapat

merupakan penurunan nilai suatu mesin atau alat selama waktu yang terus berjalan

tanpa perduli apakah mesin atau alat tersebut dipakai atau tidak. Faktor-faktor yang

menyebabkan nilai suatu mesin atau alat dapat merosot adalah:

Page 12: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Adanya bagian-bagian mesin atau alat menjadi rusak karena pemakaian tidak

dapat bekerja lagi seefektif pada keadaan sebelumnya, umumnya yang

dimaksud bagian mesin atau alat disini adalah bagian utama yang tidak

ekonomis lagi bila diganti.

Adanya peningkatan biaya oprasi yang dibutuhkan per unit out put yang sama

pada tingkat performance mesin yang sudah terpakai lama dibandingkan

dengan yang masih baru.

Munculnya mesin atau alat model baru yang lebih efesien dan praktis akibat

perkembangan teknologi. Model baru ini mengakibatkan nilai mesin atau alat

yang lama menjadi merosot.

Adanya pengembangan proyek atau perusahaan. Proyek atau perusahaan yang

bertambah besar mengakibatkan mesin atau alat yang ada dan sudah lama

menjadi lebih tidak sesuai lagi dengan perkembangannya yang baru, sehingga

mesin atau alat yang lama menjadi merosot nilainya.

b. Biaya Bunga Modal

Bunga modal dihitung dengan modal yang dianggap diinvestasikan di tempat lain

dengan tingkat bunga tertentu. Irwanto (1980) menyatakan bahwa biaya modal

(interest) diperhitungkan untuk mengembalikan bunga modal yang ditanam sehingga

akhir umur peralatan diperoleh satu nilai uang yang sama dengan nilai modal yang

ditanam.

c. Biaya Pajak Alat/ Mesin Pertanian

Page 13: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Biaya pajak tiap tahun bagi mesin/ alat pertanian sangat bervariasi dari satu negara ke

negara lain. Di Amerika diperkirakan beban pajak yang digunakan besarnya sekitar 2%

dari harga awal pertahun, sedangkan beban asuransi kira-kira 0 – 24% dari harga awal

perubahan. Pada umunya bila diketahui besar pajak maka dapat diperhitungkan pajak

dari bunga serta asuransi dijumlahkan tahunnya.

d. Beban Garasi atau Gudang

Beban garasi/ gudang terhadap mesin alat pertanian tidak nyata nilai uangnya tetapi

dapat terlihat terhadap alat/ mesin pertanian. Umumnya garasi/ gudang dapat

memberikan menejemen yang lebih baik, perbaikan yang mudah dan aman,

penampilan yang teratur dan baik, dapat mengurangi kerusakan tehadap alat/ mesin

akibat terkena suhu pada cuaca tertentu. Di Amerika Serikat beban garasi/ gudang

terhadap mesin/ alat pertanian persamaan diperkirakan 0,5 – 1% dari harga awal

pertahun. Umumnya digunakan 1% per tahun untuk mesin/ alat pertanian. Dugaan

menunjukkan bahwa beban ini sangat kecil dan kemungkinan dapat diabaikan

(Irwanto, 1980).

2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

Menurut Purwandi (1999), biaya tidak tetap adalah biaya operasional yang dikeluarkan

untuk berbagai keperluan yang diperlukan untuk menjaga kelancaran operasi alat dan mesin

pertanian. Biaya Operasi baru ada, apabila alat dan mesin pertanian dioperasikan dan besarnya

pun berbeda-beda tergantung pada jam operasi, jenis pekerjaan, serta usia penggunaan alat dan

mesin pertanian. Biaya tidak tetap ini bervariasi menurut pemakaiannya. Unsur biaya tetap

terdiri dari :

a. Biaya Bahan Bakar

Page 14: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Bahan bakar yang dibutuhkan alat mesin pertanian dihitung berdasarkan bahan bakar

yang digunakan oleh alat tersebut. Perkiraan penggunaan bahan bakar 0,2 liter/ Hp 100

jam tiap daya mesin. Irwanto (1980) menyatakan bahwa biaya ini adalah pengeluaran

solar atau bensin (bahan bakar) pada kondisi kerja per jam. Satuannya adalah liter per

jam, sedangkan harga per liter yang digunakan adalah harga lokasi. Pemakaian bahan

bakar suatu mesin/ peralatan yang tepat (liter per jam) adalah bila ditentukan dengan

mengukur rata-rata per jam kondisi kerja yang diberikan.

b. Biaya Pelumas

Irwanto (1980) menyatakan bahwa perkiraan penggunaan minyak pelumas (MP) 0,8

liter per HP 100 jam setiap daya mesin. Minyak pelumas untuk mesin meliputi oli

mesin, oli transmisi, oli final drive, oli hydraulic. Biaya oli mesin dimaksudkan sebagai

jumlah volume oli baru yang diisikan ke dalam mesin tiap periode tertentu.

c. Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Mesin Sumber Tenaga

Soedjatmiko (1997) telah dapat mengestimasikan bahwa biaya perbaikan da

pemeliharaan mesin sumber tenaga dianggap tetap karena kerusakannya hanya sekali

dalam setahun. Wijanto (1996) menyatakan bahwa biaya perbaikan dan perawatan

setiap seratus jam kerja mesin diperkirakan 2 – 4% dari (harga pembelian-nilai sisa).

Perawatan dan perbaikan sangat erat dengan operator dan ketersediaan suku cadang.

Apabila operator merawat mesin dengan baik sesuai dengan petunjuk penggunaan dan

perawatannya maka biaya perbaikan dapat ditekan sampai batas wajar. Akan tetapi,

bila operator ceroboh maka dalam waktu singkat dapat terjadi kerusakan mesin yang

fatal. Dalam perawatan dan perbaikan mesin maka keterampilan operator, ketersediaan

Page 15: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

suku cadang, serta pemilihan dan pelatihan kepada calon operator merupakan bahan

pertimbangan dalam memilih mesin (Wijanto, 1996).

d. Operator (Tenaga Kerja)

Wijanto (1996) menyatakan bahwa mesin biasanya dilayani oleh dua (2) orang

operator secara bergantian. Jumlah jam kerja mereka diperkirakan 8 jam perhari.

Irwanto (1980) menyatakan biaya operator per jam tergantung pada keadaan lokal.

Besar gaji operator bervariasi menurut lokasi. Besar biaya operator per jam dapat

diambil dari gaji operator bulanan atau jumlah pertahun dibagi dengan total jam kerja.

G. Memutuskan rencana pelaksanaan

Menurut Hardjosentono, et al, (1983) mesin-mesin pertanian memiliki jangka waktu yang

terbatas dengan harga mesin pertanian yang relatif tinggi. Faktor iklim, kondisi pekerjaan yang

dilakukan dan transportasi yang merupakan faktor pembatas. Hambatan-hambatan di lapangan

menyebabkan mesin mempunyai masa (jam) kerja yang terbatas dalam setahun. Bila mesin

tidak beroperasi maka mendapat kerugian bagi pemilik mesin pertanian, maka pemilik mesin

harus dapat mengatur, mengusahakan dan menyesuaikan pekerjaaan yang dihadapi dengan

faktor-faktor penghambat agar mesin mempunyai efesiensi yang tinggi. Semakin besar jam

kerja pemakaian mesin, maka semakin baik dan menguntungkan bagi pemilik mesin pertanian

tersebut.

H. Metode Perhitungan Titik Impas (Break Event Point)

Suatu perusahaan dikatakan break event apabila setelah dibuat perhitungan laba rugi dari suatu

periode kerja atau dari suatu kegiatan tertentu, perusahaan itu tidak memperoleh laba tetapi

juga tidak mengalami kerugian.

Page 16: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Break event point (BEP) adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak

mendapat untung maupun rugi sehingga impas (penghasilan = total biaya) (Apriono , 2009).

Analisis BEP bertujuan menemukan satu titik baik dalam unit maupun rupiah yang

menunjukan biaya sama dengan pendapatan. Dengan mengetahui titik tersebut, berarti belum

diperoleh keuntungan atau dengan kata lain tidak untung tidak rugi. Sehingga disaat penjualan

melebihi BEP maka mulailah keuntungan diperoleh (Iman, 2007).

Sasaran analisis BEP mengetahui pada tingkat volume berapa titik impas berada.

Dalam kondisi lainnya, analisis BEP digunakan untuk membantu pemilihan jenis produk atau

proses dengan mengidentifikasi produk atau proses yang mempunyai total biaya terendah

untuk suatu volume harapan (Iman, 2007).

Metodologi break event analysis sekali lagi menjelaskan bahwa metode ini dapat

membantu pengusaha untuk menentukan berapa banyak barang yang harus diproduksi dan

penentuan harga per unit agar perusahaan tersebut dapat mencapai titik impasnya sehingga

tidak loss. Dan apabila perusahaan ingin bersaing dengan kompetitornya dipasar, maka

perusahaan tersebut harus bisa mengatur strategi agar harga yang ditetapkan dapat bersaing

tanpa harus menanggung loss, misalnya dengan cara menekan variable cost agar lebih efisien

lagi (Febri, 2010).

Setelah kita mengetahui manfaat dari BEP dalam suatu usaha komponen yang berperan

adalah biaya, dimana biaya yang dimaksud adalah biaya variabel dan biaya tetap, dimana pada

prakteknya untuk memisahkan atau menentukan suatu biaya variabel atau tetap bukanlah

pekerjaan yang mudah, Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan

produksi atau tidak, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk

menghasilkan satu unit produksi tetapi jika tidak melakukan kegiatan produksi maka biaya

tersebut dianggap tidak ada (Apriono, 2009).

I. Metode Benefit Cost Ratio

Page 17: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Metode benefit cost ratio (B/ C) adalah salah satu metode yang sering digunakan dalam

tahap-tahap evaluasi awal perencanaan investasi atau sebagai analisis tambahan dalam rangka

mengvalidasi hasil evaluasi yang telah dilakukan dengan metode lainnya. Metode B/ C

memberikan penekanan terhadap nilai perbandingan antara aspek manfaat (Benefit) yang akan

diperoleh dengan aspek biaya dan kerugian yang akan ditanggung (cost) dengan adanya

investasi tersebut (Giatman, 2006).

Metode B/ C didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) nilai ekivalen dari manfaat

terhadap nilai ekivalen dari biaya-biaya. Nama lain rasio B/ C adalah rasio investasi dengan

penghematan. Keuntungan atau manfaat (benefit) didefinisikan sebagai konsekuensi-

konsekuensi proyek yang diinginkan oleh publik. Biaya (cost) adalah pembayaran atau

pengeluaran keuangan yang dibutuhkan dari pemerintah (Ratnawidja, 2010).

J. Metode Pay back Period

Apabila kita telah mengumpulkan informasi yang diperlukan, kita sekarang dapat menilai atau

mengevaluasi layak tidaknya suatu usulan proyek. Karena pengkajian ini hanya membahas

berbagai konsep dasar dari pengujian usulan investasi tidaklah berbeda dengan resiko

perusahaan saat ini. Tingkat pengembalian modal memberikan gambaran besarnya jumlah

uang yang diterima kembali perusahaan karena melakukan investasi dalam modal yang diukur

dalam rupiah pertahun dari setiap rupiah yang diinvestasikan (Paul et al., 1985).

Dengan demikian, penerimaan suatu proyek investasi baru tidak akan merubah resiko total

perusahaan. Pada pengkajian ini kita hanya akan membahas pendekatan untuk menentukan

layak tidaknya suatu usulan investasi tersebut. Pendekatan atau metode-metode tersebut adalah

metode payback period pengembalian. Payback period menunjukkan berapa lama (dalam

beberapa tahun) suatu investasi akan bisa kembali. Payback period menunjukkan perbandingan

Page 18: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

antara investasi awal dengan aliran kas tahunan. Apabila periode pengembalian kurang dari

suatu periode yang telah ditentukan proyek tersebut diterima, apabila tidak proyek tersebut

ditolak. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi melalui

penerimaan–penerimaan yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut juga untuk mengukur

kecepatan kembalinya dana investasi (Hoqqie, 2009).

Payback period adalah suatu metode berapa lama investasi akan kembali atau periode yang

diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan

menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash

investment dengan cash flownya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Suatu usulan

investasi akan disetujui apabila payback period-nya lebih cepat atau lebih pendek dari payback

period yang disyaratkan oleh perusahaan (Van, 2005).

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian dilakukan di kawasan Aceh Besar dimulai pada bulan Maret 2011

sampai dengan bulan Juli 2011.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Mesin penggiling padi

keliling, padi, meteran, timbangan, komputer, kalkulator, dan alat tulis.

C. Metode Penelitian

Page 19: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Metode perolehan data yang diperlukan pada penelitian ini berupa data primer yang diperoleh

dari hasil observasi pada petani dan pengusaha penggiling padi keliling, dan distributor,

diantaranya adalah: mengukur rendemen, berat padi, berat beras, berat sekam padi, dan berat

dedak pada setiap usaha mesin penggiling padi keliling dengan menggunakan bahan 15 kg

setiap mesin penggiling padi keliling terhadap daerah yang diteliti. Serta data-data sekunder

dari dinas Biro Pusat Statistik dan Dinas Pertanian Provinsi Aceh.

D. Analisa Data

Metode data analisa dilakukan sebagai berikut :

1. Analisa Teknis

a. Kapasitas Kerja Alat Penggilingan

……..........................................................................................(1)

Dimana :

........... B = Kapasitas kerja alat penggilingan (Kg/jam)

........... W = Jumlah berat bahan yang digiling (Kg)

........... T = Rata-rata waktu dalam satu kali proses penggilingan (jam)

b. Efisiensi Alat

Efesiensi adalah suatu usaha untuk memperoleh output yang sebesar besarnya dengan jumlah

input tertentu, atau bagaimana mengusahakan input yang sekecil kecilnya untuk memperoleh

out-put yang tertentu. Nilai maksimal dari efisisiensi adalah 100 %, semakin mendekati angka

1 atau 100 % berarti semakin efisien suatu alat/ mesin tersebut.

Page 20: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Ef = .............................................(2)

Dimana:

c. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara berat awal dan hasil akhir produk. Adapun

persamaan yang digunakan untuk menghitung rendemen adalah :

……………………………………………..........(3)

Dimana :

R = Rendemen (%)

P = Massa padi sebelum diolah (kg)

S = Massa padi setelah diolah (Kg)

2. Analisa Ekonomi

- Biaya tetap (fixed cost) terdiri dari :

-

a. Biaya Penyusutan (D)

Biaya penyusutan ditentukan dengan persamaan metode garis lurus (MGL) karena

metode tersebut menganggap penurunan jumlah penyusutan suatu mesin berlangsung

dengan tingkat penurunan penyusutan yang tetap (linier) selama umur pemakaiannya,

selain itu biaya penyusutan alat dan mesin pertanian setiap tahunnya sama dengan

persamaan sebagai berikut :

Page 21: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

………………………………………………………….....(4)

dimana:

D = Biaya Penyusutan (Rp/ thn)

P = Harga awal pembelian rice milling unit (Rp)

S = Harga akhir rice milling unit dimana 10% dari harga awal (Rp)

N = Umur Ekonomis alat

b. Biaya bunga modal dan asuransi (I)

Biaya bunga modal dan asuransi diperhitungkan untuk mengembalikan nilai modal

yang ditanam sehinga pada akhirnya umur peralatan diperoleh suatu nilai uang yang

“present value” nya sama nilai modal yang ditanam.

Biaya bunga modal dan asuransi (I) ditentukan dengan persamaan:

……………………………………………………..…(5)

dimana:

I = Bunga modal (Rp/thn)

i =Bunga modal per tahun (%)

P = Harga awal pembelian alat (Rp)

N = Umur ekonomis (tahun)

Page 22: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

c. Biaya pajak dan garasi (PG)

Biaya pajak diperkirakan 2% dari harga pembelian pertahun dan biaya garasi sebesar

1% dari harga pembelian pertahun (RNAM).

PG = ( 2% + 1%) (P) .................................................................(6)

dimana:

P = Harga pembelian mesin (Rp)

Jadi jumlah biaya tetap (Bt) adalah :

Bt = D + I + PD...........................................................................(7)

- Biaya Tidak Tetap (BTT) per jam

a. Biaya Bahan Bakar

Biaya bahan bakar (bb) ditentukan dengan persamaan:

Bb = 0,2l / HP/ jamxdaya mesin x harga bahan bakar................(8)

Menurut purwono (1992) pemakaian bahan bakar mesin adalah 0,2 lt/HP/jam, biaya ini

pengeluaran bensin atau solar pada kondisi jam kerja per jam.

b. Biaya oli pelumasan (OP)

OP = 0,8lt/HP/100 jam x daya alsintan x harga oli pelumas …..(9)

Menurut Soedjatmiko diperkirakan biaya total oli pelumas dan gemuk adalah 0,8 – 0,9 lt/

HP/ 100 jam.

Page 23: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

c. Biaya perbaikan (reparasi)

…………………………………………………....(10)

dimana:

P = Harga awal mesin (Rp)

Menurut Wijanto (1996) biaya perawatan dan perbaikan setiap 100 jam kerja peralatan

diperkiran 2- 4 %.

d. Biaya tenaga kerja (TK)

Biaya tenaga kerja ditentukan dengan persamaan :

Tk = Jumlah tenga kerja x upah perjam…………………………...(11)

Dimana upah kerja tergantung daerah dimana pekerja itu bekerja

Total biaya titak tetap (btt) adalah :

Btt = Bb + OP + R + TK…………………………………………...(12)

e. Biaya total penggunaan alat/ biaya operasional

………………………………...………………………......(13)

Dimana:

BT : biaya tetap

BTT : biaya tidak tetap

Page 24: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

X : jumlah jam kerja per tahun (jam/ tahun)

3. Break Even Point (BEP)

Melihat apakah biaya tetap mengimbangi nilai pendapatan, petani padi bisa dilakukan

break even point (BEP). Pada saat itu biaya suatu alat sama dengan pendapatan yang

diperolehnya nanti.

.......................................................................................(14)

Dimana:

FC : Biaya tetap

P : Harga jual per unit

VC : biaya variabel per unit

4. B/ C Ratio

- Benefit atau manfaat yang diperoleh adalah nilai yang diterima dari jasa penggunaan alat

dan mesin atau tarif upah terhadap suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan alat dan

mesin per satuan waktu atau produk.

- Cost atau biaya yang dikeluarkan adalah nilai yang dikeluarkan atas pengoperasian alat

dan mesin per satuan waktu atau produk.

Rumus :

……………………………………….............(15)

Page 25: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Alternatif yang diambil adalah B/C > 1 maka usaha tersebut dinyatakan layak

diusakan, bila B/C < 1 maka usaha tersebut dinyatakan tidak layak diusahakan (rugi).

5. Payback Period

Payback period adalah masa atau jangka waktu kembalinya modal yang ditanamkan dalam

usaha penggunaan alat dan mesin pertanian, dengan formula :

……………………………………………………………….(16)

dimana :

PBP = Jangka waktu kembalinya modal (tahun)

IC = Modal awal (Rp)

B = Rata-rata keuntungan tahunan (Rp)

E. Bagan Alir Penelitian

Page 26: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Dan Jumlah Mesin Penggiling Padi Keliling

Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada garis 5,2° - 5,8° Lintang Utara

dan 95,0° - 95,8° Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Kota Sabang,

dan Kota Banda Aceh, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya, Sebelah

Page 27: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Timur dengan Kabupaten Pidie, dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Luas wilayah Kabupaten Aceh Besar adalah 2.974,12 km2, Kabupaten Aceh Besar terdiri dari

23 Kecamatan, 68 Mukim, dan 604 Gampong/ Desa. Kabupaten Aceh Besar memberikan

sumbangsih beras terbesar kedua setelah Kabupaten Pidie, terutama pada Kecamatan Montasik

dan Kecamatan Indrapuri. Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. padi dalam bentuk gabah

harus melalui proses penggilingan sebelum dapat dikonsumsi oleh masyarakat. (Statistik

Daerah Kabupaten Aceh Besar, 2010).

Tabel 1. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Tanaman Padi Sawah Menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Besar

No. Kecamatan Luas tanam (ha) Luas panen (ha) Produksi (Ton)1. Lhoong 1.250 1.320 8.976,02. Lhoknga 435 302 1.872,43. Leupung 112 149 938,74. Indrapuri 3.787 4.278 29.518,25. Kuta Cot Glie 2.498 2.372 15.655,26. Seulimeum 1.943 1.649 10.533,67. Kota Jantho 171 160 848,08. Lembah Seulawah 421 637 4.140,59. Mesjid Raya 50 25 125,010. Darussalam 2.678 3.378 20.605,811. Baitussalam 55 47 235,012. Kuta Baro 1.642 3.847 25.774,913. Montasik 3.166 4.956 33.700,814. Blang Bintang 3.551 3.610 23.465,015. Ingin Jaya 3.827 3.874 25.955,816. Krueng Barona Jaya 105 476 2.380,017. Sukamakmur 3.448 2.885 19.618,018. Kuta Malaka 1.102 1.073 7.189,119. Simpang Tiga 1.796 1.331 8.784,620. Darul Imarah 763 582 3.492,021. Darul Kamal 1.080 550 3.300,022. Peukan Bada 222 137 712,423. Pulo Aceh 35 35 164,5

2009Jumlah 20082007

34.13731.68543.214

37.67332.13038.737

247.986,00146.192,00185.647,00

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Besar, 2011

Masyarakat atau petani di kabupaten Aceh Besar yang tersebar dibeberapa Kecamatan

sebahagian besar lebih menggunakan mesin penggiling padi keliling sebagai alat untuk

menggiling padi dikarenakan bagi para petani di pedalaman akses menuju ke kilang padi jauh

Page 28: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

dan juga petani lebih diuntungkan dengan lebih murahnya ongkos penggilinggan yaitu Rp 500/

Kg sampai Rp 550/ kg dan petani juga bisa membagi hasil penggilingan kepada petani dengan

beras dan dedak dengan perbandingan 10 Kg padi dengan 1 Kg beras dan dedak.

Jumlah penggiling padi kelililing yang beroperasi di Kabupaten Aceh Besar sebanyak

112 mesin penggiling dengan berbagai macam merk dan tenaga penggerak, serta tersebar di

seluruh Kabupaten Aceh Besar. Merk yang biasa digunakan adalah Echo N70, N 120 D, dan

Esho NX 110 dan tenaga penggerak Feng Tian DTF 1115 N 24 HP, Xing Dong ZS 1115 24

HP dan Ying Tian ZS 1-115 25 HP.

B. Tipe-tipe Mesin Penggiling Padi Keliling di Kabupaten Aceh BesarBerdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Aceh Besar pada beberapa

Kecamatan, yaitu di Kecamatan Kuta Malaka, Montasik, Indrapuri, Blang Bintang dan

Seulimeum didapat tiga jenis motor penggerak yang biasa digunakan sebagai penggerak mesin

penggiling padi. Ketiga mesin Penggiling padi tersebut seperti disajikan pada Lampiran 3.

Merk N120 D dengan motor penggerak merk XING DONG ZS 1115 merupakan motor

yang paling layak digunakan untuk mesin penggiling padi keliling karena mesin tersebut

memiliki umur ekonomis 5 tahun, mudah didapatkan di pasaran dan harganya Rp. 4.500.000/

unit dan persentasi kehilangan hasil sebesar 1,05%.

C. Prinsip Kerja Mesin Penggiling Padi Keliling

Secara umum Penggilingan gabah menjadi beras sosoh, dimulai dengan pengupasan kulit

gabah, syarat utama proses pengupasan gabah adalah kadar keringnya gabah yang akan

digiling, bila diukur dengan alat pengukur kadar air (moister tester) kekeringan ini mencapai

angka 14 - 14,5%. Pada kadar air ini, gabah akan mudah digiling/ dikupas kulitnya, alat ini

sering disebut huller atau husker.

Page 29: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Pada mesin penggiling padi keliling menggunakan roll pada proses penggilingan padi.

roll terdiri dari satu buah yang berputar berlawanan arah terhadap ulir pembawa gabah,

kecepatan roll tersebut dapat diatur sehingga beras tidak retak. Mesin pengupas ini dilengkapi

dengan blower, fungsi blower disini adalah untuk memisahkan sekam dan kulit ari pada beras.

Untuk hasil yang sempurna biasanya dilakukan sampai tiga kali penggilingan agar

menghasilkan beras putih dan bersih.

D. Hasil Sampingan Mesin Penggiling Padi Keliling

Dalam proses penggilingan padi menjadi beras diperoleh hasil samping berupa dedak dan

menir. Secara umum hasil samping dari proses penggilingan padi menggunakan penggiling

padi keliling adalah sebagai berikut:

- Dedak adalah campuran antara sekam dan kulit ari padi yang masih kasar. Biasanya

dedak inilah yang digunakan untuk pakan ternak.

- Menir adalah beras yang hancur kecil-kecil karena proses penggilingan yang dilakukan

berapa kali, patahan beras mencapai 1/3 bagian dari beras utuh (Widiowati, 2001).

E. Analisa Data

1. Analisa Teknis

a. Kapasitas Kerja Alat Penggilingan

Berdasarkan pengamatan di lapangan di berbagai Kecamatan di Aceh Besar

terhadap enam mesin penggiling padi keliling dengan berbagai merk,

menunjukkan bahwa mesin dengan kapasitas kerja alat yang paling besar adalah

merk N 120 D buatan Cina dengan kapasitas kerja alat pada satu kali proses

penggilingan dengan dua mesin penggiling padi keliling didapat 681,81 Kg/ jam

dan 652,17 Kg/ jam dengan rata rata kapasitas kerja alat penggilingan 667 Kg/

jam. Sedangkan merk Echo N70 memiliki kapasitas kerja alat 600 Kg/jam dan

555,55 dengan rata rata kapasitas kerja alat penggilingan 577,75 Kg/ jam, dan

Page 30: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Esho NX110 sebesar 375 Kg/jam dan 535,71 dengan rata rata kapasitas kerja alat

penggilingan 455,35 Kg/ jam. Total rata rata keseluruhan Kapasitas Kerja Alat

Penggilingan adalah 566,70 Kg/jam. Kapasitas kerja alat penggilingan pada ketiga

mesin penggiling padi keliling dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kapasitas Kerja Alat Penggilingan

No. Tipe MerkKapasitas Kerja alat

(Kg/ jam)1. Tipe 1 Echo N70 (a)

Echo N70 (b)

600

555,5Rata rata 577,72. Tipe 2 N 120 D (a)

N 120 D (b)

681,8

652,1Rata rata 6673. Tipe 3 NX 110 D( a)

NX 110 D (b)

375

535,7Rata rata 455,3

b. Efisiensi Alat

Jenis penggiling padi keliling mempunyai efisiensi alat yang berbeda beda. Pada

mesin rice milling unit tipe N120D mempunyai kapasitas teoritis 1100 Kg/ jam

didapat efisiensi sebesar 61,98% dan 59,28% dengan rata rata efisiensi 60,63%,

pada Echo N70 memiliki kapasitas 1100 Kg/ jam 180 didapat efisiensi alat sebesar

54,54% dan 50,50% didapat rata rata efisiensi 52,52%, sedangkan pada Esho

NX110 dengan kapasitas 1100 Kg/ jam didapat efisiensi alatnya sebesar 34,09%

dan 48,70%, rata rata efisiensi sebesar 41,40%. Adapun total rata rata pada ke tiga

mesin penggiling padi keliling adalah 51,51%, untuk lebih jelasnya efisiensi alat

untuk ketiga mesin penggiling padi keliling dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Efisiensi Alat

No. Tipe Merk Efisiensi Alat (%)1. Tipe 1 Echo N70 (a) 54,54

Echo N70 (b) 50,50

Page 31: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Rata rata 52,522. Tipe 2 N 120 D (a) 61,98

N 120 D (b) 59,28Rata rata 60,633. Tipe 3 NX 110 D( a) 34,09

NX 110 D (b) 48,70Rata rata 41,40

c. Rendemen

Pada mesin penggiling padi keliling terdapat dua jenis produk/output yaitu dari

padi menjadi beras dan dari padi mejadi dedak. Beras utuh adalah hasil

terkupasnya antara kulit padi dan kulit ari pada beras dan dedak adalah campuran

antara sekam dan kulit ari padi yang masih kasar. Berdasarkan sampel padi yang

digunakan sebesar 15 Kg padi dan setelah mengalami dua kali penggilingan

menggunakan dua buah mesin penggiling padi keliling, maka didapat hasil rata

rata beras sebesar 71,65% dan rendemen dedak sebesar 27% persentasi kehilangan

hasil sebesar 1,35%, untuk mesin merk Echo N70. Pada mesin merk N120D

menggunakan berat sampel yang sama diperoleh hasil rata rata beras sebesar

66,95% dan rendemen dedak sebesar 32% serta persentasi kehilangan hasil sebesar

1,05%. selanjutnya pada merk Esho NX110 diperoleh hasil rata rata beras sebesar

59% dan rendemen dedak sebesar 31,66%, dan persentasi kehilangan hasil sebesar

9,33%. Kehilangan hasil dari proses penggilingan terjadi dikarenakan faktor

lingkungan yang dapat mempengaruhi kinerja alat tersebut, diantaranya

sebahagian tertiup angin dan adanya menir. Dari ke tiga tipe alat tersebut,

persentasi kehilangan terbesar terdapat pada tipe tiga yaitu NX 110 D sebesar

9,33%. Adapun persentasi kehilangan beras dan dedak dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rendemen Beras dan Dedak hasil penggilingan dengan menggunakan mesin penggiling padi keliling

No Tipe MerkRendemen (%) Kehilanga

n hasil (%)Beras Dedak1. Tipe 1 Echo N70 (a) 71,3 28 0,7

Page 32: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Echo N70 (b) 72 26 2Rata rata 71,6 27 1,32. Tipe 2 N 120 D (a)

N 120 D (b)

67,3

66,6

32

32

0,7

1,4Rata rata 66,9 32 1,03. Tipe 3 NX 110 D( a)

NX 110 D (b)

60

58

33,3

30

6,6

12Rata rata 59 31,6 9,3

2. Analisa Ekonomi

- Biaya Tetap

a. Depresiasi (penyusutan) yang terjadi pada beberapa unit mesin penggiling padi keliling

menunjukkan bahwa biaya penyusutan berkisar antara Rp. 3.960.000/tahun sampai

Rp. 4.500.000/tahun. Dikarenakan perhitungan biaya penyusutan menggunakan

metode garis lurus, hal ini berarti nilai penyusutan yang terjadi pada alat dan mesin

sama besarnya setiap tahun sampai akhir umur ekonomis, yaitu selama 5 tahun. Biaya

penyusutan merupakan biaya yang terbesar per jamnya dan juga dapat merupakan

penurunan nilai suatu mesin atau alat selama waktu yang terus berjalan tanpa perduli

apakah mesin atau alat tersebut dipakai atau tidak. Irwanto (1980)

b. Biaya Bunga Modal dan Asuransi

Pada saat ini tingkat bunga bank pada umumnya sebesar 11 %. Bunga modal ini

sangatlah dipengaruhi oleh tingkat bunga bank yang berlaku di daerah setempat.

Tingkat bunga bank ini berubah-ubah untuk setiap tahunnya. Dari harga mesin yang

ada di pasaran, maka didapat nilai bunga modal berkisar antara Rp. 1.452.000/tahun

sampai Rp. 1.650.000/tahun.

c. Biaya Pajak dan Garasi

Biaya pajak dan garasi harus dibebankan pada mesin/ alat pertanian walau pun

sukar untuk menentukannya. Biaya pajak diperkirakan 2 % dari harga pembelian per

tahun dan biaya garasi sebesar 1 % dari harga pembelian per tahun. Dengan demikian

Page 33: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

maka didapat biaya pajak dan garasi alat penggiling padi keliling berkisar antara Rp.

660.000/ tahun sampai Rp. 750.000/ tahun. Umumnya garasi/ gudang dapat

memberikan pengaturan yang lebih baik, perbaikan yang mudah dan aman,

penampilan yang teratur dan baik, dapat mengurangi kerusakan tehadap alat/ mesin

akibat terkena suhu pada cuaca tertentu. Hal ini akan memberikan kerugian yang

besar. Garasi dapat memperkecil kerusakan alat/ mesin, diantaranya bebas dari hujan

dan panas matahari sehingga tidak berkarat dan lebih tahan lama.

Pengalaman menunjukkan bahwa adanya garasi/ gudang menyebabkan biaya

perbaikan menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan peralatan yang tidak ada

garasi/ gudang (Irwanto, 1980).

Biaya tetap adalah suatu biaya yang tidak dipengaruhi oleh naik turunnya

produksi yang dihasilkan, seperti biaya tenaga kerja tidak langsung, penyusutan,

bunga bank, asuransi, dan lain sebagainya (Khotimah, 2002). Adapun biaya tetap

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Biaya Tetap

No. Tipe/ MerkPenyusutan(Rp/ tahun)

Bunga modal dan

asuransi(Rp/ tahun)

Pajak dan Garasi (Rp/

tahun)

Total biaya tetap (Rp/

tahun)

1.Echo N70 (a)Echo N70 (b)

Rp 4.320.000

Rp 4.320.000

Rp 1.584.000

Rp 1.584.000

Rp 720.000

Rp 720.000

Rp. 6.624.000

Rp. 6.624.000

Rata rata Rp 4.320.000 Rp 1.584.000 Rp 720.000Rp. 6.624.000

2. N 120 D (a)N 120 D (b)

Rp 3.960.000

Rp 3.960.000

Rp 1.452.000

Rp 1.452.000

Rp 660.000

Rp 660.000

Rp. 6.072.000

Rp. 6.072.000

Rata rata Rp 3.960.000 Rp 1.452.000 Rp 660.000Rp. 6.072.000

3. NX 110 D (a) Rp 4.500.000 Rp 1.650.000 Rp 750.000 Rp.

Page 34: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

NX 110 D (b) Rp 4.500.000 Rp 1.650.000 Rp 750.000

6.900.00

Rp. 6.900.00

Rata rata Rp 4.500.000 Rp 1.650.000 Rp 750.000Rp. 6.900.00

- Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap untuk setiap jam yang harus dikeluarkan oleh para pemilik mesin

adalah dengan menunjukkan keseluruhan biaya bahan bakar, oli pelumas, reparasi dan

tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan terlihat bahwa biaya tidak tetap

yang dikeluarkan para pemilik mesin berkisar antara Rp. 148.140/ jam sampai Rp.

151.694,98/ jam. Biaya tidak tetap ini akan terus berubah-ubah setiap jamnya seiring

dengan harga dari masing-masing bahan yang diperjual belikan di masyarakat.

Sebagai contoh harga bahan bakar, bila harga bahan bakar naik maka dengan

sendirinya harga atau biaya tidak tetap yang dikeluarkan juga bertambah.

a. Biaya Bahan Bakar

Jenis bahan bakar yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis solar. Harga

solar per liternya adalah Rp. 5000. Biaya bahan bakar yang diperlukan untuk

setiap jamnya berkisar antara Rp. 40/ jam sampai Rp. 41,65/ jam. Ini berdasarkan

perhitungan dengan perkiraan penggunaan bahan bakar 0,2 liter/ HP/ jam pada

tiap daya mesinnya. Dengan demikian maka biaya bahan bakar sangat dipengaruhi

oleh daya mesin, jam kerja dan harga bahan bakar tiap liternya.

b. Biaya Oli Pelumas

Biaya pelumas sangat dipengaruhi oleh daya mesin. Oli pelumas sangat penting

untuk menjaga operasional mesin berjalan dengan baik. Menurut Wijanto (1996)

Page 35: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

bahwa pengisian oli yang ceroboh akan mengakibatkan penambahan biaya yang

harus dikeluarkan oleh pemilik mesin. Misalnya, oli pelumas diisi berlebihan yaitu

melebihi batas tanda maksimum maka akan menyebabkan sebagian oli ikut

terbakar di ruang silinder sehingga dapat menimbulkan atau mempercepat

terjadinya endapan arang diruang silinder.

Biaya pelumas yang diperlukan untuk setiap jammya berkisar antara Rp. 89.600/

jam sampai Rp. 93.333/ jam. Ini berdasarkan perhitungan dengan menggunakan

oli pelumas 0,8 liter/ HP x 100 jam pada setiap daya mesin. Dengan demikian

maka biaya oli pelumas sangat dipengaruhi oleh daya mesin, jam kerja dan harga

pelumas. Adapun biaya oli pelumas dapat dilihat pada Tabel 6.

c. Biaya Perbaikan/ Reparasi

Wijanto (1996) menyatakan bahwa biaya perbaikan/ reparasi setiap seratus jam

kerja mesin diperkirakan 2 – 4 % dari harga pembelian mesin.untuk biaya

perbaikan/ reparasi pada beberapa mesin berkisar antara Rp. 4.320/ jam sampai

Rp. 4.500/ jam.

d. Biaya Tenaga Kerja

Rata-rata hasil penggilingan padi perhari adalah 1.440 Kg padi, dengan dua orang

pekerja dan jam kerja adalah 8 jam perhari, maka diketahui dalam 1 jam hasil

yang dapat digiling adalah 180 Kg/ jam padi. Padi yang didapatkan oleh dua orang

pekerja akan dibagi dua dengan pemilik mesin, harga ongkos penggilingan padi

adalah Rp. 500/ Kg, maka diperoleh 144 x Rp. 500, sehingga akan didapatkan Rp.

90.000/ hari. Hasil ini akan dibagi dua dengan pemilik mesin, dengan bagian

pemilik mesin 40% dan pekerja mendapatkan 60%, sehingga masing-masing

Page 36: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

pekerja akan mendapatkan Rp. 54.000/hari. karena pekerja terdiri dari dua orang

maka diperoleh upah kerja Rp 27.200/ jam untuk masing masing pekerja.

berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh upah biaya tenaga kerja sebesar

Rp 54.000/ jam. adapun biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Biaya Tidak Tetap

No. Merk

Bahan bakar (Rp/ jam)

Oli pelumas

(Rp/ jam)

Perbaikan/ reparasi

(Rp/ jam)

Tenaga kerja (Rp/

jam)

Total biaya tidak tetap (Rp/ jam)

1.

Echo

N70 (a)

Echo

N70 (b)

Rp

41,65

Rp

41,65

Rp

93.333,33

Rp

93.333,33

Rp 4.320

Rp 4.320

Rp 54.000

Rp 54.000

Rp

151.694,98

Rp

151.694,98

Rata rataRp

41,65

Rp

93.333,33Rp 4.320 Rp 54.000

Rp.

151.694,98

2.

N 120 D

(a)

N 120 D

(b)

Rp

41,65

Rp

41,65

Rp

93.333,33

Rp

93.333,33

Rp 3.960

Rp 3.960

Rp 54.000

Rp 54.000

Rp.

151.334,98

Rp

151.334,98

Rata rataRp

41,65

Rp

93.333,33Rp 3.960 Rp 54.000

Rp.

151.334,98

3.

NX 110

D (a)

NX 110

D (b)

Rp 40

Rp 40

Rp 89.600

Rp 89.600

Rp 4.500

Rp 4.500

Rp 54.000

Rp 54.000

Rp. 148.140

Rp 148.140

Rata rata Rp 40 Rp 89.600 Rp 4.500 Rp 54.000 Rp. 148.140

- Biaya Total Penggunaan Alat/ Biaya Operasional

Biaya operasional adalah total biaya tetap pertahun dibagi dengan jumlah jam

kerja pertahun, yang pada penelitian ini diketahui bahwa dari ketiga merk mesin

penggiling padi keliling, total biaya tidak tetap berkisar antara Rp. 148.140/ jam

Page 37: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

sampai Rp. 151.694,98/ jam. jumlah jam perhari adalah 8 jam, jika mesin

beroperasi selama 6 hari/ minggu, maka dalam setahun jumlah jam kerjanya

adalah 2.304 jam/ tahun. Adapun total penggunaan alat dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Total Penggunaan Alat

No. MerkTotal Penggunaan alat/

Biaya operasional (Rp/ jam)

1.Echo N70 (a)Echo N70 (b)

154.570

154.570Rata rata 154.570

2.N 120 D (a)N 120 D (b)

153.970

153.970Rata rata 153.970

3.NX 110 D (a)NX 110 D (b)

151.135

151.135Rata rata 151.135

3. Titik Impas (Break Even Point)

Break even point (BEP) diperoleh dengan menghitung keseluruhan biaya yang

dikeluarkan si pemilik mesin dalam menjalankan usaha jasanya, BEP adalah suatu metode

analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa variable didalam

kegiatan dalam suatu usaha, seperti tingkat produksi, biaya yang dikeluarkan, serta

pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya.

Break even point atau titik pulang pokok adalah suatu kondisi dimana mesin

beroperasi pada kapasitas yang tidak menguntungkan dan juga tidak mengalami kerugian.

Apriono (2009) menambahkan Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam

suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi sehingga impas

(penghasilan=total biaya). Pada penelitian ini dapat diambil contoh pada mesin penggiling

padi merk N120 D, dengan tenaga penggerak Xing Dong ZS 1115 seharga satu unitnya Rp

Page 38: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

22.000.000 dan umur ekonomisnya 5 tahun. Dari hasil perhitungan, diperoleh Break event

point sebesar Rp 0,92/ Kg

4. B/ C Ratio

B/C ratio yang dihitung dalam penelitian ini adalah hasil dari perbandingan antara

Benefit dengan Total Cost, benefit dalam penelitian tersebut merupakan hasil penjualan

produksi diperoleh sebesar Rp. 666.000/jam. Sedangkan cost dalam penelitian ini merupakan

total biaya produksi dari perencanaan kapasitas produksi 180 kg perjamnya dengan biaya

produksi Rp. 354.747.840/ tahun. Hasil analisis B/C ratio dalam penelitian ini adalah 4,32,

artinya jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka proyek tersebut layak untuk diusahakan. Giatman

(2006) menambahkan untuk mengetahui apakah suatu rencana investasi layak ekonomis atau

tidak adalah dengan melalui metode sebagai berikut yaitu Jika BCR ≥ 1 maka investasi layak

(feasible) dan sebaliknya jika BCR ≤1 maka investasi tidak layak (unfeasible).

5. Payback Period

Perencanaan Pay back period dalam penelitian tersebut adalah selama 5 tahun.

Menurut Giatman (2006) analisis payback period pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui

seberapa lama (periode) investasi akan dapat dikembalikan saat terjadinya kondisi pulang

pokok (Break Event Point).

Pay back period yang diperoleh dari analisis adalah antara 0,08 sampai 0,09 tahun,

artinya pengembalian modal investasi terjadi dalam jangka waktu dibawah satu tahun. Analisis

pengembalian modal tersebut menghasilkan analisa pengembalian modal investasi yang sangat

singkat (cepat) sehingga usulan proyek tersebut dapat diterima.

Page 39: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Van (2005) menambahkan bahwa suatu usulan investasi akan disetujui apabila

payback period-nya lebih cepat atau lebih pendek dari payback period yang disyaratkan oleh

perusahaan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat tiga merek mesin yang digunakan

oleh pengusaha penggiling padi keliling di Kabupaten Aceh Besar sebagai tenaga

penggerak mesin penggiling padi keliling yaitu FENG TIAN DTF 1115N 24 HP,

XING DONG ZS 1115 24 HP, YING TIAN ZS 1-115 25 HP. Dan merk mesin

penggiling padi keliling yang paling layak digunakan adalah tipe N 120 D dengan

tenaga penggerak XING DONG ZS 1115 24 HP.

2. Mesin dengan kapasitas kerja alat yang paling besar adalah merk N 120 D buatan

Cina dengan kapasitas kerja alat pada satu kali proses penggilingan dengan dua

Page 40: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

mesin penggiling padi keliling didapat 681,81 Kg/ jam dan 652,17 Kg/ jam dengan

rata rata kapasitas kerja alat penggilingan 667 Kg/ jam, dan didapat efisiensi

sebesar 61,98% dan 59,28% dengan rata rata efisiensi 60,63% serta diperoleh

rendemen rata-rata beras dan dedak sebesar 66,95% dan 32% dan persentasi

kehilangan hasil adalah sebesar 1,05%.

3. Analisis BEP dalam unit adalah sebesar 3.120,37 Kg/ jam. BEP dari hasil penjualan

adalah sebesar Rp. 11.545.369/ jam

4. Berdasarkan nilai B/C Ratio, didapat kesimpulan bahwa semua jenis merk mesin

penggerak layak digunakan untuk mesin penggiling padi keliling. Kesimpulan ini

didapat karena nilai B/C berkisar 2,09. artinya jika nilai B/C lebih besar dari 1

maka proyek tersebut layak untuk diusahakan.

5. Analisis Pay back period adalah sebesar 0,08 sampai 0,09 tahun, analisis tersebut

merupakan analisis pengembalian modal dalam waktu singkat dari perencanaan

keuangan selama 5 tahun. Maka investasi tersebut layak.

6. Penelitian menunjukkan bahwa semua merek motor penggerak layak digunakan

untuk mesin penggiling padi keliling baik ditinjau secara teknis maupun ekonomis.

B. Saran

Perlu dilakukan evaluasi kelayakan ekonomis pada pengusaha penggiling padi keliling

dengan menggunakan berat gabah yang berbeda dan Modifikasi Rancangan Mesin penggiling

padi keliling dengan pendekatan ergonomi.

.

DAFTAR PUSTAKA

Page 41: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Apriono, A. 2009. Break Event Point (BEP). http://ilmu manajemen. wordpress.com. dikutip pada [Februari 2011].

Badan Pusat Statistik. 2010. Aceh Besar dalam Angka 2010. BPS. Banda Aceh.

Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Daerah Kabupaten Aceh Besar. BPS. Banda Aceh.

Damardjati, D.S. 1988. Struktur Kandungan Giji Beras. Didalam: Ritonga, Arya Widura., et al. Laporan Praktikum: Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Farrell, M.J. (1957) “The measurement of productive efficiency, Journal of the Royal Statistical Sosiecy, vol 253-581.

Febri. 2010. Break Even Analysis, Titik Impas Produksi dan Harga. http://www.vibiznews.com/column/economy/2010/06/11/break-even-analysis-titik-impas-produksi-dan-harga/, [Maret 2010].

Garris, A. J. 2004. Genetic Structure and Diversity in Oryza Sativa L. Genetics 169 : 1631-1638.

Giatman. M. 2006. Ekonomi Teknik. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Handaka. 1996. Peluang dan Tantangan Pengembangan Alsintan di Indonesia, Makalah pada Seminar Nasional Konstribusi Teknik Pertanian untuk Memacu Pembangunan Industri dalam Era Globalisasi.

Hardjosentono, dan Khairil. 1983. Ilmu Usaha Tani. Yasa Guna. Jakarta.

Husnan, S. dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek: edisi ke empat. UUP AMP YKPN, Yogyakarta.

Iman M. 2007. Analisis Break Event Point. http://id.shvoong.com/business-management/management/1688039-analisis-break-point/, dikutip pada [Maret 2007].

Irwanto. 1980. Ekonomi Engeenering di Bidang Mekanisasi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Gramedia Jakarta.

Khotimah. 2002. Evaluasi Proyek dan Perencanaan Usaha. PT. Ghalia Indonesia dengan UMM Press, Jakarta.

Loekman, S. 1984. Dasar-dasar Usaha Tani di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Paul, S. dan William. 1985. Ekonomi. Erlangga. Jakarta.

Peters. 1991. Plant Design and Economic for Chemical Engineers, fourth edition, International Student Edition, Mc.graw-Hill Book. New York.

Page 42: Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Mesin Penggiling Padi Keliling (Studi Kasus Kabupaten Aceh Besar)

Purwandi. 1999. Ekonomi Teknik. Gramedia. Jakarta.

.

Ratnawidja. 2010. Evaluasi Proyek dengan Metode Rasio Manfaat/Biaya. http://elibrary.mb.ipb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=mbipb-12312421421421412-ratnadwija-546, dikutip pada [Juni 2010].

Ritonga, Arya Widura, et al. 2008. Pasca Panen Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Soedjatmiko. 1997. Pencetakan Sawah dan Pengembangan Tanah Pertanian. Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. Jakarta.

Soetrisno, P.H. 1984. Pengantar Studi Kelayakan Suatu Proyek. BPFE-UGM, Yogyakarta.

Susantun, I. 2000. “Fungsi Keuntungan Cobb-Dauglas Dalam Pendugaan Efisiensi Ekonomi Realtif”. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.5 No.2. hal 149-161

Utomo, M., Nazarudin. 2002. Bertani Padi Sawah tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta

Wijanto. 1996. Ekonomi Teknik. Universitas Sriwijaya. Palembang.

Van, H. 2005. Aspek Keuangan. http://usupress.usu.ac.id, dikutip pada [Februari 2011].